anatomi dan fisiologi nasopharing

15
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOPHARING Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Batas nasopharing: Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum. Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri. Posterior : - vertebra cervicalis I dan II - Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar - Mukosa lanjutan dari mukosa atas Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang - Muara tuba eustachii - Fossa rosenmulleri

Upload: debby-astasya-annisa

Post on 02-Sep-2015

228 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

med

TRANSCRIPT

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOPHARINGNasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.Batas nasopharing: Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum. Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri. Posterior : - vertebra cervicalis I dan II Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang Muara tuba eustachii Fossa rosenmulleri

Bangunan yang penting pada nasopharing Ostium tuba eustachii pars pharyngealTuba eustachii merupakan kanal yang menghubungkan kavum nasi dan nasopharyng dengan rongga telinga tengah. Mukosa ostium tuba tidak datar tetapi menonjol seperti menara, disebut torus tubarius. Torus tubarius Fossa rosen mulleriAdalah dataran kecil dibelkang torus tubarius. Daerah ini merupakan tempat predileksi karsinoma nasofaring, suatu tumor yang mematikan nomor 1 di THT. Fornix nasofaringAdalah dataran disebelah atas torus tubarius, merupakan tempat tumor angiofibroma nasopharing Adenoid= tonsil pharyngeal=luskha

Secara teoritis adenoid akan hilang setelah pubertas karena adaenoid akan mencapai titik optimal pada umur 12-14 tahun. Lokasi pada dinding superior dan dorsal nasopharing sebelah lateral bursa pharyngea. Fungsinya sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman- kuman yang lewat jalan napas hidung.

Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata etrtentu seperti hak.Fungsi nasopharing : Sebagai jalan udara pada respirasi Jalan udara ke tuba eustachii Resonator Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidungSecret dari nasopharing dapat bergerak ke bawah karena: Gaya gravitasi Gerakan menelan Gerakan silia (kinosilia) Gerkan usapan palatum molle

GEJALA DINIPenting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih terbatas di nasofaring, yaitu:Gejala Telinga:1. Ear sign : Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba oklusi, karena muara tuba eustachii dekat dengan fosa rosenmulleri. Tekanan dalam kavum timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinnitus. Gangguan pendengaran hantaran Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).

1. Kataralis/sumbatan tuba EutachiusPasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.2. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga.Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran.

Gejala Hidung:1. Nasal sign : Pilek lama yang tidak sembuh Epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.

1. MimisanDinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.2. Sumbatan hidungSumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental.

Gejala Mata dan Saraf: diplopia dan Gerakan bola mata terbatas.1. Eye sign : Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.

1. Tumor sign : Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

GEJALA LANJUT1. Limfadenopati servikalTidak semua benjolan leher menandakan pemyakit ini. Yang khas jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih jauh. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa baal (mati rasa) di daerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, bahu, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor.Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.

2.8.1. Gejala mata dan saraf Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan sekitar atau juga secara hematogen. Gejala saraf kranialis meliputi : Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh anosmia, Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan keluhan diplopia Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia pada separuh wajah Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma, akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala : gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea, hipersalivasi). Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan memutar kepala dan dagu. Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui kanalis n.hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang dipersarafi yaitu m.stiloglossus, m.longitudinalis superior dan inferior, m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, suara pelo dan disfagia.

3. Gejala akibat metastasis jauhSel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk.2. Cranial sign Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita. Gejala ini berupa : Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang. Kesukaran pada waktu menelan Afoni

Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: Lidah Palatum Faring atau laring M. sternocleidomastoideus M. trapezeus1. Gejala nasofaringAdanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)2. Gangguan pada telingaMerupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)3. Gangguan mata dan syarafKarena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.4. Metastasis ke kelenjar leherYaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak1,4,62.8.2. Gejala Hidung : Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan. Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.2.8.3. Gejala telinga Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran) Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran2.8.4. Gejala lanjut Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan di leher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.2.8.5. Gejala mata dan saraf Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan sekitar atau juga secara hematogen. Gejala saraf kranialis meliputi : Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh anosmia, Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan keluhan diplopia Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia pada separuh wajah Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma, akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala : gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea, hipersalivasi). Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan memutar kepala dan dagu. Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui kanalis n.hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang dipersarafi yaitu m.stiloglossus, m.longitudinalis superior dan inferior, m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, suara pelo dan disfagia.