analisis tipologi wilayah segorogunung, karanganyar

34
Page 34 Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso BAB IV PEMBAHASAN TIPOLOGI WILAYAH & SISTEM AGRIBISNIS DI DESA SEGOROGUNUNG & KEMUNING Analisis Tipologi Wilayah Desa Segorogunung Kondisi eksisting tipologi wilayah Desa Segorogunung Gambaran umum Desa Segorogunung Kondisi Geografis Desa Segorogunung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Ngargoyoso. Desa ini mempunyai batas wilayah bagian utara Desa Gumeng, bagian selatan Desa Giri Mulyo, bagian timur hutan Gunung Lawu, dan di barat adalah Desa Kemuning. Desa ini memiliki 6 dusun yaitu Dusun Mener, Dusun Segorogunung, Dusun Nglerak, Dusun Ngleter, dan Dusun Ngledok. Desa Segorogunung berada pada topografi yang berbukit dengan luas lahan 1.737.230 Ha. Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012 Gambar 4.1 Kondisi geografis Desa Segorogunung MKP Pengembangan Pedesaan

Upload: astrini-ayu-puspita

Post on 25-Jul-2015

429 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

34

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

BAB IVPEMBAHASAN TIPOLOGI WILAYAH & SISTEM AGRIBISNIS DI DESA SEGOROGUNUNG & KEMUNING

Analisis Tipologi Wilayah Desa SegorogunungKondisi eksisting tipologi wilayah Desa SegorogunungGambaran umum Desa Segorogunung

Kondisi Geografis

Desa Segorogunung merupakan salah satu desa yang berada di

Kecamatan Ngargoyoso. Desa ini mempunyai batas wilayah bagian utara

Desa Gumeng, bagian selatan Desa Giri Mulyo, bagian timur hutan Gunung

Lawu, dan di barat adalah Desa Kemuning. Desa ini memiliki 6 dusun yaitu

Dusun Mener, Dusun Segorogunung, Dusun Nglerak, Dusun Ngleter, dan

Dusun Ngledok. Desa Segorogunung berada pada topografi yang berbukit

dengan luas lahan 1.737.230 Ha.

Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.1

Kondisi geografis Desa Segorogunung

Penggunaan Lahan

Lebih dari 76% wilayah desa merupakan lahan pertanian produktif dan

beberapa bagian wilayah desa memiliki lahan pertanian yang luas sehingga

sangat mendukung bagi sebagian penduduknya yang mayoritas berprofesi

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 2: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

35

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

sebagai petani. Lahan pertanian produktif ini berupa tanah sawah, palawija,

hortikultura, perkebunan teh, coklat, cengkeh, serta hutan pinus dan taman

hutan rakyat. Setelah itu lahan permukiman berada pada sepanjang jalan

lokal yang cenderung linier. Permukiman ini memiliki kepadatan penduduk

yang rendah.

Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.2

Kondisi geografis Desa Segorogunung

Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.3

Permukiman penduduk Desa Segorogunung

Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Segorogunung tahun 2012 adalah 1.824 jiwa

dengan jumlah laki-laki 905 jiwa dan perempuan 919 perempuan. Mayoritas

penduduk dari Desa Segorogunung bermata pencaharian sebagai petani,

yaitu sebanyak 395 keluarga. Selebihnya, bekerja di sektor perkebunan dan

peternakan.

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 3: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

36

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.4

Penduduk yang sebagian besar bekerja pada bidang pertanian

Semua jenis sayuran yang ditanam (Seperti tomat, sawi, kubis, wortel,

ubi kayu, ubi jalar, cabe, bawang merah, bawang putih dan lainnya), adalah

sumber penghasilan utama warga desa tersebut. Selain itu, Desa

Segorogunung memiliki kebiasaan yang dinamakan SAPRODI, yaitu upaya

berkelompok oleh warga dalam membuat sarana desa, pengairan dan

keperluan pertemuan desa.

Potensi dan permasalahan pertanian

Desa Segorogunung memiliki potensi pertanian yang sangat baik.

Produk-produk pertanian yang dihasilkan antara lain : sayur mayur (seperti :

wortel, bawang merah, kubis), tanaman obat (seperti : jahe, kunyit, kencur),

buah-buahan (stroberi, pisang), tanaman hias (seperti : bunga anggrek

kupu), tanaman hortikultura, dan lain-lain.

Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.5

Tanaman sawi yang produktif

Sayangnya kekayaan sumber daya alam yang melimpah tersebut

belum dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh penduduk sekitar Desa

Segorogunung yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani. Petani

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 4: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

37

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

di Desa Segorogunung hanya mengelola lahan – lahan kecil untuk ditanami

seadanya. Air yang melimpah ruah dari sumber air di bagian atas desa juga

belum dapat tersalurkan dengan baik ke sawah – sawah milik petani karena

kurangnya alat bantu pengairan. Keterbatasan modal menjadi salah satu

faktor penghambat kemajuan pengelolaan pertanian di desa tersebut.

Disamping itu, jenis tanaman yang dibudidayakan belum bervariatif dan

harga jualnya masih rendah tidak sebanding dengan modal yang mereka

keluarkan.

Pengolahan pertanian yang dilakukan secara tradisional karena desa

tersebut cukup jauh dari kota besar ( Karanganyar, Solo) sehingga sangat

memungkinkan para petani sulit mendapatkan alat-alat pertanian yang

modern. Para petani biasanya gotong royong dalam menggarap lahan

sehingga pekerjaan mereka lebih cepat selesai. Dalam menuju lahan

pertanian para petani juga harus menempuh perjalanan sejauh 5 km dan

melewati jalanan yang naik turun yang curam.

Dalam pemasaran hasil pertaniannya para petani sebagian besar

bergantung pada tengkulak yang datang pada mereka. Sering sekali para

tengkulak mengatur harga sendiri dari hasil pertanian dari para petani.

Permasalahan transportasi sangat berperan penting dalam pemasaran hasil

panen.

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 5: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

38

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Penampang Tipologi Wilayah Berdasarkan Pola Penanaman Di Desa Segorogunung

MKP Pengembangan Pedesaan

Sumber : Hasil analisi kelompok, 2012Gambar 4.6

Penampang Tipologi Wilayah Desa Segorogunung

Page 6: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

39

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Karakteristik Tipologi Wilayah Desa

Segorogunung

Tipologi wilayah Desa Segorogunung dibagi menjadi 4 zona lahan, yaitu

zona lahan ABCD. Zona lahan A merupakan kawasan hutan lindung, B

merupakan kawasan perkebunan, C merupakan kawasan pertanian

hortikultura, dan D merupakan peruntukan tanaman padi dan palawija. Berikut

merupakan karakteristik dari masing-masing zona.

ZONA A (Kawasan Hutan Lindung)

1. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan pada zona A adalah kawasan lindung berupa hutan.

Penggunaan lahan ini sesuai dengan karakteristik pegunungan yang pada

dasarnya pada puncak tertinggi ditanami oleh tanaman yang berakar kuat.

Hal ini dimaksudkan untuk membantu mengurangi erosi tanah dan longsor

tanah, sehingga pohon pinus dapat menguntungkan lahan-lahan yang berada

di zona b,c dan d karena dapat dilindungi dari erosi dan tanah longsor.

2. Iklim

Iklim yang dihasilkan pada Zona A ini lebih sejuk dibandingkan zona

lainnya. Hal ini dikarenakan curah hujan yang dihasilkan pada zona ini adalah

rata-rata 1500-4000 mm/th pada ketinggian 200-2000 meter di atas

permukaan laut (m dpl). Suhu yang dihasilkan pada zoba ini adalah suhu

tahunan yang rata-ratanya sebesar 19-28°c.

3. Kesesuaian lahan dan potensi yang dihasilkan

Pada Zona A Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten

Karanganyar Pohon Pinus dapat tumbuh dengan baik dilahan ini. Hal ini

dikarenakan Pohon Pinus dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang

betketinggian 200-2000 meter diatas permukaan laut (m dpl). Pohon pinus

pada dasarnya merupakan jenis pohon yang mampu bertahan hidup dan

pertumbuhannya sangat cepat (fast growing spesies). Pohon pinus juga

mampu tumbuh pada kondisi yang sangat sulit dalam artian dapat tumbuh

dan cocok disegala iklim dan tanah khususnya di Indonesia. Pohon pinus juga

dapat tumbuh pada segala jenis tipe tanah, namun dengan lapisan tanah yang

tebal atau dalam dan bertekstur ringan sampai sedang. Selain pohon pinus,

pada Zona A Desa Ngargoyoso juga cocok untuk perkemahan dan rekreasi

alam dengan pemandangan yang indah dan udara yang sejuk, karena letaknya

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 7: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

40

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

dilereng Gunung Lawu. Pada Kawasan ini juga terdapat sumber mata air dan

air terjun dengan jurang yang sangat dalam.

Sumber: Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.7

Hamparan Pohon Pinus di Desa Segorogunung

4. Permasalahan

Pada Desa Segorogunung pohon pinus memiliki hasil pertanian yang

sangat berpotensi untuk dapat dikembangkan. Seperti menghasilkan getah

yang dapat digunakan sebagai gondorukem, sabun, perekat cat, dan

kosemetik. Pertanian pohon pinus juga dapat menjadi objek wisata

perkemahan karena pemandangannya yang indah. Akan tetapi masyarakat

Desa Ngargoyoso belum dapat memaksimalkan manfaat dari hasil pertanian

Pohon Pinus tersebut. Sebagian besar yang telah memanfaatkan hasil dari

pertanian dari pohon pinus adalah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso.

ZONA B (Perkebunan Teh dan Stroberi)

1. Penggunaan lahan

Potensi yang ada di Desa Segorogunung salah satunya adalah perkebunan.

Berbagai jenis perkebunan yang ada, antara lain kebun teh dan stroberi.Alam

Desa Segorogunung yang subur menjadikan lahannya dapat ditumbuhi

berbagai jenis tanaman. Lahan perkebunan ini berada di bagian utara desa

seluas 157,6333 Ha/m2. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa

Ngargoyoso adalah bertani. Produk-produk pertanian yang dihasilkan antara

lain : sayur mayur (seperti : wortel, bawang merah, kubis), tanaman obat

(seperti : jahe, kunyit, kencur), buah-buahan (stroberi, pisang), tanaman hias

(seperti : bunga anggrek kupu), tanaman hortikultura (seperti cengkeh), dan

lain-lain.

Kebun Stroberi

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 8: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

41

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Perkebunan Stroberi terletak di perbukitan Segorogunung. Jenis stroberi yang

ada pada desa ini yaitu sweet cherry. Jenis stroberi ini berbeda dengan yang

biasanya, ukurannya besar dan rasa yang sangat manis. Perkebunan stroberi

ini dijadikan masyarakat Desa Segorogunung menjadi salah satu komoditi

utama.

Sumber: Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.8

Perkebunan Stroberi

Kebun Teh

Kebun teh yang bersebelahan langsung dengan kebun stroberi menjadi salah

satu komoditi utama masyarakat sekitar. Aroma daun teh di sekitar daerah

Segorogunung menambah segarnya suasana di sana.

Sumber: Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.9

Perkebunan Teh

2. Iklim

Daerah perkebunan yang ada di Desa Segorogunung ini bertemperatur

rendah dan berada di dataran tinggi. Tanaman perkebunan seperti teh dan

stroberi akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600-700

mm/tahun. Tanaman perkebunan yang ditanamani teh atau stroberi ini

merupakan tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 9: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

42

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17–20 derajat C dengan

kelembaban udara antara 80-90%

3. Topografi

Ketinggian tempat pada daerah perkebunan di Desa Segorogunung ini

berada pada 1.000-1.500 meter di atas permukaan air laut. Kondisi topografi

wilayah yaitu terletak di lereng vulkan (Vulcanic Slope) Gunung Lawu dengan

kemiringan 30%. Topografi wilayah cenderung bergelombang dan berbukit.

4. Jenis tanah dan kesesuaian lahan

Jenis tanah di daerah perkebunan Desa Segorogunung yaitu jenis tanah

latosol sebesar 40% dan andosol cokelat sebesar 60%. Jenis tanah latosol

memiliki ciri-ciri berwarna merah hingga kuning, kandungan bahan

organiknya sedang. Jenis tanah ini cocok untuk tanaman palawija, padi,

ketela, dll. Kemudian untuk jenis tanah andosol terdapat di dalam endapan

vulkanik, terutama di puncak pegunungan curam yang dilindungi hutan. Jenis

tanah ini cocok untuk perkebunan perkebunan kina, teh dan kopi, sayuran,

kentang, dll.

Jika dilihat dari proporsi jenis tanah yang ada di Desa Segorogunung dengan

jenis andosol coklat yang mendominasi, maka untuk daerah perkebunan yang

ditanami teh dan stroberi telah sesuai dengan jenis tanah ada. Oleh karena

itu, pemanfaatan lahan berupa area perkebunan telah sesuai dengan jenis

tanah yang ada.

5. Permasalahan

Salah satu permasalahan yang ada dalam pengelolaan perkebunan di Desa

Segorogunung, yaitu mekanisme harga antara para petani dan tengkulak.

Harga dari hasil pertanian dikendalikan oleh para tengkulak sesuai mekanisme

pasar. Hal ini berdampak negatif bagi para petani sebab apabila harga

dipasaran rendah, maka tengkulak akan menawar harga dari hasil pertanian di

desa ini dengan harga yang lebih rendah lagi.

Selain itu, pengelolaan yang dilakukan masih secara tradisional sehingga

para petani sulit mendapatkan alat-alat pertanian yang modern. Hal ini

disebabkan lokasi Desa Segorogunung yang jauh dari pusat seperti Kota Solo

ataupun Kabupaten Karanganyer. Biasanya para petani menggarap lahan

secara bergotong royong. Kemudian masalah transportasi dan aksesibilitas

yang rendah masih menjadi permasalahan utama dalam distribusi hasil

perkebunan.

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 10: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

43

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

ZONA C (Hortikultura)

1. Penggunaan lahan

Pada zona lahan C, merupakan zona lahan yang didominasi untuk tanaman

holtikultura. Tanaman holtikultura yang ada pada zona lahan C seperti tomat,

sawi, kubis, wortel, cabe, daun bawang, bawang merah dan bawang putih.

2. Topografi, Iklim, dan Jenis tanah

Topografi yang ada pada zona lahan C memiliki topografi >15-25 % yang

berarti agak curam. Jenis tanah yang ada pada zona lahan C adalah tanah

andosol. Tanah andosol atau juga disebut tanah vulkanis, punya ciri warnanya

yang gelap/hitam, abu-abu, coklat tua hingga kekuningan, berasal dari sisa

abu vilkanik dari letusan gunung berapi. Oleh sebab itu, pada zona lahan C

banyak terdapat tanah andosol karena dekat dengan lereng gunung berapi

lawu.

Tanah andosol biasanya subur dan bertekstur gembur hingga lempung,

bahkan dibeberapa tempat bertekstur debu, sehingga petani mudah dalam

pengolahan. Selain itu tanah andosol mengandung unsur hara sedang hingga

rendah (N, P dan K) yang cocok untuk lahan pertanian. Namun struktur tanah

andosol yang gembur dan rapuh, membuat tanah ini sangat mudah terseret

air hujan dan angin sehingga terjadi longsor atau erosi. Untuk mencegah

terjadi erosi maka tanah dibuat terasering yang dapat memperkecil

kemungkinan terjadi erosi atau longsor.Iklim yang ada pada kawasan lahan C

adalah tropis basah sehingga cocok untuk tanaman sayur. Topografi dari zona

lahan C yang agak curam dan memilki jenis tanah andosol sesuai untuk

kegiatan pertanian seperti sayuran. Zona lahan C yang ada di Kelurahan

Segoro gunung sudah sesuai.

3. Permasalahan

Kesesuian penggunaan lahan di Kelurahan Segoro gunung membuat

Kelurahan Segoro gunung memilki produksi sayuran yang tinggi. Namun

tingkat SDM yang rendah membuat petani tidak dapat menentukan harga

sayuran, sehingga sayuran dibeli dengan harga rendah oleh para tengkulak.

ZONA D (Palawija dan Padi)

Zona lahan D merupakan zona lahan dengan peruntukan untuk jenis

tanaman pangan pokok yaitu padi dan tanaman sekunder yaitu palawija. Selain

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 11: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

44

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

itu juga digunakan sebagai lahan permukiman penduduk. Permukiman ini

merupakan permukiman berkepadatan rendah dengan jumlah penduduk 1.824

jiwa. Tanaman pangan pokok pada zona lahan D digolongkan menjadi lahan

sawah dengan irigasi sederhana yang menghasilkan padi cukup produktif.

Sementara untuk tanaman palawija pada zona lahan D yaitu berupa umbi-

umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar.

1. Penggunaan lahan

Pengunaan lahan zona lahan D berupa permukiman kepadatan rendah,

sawah irigasi sederhana, dan tanaman palawija. Mayoritas penduduk memiliki

mata pencaharian sebagai petani yang memanfaatkan lahan di zona D sebagai

tanah sawah. Sawah tersebuat dialiri dengan sistem irigasi sederhana yang

dialiri oleh mata air Watu Pawon. Mata air tersebut juga mengaliri tanah

pertanian pada desa lain. Debit air mata air Watu Pawon mencapai 200

liter/detik yang sangat berpotensi untuk mengaliri tanah pertanian di Desa

Segorogunung. Dari sekitar 22. 000 hektar luas lahan pertanian di Karanganyar

total produksi padi petani mencapai sekitar 268.869, atau luas panen mencapai

sekitar 48.000 hektar, dan jika di rata-rata produksi petani mencapai 5,5 ton

per hektar. Salah satu yang berpotensi memiliki produksi tinggi adalah pada

Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso.

Sumber : http://moko31.wordpress.comGambar 4.10

Lahan pertanian di Desa Segorogunung

Sementara untuk tanaman palawija adalah berupa tanaman ubi kayu dan

ubi jalar. Ubi kayu berupa tanaman ketela pohon yang biasanya ditanam di

depan rumah masyarakat. Namun produksi ubi jalar dan ubi rambat ini tidak

begitu produktif karena preferensi masyarakat untuk tanaman pangan masih

bergantung pada padi. Seharusnya dalam rangka diversifikasi pangan, kegiatan

pengolahan ubi jalar perlu dilakukan dalam upaya peningkatan nilai gizi dan

pendapatan masyarakat di pedesaan.

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 12: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

45

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Penggunaan lahan selanjutnya adalah berupa permukiman pedesaan

berkepadatan rendah yang terdiri dari 1.824 penduduk. Mayoritas penduduk

memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh. Keberadaan permukiman

ini juga ditunjang dengan adanya ketersediaan sarana prasarana yang cukup

memadai. Untuk kondisi jalan lokal masih tergolong cukup baik namun terdapat

lubang dan kerusakan pada berbagai titik. Sedangkan untuk air bersih belum

seluruhnya terlayani oleh PDAM sehingga masyarakat masih menggunakan

sumur artesis.

2. Topografi

Kondisi topografi pada Desa Segorogunung tergolong datar yaitu sebesar 0-

15%. Dengan topografi yang datar seperti ini dapat dikembangkan menjadi

lahan pertanian padi dan palawija disertai dengan adanya permukiman

berkepadatan rendah. Didukung dengan adanya lahan sawah yang terasering

mendukung baiknya sistem aliran irigasi di Desa Segorogunung, terlebih

dengan adanya sumber mata air yang melimpah.

3. Jenis tanah

Jenis tanah pada zona lahan D adalah aluvial dan latosol. Jenis tanah aluvial

adalah yang dimanfaatkan untuk lahan sawah. Tanah aluvial adalah jenis tanah

muda yang dalam proses pembentukannya masih terlihat campuran antara

bahan organik dan bahan mineralnya. Tanah ini terbentuk dari endapan lumpur

sungai yang mengendap di dataran rendah. Sifat tanahnya cenderung subur

karena masih banyak terdapat kandungan mineral yang merupakan unsur hara

dan menjadi nilai plus untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian.

Sedangkan tanah latosol memiliki karakteristikfisik kering dan mengandung

segregat prismatik dan dalam keadaan lembab atau musim hujan keadaannya

akan licin. Tanah ini sangat cocok digunakan untuk lahan pertanian tanaman

kering seperti palawija, apalagi dalam kondisi topografi yang datar. Jenis tanah

ini masih bisa digunakan untuk pertanian sawah namun harus dibuat terasering

dengan slope 2-5% untuk menahan erosi jika curah hujan tinggi.

4. Klimatologi

Curah hujan rata-rata Desa Segorogunung menurut skala Schmidh Ferguson

termasuk dalam tipe iklim basah (22,2%). Karena terdapat bulan basah 9,

bulan kering 2 dan bulan lembab 1. Sehingga perbandingan antara jumlah

bulan kering dengan bulan basah selama tahun pengamatan diperoleh hasil

22,2% yang termasuk tipe basah (antara 14,3- 33,3%). Tipe iklim ini dapat

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 13: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

46

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

ditanami padi dua kali setahuan dengan varietas umur pendek dan musim

kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija.

5. Kesesuaian lahan

Sesuai dengan analisis karakteristik topografi, jenis tanah, serta klimatologi

di zona lahan D, maka zona lahan ini cocok untuk dikembangkan sebagai lahan

tanaman padi dan palawija. Kondisi ini sudah sesuai dengan penggunaan lahan

eksisting di zona lahan D. Namun adanya pertambahan jumlah penduduk dan

meningkatnya kebutuhan akan perumahan serta lahan terbangun perlu

diantisipasi untuk mencegah adanya konversi lahan.

6. Permasalahan

Permasalahan pada zona D lebih kepada pengelolaan teknis lahan sawah

yang masih menggunakan pengelolaan sederhana. Pengelolaan seperti ini

masih belum bisa mengatasi permasalahan banyaknya hama wereng dan kera

liar yang merusak tanaman padi.

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 14: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

47

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Matriks Penentuan Tipologi Berdasarkan Aktivitas Masyarakat Desa Segorogunung

Penentuan tipologi wilayah Desa Segorogunung selanjutnya adalah

berdasarkan karakteristik aktivitas masyarakatnya, mengingat tipologi desa

merupakan teknik untuk mengenal tipe-tipe desa berdasarkan ciri-ciri

menonjol yang dimilikinya. Untuk menggolongkan berdasarkan aktivitasnya,

dipilih dua karakteristik yaitu karakteristik pola permukiman dan

perkembangan desa. Pada Desa Segorogunung terdapat dua jenis pola

permukiman yaitu pola farm village type dan arranged isolated farm type.

Farm village type mencirikan suatu desa dimana orang bermukim secara

bersama-sama dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di

sekitar tempat mereka. Sedangkan arranged isolated farm type mempunyai

tipe permukiman yang berada di sekitar jalan-jalan yang terhubung dengan

perdagangan, sedangkan selebihnya adalah sawah dan ladang mereka.

Karakteristik kedua adalah mengenai perkembangan desa. Desa

Segorogunung termasuk kedalam desa swadaya dan desa swakarya. Berikut

matriks penentuan tipologinya.

Tabel IV.1Matriks Penentuan Tipologi Wilayah

A

B

A1 A2

B1 A1B1 A2B1

B2 A1B2 A2B2

Sumber : Hasil analisis kelompok tipologi, 2012

Keterangan :

A : Pola permukiman

B : Pola perkembangan

A1 : Farm village type

A2 : Arranged isolated farm type

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 15: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

48

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

B1 : Pola swadaya

B2 : Pola swakarya

Berdasarkan tabel matriks diatas maka dapat didapatkan hasil 4 zona lahan,

yaitu zona A1B1, A1B2, A2B1, dan A2B2. Zona lahan A1B1 merupakan zona

lahan farm village type dengan pola perkembangan swadaya. Zona lahan

A1B2 merupakan zona lahan farm village type dengan pola perkembangan

swakarya. Zona lahan A2B1 merupakan zona lahan Arranged isolated farm

type dengan pola perkembangan swadaya. Kemudian zona lahan A2B2

merupakan zona lahan Arranged isolated farm type dengan pola

perkembangan swakarya.

Zona Lahan A1B1

Penggunaan lahan di Zona A adalah kawasan hutan pinus yang dimana

lahannya sebagian besar milik penduduk Desa Segorogunung, kecamatan

Ngargoyoso. Mereka juga sebagian besar bertempat tinggal disekitar zona

A tersebut. Hal ini sesua dengan karakteristik pola permukiman farm village

yang menyebutkan bahwa terdapat suatu desa yang dimana

masyarakatnya bermukim secara bersama-sama dalam suatu tempat

dengan sawah ladang yang dekat dengan tempat mereka.

Selain itu pada zona A, karakteristik perkembangannya adalah bersifat

swadaya karena sebagian besar kehidupan masyarakatnya sangat

tergantung pada alam, akan tetapi mereka belum memiliki keterampilan

untuk megolah hasil mentah darui sumberdaya alam tersebut menjadi

barang jadi atau setengah jadi yang dapat memberikan tingkat penghasilan

yang lebih baik. Masyarakat yang berada di zona A ini sangat tergantung

dengan keterampilan dan kemampuan pimpinannya, sehingga mereka

bekerja hanya sebatas pekerja bukan pengelola hasil sumber daya

alamnya. Hal ini merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki oleh

masyarakat zona A. Padahal potensi yang ada di zona A cukup banyak.

Salah satunya adalah hutan pinus yang dapat dijadikan berbagai produksi

barang jadi, misalnya menjadi sabun, perekat cat, kosmetik, dan lain lain.

Akan tetapi karena tingkat keterampilan masyarakat pada zona A masih

rendah, mereka belum dapat memanfaatkan potensi dari hutan pinus

secara maksimal.

Zona Lahan A1B2

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 16: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

49

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Lahan yang ada pada zona B yaitu perkebunan teh dan stroberi

merupakan kepemilikan dari masyarakat sekitar itu sendiri, yaitu

masyarakat Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso. Kepemilikan

lahan perkebunan ini berbeda-beda antara perkebunan teh dan

perkebunan stroberi. Untuk masyarakat di sana bermukim bersama-sama

dalam suatu tempat dengan dengan area perkebunan yang berada

disekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori pola permukiman farm village type

menurut Paul Landis (1948).

Karakteristik desa pada zona B sudah mulai berkembang. Hal ini dilihat

dari keadaan desanya telah ada unsur dari luar berupa pembaharuan yang

sudah mulai dirasakan oleh anggota masyarakat di desa tersebut. Oleh

karena itu, pada zona B ini tergolong desa swakarya. Pada desa ini juga

karya, jasa, serta keterampilan telah tumbuh dan menjadi ukuran dalam

penilaian. Hal ini dapat dilihat dari keterampilan masyarakat setempat

untuk memanfaatkan lahan, yaitu dengan memanfaatkan lahan yang subur

menjadi area perkebunan teh dan stroberi.

Zona Lahan A2B1

Yaitu tipologi desa yang dilihat berdasarkan pola pemkiman dan

perkembangannya. Berdasarkan pola pemukiman zona lahan C memilki

pola pemukiman Arrange isolated farm yaitu desa dimana penduduknya

bermukim di sekitar jalan yang menghubungkan dengan pusat

perdagangan. Sedangkan menurut perkembangannya zona lahan C

termasuk desa yang memilki kondisi yang relatif tradisional. Dari

pengertian di atas zona lahan C merupakan perpaduan antara dua pola

tipologi. Zona C merupakan daerah yang memiliki komoditi sayuran.

Penduduk yang ada pada zona lahan C merupakan petani sayuran yang

bertempat tinggal disekitar jalan namun memiliki lahan pertanian

terutama sayur disekitar rumahnya. Namun pertanian yang ada di zona

lahan C masih tradisional sehingga termasuk dalam pola tipologi swadaya.

Zona Lahan A2B2

Zona lahan A2B2 merupakan zona lahan Arranged isolated farm type

dengan pola perkembangan swakarya. Pada zona lahan ini pola

permukiman cenderung berada pada sepanjang jalan lokal dan dekat

dengan pusat perdagangan. Selebihnya adalah lahan pertanian.

Sedangkan pola perkembangannya cenderung swakarya yang sudah mulai

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 17: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

50

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

mengenal ketrampilan baru di dalam teknologi pertanian. Hal ini sesuai

dengan karakteristik zona lahan eksisting yang berupa zona lahan

penanaman padi dan palawija serta permukiman. Permukiman pada zona

lahan ini berada pada sepanjang jalan lokal utama sedangkan wilayah

yang lain adalah lahan sawah dan ladang. Pada pertanian padi dan

palawija, masyarakat sudah mulai mengenal teknologi pada penanaman

dan pengolahan tanaman padi. Sehingga sudah mulai meninggalkan pola

bercocok tanam yang tradisional.

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 18: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

51

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Penampang Tipologi Berdasarkan Matriks Aktivitas Masyarakat

MKP Pengembangan Pedesaan Sumber : Hasil analisi kelompok, 2012

Gambar 4.11Penampang Tipologi Wilayah Desa

Segorogunung

Page 19: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

52

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Analisis Sistem Agribisnis PT.Rumpun Sari Kemuning

Teh merupakan salah satu minuman yang sangat terkenal saat ini. Hal

ini dibuktikan dari banyaknya minuman kemasan yang berbahan utamanya

teh. Sejak jaman dahulu, teh sudah diminati oleh masyarakat Indonesia karena

memiliki berbagai manfaat yang dimiliki. Selain sebagai bahan minum

penyegar, teh berhasiat untuk mendorong kinerja jantung, mengaktifkan

enzim pelarut lemak, serta mengurangi metabolisme gula darah sehingga

mengurangi berat badan. Salah satu dampak yang dari meningkatnya

konsumen teh adalah peningkatan areal produktif teh. Saat ini Indonesia

menyumbang 5% dari total produksi teh yang ada di dunia.

Jika dilihat dari sejarahnya, teh produksi Indonesia ini terkenal sejak

tahun 1686 dimana Dr Andreas Cleyer yang berkebangsaan Belanda ini

membawa bibit teh sebagai tanaman hias. Dilanjut pada tahun 1978

Pemerintah Belanda yang masih menguasai Indonesia setelah kemerdekaan

mulai memperhatikan komuditas teh yang dibudidayakan di Pulau Jawa. Saat

ini, komuditas teh mempunyai peranan penting dalam perekonomian di

Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh peranan teh yang cukup besar sebagai

devisa Indonesia disektor non migas.

Saat ini, salah satu lahan produktif teh berada di Kabupaten

Karanganyar, khususnya di Kecamatan Ngargoyoso. Di Kecamatan Ngargoyoso

ini terdapat perkebunan teh dan pabrik olahannya yaitu PT. Rumpun Sari

Kemuning. PT Rumpun Sari Kemuning ini bergerak dalam bidang agribisnis

khususnya perkebunan yang memiliki pabrik olahan yang mengelolah teh dari

proses hilir hingga proses hulu. Karena kunjungan tidak ke lokasi perkebunan

langsung, maka sedikit informasi yang didapat. Survei primer atau kunjungan

produksi teh ini difokuskan kepada proses produksi. Untuk lebih jelas dari

proses produksi teh ini dapat dilihat sebagai berikut.

1. Hulu a) Lokasi dan Letak Perusahaan

Lokasi perkebunan teh Kemuning I berada dilereng gunung Lawu

sebelah barat, sekitar 15 km dari Tawangmangu dan 40 km dari Stasiun

Balapan Surakarta. Apabila dilihat dari wilayahnya, perkebunan Rumpun

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 20: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

53

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Sari Kemuning I termasuk dalam Kelurahan Kemuning, Kecamatan

Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Sedangkan untuk perkebunan

dibatasi oleh:

Bagian utara : Kecamatan Jenawi

Bagian selatan : Nggadungan, Kecamatan Ngargoyoso

Bagian Timur : Daerah hutan pinus Wonomarto

Bagian Barat : Kebun karet PTP. XVIII Kebun Batu Jamus

Lokasi perkebunan teh PT. Rumpun Sari Kemuning terletak antara

11,10-11,250 BT dan 7,40-7,60 LS dan terletak pada ketinggian tanah

antara 800-1540 m diatas permukaan laut. Perkebunan teh Kemuning

memiliki curah hujan sepanjang tahun antara 3000-4000 mm pertahun,

tanpa musim kemarau yang panjang. Keadaan angin normal, kelembaban

berkisar antara 60-80% dan intensitas penyinaran 40-55% dengan suhu

rata-rata 21,5ºC. Jenis tanah diwilayah ini adalah andosol 60% dan latosol

40%. Luas areal perkebunan teh Kemuning adalah 437,82 Ha yang

terbagi dalam dua afdeling (wilayah), yaitu:

Afdeling A dengan luas areal 222,26 Ha

Afdeling B dengan luas areal 215,56 Ha 

b) Kondisi Eksisting Perbunan Teh PT. Rumpun Sari Kemuning

Perkebunan PT. Rumpun Sari Kemuning I, pertama kali dimiliki oleh

bangsa Belanda dengan nama NV. Cultur Mascave Kemuning dengan

pusatnya ada di Nederland. Pada tanggal 11 April 1925 berdasarkan UU

Pemerintah Belanda tahun 1854 pasal 62 dan UU Agraria tahun 1870

pasal 62 tentang HGU, Pemerintah Kolonial Belanda memberi Hak Guna

Usaha (HGU) kepada kakak beradik warga Belanda yang bernama Johan

dan Van Mender Voort dalam jangka waktu 50 tahun. Mereka mulai

menanam teh di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Kemuning

Kecamatan Ngargoyoso, dan Kecamatan Jenawi di Kabupaten

Karanganyar dengan total area 1.051 Ha, dan berada diketinggian lebih

dari 1000 meter diatas permukaan laut. Johan memberi nama

perusahaan tersebut NV. Cultuur Maatschappij Kemuning dan

pengelolaannya diserahkan kepada Firma Watering and Labour yang

berkedudukan di Bandung.

Pada tahun 1942-1945, perkebunan Kemuning diambil alih

pemerintah Jepang, dan tahun 1945-1948 dikelola oleh Mangkunegaran

Surakarta dengan pimpinan Ir. Sarsito. Selanjutnya, tahun 1948-1950

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 21: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

54

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

dikuasai Pemerintah Militer Republik Indonesia yang hasil produksinya

digunakan untuk membiayai perjuangan RI. Pada tanggal 1 Januari 1953

berdasar UU No.03/1952/RI tentang penyerahan HGU pada pihak

manapun, pengelolaanya dipegang oleh Koperasi Perusahaan Perkebunan

Kemuning (KPPK) yang dibentuk oleh intern karyawan.

Pada tahun 1965, KPPK dibubarkan pemerintah karena mayoritas

pegawainya terlibat G30S PKI dan untuk sementara diambil alih oleh

KODAM Diponegoro. Tanggal 3 Nopember 1971 dengan SK. Mendagri

No.17/HGU/DA/71, pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan Rumpun

Diponegoro dan dibentuk PT. Rumpun. Pada tahun 1980 PT. Rumpun

dipecah menjadi 2, yaitu:

i. PT. Rumpun Antan dengan komoditi karet, kopi, kelapa, cengkeh,

dan randu yang meliputi perkebunan:

a. Perkebunan Carui/Rejodadi di Cilacap.

b. Perkebunan Samudra di Banyumas.

c. Perkebunan Darmokradenan di Banyumas.

d. Perkebunan Ciuwak di Pati.

e. Perkebunan Jati Ablengan di Semarang.

ii. PT. Rumpun Teh dengan komodoti teh yang meliputi:

a. Perkebunan Kemuning di Karanganyar, Surakarta.

b. Perkebunan Medini di Kendal.

c. Perkebunan Kaliginting di Semarang.

Pada tahun 1990 sampai 30 April 2004, PT. Rumpun bekerja sama

dengan PT. Astra Agro Lestari di Jakarta Timur, untuk manajemen

perusahaannya dikendalikan oleh PT. Astra, sedangkan PT. Rumpun Sari

Kemuning mengendalikan bagian produksi. Sebenarnya HGU PT. Astra

selama 45 tahun, namun karena mengalami kebangkrutan maka pada 1

Mei 2004 diambil alih oleh PT. Sumber Abadi Tirta Sentosa sampai

sekarang.

c) Pengambilan Bahan Baku Produksi

PT. Rumpun Sari Kemuning dalam melakukan pemetikan pucuk teh

memiliki ketentuan pemetikan yaitu pada daun teh yang masih muda

berada di ujung daun tehnya dan daun yang ke tiga. Jadi pemetikan ini

dinamakan pucuk teko yaitu pucuk daun muda. Sedangkan pucuk burung

yaitu pucuk yang tidak mempunyai kuncup. Pucuk yang akan diolah

menjadi teh grade 1 adalah teko super besar dan kecil dari daun muda

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 22: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

55

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

lalu diolah menjadi kering. Sedangkan untuk grade 2 merupakan hasil

olahan pemetikan teh yang sudah tua.

Dalam proses pemetikan ini biasanya menghasilkan 10 hingga 11

ton tiap harinya dengan penggunaan bakulan dalam pengangkutan

tehnya, pemetikan menggunakan jari tangan kemudian setelah bakul

terisi semua dalam pengangkutan menggunakan mobil pick up menuju

tempat pengolahan. Oleh karena itu dalam syarat pemetikan ini dipilih

berdasarkan daun-daun yang masih muda hingga daun ke tiga.

Sumber: Skripsi “Analisis Pucuk Tanaman Teh” Oleh Wahyu Kusuma, 2008

Gambar 4.12Proses Pengambilan Pucuk Teh

d) Ketenagakerjaan

Penggolongan tenaga kerja di PT Rumpun Sari Kemuning terdiri atas

staf, bulanan lokal, pekerja harian tetap (PHT), dan pekerja harian lepas

(PHL). Karyawan staf terdiri dari administratur, kepala pabrik, kepala tata

usaha, kepala tanaman, dan asisten tanaman. Karyawan bulanan lokal

terdiri atas tenaga administrasi, mandor, bagian analisa, tenaga mekanik,

supir, dan sebagian satpam. Karyawan PHT meliputi tenaga pengolahan,

sortasi, dan pengepakan, serta sebagian satpam, sedangkan karyawan

PHL meliputi tenaga panen, tenaga HPT, dan tenaga rawat. Hari kerja

karyawan yang berlaku di PT Rumpun Sari Kemuning umumnya 6 hari

dengan lama kerja 7 jam per hari. Jam kerja bagi karyawan kebun adalah

5 jam per hari, untuk tenaga panen berlaku 7 hari kerja dengan lama

17jam kerja 6 jam. Pekerjaan yang membutuhkan waktu 24 jam per hari ,

seperti yang dilakukan di pabrik, diberlakukan shift kerja yang dibagi

dalam tiga shift. Jumlah tenaga kerja yang ada di PT Rumpun Sari

Kemuning dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel IV.2Jumlah Tenaga Kerja di PT.Rumpun Sari Kemuning Tahun 2011

No Status Departemen TotalUmu Tanama Pabrik

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 23: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

56

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

m n1 Staf 1 4 1 62 Bulanan Lokal 10 23 13 463 PHT 1 0 51 524 PHL 7 536 16 559

Jumlah 19 563 81 663Sumber : Arsip kantor PT. Kemuning yang diambil dalam Skripsi Analisis Pucuk

Tanaman Teh Oleh Wahyu Kusuma,2008

2. HilirPerkebunan dan pabrik PT. Rumpun Sari Kemuning I merupakan

peninggalan dari bangsa Belanda. Perkebunan dan pabrik ini terletak di lereng

Gunung Lawu sebelah barat. Adapun luas areal perkebunan menurut

penggunaan lahannya dibagi menjadi 5 macam, yaitu: areal tanaman

menghasilkan seluas 391,97 Ha, areal cadangan seluas 12,26 Ha,

emplasement seluas 4,33 Ha, dan jalan, jurang, dan sebagainya seluas 14,97

Ha.

PT. Rumpun Sari Kemuning merupakan perusahaan yang bergerak di

bidang pengolahan hasil pertanian. Produk yang dihasilkan berupa teh hijau

atau teh yang diolah menjadi teh setengah jadi atau belum begitu kering.

Adapun bahan baku yang digunakan untuk memproduksi teh hijau di PT.

Rumpun Sari Kemuning adalah pucuk daun teh yang berasal dari perkebunan

milik PT. Rumpun Sari Kemuning. Dalam pengolahan teh hijau terdapat

beberapa proses, antara lain:

a) Penerimaan pucuk

Pucuk daun yang berasal dari perkebunan diangkut dengan truk

menuju pabrik, kemudian ditimbang dan disebarkan atau dihamparkan

untuk mengurangi air yang menempel pada daun teh. Daun teh

kemudian dibalik dan dipisahkan dari batangnya setiap 2 jam sekali.

Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.13

Daun Teh yang siap diolah

b) Pelayuan (Rotary Panner)

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 24: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

57

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Pelayuan dilakukan dengan mesin pelayuan yang menggunakan

bahan bakar kayu. Pelayuan dilakukan agar enzim polifenol yang

terdapat di daun teh dapat dinonaktifkan sehingga tekstur daun teh akan

berubah. Standar daun teh yang dilakukan pelayuan adalah sebesar 25%

dengan pemanasan suhu 100˚C. Suhu pemanasan harus sebesar 100˚C,

karena apabila lebih dari 100˚C maka akan merusak zat hijau (klorofil)

dalam daun teh. Mesin pelayuan yang terdapat di pabrik terdiri dari

beberapa unit, dimana dalam 1 unit kapasitas daun teh sebesar 350 kg.

a) b)

Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.14

(a) Pembakaran dan (b) Mesin Pelayuan (Rotary Panner)

c) Penggulungan (Roller)

Daun teh yang telah mengalami proses pelayuan kemudian di

dinginkan dan kemudian dilakukan proses penggulungan. Proses

penggulungan dilakukan dengan mesin press roller selama 15 menit.

Penggulungan merupakan proses mememarkan, menggulung, dan

mengeluarkan cairan yang berfungsi sebagai perekat daun teh. Pada

proses penggulungan menggunakan mesin Open Top Roller (OTR) dengan

kapasitas sebesar 140-150 kg/unit. Proses penggulungan ini memakan

waktu 15-20 menit.

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 25: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

58

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.15

Mesin Open Top Roller (OTR)

d) Pengeringan I

Dalam proses pengeringan terdiri dari 2 proses. Pengeringan

pertama merupakan proses yang dilakukan untuk menurunkan kadar air

pucuk teh hingga berkisar 25-35%. Proses pengeringan pertama

menggunakan mesin ECP ( Endless Chain Pressure). Mesin ECP dalam

proses ini dapat menampug 250-400 kg/jam dengan suhu 110-135˚C.

Proses pengeringan ini memakan waktu kurang lebih 25 menit.

Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.16

Mesin ECP ( Endless Chain Pressure)

e) Pengeringan II

Proses pengeringan kedua merupakan proses pengeringan akhir

yang mengggunakan dua mesin pengering yaitu Rottary Dryer (RD) dan

Ball Tea. Mesin Rottary Dryer (RD) merupakan mesin yang digunakan

untuk menyamakan keringan dan menurunkan kadar air hingga 10-15%.

Kapasitas mesin ini adalah sebesar 100 kg dengan suhu yang dihasilkan

sebesar 100˚C. Dalam proses pengeringan dengan mesin ini memakan

waktu 20-30 menit. Setalah menggunakan mesin Rottary Dryer (RD) daun

teh kemudian masuk kedalam mesin Ball Tea yang berfungsi sebagai

pengeringan akhir yang akan menyempurnakan mutu daun teh dan

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 26: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

59

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

membentuk gulungan teh. Mesin Ball Tea ini dapat menampung suhu

125-150˚C dengan waktu 10-12 jam.

a) b)

Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.17

a) Mesin Rottary Dryer dan b) Mesin Ball Tea

Setelah melakukan proses pengolahan diatas, kemudian

dilakukan proses sortasi. Proses sortasi merupakan kegiatan

pengelompokkan teh ke dalam grade berdasarkan jenis, ukuran, dan

mutu sesuai dengan standarnya. Proses sortasi ini bertujuan untuk

memisahkan, memurnikan dan membentuk mutu teh hijau agar dapat

diterima di pasaran. Dalam proses sortasi silakukan dengan dua cara

yaitu sortasi dengan mesin dan manual. Proses sortasi manual dilakukan

apabila hasil sortasi dengan mesin belum baik. Mesin sortasi yang

digunakan adalah Mexy Layer yang fungsinya untuk memisahkan teh

berdasarkan ukurannya. Hasil sortasi menghasilkan jenis teh KW 1 dan

KW 2. KW 1 dengan ciri-ciri berwarna agak hitam, dengan berat yang

lebih besar, sedangkan KW 2 memiliki ciri-ciri berwarna kuning, ukuran

daun besar, dan beratnya lebih ringan.

3. Hilir a) Sarana Transportasi dalam Pengangkutan Barang

Dalam pendistribusian hasil produksi, PT. Rumpun Kemuning

menggunakan kendaraan pribadi dalam pendistribusian barang. Jika

dilihat proses pengangkutan barang secara keseluruhan mulai dari

pemetikan hingga distribusi, semua menggunakan truk. Di perkebunan

Rumpun Sari Kemuning, pucuk – pucuk hasil panen didistribusikan

dengan truk tanpa menggunakan rak sehingga banyak pucuk yang

tertindih. Terbatasnya alat transportasi dalam pengangkutan menjadi

salah satu kendala dalam pengembangan pabrik ini. Kurangnya sarana

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 27: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

60

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

pengangkutan terutama pengangkutan pucuk dapat terlihat dari adanya

“penjejalan” pucuk.

Sumber: Skripsi “Analisis Pucuk Tanaman Teh” Oleh Wahyu Kusuma, 2008

Gambar 4.18Distribusi dalam Proses Produksi

b) Sistem Penjualan

Proses penjualan menggunakan sistem Delivery Order (DO) dimana

dilakukan pemesanan terlebih dahulu sebelum penjualan hasil produksi.

Sistem pelaksanaannya dilakukan dengan cara memberikan sampel

terlebih dahulu berupa teh kering yang dihasilkan kepada calon

konsumen. Tujuan pemberian sampel ini agar calon konsumen dapat

mengetahui sifat dan kenampakan teh tersebut. apabila pihak calon

konsumen setuju untuk membeli, barulah dibuat kesepakatan antara

kedua belah pihak, selanjutnya pihak konsumen mengeluarkan DO.

Berdasarkan catatan dalam DO tersebut pihak PT. Rumpun Kemuning

mengeluarkan barang sesuai dengan pesanan.

c) Jangkauan Pelayanan Penjualan

Jangkauan pelayanan dari penjualan ini terbagi menjadi dua yaitu

pemasaran lokal (dalam negeri) dan pemasaran ekspor (luar negeri).

Berdasarkan hasil wawancara pada kunjungan kemarin, diketahui bahwa

untuk pasar lokal, barang yang dijual adalah teh yang berkualitas KW 2,

sedangkan untuk pasar ekspor, teh yang dijual adalah teh yang

berkualitas ekspor. Untuk pasar lokal pemasaran ke hingga ke Kota Tegal,

Pekalongan, dan Kota lainnya. Secara spesifik teh dengan kualitas KW 2

dipasarkan ke PT Sosro (Tegal), PT Gunung Subur (Surakarta), PT Kereta

Kencana, PT Agro Putra Mandiri, PT Tri Bintang Inter Global (Sukabumi),

dan PT Gunung Manik (Bandung). Untuk pasar luar negeri, teh dengan

kualitas KW 1 dipasarkan ke negara Afganistan.

d) Tingkat Persaingan Pasar

MKP Pengembangan Pedesaan

Page 28: Analisis Tipologi Wilayah Segorogunung, Karanganyar

Page

61

Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso

Jawa Tengah memiliki beberapa pabrik dan perkebunan teh, yang

sudah berdiri sejak dulu dan mulai berkembang. Selain PT Rumpun Sari

Kemuning di Desa Ngargoyoso, Karanganyar, terdapat juga beberapa

pabrik teh lain di Slawi dan Tegal. Slawi terkenal sebagai tempat

didirikannya Teh Botol Sosro, yang sudah memiliki perusahaan distribusi

sendiri yaitu PT Sinar Sosro dan PT Gunung Slamet, dan sudah

mendirikan beberapa pabrik di beberapa tempat, dengan pemasaran

yang sudah berskala nasional dan ekspor. PT Sinar Sosro merupakan

perusahaan yang memproduksi teh siap minum dalam kemasan, yaitu

dengan menghasilkan produk Teh Botol Sosro, Fruit Tea, Joy Tea Green,

Tebs, Happy Jus, dan air minum Prim-A, sedangkan PT Gunung Slamet

mermproduksi the kering siap saji, dengan menghasilkan produk Teh

Celup Sosro, Teh Cap Botol, Teh Terompet, dan lain-lain. tahun 2004,

kedua perusahaan tersebut bernaung di bawah perusahaan induk PT

Anggada Putra Rekso Mulia.

Selain Sosro, Slawi juga memiliki pabrik peracikan Teh Wangi Melati

dan industri Teh Gopek, yang perkembangannya tidak terlalu pesat. Di

Tegal, terdapat pabrik Teh 2 Tang, yang pendirinya masih kerabat dari

pendiri Teh Gopek, namun lebih berkembang daripada Teh Gopek. Selain

Teh 2 Tang, Tegal juga memiliki pabrik Teh Poci dan Teh Tong Tji yang

pemasarannya sudah di skala nasional. Masing-masing memiliki pangsa

pasar tersendiri, dengan konsumen penikmat teh yang tersebar secara

lokal hingga luar pulau.

Meskipun pesaingnya cukup banyak dan memiliki pangsa pasar

yang luas, PT Rumpun Sari Kemuning tidak kalah saing, karena mereka

tidak hanya menghasilkan teh hijau, namun juga teh setengah jadi, yang

dijual ke pabrik-pabrik teh lain untuk diolah menjadi teh wangi dan teh

hitam. Hal tersebut menjadi keunggulan tersendiri dari PT Rumpun Sari

Kemuning, dimana mereka tidak hanya menjual produk ke konsumen,

tapo juga ke pabrik-pabrik lain sebagai produsen. Keunggulan PT Rumpun

Sari Kemuning tidak hanya itu, namun juga perkebunan teh yang terletak

sangat dekat dengan pabriknya, sehingga teh yang dihasilkan segar dan

langsung dari hasil panen atau petikan teh baru dari perkebunannya yang

dikelola dengan baik.

MKP Pengembangan Pedesaan