anatomi dan fisiologi sistem endokrin.docx

18
LAPORAN RESUME KASUS V ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II KOMPLIKASI ULKUS DI RUANG CAROLUS DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN UNTUK MENYELESAIKAN APLIKASI KEPERAWATAN OLEH : DENE FRIES SUMAH NIM. 2014-01-006

Upload: gues

Post on 12-Apr-2016

8 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

LAPORAN RESUME KASUS V

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II KOMPLIKASI ULKUS DI RUANG CAROLUS

DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN UNTUK MENYELESAIKAN APLIKASI KEPERAWATAN

OLEH :

DENE FRIES SUMAHNIM. 2014-01-006

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS

JAKARTA2015

Page 2: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

A. DEFINISIDiabetes Melitus adalah penyakit kronik multisistem yang berhubungan dengan

produksi insulin abnormal, gangguan penggunaan insulin atau keduanya, ditunjukan

dengan peningkatan glukosa dalam darah (hiperglikemia) (Hinkle & Cheever, 2014).

American Diabetes Association (2015), menyatakan bahwa Diabetes Mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Rekomendasi diagnosa Diabetes Mellitus menurut American Diabetes Association

(2015) jika memenuhi criteria sebagai berikut :

1. A1C ≥ 6,5

2. Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL ( 7,0 mmol/L )

3. Kadar gula darah 2 jam setelah makan atau setelah diberi 75 g glukosa ≥ 200 mg/dL

( 11,1 mmol/L

4. Kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL ( 11,1 mmol/L )

DM tipe II, yang disebut juga NIDDM (non insulin dependent diabetes mellitus)

merupakan 90%-95% dari seluruh kasus DM. DM tipe II dimulai dengan resistensi

insulin, dimana interaksi insulin dengan glukosa menjadi kurang efisien sehingga

metabolisme lemak menjadi abnormal. Dengan meningkatnya kebutuhan insulin,

pankreas kehilangan kemampuannya untuk memproduksi insulin secara bertahap. Faktor

yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe II meliputi usia lanjut, obesitas, riwayat

keluarga dengan DM tipe II, riwayat gestasional diabetes, gangguan metabolisme

glukosa, kurang aktivitas fisik, ras (Kathryn L. McCance, 2014).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus

adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman

saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu

gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Kathryn L. McCance,

2014).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5

cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang

pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga merupakan kelenjar

endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian

depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum

dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ

Page 3: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.

Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal

dari lapisan epitel yang membentuk usus (LeMone P., 2014).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu: (1) Fungsi eksorin

yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim

dan elektrolit. (2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok

kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama

membentuk organ endokrin yang mensekresikan

insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga

jenis sel utama, yaitu: (1) Sel-sel α (alpha), jumlahnya

sekitar 20-40 %; memproduksi glukagon yang manjadi

faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai

“anti insulin like activity“. (2) Sel-sel β (betha),

jumlahnya sekitar 60-80 %, membuat insulin. (3) Sel-

sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat

pelepasan insulin dan glukagon (LeMone P., 2014).

Fisiologi kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,

adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin

dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen.

Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah

absorsi selesai glikogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di

vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada

keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam

beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau

hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glukagon sangat penting pada metabolisme

karbohidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase,

enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk

gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih

aktif (Kathryn L. McCance, 2014).

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh

jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain: (a)

Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin yaitu

merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa

darah masuk kedalam sel, antara lain; Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau

Page 4: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

lengerhans, Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin,

Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal, Growth hormone yang disekresi

oleh kelenjar hipofisis anterior. (b) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth

hormone membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya

hipoglikemia akibat pengaruh insulin (Kathryn L. McCance, 2014).

C. PATOFISIOLOGI

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini

(LeMone P., 2014). Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat

dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya

dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,

iritabilitas, poliuria, 16 polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan

yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penyakit Diabetes membuat

gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut

angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada

pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh

darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari

kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan

tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang

berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya

tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban

terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang

mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk

kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.

Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme

yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan

closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal,

bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya (Kathryn L.

McCance, 2014).

Page 5: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Alice C. Murr., 2014), (Gulanick M. &., 2014)

1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan defisiensi insulin dengan

ketidakmampuan menggunakan nutrient, intake nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh,

dan aktivitas yang kurang.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh

dalam menggunakan glukosa, defisiensi insulin.

3. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan,

pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.

4. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan osmotik diuresis.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi perifer.

E. PERENCANAAN KEPERAWATAN (Gulanick M. &., 2014), (Alice C. Murr., 2014)

1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan defisiensi insulin dengan

ketidakmampuan menggunakan nutrient, intake nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh,

dan aktivitas yang kurang

Hasil yang diharapkan: Pasien mampu mempertahankan glukosa darah dan HbA1C

dalam rentang yang ditargetkan.

NOC: Level gula darah, Pengetahuan (Pengobatan, diit, aktivitas, manajemen DM)

NIC: Manajemen hiperglikemia, Edukasi (aktivitas sesuai saran, pengobatan sesuai

saran, diit sesuai saran)

Tindakan Keperawatan :

Observasi

a. Kaji adanya tanda hiperglikemia

R : Hiperglikemia terjadi akibat ketidadekuatan hormone insulin. Peningkatan

gula darah akan meningkatkan efek osmotic sehingga akan ada tanda

peningkatan haus, lapar, dan berkemih. Pasien juga melaporkan adanya

kelemahan dan pandangan kabur.

b. Monitor gula darah dan bandingkan dengan gula darah pemeriksaan sebelumnya

R : Perubahan gula darah mengindikasikan kesuksesan memanajemen diitnya.

c. Monitor HbA1C-glycosylated hemoglobin

R : Pemeriksaan ini bertujuan melihat kadar gula darah 2–3 bulan sebelumnya.

Rekomendasi pemeriksaan ini adalah empat kali per tahun (N: 6,5% - 7%).

d. Monitor kadar serum insulin

Page 6: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

R : Hiperinsulinemia akan terjadi pada awal DM karena adanya stimulasi pada

pancreas. Lama kelamaan pancreas gagal mensekresikan insulin dalam

jumlah yang cukup sehingga terjadi hipoglikemia.

e. Kaji pola aktivitas fisik

R : Aktivitas fisik memiliki efek menurunkan gula darah seperti insulin. Latihan

teratur menjadi bagian penting dari manajemen DM.

f. Kaji adanya tanda hipoglikemia

R : Pasien dengan DM tipe 2 yang menggunakan insulin rentan mengalami

hipoglikemia. Pasien mungkin menampilkan takikardia, diaphoresis, tremor,

pusing, kelemahan, lapar, perubahan visual.

g. Kaji keeraturan menggunakan obat

R: Pasien DM seringkali mengalami problem kesehatan lain yang juga

membutuhkan obat. Beberapa obat dapat meningkatkan gula darah.

Edukasi

h. Kaji pengetahuan tentang penyakit dan diit

R : Ketidakpatuhan dalam diit dapat menyebabkan hiperglikemia. Pasien

direkomendasikan memiliki diit yang sehat. Pasien mungkin mengalami

hiperglikemia atau hipoglikemia ketika obat, aktivitas, dan diit tidak

seimbang.

i. Ajarkan pasien cara pemberian insulin

R : Berikan edukasi terkait cara pemberian, lokasi pemberian, aturan dalam

penyuntikan, penyimpanan insulin.

Mandiri

j. Buat capaian penurunan BB pasien, penurunan gula darah, lemak, kolesterol,

HbA1C, dan latihan

R : Hiperglikemia dapat menurunkan BB. Glukosa harus dipantau kadarnya.

Latihan minimal 30 menit/hari.

k. Review kemajuan pasien

R : Keikutsertaan pasien dalam merencanakan pengobatan akan meningkatkan

dalam kepatuhan minum obat. Rasa senang dalam melakukan proses belajar

akan meningkatkan perubahan perilaku.

l. Kaji pola makan yang harus diubah pasien

R : Pemberian informasi kepada ahli gizi

Page 7: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

m. Anjurkan pasien melakukan aktivitas: Latihan 30–60 menit, 3–7 kali per minggu

R : Lakukan pemanasan dan pendinginan agar terhindar dari injuri otot.

Beraktivitas setelah makan dan minum.

Kolaborasi

n. Rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan instruksi.

R : Pasien membutuhkan ahli gizi untuk membantu menentukan diitnya.

o. Berikan obat hipoglikemia oral dan atau pemberian insulin

R : menurunkan kadar gula darah

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh

dalam menggunakan glukosa, defisiensi insulin.

Batasan karakteristik :

Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal

Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat

Hasil yang diharapkan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria hasil : Berat

badan normal sesuai dengan tinggi badan, Nilai lab dalam batas normal : Hb, albumin,

elektrolit dan kadar glukosa darah, Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

NOC: Level gula darah, Pengetahuan (Pengobatan, diit, aktivitas, manajemen DM)

NIC: Manajemen nutrisi

Intervensi Keperawatan:

Mandiri

a. Jelaskan kepada pasien tujuan berat badan ideal serta persyaratan gizi harian.

R : Memberikan dasar perbandingan untuk efektivitas terapi.

b. Kontrak dengan pasien mengenai komitmen terhadap program terapi dan

memenuhi kebutuhan diet khusus.

R : Ketika pasien setuju untuk kontrak, keberhasilan individu akan ditingkatkan.

c. Membuat menu selektif, dan memungkinkan pasien untuk mengontrol pilihan

sebanyak mungkin.

R : Pasien yang mendapatkan kepercayaan diri dan merasa mengendalikan

lingkungan lebih mungkin untuk makan makanan yang disukai.

d. Waspada terhadap pilihan makanan rendah kalori dan minuman.

R : Pasien akan mencoba dan berusaha keras untuk menghindari makanan yang

berlebihan kalori.

Page 8: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

e. Pertahankan jadwal penimbangan rutin, seperti Senin dan Jumat sebelum sarapan,

dan hasil grafik.

R : Memberikan catatan yang sedang berlangsung akurat dari penurunan berat

badan atau kelebihan berat badan. Juga mengurangi obsesi perubahan berat

badan.

f. Memonitor program latihan dan menetapkan batas kegiatan fisik.

R : Olahraga ringan membantu dalam menjaga otot dan mengurangi depresi;

Namun, pasien dapat melaksanakan berlebihan untuk membakar kalori.

Kolaborasi

g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan terapi nutrisi sesuai program diit

DM.

R : Kesembuhan dari masalah mendasar tidak bisa terjadi tanpa status gizi

ditingkatkan melalui pengaturan diit pasien sesuai kebutuhan. Sehingga

tidak memberikan dampak yang lebih buruk.

h. Berikan makan yang terpilih (sudah di konsultasikan dengan ahli gizi).

R : Membantu dalam proses pengaturan pola diit serta menekan penigkatan GDS.

i. Hindari memberikan obat pencahar.

R: Efek penggunaan obat pencahar dapat menyebabkan tubuh kehilangan

makanan atau kalori.

3. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan,

pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.

Outcome : pasien mendemonstrasikan pengetahuan tentang perawatan diri DM

NOC: Pengetahuan: manajemen DM, kadar gula daarah, manajemen diri terkait DM

Intervensi keperawatan :

Observasi

a. Kaji prioritas pasien dalam memanajemen pengobatan

R : Menyediakan informasi penting dalam memahami medikasi, diit, aktivitas,

dan monitor gula darah.

b. Kaji factor penghambat kesuksesan melakukan perawatan diri.

R : Keterbatasan beraktivitas, kelemahan otot, dan gangguan penglihatan dapat

menghambat perawatan diri.

c. Kaji sumber keuangan pasien

R : Penyakit kronik membutuhkan pengobatan yang lama dan perawatan yang

mahal

Page 9: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

Mandiri

d. Evaluasi kemampuan perawatan diri pasien, termasuk kemampuan mengukur

kadar gula darah sendiri

R : Manajemen diri pasien akan menentukan edukasi lanjutan.

e. Review tujuan diit bersama dengan pasien dan keluarga

R : Pasien dan keluarga harus mampu mengenali tujuan dan terapi (normal gula

darah, perubahan pola makan, restriksi kalori, dll).

f. Review gula darah pasien

R : Hasil gula darah yang terkontrol dapat meningkatkan motivasi pasien dalam

perawatan diri.

Edukasi

g. Pastikan pasien tahu tentang gejala, penyebab, pengobatan, dan pencegahan

hiperglikemia.

4. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan osmotik diuresis.

Hasil Yang Diharapkan :

Klien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi ditandai dengan : mukosa lembab,

TTV dalam batas normal. TD. 120/80 mmHg, Sh. 36-37 oC.

Intervensi :

a. Observasi TTV tiap 4 jam.

Rasional : Hipovolemik mengakibatkan hipoksia dan takikardia.

b. Kaji membran kulit/membran mukosa dan pengisian kapiler.

Rasional : Mengetahui hidrasi sirkulasi tubuh yang adekuat.

c. Kaji tanda-tanda hipovolemik glukosa darah kurang atau sama dengan 60 mg/dl.

Rasional : mendeteksi tanda hipoglikemia : pucat, takikardia, lapar, palpitasi,

lemah, gemetar, pandangan kabur.

d. Pertahankan pemasukan cairan : 2,5-3 liter/hari.

Rasional : memenuhi status cairan dalam tubuh.

e. Kolaborasi tim medik untuk pemeriksaan SE.

Rasional : penurunan SE mengindikasikan adanya kekurangan elektrolit.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi perifer.

Outcome : Pasien bebas dari injuri kaki

NOC : Integritas Jaringan: kulit dan membrane mukosa, Perawatan Diri: hygiene,

pengetahuan: Penatalaksanaan

Page 10: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

NIC : Perawatan kaki: kulit, perawatan kuku, Pengetahuan: individual

Intervensi Keperawatan:

a. Kaji penampilan umum kaki.

R : Adanya penurunan sensasi pada pasien akan menurunkan kewaspadaan dalam

adanya lesi pada kulit.

b. Kaji status kuku.

R : Infeksi jamur pada kuku seringkali menjadi jalur masuk dari infeksi kaki.

c. Kaji integritas kulit pasien

R : Neurophaty perifer dapat menyebabkan keringnya permukaan kulit yang

memudahkan terjadinya infeksi.

d. Catat adanya kalus

R : Tekanan yang berlebihan pada tulang akan menyebabkan terbentuknya kalus.

e. Kaji sirkulasi pada kaki melalui palpasi arteri dorsalis pedis dan posterior tibia.

R : Mengetahui apakah ada perubahan sirkulasi akibat komplikasi makrovaskuler

f. Kaji adanya infeksi

R : Infeksi terkadang tidak diawali dengan keluahan nyeri pada pasien, namun

pemeriksaan swallowing pada pasien menentukan adanya infeksi

g. Kaji adanya edema

R : Edema menjadi factor utama adanya ulserasi

h. Kaji sensasi protektif dengan monofilament

R : Ketiadaan sensasi protektif akan meningkatkan risiko injuri.

i. Kaji kemampuan pasien untuk menjangkau kakinya untuk perawatan kaki dan

kuku

R : Sebagai data dasar memberikan edukasi.

j. Instruksikan pasien untuk melakukan prinsip kebersihan: mencuci kaki dengan

air hangat dan sabun namun menghindari menyikatnya. Keringkan dengan

perlahan dan lembut, terutama di sela jari. Gunakan pelembab namun hindari

area sela jari

R : Meningkatkan kelembaban dapat mencegah terjadinya infeksi

k. Ajarkan pasien memeriksa kaki setiap hari dan melaporkan jika ada temuan yang

tidak normal (kerusakan kulit, peningkatan suhu dibanding dengan kaki yang

lain, adanya pus dan berbau).

R : Seluruh permukaan kulit harus di periksa sehingga jika ada kerusakan cepat

ditangani.

Page 11: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

l. Ajarkan pasien memeriksa sepatu setiap hari.

R : Sepatu melindungi dari luka pada kaki, pemeriksaan sepatu melihat adanya

kerusakan akibat benda tajam

m. Ajarkan pasien memilih sepatu dengan benar dan menggunakannya.

R : Pemilihan sepatu yang pas menghindari terjadinya luka

n. Instruksikan pasien menggunakan kaus kaki yang lembut dan menyerap keringat.

R : Kaki yang basah menjadi lokasi biakkan kuman yang baik.

Page 12: Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin.docx

DAFTAR PUSTAKA

Alice C. Murr., M. E. (2014). Nursing care plans : guidelines for individualizing client care across the life span—Edition 9. Philadelphia: F. A. Davis Company.

American Diabetes Association. (2015). Diabetes Mellitus. USA.

Gulanick, M. &. (2014). Nursing care plans: Diagnoses, interventions, and outcomes (8th ed.). Philadelphia: Elsevier.

Hinkle, J. L. (2014). Bruner and Suddarth' s textbook of medical surgical nursing . China : Lippincott William & Wilkins.

Kathryn L. McCance, S. E. (2014). Pathophysiology: the biologic basis for disease in adults and children. Seventh edition. St. Louis: Elsevier.

LeMone P., B. K. (2014). Medical–surgical nursing: critical thinking for person-centred care. 2nd ed. Frenchs Forest: Pearson Education.