analisis program pemberdayaan ekonomi rumah … · penulis dilahirkan di garut pada tanggal 4 juni...
TRANSCRIPT
ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
RUMAH TANGGA MISKIN: Kasus Program Microfinance
Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat), Kelurahan Loji,
Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat
Oleh:
AHMAD ALAM
I34052692
DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
AHMAD ALAM. ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
RUMAH TANGGA MISKIN: Kasus Program Microfinance Syariah
Berbasis Masyarakat (Misykat), Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat,
Jawa Barat. (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI)
Masalah kemiskinan sekarang ini merupakan salah satu isu penting di
Indonesia, terutama setelah Indonesia dilanda krisis moneter yang terjadi pada
periode tahun 1997-1999. Kemiskinan menjadi isu penting karena akibat
kemiskinan menimbulkan multiplayer efek bagi masalah yang lainnya. Di
Indonesia, sekarang ini tidak hanya pemerintah yang peduli untuk
menanggulanginya, instansi swasta dan LSM memiliki perhatian yang sama.
Salah satu lembaga yang peduli untuk menangulangi kemiskinan adalah lembaga
pengelola zakat. Lembaga zakat tersebut memanfaatkan zakat yang telah
dikeluarkan oleh mereka yang wajib mengeluarkannya (muzakki) untuk
selanjutnya disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahik), salah
satu diantaranya kepada orang miskin termasuk rumah tangga miskin.
Dompet Peduli Ummat Darut Tauhid (DPU DT) Bogor melalui Program
Mikrofinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat) sudah tiga tahun melakukan
proses pembinaan bagi rumah tangga miskin dengan memberikan pendampingan
dan pinjaman modal usaha agar mereka mampu bertahan hidup bahkan dapat
meningkatkan keberdayaan hidup lebih baik. Daerah yang dijadikan lokasi
penelitian adalah daerah Loji yang merupakan salah satu daerah binaan DPU DT.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis pelaksanaan program
Misykat dalam menerapkan prinsip pemberdayaan, 2) Mengidentifikasi tingkat
kemiskinan rumah tangga peserta program dan hubungannya dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat, 3) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan peserta
program Misykat dalam kebijakan LAZNAS DPU DT dan hubungannya dengan
tingkat pelaksanaan program Misykat, 4) Menganalisis tingkat keberdayaan
ekonomi rumah tangga peserta program Misykat dan hubungannya dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
kuantitatif dengan menggunakan teknik sensus dan didukung dengan data
kualitatif dari para informan terpilih. Rumah tangga yang menjadi responden
penelitian ini sebanyak 26 responden yang semuanya perempuan. Penelitian ini
juga menggunakan data sekunder dari DPU DT dan Kelurahan Loji.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program Misykat
dalam menerapkan prinsip pemberdayaan sebagian besar peserta program
memberikan penilaian baik. Hal ini karena pendamping program Misykat
melakukan tahapan dalam pelaksanaan program pemberdayaan yaitu: tahapan
dialog, penemuan dan pengembangan.
Karakteristik rumah tangga peserta program Misykat sebagian besar
tergolong kategori rumah tangga rentan. Hubungan antara tingkat kemiskinan
dengan tingkat pelaksanaan program Misykat tidak memiliki hubungan yang
signifikan, karena baik rumah tangga miskin maupun rentan sama-sama
merasakan manfaat program Misykat, sehingga memberikan penilaian baik
terhadap pelaksanaan program Misykat. Pengetahuan sebagian besar peserta
terhadap Kebijakan LAZNAS DPU DT program Misykat tergolong kategori
sedang. Hal ini dikarenakan sosialisasi program hanya dilakukan pada awal
program sebanyak 1-3 kali yaitu pada tahun 2006 dan ketika ada pergatian
anggota Misykat. Hubungan antara tingkat pengetahuan peserta dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat tidak terdapat hubungan yang signifikan, karena
baik rumah tangga dengan tingkat pengetahuan sedang maupun rendah sama-sama
memberikan penilaian baik terhadap pelaksanaan program Misykat.
Tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga peserta program Misykat
tergolong tinggi, karena rumah tangga peserta program Misykat memiliki akses
dan kontrol terhadap pasar, keuangan mikro, dan aset-aset produksi seperti mesin
produksi. Memiliki kontrol terhadap penggunaan pinjaman dan tabungan yang
mereka hasilkan. Hubungan antara tingkat keberdayaan rumah tangga dengan
tingkat pelaksanaan program Misykat tidak terdapat hubungan yang signifikan.
Hal ini diduga karena adanya faktor-faktor lain yang menghambat selain dari
program pemberdayaan yang dijalankan, yang dapat ditelaah dari dimensi
struktural dan kultural.
Abstract
Poverty is the current problem in Indonesia, especially after financial
crisis in 1997-1999. One of the institution which cares to this problem and wants
to reduce poverty is Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid (DPU DT) Bogor, by its
programme, named Mikrofinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat). This
research is purposed to analyze realization on implementing empowerment
principle and Misykat Programme on increasing economic empowermence of
poor household at Kampung Loji, Kelurahan Loji, Jawa Barat. This research
used Quantitatif Research Method, specifically survey technic and it is supported
by qualitatif data from selected respondent. Primary, a number of respondence
which participate in this research are 26 respondence, and they were women.
Secondary, this research also used data from DPU DT and Kelurahan Loji. The
result of this research shows that Misykat Programe had been implementing
empowerment principle, such as dialogue, invention, and development. The
participant economic empowermence level of the programme is high.
Keywords: Poverty, Misykat, Economic Empowermence of Poor Household.
ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
RUMAH TANGGA MISKIN
Kasus: Program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat
(Misykat), Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat
Oleh:
Ahmad Alam
I34052692
SKRIPSI
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh:
Nama : Ahmad Alam
Nomor Pokok : I34052692
Judul : Analisis Program Pemberdayaan Ekonomi Rumah Tangga
Miskin
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti, MS
NIP. 19610927 198601 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
NIP. 19580827 198303 1 001
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG
BERJUDUL “ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
RUMAH TANGGA MISKIN” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL
KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH
PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN
JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA
BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2009
Ahmad Alam
I34052692
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 4 Juni 1986, dari pasangan
Masduki dan Aisyah. Penulis dibesarkan di sebuah daerah di Garut, tepatnya di
Jl. Jendral A. Yani Timur No: 442, Karangpawitan Garut. Penulis merupakan
anak kelima dari delapan bersaudara, dengan Euis Popon, Ade Wahid, Yeti
Agustini dan Lilis Asmawati sebagai kakak, dan Hani Marliani, Rina Faizah dan
Syifa Nuraeni sebagai adik. Selama 23 tahun, penulis telah menjalani pendidikan
formal pada: MI Al Khoiriyyah Garut (1993-1999), SLTP Negeri 3 Garut (1999-
2002), SMUN Negeri 2 Tarogong (2002-2005), dan Institut Pertanian Bogor,
Tahun 2005-2009.
Sejak SLTP penulis aktif dalam kegiatan sekolah, seperti: pengurus
Pramuka dan OSIS, selain itu penulis merupakan juara umum kelas berturut-turut
selama tiga tahun. Pada tingkat SMU penulis aktif juga di berbagai organisasi
seperti OSIS, ROHIS dan PMR pada tahun (2002-2004). Tahun 2005, penulis
diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Saringan Masuk IPB (USMI) pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).
Sejak mahasiswa Pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) hingga
sekarang penulis aktif di kelembagaann mahasiswa, yaitu Lembaga Dakwah
Kampus (LDK) AL Hurriyyah dan menjabat sebagai Ketua LDK AL Hurriyyah
(2008-2009). Penulis pernah aktif sebagai Kepala Divisi Infokom di Lembaga
Dakwah Fakultas (LDF) FORSIA (2007-pertengahan 2008). Ketua Program
“Pendampingan UKM Kantin Red Corner IPB” (2007), Anggota Himpunan
Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
(HIMASIERA), Anggota “Forum Diskusi Ekologi Manusia (2007- Sekarang),
Anggota Himpunan Mahasiswa Asli Garut “ASGAR MUDA (2008- Sekarang),
Pengurus Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) IPB (2007-2008), dan
Direktur Lembaga Training bernama Inspiring Training Center (2009-sekarang).
Sejak menjadi mahasiswa di IPB penulis pernah menjadi Asisten Dosen
Matakuliah Komunikasi Kelompok (2008), Asisten Dosen Matakuliah Dasar-
dasar Komunikasi pada Departemen SKPM, dan Asisten Dosen Matakuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Tingkat Persiapan Bersama, IPB. Penulis
juga pernah mendapatkan prestasi sebagai Juara 1 Kompetisi Karya Tulis
Mahasiswa (KKTM) bidang Seni, tingkat Nasional dari DEPDIKNAS (2008),
Juara 2 dan 3 Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) bidang pendidikan
tingkat IPB (2008), Pendanaan Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang
Pengembangan Masyarakat dan Kewirausahaan tingkat Nasional dari
DEPDIKNAS (2008), Presenter Bisnis Pria Terbaik dari Departemen Agribisnis,
IPB (2008), Juara 2 Lomba Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) bidang Syarhil
Qur’an, tingkat IPB (2007), Juara 3 Lomba MTQ bidang Fahmil Qur’an tingkat
IPB (2007), Juara 3 besar Lomba MTQ bidang Karya Tulis Qur'an tingkat IPB
(2007).
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT Sang Maha yang tidak terhingga yang
berkat Rahman dan Rahim-Nya lah telah memberikan rahmat-Nya sehingga
skripsi ini bisa diselesaikan. Shalawat serta salam tercurah kepada manusia paling
tawazun di muka bumi ini Rasulullah Muhammad SAW yang berkat jasanyalah
kita dapat merasakan nikmatnya Islam.
Skripsi yang berjudul “Analisis Program Pemberdayaan Ekonomi Rumah
Tangga Miskin” merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. Ir. Titik
Sumarti, MS sebagai dosen yang selalu berkenan dalam memberikan masukan dan
arahan pada penulis dan tak henti-hentinya memotivasi penulis menjadi manusia-
manusia yang bisa mampu mengukir sejarah dengan indah. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran
dalam pembuatan skripsi ini.
Sumbangsih penulis terhadap ilmu pengetahuan akan semakin lengkap
dengan adanya saran dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MS selaku Dosen Pembimbing yang selalu berkenan
dalam memberikan bimbingan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Puji Mulyono, MSi dan Ir. Anna Fatchiya selaku Dosen Penguji
yang telah memberikan saran dan masukan untuk kelancaran proses
penulisan skripsi
3. Keluargaku, Bapak (Bapak Masduki), Mamah (Mamah Aisyah), Kakak
saya (Teh Ai, Aa Ende, Teh Eunyi, dan Teh Lilis), dan Adik saya (Hani,
Rina Syifa) yang telah memberikan doa dan cinta kasihnya selama ini,
memberikan semangat dan dukungan baik secara moral dan fisik tanpa
mengenal lelah, agar bisa menjadi seorang Inspiring People.
4. Rekan-rekan di LDK Al Hurriyyah IPB: Mas Okta, Mba Desi, Hikmah,
Fitri, Vita, Januar, Singgih, Gia, Lina, Darti dan Tim Rapim LDK Al
Hurriyyah 2009 yang telah memberikan doa, inspirasi dan semangat. Juga
kepada rekan-rekan di LDF FORSIA: Jarot, Burhan, Akber, Cuple, Nisa,
Trisun, Dyah, dan Ika Pus. Terima kasih atas semangat dan dukungannya.
5. Saudaraku di Asrama Al Hurriyyah, Anis, Eri, Jawad, Kiki terutama Kindi
(makasih pinjaman laptopnya). Terima kasih atas ukhuwah yang telah
dibangun.
6. Rekan-rekan KPM, terutama Anggi, Morce dan Nunik (teman
seperjuangan). Terima kasih untuk semuanya.
7. Rekan-rekan FEMA, terutama Eka, Esti, Deni, Prama, Novida dan Kiki.
Terimakasih atas masukannya selama mengelola data .
8. Mbak Maria dan Mbak Nisa (Staf Sekretariat KPM) terima kasih atas
informasi-informasi akademik dan keberadaan Dosen Pembimbing.
9. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
skripsi.
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5
1.4 Kegunaan Penelitian.............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7
2.1 Program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat) ........................... 7
2.2 Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin ................................................................. 10
2.3 Kemiskinan. ......................................................................................................... 20
2.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 27
2.5 Hipotesis Uji ......................................................................................................... 30
2.6 Definisi Operasioanl.............................................................................................. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 32
3.1 Strategi Penelitian ................................................................................................ 32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................ 32
3.3 Penentuan Responden dan Informan . .................................................................... 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 33
3.5 Teknik Pengelolaan dan Analisis Data .................................................................. 34
BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN LOJI ........................................... 36
4.1 Sejarah dan Kondisi Geografis ............................................................................. 36
4.2 Kondisi Kependudukan ........................................................................................ 36
4.2.1 Jumlah Penduduk . ...................................................................................... 36
4.2.2 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .................................................... 37
4.2.3 Penduduk Berdasarkan Pendidikan ............................................................. 37
4.3 Sarana dan Prasarana Kesehatan ........................................................................... 38
4.4 Kelembagaan Ekonomi ........................................................................................ 39
Halaman
xii
BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT
DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN .................... . 40
5.1 Tahapan Dialog .................................................................................................... 41
5.2 Tahapan Penemuan .............................................................................................. 43
5.3 Tahapan Pengembangan ....................................................................................... 45
BABVI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT
PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT ................................................................................................. . 48
6.1 Identifikasi Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Peserta Program Misykat ......... 48
6.2 Hubungan Antara Tingkat Kemiskinan dengan Tingkat Pelaksanaan Program
Misykat ................................................................................................................ 51
6.3 Identifikasi Tingkat Pengetahuan Peserta Program Misykat dalam Kebijakan LAZNAS DPU DT ............................................................................................... 52
6.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Pelaksanaan Program
Misykat ................................................................................................................ 53
BAB VII TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT ...................................................... . 56
7.1 Identifikasi Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Miskin Peserta
Program Misykat ............................................................................................... 56
7.2 Hubungan Antara Tingkat Pelaksanaan Program Misykat dengan Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Peserta Program Misykat ....................... 59
BAB VIII PENUTUP ............................................................................................... 62
8.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 62
8.2 Saran .................................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 64
LAMPIRAN ............................................................................................................. 66
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
1 Indikator Keberdayaan (Schuler, Hashemi dan Riley dalam Suharto,2004) ......................................................................................... 16
2 Batas Garis Kemiskinan (Sajogjo dalam Ruli, dkk, 1995) ........................ 23
3 Ukuran dan Kriteria Kemiskinan Menurut BPS, Bappenas dan KPK,
Bogor, 2008 .............................................................................................. 24
4 Jumlah Penduduk Kelurahan Loji Berdasarkan Mata Pencaharian, Maret 2009 .............................................................................................. 37
5 Jumlah Penduduk Kelurahan Loji Berdasarkan Pendidikan, Maret
2009 ... ...................................................................................................... 38
6 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kelurahan Loji, Maret 2009... ................. 38
7 Kelembagaan Ekonomi Kelurahan Loji, Maret 2009... .............................. 39
8 Tingkat Pelaksanaan Program Misykat Berdasarkan Penilaian Peserta Program, Kelurahan Loji, 2009... .............................................................. 40
9 Penilaian Peserta Program Misykat Terhadap Pelaksanaan Program
Pada Tahapan Dialog, Kelurahan Loji, 2009... .......................................... 41
10 Penilaian Peserta Program Misykat Terhadap Pelaksanaan Program Pada Tahapan Penemuan, Kelurahan Loji, 2009... ..................................... 43
11 Penilaian Peserta Program Misykat Terhadap Pelaksanaan Program
Pada Tahapan Pengembangan, Kelurahan Loji, 2009... ............................. 45
12 Jumlah Responden Berdasarkan Karakteristik Rumah Tangga Miskin, Kelurahan Loji, 2009... ............................................................................. 48
13 Karakteristik Rumah Tangga Miskin Menurut BPS Berdasarkan
Penilaian Peserta Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009... ..................... 49
14 Jumlah Responden Berdasarkan Karakteristik Rumah Tangga Miskin dan Pelaksanaan Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009... ...................... 51
15 Jumlah Responden Berdasarkan Pengetahuan Peserta Terhadap
Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009... ................................................ 52
16 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Peserta dan Pelaksanaan Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009................................ 53
17 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Keberdayaan Rumah Tangga
Peserta Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009... .................................... 56
18 Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Peserta Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009 .. ............................................................................. 57
19 Jumlah Responden Berdasarkan Pelaksanaan Program Misykat dan
Tingkat Keberdayaan, Kelurahan Loji, 2009... .......................................... 59
Halaman
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 29
2 Usaha Kripik Pisang milik salah satu rumah tangga peserta program Misykat ................................................................................................... 66
3 Usaha Warung makan jajanan dan sayuran milik salah satu rumah
tangga peserta program Misykat ............................................................. 66
4 Usaha pementalan benang sol milik salah satu rumah tangga peserta program Misykat ..................................................................................... 66
5 Kegiatan pendampingan rutin antara Pendamping dan Ibu-ibu peserta
program Misykat ...................................................................................... 67
Halaman
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Foto Dukumentasi ............................................................................................ 66
2. Hasil Uji Statistik dengan Menggunakan Korelasi Rank Spearman .................. 68
3. Olahan Data SPSS Versi 13.00 ......................................................................... 69
4. Variabel, Definisi Operasinal, indikator dan Skala Pengukuran Data ................. 70
5. Peta Lokasi Penelitian ...................................................................................... 75
Halaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kemiskinan sekarang ini merupakan salah satu isu penting di
Indonesia, terutama setelah Indonesia dilanda krisis moneter yang terjadi pada
periode tahun 1997-1999. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Maret 2006
jumlah penduduk miskin sebesar 39,30 juta (17,75%), berarti jumlah penduduk
miskin turun sebanyak 3,1 juta. Selama periode Maret 2006-Maret 2007,
penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 1,20 juta, sementara di daerah
perkotaan turun sebanyak 0,93 juta orang. Persentase penduduk miskin antara
daerah perkotaan dan pedesaan tidak mengalami banyak perubahan. Pada bulan
Maret 2007, sebagian besar (63,52%) penduduk miskin berada di daerah
pedesaan. Dari data BPS tahun 2007 target penurunan jumlah penduduk Indonesia
di bawah garis kemiskinan nasional pada tahun 2015 adalah sebesar 7,2%.
Meskipun terjadi penurunan, jumlah penduduk yang tergolong miskin
masih banyak. Kewajiban moral bagi semua pihak untuk melakukan sesuatu agar
dapat membantu menanggulangi penduduk miskin dari ketertinggalannya. Hal ini
akan tercapai jika ada upaya yang sungguh-sungguh dari stakeholder yang ada
yaitu pemerintah, swasta, masyarakat dan LSM untuk bekerja sama
menanggulangi kemiskinan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan
melaksanakan program-program penanggulangan kemiskinan.
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kemiskinan
antara lain melalui program beras untuk rakyat miskin (Raskin), Jaring Pengaman
Sosial (JPS) untuk orang miskin, Asuransi Kesehatan untuk Orang Miskin
(Askeskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Impres Desa Tertinggal (IDT) dan
2
sebagainya. Program di atas masih belum bisa menanggulangi kemiskinan
terbukti jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 masih besar yaitu 37,17 juta
jiwa. Hal ini terjadi karena pelaksanaan program tersebut sampai saat ini masih
bersifat top down. Program bantuan yang bersifat top down, sulit menyelesaikan
persoalan kemiskinan, tetapi justru melahirkan persoalan baru seperti: konflik
horizontal, ketergantungan, korupsi, disintegrasi warga, hingga melahirkan mental
„peminta-minta‟. Program-program bantuan yang berorientasi pada
kedermawanan pemerintah justru dapat memperburuk moral dan perilaku
masyarakat miskin (Suharto, 2005).
Berdasarkan hal di atas, upaya pengentasan kemiskinan harus mencapai
kepada langkah-langkah yang nyata, dalam pemberdayaan orang miskin. Dengan
demikian program penanggulangan kemiskinan difokuskan untuk membebaskan
ketergantungan yang bersifat permanen baik terhadap pemerintah, swasta maupun
LSM. Program bantuan tersebut dikemas dalam sebuah program penanggulangan
kemiskinan dengan menggunakan konsep pemberdayaan ekonomi rumah tangga
miskin yang tidak menjadikannya sebagai objek tetapi sebagai subjek dengan
berlandaskan kepada konsep kemiskinan yang sudah disepakati oleh semua pihak.
Pada saat ini, telah berjalan program penanggulangan kemiskinan dari
Lembaga Amil Zakat Nasional Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPU DT)
berupa program ekonomi produktif yaitu Microfinance Syariah Berbasis
Masyarakat (Misykat). Program Misykat merupakan lembaga keuangan mikro
untuk orang-orang miskin yang dananya berasal dari zakat, infak, dan sedekah
(ZIS) yang dikhususkan untuk pemberian modal usaha kepada kaum miskin.
3
Perkembangan penghimpunan ZIS sekarang ini cukup pesat. Hal ini ditunjukkan
oleh besarnya penghimpunan ZIS yang terus meningkat setiap tahun.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yaitu KH Didin Hafidhuddin,
dalam milad Baznas beberapa waktu lalu melaporkan bahwa zakat yang
terkumpul secara nasional pada tahun 2008 mencapai angka Rp 930 miliar. Ini
berarti terjadi kenaikan sekitar Rp 160 miliar dari tahun 2007 yang mencapai Rp
770 miliar (Beik dan Sukmana, 2009). Pada tahun 2003 program Misykat DPU
DT terpilih sebagai program penanggulangan kemiskinan terbaik kedua di
Indonesia, serta termasuk kedalam 10 program penanggulangan kemiskinan
terbaik versi Bank Dunia.
Agama Islam telah mengatur secara terperinci pengelolaan ZIS. Khusus
untuk zakat memiliki sasaran penerimanya tersendiri, dua dari delapan pihak yang
berhak menerima zakat adalah fakir dan miskin. Dengan demikian, dana zakat
tidak boleh disalurkan secara sembarangan. Sesuai dengan firman Allah swt
dalam Al Qur‟an surat At Taubah ayat 60 yang artinya: “Sesungguhnya zakat-
zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,...”
Program Misykat memiliki potensi sekaligus peranan yang cukup strategis
dalam upaya pemberdayaan ekonomi rumah tangga miskin untuk menanggulangi
kemiskinan melalui pembinaan dan bantuan modal usaha. Berdasarkan hal
tersebut di atas, menarik untuk dikaji bagaimana pelaksanaan program Misykat
dalam penanggulangan rumah tangga miskin dan sejauhmana program Misykat
sudah mampu memberdayakan ekonomi rumah tangga miskin yang berada di
Kampung Loji, Kelurahan Loji, Jawa Barat.
4
1.2 Perumusan Masalah
Masalah kemiskinan merupakan persoalan klasik yang terus tejadi
menimpa kehidupan manusia terutama di negara berkembang termasuk di
Indonesia. Seorang tokoh dari India bernama Mahatma Gandhi dalam Syahyuti
(2006) menyatakan bahwa kemiskinan adalah kekerasan dalam bentuk yang
paling buruk. Menurut Syahyuti (2006) kemiskinan memiliki korelasi yang kuat
dengan berbagai masalah sosial, terutama masalah kriminalitas dan penyakit.
Usaha penanggulangan kemiskinan harus dilakukan melalui langkah-
langkah yang nyata. Para perencana dan pengelola program kemiskinan dituntut
untuk lebih kreatif dan inovatif untuk melakukan upaya penanggulangan
kemiskinan. Upaya ini salah satunya melalui program pemberdayaan rumah
tangga miskin yang menjadikan mereka sebagai subjek bukan sebagai objek dari
sebuah program.
Program pemberdayaan ekonomi rumah tangga miskin yang memiliki
fokus untuk meningkakan ekonomi produktif rumah tangga miskin salah satunya
yaitu program Misykat. Misykat ini merupakan program pemberdayaan dari
Lembaga LAZNAS DPU DT melalui pembinaan, pelatihan dan bantuan modal
usaha yang dananya berasal ZIS. Sekarang ini ZIS mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya penghimpunan ZIS yang
terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Sejauhmana tingkat pelaksanaan program Misykat dalam menerapkan
prinsip pemberdayaan?
2. Sejauhmana tingkat kemiskinan rumah tangga peserta program Misykat?
5
3. Sejauhmana tingkat pengetahuan peserta program Misykat dalam
kebijakan LAZNAS DPU DT dan hubungannya dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat?
4. Sejauhmana tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga peserta program
Misykat?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis pelaksanaan program Misykat dalam menerapkan prinsip
pemberdayaan.
2. Mengidentifikasi tingkat kemiskinan rumah tangga peserta program dan
hubungannya dengan tingkat pelaksanaan program Misykat.
3. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan peserta program Misykat dalam
kebijakan LAZNAS DPU DT dan hubungannya dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat.
4. Menganalisis tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga peserta program
Misykat dan hubungannya dengan tingkat pelaksanaan program Misykat.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu:
1. Bagi lembaga ZIS, diharapkan penelitian ini akan memberikan data dan
informasi tentang permasalahan kemiskinan dan pemberdayaan rumah
tangga miskin, khususnya informasi sejauh mana tingkat keberdayaan
ekonomi rumah tangga miskin peserta program Misykat, dan pelaksanaan
program Misykat menurut peserta penerima program.
6
2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi
dalam memahami permasalahan kemiskinan dan pemberdayaan rumah
tangga miskin serta potensi program Misykat dalam menanggulangi
kemiskinan.
3. Bagi pemerintah, skripsi ini dapat dijadikan bahan referensi dalam
memahami dan mengatasi kemiskinan melalui pemberdayaan rumah
tangga miskin yang salah satunya melalui program Misykat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat)
Microfinance syariah berbasis masyarakat atau yang disingkat Misykat,
merupakan salah satu program unggulan Lembaga Amil Zakat Nasional Dompet
Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPU DT) Bandung, yang diresmikan pada 22
April 2003 oleh Pendiri dan Pembina DPU DT KH.Abdullah Gymnastiar.
Misykat memiliki visi yaitu membangun anggota yang kritis, berakhlaq mulia dan
mandiri. Sedangkan Misi Misykat yaitu Pertama, memberikan pendidikan yang
berkesinambungan dan terarah. Kedua, memiliki strategi pengembangan usaha
anggota. Sasaran program Misykat yaitu Mustadh'afin, Mustahiq zakat (fakir dan
miskin), berusia 17 (sudah menikah)-45 tahun, memiliki usaha atau motivasi
untuk berusaha, bertempat tinggal tetap (tidak berpindah-pindah).
Program Misykat dikatakan berhasil jika memenuhi indikator sebagai
berikut:
1. Adanya peningkatan penghasilan ekonomi rumah tangga
2. Lahirnya kelompok-kelompok milik mustahiq di masyarakat
3. Adanya peningkatan aset kelompok (tabungan berencana anggota Misykat)
4. Adanya kesinambungan asset program (distribusi dana bergulir untuk
anggota/mustahiq, bagi hasil).
5. Adanya produktifitas ekonomi anggota.
6. Adanya peningkatan akumulasi tabungan anggota.
7. Perubahan karakter dan paradigma berfikir anggota.
8. Menjadi muzakki (pembayar zakat).
8
Ada pun prinsip dasar dari program Misykat ini yaitu:
1. Penguatan pendidikan dan pelatihan sebelum pinjaman 4-12 kali pertemuan.
2. Program harus berkelompok bukan individu.
3. Satu kelompok terdiri dari 5 orang.
4. Jarak antar anggota berdekatan (bisa dilakukan dengan berjalan kaki) agar
mudah melaksanakan pendampingan.
5. Usia anggota dan pendidikan (dalam satu kelompok) homogen
6. Model pemberian dana bergulir 2 - 2 - 1
7. Setiap anggota wajib memiliki tabungan berencana
8. Wajib membayar iuran kelompok sepekan sekali (besar iuran tergantung
wilayah program)
9. Adanya tanggung renteng di antara kelompok
10. Pendampingan rutin pekanan
11. Pemberian dana bergulir untuk kepentingan produktif (memiliki nilai tambah)
bukan konsumtif
Sedangkan prinsip kerja pembiayaan Misykat yaitu: Pertama, tidak memerlukan
jaminan (non collateral). Kedua, tidak memerlukan penjamin. Ketiga, angsuran
dilakukan secara mudah dan ringan karena menggunakan pola pekanan.
Pelayanan keuangan yang diadakan dalam program Misykat yaitu: tabungan dan
dana bergulir. Dengan produk pembiayaan yaitu: Qordhul Hasan (untuk pinjaman
kebajikan), Mudhorobah (bagi hasil), dan Murobahah (jual beli).
9
Program Misykat dari DPU DT ini memiliki ciri khas atau inovasi
pemberdayaan misykat yaitu:
1. Memiliki strategi menghadapi kredit macet
2. Pembinaan yang seimbang dan simultan antara ruhiyah, entrepreneurship
serta keorganisasian sebagai bekal untuk menghantarkan anggota menuju
kemandirian
3. Memiliki jenjang pendidikan terstruktur, modul, materi, pelatihan dan
kurikulum pemberdayaan
4. Perubahan karakter baik dan kuat
5. Program mudah dan murah direplikasi
6. Program berkesinambungan bukan charity
Dengan asesoris program Misykat yang bisa disesuaikan dengan kondisi
kultur dan budaya setempat, yaitu:
1. Jumlah plafon uang iuran kelompok
2. Jumlah plafon penerimaan dana bergulir
3. Fokus sasaran tidak terbatas pada satu kelompok, bisa ibu rumah tangga,
pemuda, remaja, kepala rumah tangga
4. Fokus pekerjaan sasaran bisa petani, nelayan, pedagang dan lain-lain
5. Jangka waktu pengembalian dana bergulir
6. Pemberian dana bergulir dari pola 2 ke 2 berikutnya yakni 1 bulan
Kualifikasi pendamping Misykat yaitu: pendidikan terakhir S-1 (Strata
Satu), direkrut dari Santri Beasiswa Abdikarya, dibina untuk penguatan
pemahaman sebagai pendamping masyarakat, dan diberikan pelatihan agar cakap
dalam mendampingi masyarakat. Pengkaderan pendamping Misykat berjenjang
10
yaitu : Pendamping Dasar, Pendamping Kader, dan Pendamping Ahli. Dimana
satu orang pendamping mendampingi 100 anggota. Dalam mengembangkan
jaringannya, Misykat menjalin kerjasama dengan beberapa lembaga, yayasan,
DKM atau lembaga-lembaga yang komit terhadap program pemberdayaan yang
berlandaskan Syariah. Partner kerja ini disebut Mitra Misykat. Mitra Misykat
tersebar di beberapa wilayah. Tiap wilayah ditanggungjawabi seorang
Koordinator Wilayah (Korwil).
2.2 Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin
Suharto (2005) menyatakan bahwa pemberdayaan dapat dilihat sebagai
sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian
kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang
ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya,
memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan mempunyai kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun
sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri
dalam mengerjakan tugas-tugas kehidupannya.
Suharto (2005) menyatakan bahwa pemberdayaan sebagai suatu proses
seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan keberdayaan sebagai suatu
proses. Proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) bahwa
kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah maka
11
pemberdayaan pun tidak dapat terjadi dengan cara apapun. (2) bahwa kekuasaan
dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak
statis, melainkan dinamis. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat
kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki
ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri)
maupun kondisi eksternal (misalnya ditindas struktur sosial yang tidak adil).
Ada beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial
(Suharto, 1997) yaitu: (1) pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karena
pekerjaan sosial dan masyarakat harus bekerjasama sebagai partner. (2) proses
pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang
kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.
(3) masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat
mempengaruhi perubahan. (4) kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui
pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu
pada masyarakat. (5) solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus harus beragam
dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada
situasi masalah tersebut. (6) jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber
dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan
kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang. (7) masyarakat harus
berpartisipasi dalam memberdayakan mereka sendiri berupa tujuan, cara dan hasil
harus dirumuskan oleh mereka sendiri. (8) tingkat kesadaran merupakan kunci
dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi
perubahan. (9) pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan
kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
12
(10) proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif,
permasalahan selalu memiliki beragam solusi. (11) pemberdayaan dicapai melalui
struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.
Menurut Suharto (2005), ada dua pendekatan pekerjaan sosial dalam
melihat kemiskinan yang satu sama lain saling terkait, yaitu: pertama, melihat
penyebab kemiskinan dan sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam
kaitannya dengan lingkungan dimana simiskin tingggal, baik dalam konteks
keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun masyarakat. Penanganan
kemiskinan yang sifatnya kelembagaan biasanya didasari oleh pendekatan ini.
Kedua, melihat simiskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan sosial
berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-determisnism yang melihat
simiskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik.
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai
melalui penerapan pendekatan yang disingkat menjadi 5P, yaitu: pemungkinan,
penguatan, perlindungan, penyokongan dan pemeliharaan (Suharto, 1997):
1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang
menghambat.
2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan
segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian mereka.
13
3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah
agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan
yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan
mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi
dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
4. Penyokongan: memberikan dukungan dan sokongan agar masyarakat mampu
menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus
mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan
posisi yang semakin lemah dan terpingirkan.
5. Pemeliharaan: memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang
mungkin setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
Berbeda dengan hal diatas Dubois dan Miley (1996) dalam Hikmat (2001)
menyatakan bahwa proses pemecahan masalah melalui pemberdayaan meliputi 3
tahapan:
1. Dialog. Pada proses ini terdiri dari: persiapan kerja, pembentukan kemitraan,
artikulasi tantangan, identifikasi sumber kekuatan dan penentuan arah.
2. Penemuan. Pada proses ini terdiri dari: pemahaman sistem sumber, analisis
kapasitas sumber, dan menyusun frame pemecahan masalah.
3. Pengembangan. Pada proses ini terdiri dari mengaktifkan sumber,
memperluas kesempatan, mengakui temuan-temuan, dan mengintegrasikan
kemajuan-kemajuan.
14
Program penanggulangan kemikinan yang sedang dijalankan pemerintah
yaitu Program Penangulangan Kemiskinan di Daerah Perkotaan (P2KP), memiliki
dua bentuk, yaitu: Pertama, memberikan bantuan teknis berupa pendampingan
kepada masyarakat dalam rangka membantu pembentukan organisasi di tingkat
komunitas. Selain itu juga melakukan upaya bagi peningkatan kesejahteraan
melalui peningkatan ekonomi, perbaikan sarana dan prasarana lingkungan, serta
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Kedua, memberikan bantuan kepada
masyarakat miskin dalam bentuk dana yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kegiatan yang diusulkan masyarakat, baik yang sifatnya bergulir maupun hibah
(Hartoyo, 2007).
Menurut Suharto (1991), program Grameen Bank yang didirikan oleh
Muhammad Yunus di Bangladesh bentuknya berupa pemberian kredit kepada
orang-orang miskin, memberikan dengan atau tanpa jaminan, pinjaman dalam
bentuk uang maupun dalam bentuk barang, kepada orang-orang yang tidak
mempunyai tanah, untuk semua jenis kegiatan ekonomi, termasuk perumahan
kecuali valuta asing.
Hasil penelitian yang dilakukan Hartoyo (2007) terhadap P2KP
menunjukkan bahwa program pemberian kredit hanya berperan dalam menambah
input, sehingga produksi dan penerimaan meningkat. Dengan demikian perlu
adanya perbaikan manajemen dalam pengelolaan dana. Suryana (2003)
berpendapat bahwa penanggulangan kemiskinan pada tingkat rumah tangga dapat
terpusat pada: peningkatan produktifitas usaha (lahan dan teknologi), peningkatan
akses terhadap pelayanan modal, peningkatan sumberdaya tenaga kerja,
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui potensi wilayahnya. Proses
15
pemberdayaan ditunjukan untuk “membantu klien memperoleh daya (kuasa)
untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan menentukan
tindakan yang ia lakukan yang terkait dengan diri mereka sendiri, termasuk
mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan (Payne,
1979 dalam Nasdian, 2006).
Pemberdayaan keluarga merupakan bagian upaya strategi dasar dalam
memberdayakan masyarakat lokal (termasuk di dalamnya unit sosial keluarga)
yang ditunjukan pada (1) pola kerja yang fleksibel, yang tidak terhambat oleh
sistem administrasi penganggaran yang ketat, (2) pemberian peluang, (3)
pengembangan kapasitas dan modal manusia, dan (4) perlindungan (Darmanto,
2004).
Schuler, Hashemi dan Riley dalam Suharto (2005), keberhasilan
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang
menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat
kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut
dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: ‟kekuasaan di dalam‟ (power
within), ‟kekuasaan untuk‟ (power to) ‟kekuasaan atas‟(power over), dan
‟kekuasaan dengan‟ (power with). Tabel 1 dibawah ini merangkum indikator
keberdayaan.
16
Tabel 1. Indikator Keberdayaan (Schuler, Hashemi dan Riley dalam Suharto,
2005)
Jenis
Hubungan
Kekuasaan
Kemampuan
Ekonomi
Kemampuan
Mengakses Manfaat
Kesejahteraan
Kemampuan
Kultural dan
Politis
Kekuasaan di
dalam:
Meningkatkan kesadaran dan
keinginan
untuk berubah
Evaluasi positif
terhadap kontribusi
ekonomi dirinya. Keinginan memiliki
kesempatan ekonomi
yang setara. Keinginan memiliki
kesamaan hak
terhadap sumber yang ada pada rumah
tangga dan
masyarakat.
Kepercayaan diri
dan kebahagiaan.
Keinginan memiliki kesejahteraan yang
setara.
Keinginan membuat keputusan mengenai
diri dan orang lain.
Keinginan untuk mengontrol jumlah
anak.
Assertiveness dan
otonomi.
Keinginan untuk menghadapi
subordinasi gender
termasuk tradisi budaya,
diskriminasi
hukum dan pengucilan politik.
Keinginan terlibat
dalam proses-
proses budaya, hukum dan politik.
Kekuasaan
untuk: Meningkatkan
kemampuan
individu untuk
berubah, Meningkatkan
kesempatan
untuk memperoleh
akses.
Akses terhadap
pelayanan keuangan mikro.
Akses terhadap
pendapatan.
Akses terhadap aset-aset produktif dan
kepemilikan rumah
tangga. Akses terhadap pasar.
Penurunan beban
dalam pekerjaan
domestik, termasuk perawatan anak.
Keterampilan,
termasuk kemelekan hurup
Status kesehatan dan
gizi
Kesadaran mengenai dan akses terhadap
pelayanan kesehatan
reproduksi Kesediaan
pelayanan
kesejahteraan publik
Mobilitas dan
akses terhadap dunia di luar rumah
Pengetahuan
mengenai proses
hukum, politik dan kebudayaan
Kemampuan
menghilangkan hambatan formal
yang merintangi
akses terhadap
proses hukum, politik, dan
kebudayaan.
Kekuasaan
atas:
Perubahan
pada
hambatan-hambatan
sumber dan
kekuasaan pada tingkat
rumah tangga,
masyarakat dan makro;
Kekuasaan
atau tindakan
individu untuk menghadapi
hambatan-
Kontrol atas penggunaan pinjaman
dan tabungan serta
keuntungan yang
dihasilkannya. Kontrol atas
pendapatan aktivitas
produktif keluarga yang lainnya.
Kontrol atas aset
produktif dan kepemilikan keluarga.
Kontrol atas alokasi
tenaga kerja keluarga.
Tindakan individu menghadapi
diskriminasi atas akses
Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga
dan aspek bernilai
lainnya dari
pembuatan keputusan keluarga
termasuk keputusan
keluarga berencana. Aksi individu untuk
mempertahankan diri
dari kekerasan keluarga dan
masyarakat.
Aksi individu dalam menghadapi
dan mengubah
persepsi budaya
kapasitas dan hak wanita pada tingkat
keluarga dan
masyarakat. Keterlibatan
individu dan
pengambilan peran dalam proses
budaya, hukum dan
politik.
17
hambatan
tersebut.
terhadap sumber dan
pasar.
Kekuasaan
dengan: Meningkatnya
solidaritas atau
tindakan bersama
dengan orang
lain untuk
menghadapi hambatan-
hambatan
sumber dan kekuasaan
pada tingkat
rumah tangga
masyarakat dan makro
Bertindak sebagai
model peranan bagi orang lain terutama
dalam pekerjaan
publik dan modern. Mampu memberi gaji
terhadap orang lain.
Tindakan bersama
menghadapi diskriminasi pada
akses terhadap sumber
(termasuk hak atas tanah), pasar dan
diskriminasi gender
pada konteks ekonomi
makro.
Penghargaan tinggi
terhadap dan peningkatan
pengeluaran untuk
anggota keluarga. Tindakan bersama
untuk meningkatkan
kesejahteraan publik.
Peningkatan
jaringan untuk memperoleh
dukungan pada saat
krisis. Tindakan bersama
untuk membela
orang lain
menghadapi perlakuan salah
dalam keluarga dan
masyarakat. Partisipasi dalam
gerakan-gerakan
menghadapi
subordinasi gender yang bersifat
kultural, politis,
hukum pada tingkat masyarakat dan
makro.
Suharto (2005) menyatakan bahwa keberhasilan pemberdayaan masyarakat
dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi,
kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan dan kemampuan kultural dan
politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu:
kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas
(power over) dan kekuasaan dengan (power with).
Proses pemberdayaan dalam implementasinya terdapat faktor-faktor yang
menghambat selain dari program pemberdayan yang dijalankan tidak tepat sasaran
dan tidak sesuai dengan kebutuhan, yang menjadi penyebab mengapa sebuah
keluarga tidak berdaya pada dasarnya dapat ditelaah dari dimensi struktural dan
kultural sebagaimana penyebab terjadinya kemiskinan. Dimensi struktural
bersumber pada struktural sosial yang ada pada masyarakat, akibat adanya
ketidakadilan dan ketimpangan dalam keluarga akibat tersumbatnya akses-akses
18
kelompok tertentu terhadap sumber-sumber kemasyarakatan. Sedangkan dimensi
kultural adalah sikap pasrah dari individu/ keluarga terhadap kelemahan-
kelemahan atau pilihan-pilihan yang serba kekurangan sehingga terlihat tidak
memiliki gairah dan tidak dinamis untuk mengubah nasib mereka yang kurang
baik.
Dimensi struktural-kultural mengandung makna berlangsungnya
hubungan-hubungan sosial dan interakasi sosial yang khas dalam komunitas yang
mengakibatkan berlangsungnya suatu kebiasaan yang dapat “membius” dan
membatasi inisiatif dan semangat warga komunitas untuk berkembang.
Berlangsungnya sikap-sikap yang pasrah, kurang kreatif, inisiatif, dan berani
dalam masyarakat atau tidak langsung dapat mengekalkan bentuk-bentuk dan sifat
hubungan sosial yang khas dalam komunitas termasuk dalam sebuah keluarga
(Nasdian, 2006).
Banyak program pemerintah yang sudah dilakukan untuk mendorong
pembangunan perekonomian masyarakat pedesaan. Proyek atau program tersebut
dilakukan masing-masing departemen maupun antar departemen. Pada umumnya
proyek-proyek yang digulirkan masih pada generasi pemberian bantuan fisik
kepada masyarakat. Baik berupa sarana irigasi, bantuan saprotan, mesin pompa,
pembangunan sarana air bersih dan sebagainya. Kenyataannya, ketika proyek
berakhir maka keluaran proyek tersebut sudah tidak berfungsi atau bahkan hilang.
Menurut Rahayu (2008), ada empat faktor yang mempengaruhi kegagalan
program antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan masyarakat dan
bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan ketrampilan
yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana (4) tidak ada
19
kelembagaan ditingkat masyarakat yang melanjutkan proyek. Oleh karena itu,
lebih lanjut Rahayu memberikan rekomendasi bahwa proses kebijakan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan perekonomian nasinonal, harus
dilakukan dalam tiga aspek, yaitu: aspek sumberdaya manusia, aspek
kelembagaan masyarakat dan aspek teknologi dan modal.
Sejalan dengan pernyataan diatas Juhari (2004) dalam pengembangan
kelompok usaha makan kecil skala rumah tangga dalam rangka pemberdayaan
keluarga miskin ada lima faktor yang mempengaruhi antara lain (1) masalah
permodalan, (2) pemasaran, (3) pengetahuan dan keterampilan, (4) lemahnya
kelembagaan ekonomi lokal dan (5) tidak adanya tenaga pendamping.
Program pemberdayaan yang sudah dilakukan selain menghadapi
kegagalan, ada juga program yang berhasil. Salah satunya program pemberdayaan
yang dilakukan oleh Grameen Bank, kunci keberhasilan program ini terletak pada
proses pengorganisasian dalam bentuk kelompok. Pembentukan kelompok ini
sebagai upaya Grameen Bank untuk memperkuat kelembagaan masyarakat.
Pengorganisasian dalam bentuk kelompok mempunyai tujuan yaitu: (1) memberi
rasa aman dan percaya pada diri sendiri dalam melaksanakan suatu prakarsa baru.
(2) kelompok dan pusat menjadi wahana yang utama bagi partisipasi para
angotanya dalam kegiatan proyek. (3) kelompok dan pusat bertindak sebagai
sumber tekanan terhadap anggotanya untuk memenuhi kewajibannya terhadap
bank dan menimbulkan keberaniannya untuk membuat sikap tradisional yang
tidak diinginkan serta untuk menentang perbuatan anti sosial. (4) pembentukan
kelompok memungkinkan orang-orang miskin di daerah pedesaan untuk merobah
kelemahan dari diri sendiri menjadi kekuatan kolektif (Suharto, 1991).
20
Pemaparan diatas menunjukkan bahwa proses pemberdayaan merupakan
usaha yang tidak mengenal lelah dalam menangulangi kemiskinan dan merupakan
tantangan bagi para pekerja komunitas dan stakeholder baik pemerintah, swasta
maupun masyarakat secara keseluruhan. Dengan memperhatikan subjek yang
menjadi inti keberdayaan (core empowering) dan komponen di luar subjek
(peripherl empowering) yang transformasi energi ”positif sum” dan ”power
saring” dari penyelenggara kegiatan kepada subjek dan masyarakat lokal (Juhari,
2004). Pada akhirnya cita-cita yang ingin kita wujudkan dari proses
pemberdayaan ini yakni rumah tangga miskin tersebut mampu berdaya dengan
memiliki akses terhadap sumberdaya, memiliki kesadaran kritis dan memiliki
tingkat kehidupan yang lebih sejahtera dari sebelumnya.
2.3 Kemiskinan
Pada hakikatnya masalah kemiskinan merupakan persoalan klasik yang
terus tejadi menimpa kehidupan manusia terutama di negara berkembang
termasuk di Indonesia. Seorang tokoh dari India bernama Mahatma Gandhi dalam
Syahyuti (2006) menyatakan bahwa kemiskinan adalah kekerasan dalam bentuk
yang paling buruk. Sehingga masalah kemiskinan ini memerlukan perhatian
khusus bukan dikarenakan masalah kemiskinan itu saja. Hal ini menjadi penting
karena akibat kemiskinan menimbulkan multiplayer efek bagi masalah yang
lainnya. Menurut Syahyuti (2006) kemiskinan memiliki korelasi yang kuat dengan
berbagai masalah sosial, terutama masalah kriminalitas dan penyakit.
Ada dua paradigma kemiskinan jika dilihat dari kebijakan sosial dan
pekerjaan sosial, yaitu: pertama, kemiskinan merupakan persoalan individual yang
21
disebabkan oleh kelemahan-kelemahan dan atau pilihan-pilihan individu yang
bersangkutan. Kemiskinan akan hilang dengan sendirinya jika kekuatan-kekuatan
pasar diperluas sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu setingi-
tingginya. Kedua, kemiskinan bukanlah persoalan individu melainkan struktural.
Kemiskinan disebabkan karena adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam
masyarakat akibat tersumbatnya akses-akses kelompok tertentu terhadap sumber-
sumber kemasyarakatan.
Soemardjan (1997) berpendapat bahwa kemiskinan jika ditinjau dari sudut
pandang sosiologi, dapat dilihat dari pola-pola seperti dibawah ini:
1. Kemiskinan Individual
Kemiskinan ini terjadi karena adanya kekurangan-kekurangan yang disandang
oleh seorang individu mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk
mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan.
2. Kemiskinan Relatif
Untuk mengetahui kemiskinan relatif ini perlu diadakan perbandingan antara
taraf kekayaan material dari keluarga atau rumah tangga di dalam suatu
komunitas tertentu. Dengan perbandingan tersebut dapat disusun pandangan
masyarakat mengenai mereka yang tergolong kaya dan relatif miskin di dalam
komunitas tersebut. Ukuran yang dipakai adalah ukuran yang ada pada
masyarakat tersebut (lokal). Dengan demikian suatu keluarga yang di suatu
komunitas dianggap relatif miskin dapat saja termasuk golongan kaya apabila
diukur dengan kriteria di tempat lain yang secara keseluruhan merupakan
komunitas lebih miskin.
22
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan ini dinamakan struktural oleh karena disandang oleh suatu
golongan yang buit in atau menjadi bagian yang seolah-olah tetap dalam
struktur suatu masyarakat. Di dalam konsep kemiskinan struktural, ada suatu
golongan sosial yang menderita kekurangan fasilitas, modal, sikap mental atau
jiwa usaha yang diperlukan untuk melepaskan diri ikatan kemiskinan.
4. Kemiskinan Budaya
Kemiskinan budaya ini adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu masyarakat
ditengah-tengah lingkungan alam yang mengandung cukup banyak bahan yang
dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidupnya. Kemiskinan ini
disebabkan kebudayaan masyarakat tidak memiliki ilmu pengetahuan,
pengalaman, teknologi, jiwa usaha dan dorongan sosial yang diperlukan untuk
menggali kekayaan alam di lingkungan dan menggunakannya untuk kebutuhan
masyarakat.
5. Budaya Kemiskinan
Budaya kemiskinan adalah taraf hidup yang mengandung sistem kaidah dan
sistem nilai yang menganggap taraf hidup miskin yang disandang suatu
masyarakat pada suatu waktu adalah wajar dan tidak perlu diusahakan
perbaikannya.
Setiap ilmuan, instansi pemerintah atau swasta memiliki ukuran yang
berbeda dalam memahami kemiskinan. Para ilmuan ekonomi memilih individu
sebagai unit. Mereka menghitung beberapa kalori atau berapa kilogram beras atau
makanan lain yang setara secara minimal diperlukan seorang individu sehari
untuk mempertahankan hidupnya. Sajogjo berpendapat bahwa jumlah kalori atau
23
bahan makanan yang ditentukan sebagai “jatah” minimal itu dianggap menjadi
garis pemisah antara golongan miskin dan tidak miskin. Siapa yang tidak
mencapai jatah itu dikatakan hidup di bawah garis kemiskinan.
Konsep garis kemiskinan Sajogjo dalam Rusli, dkk, (1995) ditentukan
berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga setara dengan konsumsi beras per
kapita per tahun dan perbedaan antara kota dan daerah (Tabel 2).
Tabel 2. Batas Garis Kemiskinan (Sajogjo dalam Ruli, dkk, 1995)
No Kategori Batas Tingkat Pendapatan
(Setara Beras Per Kapita Per Tahun)
Perkotaan (dalam kg) Pedesaan (dalam kg)
1 Miskin 480 320
2 Miskin Sekali 360 240
3 Paling Miskin 270 180
Sumber: Dikutip oleh Rusli, dkk. (1995)
Ada pihak lain yaitu BKKBN, yang mengambil keluarga batih yang terdiri
dari bapak, ibu dan anak, sebagai unit pengertian. Namun cara pandangnya tidak
didasarkan pada konsep kemiskinan, akan tetapi malah pada konsep
kesejahteraan. Setelah program keluarga berencana berhasil menciptakan keluarga
kecil dengan hanya dua orang anak, maka program kelanjutannya diarahkan pada
pembentukan “keluarga kecil sejahtera”. Pengertian sejahtera disini jelas diartikan
sebagai taraf hidup diatas garis kemiskinan tanpa mepersoalkan kriteria apa yang
dipakai untuk menentukan garis itu.
Pemerintah, dalam hal ini khususnya Biro Pusat Statistika (BPS) memiliki
14 kriteria kemiskinan yang dipakai untuk mengambarkan rumah tangga miskin.
Bappenas memiliki empat unsur yang dipakai untuk menggambarkan kemiskinan.
Sedangkan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) memiliki lima kriteria
yang dipakai untuk menggambarkan kemiskinan. Pengertian dan kriteria
24
kemiskinan dari pemerintah lebih jelasnya ditampilkan pada Tabel 3. Selanjutnya
ada unit rumah tangga yang digunakan para ilmuan sosiologi untuk menentukan
tarap kesejahteraan sosial. Didalam bahasa asing konsep ini dinamakan Socio-
economic-status (SES).
Tabel 3. Ukuran dan Kriteria Kemiskinan Menurut BPS, Bappenas dan KPK,
Bogor, 2008.
Lembaga Ukuran/ kriteria kemiskinan
BPS (2006) 14 kriteria rumah tangga miskin, yaitu: 1) Luas lantai bangunan tempat tinggal yang dimanfaatkan untuk
aktivitas
2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terluas terbuat dari
tanah/bambu/kayu yang berkualitas rendah. 3) Jenis dinding tempat tinggal terluas terbuat dari
tanah/bambu/kayu yang berkualitas rendah.
4) Fasilitas tempat buang air bersih (jamban/kakus) digunakan secara bersama-sama/ untuk umum.
5) Sumber air minum adalah mata air yang tidak
terlindungi/sungai/air hujan. 6) Sumber penerangan utama bukan listrik.
7) Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari dari
kayu/arang/minyak tanah.
8) Jarang/tidak pernah membeli daging/ayam/susu setiap minggunya.
9) Anggota rumah tangga hanya mampu mnyediakan makanan dua
kali dalam sehari. 10) Tidak mampu membeli pakaian baru minimal satu stel dalam
setahun.
11) Bila jatuh sakit tidak berobat karena tidak ada yang biasa berobat.
12) Pekerjaan utama kepala rumah tangga sebagai buruh kasar/tidak
bekerja.
13) Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga maksimal SD.
14) Ada tidaknya barang dalam keluarga yang dapat dijual dengan
nilai Rp 500.000.
Bappenas
(2005)
Kemiskinan mencangkup unsur-unsur:
1) Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan,
pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, transportasi dan
sanitasi) 2) Kerentanan
3) Ketidakberdayaan
4) Ketidakmampuan menyalurkan aspirasi
KPK (2003) Secara umum masyarakat miskin ditandai oleh ketidakberdayaan atau
ketidakmampuan, antara lain:
1) Tidak mempunyai daya dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan,
25
pendidikan, dan kesehatan (basic need deprivation)
2) Tidak mempunyai daya/ kemampuan untuk melakukan kegiatan
usaha produktif.
3) Tidak mempunyai daya/kemampuan untuk menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi (innaccessbility)
4) Tidak mempunyai daya/ kemampuan untuk menentukan nasibnya
sendiri, senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan takut dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik
(vurnerability)
5) Tidak mempunyai daya/kemampuan untuk membebaskan diri dari budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat
dan harga diri yang rendah.
Sumber: Diolah dari sumber BPS, Bappenas dan KPK (2008)
Menurut Soemardjan (1993), sebuah keluarga dikatakan miskin apabila
tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal. Hal tersebut tampak
dari ketidakmampuan mereka dalam memenuhi salah satu kebutuhan dasar
spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan. Untuk itulah adanya indikator
keluarga sejahtera yang pada dasarnya disusun untuk menilai taraf pemenuhan
kebutuhan keluarga yang dimulai dari kebutuhan yang sangat mendasar sampai
dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pengembangan diri dari keluarga.
Ukuran taraf pemenuhan kebutuhan tersebut dibagi dalam tiga kelompok
dan masing-masing kelompok dibagi dalam variabel yang masing-masing
ditetapkan rincian variabel sebagai kumpulan dari indikator keluarga sejahtera
yaitu sebagai berikut:
1. Kebutuhan dasar (Basic Needs), yang terdiri dari variabel: pangan, sandang,
papan dan kesehatan.
2. Kebutuhan sosial psikologis (Social Psychological Needs), yang terdiri dari
variabel: pendidikan, rekreasi, transparansi, dan interaksi sosial internal dan
eksternal.
3. Kebutuhan pengembangan (Development Needs), yang terdiri dari variabel:
tabungan, pendidikan khusus atau kejujuran, dan akses terhadap informasi.
26
Berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan keluarga yang digunakan, maka
keluarga-keluarga di Indonesia dapat dikategorikan dalam lima tahap, yaitu:
keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera
II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III) Keluarga Sejahtera III plus (KS III +).
Soemardjan (1993) berpendapat bahwa keluarga yang dikatakan miskin
adalah Keluarga Pra Sejahtera, yakni keluarga yang belum memenuhi kebutuhan
dasarnya secara maksimal. Hal tersebut tampak dari ketidakmampuan mereka
dalam memenuhi salah satu kebutuhan dasar spiritual, pangan, sandang, papan,
dan kesehatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga.
2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali atau lebih dalam
sehari.
3. Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
4. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian berbeda pada saat di rumah,
bekerja, sekolah dan berpergian.
5. Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB, maka dibawa ke
sarana kesehatan
Menurut Tansey dan Ziegley dalam Suharto, dkk (2003), faktor
kemiskinan terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari
dalam keluarga, seperti: (1) tingkat karakteristik usaha, termasuk didalamnya
sumberdaya manusia, jenis usaha yang dilakukan, sumber modal dan pemasaran,
(2) tingkat motivasi, terutama berkaitan dengan upaya-upaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan berusaha, (3) tingkat dukungan anggota keluarga,
(4) pola produksi dan konsumsi keluarga. Faktor eksternal merupakan unsur-unsur
27
penyebab yang berasal dari luar yang mempengaruhi keberdayaan keluarga
miskin, yang meliputi: (1) perbedaan peluang meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan, (2) sempitnya mendapatkan peluang pekerjaan, (3) perbedaan
aksesibalitas terhadap sumberdaya.
2.4 Kerangka Pemikiran
Program Misykat yang mampu memberdayakan ekonomi rumah tangga
miskin dilaksanakan melalui tiga tahapan proses yaitu: 1) proses dialog, terdiri
dari: persiapan kerja, pembentukan kemitraan, artikulasi tantangan, identifikasi
sumber kekuatan dan penentuan arah. 2) proses penemuan, terdiri dari:
pemahaman sistem sumber, analisis kapasitas sumber, dan menyusun frame
pemecahan masalah. 3) proses pengembangan, terdiri dari: mengaktifkan sumber,
memperluas kesempatan, mengakui temuan-temuan, dan mengintegrasikan
kemajuan-kemajuan.
Program Misykat diperuntukan khusus bagi rumah tangga miskin yang
bersedia untuk memberdayakan diri mereka sendiri dengan berbagai program
yang tersedia. Oleh karena itu, pelaksanaan yang mempertimbangkan karakteristik
rumah tangga miskin diduga akan lebih berhasil. Ada pun karakteristik rumah
tangga miskin yang akan digunakan adalah 14 karakteristik rumah tangga miskin
menurut standar Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu: 1) luas lantai bangunan tempat
tinggal yang dimanfaatkan untuk aktivitas, 2) jenis lantai bangunan tempat tinggal
terluas terbuat dari tanah/bambu/kayu yang berkualitas rendah, 3) jenis dinding
tempat tinggal terluas terbuat dari tanah/bambu/kayu yang berkualitas rendah, 4)
fasilitas tempat buang air bersih (jamban/kakus) digunakan secara bersama-sama/
28
untuk umum, 5) sumber air minum adalah mata air yang tidak
terlindungi/sungai/air hujan, 6) sumber penerangan utama bukan listrik, 7) jenis
bahan bakar untuk memasak sehari-hari dari kayu/arang/minyak tanah, 8)
jarang/tidak pernah membeli daging/ayam/susu setiap minggunya, 9) anggota
rumah tangga hanya mampu mnyediakan makanan dua kali dalam sehari, 10)
tidak mampu membeli pakaian baru minimal satu stel dalam setahun, 11) bila
jatuh sakit tidak berobat karena tidak ada yang biasa berobat, 12) pekerjaan utama
kepala rumah tangga sebagai buruh kasar/tidak bekerja, 13) pendidikan tertinggi
yang ditamatkan kepala rumah tangga maksimal sd, 14) ada tidaknya barang
dalam keluarga yang dapat dijual dengan nilai rp 500.000,
Pelaksanaan program Misykat juga ditentukan oleh tingkat pengetahuan
peserta terhadap kebijakan LAZNAS DPU DT. Tingkat pengetahuan kebijakan
kebijakan dilihat dari sejauhmana peserta tahu pendiri program, visi dan misi,
tujuan, sasaran, dan kegiatan program Misykat. Pada akhirnya tingkat pelaksanaan
program mampengaruhi tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga miskin.
Ada pun tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga miskin dilihat dari
kemampuan untuk akses terhadap pelayanan keuangan mikro, akses terhadap aset-
aset produktif, akses terhadap pasar, kontrol terhadap penggunaan pinjaman dan
tabungan yang dihasilkannya, kontrol atas pendapatan aktifitas produktif keluarga
yang lainnya, dan kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga. Ada pun
kerangka pemikiran tersebut dirangkum dalam Gambar 1 dibawah ini.
29
Keterangan :
: Mempengaruhi
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Tingkat Keberdayaan Ekonomi
Rumah Tangga Miskin
- Akses terhadap pelayanan keuangan mikro
- Akses terhadap aset-aset produktif
- Akses terhadap pasar
- Kontrol terhadap penggunaan pinjaman dan
tabungan yang dihasilkannya
- Kontrol atas pendapatan aktifitas produktif
keluarga yang lainnya
- Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan
keluarga.
Tingkat Pengetahuan Peserta Terhadap Kebijakan
LAZNAS DPU DT dalam Program Miskat:
1. Pendiri program
2. Visi dan misi
3. Tujuan
4. Sasaran
5. Kegiatan program Misykat
Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga
Peserta Program Misykat
Berdasarkan 14 Kriteria dari BPS
Tingkat Pelaksanaan Program Misykat
1. Dialog : persiapan kerja, pembentukan kemitraan,
artikulasi tantangan, identifikasi sumber kekuatan
dan penentuan arah
2. Penemuan: pemahaman sistem sumber, analisis
kapasitas sumber, dan menyusun frame pemecahan
masalah
3. Pengembangan: mengaktifkan sumber, memperluas
kesempatan, mengakui temuan-temuan, dan
mengintegrasikan kemajuan-kemajuan.
30
2.5 Hipotesis Uji
1. Diduga ada hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat.
2. Diduga ada hubungan antara tingkat pengetahuan peserta dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat.
3. Diduga ada hubungan antara tingkat pelaksanaan program Misykat
dengan tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga miskin.
2.6 Definisi Operasional
1. Tingkat pelaksanaan program adalah proses program pemberdayaan yang
meliputi tahapan dialog, penemuan dan pengembangan. Skala pengukuran
data yang digunakan adalah skala ordinal. Ada pun ukuran tingkat
pelaksanaan program yaitu:
a. Baik : ≥ 28
b. Cukup : 22 - 27
c. Kurang : ≤ 21
2. Tingkat kemiskinan rumah tangga peserta program adalah karakteristik
rumah tangga miskin peserta program Misykat yang dilihat dari luas lantai
bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis
dinding bangunan tempat tinggal , fasilitas tempat buang air besar, sumber
air minum, bahan bakar untuk memasak, konsumsi daging/ayam/susu
setiap minggunya, pembelian pakaian baru setiap anggota rumah tangga
setiap tahun, kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau
doktor, pemilikan aset/harta bergerak maupun tidak bergerak. . Skala
31
pengukuran data yang digunakan adalah skala ordinal. Ada pun ukuran
tingkat kemiskinan yaitu:
a. Miskin : ≥22
b. Rentan : ≤ 21
3. Tingkat pengetahuan peserta terhadap LAZNAS DPU DT adalah tingkat
pengetahuan yang dimiliki peserta program mengenai seperangkat tujuan,
sasaran, dan pencapaian hasil yang dikeluarkan oleh LAZNAS DPU DT
terhadap program Misykat. Skala pengukuran data yang digunakan adalah
skala ordinal. Ada pun ukuran tingkat pengetahuan peserta program
Misykat yaitu:
a. Tinggi : ≥ 11
b. Sedang : 8 - 10
c. Rendah : ≤ 7
4. Tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga adalah tingkat kemampuan
rumah tangga miskin dalam mengakses pelayanan keuangan mikro,
mengakses aset-aset produktif, mengakses terhadap pasar, kontrol terhadap
pengunaan pinjaman dan tabungan yang dihasilkan, kontrol atas
pendapatan aktifitas produktif keluarga yang lainnya, dan kontrol atas
produktif dan kepemilikan keluarga. Skala pengukuran data yang
digunakan adalah skala ordinal. Ada pun ukuran tingkat keberdayaan
ekonomi rumah tangga miskin, yaitu:
a. Tinggi : ≥ 19
b. Rendah : ≤ 18
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Strategi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif
deskriptif dengan menggunakan teknik sensus. Teknik sensus digunakan untuk
mengumpulkan data dari seluruh rumah tangga miskin penerima program Misykat
dengan menggunakan instrumen kuesioner. Penelitian ini didukung dengan data
kualitatif dari para Informan terpilih. Data kualitatif dikumpulkan dengan
mengunakan instrumen panduan pertanyaan. Unit analisis dari penelitian ini
adalah pada tingkat rumah tangga.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat,
Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) karena lokasi tersebut merupakan salah satu Kelurahan binaan dari
Dompet Peduli Umat Darut Tauhid (DPU DT) Bogor. Di Kelurahan tersebut
terdapat program Miskat berupa pemberian modal dan pembinaan kepada Ibu-Ibu
rumah tangga miskin. Sedangkan proses penelitian ini berlangsung mulai bulan
Maret sampai bulan Agustus 2009, mulai proses penyusunan proposal, pra survey,
studi lapang atau pengambilan data, pengolahan data dan penyusunan makalah
hasil.
33
3.3. Penentuan Responden dan Informan
Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik sensus dimana responden adalah seluruh rumah tangga yang menjadi
peserta program Misykat. Jumlah rumah tangga yang mendapatkan bantuan
Misykat adalah sebanyak 30 rumah tangga, namun karena yang aktif sebanyak 26
rumah tangga maka yang diambil menjadi responden sebanyak 26 rumah tangga.
Rumah tangga yang menjadi responden terdiri dari penjual makanan jajanan anak-
anak, sayuran, kripik pisang, telor asin, sablon, menjahit, dan gorengan. Informan
adalah orang yang mengetahui program tersebut, seperti pendamping Miskat,
tokoh masyarakat Loji.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan
primer. Data sekunder berupa program Misykat, monogradi Desa diperoleh dari
studi literatur yang dilakukan peneliti, baik pada saat sebelum maupun sesudah
pengambilan data di lapangan, serta data sekunder yang berasal dari arsip DPU
DT dan Kelurahan Loji tentang kondisi umum daerah penelitian dan data tentang
cara pelaksanaan program Misykat. Data primer diperoleh melalui hasil
penyebaran kuesioner dan wawancara mendalam kepada informan.
1. Penyebaran kuesioner, merupakan teknik pengumpulan data dengan
menyebarkan kuesioner kepada 26 rumah tangga penerima program
Misykat.
2. Wawancara mendalam, merupakan teknik pengambilan data dengan
melakukan percakapan dua arah dalam suasana kesetaraan dan akrab.
34
Wawancara mendalam dilakukan kepada informan yang dipilih secara
purposif berkaitan dengan penelitian ini. Informan didapat dari teknik
snowballing, yaitu teknik untuk mencari nara sumber dengan cara berantai
yang dimulai dengan Ketua RW.
3.5 Teknik Pengolohan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang diperoleh dari lapangan diolah dengan menggunakan
tabel frekuensi dan tabulasi silang yang digunakan untuk menyajikan gambaran
mengenai pelaksanan program Misykat, karakteristik rumah tangga miskin,
tingkat pengetahuan program Misykat, dan tingkat keberdayaan rumah tangga
miskin. Penelitian ini juga menggunakan alat analisis secara statistika, yaitu Uji
Spearman yang digunakan untuk menguji hubungan masing-masing variabel
dimana skala pengukuran datanya adalah kategori ordinal. Pengeloaan uji
Spearman menggunakan komputer dengan program SPSS for windows versi 13.0.
Hal ini dilakukan guna ketepatan, kecepatan proses perhitungan dan kepercayaan
hasil pengujian.
Data tentang pelaksanan program Misykat, karakteristik rumah tangga
miskin, tingkat pengetahuan program Misykat, dan tingkat keberdayaan ekonomi
rumah tangga miskin dianalisis secara deskriptif. Pemberian skor ditujukan pada
setiap variabel (kecuali pertanyaan terbuka), kemudia skor tersebut dijumlahkan.
Interval kelas dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Skor Maksimum (NT) – Skor Minimum (NR)
Interval Kelas (I) =
Σ Kategori
35
Keterangan : Negatif/Kurang = NR – (NR + I)
Netral/Sedang = (NR + I) – [(NR + I) + I]
Positif/Baik = [(NR + I) + I] - NT
Data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara tehadap responden
dan informan serta observasi terhadap aktivitas peserta program Misykat di lokasi
penelitian digunakan data kualitatif untuk menambah makna hasil interpretasi dan
analisis. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif-kualitatif sesuai
dengan landasan teori.
36
BAB IV
GAMBARAN UMUM KELURAHAN LOJI
4.1 Sejarah dan Kondisi Geografis
Kelurahan Loji berasal dari hasil pemekaran Desa Sindang Barang Udik.
Pemekaran kelurahan tersebut menetapkan dua kelurahan, yaitu: Desa Gunung
Batu dan Desa Sindang Barang. Pada tahun 1979 Kelurahan Gunung Batu
kembali mengalami pemekaran menjadi Desa Gunung Batu Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor dan Desa Loji Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Pada
tahun 2002 nama Desa Loji diubah menjadi Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor.
Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor memiliki luas
wilayah 115.002 Ha. Ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 300-400 M,
suhu udara rata-rata sebesar 23 0C-32
0C. Dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kelurahan Sindang Barang
2. Sebelah Selatan : Kelurahan Gunung Batu
3. Sebelah Barat : Desa Ciomas Rahayu
4. Sebelah Timur : Kelurahan Menteng
4.2 Kondisi Kependudukan
4.2.1 Jumlah Penduduk
Kelurahan Loji merupakan Keluarahan yang terdiri dari 13 Rukun Warga
(RW), yang kemudian dibagi ke dalam 163 Rukun Tangga (RT) dengan jumlah
penduduk sebesar 13.822 orang. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 7.047 orang
dan perempuan sebesar 6.775 orang. Total kepala keluarga sebanyak 3.608 KK
(Monografi Desa, 2009).
37
4.2.2 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kelurahan Loji
berdasarkan mata pencaharian yang paling dominan adalah sebagai Karyawan
Pegawai Negeri Sipil/ TNI/ Polri/ Swasta/BUMN/BUMD yakni sebanyak 2.321
jiwa atau 84,6 %.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Loji Berdasarkan Mata Pencaharian,
Maret 2009.
No Pekerjaan Jumlah Responden
n %
1 Karyawan (Pegawai negeri Sipil,
TNI, Polri, Swasta/ BUMN/BUMD)
2.321 86,4
2 Wiraswasta/Pedagang 152 5,5
3 Petani 7 0,3
4 Pensiunan 200 7,3
5 Jasa/lain-lain 65 2,4
Total 2.745 100
Sumber: Data Monografi Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, 2009.
4.2.3 Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kelurahan Loji
berdasarkan pendidikan. yang paling banyak 1.975 jiwa atau 47 persen tamatan
SD/MI. Meskipun demikian ada fenomena penduduk yang pendidikan tamatan
perguruan tingi yaitu akademi (D1-D3) dan Sarjana.
38
Tabel 5. Jumlah Penduduk Kelurahan Loji Berdasarkan Pendidikan, Maret 2009.
No Pendidikan Jumlah Responden
n %
1 Tamat kanak-kanak 210 5
2 Tamat SD/MI 1.975 47
3 SMP/MTS 876 20,8
4 SMA/Aliyah 654 15,6
5 Akademi/D1-D3 260 6,2
6 Sarjana (S1-S3) 171 4,1
7 Sekolah Luar Biasa (SLB) 59 1,4
Total 4.205 100
Sumber: Data Monografi Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, 2009.
4.3 Sarana dan Prasarana Kesehatan
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana kesehatan di
Kelurahan Loji yang paling banyak 20 buah atau 54,1 persen adalah Posyandu.
Hal ini menunjukkan bahwa sarana dan prasaran yang paling banyak diakses oleh
masyarakat Kelurahan Loji adalah Posyandu.
Tabel 6. Sarana dan Prasarana Kesehatan Kelurahan Loji, Maret 2009.
No Kesehatan Jumlah Responden
n %
1 Rumah Sakit Bersalin 1 2,7
2 Poliklinik 1 2,7
3 Apotek 2 5,4
4 Praktek Bidan 2 5,4
5 Balai Pengobatan 1 2,7
6 Rumah Bersalin 2 5,4
7 Pos/Klinik KB 2 5,4
8 Posyandu 20 54,1
9 Praktek Dokter 6 16,2
Total 37 100
Sumber: Data Monografi Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, 2009.
39
4.4 Kelembagaan Ekonomi
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kelembagaan ekonomi di
Kelurahan Loji. yang paling banyak adalah Warung sebesar 130 buah atau 40,9
persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kelurahan Loji telah banyak
berdiri usaha ekonomi mikro khususnya dalam bentuk warung.
Tabel 7. Kelembagaan Ekonomi Kelurahan Loji, Maret 2009.
No Jenis Usaha Jumlah Responden
n %
1 Pasar Modern 4 1,3
2 Toko 70 22
3 Warung 130 40,9
4 Kaki Lima 68 21,4
5 Rumah Makan/Restoran 8 2,5
6 Warun Makan 4 1,3
7 Katering 1 0,3
8 Depot Air Minum isi Ulang 2 0,6
9 Travel Biro (Biro Perjalanan) 1 0,3
10 Notaris 3 0,9
11 Pengacara 2 0,6
12 Wartel 10 3,1
13 Jasa Boga 1 0,3
14 Panti Pijat 1 0,3
15 Jasa Konveksi (penjahit) 6 1,9
16 Salon 6 1,9
17 Koperasi Simpan Pinjam 1 0,3
Total 318 100
Sumber: Data Monografi Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, 2009.
40
BAB V
IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM
MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN
Proses pelaksanaan program Misykat dinilai berdasarkan tahapan dialog,
penemuan dan pengembangan. Ukuran proses pelaksanaan program yang
menerapkan proses pemberdayaan adalah dengan menjumlahkan skor total pada
tahap-tahap pelaksanaan program Misykat yang diperoleh dari masing-masing
responden.
Pelaksanaan program dikategorikan baik, apabila total skor penilaian
responden ≥ 28, cukup (22 – 27) dan kurang bila skor ≤ 21. Berikut adalah Tabel 8
yang menunjukkan tingkat pelaksanaan program Misykat berdasarkan penilaian
peserta program.
Tabel 8. Tingkat Pelaksanaan Program Misykat Berdasarkan Penilaian Peserta
Program, Kelurahan Loji, 2009.
Kategori
Jumlah Responden
N %
Baik : ≥ 28 22 84,62
Cukup : 22 – 27 3 11,54
Kurang : ≤ 21 1 3,85
Total 26 100
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar (84,62 persen) peserta
program menyatakan bahwa pelaksanaan program Misykat dinilai sudah berjalan
dengan baik. Hal ini karena Pendamping program Misykat melakukan tahapan
dalam pelaksanaan program pemberdayaan yaitu: tahapan dialog, penemuan dan
pengembangan. Ada pun penjelasan ketiga tahapan tersebut yaitu:
41
5.1 Tahapan Dialog
Proses pelaksanaan program Misykat dapat dikatakan baik jika melalui
tahapan pemberdayaan yaitu tahapan dialog, penemuan dan pengembangan. Tabel
9 menunjukkan bagaimana penilaian responden terhadap pelaksanaan program
Misykat pada tahapan dialog.
Tabel 9. Penilaian Peserta Program Misykat Terhadap Pelaksanaan Program
Pada Tahapan Dialog, Kelurahan Loji, 2009.
Tahapan Dialog Jawaban
Ya n (%)
Tidak n (%)
Pendataan rumah tangga 24 (92,3) 2 (7,7)
Proses musyawarah untuk pembentukan
kerjasama
22 (84,6) 4 (15,4)
Artikulasi tantangan atau masalah yang
dihadapi
24 (92,3) 2 (7,7)
Identifikasi sumber potensi usaha 23 (88,5) 3 (11,5)
Penentuan arah usaha 24 (92,3) 2 (7,7)
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program menyatakan
bahwa pelaksanaan program Misykat pada tahapan dialog dinilai sudah berjalan
dengan baik. Hal ini karena pada awal pelaksanaan program Pendamping program
melibatkan peserta program dalam proses pendirian program seperti: 1) sosialisasi
program kepada calon angota (1-3 pertemuan), 2) proses pendataan rumah tangga
yang berhak menerima program berupa penyebaran, 3) pengembalian formulir
pendaftaran, 4) survei dan wawancara calon anggota, dan 5) musyawarah dari
Pendamping program dengan rumah tangga mengenai sumber potensi yang
mereka miliki. Peserta program pun diberikan kebebasan untuk memilih usaha apa
yang akan mereka jalankan serta diberikan kebebasan dalam mengembangkan
usaha yang telah mereka miliki baik modal, pemasaran produk, maupun
42
pengembangan jenis usahanya. Berikut penuturan salah satu rumah tangga peserta
program Misykat:
”Pertama kali program Misykat ka Loji, Ibu-ibu pengajian di data dan
diberikan perkenalan mengenai program Misykat. Teras Ibu-ibu diajak
musyawarah mengenai usaha naon wae anu tiasa dikembangkeun, upami Ibu mah nyandak usaha jualan kridit sembako, alhamdulillah sampai sekarang
masih jalan” (Ibu Ent)
Kegiatan sosialisasi program Misykat terhadap tokoh masyarakat
khususnya aparat pemerintah sangat kurang. Hal ini ditandai dari hasil wawancara
terhadap ketua RW 11 Pak Doni yang diangkat oleh masyarakat tahun 2007,
wilayah dimana program Misykat ini direalisasikan. Beliau memberikan
keterangan bahwa tidak tahu adanya program Misykat di RW 11. Hal yang sama
juga dialami oleh aparat Kelurahan Loji termasuk Lurah Loji sendiri beliau tidak
tahu adanya program Misykat di wilayah tempat beliau bekerja, seperti penuturan
Ketua RW 11 dan Pak Lurah Loji berikut ini:
”Saya belum tahu diwilayah saya ada program Misykat, dan nama Misykat
juga baru dengar sekarang. Saya hanya tahu disini ada rumah singgah DPU DT. Dulu Bapak pernah ketemu dengan penghuni rumah DPU DT tersebut,
tapi mereka tidak pernah cerita bahwa ada program Misykat”.
(Pak Dn: Ketua RW 11)
Penuturan Kepala Lurah mengenai program Misykat:
”Bapak baru tahu bahwa di Loji ada program Misykat, dan itu pun tahunya
baru sekarang dari ade, dan seingat Bapak belum ada sosilisasi dari pihak DPU DT menghadap ke Bapak atau minta izin melaksanakan program di
daerah Loji” ( Pak Sytn: Ketua Lurah Loji)
43
5.2 Tahapan Penemuan
Proses pelaksanaan program Misykat dapat dikatakan baik jika melalui
tahapan pemberdayaan yaitu tahapan dialog, penemuan dan pengembangan. Tabel
10 menunjukkan bagaimana penilaian responden terhadap pelaksanaan program
Misykat pada tahapan penemuan.
Tabel 10. Penilaian Peserta Program Misykat Terhadap Pelaksanaan Program
Pada Tahapan Penemuan, Kelurahan Loji, 2009.
Tahapan Penemuan Jawaban
Ya (n) Tidak (n)
Pemahaman sistem sumber:
a. Asal program
9 (34,6)
17 (65,4)
b. Sumber modal 25 (96,2) 1 (3,8)
Analisis kapasitas sumber: a. Potensi program
24 (92,3)
2 (7,7)
b. Keaktifan dalam pendampingan 24 (92,3) 2 (7,7)
c. Frekuensi menghadiri pendampingan 18 (69,2) 8 (30,8)
Menyusun solusi pemecahan masalah 22 (84,6) 4 (15,4)
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program menyatakan
bahwa pelaksanaan program Misykat pada tahapan penemuan dinilai sudah
berjalan dengan baik. Hal ini karena rumah tangga peserta program diberikan
pengetahuan mengenai sistem program Misykat seperti asal program dan sumber
modal pinjaman, sehingga mereka bisa memahami program Misykat.
Musyawarah untuk menganalisis potensi wirausaha dari hasil identifikasi sumber
potensi usaha dan mengambil keputusan mengenai usaha apa yang mereka akan
jalankan.
Pada tahapan penemuan ada fenomena tentang pemahaman peserta
program Misykat mengenai sumber modal usaha dimana banyak diantara peserta
program (65,4 persen) yang tidak mengetahui sumber modal usaha berasal dari
zakat, kebanyakan mereka menjawab modal usaha berasal dari sumbangan dari
donatur diluar dana zakat. Hal ini diduga karena sosialisasi program Misykat
44
hanya dilakukan diawal program saja yaitu sebanyak 1-3 kali pertemuan pada
tahun 2006 dan ketika ada pergantian anggota Misykat. Sehingga sosialisasi
mengenai program Misykat sebaiknya dilakukan juga minimal setahun dua kali
sehingga pengetahuan mereka akan program Misykat semakin baik.
Peserta program Misykat setiap satu pekan sekali diberikan pendampingan
rutin yang diisi kegiatan seperti menabung (tabungan cadangan dan tabungan
berencana), pembayaran iuran wajib (iuran anggota dan iuran kas wajib majlis),
dan yang paling penting lagi pemberian materi pendidikan mengenai aqidah,
wirausaha, ekonomi rumah tangga, kebersihan, dan kerjasama (solidaritas).
Sehingga mereka bisa bertanggung jawab dengan program Misykat yang sedang
mereka jalankan dan pada pendampingan ini dibahas juga bagaimana mengatasi
permasalahan seputar usaha yang sedang mereka jalankan. Namun dalam proses
pendampingan rutin ini ada juga peserta yang tidak hadir (30,8 %).
Ada pun alasan mereka jarang hadir dipertemuan pekanan ini cukup
beragam seperti: 1) kesibukan bekerja karena mereka sudah tidak usaha mandiri
tapi bekerja disuatu perusahaan atau menjadi pembantu rumah tangga, 2)
menengok keluargaa yang sakit atau meninggal dunia. 3) merasa malu karena
tidak bisa membayar cicilan pinjaman walau pun Pendamping program Misykat
sudah memberikan pengertian bahwa tidak bisa membayar utang jangan sampai
membuat mereka tidak hadir dalam pertemuan pendampingan rutin. Berikut
penuturan salah satu rumah tangga peserta program Misykat:
”saya mah tidak hadir dalam pertemuan pekanan karena malu sudah lama
tidak bisa membayar cicilan pinjaman, sedangkan usaha yang saya jalankan
sekarang ini tidak seberapa hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari itu pun kadang tidak cukup, ditambah suami saya sekarang sudah
tidak bekerja” (Ibu Rs).
45
5.3 Tahapan Pengembangan
Proses pelaksanaan program Misykat dapat dikatakan baik jika melalui
tahapan pemberdayaan yaitu tahapan dialog, penemuan dan pengembangan. Tabel
11 menunjukkan bagaimana penilaian responden terhadap pelaksanaan program
Misykat pada tahapan pengembangan.
Tabel 11. Penilaian Peserta Program Misykat Terhadap Pelaksanaan Program
Pada Tahapan Pengembangan, Kelurahan Loji, 2009.
Tahapan Pengembangan Jawaban
Ya (n) Tidak (n)
Mengaktifkan sumber 22 (84,6) 4 (15,4)
Memperluas kesempatan:
a. Kesempatan mengembangkan usaha
24 (92,3)
2 (7,7)
b. Kebebasan melakukan pinjaman modal diluar program Misykat
8 (30,8) 18 (69,2)
Mengakui temuan-temuan atau memberikan
penghargaan bagi peserta yang beprestasi
25 (96,2) 1 (3,8)
Mengintegrasikan kemajuan-kemajuan 19 (73,1) 7 (26,9)
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program menyatakan
bahwa pelaksanaan program Misykat pada tahapan pengembangan dinilai sudah
berjalan dengan baik. Hal ini karena rumah tangga peserta program Misykat
diberikan kebebasan untuk mengembangkan usaha yang dimiliki baik modal
maupun pengembangan jenis usahanya melalui pengoptimalan potensi usaha yang
mereka miliki, contohnya Ibu Ijah memutuskan untuk usaha kripik pisang karena
suaminya berjualan pisang.
Para peserta program Misykat memperoleh pinjaman modal dari Misykat
setelah mereka mengikuti pendampingan lebih dari delapan kali dan terlebih
dahulu mereka harus membuat profosal pengajuan pinjaman modal untuk usaha.
Besarnya pinjaman biasanya disesuaikan dengan jumlah modal yang dibutuhkan
oleh peserta program. Mereka yang mau mengajukan modal harus dalam bentuk
46
kelompok, dan tiap kelompok sebanyak 5 orang yang terdiri dari empat orang
anggota dan satu orang ketua kelompok.
Model pemberian dana bergulir ini mengunakan pola 2 - 2 – 1 yaitu dua
anggota pertama mengajukan pinjaman modal, kemudian disusul dua orang
anggota lagi yang mengajukan pinjaman modal dan terakhir adalah ketua
kelompok. Pemberian dana bergulir dari pola 2 ke 2 berikutnya yakni 1 bulan.
Pengembalian pinjaman modal ini dilapangan terjadi kendala yang disebabkan
karena usaha yang mereka jalankan ada yang gulung tikar akibat modal yang telah
dipinjamkan oleh Misykat dipake biaya sekolah anaknya, dan ada juga yang
terjerat reintenir.
Peserta program Misykat juga diberikan kebebasan untuk melakukan
pinjaman modal diluar program Misykat seperti ke BMT dan Bank, namun para
peserta program Misykat masih sedikit (30,8 persen) yang melakukan
penambahan modal usaha dengan meminjam modal usaha kepada dua lembanga
keuangan mikro tersebut. Hal ini karena mereka takut tidak bisa melunasi uang
pinjamannya dan lembaga keuangan mikro tersebut biasanya mensyaratkan
adanya jaminan. Berikut penuturan salah satu rumah tangga peserta program
Misykat:
“Ibu mah tidak berani meminjam uang ke Bank takut tidak bisa melunasinya,
pinjaman ke Misykat juga belum lunas. Ibu jadi malu belum bisa
melunasinya” (Ibu Rs)
Ironisnya ada sebagian dari peserta program Misykat yang meminjam
uang kepada rentenir dengan alasan mereka terdesak dengan kebutuhan sehari-
hari khususnya biaya sekolah anaknya, sehingga menyebabkan usaha yang telah
47
mereka rintis menjadi gulung tikar. Berikut penuturan salah satu rumah tangga
peserta program Misykat:
“Pelaksanaan program Misykat sudah berjalan dengan baik, namun Ibu-ibu
peserta program biasanya tidak sabar dengan cobaan yang ada. Ibu Diah dulu
punya usaha jualan gorengan, sekarang sudah tidak jualan lagi karena terjerat rentenir. Padahal di Misykat sudah diberikan ilmu bahwa minjam ka rentenir
mah tidak boleh karena mengandung riba yang hukumnya haram” (Ibu Entn)
Pada tahapan pengembangan ini pengintegrasian kemajuan-kemajuan
usaha yang telah mereka capai melalui kerjasama dalam membangun usaha
berjalan baik (73,1 persen), sebagai contoh berdirinya kelompok usaha telor asin
yang terdiri dari 5 orang. Kelompok ini memproduksi telor asin yang dipasarkan
ke lingkungan tempat tinggal mereka. Pada tahap penemuan ini juga dilaksanakan
pemberian penghargaan kepada rumah tangga peserta program jika mereka
menunjukkan prestasi selama program berlangsung, seperti penuturan seorang
rumah tangga peserta program Misykat berikut:
“waktu pendampingnya Teh Ita dan Teh Esti mah, setiap bulan sekali kita
suka diberikan hadiah jika terpilih sebagai peserta yang berprestasi, contonya
Ibu Yayah dulu pernah dapat jam dinding karena rajin datang ke pengajian pekanan. Tapi ayaeuna mah belum ada lagi pembagian hadih seperti itu”
(Ibu Rs)
48
BAB VI
IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT
PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT
6.1 Identifikasi Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Peserta Program
Misykat
Pada hakikatnya masalah kemiskinan merupakan persoalan klasik yang
terus tejadi menimpa kehidupan manusia terutama di negara berkembang
termasuk di Indonesia. Pemerintah, dalam hal ini khususnya Biro Pusat Statistika
(BPS) memiliki 14 kriteria kemiskinan yang dipakai untuk mengambarkan rumah
tangga miskin. Keempat belas kriteria BPS tersebut dijadikan sebagai dasar dalam
penelitian ini untuk mengidentifikasi rumah tangga peserta program Misykat
apakah mereka termasuk kedalam kategori rumah tangga miskin atau bukan.
Ukuran yang menyatakan tingkat karakteristik rumah tangga adalah
dengan menjumlahkan skor total pada setiap indikator karakteristik rumah tangga
BPS. Responden yang termasuk karakteristik rumah tangga miskin adalah
responden yang total skornya lebih dari atau sama dengan 22, sedangkan
responden yang termasuk karakteristik rumah tangga rentan adalah responden
dengan total skornya kurang dari atau sama dengan 21.
Tabel 12. Jumlah Responden Berdasarkan Karakteristik Rumah Tangga Miskin,
Kelurahan Loji, 2009
Kategori
Jumlah Responden
n %
Miskin : ≥ 22 9 34,62
Rentan : ≤ 21 17 65,38
Total 26 100
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program Misykat
tergolong kategori rumah tangga rentan, yaitu sebesar 65,38 persen, sedangkan
49
peserta yang tergolong kategori rumah tangga miskin sebesar 34,62 persen.
Hal ini didukung pula oleh pernyataan salah satu peserta bahwa sebagian besar
peserta program Misykat kehidupannya semakin baik setelah mengikuti program,
seperti penuturan seorang rumah tangga peserta program Misykat berikut:
“alhamdulillah, Ibu mah bersyukur melalui program Misykat, ayeuna mah
punya usaha kridit barang sembako dan warung, walaupun masih kecil-
kecilan, lumayan sekarang bisa membantu suami” (Ibu Ent)
Hal yang sama juga disampaikan oleh salah satu seorang Pendamping
program Misykat, yaitu sebagai berikut:
“kehidupan rumah tangga peserta program Misykat sekarang lebih baik
dibanding sebelum mereka mengikuti program walau pun belum
semuanya, Mas bisa lihat sendiri salah satunya Ibu Ijah beliau sekarang
sudah punya usaha sendiri dengan jualan kripik pisang” (Pendamping
Program: Pak Sfl)
Tabel 13 Karakteristik Rumah Tangga Miskin Menurut BPS Berdasarkan
Penilaian Peserta Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009
No Kriteria Rumah Tangga Miskin
Berdasarkan BPS
Jumlah
Ya Tidak
1 Luas Lantai < 8 m2 per orang 13 (50) 13 (50)
2 Jenis lantai/ bamboo/kayu murah 4 (15,4) 22 (84,6)
3 Jenis dinding bambu/rumbia/kayu/tembok 23 (88,5) 3 (11,5)
4 Tidak punya fasilitas BAB/bersama-sama 4 (15,4) 22 (84,6)
5 Listrik menumpang (tidak bayar sendiri) 5 (19,2) 21 (80,8)
6 Sumber air sumur/mata air/sungai/air hujan 22 (84,6) 4 (15,4)
7 Bahan bakar kayu bakar/arang/minyak tanah 4 (15,4) 22 (84,6)
8 Makan < 2 kali sehari 3 (11,5) 23 (88,5)
9 Makan daging/telur minimal 1 kali/ minggu 20 (76,9) 6 (23,1)
10 Hanya membeli 1 stel pakaian minimal 1
tahun sekali 23 (88,5)
3 (11,5)
11 Tidak sanggup membayar biaya pengobatan
(Jamkesmas) 20 (76,9)
6 (23,1)
12 Pendapata < Rp. 600.000/bulan 9 (34,6) 17 (65,4)
13 Pendidikan maksimal SD 5 (19,2) 21 (80,8)
14 Tidak memiliki tabungan/kendaraan bermotor 15 (57,7) 11 (42,3)
Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga miskin
yang paling dominan di rumah tangga peserta program Misykat Kelurahan Loji,
50
berdasarkan jawaban yang paling banyak dipilih oleh peserta program yaitu: Jenis
dinding bambu/rumbia/kayu/tembok, hanya membeli 1 stel pakaian minimal 1
tahun sekali, sumber air sumur/mata air/sungai/air hujan, makan daging/telur
minimal 1 kali per minggu, tidak sanggup membayar biaya pengobatan
(Jamkesmas), tidak memiliki tabungan/kendaraan bermotor, luas lantai kurang
dari 8 m2 per orang, dan pendapatan kurang dari Rp 600.000 per bulan.
Ada pun karakteristik rumah tangga miskin berdasarkan kriteria BPS yang
sudah tidak relevan lagi digunakan dikelurahan Loji khususnya di RW 11 yaitu
makan kurang dari 2 kali sehari, tidak punya fasilitas BAB/bersama-sama dan
penggunaan bahan bakar menggunakan kayu bakar/arang/minyak tanah. Hal ini
karena sekarang sudah tersosialisasikan dengan baik dan digunakan secara merata
program pergantian bahan bakar minyak tanah ke gas, seperti penuturan rumah
tangga peserta program Misykat berikut:
“Sekarang mah hampir semua warga masyarakat di Loji bahan bakarnya
sudah banyak beralih ke gas. Karena dibandingkan minyak tanah, bahan
bakar gas mah jauh lebih murah dan gampang diperoleh na” (Ibu End)
51
6.2 Hubungan Antara Tingkat Kemiskinan dengan Tingkat Pelaksanaan
Program Misykat.
Hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat pelaksanaan program
Misykat ditunjukkan dalam tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Karakteristik Rumah Tangga Miskin
dan Pelaksanaan Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009.
Tingkat Pelaksanaan Program
Misykat
Rumah Tangga Miskin
Miskin Rentan
N (%) n
Baik 9 (100) 17 (100)
Cukup 0 0
Kurang 0 0
Total 9 (100) 17 (100)
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah responden
berdasarkan karakteristik rumah tangga kategori miskin dan rentan sama-sama
memberikan penilaian baik terhadap pelaksanaan program Misykat yaitu sebesar
26 responden atau 100 persen, yang terbagi kedalam 9 responden kategori miskin
dan 17 responden kategori rentan. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan
diatas bahwa kehidupan rumah tangga peserta program Misykat lebih baik
dibandingkan ketika sebelum mengikuti program Misykat. Demikian juga dengan
pelakasanaan program Misykat dinilai baik oleh rumah tangga peserta program
Misykat. seperti penuturan rumah tangga peserta program Misykat berikut:
“alhamdulillah melalui program Misykat, ayeuna gaduh usaha jualan kripik pisang, tadina mah suami hanya jualan pisangnya saja. Peralatan usaha dan
penjualannya dibantu oge ku Misykat, lumayan sekarang bisa menambah
penghasilan keluarga” (Ibu Ijh)
Berdasarkan uji statistik dengan uji Korelasi Rank Spearman, diperoleh
hasil nilai korelasi sebesar 0,143. Hal ini mengidentifikasikan bahwa antara
tingkat kemiskinan dengan tingkat pelaksanaan program Misykat tidak memiliki
52
hubungan yang signifkan (p > 0.05). Tidak ada hubungan ini karena baik rumah
tangga miskin maupun rentan sama-sama merasakan manfaat program Misykat,
sehingga baik rumah tangga miskin dan rentan sama-sama memberikan penilaian
baik terhadap pelaksanaan program Misykat.
6.3 Identifikasi Tingkat Pengetahuan Peserta Program Misykat dalam
Kebijakan LAZNAS DPU DT
Ukuran yang menyatakan tingkat pengetahuan peserta program Misykat
dalam kebijakan LAZNAS DPU DT diperoleh dengan menjumlahkan skor total
yang diperoleh dari masing-masing responden. Responden yang memiliki
pengetahuan tinggi adalah responden yang total skornya lebih dari atau sama
dengan 11, responden yang memiliki pengetahuan sedang adalah responden yang
total skornya antara 8 sampai dengan 10, sedangkan responden yang memiliki
pengetahuan rendah adalah responden yang total skornya kurang dari atau sama
dengan 7. Secara umum, tingkat pengetahuan peserta program Misykat terhadap
kebijakan LAZNAS DPU DT disajikan pada Tabel 16.
Tabel 15. Jumlah Responden Berdasarkan Pengetahuan Peserta Terhadap
Kebijakan LAZNAS DPU DT, Kelurahan Loji, 2009.
Tabel 15 menunjukkan bahwa pengetahuan sebagian besar peserta
program Misykat terhadap kebijakan LAZNAS DPU DT tergolong kategori
sedang, yaitu sebesar 88,46 persen. Hal ini dikarenakan sosialisasi program
kepada calon peserta program Misykat hanya dilakukan pada awal program
Kategori (Skor)
Jumlah Responden
n %
Tinggi : ≥ 11 0 0
Sedang : 8 – 10 23 88,46
Rendah : ≤ 7 3 11,54
Total 26 100,00
53
sebanyak 1-3 kali yaitu pada tahun 2006 dan ketika ada pergantian anggota
MIsykat. Sehingga dari hasil penelitian diperoleh seluruh peserta program tidak
mengetahui visi dan misi program Misykat, sedangkan yang mengetahui tujuan
dari program Misykat dari total peserta 26 rumah tangga hanya 11 rumah tangga
yang tahu salah satu tujuan dari program Misykat. Hal yang sama terjadi pada
pengetahuan responden mengenai sasaran dari program Misykat yaitu sebesar 10
peserta yang memberikan jawaban yang tepat terhadap pertanyaan mengenai salah
satu sasaran program Misykat dari total peserta 26 rumah tangga.
6.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Pelaksanaan
Program Misykat
Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat pelaksanaan
program Misykat ditunjukkan dalam tabel 16 di bawah ini.
Tabel 16. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Peserta dan
Pelaksanaan Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009.
Tingkat Pelaksanaan
Program Misykat
Tingkat Pengetahuan Peserta
Tinggi Sedang Rendah
n % n % n %
Baik 0 0 20 83,33 2 100
Cukup 0 0 3 12,50 0 0
Kurang 0 0 1 4,17 0 0
Total 0 0 24 100 2 100
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah responden
berdasarkan tingkat pengetahuan peserta terhadap Kebijakan LAZNAS DPU DT
dalam program Misykat, responden dengan tingkat pengetahuan sedang
memberikan penilaian baik terhadap pelaksanaan program Misykat sebesar 83,33
persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar rumah tangga peserta program
Misykat merasakan pelaksanaan program Misykat sudah berjalan dengan baik.
54
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, pelaksana program memulai program
Misykat dengan melakukan sosialisasi program kepada calon anggota sebanyak 1-
3 kali dan ditambah adanya kegiatan pendampingan rutin setiap sepekan sekali
dengan durasi waktu selama dua jam. Dalam kegiatan pendampingan rutin para
peserta dibekali materi pendidikan yang diberikan dalam rentan waktu satu bulan
pertama adalah tentang budaya menabung (tabungan dalam pandangan Islam,
pentingnya menabung, hambatan dan kiat menabung). Materi ini diberikan untuk
menambah pengetahuan dan kemampuan mereka tentang menabung.
Bulan kedua para peserta program dikenalkan dengan materi utang piutang
dalam pandangan Islam, akad-akad syariah dan jenis-jenis pembiayaan dalam
Islam seperti mudhorobah, murobahah, dan musyarokah. Bulan selanjutnya
anggota Misykat diberikan materi tentang manajemen rumah tangga, bisnis, dan
materi-materi lainnya yang menunjang usaha dan akhlak yang baik bagi mereka.
Materi-materi yang disampaikan sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan.
Setelah mereka mengikuti pendampingan rutin selama delapan kali pertemuan dan
setelah dinilai siap oleh pendamping program untuk menerima bantuan, barulah
mereka diberikan pinjaman modal. Berikut penuturan salah satu rumah tangga
peserta program Misykat:
“pendampingan rutinan setiap pekan alhamdulillah seur manfaatna untuk Ibu-
ibu, setiap pekan kita diberikan materi cara mengelola usaha, sareng materi
agama. Alhamdulillah sekarang kita sedikitnya lebih tahu cara mengelola usaha. Ada juga anggota Misykat anu tadina jarang sholat sekarang mah rajin
shalatnya. Sampai shalat sunnah duha dan ngajinya skarang rajin”. (Ibu Ent)
Berdasarkan uji statistik dengan uji Korelasi Rank Spearman, diperoleh
nilai korelasi sebesar 0,162. Hal ini mengidentifikasikan bahwa antara tingkat
pengetahuan peserta terhadap Kebijakan LAZNAS DPU DT dengan tingkat
pelaksanaan program Misykat tidak terdapat hubungan yang signifikan (P > 0,05).
55
Hal ini diduga disebabkan baik rumah tangga dengan tingkat pengetahuan sedang
maupun rendah terhadap kebijakan LAZNAS DPU DT, sama-sama memberikan
penilaian baik terhadap pelaksanaan program Misykat.
56
BAB VII
TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA
PROGRAM MISYKAT
7.1 Identifikasi Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Miskin
Peserta Program Misykat
Ukuran yang menyatakan tingkat keberdayaan rumah tangga peserta
program Misykat diperoleh dengan menjumlahkan skor total yang diperoleh dari
masing-masing responden. Responden yang memiliki tingkat keberdayaan rumah
tangga tinggi adalah responden yang total skornya lebih dari atau sama dengan 19,
sedangkan responden yang memiliki tingkat keberdayaan rumah tangga rendah
adalah responden yang total skornya kurang dari atau sama dengan 18. Secara
umum, tingkat keberdayaan rumah tangga peserta program Misykat disajikan
pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Keberdayaan Rumah Tangga
Peserta Program Misykat, Kelurahan Loji, 2009
Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program Misykat
tergolong kategori tingkat keberdayaan tinggi, yaitu sebesar 92,31 persen. Hal ini
didukung pula oleh pernyataan salah satu peserta bahwa sebagian besar peserta
program Misykat tingkat keberdayaan hidupnya semakin baik setelah mengikuti
program, seperti penuturan seorang rumah tangga peserta program Misykat
berikut:
“Ibu mah bersyukur melalui program Misykat, ayeuna punya usaha jualan
warung, lumayan sekarang bisa membantu suami. Ibu-ibu yang lain juga usahanya sudah berjalan contohnya Ibu Ijah mendapatkan modal dari Misykat
No Kategori Jumlah Responden
n %
1 Tinggi : ≥ 19 24 92,31
2 Rendah : ≤ 18 2 7,69
Total 26 100
57
dengan usaha kripik pisang, dulu hanya jualan pisang mentah diplastikan
sekarang jualannya pake bungkusan yang menarik. (Ibu Ent)
Tabel 18. Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Peserta Program Misykat,
Kelurahan Loji, 2009
Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program
Misykat memiliki keberdayaan ekonomi tinggi. Hal ini karena rumah tangga
peserta program Misykat memiliki kebebasan untuk mengakses terhadap
keuangan mikro seperti Baitul Mal Watanwil (BMT) dan Bank, walaupun ternyata
sangat sedikit (38,5 persen) peserta program yang berencana untuk meminjam
uang ke lembaga keuangan mikro tersebut. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan
pada bab sebelumnya bahwa alasan mereka tidak meminjam uang kepada
lembaga keuangan mikro karena mereka takut tidak bisa melunasi uang
pinjamannya, apalagi lembaga tersebut biasanya mensyaratkan ada jaminan.
Berikut penuturan salah satu rumah tangga peserta program Misykat:
“Ibu mah tidak berani meminjam uang ke Bank takut tidak bisa melunasinya,
pinjaman ke Misykat juga belum lunas. Ibu jadi malu belum bisa melunasinya”
(Ibu Rs)
Keberdayaan Ekonomi
Rumah Tangga Miskin
Jumlah
Ya Tidak
Mendapatkan pinjaman modal dari program Misykat 21 (80,8) 5 (19,2)
Kemudahan mengakses pinjaman modal ke Misykat 20 (76,9) 6 (23,1)
Mendapatkan pelayanan penyimpanan tabungan dalam
program Misykat 26 (100)
0 (0)
Mendapatkan pendampinan dan pelatihan usaha dari
program Misykat 20 (76,9)
6 (23,1)
Berencana meminjam pinjaman modal selain dari
program Misykat 10 (38,5)
20 (61,5)
Mudah melakukan transaksi jual beli di pasar 25 (96,2) 4 (15,4)
Memiliki kemampuan untuk memasarkan produk hasil usaha
22 (84,6)
4 (15,4)
Mampu mengatur pembagian modal pinjaman 20 (76,9) 6 (23,1)
Mampu mengatur penggunaan uang hasil tabungan 21 (80,8) 5 (19,2)
Mampu mengatur hasil keuntungan dari usaha yang anda jalankan
24 (92,3)
2 (7,7)
Mampu mengatur hasil pendapatan usaha keluarga 25 (96,2) 4 (15,4)
Mampu mengatur penggunaan barang-barang produksi 21 (80,8) 5 (19,2)
58
Peserta program Misykat memiliki akses terhadap aset-aset produksi
seperti: mesin produksi (mesin jahit, mesin obrasan, mesin bordir, kulkas, mixer,
open), motor, tanah, gerobak bakso, warung. Akses terhadap pasar seperti:
aktifitas jual dan beli produk yang mereka jalankan. Memiliki kontrol terhadap
penggunaan pinjaman dan tabungan yang mereka hasilkan dari usaha yang
mereka jalankan digunakan untuk: 1) menambah modal usaha, 2) menabung
(tabungan cadangan dan tabungan berencana), bayar iuran yaitu iuran anggota dan
iuran kas majlis, 3) menyisihkan uangnya untuk infaq yang besarnya sesuai
keikhlasan masing-masing, dan 4) konsumsi keluarga. Walaupun terkadang
mereka suka telat membayar iuran dan menyisihkan untuk menabung karena uang
yang ada digunakan untuk membayar biaya sekolah anak-anaknya.
Mereka juga memiliki kontrol atas pendapatan dan aktifitas keluarga
khususnya pendapatan suami, biasanya mereka gunakan untuk konsumsi keluarga,
membayar utang, biaya sekolah anak dan mengeluarkan infaq. Menyisihkan uang
untuk infaq selalu mereka usahakan karena mereka berkeyakinan bahwa infaq
yang mereka keluarkan sebenarnya untuk diri mereka sendiri dan akan dibalas
oleh Allah SWT dengan sesuatu yang lebih baik. Hal ini merupan salah satu buah
dari materi pendidikan pada kegiatan pendapingan rutinan yang senantiasa setiap
pekannya dilaksanakan.
59
7.2 Hubungan Antara Tingkat Pelaksanaan Program Misykat dengan
Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Peserta Program
Misykat
Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat pelaksanaan
program Misykat ditunjukkan dalam tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19. Jumlah Responden Berdasarkan Pelaksanaan Program Misykat dan
Tingkat Keberdayaan, Kelurahan Loji, 2009.
Tingakat Keberdayaan
Ekonomi Rumah Tangga
Tingkat Pelaksanaan Program
Baik Cukup Kurang
N % n % n %
Tinggi 21 95,45 3 100 0 0
Rendah 1 4,55 0 0 1 100
Total 22 100 3 100 1 100
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memberikan
penilaian baik terhadap pelaksanaan program Misykat, ternyata memiliki tingkat
keberdayaan ekonomi rumah tangga tinggi yaitu 95,45 persen. Pada responden
yang memberikan penilaian dengan tingkat pelaksanaan program Misykat kurang
memiliki tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga rendah yaitu sebesar 100
persen. Data diatas menunjukkan bahwa ketika pelaksanaan program Misykat
semakin baik maka tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga semakin tinggi.
Demikian juga sebaliknya ketika tingkat pelaksanaan program Misykat kurang
maka tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga peserta program Misykat
rendah.
Fenomena diatas terjadi karena proses pendampingan pekanan yang
dijalankan oleh pelaksana program dirasakan bermanfaat dalam meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan mengelola usaha yang sedang mereka jalankan,
seperti:kemampuan mengakses dan mengontrol terhadap aset-aset produktif
seperti membeli mesin produksi, kulkas dan motor. Kemampuan mengakses
60
terhadap pasar dengan menjual produksi hasil usaha sendiri, kemampuan
mengontrol terhadap pendapatan yang dihasilkan oleh hasil usaha sendiri dan
penghasilan suami dengan cara menabung di Misykat. Semua peserta Program
Misykat memiliki tabungan di Misykat hal ini karena mereka sadar akan manfaat
dari menabung tersebut. Peserta program Misykat diberikan kebebasan dalam
mengembangkan usaha baik menambah modal usaha dengan meminjam kepada
lembaga selain dari program Misykat maupun pengembangan diversifikasi
usahanya. Sehingga pelaksanaan program Misykat yang baik ini berdampak
kepada tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga yang baik juga. Berikut
penuturan salah satu peserta program:
”Alhamdulillah pendampingan rutinan setiap pekan bermanfaat pisan
kanggo Ibu-ibu anggota Misykat. Ibu-ibu dipasihan materi cara ngelola
usaha, gimana cara usaha anu halal, sareng dipasihan materi pengetahuan agama Islam. Ibu-ibu yang tadinya jarang sholat ayeuna mah getol sholat
na. Jeung Ibu-ibu ayeuna mah bertambah berani contohna jadi petugas
MC atau Tilawah kumargi tos aya jadwal na, jadi mau tidak kudu berani
da udah jadwal na”. (Ibu Yyh)
Berdasarkan uji statistik dengan uji Korelasi Rank Spearman, diperoleh
hasil nilai korelasi sebesar 0,288. Hal ini mengidentifikasikan bahwa antara
tingkat keberdayaan rumah tangga dengan tingkat pelaksanaan program Misykat
tidak terdapat hubungan yang signifikan (P > 0,05). Hal ini diduga karena adanya
faktor-faktor lain yang mempengaruhi mengapa sebuah rumah tangga tidak
berdaya pada dasarnya dapat ditelaah dari dimensi struktural dan kultural.
Dimensi struktural-kultural mengandung makna berlangsungnya
hubungan-hubungan sosial dan interakasi sosial yang khas dalam komunitas yang
mengakibatkan berlangsungnya suatu kebiasaan yang dapat “membius” dan
membatasi inisiatif dan semangat warga komunitas untuk berkembang.
Berlangsungnya sikap-sikap yang pasrah, kurang kreatif, inisiatif, dan berani
61
dalam masyarakat atau tidak langsung dapat mengekalkan bentuk-bentuk dan sifat
hubungan sosial yang khas dalam komunitas termasuk dalam sebuah keluarga
(Nasdian, 2006).
Dampak dari program Misykat terhadap rumah tangga peserta program
Misykat secara kualitatif berdampak kepada kehidupan yang semakin baik. Hal ini
karena sebanyak 26 rumah tangga peserta program Misykat dari sebelumnya tidak
punya usaha kini mereka punya usaha. Ada pun 8 dari 26 peserta Misykat kini
kondisinya sudah tidak berusaha lagi karena modal mereka habis dipakai untuk
biaya sekolah anak, terjerat kepada reintenir dan memilih untuk bekerja. Dampak
program Misykat juga ditunjukan dengan semua peserta program Misykat
memiliki tabungan.
62
BAB VIII
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diulas pada bab-bab sebelumnya,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan program Misykat dalam menerapkan prinsip pemberdayaan telah
dinilai baik oleh peserta program Misykat. Hal ini karena pendamping
program Misykat melakukan tahapan dalam pelaksanaan program
pemberdayaan yaitu: tahapan dialog, penemuan dan pengembangan.
2. Rumah tangga peserta program Misykat sebagian besar tergolong kategori
rumah tangga rentan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi penerima program
lebih baik setelah mengikuti program Misykat. Hubungan antara tingkat
kemiskinan dengan tingkat pelaksanaan program Misykat tidak memiliki
hubungan yang signifkan, karena baik rumah tangga miskin maupun rentan
sama-sama merasakan manfaat program Misykat, sehingga rumah tangga
miskin dan rentan sama-sama memberikan penilaian baik terhadap
pelaksanaan program Misykat.
3. Pengetahuan sebagian besar peserta program Misykat tergolong kategori
sedang. Hal ini dikarenakan sosialisasi program kepada calon peserta
program Misykat hanya dilakukan pada awal program sebanyak 1-3 kali yaitu
pada tahun 2006 dan ketika ada pergantian anggota Misykat. Tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan peserta terhadap
Kebijakan LAZNAS DPU DT dengan tingkat pelaksanaan program Misykat.
Hal ini diduga karena baik rumah tangga dengan tingkat pengetahuan sedang
63
maupun rendah terhadap kebijakan LAZNAS DPU DT, sama-sama
memberikan penilaian baik terhadap pelaksanaan program Misykat.
4. Rumah tangga peserta program Misykat sebagian besar sudah berdaya, hal ini
menunjukkan bahwa kondisi keberdayaan dari penerima program setelah 3
tahun semakin baik. Ada pun hubungan antara tingkat keberdayaan rumah
tangga dengan tingkat pelaksanaan program Misykat tidak terdapat hubungan
yang signifikan. Hal ini diduga karena adanya faktor-faktor lain yang
mempengarhi keberdayaan ekonomi rumah tangga seperti adanya sikap-sikap
yang pasrah, kurang kreatif, inisiatif, dan berani yang dimiliki oleh rumah
tangga peserta program Misykat.
8.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diulas pada bab-bab sebelumnya,
maka saran dari penulis sebagai berikut:
1. Melakukan sinergi dengan membangun kemitraan yang lebih baik lagi antara
DPU DT, aparat pemerintah dan tokoh masyarakat setempat dalam
melakukan program pemberdayaan rumah tangga miskin sehingga.
2. Perlu dibuat kriteria standar rumah tangga yang berhak mendapatkan bantuan
dari program Misykat.
3. Memberikan perhatian kepada peserta program Misykat, agar mereka
memiliki etos kerja yang baik dan dapat mengembangkan jiwa wirausahanya
melalui pelatihan-pelatihan yang lebih menarik dan pemberian penghargaan
bagi peserta program Misykat yang berprestasi.
64
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas. 2005. Starategi Nasional Peangulangan Kemiskinan. Sekret Kelompok
Kerja Perencanaan Makro Penangulangan Kemiskinan Bappenas-Komite
Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta
Beik, Irfan Syauqi dan Sukmana, Riditya. Mengakselerasi Pertumbuhan Zakat.
Repubik Opini. Harian Republika edisi Jumat, 13 Februari 2009.
BPS 2006. Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2005-2006. Berita Resmi
Statistika no. 47/IX/ 1 September 2006.
BPS 2006. Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2007. Berita Resmi Statistika
no. 38/07/th. X/ 2 Juli 2007.
Darmanto, Herry. 2004. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masyarakat
Terpencil dalam Majalah Triwulan Perencanaan Pembangunan Edisi
04/IX. Jakarta: Bappenas. .
Hartoyo, Sri. 2007. Peranan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP) terhadap Pendapatan Usaha Kecil di Kelurahan Kedung Badak,
Kota Bogor. Skripsi Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya.
Fakultas Pertanian. IPB.
Hikmat, R. Herry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Juhari, Ahmad. 2004. Tesis: Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Sektor
Usaha Kecil Rumah Tangga (di Kecamatan Sumedang Utara, kabupaten
Sumedang, Propinsi jawa Barat). Magister Profesional Pengembangan
Masyarakat. Sekolah Pasca Sarjana. IPB.
Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2003. Informasi Dasar Penyusunan Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah. Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional. Jakarta.
Monografi Kelurahan Loji. 2009. Tidak diterbitkan
Nasdian, Fredian Tonny. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community
Development). Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Fakultas Ekologi Manusia. IPB.
Rahayu, MG Ana Budi. Pembangunan Perekonomian Nasional Melalui
Pemberdayaan Masyarakat Desa. [www.binaswadaya.org]. Diakses pada
tanggal 17 November 2008.
Rusli, S. dkk. 1995. Metodologi Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin.
Jakarta: Gramedia Widiasarana.
65
Soemardjan, Selo. 1993. Kemiskinan: Suatu Pandangan Sosiologis. Jakarta.
Makalah tidak diterbitkan.
Suharto, Edi. 1997) Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial:
Spektrum Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS
(LSP-STKS).
Suharto. 2003. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial dalam Menangani
Kemiskianan di Indonesia. Bandung: STKS Press.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial.
Bandung: PT Refika Aditama.
Suharto, Pandu. 1991. Grameen Bank: Sebuah Model Bank Untuk Orang Miskin
Di Bangladesh. Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia
(LPPI).
Suyana, Achmad. 2003. Evaluasi Kebijakan Ketahanan Pangan, Kumpulan
artikel. Yogyakarta: BPFE Ekonomi UGM.
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian.
Jakarta: Bina Rena Pariwara.
66
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Dokumentasi
Gambar 2. Usaha Kripik Pisang milik salah satu rumah
tangga peserta program Misykat
Gambar 3. Usaha Warung makan jajanan dan sayuran
milik salah satu rumah tangga peserta program Misykat
Gambar 4. Usaha pementalan benang sol milik salah
satu rumah tangga peserta program Misykat
67
Gambar 5. Kegiatan pendampingan rutin antara Pendamping dan
Ibu-ibu peserta program Misykat.
68
Cor relations
1,000 ,480* ,177 ,288
. ,013 ,387 ,154
26 26 26 26
,480* 1,000 ,003 ,283
,013 . ,988 ,162
26 26 26 26
,177 ,003 1,000 ,295
,387 ,988 . ,143
26 26 26 26
,288 ,283 ,295 1,000
,154 ,162 ,143 .
26 26 26 26
Correlation Coef f ic ient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coef f ic ient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coef f ic ient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coef f ic ient
Sig. (2-tailed)
N
tingakat keberdayaan RT
pengetahuan RT
karakteris tik RTM
pelaksanaan program
misykat
Spearman's rho
tingakat
keberdayaan
RT
pengetahuan
RT
karakteris tik
RTM
pelaksanaan
program
misykat
Correlation is s ignif icant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik dengan Menggunakan Korelasi Rank Spearman
69
Lampiran 3. Olahan Data SPSS Versi 13.00
st no pd pk lmm Jak pek ph Ppm krtm peng tingkat kat_tingkat kat_peng kat_krtm kat_ppm
1 1 4 2 2 3 2 2 30 21 10 28 1 2 1 1
2 1 4 2 2 2 2 2 31 23 10 27 1 2 1 1
3 1 4 1 2 2 2 2 30 20 10 24 1 2 1 1
4 1 3 1 2 2 2 1 28 19 9 22 1 2 1 1
5 1 4 2 2 3 2 2 31 19 10 28 1 2 1 1
6 1 3 1 2 1 2 1 30 21 9 25 1 2 1 1
7 1 2 2 2 3 2 1 30 23 9 26 1 2 1 1
8 1 3 1 2 2 2 2 29 22 10 27 1 2 1 1
9 2 1 2 2 3 1 1 29 19 9 22 1 2 1 1
10 1 4 1 2 . 2 1 28 24 7 15 2 3 1 1
11 1 4 1 2 1 2 2 27 20 9 22 1 2 1 2
12 1 2 1 2 2 1 . 31 23 10 24 1 2 1 1
13 1 2 2 2 2 2 1 30 21 7 26 1 3 1 1
14 1 4 2 2 2 2 2 30 22 9 28 1 2 1 1
15 1 3 1 1 2 2 1 31 20 8 22 1 2 1 1
16 1 4 2 2 2 2 1 30 21 9 29 1 2 1 1
17 1 4 1 2 2 2 2 30 17 10 27 1 2 1 1
18 1 3 2 2 2 2 . 30 22 9 25 1 2 1 1
19 1 2 2 2 2 1 1 29 24 9 26 1 2 1 1
20 1 3 2 2 3 2 1 29 23 9 27 1 2 1 1
21 1 2 2 2 2 2 2 29 19 9 26 1 2 1 1
22 1 1 1 2 1 2 1 28 21 10 28 1 2 1 1
23 1 3 1 1 1 2 2 29 19 8 24 1 2 1 1
24 1 4 1 2 2 2 2 27 20 9 27 1 2 1 2
25 2 5 1 2 1 1 . 27 17 9 26 1 2 1 2
26 1 4 1 1 1 2 2 20 15 9 18 2 2 2 3
70
Lampiran 4. Variabel, Definisi Operasinal, indikator dan Skala Pengukuran
Data
Variabel
Definisi
Operasional
Indikator Skala
Pengukura
n Data
Dialog Kegiatan
menyiapkan
kerjasama, membentuk
kemitraan, artikulasi
tantangan, mengidentifikasi
sumber kekuatan dan
menentuan arah.
Ada kegiatan menyiapkan
kerjasama, membentuk
kemitraan, artikulasi
tantangan, mengidentifikasi sumber kekuatan dan
menentuan arah: 1 = Ya
Tidak ada kegiatan
menyiapkan kerjasama, membentuk kemitraan,
artikulasi tantangan,
mengidentifikasi sumber kekuatan dan menentuan arah:
2 = Tidak
Ordinal
Penemuan Kegiatan memahami
sistem sumber, menganalisis
kapasitas sumber dan
menyusun frame pemecahan maslah.
Ada kegiatan memahami
sistem sumber, menganalisis
kapasitas sumber dan menyusun frame pemecahan
masalah: 1 = Ya.
Tidak ada kegiatan memahami
sistem sumber, menganalisis kapasitas sumber dan
menyusun frame pemecahan
masalah: 2 = Tidak
Ordinal
Pengembangan Kegiatan mengaktifkan
sumber, memperluas
kesempatan, mengakui temuan-
temuan, dan
mengintegrasikan
kemajuan.
Ada kegiatan mengaktifkan
sumber, memperluas kesempatan, mengakui
temuan-temuan, dan
mengintegrasikan kemajuan: 1 = Ya
Tidak ada kegiatan
mengaktifkan sumber,
memperluas kesempatan,
mengakui temuan-temuan, dan mengintegrasikan kemajuan:
2 = Tidak
Ordinal
Luas lantai bangunan tempat
tinggal.
Luas lantai bangunan tempat tinggal yang
dimanfaatkan untuk
aktivitas kurang dari
8 m2 per orang
Kategori:
Kurang dari 8 m2 per orang:
1 = Ya Lebih dari 8 m
2 per orang :
2 = Tidak
Ordinal
Jenis lantai
bangunan tempat
tinggal.
Jenis lantai bangunan
tempat tinggal
sebagaian besar terbuat dari tanah/
bambu/kayu murah
Kategori :
Tanah/bambu/kayu murahan:1
= Ya
Selain tanah/
bambu/kayu murahan :
Ordinal
71
2 = Tidak
Jenis dinding
bangunan tempat
tinggal.
Jenis dinding
bangunan tempat
tinggal terbuat dari bambu/rumbai/kayu
kualitas rendah/
tembok tanpa plester
Kategori :
Bambu/rumbai/kayu kualitas
rendah/tembok tanpa plester:
1= Ya
Selain bambu/ rumbai/kayu
kualitas rendah/tembok tanpa
plester : 2 = Tidak
Ordinal
Fasilitas tempat
buang air besar.
Tempat untuk buang
air besar di dalam rumah sendiri.
Kategori :
Tidak ada, menumpang rumah
lain : 1 = Ya
Ada : 2 = Tidak
Ordinal
Sumber air
minum.
Mata air yang tidak
terlindung seperti:
sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/
air hujan
Kategori :
Sumur, mata air tidak
terlindung/ sungai/ air hujan:
1 = Ya
Selain berasal dari sumur,
mata air tidak terlindung/
sungai/ air hujan : 2 = Tidak
Ordinal
Bahan bakar
untuk memasak.
Jenis bahan bakar
yang digunakan untuk memasak
sehari-hari seperti:
kayu bakar/arang/ minyak tanah
Kategori :
Kayu bakar/arang/minyak
tanah :1 = Ya
Selain kayu bakar/
arang/minyak tanah: 2 = Tidak
Ordinal
Konsumsi
daging/ayam/susu
/ per minggu.
Frekuensi konsumsi
rumah tangga seperti
daging/ayam/susu perminggu.
Kategori :
Mengkonsumsi satu kali atau
dua kali seminggu : 1 = Ya
Mengkonsumsi lebih dari satu
kali atau dua kali dalam seminggu: 2 = Tidak
Ordinal
Pembelian
pakaian baru
setiap anggota rumah
tangga setiap
tahun
Kemampuan rumah
tangga membeli
pakaian baru minimal satu stel
setiap tahun.
Kategori :
Tidak pernah membeli/ satu
stel setiap tahun: 1=Ya
Pernah membeli satu stel
setiap tahun: 2 = Tidak
Ordinal
Kemampuan
membayar untuk
berobat Ke
puskesmas atau dokter.
Kemampuan rumah
tangga membayar
biaya perobatan
anggota keluarga ke puskesmas atau
doktor.
Kategori:
Tidak mampu membayar:
1 = Ya
Mampu membayar: 2 = Tidak
Orinal
Pemilikan aset/harta
bergerak maupun
tidak bergerak.
Kepemilikan rumah tangga terhadap harta
kekayaan/aset/harta
bergerak seperti yang
mudah dijual dengan nilai minimal Rp
500.000,00 seperti
sepeda motor, emas, perhiasan, perahu
Kategori :
Tidak mempunyai
tabungan/barang yang mudah
dijual dengan nilai minimal
Rp. 500.000,00 seperti sepeda
motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan,
sepeda motor dan barang
modal lainnya : 1 = Ya
Orinal
72
motor dan barang
modal lainnya. Mempunyai tabungan/barang
yang mudah dijual dengan
nilai minimal Rp. 500.000,00
seperti sepeda motor (kredit
maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan
barang modal lainnya :
2 = Tidak.
Akses terhadap
pelayanan
keuangan mikro
Kemampuan rumah
tangga miskin untuk
mendapatkan
pinjaman modal, menabungan, dan
pendampingan dari
lembaga keuangan mikro.
Memiliki usaha, mendapatkan
pinjaman modal usaha dari
Misykat, modal pinjaman
digunakan untuk apa
menambah modal modal, tidak mendapatkan kendala saat
mengajukan pinjaman modal
ke Misykat, mendapatkan pelayanan penyimpanan
tabungan, mendapatkan
pendampinan dan pelatihan usaha, berencana meminjam
pinjaman modal selain dari
program Misykat: 1 = Ya
Tidak memiliki usaha, tidak
mendapatkan pinjaman modal usaha dari Misykat, modal
pinjaman digunakan selain
menambah modal modal, mendapatkan kendala saat
mengajukan pinjaman modal
ke Misykat, tidak
mendapatkan pelayanan penyimpanan tabungan, tidak
mendapatkan pendampinan
dan pelatihan usaha, tidak ada rencana meminjam pinjaman
modal selain dari program
Misykat: 2 = Tidak
Orinal
Akses terhadap aset-aset
produktif
Kemampuan rumah tangga miskin untuk
memiliki aset-aset
produksi seperti: tanah, motor, mobil,
dan mesin produksi.
Memiliki barang-barang (aset)
produksi: 1 = Ya
Tidak memiliki barang-barang
(aset) produksi: 2 = Tidak
Ordinal
Akses terhadap
pasar
Kemampuan rumah
tangga miskin dalam memasarkan produk,
menjual produk, dan
membeli produk.
Mudah melakukan transaksi
jual beli di pasar, memiliki
kemampuan untuk memasarkan produk hasil
usaha anda: 1 = Ya
Kesulitan melakukan
transaksi jual beli di pasar, tidak memiliki kemampuan
untuk memasarkan produk
Ordinal
73
hasil usaha anda: 2 = Tidak
Kontrol terhadap
penggunaan
pinjaman dan tabungan yang
dihasilkannya
Kemampuan rumah
tangga miskin
mengatur pengalokasian modal
pinjaman dan
tabungan dari hasil pendapatan yang
telah dihasilkan
usahanya.
Mampu mengatur pembagian
modal pinjaman,penggunaan
uang hasil tabungan dan
mampu mengatur hasil keuntungan dari usaha yang
sedang dijalankan: 1 = Ya.
Tidak Mampu mengatur
pembagian modal pinjaman,penggunaan uang
hasil tabungan dan mampu
mengatur hasil keuntungan
dari usaha yang sedang dijalankan: 2 = Tidak
Ordinal
Kontrol atas
pendapatan aktifitas produktif
keluarga yang
lainnya
Kemampuan rumah
tangga miskin mengatur
pengalokasian
pendapatan dari hasil
usaha keluarga di luar usaha yang
sedang ia jalankan.
Mampu mengatur hasil
pendapatan usaha keluarga:
1 = Ya.
Tidak mampu mengatur hasil
pendapatan usaha keluarga:
2 = Tidak
Ordinal
Kontrol atas aset produktif dan
kepemilikan
keluarga.
Kemampuan rumah tangga miskin
mengatur
penggunaan barang-
barang produksi usaha (motor, tanah,
mobil, mesin dll)
maupun barang milik keluarga.
Mampu mengatur barang-
barang produksi (aset): 1 = Ya.
Tidak mampu mengatur
barang-barang produksi (aset):
1= Tidak
Ordinal
Luas lantai
bangunan tempat
tinggal.
Luas lantai bangunan
tempat tinggal yang
dimanfaatkan untuk aktivitas kurang dari
8 m2 per orang
Kategori:
Kurang dari 8 m2 per orang :
1 = Ya
Lebih dari 8 m2 per orang :
2 = Tidak
Ordinal
Jenis lantai
bangunan tempat
tinggal.
Jenis lantai bangunan
tempat tinggal
sebagaian besar terbuat dari tanah/
bambu/kayu
murahan
Kategori :
Tanah/bambu/kayu murahan:
1 = Ya
Selain tanah/bambu/kayu
murahan :2 = Tidak
Ordinal
Jenis dinding
bangunan tempat
tinggal.
Jenis dinding
bangunan tempat
tinggal terbuat dari bambu/rumbai/kayu
kualitas rendah/
tembok tanpa plester
Kategori :
Bambu/rumbai/kayu kualitas
rendah/tembok tanpa plester :
1= Ya
Selain bambu/rumbai/kayu
kualitas rendah/tembok tanpa
plester: 2 = Tidak
Ordinal
Fasilitas tempat
buang air besar.
Tempat untuk buang
air besar di dalam
Kategori :
Tidak ada, menumpang rumah
Ordinal
74
rumah sendiri.
lain : 1 = Ya
Ada : 2 = Tidak
Sumber air
minum.
Mata air yang tidak
terlindung seperti:
sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/
air hujan
Kategori :
Sumur, mata air tidak
terlindung/ sungai/ air hujan:
1 = Ya
Selain berasal dari sumur,
mata air tidak terlindung/
sungai/ air hujan : 2 = Tidak
Ordinal
Bahan bakar
untuk memasak.
Jenis bahan bakar
yang digunakan untuk memasak
sehari-hari seperti:
kayu bakar/arang/ minyak tanah
Kategori :
Kayu bakar/arang/minyak
tanah :1 = Ya
Selain kayu bakar/
arang/minyak tanah: 2 = Tidak
Ordinal
Konsumsi
daging/ayam/susu
/ per minggu.
Frekuensi konsumsi
rumah tangga seperti
daging/ayam/susu perminggu
Kategori :
Mengkonsumsi satu kali atau
dua kali seminggu : 1 = Ya
Mengkonsumsi lebih dari satu
kali atau dua kali dalam seminggu: 2 = Tidak
Ordinal
Pembelian
pakaian baru setiap
anggota rumah
tangga setiap
tahun.
Kemampuan rumah
tangga membeli pakaian baru
minimal satu stel
setiap tahun
Kategori :
Tidak pernah membeli/ satu
stel setiap tahun: 1=Ya
Pernah membeli satu stel
setiap tahun: 2 = Tidak
Ordinal
Kemampuan
membayar untuk
berobat Ke puskesmas atau
dokter.
Kemampuan rumah
tangga membayar
biaya perobatan anggota keluarga ke
puskesmas atau
doktor.
Kategori:
Tidak mampu membayar:
1 = Ya
Mampu membayar: 2 = TidaK
Ordinal
Pemilikan aset/harta
bergerak maupun
tidak bergerak.
Kepemilikan rumah tangga terhadap harta
kekayaan/aset/harta
bergerak seperti yang mudah dijual dengan
nilai minimal Rp
500.000,00 seperti
sepeda motor, emas, perhiasan, perahu
motor dan barang
modal lainnya.
Kategori :
Tidak mempunyai
tabungan/barang yang mudah
dijual dengan nilai minimal
Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan
kredit), emas, perhiasan,
sepeda motor dan barang
modal lainnya : 1 = Ya
Mempunyai tabungan/barang
yang mudah dijual dengan
nilai minimal Rp. 500.000,00
seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas,
perhiasan, perahu motor dan
barang modal lainnya : 2 = Tidak
Ordinal
75
Lampiran 5. Peta Lokasi Penelitian