analisis program pembelajaran “khan academy” berdasarkan teori discovery learning j.brunner dan...
TRANSCRIPT
TUGAS PENGGANTI UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
MATA AJAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN TERKINI
SEMESTER V (T.A. 2011-2012)
Analisis Program Pembelajaran “Khan Academy”
Berdasarkan “Teori Discovery Learning J.Brunner” dan “Teori
Sosiokultural Vygotsky”
DISUSUN OLEH:
Reza Lidia Sari
NPM: 0906560866
Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Depok, 2011
Analisis Program Pembelajaran “Khan Academy”
Berdasarkan “Teori Discovery Learning J.Brunner” dan “Teori
Sosiokultural Vygotsky”
Program pembelajaran yang diterapkan oleh Khan Academy adalah program
pembelajaran yang menggunakan video sebagai fasilitas untuk belajar. Misi akademi ini
adalah menyediakan pendidikan berkualitas tinggi kepada siapapun, di manapun. Khan
Academy memanfaatkan YouTube untuk menayangkan materi pelajaran yang disampaikan
secara khas berbentuk audio visual. Saat ini sudah lebih dari 2400 lebih video pembelajaran
yang disampaikan di akademi ini. Khan Academy mengajarkan banyak hal, antara lain
matematika, kimia, biologi, sejarah, probabilitas, trigonometri, permainan asah otak, aljabar,
ekonomi, perbankan dan uang, keuangan, geometri, statistik, kalkulus, fisika, persamaan
diferensial dan masih banyak lagi.
Salah satu target dari program pembelajaran ini adalah bagaimana seorang anak bisa
belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri. Anak bebas untuk memilih sendiri hal apa yang
ingin dia pelajari, yang dirasanya masih belum ia kuasai. Sehingga anak akan lebih
termotivasi dan ia tak perlu malu dengan kekurangannya. Hal ini tergambar dari penjelasan
Khan yang mengatakan: “Jadi ketika kita berbicara tentang belajar dengan kecepatan
sendiri, memang masuk akal bagi semua orang – dalam bahasa ilmu pendidikan,
pembelajaran terdiferensiasi”. Khan juga menjelaskan bahwa Khan Academy bertujuan
untuk “....menghilangkan pengajaran yang menyamaratakan semua siswa di kelas dan
membiarkan para siswa belajar di rumah mengikuti kecepatannya sendiri....”
Selain itu, karena bentuknya berupa video, maka anak bisa memutarnya kapan saja ia
mau. Hal ini bisa menunjang terjadinya proses pengulangan (review) dalam belajar yang
membuat anak semakin paham dengan pelajaran tersebut. Hal ini tergambar dari penjelasan
Khan yang menyatakan: “Sebagai suplemen untuk menyegarkan ingatan mereka. Jika
mereka harus mengulas kembali sesuatu yang seharusnya sudah mereka pahami beberapa
minggu sebelumnya, atau bahkan beberapa tahun sebelumnya, mereka dapat
menyaksikannya kapanpun mereka mau, secepat apapun mereka mau.”
Program pembelajaran ini juga berusaha menampilkan penanaman konsep yang
dimulai dari konsep dasar kemudian berlanjut ke konsep yang lebih kompleks. Seorang anak
harus bisa terlebih dahulu untuk menguasai suatu konsep yang lebih rendah tingkatannya agar
bisa melanjutkan ke konsep selanjutnya yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini tergambar
dari penjelasan Khan yang menyatakan: “Tapi paradigmanya, kami akan membuat soal
sebanyak yang Anda butuhkan, sampai Anda memahami konsep itu, sampai Anda menjawab
benar 10 soal berturut-turut, Anda boleh maju ke modul yang lebih sulit.” Khan juga
menambahkan penjelasannya mengenai bentuk penyajian materi pembelajaran yang ada di
video-vidoenya, “Semuanya berbasiskan konsep dasar dimana bila Anda sudah paham ini
dan itu, berarti Anda sudah siap mempelajari konsep baru ini.”
Program pembelajaran pada Khan Academy ini juga meletakkan posisi guru sebagai
fasilitator. Guru bertugas untuk mengawasi siswanya yang sedang belajar. Siswa yang harus
berperan aktif sendiri dalam proses belajarnya. Hal ini dijelaskan Khan dengan kata-katanya
“....dan ketika di kelas, membiarkan mereka mengerjakan soal, sementara guru berkeliling,
dan mengizinkan sesama siswa berinteraksi satu sama lain, para guru ini telah
memanfaatkan teknologi untuk memanusiakan ruang kelas.”Khan juga menambahkan
kritikannya tentang peran guru pada model tradisional, “Di model tradisional, waktu guru
habis untuk mengajar dan memberi nilai dan sebagainya. Mungkin hanya lima persen waktu
mereka digunakan untuk duduk bersama muridnya dan membantu belajar. Sekarang waktu
untuk itu 100 persen.” Sebagai fasilitator, guru juga berperan sebagai pengontrol. Guru harus
tau dengan kondisi siswanya. Khan menjelaskan hal ini dengan mengatakan “Sehingga para
guru dapat mendiagnosis masalah para siswanya dan membuat interaksi mereka seproduktif
mungkin. Jadi sekarang para guru tahu persis yang dilakukan siswanya, berapa lama mereka
belajar tiap hari, video mana yang dimatikan sebelum selesai ditonton, soal latihan mana
yang mereka gunakan, di bagian mana mereka paling fokus.”
Pada saat guru mengetahui bagian mana yang belum dikuasai oleh siswanya, maka
bagian itu lah yang akan dibantu oleh guru dalam menjelaskannya. Sebelumnya, guru juga
bisa memberikan kesempatan kepada siswa lain yang sudah menguasai pelajaran tersebut
untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan. Jadi terlihat bahwa program
pembelajaran pada Khan Academy ini juga mengutamakan sitem tutorial dimana siswa yang
sudah menguasai suatu materi akan membantu temannya yang masih belum paham dengan
materi tersebut. Ini tergambar jelas dari kata-kata Khan yaitu “Dan gurunya tinggal berkata,
Biar saya bantu anak yang masih merah itu. Atau lebih bagus lagi, Coba saya minta salah
satu anak yang sudah hijau yang sudah memahami konsep itu untuk maju lebih dulu dan
menjadi tutor untuk teman mereka”.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang menjadi target dalam program pembelajaran Khan
Academy ini adalah (1) anak belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing, (2) anak
membangun secara aktif pengetahuannya dengan mengeksplorasi sendiri informasi yang
didapatkannya dari video yang berisi materi pelajaran, (3) anak memahami konsep dasar
kemudian berlanjut ke konsep yang lebih kompleks (4) guru berfungsi sebagai fasilitator
dalam program pembelajaran dan (5) anak yang sudah menguasai suatu materi akan menjadi
tutor untuk membantu temannya yang masih belum paham dengan materi tersebut.
Program pembelajaran yang digunakan oleh Khan Academy ini bisa dianalisis
menggunakan teori Discovery Learning J.Brunner. Teori Discovery Learning J.Brunner
adalah teori yang menjelaskan bahwa individu secara aktif menemukan (discover)
pengetahuan dan fakta baru, dengan menyesuaikan (fitting) informasi baru dengan
pengalaman dan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Teori ini menekankan bahwa
belajar sebagai proses yang berpusat pada learner. Hal ini berarti learner yang berinteraksi
dengan beragam objek dan kejadian untuk memeroleh pemahaman dari hal-hal tersebut.
Ada empat kunci utama dalam pendidikan yang diutarakan dalam teori Discovery
Learning J.Brunner yaitu Structure Learning, Readiness of Learning, Motivation for
Learning, serta Intuitive and Analytical Thinking. Dalam structure learning dijelaskan bahwa
struktur adalah membentuk hubungan antara konsep-konsep. Yang harus diajarkan pertama
kali adalah pemahaman fundamental kepada anak murid terkait materi subjek apapun yang
akan diajar. Pentingnya struktur adalah untuk memberikan gambaran umum sejelas mungkin
agar murid dapat menghubungkan kaitan antara materi sebelum dan yang akan dipelajari.
Tanpa adanya struktur, pengetahuan yang dimiliki akan cepat dilupakan karena tidak
terorganisasi dengan baik.
Readiness of learning dijelaskan bahwa materi pengajaran lebih mudah diterima
apabila sesuai dengan kemampuan kognitif anak pada saat itu. Selain itu ide dasar dari materi
pengajaran yang diajarkan perlu diberikan berulang kali agar pelajar dapat memeroleh
pemahaman dan penguasaan maksimal. Hal ini dikenal dengan istilah Spiral Curricullum.
Pada kunci lainnya yaitu motivation for learning dijelaskan bahwa belajar harus didasari oleh
motivasi internal berupa ketertarikan pada objek yang dipelajari. Ketertarikan pada materi
yang ingin dipelajari adalah stimulus terbaik.
Selain bisa dianalisis menggunakan teori Discovery Learning J.Brunner, program
pembelajaran yang digunakan oleh Khan Academy ini juga bisa dianalisis menggunakan teori
Sosiokultural Vygotsky. Dalam teori Sosiokultural Vygotsky dijelaskan tentang peran penting
interaksi sosial dan budaya pada perkembangan pengetahuan anak. Pengetahuan anak
dibentuk oleh interaksi sosial anak tersebut dengan more knowledgeable others (MKO)
dengan menggunakan tools yang ada pada budaya. More Knowledgeable Others ini adalah
agen atau pihak lain yang memiliki pengetahuan lebih. MKO inilah yang nantinya memiliki
peranan dan akan membantu anak dalam pengerjaan tugas. Teori sosiokultural memberikan
insight bahwa pengetahuan individu dapat terbentuk dengan adanya interaksi individu dengan
orang-orang, benda-benda, dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Aplikasinya adalah dengan
diterapkannya metode student-centered dan mengurangi penerapan teacher-centered. Guru
bukan lagi sumber informasi utama, namun lebih bertindak sebagai fasilitator.
Target tingkah laku pertama dalam program pembelajaran Khan Academy yaitu anak
belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing adalah suatu hal yang sesuai dengan
konsep readiness of learning yang menyatakan bahwa materi pengajaran lebih mudah
diterima apabila sesuai dengan kemampuan kognitif anak pada saat itu. Oleh karena itu,
penyamarataan semua siswa di kelas adalah hal yang salah.
Target tingkah laku kedua dalam program pembelajaran Khan Academy adalah anak
membangun secara aktif pengetahuannya dengan mengeksplor sendiri informasi yang
didapatkannya dari video yang berisi materi pelajaran. Anak diberikan kebebasan untuk
memilih sendiri hal apa yang ingin dia pelajari, yang dirasanya masih belum ia kuasai dan
diberikan kesempatan untuk belajar sendiri. Ini sesuai dengan konsep utama dari teori
Discovery Learning J.Brunner yang mengatakan bahwa individu secara aktif menemukan
(discover) pengetahuan dan fakta baru. Teori ini menekankan bahwa belajar sebagai proses
yang berpusat pada learner. Hal ini berarti learner yang secara langsung akan berinteraksi
dengan beragam objek dan kejadian untuk memeroleh pemahaman dari hal-hal tersebut.
Dengan kebebasan untuk memilih sendiri hal apa yang ingin dia pelajari, anak akan lebih
termotivasi dalam proses belajarnya. Hal ini sesuai dengan kunci utama dalam pendidikan
yang diutarakan dalam teori Discovery Learning J.Brunner yaitu motivation for learning
yang mengatakan bahwa belajar harus didasari oleh motivasi internal berupa ketertarikan
pada objek yang dipelajari. Ketertarikan pada objek yang ingin dipelajari adalah stimulus
terbaik.
Target tingkah laku ketiga dalam program pembelajaran Khan Academy adalah anak
memahami konsep dasar kemudian berlanjut ke konsep yang lebih kompleks. Hal ini sesuai
dengan kunci utama dalam pendidikan yang diutarakan dalam teori Discovery Learning
J.Brunner yaitu Structure Learning. Pada konsep structure learning dijelaskan bahwa
membentuk struktur yaitu hubungan antara konsep-konsep adalah hal yang penting.
Pentingnya struktur adalah untuk memberikan gambaran umum sejelas mungkin agar murid
dapat menghubungkan kaitan antara materi sebelum dan yang akan dipelajari. Tanpa adanya
struktur, pengetahuan yang dimiliki akan cepat dilupakan karena tidak terorganisasi dengan
baik. Yang harus diajarkan pertama kali adalah pemahaman fundamental kepada anak murid
terkait materi subjek apapun yang akan diajar. Oleh karena itu, tepat jika Khan Academy
menyajikan materi pembelajarannya berbasiskan konsep dasar yang mana bila sudah paham
dengan konsep yang sederhana (yang lebih rendah tingkat kesulitannya) baru selanjutnya bisa
meneruskan ke konsep baru yang lebih kompleks (yang lebih tinggi tingkat kesulitannya).
Hal ini dikenal dengan istilah content structure (isi materi harus terstruktur agar lebih mudah
dipahami) dan Sequencing (materi perlu diurutkan, misalnya tingkat kesulitan yang
bertahap/progresif).
Target tingkah laku keempat dalam program pembelajaran Khan Academy adalah
guru berfungsi sebagai fasilitator dalam program pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori
Sosiokultural Vygotsky yang menyatakan bahwa pengetahuan anak dibentuk oleh interaksi
sosial anak tersebut dengan more knowledgeable others (MKO). More Knowledgeable
Others ini adalah agen atau pihak lain yang memiliki pengetahuan lebih. Guru bisa disebut
sebagai MKO yang nantinya memiliki peranan dan akan membantu anak dalam pengerjaan
tugas. Guru bukan lagi sumber informasi utama, namun lebih bertindak sebagai fasilitator.
Waktu yang dihabiskan guru di kelas digunakan untuk duduk bersama muridnya dan
membantu mereka belajar (membantu menjelaskan bagian yang sulit dipahami oleh anak)
bukan untuk berdiri di depan kelas menjelaskan keseluruhan materi dan memposisikan murid
sebagai pihak yang hanya pasif menampung apa yang diajarkan guru.
Target tingkah laku kelima dalam program pembelajaran Khan Academy adalah anak
yang sudah menguasai suatu materi akan menjadi tutor untuk membantu temannya yang
masih belum paham dengan materi tersebut. Hal ini sesuai dengan konsep scaffolding dalam
teori Sosiokultural Vygotsky yaitu dengan sedikit bantuan dari orang lain, anak akan dapat
melakukan tugas-tugas yang sebelumnya tidak dapat dilakukan sendiri. Dengan mendapat
bantuan dari pihak luar maka muncul model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif dalam
mengembangkan kognisi anak secara konstruktif. Jadi dapat dikatakan bahwa Khan Academy
berusaha untuk mengurangi penerapan teacher-centered dan merubahnya menjadi metode
student-centered. Khan Academy juga menekankan pentingnya tutor yang berasal dari rekan
sejawat yang lebih menguasai suatu materi untuk pencapain Zone of Proximal Development
(ZPD).
Materi pembelajaran Khan Academy yang dikemas dalam bentuk video, membuat
anak bisa memutarnya kapan saja ia mau. Hal ini bisa menunjang terjadinya proses
pengulangan (review) dalam belajar yang membuat anak semakin paham dengan pelajaran
tersebut. Ini menunjukkan bahwa program pembelajaran Khan Academy juga menerapkan
konsep Spiral Curricullum yang menyatakan bahwa ide dasar dari materi pengajaran yang
diajarkan perlu diberikan berulang kali agar pelajar dapat memeroleh pemahaman dan
penguasaan maksimal.
Pada video pembelajaran yang disediakan oleh Khan Academy juga dilengkapi
dengan separangkat mekanisme game dimana anak bisa mendapat medali, kemudian di sana
juga dipasang daftar nilai tertinggi pada tiap wilayah, dan anak bisa mendapat poin. Hal ini
bisa dikaitkan dengan konsep reinforcement (pemberian hukuman dan reward yang tepat dan
sesuai) yang ada pada teori Discovery Learning J.Brunner.