analisis proses pengolahan air minum ipa buaran pt. aetra air jakarta
DESCRIPTION
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Kerja Praktek Program Studi Teknik Lingkungan ITB pada tahun 2010. Kerja Praktek dilakukan pada 1 Juni sampai dengan 30 Juli 2010 oleh Camelia Indah Murniwati dengan NIM 15307066.TRANSCRIPT
-
i
388/KP/I/2010-2011
LAPORAN KERJA PRAKTEK
PT. AETRA AIR JAKARTA
ANALISIS PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM INSTALASI
PENGOLAHAN AIR BUARAN PT. AETRA AIR JAKARTA
Disusun oleh:
Camelia Indah Murniwati
15307066
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010
-
ii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM INSTALASI
PENGOLAHAN AIR BUARAN PT. AETRA AIR JAKARTA
Disusun oleh:
Camelia Indah Murniwati
15307066
Disetujui untuk Institut Teknologi Bandung oleh:
Koordinator Kerja Praktek,
Dosen Pembimbing,
Dr. Moch. Chaerul, S.T., M.T. Ir. Idris Maxdoni Kamil, MSc., Ph.D
NIP. 132327356 NIP. 130809420
-
iii
ABSTRAK
Instalasi Pengolahan Air Buaran menggunakan air baku yang berasal dari Kanal
Tarum Barat yang masuk secara gravitasi. IPA Buaran terdiri dari dua instalasi
yaitu Buaran I dan Buaran II. Unit pengolahan air yang ada di IPA Buaran adalah
bangunan penyadap air baku, saringan kasar, saringan halus, bak pengaduk,
pulsator, saringan pasir cepat, dan reservoir. Proses yang terjadi adalah koagulasi
pada bak pengaduk, flokulasi dan sedimentasi pada pulsator, penyaringan pada
saringan pasir cepat, disinfeksi dengan klor, dan netralisasi dengan kapur. Bahan
kimia yang umum digunakan adalah koagulan, khlor, dan kapur. Untuk menjaga
proses yang terjadi agar berjalan dengan baik dan memperoleh air minum sesuai
dengan standar diperlukan pemeriksaan secara berkala pada sampel air baku, air
pulsator, air filter, dan air minum yang dihasilkan. Parameter yang diperiksa
antara lain kekeruhan, pH, sisa khlor, organik, amonia, besi, dan mangan. Standar
kualitas air baku diatur dalam S.K. Gub. DKI 582/1995 namun IPA Buaran
memiliki standar berdasarkan Perjanjian Kerja Sama untuk air baku yang akan
diolah. Kualitas air minum yang dihasilkan harus mengikuti standar
PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002. Untuk memenuhi standar tersebut,
IPA Buaran memiliki standar operasional di masing-masing unit. Kontaminan
utama yang mempengaruhi operasional IPA Buaran adalah kekeruhan, amonia,
organik, besi, dan mangan.
Kata kunci: Instalasi Pengolahan Air Buaran, bangunan penyadap air baku,
saringan kasar, saringan halus, bak pengaduk, pulsator, saringan pasir cepat,
reservoir
-
iv
ABSTRACT
Buaran Water Treatment Plant uses raw water entering by gravity from West
Tarum Canal. Buaran WTP consists of two installations, Buaran I and Buaran II.
The existing water treatment unit in Buaran WTP is intake, coarse screen, fine
screen, mixing basin, pulsator, rapid sand filter, and reservoir. The processes
that occured are coagulation in the mixing basin, flocculation and sedimentation
in the pulsator, filtration in the rapid sand filter, disinfection with chlorine,
neutralization with lime. Chemicals that commonly used are coagulants, chlorine,
and lime. To keep the process going to run well and get drinking water in
accordance with drinking water standards, periodic checks on samples of raw
water, pulsator water filter water, and drinking water are required. The
parameters that are checked include turbidity, pH, residual chlorine, organic
matter, ammonia, iron, and manganese. Raw water quality standards are
regulated in S.K. Gub. DKI 582/1995 but Buaran WTP has a standard based on
an agreement for raw water that will be processed. The quality of clean water
should follow the standard in PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002. To meet
this standard, Buaran WTP has operational standards in every unit.
Contaminants that affect operational of Buaran WTP are turbidity, ammonia,
organic matter, iron, and manganese.
Key words: Buaran Water Treatment Plant, intake, coarse screen, fine screen,
mixing basin, pulsator, rapid sand filter, reservoir
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi segala nikmat
sehingga saya dapat melakukan kerja praktek dan menyelesaikan laporan kerja
praktek yang berjudul Analisis Proses Pengolahan Air Minum PT. Aetra Air
Jakarta di Instalasi Pengolahan Air Buaran. Laporan kerja praktek ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh program sarjana S1 Program
Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak H.M. Limbong, sebagai Senior Manajer Production Trunk Main
(PTM),
2. Ibu Angelika Mustika Sari, sebagai Manajer PTM-Planning & Monitoring,
3. Bapak Djoni Heryanto, sebagai Manajer IPA Buaran,
4. Ibu Nini Triatmi, sebagai Career & Employee Development Manager,
5. Ibu Ismalainah, sebagai Supervisor Production & TM Planning,
6. Bapak Djanu Ismanto, sebagai Supervisor Production Operation,
7. Ir. Idris Maxdoni Kamil, MSc., Ph.D, sebagai dosen pembimbing kerja
praktek TL ITB,
8. Dr. Ir. Agus Jatnika Effendi, sebagai Ketua Program Studi sarjana TL ITB,
9. Dr. Moch. Chaerul, S.T., M.T., sebagai koordinator mata kuliah kerja
praktek TL ITB,
10. Orang tua saya, Papa Jaka dan Mama Ida serta adik saya, Faisal yang telah
mendoakan dan mendukung saya,
11. Ibu Titi yang mengurus kelengkapan surat KP,
12. Ibu Sri yang meminjamkan buku perpustakaan,
13. Ibu Narmi, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Irsan, Ibu As, Ibu Andika, Mba Fitri,
Pak Angga, Pak Irawan, Pak Ari, Pak Muhrojin, Pak Mahrudin, Pak Tarno
sebagai teman satu ruangan yang memberikan bimbingan selama kerja
praktek.
14. Pak Weddy, Pak Miskat, Pak Rizal, Pak Aay, Pak Sunaryo, Pak Fauzi, Pak
Horizon, Pak Nurkhozin, Pak Mulyanto, Pak Joslan, Pak Sutikno, Pak
-
vi
Tugiran, Pak Pardi yang ada di laboratorium proses yang telah
memberikan penjelasan tentang proses produksi.
15. Pak Iman, Pak Budi, Pak Haji Akhmad, Pak Sunaryo, Pak Indra, Pak Ari,
Pak Darmanto, Pak Latief, Pak Teguh yang telah memberi penjelasan
tentang pengoperasian unit pengolahan.
16. Ibu Endang, Ibu Efita, Mba Rizma, Mas Putra, Mba Dian, Mba Maya, Pak
Darsono, Pak Firman, Pak Tisna yang ada di laboratorium kualitas yang
mengajarkan tentang pengecekan kualitas air.
17. Ibu Maya, Ibu Lili, Pak Gede, Ibu Puji, Pak Sumantri, Pak Ardi yang
membimbing sewaktu di IPA Pulo Gadung,
18. Pak Sodik dan Pak Rudi yang mengajak sampling air distribusi di rumah
warga,
19. Pak Arief yang mengajak ke rumah pompa Pasar Rebo dan Pusat
Distribusi Cilincing,
20. Pak Fudoli yang mengantarkan ke Jatiluhur untuk melihat air baku,
21. Pak Suharto dan Pak Parno dari bagian maintenance,
22. Pak Talkhis dan Pak Riyadi yang menjelaskan tentang pelarutan kapur dan
jembatan timbang,
23. Ibu Desi yang memberi bimbingan sewaktu di Pusat Distribusi Cilincing,
24. Ibu Sawitri, Ibu Etty, Ibu Uni, Ibu Andri yang juga memberikan
bimbingan dan arahan selama kerja praktek,
25. Mas Faisal yang setiap hari menyediakan air minum di meja saya,
26. Abang Ojeg Dodi dan Amin yang sering mengantar ke kantor,
27. Semua pihak yang juga membantu dalam pelaksanaan kerja praktek dan
penyusunan laporan yang namanya belum disebutkan.
Dalam penyusunan laporan ini, masih banyak kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, sangat
diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi saya dan para pembaca sekalian.
Jakarta, Juli 2010
Penulis
-
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Metodologi 2
1.4 Ruang Lingkup 2
1.5 Sistematika Pembahasan 3
BAB II PROFIL PERUSAHAAN 4
2.1 Sejarah Singkat PT. Aetra Air Jakarta 4
2.2 Definisi, Rasional Nama dan Logo Brand Aetra 4
2.3 Latar Belakang Perubahan Brand TPJ Menjadi Aetra 5
2.4 Visi, Misi, Nilai dan Sub Nilai PT. Aetra Air Jakarta 5
2.5 Struktur Organisasi PT. Aetra Air Jakarta 7
2.6 Sarana Bangunan Pendukung Instalasi Produksi Buaran 16
2.7 Siklus Hidup Manajemen 27
BAB III PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM IPA BUARAN 30
3.1 Air Baku 30
3.2 Diagram Alir IPA Buaran 34
3.3 Intake 35
3.4 Mixing Basin 40
-
viii
3.5 Pulsator 44
3.6 Rapid Sand Filter 50
3.7 Ground Reservoir 53
3.8 Pompa 56
3.9 Waste Basin 60
3.10 Sludge Drying Bed 61
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 63
4.1 Screening 63
4.2 Sedimentasi 63
4.3 Koagulasi 64
4.4 Flokulasi 66
4.5 Filtrasi 67
4.6 Disinfeksi 69
4.7 Pengolahan Besi dan Mangan 71
4.8 Proses Penghilangan Amonia 74
4.9 Reservoir 77
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN PROSES
PENGOLAHAN AIR MINUM TAHUN 2009 78
5.1 Air Baku 78
5.2 Air Pulsator 87
5.3 Air Filter 94
5.4 Air Minum 101
BAB VI PENUTUP 109
6.1 Kesimpulan 109
6.2 Saran 110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter Pemeriksaan Air Baku 18
Tabel 2.2 Parameter Pemeriksaan Air Minum 19
Tabel 3.1 Standar Air Baku Berdasarkan S.K. Gub 582 Tahun 1995 34
Tabel 3.2 Standar Air Baku Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama 34
Tabel 3.3 Dosis Koagulan di Buaran 42
Tabel 3.4 Jumlah Pengoperasian Pulsator 46
Tabel 3.5 Pengoperasian Pulsator di Buaran 48
Tabel 3.6 Reservoir Air Minum Buaran II 56
Tabel 3.7 Jumlah pompa yang dapat dioperasikan berdasarkan
ketinggian muka air pada masing-masing reservoir 58
Tabel 3.8 Dimensi Surge Tower 58
Tabel 3.9 Reservoir pada Pusat Distribusi Cilincing 59
-
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Board of Director PT. Aetra Air Jakarta 11
Gambar 2.2 Struktur Operation Director 12
Gambar 2.3 Struktur Production & Trunk Main 13
Gambar 2.4 Struktur Organisasi IPA Buaran 14
Gambar 2.5 Struktur Organisasi PTM PM 15
Gambar 2.6 Site Plant IPA Buaran 16
Gambar 2.7 Gedung Operasional Buaran 17
Gambar 2.8 Laboratorium Kualitas 17
Gambar 2.9 Laboratorium Proses 21
Gambar 2.10 Kontainer Khlorin 22
Gambar 2.11 Evaporator Portacel dan WT 23
Gambar 2.12 Sistem Spiral pada Evaporator Portacel 23
Gambar 2.13 Regulator 23
Gambar 2.14 Khlorinator untuk Pre, Inter, dan Post 24
Gambar 2.15 Injektor 24
Gambar 2.16 Netralisasi 24
Gambar 2.17 Tempat Penyimpanan Kapur Powder 25
Gambar 2.18 Inlet Kapur Powder 25
Gambar 2.19 Bak Pencampuran Kapur Powder dengan Air 25
Gambar 2.20 Mixer Kapur 25
Gambar 2.21 Saturator 26
Gambar 2.22 Pompa Kapur 26
Gambar 2.23 Siklus Hidup Manajemen 29
Gambar 3.1 Skema Aliran Air Baku 30
Gambar 3.2 Waduk Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) 30
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses pengolahan Air IPA Buaran 35
Gambar 3.4 Daerah Pelayanan 35
Gambar 3.5 Bar Screen 36
Gambar 3.6 Coarse Screen 36
Gambar 3.7 Fine Screen 37
-
xi
Gambar 3.8 Pembubuhan Karbon Aktif 37
Gambar 3.9 Pembubuhan Pre Khlor 38
Gambar 3.10 Pembubuhan Pre Lime 38
Gambar 3.11 Emergency Valve 39
Gambar 3.12 Pompa Sampel Air Baku 39
Gambar 3.13 Valve flowmeter air baku untuk Buaran I 40
Gambar 3.14 Flowmeter 40
Gambar 3.15 Mixing Basin 41
Gambar 3.16 Mixer 41
Gambar 3.17 Terjunan Hidrolis 41
Gambar 3.18 Pembubuhan Koagulan 43
Gambar 3.19 Tangki beserta pompa Alum 43
Gambar 3.20 Tangki beserta pompa LT7994 43
Gambar 3.21 Tangki beserta pompa PAC 44
Gambar 3.22 Pembubuhan pre khlor pada mixing basin 44
Gambar 3.23 Pulsator 44
Gambar 3.24 Pulsator yang sedang dikuras 45
Gambar 3.25 Dasar Pulsator 45
Gambar 3.26 Ruang Vakum 46
Gambar 3.27 Pipa Utama dari Mixing Basin Menuju Ruang Vakum 46
Gambar 3.28 Sludge Extraction 47
Gambar 3.29 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Extraction 47
Gambar 3.30 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Drain 47
Gambar 3.31 Air bersih untuk flushing dasar pulsator 48
Gambar 3.32 Skema Pulsator IPA Buaran 49
Gambar 3.33 Titik Pembubuhan Intermediate Khlor 50
Gambar 3.34 Pompa Sampel Air Pulsator 50
Gambar 3.35 Lapisan Pasir 50
Gambar 3.36 Nozzle pada dasar bak 51
Gambar 3.37 Bak Filter yang masih beroperasi dengan baik 52
Gambar 3.38 Bak Filter yang sudah mengalami clogging 53
Gambar 3.39 Pompa Sampel Air Filter 53
-
xii
Gambar 3.40 Reservoir Buaran II 54
Gambar 3.41 Pembubuhan Post Khlor pada pipa kuning 54
Gambar 3.42 Titik Pembubuhan Post Lime 55
Gambar 3.43 Pengambilan Sampel Air Minum 55
Gambar 3.44 Pompa Distribusi Buaran I 57
Gambar 3.45 Pompa Transmisi Buaran II 57
Gambar 3.46 Surge Tower Buaran 58
Gambar 3.47 Sludge Basin 60
Gambar 3.48 Waste Basin 61
Gambar 3.49 Lumpur basah;Lumpur mengering;Lumpur sudah diangkut 62
Gambar 4.1 Skema Pulsator 67
Gambar 4.2 Keseinbangan antara Cl2, HOCl, dan OCl- dan
hubungannya dengan nilai pH pada T = 25oC 75
Gambar 4.3 Grafik Khlorinasi dengan breakpoint
(Khlorinasi titik retak) 76
Gambar 5.1 Diagram Kontaminan dalam Air Baku Tahun 2009 79
Gambar 5.2 Grafik Kekeruhan Air Baku Tahun 2009 79
Gambar 5.3 Grafik Amonia Air Baku Tahun 2009 81
Gambar 5.4 Grafik Organik Air Baku Tahun 2009 83
Gambar 5.5 Grafik pH Air baku Tahun 2009 83
Gambar 5.6 Grafik Besi Air Baku Tahun 2009 84
Gambar 5.7 Grafik Mangan Air Baku Tahun 2009 86
Gambar 5.8 Grafik Kekeruhan Air Pulsator Buaran I Tahun 2009 87
Gambar 5.9 Grafik Kekeruhan Air Pulsator Buaran II Tahun 2009 87
Gambar 5.10 Grafik pH Air Pulsator Buaran I Tahun 2009 92
Gambar 5.11 Grafik pH Air Pulsator Buaran II Tahun 2009 92
Gambar 5.12 Grafik Residu Khlor Air Pulsator Buaran I 93
Gambar 5.13 Grafik Residu Khlor Air Pulsator Buaran II 93
Gambar 5.14 Grafik Kekeruhan Air Filter Buaran I Tahun 2009 95
Gambar 5.15 Grafik Kekeruhan Air Filter Buaran II Tahun 2009 95
Gambar 5.16 Grafik pH Air Filter Buaran I Tahun 2009 96
Gambar 5.17 Grafik pH Air Filter Buaran II Tahun 2009 96
-
xiii
Gambar 5.18 Grafik Residu Khlor Air Filter Buaran I 97
Gambar 5.19 Grafik Residu Khlor Air Filter Buaran II 97
Gambar 5.20 Grafik Besi Air Filter Buaran I Tahun 2009 98
Gambar 5.21 Grafik Besi Air Filter Buaran II Tahun 2009 98
Gambar 5.22 Grafik Mangan Air Filter Buaran I Tahun 2009 99
Gambar 5.23 Grafik Mangan Air Filter Buaran II Tahun 2009 99
Gambar 5.24 Grafik Organik Air Filter Buaran I Tahun 2009 100
Gambar 5.25 Grafik Organik Air Filter Buaran II Tahun 2009 100
Gambar 5.26 Grafik Amonia Air Filter Buaran I Tahun 2009 101
Gambar 5.27 Grafik Amonia Air Filter Buaran II Tahun 2009 101
Gambar 5.28 Grafik Kekeruhan Air Minum Buaran I Tahun 2009 102
Gambar 5.29 Grafik Kekeruhan Air Minum Buaran II tahun 2009 102
Gambar 5.30 Grafik pH Air Filter Buaran I Tahun 2009 103
Gambar 5.31 Grafik pH Air Filter Buaran II Tahun 2009 103
Gambar 5.32 Grafik Residu Khlor Air Minum Buaran I Tahun 2009 104
Gambar 5.33 Grafik Residu Khlor Air Minum Buaran II Tahun 2009 104
Gambar 5.34 Grafik Besi Air Minum Buaran I Tahun 2009 105
Gambar 5.35 Grafik Besi Air Minum Buaran II Tahun 2009 105
Gambar 5.36 Grafik Mangan Air Minum Buaran I Tahun 2009 106
Gambar 5.37 Grafik Mangan Air Minum Buaran II Tahun 2009 106
Gambar 5.38 Grafik Amonia Air Minum Buaran I Tahun 2009 107
Gambar 5.39 Grafik Amonia Air Minum Buaran II Tahun 2009 107
Gambar 5.40 Organik Air Minum Buaran I Tahun 2009 108
Gambar 5.41 Organik Air Minum Buaran II Tahun 2009 108
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, air bersih digunakan untuk mandi,
mencuci, memasak, dan kegiatan penting lainnya. Sumber air bersih terbatas
karena banyak sumber yang sudah tercemar. Oleh karena itu, air tersebut harus
diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Sumber air baku yang digunakan Aetra berasal dari Waduk Jatiluhur. Air
tersebut dialirkan ke Jakarta melalui saluran terbuka Kanal Tarum Barat (Kali
Malang). Di sepanjang aliran sungai itu, masyarakat seringkali membuang
sampah di sungai, sehingga air baku tercemar. Setelah sampai di Instalasi
Pengolahan Air (IPA) Aetra Jakarta, air baku tersebut melewati serangkaian
proses pengolahan sampai menjadi air minum yang siap didistribusikan ke
pelanggan.
Untuk memenuhi pasokan air bersih bagi pelanggan, Aetra memproduksi
air dengan standar kualitas air minum. Standar kualitas air minum tersebut dapat
dicapai dengan melakukan proses yang baik terhadap air baku. Proses pengolahan
yang dilakukan terhadap air baku tersebut seharusnya sesuai dengan kualitas air
baku. Dengan semakin meningkatnya pencemaran terhadap air baku, proses yang
dilakukan juga harus ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, evaluasi proses
pengolahan air minum perlu dilakukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan kerja praktek di PT. Aetra Air Jakarta antara lain:
1. Melengkapi pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui perkuliahan
dengan penambahan pengetahuan dan pengalaman praktis di lapangan.
2. Mengetahui kualitas air baku yang digunakan oleh Aetra.
3. Mempelajari proses pengolahan air baku sampai menjadi air minum yang
siap didistribusikan ke pelanggan.
-
2
4. Mempelajari kinerja instalasi pengolahahan air yang ada.
5. Mengetahui kontaminan apa saja yang mempengaruhi operasional
instalasi.
6. Mengetahui kualitas air minum yang dihasilkan oleh Aetra.
1.3 Metodologi
Metodologi pengerjaan laporan ini adalah sebagai berikut:
Studi Literatur.
Pengumpulan data primer melalui dua macam cara, yaitu:
o Interview (wawancara)
Yaitu tanya jawab dengan pegawai atau orang yang
bersangkutan secara lisan.
o Field Research (Metode Observasi)
Yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang
diteliti.
Pengumpulan data sekunder, meliputi gambaran umum perusahaan,
tata letak dan diagram alir proses, dan data kualitas air.
Analisis data, meliputi analisis data kualitas air baku sampai menjadi
air minum.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kerja praktek ini meliputi:
Orientasi, meliputi pengenalan hal-hal umum seperti sejarah PT. Aetra
Air Jakarta dan struktur organisasi.
Studi lapangan, meliputi pengenalan terhadap unit-unit yang ada di
instalasi Buaran, mempelajari diagram alir proses, mempelajari cara
penentuan dosis bahan kimia dan pembubuhannya di lapangan,
mempelajari parameter-parameter apa saja yang diperiksa pada air
proses.
Pembahasan dibatasi pada analisis proses pengolahan air minum,
kualitas air baku, kualitas air proses meliputi air pulsator, air filter, dan
-
3
air minum yang dihasilkan berdasarkan parameter-parameter tertentu
sepanjang tahun 2009.
1.5 Sistematika Pembahasan
BAB I Pendahuluan, meliputi latar belakang, tujuan, metodologi, ruang lingkup,
dan sistematika pembahasan dari pengerjaan laporan kerja praktek.
BAB II Profil Perusahaan, meliputi sejarah singkat PT. Aetra Air Jakarta, definisi,
rasional nama dan logo brand Aetra, latar belakang perubahan brand TPJ menjadi
Aetra, visi, misi, nilai dan subnilai Aetra, struktur organisasi, dan sarana bangunan
pendukung instalasi produksi Buaran.
BAB III Proses Pengolahan Air Bersih IPA Buaran, meliputi air baku, diagram
alir IPA Buaran, intake, mixing basin, pulsator, rapid sand filter, ground
reservoir, pompa, waste basin, dan sludge drying bed.
BAB IV Tinjauan Pustaka, meliputi uraian yang didapatkan dari literatur.
BAB V Analisis dan Pembahasan, meliputi evaluasi proses pengolahan air minum
yang mengkaji kualitas air baku, air pulsator, air filter, dan air minum berdasarkan
parameter-parameter tertentu sepanjang tahun 2009.
BAB VI Penutup, mencakup kesimpulan yang didapat dan saran-saran yang
diusulkan sehubungan dengan proses pengolahan air minum.
-
4
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Singkat PT. Aetra Air Jakarta
Pada awalnya, Aetra adalah Thames PAM Jaya (TPJ), perusahaan yang
berada di bawah RWE Thames Water yang berpusat di Inggris. TPJ
menandatangani 25 tahun perjanjian kerja sama dengan PDAM DKI Jakarta
(PAM Jaya) pada bulan Juni 1997, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Februari
1998 untuk mengelola, mengoperasikan, memelihara serta melakukan investasi
guna mengoptimalkan sistem pasokan air bersih bagi warga di wilayah timur DKI
Jakarta yang meliputi: Sebagian wilayah Jakarta Utara, sebagian Jakarta Pusat,
dan seluruh wilayah Jakarta Timur dengan Kali Ciliwung sebagai perbatasan
wilayah operasionalnya. Pada tahun 2007, Acuatico Pte. Ltd. mengambil alih
operasi kerja TPJ, melanjutkan sisa perjanjian Thames Water, dengan nama baru
yaitu Aetra. Melalui visinya, Aetra berupaya untuk selalu meningkatkan
kehidupan masyarakat, setiap saat.
2.2 Definisi, Rasional Nama, dan Logo Aetra
Aetra adalah sebuah brand pengelola dan penyedia air bersih yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas melalui sarana penyediaan air minum
berkualitas dengan pelayanan terbaik. Nama Aetra berasal dari kalimat Bahasa
Indonesia Manajemen Air Timur Jakarta. Nama ini merupakan singkatan
sekaligus inti dari pentingnya keberadaan brand Aetra bagi masyarakat yang
berada di cakupan wilayahnya.
Logo Aetra secara keseluruhan membentuk riak air yang dinamis dan
tersirat bentuk stilasi manusia sebagai perlambangan semangat Aetra yang selalu
ingin mengedepankan kesejahteraan hidup manusia menjadi lebih baik. Hidup
yang lebih baik dapat diwujudkan melalui kerja sama yang baik antara Aetra
dengan target audiensnya. Hal ini disimbolkan dengan dua tangan yang saling
berjabat dan membentuk simbol hati. Paduan warna biru dan jingga menghasilkan
harmonisasi yang memberi nuansa kedewasaan dalam bertindak dan semangat
yang tak pernah padam.
-
5
2.3 Latar Belakang Perubahan Brand TPJ menjadi Aetra
Acuatico Pte. Ltd. sebagai pemegang saham Aetra saat ini memiliki
komitmen kuat untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya. Guna mencapai hal itu,
Acuatico melakukan perubahan pada arah strategi bisnisnya, mengubah nama
brand perusahaan dari TPJ menjadi Aetra, serta menetapkan secara jelas lingkup
bisnisnya. Adapun tujuan khusus dilakukannya perubahan tersebut adalah untuk
menyatukan, memotivasi, dan memberi inspirasi kepada seluruh jajaran karyawan
Aetra dalam berkomunikasi dengan pelanggannya demi meningkatkan kualitas
hidup para pelanggan dan masyarakat secara umum.
2.4 Visi, Misi, Nilai dan Sub Nilai PT. Aetra Air Jakarta
Visi Aetra adalah meningkatkan kehidupan masyarakat setiap saat.
Adapun penjabaran visi Aetra dalam perspektif bisnisnya adalah menjadi
perusahaan pengelola dan penyedia air bersih yang dikelola secara profesional,
menguntungkan, dan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada para
pelanggannya.
Misi Aetra adalah secara konsisten menyediakan pelayanan yang terbaik
dengan melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam segala hal yang
dilakukan. Misi Aetra merupakan bentuk komitmen untuk selalu berupaya
meningkatkan standar kualitas Aetra dalam menyediakan dan memberikan
pelayanan air bersih, melindungi komunitas, dan lingkungan demi meningkatkan
kesejahteraan hidup rekan, pelanggan, dan masyarakat menjadi lebih baik.
Aetra memiliki filosofi dan semangat tunggal untuk meningkatkan
kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, semua orang di dalam
perusahaan terikat dan wajib untuk berkomitmen teguh kepada usaha yang
berkesinambungan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat melalui
penyediaan dan pengelolaan air bersih dan berkualitas setiap harinya, demi masa
depan yang lebih baik. Komitmen itu terwujud dalam tata perilaku, ekspresi, dan
cara berkomunikasi terhadap audiensnya (rekan, pelanggan, dan masyarakat).
-
6
Nilai-nilai Aetra yaitu:
1. Orientasi terhadap Pelanggan
Dalam melaksanakan pekerjaan diwujudkan melalui perilaku yang
mencerminkan sikap:
a. Andal
b. Responsif
c. Jujur
d. Bisa dipercaya
Semua individu dalam perusahaan harus menjadi lebih andal dan
responsif dalam menanggapi setiap keluhan dan/atau hal lain yang
berkaitan dengan peningkatan pelayanan terhadap pelanggan, serta
mengutamakan kejujuran agar mendapat kepercayaan, kemudian
menjaganya.
2. Profesionalisme
Sikap profesionalisme tercermin dalam sub nilai:
a. Memiliki integritas
b. Meningkatkan keahlian
c. Mengutamakan kualitas
d. Kerja sama dalam tim
Untuk dapat meningkatkan kehidupan pelanggan dan masyarakat
setiap saat, semua individu dalam perusahaan perlu memiliki integritas
terhadap pekerjaannya, berkesinambungan meningkatkan keahliannya,
mengutamakan kualitas hasil kerja yang maksimal, serta mampu
bekerja sama dalam tim.
3. Respek terhadap Komunitas dan Lingkungan
Perilaku respek tersebut dijabarkan dalam sikap:
a. Peduli
b. Berkesinambungan
c. Progresif
d. Proaktif
Semua individu dalam perusahaan secara berkesinambungan perlu
mengembangkan sikap peduli terhadap rekan, pelanggan, masyarakat umum dan
-
7
lingkungan, serta bersikap progresif dan proaktif untuk menjaga keberlangsungan
lingkungan sekitar demi meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
2.5 Struktur Organisasi PT. Aetra Air Jakarta
2.5.1 Board of Director (BOD)
Board of Director PT. Aetra Air Jakarta terdiri dari President Director,
Operation Director, Finance Director, dan Business Services Director. Board of
Director merupakan suatu tim direksi PT. Aetra Air Jakarta.
2.5.2 Operation Director
Operation Director membawahi Production & Trunk Main Senior
Manager, Customer Management Senior Manager, Project Management Group
Senior Manager.
2.5.3 Production Trunk Main
Production Trunk Main dipimpin oleh seorang Senior Manager.
Production & Trunk Main (PTM) Senior Manager bertugas memastikan
tercapainya target harga pokok air yang efisien, dengan kualitas, kuantitas dan
kontinuitas melalui pengelolaan proses produksi air dan melalui jalur pipa
utama ( Trunk Main ) secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan guna
mendukung pencapaian target penjualan air berdasarkan rencana tahunan
perusahaan yang ditetapkan. Production & Trunk Main (PTM) Senior Manager
memiliki fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya
yaitu 2 Water Treatment Plant Manager, Production & TM Planning &
Controlling Manager , Trunk Main Manager, dan Maintenance Manager.
2.5.4 IPA Buaran
IPA Buaran dipimpin oleh seorang manager yang membawahi tiga
supervisor yaitu Production Operation Supervisor, Routine Maintenance
Supervisor, dan Production Support Supervisor. Para Supervisor tersebut
membawahi para leader. Selanjutnya, para leader membawahi para operator shift
dan operator nonshift.
-
8
Seorang Manager IPA Buaran bertugas memastikan tercapainya target
produksi air baik dari segi kualitas, kapasitas dan kontinyuitas dengan
pengoperasian IPA secara efektif dan efisien, sebagaimana yang telah ditetapkan
melalui pengelolaan fungsi pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai
dengan strategi perusahaan guna mendukung pencapaian target produksi dan
Trunk Main Group berdasarkan target perusahaan. Manager IPA Buaran ini
didampingi oleh seorang Administration Staff yang bertugas memastikan
tersedianya kebutuhan fungsi administrasi kegiatan WTP Department sesuai
ketentuan, system dan prosedur melalui kegiatan administrasi, dokumentasi, untuk
mendukung kelancaran operasional WTP Department berdasarkan Standard
Operating Procedure (SOP) yang berlaku.
Seorang Production Operation Supervisor bertugas memastikan
tercapainya target pengoperasian Water Treatment Plant yang efektif dan efisien
yang menghasilkan produksi air yang memenuhi standar kualitas, kapasitas dan
kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan ,melalui pengelolaan fungsi
pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan
guna mendukung pencapaian target Water Treatment Plant berdasarkan target
perusahaan. Production Operation Supervisor membawahi 8 leader yang terdiri
dari 4 Operation Leader dan 4 Lab Process Leader.
Seorang Routine Maintenance Supervisor bertugas Memastikan
tercapainya target perawatan rutin di Water Treatment Plant yang efektif dan
efisien yang dapat menunjang kelangsungan proses produksi air yang memenuhi
standar kualitas, kapasitas dan kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan
,melalui pengelolaan fungsi pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai
dengan strategi perusahaan guna mendukung pencapaian target Water Treatment
Plant berdasarkan target perusahaan. Routine Maintenance Supervisor memiliki
fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu ME
Routine Maintenance Leader dan Unit Process Routine Maintenance Leader.
Seorang Production Support Supervisor bertugas memastikan tercapainya
target persiapan bahan kimia, peralatan dan unsur penunjang lainnya pada
kegiatan produksi air minum di Water Treatment Plant yang efektif dan efisien,
untuk dapat menunjang kelangsungan proses produksi air yang memenuhi standar
-
9
kualitas, kapasitas dan kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan ,melalui
pengelolaan fungsi penyiapan secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan
guna mendukung pencapaian target Water Treatment Plant berdasarkan target
perusahaan. Production Support Supervisor memiliki fungsi yang secara
struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu Equipment Leader dan
Raw Material Preparation Leader.
2.5.5 Production Trunk Main Planning & Monitoring (PTM PM)
PTM PM dipimpin oleh seorang manager. PTM Planning & Monitoring
Manager bertugas memastikan tercapainya target dari aktivitas Planning,
Controlling dan Monitoring di PTM Group terlaksana dengan baik melalui
pengelolaan fungsi Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Monitoring, Post
Project Review dan Registrasi Asset secara optimum sesuai dengan strategi
perusahaan guna mendukung pencapaian target PTM Group berdasarkan target
perusahaan. PTM Planning & Monitoring Manager memiliki fungsi yang secara
struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu Production & TM
Planning Supervisor, Production & Network Controlling Supervisor dan WQ
Laboratory Supervisor.
Seorang PTM Planning Supervisor bertugas memastikan tercapainya
target Perencanaan Operasi Produksi & Trunk Main, serta perencanaan biaya
pelaksanaan perbaikan , perawatan dan rehabilitasi (OPEX) , dan pelaporan di
PTM Group yang efektif dan efisien , serta menghasilkan produk yang memenuhi
standar kualitas sebagaimana yang telah ditetapkan ,melalui pengelolaan fungsi
perencanaan secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan guna mendukung
pencapaian target PTM Planning & Monitoring Department berdasarkan target
PTM Group. Production & TM Planning Supervisor memiliki fungsi yang secara
struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu Production Analyst, GIS
Operator, TM Quantity Estimation Officer, PTM Reporting Analyst.
Seorang Production & Network Controlling Supervisor bertugas
memastikan tercapainya pelaksanaan pemantauan operasi produksi air minum
melalui pematauan Water Quality, WTP Output, pressure & flow, dan
performansi Trunk Main sesuai dengan SOP yang berlaku guna mendukung
-
10
pencapaian target Production TM Planning & Monitoring Department.
Production & Network Controlling Supervisor memiliki fungsi yang secara
struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu WQ Monitoring Leader,
Pressure & Flow Measurement Leader, TM Performance Analyst.
Seorang WQ Laboratory Supervisor bertugas memastikan tercapainya
target pemeriksaan kualitas air baku dan air minum secara efektif dan efisien
yang menghasilkan data yang memenuhi standar kualitas sebagaimana yang telah
ditetapkan ,melalui pengelolaan fungsi laboratorium secara optimum sesuai
dengan strategi perusahaan guna mendukung pencapaian target PTM Group
yang disesuaikan dengan target perusahaan. WQ Laboratory Supervisor
memiliki fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya
yaitu Lab Analyst dan Reagent Lab Equipment Officer.
-
11
Board of Director PT. Aetra Air Jakarta
Gambar 2.1 Struktur Board of Director PT. Aetra Air Jakarta
-
12
Organization Chart Level 1
Gambar 2.2 Struktur Operation Director
-
13
Organization Chart Operation Directorate
(Production & Trunk Main Group)
Gambar 2.3 Struktur Production & Trunk Main
-
14
Gambar 2.4 Struktur Organisasi IPA Buaran
-
15
Gambar 2.5 Struktur Organisasi PTM PM
-
16
2.6 Sarana Bangunan Pendukung Instalasi Produksi Buaran
Instalasi Buaran dilengkapi dengan bangunan pendukung. Tujuan
dibangunnya bangunan-bangunan pendukung di IPA Buaran adalah untuk
membantu pemrosesan air minum dan pendistribusian air bersih.
Gambar 2.6 Site Plant IPA Buaran
-
17
2.6.1 Stasiun Pompa Distribusi
Stasiun pompa distribusi adalah suatu bangunan yang dilengkapi dengan
pemasangan pompa-pompa distribusi untuk memompakan air bersih dari reservoir
ke pipa distribusi menuju para konsumen dengan kapasitas pemompaan sebesar
5000 l/detik atau 432.000 m3/hari.
2.6.2 Bangunan Operasi
Bangunan operasi adalah bangunan yang dibuat di tengah-tengah lokasi
instalasi Buaran dan merupakan pusat pengendali dari seluruh operasi Instalasi
Buaran yang terdiri dari:
- Lantai Basement, tempat pemasangan kabel-kabel, pemasangan pipa-
pipa dan pasageway.
- Lantai Dasar, dipergunakan untuk fasilitas Laboratorium Kimia dan
bacteriologi serta ruang administrasi perkantoran.
- Lantai Atas, dipergunakan untuk ruang analisa kualitas laboratorium
dari air yang diolah dan ruangan kegiatan administrasi perkantoran.
Gambar 2.7 Gedung Operasional Buaran
2.6.2.1 Laboratorium Kimia dan Bakteriologi
Laboratorium Kimia dan Bakteriologi merupakan laboratorium tempat
pemeriksaan parameter lengkap untuk air baku dan air minum.
Gambar 2.8 Laboratorium Kualitas
-
18
TARGET OPERS.
NO. PARAMETER SATUAN
SK.GUB.DKI
582/1995 BUARAN
1 TURBIDITY Skala NTU 100 1750
2 TEMPERATURE oC Suhu air normal Suhu air normal
3 COLOUR Skala TCU 100 150
4 CONDUCTIVITY mhos/cm 500 500
5
JUML. ZAT PADAT TERLARUT
(TDS) mg/l 500 500
6 SUSPENDED SOLID mg/l 100 1750
7 AIR RAKSA (MERCURY) mg/l 0,001 0,001
8 AMONIA mg/l 1,0 2,0
9 ARSENIC mg/l 0,05 0,05
10 BARIUM mg/l 1,0 1,0
11 BESI (IRON) mg/l 2,0 10,0
12 CADMIUM mg/l 0,01 0,01
13 CHROMIUM 6+ mg/l 0,05 0,05
14 MANGANESE mg/l 0,5 0,5
15 NITRATE-N mg/l 10 10
16 NITRITE-N mg/l 1,0 1,0
17 pH mg/l 6.5 - 8.5 6.5 - 8.5
18 SELENIUM mg/l 0,01 0,01
19 SENG (ZINC) mg/l 1,0 1,0
20 SULPHATE mg/l 100 400
21 SULPHIDE mg/l 0,1 0,1
22 TEMBAGA (COPPER) mg/l 0,1 0,1
23 ALDRIN & DIELDRIN g/l 0,017 0,017
24 KHLORDANE g/l 0,003 0,003
25 DDT g/l 0,042 0,042
26 1,2 Dikhloroethana g/l 0,001 0,001
27 Pentakhlorofenol g/l 0,05 0,05
28 HEPTAKHLOR & HEPTHAKHLOREPOXIED g/l 0,018 0,018
29 KHLOROFORM CARBON EXTRACT g/l 0,5 0,5
30 GAMMA-HCH (LINDANE) g/l 0,056 0,056
31 BENZENE g/l Nihil Nihil
32 METHOXYKHLOR g/l 0,035 0,035
33 SURFACTANT (BLUE METHILENT) mg/l 1 1
34 ORGANIC MATTER mg/l 15 15
-
19
35 BOD mg/l 10 10
36 COD mg/l 20 20
37 TOTAL COLIFORM ( x 103 ) no/100 ml 10 10
38 E. COLI ( x 103 ) no/100 ml 2 2
39 ACTIVITY ALPHA Bq/l - -
40 ACTIVITY BETA Bq/l - -
Tabel 2.1 Parameter Pemeriksaan Air Baku
Untuk air baku, parameter yang dianalisis setiap hari adalah daya hantar
listrik, amonia, besi, mangan, kandungan organik, total coliform, E. Coli.
Parameter yang dianalisis setiap minggu adalah total hardness, nitrit, nitrat, sulfat,
SS, TDS, BOD, COD. Parameter yang dianalisis setiap bulan adalah air raksa,
arsenik, barium, kadmium, kromium 6+, selenium, seng, sulfat, sulfida,
surfactant, tembaga. Parameter yang diperiksa setiap 6 jam adalah kekeruhan, pH,
temperatur, warna. Parameter lainnya diperiksa setiap 3 bulan.
FREKUENSI STANDARD AIR
PENGAMBILAN PARAMETER SATUAN MINUM PERMENKES*
SAMPLE 907/MENKES/SK/VII/2002
6 JAM TASTE - TIDAK BERASA
ODOUR - TIDAK BERBAU
TURBIDITY
SKALA
NTU 5
PH - 6.5-8.5
TEMPERATURE oC SUHU UDARA +/-3 oC
COLOUR skala tcu 15
FREE KHLORINE mg/l 0.6-1.0
24 JAM BESI (IRON) mg/l 0,3
CONDUCTIVITY umhos/cm -
AMONIA mg/l 1,5
ALUMINIUM mg/l 0,2
E. COLI no/100 ml 0
TOTAL COLIFORM no/100 ml 0
1 MINGGU T.HARDNESS mg/l 500
MANGANESE mg/l 0,1
NITRITE-NO2 mg/l 3
NITRATE-NO3 mg/l 50
ORGANIC MATTER mg/l 10
CALCIUM mg/l -
-
20
TDS mg/l 1000
1 BULAN AIR RAKSA (MERCURY) mg/l 0,001
ARSENIC mg/l 0,01
BARIUM mg/l 0,7
CADMIUM mg/l 0,003
KHLORIDE mg/l 250
CHROMIUM,6+ mg/l 0,05
CYANIDE mg/l 0,07
FLUORIDE mg/l 1,5
SELENIUM mg/l 0,01
SENG (ZINC) mg/l 3
SODIUM mg/l 200
SULPHATE mg/l 250
SULPHIDE mg/l 0,05
SURFACTANT (DETERGENT) mg/l -
TEMBAGA (COPPER) mg/l 1
3 BULAN ALDRIN & DIELDRIN g/l 0,03
BENZENE g/l 10
KHLORDANE g/l 0,2
KHLOROFORM g/l 200
DDT g/l 2
1,2- DIKHLOROETHANE g/l 30
HEPTAKHLOR &
HEPTHAKHLOREPOXIED g/l 0,03
GAMMA-HCH (LINDANE) g/l 2
METHOXYKHLOR g/l 20
PENTAKHLOROPHENOL g/l 9
ACTIVITY ALPHA Bq/l 0,1
ACTIVITY BETA Bq/l 1,0
Tabel 2.2 Parameter Pemeriksaan Air Minum
2.6.2.2 Laboratorium Proses
Laboratorium Proses dilengkapi dengan keran air yang berasal dari air
baku, air pulsator Buaran I dan II, air filter Buaran I dan II, air minum Buaran I
dan II. Pemeriksaan yang dilakukan setiap jam adalah kekeruhan air, sisa khlor,
dan pH. Selain itu, pada laboratorium proses ini dilakukan penentuan dosis bahan
kimia koagulan yang akan dibubuhkan melalui jar test.
Setelah didapat dosis bahan kimia yang tepat melalui jar test, ditentukan
dosis pembubuhan. Umumnya, dosis hasil jar test tidak tepat sama dengan dosis
-
21
pembubuhan pada instalasi karena keadaan lapangan yang tidak tepat sama
dengan skala laboratorium. Biasanya dosis bahan kimia pembubuhan di lapangan
lebih besar dari hasil jar test. Setelah ditentukan dosis bahan kimia dalam ppm,
ditentukan pembubuhannya dalam liter/menit berdasarkan debit air baku yang
masuk dalam m3/jam dan berat jenis bahan kimia. Setelah mendapatkan besarnya
pembubuhan dalam liter/menit, besarnya pembubuhan tersebut dimasukkan ke
dalam persamaan pompa bahan kimia yang sedang digunakan sehingga didapat
stroke pompa dalam persen (%). Pompa bahan kimia yang digunakan kemudian
diatur stroke pompanya berdasarkan hasil perhitungan.
Gambar 2.9 Laboratorium Proses
Berdasarkan pengukuran residu khlor setiap jam pada air pulsator, air
filter, dan air minum maka dapat diketahui besarnya khlor yang ditambahkan pada
pre, inter, post khlorinasi agar residu khlor pada air minum tetap memenuhi
standar yaitu sebesar 0,6-1,0 mg/l untuk Buaran I dan 0,3-0,4 mg/l untuk Buaran
II. Setelah ditentukan dosis khlorin dalam ppm pada pre, inter, dan post khlorinasi
masing-masing untuk Buaran I dan Buaran II, ditentukan pemakaian khlor dalam
kg/24 jam. Khlorinator pada bangunan khlor kemudian diatur besarnya pemakain
khlor dalam kg/24 jam berdasarkan hasil perhitungan.
2.6.3 Bangunan Alum
Bangunan alum adalah suatu bangunan gudang tempat penyimpanan dan
pemrosesan pembubuhan Aluminium Sulfat dan pembubuhan Polymer ke sistem
proses pengolahan. Setelah dosis pembubuhan alum ditentukan dan stroke pompa
alum dihitung, dilakukan pengaturan stroke pada pompa alum.
-
22
2.6.4 Bangunan Khlorinasi
Bangunan khlorinasi adalah suatu bangunan gudang tempat penyimpanan
dan pemrosesan pembubuhan gas khlor yang dilengkapi dengan deteksi
kebocoran yang akan memberikan informasi isarat sedini mungkin bila terjadi
kebocoran gas khlor tersebut. Bangunan khlorinasi terdiri dari kontainer,
evaporator, khlorinator, dan ruang netralisasi.
2.6.4.1 Kontainer
Gedung khlor dilengkapi dengan gedung kontainer. Ruangan ini berisi
tabung-tabung yang berisi khlor likuid. Terdapat dua line yaitu line A dan line B.
Masing-masing line memiliki 3 tabung khlor yang terpasang. Satu line bekerja
sedangkan satu line yang lain sebagai cadangan. Line tersebut dilengkapi dengan
timbangan dan pengukur tekanan sehingga dapat segera diketahui jika khlor di
dalam tabung habis. Dalam satu line, tabung khlor yang bekerja satu buah. Jika
tabung tersebut habis maka dipakai tabung kedua, dan seterusnya sampai tabung
ketiga. Jika semua tabung dalam line habis maka dipakai line yang berikutnya.
Gambar 2.10 Kontainer Khlorin
2.6.4.2 Evaporator
Pada evaporator, khlor yang berbentuk likuid diubah menjadi berbentuk
gas dengan pemanasan pada suhu 70-80oC. Sistem evaporasi ada dua yaitu sistem
spiral dengan alat portacel dan sistem plat tabung dengan alat WT. Jika suhu
kurang dari 70oC maka akan terjadi pembekuan khlor. Jika suhu lebih dari 80
oC
akan terjadi pelelehan pipa.
-
23
Gambar 2.11 Evaporator Portacel dan WT
Gambar 2.12 Sistem Spiral pada Evaporator Portacel
2.6.4.3 Khlorinator
Khlorinator merupakan tempat pengaturan dosis pre, intermediate, dan
post khlorinasi. Setelah khlor melalui evaporator, gas yang terbentuk dilewatkan
melalui regulator menuju khlorinator. Regulator berfungsi mengatur tekanan gas
dari evaporator menuju khlorinator. Khlor yang sudah berbentuk gas diatur
dosisnya dalam satuan kg/hari. Setelah diatur dosisnya, khlor yang berbentuk gas
tersebut diinjeksikan dengan air melalui injektor.
Gambar 2.13 Regulator
-
24
Gambar 2.14 Khlorinator untuk Pre, Inter, dan Post Khlorinasi
Gambar 2.15 Injektor
2.6.4.4 Netralisasi
Netralisasi merupakan tempat penyedotan gas khlor jika terjadi kebocoran.
Di masing-masing ruangan dilengkapi dengan lubang-lubang ventilasi yang
tersambung dengan pipa-pipa menuju tabung netralisasi. Blower akan menghisap
udara tersebut. Udara yang mengandung gas khlor yang bocor akan masuk ke
suatu tabung lalu disemprotkan dengan caustic soda secara otomatis. Udara yang
sudah netral kemudian keluar melalui cerobong di bagian atas tabung. Jika terjadi
kebocoran, alarm akan berbunyi.
Gambar 2.16 Netralisasi
Untuk mendeteksi bagian mana yang mengalami kebocoran gas khlor,
digunakan amonia. Petugas harus mengenakan alat pelindung diri lengkap untuk
memasuki ruangan yang mengalami kebocoran. Kemudian, petugas membawa
amonia di dalam botol yang terbuka dan mendekatkannya pada bagian-bagian
pipa. Jika timbul asap di salah satu bagian pipa maka dapat disimpulkan bahwa
bagian pipa tersebut mengalami kebocoran gas khlor.
-
25
2.6.5 Bangunan kapur
Bangunan kapur merupakan bangunan tempat penyimpanan kapur powder
dan lime milk. Untuk kapur powder, terlebih dahulu dicampurkan dengan air di
dalam bak. Setelah itu, kapur powder yang telah tercampur dengan air masuk ke
dalam saturator melalui saluran resirkulasi. Kemudian, masuk ke dalam bak untuk
dicampurkan kembali dengan air sampai menjadi larutan kapur jenuh. Larutan
kapur jenuh tersebut kemudian disalurkan ke pre dan post. Untuk kapur cair atau
lime milk, tidak melalui saturator, tetapi langsung disalurkan melalui pipa.
Gambar 2.17 Tempat Penyimpanan Kapur Powder
Gambar 2.18 Inlet Kapur Powder
Gambar 2.19 Bak Pencampuran Kapur Powder dengan Air
Gambar 2.20 Mixer Kapur
-
26
Gambar 2.21 Saturator
Gambar 2.22 Pompa Kapur
2.6.6 Power Substation dan Power Distribution
Power Substation dan Power Distribution adalah suatu bangunan gardu
tenaga listrik untuk dipergunakan kebutuhan tenaga listrik Instalasi Produksi
Buaran I & Instalasi Produksi Buaran II sebesar 9.800 KVA
- Tenaga listrik yang diperoleh dari PLN sebesar 200.000 KVA, 3 fase
melalui 2 main transformer (1 unit transformer stand by) dan masing-
masing transformer berkapasitas 7.500 KVA.
- Selanjutnya tegangan diturunkan menjadi 3, 15 KVA yang
dipergunakan untuk keperluan pompa distribusi dan keperluan
tegangan yang lebih rendah.
2.6.7 Waste Water Basin
Waste Water Basin adalah suatu bangunan tempat penampungan dan
pembuangan cucian filter (backwash dan surface wash water), dialirkan melalui
pipa berdiameter 1.500 mm. Fungsi dari waste water basin ini adalah untuk
memproses lumpur-lumpur dan air buangan dari backwash dan surface wash
water, dengan maksud agar hasil dari proses pengolahan air buangan/lumpur
-
27
tersebut setelah dibuang di sungai tidak menimbulkan pencemaran pada badan
sungai.
- Pada waste water basin (penampungan air buangan) dilengkapi dengan
pompa-pompa dan pompa darurat yang diselamkan.
- Lumpur-lumpur dari hasil proses dialirkan ke dalam danau sehingga
setelah dibuang ke sungai tidak menimbulkan pencemaran.
2.6.8 Service Building
Service building pada awalnya adalah suatu bangunan sebagai sarana
pelengkap untuk kegiatan lanjutan dari proyek pembangunan Instalasi Produksi
Buaran II. Akan tetapi, bangunan ini sekarang dipergunakan sebagai sarana
kegiatan perkantoran.
2.7 Siklus Hidup Manajemen
Struktur organisasi, sistem manajemen, dan tata kelola perusahaan yang
baik dan benar serta sehat dan juga harus jelas (clear), adil (fair), meningkatkan
motivasi dan terencana merupakan kunci pembentukan kompetensi, pola pikir,
pola perusahaan, dan pola perilaku unggul karyawan. Oleh karena itu, perusahaan
harus memiliki kebijakan, strategi, SOP (Standard Operation Procedure),
instruksi kerja dan panduan perilaku agar mereka bisa berinteraksi dan berperilaku
kepada sesama karyawan atau pelanggan dan juga adanya KPI (Key Performance
Indicator) untuk semua level karyawan.
Manajemen pun terus berusaha menyempurnakan proses perubahan dalam
organisasi Aetra dengan merumuskan sejumlah konsep kebijakan dan strategi
yang menyangkut organisasi; rekrutmen, seleksi dan penempatan; sistem
pelatihan dan pengembangan; dan hubungan industrial.
Pada sisi organisasi, manajemen Aetra menggariskan kebijakan antara lain
kepatuhan perundang-undangan, manajemen SDM berbasis kompetensi dan
jumlah lapis tidak lebih dari enam. Setiap jabatan struktural memiliki rentang
kendali minimal 2 dan maksimal 6 (baik struktural maupun fungsional). Semua
karyawan juga harus memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai perusahaan.
Kemudian, digariskan pula strategi, di antaranya model organisasi divisional-
fungsional, Supporting Business Unit (SBU) dan melakukan survei opini
-
28
karyawan sekali dalam setahun. Survei opini karyawan ini perlu dilakukan guna
mengukur kepuasan kerja karyawan maupun manajemen dalam melakukan tugas
sehari-hari. Sehingga, apabila terjadi ketidakpuasan, diharapkan manajemen
mencari solusi untuk memperbaikinya.
Pada sisi rekrutmen, seleksi, dan penempatan, manajemen Aetra
memformulasikan kebijakan di antaranya penerimaan calon karyawan baru dan
penempatan karyawan harus mengacu kepada kesesuaian dengan persyaratan
jabatan yang telah ditetapkan dalam uraian jabatan (distinct job profile). Setiap
karyawan wajib menjalankan penugasan yang telah diberikan oleh perusahaan,
dan perusahaan memberikan kesempatan yang sama kepada karyawan untuk
mengikuti proses seleksi dan penempatan. Adapun strategi yang ditempuh antara
lain berupa jalur rekrutmen internal dan rekrutmen eksternal. Untuk rekrutmen
eksternal dilakukan melalui head hunting, media massa, media online, dan
outsourcing.
Pada sisi pelatihan dan pengembangan, kebijakan yang digariskan Aetra
antara lain berupa kegiatan training yang dikelola oleh Human Capital Group.
Karyawan wajib mengikuti pelatihan mandatory, karyawan baru wajib mengikuti
orientasi perusahaan, dan karyawan yang akan memasuki masa pensiun
memperoleh pembekalan training masa persiapan pensiun. Sedangkan strategi
yang ditempuh di antaranya berupa class room training, on the job training,
assignment, E-learning, Coaching & Counseling, Pelatihan Berjenjang, Training
Pemenuhan Gap Kompetensi, dan Training untuk Pengembangan Karir.
Pada sisi hubungan industrial, manajemen Aetra menggariskan kebijakan
bahwa setiap line manager berkewajiban melakukan tindakan penegakan disiplin
dengan mekanisme pemberian teguran lisan disertai bukti peneguran, pemberian
Surat Peringatan (SP). SP-1 dan SP-2 harus dilaksanakan secara tepat waktu dan
tepat sasaran. Setiap karyawan yang telah memperoleh SP-2 dan masih
melakukan pelanggaran yang sama akan diberikan SP-3, atau mereka yang
melakukan pelanggaran lain yang memenuhi persyaratan pelanggaran berat, dapat
langsung diberikan SP-3 (pemecatan) oleh Human Capital Group.
Dengan semangat untuk terus menumbuhkembangkan profesionalisme
hingga unit-unit terkecil, tata kelola Aetra didasarkan pada pengelolaan
-
29
perusahaan yang sehat sesuai prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG). Prinsipnya, setiap langkah serta proses penetapan kebijakan dan
keputusan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. GCG
merupakan tata kelola perusahaan yang tercermin dari adanya transparansi
(transparancy), tanggung jawab (responsibility), kemandirian (independent),
akuntabilitas (accountability), dan keadilan (fairness).
Bagi Aetra, GCG adalah syarat higienis dari lingkungan kerja dan
mengarahkan manajemen perusahaan agar tidak salah urus (mismanagement).
Dengan GCG, corporate culture akan terimplementasi dengan baik. GCG yang
berjalan selaras dengan budaya perusahaan, akan menciptakan kondisi saling
membantu dan saling memiliki persepsi yang sama. Dengan persepsi yang sama,
pola pikir (mind set) yang sama, tentu akan menjadi lebih mudah untuk
mewujudkan visi dan misi perusahaan.
Gambar 2.23 Siklus Hidup Manajemen
-
30
BAB III
PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM IPA BUARAN
3.1 Air Baku
Instalasi Pengolahan Air Buaran didesain pada tahun 1987 untuk tingkat
kekeruhan air baku sampai 1000 NTU. Panduan pengoperasian instalasi yang
diberikan oleh Degremont menyatakan bahwa IPA Buaran dapat mengolah
kekeruhan air baku di atas 2500 NTU hanya selama 2 jam saja.
Gambar 3.1 Skema Aliran Air Baku
Gambar 3.2 Waduk Ir. H. Djuanda (Jatiluhur)
Aetra menggunakan sumber air baku yang berasal dari Waduk Jatiluhur
yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II (PJT II), yang dialirkan ke Jakarta melalui
saluran terbuka Kanal Tarum Barat (Kali Malang). Aetra harus membayar
-
31
sejumlah uang kepada pihak PJT II sesuai dengan besarnya pengambilan air baku
yang tercatat dalam flowmeter. Pihak Aetra dan pihak PJT II harus selalu
berkoordinasi dalam pengambilan air baku ini agar tuntutan kuantitas, kualitas,
dan kontinuitas dapat terpenuhi.
Air baku dari bendungan Jatiluhur mengalir melalui sungai dan pintu-pintu
air menuju Instalasi Pengolahan Air (IPA) Aetra di Buaran, Kalimalang, Jakarta,
dan selanjutnya mengalir ke Instalasi Pengolahan Air di Pulo Gadung. Sebelum
sampai di Jakarta, air baku tersebut juga digunakan terlebih dahulu untuk irigasi
persawahan. Di sepanjang aliran sungai itu, masyarakat seringkali membuang
sampah di sungai, sehingga air baku tercemar.
Instalasi Buaran adalah tempat penyadapan air pertama sepanjang Kanal
Tarum Barat dan air langsung masuk ke dalam proses pengolahan air secara
gravitasi. Hal ini menambah seriusnya masalah kekeruhan air baku yang ada.
Masalah akan bertambah berat ketika curah hujan cukup tinggi di daerah
penampungan air hujan bagian hulu kanal.
Tingkat kekeruhan di Kanal Tarum Barat dewasa ini sangat tinggi dan
sangat berfluktuasi karena pengaruh Kali Bekasi, Kali Cikarang, dan Kali Cibeet.
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat yang tersuspensi (tidak larut dalam
air). Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air Kanal Tarum Barat pada tahun
2009 menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan mulai dari 10 sampai dengan 15640
NTU dengan rata-ratanya sebesar 278 NTU. Kualitas air baku tersebut di luar
kendali Aetra, karenanya Aetra harus membuat tindakan atau prosedur standar
untuk menjaga proses tetap berjalan tanpa gangguan bahkan selama tingkat
kekeruhan yang tinggi.
Air baku yang berasal dari Kanal Tarum Barat mengandung amonia
karena pengaruh adanya pabrik di sepanjang aliran. Selain itu, senyawa amonia
juga bisa berasal dari air limbah domestik atau air limbah kotoran binatang yang
terurai oleh mikroorganisme membentuk senyawa amonia. Berdasarkan hasil
pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa kandungan amonia di dalam air baku tersebut mulai dari 0,037 sampai
dengan 5,13 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 0,43 mg/l.
-
32
Air baku Kanal Tarum Barat juga mengandung organik yang tinggi. Zat
organik ini berasal dari kegiatan alamiah seperti penguraian dedaunan atau dari
kegiatan industri seperti zat organik dari zat warna tekstil. Berdasarkan hasil
pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa kandungan organik di dalam air baku tersebut mulai dari 0,15 sampai
dengan 300,82 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 12,43 mg/l.
Besi di dalam air ada yang terlarut dan tersuspensi. Besi merupakan unsur
yang banyak terdapat di dalam tanah, tetapi hanya sedikit yang terlarut dalam air.
Bentuk besi di dalam air dalam bentuk valensi +2 dan +3, tergantung kepada pH
dan potensial redoks di dalam air. Dalam lingkungan reduktor (potensial elektrode
negatif), besi dalam air dalam bentuk Fe+2
yang larut. Jika potensial redoks di
dalam air naik, maka Fe+2
akan teroksidasi membentuk Fe+3
, yang akan
membentuk Fe(OH)3 yang kelarutannya kecil, akibatnya di dalam air akan
tersuspensi dalam bentuk kekeruhan air, yang berwarna kuning kecoklatan.
Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun
2009 menunjukkan bahwa kandungan besi total di dalam air baku tersebut mulai
dari 0,07 sampai dengan 44,52 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 2,64 mg/l.
Mangan di dalam air ada yang terlarut dan tersuspensi. Berdasarkan hasil
pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa kandungan mangan total di dalam air baku tersebut mulai dari 0 sampai
dengan 6,08 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 0,37 mg/l.
Warna sejati atau true color, yaitu warna di dalam air yang disebabkan
oleh adanya senyawa organik yang larut, seperti pelapukan dedaunan atau ranting
pohon. Kemungkinan zat organik penyebab air berwarna tersebut dapat berupa
senyawa yang toksik, yang dapat membahayakan kesehatan. Untuk proses
disinfeksi dengan pembubuhan khlor ke dalam air yang berwarna, dikhawatirkan
akan terbentuk senyawa trihalometan (khloroform) yang diketahui bersifat
karsinogenik. Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat
pada tahun 2009 menunjukkan bahwa warna sejati di dalam air baku tersebut
mulai dari 4,27 sampai dengan 74,28 TCU dengan rata-ratanya sebesar 16,18
TCU.
-
33
pH merupakan parameter untuk menyatakan suatu keasaman air. Data pH
air baku diperlukan untuk proses pengolahan air, misalnya pengolahan air dengan
proses koagulasi. Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum
Barat pada tahun 2009 menunjukkan bahwa pH di dalam air baku tersebut mulai
dari 6,00 sampai dengan 7,90 dengan rata-ratanya sebesar 6,94.
Daya hantar listrik, atau electric conductivity adalah kemampuan air untuk
menghantar arus listrik. Hal ini disebabkan karena adanya mineral yang terlarut
dalam air yang terionisasi. Adanya ion-ion tersebut di dalam air berkemampuan
untuk menghantarkan arus listrik. Semakin tinggi kemampuan menghantarkan
arus listrik, berarti semakin banyak ion yang ada di dalam air sehingga tujuan dari
pengukuran konduktivitas adalah untuk mengetahui banyak ion-ion yang terlarut
dalam air atau banyak mineral yang terlarut. Berdasarkan hasil pencatatan kualitas
air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan bahwa konduktivitas
di dalam air baku tersebut mulai dari 164 sampai dengan 1775 mhos/cm dengan
rata-ratanya sebesar 288 mhos/cm.
Ion sulfat dalam air merupakan salah satu anion major yang umumnya
terdapat di dalam air alam. Dalam penyediaan air minum, sulfat merupakan
parameter penting, karena dampak dari anion sulfat bersifat laxative yang dapat
mengganggu pencernaan jika dalam konsentrasi berlebih. Berdasarkan hasil
pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa sulfat di dalam air baku tersebut mulai dari 24 sampai dengan 118 mg/l
dengan rata-ratanya sebesar 55 mg/l.
Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada
tahun 2009 menunjukkan bahwa di dalam total coliform air baku tersebut mulai
dari 1000/100ml sampai dengan lebih dari 201000/100ml. Total coliform
merupakan indikator pencemaran suatu badan air karena terdiri dari bakteri E. coli
yang seharusnya ada di saluran pencernaan manusia.
-
34
Parameter Satuan Maks
Turbidity NTU 100
pH
6,5-8,5
Amonia mg/l 1
Organic mg/l 15
Mangan mg/l 0,5
Iron mg/l 2
Color TCU 150
Cond. mhos/cm 500
T.Coli
10000/100 ml
E.Coli
2000/100 ml
Sulfat mg/l 100
Tabel 3.1 Standar Air Baku Berdasarkan S.K. Gub. DKI No. 582 Tahun 1995
Parameter Satuan Maks
Turbidity NTU 1750
pH
6,5-8,5
Amonia mg/l 2
Organic mg/l 15
Mangan mg/l 0,5
Iron mg/l 10
Color TCU 150
Cond. mhos/cm 500
T.Coli
10000/100 ml
E.Coli
2000/100 ml
Sulfat mg/l 400
Tabel 3.2 Standar Air Baku Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS)
3.2 Diagram Alir IPA Buaran
Instalasi Pengolahan Air Buaran berlokasi di sebelah selatan Jl. Inspeksi
Kali Malang berdekatan dengan Kanal Tarum Barat di Timur Jakarta. Instalasi
Pengolahan Air Buaran terdiri dari Instalasi Buaran I dan Instalasi Buaran II.
Fungsi dari instalasi ini adalah untuk mengolah air baku yang diambil dari Kanal
-
35
Tarum Barat melaui serangkaian unit-unit proses yang ada pada diagram alir
proses di atas, mendistribusikan air bersih ke seluruh wilayah Timur Jakarta dan
mentransmisikannya ke Pusat Distribusi Cilincing (PDC). Air bersih dari PDC
didistribusikan ke seluruh wilayah Jakarta Utara.
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses pengolahan Air IPA Buaran
Kapasitas total rata-rata dari Instalasi Buaran adalah 5,0 m3/detik dengan
fasilitas yang memadai untuk mendistribusikan kebutuhan puncak (tertinggi) tiap
jam dari setiap sistem distribusi untuk Wilayah 6 sebesar 2,0 m3/detik dan
menyalurkan kebutuhan maksimum harian dari sistem transmisi ke Pusat
Distribusi Cilincing dengan kapasitas 3,0 m3/detik untuk melayani Wilayah 3.
Gambar 3.4 Daerah Pelayanan
3.3 Intake
Air baku masuk melalui bar screen ke intake secara gravitasi. Intake
dilengkapi dengan saringan kasar dan saringan halus. Pada intake terdapat
pembubuhan pre khlorin, prelime, dan karbon aktif. Intake dilengkapi dengan
valve pengatur debit air baku, emergency valve dan pompa sampel air baku yang
menuju laboratorium.
-
36
Unit bar screen berada di depan Instalasi Pengolahan Air Buaran tepat di
tepi Kanal Tarum Barat atau Kali Malang. Pengoperasian bar screen tidak diatur
oleh Aetra tetapi diatur oleh PJT II. Pemeliharaannya pun diatur oleh PJT II.
Gambar 3.5 Bar Screen
Gambar 3.6 Coarse Screen
Setelah melewati bar screen, air baku melewati coarse screen. Air baku
tersebut terbagi menjadi dua aliran menuju coarse screen Buaran I dan coarse
screen Buaran II. Coarse screen berfungsi menyaring sampah kasar yang terbawa
oleh air baku. Pengoperasian dilakukan secara manual dan otomatis. Coarse
screen dijalankan minimal 1 kali setiap shift sampai bersih. Pada keadaan tertentu
dimana terlihat sampah terkumpul di kanal intake, maka dijalankan tanpa melihat
jadwal. Sampah yang menempel pada screen akan jatuh pada suatu penampungan
kemudian sampah tersebut akan disemprotkan dengan air dari salah satu sisi
sehingga sampah akan menuju suatu keranjang yang berada di ujung
penampungan sampah. Sampah yang berada di dalam keranjang tersebut
selanjutnya dibuang ke tempat sampah.
Setelah melewati coarse screen, air baku melewati fine screen Buaran I
dan fine screen Buaran II sesuai dengan aliran. Fine screen berfungsi menyaring
sampah halus yang terbawa oleh air baku. Coarse screen dioperasikan minimal 2
-
37
kali setiap shift (6 kali sehari). Lamanya operasi tergantung kondisi air baku. Jika
tidak banyak kotoran, biasanya dioperasikan selama 3-5 menit. Sampah yang
menempel pada screen akan jatuh pada suatu penampungan kemudian sampah
tersebut akan disemprotkan dengan air dari salah satu sisi sehingga sampah akan
menuju suatu keranjang yang berada di ujung penampungan sampah. Sampah
yang berada di dalam keranjang tersebut selanjutnya dibuang ke tempat sampah.
Gambar 3.7 Fine Screen
Setelah melewati fine screen, sebagian kecil air baku dialirkan menuju
laboratorium proses melalui pipa dengan bantuan pompa. Sedangkan air baku
yang lain mengalami pembubuhan bahan kimia pertama yaitu karbon aktif, pre
khlor, dan prelime.
Pada intake terjadi pembubuhan karbon aktif jika air baku tercemar berat
yaitu air berwarna, berasa, dan berbau dan biasanya mengandung organik tinggi.
Jika terjadi pembubuhan karbon aktif pada intake, maka pre khlorinasi tidak
dilakukan di intake tetapi di mixing basin. Hal ini bertujuan agar karbon aktif
yang sudah ditambahkan tidak bereaksi dengan khlorin sehingga karbon aktif bisa
bekerja secara efektif menghilangkan rasa dan bau. Karbon aktif yang dibubuhkan
berjenis serbuk. Serbuk karbon aktif tersebut dicampurkan dengan air kemudian
dibubuhkan. Dosis yang dibubuhkan belum terhitung secara pasti.
Gambar 3.8 Pembubuhan Karbon Aktif
-
38
Pada intake, juga terjadi pembubuhan pre khlor. Pembubuhan pre khlorin
yang utama adalah di intake. Akan tetapi, pada keadaan tertentu pembubuhan pre
khlorin dilakukan di mixing basin. Pembubuhan pre khlorin pada mixing basin
dilakukan apabila terjadi gangguan pada pembubuhan pre khlorin di intake atau
terjadi pembubuhan karbon aktif di intake. Dosis pre khlorin yang dibubuhkan
berdasarkan jumlah amonia yang ada di dalam air baku. Untuk amonia < 0,5 mg/l
maka pre khlor yang dibubuhkan sebesar 10 kali kandungan amonia. Untuk
amonia > 0,5 mg/l maka pre khlor yang dibubuhkan sebesar 7 kali kandungan
amonia. Dosis pre khlor yang ditambahkan diatur di gedung khlorin yaitu pada
khlorinator. Dosis pre khlor yang sudah ditentukan kemudian dikalikan dengan
besarnya debit air baku yang masuk sehingga nantinya didapat suatu nilai dalam
satuan kg/hari pre khlor yang dibubuhkan.
Gambar 3.9 Pembubuhan Pre Khlor
Pembubuhan prelime dilakukan di intake. Pembubuhan prelime dilakukan
untuk meningkatkan pH air baku untuk mencapai pH optimum untuk proses
koagulasi. Kisaran pH untuk koagulasi yang terbaik adalah 6,8-7,4. Kesulitan
yang sering dialami dalam pembubuhan prelime adalah terjadinya pengendapan
lime pada saluran sehingga saluran menjadi tersumbat dan pembubuhan tidak
lancar. Pengaturan dosis prelime yang dibubuhkan dilakukan di gedung lime.
Lime yang digunakan bisa berbentuk kapur atau disebut kapur powder dan bentuk
cair atau lime milk. Jika menggunakan kapur powder maka harus dilarutkan
dahulu dengan air. Lime milk dapat lebih cepat menaikkan pH daripada kapur
powder.
Gambar 3.10 Pembubuhan Prelime
-
39
Setelah melewati pembubuhan bahan kimia, air baku melewati emergency
valve. Emergency valve ada dua buah yaitu untuk Buaran I dan Buaran II.
Emergency valve digunakan apabila terjadi pemadaman listrik oleh PLN.
Emergency valve secara otomatis akan menutup saluran masuk air baku jika
terjadi pemadaman listrik dari PLN. Jika tidak ada emergency valve maka air baku
dapat terus masuk secara gravitasi ketika terjadi pemadaman listrik dari PLN. Hal
ini dapat menyebabkan genangan atau luapan air pada unit-unit pengolahan air
selanjutnya karena unit-unit tersebut tidak beroperasi dengan adanya pemadaman
listrik dari PLN.
Pompa sampel air baku berada di tengah emergency valve. Jumlah pompa
sampel air baku adalah dua buah. Pompa tersebut memompakan contoh air yang
akan diperiksa dari lokasi titik sampling ke laboratorium. Titik sampling untuk air
baku berada di titik setelah fine screen dan sebelum pembubuhan pre khlorin,
prelime, dan karbon aktif. Oleh karena itu, air baku yang ada di laboratorium
belum mengandung khlorin, kapur, maupun karbon aktif.
Gambar 3.11 Emergency Valve
Gambar 3.12 Pompa Sampel Air Baku
Setelah melewati emergency valve, air baku melewati valve flowmeter air
baku. Valve flowmeter air baku berfungsi mengukur dan mengontrol aliran air
baku. Valve tersebut juga berfungsi menutup aliran air baku yang masuk jika
terjadi pemadaman listrik dari PLN dan emergency valve mengalami gangguan
-
40
atau tidak bekerja otomatis. Jumlah valve flowmeter air baku ada dua buah,
masing-masing untuk Buaran I dan Buaran II. Valve tersebut akan membuka atau
menutup sesuai permintaan debit yang masuk ke Buaran I atau Buaran II. Valve
ini bisa dijalankan secara otomatis dan manual.
Berdasarkan pencatatan debit air baku yang masuk pada tahun 2009, debit
air baku yang masuk ke Buaran I berkisar antara 290 sampai dengan 101160
m3/jam dengan rata-rata debit yang masuk sebesar 8992 m
3/jam. Debit air baku
yang masuk ke Buaran II berkisar antara 645 sampai dengan 95200 m3/jam
dengan rata-rata debit yang masuk sebesar 8576 m3/jam. Debit air baku yang
masuk tergantung dari debit aliran air baku di Kanal Tarum Barat dan besarnya
bukaan valve air baku.
Gambar 3.13 Valve flowmeter air baku untuk Buaran I
Gambar 3.14 Flowmeter
3.4 Mixing Basin
Mixing basin adalah tempat untuk pengadukan atau pencampuran bahan
kimia (koagulan) dengan air baku agar didapat pencampuran yang merata
(homogen). Tujuan dari zat koagulan adalah untuk mengikat menjadi satu
partikel-partikel halus yang terdapat di dalam air baku, sehingga lebih mudah
untuk dipisahkan melalui proses penjernihan dan penyaringan. Untuk
menggabungkan partikel, pendekatan yang dilakukan adalah mengurangi gaya
-
41
tolak elektrosatis yang membuat partikel koloid stabil dengan penambahan
koagulan yang memiliki muatan berbeda dengan partikel koloid. Pendekatan yang
kedua adalah memperpendek atau menumbukkan partikel yang telah berkurang
muatan elektrostatisnya melalui pengadukan. Terdapat dua tahap koagulasi.
Pertama terjadi di sekitar rapid mixer yang terdiri dari dua buah pengaduk cepat
(mixer), kedua terjadi di terjunan hidraulis.
Jumlah mixing basin ada dua buah yaitu mixing basin Buaran I dan mixing
basin Buaran II. Masing-masing mixing basin mempunyai dua buah mixer. Jenis
impeller yang digunakan pada mixing basin adalah turbine mixer. Setelah air
melewati proses koagulasi tahap pertama, air menuju terjunan hidraulis yaitu
tempat koagulasi II. Masing-masing mixing basin memiliki empat bak pembagi
tempat terjadinya koagulasi II oleh terjunan hidrolis.
Gambar 3.15 Mixing Basin
Gambar 3.16 Mixer
Gambar 3.17 Terjunan Hidrolis
-
42
Koagulan yang digunakan adalah alum cair, PAC, dan Sudflock A 820.
Koagulan pembantu yang digunakan adalah LT7994. Campuran koagulan yang
digunakan tergantung kekeruhan. Jika kekeruhan < 100 NTU, koagulan yang
digunakan adalah alum cair. Jika kekeruhan 100-200 NTU, koagulan yang
digunakan alum cair dan PAC atau alum cair dan LT7994. Jika kekeruhan > 200
NTU, koagulan yang digunakan adalah Sudflock A 820 dan LT7994.
Kekeruhan Air
Baku (NTU)
Dosis (mg/l)
Alum LT7994
12001 170 2,2
Catatan: Jika tingkat kekeruhan kurang dari 100
NTU, dosis koagulan boleh 50 ppm alum saja,
atau dengan alum dan polymer.
Tabel 3.3 Dosis Koagulan di Buaran
Kombinasi koagulan dan koagulan pembantu yang tepat didasari atas
pengujian (jar test) yang dilakukan di laboratorium. Perhitungan dosis alum
dalam liter per menit didapat dengan cara mengalikan dosis alum yang didapat
dari hasil jar test dengan debit air baku yang masuk dalam m3 per jam dan berat
jenis alum kemudian dibagi 60. Stroke pompa didapat dengan memasukkan dosis
alum (Liter/menit) ke dalam persamaan salah satu pompa yang digunakan. Pompa
-
43
alum ada enam buah. Pompa alum tersebut kemudian diatur besar stroke-nya di
ruang alum.
Gambar 3.18 Pembubuhan Koagulan
Gambar 3.19 Tangki beserta pompa Alum
Gambar 3.20 Tangki beserta pompa LT7994
Pada mixing basin juga terjadi pembubuhan pre khlor. Pembubuhan pre
khlor di mixing basin dilakukan jika ada pembubuhan karbon aktif di intake
sehingga tidak ada pembubuhan pre khlor di intake. Selain itu, pembubuhan pre
khlor di mixing basin juga dilakukan jika terjadi gangguan pada pembubuhan pre
khlor di intake. Dosis pre khlorin di mixing basin sama dengan dosis pre khlorin
di intake. Dosis pre khlorin yang dibubuhkan berdasarkan jumlah amonia yang
ada di dalam air baku. Untuk amonia < 0,5 mg/l maka pre khlor yang dibubuhkan
sebesar 10 kali kandungan amonia. Untuk amonia > 0,5 mg/l maka pre khlor yang
dibubuhkan sebesar 7 kali kandungan amonia. Pembubuhan pre khlorin pada
-
44
mixing basin terjadi di bak mixer atau bak tempat koagulasi I. Dosis pre khlor
yang ditambahkan diatur di gedung khlorin yaitu pada khlorinator. Dosis pre
khlor yang sudah ditentukan kemudian dikalikan dengan besarnya debit air baku
yang masuk sehingga nantinya didapat suatu nilai dalam satuan kg/hari pre khlor
yang dibubuhkan.
Gambar 3.21 Tangki beserta pompa PAC
Gambar 3.22 Pembubuhan pre khlor pada mixing basin
3.5 Pulsator
Buaran I dan II masing-masing memiliki empat penjernih jenis pulsator.
Jadi jumlah keseluruhan ada 8 pulsator, yang masing-masing dapat menampung
air sebanyak 1500 m3. Ukuran masing-masing pulsator adalah 23,35 x 42 m,
kedalaman air 4,2 m dan mempunyai kapasitas 2375 m3/jam.
Gambar 3.23 Pulsator
-
45
Pulsator ini terdiri dari tangki berdasar rata, dengan rangkaian pipa
berlubang didasarnya dimana air baku dialirkan untuk memastikan distribusi yang
merata di keseluruhan dasar pulsator. Serangkaian saluran terbuka dengan lubang-
lubang didasarnya, di atas bak, memungkinkan meratanya pengumpulan air yang
sudah agak jernih, sehingga dapat dihindari perbedaan aliran di setiap bagian.
Gambar 3.24 Pulsator yang sedang dikuras
Gambar 3.25 Dasar Pulsator
Pada tahap pengisian, permukaan air dalam ruang hampa udara, naik
secara bertahap. Pada saat mencapai 0,6 sampai 1 meter di atas permukaan air di
pulsator, sebuah relai listrik membuka katup sehingga ruang hampa terhubung
dengan udara terbuka. Dengan demikian, tekanan udara mendesak air yang ada di
dalam ruang hampa dan terdorong ke pulsator. Unit-unit ini biasanya
dikalibrasikan sehingga ruang hampa dapat dikosongkan ke pulsator dalam waktu
10 hingga 20 detik, dimana dibutuhkan waktu 20 hingga 30 detik untuk
mengisinya kembali. Pembukaan dan penutupan katup udara dikendalikan oleh
tinggi permukaan air dalam ruang. Pada akhir saluran yang keluar dari pulsator,
terdapat titik pembubuhan intermediate khlor. Air secara merata didistribusikan
ke filter/saringan.
-
46
Pulsator adalah sebagai tempat terjadinya flokulasi dan sedimentasi.
Flokulasi adalah proses terbentuknya flok akibat dengan adanya pembubuhan
bahan koagulan, dari proses flokulasi tersebut akan dihasilkan gumpalan partikel
lumpur. Sedimentasi adalah proses pengendapan flok-flok yang terjadi secara
gravitasi, proses pengendapan ini terjadi karena berat jenis flok lebih berat dari
berat jenis air.
Aliran Air Baku
(m3/jam)
Jumlah Pulsator yang
beroperasi
Kurang dari 1980 Stop
1980-2970 1
3960-5950 2
5940-8910 3
8910-11880 4
Catatan: Buaran I dan II masing-masing
memiliki empat pulsator
Tabel 3.4 Jumlah Pengoperasian Pulsator
Jika waktu pengosongan pulsator lebih dari 20 detik maka lumpur di
dalam bak hampa udara diperiksa dengan cara membuka katup pembuangan
lumpur bak hampa udara. Lumpur di bak hampa udara harus dibuang secara
periodik. Selain itu, jika waktu pengosongan pulsator lebih dari 20 detik maka
waktu pulsasi diatur.
Gambar 3.26 Ruang Vakum
Gambar 3.27 Pipa Utama dari Mixing Basin Menuju Ruang Vakum
-
47
Masing-masing pulsator memiliki 6 buah sludge extraction dan 6 buah
sludge drain, dan 6 buah bottom flushing. Lumpur yang berada di tengah pulsator
akan masuk ke sludge extraction sedangkan lumpur yang berada di kanan dan kiri
pulsator akan masuk ke sludge drain. Bottom flushing berfungsi untuk mencuci
bagian dasar pulsator sehingga membantu lumpur-lumpur yang melekat di dasar
agar masuk ke dalam sludge drain. Untuk setiap tingkat kekeruhan memiliki
siklus pembuangan lumpur dan siklus pencucian dasar yang berbeda. Pembuangan
lumpur dan pencucian dasar ini akan secara otomatis bekerja menurut perintah
yang diatur pada panel. Semakin tinggi kekeruhan maka semakin sering
pembuangan lumpur terjadi. Akan tetapi, jika kekeruhan sangat tinggi dan lumpur
pada pulsator pun sangat banyak maka valve sludge extraction dan valve sludge
drain dibuka secara manual oleh operator karena frekuensinya lebih sering dan
pembukaan otomatis sudah tidak bisa terpenuhi. Lumpur-lumpur dari pulsator
tersebut akan dialirkan ke waste basin.
Gambar 3.28 Sludge Extraction
Gambar 3.29 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Extraction
Gambar 3.30 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Drain
-
48
Kekeruhan
Air Baku
(NTU)
Siklus Pembuangan Lumpur Siklus Pencucian Dasar
Pembukaan Penutupan Interval Pembukaan Frekuensi
(Detik) (Menit) (Menit) (Detik) (Menit)
5000 30 0,5 3 30 30
Tabel 3.5 Pengoperasian Pulsator di Buaran
Gambar 3.31 Air bersih untuk flushing dasar pulsator
Dalam pengoperasian pulsator, terjadi aliran ke atas yang menyebabkan
terbentuknya selimut lumpur atau sludge blanket. Selimut lumpur terbentuk pada
reaktor aliran ke atas dimana flok yang mempunyai kecepatan mengendap yang
sama dengan kecepatan up-flow (Vup) melayang atau tertahan. Flok yang
melayang tersebut semakin lama semakin banyak sehingga membentuk massa
flok melayang yang disebut sludge blanket atau selimut lumpur. Selimut lumpur
berperilaku seperti porous bed. Aliran melalui selimut lumpur akan kehilangan
tekanan yang juga dapat dimanfaatkan sebagai flokulator.
Lumpur dari zona selimut lumpur tidak boleh terbawa ke filter dan zona
selimut lumpur tidak boleh menghilang. Jika lumpur dari zona selimut lumpur
terbawa ke filter maka dilakukan pemeriksaan terhadap pembuangan lumpur dan
-
49
pencucian dasar pulsator, waktu pulsasi, aliran air ke dalam pulsator, dosis
koagulan. Jika kecepatan aliran ke atas terlalu besar, kecepatan pengendapan
partikel tidak lagi memadai untuk memastikan mengendapnya massa total yang
membentuk kohesi pada selimut lumpur. Jika zona selimut lumpur menghilang
maka dilakukan pemeriksaan pembuangan lumpur dan pencucian dasar pulsator,
pengurangan penggunaan PAC dan peningkatan dosis alum jika diperlukan,
pemeriksaan pulsasi di dalam ruang/bak hampa udara.
Air dari pulsator kemudian masuk ke kanal-kanal kecil yang ada di atas
pulsator melalui lubang-lubang kecil di sisi kanal. Selanjutnya air tersebut akan
mengalir ke filter. Sebelum sampai di filter, terjadi pembubuhan intermediate
khlor. Dosis yang dibubuhkan tergantung besarnya residu khlor yang ada di air
bersih yang diperiksa setiap jamnya. Jika residu khlor di air bersih belum
memenuhi target maka dosis intermediate khlor ditambahkan. Jika residu khlor di
air bersih berlebih maka dosis intermediate khlor dikurangi. Pengaturan dosis
intermediate khlor terjadi di gedung khlor yaitu pada khlorinator atas permintaan
dosis dari laboratorium proses. Dosis intermediate khlor yang sudah ditentukan
kemudian dikalikan dengan besarnya debit air baku yang masuk sehingga
nantinya didapat suatu nilai dalam satuan kg/hari intermediate khlor yang
dibubuhkan.
Gambar 3.32 Skema Pulsator IPA Buaran
Sebagian air pulsator yang telah mengalami pembubuhan intermediate
khlor dialirkan ke laboratorium proses dengan bantuan pompa. Air pulsator yang
-
50
dipompakan yaitu air pulsator Buaran I dan Buaran II. Air pulsator tersebut akan
diperiksa kekeruhan, pH, dan residu khlor setiap jam.
Gambar 3.33 Titik Pembubuhan Intermediate Khlor
Gambar 3.34 Pompa Sampel Air Pulsator
3.6 Rapid Sand Filter
Dari pulsator, air proses yang telah menjalani proses produksi selanjutnya
dialirkan ke dalam bak saringan pasir cepat. Di dalam bak saringan pasir cepat ini,
flok-flok dan zat lainnya yang masih terbawa dalam aliran akan tersaring dan
terikat dalam saringan pasir ini. Bak saringan pasir cepat terdiri dari unsur-unsur:
1. Lapisan pasir dan kerikil dengan ukuran tertentu yang berguna untuk
mengikat lumpur-lumpur halus dan zat-zat yang membahayakan bagi
kesehatan. Pasir diganti secara berkala.
Gambar 3.35 Lapisan Pasir
-
51
2. Nozzle dengan ukuran diameter dan jarak tertentu yang berfungsi
untuk menahan agar lapisan kerikil dan pasir tidak terbawa dalam
aliran. Nozzle ini juga berfungsi untuk memberikan tekanan udara dan
tekanan air yang merata pada saat pencucian saringan pasir
dilaksanakan.
Gambar 3.36 Nozzle pada dasar bak
Pengoperasian filter pada dasarnya dilakukan secara lokal dengan melihat
kondisi aktual dari penyaringan dan pencucian filter. Untuk mengendalikan filter
secara lokal disediakan meja pengendali di setiap filter.
Buaran I dan Buaran II masing-masing memiliki 16 bak filter, jadi total
bak filter yang ada di IPA Buaran adalah 32 bak. Jumlah filter yang harus
dioperasikan didasari oleh aliran produksi. Disain kecepatan aliran adalah 2,75
m3/det, aliran maksimal adalah 3,3 m
3/det (120% dari pengoperasian normal).
Jumlah minimal filter yang harus dioperasikan adalah delapan, agar dapat
menampung air untuk pencucian dengan pompa backwash.
Secara periodik, bak saringan pasir dibersihkan dengan jalan
memompakan udara agar endapan-endapan lumpur dapat teraduk secara merata
kemudian dipompakan air bersih hasil penyaringan dengan pompa backwash agar
endapan lumpur yang telah teraduk dan bercampur dengan air bersih dapat
terbuang dengan jalan melimpaskan melalui bak saringan tersebut menuju bak air
kotor. Setelah bak saringan cukup bersih, pompa backwash dimatikan kemudian
proses produksi dijalankan kembali.
Pada saat backwash, tombol pada meja pengendali dalam posisi draining.
Valve air dari pulsator dan air yang menuju filter ditutup, sedangkan valve
draining dibuka. Valve udara dibuka sehingga udara keluar secara merata melalui
nozzle dan kotoran-kotoran yang menempel pada pasir dan kerikil dapat terangkat.
-
52
Kemudian valve air bersih dibuka sehingga kotoran-kotoran yang sudah terlepas
dapat terbilas dengan air menuju pembuangan.
Umumnya, backwash dilakukan 2 hari sekali. Akan tetapi, frekuensi
backwash tergantung dari kekeruhan air baku, kinerja pulsator, dan polimer yang
digunakan. Jika air baku sangat keruh maka flok yang terbentuk akan sangat
banyak. Kemungkinan besar flok tersebut ada yang tidak terendapkan pada
pulsator sehingga terbawa ke filter. Kotoran-kotoran yang menempel pada pasir
akan bertambah banyak sehingga sangat cepat terjadi clogging yaitu air tidak
dapat tersaring lagi. Selain itu, jika polimer digunakan sebagai bahan pembantu
koagulasi dan dosis yang ditambahkan berlebih maka polimer tersebut akan
melekat pada pasir karena sifat polimer yang sangat lengket sehingga terjadi
clogging. Filter siap untuk dicuci jika:
- Tinggi muka air di tanki elevasi sesuai dengan yang ditetapkan atau
lebih tinggi.
- Permukaan air pada bak air kotor adalah sesuai dengan yang
ditetapkan atau lebih rendah.
- Filter yang beroperasi adalah lebih dari delapan buah.
- Tenaga listrik sudah siap.
Gambar 3.37 Bak Filter yang masih beroperasi dengan baik
Jika tingkat kekeruhan air baku > 4000 NTU, filter harus dicuci setiap 24
jam sekali. Jika tingkat kekeruhan air penyaringan > 1 NTU maka dilakukan
pemeriksaan kehilangan tekanan di setiap filter, waktu terakhir filter
dikuras/dicuci, dan kedalaman pasir pada filter.
Air yang telah melewati saringan pasir cepat kemudian dialirkan melalui
syphon menuju reservoir. Sebagian air filter dari Buaran I dan Buaran II
dipompakan ke laboratorium proses. Air filter tersebut diperiksa kekeruhan, pH,
-
53
dan residu khlor setiap jam. Air filter yang ke laboratorium proses kemudian
dikembalikan ke reservoir.
Gambar 3.38 Bak Filter yang sudah mengalami clogging
Gambar 3.39 Pompa Sampel Air Filter
3.7 Ground Reservoir
Air yang telah disaring masuk ke dalam reservoir air bersih melalui
pipa/saluran air bersih, dimana bahan kimia untuk pengontrolan pH dan disinfeksi
akhir dibubuhkan. Khlor adalah zat disinfektan yang sangat kuat, yang digunakan
untuk membunuh organisme penyebab penyakit di dalam air. Larutan kapur
ditambahkan untuk menaikkan pH air yang mengalir keluar instalasi, karena pipa
distribusi akan rusak bila terkena a