analisis tipologi wilayah segorogunung, karanganyar
TRANSCRIPT
Page
34
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
BAB IVPEMBAHASAN TIPOLOGI WILAYAH & SISTEM AGRIBISNIS DI DESA SEGOROGUNUNG & KEMUNING
Analisis Tipologi Wilayah Desa SegorogunungKondisi eksisting tipologi wilayah Desa SegorogunungGambaran umum Desa Segorogunung
Kondisi Geografis
Desa Segorogunung merupakan salah satu desa yang berada di
Kecamatan Ngargoyoso. Desa ini mempunyai batas wilayah bagian utara
Desa Gumeng, bagian selatan Desa Giri Mulyo, bagian timur hutan Gunung
Lawu, dan di barat adalah Desa Kemuning. Desa ini memiliki 6 dusun yaitu
Dusun Mener, Dusun Segorogunung, Dusun Nglerak, Dusun Ngleter, dan
Dusun Ngledok. Desa Segorogunung berada pada topografi yang berbukit
dengan luas lahan 1.737.230 Ha.
Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.1
Kondisi geografis Desa Segorogunung
Penggunaan Lahan
Lebih dari 76% wilayah desa merupakan lahan pertanian produktif dan
beberapa bagian wilayah desa memiliki lahan pertanian yang luas sehingga
sangat mendukung bagi sebagian penduduknya yang mayoritas berprofesi
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
35
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
sebagai petani. Lahan pertanian produktif ini berupa tanah sawah, palawija,
hortikultura, perkebunan teh, coklat, cengkeh, serta hutan pinus dan taman
hutan rakyat. Setelah itu lahan permukiman berada pada sepanjang jalan
lokal yang cenderung linier. Permukiman ini memiliki kepadatan penduduk
yang rendah.
Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.2
Kondisi geografis Desa Segorogunung
Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.3
Permukiman penduduk Desa Segorogunung
Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Segorogunung tahun 2012 adalah 1.824 jiwa
dengan jumlah laki-laki 905 jiwa dan perempuan 919 perempuan. Mayoritas
penduduk dari Desa Segorogunung bermata pencaharian sebagai petani,
yaitu sebanyak 395 keluarga. Selebihnya, bekerja di sektor perkebunan dan
peternakan.
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
36
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.4
Penduduk yang sebagian besar bekerja pada bidang pertanian
Semua jenis sayuran yang ditanam (Seperti tomat, sawi, kubis, wortel,
ubi kayu, ubi jalar, cabe, bawang merah, bawang putih dan lainnya), adalah
sumber penghasilan utama warga desa tersebut. Selain itu, Desa
Segorogunung memiliki kebiasaan yang dinamakan SAPRODI, yaitu upaya
berkelompok oleh warga dalam membuat sarana desa, pengairan dan
keperluan pertemuan desa.
Potensi dan permasalahan pertanian
Desa Segorogunung memiliki potensi pertanian yang sangat baik.
Produk-produk pertanian yang dihasilkan antara lain : sayur mayur (seperti :
wortel, bawang merah, kubis), tanaman obat (seperti : jahe, kunyit, kencur),
buah-buahan (stroberi, pisang), tanaman hias (seperti : bunga anggrek
kupu), tanaman hortikultura, dan lain-lain.
Sumber : Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.5
Tanaman sawi yang produktif
Sayangnya kekayaan sumber daya alam yang melimpah tersebut
belum dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh penduduk sekitar Desa
Segorogunung yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani. Petani
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
37
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
di Desa Segorogunung hanya mengelola lahan – lahan kecil untuk ditanami
seadanya. Air yang melimpah ruah dari sumber air di bagian atas desa juga
belum dapat tersalurkan dengan baik ke sawah – sawah milik petani karena
kurangnya alat bantu pengairan. Keterbatasan modal menjadi salah satu
faktor penghambat kemajuan pengelolaan pertanian di desa tersebut.
Disamping itu, jenis tanaman yang dibudidayakan belum bervariatif dan
harga jualnya masih rendah tidak sebanding dengan modal yang mereka
keluarkan.
Pengolahan pertanian yang dilakukan secara tradisional karena desa
tersebut cukup jauh dari kota besar ( Karanganyar, Solo) sehingga sangat
memungkinkan para petani sulit mendapatkan alat-alat pertanian yang
modern. Para petani biasanya gotong royong dalam menggarap lahan
sehingga pekerjaan mereka lebih cepat selesai. Dalam menuju lahan
pertanian para petani juga harus menempuh perjalanan sejauh 5 km dan
melewati jalanan yang naik turun yang curam.
Dalam pemasaran hasil pertaniannya para petani sebagian besar
bergantung pada tengkulak yang datang pada mereka. Sering sekali para
tengkulak mengatur harga sendiri dari hasil pertanian dari para petani.
Permasalahan transportasi sangat berperan penting dalam pemasaran hasil
panen.
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
38
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Penampang Tipologi Wilayah Berdasarkan Pola Penanaman Di Desa Segorogunung
MKP Pengembangan Pedesaan
Sumber : Hasil analisi kelompok, 2012Gambar 4.6
Penampang Tipologi Wilayah Desa Segorogunung
Page
39
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Karakteristik Tipologi Wilayah Desa
Segorogunung
Tipologi wilayah Desa Segorogunung dibagi menjadi 4 zona lahan, yaitu
zona lahan ABCD. Zona lahan A merupakan kawasan hutan lindung, B
merupakan kawasan perkebunan, C merupakan kawasan pertanian
hortikultura, dan D merupakan peruntukan tanaman padi dan palawija. Berikut
merupakan karakteristik dari masing-masing zona.
ZONA A (Kawasan Hutan Lindung)
1. Penggunaan lahan
Penggunaan lahan pada zona A adalah kawasan lindung berupa hutan.
Penggunaan lahan ini sesuai dengan karakteristik pegunungan yang pada
dasarnya pada puncak tertinggi ditanami oleh tanaman yang berakar kuat.
Hal ini dimaksudkan untuk membantu mengurangi erosi tanah dan longsor
tanah, sehingga pohon pinus dapat menguntungkan lahan-lahan yang berada
di zona b,c dan d karena dapat dilindungi dari erosi dan tanah longsor.
2. Iklim
Iklim yang dihasilkan pada Zona A ini lebih sejuk dibandingkan zona
lainnya. Hal ini dikarenakan curah hujan yang dihasilkan pada zona ini adalah
rata-rata 1500-4000 mm/th pada ketinggian 200-2000 meter di atas
permukaan laut (m dpl). Suhu yang dihasilkan pada zoba ini adalah suhu
tahunan yang rata-ratanya sebesar 19-28°c.
3. Kesesuaian lahan dan potensi yang dihasilkan
Pada Zona A Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
Karanganyar Pohon Pinus dapat tumbuh dengan baik dilahan ini. Hal ini
dikarenakan Pohon Pinus dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang
betketinggian 200-2000 meter diatas permukaan laut (m dpl). Pohon pinus
pada dasarnya merupakan jenis pohon yang mampu bertahan hidup dan
pertumbuhannya sangat cepat (fast growing spesies). Pohon pinus juga
mampu tumbuh pada kondisi yang sangat sulit dalam artian dapat tumbuh
dan cocok disegala iklim dan tanah khususnya di Indonesia. Pohon pinus juga
dapat tumbuh pada segala jenis tipe tanah, namun dengan lapisan tanah yang
tebal atau dalam dan bertekstur ringan sampai sedang. Selain pohon pinus,
pada Zona A Desa Ngargoyoso juga cocok untuk perkemahan dan rekreasi
alam dengan pemandangan yang indah dan udara yang sejuk, karena letaknya
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
40
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
dilereng Gunung Lawu. Pada Kawasan ini juga terdapat sumber mata air dan
air terjun dengan jurang yang sangat dalam.
Sumber: Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.7
Hamparan Pohon Pinus di Desa Segorogunung
4. Permasalahan
Pada Desa Segorogunung pohon pinus memiliki hasil pertanian yang
sangat berpotensi untuk dapat dikembangkan. Seperti menghasilkan getah
yang dapat digunakan sebagai gondorukem, sabun, perekat cat, dan
kosemetik. Pertanian pohon pinus juga dapat menjadi objek wisata
perkemahan karena pemandangannya yang indah. Akan tetapi masyarakat
Desa Ngargoyoso belum dapat memaksimalkan manfaat dari hasil pertanian
Pohon Pinus tersebut. Sebagian besar yang telah memanfaatkan hasil dari
pertanian dari pohon pinus adalah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso.
ZONA B (Perkebunan Teh dan Stroberi)
1. Penggunaan lahan
Potensi yang ada di Desa Segorogunung salah satunya adalah perkebunan.
Berbagai jenis perkebunan yang ada, antara lain kebun teh dan stroberi.Alam
Desa Segorogunung yang subur menjadikan lahannya dapat ditumbuhi
berbagai jenis tanaman. Lahan perkebunan ini berada di bagian utara desa
seluas 157,6333 Ha/m2. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa
Ngargoyoso adalah bertani. Produk-produk pertanian yang dihasilkan antara
lain : sayur mayur (seperti : wortel, bawang merah, kubis), tanaman obat
(seperti : jahe, kunyit, kencur), buah-buahan (stroberi, pisang), tanaman hias
(seperti : bunga anggrek kupu), tanaman hortikultura (seperti cengkeh), dan
lain-lain.
Kebun Stroberi
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
41
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Perkebunan Stroberi terletak di perbukitan Segorogunung. Jenis stroberi yang
ada pada desa ini yaitu sweet cherry. Jenis stroberi ini berbeda dengan yang
biasanya, ukurannya besar dan rasa yang sangat manis. Perkebunan stroberi
ini dijadikan masyarakat Desa Segorogunung menjadi salah satu komoditi
utama.
Sumber: Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.8
Perkebunan Stroberi
Kebun Teh
Kebun teh yang bersebelahan langsung dengan kebun stroberi menjadi salah
satu komoditi utama masyarakat sekitar. Aroma daun teh di sekitar daerah
Segorogunung menambah segarnya suasana di sana.
Sumber: Hasil dokumentasi kelompok, 2012Gambar 4.9
Perkebunan Teh
2. Iklim
Daerah perkebunan yang ada di Desa Segorogunung ini bertemperatur
rendah dan berada di dataran tinggi. Tanaman perkebunan seperti teh dan
stroberi akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600-700
mm/tahun. Tanaman perkebunan yang ditanamani teh atau stroberi ini
merupakan tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
42
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17–20 derajat C dengan
kelembaban udara antara 80-90%
3. Topografi
Ketinggian tempat pada daerah perkebunan di Desa Segorogunung ini
berada pada 1.000-1.500 meter di atas permukaan air laut. Kondisi topografi
wilayah yaitu terletak di lereng vulkan (Vulcanic Slope) Gunung Lawu dengan
kemiringan 30%. Topografi wilayah cenderung bergelombang dan berbukit.
4. Jenis tanah dan kesesuaian lahan
Jenis tanah di daerah perkebunan Desa Segorogunung yaitu jenis tanah
latosol sebesar 40% dan andosol cokelat sebesar 60%. Jenis tanah latosol
memiliki ciri-ciri berwarna merah hingga kuning, kandungan bahan
organiknya sedang. Jenis tanah ini cocok untuk tanaman palawija, padi,
ketela, dll. Kemudian untuk jenis tanah andosol terdapat di dalam endapan
vulkanik, terutama di puncak pegunungan curam yang dilindungi hutan. Jenis
tanah ini cocok untuk perkebunan perkebunan kina, teh dan kopi, sayuran,
kentang, dll.
Jika dilihat dari proporsi jenis tanah yang ada di Desa Segorogunung dengan
jenis andosol coklat yang mendominasi, maka untuk daerah perkebunan yang
ditanami teh dan stroberi telah sesuai dengan jenis tanah ada. Oleh karena
itu, pemanfaatan lahan berupa area perkebunan telah sesuai dengan jenis
tanah yang ada.
5. Permasalahan
Salah satu permasalahan yang ada dalam pengelolaan perkebunan di Desa
Segorogunung, yaitu mekanisme harga antara para petani dan tengkulak.
Harga dari hasil pertanian dikendalikan oleh para tengkulak sesuai mekanisme
pasar. Hal ini berdampak negatif bagi para petani sebab apabila harga
dipasaran rendah, maka tengkulak akan menawar harga dari hasil pertanian di
desa ini dengan harga yang lebih rendah lagi.
Selain itu, pengelolaan yang dilakukan masih secara tradisional sehingga
para petani sulit mendapatkan alat-alat pertanian yang modern. Hal ini
disebabkan lokasi Desa Segorogunung yang jauh dari pusat seperti Kota Solo
ataupun Kabupaten Karanganyer. Biasanya para petani menggarap lahan
secara bergotong royong. Kemudian masalah transportasi dan aksesibilitas
yang rendah masih menjadi permasalahan utama dalam distribusi hasil
perkebunan.
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
43
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
ZONA C (Hortikultura)
1. Penggunaan lahan
Pada zona lahan C, merupakan zona lahan yang didominasi untuk tanaman
holtikultura. Tanaman holtikultura yang ada pada zona lahan C seperti tomat,
sawi, kubis, wortel, cabe, daun bawang, bawang merah dan bawang putih.
2. Topografi, Iklim, dan Jenis tanah
Topografi yang ada pada zona lahan C memiliki topografi >15-25 % yang
berarti agak curam. Jenis tanah yang ada pada zona lahan C adalah tanah
andosol. Tanah andosol atau juga disebut tanah vulkanis, punya ciri warnanya
yang gelap/hitam, abu-abu, coklat tua hingga kekuningan, berasal dari sisa
abu vilkanik dari letusan gunung berapi. Oleh sebab itu, pada zona lahan C
banyak terdapat tanah andosol karena dekat dengan lereng gunung berapi
lawu.
Tanah andosol biasanya subur dan bertekstur gembur hingga lempung,
bahkan dibeberapa tempat bertekstur debu, sehingga petani mudah dalam
pengolahan. Selain itu tanah andosol mengandung unsur hara sedang hingga
rendah (N, P dan K) yang cocok untuk lahan pertanian. Namun struktur tanah
andosol yang gembur dan rapuh, membuat tanah ini sangat mudah terseret
air hujan dan angin sehingga terjadi longsor atau erosi. Untuk mencegah
terjadi erosi maka tanah dibuat terasering yang dapat memperkecil
kemungkinan terjadi erosi atau longsor.Iklim yang ada pada kawasan lahan C
adalah tropis basah sehingga cocok untuk tanaman sayur. Topografi dari zona
lahan C yang agak curam dan memilki jenis tanah andosol sesuai untuk
kegiatan pertanian seperti sayuran. Zona lahan C yang ada di Kelurahan
Segoro gunung sudah sesuai.
3. Permasalahan
Kesesuian penggunaan lahan di Kelurahan Segoro gunung membuat
Kelurahan Segoro gunung memilki produksi sayuran yang tinggi. Namun
tingkat SDM yang rendah membuat petani tidak dapat menentukan harga
sayuran, sehingga sayuran dibeli dengan harga rendah oleh para tengkulak.
ZONA D (Palawija dan Padi)
Zona lahan D merupakan zona lahan dengan peruntukan untuk jenis
tanaman pangan pokok yaitu padi dan tanaman sekunder yaitu palawija. Selain
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
44
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
itu juga digunakan sebagai lahan permukiman penduduk. Permukiman ini
merupakan permukiman berkepadatan rendah dengan jumlah penduduk 1.824
jiwa. Tanaman pangan pokok pada zona lahan D digolongkan menjadi lahan
sawah dengan irigasi sederhana yang menghasilkan padi cukup produktif.
Sementara untuk tanaman palawija pada zona lahan D yaitu berupa umbi-
umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar.
1. Penggunaan lahan
Pengunaan lahan zona lahan D berupa permukiman kepadatan rendah,
sawah irigasi sederhana, dan tanaman palawija. Mayoritas penduduk memiliki
mata pencaharian sebagai petani yang memanfaatkan lahan di zona D sebagai
tanah sawah. Sawah tersebuat dialiri dengan sistem irigasi sederhana yang
dialiri oleh mata air Watu Pawon. Mata air tersebut juga mengaliri tanah
pertanian pada desa lain. Debit air mata air Watu Pawon mencapai 200
liter/detik yang sangat berpotensi untuk mengaliri tanah pertanian di Desa
Segorogunung. Dari sekitar 22. 000 hektar luas lahan pertanian di Karanganyar
total produksi padi petani mencapai sekitar 268.869, atau luas panen mencapai
sekitar 48.000 hektar, dan jika di rata-rata produksi petani mencapai 5,5 ton
per hektar. Salah satu yang berpotensi memiliki produksi tinggi adalah pada
Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso.
Sumber : http://moko31.wordpress.comGambar 4.10
Lahan pertanian di Desa Segorogunung
Sementara untuk tanaman palawija adalah berupa tanaman ubi kayu dan
ubi jalar. Ubi kayu berupa tanaman ketela pohon yang biasanya ditanam di
depan rumah masyarakat. Namun produksi ubi jalar dan ubi rambat ini tidak
begitu produktif karena preferensi masyarakat untuk tanaman pangan masih
bergantung pada padi. Seharusnya dalam rangka diversifikasi pangan, kegiatan
pengolahan ubi jalar perlu dilakukan dalam upaya peningkatan nilai gizi dan
pendapatan masyarakat di pedesaan.
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
45
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Penggunaan lahan selanjutnya adalah berupa permukiman pedesaan
berkepadatan rendah yang terdiri dari 1.824 penduduk. Mayoritas penduduk
memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh. Keberadaan permukiman
ini juga ditunjang dengan adanya ketersediaan sarana prasarana yang cukup
memadai. Untuk kondisi jalan lokal masih tergolong cukup baik namun terdapat
lubang dan kerusakan pada berbagai titik. Sedangkan untuk air bersih belum
seluruhnya terlayani oleh PDAM sehingga masyarakat masih menggunakan
sumur artesis.
2. Topografi
Kondisi topografi pada Desa Segorogunung tergolong datar yaitu sebesar 0-
15%. Dengan topografi yang datar seperti ini dapat dikembangkan menjadi
lahan pertanian padi dan palawija disertai dengan adanya permukiman
berkepadatan rendah. Didukung dengan adanya lahan sawah yang terasering
mendukung baiknya sistem aliran irigasi di Desa Segorogunung, terlebih
dengan adanya sumber mata air yang melimpah.
3. Jenis tanah
Jenis tanah pada zona lahan D adalah aluvial dan latosol. Jenis tanah aluvial
adalah yang dimanfaatkan untuk lahan sawah. Tanah aluvial adalah jenis tanah
muda yang dalam proses pembentukannya masih terlihat campuran antara
bahan organik dan bahan mineralnya. Tanah ini terbentuk dari endapan lumpur
sungai yang mengendap di dataran rendah. Sifat tanahnya cenderung subur
karena masih banyak terdapat kandungan mineral yang merupakan unsur hara
dan menjadi nilai plus untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian.
Sedangkan tanah latosol memiliki karakteristikfisik kering dan mengandung
segregat prismatik dan dalam keadaan lembab atau musim hujan keadaannya
akan licin. Tanah ini sangat cocok digunakan untuk lahan pertanian tanaman
kering seperti palawija, apalagi dalam kondisi topografi yang datar. Jenis tanah
ini masih bisa digunakan untuk pertanian sawah namun harus dibuat terasering
dengan slope 2-5% untuk menahan erosi jika curah hujan tinggi.
4. Klimatologi
Curah hujan rata-rata Desa Segorogunung menurut skala Schmidh Ferguson
termasuk dalam tipe iklim basah (22,2%). Karena terdapat bulan basah 9,
bulan kering 2 dan bulan lembab 1. Sehingga perbandingan antara jumlah
bulan kering dengan bulan basah selama tahun pengamatan diperoleh hasil
22,2% yang termasuk tipe basah (antara 14,3- 33,3%). Tipe iklim ini dapat
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
46
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
ditanami padi dua kali setahuan dengan varietas umur pendek dan musim
kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija.
5. Kesesuaian lahan
Sesuai dengan analisis karakteristik topografi, jenis tanah, serta klimatologi
di zona lahan D, maka zona lahan ini cocok untuk dikembangkan sebagai lahan
tanaman padi dan palawija. Kondisi ini sudah sesuai dengan penggunaan lahan
eksisting di zona lahan D. Namun adanya pertambahan jumlah penduduk dan
meningkatnya kebutuhan akan perumahan serta lahan terbangun perlu
diantisipasi untuk mencegah adanya konversi lahan.
6. Permasalahan
Permasalahan pada zona D lebih kepada pengelolaan teknis lahan sawah
yang masih menggunakan pengelolaan sederhana. Pengelolaan seperti ini
masih belum bisa mengatasi permasalahan banyaknya hama wereng dan kera
liar yang merusak tanaman padi.
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
47
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Matriks Penentuan Tipologi Berdasarkan Aktivitas Masyarakat Desa Segorogunung
Penentuan tipologi wilayah Desa Segorogunung selanjutnya adalah
berdasarkan karakteristik aktivitas masyarakatnya, mengingat tipologi desa
merupakan teknik untuk mengenal tipe-tipe desa berdasarkan ciri-ciri
menonjol yang dimilikinya. Untuk menggolongkan berdasarkan aktivitasnya,
dipilih dua karakteristik yaitu karakteristik pola permukiman dan
perkembangan desa. Pada Desa Segorogunung terdapat dua jenis pola
permukiman yaitu pola farm village type dan arranged isolated farm type.
Farm village type mencirikan suatu desa dimana orang bermukim secara
bersama-sama dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di
sekitar tempat mereka. Sedangkan arranged isolated farm type mempunyai
tipe permukiman yang berada di sekitar jalan-jalan yang terhubung dengan
perdagangan, sedangkan selebihnya adalah sawah dan ladang mereka.
Karakteristik kedua adalah mengenai perkembangan desa. Desa
Segorogunung termasuk kedalam desa swadaya dan desa swakarya. Berikut
matriks penentuan tipologinya.
Tabel IV.1Matriks Penentuan Tipologi Wilayah
A
B
A1 A2
B1 A1B1 A2B1
B2 A1B2 A2B2
Sumber : Hasil analisis kelompok tipologi, 2012
Keterangan :
A : Pola permukiman
B : Pola perkembangan
A1 : Farm village type
A2 : Arranged isolated farm type
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
48
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
B1 : Pola swadaya
B2 : Pola swakarya
Berdasarkan tabel matriks diatas maka dapat didapatkan hasil 4 zona lahan,
yaitu zona A1B1, A1B2, A2B1, dan A2B2. Zona lahan A1B1 merupakan zona
lahan farm village type dengan pola perkembangan swadaya. Zona lahan
A1B2 merupakan zona lahan farm village type dengan pola perkembangan
swakarya. Zona lahan A2B1 merupakan zona lahan Arranged isolated farm
type dengan pola perkembangan swadaya. Kemudian zona lahan A2B2
merupakan zona lahan Arranged isolated farm type dengan pola
perkembangan swakarya.
Zona Lahan A1B1
Penggunaan lahan di Zona A adalah kawasan hutan pinus yang dimana
lahannya sebagian besar milik penduduk Desa Segorogunung, kecamatan
Ngargoyoso. Mereka juga sebagian besar bertempat tinggal disekitar zona
A tersebut. Hal ini sesua dengan karakteristik pola permukiman farm village
yang menyebutkan bahwa terdapat suatu desa yang dimana
masyarakatnya bermukim secara bersama-sama dalam suatu tempat
dengan sawah ladang yang dekat dengan tempat mereka.
Selain itu pada zona A, karakteristik perkembangannya adalah bersifat
swadaya karena sebagian besar kehidupan masyarakatnya sangat
tergantung pada alam, akan tetapi mereka belum memiliki keterampilan
untuk megolah hasil mentah darui sumberdaya alam tersebut menjadi
barang jadi atau setengah jadi yang dapat memberikan tingkat penghasilan
yang lebih baik. Masyarakat yang berada di zona A ini sangat tergantung
dengan keterampilan dan kemampuan pimpinannya, sehingga mereka
bekerja hanya sebatas pekerja bukan pengelola hasil sumber daya
alamnya. Hal ini merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki oleh
masyarakat zona A. Padahal potensi yang ada di zona A cukup banyak.
Salah satunya adalah hutan pinus yang dapat dijadikan berbagai produksi
barang jadi, misalnya menjadi sabun, perekat cat, kosmetik, dan lain lain.
Akan tetapi karena tingkat keterampilan masyarakat pada zona A masih
rendah, mereka belum dapat memanfaatkan potensi dari hutan pinus
secara maksimal.
Zona Lahan A1B2
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
49
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Lahan yang ada pada zona B yaitu perkebunan teh dan stroberi
merupakan kepemilikan dari masyarakat sekitar itu sendiri, yaitu
masyarakat Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso. Kepemilikan
lahan perkebunan ini berbeda-beda antara perkebunan teh dan
perkebunan stroberi. Untuk masyarakat di sana bermukim bersama-sama
dalam suatu tempat dengan dengan area perkebunan yang berada
disekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori pola permukiman farm village type
menurut Paul Landis (1948).
Karakteristik desa pada zona B sudah mulai berkembang. Hal ini dilihat
dari keadaan desanya telah ada unsur dari luar berupa pembaharuan yang
sudah mulai dirasakan oleh anggota masyarakat di desa tersebut. Oleh
karena itu, pada zona B ini tergolong desa swakarya. Pada desa ini juga
karya, jasa, serta keterampilan telah tumbuh dan menjadi ukuran dalam
penilaian. Hal ini dapat dilihat dari keterampilan masyarakat setempat
untuk memanfaatkan lahan, yaitu dengan memanfaatkan lahan yang subur
menjadi area perkebunan teh dan stroberi.
Zona Lahan A2B1
Yaitu tipologi desa yang dilihat berdasarkan pola pemkiman dan
perkembangannya. Berdasarkan pola pemukiman zona lahan C memilki
pola pemukiman Arrange isolated farm yaitu desa dimana penduduknya
bermukim di sekitar jalan yang menghubungkan dengan pusat
perdagangan. Sedangkan menurut perkembangannya zona lahan C
termasuk desa yang memilki kondisi yang relatif tradisional. Dari
pengertian di atas zona lahan C merupakan perpaduan antara dua pola
tipologi. Zona C merupakan daerah yang memiliki komoditi sayuran.
Penduduk yang ada pada zona lahan C merupakan petani sayuran yang
bertempat tinggal disekitar jalan namun memiliki lahan pertanian
terutama sayur disekitar rumahnya. Namun pertanian yang ada di zona
lahan C masih tradisional sehingga termasuk dalam pola tipologi swadaya.
Zona Lahan A2B2
Zona lahan A2B2 merupakan zona lahan Arranged isolated farm type
dengan pola perkembangan swakarya. Pada zona lahan ini pola
permukiman cenderung berada pada sepanjang jalan lokal dan dekat
dengan pusat perdagangan. Selebihnya adalah lahan pertanian.
Sedangkan pola perkembangannya cenderung swakarya yang sudah mulai
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
50
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
mengenal ketrampilan baru di dalam teknologi pertanian. Hal ini sesuai
dengan karakteristik zona lahan eksisting yang berupa zona lahan
penanaman padi dan palawija serta permukiman. Permukiman pada zona
lahan ini berada pada sepanjang jalan lokal utama sedangkan wilayah
yang lain adalah lahan sawah dan ladang. Pada pertanian padi dan
palawija, masyarakat sudah mulai mengenal teknologi pada penanaman
dan pengolahan tanaman padi. Sehingga sudah mulai meninggalkan pola
bercocok tanam yang tradisional.
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
51
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Penampang Tipologi Berdasarkan Matriks Aktivitas Masyarakat
MKP Pengembangan Pedesaan Sumber : Hasil analisi kelompok, 2012
Gambar 4.11Penampang Tipologi Wilayah Desa
Segorogunung
Page
52
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Analisis Sistem Agribisnis PT.Rumpun Sari Kemuning
Teh merupakan salah satu minuman yang sangat terkenal saat ini. Hal
ini dibuktikan dari banyaknya minuman kemasan yang berbahan utamanya
teh. Sejak jaman dahulu, teh sudah diminati oleh masyarakat Indonesia karena
memiliki berbagai manfaat yang dimiliki. Selain sebagai bahan minum
penyegar, teh berhasiat untuk mendorong kinerja jantung, mengaktifkan
enzim pelarut lemak, serta mengurangi metabolisme gula darah sehingga
mengurangi berat badan. Salah satu dampak yang dari meningkatnya
konsumen teh adalah peningkatan areal produktif teh. Saat ini Indonesia
menyumbang 5% dari total produksi teh yang ada di dunia.
Jika dilihat dari sejarahnya, teh produksi Indonesia ini terkenal sejak
tahun 1686 dimana Dr Andreas Cleyer yang berkebangsaan Belanda ini
membawa bibit teh sebagai tanaman hias. Dilanjut pada tahun 1978
Pemerintah Belanda yang masih menguasai Indonesia setelah kemerdekaan
mulai memperhatikan komuditas teh yang dibudidayakan di Pulau Jawa. Saat
ini, komuditas teh mempunyai peranan penting dalam perekonomian di
Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh peranan teh yang cukup besar sebagai
devisa Indonesia disektor non migas.
Saat ini, salah satu lahan produktif teh berada di Kabupaten
Karanganyar, khususnya di Kecamatan Ngargoyoso. Di Kecamatan Ngargoyoso
ini terdapat perkebunan teh dan pabrik olahannya yaitu PT. Rumpun Sari
Kemuning. PT Rumpun Sari Kemuning ini bergerak dalam bidang agribisnis
khususnya perkebunan yang memiliki pabrik olahan yang mengelolah teh dari
proses hilir hingga proses hulu. Karena kunjungan tidak ke lokasi perkebunan
langsung, maka sedikit informasi yang didapat. Survei primer atau kunjungan
produksi teh ini difokuskan kepada proses produksi. Untuk lebih jelas dari
proses produksi teh ini dapat dilihat sebagai berikut.
1. Hulu a) Lokasi dan Letak Perusahaan
Lokasi perkebunan teh Kemuning I berada dilereng gunung Lawu
sebelah barat, sekitar 15 km dari Tawangmangu dan 40 km dari Stasiun
Balapan Surakarta. Apabila dilihat dari wilayahnya, perkebunan Rumpun
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
53
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Sari Kemuning I termasuk dalam Kelurahan Kemuning, Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Sedangkan untuk perkebunan
dibatasi oleh:
Bagian utara : Kecamatan Jenawi
Bagian selatan : Nggadungan, Kecamatan Ngargoyoso
Bagian Timur : Daerah hutan pinus Wonomarto
Bagian Barat : Kebun karet PTP. XVIII Kebun Batu Jamus
Lokasi perkebunan teh PT. Rumpun Sari Kemuning terletak antara
11,10-11,250 BT dan 7,40-7,60 LS dan terletak pada ketinggian tanah
antara 800-1540 m diatas permukaan laut. Perkebunan teh Kemuning
memiliki curah hujan sepanjang tahun antara 3000-4000 mm pertahun,
tanpa musim kemarau yang panjang. Keadaan angin normal, kelembaban
berkisar antara 60-80% dan intensitas penyinaran 40-55% dengan suhu
rata-rata 21,5ºC. Jenis tanah diwilayah ini adalah andosol 60% dan latosol
40%. Luas areal perkebunan teh Kemuning adalah 437,82 Ha yang
terbagi dalam dua afdeling (wilayah), yaitu:
Afdeling A dengan luas areal 222,26 Ha
Afdeling B dengan luas areal 215,56 Ha
b) Kondisi Eksisting Perbunan Teh PT. Rumpun Sari Kemuning
Perkebunan PT. Rumpun Sari Kemuning I, pertama kali dimiliki oleh
bangsa Belanda dengan nama NV. Cultur Mascave Kemuning dengan
pusatnya ada di Nederland. Pada tanggal 11 April 1925 berdasarkan UU
Pemerintah Belanda tahun 1854 pasal 62 dan UU Agraria tahun 1870
pasal 62 tentang HGU, Pemerintah Kolonial Belanda memberi Hak Guna
Usaha (HGU) kepada kakak beradik warga Belanda yang bernama Johan
dan Van Mender Voort dalam jangka waktu 50 tahun. Mereka mulai
menanam teh di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Kemuning
Kecamatan Ngargoyoso, dan Kecamatan Jenawi di Kabupaten
Karanganyar dengan total area 1.051 Ha, dan berada diketinggian lebih
dari 1000 meter diatas permukaan laut. Johan memberi nama
perusahaan tersebut NV. Cultuur Maatschappij Kemuning dan
pengelolaannya diserahkan kepada Firma Watering and Labour yang
berkedudukan di Bandung.
Pada tahun 1942-1945, perkebunan Kemuning diambil alih
pemerintah Jepang, dan tahun 1945-1948 dikelola oleh Mangkunegaran
Surakarta dengan pimpinan Ir. Sarsito. Selanjutnya, tahun 1948-1950
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
54
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
dikuasai Pemerintah Militer Republik Indonesia yang hasil produksinya
digunakan untuk membiayai perjuangan RI. Pada tanggal 1 Januari 1953
berdasar UU No.03/1952/RI tentang penyerahan HGU pada pihak
manapun, pengelolaanya dipegang oleh Koperasi Perusahaan Perkebunan
Kemuning (KPPK) yang dibentuk oleh intern karyawan.
Pada tahun 1965, KPPK dibubarkan pemerintah karena mayoritas
pegawainya terlibat G30S PKI dan untuk sementara diambil alih oleh
KODAM Diponegoro. Tanggal 3 Nopember 1971 dengan SK. Mendagri
No.17/HGU/DA/71, pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan Rumpun
Diponegoro dan dibentuk PT. Rumpun. Pada tahun 1980 PT. Rumpun
dipecah menjadi 2, yaitu:
i. PT. Rumpun Antan dengan komoditi karet, kopi, kelapa, cengkeh,
dan randu yang meliputi perkebunan:
a. Perkebunan Carui/Rejodadi di Cilacap.
b. Perkebunan Samudra di Banyumas.
c. Perkebunan Darmokradenan di Banyumas.
d. Perkebunan Ciuwak di Pati.
e. Perkebunan Jati Ablengan di Semarang.
ii. PT. Rumpun Teh dengan komodoti teh yang meliputi:
a. Perkebunan Kemuning di Karanganyar, Surakarta.
b. Perkebunan Medini di Kendal.
c. Perkebunan Kaliginting di Semarang.
Pada tahun 1990 sampai 30 April 2004, PT. Rumpun bekerja sama
dengan PT. Astra Agro Lestari di Jakarta Timur, untuk manajemen
perusahaannya dikendalikan oleh PT. Astra, sedangkan PT. Rumpun Sari
Kemuning mengendalikan bagian produksi. Sebenarnya HGU PT. Astra
selama 45 tahun, namun karena mengalami kebangkrutan maka pada 1
Mei 2004 diambil alih oleh PT. Sumber Abadi Tirta Sentosa sampai
sekarang.
c) Pengambilan Bahan Baku Produksi
PT. Rumpun Sari Kemuning dalam melakukan pemetikan pucuk teh
memiliki ketentuan pemetikan yaitu pada daun teh yang masih muda
berada di ujung daun tehnya dan daun yang ke tiga. Jadi pemetikan ini
dinamakan pucuk teko yaitu pucuk daun muda. Sedangkan pucuk burung
yaitu pucuk yang tidak mempunyai kuncup. Pucuk yang akan diolah
menjadi teh grade 1 adalah teko super besar dan kecil dari daun muda
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
55
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
lalu diolah menjadi kering. Sedangkan untuk grade 2 merupakan hasil
olahan pemetikan teh yang sudah tua.
Dalam proses pemetikan ini biasanya menghasilkan 10 hingga 11
ton tiap harinya dengan penggunaan bakulan dalam pengangkutan
tehnya, pemetikan menggunakan jari tangan kemudian setelah bakul
terisi semua dalam pengangkutan menggunakan mobil pick up menuju
tempat pengolahan. Oleh karena itu dalam syarat pemetikan ini dipilih
berdasarkan daun-daun yang masih muda hingga daun ke tiga.
Sumber: Skripsi “Analisis Pucuk Tanaman Teh” Oleh Wahyu Kusuma, 2008
Gambar 4.12Proses Pengambilan Pucuk Teh
d) Ketenagakerjaan
Penggolongan tenaga kerja di PT Rumpun Sari Kemuning terdiri atas
staf, bulanan lokal, pekerja harian tetap (PHT), dan pekerja harian lepas
(PHL). Karyawan staf terdiri dari administratur, kepala pabrik, kepala tata
usaha, kepala tanaman, dan asisten tanaman. Karyawan bulanan lokal
terdiri atas tenaga administrasi, mandor, bagian analisa, tenaga mekanik,
supir, dan sebagian satpam. Karyawan PHT meliputi tenaga pengolahan,
sortasi, dan pengepakan, serta sebagian satpam, sedangkan karyawan
PHL meliputi tenaga panen, tenaga HPT, dan tenaga rawat. Hari kerja
karyawan yang berlaku di PT Rumpun Sari Kemuning umumnya 6 hari
dengan lama kerja 7 jam per hari. Jam kerja bagi karyawan kebun adalah
5 jam per hari, untuk tenaga panen berlaku 7 hari kerja dengan lama
17jam kerja 6 jam. Pekerjaan yang membutuhkan waktu 24 jam per hari ,
seperti yang dilakukan di pabrik, diberlakukan shift kerja yang dibagi
dalam tiga shift. Jumlah tenaga kerja yang ada di PT Rumpun Sari
Kemuning dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel IV.2Jumlah Tenaga Kerja di PT.Rumpun Sari Kemuning Tahun 2011
No Status Departemen TotalUmu Tanama Pabrik
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
56
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
m n1 Staf 1 4 1 62 Bulanan Lokal 10 23 13 463 PHT 1 0 51 524 PHL 7 536 16 559
Jumlah 19 563 81 663Sumber : Arsip kantor PT. Kemuning yang diambil dalam Skripsi Analisis Pucuk
Tanaman Teh Oleh Wahyu Kusuma,2008
2. HilirPerkebunan dan pabrik PT. Rumpun Sari Kemuning I merupakan
peninggalan dari bangsa Belanda. Perkebunan dan pabrik ini terletak di lereng
Gunung Lawu sebelah barat. Adapun luas areal perkebunan menurut
penggunaan lahannya dibagi menjadi 5 macam, yaitu: areal tanaman
menghasilkan seluas 391,97 Ha, areal cadangan seluas 12,26 Ha,
emplasement seluas 4,33 Ha, dan jalan, jurang, dan sebagainya seluas 14,97
Ha.
PT. Rumpun Sari Kemuning merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang pengolahan hasil pertanian. Produk yang dihasilkan berupa teh hijau
atau teh yang diolah menjadi teh setengah jadi atau belum begitu kering.
Adapun bahan baku yang digunakan untuk memproduksi teh hijau di PT.
Rumpun Sari Kemuning adalah pucuk daun teh yang berasal dari perkebunan
milik PT. Rumpun Sari Kemuning. Dalam pengolahan teh hijau terdapat
beberapa proses, antara lain:
a) Penerimaan pucuk
Pucuk daun yang berasal dari perkebunan diangkut dengan truk
menuju pabrik, kemudian ditimbang dan disebarkan atau dihamparkan
untuk mengurangi air yang menempel pada daun teh. Daun teh
kemudian dibalik dan dipisahkan dari batangnya setiap 2 jam sekali.
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.13
Daun Teh yang siap diolah
b) Pelayuan (Rotary Panner)
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
57
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Pelayuan dilakukan dengan mesin pelayuan yang menggunakan
bahan bakar kayu. Pelayuan dilakukan agar enzim polifenol yang
terdapat di daun teh dapat dinonaktifkan sehingga tekstur daun teh akan
berubah. Standar daun teh yang dilakukan pelayuan adalah sebesar 25%
dengan pemanasan suhu 100˚C. Suhu pemanasan harus sebesar 100˚C,
karena apabila lebih dari 100˚C maka akan merusak zat hijau (klorofil)
dalam daun teh. Mesin pelayuan yang terdapat di pabrik terdiri dari
beberapa unit, dimana dalam 1 unit kapasitas daun teh sebesar 350 kg.
a) b)
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.14
(a) Pembakaran dan (b) Mesin Pelayuan (Rotary Panner)
c) Penggulungan (Roller)
Daun teh yang telah mengalami proses pelayuan kemudian di
dinginkan dan kemudian dilakukan proses penggulungan. Proses
penggulungan dilakukan dengan mesin press roller selama 15 menit.
Penggulungan merupakan proses mememarkan, menggulung, dan
mengeluarkan cairan yang berfungsi sebagai perekat daun teh. Pada
proses penggulungan menggunakan mesin Open Top Roller (OTR) dengan
kapasitas sebesar 140-150 kg/unit. Proses penggulungan ini memakan
waktu 15-20 menit.
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
58
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.15
Mesin Open Top Roller (OTR)
d) Pengeringan I
Dalam proses pengeringan terdiri dari 2 proses. Pengeringan
pertama merupakan proses yang dilakukan untuk menurunkan kadar air
pucuk teh hingga berkisar 25-35%. Proses pengeringan pertama
menggunakan mesin ECP ( Endless Chain Pressure). Mesin ECP dalam
proses ini dapat menampug 250-400 kg/jam dengan suhu 110-135˚C.
Proses pengeringan ini memakan waktu kurang lebih 25 menit.
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.16
Mesin ECP ( Endless Chain Pressure)
e) Pengeringan II
Proses pengeringan kedua merupakan proses pengeringan akhir
yang mengggunakan dua mesin pengering yaitu Rottary Dryer (RD) dan
Ball Tea. Mesin Rottary Dryer (RD) merupakan mesin yang digunakan
untuk menyamakan keringan dan menurunkan kadar air hingga 10-15%.
Kapasitas mesin ini adalah sebesar 100 kg dengan suhu yang dihasilkan
sebesar 100˚C. Dalam proses pengeringan dengan mesin ini memakan
waktu 20-30 menit. Setalah menggunakan mesin Rottary Dryer (RD) daun
teh kemudian masuk kedalam mesin Ball Tea yang berfungsi sebagai
pengeringan akhir yang akan menyempurnakan mutu daun teh dan
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
59
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
membentuk gulungan teh. Mesin Ball Tea ini dapat menampung suhu
125-150˚C dengan waktu 10-12 jam.
a) b)
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok Produksi Teh, 2012Gambar 4.17
a) Mesin Rottary Dryer dan b) Mesin Ball Tea
Setelah melakukan proses pengolahan diatas, kemudian
dilakukan proses sortasi. Proses sortasi merupakan kegiatan
pengelompokkan teh ke dalam grade berdasarkan jenis, ukuran, dan
mutu sesuai dengan standarnya. Proses sortasi ini bertujuan untuk
memisahkan, memurnikan dan membentuk mutu teh hijau agar dapat
diterima di pasaran. Dalam proses sortasi silakukan dengan dua cara
yaitu sortasi dengan mesin dan manual. Proses sortasi manual dilakukan
apabila hasil sortasi dengan mesin belum baik. Mesin sortasi yang
digunakan adalah Mexy Layer yang fungsinya untuk memisahkan teh
berdasarkan ukurannya. Hasil sortasi menghasilkan jenis teh KW 1 dan
KW 2. KW 1 dengan ciri-ciri berwarna agak hitam, dengan berat yang
lebih besar, sedangkan KW 2 memiliki ciri-ciri berwarna kuning, ukuran
daun besar, dan beratnya lebih ringan.
3. Hilir a) Sarana Transportasi dalam Pengangkutan Barang
Dalam pendistribusian hasil produksi, PT. Rumpun Kemuning
menggunakan kendaraan pribadi dalam pendistribusian barang. Jika
dilihat proses pengangkutan barang secara keseluruhan mulai dari
pemetikan hingga distribusi, semua menggunakan truk. Di perkebunan
Rumpun Sari Kemuning, pucuk – pucuk hasil panen didistribusikan
dengan truk tanpa menggunakan rak sehingga banyak pucuk yang
tertindih. Terbatasnya alat transportasi dalam pengangkutan menjadi
salah satu kendala dalam pengembangan pabrik ini. Kurangnya sarana
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
60
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
pengangkutan terutama pengangkutan pucuk dapat terlihat dari adanya
“penjejalan” pucuk.
Sumber: Skripsi “Analisis Pucuk Tanaman Teh” Oleh Wahyu Kusuma, 2008
Gambar 4.18Distribusi dalam Proses Produksi
b) Sistem Penjualan
Proses penjualan menggunakan sistem Delivery Order (DO) dimana
dilakukan pemesanan terlebih dahulu sebelum penjualan hasil produksi.
Sistem pelaksanaannya dilakukan dengan cara memberikan sampel
terlebih dahulu berupa teh kering yang dihasilkan kepada calon
konsumen. Tujuan pemberian sampel ini agar calon konsumen dapat
mengetahui sifat dan kenampakan teh tersebut. apabila pihak calon
konsumen setuju untuk membeli, barulah dibuat kesepakatan antara
kedua belah pihak, selanjutnya pihak konsumen mengeluarkan DO.
Berdasarkan catatan dalam DO tersebut pihak PT. Rumpun Kemuning
mengeluarkan barang sesuai dengan pesanan.
c) Jangkauan Pelayanan Penjualan
Jangkauan pelayanan dari penjualan ini terbagi menjadi dua yaitu
pemasaran lokal (dalam negeri) dan pemasaran ekspor (luar negeri).
Berdasarkan hasil wawancara pada kunjungan kemarin, diketahui bahwa
untuk pasar lokal, barang yang dijual adalah teh yang berkualitas KW 2,
sedangkan untuk pasar ekspor, teh yang dijual adalah teh yang
berkualitas ekspor. Untuk pasar lokal pemasaran ke hingga ke Kota Tegal,
Pekalongan, dan Kota lainnya. Secara spesifik teh dengan kualitas KW 2
dipasarkan ke PT Sosro (Tegal), PT Gunung Subur (Surakarta), PT Kereta
Kencana, PT Agro Putra Mandiri, PT Tri Bintang Inter Global (Sukabumi),
dan PT Gunung Manik (Bandung). Untuk pasar luar negeri, teh dengan
kualitas KW 1 dipasarkan ke negara Afganistan.
d) Tingkat Persaingan Pasar
MKP Pengembangan Pedesaan
Page
61
Identifikasi Tipologi Wilayah dan Sistem Agribisnis di Kecamatan Ngargoyoso
Jawa Tengah memiliki beberapa pabrik dan perkebunan teh, yang
sudah berdiri sejak dulu dan mulai berkembang. Selain PT Rumpun Sari
Kemuning di Desa Ngargoyoso, Karanganyar, terdapat juga beberapa
pabrik teh lain di Slawi dan Tegal. Slawi terkenal sebagai tempat
didirikannya Teh Botol Sosro, yang sudah memiliki perusahaan distribusi
sendiri yaitu PT Sinar Sosro dan PT Gunung Slamet, dan sudah
mendirikan beberapa pabrik di beberapa tempat, dengan pemasaran
yang sudah berskala nasional dan ekspor. PT Sinar Sosro merupakan
perusahaan yang memproduksi teh siap minum dalam kemasan, yaitu
dengan menghasilkan produk Teh Botol Sosro, Fruit Tea, Joy Tea Green,
Tebs, Happy Jus, dan air minum Prim-A, sedangkan PT Gunung Slamet
mermproduksi the kering siap saji, dengan menghasilkan produk Teh
Celup Sosro, Teh Cap Botol, Teh Terompet, dan lain-lain. tahun 2004,
kedua perusahaan tersebut bernaung di bawah perusahaan induk PT
Anggada Putra Rekso Mulia.
Selain Sosro, Slawi juga memiliki pabrik peracikan Teh Wangi Melati
dan industri Teh Gopek, yang perkembangannya tidak terlalu pesat. Di
Tegal, terdapat pabrik Teh 2 Tang, yang pendirinya masih kerabat dari
pendiri Teh Gopek, namun lebih berkembang daripada Teh Gopek. Selain
Teh 2 Tang, Tegal juga memiliki pabrik Teh Poci dan Teh Tong Tji yang
pemasarannya sudah di skala nasional. Masing-masing memiliki pangsa
pasar tersendiri, dengan konsumen penikmat teh yang tersebar secara
lokal hingga luar pulau.
Meskipun pesaingnya cukup banyak dan memiliki pangsa pasar
yang luas, PT Rumpun Sari Kemuning tidak kalah saing, karena mereka
tidak hanya menghasilkan teh hijau, namun juga teh setengah jadi, yang
dijual ke pabrik-pabrik teh lain untuk diolah menjadi teh wangi dan teh
hitam. Hal tersebut menjadi keunggulan tersendiri dari PT Rumpun Sari
Kemuning, dimana mereka tidak hanya menjual produk ke konsumen,
tapo juga ke pabrik-pabrik lain sebagai produsen. Keunggulan PT Rumpun
Sari Kemuning tidak hanya itu, namun juga perkebunan teh yang terletak
sangat dekat dengan pabriknya, sehingga teh yang dihasilkan segar dan
langsung dari hasil panen atau petikan teh baru dari perkebunannya yang
dikelola dengan baik.
MKP Pengembangan Pedesaan