analisis variabel yang mempengaruhi …eprints.ums.ac.id/73730/1/naspub.pdfinflasi yang paling...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS VARIABEL YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
INFLASI DI INDONESIA PERIODE 1999-2018
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Disusun Oleh :
NOVIA NUR HANDAYANI
B 300 150 161
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
1
ANALISIS VARIABEL YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INFLASI
DI INDONESIA PERIODE 1999-2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel BI Rate, nilai tukar
(KURS), jumlah uang beredar (JUB), pengeluaran pemerintah (G), penerimaan
pajak (Tx) terhadap inflasi (INF) di Indonesia. Wilayah yang dijadikan objek
dalam penelitian ini adalah negara indonesia pada tahun 1999-2018. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa runtut waktu
(time series). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
sumber laporan tahunan Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Kementrian
Keuangan. Data yang diteliti meliputi BI Rate, Nilai Tukar(IDR/USD), Jumlah
Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Pajak tahun 1999-2018. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model OLS (Ordinary Least Square). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel BI Rate dan Penerimaan Pajak (Tx)
berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia, sedangkan variabel
nilai tukar (KURS), jumlah uang beredar (M1) dan Pengeluaran pemerintah (G)
tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan nilai R2 sebesar 0.670082 artinya 67,0082% variasi
varaiabel inflasi (INF) dapat dijelaskan oleh variabel BI Rate (R), nilai tukar
(KURS), jumlah uang beredar (M1), pengeluaran pemerintah (G) dan
penerimaan pajak (Tx). Sisanya 32,9918 % dipengaruhi oleh variabel-variabel
atau faktor-faktor lain di luar model penelitian.
Kata kunci: inflasi, BI Rate, nilai tukar (IDR/USD), jumlah uang beredar (M1),
pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak.
Abstract
This study aimed to analyze the effect of the BI Rate variable , the exchange rate
(KURS), the money supply (JUB), the government expenditure (G), the tax
receipt (Tax) on inflation (INF) in Indonesia. The used area as the object in this
study was the country of Indonesia in 1999-2018. The type of data used in this
study was quantitative data in the form of time series. This study used secondary
data obtained from the sources of the annual report of Bank Indonesia, the Central
Statistics Agency, the Ministry of Finance. The analyzed data included the BI
Rate, Exchange Rate (IDR/USD), Amount of Money Supply, Government
Expenditures, Taxes for 1999-2018. The used model in this study was the OLS
(Ordinary Least Square) model. The results showed that the variable BI Rate and
Tax Revenue (Tax) had a significant effect on the inflation rate in Indonesia,
while the exchange rate variable (KURS), the money supply (M1) and
government expenditure (G) did not significantly influence the inflation rate in
Indonesia. The results showed R2 value of 0.670082 means that 67.0082%
variation in inflation variable (INF) can be explained by the variable BI Rate (R),
exchange rate (KURS), money supply (M1), government expenditure (G) and tax
2
revenue (Tax). The remaining 32.9918% was influenced by variables or other
factors outside the research model.
Keywords: inflation, BI Rate, exchange rate (IDR/USD), money supply (M1),
government expenditure, tax revenue.
1. PENDAHULUAN
Dalam sejarah perekonomian, Indonesia telah mengalami inflasi yang sangat
tinggi, terutama pada tahun 1960-1990’an (tingkat inflasi semuanya di atas 100%).
Inflasi yang paling tinggi terjadi di tahun 1966 yaitu sebesar 136% disebabkan
oleh defisit anggaran belanja pemerintah yang dibiayai dalam bentuk pencetakan
uang. Namun, inflasi pada tahun 1998-1999 merupakan salah satu inflasi yang
tinggi di Indonesia yaitu sebesar 58% dan 20% disebabkan oleh krisis moneter
yang terjadi pada tahun 1997. Pada tahun 1998 adalah laju perekonomian terburuk
di Indonesia yang saat itu di bawah pemerintahan Soeharto dengan inflasi sebesar
77,63% yang termasuk inflasi tinggi 30%-100% (Manggi dan Saraswati, 2013).
Inflasi ibarat dilema yang mengintai perekonomian setiap negara, dimana
pergerakannya sulit untuk diterka dan dapat berdampak luas. Inflasi tidak akan
menjadi masalah yang terlalu berarti jika pemerintah dapat melakukan strategi
untuk menjaga tingkat inflasi. Inflasi bagaikan pedang bermata dua dimana satu
sisi bisa memberikan keuntungan dilain sisi dapat merugikan. Inflasi harus dijaga
kelenturannya, inflasi yang terlalu tinggi bisa berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan ekonomi namun sebaliknya jika terlalu rendah bisa menyebabkan
kelesuan ekonomi. Tingkat inflasi di Indonesia sangat sensitif dan mudah sekali
naik, dengan beragam faktor yang mempengaruhinya mengakibatkan semakin
sulitnya pengendalian inflasi, sehingga dalam pengendaliannya pemerintah harus
mengetahui faktor-faktor pembentuk inflasi.
Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia adalah memelihara kestabilan dan pertumbuhan
ekonominya. Kestabilan ekonomi tersebut menyangkut kestabilan tingkat harga,
tingkat pendapatan nasional, dan pertumbuhan kesempatan kerja. Adapun
serangkaian kebijakan dapat dilakukan oleh pemerintah dalam usaha stabilitasi
3
ekonomi. Misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, yang bertujuan untuk
mencapai kestabilan tingkat harga atau laju inflasi. Kestabilan harga dalam satu
perekonomian sangat dipengaruhi oleh variable-variable makro dalam
perekonomian tersebut. Dan oleh karena itu biasanya laju inflasi sering digunakan
sebagai indikator kestabilan ekonomi (Watulingas, dkk 2016).
Kebijakan moneter yang harus dilakukan di negara berkembang pada
umumnya lebih berat dan sulit jika dibandingkan dengan negara-negara maju.
Faktor pertama yang menjadi penyebabnya bahwa tugas untuk menciptakan
penawaran uang yang cukup sehingga pertambahannya dapat selalu selaras
dengan jalannya pembangunan yang memerlukan disiplin yang kuat di kalangan
otoritas moneter dan pemerintah.
Kekurangan modal dan terbatasnya pendapatan pemerintah seringkali
menimbulkan dorongan yang kuat kepada pemerintah untuk meminjam secara
berlebihan kepada Bank Sentral. Kalau ini dilakukan, maka laju pertambahan
jumlah uang beredar akan menjadi lebih cepat, akibatnya terjadi inflasi.
Jika suatu negara ingin mempertahankan laju inflasi yang rendah, tentunya
pemerintah tersebut harus menekan kenaikan harga. Usaha untuk menekan harga
ini dapat dilakukan dengan menekan laju kenaikan jumlah uang beredar misalnya
dengan pembatasan pemberian kredit atau dengan menaikkan suku bunga
pinjaman (tight money policy). Tetapi dampak yang ditimbulkan adalah akan
terjadi kelesuan investasi, dan meningkatnya pengangguran yang pada akhirnya
akan menurunkan Pendapatan Nasional. Dengan fluktuasi tingkat suku bunga
yang terjadi akan mempunyai implikasi yang penting terhadap sektor riil maupun
sektor moneter dalam perekonomian.
Tingkat bunga yang tinggi akan menjadi masalah yang menyulitkan bagi
investasi di sektor riil. Tapi tingkat bunga yang tinggi akan merangsang lebih
banyak tabungan masyarakat. Untuk itulah tingkat fluktuasi bunga harus
senantiasa terkontrol agar tetap mendorong kegiatan investasi dan produksi serta
tidak mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung dan tidak mengakibatkan
pelarian modal ke luar negeri (Mahendra, 2016).
4
Gambar 1. Perkembangan Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2017
Sumber :www.bi.go.id
Kondisi perekonomian Indonesia pasca krisis moneter tahun 1997 mulai
membaik, hal ini dapat dilihat dari tingkat inflasi tertinggi di Indonesia yang
terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 77,63% turun menjadi 2,01 % pada
tahun 1999. Laju inflasi pada tahun 2001-2002 kembali naik dikisaran dua
digit yaitu sebesar 12,55% dan 10,03% hal ini disebabkan adanya kebijakan
pemerintah yaitu adanya peningkatan harga bahan pangan atau bahan pokok
yang ditetapkan pemerintah (admin-intered price) seperti kenaikan harga
BBM, tarif listrik dan telepon, tarif Angkutan. Pada tahun 2005 inflasi
kembali naik di level 17,11% karena dipicu kenaikan harga minyak mentah
dunia sehingga pemerintah menaikkan harga BBM. Kemudian pemerintah
menerapkan kebijakan moneter yang lebih dikenal dengan istilah Inflation
Targeting Framework (ITF) untuk menjaga stabilitas inflasi, dengan
kebijakan tersebut maka harga BBM mengalami peningkatan dan
mengakibatkan daya beli atau permintaan masyarakat menurun diikuti
menurunnya tingkat inflasi tahun 2006 dan 2007 yaitu sebesar 6,6% dan
6.69%. Pada tahun 2008 inflasi kembali naik sebesar 11,06% dikarenakan
meningkatnya harga minyak dunia dan memaksa pemerintah meningkatkan
9.35
12.55
10.03
5.16
6.4
17.11
6.6 6.59
11.06
2.78
6.96
3.79 4.3
8.38 8.36
3.35 3.02
3.61
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
(%)
5
harga BBM, kemudian BI menaikkan suku bunga acuan. Pasca penerapan
Inflation Targeting Framework (ITF) pada tahun 2013 inflasi kembali naik
sebesar 8,38% nilai tukar riil mengalami fluktuasi hal ini dikarenakan
sistem nilai tukar yang dipakai adalah nilai tukar fleksibel (flexible exchange
rate). Kemudian tahun 2015 sampai dengan 2017 inflasi mulai membaik
dengan mengalami penurunan dikisaran 3%.
Pendapat teoritis tentang penyebab inflasi yang dibahas di Indonesia,
terlihat bahwa variabel makro memiliki pengaruh besar terhadap tingkat
inflasi. Jumlah uang beredar juga memiliki peran cukup penting dalam
analisis inflasi. Ketika perekonomian yang sedang menghadapi kekacauan,
pemerintah terpaksa menambah pengeluaran yang jauh lebih besar dari pajak
yang dipungutnya (Sukirno, 2010). Salah satu caranya adalah dengan
meminjam dari bank sentral atau mewajibkan bank sentral mencetak lebih
banyak uang (seigniorage). Ketika mencetak uang untuk mendanai
pengeluaran, pemerintah meningkatkan jumlah uang beredar dan
menyebabkan inflasi. Bank Indonesia (BI) sebagai penentu kebijakan moneter
langsung merespon laju inflasi yang sangat tinggi dengan menaikkan suku
bunga.
Faktor inflasi di Indonesia juga disebabkan oleh faktor luar negeri
mengingat bahwa Indonesia adalah suatu negara dengan perekonomian
terbuka. Gejolak perekonomian yang terjadi di luar negeri akan berpengaruh
terhadap perekonomian di dalam negeri. untuk menjaga perekonomian yang
membaik maka tingkat inflasi yang tinggi harus dihindari.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat dilihat bahwa inflasi merupakan
permasalahan ekonomi yang selalu menjadi tantangan besar bagi Indonesia.
Dalam prespektif ekonomi, inflasi cenderung mengakibatkan terjadinya
gejolak ekonomi. Karena permasalahan inflasi bukan permasalahan yang
ringan dan menyangkut banyak aspek. Kebijakan moneter dan fiskal
mempunyai peran penting dalam pengendalian inflasi. Untuk itu perlu di
analisis variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi inflasi dan seberapa
besar variabel tersebut berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.
6
2. METODE
2.1 Objek Penelitian
Wilayah yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah negara
Indonesia pada tahun 1999-2018. Dimana peneliti bermaksud untuk
menganalisis pengaruh antar variabel BI Rate, Nilai Tukar(IDR/USD),
Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Pajak terhadap Inflasi di
Indonesia.
2.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka) dan berupa runtut
waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari sumber laporan tahunan Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik,
Kementrian Keuangan. Data yang diteliti meliputi BI Rate, Nilai
Tukar(IDR/USD), Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Pajak
tahun 1999-2018.
2.3 Model Analisis Data
Penelitian ini akan mengamati pengaruh BI Rate, Nilai Tukar (KURS),
Jumlah Uang Beredar (JUB), Pengeluaran Pemerintah (G), Penerimaan Pajak
(Tx) terhadap Inflasi (INF) di Indonesia menggunakan model OLS (Ordinary
Least Square), yang formulasi model estimatornya adalah:
= + + + + +
+
di mana:
= Inflasi (%)
= BI Rate (%)
= Nilai Tukar Rupiah (IDR/USD)
= Jumlah Uang Beredar ( )
= Pengeluaran Pemerintah
= Penerimaan Pajak
= Konstanta
7
, , , , = Koefisien regresi variabel independen
Log = Operasional Logaritma Natural
= Unsur kesalahan (error term)
= Tahun
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian variabel BI Rate berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hasil tersebut selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nuri, Theresia dan Diana (2017) tentang “Analisis Faktor-faktor
yang mempengaruhi Inflasi di Indonesia periode 2000-2014” dan Wily (2015)
tentang “Inflation Analysis and Interest Rate in Indonesian” yang menunjukkan
bahwa variabel BI Rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat inflasi
di Indonesia.
BI Rate cenderung akan mengikuti pergerakan inflasi. Kenaikan tingkat
inflasi akan diikuti dengan meningkatnya BI Rate. Inflasi yang tinggi akan
mendorong sektor moneter untuk meningkatkan BI Rate, apabila harga-harga
meningkat maka mengakibatkan daya beli masyarakat berkurang dan akan
mendorong masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank sehingga akan
mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dan tidak terjadi lonjakan
permintaan akan barang produksi dan untuk mengatisipasi terjadinya Inflationary
Gap.
Variabel penerimaan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat inflas di Indonesiai. Hasil tersebut selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Judy, Tri, Hanly (2016) tentang “Pengaruh Aspek Moneter dan
Fiskal terhadap Inflasi di Indonesia(Periode Tahun 2000-2014)” yang
menunjukkan bahwa variabel penerimaan pajak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Kebijakan pemerintah menaikkan
pajak akan mengakibatkan penurunan harga. Pendapatan masyarakat akan
berkurang untuk membayar pajak, sehingga membuat daya beli masyarakat akan
berkurang karena masyarakat lebih memilih untuk tidak membelanjakan uangnya.
8
Dengan begitu dapat mencegah kenaikan harga sehingga demand pull inflation
dapat dikendalikan dan laju inflasi dapat menurun.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil estimasi regresi model OLS (Ordinary Least Square)
yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkani hasil uji asumsi klasik diperoleh kesimpulan bahwa model
regresi mempunyai distribusi residual normal, variabel BI Rate dan Nilai
Tukar terdapat masalah multikolinieritas, sedangkan variabel Jumlah
Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, dan Penerimaan Pajak tidak
terdapat masalah multikolinieritas, hasil uji normalitas menunjukkan tidak
terdapat masalah otokorelasi dalam model, untuk uji heteroskedastisitas
hasil menunjukkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam
model, berdasarkan hasil uji spesifikasi model yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian
tepat atau linier.
2. Berdasarkan hasil uji eksistensi model atau uji F diperoleh hasil nilai p,
probabilitas, atau signifikansi empirik statistik F sebesar 0,004549 < 0,01
maka model yang dipakai dalam penelitian eksis.
3. Berdasarkan hasil koefisien determinasi (R2) diperoleh nilai R
2 sebesar
0,670082 artinya 67,0082% variasi varaiabel inflasi (INF) dapat
dijelaskan oleh variabel BI Rate (R), nilai tukar (KURS), jumlah uang
beredar (M1), pengeluaran pemerintah (G) dan penerimaan pajak (Tx).
Sisanya 32,9918 % dijelaskan oleh variabel-variabel atau faktor-faktor
lain yang tidak dimasukkan dalam model.
4. Berdasarkan hasil analisis uji t secara individu menunjukan bahwa:
a. BI Rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat inflasi di
Indonesia pada tahun 1999-2018. BI Rate cenderung akan mengikuti
pergerakan inflasi. Inflasi yang tinggi akan mendorong sektor
9
moneter untuk meningkatkan BI Rate, apabila harga-harga meningkat
akan mengurangi daya beli masyarakat dan akan mendorong
masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank sehingga akan
mengurangi jumlah uang yang beredar dimasyarakat dan tidak terjadi
lonjakan permintaan akan barang produksi dan untuk mengatisipasi
terjadinya Inflationary Gap.
b. Penerimaan pajak (Tx) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 1999-2018. Kebijakan
pemerintah menaikkan pajak akan mengakibatkan penurunan harga.
Pendapatan masyarakat akan berkurang untuk membayar pajak,
sehingga membuat daya beli masyarakat akan berkurang karena
masyarakat lebih memilih untuk tidak membelanjakan uangnya.
Dengan begitu dapat mencegah kenaikan harga sehingga demand pull
inflation dapat dikendalikan dan laju inflasi dapat menurun.
4.2 Saran
1. Pengendalian inflasi melalui jumlah uang beredar, dan kurs sebagai
instrument kebijakan moneter belum sepenuhnya dapat mempengaruhi
tingkat inflasi di Indonesia. Pemerintah harus lebih berupaya
mengendalikan inflasi melalui kebijakan moneter dengan menjaga tingkat
suku bunga karena BI Rate cenderung akan mengikuti pergerakan inflasi.
Kenaikan tingkat inflasi akan meningkatkan BI Rate. Inflasi yang tinggi
akan mendorong sektor moneter untuk meningkatkan BI Rate, apabila
harga-harga meningkat akan mengurangi daya beli masyarakat dan akan
mendorong masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank sehingga akan
mengurangi jumlah uang yang beredar dimasyarakat.
2. Pegendalian inflasi yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan fiskal
dengan mengurangi pengeluaran pemerintah belum sepenuhnya dapat
mengontrol laju tingkat inflasi di Indonesia, pemerintah harus lebih
menekan dengan melalui instrumen penerimaan pajak karena penerimaan
pajak lebih berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia. Kebijakan
pemerintah menaikkan pajak akan mengakibatkan penurunan harga.
10
Pendapatan masyarakat akan berkurang untuk membayar pajak, sehingga
membuat daya beli masyarakat akan berkurang karena masyarakat lebih
memilih untuk tidak membelanjakan uangnya. Dengan begitu dapat
mencegah kenaikan harga sehingga demand pull inflation dapat
dikendalikan dan laju inflasi dapat menurun.
3. Bagi akademis yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut disarankan
menambah variabel-variabel lain seperti harga minyak dunia, ekspor,
impor yang dapat mempengaruhi inflasi dengan harapan hasil yang
diperoleh nantinya lebih akurat dapat menekan laju inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Agusmianata, Nuri, dkk. 2017. Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Tingkat Suku
Bunga serta Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi di Indonesia.
Journals of Economics and Business Mulawarman. Vol. 19. No. 2.
Damayanti, Safitri. 2010. Analisis Variabel Ekonomi Yang Mempengaruhi Jumlah
Uang Beredar di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.
Indriyani, Siwi Nur. 2016. Analisis Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia tahun 2005 – 2015. Jurnal Manajemen
Bisnis Krisnadwipayana. Vol. 4. No. 2.
Julitawaty, Wily. 2015. Inflation Analysis and Interest Rate in Indonesian.
International Journal of Economics & Management Sciences. Vol. 4. Issue.
6.
Junaidi, Evi. 2010. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian di
Negara-negara ASEAN+3. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Kalalo, Harjunata Y.T, dkk. 2016. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
inflasi diIndonesia periode 2000-2014. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi.
Vol.16. No.01
Mahendra. A. 2016. Analisis Pengaruh JUB,Suku Bunga Dan Nilai Tukar
terhadap Inflasi di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia. Vol. 5. No.204.
11
Manggi, Rio dan Brigita Dian Saraswati. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi
inflasi di Indonesia: Model Demand Pull Inflation. Jurnal Ekonomi
Kuantitatif Terapan. Vol. 6. No.2. pp.71-143.
Novitasari, Istriyansyah. 2013. Pengaruh Inflasi, Harga Minyak Mentah Indonesia
dan Suku Bunga (BI Rate) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG):
Data Bulanan Periode 2006-2012. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB
Universitas Brawijaya. Vol.1. No. 2.
Perlambang, Heru. 2010. Analisis pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga
SBI, Nilai Tukar terhadap tingkat Inflasi. Media Ekonomi. Vol. 19. No. 2.
Pradesyah, Riyan. 2016. Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Total Penjualan,
dan Laba Bersih Terhadap Kinerja Harga Saham Bank Panin Syariah.
Program studi Ekonomi Islam Pascasarjana UIN Sumatera Unara Medan
At-Tawassuth. Vol. 1. No. 1. pp. 173-192.
Rahmawati, D.A Dwi dan Wahyu Hidayat R. 2017. Analisis pengaruh Suku
Bunga Sertifikat BankIndonesia dan Jumlah Uang Beredar terhadap Tigkat
Inflasi di Indonesia Periode 200.1-2015.12 (Pendekatan erroe Crosection
Model), Jurnal Ilmu Ekonomi Vol. 1 Jilid 1. hal.60-74.
Setiawan, Iwan. 2009. Analisis Dampak Kebijakan Moneter terhadap
Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal
Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi. Vol. 1. No. 1.
Sukirno, Sadono. 2010. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. PT. Raja
Grasindo Persada. Jakarta.
Tabi, Henri Nagoa dan Henri Atangana Ondoa. 2011. Inflation, Money and
Economic Growth in Cameroon. International Journal of Financial
Research. Vol. 2, No. 1.
Utomo, Y.P. 2015. Buku Praktek Komputer Statistik II Eviews. Surakarta:
FEB-UMS.
Watulingas, Judy, dkk. 2016. Pengaruh Aspek Moneter dan Fiskal Terhadap
Inflasi Di Indonesia. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado. Vol. 16. No. 01.
Wulan, Elis Ratna dan Sofia Nurfaiza. 2014. Analysis of Factors Affecting
Inflation in Indonesia:an Islamic Perspective. International Journal of
Nusantara Islam. Vol. 02. No. 02. pp. 67-80.
12
Yolanda, Y. 2017. Analysis of Factor Affecting Inflation and it’s Impact on Human
Development Index and Poverty in Indonesia. European Research Studies
Journal. Volume XX. Issue 4B. pp. 38 - 56.
www.kemenkeu.go.id
www.bi.go.id
www.bps.go.id