analisis pola kemitraan dalam pengadaan beras … · agribusiness agents that joined in the...
TRANSCRIPT
ANALISIS POLA KEMITRAAN DALAM PENGADAAN BERAS
PANDANWANGI BERSERTIFIKAT (KASUS GAPOKTAN
CITRA SAWARGI DAN CV QUASINDO)
RINI INDRAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tesis
yang berjudul :
”Analisis Pola Kemitraan dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus
GAPOKTAN Citra Sawargi dan CV Quasindo)”
merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dari Komisi
Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi
lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
Rini Indrayani
F052054245
ABSTRACT
RINI INDRAYANI. Partnership Model Analysis of Supplying Pandanwangi
Certified Rice (Case Study of Federation of Farmer Group Citra Sawargi and CV
Quasindo Enterprise). Advised by H. Musa Hubeis as leader and H. Aris Munandar as
member).
Ministry of Agriculture cooperated with Institute of Research and Community
Empowerment (LPPM) Bogor Agricultural University (IPB) prepared instrument to
label certified variety rice, especially “Pandanwangi”. The certification passed
through a comprehensive quality control (QC) system that involved the whole of rice
agribusiness agents that joined in the Federation of Farmer Group (Gapoktan) Citra
Sawargi. Marketing of Pandanwangi rice product passed through business partner in
the form of trade contract between Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo.
The aims of this research were to identify implementation of partnership
between Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo, to analyze impact of partnership
specially to the income/profit, to evaluate expected partnership model, to arrange the
alternative of the development strategy of the partnership which conducted by
Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo, and to arrange conceptual model for
supplying local prime certified rice based on supplying model of Pandanwangi rice
certificated.
Data were analyzed in qualitative and quantitative methods. Quantitative
analysis was done to analyze farm businesses and market efficiency through farm cost
and benefit analysis and marketing marjin. Qualitative analysis was done to evaluate
expected partnership model (Analytical Hierarchi Process/AHP) and the analysis of
best development strategy applied (SWOT analysis).
Partnership by General Trading Model had already increased farmer income,
but it was not fully capable to inforcement farmer organization (Gapoktan), due to
weaknesses of capital. Main advantages of this partnership discovered in this study
were (1) strengthening of farmer business organization, (2) selling price become
better, (3) assurance of price and market product, and (4) increasing production and
rendement. Advantages of partnership for CV Quasindo were (1) opportunity
developed new business unit, (2) guarantee continuity of supply (quality ang quantity),
(3) get guarantee certification facility of purity variety from the Government, (4) get
profit from selling result of product, and (5) get promotion facility from the
Government.
Based on the analysis of partnership model evaluation, it had been obtained
that the nucleous estate partnership model is an expected partnership model,
considering weaknesses of Gapoktan capital especially for supplying infrastructure
for rice production and unhulled paddy buying caused by the weaknesses of the
government support in reinforcement of Gapoktan.
Based on the SWOT analysis, the best strategy applied was growth strategy. It
covered expand marketing area, strenghten partnership, increase promotion, increase
implementations of QC, and strengthen institution (farmer and certification
institution). The strategies are expected to improve the performance of partnership,
which may shape the purpose of partnership, which is to create a solid and
independent farmer business enterprise.
RINGKASAN
RINI INDRAYANI. Analisis Pola Kemitraan dalam Pengadaan Beras
Pandanwangi Bersertifikat (Kasus Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo).
Dibawah bimbingan MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan ARIS MUNANDAR
sebagai Anggota.
Beras dalam kemasan berlabel yang diperdagangkan saat ini belum sepenuhnya
menunjukkan mutu beras yang diinginkan konsumen. Demikian pula label yang
tertera dalam kemasan pada umumnya tidak sesuai dengan identitas sesungguhnya
dari beras yang dikemas. Hasil pengamatan dan uji laboratorium oleh Institut
Pertanian Bogor (IPB) tahun 2006 menunjukkan bahwa rataan keaslian beras
Pandanwangi ‘asli’ pada beras berlabel Pandanwangi yang dijual adalah 24,7 %,
artinya 75,3 % merupakan beras pencampur (bukan Pandanwangi).
Atas dasar kondisi tersebut guna memberikan jaminan kepuasan bagi konsumen
beras, maka Departemen Pertanian (Deptan) bekerjasama dengan Lembaga Penelitian
dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB telah menyiapkan perangkat sistem
sertifikasi beras berlabel berdasarkan kesesuaian varietas, khususnya ‘Pandanwangi-
Cianjur’. Sertifikasi tersebut dilakukan melalui suatu sistem manajemen mutu terpadu
dan berkelanjutan dengan melibatkan seluruh pelaku agribisnis perberasan yang
tergabung dalam wadah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Citra Sawargi.
Pemasaran produk beras Pandanwangi dilakukan melalui kemitraan dalam bentuk
kontrak dagang antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan; (2)
Menganalisis dampak kemitraan, khususnya terhadap pendapatan/keuntungan usaha
masing–masing pihak yang bermitra; (3) Mengevalusi pola kemitraan yang
diinginkan; (4) Menyusun strategi pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat; (5)
Menyusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal tersertifikat berbasis
model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
Metode analisis kualitatif (deskriptif) digunakan untuk mengidentifikasi
pelaksanaan kemitraan, selanjutnya dilakukan analisis pendapatan usahatani dan
marjin tataniaga untuk menganalisis keuntungan usaha masing–masing pihak yang
bermitra. Hasil analisis tersebut dipertajam dengan metode analytical hierarchi
process (AHP) untuk mengetahui model kemitraan yang ideal sesuai keinginan kedua
pihak yang bermitra. Identifikasi faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja kemitraan
dan penyusunan strategi pengembangan usaha dilakukan dengan analisis strengths,
weaknesses, opportunities and threats (SWOT). Berdasarkan hasil analisis kualitatif
dan kuantitatif tersebut dapat disusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal
tersertifikat berbasis model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
Kemitraan dengan Pola Dagang Umum telah mampu meningkatkan pendapatan
petani mitra, namun belum mampu sepenuhnya menguatkan kelembagaan petani
(Gapoktan). Rataan pendapatan usahatani petani mitra lebih tinggi 22,54%
dibandingkan petani non mitra. Hal ini utamanya disebabkan lebih tingginya
produktivitas (15,87%) dan harga jual gabah (5,47%). Dari hasil analisis marjin
tataniaga, kedua pihak yang bermitra menikmati marjin keuntungan yang relatif
proporsional, yaitu masing-masing 7% (Gapoktan) dan 6% (CV Quasindo).
Dari hasil analisis evaluasi pola kemitraan, didapatkan bahwa pola kemitraan inti
plasma merupakan pola kemitraan yang diinginkan, mengingat lemahnya permodalan
Gapoktan, khususnya dalam pengadaan sarana produksi (saprodi) dan pembelian
gabah sebagai akibat rendahnya dukungan pemerintah dalam penguatan Gapoktan.
Berdasarkan analisis faktor internal, maka yang menjadi kekuatan utama
kemitraan adalah keterikatan (berupa perjanjian formal), sedangkan faktor kelemahan
yang mempengaruhi kinerja kemitraan adalah saling ketergantungan (tidak ada saling
membagi keunggulan di bidang teknologi, manajemen dan permodalan, tetapi hanya
akses pasar). Faktor eksternal yang berpengaruh kuat terhadap kinerja kemitraan
adalah trend tuntutan konsumen, kebijakan proteksi impor (peluang), lemahnya
dukungan promosi sertifikasi dan rendahnya law enforcement (ancaman).
Dari hasil analisis SWOT, strategi yang paling efektif dilakukan oleh kedua
pihak yang bermitra adalah strategi pertumbuhan berikut : (1) memperluas wilayah
pemasaran, (2) memperkuat kemitraan, (3) meningkatkan promosi, (4) meningkatkan
implementasi jaminan mutu dan (5) penguatan kelembagaan.
Penyempurnaan atas model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat yang
ada saat ini perlu dilakukan secara bertahap, dimana tingkat kemandirian dan lamanya
kemitraan menunjukkan kemantapan sistim kemitraan yang diterapkan. Beberapa hal
yang perlu disempurnakan dari model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat
sebagai basis penyusunan model konseptual pengadaan beras unggul lokal
bersertifikat adalah : perlunya penguatan organisasi petani dan peran tenaga
pendamping atau mediator pada model transisi hingga Gapoktan menjadi kuat, serta
mandiri disamping perlunya penguatan lembaga dan perangkat sertifikasi.
Selanjutnya, melalui keterlibatan peran manajer profesional diharapkan Gapoktan
mampu menerapkan manajemen korporasi (Gapoktan sebagai farmer enterprise),
sehingga mampu mengembangkan kerjasama dengan beberapa pelaku pasar dan
bahkan langsung menembus super/hyper market.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS POLA KEMITRAAN DALAM PENGADAAN BERAS
PANDANWANGI BERSERTIFIKAT (KASUS GAPOKTAN
CITRA SAWARGI DAN CV QUASINDO)
RINI INDRAYANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Tesis : Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras
Pandanwangi Bersertifikat (Kasus GAPOKTAN Citra
Sawargi dan CV Quasindo)
Nama Mahasiswa : Rini Indrayani
Nomor Pokok : F052054245
Program Studi : Industri Kecil Menengah
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir.H.Aris Munandar, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah,
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 12 Mei 2008 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga Tesis yang berjudul “Analisis Pola Kemitraan dalam
Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus GAPOKTAN Citra Sawargi dan
CV Quasindo)” salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs),
Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku ketua Komisi
Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan
penyelesaian laporan akhir.
2. Dr.Ir. H. Aris Munandar, MS selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah
mengorbankan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan dan
memberikan perhatiannya dalam penyusunan laporan akhir ini.
3. Bapak Machpudin (PPL), H. Burhan, H. Mansyur beserta seluruh jajaran pengurus
Gapoktan Citra Sawargi dan Ibu S. Evy Julianti (Direktur Utama CV Quasindo)
atas korbanan waktu dan informasi yang diberikan.
4. Suami dan anak tercinta serta orangtua dan seluruh keluarga yang selalu
memberikan do’a restu, dukungan dan semangat.
5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu
Penulis berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Mei 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 31 Mei 1970, sebagai anak kedua dari lima
bersaudara, putri dari Bapak Ir. H. Saharuddin, MS (Alm) dan Ibu Enny Sukaeni.
Pada tahun 1989, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri I Bogor, dan selanjutnya pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur penerimaan khusus PMDK. Pada tahun
1990, penulis memilih masuk pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Gelar Sarjana Pertanian berhasil diraih
pada tahun 1993. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana
IPB pada Program Studi Industri Kecil Menengah.
Sejak tahun 1994 hingga saat ini, penulis bekerja di Departemen Pertanian,
dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
Subdit Pemantauan dan Pengawasan Pasar.
Penulis menikah dengan Ary Fajar Gunawan, SP dan saat ini telah dikaruniai
empat orang anak : Shafa Nafisah Elfajria, Fathya Fiddini Elfajri, Hadziqan Syah
Elfajri dan Aqilya Saharani Elfajri.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT................................................................................................... iv
RINGKASAN................................................................................................ v
SURAT PERNYATAAN.............................................................................. vii
RIWAYAT HIDUP....................................................................................... viii
PRAKATA.................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Permasalahan.................................... 1
1.2. Perumusan Masalah................................................... 6
1.3. Tujuan ....................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI............................................................. 9
2.1. Agribisnis dan Agroindustri Perberasan.................... 9
2.2. Kelembagaan Petani................................................... 14
2.3. Kemitraan Usaha........................................................ 16
2.4. Program Sertifikasi Beras Pandanwangi.................... 19
BAB III METODE KAJIAN............................................................... 23
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian................................... 23
3.2. Pengumpulan Data.................................................... 23
3.3. Pengolahan dan Analisis Data................................. 25
3.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani.................... 27
3.3.2. Analisis Marjin Tataniaga........................... 29
3.3.3. Metode PHA ............................................ 30
3.3.4. Analisis SWOT.............................................. 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................... 38
4.1. Keadaan Umum....................................................... 38
4.1.1. Lokasi dan Karakteristik Usahatani
Pandanwangi................................................ 38
4.1.2. Karakteristik Pelaku Kemitraan.................. 45
4.2. Pelaksanaan Kemitraan........................................... 50
4.3. Manfaat Kemitraan................................................. 56
4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani.................. 60
4.3.2. Rantai Pasar dan Marjin Pemasaran.......... 65
4.4. Evaluasi Pola Kemitraan yang Diinginkan ............. 70
4.4.1. Identifikasi Model..................................... 70
4.4.2. Hasil Pengolahan Vertikal......................... 73
4.5. Strategi Pengembangan Usaha Pengadaan Beras
Pandanwangi Bersertifikat..................................... 77
4.5.1. Identfikasi Faktor – Faktor yang
Berpengaruh............................................... 77
4.5.2. Matriks IFAS............................................. 85
4.5.3. Matriks EFAS............................................ 86
4.5.4. Matriks Internal – Eksternal...................... 87
4.5.5. Analisis Matriks SWOT............................ 88
4.5.6. Pemilihan Alternatif Strategi.................... 95
4.6. Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul Lokal
Bersertifikat............................................................. 97
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 104
1. Kesimpulan........................................................................................ 104
2. Saran.................................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 106
LAMPIRAN........................................................................................ 109
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kontribusi pasar tradisional dan pasar modern terhadap
total penjualan ritel nasional ............................................................... 2
2. Perbandingan jumlah pasar tradisional dan pasar modern ................. 2
3. Hasil uji kemurnian beras ................................................................... 4
4. Nilai skala banding berpasangan ........................................................ 32
5. Varietas padi yang dikembangkan di Kabupaten Cianjur .................. 38
6. Kandungan zat gizi Pandanwangi per 100 g ...................................... 40
7. Perkembangan areal pertanaman padi Pandanwangi di
Wilayah Kecamatan Warung Kondang .............................................. 41
8. Daerah sebaran padi Pandanwangi ..................................................... 42
9. Daerah sentra produksi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur ............. 43
10. Lokasi pengembangan padi Pandanwangi di Kecamatan
Warung Kondang ................................................................................ 43
11. Keragaan pengusahaan padi varitas Pandanwangi di
Kabupaten Cianjur .............................................................................. 45
12. Jumlah petani, kelompok tani, luas tanam dan taksiran
produksi gapoktan Citra Sawargi ........................................................ 47
13. Perkiraan panen padi Pandanwangi Gapoktan Citra Sawargi ............. 55
14. Sumber permodalan Gapoktan Citra Sawargi ..................................... 55
15. Perkembangan kisaran harga padi Pandanwangi dan padi
varietas unggul nasional ...................................................................... 57
16. Analisis pendapatan usahatani padi Pandanwangi per musim ............ 60
17. Analisis pendapatan usahatani padi VUN jenis Ciherang
pada tahun 2006 .................................................................................. 64
18. Lembaga dan fungsi pemasaran .......................................................... 67
19. Marjin pemasaran beras Pandanwangi ............................................... 69
20. Pengolahan vertikal faktor kunci kemitraan pada level kedua ........... 73
21. Pengolahan vertikal pelaku kemitraan pada level ketiga ................... 74
22. Pengolahanvertikal elemen tujuan kemitraan pada level keempat ..... 74
23. Pengolahan vertikal pola kemitraan pada level kelima ...................... 76
24. Faktor strategis internal kemitraan usaha ........................................... 85
25. Faktor strategik eksternal pengembangan usaha Pandanwangi .......... 87
26. Matriks Internal – Eksternal ............................................................... 88
27. Matriks SWOT ................................................................................... 89
28. Tingkat kepentingan unsur SWOT pada usaha pengadaan
beras Pandanwangi bersertifikat ......................................................... 96
29. Penentuan alternatif strategi terbaik ................................................... 97
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Rantai pemasaran padi/beras kasus di Pulau Jawa ............................ 11
2. Diagram Sankey ................................................................................ 13
3. Esensi organisasi internal agribisnis ................................................. 15
4. Model revitalisasi gapoktan .............................................................. 16
5. Diagram alir proses sertifikasi beras ................................................. 21
6. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat ......... 26
7. Diagram Matriks IE .......................................................................... 36
8. Diagram matriks SWOT ................................................................... 37
9. Model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ......................... 51
10. Alur pengadaan beras Pandanwangi ................................................ 54
11. Rantai pemasaran beras di Kecamatan Warung Kondang ............... 66
12. Evaluasi bentuk kemitraan yang paling tepat ................................... 72
13. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat ......... 103
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani
mitra ..............................................................................................
109
2. Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani
non mitra .......................................................................................
111
3. Penentuan rating faktor strategi internal ....................................... 113
4. Penentuan rating faktor strategi eksternal ..................................... 114
5. Pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan ............................ 115
6. Pembobotan terhadap peluang dan ancaman ................................ 116
7. Pembobotan faktor strategik internal kemitraan usaha ................. 117
8. Pembobotan faktor strategik eksternal kemitraan usaha ............... 118
9. Matrik perbandingan berpasangan faktor kunci kemitraan ........... 119
10. Matriks perbandingan berpasangan pelaku kemitraan .................. 120
11. Matriks perbandingan berpasangan tujuan kemitraan ................... 121
12. Matriks perbandingan berpasangan pola kemitraan ...................... 122
13. Hasil pengolahan vertikal sistem hirarki keputusan pola
kemitraan yang paling tepat ..........................................................
124
xv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Beras merupakan komoditas strategis Indonesia ditinjau dari aspek
ekonomi, sosial dan politik. Hal ini antara lain karena beras merupakan
makanan pokok hampir semua penduduk Indonesia. Beras juga diproduksi
hampir di semua kabupaten/kota di Indonesia dengan total produksi per tahun
51 – 52 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 30,6 – 31,2 juta ton beras.
Hampir seluruh beras yang diproduksi di Indonesia digunakan di dalam
negeri guna memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk (96,7 % dari total
produksi). Sebagian beras yang diperdagangkan di pasar–pasar tradisional
merupakan beras yang dijual dalam bentuk curah (per kilogram atau liter).
Hanya sebagian kecil beras yang dibeli oleh konsumen akhir diperdagangkan
dalam kemasan berlabel dan umumnya selama ini (sampai dengan tahun 2003)
sebagian besar dipenuhi oleh produk impor (Jasmine Rice/Fragran rice atau
Thai Hom Mali) dan diperdagangkan di pasar – pasar modern.
Sejak diberlakukannya ketentuan impor beras (SK Menperindag
No.9/MPP/Kep/I/2004) dengan implementasinya berupa “pelarangan impor
beras” sejak tahun 2004 hingga saat ini, maka seluruh pasar beras dalam
negeri baik di pasar tradisional maupun modern dikuasai sepenuhnya oleh
beras produk lokal. Ketiadaan beras impor khususnya beras mutu tinggi
(beras wangi) khususnya untuk memasok kebutuhan Hotel dan Restoran
diseluruh Indonesia menimbulkan desakan dari pelaku pasar beras nasional
terhadap pemerintah untuk dapat segera memenuhi kebutuhan jenis beras
wangi mutu tinggi dimaksud dari produksi dalam negeri (substitusi impor)
yang besarnya sekitar 75.000 ton per tahun (Ditjen PPHP, 2006). Kondisi ini
semakin merangsang pengusaha/pedagang beras untuk bersaing dengan
menonjolkan varietas padi lokal dengan keunggulan sifatnya sebagai merk
dagang atau label beras.
Kendati beras dengan kemasan berlabel tersebut diperdagangkan
dengan volume terbatas, namun dengan pesatnya perkembangan pasar modern
(ritel kecil, menengah dan besar) cukup memberikan andil dalam peningkatan
2
pemasaran beras kemasan berlabel. Hasil penelitian Nielsen Tahun 2005
menunjukkan bahwa secara nasional, pangsa pasar modern cenderung
mengalami peningkatan cukup nyata (Tabel 1), sementara jumlah maupun
pangsa pasar tradisional justru mengalami penurunan. Perubahan tersebut
didorong oleh adanya perubahan trend konsumen atau preferensi masyarakat
dalam mengkonsumsi barang kearah pasar modern, serta sebagai dampak
diberlakukannya Keppres 118/2000 yang mengeluarkan bisnis ritel dari
negative list Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai tindaklanjut
penandatanganan LoI antara Pemerintah Indonesia dengan International
Monetary Fund (IMF) (Nielsen, 2005).
Tahun Pasar Tradisional (%) Pasar Modern (%)
2000 78,10 21,80
2001 75,20 24,80
2002 74,80 25,10
2003 73,70 24,40
2004 69,60 30,40
Tabel 1. Kontribusi Pasar Tradisional dan Pasar Modern terhadap total penjualan
ritel nasional
Sumber : Nielsen, 2005.
Tabel 2. Perbandingan jumlah Pasar Tradisonal dan Pasar Modern
Tahun Pasar
Tradisional
(unit)
Perubahan
(%)
Pasar
Modern
(unit)
Perubahan
(%)
2001 1.899.736 - 3.865 -
2003 1.745.589 - 8,11 5.079 31,41 Sumber : Nielsen, 2005.
Dalam perdagangan beras dalam kemasan berlabel, mutu beras yang
dikemas merupakan penyebab tingkat kepuasan konsumen. Karakteristik mutu
beras secara umum dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu (1) sifat genetik, (2)
lingkungan dan kegiatan pra panen, (3) perlakuan panen dan (4) perlakuan
pasca panen, maka pembangunan sistem jaminan mutu beras harus dimulai
dari proses produksi dan dipertahankan, ditingkatkan dalam proses panen dan
pasca panennya, serta dikuatkan dengan sertifikasi pelabelan untuk
3
memberikan keyakinan bagi konsumen dalam menentukan pilihan atas beras
bermutu sesuai dengan varietasnya dan menjaga kepentingan produsen/pelaku
bisnis untuk memperluas pangsa pasar beras dengan harga yang lebih baik
(Damardjati, 1995).
Dalam kenyataannya, beras dalam kemasan berlabel yang
diperdagangkan belum sepenuhnya menunjukkan mutu beras yang diinginkan
konsumen. Demikian pula label yang tertera dalam kemasan pada umumnya
tidak sesuai dengan identitas sesungguhnya dari beras yang dikemas. Sebagai
contoh, beras kemasan berlabel ‘Pandanwangi’ belum tentu 100 % terdiri atas
beras Pandanwangi. Praktik yang umum dilakukan para pedagang atau
distributor beras adalah mencampur atau mengoplos berbagai jenis beras
dengan menambahkan sedikit beras varietas Pandanwangi dan pada kemasan
diberi label Pandanwangi. Praktik yang juga sering dilakukan adalah memberi
aroma sintetis, sehingga seolah–olah beras tersebut adalah asli varietas
Pandanwangi yang umum dicari konsumen. Kondisi tersebut dapat
menurunkan kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap merek beras
dalam kemasan berlabel.
Hasil pengamatan dan uji laboratorium oleh Institut Pertanian Bogor
(IPB) tahun 2006 menunjukkan bahwa rataan keaslian beras Pandanwangi
‘asli’ pada beras berlabel Pandanwangi yang dijual adalah 24,7 %, artinya
75,3 % merupakan beras pencampur (bukan Pandanwangi). Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan tidak ada korelasi antara besarnya tingkat
kemurnian dengan tingginya harga jual beras berlabel Pandanwangi (Tabel 3).
Hal ini menandakan bahwa mahal tidaknya beras Pandanwangi sangat
ditentukan oleh motif bisnis dalam rangka memperoleh keuntungan sebanyak–
banyaknya.
4
Tabel 3. Hasil uji kemurnian Beras
No. Merek Harga
(Rp/kg) PW (%) BPW (%) BP (%)
1 A 9.000 42,25 46,61 11,14
2 H 9.000 39,47 41,74 18,79
3 F 7.200 19,78 68,06 12,16
4 G 7.000 33,91 60,92 5,17
5 D 7.000 24,54 45,16 30,30
6 E 6.960 20,64 45,05 34,31
7 I 6.000 16,82 59,84 23,34
8 C 6.630 11,84 56,62 31,54
9 B 6.000 13,04 60,18 26,78 Sumber : LPPM IPB, 2006
Keterangan : PW: Pandan Wangi, BPW: Bukan Pandan Wangi, BP : Butir Patah
Atas dasar berbagai kondisi tersebut di atas, maka dalam upaya
memberikan jaminan kepuasan bagi konsumen beras cenderung menuntut
mutu yang semakin baik dan konsisten. Saat ini, Departemen Pertanian
(Deptan) bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat (LPPM) IPB telah menyiapkan perangkat sistem sertifikasi beras
berlabel berdasarkan kesesuaian varietas, khususnya ‘Pandanwangi-Cianjur’
melalui suatu sistem manajemen mutu terpadu dan berkelanjutan yang
melibatkan seluruh pelaku agribisnis perberasan (petani, penangkar benih,
penggilingan padi dan unit-unit pendukung lainnya). Sistem sertifikasi beras
yang sudah disiapkan saat ini adalah certificate of conformity berupa :
1. Inspeksi kejelasan penggunaan benih bersertifikat disesuaikan dengan luas
lahan dan bukti pembelian benih
2. Kejelasan hubungan antara luas areal penanaman, jumlah petani dan
kepemilikan lahannya dan produksi beras bersertifikat yang direncanakan.
3. Pengujian karakteristik mutu beras disesuaikan dengan standar (SNI)
Pandanwangi-Cianjur merupakan jenis padi varietas unggul yang
merupakan padi sawah lokal Pandanwangi-Cianjur dengan karakteristik khas,
yaitu berumur tanam panjang (155 hari), buah padi berbulu dan sukar rontok,
bentuk gabah bulat, beraroma pandan, rasa nasi enak dan tekstur nasi pulen
serta cocok ditanam di Cianjur (Keputusan Mentan No.163/Kpts/LB.240/3/
2004). Hampir 50% luas areal pertanaman padi varietas Pandanwangi terdapat
5
di Kecamatan Warung Kondang, Cianjur. Di kecamatan ini juga dilakukan
pemurnian varietas Pandanwangi dan penangkaran benih Pandanwangi.
Dengan keunggulan karakteristik berasnya, maka padi Pandanwangi
seharusnya memiliki harga jual gabah/beras relatif lebih tinggi dibandingkan
padi varietas lainnya. Namun pada umumnya petani Pandanwangi belum
mendapatkan manfaat finansial dari usahataninya, karena tidak memiliki
posisi tawar yang kuat dibandingkan dengan pelaku bisnis beras Pandanwangi
di hilirnya, yaitu disebabkan penguasaan lahan terbatas dan lemahnya
permodalan petani.
Kondisi ini diperparah lagi dengannya kurangnya kesadaran petani dan
kemampuan dalam penggunaan benih berlabel, sehingga kemurnian mutu
gabah yang dihasilkan petani tidak terjamin. Hal ini pada akhirnya
dimanfaatkan pelaku bisnis hilir sebagai salah satu alasan dalam menekan
harga gabah Pandanwangi di tingkat petani.
Dibentuknya kelembagaan petani dalam wadah Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan) diharapkan mampu mengatasi permasalahan terkait efisiensi
dalam produksi dan pemasaran beras Pandanwangi. Gapoktan Citra Sawargi
berlokasi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur. Gapoktan ini
beranggotakan petani produsen padi varietas Pandanwangi, penangkar benih
dan penggilingan padi yang secara bersama-sama membangun sistem produksi
beras Pandanwangi bersertifikat jaminan kemurniannya sejak dari benih
(menggunakan benih berlabel) hingga menjadi beras.
Dalam mengembangkan usahanya Gapoktan Citra Sawargi telah
membentuk unit – unit usaha yang terdiri atas unit pembelian, unit saprodi dan
pembiayaan, unit pengolahan, unit pergudangan dan unit pemasaran. Dalam
memasarkan produk beras Pandanwangi, Gapoktan Citra Sawargi telah
melakukan kemitraan dengan CV Quasindo dalam bentuk kontrak selama 6
bulan dengan volume pembelian 10 ton per bulan. CV Quasindo merupakan
importir sekaligus distributor beras, termasuk beras jenis khusus seperti steam
rice Herbal Ponny bermerk Taj Mahal yang merupakan beras kesehatan bagi
penderita diabetes (beras dengan indeks glikemik rendah).
6
Bermodal pengalaman tersebut, CV Quasindo mencoba mengembang-
kan usahanya dengan menjalin kemitraan dengan Gapoktan Citra Sawargi
dalam memasarkan beras Pandanwangi bersertifikat dengan didasari oleh
peluang pasar masih terbuka mengingat adanya kecenderungan konsumen
yang menuntut beras dengan mutu baik dan konsisten, dimana aroma beras
seringkali menjadi salah satu komponen mutu yang terbukti dapat memberikan
premi harga beras tinggi. Pertimbangan lainnya adalah belum adanya pesaing
untuk produk beras Pandanwangi ‘asli’ melalui pemberian jaminan kemurnian
varietas melalui sertifikasi beras berlabel yang perangkatnya telah disiapkan
dan disosialisasikan kepada masyarakat oleh Deptan bekerjasama dengan
LPPM IPB.
1.2 Perumusan Masalah
Menurut Sinaga (1988), kemitraan didasarkan pada persamaan
kedudukan, keselerasan dan peningkatan keterampilan kelompok mitra
melalui perwujudan sinergi kemitraan, yaitu hubungan :
a. Saling memerlukan. Dalam hal ini, perusahaan mitra memerlukan pasokan
bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan
bimbingan.
b. Saling memperkuat. Dalam hal ini, baik kelompok mitra maupun
perusahaan mitra sama-sama memperhatikan kedudukan masing-masing
dalam meningkatkan daya saing.
c. Saling menguntungkan, yaitu baik kelompok mitra mapun perusahaan
mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
Namun demikian, dalam pelaksanaan kemitraan seringkali dihadapkan
pada berbagai kendala. Menurut Badan Agribisnis (1999), hal-hal yang
menjadi kendala tercapainya tujuan kemitraan, antara lain :
a. Adanya struktur pasar monopolistik, yang mengharuskan usaha mitra
untuk menjual seluruh hasil produksinya kepada perusahaan mitra
usahanya, sehingga memberi peluang bagi perusahaan untuk menekan
harga produk tersebut.
7
b. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki usaha mitra sebagai pelaku usaha
dalam berbagai hal seperti tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan
manajerial, akses terhadap modal dan informasi yang rendah.
Demikian juga halnya dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat
yang melibatkan Gapoktan di sektor hulu serta CV Quasindo disektor hilir
sangat rawan dengan praktek-praktek kecurangan dan kegagalan pemenuhan
kontrak. Insentif harga yang lebih tinggi dari pelaku pasar beras Pandanwangi
lainnya dibandingkan kontrak harga dengan CV Quasindo merupakan salah
satu faktor potensial pemicu tidak terpenuhinya volume kontrak yang
disepakati. Praktek pencampuran beras Pandanwangi dengan beras sejenis,
baik di tingkat petani (dalam bentuk gabah) maupun di tingkat penggilingan
merupakan permasalahan potensial lainnya yang sangat mempengaruhi
konsistensi mutu beras Pandanwangi.
Latar belakang kemitraan, mekanisme pembinaan dan bantuan lainnya,
transparansi harga/pasar dan pemenuhan tanggungjawab oleh CV Quasindo
yang merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan, karena potensial
menimbulkan kemitraan yang tidak sehat.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
mendasari kajian berikut :
a. Bagaimana kemitraan yang selama ini berlangsung antara Gapoktan Citra
Sawargi dan CV Quasindo ?
b. Manfaat apakah yang diperoleh masing-masing pihak dalam pengadaan
beras Pandanwangi khususnya ditinjau dari pendapatan/keuntungan
usahanya ?
c. Bagaimana pola kemitraaan yang sebenarnya diinginkan oleh kedua pihak
yang bermitra ?
d. Bagaimana strategi pengadaan beras Pandanwangi melalui kemitraan
antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo dalam pengembangan
usahanya ?
e. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat bagaimana-
kah yang dapat dikembangkan melalui model pengadaan beras
Pandanwangi bersertifikat ?
8
1.3 Tujuan
Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk mengetahui pelaksanaan dan
strategi kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam
pengadaan beras Pandanwangi-Cianjur bersertifikat. Secara khusus, kajian ini
bertujuan :
a. Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi
dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
b. Menganalisis manfaat kemitraan khususnya ditinjau dari
pendapatan/keuntungan usaha masing-masing pihak yang bermitra, di
dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
c. Menganalisis pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang
bermitra dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat .
d. Menyusun strategi pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui
pengembangan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV
Quasindo dalam mengembangkan usahanya.
e. Menyusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat
yang berbasis model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
9
II. LANDASAN TEORI
2.1. Agribisnis dan Agroindustri Perberasan
Hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah bahwa atribut suatu
produk akhir agribisnis merupakan hasil kumulatif dari semua sub sistem
agribisnis dari hulu sampai hilir (alir produk atau product line). Karena itu,
pengelolaan secara integrasi vertikal suatu sistem agribisnis dapat menjamin
transmisi informasi pasar secara sempurna dan cepat dari hilir ke hulu,
meminimumkan margin ganda dan menjaga konsistensi mutu produk dari
hulu ke hilir akan menentukan ketepatan, serta kecepatan merespon
perubahan pasar.
Hingga saat ini, struktur usaha yang bersifat dispersal atau tersekat-
sekat merupakan kondisi umum yang terjadi pada usaha agribisnis yang
melibatkan produsen sarana produksi, produsen hasil pertanian atau petani,
pedagang hasil pertanian dan pengolah hasil pertanian. Masing-masing
pelaku usaha menjalankan usahanya sendiri-sendiri dan tidak ada kaitan
institusional diantaranya walaupun kegiatan yang dilakukan sebenarnya
saling terkait secara fungsional. Keterkaitan diantara pelakunya hanya
terbentuk melalui harga dan pada kondisi yang bersifat dispersal, sehingga
pihak yang kuat akan dominan dalam pembentukan harga.
Struktur usaha demikian tidak kondusif bagi pengembangan usaha
agribisnis berkelanjutan akibat tidak adanya kaitan fungsional yang serasi
dan harmonis diantara pelaku usaha agribisnis, sehingga dinamika pasar
tidak selalu dapat direspon secara efisien. Konsekuensi lainnya adalah
transmisi harga dan informasi pasar yang bersifat asimetris dan terbentuknya
marjin ganda yang tidak dapat dihindari, disamping pemasaran hasil
pertanian yang tidak efisien.
Contohnya komoditas beras/padi, sebagaimana diketahui bahwa petani
tanaman pangan (padi) di Indonesia adalah petani kecil dengan kepemilikan
lahan sangat sempit, yaitu rataan 0,3 ha dan terpencar-pencar. Dalam
menjual hasilnya, petani padi di Indonesia masih memasarkan hasilnya
secara sendiri-sendiri. Hal ini disebabkan kelembagaan pemasaran di tingkat
10
petani masih belum banyak berfungsi sebagai lembaga pemasaran.
Keberadaan kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi tani atau
koperasi unit desa masih lebih banyak terfokus untuk menangani aspek
budidaya dan belum berfungsi sebagai lembaga pemasaran hasil di tingkat
petani. Hal ini disebabkan karena kemampuan manjemen pemasaran, akses
pasar dan permodalannya yang masih sangat terbatas. Kondisi ini
menyebabkan pemasaran beras di Indonesia menjadi tidak efisien (Ditjen
PPHP, 2006).
Sistem pemasaran hasil yang belum efisien ini dapat dilihat dari
struktur pasar yang terjadi belum mencerminkan persaingan sempurna,
tetapi masih banyak ditemui di lapangan struktur pasar yang terjadi
berbentuk oligopsoni dan bahkan monopsoni. Hal ini disebabkan jumlah
petani padi di Indonesia cukup banyak dengan tingkat produksi sangat
sedikit, sedangkan jumlah pembelinya relatif sedikit. Struktur pasar yang
demikian menyebabkan pembeli berada pada posisi penentu harga, sehingga
posisi tawar petani menjadi lemah.
Pemasaran hasil padi di Indonesia umumnya melewati mata rantai
yang cukup panjang. Rantai pemasaran yang demikian ini sering merugikan
petani maupun konsumen. Petani menerima harga yang rendah, sedangkan
konsumen harus membayar dengan harga tinggi. Pada umumnya, petani padi
tidak dapat menjual secara langsung kepada konsumen, terutama apabila
sudah terikat dengan pinjaman uang sebagai modal dalam melakukan
usahataninya.
Petani pada umumnya menjual hasilnya kepada pedagang pengumpul
di tingkat desa, kemudian pedagang pengumpul desa menjual kepada
pedagang pengumpul yang lebih besar tingkat kecamatan atau kabupaten.
Setelah itu baru ke penggilingan padi untuk selanjutnya dijual ke pedagang
grosir dan pada akhirnya kepada pedagang pengecer. Dari pedagang
pengecer baru dijual kepada konsumen. Gambar 1 menunjukkan mata rantai
pemasaran komoditi padi/beras di Pulau Jawa yang masih cukup panjang,
meskipun sebenarnya sistem agribisnis padi/beras di Indonesia sudah jauh
lebih baik dibandingkan dengan komoditi lainnya.
11
Gambar 1. Rantai pemasaran padi/beras kasus di Pulau Jawa (Ditjen PPHP, 2006)
Terkait dengan mutu gabah, maka petani dengan segala keterbatasan
sumber daya yang tersedia mulai dari kemampuan akses terhadap input
produksi (benih bermutu unggul, pupuk, pestisida dan lain-lain),
keterbatasan sarana pasca panen dan keterikatan terhadap sistem budidaya
panen setempat, serta kurangnya insentif harga terhadap perbaikan mutu
gabah menyebabkan sulit untuk meningkatkan mutu gabah.
PETANI
Penebas Pedagang
Pengumpul Desa
PENGGILINGAN
PADI (produk beras)
Pedagang
Grosir
BULOG Pedagang
Antar Daerah
Grosir Luar Jawa
Pedagang Pengecer
Masyarakat Miskin/ TNI/Polri
Pengecer Luar Jawa
Konsumen Luar Jawa
Konsumen
20 % 80 %
5 % 70 %
25 %
12
Di sisi lain penggilingan padi sebagai pelaku sub sistem pengolahan
gabah/beras juga terpaksa harus berhadapan dengan pedagang pengumpul
gabah dari berbagai wilayah dengan berbagai keragaman mutu gabah,
kondisi ini diperparah lagi dengan konfigurasi mesin penggilingan padi yang
kurang memenuhi standar dan sudah berumur tua, serta teknologi yang
digunakan masih sederhana.
Disamping itu, masih banyak penggilingan padi yang menggunakan
sistim kerja ”one pass” yaitu gabah kering digiling hanya melalui tiga
proses sederhana, yaitu proses pecah kulit, proses pemisahan sekam, dan
proses penyosohan, yang dilakukan dari atas ke bawah dengan
menggunakan gaya gravitasi gabah itu sendiri. Hal ini berdampak kurang
baik terhadap mutu dan rendemen beras yang dihasilkan.
Atas dasar hasil inventarisasi yang telah dilakukan, diperkirakan paling
tidak sebanyak 70% penggilingan padi yang masih menggunakan sistem
kerja one pass dari penggilingan padi kecil (PPK) 36,33%, Rice Milling Unit
(RMU) 32,34% dan penggilingan padi Engelberg 1,5%. Akhir-akhir ini
justru berkembang penggilingan padi ”mobile” yang menggunakan sistim
kerja one pass dan diperkirakan jumlahnya cukup banyak (Ditjen PPHP,
2006).
Dari kondisi tersebut dapat dipastikan mutu dan rendemen beras yang
dihasilkan penggilingan padi di Indonesia masih rendah. Laporan BPS pada
tahun 1977 menunjukkan bahwa rendemen rataan penggilingan padi di
Indonesia 62,08% .
Lebih lanjut skala usaha penggilingan di Indonesia pada umumnya
relatif kecil sehingga kurang efisien dan daya serap bahan bakunya rendah.
Hal ini sangat berbeda dengan penggilingan padi yang terdapat di negara
eksportir beras seperti Thailand dan Vietnam yang dapat dijadikan sebagai
perbandingan. Rangkaian permasalahan pada setiap subsistem agribisnis ini
pada akhirnya melemahkan daya saing beras nasional (Patiwiri, 2006a).
Agroindustri beras menggunakan gabah sebagai bahan bakunya. Jenis
gabah yang dihasilkan petani umumnya adalah Gabah Kering Panen (GKP).
13
Selanjutnya pengolahan gabah dilakukan di penggilingan padi. Menurut
Patiwiri (2006b) gabah yang dapat dimasukkan pada proses penggilingan
padi adalah gabah kering giling (GKG), yaitu gabah yang memiliki kadar air
(KA) 13 – 15% dan keluar berupa beras sosoh berwarna putih siap tanak.
Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi
akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari
pengupasan dan penyosohan. Bagian–bagian yang tidak berguna akan
dipisahkan, sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan.
Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama
mengalami proses penggilingan. Tahapan proses penggilingan padi dan
perubahan bobotnya seperti termuat pada Gambar 2.
`
Gambar 2. Diagram Sankey (Patiwiri, 2006a)
Gabah kering panen
PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN
7% susut
3% benda asing
20% sekam
2% 5% 8%
Beras Patah (segala ukuran)
52 %
Beras Kepala
100% Gabah Kering Giling PEMBERSIHAN AWAL
PEMECAHAN KULIT 77% Beras Pecah Kulit PEMUTIHAN 67 % Beras putih
10% katul dan lembaga
14
Dari gambar di atas terlihat bahwa butiran padi yang dihasilkan
petani akan mengalami perubahan bobot pada tahap-tahap proses
penggilingan padi. GKP yang memiliki KA 20% akan menurun beratnya
sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi GKG
yang memiliki KA sekitar 14%. GKG merupakan masukan terhadap proses
penggilingan padi.
Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk
membersihkan kotoran yang berjumlah ± 3% dari bobot gabah awal.
Selanjutnya gabah mengalami pemecahan kulit, dimana sekam yang
berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah dan
akan tersisa beras pecah kulit 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui
proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk mendapatkan
warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak
10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 52% dan beras patah
segala ukuran sebanyak 15%. Persentase sekam dan bekatul semata – mata
disebabkan oleh perbedaan varietas padi sedangkan persentase beras patah
dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai, KA
dan sejenisnya.
2.2. Kelembagaan Petani
Organisasi adalah kesatuan yang memungkinkan orang-orang (para
petani) mencapai satu atau beberapa tujuan yang tidak dapat dicapai individu
secara perorangan. Pakpahan (1990) menyatakan bahwa sistem organisasi
ekonomi petani terdiri dari beberapa unsur (subsistem) : (1) unsur
kelembagaan (aturan main), (2) partisipan (sumber daya manusia atau
SDM), (3) teknologi, (4) tujuan, dan (5) lingkungan (alam, sosial, dan
ekonomi). Kelompok para petani yang berada di suatu kawasan dapat
dipandang sebagai suatu sistem organisasi ekonomi petani, hubungan antara
unsur-unsur organisasi dan keragaan terlihat pada Gambar 3.
15
Gambar 3. Esensi organisasi internal agribisnis (Pakpahan, 1990)
Gambar 3 menunjukkan bahwa kelima unsur atau subsistem organisasi
ekonomi petani saling berinteraksi dan pada akhirnya akan menghasilkan
keragaan organisasi. Unsur lingkungan merupakan bagian dari sistem organisasi
yang menentukan keragaan organisasi, namun berada di luar kendali organisasi.
Terdapat dua jenis pengertian kelembagaan, yaitu kelembagaan sebagai aturan
main dan kelembagaan sebagai organisasi. Sebagai aturan main, kelembagaan
merupakan perangkat aturan yang membatasi aktivitas anggota dan pengurus
dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari sudut pandang ekonomi, kelembagaan dalam arti organisasi biasanya
menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme
pasar, tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Keputusan tentang
produksi dan alokasi penggunaan sumber daya ditentukan oleh organisasi.
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) adalah gabungan dari beberapa
kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis dalam kebersamaan/kemitraan
sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi
KELEMBAGAAN
- Batas wilayah produksi
- Hak pemilikan
- Pengambilan keputusan
- Penegakan hukum
TEKNOLOGI
- Teknis Budidaya
- Karakteristik
komoditi
- Asset Fixity dan
specificity
PARTISIPAN:
- Kepribadian
- Umur dan seks
- Kekayaan
- Kesehatan
- Kosmopolit
- Nilai
- Pendidikan
TUJUAN
- Keuntungan atau
surplus usaha yang
tinggi
- Meningkatkan
Pendapatan
KINERJA
ORGANISASI
- Keuntungan atau
surplus usaha
- Pendapatan
organisasi dan
partisipan
meningkat
LINGKUNGAN ALAM, SOSIAL DAN EKONOMI
16
anggotanya dan petani lainnya. Untuk membentuk dan atau mengaktifkan
kembali, serta memper-kuat kelembagaan petani yang ada, maka Departemen
Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Kelompok Tani dan Gabungan
Kelompok Tani pada tahun 2007. Dengan pola ini diharapkan pembinaan
pemerintah kepada petani akan semakin terfokus dengan sasaran yang jelas.
Model revitalisasi Gapoktan sebagaimana Gambar 4.
Gambar 4. Model revitalisasi Gapoktan (Syarief dan Fatika, 2006)
Keterangan : UPJA = Unit Pelayanan Jasa Alsintan
Alsintan = Alat Mesin Pertanian
2.3. Kemitraan Usaha
Menurut Kartasasmita dalam Badan Agribisnis (1999b), kemitraan
usaha mengandung pengertian adanya hubungan kerja sama usaha antara
badan usaha yang sinergis bersifat sukarela dan dilandasi oleh prinsip saling
membutuhkan, menghidupi, memperkuat dan menguntungkan yang hasilnya
bukanlah zero sum game melainkan positive sum game atau win-win
solution.
Dalam kemitraan usaha jangan sampai ada pihak yang diuntungkan di
atas kerugian pihak lain yang merupakan mitra usahanya. Semua pihak
17
yang bermitra harus merasakan keuntungan dan manfaat yang diperoleh
dari kemitraan.
Selanjutnya Tambunan (1996) menyatakan bahwa penyebab timbulnya
kemitraan di Indonesia ada dua macam, yaitu :
a. Kemitraan yang didorong oleh pemerintah, dalam hal ini kemitraan
menjadi isu penting karena telah disadari bahwa pembangunan ekonomi
selama ini selain meningkatkan pendapatan nasional per kapita, juga
telah memperbesar kesenjangan ekonomi dan sosial di tengah
masyarakat.
b. Kemitraan yang muncul dan berkembang secara alamiah. Hal ini
disebabkan oleh adanya keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan
tingkat fleksibilitas dalam meningkatkan keuntungan.
UU Nomor 9 tahun 1995 pasal 27 tentang Usaha Kecil (UK)
menyatakan bahwa kemitraan dilaksanakaan dalam pola-pola berikut : inti-
plasma, sub kontrak, dagang umum, waralaba, keagenan, dan bentuk-bentuk
lain yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut:
a. Pola Inti-Plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dan
menengah dengan usaha besar (UB) yang bertindak sebagai inti dan UK
sebagai plasma. Perusahaan inti harus membantu dan membimbing
usaha plasma dalam melaksanakan subsistem usahatani, sebaliknya
petani plasma bersedia bekerja sama dengan inti di bawah bimbingan
pemerintah.
b. Pola Subkontrak adalah hubungan kemitraan antara UK (petani)
dengan usaha menengah (UM) dan UB yang ada di dalamnya. UK
memproduksi komponen yang diperlukan oleh UM atau UB sebagai
bagian produksinya.
c. Pola Dagang Umum adalah bentuk kemitraan antara pengusaha kecil
(petani) dengan UM atau UB yang di dalamnya UM atau UB
memasarkan hasil produksi UK atau UK memasok kebutuhan yang
diperlukan oleh UM atau UB mitranya.
d. Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi
waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang dan
18
saluran distribusi pengusahaannya kepada penerima waralaba dengan
disertai bantuan bimbingan manajemen.
e. Pola Keagenan adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya UK
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UM atau UB
mitranya.
f. Pola bentuk-bentuk lain adalah pola kemitraan di luar pola-pola di
atas, tetapi belum dibakukan atau pola baru yang akan timbul di masa
yang akan datang.
Selanjutnya Williamson dalam LPM–UNILA (2006) menyatakan bahwa
terdapat beberapa kemungkinan hubungan kontrak yang bisa diciptakan
antara pihak perusahaan besar dan petani, antara lain :
a. Marketing Contract adalah kontrak yang menetapkan macam dan
jumlah produk pertanian yang akan diserahkan, tetapi jarang
menyebutkan kegiatan-kegiatan atau metode-metode khusus yang harus
diikuti oleh proses produksi. Selain itu, kontrak ini tidak mengharuskan
pihak pengelola (inti) untuk menyediakan masukan seperti bibit,
makanan, atau peralatan. Kontrak ini merupakan kesepakatan untuk
membeli hasil produksi di kemudian hari.
b. Production Contract adalah kesepakatan antara petani dengan
perusahaan bukan pertanian yang menentukan macam dan jumlah
produk tertentu yang dihasilkan, serta dapat menetapkan varietas bibit,
kegiatan-kegiatan dalam proses produksi dan masukan-masukan yang
digunakan. Bantuan teknis disediakan oleh perusahaan (pemberi
kontrak).
c. Vertical Integration, yakni semua tahap produksi dilaksanakan oleh
suatu perusahaan, dimana pasar tidak berperan dalam pengkoordinasian
beberapa faktor produksi. Dalam kasus ini, petani bukan pemilik bahan
baku, sarana-sarana produksi, atau hasil produksi. Petani lebih berperan
sebagai manajer, pengawas upahan atau seorang pekerja borongan.
Ketiga model di atas pada intinya membahas hubungan yang mengikat
para petani untuk bersedia menyediakan sejumlah produk pertanian
19
sekaligus membebani para petani dengan kriteria mutu, kuantitas, dan harga
disertai dengan bantuan teknis. Model atau bentuk kelembagaan organisasi
sebagai wadah koordinasi vertikal antara para petani dan perusahaan bisa
mengambil salah satu atau gabungan dari beberapa model di atas atau sama
sekali mengambil pola lain yang berbeda dari model di atas.
2.4. Program Sertifikasi Beras Pandanwangi
Untuk memproduksi beras bersertifikat di dalam negeri diperlukan
suatu model pengembangan yang terpadu secara sinergis antara produsen
benih, petani padi, penggilingan padi, lumbung desa, lembaga keuangan dan
pemerintah sebagai fasilitator dan regulator. Para pelaku agribisnis
perberasan perlu dipersiapkan/dibina guna memahami teknis produksi beras
bersertifikat mulai dari pra panen, panen, pasca panen hingga pengolahan
berasnya (benih berlabel, penerapan Standar Nasional Indonesia atau SNI
gabah/beras sampai kepada manajemen pemasarannya).
Guna melaksanakan program sertifikasi tersebut telah dilakukan empat
kegiatan utama, yaitu :
a. Pengembangan dan penguatan kelembagaan petani
b. Pengembangan sistem penanganan dan pengolahan beras bersertifikat
c. Pengembangan sistem pemasaran beras bersertifikat
d. Pengembangan sistem sertifikasi pelabelan beras.
Berdasarkan hasil kesepakatan Tim dan hasil Focus Group Discussion
(FGD) yang telah dilakukan, maka telah disusun kesepakatan tentang
karakteristik atau persyaratan dasar yang menjadi ciri khusus beras
bersertifikat. Beras dikatakan sebagai beras bersertifikat, jika memenuhi hal-
hal berikut :
a. Diusulkan oleh unit usaha/unit produksi yang berbadan hukum atau
memiliki aspek legal
b. Beras berasal dari benih bersertifikat
20
c. Menerapkan sistem mutu (Good Agriculural Practices atau GAP dan
Good Handling Practices/Good Manufacturing Practices atau
GHP/GMP)
d. Sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga
e. Harus menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Pelabelan dan peraturan
perundangan lainnya.
f. Didukung insfrastruktur dan sarana, serta sumber daya yang memadai,
termasuk sumber daya manusia (SDM)
Pengawasan dan sertifikasi beras ditujukan untuk memberikan jaminan
kepada konsumen terhadap penandaan keaslian varietas pada produk beras.
Penandaan meningkatkan daya saing produk, karena sifat produk yang
spesifik menunjukkan keaslian atau kemurnian produk merupakan potensi
lokal maupun nasional. Pengawasan dan sertifikasi ini dilakukan dengan
pendekatan ilmiah, analitis, dan ekonomis melalui ketepatan pelaksanaan
monitoring dan pencatatan informatif yang mencakup keseluruhan rantai
produksi dari benih sampai beras dikemas.
Sertifikasi beras merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga
(lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui
pemerintah) untuk memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk (beras)
yang diproduksi oleh suatu unit produksi atau unit usaha telah memenuhi
persyaratan mutu (keaslian varietas dan karakteristik beras). Proses
sertifikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga (Lembaga
atau Tim yang dibentuk Dinas Pertanian Kabupaten yang dalam jangka
panjang menjadi lembagai sertifikasi terakreditasi) untuk memberikan
jaminan tertulis bahwa suatu produk beras dan proses produksinya dari
benih sampai produk akhir telah memenuhi persyaratan mutu. Proses
sertifikasi berlangsung sebagaimana Gambar 5.
21
Permintaan Informasi
Pengajuan permohonan
Keputusan Sertifikasi
Pemeriksaan audit kecukupan dan
Pemeriksaan Pra Panen
Penerbitan Sertifikat
Ya
Tidak
Tidak
Penerapan Sistem Produksi
beras berlabel yang relevan
dan memenuhi persyaratan
Ya
Tidak
Ya
Selesai
Pengawasan Berkala
Pemeriksaan
kelengkapan
dokumen
Pemeriksaan Pasca Panen dan
Pengambilan contoh dan
analisa produk
Rapat
Evaluasi
Gambar 5. Diagram alir proses sertifikasi beras berlabel (LPPM – IPB, 2006)
22
Pada tahap awal atau jangka pendek, dilakukan dua jenis sertifikasi beras,
yaitu : (1) Sertifikasi dengan sistem Certifikate of Quality dan (2) Sertifikasi
dengan sistem Certificate of Conformity. Sedangkan tahap selanjutnya akan
diarahkan ke penandaan SNI. Dengan demikian prioritas inspeksi yang
dilakukan dalam jangka pendek adalah :
a. Certificate of Quality dilakukan oleh laboratorium terakreditasi yang
mengeluarkan kesesuaian terhadap kualitas. Dalam hal ini terhadap kualitas
mutu beras, termasuk di dalamnya ketertelusuran keaslian verietas.
b. Certificate of Conformity ditambah dengan proses inspeksi terhadap
keaslian variets berdasarkan regulasi teknis/SK Menteri tentang variets.
Untuk tujuan keaslian varietas dan kesesuaian terhadap SNI, maka hal-hal
yang dilakukan untuk diprioritaskan adalah :
1) Inspeksi untuk memperoleh kejelasan penggunaan benih bersertifikat,
disesuaikan dengan luas lahan dan bukti pembelian benih.
2) Kejelasan hubungan antara luas areal penanaman, jumlah petani dan
kepemilikan lahannya dan produksi beras bersertifikat yang
direncanakan.
3) Pengujian karakteristik mutu beras disesuaikan dengan standar,
misalnya SNI.
23
III. METODE KAJIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi penanaman padi Pandanwangi,
yaitu diwilayah Kecamatan Warung Kondang – Kabupaten Cianjur.
Kelembagaan tani yang menjadi subyek penelitian ini adalah Gapoktan Citra
Sawargi yang berlokasi di Desa Bunikasih Kecamatan Warung Kondang.
Gapoktan Citra Sawargi terdiri atas 6 kelompok tani di wilayah Desa
Bunikasih, Desa Tegallega dan Desa Mekarwangi. Saat ini petani
pandanwangi yang menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi sebanyak 96
orang dengan luas lahan 48,93 hektar. Pengambilan data contoh petani mitra
maupun non mitra di ke 3 wilayah pengamatan.
Penelitian terhadap perusahaan mitra, yaitu CV Quasindo yang telah
melakukan kemitraan dengan petani-petani Pandanwangi yang tergabung
dalam kelembagaan Gapoktan Citra Sawargi di lokasi perusahaan di Jalan
RE Martadinata Komplek Ruko Permata Ancol – Jakarta.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari bulan Desember tahun 2007
sampai dengan Februari 2008, meliputi pengambilan data primer dan data
pendukung lainnya, baik di CV Quasindo maupun Gapoktan Citra Sawargi,
serta Studi Kepustakaan. Tahap pengolahan data sampai penyelesaian akhir
laporan penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan April
2008.
3.2. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan data
dilakukan dengan cara :
a. Data sekunder diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library Research)
yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan
cara pengumpulan data secara teoritis. Data tersebut diperoleh dari
buku-buku maupun literatur, terutama yang berhubungan dengan
karakteristik dan potensi produksi beras Pandanwangi-Cianjur, serta
24
hal–hal lain menyangkut pola kemitraan, manajemen usaha, pemasaran
dan lain–lain.
b. Data primer berupa karakteristik dan kinerja pihak – pihak yang
bermitra, biaya produksi dan penerimaan, persepsi pakar atas pola
kemitraan ideal serta faktor – faktor yang paling berpengaruh terhadap
pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi sebagai bahan
perumusan strategi pengembangan usaha, seluruh data tersebut
diperoleh dari penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang
mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti langsung
dari sumbernya. Cara pengumpulan data primer diperoleh dengan cara :
1) Interview, yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan tanya jawab antara dua pihak, dimana satu
pihak sebagai pencari informasi. Sedangkan pihak lainnya sebagai
pemberi informasi lisan maupun tertulis. Sumber informasi adalah
pihak-pihak yang berkompeten terhadap masalah yang ada.
2) Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara
pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti berupa kegiatan
proses produksi dan pemasaran beras Pandanwangi-Cianjur
bersertifikat .
3) Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan terhadap obyek yang sedang
diteliti kepada pihak yang terkait langsung dengan penelitian,
khususnya pihak–pihak yang melakukan kemitraan seperti Gapoktan
Citra Sawargi dan CV Quasindo.
Responden di tingkat perusahaan adalah Direktur Utama CV Quasindo
yang tentunya sangat memahami hubungan kemitraan dengan petani, karena
selama ini terjun langsung untuk merintis kemitraan dengan Gapoktan Citra
Sawargi dalam pengadaan beras Pandanwangi Cianjur Bersertifikat.
Sedangkan di tingkat Gapoktan, responden terdiri atas Ketua Gapoktan
Citra Sawargi, Kepala Unit Usaha Gapoktan dan Penyuluh Pertanian
setempat yang juga merangkap sebagai sekretaris Gapoktan. Sedangkan di
tingkat petani yang menjadi responden adalah petani Pandanwangi yang
25
menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi yang sedang melakukan kemitraan
dengan CV Quasindo (petani mitra) dan petani Pandanwangi dilokasi yang
sama, namun bukan anggota Gapoktan Citra Sawargi dan tidak melakukan
kemitraan dengan CV Quasindo (petani non mitra). Jumlah seluruh
responden petani Pandanwangi yang digunakan adalah 50 orang, yaitu 25
petani mitra dan 25 petani non mitra.
Penarikan petani contoh dilakukan dengan metode cluster sampling,
yaitu cara penarikan contoh dari suatu populasi yang telah dibagi menjadi
beberapa kelompok atau sub populasi. Dalam penelitian ini diambil dua sub
populasi berdasarkan keterlibatan atau tidaknya dalam kemitraan dengan
CV Quasindo untuk memproduksi beras Pandanwangi Cianjur bersertifikat.
Kelompok sub populasi tersebut merupakan anggota dari ke 6 Kelompok
Tani yang tergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi, sedangkan untuk
petani non mitra yang menjadi responden adalah petani yang lokasi
sawahnya berdekatan dengan petani mitra.
3.3. Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh, baik data primer maupun sekunder selanjutnya
dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis usahatani dan
analisis marjin tataniaga dilakukan untuk mengetahui dampak kemitraan
terhadap pendapatan/keuntungan usaha masing-masing pihak yang bermitra.
Pengolahan data dilakukan dengan program microsoft excel .
Evaluasi pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang
bermitra dilakukan dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik
atau Analisis Hirarki Proses (AHP). Pengolahan data dilakukan dengan
manipulasi matriks dengan perangkat lunak microsoft excel.
Analisis terhadap strategi pengembangan usaha pengadaan beras
Pandanwangi Cianjur bersertifikat melalui kemitraan, dilakukan dengan
analisis Strengths, Weaknesses, Oportunities dan Threats (SWOT).
Data yang telah diolah lalu diinterpretasikan hasilnya sesuai dengan
kerangka teoritis dan kondisi faktual di lapangan, kemudian dijelaskan
26
berdasarkan kerangka konseptual yang dibuat secara deskriptif seperti yang
termuat pada Gambar 6.
Gapoktan
Citra Sawargi Kemitraan CV Quasindo
o Latar
belakang
kemitraan
o Karakteristik
o Kinerja
usaha
Analisis
Kualitatif
Deskriptif
Analisis
pendapatan
usahatani
Analisis
Kualitatif
deskriptif
Analisis
Marjin
Tataniaga
Manfaat kemitraan
khususnya terhadap
pendapatan usaha
Analisis
SWOT
Strategi
pengembangan
usaha
Proses
Hirarki
Analisis
o Latar
belakang
kemitraan
o Karakteristik
o Kinerja
usaha
Analisis
Kualitatif
Deskriptif
Analisis
Kualitatif
deskriptif
Manfaat
kemitraan
o Proporsional
tidaknya
keuntungan
usaha
o Efisiensi
rantai pasar
Evaluasi
pola
kemitraan
ideal
Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul
Lokal Bersertifikat
Gambar 6. Model konseptual pengadaan beras unggul local bersertifikat
27
Tahapan dari pengolahan dan analisa data adalah sebagai berikut :
3.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Salah satu indikator keberhasilan kemitraan di tingkat petani
adalah meningkatnya pendapatan usahatani. Analisis pendapatan
usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan
penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan
selama jangka waktu yang ditetapkan. Secara umum pendapatan
usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa (beda) dari pengurangan
nilai-nilai penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang
dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan ini kemudian dapat
dinyatakan besarnya balas jasa atas penggunaan tenaga kerja petani
dan keluarganya, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani
(Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983).
Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dari
produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani.
Pengeluaran atau biaya usahatani adalah nilai penggunaan sarana
produksi dan lain-lain yang mungkin diperoleh dengan membeli,
sehingga pengeluaran atau biayanya berbentuk tunai, tetapi ada pula
sarana produksi yang digunakan berasal dari hasil usahatani
sendiri,sehingga pada keadaan demikian pengeluaran merupakan nilai
yang diperhitungkan.
Biaya lain yang perlu diperhitungkan adalah pajak resmi yang
dibayar petani, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Selanjutnya perhitungan biaya tenaga kerja petani, serta anggota
keluarga dinilai berdasarkan upah yang harus dibayarkan, apabila
pekerjaan tersebut dilakukan orang lain (Tjakrawiralaksana dan
Soeriaatmadja,1983).
Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang
dilakukan oleh petani sendiri. Pengeluaran tunai usahatani ini secara
umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah
biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi
yang tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi dan sifat
28
penggunaannya tidak habis terpakai dalam satu kali proses produksi.
Biaya tetap antara lain pajak lahan dan pajak air. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam
proses produksi yang langsung mempengaruhi jumlah produksi dan
sifat penggunaannya habis terpakai dalam satu kali pses produksi.
Untuk menghitung pendapatan petani Pandanwangi, baik petani
mitra maupun non mitra digunakan rumus berikut :
PB = Hy.Y - Hx.X - Bt
Keterangan :
PB : Pendapatan bersih dari produksi Pandanwangi (Rp/ha/musim)
Y : Total produksi Pandanwangi dalam bentuk Malai Kering
Panen (Kg/Ha/musim)
Hy : Harga dari Pandanwangi (Rp/kg)
X : Jumlah faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi
Pandanwangi
Hx : Harga dari setiap faktor produksi yang digunakan untuk
memproduksi Pandanwangi
Bt : Biaya tetap untuk memproduksi Pandanwangi
Untuk mengukur efisiensi masing-masing usahatani terhadap
setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio
antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang secara
sederhana (Kadariah, et al., 1978) dapat diturunkan dari rumus
berikut :
Penerimaan
Rasio R/C (Revenue/Cost) =
Biaya
Jika nilai rasio R/C di atas satu maka menunjukkan bahwa
setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat,
sehingga penerimaan meningkat lebih dari satu rupiah.
29
3.3.2 Analisis Marjin Tataniaga
Menurut Syahyuti (2006), esensi kemitraan dalam ekonomi
terletak pada kontribusi bersama baik berupa tenaga (labor) maupun
benda (property), atau keduanya untuk tujuan – tujuan ekonomi.
Kontribusi bersama dalam kemitraan harus berjalan seimbang agar
tujuan kemitraan sebagai upaya bersama yang saling menguntungkan
dapat tercapai.
Kegiatan pemasaran komoditas pertanian merupakan jembatan
antara petani produsen dengan berbagai tingkat pelaku tataniaga
(pedagang pengumpul, bandar/pedagangan besar kecamatan,
pedagang besar kabupaten, pedagang besar provinsi, supplier dan
pedagang pengecer-super/hyper market) hingga sampai ke konsumen
akhir. Apabila hubungan antara produsen dengan pelaku tataniaga
hingga konsumen bisa dipandang sebagai suatu aliran komoditas
maka akan dapat terlihat permasalahan yang menyebabkan lemahnya
keterkaitan satu dengan lainnya pada pasar (Saptana et al., 2006a).
Dahl dan Hamond dalam Saptana et al., (2006b) menyatakan
bahwa marjin pemasaran menggambarkan perbedaan harga yang
dibayarkan konsumen dan harga-harga yang diterima produsen.
Termasuk dalam marjin pemasaran adalah seluruh biaya pemasaran
yang dikeluarkan oleh pelaku tataniaga (marketing cost) dan
keuntungan yang diterima pelaku tataniaga (marketing profit) mulai
dari pintu gerbang produsen ke konsumen akhir. Secara matematik
digunakan rumus berikut :
m n
M = Σ Ci + Σ Πj i=1 j=1
dimana : M = marjin pemasaran
Ci = biaya pemasaran i (i = 1,2,3......m)
m = jumlah jenis pembiayaan
Πj = Keuntungan yang diperoleh lembaga niaga j (j =
1,2,3,..n)
n = jumlah lembaga niaga yang ikut ambil bagian dalam
proses pemasaran
30
Dengan menggunakan persamaan ini, rataan Ci dan Πj
dikumpulkan melalui survei, sehingga marjin pemasaran dapat
dihitung. Dengan demikian bagian yang diterima petani produsen
dari harga pedagang besar atau pengecer baik untuk tujuan pasar
modern maupun pasar tradisional dapat ditentukan.
3.3.3 Metode Proses Hierarki Analitik (PHA)
Proses analisis hirarki (Analytical Hierarchy Process atau AHP)
digunakan untuk melihat interaksi antar unsur sistem dan dampaknya
terhadap sistem secara keseluruhan. AHP digunakan untuk
mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif
yang paling disukai. Metode ini dibentuk secara hiraraki fungsional
dengan input utamanya persepsi manusia (Saaty, 1991).
Menurut Marimin (2004) dengan menggunakan AHP, suatu
persoalan akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang
terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk
mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan
yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses
pengambilan keputusannya.
Prinsip dasar metode AHP (Saaty, 1991) adalah :
a. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki yang disebut
menyusun secara hirarki, yaitu memecah–mecah persoalan
menjadi unsur-unsur yang terpisah.
b. Pembedaan prioritas dan sistesis yang disebut penetapan
prioritas untuk menentukan tingkat unsur-unsur menurut tingkat
kepentingan relatifnya.
c. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua unsur
dikelompokan secara logis dan diperingatkan secara konsisten
sesuai dengan suatu kriteria yang logis pula.
Menurut Marimin (2004), ide dasar prinsip kerja AHP
adalah :
31
a. Penyusunan hirarki
Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-
unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun
menjadi struktur hirarki. Dalam penelitian ini, tingkat hierarki
keputusan tersusun dari atas ke bawah terdiri atas lima tingkat
yaitu : Fokus kemitraan, faktor kunci kemitraan, pelaku
kemitraan, tujuan kemitraan dan alternative pola kemitraan.
Pada level pertama adalah fokus, yaitu pemilihan pola
kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo.
Pada level kedua adalah faktor kunci yang merupakan faktor –
faktor utama yang mempengaruhi dilaksanakannya kemitraan.
Faktor–faktor tersebut adalah : manajemen, permodalan,
aksesibilitas pasar dan penguasaan teknologi. Pada level ketiga
terdapat dua pelaku kemitraan, yaitu Gapoktan Citra Sawargi
dan CV Quasindo. Pada level keempat terdapat tujuan
kemitraan, antara lain : peluang pasar, kontinuitas produk,
efisiensi usaha, pengembangan usaha dan kelangsungan usaha.
Pada level kelima terdapat alternative pilihan pola kemitraan
yang ada, yaitu : pola inti plasma, pola dagang umum, pola
keagenan, pola subkontrak dan pola kerjasama operasional
agribisnis.
b. Penilaian kriteria dan alternatif
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan
berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan adalah unsur-
unsur dibandingkan berpasangan terhadap suatu unsur lain yang
telah ditentukan. Proses perbandingan berpasangan ini dimulai
dari puncak hirarki, yang merupakan dasar untuk melakukan
perbandingan berpasangan antar unsur yang terkait yang ada di
bawahnya. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan
dalam bentuk matriks untuk analisis numerik.
32
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan
besaran-besar yang mampu mencerminkan beda antara faktor
satu dengan lainnya, dan secara naluri, manusia dapat
mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang
paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan
keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggung-
jawabkan. Untuk mengisis matriks perbandingan berpasangan
digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai skala banding berpasangan
Nilai Skala Definisi Penjelasan
1 Kedua unsur sama pentingnya Dua unsur mempengaruhi sama
kut pada saat itu
3 Unsur yang satu sedikitnya lebih
penting dari lainnya
Pengalaman atau pertimbangan
sedikit menyokong satu unsur atas
lainnya
5 Unsur yang satu jelas lebih
penting dibandingkan dengan
unsur yang lainnya
Pengalaman atau pertimbangan
dengan kuat disokong dan
dominasinya terlihat dalam
praktek
7 Satu unsur sangat jelas lebih
penting dibandingkan unsur
lainnya
Satu unsur dengan kuat disokong
dan dominasinya terlihat dalam
praktek
9 Satu unsur mutlak lebih penting
dibandingkan unsur lainnya
Sokongan unsur yang satu atas
yang lain terbukti memiliki
tingkat penegasan tertinggi
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua
pertimbangan di atas
Kompromi diperlukan diantara
dua pertimbangan
Kebalikan
nilai -nilai
di atas
Bila nilai-nilai di atas dianggap membandingkan antara unsur A dan
B, maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3, ¼, .....1/9) digunakan untuk
membandingkan kepentingan B terhadap A
c. Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai –
nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk
menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat
dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan
untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas
dihitung dengan manipulasi matriks melalui penetuan nilai
eigen (eigenvector).
33
d. Konsistensi Logis
Semua unsur dikelompokkan secara logis dan
diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria
logis
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsis-
tenan dalam preferensi seseorang, untuk itu Consistency Ratio
(CR) merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa
apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan
konsekuen atau tidak. Perhitungan Consistency Ratio (CR)
dengan rumus :
CI
CR = RI
CI = nilai consistency Index, dihitung dengan menggunakan
rumus : CI = (p – n) / (n -1) ; p = nilai rataan dari
Consistency Vector dan n = banyaknya alternatif
RI = Indeks acak (Random Index) yang dikeluarkan oleh Oak
Ridge Laboratory dari matriks berorde 1 – 15 yang
menggunakan contoh berukuran 100.
Nilai Rasio Konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama
dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi
yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian
nilai CR merupakan tolok ukur bagi konsisten atau tidaknya
suatu hasil komparasi berpasangan dalam suatu matriks
pendapat.
3.3.4 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi
berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan
kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), naumn secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats) (Rangkuti, 2006).
34
Menurut Syahyuti (2006), SWOT adalah perangkat umum yang
didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan
keputusan dan sebagai perencanaan strategik. Analisis SWOT
menyediakan sebuah kerangka pemikiran untuk lebih fokus melihat
masalah, sehingga mampu melihat seluruh kemungkinan perubahan
masa depan sebuah institusi dengan pendekatan yang sistematik
melalui proses instrospeksi dan mawas diri ke dalam, baik bersifat
positif maupun negatif. Agar efektif, analisis SWOT harus fleksibel,
karena situasi dan kondisi yang cepat berubah.
Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT
agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui beberapa
tahapan berikut (Rangkuti, 2006):
a. Tahap pengumpulan data
Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan data,
pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan
menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data internal
diperoleh di dalam perusahaan, sementara data eksternal dapat
diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti analisis pasar,
analisis pesaing, analisis komunitas, analisis pemasok, analisis
pemerintah atau analisis kelompok kepentingan tertentu.
Model yang dipakai pada tahap ini adalah Matriks Faktor
Strategik Eksternal (External Strategic Factors Analysis Summary
atau EFAS) dan Matriks Faktor Strategik Internal (Internal Strategic
Factors Analysis Summary atau IFAS). Kedua matriks tersebut
diolah dengan menggunakan langkah berikut :
a. Identifikasi faktor internal dan eksternal
Langkah awal dari identifikasi faktor internal, adalah
mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi.
Pertama, daftarkan kekuatan lalu kelemahan dari sisi SDM,
organisasi, fasilitasi, modal, dan hubungan kemitraan. Daftar
dibuat spesifik dengan menggunakan angka perbandingan.
35
Selanjutnya dilakukan identifikasi faktor eksternal perusahaan,
dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman.
b. Penentuan bobot setiap peubah
Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan
identifikasi faktor-faktor strategik eksternal dan internal tersebut
kepada manajemen kedua pihak yang bermitra dengan
menggunakan metode perbandingan berpasangan (paired
comparison). Metode tersebut digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan
eksternal.
c. Penentuan peringkat (rating).
Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen puncak dari
kedua pihak yang bermitra atas peubah-peubah dari hasil
analisis situasi di kedua pihak yang bermitra. Untuk mengukur
pengaruh masing-masing peubah terhadap kondisi usaha
masing-masing digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3
dan 4 terhadap masing-masing faktor strategik yang
menandakan seberapa efektif strategi usaha dari masing-masing
pihak saat ini.
b. Tahap analisis
Setelah mengumpulkan semua data dan informasi yang
berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya
memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model kuantitatif
perumusan strategi, antara lain matriks Internal Eksternal (IE) dan
Mariks SWOT.
1) Matriks IE
Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi
pengembangan yang lebih detail. Dari hasil analisis faktor internal
dan eksternal, plot hasilnya dimasukkan ke dalam diagram seperti
dimuat pada Gambar 7.
36
KEKUATAN INTERNAL BISNIS
Tinggi Rataan Lemah
Tinggi
1
GROWTH
Konsentrasi melalui
integrasi vertikal
2
GROWTH
Konsentrasi melalui
integrasi horizontal
3
RETRENCHMENT
Turnaround
Sedang
4
STABILITY
Hati – hati
5
GROWTH
Konsentrasi melalui
integrasi horizontal
STABILITY
Tak ada perubahan
profil strategi
6
RETRENCHMENT
Captive Company atau
Divestment
DAYA
TARIK
INDUSTRI
Rendah
7
GROWTH
Diversifikasi
konsentrik
8
GROWTH
Diversifikasi
Konglomerat
9
RETRENCHMENT
Bangkrut atau
Likuidasi
Gambar 7. Matriks IE (Rangkuti, 2006)
Diagram tersebut dapat mengidentifikasi 9 sel strategi
perusahaan, tetapi pada prinsipnya ke 9 sel tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu :
ii. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu
sendiri (sel 1,2,5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8)
iii. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa
mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4).
iv. Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha
memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan
perusahaan.
2) Matriks SWOT
Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan
dengan menyesuaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif
strategi, seperti termuat pada Gambar 8.
37
IFAS
EFAS Strenght (S) Weaknesses (W)
Opportunities (0) Strategi SO
Menciptakan strategi
yang menggunakan
kekuatan untuk
memanfaatkan
peluang.
Strategi WO
Menciptakan strategi
yang meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang.
Threats (T) Strategi ST
Menciptakan strategi
yang menggunakan
kekuatan untuk
mengatasi ancaman.
Strategi WT
Menciptakan strategi
yang meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman.
Gambar 8. Diagram Matriks SWOT (Rangkuti, 2006)
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum
4.1.1. Lokasi dan Karakteristik Usahatani Pandanwangi
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah penghasil beras,
dengan varietas padi unggulannya Pandanwangi. Namun, ada padi varietas
lain yang juga ditanam di wilayah tersebut, baik kategori varietas unggulan
nasional maupun kategori varietas lokal, serta kategori varietas lainnya
(Tabel 5). Semua varietas padi tersebut ada yang dapat ditanam di lahan
persawahan, yang memiliki kandungan air cukup tinggi, maupun ditanam
di ladang, yang memiliki kandungan air rendah. Kategori varietas
unggulan nasional, sebagian besar ditanam di lahan persawahan, hanya
varietas Towuti yang juga dapat ditanam di ladang. Sedangkan kategori
varietas lokal sebagian besar ditanam di ladang dan hanya varietas
Pandanwangi yang juga dapat ditanam di lahan persawahan. Varietas lain
yang tidak termasuk kategori varietas unggul nasional maupun lokal,
seperti varietas BTN dapat ditanam pada lahan persawahan maupun di
ladang.
Tabel 5. Varietas padi yang dikembangkan di Kabupaten Cianjur
No. Varietas Padi Sawah
(Ha)
Padi Ladang
(Ha)
Jumlah
(Ha)
I. Unggul Nasional
1. IR 64
2. Cisadane
3. Way Seputih
4. Way Apo Buru
5. Cibodas
6. Cilamaya
Muncul
7. Widas
8. Ciherang
9. Aromatik
10. Towuti
29.828
4.165
952
8.881
586
246
4.793
1.449
50
250
-
-
-
-
-
-
-
-
-
521
29.828
4.165
952
8.881
586
246
4.793
1.449
50
771
II. Varietas Lokal
1. Pandan Wangi
2. Tambleg
3. Cere
4. Hawara
5. Cingkrik
4.711
-
-
-
-
-
6.559
2.359
2.845
167
4.711
6.559
2.359
2.845
167
39
6. Morneng - 389 389
III. Lain-lain
1. BTN
1.075
4.445
5.520
Sumber : BPP Cianjur, 2007
Daerah penghasil Pandanwangi sebagian besar merupakan daerah
yang kaya akan air, sehingga jarang ditemui adanya permasalahan
berkaitan dengan air dalam pembudidayaannya. Padi jenis Pandanwangi
memiliki sedikit perbedaan dari jenis padi lainnya dalam hal
pembudidayaan hingga proses pengolahannya (mengolah bentuk gabah
menjadi beras). Umur tanaman yang jauh lebih lama dan harganya yang
lebih mahal dibandingkan dengan jenis lainnya, mendorong terjadinya
praktek pencampuran dengan beras lain yang bentuknya hampir sama,
sehingga beras yang beredar di pasaran sebagian besar merupakan beras
Pandanwangi campuran.
Pandanwangi merupakan beras khas Cianjur yang berasal dari padi
bulu varietas lokal. Pandanwangi mulai dikembangkan sekitar tahun 70-
an, sampai saat ini data mengenai penangkar asli padi Pandanwangi masih
simpang siur. Rasanya yang khas membuat padi Pandanwangi banyak
dibudidayakan di tahun 80-an dan mulai terkenal di luar wilayah Cianjur.
Permintaan yang tinggi terhadap padi Pandanwangi menyebabkan
berkembangnya budidaya padi Pandanwangi pada lokasi yang mulai
menyebar dan pada akhirnya memunculkan permasalahan baru berupa
beranekaragamnya jenis padi Pandanwangi.
Upaya untuk memurnikan padi mulai dilakukan di tahun 90-an, dan
pada tahun 2004 dikeluarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor
163/Kpts/LB.240/3/2004 tentang Pelepasan Galur Padi Sawah Lokal
Pandanwangi Cianjur Sebagai Varietas Unggul dengan nama
Pandanwangi. Deskripsi padi sawah varietas Pandanwangi adalah (a)
umur tanaman 150-160 hari; (b) tinggi tanaman 150-170 cm; (c) bentuk
gabah (endosperm) bulat/gemuk berperut; (d) berbulu; (e) tahan rontok; (f)
berat 1.000 butir gabah 30 g; (g) beraroma pandan; (h) kadar amilose 26%;
(i) potensial hasil 6-7 ton/Ha malai kering pungut; (j) ditanam di dataran
sedang dengan ketinggian sekitar 700 m di atas permukaan laut (dpl); (k)
banyak diperjualbelikan di toko dan kios beras disekitar Kota Cianjur; (l)
40
dijajakan mulai dari ukuran kemasan 5-50 kg, dengan berbagai grade/
mutu, diantaranya beras super, beras kepala I dan beras kepala II; serta
(m) realisasi penyebaran padi pada masa tanam bulan September 2001
sampai dengan Februari 2002 mencapai 29.828 Ha, dengan potensi
hasilnya mencapai 5-7 ton/Ha dalam satu kali panen.
Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa penangkar padi Pandanwangi
saat ini adalah Bapak H Mansyur yang bertempat tinggal di Kecamatan
Warung Kondang Desa Buni Asih. Sebagai penangkar H. Masyur sudah
mendapatkan sertifikat resmi, sehingga benih yang dihasilkannya telah
dijamin keaslian dan mutunya. Saat ini hampir sebagian besar petani
mendapatkan benih dari Bapak H Mansyur.
Beras Pandanwangi memiliki kandungan zat gizi yang sangat baik
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan zat gizi Pandanwangi per 100 g
No Parameter Satuan Hasil
1. Kadar Protein % 8,97
2. Kadar Lemak % 0,32
3. Kadar Gula Pereduksi % 63,39
4. Fe ppm 4,65
5. Kalori Kcal 14,81
Sumber : BPP Cianjur, 2007
Luas pertanaman padi Pandanwangi relatif berfluktuasi setiap
tahunnya. Luas pertanaman tertinggi terjadi antara tahun 1986–1990.
Tahun berikutnya hingga sekarang luas pertanaman semakin menurun.
Hal tersebut terjadi karena kurangnya insentif dalam pengusahaan
Pandanwangi, dimana harga jual Pandanwangi tidak jauh berbeda
dibandingkan padi Varietas Unggul Nasional (VUN). Perkembangan
pertanaman padi Varietas Pandanwangi di Kecamatan Warung Kondang
dapat dilihat pada Tabel 7.
41
Tabel 7. Perkembangan areal pertanaman padi Pandanwangi di Wilayah
Kecamatan Warung Kondang
Perkembangan Pertanaman dari Luas Pokok Sawah
(%)
No. Tahun
Padi Varietas Lokal Padi Varietas Unggul
Nasional
1 1976 – 1980 Pandanwangi 10
Lainnya 75
15
2 1981 - 1985 Pandanwangi 25
Lainnya 45
30
3 1986 – 1990 Pandanwangi 45
Lainnya 10
45
4 1991 – 1995 Pandanwangi 35
Lainnya 10
55
5 1996 - 2000 Pandanwangi 25
Lainnya 15
60
Sumber : BPP Cianjur, 2007
Penyebaran padi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur terbatas pada daerah–
daerah tertentu seperti Kecamatan Warung Kondang, Cianjur, Ciku, Cibeber dan
Kecamatan Cugenang. Terbatasnya daerah penyebaran Pandanwangi terkait
dengan persyaratan tumbuh Pandanwangi itu sendiri, seperti ketinggian tempat
minimal 500-800 m dpl, tanah dengan tingkat kesuburan tertentu dan air yang
cukup. Apabila persyaratan tumbuhnya kurang terpenuhi, maka sifat-sifat dari
Pandanwangi seperti harum, rasa nasi yang enak dan pulen kurang muncul. Di
kecamatan Warung Kondang sendiri penyebaran Pandanwangi setiap periode lima
tahunan terus mengalami perubahan tingkat penyebaran, terlihat pada Tabel 8.
42
Tabel 8. Daerah sebaran Padi Pandanwangi
No. Tahun Daerah Penyebaran Keterangan
1. 1976 - 1980 Bunikasih, Jambudipa, Bangbayang
2 1980 – 1985 Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, Kebon
Peuteuy, Bunisari, Sukawangi, Ciwalen,
Jambudipa, Cikaroya, Cieundeur,
Cikancana, Songgom, Sukaratu,
Cikahuripan, Gekbrong, Bangbayang,
Cisarandi, Sukamulya dan Cintaasih
Keadaan sebelum
pemekaran kecamatan
3 1986 – 1990 Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, Kebon
Peuteuy, Bunisari, Sukawangi, Ciwalen,
Jambudipa, Cikaroya, Cieundeur,
Cikancana, Songgom, Sukaratu,
Cikahuripan, Gekbrong, Bangbayang,
Cisarandi, Sukamulya dan Cintaasih
4 1991 – 1995 Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, ,
Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa,
Songgom, Gekbrong, Bangbayang,
Cikahuripan dan Kebon Peuteuy
5 1996 – 2000 Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, ,
Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa,
Songgom, Bangbayang, Kebon Peuteuy,
Cikaroya dan Cikancana
6 2001 – 2005 Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, ,
Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa,
dan Cieundeur
7 2006 - sekarang Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, ,
Bunisari, Sukawangi, Ciwalen dan
Jambudipa
Keadaan sesudah
pemekaran kecamatan
Sumber : BPP Cianjur, 2007
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari sekian kecamatan yang ada di
Kabupaten Cianjur, Kecamatan Warung Kondang memiliki kapasitas
produksi yang terbesar. Padahal, jika dibandingkan dengan kecamatan
Cibeber yang luas areal sawahnya 3.200 Ha, Kecamatan Warung Kondang
hanya memiliki areal sawah seluas 2.985 Ha. Hal ini salah satunya
dikarenakan jumlah petani Pandanwangi yang cukup banyak dan
produktif, yaitu 2.597 orang.
43
Tabel 9. Daerah sentra produksi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur
Kecamatan
Jumlah
Kelompok
Tani
Jumlah
Anggota
(orang)
Luas
Sawah
(Ha)
Jumlah
Petani
P.Wangi
Total
Produksi
(ton)
Dikon-
sumsi
(ton)
Dijual
(ton)
Wr.Kondang 28 2.597 2.985 760 6.298 348 5.950
Cibeber 20 818 3.200 351 2.080 216 1.864
Cugenang 14 912 2.174 357 1.874 468 1.406
Cilaku 31 412 2.574 210 1.472 143 1.329
Cianjur 14 494 1.206 183 1.088 187 901
Campaka 2 40 2.800 15 88 12 76
Jumlah 78 4.870 14.939 1.876 12.901 1.374 11.527
Sumber : BPP Cianjur, 2007
Khusus di Kecamatan Warung Kondang, potensi lokasi
pengembangan padi Pandanwangi disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Lokasi pengembangan padi Pandanwangi di Kecamatan
Warungkondang
No. Desa
Pengembangan
Kelompok
Tani
Potensi luas
per
Musim(ha)
Perkiraan
Produktivitas
(ton/ha)
Jadwal
tanam/panen
1. Tegallega Mekartani 35 5,5 – 8,5 Januari/Juli
Juni/Desember
2. Mekarwangi Sawargi 25 6,0 – 9,0 Des/Mei
Agst/Des
Sugih Tani 35 5,5 – 9,0 Jan/Juli
Agst/Jan
3. Bunikasih Karya Tirta 25 5,5 – 9,0 Nop/Mei
Juli/Des
Karya Sari 35 5,5 – 9,0 Nop/Mei
Juli/Des
Karya
Usaha
35 5,5 – 9,0 Jan/Agst
Jun/Des
4. Bunisari Kalapa Dua 25 5,5 – 9,0 Des/Juni
Juni/Des
H.Ma’mun 10 5,5 – 9,0 Des/Juni
Agst/Jan
Jumlah 250
Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007
44
Kepemilikan rataan lahan di Kabupaten Cianjur relatif kecil, sekitar
0,3 Ha/rumah tangga petani dan diperkirakan sekitar 80% merupakan
petani penggarap. Kondisi ini tentunya sangat berpengaruh terhadap
kelembagaan usahatani padi Pandanwangi.
Irigasi yang digunakan di Kabupaten Cianjur, terutama di sentra
produksi Pandanwangi merupakan irigasi non teknis, dalam posisi ini
pengaturan irigasi lebih diserahkan kepada petugas di kantor pedesaan
yang bekerjasama dengan kelompok tani dan dibantu oleh para penyuluh.
Sampai saat ini, petani tidak mengalami permasalahan air, karena air
relatif tersedia sepanjang musim.
Dalam hal pengolahan tanah, sebagian besar masyarakat
menggunakan jasa ternak kerbau, orang, dan sebagian lainnya sudah ada
yang menggunakan traktor. Lokasi yang berbukit-bukit, menyebabkan
tidak semua lahan diolah oleh traktor, minimnya penggunaan traktor
disebabkan juga oleh kecilnya pengusahaan lahan pertanian.
Ketersediaan pupuk dan obat obatan di wilayah sentra produksi
dipasok oleh kios-kios tani yang berada di setiap desa. Pada wilayah
tertentu yang jaraknya sangat jauh seperti di pegunungan dimana kios tani
tidak ada, ketersediaan pupuk dan obat-obatan di pasok oleh toko/warung
di tingkat desa, hal ini berimplikasi terhadap peningkatan harga pupuk.
Permasalahan klasik yang seringkali dihadapi oleh petani dalam hal
ketersediaan pupuk adalah hilangnya pupuk pada saat posisi petani akan
mulai tanam, tindakan spekulatif ini mengakibatkan harga pupuk
meningkat di atas ambang kewajaran.
Tenaga kerja yang digunakan untuk mengolah usahatani sebagian
besar menggunakan tenaga kerja dari rumah tangga petani itu sendiri, akan
tetapi pada lahan di atas 2000 m2, diperlukan tenaga kerja diluar rumah
tangga.
Dari Tabel 11 terlihat bahwa hampir 50% luas areal pertanaman
padi varietas Pandanwangi terdapat di Kecamatan Warung Kondang. Di
lokasi ini juga dilakukan pemurnian varietas Pandanwangi dan
penangkaran benih varietas Pandanwangi. Beberapa perusahaan
45
penggilingan khusus untuk padi varietas Pandanwangi juga terdapat di
Kecamatan ini. Dengan demikian wilayah sentra program ini ditetapkan di
wilayah Kecamatan Warungkondang atau Wilayah Kerja Balai
Penyuluhan Pertanian Warung Kondang. Dari 11 desa yang ada di
Kecamatan Warungkondang, terdapat 3 desa dengan penanaman padi
varietas Pandanwangi terluas yaitu, Desa Bunikasih, Desa Mekarwangi
dan Desa Tegalega.
Tabel 11. Keragaan pengusahaan padi Varietas Pandan Wangi Di Kabupaten
Cianjur
Luas Tanam Tahun (ha) Kecamatan
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Warungkondang
Cianjur
Cilaku
Cibeber
Cugenang
Sukaresmi
2.785
513
719
1.227
899
120
2.467
558
708
1.943
875
152
3,388
526
703
1.890
990
116
3.366
496
785
2.113
1.134
168
2.396
377
352
1.193
588
172
2.056
200
150
1100
641
115
Total 6.263 6.703 7.613 8.062 5.078 4.262
Sumber : BPP Cianjur, 2007
4.1.2 Karakteristik Pelaku Kemitraan
a. Gabungan Kelompok Tani Citra Sawargi
Munculnya berbagai peluang dan hambatan sesuai dengan
lingkungan sosial ekonomi setempat membutuhkan adanya
pengembangan kelompoktani ke dalam suatu organisasi yang jauh
lebih besar. Beberapa kelompoktani bergabung ke dalam Gapoktan.
Penggabungan dalam Gapoktan terutama dapat dilakukan oleh
kelompoktani yang berada dalam satu wilayah administrasi
pemerintahan untuk menggalang kepentingan bersama secara
kooperatif. Wilayah kerja Gapoktan sedapat mungkin di wilayah
administratif desa/kecamatan, tetapi sebaiknya tidak melewati batas
wilayah kabupaten/kota.
Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar
kelompok tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam
penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau
46
perluasan usahatani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja
sama dalam peningkatan posisi tawar (Peraturan Menteri Pertanian
No.273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan
Kelembagaan Petani).
Gapoktan diharapkan mampu melakukan fungsi-fungsi berikut:
1) Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi
kebutuhan pasar
2) Penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan) serta
menyalurkannya kepada para petani melalui kelompoknya
3) Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit/pinjaman
kepada para petani yang memerlukan
4) Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan,
grading, pengepakan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai
tambah
5) Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan/menjual produk
petani kepada pedagang/industri hilir.
Gapoktan Citra Sawargi merupakan sebuah organisasi petani
Pandanwangi yang telah mendapatkan bimbingan dari Dinas Pertanian
Kabupaten Cianjur dan LPPM–IPB dalam rangka pengembangan
budidaya tanaman padi varietas Pandanwangi melalui metode GAP,
sehingga gabah yang dihasilkannya merupakan gabah yang bermutu
tinggi dan dijamin keasliannya. Petani yang bergabung dalam
Gapoktan Citra Sawargi seluruhnya berlokasi di Kecamatan Warung
Kondang yaitu di Desa Mekarwangi, Desa Bunikasih dan Desa
Tegallega. Jumlah petani dan kelompok tani yang bergabung dalam
Gapoktan Citra Sawargi disajikan pada Tabel 12.
Unit Quality Control (QC) bertanggungjawab dalam mengawasi
dan menilai mutu gabah (Malai Kering Panen) yang akan dibeli dari
petani anggota. Unit pengadaan bahan bertanggungjawab dalam
mengendalikan stok gabah atau beras, serta merencanakan pembelian
dan penjualan gabah atau beras. Unit pengadaan saprodi
bertanggungjawab dalam menyediakan kebutuhan saprodi petani
47
anggotanya khususnya dalam melayani kebutuhan benih bersertifikat
dan pupuk. Unit pengolahan bertanggungjawab melakukan
penanganan dan pengolahan gabah hingga menjadi beras siap jual.
Sementara unit pemasaran bertanggungjawab dalam perencanaan
pengiriman barang dan penyelesaian transaksi beras.
Tabel 12. Jumlah Petani, Kelompok Tani, luas tanam dan taksiran produksi
Gapoktan Citra Sawargi
No. Desa Kelompok
Tani
Ketua
Kelompok
Tani
Jumlah
Petani
anggota
(orang)
Luas
Tanam
(Ha)
Taksiran
Produksi
(ton
MKP)
Sawargi H.Burhan 6 6,75 34,5 1. Mekarwangi
Sugihtani H.Ijudin 19 6,78 38,8
Mekartani H.Sahroni 34 15,5 97,6 2. Tegallega
Karyatani H.Mansur 11 5,3 34,7
Karyasari H.Yahya 8 4,75 31,9 3. Bunikasih
Karya usaha Memed 18 985 53,9
Jumlah 96 48,93 291,4
Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007
Susunan pengurus Gapoktan adalah sebagai berikut:
Ketua : H. Burhan
Sekretaris I : H.Mansyur
Machpuddin (Wakil)
Bendahara : H. Sahroni
Joni Candra (Wakil)
Unit Kegiatan :
1. QC : H. Pepen Jaenudin
Entus Kusdinar (Wakil)
2. Pengadaan Bahan : H. Yahya
3. Pengadaan Saprodi : H.M. Ijudin
4. Processing : A. Kustana
5. Pemasaran : Ibrahim Naswari
Dari ke lima unit usaha tersebut, seluruhnya telah berjalan
dengan cukup baik, sehingga kontrak beras Pandanwangi selalu dapat
48
dipenuhi, baik dalam hal mutu, kuantitas maupun kontinuitas
pasokan. Untuk unit usaha saprodi, saat ini pelayanan yang diberikan
kepada petani anggota hanyalah terbatas pada benih bersertifikat,
sementara untuk kebutuhan pupuk belum dapat dilayani oleh Gapoktan
akibat keterbatasan modal.
Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pertanian
No.273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan
Kelembagaan Petani, Gapoktan yang kuat dan mandiri dicirikan,
antara lain :
1) Adanya pertemuan/rapat anggota/rapat pengurus yang diseleng-
garakan secara berkala dan berkesinambungan.
2) Disusunnya rencana kerja gapoktan secara bersama dan
dilaksanakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan
bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara
partisipasi.
3) Memiliki aturan/norma tertulis yang disepakati dan ditaati
bersama.
4) Memiliki pencatatan/pengadministrasian setiap anggota organisasi
yang rapih.
5) Memfasilitasi kegiatan–kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan
hilir.
6) Menfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi pasar.
7) Sebagai sumber, serta pelayanan informasi dan teknologi untuk
usaha para petani umumnya dan anggota kelompoktani khususnya.
8) Adanya jalinan, kerjasama antara Gapoktan dengan pihak lain.
9) Adanya pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau
penyisihan hasil usaha/kegiatan Gapoktan.
Mengacu pada kriteria di atas, maka Gapoktan Citra Sawargi
belum dapat dikategorikan sebagai Gapoktan kuat dan mandiri,
karena :
49
1) Hingga saat ini Gapoktan belum menyusun aturan norma tertulis
(AD/ART), kendati demikian pengadministrasian anggota
Gapoktan terlaksana dengan baik.
2) Gapoktan belum mampu memberikan pelayanan penuh dalam
menunjang usaha anggotanya, baik dalam penyediaan saprodi
maupun sarana pengolahan, karena hingga saat ini gapoktan masih
menggunakan alat pengolahan (Unit Penggilingan Padi) milik salah
satu pengurus Gapoktan, sehingga nilai tambah dari kegiatan
pengolahan tidak sepenuhnya dapat dinikmati Gapoktan.
Akibatnya, keuntungan Gapoktan dari unit pengolahan relatif kecil,
sehingga sulit untuk memupuk modal usaha.
3) Keanggotaan petani dalam Gapoktan saat ini hanya terbatas pada
diwajibkannya petani menggunakan input produksi dan jadwal
tanam sesuai kesepakatan dengan Gapoktan, serta kewajiban untuk
menjual hasil panennya kepada Gapoktan, sementara pemupukan
modal melalui iuran atau simpanan anggota belum terlaksana.
b. CV Quasindo
CV Quasindo (Quality Sehat Indonesia) telah lama dikenal sebagai
importir sekaligus distributor beras jenis khusus bermerek Taj Mahal.
Beras dimaksud merupakan beras yang sangat unik, yaitu varietas Mani
Chamba yang hanya dapat ditanam di daerah India Selatan. Jenis beras
tersebut memiliki kadar gula dan lemak rendah, tidak berkanji, kaya
mineral, kalsium, phosporus, zinc, protein, berkarbohidrat komplek dan
fiber soluble (serat larut). Dengan karakteristik tersebut, maka jenis
beras ini sangat cocok bagi kesehatan, khususnya bagi penderita diabetes
dan hipertensi. Usaha perdagangan beras Taj Mahal tersebut telah
dirintis sejak tahun 2001 dan menunjukkan peningkatan yang pesat dari
tahun ke tahun. Saat ini CV Quasindo mengimpor sekitar 400 ton per
tahun, dengan wilayah distribusinya meliputi hampir seluruh kota besar
di Indonesia.
50
Berawal dari keberhasilan CV Quasindo dalam memasarkan beras
Taj Mahal di Indonesia, maka sejak tahun 2007 CV Quasindo mulai
mengembangkan sayap untuk berbisnis beras lokal dengan keunggulan
khusus, karena sasaran utama pasarnya sebagaimana untuk beras Taj
Mahal adalah kelompok masyarakat golongan ekonomi menengah ke
atas. Dengan pertimbangan tersebut, maka akhirnya diputuskan untuk
memilih beras Pandanwangi sebagai unit usahanya yang baru. Minat CV
Quasindo untuk berbisnis beras Pandanwangi disambut baik oleh
Departemen Pertanian yang pada saat yang sama (tahun 2006) tengah
membangun program sertifikasi beras berlabel, khususnya varietas
Pandanwangi. Saat ini, CV Quasindo menjadi pelopor sekaligus satu-
satunya produsen beras Pandanwangi yang mendapatkan sertifikasi
jaminan kemurnian varietas dari lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh
Departemen Pertanian.
Sejak berdiri tahun 2001, CV Quasindo berdomisili di Semarang-
Jawa Tengah. Khusus untuk mendistribusikan beras Pandanwangi
bersertifikat, telah dibuka kantor cabang di Jakarta, yaitu di Kompleks
Ruko Permata Ancol – Jakarta.
4.2 Pelaksanaan Kemitraan
Pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melibatkan tiga pelaku
utama yaitu Gapoktan yang terdiri atas enam kelompok tani dengan beberapa
unit usahanya, CV Quasindo selaku distributor/supplier beras Pandanwangi
ke super/hypermarket, serta Lembaga Sertifikasi Beras yang bertanggung
jawab dalam pelatihan dan penerapan GAP Padi Pandanwangi, serta
mengeluarkan sertifikasi, khususnya sertifikasi jaminan kemurnian varietas.
Model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagaimana Gambar 8.
51
Kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo
disepakati pada Bulan April 2007 melalui penandatanganan naskah perjanjian
kerjasama antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo mengenai jual
beli beras Pandanwangi, dengan ketentuan berikut :
1) Beras Pandanwangi yang dihasilkan Gapoktan Citra Sawargi diproduksi
melalui metode Good Agricultural Practices (GAP) sebagaimana telah
dilatihkan oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut
Pertanian Bogor (LPPM IPB) sebagai instansi yang ditunjuk oleh
Departemen Pertanian sebagai pelaksana program sertifikasi beras
berlabel.
2) Varietas padi Pandanwangi dimaksud merupakan varietas yang
mempunyai karakteristik sebagaimana tercantum dalam SK Menteri
Pertanian No.163/Kpts/LB.240/3/2004 tanggal 17 Maret 2004 tentang
pelepasan galur Padi Sawah Lokal Pandanwangi Cianjur sebagai varietas
unggul dengan nama Pandanwangi. Benih yang digunakan harus benih
BBeenniihh bbeerrsseerrttiiffiikkaatt
PPEETTAANNII
PPaanneenn ddaann PPeerroonnttookkaann
GGAAPPOOKKTTAANN
PENGOLAHAN GABAH
• Drying • Cleaning • Loting, dll.
UNIT PENGGILINGAN
•Penggilingan •Penyosohan •Packaging, dll.
GKG UNIT
PERGUDANGAN beras
UNIT PEMASARAN
beras
berlabel
LEMBAGA SERTIFIKASI
BERAS
•Benih, pupuk •Pestisida, dll.
KKOONNSSUUMMEENN
UNIT SAPRODI dan PEMBIAYAAN
UNIT PEMBELIAN
CV QUASINDO
Lembaga Usaha GAPOKTAN
Gambar 9. Model pengadaan Beras Pandanwangi bersertifikat (LPPM IPB, 2006)
Manajemen Stok
52
bersertifikat yang dihasilkan oleh penangkar aslinya, yaitu H. Mansyur
yang juga merupakan pengurus Gapoktan Citra Sawargi.
3) Dalam pengadaan beras Pandanwangi, maka Gapoktan telah melakukan
koordinasi dengan sesama petani anggota untuk melaksanakan metode
GAP, serta penentuan jadwal tanam dan jadwal panen setiap anggota.
4) Ketentuan jual beli lainnya :
i. Harga pembelian beras oleh CV Quasindo : Rp.9.000/kg
ii. Bentuk Kemasan : 50 kg
iii. Mutu : Beras Kepala (butir pecah maksimal 5 %)
iv. Lokasi pembelian : Di gudang CV Quasindo, Jl. RE Martadinata
Kompleks Ruko Permata Ancol, Jakarta
v. Pembayaran oleh CV Quasindo dilakukan secara berkala dengan
mekanisme : 50 % pembayaran dilakukan di muka 10 (sepuluh) hari
sebelum pengiriman dan sisanya dilunasi pada saat beras telah
diterima di lokasi gudang CV Quasindo. Pengiriman beras akan
dilakukan setiap bulan mulai Bulan Juni sampai dengan bulan
Nopember 2007 sebanyak sepuluh ton setiap bulan. Pengiriman
sejumlah 10 ton/bulan tersebut akan dipenuhi seluruhnya selambat-
lambatnya tanggal sepuluh pada setiap bulannya.
vi. Perjanjian kerjasama berlaku selama 6 bulan sejak Bulan Juni sampai
dengan Bulan Nopember 2007.
vii. Perselisihan dalam pelaksanaan kesepakatan bersama ini akan
diselesaikan secara musyawarah dan mufakat oleh kedua pihak yang
bermitra.
viii. Khusus untuk memutuskan perselisihan mengenai perbedaan mutu
beras yang tidak sesuai dengan karakteristik yang disepakati, maka
penentuan derajat pelanggaran akan ditentukan atas hasil analisa
Laboratorium Jasa Analisis (LJA) – IPB
Perjanjian kontrak kerjasama ini telah diperpanjang pada bulan Januari
2008, berlaku hingga 6 bulan ke depan, yaitu sampai bulan Juni 2008 dengan
volume transaksi dan ketentuan kerjasama yang sama.
53
Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat tahapan yang
dilakukan (Gambar 9):
1) Masing-masing kelompok tani anggota Gapoktan menyusun rencana
mingguan pembelian gabah berdasarkan rencana panen petani anggotanya
dan menyerahkan rencana pembelian gabah tersebut kepada ketua
Gapoktan.
2) Ketua memerintahkan pengawas (QC) untuk memeriksa kelapangan
kesiapan dan mutu padi yang akan panen.
3) Atas laporan QC, maka Ketua memerintahkan bendahara untuk menyusun
rencana kebutuhan keuangan dan mengeluarkan nota keuangan kepada
juru bayar untuk rencana pembayaran gabah.
4) Ketua memerintahkan seksi pengadaan barang untuk membeli padi dari
petani anggotanya (melalui kelompok tani) sesuai pengajuan kelompok
tani dengan harga sesuai dengan mutu yang direkomendasikan oleh QC.
5) Unit pengadaan/pembelian gabah mengirimkan barang ke unit pengolahan
(merangkap juru bayar) dan meminta pembayaran sesuai dengan kuantitas
dan kualitas gabah yang di kirim.
6) Unit pengolahan melaporkan kesiapan beras kepada Ketua Gapoktan.
Ketua Gapoktan bersama dengan QC melakukan inspeksi langsung
terhadap mutu beras yang siap kirim.
7) Unit pengolahan mengirimkan beras ke gudang CV Quasindo
8) CV Quasindo mentransfer uang muka (50 %) dan pelunasan pembayaran
beras ke rekening Gapoktan/bendahara.
54
Gambar 10 . Alur pengadaan beras Pandanwangi
Keterangan :
= instruksi
= koordinasi
= umpan balik
Beras Pandanwangi yang harus disiapkan Gapoktan setiap musimnya
sekitar 60 ton, sehingga gabah yang diperlukan sekitar 120 sampai dengan 150
ton (rendemen 45 sampai dengan 50 %). Untuk memenuhi permintaan CV
Quasindo tersebut telah ditetapkan 96 petani yang berasal dari 6 kelompoktani
yang bergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi. Daftar petani mitra lengkap
dengan luas tanam, taksiran produksi, serta jadwal tanam dan jadwal panen,
sehingga memudahkan bagi Gapoktan dalam melakukan pengawasan serta
pembelian gabah dari petani (Tabel 13).
KETUA
GAPOKTAN
Unit Pengawas
(Quality
Control)
Kelompok
Tani
PETANI
JURU
BAYAR
BENDAHAR
A
Unit Pembelian/
Pengadaan Gabah
Unit Pengolahan
dan Pengiriman
Beras
CV Quasindo
1
1
2
3 3
3
4
5
6
8
1
6
7
55
Tabel 13. Perkiraan panen padi Pandanwangi Gapoktan Citra Sawargi
Kontinuitas Produksi (ton MKP) No. Kelompok
Tani Mei Juni Juli Agustus Jumlah
1. Sawargi 27,0 7,5 0 0 34,5
2. Sugih Tani 0 38,8 0 0 38,8
3. Mekar Tani 0 0 66,6 31,0 97,6
4. Karya Tirta 9,1 25,6 0 0 34,7
5. Karya Sari 0 31,9 0 0 31,9
6. Karya Usaha 0 0 53,9 0 53,9
Jumlah 36,1 103,8 120,5 31,0 291,4
Keterangan : MKP = Malai Kering Panen
Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007.
Kemitraan yang terjadi antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo
hingga saat ini hanya terbatas pada aspek pasar, yaitu jual beli beras
Pandanwangi yang diperkuat dengan kontrak kerjasama yang ditandatangani
kedua pihak yang bermitra. Disamping itu, CV Quasindo banyak membantu
dalam aspek manajemen, khususnya dalam melatih dan menyiapkan rencana
pembelian gabah dari petani Pandanwangi, serta pencatatan keuangan
Gapoktan. Untuk aspek permodalan, perusahaan mitra mencoba meringankan
beban Gapoktan dengan memberikan uang muka 50% (10 hari sebelum
pengiriman). Kondisi ini cukup memberatkan Gapoktan, karena lemahnya
permodalan, khususnya untuk membeli gabah dari petani mitra.
Guna memenuhi kebutuhan modal usahanya, Gapoktan mendapatkan
suntikan dana pinjaman dari berbagai pihak, termasuk dari pengurus
Gapoktan. Besarnya modal awal yang dimiliki Gapoktan dan sumber
permodalannya sebagaimana Tabel 14.
Tabel 14. Sumber Permodalan Gapoktan
No. Sumber Permodalan Jumlah Dana
(Rp)
Persentase
(%)
1. LPPM – IPB 30.000.000 17
2. Lembaga Perkreditan
Kecamatan
45.000.000 26
3. Dana Penguatan Modal
Lembaga Usaha Ekonomi
Pedesaan (DPM - LUEP)
50.000.000 28
4. Pengurus Gapoktan 51.000.000 29
Total 176.000.000
Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007.
56
Penentuan harga gabah maupun beras di tingkat Gapoktan merupakan hasil
penghitungan dan kesepakatan bersama semua pihak yang terlibat dalam
kemitraan ini, yaitu petani, Gapoktan dan CV Quasindo.
Harga gabah di tingkat petani Rp 3.000/kg malai kering panen (MKP)
didasarkan atas analisis usahatani padi Pandanwangi. Sementara kesepakatan
harga beras Pandanwangi sebesar Rp 9.000 di tingkat Gapoktan didasarkan atas
perhitungan biaya penanganan, pengolahan dan pengiriman beras. Karenanya,
harga sewaktu-waktu dapat berubah sesuai kesepakatan.
4.3 Manfaat Kemitraan
Pelaksanaan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV
Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat telah berjalan
dengan baik, khususnya jika dilihat dari sisi kemampuan masing – masing
pihak dalam memenuhi kewajibannya, sehingga hampir tidak ada perselisihan
yang berarti dalam hal mutu, kuantitas maupun kontinuitas pasokan beras
Pandanwangi dari Gapoktan kepada CV Quasindo. Di sisi lain, CV Quasindo
juga selalu menepati kewajibannya untuk memberikan uang muka dan
pelunasan pembayaran beras Pandanwangi kepada Gapoktan. Hal ini
diperkuat dengan diperpanjangnya kontrak kerjasama kemitraan pada tahun
2008.
Dari sisi Gapoktan atau petani, kemitraan ini mampu memberikan
manfaat sebagai berikut :
1) Penguatan usaha kelembagaan petani (Gapoktan)
Melalui kemitraan ini dapat ditumbuhkan kembali semangat
Gapoktan untuk lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam menfasilitasi
kebutuhan petani anggotanya, memperdalam usahataninya ke sektor hulu
dan hilir guna efisiensi, serta peluang mendapatkan nilai tambah dari
usahanya.
Gapoktan dibawah bimbingan mediator, yaitu penyuluh pertanian
telah mampu membangun dan menggerakan unit saprodi (kendati hanya
untuk memenuhi kebutuhan benih bersertifikat), unit pengolahan (gabah
diolah menjadi beras), unit pengadaan dan QC (bertanggung jawab atas
mutu, kuantitas dan kontinuitas pasokan gabah).
57
Namun demikian, aspek permodalan tetap menjadi kendala bagi
Gapoktan dalam memupuk modal guna mengembangkan usahanya.
Sementara, upaya untuk menerapkan iuran anggota dan tabungan anggota
(dalam bentuk gabah) belum berjalan.
2) Harga jual yang lebih baik
Harga gabah yang disepakati dalam kemitraan ini Rp.3000/kg
(MKP). Harga ini merupakan harga yang cukup tinggi jika dibandingkan
dengan rataan harga yang diterima petani Pandanwangi selama ini. Pada
Tabel 16 terlihat bahwa dalam 3 tahun terakhir harga gabah Pandanwangi
berkisar Rp 2.000/kg sampai dengan Rp 3.200/kg. Umumnya petani
Pandanwangi menerima harga gabah Rp 2.700/kg. Dengan diberikannya
harga Rp 3.000/kg menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan
produksi, serta mutu gabahnya melalui penerapan metode GAP
sebagaimana telah dilatihkan selama ini.
Tabel 15. Perkembangan Kisaran Harga Padi Pandanwangi dan Padi Varietas
Unggul Nasional
Harga Gabah (Rp/kg) No. Tahun
Pandanwangi VUN
1. 1995 900 – 1.100 700 – 1.200
2 1996 900 – 1.100 700 – 1.200
3 1997 1.700 – 2.500 1.400 – 1.800
4 1998 900 – 1.100 1.100 – 1.800
5 1999 900 – 1.400 900 – 1.400
6 2000 900 – 1.400 900 – 1.200
7 2001 1.100 – 1.400 900 – 1.100
8. MT 2002 1.600 – 1.800 1.200 – 1.400
MT 2002/2003 1.800 – 2.000 1.400 – 1.600
9. MT 2003 1.800 – 2000 1.200 – 1.400
MT 2003/2004 1.800 – 2.800 1.400 – 1.600
10. MT 2004 1.800 – 2.000 1.200 – 1.600
MT 2004/2005 2.000 – 2.800 1.400 – 1.600
11. MT 2005 2.000 – 2.700 1.200 – 1.600
MT 2005/2006 2.700 – 3.200 1.400 – 1.600
12 MT 2006 2.700 – 3.200 1.800 – 2.400
MT 2006/2007 2.500 – 2.700 1.800 – 2.400
13 MT 2007 2.800 – 3.100 -
MT 2007/2008 2.700 – 3.200 -
Keterangan : VUN = Varietas Unggul Nasional
Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007
58
3) Kepastian harga dan pasar atas produknya
Dari Tabel 15, terlihat bahwa umumnya petani Pandanwangi
menerima harga yang berbeda pada setiap musim panen. Hal ini, di
samping disebabkan ulah para spekulan (pedagang pengumpul beras), juga
disebabkan faktor alam, yaitu harga relatif lebih tinggi pada panen di
musim kering akibat gabah yang dihasilkan umumnya bermutu lebih baik.
Dengan kemitraan ini, petani mitra mendapatkan kepastian harga
atas gabahnya yaitu tetap Rp 3.000/kg dan Gapoktan menjamin pembelian
atas seluruh gabah yang dihasilkan petani mitra.
4) Peningkatan produksi dan rendemen
Adanya insentif harga yang lebih tinggi oleh Gapoktan, telah
memotivasi petani untuk meningkatkan produksinya melalui penerapan
metode GAP, khususnya penggunaan benih bersertifikat dan pupuk sesuai
anjuran (Phonska dan urea). Disamping itu, mutu gabah yang dihasilkan
juga menjadi lebih baik khususnya jika dilihat dari aspek kemurnian
varietas dan kadar hampa. Baiknya mutu gabah akan meningkatkan
rendemen beras, sehingga memberikan keuntungan bagi Gapoktan.
Melalui kemitraan ini CV Quasindo menerima manfaat berikut :
1) Membuka unit usaha baru
CV Quasindo sejak tahun 2001 hanya menjalankan satu jenis usaha,
importir dan distributor beras Taj Mahal (beras kesehatan). Dengan
diterapkannya kebijakan larangan impor beras oleh pemerintah sejak tahun
2004 (kecuali jenis - jenis beras tertentu seperti beras Taj Mahal), maka
membuka peluang dan pangsa pasar bagi beras – beras lokal bermutu
tinggi yang selama ini umumnya pemenuhan kebutuhannya berasal dari
impor.
Beras Pandanwangi menjadi pilihan CV Quasindo untuk mulai
berbisnis beras lokal, dikarenakan keunikan karakteristik beras
Pandanwangi.
59
2) Terjaminnya kontinuitas pasokan (kualitas dan kuantitas)
Melalui kemitraan ini, CV Quasindo mendapatkan jaminan pasokan
beras Pandanwangi, baik dari aspek kuantitas, mutu maupun kontinuitas
sebesar 10 ton per bulan.
3) Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari
pemerintah
CV Quasindo saat ini menjadi pelopor sekaligus satu–satunya
produsen beras Pandanwangi yang mendapatkan sertifikasi jaminan
kemurnian varietas dari lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh
Departemen Pertanian.
4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk
Beras Pandanwangi yang dihasilkan Gapoktan selanjutnya di
repacking oleh CV Quasindo dari yang semula kemasan 50 kg menjadi
kemasan 5 kg dengan merek Xiang Mi (beras wangi). Selanjutnya CV
Quasindo memasarkannya ke berbagai super/hypermarket dan special
outlet di wilayah Jakarta. Kendati volume penjualannya masih relatif
kecil, namun respon pasar cukup baik, ditandai dengan meningkatnya laju
percepatan penjualan beras Pandanwangi, sehingga dapat memberikan
keuntungan usaha bagi CV Quasindo.
5) Memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah
CV Quasindo mengakui bahwa biaya promosi merupakan unit biaya
tertinggi yang harus ditanggung perusahaanya. Hal ini, antara lain
disebabkan beras dengan sertifikasi jaminan kemurnian varietas belum
banyak dikenal oleh masyarakat. Di sisi lain penipuan beras dalam
kemasan (ketidaksesuaian informasi di label dengan kandungan di
dalamnya) belum mendapatkan penanganan dari aspek hukum. Atas dasar
tersebut, untuk memberikan insentif bagi CV Quasindo sebagai satu-
satunya perusahaan yang peduli terhadap program sertifikasi beras
berlabel, maka pemerintah memberikan fasilitasi promosi di berbagai
kesempatan, antara lain Temu Usaha (nasional dan internasional) dan
Pasar Tani.
60
4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani
Dalam mempertajam analisis manfaat kemitraan yang dijalankan
petani yang tergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi, dilakukan analisis
pendapatan usahatani, yaitu membandingkan pendapatan usahatani petani
mitra dan non mitra. Hasil analisis pendapatan usahatani rataan per musim
di Kecamatan Warung Kondang antara petani mitra dan non mitra dapat
dijelaskan melalui Tabel 16.
Tabel 16. Analisis pendapatan Rataan Usahatani Padi Pandanwangi per musim
No. Deskripsi Satuan Petani Kontribusi Petani Kontribusi
Mitra thd biaya Non Mitra thd biaya
(%) (%)
A Ha 0.65 0.63
B Kg 4,836 3,948
C Kg/Ha 7,472 6,287
D Rp/kg 3,000 2,836
E Penerimaan Rp 14,508,000 11,272,700
F Biaya tunai Rp 2,851,028 30 2,243,306 27
- Benih 133,140 1 72,800 1
- Pupuk 474,280 5 461,940 6
- Sewa traktor 392,708 4 375,000 4
- Tenaga kerja luar keluarga 1,689,100 18 1,176,566 14
- PBB 113,260 1 109,900 1
- Iuran desa 48,540 1 47,100 1
G Biaya diperhitungkan Rp 6,558,020 70 6,121,562 73
- Benih - - 30,732 0
- Tenaga kerja dalam keluarga 576,820 6 567,560 7
- Sewa lahan 4,530,400 48 4,396,000 53
- Zakat 1,450,800 15 1,127,270 13
H Biaya Total (F+G) Rp 9,409,048 100 8,364,868 100
I Rp 11,656,972 9,029,394
J Pendapatan atas biaya total (E-H) Rp 5,098,952 2,907,832
K R/C atas biaya total (E/H) 1.54 1.35
L Biaya pokok (H/B) Rp/kg 1,946 2,119
Pendapatan atas biaya tunai (E-F)
Luas tanam
Produksi
Produktivitas
Harga jual
Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa produktivitas rataan
petani mitra lebih tinggi (15,87%) dibandingkan petani non mitra.
Produktivitas padi Pandanwangi (Malai Kering Panen) petani mitra rataan
sebesar 7,47 ton/ha sementara petani non mitra rataan produktivitasnya
6,29 ton/ha. Peningkatan produktivitas ini utamanya disebabkan oleh dua
61
faktor, yaitu (1) penggunaan benih bermutu (benih bersertifikat) dan (2)
penggunaan pupuk sesuai anjuran. Benih padi Pandanwangi bersertifikat
disediakan oleh Gapoktan, yaitu menggunakan benih hasil produksi H.
Mansyur yang merupakan satu-satunya penangkar benih Pandanwangi.
Penggunaan benih bersertifikat dapat dimanfaatkan untuk penanaman 2
musim tanam. Kendati penggunaan benih bersertifikat menimbulkan biaya
lebih besar, yaitu 30 kg per ha dengan harga Rp 7.000/kg, namun rataan
produksi yang dihasilkan lebih baik, karena tanaman padi menjadi terjaga
keseragamannya. Penggunaan benih bersertifikat mampu menekan kadar
hampa gabah dan meningkatkan rendemen beras yang semula hanya 45%
menjadi 50%.
Penggunaan pupuk oleh petani mitra sangat berpengaruh terhadap
produktivitas padi Pandanwangi. Pupuk yang disarankan oleh Penyuluh
setempat adalah kombinasi Phonska dan Urea dengan perbandingan 300
kg Phonska dan 50 kg Urea untuk setiap hektar penanaman padi
Pandanwangi. Pemupukan dilakukan 3 kali dalam 1 musim. Petani non
mitra umumnya menggunakan pupuk urea, TSP dan KCl dengan
perbandingan 200 : 150 : 75, namun sering ditemui petani non mitra tidak
menggunakan pupuk KCl disebabkan harga yang tinggi.
Penggunaan benih dan pupuk sesuai anjuran Gapoktan telah
disepakati bersama oleh petani mitra dan menjadi kewajiban petani mitra
untuk melaksanakannya. Pengawasan lapangan atas kondisi pertanaman
serta penerapan metode GAP dilakukan oleh unit QC Gapoktan.
Himbauan untuk menggunakan benih bersertifikat dan pupuk yang sesuai,
sebenarnya telah lama dilakukan oleh penyuluh pertanian setempat, namun
mengingat 75% responden petani non mitra merupakan petani penggarap,
maka sulit untuk mengambil keputusan. Sementara responden petani mitra
85 % merupakan petani pemilik.
Petani Pandanwangi di wilayah Kecamatan Warung Kondang
umumnya tidak menggunakan pestisida, karena relatif kecilnya serangan
hama di wilayah tersebut. Serangan hama tungro pada padi Pandanwangi
62
umumnya terjadi jika lokasi penanaman padi Pandanwangi berdekatan
dengan padi VUN .
Penjualan hasil panen petani mitra dilakukan dengan sistem bukti,
yaitu pembelian dilakukan sesuai hasil penimbangan dan transaksi
langsung dilakukan di lokasi panen dengan unit usaha Gapoktan.
Sedangkan petani non mitra umumnya menggunakan sistem
tebas/borongan dan transaksi dilakukan dengan para pedagang pengumpul.
Dengan sistem tebas, umumnya setiap hektar lahan padi Pandanwangi
dihargai Rp 17 juta atau setara dengan Rp 2.400/kg gabah (produktivitas 7
ton/ha). Jika dibandingkan dengan penjualan kepada Gapoktan dengan
harga Rp 3.000/kg maka kemitraan ini sangat menguntungkan bagi petani
mitra. Saat ini sistem tebas telah banyak ditinggalkan, petani non mitra
yang menjual dengan sistem bukti rataannya mendapatkan harga
Rp 2.836/kg gabah.
Dengan harga gabah yang lebih tinggi, maka rataan penerimaan
petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Kendati total
biaya produksi yang dikeluarkan petani mitra relatif lebih tinggi
dibandingkan petani non mitra yang utamanya disebabkan penggunaan
benih dan pupuk sesuai anjuran, namun pendapatan petani mitra masih
lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Tabel 16 menunjukkan bahwa
baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total yang
memperhitungkan pula selain biaya tunai (benih, biaya tenaga kerja dalam
keluarga, sewa lahan dan zakat), ternyata pendapatan petani mitra lebih
tinggi dibandingkan pendapatan petani non mitra, meskipun biaya total
yang harus dikeluarkan petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non
mitra.
Ukuran efisiensi pengelolaan usahatani dapat dilihat dengan
menggunakan koefisien perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C),
Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai rasio R/C baik petani mitra maupun
petani non mitra lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
bermitra ataupun tidak, usahatani Pandanwangi sama-sama efisien dan
63
menguntungkan, karena imbalan yang diperoleh masih lebih tinggi
dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan.
Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra lebih tinggi
dibandingkan petani non mitra. Nilai rasio R/C atas biaya total petani
mitra 1,54, sedangkan petani non mitra 1,35. Nilai-nilai tersebut dapat
diartikan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani
padi Pandanwangi melalui kemitraan dengan CV Quasindo (melalui
Gapoktan) akan menghasilkan tambahan penerimaan Rp 1,54 sedangkan
petani yang tidak terlibat dalam kemitraan hanya akan mendapatkan
tambahan penerimaan sebesar Rp 1,35. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan melakukan kemitraan, petani mitra akan menerima keuntungan
14% lebih tinggi daripada petani non mitra.
Mengingat keberadaan padi Pandanwangi yang semakin terdesak
dengan semakin berkembangnya penggunaan padi VUN, maka perlu juga
dibandingkan antara pendapatan usahatani padi Pandanwangi dengan
pendapatan usahatani padi VUN. Salah satu padi VUN yang banyak
dikembangkan di wilayah Warung Kondang adalah padi varietas Ciherang
yang juga umum ditanam di wilayah Karawang. Dari hasi penelitian
LPPM IPB (2006) terhadap usahatani padi Ciherang (Tabel 17) diketahui
bahwa keuntungan bersih yang dinikmati petani sebesar Rp. 6,4 juta per
musim per hektar atau sekitar Rp. 12,8 juta per tahun per hektar. Harga
pembelian gabah dari petani berfluktuasi antara Rp 2100 – 2400/Kg GKP.
Harga rata-rata yang ditetapkan pada perhitungan analisa kelayakan
sebesar Rp 2.250/Kg GKP. Berdasarkan perhitungan ini, petani akan
mengalami kerugian jika harga gabah , kurang dari harga pokok yaitu
sebesar Rp 1.178 Kg GKP.
64
Tabel 17. AnalisapPendapatan usahatani padi VUN jenis Ciherang
pada tahun 2006
AKTIFITAS Jml Sat Harga/
Satuan Jumlah
PERSEMAIAN
Pembelian Benih 25 Kg 5.000 125.000
Pengolahan Benih 0,125 HOK 30.000 3.750
Penyiapan lahan 1 HOK 30.000 30.000
Penaburan Benih 0,125 HOK 30.000 3.750
Pemeliharaan Persemaian 1,75 HOK 30.000 52.500
Sub Total 215.000
PENGOLAHAN TANAH
Pengolahan tanah dgn traktor dan
perapihan pematang
1 ha 900.000 900.000
Perataan setelah di traktor 3 HOK 30.000 90.000
Penataan pematang sawah (nampingan &
mopok)
6 H 30.000 180.000
Sub Total 1.170.000
PENANAMAN DAN
PEMELIHARAAN
Pemupukan 1 Paket 455.000
Penanaman (Tandur) 15 HOK 30.000 450.000
Pembelian Pestisida 1 Paket 150.000 150.000
Pengendalian Hama dan Penyakit 7 HOK 30.000 210.000
Sub Total 1.265.000
PANEN
Pemanenan (sistem Bawon & Ceblok) 1 Paket 2.250.000
Sub Total 2.250.000
TOTAL BIAYA LANGSUNG 4.900.000
BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN
Sewa Tanah 1 ha 1.500.000
Biaya tak terduga 15% 667.500
Sub Total 2.167.500
TOTAL BIAYA 7.067.500
PENERIMAAN
Produksi (GKP) 6000 Kg 2.250 13.500.000
LABA-RUGI/MUSIM 6.432.500
LABA-RUGI/BULAN 1.608.125
Sumber : LPPM IPB, 2006
Dari perbandingan pendapatan usahatani padi Pandanwangi dengan
padi VUN (Tabel 16 dan 17) terlihat bahwa untuk pendapatan usahatani
per musim per hektar, maka usahatani padi Pandanwangi menghasilkan
keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani padi Pandanwangi
khususnya disebabkan produktivitas serta harga yang lebih tinggi. Selisih
65
pendapatan usahatani tersebut sebesar Rp.1,4 juta per musim per hektar.
Namun padi VUN memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan
padi Pandanwangi, sehingga memungkinkan ditanam 2 musim dalam 1
tahun sehingga jika diukur pendapatan usahatani pertahun, maka usahatani
padi VUN menghasilkan keuntungan yang lebih menjanjikan.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya dukungan pemerintah melalui
pemberian insentif bagi petani padi Pandanwangi, agar usahatani padi
Pandanwangi dapat terus berkembang.
4.3.2. Rantai Pasar dan Marjin Pemasaran
Lembaga pemasaran rantai pasokan beras pandawangi yang umum
terjadi di Kecamatan Warung Kondang-Cianjur (Gambar 11), yang juga
merupakan rantai pemasaran petani non mitra adalah :
a. Pedagang Pengumpul Tingkat Desa (PPTD) adalah orang yang
membeli gabah dari petani dalam bentuk MKP dan pembeliannya
dilakukan dengan sistem borongan (kemplang). Umumnya tidak
memiliki Huller, sehingga proses pengolahan gabah menjadi beras
dilakukan dengan menyewa Huller yang dimiliki oleh pedagang besar.
b. Pedagang Besar Daerah (PBD) adalah orang yang membeli
gabah/beras dari pihak pedagang pengumpul ataupun dari petani dalam
bentuk beras/GKP. Sebagian besar pedagang besar memiliki fasilitas
Huller dengan sarana dan prasarana lengkap ditunjang dengan mutu
mesin pabrik yang baik. Beras yang dibeli dari pedagang pengumpul
diolah kembali, terutama menyangkut proses pemutihan beras, proses
grading dan proses pengemasan ulang, sehingga mutu dan nilai
jualnya lebih tinggi dari sebelumnya. Sedangkan jika membeli dalam
bentuk gabah, diolah menjadi beras melalui penjemuran, penggilingan,
grading, sortasi, dan pengemasan. Hasil grading adalah menghasilkan
jenis kepala, super dan Jitay (menir beras atau pecahan dari beras
kepala).
c. Pedagang Besar Luar Daerah (Grosir). Adalah pedagang grosir di PIC,
Bogor, Bandung, dan Sukabumi. Mereka dikirimi langsung oleh PBD
66
secara kontinu setiap minggu, dengan pembayaran dapat menggunakan
giro/bilyet, tunai, ataupun kredit. Beras dijual langsung kepada
konsumen atau melayani di tempat. PBLD, khususnya di PIC
menyalurkan beras kepada pedagang besar luar pulau seperti ke
Lampung.
d. Pedagang Pengecer. Pedagang yang langsung berhubungan dengan
konsumen, terdiri dari pedagang pengecer daerah dan pedagang
pengecer luar daerah. Pedagang tidak melakukan pengemasan ulang,
karena sudah dikemas dalam ukuran 5 kg, 10 kg, 20 kg/, 25 kg dan
50 kg.
Gambar 11. Rantai pemasaran beras di Kecamatan Warung Kondang
Lembaga dan fungsi pemasaran di Kecamatan Warung Kondang -
Cianjur terlihat pada Tabel 18. Berdasarkan tabel tersebut, setiap lembaga
pemasaran mempunyai fungsi pemasaran yang terbagi menjadi fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Tabel 18. Lembaga dan fungsi pemasaran
Petani
Pedagang
Pengumpul
Pedagang Besar
Daerah
Pedagang Besar
Luar Daerah
Pedagang
Pengecer Konsumen
67
Lembaga
Pemasaran Fungsi Pemasaran Perlakuan
Petani Pertukaran
Fasilitas
Penjualan
Pembayaran
Pedagang
Pengumpul
Pertukaran
Fisik
Fasilitas
Penjualan, Pembelian
Pengolahan, Pengemasan,
Pengangkutan dan Penyimpanan
Informasi Harga dan Pasar
Sortasi, Pembayaran dan
Penanggungan Resiko
Pedagang Besar Pertukaran
Fisik
Fasilitas
Pembelian, Penjualan
Pengolahan, Pengemasan,
Pengangkutan dan Penyimpanan
Informasi Harga dan Pasar
Sortasi dan Grading,
Pembayaran dan Penanggungan
Resiko
Pedagang Besar
Luar Daerah
Pertukaran
Fisik
Fasilitas
Pembelian, Penjualan
Pengangkutan, Penyimpanan,
Informasi Harga dan Pasar
Pembayaran dan
Penanggungan Resiko
Pedagang Pengecer Pertukaran
Fisik
Fasilitas
Pembelian, Penjualan
Pengangkutan, Penyimpanan
Informasi Harga dan Pasar
Pembayaran dan Penanggungan
Resiko
Permasalahan strategis saat ini yang terdapat dalam pemasaran beras
Pandanwangi adalah mengenai kemurnian beras Pandanwangi itu sendiri.
Berdasarkan pengamatan dan uji lab oleh LPPM-IPB, rataan keaslian
beras Pandanwangi pada beras berlabel Pandanwangi yang dijual hanya
sekitar 24,7%, artinya sekitar 75,3% merupakan beras pencampur. Selain
itu tidak ada korelasi antara besarnya tingkat kemurnian dengan tingginya
harga jual beras Pandanwangi. Hal ini menandakan bahwa mahal tidaknya
beras Pandanwangi sangat ditentukan oleh motif bisnis untuk memperoleh
keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan pengamatan,
pencampuran beras Pandawangi mulai dilakukan sejak rantai pertama
pemasaran di lakukan yaitu ketika gabah hasil panen dari petani dibeli oleh
tengkulak.
68
Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat hingga di tangan
konsumen melibatkan beberapa pelaku rantai pasok/pasar, yaitu petani
selaku produsen gabah, Gapoktan selaku pengolah dan pemasar beras
kepala, CV Quasindo selaku pemasar beras Pandanwangi bersertifikat dan
super/hypermarket selaku pemasar yang bersentuhan langsung dengan
konsumen.
Untuk mengetahui proporsional atau tidaknya pembagian
keuntungan antara pihak-pihak yang bermitra dalan pengadaan beras
Pandanwangi bersertifikat, dilakukan analisis marjin pemasaran. Dari
Tabel 19, terlihat bahwa marjin keuntungan Gapoktan dan CV Quasindo
cukup proporsional, yaitu masing-masing 7% dan 6%. Demikian juga
halnya dengan marjin keuntungan yang diterima petani yaitu sebesar 7 %.
Marjin biaya yang ditanggung oleh pihak Gapoktan meliputi biaya
penanganan gabah, pengolahan gabah, pengemasan, penyimpanan dan
transportasi. Sedangkan marjin biaya yang ditanggung CV Quasindo
meliputi biaya transportasi, pengemasan, promosi, penyimpanan dan
bongkar muat. Dari perbandingan harga jual, terlihat bahwa posisi tawar
Gapoktan masih memadai, dimana Gapoktan menerima harga lebih dari 50
% dari harga jual di tingkat konsumen.
69
Tabel 19. Marjin pemasaran beras Pandanwangi bersertifikat
No. Uraian Marjin pemasaran Pangsa
(Rp) (%)
1 Petani
Marjin biaya 1,946 12
Marjin keuntungan 1,054 7 Harga diterima 3,000 19
2 Gapoktan
Harga beli 3,000
Marjin biaya 4,851 30
Marjin keuntungan 1,149 7 Harga jual 9,000 56
3 Perusahaan mitra
Harga beli 9,000
Marjin biaya 2,775 17
Marjin keuntungan 1,025 6 Harga jual 12,800 80
4 Hyper/Super market
Harga beli 12,800
Marjin biaya & keuntungan 3,200 20%
Harga jual konsumen 16,000 100%
Setiap perlakuan dan transfer produk dari saluran satu ke saluran
lainnya dalam rantai pemasaran akan menghasilkan nilai tambah atau
marjin terhadap produk. Marjin timbul akibat adanya peningkatan nilai
atau manfaat produk dan biaya tambahan dalam pengelolaan, seperti biaya
proses, transpotasi, penanganan dan lain–lain. Rantai pemasaran beras
Pandanwangi bersertifikat dari produsen ke daerah pemasaran terlihat
cukup efisien karena besarnya marjin tataniaga yang tercipta di setiap
rantai pemasaran relatif sebanding dengan penambahan nilai produk baik
kualitas maupun atribut produk lainnya. Gapoktan menciptakan marjin
tertinggi (Rp. 6000) dari kegiatannya mengolah gabah menjadi beras
kepala dimana termasuk didalamnya marjin petani, sementara CV
Quasindo menciptakan marjin sebesar Rp. 3.800 dari kegiatan repacking
dan kelengkapan atribut kemasan beras. Sedangkan Super/Hypermarket
mendapat marjin yang lebih kecil sebanding dengan kecilnya nilai tambah
yang diciptakan.
70
4.4 Evaluasi Pola Kemitraan yang diinginkan
Evaluasi bentuk kemitraan yang paling tepat atau yang diinginkan oleh
kedua pihak yang bermitra dimaksudkan sebagai bahan evaluasi bagi kedua
pihak dalam memperbaiki bentuk hubungan kemitraan yang telah dibangun.
Bentuk kemitraan yang dipilih oleh kedua pihak yang bermitra, sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan, pelaku
kemitraan dan tujuan kemitraan, sehingga pelaksanaan kemitraan tersebut
dapat lebih baik dan efisien. Dengan demikian, manajemen masing-masing
pihak yang bermitra dapat membandingkan pelaksanaan pola kemitraan yang
terjadi saat ini dengan pola kemitraan yang ideal untuk diterapkan sesuai
dengan tujuan kemitraan.
Pola kemitraan yang berlangsung saat ini adalah pola dagang umum,
dimana kerjasama hanya terjadi pada aspek pasar (jual beli beras) yang
dilegalisasi dengan kontrak kerjasama kedua pihak. Sedangkan pola kemitraan
alternatif yang ada saat ini, jika mengacu pada Pedoman Kemitraan Usaha
Agribisnis Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002)
meliputi Pola Inti Plasma, Sub Kontrak, Dagang Umum, Keagenan dan
Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).
4.4.1. Identifikasi Model
Untuk mengevaluasi pola kemitraan yang tepat dalam pengadaan
beras Pandanwangi bersertifikat, digunakan model AHP. Hasil
identifikasi model kemitraan yang tepat pada kemitraan pengadaan beras
Pandanwangi bersertifikat dapat dijelaskan pada Gambar 12.
Pada level pertama adalah focus, yaitu pemilihan pola kemitraan
antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo. Pada level kedua
adalah faktor kunci yang merupakan factor-faktor utama yang
mempengaruhi dilaksanakannya kemitraan. Faktor-faktor tersebut adalah
manajemen, permodalan, aksesibilitas pasar dan penguasaan teknologi.
Pada level ketiga terdapat dua pelaku kemitraan, yaitu Gapoktan Citra
Sawargi dan CV Quasindo. Pada level keempat terdapat tujuan kemitraan,
antara lain peluang pasar, kontinuitas produk, efisiensi usaha,
pengembangan usaha dan kelangsungan usaha. Pada level kelima terdapat
71
alternatif pilihan pola kemitraan yang ada, yaitu pola inti plasma, pola
dagang umum, pola keagenan, pola subkontrak dan pola kerjasama
operasional agribisnis.
72
Gambar 12. Evaluasi bentuk kemitraan yang paling tepat
MENENTUKAN POLA KEMITRAAN YANG PALING TEPAT Fokus : Tema
(Level 1)
Faktor Kunci :
Peubah
(Level 2)
Pelaku
(Level 3)
Tujuan
(Level 4)
Alternatif
(Level 5)
Permodalan Aksesibilitas Pasar Manajemen
Penguasaan Teknologi
Produksi & Informasi
Gapoktan
CV Quasindo
Kontinuitas produk
Kelanjutan
Usaha
Peluang Pasar
Efisiensi
Usaha
Pengembangan Usaha
Inti Plasma
KOA Dagang Umum Subkontrak
Keagenan
73
4.4.2 Hasil Pengolahan Vertikal
Berdasarkan hasil pengolahan pada level kedua terlihat bahwa
faktor kunci yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah faktor
permodalan (bobot 0.5236). Esensi kemitraan dalam ekonomi terletak
pada kontribusi bersama modal usaha masing – masing pihak yang
bermitra, baik berupa tenaga (labor) maupun benda (property), atau
keduanya untuk tujuan-tujuan ekonomi. Kontribusi bersama dalam
kemitraan harus berjalan seimbang, agar tujuan kemitraan sebagai upaya
bersama yang saling menguntungkan dapat tercapai.
Tabel 20. Pengolahan vertikal pada faktor kunci kemitraan (Level 2)
Faktor Kunci Bobot Prioritas
Manajemen 0,08519 3
Permodalan 0,52355 1
Akses Pasar 0,34584 2
Teknologi 0,04542 4
Rasio konsistensi (CR) = 0,06
Pada pengolahan level ketiga membahas sejauhmana kepentingan
pelaku kemitraan terhadap faktor-faktor kunci yang mempengaruhi
terbentuknya kemitraan. Sebagaimana di tunjukkan dalam Tabel 21,
ternyata Gapoktan merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam
kemitraan ini (bobot 0,7960), khususnya dalam hal permodalan. Hal ini
wajar, mengingat Gapoktan Citra Sawargi merupakan kelembagaan
petani yang relatif baru terbentuk dan masih memiliki kelemahan dalam
banyak hal, khususnya permodalan. Sedangkan CV Quasindo selaku
perusahaan mitra memiliki tingkat kepentingan lebih rendah dalam
kemitraan ini, karena sebagai perusahaan yang telah lama eksis dalam
usaha perberasan, memiliki kemampuan besar, baik dalam permodalan,
aksesibilitas pasar, manajemen maupun penguasaan teknologi dan
informasi.
74
Tabel 21. Pengolahan vertikal pada pelaku kemitraan pada level 3
Faktor Kunci Gapoktan CV Quasindo
Manajemen 0,0710 0,0142
Permodalan 0,4581 0,0654
Akses Pasar 0,2594 0,0865
Teknologi 0,0076 0,0378
Bobot 0,7960 0,2040
Prioritas 1 2
Rasio konsistensi (CR) = 0,00
Pengolahan pada level empat membahas mengenai tujuan
kemitaan terhadap masing-masing pelaku kemitraan. Hasil pengolahan
pada Tabel 22 menunjukkan bahwa tujuan kontinuitas produk
merupakan prioritas utama dengan bobot 0,3389 (0,0614 dari CV
Quasindo dan 0,2776 dari Gapoktan Citra Sawargi). Dari hasil
pengolahan tersebut, tujuan yang mendapatkan prioritas utama adalah
kontinuitas produk, yaitu bagaimana melalui kemitraan ini petani yang
tergabung dalam Gapoktan dapat terus memproduksi gabah/beras
Pandanwangi sebagai sumber usahanya, melalui bantuan kerjasama yang
berkelanjutan dengan perusahaan mitra sebagai penjamin harga dan
pasar.
Tabel 22. Pengolahan vertikal pada unsur tujuan kemitraan pada level 4
Peluang Kontinuitas Pengembangan Kelangsungan Efisiensi Pelaku
Pasar produk Usaha Usaha Usaha
CV Quasindo 0,07621 0,06137 0,00976 0,04625 0,02029
Gapoktan 0,07176 0,27756 0,04645 0,28674 0,10361
Bobot 0,14797 0,33893 0,05620 0,33299 0,12391
Prioritas 3 1 5 2 4
Rasio konsistensi (CR) = 0.10
Pada akhirnya, hasil pengolahan pada level kelima menunjukkan
bahwa Pola Inti Plasma merupakan pola kemitraan yang dirasakan
paling tepat untuk mencapai tujuan utama kemitraan dengan bobot
0,4669, dengan rincian 0,1648 tujuan kelangsungan usaha, 0,1519
tujuan kontinuitas produk, 0,0637 tujuan peluang pasar, 0,0629 tujuan
efisiensi usaha dan 0,0236 tujuan pengembangan usaha (Tabel 23).
75
Dalam kemitraan dengan Pola Inti Plasma, maka petani yang
tergabung dalam Gapoktan sebagai plasma dan CV Quasindo sebagai
inti. Dalam kemitraan inti plasma ini, Petani/Gapoktan berkewajiban
memproduksi gabah/beras sesuai standar mutu yang disepakati bersama
dengan perusahaan inti. Perusahaan inti berkewajiban melakukan
bimbingan manajemen dan teknologi, serta penyertaan modal usaha
khususnya untuk kebutuhan saprodi (benih dan pupuk) dan memberikan
jaminan harga dan pasar.
Dipilihnya pola inti plasma untuk menggantikan pola dagang
umum sebagaimana berlaku saat ini, disebabkan Gapoktan sebagai
kelembagaan tani masih memiliki banyak kelemahan, khususnya dalam
hal permodalan usaha guna penguatan usaha Gapoktan. Kelemahan
dalam permodalan menimbulkan permasalahan-permasalahan serius
berikut :
a. Keterlambatan pembayaran kepada petani atas gabahnya, karena
selalu menunggu pembayaran dari CV Quasindo, maka
dikhawatirkan petani akan beralih ke para tengkulak/pedagang
pengumpul, sehingga akhirnya Gapoktan tidak dapat memenuhi
volume yang ditetapkan dalam kontrak.
b. Gapoktan mengalami kesulitan dalam mengatur pola tanam/panen
karena tidak adanya insentif yang dapat diberikan kepada petani,
khususnya dalam bentuk pelayanan saprodi. Jika hal ini dapat
dipenuhi, maka dapat diupayakan untuk adanya panen Pandanwangi
setiap bulan (bergiliran antar petani), sehingga biaya penyimpanan
gabah dapat ditekan dan mutu beras dapat ditingkatkan.
c. Ketidakmampuan Gapoktan menyediakan saprodi yang dibutuhkan
anggotanya akan menyulitkan Gapoktan dalam menjaga mutu dan
rendemen gabah, karena kedua faktor tersebut sangat tergantung dari
pemakaian saprodi yang sesuai anjuran. Rendahnya rendemen gabah
ke beras akan sangat mempengaruhi keuntungan unit usaha
pengolahan gabah – beras Gapoktan.
76
d. Pemupukan modal usaha Gapoktan sangat lambat, karena hanya
mengandalkan unit usaha pengolahan gabah menjadi beras dan
berjalannya unit usaha saprodi akan mampu menghasilkan
keuntungan usaha bagi Gapoktan.
Pola dagang umum sebagaimana kemitraan yang terjadi saat ini
dianggap kurang mampu menjamin kontinuitas produk dari Gapoktan,
karena hanya memecahkan masalah pada aspek pasar. Maka dari itu pola
ini mendapatkan prioritas ketiga dengan bobot 0,1522.
Tabel 23. Pengolahan vertikal pada pola kemitraan pada Level 5
Alternatif inti-
plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
Peluang pasar 0,0637 0,0102 0,0264 0,0066 0,0410
Kontinuitas Produk 0,1519 0,0184 0,0610 0,0130 0,0946
Pengembangan Usaha 0,0236 0,0033 0,0103 0,0022 0,0168
Kelangsungan Usaha 0,1648 0,0157 0,0406 0,0104 0,1014
Efisiensi Usaha 0,0629 0,0050 0,0138 0,0047 0,0375
Bobot 0,4669 0,0526 0,1522 0,0370 0,2913
Prioritas 1 4 3 5 2
Rasio konsistensi (CR) = 0.1
Kendati Pola Inti Plasma dinilai sebagai pola kemitraan yang paling tepat
dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, khususnya dengan tujuan
untuk meningkatkan saling ketergantungan kedua pihak yang bermitra agar
kontinuitas produk dan kelangsungan usaha tetap terjaga dan berjalan dengan
baik, namun perlu juga dipertimbangkan banyaknya pengalaman kegagalan
dalam kemitraan agribisnis dengan pola inti plasma sebagai akibat
ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap perusahaan inti.
Sebagai contoh kemitraan agribisnis kentang Atlantik di Jawa Barat
(Saptana et al., 2006b) antara kelompok tani Marga Mulya sebagai plasma
dengan PT Indofood Fritolay Makmur sebagai perusahaan inti, timbul
permasalahan yang harus dihadapi petani plasma, antara lain : (1) pembatasan
produksi oleh perusahaan inti, (2) tingginya harga kontrak sarana produksi
atau saprodi (khususnya bibit), (3) sering terjadi keterlambatan penyaluran
saprodi khususnya bibit sehingga menimbulkan ketidakpastian tanam, (4)
77
kelompok tani harus menanggung biaya penyimpanan jika terjadi kelebihan
produksi.
Kegagalan kemitraan Pola Inti Plasma juga banyak terjadi pada program
PIR (Plasma Inti Rakyat) Perkebunan, akibat terciptanya struktur pasar
monopolistik, yang mengharuskan petani plasma untuk menjual seluruh hasil
produksinya kepada perusahaan inti, sehingga memberi peluang bagi
perusahaan untuk menekan harga produk tersebut, terlebih jika ketergantungan
petani plasma terhadap perusahaan inti atas ketersediaan modal atau saprodi
sangat besar, yang menyebabkan posisi tawar petani semakin lemah.
Hasil penelitian Sarwanto (2004) menunjukkan bahwa pada pelaksanaan
kemitraan inti plasma ternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar
dan Sukoharjo, perusahaan inti mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan
peternak plasma dalam pelaksanaan kemitraan. Hal ini tercermin dari faktor
input yang berasal dari peternak dinilai lebih rendah kontribusinya terhadap
produksi ternak ayam ras pedaging dibandingkan faktor input yang berasal
dari perusahaan inti.
Karenanya kemitraan inti plasma dengan implementasi berupa
peningkatan saling ketergantungan tidak hanya pada aspek pasar tapi juga
modal, teknologi dan informasi serta manajemen hanya merupakan tahap
transisi hingga tercipta gapoktan yang kuat dan mandiri.
4.5 Strategi Pengembangan Usaha Pengadaan Beras Pandanwangi
Bersertifikat
Dari hasil analisis AHP yang diperoleh dan wawancara mendalam tentang
faktor internal maupun eksternal pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat
dapat disusun alternatif strategi pengembangannya. Untuk itu, diperlukan
langkah – langkah berikut :
4.5.1. Identifikasi Faktor – Faktor yang berpengaruh
Kinerja kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV
Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal kemitraan terdiri dari
kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang
78
dan ancaman yang mempengaruhi pengembangan usaha pengadaan
beras Pandanwangi bersertifikat.
Mengacu pada Saputro et al (1996), faktor – faktor internal yang
mempengaruhi kinerja kemitraan meliputi :
a. Kekuatan
1) Keterkaitan usaha
Agar hubungan kemitraan dapat memberikan manfaat dan
nilai tambah, maka perlu ada keterkaitan usaha utama (core
business) antara kedua pihak. Adanya keterkaitan usaha dapat
menciptakan kondisi saling membutuhkan. Keterkaitan ini
merupakan modal utama untuk menciptakan saling ketergantungan
dan saling membutuhkan.
Faktor ini menjadi kekuatan, karena bidang usaha utama
perusahaan mitra dan bidang usaha utama petani mitra saling
melengkapi.
2) Keterpaduan operasi
Keterpaduan operasi dalam arti adanya koordinasi, kolaborasi
dan kerjasama yang baik antara petani dengan perusahaan mitra,
merupakan syarat pokok keberhasilan kemitraan. Untuk mencapai
suatu keterpaduan, diperlukan perencanaan yang matang, yang
dalam pelaksanaannya diperlukan keterbukaan, komunikasi yang
baik, pendekatan personal dan pengawasan.
Faktor ini menjadi kekuatan dalam kemitraan ini, hal ini
antara lain ditandai dengan selalu dipenuhinya persyaratan jenis
dan mutu produk yang dihasilan petani mitra sesuai dengan yang
dibutuhkan perusahaan mitra.
3) Intensitas hubungan
Intensitas hubungan antara petani (Gapoktan) dengan
perusahaan mitra sangat penting untuk menciptakan persamaan
persepsi dan keharmonisan hubungan yang dapat menumbuhkan
kepercayaan antar kedua pihak. Kondisi ini dapat dicapai melalui
79
pembinaan, pemberian bantuan modal, pemberian bantuan saprodi
dan prasarana dari perusahaan mitra kepada para petani.
Kendati saat ini hubungan antara pihak yang bermitra hanya
terbatas pada aspek pasar (transaksi produk), namun intensitas
hubungan antara Direktur Utama CV Quasindo dengan petani
sangat kuat. CV Quasindo mampu membangun hubungan personal
melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan. Salah satunya
adalah dengan memberikan penghargaan kepada petani mitra yang
berprestasi, yang dilakukan setiap musim panen. Hal ini mampu
menimbulkan kedekatan dan keterikatan khusus antara petani
dengan CV Quasindo. Karenanya faktor ini merupakan salah satu
kekuatan yang mempengaruhi kemitraan ini.
4) Keterikatan
Faktor-faktor di atas seringkali masih belum cukup untuk
menjamin kepastian dalam kemitraan. Oleh karena itu tetap
diperlukan suatu perjanjian formal oleh pihak-pihak terkait yang
mengikat secara hukum.
Dalam kemitraan pengadaan beras Pandanwangi, telah
diawali dengan kesepakatan kedua pihak yang dituangkan dalam
perjanjian tertulis (kontrak jual-beli), sehingga ada jaminan
kepastian hukum bagi kedua pihak yang bermitra. Perjanjian ini
juga memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak secara rinci,
sehingga dapat menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan bagi kedua
pihak. Dalam hal ini, faktor keterikatan menjadi kekuatan utama
kemitraan beras Pandanwangi bersertifikat.
b. Kelemahan
1) Saling ketergantungan
Manfaat kemitraan dapat diperoleh jika terdapat faktor saling
ketergantungan. Namun faktor ini saja tidak cukup, jika tidak
diikuti dengan adanya kekuatan yang saling melengkapi dari
masing-masing pihak yang bermitra. Dalam kondisi ini, diharapkan
80
para pelaku dapat saling membagi keunggulan di bidang teknologi,
manajemen, permodalan ataupun akses pasar.
Dalam kemitraan ini, saling ketergantungan antara
perusahaan mitra dengan Gapoktan lemah, karena hanya dari aspek
pasar. Disamping itu, dilihat dari sisi petani Pandanwangi,
ketergantungan terhadap CV Quasindo lemah, karena petani dapat
dengan mudah menjual hasil panennya ke pihak lain, khususnya
tengkulak. Faktor ini menjadi salah satu kelemahan dalam
kemitraan ini.
2) Pembagian manfaat dan korbanan
Para pelaku kemitraan akan mengharapkan manfaat dari
kemitraan sesuai dengan beban dan risiko yang dihadapi.
Pembagian manfaat dan korbanan akan dirasakan adil, jika
manfaat, beban dan risiko yang dihadapi pihak-pihak yang bermitra
sebanding besarnya. Ketidakadilan akan menyebabkan salah satu
pihak merasa dirugikan dan diperdaya, sehingga dapat
menyebabkan rusaknya hubungan kemitraan.
Faktor ini menjadi salah satu kelemahan dalam kemitraan
beras Pandanwangi bersertifikat karena saat ini Gapoktan
merasakan keuntungan yang sangat tipis dari usahanya
menghasilkan beras Pandanwangi. Upaya Gapoktan untuk
mengusulkan kenaikan harga jual beras telah beberapa kali
dilakukan kepada CV Quasindo, namun hingga saat ini belum
disetujui.
3) Keterandalan dan kepercayaan
Faktor ini merupakan faktor internal yang paling penting
untuk menjamin kelangsungan hubungan kemitraan. Factor ini
dapat diciptakan oleh para pelaku kemitraan dengan menepati janji
dan mengikuti aturan. Kondisi saling mempercayai juga perlu
didukung oleh suatu kondisi keterbukaan dan jalannya mekanisme
kontrol. Kepercayaan dan keterandalan tidak saja menjadi
keharusan antara organisasi petani dengan perusahaan mitra, tetapi
81
juga menjadi keharusan antar petani anggota dan antara petani
dengan pengurus organisasi (Gapoktan).
Dilihat dari hubungan antara Gapoktan dengan CV Quasindo,
kondisinya sangat baik dalam hal keterandalan dan kepercayaan.
Namun, internal Gapoktan, khususnya antara petani anggota dan
antara petani dengan pengurus, pada awal kemitraan berlangsung
sering muncul perselisihan khususnya terkait dengan penilaian
lapangan atas kualitas gabah petani oleh unit QC Gapoktan. Dalam
hal kepengurusan Gapoktan telah 3 kali mengalami perubahan
pengurus yang potensial menimbulkan konflik serius yang
mengancam kelangsungan hubungan kemitraan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan usaha
pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui wadah kemitraan
dapat dikelompokkan sebagai faktor peluang dan ancaman. Masing-
masing faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Peluang
1) Pangsa Pasar
Pangsa pasar beras pada wilayah tertentu dapat dilihat dari
jumlah penduduk dan rataan konsumsi per kapita. Seiring dengan
laju pertumbuhan penduduk rataan 1,21% per tahun maka
permintaan beras nasional akan cenderung bertambah dari tahun ke
tahun. Pangsa pasar beras nasional saat ini sepenuhnya dikuasai
oleh beras produksi dalam negeri, dengan klasifikasi mutu tinggi,
sedang dan rendah. Pangsa pasar beras bermutu tinggi khususnya
jenis beras wangi seperti beras Pandanwangi (sebelum tahun
2004) sebagian besar dikuasai oleh beras impor, yaitu jenis Thai
Hom Mali. Kebutuhan akan jenis tersebut menurut Dirjen PPHP
(2006) mencapai 75.000 ton per tahun (dilihat dari angka
pengajuan dispensasi impor beras wangi tahun 2005).
Memperhatikan kondisi tersebut, maka pangsa pasar beras
Pandanwangi akan cenderung meningkat.
82
2) Trend Tuntutan Konsumen
Pola konsumsi beras di Indonesia secara perlahan, tetapi
pasti mengalami perubahan sejalan dengan makin meningkatnya
pendapatan, pendidikan dan mudahnya akses informasi.
Konsumen beras saat ini semakin mementingkan mutu dan melihat
beras tidak hanya sebagai komoditas melainkan sebagai suatu
produk dengan kriteria tertentu. Hal ini terjadi khususnya pada
konsumen yang memiliki tingkat pendidikan dan kemampuan
ekonomi yang cukup, dan biasanya dijumpai di kota-kota besar
(Sutrisno, 2006). Kondisi ini didukung juga dengan pesatnya laju
pertumbuhan pasar modern. Menurut Nielsen (2005), selama
periode 1980-2003, pasar tradisional hanya tumbuh 5%/tahun,
minimarket tumbuh 15%/tahun, supermarket tumbuh 7%/tahun dan
hypermarket tumbuh 25%/tahun. Kecenderungan tersebut
menunjukkan adanya perubahan perilaku konsumen dan pilihan
masyarakat dalam berbelanja. Kegiatan belanja tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari tetapi juga sebagai kegiatan
rekreasi bagi keluarga.
Atribut-atribut yang mencirikan preferensi konsumen dari
yang semula hanya jenis, kenyamanan dan harga telah berkembang
dengan tambahan atribut lain yang lebih rinci seperti kemasan,
mutu, kandungan nutrisi, keamanan pangan dan aspek lingkungan
atau organik (Sutrisno, 2006). Kecenderungan preferensi
konsumen tersebut merupakan peluang bagi beras Pandanwangi
bersertifikat dengan merek Xiang Mi produksi CV Quasindo,
karena telah mampu memenuhi atribut – atribut yang dikehendaki
konsumen.
3) Pasar Ekspor
Peluang ekspor beras Pandanwangi sangat baik, mengingat
karakteristiknya yang harum dan pulen, sehingga sangat diminati
83
konsumen segmen pasar menengah ke atas. Demand beras
internasional atas beras-beras aromatik cukup tinggi, dan selama
ini hanya dapat dipenuhi dari Thailand, yaitu khususnya jenis beras
Thai Hom Mali. Beras aromatik, khususnya diminati konsumen di
Asia, khususnya Thailand, Vietnam, China, Singapura dan
Malaysia.
4) Proteksi Impor
Salah satu kebijakan strategis yang telah memberikan
implikasi nilai politis positif khususnya bagi petani produsen padi,
yaitu kebijakan ketentuan impor beras (Kepmen Perindag No
9/MPP/Kep/1/2004 dan perubahannnya). Kebijakan ketentuan
impor beras berupa larangan impor beras telah diimplementasikan
sejak 21 Januari 2004 dan terus mengalami perpanjangan hingga
saat ini, mengingat dampak positif kebijakan tersebut, khususnya
dilihat dari perkembangan harga gabah yang cukup baik,
perdagangan beras antar wilayah/pulau yang semakin dinamis dan
harga beras dalam negeri yang cukup stabil, sehingga mampu
memotivasi petani meningkatkan produksi padinya.
Kebijakan ini juga telah membuka peluang bagi pelaku
agribisnis beras di dalam negeri khususnya untuk memproduksi
beras bermutu tinggi guna mensubstitusi jenis beras serupa yang
selama ini dipenuhi melalui impor.
b. Ancaman
1) Promosi sertifikasi beras berlabel
Cikal bakal kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan
CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi adalah adanya
Program Sertifikasi Beras berlabel, khususnya beras Pandanwangi
oleh Departemen Pertanian, yang salah satu keluarannya adalah
sertifikasi jaminan kemurnian varietas yang dikeluarkan oleh
Departemen Pertanian. Adanya logo sertifikasi pada kemasan
beras Pandanwangi bermerek Xiang Mi ini diharapkan akan
84
mampu memberikan nilai jual tersendiri khususnya bagi segmen
konsumen kelas atas yang biasanya menuntut atribut produk
secara lebih lengkap mulai dari jenis varietas, mutu produk, warna,
rasa, kepulenan, kandungan nutrisi, keamanan pangan, kemasan
yang menarik, hingga aspek lingkungan (Sutrisno, 2006).
Mengingat pentingnya atribut kemurnian varietas, khususnya
dalam perdagangan beras pada segmen konsumen kelas atas, maka
sangat penting bagi Pemerintah (Departemen Pertanian) untuk
mempromosikan dan mensosialisasikan makna dari logo sertifikasi
pada kemasan beras tersebut. Namun hingga saat ini dirasakan
kegiatan promosi dan sosialisasi tersebut masih sangat kurang
bahkan seperti terhenti, sejalan dengan telah berakhirnya proyek
pemerintah dalam program sertifikasi beras berlabel pada akhir
Tahun Anggaran 2007.
Jika hal ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan sangat
mengancam laju penjualan beras Pandanwangi bersertifikat,
sehingga kelanjutan kemitraan punakan terancam.
2) Tataniaga Tradisional
Petani padi Pandanwangi di wilayah Warung Kondang –
Cianjur selama ini telah terbiasa menjual gabahnya kepada pelaku
tataniaga tradisional (tengkulak/pedagang pengumpul desa/
kecamatan). Hadirnya CV Quasindo yang menawarkan kemitraan
kepada petani khususnya dalam aspek pasar akan memberikan
alternatif pasar baru bagi petani dan sekaligus ancaman bagi para
pelaku tataniaga tradisional. Karena hal tersebut, maka pada awal
kemitraan berlangsung sempat terjadi ketegangan antara pengurus
Gapoktan dengan para tengkulak.
Kendati harga yang ditawarkan melalui program kemitraan
ini relatif lebih tinggi dibandingkan harga yang ditawarkan
tengkulak dan bahkan mampu menjadi harga acuan di wilayah
Warung Kondang, namun petani umumnya masih memiliki ikatan
85
dengan para tengkulak, yang mampu memberikan fasilitas
pinjaman bagi petani, sehingga hal ini potensial menjadi ancaman
dalam kemitraan ini.
3) Produk pesaing
Beras yang diperdagangkan di pasar modern lebih seragam
dibandingkan di pasaram umum, baik dari segi jenis maupun mutu.
Jenis beras yang paling banyak beredar adalah Pandanwangi dan
Setra Ramos (Sutrisno, 2006). Jenis beras tersebut mayoritas dijual
dengan mutu super dan kepala dan hanya sebagian kecil bermutu
biasa. Hal ini terkait erat dengan target pelanggan yang belanja di
supermarket yaitu masyarakat menengah-atas.
Beras bermerek Pandanwangi tersebut dikemas khusus
dengan plastik PP (Poly Propilen) dengan desain dan warna yang
sangat menarik serta informasi produk yang memadai.
Berdasarkan penelitian Sutrisno (2006), peta persaingan beras
Merek Varietas Pandanwangi di Supermarket Jabotabek sangat
kompetitif khususnya pada kuadran dua yang menjadi pusat
persaingan beras varietas Pandanwangi di supermarket yaitu beras
dengan kualitas baik namun dengan harga yang relatif rendah.
4) Law enforcement
Beras dalam kemasan berlabel yang diperdagangkan belum
sepenuhnya menunjukkan mutu beras yang diinginkan konsumen.
Demikian pula label yang tertera dalam kemasan pada umumnya
tidak sesuai dengan identitas sesungguhnya dari beras yang
dikemas. Hasil pengamatan dan uji laboratorium oleh IPB tahun
2006 menunjukkan bahwa rataan keaslian beras Pandanwangi ‘asli’
pada beras berlabel Pandan-wangi yang dijual adalah 24,7 %,
artinya 75,3 % merupakan beras pencampur (bukan Pandanwangi).
Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada korelasi
antara besarnya tingkat kemurnian dengan tingginya harga jual
beras berlabel Pandanwangi.
86
Beras yang beredar di masyarakat umunya belum taat
ketentuan tentang pencantuman label dan ketentuan lainnya.
Peraturan terkait hal tersebut sebenarnya sudah ada namun
implemetasinya masih lemah. Berdasarkan Undang-Undang No. 7
tahun 2000 tentang pangan, mengingat Undang-Undang No 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah No 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan, telah dijelaskan hal-hal yang harus diatur dalam label
pangan, untuk komoditi beras minimal salah satunya mencantum-
kan pada bagian utama label ‘nama produk beras serta
bahan/komposisi jenis beras atau komposisi gizi’. Keterangan
tentang bahan/komposisi jenis yang secara fisik dapat ditandai
seperti asal varietas/jenis gabahnya sebagai contoh Pandanwangi
100% atau Ciherang 40% dan IR 64 sejumlah 60% dan sebagainya.
Lemahnya penegakan hukum/peraturan yang ada akan
menyebabkan ketiadaan jaminan perlindungan bagi produsen/
pelaku bisnis beras agar dapat memperoleh jaminan kepercayaan
produknya sehingga dapat bersaing dengan sehat dan disisi
pelanggan/konsumen dapat membelanjakan uangnya secara tepat
dan memuaskan.
4.5.2. Matriks IFAS
Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor internal yang
telah dikemukakan, serta mengacu pada kuesioner yang telah diisi oleh
Direktur Utama CV Quasindo dan Ketua Gapoktan Citra Sawargi
selaku pakar, sekaligus pihak yang memiliki kapasitas sebagai
pengambil keputusan dalam kemitraan ini, maka dengan metode
perbandingan berpasangan (paired comparison) dihasilkan bobot dan
peringkat dari masing-masing faktor internal yang mempengaruhi
kinerja kemitraan.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 24, terlihat bahwa
faktor keterikatan merupakan faktor kekuatan yang paling berpengaruh
87
dalam menentukan kinerja kemitraan. Sedangkan faktor saling
ketergantungan menempati ranking pertama sebagai faktor kelemahan
yang paling berpengaruh terhadap kinerja kemitraan.
Tabel 24 . Faktor strategik internal kemitraan usaha
Faktor penentu Bobot Rating Skor Ranking
(a) (b) (c=axb) (d)
A. Kekuatan
Keterkaitan usaha 0,132 4,0 0,528 2
keterpaduan operasi 0,151 3,0 0,453 3
Intensitas hubungan 0,126 3,0 0,377 4
Keterikatan 0,157 3,5 0,550 1
Jumlah (A) 0,566 1,909
B. Kelemahan
Saling ketergantungan 0,138 2,5 0,346 1
Manfaat dan korbanan 0,138 2 0,277 2
keterandalan dan kepercayaan 0,157 1,5 0,236 3
Jumlah (B) 0,434 0,859
Total (A + B) 1,000 2,767
4.5.3. Matriks EFAS
Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal, baik
berupa peluang maupun ancaman yang mempengaruhi usaha
pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, dilanjutkan dengan
pemberian bobot dan rating (Tabel 25). Berdasarkan hasil
perhitungan, terlihat bahwa permberlakuan proteksi impor beras
memberikan peluang utama bagi berkembangnya usaha-usaha
perberasan di dalam negeri untuk merebut pangsa pasar beras lokal
yang selama ini dikuasai beras impor disamping itu, trend tuntutan/
preferensi konsumen atas beras bermutu tinggi seperti beras
Pandanwangi merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan bagi
88
kelanjutan pengembangan usaha ini. Bobot kedua faktor tersebut
masing–masing 0,550 untuk kebijakan proteksi impor dan 0,424 untuk
trend tuntutan konsumen.
Di sisi lain, lemahnya promosi dan sosialisasi program sertifikasi
beras (jaminan kemurnian varietas) oleh pemerintah, serta law
enforcement yang lemah dalam implementasi ketentuan hukum terkait
pelabelan beras menjadi dua faktor utama yang menjadi ancaman
serius bagi kelangsungan pengembangan usaha beras Pandanwangi
bersertifikat dengan bobot masing-masing 0,682 dan 0,499.
Tabel 25. Faktor strategik eksternal kemitraan usaha
Bobot Rating Skor Ranking Faktor penentu
(a) (b) (c=axb) (d)
A. Peluang
Pangsa pasar 0,134 2,5 0,334 3
Trend Tuntutan konsumen 0,106 4,0 0,424 2
Pasar ekspor 0,133 2,0 0,267 4
Proteksi impor 0,171 3,5 0,597 1
Jumlah (A) 0,544 1,622
B. Ancaman
Promosi sertifikasi lemah 0,171 4 0,682 1
Tataniaga tradisional 0,065 2 0,129 4
Produk competitor 0,078 2,5 0,196 3
Law enforcement rendah 0,143 3,5 0,499 2
Jumlah (B) 0,456 1,507
Total (A + B) 1,000 3,129
4.5.4. Matriks IE
Dari hasil evaluasi dan analisis terhadap faktor internal dan
eksternal, selanjutnya dilakukan penggabungan yang menghasil-kan
Matriks IE, sehingga dapat diketahui posisi hubungan kemitraan yang
berlangsung dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat,
sebagai dasar pemilihan strategi bagi pengembangan usaha.
89
Dengan total nilai faktor strategik internal 2,767, maka
hubungan kemitraan memiliki faktor internal yang tergolong sedang
atau rataan dalam melakukan usaha pengadaan beras Pandanwangi
bersertifkat melalui wadah kemitraan. Total nilai faktor strategik
eksternal 3,129 memperlihatkan respon yang diberikan oleh hubungan
kemitraan terhadap lingkungan eksternal tergolong tinggi.
Apabila masing-masing total skor dari faktor strategis internal
maupun eksternal dipetakan dalam matriks, maka posisi hubungan
kemitraan saat ini berada pada kuadran/sel kedua (Tabel 26), yang
berarti strategi yang perlu diterapkan melalui wadah kemitraan ini
adalah strategi pertumbuhan. Strategi ini didesain untuk mencapai
pertumbuhan, baik dalam penjualan, aset, laba atau kombinasi dari
ketiganya.
Pada sel ini, strategi pertumbuhan dimaksud dapat dilakukan
melalui konsentrasi integrasi horizontal, baik secara internal melalui
sumber dayanya sendiri atau secara eksternal dengan memanfaatkan
sumber daya dari luar. Strategi ini pada intinya adalah suatu kegiatan
untuk memperluas usaha dengan cara perluasan dilokasi lain dan
meningkatkan jenis dan mutu produk dan jasa. Tujuan utamanya
adalah meningkatkan penjualan dan profit, dengan cara memanfaatkan
keuntungan economic of scale baik di produksi maupun pemasaran.
Tabel 26. Matriks IE
TOTAL SKOR IFAS
4.0 Tinggi 3.0 Rataan 2.0 Lemah 1.0
Tinggi
3.0
1
GROWTH
Konsentrasi melalui
integrasi vertikal
2
GROWTH
Konsentrasi melalui
integrasi horizontal
3
RETRENCHMENT
Turnaround
Sedang
2.0
4
STABILITY
Hati – hati
5
GROWTH
Konsentrasi melalui
integrasi horizontal
STABILITY
Tak ada perubahan
profil strategi
6
RETRENCHMENT
Captive Company atau
Divestment
TOTAL
SKOR
EFAS
Rendah
1.0
7
GROWTH
Diversifikasi
konsentrik
8
GROWTH
Diversifikasi
Konglomerat
9
RETRENCHMENT
Bangkrut atau
Likuidasi
90
4.5.5. Analisis Matriks SWOT
Penajaman alternatif strategi pengembangan usaha pengadaan
beras Pandanwangi bersertifikat melalui pola kemitraan dapat
dirumuskan berdasarkan analisis Matriks SWOT. Penyusunan
formulasi strategi dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi dan dikelompokkan. Hasil formulasi
dikelompokkan menjadi empat kelompok formulasi strategi yang
terdiri dari strategi Kekuatan – Peluang (S – O), strategi Kekuatan –
Ancaman (S – T), stratei Kelemahan – Peluang (W – O) dan strategi
Kelemahan – Ancaman (W – T), seperti yang dimuat pada Tabel 27.
Tabel 27. Matriks SWOT
INTERNAL
EKSTERNAL
STRENGTH – (S) S1. Keterikatan S2. Keterkaitan usaha S3. Keterpaduan operasi S4. Intensitas hubungan
WEAKNESSES – (W) W1. Saling ketergantungan W2. Manfaat dan korbanan W3. Keterandalan dan kepercayaan
OPPORTUNITIES – (O) O1. Trend tuntutan konsumen O2. Proteksi impor O3. Pangsa pasar O4. Pasar ekspor
STRATEGI S – O 1. Memperluas wilayah
pemasaran (S1,S2,S3,S4 : O1,O2,O3)
2. Meningkatkan promosi (S1,S2,S3,S4 : O2,O3,O4)
3. Pengembangan lokal dan internasional brand (S1,S2 : O1,O3,O4)
STRATEGI W – O 1. Memperkuat kemitraan
(W1,W2,W3 :O1,O3,O4) 2. Meningkatkan efisiensi usaha
(W1,W2 : O3, O4) 3. Difersifikasi pasar
(W1:O1,O3)
THREATS – (T) T1. Promosi sertifikasi lemah T2. Law enforcement rendah T3. Produk kompetitor T4. Tataniaga tradisional
STRATEGI S – T 1. Meningkatkan penyerapan
bahan baku (S1,S3 :T3,T4) 2. Meningkatkan brand image
atau image building (S1,S3 :T1,T2,T3)
3. Diferensiasi produk berorientasi mutu (S1,S2,S3 :T2,T3,T4)
STRATEGI W – T 1. Mempertahankan harga jual
(W1,W2 :T3) 2. Aktif mengupayakan
dukungan pemerintah (W1 :T1,T2)
3. Implementasi jaminan mutu (W1,W2,W3 :T1,T2,T3)
4. Penguatan kelembagaan (W1,W2,W3 :T1,T3,T4)
91
a. Strategi S – O
Strategi S – O adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang yang ada, dengan alternatif strategi berikut :
1) Memperluas wilayah pemasaran
Saat ini, beras Pandanwangi bersertifikat merek Xiang Mi hanya
dipasarkan di super/hypermarket dan special outlet di wilayah Jakarta,
antara lain : Carefour, Giant, Hero, Total All Fresh, Kemchick, Sogo,
Ranchmarket dan lain-lain. Mengingat segmen pasar beras Xiang Mi
ini adalah konsumen tingkat atas yang keberadaannya tersebar di kota-
kota besar, maka perluasan wilayah pemasaran ke wilayah Botabek
dan kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Surabaya, Semarang,
serta Bandung sangat potensial dan prospektif. Terlebih lagi, CV
Quasindo telah memiliki jalur pemasaran hampir keseluruh kota besar
di Indonesia, sebagai distributor beras kesehatan (beras Taj Mahal).
Untuk efisiensi biaya pemasaran, Perusahaan dapat
memanfaatkan agen beras Taj Mahal sebagai distributor beras Xiang
Mi pada daerah-daerah yang mempunyai potensi pasar yang besar.
2) Meningkatkan promosi
Beras Xiang Mi saat ini merupakan satu–satunya jenis beras
Pandanwangi yang telah mendapatkan sertifikasi jaminan kemurnian
varietas dari pemerintah. Logo Sertifikasi tersebut melengkapi atribut
produk beras yang umum digunakan selama ini untuk memenuhi
kebutuhan informasi konsumen tingkat atas, terkait dengan jaminan
mutu beras.
Beras Xiang Mi dapat dikatakan sebagai ‘pionir’ untuk beras
jenis Pandanwangi sejenis, karena telah dilengkapi dengan sertifikat
92
jaminan kemurnian varietas, sehingga menjamin kandungan beras
Pandanwanginya sebesar 100%.
Sebagai pionir, biasanya akan mendapatkan banyak keuntungan,
antara lain (Irawan, 2002) :
i. Merek produk akan mempunyai reputasi baik. Reputasi sebagai
pionir biasanya menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan
oleh konsumen untuk suatu merek
ii. Pionir biasanya diuntungkan, karena dapat mengembangkan
loyalitas, yaitu masuk terlebih dahulu, sehingga mempunyai waktu
yang cukup untuk mendidik konsumen yang sudah mencoba dan
menumbuhkan keyakinan konsumen atas mutu produk ini.
Merek pionir bukanlah selalu merek yang benar-benar pertama di
pasar, karena merek yang mendapatkan keuntungan besar sebagai
pionir adalah merek yang dipersepsikan sebagai pertama oleh
konsumen. Karena itu, jika beras Pandanwangi bersertifikat ingin
memperoleh seluruh keuntungan sebagai pionir, maka merek Xiang Mi
harus menjadi yang pertama di pasaran dan dalam benak konsumen
(top of mind), maka perlu upaya keras untuk mengkomunikasikan
dengan baik kepada konsumen bahwa merek Xiang Mi merupakan
beras pertama yang mengandung 100 % asli beras Pandanwangi,
melalui promosi dan periklanan (advertising).
3) Pengembangan lokal dan internasional brand
Penggunaan merek Xiang Mi yang berarti beras wangi memberi
kesan bahwa beras dimaksud merupakan beras impor. Karenanya bagi
konsumen lokal yang menginginkan beras pandanwangi ’asli’ akan ada
kecenderungan meragukan bahwa beras merek Xiang Mi berisi beras
Pandanwangi asli dari Cianjur. Karenanya, perlu dikembangkan merek
lokal yang lebih mencerminkan keaslian beras pandanwangi tersebut.
Penggunaan brand Internasional seperti merek Xiang Mi sangat
prospektif digunakan untuk menarik konsumen lokal menengah atas
etnis China sesuai dengan pilihan bahasa yang digunakan untuk merek.
93
Disamping itu, brand internasional juga prospektif digunakan untuk
menembus pasar ekspor mengingat peluang ekspor juga cukup besar.
b. Strategi W – O
Strategi W – O adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang yang ada, dengan alternatif strategi berikut:
1) Memperkuat kemitraan
Penguatan hubungan kemitraan yang dimaksud adalah
meningkatkan saling ketergantungan antara pihak yang bermitra
melalui pengembangan aspek kemitraan yang semula hanya mencakup
aspek pasar, maka diharapkan berkembang untuk aspek lainnya,
seperti modal, teknologi dan manajemen. Hal ini penting diperhatikan
oleh Perusahaan Mitra (CV Quasindo) selaku pihak yang lebih
menguasai ketiga aspek tersebut, guna mempertahankan hubungan
kemitraan.
2) Meningkatkan efisiensi usaha
Efisiensi usaha dimaksudkan adalah efisiensi biaya produksi
beras Pandanwangi bersertifikat. Biaya produksi beras Pandanwangi
oleh Gapoktan dapat ditekan, melalui peningkatan rendemen beras.
Hal ini dapat dilakukan dengan revitalisasi RMU sebagai salah satu
unit usaha Gapoktan serta penyediaan saprodi (benih dan pupuk).
Penguatan unit-unit usaha Gapoktan, khususnya unit saprodi dan
pengolahan diharapkan dapat terlaksana melalui bantuan perusahaan
mitra (CV Quasindo) maupun pemerintah (pusat dan daerah).
Dari sisi perusahaan mitra, efesiensi biaya dapat dilakukan
dengan menekan biaya penanganan, biaya pengawasan dan biaya
transportasi, yaitu dengan memindahkan seluruh proses produksi di
perusahaan mitra (tahapan repacking dari 50 kg menjadi 5 kg). Biaya
pengawasan mutu juga menjadi lebih ringan dan biaya transportasi
juga dapat ditekan.
94
Keuntungan yang diperoleh dari hasil efisiensi biaya, bagi
Gapoktan dapat digunakan sebagai dana untuk memupuk modal
usahanya sedangkan bagi CV Quasindo, dapat dialihkan untuk
meningkatkan promosi dan advertising yang merupakan unit biaya
tertinggi saat ini.
3) Diversifikasi pasar
Atas dasar perbedaan konsumen dalam hal pendapatan,
pendidikan dan permintaan terhadap atribut produk beras, maka
segmentasi pasar harus dibedakan secara jelas. Segmentasi konsumen
beras terdiri dari konsumen beras dengan pendapatan atas, menengah
dan bawah, dimana setiap produk beras untuk target masing-masing
segmen memiliki atribut tertentu sesuai dengan kehendak konsumen.
Mengacu pada Sutrisno (2006), peta persaingan tertinggi untuk beras
dengan merek varietas Pandanwangi di supermarket ada pada kuadran
II, yaitu beras dengan kualitas baik namun harga yang relative rendah.
Pada kuadran II tersebut dipenuhi oleh konsumen tingkat menengah.
Persaingan yang tinggi pada kuadran tersebut menandakan pangsa
pasar yang tinggi untuk jenis beras dimaksud. Karenanya CV
Quasindo maupun Gapoktan Citra Sawargi perlu melakukan
diversifikasi pasar untuk meraih pangsa pasar konsumen tingkat
menengah.
c. Strategi S – T
Strategi S – T adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman, dengan alternatif strategi adalah :
1) Meningkatkan penyerapan bahan baku
Pengolah padi/beras akan menghadapi dua persaingan penting,
yaitu persaingan dalam memperoleh bahan baku industri dan
persaingan dalam memperoleh konsumen. Persaingan terberat adalah
dalam memperoleh bahan baku industri yang disebabkan oleh
keterbatasan produksi dan fluktuasi harga bahan baku (Sutrisno, 2006).
Demikian juga halnya dengan beras Pandanwangi. Sejak
digulirkannya program sertifikasi beras oleh Departemen Pertanian,
95
perlahan masyarakat mulai menyadari bahwa beras Pandanwangi yang
umum beredar di pasaran adalah tidak murni Pandanwangi, sehingga
masyarakat mulai dapat membedakan beras Pandanwangi asli dan
palsu melalui edukasi oleh Pemerintah dengan berbagai pemberitaan di
TV.
Kondisi ini mendorong pengusaha/pedagang beras dikota-kota
besar untuk terjun langsung ke lokasi sentra Pandanwangi guna
mendapatkan beras/gabah Pandanwangi asli. Salah satu perusahaan
dengan skala cukup besar, yaitu PT Teja Tani Makmur (milik
Probosutejo) bahkan terjun langsung menyewa lahan petani di lokasi
sentra Pandanwangi.
Dengan kondisi persaingan di atas, maka CV Quasindo perlu
meningkatkan penyerapan bahan baku untuk mengamankan posisinya
sebagai pengusaha beras Pandanwangi dan guna lebih menunjukkan
eksistensinya di lokasi sentra Pandanwangi.
2) Meningkatkan brand image
Beras Xiang Mi telah dikemas dengan baik dan dilengkapi atribut
terkait dengan jenis dan mutu beras serta kandungan nutrisi
sebagaimana tuntutan konsumen atas beras dalam kemasan berlabel.
Guna penguatan dan pemantapan beras Xiang Mi sebagai beras
bermutu, maka perlu diterapkan langkah-langkah yang mampu
memberikan sinyal komitmen terhadap mutu produk sekaligus upaya
memberikan garansi kepuasan pelanggan, diantaranya melalui
moneyback guarantee, layanan akses hot line/toll-free untuk
memberikan kemudahan bagi konsumen yang akan memberikan
komentar atau komplain.
3) Diferensiasi produk berorientasi mutu
Beras merek Xiang Mi saat ini hanya ditujukan untuk konsumen
kelas atas yang menuntut keberadaan atribut produk secara lengkap
dan factor harga tidak menjadi bahan pertimbangan. Beras Xiang Mi
merupakan jenis beras kepala, padahal dengan kondisi penggilingan
padi milik Gapoktan Citra Sawargi yang relatif tua dan sederhana,
96
kadar beras pecah yang dihasilkan cukup tinggi, karenanya sangat
memungkinkan untuk melakukan diferensiasi produk berdasarkan
kondisi mutu fisik beras (kadar pecah).
d. Strategi W – T
Strategi W – T adalah strategi yang meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman, dengan alternatif strategi berikut :
1) Mempertahankan harga jual
Beras Xiang Mi saat ini diperjualbelikan dengan harga yang
tinggi, yaitu Rp.18.000 per kg. Dengan tingkat harga tersebut, maka
Beras Xiang Mi berada pada segmen pasar sangat khusus yang
dipersepsikan kecil, sehingga tidak banyak pesaing yang tertarik untuk
masuk dalam segmen ini. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian
Sutrisno (2006), yang menunjukkan bahwa pada peta persaingan beras
Pandanwangi di Supermarket Jabotabek, untuk merek Pandanwangi di
kuadran pertama (mutu baik dan harga mahal), pangsa pasarnya hanya
diperebutkan oleh 3 merek. Sedangkan pusat persaingan varietas
Pandanwangi terjadi di kuadran II, yaitu beras dengan mutu baik
namun dengan harga yang relatif rendah.
Strategi mempertahankan harga jual merupakan salah satu cara
untuk pembentukan citra (image building) untuk menuju pengokohan
posisi pasar (position strengthening) sebagai beras dengan jaminan
mutu. Kendati membutuhkan waktu, namun dengan edukasi yang
terus berjalan kepada masyarakat, diharapkan konsumen akan
memahami bahwa beras bila asli varietasnya pasti jauh lebih mahal.
Disamping itu, kemasan beras Xiang Mi yang mewah jelas
difokuskan untuk mampu menarik pelanggan menengah ke atas yang
bersifat Price Oriented, yaitu pelanggan yang memilih harga lebih
mahal karena percaya produk tersebut lebih baik dan lebih bergengsi.
2) Aktif mengupayakan dukungan pemerintah
Ancaman utama dalam usaha pengadaan beras Pandanwangi
bersertifikat adalah lemahnya promosi/sosialisasi program sertifikasi
jaminan kemurnian varietas, rendahnya implementasi dan penegakan
97
hukum terkait aturan tentang pelabelan. Mengingat kedua faktor
tersebut merupakan tanggungjawab pemerintah, maka CV Quasindo
perlu aktif mendorong pemerintah agar peduli terhadap kedua hal
tersebut. Dukungan pemerintah juga dibutuhkan dalam mengatasi
permasalahan internal dalam kemitraan ini. Untuk itu, perlu aktif
diusulkan dukungan pemerintah, khususnya dalam menfasilitasi tenaga
pendamping di lapangan dan alokasi dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) bagi penguatan kelembagaan Gapoktan.
3) Meningkatkan penerapan jaminan mutu
Kunci sukses beras Xiang Mi adalah orientasi yang kuat terhadap
upaya mempertahankan mutu produk. Mengingat rantai pasok beras
Pandanwangi tersebut melibatkan dua pihak yang bermitra, maka
penerapan jaminan mutu wajib dilakukan secara konsisten oleh kedua
pihak mulai dari proses produksi dan dipertahankan, ditingkatkan
dalam proses panen dan pasca panennya, serta dikuatkan dengan
sertifikasi pelabelan untuk memberikan keyakinan bagi konsumen
dalam menentukan pilihan atas beras bermutu sesuai dengan
varietasnya. Penerapan dilakukan dengan berpedoman pada standard
operating procedures atau SOP (berdasarkan Metode GAP) yang telah
disusun oleh Lembaga Sertifikasi Beras.
4) Penguatan kelembagaan
Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui
kemitraan, ada dua kelembagaan yang masih memerlukan dukungan
dalam berbagai aspek, khususnya manajemen, teknologi dan
permodalan yaitu kelembagaan tani (Gapoktan Citra Sawargi) dan
lembaga sertifikasi. Penguatan kedua kelembagaan tersebut akan
menjamin keberlanjutan kemitraan dan jaminan pasokan beras
pandanwangi bersertifikat baik dalam hal mutu, kuantitas maupun
kontinuitas.
4.5.6. Pemilihan Alternatif Strategi
98
Dari hasil analisis matriks SWOT di atas, telah dihasilkan 13
alternatif strategi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi
bersertifikat melalui kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV
Quasindo, selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif strategi yang
paling efektif untuk diimplementasikan. Pemilihan alternatif strategi
tersebut dilakukan dengan cara memberikan bobot pada setiap unsur
SWOT yang telah diidentifikasi sesuai dengan tingkat kepentingannya.
Tingkat kepentingan dari unsur SWOT diberi bobot 1, 2, 3, 4, dan 5
(Rangkuti, 2006). Tingkat kepentingan ini didasarkan pada penilaian
kedua pakar dari masing – masing pihak yang bermitra (Tabel 28 ).
Setelah pembobotan terhadap unsur – unsur SWOT dilakukan,
maka langkah selanjutnya adalah menentukan nilai kepentingan dari
setiap alternatif strategi yang diperoleh dalam analisis SWOT
berdasarkan jumlah akumulasi keterkaitan antar unsur SWOT yang
menghasilkan strategi tersebut (Tabel 29). Selanjutnya dari hasil
penjumlahan itu, masing – masing alternatif strategi diberi ranking
yang merupakan urutan strategi terbaik berdasarkan kondisi
perkembangan usaha saat ini. Alternatif strategi yang terpilih untuk
diimplementasikan diambil 5 ranking tertinggi.
Tabel 28. Tingkat kepentingan unsur SWOT pada usaha pengadaan
beras Pandanwangi Bersertifikat melalui kemitraan
Unsur SWOT Kepentingan
Strengths (S)
S1. Keterikatan
S2. Keterkaitan usaha
S3. Keterpaduan operasi
S4. Intensitas hubungan
5
4
3
3
Weaknesses (W)
W1. Saling ketergantungan
W2. Manfaat dan korbanan
W3. Keterandalan dan kepercayaan
5
4
3
Opportunities (O) O1. Trend tuntutan konsumen
4
99
O2. Proteksi impor
O3. Pangsa pasar
O4. Pasar ekspor
5
4
3
Threats (T) T1. Promosi sertifikasi lemah
T2. Law enforcement rendah
T3. Produk kompetitor
T4. Tataniaga tradisional
5
4
3
3
Keterangan; 1 = Sangat tidak penting, 2 = Tidak penting, 3 = Sedang,
4 = Penting, 5 = Sangat penting
Berdasarkan ranking tertinggi dari analisis tersebut (Tabel 29), maka
strategi yang paling efektif dilakukan oleh kedua pihak yang bermitra
adalah memperluas wilayah pemasaran (skor 31), memperkuat
kemitraan (skor 28), meningkatkan promosi (skor 26), meningkatkan
implementasi jaminan mutu (skor 24) dan penguatan kelembagaan
(skor 23).
Tabel 29. Penentuan alternatif strategi terbaik
Alternatif Strategi Keterkaitan Kepentingan Ranking
STRATEGI S – O 1. Memperluas wilayah pemasaran
2. Meningkatkan promosi
3. Pengembangan lokal dan
internasional brand
(S1,S2,S3,S4:O1,O2,O3)
(S1,S2,S3,S4:O2,O3,O4)
(S1,S2 : O1,O3,O4)
31
26
19
1
3
8
STRATEGI W – O
1. Memperkuat kemitraan
2. Meningkatkan efisiensi usaha
3. Difersifikasi pasar
(W1,W2,W3 :O1,O3,O4)
(W1,W2 : O3, O4)
(W1:O1,O3)
28
16
13
2
10
12
STRATEGI S – T 1. Meningkatkan penyerapan bahan
baku
2. Meningkatkan brand image
3. Diferensiasi produk berorientasi
mutu
(S1,S3 :T3,T4)
(S1,S3 :T1,T2,T3)
(S1,S2,S3 :T2,T3,T4)
14
21
22
11
7
6
STRATEGI W – T
1. Mempertahankan harga jual
2. Aktif mengupayakan dukungan
pemerintah
3. Meningkatkan implementasi
jaminan mutu
4. Penguatan kelembagaan
(W1,W2 :T3)
(W1 :T1,T2)
(W1,W2,W3 :T1,T2,T3)
(W1,W2,W3 :T1,T3,T4)
12
18
24
23
13
9
4
5
100
4.6.Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul Lokal Bersertifikat
Model merupakan representasi dari suatu hal atau fenomena, karena
sistem relatif kompleks. Model banyak digunakan, karena memudahkan
sesuatu menjadi lebih sederhana untuk dijelaskan. Menurut Hartrisari (2007)
model secara umum digolongkan atas model fisik dan model abstrak. Model
fisik merupakan model miniature replica dari keadaan sebenarnya, sedangkan
model abstrak adalah model yang menjelaskan kinerja sistem. Dalam hal ini,
model dapat diartikan menurut berbagai kepentingan, baik terstruktur maupun
tidak terstruktur, konseptual maupun dalam persamaan matematik.
Berdasarkan definisi tersebut, maka pada kajian ini digunakan model abstrak
kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu model konseptual pengadaan beras
unggul lokal bersertifikat. Model konseptual disusun berdasarkan model
pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat di Kecamatan Warung Kondang –
Cianjur. Model ini disusun dari data dan informasi yang bersifat kualitatif
maupun kuantitatif dalam bentuk diagram.
Dari hasil analisis manfaat kemitraan, baik analisis kualitatif maupun
kuantitatif (analisis usahatani dan analisis marjin tataniaga) terlihat bahwa
kemitraan dengan pola dagang umum hanya menyangkut aspek pasar telah
mampu memberikan berbagai manfaat, khususnya bagi peningkatan
pendapatan petani mitra namun belum mampu menjamin kelanjutan usaha.
Dari hasil analisis proses hirarki (AHP) ternyata Pola Inti Plasma merupakan
pola kemitraan yang paling diinginkan dalam pengadaan beras Pandanwangi
bersertifikat, khususnya dengan tujuan untuk meningkatkan saling
ketergantungan kedua pihak yang bermitra, sehingga kontinuitas produk dan
kelangsungan usaha tetap terjaga dan berjalan dengan baik.
Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis SWOT terlihat masih terdapat
banyak kelemahan dalam kemitraan ini, yang pada intinya mengarah pada
strategi untuk lebih memperkuat kemitraan dengan meningkatkan saling
ketergantungan yang tidak hanya pada aspek pasar, tetapi juga aspek
manajemen, permodalan dan teknologi.
Atas dasar hal tersebut, serta mengingat hubungan kemitraan merupakan
hubungan yang berjalan secara bertahap dan dinamis, sehingga kemitraan
101
tidak dapat dinilai secara sesaat tapi lebih ditekankan pada berkelanjutannya
(sustainability) pelaksanaan program, maka perlu dilakukan penyempurnaan
atas model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat yang ada saat ini
secara bertahap, dimana tingkat kemandirian dan lamanya kemitraan akan
menunjukkan kemantapan sistem kemitraan yang diterapkan .
Beberapa hal yang perlu disempurnakan dari model pengadaan beras
Pandanwangi bersertifikat sebagai basis penyusunan model konseptual
pengadaan beras unggul lokal bersertifikat adalah :
1) Penguatan organisasi petani (Gapoktan)
Gapoktan yang kuat dan mandiri antara lain dicirikan dengan
kemampuannya memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor
hulu dan hilir, memfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi
pasar, serta adanya pemupukan modal usaha, baik iuran dari anggota atau
penyisihan hasil usaha Gapoktan (Permentan No.273/Kpts/OT.160/4/2007
tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani).
Untuk terwujudnya Gapoktan yang kuat dan mandiri dimaksud
diperlukan uluran tangan dari luar, khususnya dari pemerintah dalam
bentuk pengaturan khusus, pembinaan dan subsidi guna penguatan modal
organisasi petani. Hal ini disebabkan kemampuan organisasi petani dinilai
masih lemah, sehingga masih perlu dilindungi dan dibina secara khusus.
Petani umumnya belum terkoordinasi dengan baik, karena organisasi
petani masih belum mampu berperan dengan baik, khususnya dari sisi
pelayanan terhadap kebutuhan anggotanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan permodalan
sebagian besar organisasi petani masih menjadi sumber kelemahan. Hal
ini tampak pada ketidakmampuan organisasi petani dalam memberikan
uang muka atas gabah yang dihasilkan petani, serta ketidakmampuan
organisasi petani dalam mengembangkan unit usaha simpan pinjam dan
pengadaan saprodi. Oleh sebab itu seringkali petani menilai bahwa
organisasi petani tersebut tidak lebih bermanfaat dibandingkan dengan
tengkulak.
102
Dalam kondisi lemahnya dukungan pemerintah, khususnya dalam
penguatan modal Gapoktan sebagaimana terjadi pada kemitraan dalam
pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat saat ini, maka diharapkan
perusahaan mitra (CV Quasindo) dapat meningkatkan kerjasama tidak
hanya pada aspek pasar, tetapi juga pada aspek modal, manajemen, serta
teknologi dan informasi. Bantuan permodalan yang diberikan perusahaan
mitra dapat langsung maupun tidak langsung (perusahaan mitra sebagai
avalis).
Kontribusi modal oleh perusahaan mitra harus dihentikan, jika unit
usaha Gapoktan telah berjalan dengan baik, sehingga mampu melakukan
pemupukan modal secara mandiri (bentuk transisi), karena kemampuan
permodalan dengan bergantung pada bantuan modal dari perusahaan mitra
dan bukan berasal dari simpanan anggota dan keuntungan unit usaha
organisasi petani akan menimbulkan ketergantungan yang tidak sehat.
2) Diperlukan peran tenaga pendamping atau mediator
Keberhasilan kemitraan CV Quasindo dengan Gapoktan Citra
Sawargi dalam pengadaan beras Pandanwangi tidak terlepas dari peran
aktif mediator. Pada tahap awal kemitraan, tenaga pendamping dimaksud
berasal dari akademisi (LPPM – IPB), namun dengan berakhirnya proyek
sertifikasi beras berlabel pada tahun 2007 maka peran sebagai tenaga
pendamping/mediator digantikan oleh penyuluh pertanian setempat.
Mediator berperan kuat dalam memperkuat organisasi petani,
mengembangkan aktifitas dan usaha kelompok, membantu mengelola
keuangan dan modal usaha kelompok, serta menjadi negosiator dan
komunikator dalam berhubungan dengan perusahaan mitra.
Peran mediator sangat strategik sehingga perlu dipertahankan
keberadaannya hingga organisasi petani menjadi kuat dan mandiri.
Sedangkan hasil penelitian Saputro (2006) terhadap pola kemitraan
agribisnis perkebunan menunjukkan bahwa pengurangan campur tangan
103
pemerintah dikelompok tani binaan pada tahun–tahun awal pengembangan
kemitraan menjadi penyebab utama terhentinya kemitraan.
3) Mengembangkan alternatif kerjasama langsung dengan Super/hypermarket
Biaya pemasaran yang harus dikeluarkan perusahaan inti untuk
memasarkan produknya di super/hypermarket sangat besar khususnya
untuk biaya promosi dan beragam cost/fee (listing fee, rabat, dan
sebagainya) yang dipersyaratkan oleh Super/hypermarket. Kondisi inilah
yang menyebabkan pemasok pemula seperti Gapoktan mengalami
kesulitan, jika ingin memasarkan langsung produknya ke pasar modern.
Namun demikian, jika Gapoktan mampu bekerjasama langsung
dengan super/hypermarket diharapkan ada nilai tambah yang dapat
dinikmati Gapoktan. Di sisi lain, adanya dukungan penuh dari pemerintah
diharapkan dapat membuat Gapoktan menembus pasar modern,
khususnya untuk beras slyp dan beras super .
4). Perlunya peran manajer
Seiring dengan meningkatnya jumlah anggota, skala usaha dan
jumlah unit kegiatan organisasi petani maka diperlukan peran seorang
manajer yang profesional untuk mengembangkan usaha Gapoktan. Dalam
hl ini, Gapoktan diharapkan mampu menerapkan manajemen korporasi
(farmer enterprise) untuk menjalankan sistem usaha agribisnis beras
Pandanwangi bersertifikat.
(5). Pemantapan perangkat dan lembaga sertifikasi
Sertifikasi beras merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak
ketiga (lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui
pemerintah) untuk memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk
(beras) yang diproduksi oleh suatu unit produksi atau unit usaha telah
memenuhi persyaratan mutu (keaslian varietas dan karakteristik beras).
Lembaga sertifikasi yang ditunjuk saat ini adalah Laboratorium Jasa
104
Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB melalui
surat keputusan penunjukan dari Departemen Pertanian.
Ke depan perlu dilakukan pemantapan perangkat dan lembaga
sertifikasi antara lain yang melibatkan secara aktif Lembaga atau Unit
Sertifikasi yang dibentuk oleh dinas pertanian Kabupaten dengan Tim
yang sesuai dengan tupoksinya. Lembaga atau unit ini harus mempunyai
atau bekerjasama dengan laboratorium yang mempunyai kompetensi
dalam pengujian beras.
Perlu juga dilibatkan secara aktif lembaga yang akan memberikan
akreditasi kepada lembaga sertifikasi. Di Indonesia, lembaga tersebut
adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional
(BSN).
Tahapan penyempurnan model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat
sebagai basis model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat dapat
disajilkan pada Gambar 13. Dari Gambar 13 dapat dijelaskan bahwa dari model
(a) ke model (b) dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun dengan pertimbangan kesiapan
kedua pihak. Dari pihak CV Quasindo, kesediaan untuk sharing modal harus
mempertimbangan pencapaian target penjualan beras Pandanwangi yang
menunjukan prospektif tidaknya pasar beras Pandanwangi, karena saat ini CV
Quasindo masih berkonsentrasi penuh pada upaya promosi dan advertising yang
memakan biaya cukup besar dalam rangka memperkenalkan merek (brand
introduction), pembentukan image (image building) untuk bisa sampai pada tahap
pengokohan posisi pasar (position strengthening). Sementara dari sisi Gapoktan
masih perlu melakukan konsolidasi ke dalam (intern Gapoktan) khususnya
penguatan manajemen atau kepengurusan Gapoktan serta kesiapan kontribusi
petani anggota guna penguatan kelembagaan Gapoktan serta unit – unit usahanya.
Sharing modal dari perusahaan mitra dikhawatirkan akan menimbulkan
ketergantungan dan ketidakmandirian Gapoktan, karenanya peran penguatan
kelembagaan Gapoktan khususnya dari sisi permodalan seyogya dapat dilakukan
melalui dukungan pemerintah pusat maupun daerah. Dari model (b) ke model (c)
akan membutuhkan waktu sekitar 5 tahun. Dalam jangka waktu tersebut
105
diharapkan dengan modal yang diberikan Perusahaan Mitra maka unit usaha
Gapoktan perlahan akan berkembang sehingga pemupukan modal Gapoktan akan
berjalan baik hingga mampu mengangkat seorang manajer profesional yang
diharapkan mampu membawa Gapoktan menjadi kelembagaan tani yang kuat dan
mandiri (Gapoktan sebagai farmer enterprise) tidak tergantung pada satu mitra
serta mampu memperluas skala usaha dan mempertinggi nilai tambah serta
melakukan terobosan pasar baru.
106
(a) model yang ada
(b) model transisi
(c) model akhir
Gambar 13. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat
Keterangan : SHU = sisa hasil usaha
GAPOKTAN
Unit Pembelian
Unit pengolahan
Unit Saprodi
Unit Pemasaran
Lembaga Sertifikasi
Terakreditasi
CV Quasindo Uang
Beras
Konsumen Super/hypermarket
SHU
Tenaga pendamping/
Sumber Permodalan
Avalis
GAPOKTAN
Unit Pembelian
Unit pengolahan
Unit Saprodi
Unit Pemasaran
Lembaga Sertifikasi
CV
Quasindo
Uang
Beras
Konsumen
Super/hypermarket
GAPOKTAN sebagai
Farmer Enterprise
Unit Pembelian
Unit pengolahan
Unit Saprodi
Unit Pemasaran
Lembaga Sertifikasi
Terakreditasi
CV Quasindo dan
perusahaan mitra lainnya Uang
Beras
Konsumen Super/hypermarket
Sumber Permodalan
Manajer
107
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Kemitraan dengan Pola Dagang Umum telah mampu meningkatkan
pendapatan petani mitra, namun belum mampu sepenuhnya menguatkan
kelembagaan petani (Gapoktan), akibat lemahnya permodalan. Sedangkan
melalui kemitraan didapatkan manfaat (1) Penguatan usaha kelembagaan
petani (Gapoktan), (2) Harga jual yang lebih baik, (3) Kepastian harga dan
pasar atas produknya, (4) Peningkatan produksi dan rendemen. Manfaat
yang diterima untuk CV Quasindo adalah (1) Membuka unit usaha baru,
(2) Terjaminnya kontinuitas pasokan (mutu dan kuantitas), (3)
Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari
pemerintah, (4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk dan
(5) memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah.
b. Dari hasil analisis evaluasi pola kemitraan, didapatkan bahwa pola
kemitraan inti plasma merupakan pola kemitraan yang paling diinginkan,
mengingat lemahnya permodalan Gapoktan, khususnya dalam pengadaan
saprodi serta pembelian gabah.
c. Dari hasil analisis SWOT, strategi yang tepat dilakukan adalah strategi
pertumbuhan, dengan langkah efektif seperti: (1) memperluas wilayah
pemasaran, (2) memperkuat kemitraan, (3) meningkatkan promosi, (4)
meningkatkan implementasi jaminan mutu dan (5) penguatan
kelembagaan.
d. Dari berbagai analisis kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan,
dapat dikatakan model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ini bila
akan direplikasi kedalam model pengadaan beras unggul lokal besertifikat,
perlu dilakukan penyempurnaan atas model yang ada saat ini secara
bertahap. Dalam hal ini struktur kemitraan yang menimbulkan
ketergantungan petani atau organisasi petani terhadap perusahaan mitra
secara bertahap harus direduksi sejalan dengan semakin berkembangnya
usaha Gapoktan yang kuat dan mandiri (farmer enterprise).
108
2. Saran
a. Diperlukan dukungan pemerintah dalam mensosialisasikan program
sertifikasi beras dan mengedukasi masyarakat tentang kecurangan–
kecurangan dalam perdagangan beras berlabel, sehingga dengan program
ini di masa depan dapat diharapkan para produsen dan pedagang beras akan
mencantumkan varietas beras yang dikemas secara jujur dan benar dalam
menuju terciptanya persaingan yang sehat.
b. Untuk membangun model pengadaan beras bersertifikat, seyogyanya
program ini dirancang sebagai program multiyears, sehingga model ini
benar-benar teruji dan dapat direplikasi di kabupaten-kabupaten lain di
Indonesia. Untuk itu perlu dipersyaratkan dukungan penuh dari pemerintah
daerah setempat. Diantaranya dengan menerapkan sistem imbal swadaya,
yaitu kabupaten terpilih wajib menyediakan dana dari APBD dan sistem
lainnya adalah sistem hibah bersaing.
c. Untuk memberi semangat kepada petani, pada tahap awal pengembangan
model ini direkomendasikan adanya insentif bagi petani, seperti misalnya
pemberian subsidi benih bersertifikat, subsidi pupuk, dan jaminan
pembelian padi/gabah hasil panen melalui alokasi Dana Penguatan Modal
Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP) baik bersumber dari
APBN maupun APBD.
109
DAFTAR PUSTAKA
Badan Agribisnis. 1999a. Kebijaksanaan dan Pola Kemitraan Usaha Pertanian.
Badan Agribisnis Departemen Pertanian RI, Jakarta.
_______________ 1999b. Kemitraan, Kebijakan dan Penjelasan Pola Kemitraan
Usaha Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta
BPP Cianjur. 2007. Programa Penyuluhan Pertanian Balai Penyuluhan Pertania
Kecamatan Warung Kondang Kabupaten Cianjur tahun 2007. Dinas
Pertanian Kabupaten Cianjur, Cianjur.
Damardjati, D. 1995. Karakteristik Sifat dan Standadisasi Mutu Beras Sebagai
Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia,
Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta.
Ditjen PPHP. 2006. Evaluasi Kebijakan Impor Beras disampaikan pada Rapat
Koordinasi Impor Beras, Surabaya 19 – 20 Juni 2006. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Direktorat Pengembangan Usaha. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Gapoktan Citra Sawargi. 2007. Laporan Perkembangan Pemasaran Padi Sawah
Varietas Lokal Pandanwangi di Kecamatan Warung Kondang. Cianjur.
Hartrisari, H. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk
Industri dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP, Bogor.
Irawan, H. 2002. Winning Strategy. Strategi Efektif Merebut dan
Mempertahankan Pangsa Pasar. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas
Ekonomi UI, Jakarta.
LPPM IPB. 2006. Pengembangan Model Sistem Agroindustri dan Pemasaran
Beras Berlabel di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, Bogor.
LPM UNILA. 2006. Pengembangan Model Kemitraan Agroindustri Ketan di
Kabupaten Subang dan Garut. LPM UNILA, Lampung.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
PT. Grasindo, Jakarta
Nielsen, AC. 2005. Kajian Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Departemen
Perdagangan RI, Jakarta.
110
Pakpahan, A. 1990. Permasalahan dan Landasan Konseptual dalam Rekayasa
Institusi (Koperasi). PSE Departemen Pertanian, Bogor.
Patiwiri, A.W. 2006a. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka
Umum, Jakarta
___________ 2006b. Kemitraan Dalam Upaya Peninkatan Kuantitas dan
Kualitas Produksi Padi disampaikan pada Lokakarya Nasional
Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas,
Gedung Bulog I, 13 – 14 September 2006. Bulog, Jakarta
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks
(Terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Saptana, A.Agustian, H. Mayrowani dan Sunarsih. 2006a. Analisis Kelembagaan
Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Saptana, A. Agustian, H. Mayrowani dan Sunarsih. 2006b. Pengembangan
Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa
Barat dan Bali. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Departemen Pertanian, Bogor.
Saputro, T., Undang F., Agus S., Ridwan D. dan Budiati D. 1996. Pengkajian
Pengembangan Pola Kemitraan Agribisnis Perkebunan. Pusat Pengkajian
dan Pengembangan Agribisnis. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta.
Sarwanto, C. 2004. Kemitraan, Produksi dan Pendapatan Peternak Rakyat Ayam
Ras Pedaging (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo).
Tesis Magister Sains Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sinaga. 1988. Pengkajian Pengembangan Pola Kemitraan Agribisnis Perkebunan.
Proyek Penelitian dan Pengembangan Agribisnis. Badan Litbang
Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Sutrisno. 2006. Trend Pemasaran Beras di Indonesia disampaikan dalam
Lokakarya Nasional Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui
Perbaikan Kualitas, Gedung Bulog I, 13 – 14 September 2006. Bulog,
Jakarta
111
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian.
Penjelasan tentang “Konsep, Istilah, Teori dan Indikator, serta variabel”.
PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta.
Syarief, R. dan Fatika, Y. H. 2006. Pengembangan Model Kemitraan Agroindustri
dan Pemasaran Terpadu Komoditi Pertanian disampaikan pada Acara
Seminar Bulan Mutu tanggal 29 Nopember 2006. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Tambunan, T. 1996. Kemitraan Usaha Kecil (Policy Paper). Lokakarya
Kebijakan untuk Mendukung Strategi Kemitraan Usaha di Indonesia.
Badan Litbang Depkop dan PKK. AKATIGA, Bandung.
Tjakrawiralaksana, A dan Soeriaatmadja. 1983. Usahatani. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
112
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani mitra
Responden Luas (a) Produksi (b) Penerimaan (c=axb)
Biaya Tunai Sub Total
(Ha) (kg MKP) (Rp) Benih (1) Pupuk (2) Sewa traktor (3) Tenaga Kerja (4) PBB (5) Iuran desa (6) (1+2…..+6)
1 1.50 12,750 38,250,000 315,000 1,230,000 1,125,000 4,032,000 262,500 112,500 7,077,000
2 1.00 8,000 24,000,000 210,000 670,000 750,000 2,633,000 175,000 75,000 4,513,000
3 1.00 8,000 24,000,000 210,000 670,000 750,000 2,703,000 175,000 75,000 4,583,000
4 0.35 2,800 8,400,000 70,000 221,000 - 884,500 61,250 26,250 1,263,000
5 0.35 2,500 7,500,000 70,000 271,000 - 899,500 61,250 26,250 1,328,000
6 0.38 3,000 9,000,000 70,000 248,000 - 997,000 66,500 28,500 1,410,000
7 0.40 3,000 9,000,000 84,000 248,000 300,000 1,032,500 70,000 30,000 1,764,500
8 0.25 2,250 6,750,000 56,000 171,000 - 907,000 43,750 18,750 1,196,500
9 0.30 2,500 7,500,000 56,000 188,000 - 961,500 52,500 22,500 1,280,500
10 1.50 12,750 38,250,000 315,000 1,230,000 1,125,000 3,885,500 262,500 112,500 6,930,500
11 0.50 3,750 11,250,000 105,000 335,000 375,000 1,256,000 87,500 37,500 2,196,000
12 0.35 2,800 8,400,000 70,000 228,000 - 859,500 61,250 26,250 1,245,000
13 1.00 6,500 19,500,000 210,000 670,000 750,000 2,443,500 175,000 75,000 4,323,500
14 0.30 2,500 7,500,000 63,000 271,000 - 909,000 52,500 22,500 1,318,000
15 0.30 2,250 6,750,000 63,000 221,000 - 928,000 52,500 22,500 1,287,000
16 0.60 4,500 13,500,000 119,000 542,000 400,000 1,659,500 105,000 45,000 2,870,500
17 0.75 5,250 15,750,000 126,000 556,000 500,000 1,941,000 131,250 56,250 3,310,500
18 1.00 7,000 21,000,000 210,000 670,000 750,000 2,466,500 175,000 75,000 4,346,500
19 0.50 3,000 9,000,000 105,000 335,000 350,000 1,198,500 87,500 37,500 2,113,500
20 0.80 4,500 13,500,000 175,000 681,000 500,000 1,789,000 140,000 60,000 3,345,000
21 0.30 2,500 7,500,000 70,000 171,000 - 857,500 52,500 22,500 1,173,500
22 1.00 7,500 22,500,000 210,000 820,000 750,000 2,605,000 175,000 75,000 4,635,000
23 0.80 4,800 14,400,000 175,000 556,000 500,000 1,945,500 140,000 60,000 3,376,500
24 0.25 1,500 4,500,000 52,500 205,000 703,000 43,750 18,750 1,023,000
25 0.70 5,000 15,000,000 119,000 449,000 500,000 1,730,500 122,500 52,500 2,973,500
Rata 0.65 4,836 14,508,000 133,140 474,280 392,708 1,689,100 113,260 48,540 2,835,320
114
Lanjutan Lampiran 1.
Resp Biaya diperhitungkan Sub total TOTAL Pendapatan Pendapatan R/C R/C Harga pokok
Zakat Sewa lahan Tenaga kerja BIAYA atas biaya tunai atas biaya total atas biaya tunai atas biaya total (Rp/kg)
1 3,825,000 10,500,000 559,000 14,884,000 21,961,000 31,173,000 16,289,000 5.40 1.74 1,722.43
2 2,400,000 7,000,000 689,000 10,089,000 14,602,000 19,487,000 9,398,000 5.32 1.64 1,825.25
3 2,400,000 7,000,000 546,000 9,946,000 14,529,000 19,417,000 9,471,000 5.24 1.65 1,816.13
4 840,000 2,450,000 593,500 3,883,500 5,146,500 7,137,000 3,253,500 6.65 1.63 1,838.04
5 750,000 2,450,000 632,500 3,832,500 5,160,500 6,172,000 2,339,500 5.65 1.45 2,064.20
6 900,000 2,660,000 494,000 4,054,000 5,464,000 7,590,000 3,536,000 6.38 1.65 1,821.33
7 900,000 2,800,000 533,000 4,233,000 5,997,500 7,235,500 3,002,500 5.10 1.50 1,999.17
8 675,000 1,750,000 520,000 2,945,000 4,141,500 5,553,500 2,608,500 5.64 1.63 1,840.67
9 750,000 2,100,000 589,000 3,439,000 4,719,500 6,219,500 2,780,500 5.86 1.59 1,887.80
10 3,825,000 10,500,000 572,000 14,897,000 21,827,500 31,319,500 16,422,500 5.52 1.75 1,711.96
11 1,125,000 3,500,000 585,000 5,210,000 7,406,000 9,054,000 3,844,000 5.12 1.52 1,974.93
12 840,000 2,450,000 591,500 3,881,500 5,126,500 7,155,000 3,273,500 6.75 1.64 1,830.89
13 1,950,000 7,000,000 702,000 9,652,000 13,975,500 15,176,500 5,524,500 4.51 1.40 2,150.08
14 750,000 2,100,000 515,500 3,365,500 4,683,500 6,182,000 2,816,500 5.69 1.60 1,873.40
15 675,000 2,100,000 461,500 3,236,500 4,523,500 5,463,000 2,226,500 5.24 1.49 2,010.44
16 1,350,000 4,200,000 494,000 6,044,000 8,914,500 10,629,500 4,585,500 4.70 1.51 1,981.00
17 1,575,000 5,250,000 624,000 7,449,000 10,759,500 12,439,500 4,990,500 4.76 1.46 2,049.43
18 2,100,000 7,000,000 552,500 9,652,500 13,999,000 16,653,500 7,001,000 4.83 1.50 1,999.86
19 900,000 3,500,000 539,500 4,939,500 7,053,000 6,886,500 1,947,000 4.26 1.28 2,351.00
20 1,350,000 5,600,000 637,000 7,587,000 10,932,000 10,155,000 2,568,000 4.04 1.23 2,429.33
21 750,000 2,100,000 546,000 3,396,000 4,569,500 6,326,500 2,930,500 6.39 1.64 1,827.80
22 2,250,000 7,000,000 611,000 9,861,000 14,496,000 17,865,000 8,004,000 4.85 1.55 1,932.80
115
23 1,440,000 5,600,000 676,000 7,716,000 11,092,500 11,023,500 3,307,500 4.26 1.30 2,310.94
24 450,000 1,750,000 526,500 2,726,500 3,749,500 3,477,000 750,500 4.40 1.20 2,499.67
25 1,500,000 4,900,000 630,500 7,030,500 10,004,000 12,026,500 4,996,000 5.04 1.50 2,000.80
Rata 1,450,800 4,530,400 576,820 6,558,020 9,393,340 11,672,680 5,114,660 5.26 1.52 1,990
Keterangan : Harga pokok = Biaya total : Produksi
116
Lampiran 2. Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani non mitra
Resp Luas Produksi (a) Harga (b) Penerimaan (c=axb)
Biaya Tunai Sub Total
(Ha) (Kg MKP) (Rp) (Rp.) Benih (1) Pupuk (2) sewa traktor (3) Tenaga Kerja (4) PBB (5) Iuran desa (6) (1+2+…+6)
1 1.00 7,000 2,800 19,600,000 - 767,500 750,000 2,111,500 175,000 75,000 3,879,000
2 0.50 3,000 2,900 8,700,000 - 383,750 375,000 1,245,500 87,500 37,500 2,129,250
3 0.30 1,800 2,700 4,860,000 70,000 174,000 - 1,052,820 52,500 22,500 1,371,820
4 0.50 3,000 2,750 8,250,000 105,000 383,750 375,000 1,137,320 87,500 37,500 2,126,070
5 0.35 2,250 2,900 6,525,000 - 288,625 - 666,000 61,250 26,250 1,042,125
6 1.00 6,500 3,000 19,500,000 210,000 580,000 750,000 1,653,000 175,000 75,000 3,443,000
7 0.50 4,000 2,900 11,600,000 - 383,750 375,000 967,500 87,500 37,500 1,851,250
8 0.30 2,250 2,800 6,300,000 - 230,250 - 679,000 52,500 22,500 984,250
9 0.30 2,100 2,800 5,880,000 70,000 230,250 - 656,500 52,500 22,500 1,031,750
10 1.50 9,750 2,800 27,300,000 315,000 1,263,750 1,125,000 2,538,500 262,500 112,500 5,617,250
11 0.35 1,400 2,750 3,850,000 - 198,000 - 633,500 61,250 26,250 919,000
12 0.50 2,250 2,650 5,962,500 - 290,000 375,000 705,000 87,500 37,500 1,495,000
13 1.00 5,000 2,900 14,500,000 210,000 580,000 750,000 1,532,000 175,000 75,000 3,322,000
14 1.00 5,500 2,800 15,400,000 210,000 842,500 750,000 1,550,500 175,000 75,000 3,603,000
15 0.30 1,800 2,900 5,220,000 - 240,250 - 616,000 52,500 22,500 931,250
16 0.75 5,000 2,900 14,500,000 175,000 600,625 562,500 1,333,000 131,250 56,250 2,858,625
17 0.75 4,000 2,800 11,200,000 175,000 410,000 562,500 1,170,000 131,250 56,250 2,505,000
18 1.00 8,000 2,800 22,400,000 - 767,500 750,000 2,016,500 175,000 75,000 3,784,000
19 1.00 7,500 3,000 22,500,000 210,000 767,500 750,000 1,894,000 175,000 75,000 3,871,500
20 1.00 6,000 3,000 18,000,000 - 842,500 750,000 1,561,000 175,000 75,000 3,403,500
21 0.30 1,800 2,900 5,220,000 70,000 240,250 - 611,500 52,500 22,500 996,750
22 0.30 1,500 2,800 4,200,000 - 196,500 - 644,500 52,500 22,500 916,000
23 0.40 2,250 2,800 6,300,000 - 307,000 - 860,500 70,000 30,000 1,267,500
24 0.30 1,800 2,750 4,950,000 - 196,500 - 607,000 52,500 22,500 878,500
25 0.50 3,250 2,800 9,100,000 - 383,750 375,000 971,500 87,500 37,500 1,855,250
jml 15.70 70,900 281,817,500 72,800 7,541,850 11,775,000 1,176,566 109,900 47,100 2,243,306
rataan 0.63 3,948 2,836 11,272,700 72,800 461,940 375,000 1,176,566 109,900 47,100 2,243,306
117
Lanjutan Lampiran 2. Resp Sub total TOTAL Pendapatan Pendapatan R/C R/C Harga pokok
Zakat Benih Sewa lahan Tenaga kerja BIAYA atas biaya tunai atas biaya total atas biaya tunai atas biaya total (Rp/kg)
1 1.960.000 42.000 7.000.000 585.000 9.587.000 13.466.000 15.721.000 6.134.000 5,05 1,46 1.923,71
2 870.000 43.500 3.500.000 572.000 4.985.500 7.114.750 6.570.750 1.585.250 4,09 1,22 2.371,58
3 486.000 - 2.100.000 507.000 3.093.000 4.464.820 3.488.180 395.180 3,54 1,09 2.480,46
4 825.000 41.250 3.500.000 572.000 4.938.250 7.064.320 6.123.930 1.185.680 3,88 1,17 2.354,77
5 652.500 34.800 2.450.000 600.000 3.737.300 4.779.425 5.482.875 1.745.575 6,26 1,37 2.124,19
6 1.950.000 45.000 7.000.000 598.000 9.593.000 13.036.000 16.057.000 6.464.000 5,66 1,50 2.005,54
7 1.160.000 43.500 3.500.000 507.000 5.210.500 7.061.750 9.748.750 4.538.250 6,27 1,64 1.765,44
8 630.000 28.000 2.100.000 559.000 3.317.000 4.301.250 5.315.750 1.998.750 6,40 1,46 1.911,67
9 588.000 - 2.100.000 515.500 3.203.500 4.235.250 4.848.250 1.644.750 5,70 1,39 2.016,79
10 2.730.000 - 10.500.000 572.000 13.802.000 19.419.250 21.682.750 7.880.750 4,86 1,41 1.991,72
11 385.000 33.000 2.450.000 559.000 3.427.000 4.346.000 2.931.000 496.000- 4,19 0,89 3.104,29
12 596.250 39.750 3.500.000 578.500 4.714.500 6.209.500 4.467.500 247.000- 3,99 0,96 2.759,78
13 1.450.000 43.500 7.000.000 741.000 9.234.500 12.556.500 11.178.000 1.943.500 4,36 1,15 2.511,30
14 1.540.000 42.000 7.000.000 541.500 9.123.500 12.726.500 11.797.000 2.673.500 4,27 1,21 2.313,91
15 522.000 43.500 2.100.000 520.000 3.185.500 4.116.750 4.288.750 1.103.250 5,61 1,27 2.287,08
16 1.450.000 - 5.250.000 546.000 7.246.000 10.104.625 11.641.375 4.395.375 5,07 1,43 2.020,93
17 1.120.000 - 5.250.000 546.000 6.916.000 9.421.000 8.695.000 1.779.000 4,47 1,19 2.355,25
18 2.240.000 42.000 7.000.000 565.500 9.847.500 13.631.500 18.616.000 8.768.500 5,92 1,64 1.703,94
19 2.250.000 45.000 7.000.000 598.000 9.893.000 13.764.500 18.628.500 8.735.500 5,81 1,63 1.835,27
20 1.800.000 90.000 7.000.000 637.000 9.527.000 12.930.500 14.596.500 5.069.500 5,29 1,39 2.155,08
21 522.000 - 2.100.000 559.000 3.181.000 4.177.750 4.223.250 1.042.250 5,24 1,25 2.320,97
22 420.000 - 2.100.000 546.000 3.066.000 3.982.000 3.284.000 218.000 4,59 1,05 2.654,67
23 630.000 42.000 2.800.000 572.000 4.044.000 5.311.500 5.032.500 988.500 4,97 1,19 2.360,67
24 495.000 27.500 2.100.000 520.000 3.142.500 4.021.000 4.071.500 929.000 5,63 1,23 2.233,89
25 910.000 42.000 3.500.000 572.000 5.024.000 6.879.250 7.244.750 2.220.750 4,90 1,32 2.116,69
jml 1.127.270 30.732 4.396.000 567.560 6.121.562 8.364.868 9.029.394 2.907.832 5,04 1,30 2.227
rataan 1.127.270 30.732 4.396.000 567.560 6.121.562 8.364.868 9.029.394 2.907.832 5,04 1,30 2.227
Biaya diperhitungkan
118
Lampiran 3. Penentuan rating faktor strategik internal
Faktor strategik internal Rating Rataan
Pakar 1 Pakar 2
Kekuatan
keterkaitan usaha 4 4 4
keterpaduan operasi 3 3 3
Intensitas hubungan 2 4 3
keterikatan 3 4 3,5
Kelemahan
Saling ketergantungan 2 3 2,5
Manfaat dan korbanan 1 3 2
keterandalan dan kepercayaan 1 2 1,5
119
Lampiran 4. Penentuan rating faktor strategik eksternal
Faktor strategis eksternal Rating Rataan
Pakar 1 Pakar 2
Peluang
Pangsa pasar 2 3 2,5
Trend Tuntutan konsumen 4 4 4
Pasar ekspor 2 2 2
Proteksi impor 3 4 3.5
Ancaman
Tataniaga tradisional 2 2 2
Promosi Sertifikasi lemah 4 4 4
Produk kompetitor 2 3 2,5
Law enforcement rendah 3 4 3,5
120
Lampiran 5. Pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan
Pakar 1.
Faktor penentu A B C D E F G TOTAL SKOR
Keterkaitan usaha (A) 2 2 1 2 1 1 9 0,114
Keterpaduan operasi (B) 2 2 1 3 3 2 13 0,165
Intensitas hubungan (C) 2 2 1 2 2 1 10 0,127
Keterikatan (D) 1 2 3 3 2 1 12 0,152
Saling ketergantungan (E) 2 2 3 1 1 2 11 0,139
Manfaat dan korbanan (F) 2 2 3 2 1 1 11 0,139
keterandalan dan kepercayaan (G) 1 3 2 2 3 2 13 0,165
TOTAL 10 13 15 8 14 11 8 79 1,000
Pakar 2
Faktor penentu A B C D E F G TOTAL SKOR
Keterkaitan usaha (A) 2 3 2 3 1 1 12 0,150
Keterpaduan operasi (B) 2 1 1 2 3 2 11 0,138
Intensitas hubungan (C) 2 2 1 2 2 1 10 0,125
Keterikatan (D) 2 3 3 2 2 1 13 0,163
Saling ketergantungan (E) 2 2 3 1 1 2 11 0,138
Manfaat dan korbanan (F) 2 2 3 2 1 1 11 0,138
keterandalan dan kepercayaan (G) 1 3 2 2 2 2 12 0,150
TOTAL 11 14 15 9 12 11 8 80 1,000
121
Lampiran 6. Pembobotan terhadap peluang dan ancaman
Pakar 1.
Faktor penentu A B C D E F G H TOTAL SKOR
Pangsa pasar (A) 3 3 1 1 3 2 1 14 0,127
Trend Tuntutan konsumen (B) 2 3 1 1 2 2 1 12 0,109
Pasar ekspor (C) 2 3 2 3 3 3 1 17 0,155
Proteksi impor (D) 3 3 3 2 3 2 2 18 0,164
Promosi Sertifikasi lemah (E) 3 3 3 1 3 3 2 18 0,164
Tataniaga tradisional (F) 1 1 1 1 1 1 1 7 0,064
Produk kompetitor (G) 1 1 1 1 1 2 1 8 0,073
Law enforcement rendah (H) 2 2 3 1 2 3 3 16 0,145
TOTAL 14 16 17 8 11 19 16 9 110 1,000
Pakar 2.
Faktor penentu A B C D E F G H TOTAL SKOR
Pangsa pasar (A) 2 3 1 1 3 3 2 15 0,140
Trend Tuntutan konsumen (B) 2 1 1 1 3 2 1 11 0,103
Pasar ekspor (C) 2 2 1 1 3 2 1 12 0,112
Proteksi impor (D) 3 3 2 2 3 3 3 19 0,178
Promosi sertifikasi lemah (E) 3 3 3 2 3 3 2 19 0,178
Tataniaga tradisional (F) 1 1 1 1 1 1 1 7 0,065
Produk kompetitor (G) 1 1 1 1 1 3 1 9 0,084
Law enforcement rendah (H) 2 1 3 1 2 3 3 15 0,140
TOTAL 14 13 14 8 9 21 17 11 107 1,000
122
Lampiran 7. Pembobotan faktor strategik internal kemitraan usaha
Faktor penentu Bobot Rataan
Kekuatan Pakar 1 Pakar 2
keterkaitan usaha 0,114 0,150 0,132
keterpaduan operasi 0,165 0,138 0,151
Intensitas hubungan 0,127 0,125 0,126
Keterikatan 0,152 0,163 0,157
Kelemahan
Saling ketergantungan 0,139 0,138 0,138
Manfaat dan korbanan 0,139 0,138 0,138
Keterandalan dan kepercayaan 0,165 0,150 0,157
123
Lampiran 8. Pembobotan faktor strategik eksternal kemitraan usaha
Faktor penentu Bobot Rataan
Peluang Pakar 1 Pakar 2
Pangsa pasar 0,127 0,140 0,134
Trend Tuntutan konsumen 0,109 0,103 0,106
Pasar ekspor 0,155 0,112 0,133
Proteksi impor 0,164 0,178 0,171
Ancaman
Promosi sertifikasi lemah 0,164 0,178 0,171
Tataniaga tradisional 0,064 0,065 0,065
Produk competitor 0,073 0,084 0,078
Law enforcement rendah 0,145 0,140 0,143
124
Lampiran 9. Matriks perbandingan berpasangan faktor kunci kemitraan
Faktor Kunci Manajemen Permodalan Aksesibilitas Pasar Teknologi
Manajemen 1/1 1/7 1/6 3
Permodalan 7/1 1/1 2 8
Aksesibilitas Pasar 6/1 1/2 1/1 7 Penguasaan
teknologi 1/3 1/8 1/7 1/1
Faktor Kunci Manajemen Permodalan Aksesibilitas Pasar Teknologi
Manajemen 1,000 0,143 0,167 3,000
Permodalan 7,000 1,000 2,000 8,000
Aksesibilitas Pasar 6,000 0,500 1,000 7,000
Penguasaan teknologi 0,333 0,125 0,143 1,000
125
Lampiran 10. Matriks perbandingan berpasangan pelaku kemitraan
MANAJEMEN GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1/1 5
CV QUASINDO 1/5 1/1
MANAJEMEN PETANI PERUSAHAAN
PETANI 1.000 5.000
PERUSAHAAN 0.200 1.000
PERMODALAN GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1/1 7/1
CV QUASINDO 1/7 1/1
PERMODALAN GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1.000 7.000
CV QUASINDO 0.143 1.000
AKSES PASAR GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1/1 3/1
CV QUASINDO 1/3 1/1
AKSES PASAR GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1.000 3.000
CV QUASINDO 0.333 1.000
TEKNOLOGI GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1/1 1/5
CV QUASINDO 5/1 1/1
TEKNOLOGI GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1.000 0.200
CV QUASINDO 5.000 1.000
126
Lampiran 11. Matriks perbandingan berpasangan tujuan kemitraan
GAPOKTAN Peluang Pasar
Kontinuitas Produk
Pengembangan Usaha
Kelangsungan usaha
Efisiensi usaha
Peluang Pasar 1/1 1/3 3/1 1/5 1/3
Kontinuitas Produk 3/1 1/1 5/1 1/1 5/1
Pengembangan Usaha 1/3 1/5 1/1 1/3 1/3
Kelangsungan usaha 5/1 1/1 3/1 1/1 5/1
Efisiensi usaha 3/1 1/5 3/1 1/5 1/1
GAPOKTAN Peluang Pasar
Kontinuitas Produk
Pengembangan Usaha
Kelangsungan usaha
Efisiensi usaha
Peluang Pasar 1.000
0.333
3.000
0.200
0.333
Kontinuitas Produk 3.000
1.000
5.000
1.000
5.000
Pengembangan Usaha
0.333
0.200
1.000
0.333
0.333
Kelangsungan usaha
5.000
1.000
3.000
1.000
5.000
Efisiensi usaha 3.000
0.20
3.000
0.20
1.000
CV QUASINDO Peluang Pasar
Kontinuitas Produk
Pengembangan Usaha
Kelangsungan usaha
Efisiensi usaha
Peluang Pasar 1/1 3/1 5/1 1/1 3/1
Kontinuitas Produk 1/3 1/1 5/1 3/1 3/1
Pengembangan Usaha 1/5 2/1 1/1 1/5 1/3
Kelangsungan usaha 1/1 1/3 5/1 1/1 3/1
Efisiensi usaha 1/3 1/3 3/1 1/3 1/1
CV QUASINDO Peluang Pasar
Kontinuitas Produk
Pengembangan Usaha
Kelangsungan usaha
Efisiensi usaha
Peluang Pasar 1.000
3.000
5.000
1.000
3.000
Kontinuitas Produk 0.333
1.000
5.000
3.000
3.000
Pengembangan Usaha
0.200
0.200
1.000
0.200
0.333
Kelangsungan usaha 1.000
0.333
5.000
1.000
3.000
Efisiensi usaha 0.333
0.33
3.000
0.33
1.000
127
Lampiran 12. Matriks perbandingan berpasangan pola kemitraan
Peluang Pasar inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 5/1 3/1 5/1 3/1
sub kontrak 1/5 1/1 1/5 3/1 1/5
dagang umum 1/3 5/1 1/1 5/1 1/3
keagenan 1/5 1/3 1/5 1/1 1/5
KOA 1/3 5/1 3/1 5/1 1/1
Peluang Pasar inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 5.000 3.000 5.000 3.000
sub kontrak 0.200 1.000 0.200 3.000 0.200
dagang umum 0.333 5.000 1.000 5.000 0.333
keagenan 0.200 0.333 0.200 1.000 0.200
KOA 0.333 5.000 3.000 5.000 1.000
Kontinuitas Produk inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 7/1 3/1 7/1 3/1
sub kontrak 1/7 1/1 1/7 3/1 1/7
dagang umum 1/3 7/1 1/1 5/1 1/3
keagenan 1/7 1/3 1/5 1/1 1/5
KOA 1/3 7/1 3/1 5/1 1/1
Kontinuitas Produk inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 7.000 3.000 7.000 3.000
sub kontrak 0.143 1.000 0.143 3.000 0.143
dagang umum 0.333 7.000 1.000 5.000 0.333
keagenan 0.143 0.333 0.200 1.000 0.200
KOA 0.333 7.000 3.000 5.000 1.000
Pengembangan usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 5/1 3/1 5/1 3/1
sub kontrak 1/5 1/1 1/7 3/1 1/7
dagang umum 1/3 7/1 1/1 5/1 1/3
keagenan 1/5 1/3 1/5 1/1 1/7
KOA 1/3 7/1 3/1 7/1 1/1
Pengembangan usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 5.000 3.000 5.000 3.000
sub kontrak 0.200 1.000 0.143 3.000 0.143
dagang umum 0.333 7.000 1.000 5.000 0.333
keagenan 0.200 0.333 0.200 1.000 0.143
KOA 0.333 7.000 3.000 7.000 1.000
128
Lanjutan Lampiran 12.
Kontinuitas Usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 8/1 7/1 9/1 6/1
sub kontrak 1/4 1/1 1/2 7/1 1/5
dagang umum 1/7 2/1 1/1 8/1 1/2
keagenan 1/9 1/7 1/8 1/1 1/7
KOA 1/6 5/1 2/1 7/1 1/1
Kontinuitas Usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 8.000 7.000 9.000 6.000
sub kontrak 0.125 1.000 0.500 7.000 0.200
dagang umum 0.143 2.000 1.000 8.000 0.500
keagenan 0.111 0.143 0.125 1.000 0.143
KOA 0.167 5.000 2.000 7.000 1.000
Efisiensi usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 7/1 6/1 9/1 5/1
sub kontrak 1/7 1/1 1/1 6/1 1/5
dagang umum 1/6 3/1 1/1 7/1 1/3
keagenan 1/9 1/7 1/7 1/1 1/8
KOA 1/5 5/1 3/1 8/1 1/1
Efisiensi usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 7.000 6.000 9.000 5.000
sub kontrak 0.143 1.000 0.333 6.000 0.200
dagang umum 0.167 3.000 1.000 7.000 0.333
keagenan 0.111 0.167 0.143 1.000 0.125
KOA 0.200 5.000 3.000 8.000 1.000
129
Lampiran 17. Hasil pengolahan vertical sistem hierarki keputusan pola kemitraan yang paling tepat
MENENTUKAN POLA KEMITRAAN YANG PALING TEPAT Fokus ; Tema
(Level 1)
Faktor Kunci
(Level 2)
Pelaku
(Level 3)
Tujuan
(Level 4)
Alternatif
(Level 5
)
Permodalan
0,5236
Aksesibilitas Pasar
0,3458
Manajemen
0,0852
Penguasaan Teknologi
0,0454
Gapoktan
0,7960
CV Quasindo
0,2040
Kontinuitas produk
0,3389
Kel.Usaha
0,3329
Peluang Pasar
0,1479
Eff. Usaha
0,1239
Peng. Usaha
0,0562
Inti Plasma
0.4669
KOA
0,2913
Dagang Umum
0,1522
Subkontrak
0,0526
Keagenan
0,0370