analisis potensi kekeringan di beberapa...

6
ANALISIS POTENSI KEKERINGAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA PADA MUSIM KEMARAU 2015 Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN PENDAHULUAN Musim kemarau identik dengan kondisi berkurangnya curah hujan. Jika kondisi curah hujan pada musim kemarau berlangsung lebih panjang dari normalnya atau curah hujan berada di bawah normal, maka dipastikan pada beberapa wilayah terjadi kekeringan terutama daerah-daerah yang memang sering mengalami kekeringan. Kondisi ini tentu akan berdampak lanjut pada menurunnya ketersediaan air baik untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, maupun untuk pertanian. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (2015), musim kemarau tahun 2015 di sebagian besar daerah diprakirakan mulai berlangsung pada bulan April (29.8% atau 102 ZOM), Mei (28.9% atau 99 ZOM), dan Juni (24.6% atau 84 ZOM). Musim kemarau ini diprakirakan berlangsung hingga bulan September 2015. Untuk wilayah Sumatera sekitar 115 (39 ZOM), awal musim kemarau diprakirakan terjadi antara dasarian I III Juni 2015. Sementara untuk wilayah Jawa, sekitar 25% (85 ZOM) diprakirakan terjadi pada dasarian I III Mei 2015. Prakiraan BMKG, sifat hujan pada musim kemarau akan berlangsung normal. Namun hasil prediksi dari CMAP (CPC Merged Analyzis of Preciputation) (http://iridl.ldeo.columbia.edu/maproom/Agriculture/IFAD/Indonesia_Precip_CMAP.html , 2015) memperlihatkan periode bulan Juni hingga Agustus 2015 akan terjadi penurunan jumlah curah hujan sekitar 1 mm/hari hingga lebih kurang 6 mm/hari di seluruh wilayah Indonesia (Gambar 1). Berdasarkan kondisi ini, upaya antisipasi terhadap dampak kekeringan perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh LAPAN adalah melalui penyediaan informasi hasil pemantauan kondisi curah hujan dan Tingkat Kekeringan Lahan Sawah di beberapa daerah, khususnya Pulau Jawa dan Sumatera. Tulisan ini memaparkan hasil pemantauan tingkat kekeringan lahan sawah di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera pada bulan Juni 2015. Selain itu, tulisan ini juga menyajikan hasil prediksi estimasi curah hujan berdasarkan OLR (Outgoing Longwave Radiatioan)pada bulan

Upload: vulien

Post on 06-May-2018

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN DI BEBERAPA WILAYAH

INDONESIA PADA MUSIM KEMARAU 2015

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh

LAPAN

PENDAHULUAN

Musim kemarau identik dengan kondisi berkurangnya curah hujan. Jika kondisi curah

hujan pada musim kemarau berlangsung lebih panjang dari normalnya atau curah hujan

berada di bawah normal, maka dipastikan pada beberapa wilayah terjadi kekeringan terutama

daerah-daerah yang memang sering mengalami kekeringan. Kondisi ini tentu akan

berdampak lanjut pada menurunnya ketersediaan air baik untuk kebutuhan konsumsi

masyarakat, maupun untuk pertanian.

Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (2015), musim kemarau tahun 2015 di

sebagian besar daerah diprakirakan mulai berlangsung pada bulan April (29.8% atau 102

ZOM), Mei (28.9% atau 99 ZOM), dan Juni (24.6% atau 84 ZOM). Musim kemarau ini

diprakirakan berlangsung hingga bulan September 2015. Untuk wilayah Sumatera sekitar 115

(39 ZOM), awal musim kemarau diprakirakan terjadi antara dasarian I – III Juni 2015.

Sementara untuk wilayah Jawa, sekitar 25% (85 ZOM) diprakirakan terjadi pada dasarian I –

III Mei 2015.

Prakiraan BMKG, sifat hujan pada musim kemarau akan berlangsung normal. Namun

hasil prediksi dari CMAP (CPC Merged Analyzis of Preciputation)

(http://iridl.ldeo.columbia.edu/maproom/Agriculture/IFAD/Indonesia_Precip_CMAP.html,

2015) memperlihatkan periode bulan Juni hingga Agustus 2015 akan terjadi penurunan

jumlah curah hujan sekitar 1 mm/hari hingga lebih kurang 6 mm/hari di seluruh wilayah

Indonesia (Gambar 1). Berdasarkan kondisi ini, upaya antisipasi terhadap dampak kekeringan

perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh LAPAN adalah melalui

penyediaan informasi hasil pemantauan kondisi curah hujan dan Tingkat Kekeringan Lahan

Sawah di beberapa daerah, khususnya Pulau Jawa dan Sumatera.

Tulisan ini memaparkan hasil pemantauan tingkat kekeringan lahan sawah di Pulau

Jawa, Bali, dan Sumatera pada bulan Juni 2015. Selain itu, tulisan ini juga menyajikan hasil

prediksi estimasi curah hujan berdasarkan OLR (Outgoing Longwave Radiatioan)pada bulan

Juli hingga September 2015 untuk memantau potensi kekeringan yang terjadi pada periode

tersebut.

Gambar 1. Anomali curah hujan prediksi bulan Juni – Agustus 2015 dari data CMAP

(Sumber:

http://iridl.ldeo.columbia.edu/maproom/Agriculture/IFAD/Indonesia_Precip_CMAP.html.,

2015)

KONDISI CURAH HUJAN MUSIM KEMARAU TAHUN 2015

Berdasarkan hasil estimasi curah hujan dari data TRMM pada bulan Mei 2015 (Gambar

2) dan Juni 2015 (Gambar 3) menunjukkan bahwa curah hujan pada bulan Juni 2015

cenderung menurun dibandingkan pada bulan Mei 2015. Kondisi ini terjadi pada sebagian

besar wilayah di Indonesia, kecuali di Papua, Kepulauan Maluku. Penurunan curah hujan

paling banyak terjadi di wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT). Kondisi ini

didukung pula dari hasil prediksi anomali curah hujan CMAP (Gambar 1). Hasil prediksi

Gambar 1 juga menjelaskan bahwa penurunan curah hujan akan terus berlangsung hingga

Agustus 2015.

Sementara hasil prediksi curah hujan selama musim kemarau berdasarkan data OLR

menunjukkan bahwa curah hujan akan terus menurun hingga bulan September 2015. Pada

bulan Oktober 2015, curah hujan diprediksi mulai meningkat. Dengan demikian, puncak

musim kemarau diprediksi terjadi pada bulan September 2015, terutama sebagian besar

wilayah Indonesia bagian selatan seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan NTT

(Gambar 4).

Gambar 2. Akumulasi curah hujan di Indonesia pada bulan Mei 2015 (Sumber: Pusfatja,

LAPAN)

Gambar 3. Akumulasi curah hujan di Indonesia pada bulan Juni 2015 (Sumber: Pusfatja,

LAPAN)

Gambar 4. Prediksi estimasi curah hujan bulan Juli – Oktober 2015 berdasarkan data OLR

(Sumber: Pusfatja, LAPAN)

PEMANTAUAN TINGKAT KEKERINGAN LAHAN SAWAH

Hasil pemantauan tingkat kekeringan lahan sawah yang dilakukan oleh LAPAN pada

periode 18 – 25 Juni 2015, memperlihatkan bahwa sebagian besar lahan sawah di Pulau Jawa

berada pada kondisi kekeringan ringan (warna kuning) hingga sedang (warna orange). Secara

umum, daerah dengan tingkat kekeringan sedang ini terdapat di wilayah Jawa bagian utara,

terluas di wilayah Jawa Tengah. Sementara itu, sebagian besar lahan sawah di wilayah Pulau

Jawa bagian selatan dalam periode ini berada dalam kondisi aman atau tidak mengalami

kekeringan (warna hijau). Demikian pula kondisi lahan sawah di Pulau Madura, berada dalam

kondisi kekeringan ringan dan aman (tidak kekeringan). Sementara itu, tingkat kerawanan

kekeringan lahan di Pulau Bali, dalam periode 18 – 25 Juni 2015 berada pada kondisi tidak

mengalami kekeringan (Gambar 5).

Gambar 5. Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah di Pulau Jawa dan Bali Periode 18 – 25

Juni 2015 (Sumber: Pusfatja, LAPAN)

Tingkat kekeringan lahan sawah di Pulau Sumatera pada periode 18 – 25 Juni 2015

berada pada kondisi aman tidak mengalami kekeringan, hanya pada sebagian kecil daerah

saja yang berada pada kondisi kekeringan ringan hingga sedang, seperti di sebagian wilayah

Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Sementara itu, di Provinsi

Nangro Aceh Darussalam (NAD), Jambi, Bengkulu berada pada kondisi kekeringan ringan

dan aman (tidak mengalami kekeringan) (Gambar 6).

Gambar 6. Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah di Pulau Jawa dan Bali Periode 18 – 25

Juni 2015 (Sumber: Pusfatja, LAPAN)

PENUTUP

Curah hujan dari bulan Mei 2015 hingga September 2015 diprediksi akan terus

mengalami penurunan sekitar 1 mm/hari hingga 6 mm/hari, khususnya di sebagian besar

wilayah Indonesia bagian selatan. Puncak musim kemarau di wilayah Indonesia diprakirakan

terjadi pada bulan September 2015. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diprakirakan

tingkat kerawanan kekeringan pada lahan sawah terutama di Jawa dan Bali akan meningkat.

Untuk itu perlu adanya antisipasi dini terhadap kemungkinan kekeringan pada wilayah

tersebut. Sementara di Pulau Sumatera, antisipasi kekeringan sangat penting diupayakan agar

kondisi kekeringan yang berpeluang terjadi tidak berakibat lanjut pada kebakaran hutan dan

lahan.