analisis perimbangan keuangan pusat - daerah & pinjaman daerah di kab & kota d.i yogyakarta...

119
ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH DAN PINJAMAN DAERAH DI KABUPATEN DAN KOTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 1994/1995-2003 SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata 1 Program Studi Ekonomi Pembangunan, Pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Oleh : Nama : Haris Noviyanto Nomor Mahasiswa : 01313019 Program Studi : Ekonomi Pembangunan UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI 2005

Upload: jimmy-sean-hutauruk

Post on 27-Jul-2015

1.722 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH DAN

PINJAMAN DAERAH DI KABUPATEN DAN KOTA DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 1994/1995-2003

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir

guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata 1

Program Studi Ekonomi Pembangunan,

Pada Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Indonesia

Oleh :

Nama : Haris Noviyanto

Nomor Mahasiswa : 01313019

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

2005

Page 2: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

“Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa

skripsi ini telah ditulis dengan sungguh-sungguh dan tidak

ada bagian yang merupakan penjiplakan karya orang lain

seperti dimaksud dalam buku pedoman penyusunan skripsi

Program Studi Ekonomi Pembangunan FE UII. Apabila

dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar

maka saya sanggup menerima hukuman / sanksi apapun

sesuai peraturan yang berlaku.”

Yogyakarta, Desember 2005

Penulis,

Haris Noviyanto

ii

Page 3: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

PENGESAHAN

ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH

DAN PINJAMAN DAERAH DI KABUPATEN DAN KOTA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 1994/1995-2003

Oleh :

Nama : Haris Noviyanto

Nomor Mahasiswa : 01313019

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Yogyakarta, Desember 2005

Telah disetujui dan disahkan oleh

Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec.

iii

Page 4: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

HALAMAN MOTTO

” Jadikan sabar dan salat sebagai penolongmu dan

sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali orang

yang khusu “

(Q.S. Al Baqoroh; 45)

Pelajarilah ilmu.

Barang siapa mempelajari karena Allah, itu taqwa;

Menuntutnya, itu ibadah;

Mengulang-ulangnya, itu tasbih;

Membahasnya; itu jihad;

Mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu, itu sedekah;

Memberikanya kepada ahlinya, itu mendekatkan diri kepada

Allah.

(Abusy Syaikh Ibnu Hibban Ilya, A-Ghozali)

“Berusahalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup

selama-lamanya, dan berusahalah untuk akheratmu seakan-

akan engkau akan mati esok”

.(HR. Tarmidzi)

v

Page 5: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya.

Nabi Muhammad saw.

Bapak Mashuri dan Ibu Siti Muslichatun

tercinta.

Kakakku Deny Setiawan.

Semua Keluarga dan saudara-saudaraku.

My Luv of A Lifetime, Sindy Arsieta;

“ U’re all I need beside me, girl”

vi

Page 6: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena

atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.

Karya tulis ini berjudul : “Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan

Pinjaman Daerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun

1994/1995-2003.”

Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akademik

guna menyelesaikan studi Sarjana jenjang strata 1 Program Studi Ekonomi

Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Tidak sedikit bimbingan dan sumbangan dari berbagai pihak baik

berupa pikiran maupun tenaga yang diberikan untuk kelancaran pembuatan

karya ilmiah ini. Maka sudah selayaknyalah ucapan terima kasih penulis

ucapkan kepada :

1. Bapak Suwarsono, MA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Islam Indonesia Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Agus Widarjono, MA, selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan.

3. Bapak Prof. Dr Edy Suandi Hamid, M.Ec, selaku Dosen Pembimbing

Skripsi.

4. Bapak Sahabudin Sidiq, SE, MA, selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

vii

Page 7: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

5. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan.

6. Keluarga saya semua yang ada di Kwoso, Margomulyo, Setran,

Klaten, Jepara, Purbalingga, dan keluarga Papi Dhana yang selalu

memberikan motivasi kepada saya agar cepat selesai kuliah.

7. My Friend’s: Ady, Mijok, Daya, Arip Clowor, Topex, Iwan, Kodox,

Makrup, Grayak, Amin.

8. Temen2 Kuliah : Ady, Jumadi, Bowo, Iskak, Adriyan, Arip, Joko,

Rini, Titha, Isa, Amri, Heru, Lano, Enot, dll

9. Anak kos Anjuk Ladank :Ady (Irma & Nita), Wawan, Bochil, RT,

Anthok, ,Deny, Saprul, Bayu, Doyok, Ambar, Cetrek, Uut, Kenthung,

Anton, Opick, Sony, mas Agus, Andix, Yoga dll, semoga

kekeluargaan kita tetap terjaga

10. Ibu dan bapak kost di Jakal, Mancasan, Maguwoharjo, dan Widoro

Baru, temen2 KKN E 108: Nur, Hendro, Fikri, Ana, Rocky, Eka,

Ovi, Mia, Sara, dan semua pihak yang telah membantu yang tidak

mungkin dituliskan satu persatu.

11. Seluruh keluarga dan teman-teman yang telah banyak membantu

dengan doa dan dukungan moril maupun materiil, sehingga karya

tulis ini dapat diselesaikan.

viii

Page 8: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan,

oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk

dapat mencapai hasil yang lebih baik. Semoga karya tulis ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Desember 2005

Penulis.

ix

Page 9: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul

Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme ................................................ii

Halaman Pengesahan Skripsi .................................................................iii

Halaman Pengesahan Ujian....................................................................iv

Halaman Motto.......................................................................................v

Halaman Persembahan ...........................................................................vi

Kata Pengantar........................................................................................vii

Daftar Isi .................................................................................................x

Daftar Tabel............................................................................................xv

Daftar Lampiran .....................................................................................xvii

Abstrak ...................................................................................................xix

Bab I. Pendahuluan.................................................................................1

I.A Latar Belakang.....................................................................1

I.B. Rumusan Masalah................................................................5

I.C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................6

I.C.1. Tujuan Penelitian...........................................................6

I.C.2. Manfaat Penelitian.........................................................6

I.D. Sistematika Penulisan ..........................................................7

Bab II. Tinjauan Umum..........................................................................9

II.A. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta .................................9

x

Page 10: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

II.A.1. Keadaan Geografis ...................................................9

II.A.2. Keadaan Penduduk…………………………………10

II.A.3. Pertumbuhan Ekonomi.............................................12

II.A.4. PDRB Per Kapita .....................................................13

II.A.5 PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan ................14

II.B Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta..............15

II.B.1. Kabupaten Kulon Progo ..............................................15

II.B.1.a. Keadaan Geografis .............................................15

II.B.1.b. Keadaan Penduduk.............................................16

II.B.1.c. Pertumbuhan Ekonomi .......................................17

II.B.1.d. PDRB Per Kapita................................................18

II.B.1.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan .........19

II.B.2.. Kabupaten Bantul .......................................................20

II.B.2.a. Keadaan Geografis .............................................20

II.B.2.b. Keadaan Penduduk.............................................21

II.B.2.c. Pertumbuhan Ekonomi .......................................22

II.B.2.d. PDRB Per Kapita................................................23

II.B.2.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan .........23

II.B.3. Kabupaten Gunung Kidul............................................25

II.B.3.a. Keadaan Geografis .............................................25

II.B.3.b. Keadaan Penduduk.............................................25

xi

Page 11: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

II.B.3.c. Pertumbuhan Ekonomi .......................................26

II.B.3.d. PDRB Per Kapita................................................27

II.B.3.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan .........27

II.B.4. Kabupaten Sleman.......................................................29

II.B.4.a. Keadaan Geografis .............................................28

II.B.4.b. Keadaan Penduduk.............................................30

II.B.4.c. Pertumbuhan Ekonomi .......................................31

II.B.4.d. PDRB Per Kapita................................................31

II.B.4.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan .........32

II.B.5. Kota Yogyakarta..........................................................33

II.B.5.a. Keadaan Geografis .............................................33

II.B.5.b. Keadaan Penduduk.............................................34

II.B.5.c. Pertumbuhan Ekonomi .......................................35

II.B.5.d. PDRB Per Kapita................................................36

II.B.5.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan .........37

Bab III. Kajian Pustaka...........................................................................39

Bab IV. Landasan Teori .........................................................................44

IV.A.. Otonomi Daerah.................................................................44

IV.A.1. Pengertian Otonomi Daerah.......................................45

IV.A.2. Prinsip Otonomi Daerah ............................................46

IV.A.3. Titik Berat Otonomi Daerah ......................................48

xii

Page 12: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

IV.B.. Keuangan Daerah ...............................................................48

IV.B.1. Penerimaan Daerah ....................................................49

IV.B.2. Pengeluaran Daerah ...................................................51

IV.B.3. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah ...............52

IV.C. Pinjaman Daerah .................................................................54

IV.C.1. Definisi Pinjaman Daerah ..........................................55

IV.C.2. Sumber Pinjaman Daerah...........................................56

IV.C.3 Jenis dan Penggunaan Pinjaman Daerah ....................57

IV.C.4. Permasalahan Pinjaman Daerah.................................58

IV.C.5. Persyaratan dan Prosedur Pinjaman Daerah ..............60

Bab V. Metode Penelitian.......................................................................62

V.A. Jenis Penelitian .....................................................................62

V.B. Obyek Penelitian...................................................................62

V.C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data...................................62

V.D. Batasan Variabel...................................................................63

V.E. Metode Analisis Data ...........................................................65

V.E.1. Analisis Derajat Desentralisasi Fiskal ........................65

V.E.2. Jumlah Pinjaman Jangka Panjang Daerah

yang Dapat Diperoleh................................................67

V.E.2.a. Jumlah Sisa Pokok Pinjaman..............................67

V.E.2.b. Debt Service Coverage Ratio .............................68

xiii

Page 13: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Bab VI. Analisis Data dan Pembahasan .................................................70

VI.A. Analisis Derajat Desentralisasi Fiskal .................................70

VI.A.1. Pendapatan Asli Daerah.............................................73

VI.A.2. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak ............................73

VI.A.3. Sumbangan dan Bantuan ...........................................74

VI.B. Analisis Pinjaman Daerah Jangka Panjang..........................76

VI.B.1. Jumlah Sisa Pokok Pinjaman Daerah.........................77

VI.B.2. Debt Service Coverage Ratio .....................................80

Bab VII Kesimpulan dan Saran ............................................................83

VII.A. Kesimpulan .......................................................................83

VII.B. Saran/Implikasi .................................................................84

Daftar Pustaka ........................................................................................86

Lampiran .................................................................................................87

xiv

Page 14: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Jumlah Penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun 1994-2003........................................................................12

2.2. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 1993

Propinsi Daerah IstimewaYogyakartaTahun1994-2003………15

2.3. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo

Tahun 1994-2003……………………………………………....17

2.4. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 1993

Kabupaten Kulon Progo Tahun1994-2003 ................................20

2.5. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 1994-2003 ............22

2.6. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 1993

Kabupaten Bantul Tahun1994-2003...........................................24

2.7. Jumlah Penduduk Kabupaten Gunung Kidul

Tahun 1994-2003........................................................................26

2.8. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 1993

Kabupaten Gunung Kidul Tahun1994-2003 ..............................28

2.9. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 1994-2003 ..........30

xv

Page 15: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

2.10. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 1993

Kabupaten Sleman Tahun1994-2003 .........................................33

2.11. Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 1994-2003 ............35

2.12. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 1993

Kota Yogyakarta Tahun1994-2003 ...........................................38

3.1. Jumlah Pinjaman yang Dapat Diperoleh

Daerah Istimewa Yogyakarta .....................................................42

6.1. Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten dan Kota Daerah

Istimewa Yogyakarta tahun 1994/1995-2003……………….…72

6.2. Realisasi Pinjaman Kabupaten dan Kota di

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta…………………………77

6.3. Hasil Perhitungan Jumlah Sisa Pokok Pinjaman Kabupaten

dan Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta……………78

6.4. Hasil Perhitungan Debt Service Coverage Ratio Kabupaten

dan Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta……………81

xvi

Page 16: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman I. Data Realisasi APBD Kabupaten Kulon Progo

Tahun 1994/1995-2003 ................................................................ 88

II. Data Realisasi APBD Kabupaten Bantul

Tahun 1994/1995-2003 ................................................................ 88

III. Data Realisasi APBD Kabupaten Gunung Kidul

Tahun 1994/1995-2003 ................................................................ 89

IV. Data Realisasi APBD Kabupaten Sleman

Tahun 1994/1995-2003 ................................................................ 89

V. Data Realisasi APBD Kota Yogyakarta

Tahun 1994/1995-2003 ................................................................ 90

VI. Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Jangka Panjang

Kabupaten Kulon Progo Tahun 1994/1995-2003……………….91

VII. Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Jangka Panjang

Kabupaten Bantul Tahun 1994/1995-2003……………………...92

VII. Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Jangka Panjang

Kabupaten Gunung Kidul Tahun 1994/1995-2003……………...93

xvii

Page 17: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

VIII. Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Jangka Panjang

Kabupaten Sleman Tahun 1994/1995-2003…………………….94

IX. Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Jangka Panjang

Kota Yogyakarta Tahun 1994/1995-2003………………………95

X. Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman yang Dapat Diperoleh

Kabupaten Kulon Progo Tahun 1994/1995-2003………………96

XI. Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman yang Dapat Diperoleh

Kabupaten Bantul Tahun 1994/1995-2003…………………….97

XII. Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman yang Dapat Diperoleh

Kabupaten Gunung Kidul Tahun 1994/1995-2003………….…98

XIII. Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman yang Dapat Diperoleh

Kabupaten Sleman Tahun 1994/1995-2003……………………99

XIV. Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman yang Dapat Diperoleh

Kota Yogyakarta Tahun 1994/1995-2003……………...………100

xviii

Page 18: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

ABSTRAK

Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan membawa perubahan pada perekonomian daerah, salah satunya adalah bidang keuangan daerah yang harus mulai mandiri untuk memenuhi kebutuhan daerah. Akan tetapi banyak daerah yang keuangannya masih tergantung pada transfer pemerintah pusat. Pinjaman daerah merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan keuangan dari pemerintah pusat.

Untuk mengetahui hubungan keuangan antara pusat dengan daerah menggunakan derajat desentralisasi fiskal. Derajat desentralisasi fiskal membandingkan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP), dan Sumbangan dan bantuan daerah (SB) terhadap Total Penerimaan Daerah. Jika didominsai oleh PAD dan BHPBP maka maka derajat desentralisasi fiskal tinggi dan bisa dikatakan mandiri. Bila didominasi oleh Sumbangan dan Bantuan maka derajat desentralisasi fiskal masih rendah dan bisa dikatakan mandiri. Untuk pinjaman daerah, model yang digunakan merujuk pada persyaratan pinjaman jangka panjang sesuai dengan penjelasan UU no. 33 pasal 54 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Pemerintah Daerah yaitu dengan Jumlah Sisa Pokok Pinjaman dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) atau rasio kemampuan membayar kembali pinjaman.

Dalam penelitian ini dimana kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai obyeknya, keuangan daerahnya masih didominasi oleh pusat. Bahkan setelah otonomi daerah Pendapatan Asli Daerah di masing-masing kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan. Pinjaman daerah sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat ternyata belum bisa dimanfaatkan oleh masing-masing kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah sisa pokok pinjaman dan besar DSCR yang jauh dari ketentuan UU no. 33 pasal 54 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Pemerintah Daerah.

xix

Page 19: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah.

Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi, menurut

Ketentuan Umum UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintah Daerah,

Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwujudan dari asas

desentralisasi adalah berlakunya otonomi daerah.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya

dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki

kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan

peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada

peningkatan kesejahteraan rakyat..Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan

pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata

adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan

dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya

telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan

potensi dan kakhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi

setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud

Page 20: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

2

dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud

pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah

termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama

dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah: 167).

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung

jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan

sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

daerah, serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat

dalam sistem pemerintah daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 169).

Fenomena yang muncul pada pelaksanaan otonomi daerah dari hubungan

antara sistem pemerintah daerah dengan pembangunan adalah ketergantungan

pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini

terlihat jelas dari aspek keuangan: Pemerintah daerah kehilangan keleluasaan

bertindak untuk mengambil keputusan-keputusan yang penting, dan adanya

campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap Pemerintah daerah.

Pembangunan daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat

ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari

pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan terlihat dari relatif

rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat.

Adalah ironis, Kendati pelaksanaan otonomi menitik beratkan pada

Page 21: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

3

kabupaten/kota sebagai ujung tombak, namun justru kabupaten/kota-lah yang

mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibanding propinsi

(Mudrajad Kuncoro, 2004: 18).

Setidaknya ada empat penyebab utama tingginya ketergantungan terhadap

transfer dari pusat (Mudrajad Kuncoro, 2004: 13), yaitu:

1. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan

daerah.

2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan.

3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya hanya sedikit

yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan.

4. Ada yang khawatir bila daerah mempunyai sumber keuangan yang

tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme.

Oleh karena itu, alternatif solusi yang ditawarkan adalah (Mudrajad

Kuncoro, 2004: 15):

1. Meningkatkan peran BUMD.

2. Meningkatkan penerimaan daerah.

3. Meningkatkan pinjaman daerah.

Dari alternatif-alternatif tersebut, pinjaman daerah merupakan sumber

penerimaan yang mempunyai karakteristik berbeda, namun penggunaan

pinjaman sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan fiskal dapat

dipertanggungjawabkan sepanjang memenuhi berbagai persyaratan seperti

adanya kemampuan membayar kembali serta pemanfaatan yang berguna bagi

Page 22: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

4

pelayanan masyarakat atau pembangunan daerah. Dalam penjelasan umum

yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 107 tahun 2000, ditegaskan

bahwa: dalam rangka peningkatan kemampuan keuangan daerah, pemerintah

pusat memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan pinjaman. Namun

demikian, pinjaman daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi, harus dicatat dan dikelola dalam Anggaran

Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) (Yook Tri Handoko, 2003: 3).

Dalam masalah keuangan daerah, perimbangan pembiayaan pemerintah

pusat dan daerah dengan pendapatan yang secara leluasa digali sendiri untuk

mencukupi kebutuhan sendiri masih mempunyai kelemahan sehingga

keterbatasan dalam potensi penerimaan daerah tersebut bisa menjadikan

ketergantungan terhadap transfer pusat. Pemerintah Daerah selama ini memiliki

keterbatasan pembiayaan dari potensi sendiri (PAD). Selama ini komponen

pembiayaan terbesar berasal dari dana transfer dari pusat yaitu Dana Alokasi

Umum dan hanya sebagian kecil dari PAD, potensi pembiayaan lain yang

belum dikelola yaitu dari pinjaman daerah (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).

Pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan memiliki

keuntungan, antara lain dapat mengatasi keterbatasan kemampuan riil atau

nyata pada saat ini dari suatu daerah yang sebenarnya potensial dan memiliki

kapasitas fiskal yang memadai. Dengan pinjaman dapat mendorong percepatan

proses pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah-daerah yang dimaksud.

Jenis pinjaman ini merupakan pinjaman jangka panjang. Pinjaman jangka

Page 23: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

5

menengah dipergunakan untuk membiayai layanan masyarakat yang tidak

menghasilkan penerimaan. Sedang pinjaman jangka pendek digunakan untuk

membiayai belanja administrasi umum serta belanja operasional dan

pemeliharaan. Untuk mengurangi ketergantungan daerah kapada pusat

pinjaman jangka panjang dianggap lebih efektif daripada pinjaman jangka

pendek (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dalam rangka penyusunan skripsi

dipilih judul Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman

Daerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun

1994/1995-2003.

I.B. Rumusan Masalah Penelitian.

Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah diatas, dikemukakan

perumusan masalah sebagai berikut:

a. Seberapa besar Derajat Desentralisasi Fiskal keuangan daerah

kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta?

b. Bagaimana kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten dan kota Daerah

Istimewa Yogyakarta yang dihitung dengan Jumlah Sisa Pokok

Pinjaman dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR)?

Page 24: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

6

I.C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

I.C.1. Tujuan Penelitian.

1. Untuk menganalisis Derajat Desentralisasi Fiskal keuangan daerah

kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga bisa

diketahui rasio penerimaan daerah yang paling menonjol terhadap

Total Penerimaan Daerah.

2. Untuk mengukur kapasitas Pinjaman Daerah kabupaten dan kota

Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai alternatif untuk mengurangi

ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat selama tahun 1994/1995-

2003.

I.C.2. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu:

1. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai jenjang strata satu (S1)

pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Indonesia

2. Bagi peneliti menambah pengetahuan yang selama ini didapat di

bangku kuliah yang kemudian dikembangkan dalam bentuk

penelitian.

3. Sebagai masukan yang berarti bagi pembuat kebijakan pemerintah

daerah setempat, dan lembaga-lambaga terkait dan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Page 25: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

7

I.D. Sistematika penulisan.

Skripsi ini dibagi menjadi 7 bab dengan urutan penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat

dan tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM SUBYEK PENELITIAN

Bab ini merupakan uraian atau gambaran atau deskripsi secara umum

tentang kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB III KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitian-

penelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama.

BAB IV LANDASAN TEORI

Bab ini berisi empat bagian; pertama tentang landasan teori yang

berisikan teori Otonomi Daerah, kedua berisi Perimbangan Keuangan

Daerah dan Pusat, ketiga berisi tentang Desentralisasi Fiskal Daerah,

Keempat berisi tentang Pinjaman Daerah.

BAB V METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang digunakan dalam

menganalisis Derajat Desentralisasi Fiskal dan alat analisis untuk

menghitung besar pinjaman yang bisa didapat suatu daerah.

Page 26: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

8

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian dan hasil analisa dan pengolahan data.

BAB VII SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Bab ini berisi dua bagian; pertama merupakan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil analisis; kedua merupakan hasil dari simpulan sebagai jawaban

dari rumusan masalah.

Page 27: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

9

BAB II

TINJAUAN UMUM SUBYEK PENELITIAN

II.A. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

II.A.1. Keadaan Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu propinsi dari 30 propinsi

di wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Daerah

Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan

di bagian timur, tenggara barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah Propinsi

Jawa Tengah yang meliputi:

1) Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut;

2) Kabupaten Wonogiri di sebelah Tenggara;

3) Kabupaten Purworejo di sebelah Barat;

4) Kabupaten Magelang di sebelah Barat Laut.

Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari:

1) Pegunungan Selatan dengan luas kurang lebih 1.656,25 km2 dan

ketinggian 150 sampai 700 m.

2) Gunung Berapi Merapi dengan luas kurang lebih 582,81 km2 dan

ketinggian 80 sampai 2.911m.

3) Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon

Progo dengan luas kurang lebih 215,52 km2 dan ketinggian 0 sampai

80 m.

Page 28: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

10

4) Pegunungan Kulon Progo dan Dataran Rendah Selatan dengan luas

kurang lebih 706,25 km2 dan ketinggian 0 sampai 572 m.

Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 70 33’ - 80 12’

Lintang Selatan dan 1100 00’ – 1100 50’ Bujur Timur, tercatat memiliki luas

3.185,80 km2 atau 0,17% dari luas Indonesia (1.890.754 km2), merupakan

propinsi terkecil setelah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang terdiri dari:

1) Kabupaten Kulon Progo dengan luas 586,27 km2 (18,40%);

2) Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2 (15,91%);

3) Kabupaten Gunung Kidul dengan luas 1.485.36 km2 (46,63%);

4) Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km2 (18,04%); dan

5) Kota Yogyakarta dengan luas 32,50 km2 (1,02%).

Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada

ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 63,18%;

ketinggian kurang dari 100 m sebesar 31,56%; ketinggian antara 500 m –

999 m sebesar 4,79% dan ketinggian diatas 1000 m sebesar 0,47%. Daerah

Istimewa Yogyakarta beriklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 7 mm

– 380 mm yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan.

II.A.2. Keadaan Penduduk

Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2003, jumlah penduduk

Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat 3.385.027 jiwa, dengan prosentase

penduduk laki-laki 49,46% dan penduduk perempuan 50.54%. Pertumbuhan

Page 29: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

11

penduduk pada tahun 2003 adalah 0,73%. Kabupaten Bantul dan Kabupaten

Sleman memiliki angka pertumbuhan diatas angka propinsi, yaitu masing-

masing sebesar 0,86% dan 1,21%.

Dengan luas wilayah 3.185,80 km2, kepadatan penduduk di Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah 1.063 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi di Kota

Yogyakarta sebesar 15.652 jiwa per km2 dengan luas hanya 1,02% dari luas

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Komposisi kelompok umur penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta

didominasi oleh usia dewasa yaitu umur 20-24 tahun sebesar 10,53% dan

kelompok umur lanjut usia yaitu 60 tahun keatas sebesar 13,52%. Besarnya

angka proporsi yang berusia lanjut menunjukkan bahwa tingginya angka

harapan hidup penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan jika dilihat

berdasarkan lapangan usaha utama, penduduk yang bekerja di Sektor Pertanian

sebesar 37,94%; Sektor Perdagangan sebesar 19,75%; Sektor Jasa sebesar

17,15%; Sektor Industri 12,18%; dan sisanya di sektor-sektor lainya.

Page 30: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

12

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun 1994-2003

Tahun Luas Wilayah

(km2) Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kepadatan Penduduk

(Jiwa per km2) 1994 3185,80 3.124.286 981 1995 3185,80 3.154.265 990 1996 3185,80 3.185.384 1.000 1997 3185,80 3.213.502 1.009 1998 3185,80 3.237.628 1.016 1999 3185,80 3.264.942 1.025 2000 3185,80 3.295.127 1.034 2001 3185,80 3.327.954 1.045 2002 3185,80 3.360.348 1.054 2003 3185,80 3.385.027 1.063

Sumber: Badan Pusat Statistik. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka

1994-2003.

II.A.3. Pertumbuhan Ekonomi

Untuk melihat perkembangan perekonomian di suatu daerah, dapat

dilihat dari laju pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

sebagai salah satu indikator makro. Setelah mengalami pertumbuhan yang

negatif pada tahun 1997 sebesar -11,28% selama 6 tahun terakhir ini mulai

menunjukkan adanya pemulihan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Daerah

Istimewa Yogyakarta pada periode 1998-2003 yaitu 3,06% pertahun.

Pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi secara sektoral menunjukkan

bahwa sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif. Sektor ekonomi

dengan nilai pertumbuhan tertinggi adalah Sektor Bangunan dengan laju

Page 31: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

13

pertumbuhan mencapai 10,32%. Sektor ekonomi lain yang memiliki

pertumbuhan yang cukup tinggi adalah Sektor Perdagangan, Hotel, dan

Restoran sebesar 5,73% dan Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih sebesar

5,72%. Sektor-sektor ekonomi selain kedua sektor diatas mengalami

pertumbuhan dibawah 5%.

II.A.4. PDRB Per Kapita

PDRB per kapita dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

kemakmuran penduduk di suatu daerah, yaitu dengan membagi nilai tambah

yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang ada di wilayah tersebut

dibagi dengan jumlah penduduk.

PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 untuk tahun

1998 tercatat sebesar Rp. 1.552.379,00. Tahun 1999 mengalami penurunan

sebesar -6,25% tercatat sebesar Rp. 1.463.699,00. Pada tahun 2000 PDRB per

kapita mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp. 1.609.143,00; dengan

kenaikan 9,94%. Kemudian pada tahun-tahun selanjutnya mengalami kenaikan

yang cukup stabil yaitu pada tahun 2001 sebesar Rp. 1.648.329,00 mengalami

kenaikan 2,44%; tahun 2002 sebesar Rp. 1.703.682,00 dengan kenaikan

3,36%; dan tahun 2003 sebesar Rp. 1.760.670,00 dengan kenaikan 3,34%

dibandingkan tahun 2002.

Page 32: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

14

II.A.5. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan

Perkembangan PDRB Atas Harga Dasar Berlaku di Daerah Istimewa

Yogyakarta antara tahun 1994 sampai tahun 2003 selalu mengalami

pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada tahun 1998

yaitu sebesar 36,40%. Hal ini dimungkinkan karena pada tahun 1998

merupaka tahun dimana krisis ekonomi terjadi, sehingga banyak terjadi

lonjakan harga yang cukup tinggi. Namun selama 5 tahun terakhir

pertumbuhan ekonomi kembali stabil seiring dengan keadaan perekonomian

yang kembali membaik.

Sedangkan perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dengan

tahun dasar 1993, pada tahun 1997 perekonomian mengalami pertumbuhan

memburuk dengan penurunan sebesar -11,28%. Hal ini diakibatkan adanya

krisis ekonomi tahun 1997 yang mengakibatkan gejolak dalam pertumbuhan

ekonomi. Tahun 2000-2001 pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Yogyakarta mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari nilai pertumbuhan yang

positif yaitu 4,01% pada tahun 2000 dan 3,29% pada tahun 2001. Meskipun

terjadi sedikit penurunan namun pertumbuhan ekonomi di Daerah Istimewa

Yogyakarta relatif stabil sampai dengan tahun 2003.

Page 33: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

15

Tabel 2.2. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 1993

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1994-2003

(Dalam Jutaan Rupiah)

Tahun PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan

Nilai Pertumbuhan

(%) Nilai Pertumbuhan

(%) 1994 4.877.774 20,32 4.382.741 8,11 1995 5.613.281 15,08 4.737.111 8,09 1996 6.393.329 13,90 5.286.367 11,59 1997 7.103.949 11,12 4.689.943 -11,29 1998 9.725.417 36,90 4.737.209 1,01 1999 11.573.643 19,00 4.824.445 1,84 2000 12.967.040 12,04 5.017.709 4,01 2001 14.576.885 12,42 5.182.544 3,29 2002 16.712.888 14,65 5.395.054 4,10 2003 18.838.844 12,72 5.615.557 4,09

Sumber: Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto 1994-

2003.

II.B. Kabupaten dan Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

II.B.1. Kabupaten Kulon Progo

II.B.1.a. Keadaan Geografis

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten di

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta, diantara 1100 1’ 37” – 1100 16’ 26” Bujur

Timur dan 70 38’ 42” – 70 59’ 3” Lintang Selatan. Secara administratif

Kabupaten Kulon Progo memiliki luas wilayah sebesar 582,27 km2 yang

meliputi 12 kecamatan dan 88 desa, dengan batas wilayah:

a) Sebelah Utara : Kabupaten Magelang;

b) Sebelah Timur : Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman;

Page 34: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

16

c) Sebelah Selatan : Samudra Indonesia;

d) Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo.

Secara umum wilayah Kabupaten Kulon Progo terdiri dari

hamparan daerah datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian

besar terletak di bagian utara. Dari total wilayah Kabupaten Kulon Progo

terbagi atas 17,58% berada di ketinggian kurang dari 7 m dari permukaan

laut (dpl); 15,20% di ketinggian 8-25 m dpl; 22,85% berada di ketinggian

26-100 m dpl; 33% berada di ketinggian 101-500 m dpl; dan 11,73%

berada di ketinggian lebih dari 500 m dpl.

II.B.1.b. Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di wilayah Kabupaten Kulon Progo berdasarkan

hasil registrasi pada akhir tahun 2003 tercatat sebesar 449.811 jiwa yang

terdiri dari 219.918 (48,89%) laki-laki dan 229.893 (51,11%) perempuan.

Apabila dibandingkan dengan luas wilayah seluas 586,27 km2 maka terjadi

kepadatan penduduk sebesar 767 jiwa/km2. Sebagian besar penduduk

bekerja pada Sektor Pertanian. Selain pada Sektor Pertanian, penduduk

Kabupaten Kulon Progo juga bekerja pada Sektor Jasa-jasa dan Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran.

Page 35: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

17

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Tahun 1994-

2003

Tahun Luas Wilayah

(km2) Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kepadatan Penduduk

per km2

1994 586,27 425.844 726 1995 586,27 428.630 731 1996 586,27 431.511 736 1997 583,27 433.330 739 1998 586,27 435.225 742 1999 586,27 437.930 747 2000 586,27 440.708 752 2001 586,27 443.819 757 2002 586,27 446.843 762 2003 586,27 449.811 767

Sumber: Badan Pusat Statistik. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka

1994-2003.

II.B.1.c. Pertumbuhan Ekonomi

Sejak tahun 2000 perekonomian Kulon Progo mulai menunjukkan

tanda-tanda membaik. Salah satu indikator yang mengisyaratkan hal itu

adalah laju pertumbuhan ekonomi yang positif setelah selama dua tahun

berturut-turut (tahun 1998 dan 1999) mengalami pertumbuhan negatif.

Dari hasil perhitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan, PDRB

Kabupaten Kulon Progo tahun 2001 sebesar Rp. 381 Miliar, yang berarti

mengalami kenaikan sekitar Rp. 12 Miliar dari tahun sebelumnya sebesar

Rp. 369 Miliar. Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kulon Progo

tahun 2003 sebesar 3,42% lebih besar dibanding tahun 2002 yang

mengalami pertumbuhan 2,75%. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi

kenaikan laju pertumbuhan ekonomi.

Page 36: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

18

Pertumbuhan sektor ekonomi tertinggi dialami oleh Sektor Industri

Pengolahan sebesar 7,02% yang kemungkinan disebabkan naiknya jumlah

industri baik sedang maupun industri kecil dan rumah tangga. Sektor

Pertanian yang dapat menyumbangkan kontribusi terbesar sektor ekonomi

Kabupaten Kulon Progo sebesar 22,94% mengalami pertumbuhan terkecil

adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,53% dan Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 0,87%.

II.B.1.d. PDRB per Kapita

PDRB per kapita sebagai salah satu indikator kemakmuran rakyat

Kabupaten Kulon Progo yang berpenduduk 449.811 jiwa pada tahun 2003

mencapai Rp. 1.031.442,00 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya

yaitu sebesar Rp. 997.495,00. Pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun

2003 adalah sebesar 3,40%. Angka ini lebih besar daripada angka

pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2002 yang hanya sebesar 2,82%.

Angka ini sebenarnya sebagai gambaran pendapatan per kapita. Hal

ini karena pendapatan per kapita secara riil sangat sulit dihitung mengingat

bahwa sebagian nilai tambah Kabupaten Kulon Progo juga dinikmati oleh

penduduk Kota Yogyakarta, Bantul, Muntilan, dan Purworejo. Begitu pula

sebaliknya,, sebagian nilai tambah dari luar kabupaten dinikmati oleh

penduduk Kulon Progo.

Page 37: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

19

II.B.1.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Kulon Progo pada

tahun 1998 mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 19,87%.

Selanjutnya di tahun 1999-2000 pertumbuhannya selalu mengalami

penurunan, yaitu tahun 1999 menjadi sebesar 10,15% dan tahun 2000

menurun menjadi sebesar 0,01%. Tahun 2001 sampai 2003 pertumbuhan

ekonomi mulai mengalami kenaikan yaitu sebesar 9,58% pada tahun 2001

dan sebesar 11,78% pada tahun 2002. Tetapi pada tahun 2003 kembali

mengalami penurunan menjadi sebesar 9,71%.

Sedangkan perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan

dengan tahun dasar 1993 perekonomian mengalami pertumbuhan negatif

pada tahun 1997-1999. Tahun 1997 PDRB Kabupaten Kulon Progo

mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebesar -8,85%. Tahun 1998

terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 14,03%. Pada tahun 1999 mulai

mengalami peningkatan walaupun masih bernilai negatif yaitu sebesar

10,06%. Baru pada tahun 2000 mengalami pertumbuhan yang positif

sebesar 1,96% sampai tahun 2003 yang pertumbuhannya adalah sebesar

1,93% pada tahun 2001; sebesar 2,75% pada tahun 2002; dan sebesar

3,42% pada tahun 2003.

Page 38: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

20

Tabel 2.4. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun

1993 Kabupaten Kulon Progo Tahun 1994-2003 (Dalam

Jutaan Rupiah)

Tahun PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan

Nilai Pertumbuhan

(%) Nilai Pertumbuhan

(%) 1994 522.577 - 463.236 - 1995 572.170 9,49 470.551 1,58 1996 627.851 9,73 491.000 4,35 1997 688.963 9,73 447.571 -8,85 1998 825.893 19,87 384.783 -14,03 1999 909.720 10,15 346.062 -10,06 2000 909.846 0,01 352.854 1,96 2001 997.034 9,58 359.651 1,93 2002 1.114.494 11,78 369.546 2,75 2003 1.222.753 9,71 381.842 3,42

Sumber: Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten Kulon Progo 1994-2003.

II.B.2. Kabupaten Bantul

II.B.2.a. Kadaan Geografis

Kabupaten Bantul terletak di sisi selatan bagian tengah Daerah

Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Bantul secara geografis terletak antara

1100 21’ – 1100 50’ Bujur Timur dan antara 70 46’ – 70 47’ Lintang

Selatan. Secara administratif Kabupaten Bantul memiliki luas wilayah

sebesar 506,85 km2 yang meliputi 17 kecamatan dan 75 desa serta 935

dusun dengan batas wilayah:

a) Sebelah Utara :Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman;

Page 39: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

21

b) Sebelah Timur :Kabupaten Gunung Kidul;

c) Sebelah Selatan :Samudra Indonesia;

d) Sebelah Barat :Kabupaten Kulon Progo.

Kabupaten Bantul memiliki kemiringan wilayah yang bervariasi

yang akan menentukan dalam penggunaan lahan, dimana ada suatu pola

usaha tani. Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut, Kabupaten

Bantul termasuk daerah dataran rendah yang memiliki rata-rata hujan

sebanyak 95 hari/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari

sampai Maret dengan rata-rata curah hujan sebesar 265 mm. Sedangkan

curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus.

II.B.2.b. Keadaan Penduduk

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Kabupaten

Bantul semakin lama semakin meningkat. Pada tahun 2000 jumlah

penduduk sebesar 773.158 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 1.539

jiwa per km2, tahun 2002 sebesar 786.617 jiwa dengan kepadatan

penduduk 1.552 jiwa per km2, dan tahun 2003 sebesar 793.421 jiwa

dengan komposisi 388.708 jiwa adalah penduduk laki-laki (48,99%) dan

404.173 jiwa adalah penduduk perempuan (51,01%), dengan kepadatan

penduduk sebesar 1.565 jiwa per km 2.

Page 40: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

22

Tabel 2.5. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 1994-2003

Tahun Luas Wilayah

(km2) Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kepadatan Penduduk

per km2

1994 506,85 732.437 1.445 1995 506,85 740.536 1.461 1996 506,85 748.517 1.477 1997 506,85 754.974 1.490 1998 506,85 760.891 1.501 1999 506,85 767.035 1.513 2000 506,85 773.158 1.525 2001 506,85 780.177 1.539 2002 506,85 786.617 1.552 2003 506,85 793.421 1.565

Sumber: Badan Pusat Statistik. Kabupaten Bantul Dalam Angka 1994-

2003.

II.B.2.c. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul (dalam hal ini dihitung

melalui pertumbuhan pendapatan regional) pada tahun 1999 sampai tahun

2003 selalu mengalami peningkatan. Pertumbuhan pada tahun 1999

sebesar 1,36% kemudian meningkat pada tahun 2000 menjadi sebesar

3,22%. Pada tahun 2001 turun menjadi 3,10% dan tahun selanjutnya yaitu

2002 dan 2003 meningkat kembali menjadi 3,67% dan 4,41%.

Apabila dicermati lebih lanjut, secara garis besar sumbangan

terbesar yang mempengaruhi perubahan ekonomi tersebut diberikan oleh

Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan yang mencapai

pertumbuhan sebesar 10,51%. Sektor ini memberikan andil terbesar jika

dilihat dari sisi sektoral.

Page 41: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

23

II.B.2.d. PDRB Per Kapita

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita yang

merupakan salah satu indikator produktivitas penduduk dihitung dengan

cara membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang

bersangkutan. PDRB per kapita dapat dihitung atas dasar harga berlaku

maupun atas dasar harga konstan.

PDRB per kapita Atas Dasar Harga Berlaku, pada tahun 2002

adalah sebesar Rp. 1.127.129.,00 atau rata-rata perbulan sebesar

Rp. 93.927,00 naik menjadi Rp. 1.167.405,00 atau rata-rata perbulan

sebesar Rp. 97.283,00 pada tahun 2003. Kenaikan PDRB per kapita

dengan disertai meningkatnya pertumbuhan ekonomi (4,41%) diatas

pertumbuhan penduduk (0,86%), serta kenaikan PDRB Per Kapita Atas

dasar Harga Konstan merupakan salah satu indikasi bahwa tingkat

produktivitas penduduk Kabupaten Bantul semakin meningkat.

II.B.2.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Bantul pada tahun

1998 mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 38,78%. Selanjutnya

di tahun 1999 sampai tahun 2003 pertumbuhannya selalu mengalami

penurunan, yaitu tahun 1999 sebesar 17,82%; tahun 2000 sebesar 12,94%;

tahun 2001 sebesar 10,83%. Pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi

Page 42: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

24

mengalami peningkatan menjadi sebesar 11,19% tetapi pada tahun 2003

kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 10,70%.

Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dengan tahun

dasar 1993, perekonomian mengalami pertumbuhan terburuk pada tahun

1998 dengan penurunan senilai -9,42%. Tahun 1999 sampai tahun 2003

pertumbuhan ekonomi mulai mengalami peningkatan. Tahun 1999 terjadi

pertumbuhan positif sebesar 1,36%; pada tahun 2000 meningkat menjadi

3,22% dan pada tahun 2001 mengalami penurunan yang tipis menjadi

sebesar 3,10%. Pada tahun 2002 dan tahun 2003 kembali menunjukkan

peningkatan sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sebesar 3,67% pada

tahun 2002 dan 4,41% pada tahun 2003.

Tabel 2.6. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun

1993 Kabupaten Bantul Tahun 1994-2003 (Dalam

Jutaan Rupiah)

Tahun PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan

Nilai Pertumbuhan

(%) Nilai Pertumbuhan

(%) 1994 841.005 - 756.880 - 1995 962.176 14,41 811.605 7,23 1996 1.089.567 13,24 866.280 6,74 1997 1.223.582 12,30 892.458 3,02 1998 1.698.131 38,78 808.361 -9,42 1999 2.000.690 17,82 819.324 1,36 2000 2.259.481 12,94 845.718 3,22 2001 2.504.224 10,83 871.970 3,10 2002 2.784.441 11,19 903.932 3,67 2003 3.082.427 10,70 943.757 4,41

Sumber: Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten Bantul 1994-2003.

Page 43: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

25

II.B.3. Kabupaten Gunung Kidul

II.B.3.a. Keadaan Geografis

Kabupaten Gunung Kidul terletak diantara 1100 21’ – 1100 50’

Bujur Timur dan antara 70 46’ – 70 47’ Lintang Selatan, sedangkan

ketinggiannya bervariasi antara 0 – 700 meter diatas permukaan laut.

Secara administratif Kabupaten Gunung Kidul memiliki luas wilayah

sebesar 1.485,36 km2 yang meliputi 18 kecamatan dan 144 desa, dengan

batas wilayah:

a) Sebelah Utara : Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo;

b) Sebelah Timur : Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah;

c) Sebelah Selatan : Samudra Indonesia;

d) Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman.

II.B.3.b. Keadaan Penduduk

Menurut data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk

Kabupaten Gunung kidul mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2000 sebesar 743.828 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar

500 jiwa per km2; tahun 2001 sebesar 746.451 jiwa dengan kepadatan

penduduk sebesar 503 per km2; tahun 2002 sebesar 749.875 jiwa dengan

kepadatan penduduk sebesar 505 jiwa per km2; sedangkan pada tahun 2003

jumlah penduduk sebesar 753.008 jiwa dengan kepadatan penduduk

sebesar 507 jiwa per km2.

Page 44: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

26

Tabel 2.7. Jumlah Penduduk Kabupaten Gunung Kidul Tahun

1994-2003

Tahun Luas Wilayah

(km2) Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kepadatan Penduduk

per km2

1994 1485,36 720.643 485 1995 1485,36 724.685 488 1996 1485,36 729.655 491 1997 1485,36 733.164 494 1998 1485,36 736.292 496 1999 1485,36 739.259 498 2000 1485,36 743.282 500 2001 1485,36 746.451 503 2002 1485,36 749.875 505 2003 1485,36 753.008 507

Sumber: Badan Pusat Statistik. Kabupaten Gunung Kidul Dalam

Angka 1994-2003.

II.B.3.c. Pertumbuhan Ekonomi

Seluruh sektor pada tahun 2003 mengalami pertunbuhan positif.

Sektor Pertanian yang merupakan sektor dominan hanya mampu tumbuh

sebesar 0,31%. Kecilnya pertumbuhan sektor ini disebabkan oleh

menurunnya pertumbuhan Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan sebesar

-0,31%. Pertumbuhan tertinggi dacapai oleh Sektor Listrik, Gas, dan Air

Bersih sebesar 11,38%. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

berperan positif dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2003 dengan kenaikan

sebesar 7,49%. Sektor Pertambangan dan Galian di Gunung Kidul hanya

meliputi Sub Sektor Galian saja dan pengelolaannya masih tradisional

sehingga pertumbuhannya 0,68%. Selanjutnya Sektor Perdagangan, Hotel,

dan Restoran yang mampu tumbuh sebesar 2,39%; sedangkan sektor-

Page 45: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

27

sektor lainnya yang mengalami peningkatan adalah Sektor Industri

Pengolahan, Sektor Bangunan, dan Sektor Jasa-jasa yaitu masing-masing

sebesar 2,17%; 0,68%; dan 5,39% dibandingkan tahun sebelumnya.

II.B.3.d. PDRB Per Kapita

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran adalah

dengan menghitung PDRB per kapita. Apabila dilihat dari niali PDRB Per

Kapita Atas Dasar Harga Berlaku, tahun 2003 terjadi peningkatan.

Dilihat dari PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 1993, PDRB

per kapita Kabupaten Gunung Kidul mengalami kenaikan sebesar 2,06%

yaitu menjadi Rp. 1.466.541,00 pada tahun 2003. Meskipun secara

nominal PDRB Kabupaten Gunung Kidul mengalami peningkatan yang

cukup tinggi, tetapi secara riil daya beli masyarakat hanya mengalami

sedikit peningkatan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan pada PDRB tersebut

lebih didominasi oleh kenaikan harga-harga dibandingkan dengan

kenaikan produksi riil.

II.B.3.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Gunung Kidul pada

tahun 1998 mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 40,29%.

Selanjutnya dari tahun 1999 sampai 2003 pertumbuhannya mengalami

fluktuasi. Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi sebesar 14,84%.

Page 46: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

28

Kemudian pada tahun 2000 menjadi sebesar 18,73%. Pada tahun 2001,

2002, dan 2003 masing-masing sebesar 8,83%; 9,18%; 7,47%.

Sedangkan pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dengan

tahun dasar 1993, perekonomian mengalami pertumbuhan terburuk pada

tahun 1998 dengan penurunan senilai -7,30%. Tahun 1999 sampai tahun

2001pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunung Kidul mulai mengalami

peningkatan. Tetapi pada tahun 2002 terjadi penurunan dari 2,19%

menjadi sebesar 1,90%. Pada tahun 2003 pertumbuhan ekonomi kembali

mengalami peningkatan menjadi sebesar 2,33%.

Tabel 2.8. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun

1993 Kabupaten Gunung Kidul Tahun 1994-2003

(Dalam Jutaan Rupiah)

Tahun PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan

Nilai Pertumbuhan (%) Nilai

Pertumbuhan (%)

1994 799.847 - 725.912 - 1995 916.361 14,57 782.517 7,80 1996 1.046.839 14,24 838.463 7,15 1997 1.162.705 11,07 960.495 14,55 1998 1.631.152 40,29 890.348 -7,30 1999 1.873.188 14,84 905.619 1,72 2000 2.224.008 18,73 930.497 2,75 2001 2.420.480 8,83 950.887 2,19 2002 2.642.624 9,18 968.908 1,90 2003 2.839.990 7,47 991.521 2,33

Sumber: Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten Gunung Kidul 1994-2003.

Page 47: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

29

II.B.4. Kabupaten Sleman

II.B.4.a. Keadaan Geografis

Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten dari empat

Daerah Kabupaten dan satu Daerah Kota di Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Daerah Kabupaten Sleman terletak di sebelah utara kota

Yogyakarta.

Secara geografis Kabupaten Sleman terletak antara 70 34’ 51” sampai

dengan 70 47’ 03” Lintang Selatan dan 1070 15’ 03” sampai dengan 1000

29’ 03” Bujur Timur, dengan ketinggian antara 100-2.500 meter diatas

permukaan laut. Jarak terjauh utara-selatan kira-kira 32 km, terdiri dari 17

kecamatan, 86 desa, dan 1.212 dusun. Sedangkan secara administratif

batas-batas wilayah kabupaten Sleman adalah sebagai berikut:

a) Sebelah Utara :Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah.

b) Sebelah Timur :Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

c) Sebelah Selatan :Kabupaten Bantul dan Kotamadya Yogyakarta.

d) Sebelah Barat :Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan

Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah.

Kabupaten Sleman dialiri oleh beberapa sungai yang menuju Pantai

Selatan, yaitu : Sungai Progo, Sungai Krasak, Sungai Sempor, Sungai

Nyono, Sungai Kuning, Sungai Boyong, dan sungai lainnya.

Page 48: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

30

II.B.4.b. Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di wilayah Kabupaten Sleman berdasarkan hasil

regristrasi penduduk pada akhir tahun 2003, tercatat sebesar 880.109 jiwa

yang terdiri dari 435.532 laki-laki dan 444.447 perempuan. Luas wilayah

Kabupaten Sleman sebesar 574,82 km2 dengan kepadatan penduduk

sebanyak 1.531 jiwa per km2. Sebagian besar penduduk Sleman masih

menggantungkan hidupnya di Sektor Pertanian dan Perdagangan. Hai ini

sangat dimungkinkan karena Kabupaten Sleman memiliki keunggulan

kompetitif sebagai daerah penyangga pangan di Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Tabel 2.9. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 1994-2003

Tahun Luas Wilayah

(km2) Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kepadatan Penduduk

per km2

1994 574,82 783.562 1.363 1995 574,82 794.101 1.381 1996 574,82 804.366 1.399 1997 574,82 814.961 1.418 1998 574,82 824.226 1.434 1999 574,82 833.603 1.450 2000 574,82 844.076 1.468 2001 574,82 856.558 1.490 2002 574,82 869.586 1.512 2003 574,82 880.109 1.531

Sumber: Badan Pusat Statistik. Kabupaten Sleman Dalam Angka

1994-2003.

Page 49: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

31

II.B.4.c. Pertumbuhan Ekonomi

Selama 5 tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

Sleman sudah mulai meningkat. Mulai tahun 1999 keadaan perekonomian

sudah berubah menuju peningkatan. Hal ini ditandai dengan meredanya

gejolak inflasi dan nilai tukar Dollar Amerika Serikat yang mulai membaik

dan relatif stabil mulai tahun 2001.

Dalam kondisi yang relatif stabil ini, perekonomian Kabupaten

Sleman mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 4,57% pada tahun

2002 dan sebesar 4,45% pada tahun 2003. Pertumbuhan ini tergolong cukup

tinggi jika dibandingkan dengan tahun 1999 yang hanya sebesar 1,93% dan

tahun 1998 yang terpuruk sebesar -7,99%. Pertumbuhan yang cukup tinggi

tersebut dicapai karena pertumbuhan positif oleh seluruh sektor

pendukungnya

II.B.4.d. PDRB Per Kapita

Perkembangan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan selama

4 tahun terakhir ini selalu menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2000

PDRB per kapita Kabupaten Sleman sebesar Rp. 1.612.020,00 dengan

pertumbuhan sebesar 1,85% dari tahun sebelumnya. Tahun 2001 PDRB per

kapita Kabupaten Sleman sebesar Rp. 1.649.947,00 atau mengalami

pertumbuhan sebesar 2,35%. Pada tahun 2002 PDRB per kapita mengalami

pertumbuhan sebesar 3,05% atau menjadi sebesar Rp. 1.700.303,00. Pada

Page 50: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

32

tahun 2003 trejadi peningkatan sebesar 2,93% atau menjadi sebesar Rp.

1.750.187,00.

II.B.4.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Sleman pada tahun

1998 memgalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 28,73%. Selanjutnya

di tahun 1999-2000 pertumbuhannya mengalami penurunan, yaitu menjadi

17,96% di tahun 1999 dan 12,30% di tahun 2000. Tahun 2001 dan 2002

pertumbuhan ekonomi kembali mengalami kenaikan menjadi 15,69% dan

18,30%.Tetapi pada tahun 2003 kembali mengalami penurunan menjadi

sebesar 11,95%.

Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993, pada

tahun 1998 perekonomian mengalami pertumbuhan negatif sebesar -7,99%

yang merupakan pertumbuhan ekonomi terburuk di Kabupaten Sleman.

Pada tahun 1999 sampai tahun 2002 pertumbuhan ekonomi mulai

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Page 51: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

33

Tabel 2.10. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun

1993 Kabupaten Sleman Tahun 1994-2003 (Dalam

Jutaan Rupiah)

Tahun PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan

Nilai Pertumbuhan

(%) Nilai Pertumbuhan

(%) 1994 1.393.165 - 1.234.722 - 1995 1.611.580 15,68 1.335.484 8,16 1996 1.842.510 14,33 1.445.705 8,25 1997 2.088.095 13,32 1.496.861 3,54 1998 2.688.105 28,73 1.377.233 -7,99 1999 3.170.857 17,96 1.403.780 1,93 2000 3.560.985 12,30 1.451.722 3,42 2001 4.119.788 15,69 1.509.835 4,00 2002 4.874.054 18,30 1.578.866 4,57 2003 5.456.414 11,95 1.649.080 4,45

Sumber: Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten Gunung Kidul 1994-2003.

II.B.5. Kota Yogyakarta

II.B.5.a. Keadaan Geografis

Kota Yogyakarta adalah Ibu Kota Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Kota Yogyakarta terletak diantara 1100 – 24’ 19” – 1100 28’

53” Bujur Timur dan antara 70 49’ 26” – 70 15’ 24” Lintang Selatan, dengan

luas sekitar 32,5 km2 atau sekitar 1,02% dari luas wilayah Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7,5

km dan dari barat ke timur kurang lebih 5,6 km.

Page 52: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

34

Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan

45 kelurahan, dengan batas wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Utara : Kabupaten Sleman;

b) Sebelah Timur : Kabupaten Bantul dan Sleman;

c) Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul;

d) Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman.

Dari arah utara ke selatan dialiri oleh 3 sungai, yaitu: Sungai

Gajahwong di bagian timur kota, Sungai Code di bagian tengah kota, dan

Sungai Winongo di bagian barat kota.

II.B.5.b. Keadaan Penduduk

Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2003, penduduk Kota

Yogyakarta berjumlah 508.678 orang yang terdiri dari 261.113 orang

(51,34%) laki-laki dan 202.868 orang (51,05%) perempuan, dengan rata-

rata pertumbuhan penduduk periode tahun 1994 sampai tahun 2003 sebesar

0,80%. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah 32,50 km2 dengan

kepadatan penduduk sebesar 15.652 jiwa per km2

Page 53: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

35

Tabel 2.11. Jumlah Penduduk Kota YogyakartaTahun 1994-2003

Tahun Luas Wilayah

(km2) Jumlah

Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk

per km2

1994 32,50 461.800 14.2091995 32,50 466.313 14.3481996 32,50 471.335 14.5031997 35,50 477.073 14.6791998 32,50 480.954 14.7991999 32,50 487.115 14.9882000 32,50 493.903 15.1972001 32,50 500.949 15.4142002 32,50 507.427 15.6132003 32,50 508.678 15.652

Sumber: Badan Pusat Statistik. Kota Yogyakarta Dalam Angka 1994-

2003.

II.B.5.c. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pada tahun 2003

mencapai 3,82%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2002 yang

mencapai 3,57%. Tetapi pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi hanya

sebesar 1,03%. Rendahnya pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari situasi

perekonomian nasional dan belum pulihnya kegiatan sektor riil. Namun

demikian kondisi Kota Yogyakarta secara umum pada tahun 2000 sudah

mulai membaik, meskipun belum sebaik sebelum terjadinya krisis.

Pada tahun 2003, dari 9 sektor ekonomi dalam PDRB, terdapat 2

sektor yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu Sektor Pertanian dan

Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan laju pertumbuhan masing-

masing sektor adalah sebesar -11,16% dan -14,85%.

Page 54: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

36

Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta lebih banyak didorong

oleh pertumbuhan Sektor Bangunan dan Sektor Pengangkutan dan

Komunikasi. Kedua sektor inilah yang menjadi andalan Kota Yogyakarta

dengan tingkat pertumbuhan masing-masing6,97% dan5,18%. Sektor Jasa-

jasa juga merupakan sektor andalan bagi Kota Yogyakarta, namun pada

tahun 2003 pertumbuhannya hanya sebesar 2,22%. Sektor ini semakin

menurun karena adanya kebijakan Pemerintah Daerah untuk membatasi

penambahan pegawai baru, sehingga pertumbuhan sektor ini secara

keseluruhan relatif menurun.

II.B.5.d. PDRB Per Kapita

PDRB per kapita Kota Yogyakarta dari tahun ketahun selalu

mengalami peningkatan. Pada tahun 1999, PDRB per kapita Kota

Yogyakarta adalah sebesar Rp. 3.286.899,00. Pada tahun 2000 mengalami

peningkatan sebesar 4,03% menjadi sebesar Rp. 3.419.228,00. Apabila

dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, maka PDRB per kapita Kota Yogyakarta adalah PDRB per

kapita yang paling besar. Selain karena Ibukota Propinsi, besarnya PDRB

per kapita ini disebabkan oleh sebagian nilai PDRB disumbangkan oleh

masyarakat di sekitar Kota Yogyakarta yang bekerja di Kota Yogyakarta.

Pada rentang waktu 3 tahun mulai tahun 2001 sampai 2003,

besarnya PDRB per kapita mengalami peningkatan menjadi sebesar

Page 55: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

37

Rp. 3.532.671,00 pada tahun 2001; Rp 3.674.111,00 pada tahun 2002 dan

sebesar Rp. 3.830.539,00 pada tahun 2003. Apabila dilihat dari

pertumbuhan PDRB per kapita ini, maka terjadi pertumbuhan sebesar

3,32% pada tahun 2001. Pada tahun 2002 mengalami pertumbuhan sebesar

4,00% dan pada tahun 2003 mengalami pertumbuhan sebesar 4,26%.

II.B.5.e. PDRB Harga Berlaku dan Harga Konstan

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Yogyakarta pada tahun

1998 mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 28,59%. Selanjutnya

pada tahun 1999-2000 pertumbuhannya selalu mengalami penurunan, yaitu

menjadi sebesar 14,64% di tahun 1999 dan 11,16% di tahun 2000. tahun

2001 dan 2002 pertumbuhan ekonomi kembali mengalami kenaikan

menjadi sebesar 13,83% dan 16,18%. Namun pada tahun 2003 mengalami

penurunan kembali menjadi sebesar 10,31%.

Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dengan Tahun

Dasar 1993, pada tahun 1998 perekonomian mengalami pertumbuhan

terburuk dengan penurunan senilai -11,11%. Tahun 1999 sampai tahun

2003 pertumbuhan ekonomi kembali ke angka positif. Hal ini dapat dilihat

dari pertumbuhannya yaitu 1,03% di tahun 1999; sebesar3,60% pada tahun

2000; sebesar 3,07% di tahun 2001; sebesar 3,57% pada tahun 2002; dan

sebesar 3,82% pada tahun 2003.

Page 56: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

38

Tabel 2.12. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun

1993 Kota Yogyakarta Tahun 1994-2003 (Dalam Jutaan

Rupiah)

Tahun PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan

Nilai Pertumbuhan

(%) Nilai Pertumbuhan

(%) 1994 1.269.804 - 1.160.094 - 1995 1.483.446 16,82 1.275.361 9,94 1996 1.710.725 15,32 1.391.715 9,12 1997 1.946.183 13,76 1.458.020 4,76 1998 2.502.561 28,59 1.296.097 -11,11 1999 2.868.850 14,64 1.309.435 1,03 2000 3.189.020 11,16 1.356.541 3,60 2001 3.630.052 13,83 1.398.143 3,07 2002 4.217.393 16,18 1.448.114 3,57 2003 4.652.142 10,31 1.503.456 3,82

Sumber: Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto Kota

Yogyakarta 1994-2003.

Page 57: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

39

BAB III

KAJIAN PUSTAKA

Beberapa studi menyatakan bahwa, untuk mengukur tingkat kemandirian

suatu daerah digunakan Derajat Desentralisasi Fiskal, yaitu rasio antara

Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, dan Sumbangan

dengan Total Penerimaan Daerah. Beberapa studi tentang Pinjaman Daerah

menyatakan bahwa untuk mencari besarnya pinjaman jangka panjang yang bisa

didapat oleh suatu daerah menggunakan rumus DSCR (Debt Service Coverage

Ratio). Pada bagian ini akan dilaporkan secara singkat dari hasil penelitian

tentang tingkat kemandirian daerah dan besarnya pinjaman yang bisa didapat

oleh suatu daerah yang dilakukan oleh beberapa peneliti.

Studi yang dilakukan oleh Tri Nurmani Ariyanti (2002) dengan kabupaten

Klaten pada tahun 1989/1990-1999/2000 sebagai obyek penelitian menyatakan

bahwa gap rata-rata Sumbangan dan Bantuan terhadap jumlah PAD dan

BHPBP kabupaten Klaten selama tahun anggaran 1989/1990-1999/2000 adalah

51,73 %. Nilai gap tertinggi selama tahun 1989/1990-1999/2000 terjadi pada

tahun anggaran 1999/2000, dengan nilai selisih terbesar 78,64 %. Jika dilihat

dari perkembangannya dari tahun ke tahun, maka terlihat bahwa selama periode

penelitian, kesenjangan (gap) antar Sumbangan/Bantuan dengan jumlah PAD

dan BHPBP semakin meningkat. Selisih nilai (gap) terendah terjadi pada tahun

anggaran 1989/1990 dengan nilai sebesar 39,88 Dengan demikian dapat

Page 58: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

40

disimpulkan bahwa selama tahun penelitian (1989/1990-1999/2000), derajat

desentralisasi fiskal di Kabupaten Klaten masih rendah, sebab masih sangat

tergantung dari kontribusi Sumbangan dan Bantuan dari Pusat (Tri Nurmani

Aryanti, 2002: 80).

Studi tentang Pinjaman daerah yang dilakukan Rokhedi P. Santoso

dengan menggunakan DSCR sebagai ukuran potensi pinjaman dan DIY sebagai

obyek penelitian menyimpulkan bahwa pada tahun 2001, beberapa daerah

seperti Gunungkidul, Kulonprogo, Sleman, dan Kota Yogyakarta telah

memiliki DSCR lebih dari 2,5. Dengan demikian, memperhatikan persyaratan

pinjaman jangka panjang dalam PP 107/2000 maka semua daerah ini berhak

melakukan pinjaman jangka panjang. Besarnya pinjaman yang dapat dilakukan

berkisar dari Rp. 4,3 miliar untuk kota Yogyakarta sampai dengan Rp. 28,494

miliar untuk Kabupaten Kulonprogo. Sedangkan untuk Kabupaten Bantul dan

Propinsi DIY masih kecil dari 2,5. Meskipun syarat kumulatif pokok

pinjamannya tinggi, namun nilai DSCR Kabupaten Bantul yang kurang 2,5

menjadikan kabupaten dan propinsi ini tidak berhak melakukan pinjaman

jangka panjang. Pada tahun 2002, semua daerah mamiliki DSCR yang lebih

tinggi dari 2,5 kecuali Kabupaten Sleman. Dengan demikian, pada tahun 2002

semua daerah kecuali Kabupaten Sleman berhak melakukan pinjaman jangka

panjang sesuai dengan persyaratan PP 107/2000. Besarnya pinjaman jangka

panjang yang dapat dilakukan berkisar antara Rp. 1,159 miliar oleh Kabupaten

Bantul sampai dengan 16,0454 miliar untuk Kabupaten Kulonprogo.

Page 59: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

41

Sedangkan untuk Propinsi DIY pinjaman jangka panjang yang dapat dilakukan

sebesar 17,919 miliar.

Studi tentang Pinjaman Daerah dilakukan oleh Yook Tri Handoko

(2003), dengan obyek penelitian yang sama, yaitu DIY. Dalam penelitian ini

pinjaman daerah dicari dalam rata-rata selama periode 1998-2002, jadi untuk

mencari pinjaman daerah terlebih dahulu mencari rata-rata PAD, rata-rata

Bagian Daerah, rata-rata DAU, dan rata-rata Belanja Wajib. Asumsi-asumsi

yang digunakan adalah:

a. Apabila DSCR 2,5%

P + B +BL = ( )%5,2

BWDAUBDPAD −++

b. Apabila DSCR 5%

P + B +BL = ( )%5

BWDAUBDPAD −++

c. Apabila DSCR 10%

P + B +BL = ( )%10

BWDAUBDPAD −++

d. Apabila DSCR 15%

P + B +BL = ( )%15

BWDAUBDPAD −++

Besarnya bunga (B) adalah 2% per bulan dari total pinjaman.

Besarnya biaya lain (BL) adalah 1,5% dari total pinjaman.

Page 60: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

42

a. Apabila jangka waktu pinjaman 1 tahun.

P+B+BL = P + 0,24 P + 0,015 P

b. Apabila jangka waktu pinjaman 5 tahun.

P+B+BL = P + 1,2 P + 0,015 P

c. Apabila jangka waktu pinjaman 10 tahun.

P+B+BL = P + 2,4 P + 0,015 P

Rangkuman hasil-hasil perhitungan menurut asumsi-asumsi yang

diberlakukan yaitu:

Tabel 3.1. Jumlah Pinjaman Yang Dapat Diperoleh Daerah Istimewa

Yogyakarta (Dalam Miliar Rp.)

DSCR P+B+L P (1Th) P (5Th) P (10Th) 2,5% 149.88 119.426 338.325 476.56

5 % 74.94 59.713 169.160 219.44 10 % 37.47 29.856 84.580 109.72 15 % 24.98 19.904 56.385 73.16

Sumber: Data Diolah

Berdasarkan tabel diatas, DSCR adalah besarnya rata-rata tingkat

pengembalian pinjaman suatu daerah. P+B+BL adalah besarnya total pinjaman

yang dapat diperoleh pemerintah daerah, sedangkan P adalah pokok pinjaman

yang dapat diperoleh pemerintah daerah, apabila DSCRnya 2,5% total

pinjamannya sebesar Rp. 149,988 miliar, jika jangka waktu pinjaman selama

satu tahun pokok pinjaman sebesar Rp. 119,426 miliar, bila jangka waktu

pinjaman selama 5 tahun, pokok pinjamannya sebesar Rp. 338,325 miliar,

Page 61: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

43

sedangkan jangka waktu pinjaman 10 tahun besarnya pokok pinjaman Rp.

476,56 miliar.

Apabila tingkat pengembaliannya sebesar 5% total pinjamannya sebesar

Rp. 74,94 miliar, jika jangka waktu pinjaman selama satu tahun pokok

pinjaman sebesar Rp. 59,713 miliar, jangka waktu pinjaman selama 5 tahun,

pokok pinjamannya sebesar Rp. 169,16 miliar, dengan jangka waktu pinjaman

10 tahun besarnya pokok pinjaman adalah Rp. 219,44 miliar.

DSCR 10% total pinjamannya sebesar Rp. 37,47 miliar, bila jangka

waktu pinjaman selama satu tahun pokok pinjaman sebesar Rp. 29,856 miliar,

pokok pinjaman yang dapat diperoleh pada jangka waktu pinjaman selama 5

tahun sebesar Rp. 84,58 miliar, sedangkan jangka waktu pinjaman 10 tahun

pokok pinjamannya sebesar Rp. 109,72 miliar.

Dengan DSCR 15% jumlah total pinjaman yang dapat diperoleh

pemerintah DIY adalah Rp. 24,98 miliar, jika jangka waktu pinjaman selama

1 tahun, besarnya pokok pinjaman Rp. 19,904 miliar, dengan jangka waktu

pinjaman 5 tahun besarnya pokok pinjaman adalah Rp. 56,385, dan jangka

waktu pinjaman 10 tahun, pokok pinjamannya sebesar Rp. 73,16 miliar.

Jadi semakin besar tingkat kemampuan pengembalian suatu daerah

(DSCR), berarti keuangan daerah tesebut semakin baik.

Page 62: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

44

BAB IV

LANDASAN TEORI

IV.A. Otonomi Daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada dasarnya merupakan

amanat pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, landasan

pemberian otonomi kepada daerah dan pembentukan Daerah Otonom adalah

Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 18 yang berbunyi “ Pembagian

daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan

pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan

mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-

hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 18, ditetapkan antara lain (Tri

Nurmani Ariyanti, 2002: 20):

1. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi, dan propinsi

akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

2. Di daerah-daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi

belaka semua menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-

undang.

3. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan

perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun pemerintah akan

bersendi atas dasar permusyawaratan.

Page 63: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

45

Dari uraian tersebut, jelas terlihat bahwa UUD 1945 merupakan

landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Mengingat bahwa sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai

dengan runtuhnya pemerintahan Orde baru, pelaksanaan otonomi daerah di

Indonesia belum menunjukkan hal yang berarti. Padahal beberapa undang-

undang tentang pemerintahan daerah telah ditetapkan dan berlaku silih berganti

akan tetapi pelaksanaan otonomi daerah belum efektif. Oleh sebab itu, pada era

reformasi dibuat undang-undang baru mengenai, yaitu Undang-Undang nomor

22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25

tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah (Mudrajat

Kuncoro, 2004: 6). Pada tahun 2004 UU No. 22 Th. 1999 disempurnakan oleh

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan UU No. 25 Th. 1999

disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004.

IV.A.1. Pengertian Otonomi Daerah

Menurut Ketentuan Umum UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintah

Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Page 64: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

46

IV.A.2. Prinsip Otonomi Dearah.

Menurut Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

semua urusan pemerintah pusat diluar yang menjadi urusan pemerintah

pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk

memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu

prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan

berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada

dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi

dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap

daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud

dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud

pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah

termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama

dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan

Daerah: 168).

Page 65: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

47

Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus

selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan

selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam

masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus

menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya,

artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan

kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang

tak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin

hubungan yang serasi antara daerah dengan pemerintah pusat., artinya harus

mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap

tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan

tujuan negara (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan

Daerah: 168).

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang

hendak dicapai, pemerintah pusat wajib melakukan pembinaan yang berupa

pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan

dan pengawasan. Disamping itu, diberikan pula standar, arahan, bimbingan,

pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi.

Bersamaan dengan itu pemerintah pusat wajib memberikan fasilitas yang

berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada

daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien

Page 66: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

48

dan efektif (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah:

169).

IV.A.3. Titik Berat Otonomi Daerah.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan

pelaksanan pembangunan, maka titik berat otonomi daerah diletakan pada

Daerah Tingkat II atau Kabupaten, dengan dasar pertimbangan : pertama,

dari dimensi politik, kabupeten dipandang kurang mempunyai fanatisme

kedaerahan sehingga resiko gerakan separatisme dan peluang

berkembangnya aspirasi federalis relatif minim. Kedua, dari dimensi

administratif, penyelenggaraan dan pelayanan kepada masyarakat dapat

lebih efektif. Ketiga, kabupaten adalah “ujung tombak” pelaksanaan

pembangunan sehingga kabupatenlah yang lebih tahu kebutuhan potensi

rakyat di daerahnya. Pada gilirannya, yang terakhir ini dapat meningkatkan

pertanggung jawaban daerah kepada masyarakat. Atas dasar itulah prinsip

otonomi yang dianut, yaitu yaitu otonomi nyata dan bertanggung jawab

diharapkan dapat lebih mudah direalisasikan (Mudrajad Kuncoro, 2004: 3).

IV.B. Keuangan Daerah.

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan

nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan

sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan

Page 67: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

49

demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub-sistem pemerintahan negara

dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan masyarakat sebagai daerah otonom (Bratakusumah

dan Solihin, 2001: 168).

IV.B.1. Penerimaan Daerah.

Sumber-sumber penerimaan daerah dapat dibedakan atas

penerimaan dari daerah meliputi pendapatan asli daerah (PAD), bagi hasil

pajak dan bukan pajak, dan dari sumbangan dan bantuan. (Suparmoko,

2002: 29)

a. Pendapatan Asli Daerah.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi, peningkatan

pendapatan asli daerah selalu diupayakan karena merupakan penerimaan

dari usaha untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah.

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang berasal dari pajak daerah,

retribusi daerah, bagian keuntungan perusahaan daerah, penerimaan lain-

lain yang sah (Suparmoko, 2002: 29).

Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan kepada pemerintah daerah tanpa balas jasa langsung

yang ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-

Page 68: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

50

undangan yang berlaku. Pajak daerah bagian pendapatan asli daerah yang

terbesar diantaranya meliputi pajak kendaraan bermotor, pajak hotel dan

restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak

pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan I, dan pajak

pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan (Suparmoko, 2002: 61).

Retribusi daerah adalah pungutan-pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan

dan atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan

oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan (Suparmoko,

2002: 61).

Jenis retribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga macan sesuai

dengan obyeknya. Obyek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa

tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Jasa-jasa pelayanan

tersebut diantaranya dapat dikelompokkan menjadi retribusi yang dikenakan

pada jasa umum, retribusi yang dikenakan pada jasa usaha. dan retribusi

yang dikenakan pada perijinan tertentu (Suparmoko, 2002: 87).

Selain pajak daerah dan retribusi daerah, bagian laba perusahaan

milik daerah merupakan salah satu sumber yang cukup potensial untuk

dikembangkan serta penerimaan lain-lain yang sah seperti biaya perijinan,

hasil dari kekayaan daerah dan sebagainya (Bachrul Elmi, 2002: 51).

Page 69: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

51

b. Dana Perimbangan.

Dana perimbangan meliputi dana alokasi umum, dana alokasi

khusus dan dana bagi hasil (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 174).

c. Pinjaman daerah.

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 5 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan

bahwa pinjaman daerah adalah salah satu sumber penerimaan daerah dalam

rangka pelaksanaan otonomi, yang dicatat dan dikelola dalam APBD.

d. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah

lainnya yang dipisahkan, antara lain, bagian laba, deviden, dan

penjualan saham milik daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 173).

e.. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain hibah, dana darurat dan

penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 173).

IV.B.2 Pengeluaran Daerah.

Pengeluaran daerah meliputi pengeluaran rutin terutama untuk gaji

pegawai dan belanja barang dan disamping pengeluaran rutin terdapat

pengeluaran pembangunan untuk sektor-sektor pos pengeluaran

pembangunan sektoral yang menonjol adalah untuk sektor transportasi,

ligkungan hidup dan pendidikan (Suparmoko, 2002: 30).

Page 70: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

52

IV.B.3. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut

Ketentuan Umum UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian

keuangan yang adil, proporsional, demikratis, transparan, dan bertanggung

jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.

Dana perimbangan ini terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi

umum, dan dana alokasi khusus. Jumlah dana perimbangan ditetapkan

setiap tahun anggaran dalam APBN (UU No. 33 Th. 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 10

tentang Dana Perimbangan: 273).

a. Dana Bagi Hasil.

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka presentase

tertentu. Dana Bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

Dana bagi hasil dari pajak meliputi pajak bumi dan bangunan, penerimaan

bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan pajak penghasilan. Dan

dana bagi hasil dari sumber daya alam berasal dari kehutanan,

pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,

pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi (UU No. 33 Th.

Page 71: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

53

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah

Pasal 11 tentang Dana Bagi Hasil: 273).

b. Dana Alokasi Umum (DAU).

DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar

daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan

antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan

kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar

kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih dari kebutuhan

daerah dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya

besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU

relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun

kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar.

Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor

pemerataan kapasitas fiskal (Penjelasan UU No. 33 Th. 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah: 324).

DAU untuk daerah propinsi dan daerah kabupaten ditetapkan

masing-masing 10% dan 90% dari DAU. DAU bagi masing-masing

propinsi dan kabupaten dihitung berdasarkan perkalian dari jumlah DAU

bagi seluruh daerah, dengan bobot daerah yang bersangkutan dibagi dengan

jumlah masing-masing bobot seluruh daerah di seluruh Indonesia

(Bratakusumah dan Solihin, 2001: 183).

Page 72: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

54

c. Dana Alokasi Khusus (DAK).

DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan

khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan

prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan

prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar

tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah (Penjelasan

UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan

Pemerintah Daerah : 324).

Sektor atau kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK adalah

dana administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya

pelatihan, biaya perjalanan pegawai daerah dan lain-lain biaya umum

sejenis (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 188).

IV.C. Pinjaman Daerah.

Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah,

selain Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan yaitu Dana Alokasi

Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Dana Bagi Hasil dan Lain-

lain pendapatan yang sah. Pinjaman Daerah digolongkan sebagai kelompok

pembiayaan daerah (sumber penerimaan pembiayaan daerah) (UU No. 33 Th.

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah

Pasal 5 tentang Sumber Penerimaan Daerah: 271).

Page 73: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

55

Pinjaman Daerah bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi

daerah dan meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Pembiayaan yang

bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan

dampak negatif bagi keuangan daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan

moneter secara nasional. Oleh karena itu, pinjaman daerah perlu mengikuti

kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi pinjaman daerah (Penjelasan UU

No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan

Pemerintah Daerah: 325).

IV.C.1. Definisi Pinjaman Daerah.

Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan

daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang

dari pihak lain sehingga daerah tersebut terbebani kewajiban untuk

membayar kembali (Ketentuan Umum UU No. 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah). Dalam

undang-undang tersebut mengatur tentang sumber dan jenis pinjaman,

penggunaan pinjaman, batas maksimum, jangka waktu, prosedur pinjaman,

pembayaran kembali, pembukuan dan pelaporan, serta ketentuan lainnya.

Page 74: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

56

IV.C.2. Sumber Pinjaman Daerah.

Ada beberapa sumber darimana diperolehnya pinjaman daerah

bagi pemerintah daerah, adapun sumber pinjaman daerah tersebut adalah

(Bratakusumah dan Solihin, 2001: 191):

a. Dalam Negeri:

1. Pemerintah Pusat.

Ketentuan-ketentuan mengenai pinjaman yang bersumber dari

pemerintah pusat seperti jenis, jangka waktu pinjaman, masa

tenggang, tingkat bunga, cara perhitungan dan cara pembayaran

bunga, pengadministrasian dan penyaluran dana pinjaman, ditetapkan

oleh menteri keuangan.

2. Lembaga Keuangan Bank.

Pelaksanaan pinjaman daerah yang bersumber dari lembaga

keuangan bank mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3. Lembaga Keuangan Bukan Bank.

Pelaksanaan pinjaman daerah yang bersumber dari lembaga

keuangan bukan bank mengikuti ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Page 75: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

57

4. Masyarakat.

Pinjaman dearah yang bersumber dari masyarakat antara lain

melalui penerbitan obligasi daerah. Pelaksanaan penerbitan dan

pembayaran obligasi daerah mengikuti ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

5. Sumber Lainnya.

Pinjaman daerah selain sumber tersebut diatas, misalnya

pinjaman daerah dari pemerintah daerah lain.

b. Luar Negeri:

1. Pinjaman Bilateral.

2. Pinjaman Multilateral.

IV.C.3. Jenis dan Penggunaan Pinjaman Daerah.

Menurut UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 52 tentang Jenis dan Jangka

Waktu Pinjaman dan Pasal 53 tentang Penggunaan Pijaman, jenis dan

kegunaan pinjaman terbagi menjadi tiga macam:

1. Pinjaman Jangka Pendek.

Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam

jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan

kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok

pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam satu

Page 76: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

58

tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman ini dipergunakan hanya

untuk menutupi kekurangan arus kas.

2. Pinjaman Jangka Menengah.

Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam

jangka waktu lebih dari 1 tahun anggaran dan kewajiban pembayaran

kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain

harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan

Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman ini dipergunakan untuk

membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan

penerimaan.

3. Pinjaman Jangka Panjang.

Pinjaman jangka panjang merupakan pinjaman daerah dalam

jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran

kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain

harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan

persyaratan perjanjian yang bersangkutan. Pinjaman ini dipergunakan

untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.

IV.C.4. Permasalahan Pinjaman Daerah.

Dana pinjaman sebagai salah satu sumber pembiayaan

pembangunan daerah belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh

pemerintah daerah disebabkan antara lain (Bachrul Elmi, 2002: 109):

Page 77: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

59

Pertama, keterbatasan kemampuan keuangan dalam APBN,

kemudian adanya persyaratan yang relatif ketat yang diterapkan oleh

pemerintah pusat dalam pemberian pinjaman.

Kedua, masih lemahnya kinerja sebagian besar BUMD dalam

menjalankan usahanya, sehingga sering merugi dan menunggak

mengembalikan pinjaman. Hal ini umumnya terjadi sebagai akibat

inefisiensi, karena masih lemahnya manajemen, SDM dan rendahnya moral

sebagian pengelola BUMD antara lain di PDAM. Padahal perusahaan

daerah seperti PDAM diberi hak monopoli pasar dan bahan baku yang

relatif murah.

Ketiga, sumber dana dari penerbitan obligasi daerah belum dapat

dimanfaatkan karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan

pemerintah daerah.

Keempat, belum terbentuknya lembaga pasar modal yang mampu

menyediakan dana secara murah dan mudah diperoleh oleh pemerintah

daerah. Sebaliknya di negara-negara seperti Inggris dan Amerika, dana

pinjaman dalam jumlah yang banyak lebih mudah diperoleh. Dengan alasan

demikian, pemerintah daerah di Indonesia selalu mengandalkan pemerintah

pusat sebagai sumber untuk mendapatkan dana. Kemudian selama

berlangsungnya sistem pemerintahan yang sentralis di masa orde baru,

pemerintah daerah lebih banyak menerima instruksi dibanding melakukan

inisiatif di bidang pembangunan.

Page 78: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

60

IV.C.5. Persyaratan dan Prosedur Pinjaman Daerah.

Menurut UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 54 tentang Persyaratan

Pinjaman, dalam melakukan pinjaman, daerah wajib memenuhi persyaratan:

i. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang

akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum

APBD tahun sebelumnya.

ii. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan

pinjaman ditetapkan oleh pemerintah.

iii. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang

berasal dari Pemerintah.

Di Indonesia, Debt Service Coverage Ratio (DSCR) atau rasio

kemampuan membayar kembali pinjaman digunakan untuk menentukan

batas maksimal pinjaman jangka panjang. Semakin besar DSCR suatu

daerah maka semakin bagus pula keadaan keuangan daerah tersebut. Sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 107 tahun 2000

Tentang Pinjaman daerah mengenai Persyaratan Pinjaman Daerah, batas

maksimum jumlah pinjaman jangka panjang adalah (Rokhedi P. Santoso,

2003: 149):

a) Jumlah kumulatif Pokok Pinjaman Daerah yang wajib dibayar

tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun

sebelumnya.

Page 79: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

61

b) Berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran Daerah

tahunan selama jangka waktu pinjaman, Debt Service Coverage

Ratio (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua setengah).

Prosedur pinjaman daerah menurut UU No. 33 Th. 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 56

tentang Prosedur Pinjaman Daerah adalah:

1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah

Daerah yang dananya berasal dari luar negeri.

2) Pinjaman kepada Pemerintah Daerah dilakukan melalui perjanjian

penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah.

3) Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara Menteri

Keuangan dan Kepala Daerah.

4) Perjanjian Penerusan pinjaman dapat dinyatakan dalam mata uang

rupiah atau mata uang asing.

Page 80: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

62

BAB V

METODE PENELITIAN

V.A. Jenis Penelitian.

Bardasarkan pada tujuan penelitian maka bentuk penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu memusatkan

pada suatu kasus tertentu secara intensif, dalam hal ini adalah analisis keuangan

daerah dan perhitungan kemampuan kabupaten dan kota Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam melakukan pinjaman daerah.

V.B. Obyek Penelitian.

Daerah penelitian yang merupakan obyek tempat akan diadakan penelitian

yang mendukung skripsi. Dalam hal ini akan mengambil lokasi di Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu

Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten

Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta periode 1994/1995-2003.

V.C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang

bersifat kuantitatif. Yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa

Yogyakarta berupa laporan tahunan yang bersangkutan.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli

Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Bantuan, Sumbangan Subsidi, Dana

Alokasi Umum, Belanja Wajib atau Belanja Rutin, Pinjaman dan Bunga yang

Page 81: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

63

Jatuh Tempo dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan lain-

lain.

V.D. Batasan Variabel.

Supaya tidak terjadi salah penafsiran terhadap suatu variabel maka dalam

penelitian ini dibuat batasan-batasan variabel yang digunakan sebagai berikut:

1. Derajat desentralisasi fiskal adalah membandingkan antara nilai

pendapatan asli daerah (PAD, yang meliputi hasil pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah seperti laba

Badan Usaha Milik Daerah, penerimaan dari dinas-dinas, dan

penerimaan lain-lain yang sah seperti jasa giro, hasil penjualan aset

daerah), bagi hasil pajak dan bukan pajak (BHPBP, bagi hasil pajak

misalnya Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan, Bea

Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan, sedang bagi hasil bukan

pajak seperti penerimaan kehutanan, penerimaan pertambangan,

penerimaan perikanan, penerimaan pertambangan minyak) dan

sumbangan (SB, yang meliputi Sumbangan dan Bantuan (sebelum

otonomi daerah) dan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

(sesudah otonomi daerah)) terhadap total penerimaan daerah (TPD,

Total Penerimaan Daerah meliputi Sisa Lebih Tahun Lalu,

Pendapatan Asli Daerah, Bagian Dana Perimbangan yang meliputi

bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dana

Page 82: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

64

Alokasi Khusus, dan Bagian Penerimaan Pembangunan yang meliputi

penerimaan dari pemerintah pusat, pinjaman pemerintah daerah,

pinjaman untuk BUMD.

2. Pinjaman Daerah untuk mengurangi ketergantungan terhadap

pemerintah pusat dihitung dengan menggunakan rumus pinjaman

daerah jangka panjang, karena pinjaman jangka pendek hanya untuk

menutup kekurangan arus kas sedangkan pinjaman jangka menengah

dipergunakan untuk membiayai penyediaan pelayaan umum yang

tidak menghasilkan penerimaan.

3. Besarnya jumlah Sisa Pokok Pinjaman dihitung dengan

menjumlahkan sisa Pinjaman Daerah dengan jumlah pinjaman yang

akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum

APBD tahun sebelumnya. Penerimaan APBD sebelumya adalah

seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus

(sebelum tahun 2001 atau sebelum berlakunya otonomi daerah, Dana

Alokasi Khusus menggunakan nama Bantuan), Dana Darurat, dana

pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi

untuk membiayai pengeluaran tertentu.

4. Besarnya pinjaman daerah jangka panjang yang dihitung dengan

rumus Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dihitung dengan

menjumlahkan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum

(sebelum tahun 2001 atau sebelum berlakunya otonomi daerah , Dana

Page 83: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

65

Alokasi Umum menggunakan nama Sumbangan), dan Bagian Daerah

dikurangi Belanja Wajib dibagi Angsuran Pokok Pinjaman, Bunga

Pinjaman, dan Biaya Lain, dimana jumlahnya lebih besar dari 2,5.

V.E. Metode Analisis Data.

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan alat analisa deskriptif.

Analisa deskriptif dimaksudkan untuk memberi gambaran perkembangan

Derajat Desentralisasi Fiskal dan perkembangan realisasi Pinjaman Daerah

yang sudah dilakukan, dengan menggunakan alat analisis sebagai berikut:

V.E.1. Analisis Derajat Desentralisasi Fiskal.

Metode analisis ini digunakan untuk menganalisis hubungan

antara keuangan pusat-daerah dan kemandirian pembiayaan keuangan

daerah, dalam hal ini desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan

daerah. Analisis ini menggunakan metode rasio, yaitu membandingkan

antara nilai (Tri Nurmani Ariyanti, 2002: 10):

a) TPDPAD

Keterangan: PAD: Pendapatan Asli Daerah.

TPD: Total Penerimaan Dearah.

Page 84: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

66

b) TPD

BHPBP

Keterangan: BHPBP: Bagi Hasil pajak dan Bukan Pajak.

TPD : Total Penerimaan Dearah.

c) TPDSB

Keterangan: SB : Sumbangan dan Bantuan

TPD: Total Penerimaan Dearah.

Berdasarkan rasio ketiga komponen tersebut dalam struktur

penerimaan APBD akan diketahui derajat desentralisasi fiskal daerah;

(Tri Nurmani Ariyanti, 2002: 10);

Derajat desentralisasi fiskal rendah bila kontribusi pos sumbangan

dan bantuan terhadap total penerimaan daerah lebih besar dari

kontribusi pendapatan asli daerah dan bagi hasil pajak dan bukan

pajak terhadap total penerimaan daerah yang berarti keuangan

daerah masih tergantung pada pemerintah pusat.

Derajat desentralisasi fiskal tinggi jika kontribusi pendapatan asli

daerah dan bagi hasil pajak dan bukan pajak terhadap total

penerimaan daerah lebih besar dari kontribusi bantuan dan

sumbangan terhadap total penerimaan daerah yang berarti

keuangan daerah dikatakan mandiri.

Page 85: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

67

V.E.2. Jumlah Pinjaman Jangka Panjang Daerah yang dapat

diperoleh.

V.E.2.a. Jumlah Sisa Pokok Pinjaman.

Dalam UU no. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat Dan Pemerintah Daerah, salah satu syarat yang harus

dipenuhi oleh daerah dalam melakukan pinjaman daerah adalah dengan

Jumlah Sisa Pokok Pinjaman. Yaitu Jumlah Sisa Pokok Pinjaman

ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari

jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, atau:

SPP + Pt < 75% TPn-1

Keterangan:

SPP : Jumlah Sisa Pokok Pinjaman.

Pt : Jumlah Pinjaman yang akan ditarik.

TPn-1 : Jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

Penerimaan Umum yaitu seluruh penerimaan APBD tidak

termasuk Dana Alokasi Khusus (sebelum tahun 2001 atau sebelum

berlakunya otonomi daerah, Dana Alokasi Khusus menggunakan nama

Bantuan), Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang

kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.

Suatu daerah jika jumlah sisa pokok pinjamannya ditambah

jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (<75%) dari

jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya maka daerah

Page 86: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

68

tersebut boleh melakukan pinjaman daerah jangka panjang, sebaliknya

jika jumlah sisa pokok pinjamannya ditambah jumlah pinjaman yang

akan ditarik melebihi 75% (>75%) dari jumlah penerimaan umum APBD

tahun sebelumnya maka daerah tersebut tidak boleh melakukan pinjaman

daerah jangka panjang.

V.E.2.b. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Besarnya pinjaman jangka panjang daerah yang dapat diperoleh

kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dicari dengan

rumus (Penjelasan UU No. 33 tahun 2004 pasal 54 Huruf b ):

DSCR = ( )

( ) 5,2(

≥++

−−++BLBP

BWDBHDRDBHDAUPAD

Keterangan:

DSCR : Debt Service Coverage Ratio atau Rasio Kemampuan

Membayar Kembali Pinjaman.

PAD : Pendapatan Asli Daerah.

DAU : Dana Alokasi Umum.

DBH : Dana Bagi Hasil.

DBHDR : Dana Bagi Hasil dana Reboisasi.

BW : Belanja Wajib, yaitu belanja yang harus dipenuhi atau tidak

bisa dihindarkan dalam tahun anggaran yang bersangkutan

oleh Pemerintah Daerah seperti Belanja Pegawai.

Page 87: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

69

P : Angsuran pokok pinjaman yang jatuh tempo pada tahun

anggaran yang bersangkutan.

B : Bunga Pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran yang

bersangkutan..

BL : Biaya Lain (biaya komitmen, biaya bank, dam lain-lain) yang

jatuh tempo.

Secara Umum DSCR merupakan jumlah penerimaan yang

tersedia untuk membayar pinjaman dibandingkan dengan jumlah

pembayaran pinjaman yang diwajibkan untuk suatu pinjaman. Sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 107 tahun 2000

Tentang Pinjaman Daerah mengenai Persyaratan Pinjaman Daerah, nilai

dari DSCR paling sedikit 2,5 (dua setengah), jadi bila nilai DSCR suatu

daerah lebih besar atau sama dengan 2,5 ( ) maka daerah boleh

melakukan pinjaman daerah jangka panjang, sebaliknya jika nilai DSCR

suatu daerah lebih kecil dari 2,5 (

5,2≥

5,2≤ ) maka daerah tidak boleh

melakukan pinjaman daerah jangka panjang.

Page 88: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

70

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab VI ini akan disajikan analisis terhadap data penelitian tentang derajat

desentralisasi fiskal dan menghitung besarnya kapasitas pinjaman daerah jangka

panjang kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai alternatif

pembiayaan pembangunan berdasarkan kemampuan keuangan selama periode

1994/1995-2003.

VI.A. Analisis Derajat Desentralisasi Fiskal.

Derajat desentralisasi fiskal suatu daerah digunakan untuk menilai

hubungan antara keuangan pusat dengan daerah dan untuk mengukur tingkat

kemandirian pembiayaan keuangan daerah. Derajat desentralisasi fiskal diukur

dengan membandingkan rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi hasil

pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah seperti laba

Badan Usaha Milik Daerah, penerimaan dari dinas-dinas, dan penerimaan lain-lain

yang sah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah terhadap Total Penerimaan

Daerah (TPD). Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP), bagi hasil pajak

misalnya Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan, Bea Perolehan atas Hak

Tanah dan Bangunan, sedang bagi hasil bukan pajak seperti penerimaan kehutanan,

penerimaan pertambangan, penerimaan perikanan, penerimaan pertambangan

minyak terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD). Rasio Sumbangan dan Bantuan

(SB) yang meliputi Sumbangan dan Bantuan (sebelum otonomi daerah) dan Dana

Page 89: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

71

Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus (sesudah otonomi daerah) terhadap Total

Penerimaan Daerah (TPD). Dimana Total Penerimaan Daerah meliputi Sisa Lebih

Tahun Lalu, Pendapatan Asli Daerah, Bagian Dana Perimbangan yang meliputi

bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dana Alokasi Khusus, dan

Bagian Penerimaan Pembangunan yang meliputi penerimaan dari pemerintah pusat,

pinjaman pemerintah daerah, pinjaman untuk BUMD. Bila didominsai pusat (pos

sumbangan dan bantuan), berarti tingkat desentralisasi fiskal masih rendah.

Sebaliknya, jika pos bantuan dan sumbangan lebih rendah dari pada pos PAD dan

BHPBP, maka derajat desentralisasi fiskal daerah tinggi.

Selama kurun waktu 10 tahun, yaitu tahun 1994/1995-2003 dapat dilihat

hasil perhitungan derajat desentralisasi fiskal kabupaten dan kota Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) pada tabel 6.1.

Dari tabel 6.1, dapat dilihat bahwa tingkat ketergantungan kabupaten di

Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap pemerintah pusat masih tinggi. Angka ini

dapat dilihat dari porsi bantuan pemerintah pusat terhadap masing-masing

kabupaten jauh lebih besar dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bagi Hasil

Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP), sedang Kota Yogyakarta sebagai ibukota Daerah

Istimewa Yogyakarta sebelum otonomi daerah memiliki proporsi bantuan hampir

seimbang dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan

Pajak (BHPBP), tetapi setelah otonomi daerah rasio sumbangan meningkat sedang

PAD dan BHPBP mengalami penurunan.

Page 90: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

72

Buat tabel Derajat Desentralisasi Fiskal

Page 91: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

73

Berdasarkan tabel 6.1. dapat diketahui kontribusi Pendapatan Asli Daerah,

Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, dan Sumbangan terhadap Total Penerimaan

Daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah pada masing-masing daerah.

V.A.1. Pendapatan Asli daerah

Pada era sebelum otonomi daerah (1994/1995-2000), kontribusi

rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah

terbesar adalah Kota Yogyakarta dengan prosentase 30,1%, sedang

kontribusi terendah adalah Kabupaten Gunung Kidul sebesar 8,8%

Pada era setelah otonomi daerah (2001-2003), kontribusi rata-rata

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah terbesar

terjadi di Kota Yogyakarta yaitu sebesar 17,7%, sedang kontribusi terkecil

pada Kabupaten Gunung Kidul sebesar 4,8%

V.A.2. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

Pada era sebelum otonomi daerah (1994/1995-2000), Porsi Bagi

Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) terbesar adalah Kota Yogyakarta

sebesar 13,8%, sedang prosentase terendah adalah Kabupaten Sleman yaitu

sebesar 10%.

Pada era setelah otonomi daerah (2001-2003), prosentase terbesar

penerimaan dari pos Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP), adalah

Kota Yogyakarta sebesar 10,2%, Prosentase terkecil yaitu di Kabupaten

Kulon Progo sebesar 3,1%.

Page 92: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

74

V.A.3. Sumbangan dan Bantuan

Pada era sebelum otonomi daerah (1994/1995-2000), Porsi bantuan

pemerintah pusat rata-rata terbesar adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar

71,8%, sedangkan porsi bantuan pemerintah pusat rata-rata terkecil adalah

Kota Yogyakarta yaitu sebesar 45,2%.

Pada era setelah otonomi daerah (2001-2003), Porsi bantuan

pemerintah pusat rata-rata terbesar dipegang oleh Kabupaten Gunung Kidul

yaitu sebesar 79,5%, sedang yang memiliki proporsi terkecil bantuan

pemerintah pusat rata-rata adalah Kota Yogyakarta yaitu sebesar 54%.

Dari tabel 6.1. dapat dilihat bahwa kontribusi rata-rata PAD dan juga rata-

rata BHPBP terhadap Total Penerimaan daerah turun setelah pelaksanaan otonomi

daerah di setiap kabupaten dan kota. Yang paling mencolok terjadi di Kota

Yogyakarta, sebelum otonomi daerah rata-rata kontribusi PAD terhadap Total

Penerimaan daerah sebesar 30,1%, sedang sesudah otonomi daerah turun menjadi

sebesar 17,7%. Penurunan pos BHPBP paling mencolok terjadi di Kabupaten

Kulon Progo, yaitu dari rata-rata 13,5% pada sebelum otonomi daerah menjadi

sebesar 3,1% setelah otonomi daerah. Pada pos Sumbangan dan Bantuan,

Kabupaten Bantul dan Kabupten Sleman sesudah otonomi daerah mengalami

penurunan yaitu sebesar 0,4% untuk Kabupaten Bantul dan 3% untuk Kabupaten

Sleman, sedang untuk, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul dan

Kota Yogyakarta mengalami peningkatan. Yaitu sebesar 4,5% untuk Kabupaten

Page 93: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

75

Kulon Progo, 9,3% untuk Kabupaten Gunung Kidul, dan 8,8% untuk Kota

Yogyakarta. Dari hasil perhitungan tersebut, otonomi daerah lebih banyak

membawa dampak negatif daripada dampak positifnya bagi keuangan daerah,

terutama jika dilihat dari pos Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil Pajak dan

Bukan Pajaknya. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah yang belum siap dalam

menghadapi otonomi daerah sehingga tidak bisa maksimal dalam mengelola

potensi wilayahnya untuk meningkatkan PAD.

Berdasarkan rendahnya proporsi PAD dan BHPBP seluruh kabupaten dan

kota di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap total penerimaan daerah, yaitu

sebesar 13,6 untuk rata-rata proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah dan

sebesar 10,4 untuk rata-rata proporsi BHPBP terhadap total penerimaan daerah

serta tingginya proporsi sumbangan dan bantuan daerah seluruh kabupaten dan kota

di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap total penerimaan daerah yaitu sebesar

66,9 untuk rata-rata proporsi sumbangan dan bantuan terhadap total penerimaan

daerah menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal seluruh kabupaten dan kota di

Daerah Istimewa Yogyakarta masih rendah. Keadaan ini menggambarkan betapa

kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta masih tergantung pada

pemerintah pusat.

Rendahnya derajat desentralisasi fiskal tersebut disamping karena

kemampuan dari pemerintah daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk

meningkatkan PAD belum maksimal, juga karena pemungutan pajak dan bukan

pajak yang diserahkan oleh pusat kepada daerah juga mengalami penurunan,

Page 94: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

76

walaupun nilai nominalnya bertambah tapi kontribusinya terhadap total penerimaan

daerah menurun.

Dari berbagai sumber penerimaan daerah, Pinjaman daerah jangka panjang

merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan derajat desentralisasi fiskal

sehingga pemerintah daerah tidak terlalu tergantung terhadap pemerintah pusat.

Berikut akan disajikan analisis tentang pinjaman daerah jangka panjang kabupaten

dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta.

VI.B. Analisis Pinjaman Daerah Jangka Panjang.

Dalam analisis ini akan diuraikan hasil perhitungan kemampuan pinjaman

daerah jangka panjang dengan Jumlah Sisa Pokok Pinjaman Daerah, dan Debt

Service Coverage Ratio (DSCR). Data keuangan kabupaten dan kota di Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta selama 10 Tahun anggaran (tahun 1994/19995-2003)

menunjukan bahwa daerah yang paling banyak melakukan pinjaman daerah adalah

Kabupaten Bantul yaitu selama tujuh tahun anggaran.. sedangkan daerah yang

paling sedikit melakukan pinjaman daerah adalah Kabupaten Gunung Kidul,

Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta, yaitu selama empat tahun anggaran..

Gambaran realisasi pinjaman daerah kabupaten dan kota di Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta selengkapnya dapat dilihat pada tabel 6.2.

Page 95: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

77

Tabel 6.2. Realisasi Pinjaman Daerah Kabupaten dan Kota di Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (Dalam Ribuan Rupiah) Tahun

Anggaran Kabupaten/Kota Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

1994/1995 - 452.114 - 837.441 1.062.844 1995/1996 - 662.617 - 459.055 2.158.202 1996/1997 1.143.370 4.532.307 1.031.692 424.478 1.352.424 1997/1998 227.439 84.552 8.211 296.420 739.186 1998/1999 - - - - - 1999/2000 - - - - -

2000 (9 bulan) 417.276 2.543.900 - - - 2001 413.206 13.583.844 12.302.025 - - 2002 7.849.552 863.743 8.949.968 - - 2003 - - - - -

Sumber: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka.

Keterangan: tanda (–) berarti daerah tidak melakukan pinjaman daerah.

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa pada tahun 1998/1999 dan tahun

1999/2000 semua daerah tidak melakukan pinjaman daerah, bahkan Kabupaten

Sleman dan Kota Yogyakarta tidak melakukan pinjaman sampai tahun 2003.

Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul mulai melakukan pinjaman lagi

pada tahun 2000.

V.B.1. Jumlah Sisa Pokok Pinjaman Daerah.

Persyaratan Pinjaman Daerah telah diatur dalam pasal 54 UU No. 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Dalam pasal ini

telah disebutkan bahwa jumlah Sisa Pokok Pinjaman ditambah jumlah pinjaman

yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah

penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Lebih lanjut dalam penjelasan pasal

Page 96: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

78

54 huruf (a) UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan

Daerah diuraikan bahwa arti penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah

seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat,

Dana Pinjaman Lama, dan Penerimaan Lain yang kegunaannya dibatasi untuk

membiayai pengeluaran tertentu. Hasil perhitungan Sisa Pokok Pinjaman di

kabupaten dan kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 6.3.

Tabel 6.3. Hasil Perhitungan Jumlah Sisa Pokok Pinjaman Kabupaten dan

Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tahun Anggaran Kabupaten/Kota Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

1994/1995 - - - - - 1995/1996 0.21% 17,02% 0.00% 6,56% 50,10% 1996/1997 9,70% 40,99% 8,06% 6,61% 40,80% 1997/1998 8,66% 28,66% 5,12% 2,39% 31,65% 1998/1999 5,11% 14,11% 3,84% 1,60% 23,04% 1999/2000 2,24% 4,03% 1,57% 1,29% 13,09%

2000 (9 bulan) 2,15% 4,11% 1,03% 0,58% 6,84% 2001 2,14% 21,68% 15,23% 0.43% 4,65% 2002 3,79% 1,02% 10,48% 0.03% 1,73% 2003 2,94% 0,45% 3,36% 0.02% 0,44%

Rata-rata Sebelum Otonomi Daerah 4,67% 18,15% 3,27% 3,17% 27,58%

Rata-rata Sesudah Otonomi Daerah 2,95% 7,71% 9,69% 0,16% 2,27%

Data: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka Hasil ringkasan survai atas data sekunder yang telah diolah Pada tabel 6.3. dapat diketahui bahwa pada era sebelum otonomi daerah

rata-rata jumlah Sisa Pokok Pinjaman kabupaten dan kota Propinsi Daerah

Page 97: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

79

Istimewa Yogyakarta yang terbesar dimiliki oleh Kota Yogyakarta sebesar 27,58%.

Sedangkan rata-rata jumlah Sisa Pokok Pinjaman yang terkecil dimiliki oleh

Kabupaten Sleman sebesar 3,17%. Pada era sesudah otonomi daerah rata-rata

jumlah Sisa Pokok Pinjaman kabupaten dan kota Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta yang terbesar dimiliki oleh Kabupaten Gunung Kidul sebesar 9,69%.

Sedangkan rata-rata jumlah Sisa Pokok Pinjaman terkecil dimiliki oleh Kabupaten

Sleman yaitu sebesar 0,16%.

Besarnya jumlah sisa pokok pinjaman sebelum dan sesudah otonomi

daerah masih kecil, yaitu rata-rata masih dibawah 30%. Prosentase ini masih relatif

kecil dibandingkan dengan batasan 75% sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal

54 UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.

Dari tabel 6.3. dilihat bahwa jumlah sisa pokok pinjaman cenderung menurun, ini

disebabkan karena peningkatan penerimaan daerah tidak diikuti oleh peningkatan

pinjaman daerah yang ditarik. Hal ini menunjukkan bahwa kabupaten dan kota

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki peluang untuk mengembangkan

sumber-sumber pembiayaan Daerah dengan melakukan pinjaman daerah jangka

panjang masih cukup terbuka lebar. Sehingga secara umum kabupaten dan kota

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih mampu dan memungkinkan untuk

melakukan pinjaman daerah sebagai alternatif pengembangan sumber pembiayaan

daerah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

untuk mengurangi ketergantungan daerah terhadap pusat.

Page 98: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

80

VI.B.2. Debt Service Coverage Ratio (DSCR).

Kemampuan daerah untuk mendapatkan pinjaman daerah jangka panjang

menurut penjelasan pasal 54 huruf (b) UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pusat dan Daerah dapat diukur dengan cara menghitung Debt

Service Coverage Ratio (DSCR). Dalam PP No. 107 Th. 2000 disebutkan bahwa

batasan DSCR adalah minimal 2,5 (dua setengah). DSCR menunjukan kemampuan

Keuangan Daerah untuk membayar pokok pinjaman dan bunganya, yang dihitung

berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang

meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah seperti laba Badan Usaha Milik Daerah, penerimaan dari dinas-dinas, dan

penerimaan lain-lain yang sah seperti jasa giro, hasil penjualan asset daerah. Dana

Bagi Hasil (DBH) yang meliputi bagi hasil pajak seperti Pajak Bumi dan

Bangunan, Pajak Penghasilan, Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan dan

bagi hasil bukan pajak seperti penerimaan kehutanan, penerimaan pertambangan,

penerimaan perikanan, penerimaan pertambangan minyak, dan Dana Alokasi

Umum (DAU) setelah dikurangi Belanja Wajib, yaitu belanja yang harus dipenuhi

pada tahun anggaran yang bersangkutan seperti belanja pegawai dibagi dengan

jumlah Angsuran Pokok Pinjaman, Bunga Pinjaman, dan Biaya Lain (biaya

komitmen, biaya bank, dan lain-lain) yang Jatuh Tempo.

Pada tabel 6.4. dapat diketahui bahwa pada era sebelum otonomi daerah

rata-rata Debt Service Coverage Ratio (DSCR) terbesar dimiliki oleh Kabupaten

Gunung Kidul sebesar 2.515,42 Sedangkan daerah yang memiliki rata-rata Debt

Page 99: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

81

Service Coverage Ratio (DSCR) terkecil adalah Kota Yogyakarta sebesar 16,65

setelah era otonomi daerah kabupaten dan kota Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta yang memiliki Debt Service Coverage Ratio (DSCR) terbesar adalah

Kabupaten Gunung Kidul yaitu sebesar 309,50. Sedangkan daerah yang memiliki

rata-rata Debt Service Coverage Ratio (DSCR) terkecil adalah Kota Yogyakarta

sebesar 58,10.

Tabel 6.4. Hasil Perhitungan Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Kabupaten dan Kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tahun Anggaran Kabupaten/Kota Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

1994/1995 - 1.449,29 - 291,20 24,81 1995/1996 - 170,14 - 124,61 14,52 1996/1997 118,43 85,60 12.148,02 101,93 11,92 1997/1998 70,99 5,49 104,86 91,86 12,20 1998/1999 70,99 6,06 95,17 201,62 11,66 1999/2000 70,90 8,09 111,92 65,26 15,11

2000 (9 bulan) 27,77 21,99 117,13 133,35 26,37 2001 131,68 6,63 607,35 110,54 67,24 2002 - 81,11 7,14 - 48,95 2003 - 110,02 580,22 - -

Rata-rata Sebelum Otonomi Daerah 71,81 249,52 2.515,42 144,26 16,65

Rata-rata Sesudah Otonomi Daerah 131,68 65,92 309,50 110,54 58,10

Data: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka Hasil ringkasan survai atas data sekunder yang telah diolah

Keterangan: tanda (–) berarti daerah tidak mempunyai Pinjaman, Bunga dan Biaya lain yang jatuh tempo sehingga tidak memiliki DSCR.

Page 100: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

82

Besarnya Debt Service Coverage Ratio (DSCR) sebelum dan sesudah

otonomi daerah tersebut juga jauh lebih besar dibandingkan dengan ketentuan

dalam UU No. 34 Tahun 2004 dengan batas minimal Debt Service Coverage Ratio

(DSCR) yang dipersyaratkan yaitu lebih besar atau sama dengan dua setengah

( ). Kota Yogyakarta sebelum otonomi daerah Dari analisis diatas, terlihat

bahwa kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta belum memanfaatkan

sumber penerimaan yang berasal dari pinjaman daerah. Padahal pinjaman daerah,

terutama pinjaman jangka panjang merupakan salah satu alternatif bagi daerah

untuk mengurangi ketergantungan terhadap transfer dari pusat, yaitu dengan

mengoptimalkan pinjaman daerah yang didapat untuk meningkatkan Pendapatan

Asli Daerah.

5,2≥

Beberapa penyebab kenapa daerah belum bisa mengoptimalkan pinjaman

daerah antara lain karena lemahnya kinerja BUMD dalam menjalankan usahanya

sehingga sering merugi sehingga menunggak mengembalikan pinjaman, juga

karena sumber dana dari penerbitan obligasi daerah belum dapat dimanfaatkan

karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan pemerintah daerah.

Penyebab lain adalah belum terbentuknya lembaga pasar modal yang mampu

menyediakan dana secara murah dan mudah diperoleh oleh pemerintah daerah,

sehingga daerah tergantung pada pemerintah pusat dalam memperoleh dana

pinjaman daerah.

Page 101: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

83

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman

Daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun anggaran 1994/1995/2003,

maka penelitian ini dapat dibuat kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran sebagai

berikut:

VII.A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, penelitian

ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Selama tahun penelitian, derajat desentralisasi fiskal kabupaten dan kota di

Daerah Istimewa Yogyakarta masih rendah, hal ini ditandai oleh struktur

penerimaan APBD yang masih didominasi oleh sumbangan dan bantuan dari

pusat. Setelah otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah di semua kabupaten

dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan

dibandingkan sebelum otonomi daerah. Hal ini disebabkan karena pemerintah

daerah yang belum siap dalam menghadapi otonomi daerah sehingga tidak

bisa maksimal dalam mengelola potensi wilayahnya untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah.

2. Hasil perhitungan kemampuan daerah dalam melakukan pinjaman daerah

jangka panjang menunjukkan bahwa kabupaten dan kota di Propinsi Daerah

Page 102: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

84

Istimewa Yogyakarta masih memiliki peluang untuk mengembangkan

sumber-sumber pembiayaan daerah untuk mengurangi ketergantungan

terhadap pemerintah pusat melalui pinjaman daerah jangka panjang. Hal ini

ditunjukkan dengan jumlah Sisa Pokok Pinjaman Daerah yang lebih kecil

dibandingkan dengan ketentuan UU No. 33 Th. 2004 yaitu sebesar 75% dan

Debt Service Coverage Ratio (DSCR) yang lebih besar dibandingkan dengan

ketentuan UU No. 33 Th. 2004 yaitu ≥ 2,5.

VII.B. Saran/Implikasi

Berdasarkan pembahasan dan pengamatan serta pengetahuan, maka beberapa

saran sebagai pertimbangan, antara lain:

1. Struktur penerimaan keuangan daerah di kabupaten dan kota Daerah

Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa sumbangan dan bantuan masih

mendominasi Berkenaan dengan kemampuan pinjaman daerah seluruh

kabupaten dan kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta perlu

dikembangkan alternatif pinjaman daerah terutama pinjaman jangka

panjang sebagai sumber pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan

dan pembangunan sehingga sumber Penerimaan Daerah tidak hanya

menggantungkan subsidi dari Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana Alokasi

Umum.

Page 103: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

85

2. Dengan mengoptimumkan penerimaan daerah dari pos pinjaman daerah

dan menggunakannya untuk meningkatkan penerimaan daerah dari

Pendapatan Asli Daerah, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat akan semakin kecil, misal dengan mengembangkan

obyek-obyek wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga bisa

mendatangkan retribuisi daerah yang cukup besar, atau digunakan sebagai

investasi Badan Usaha Milik daerah (BUMD).

3. Meskipun memiliki kapasitas pinjaman daerah yang cukup besar namun

sebaiknya kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta bertindak hati-

hati dalam pengelolaan pinjaman tersebut supaya pinjaman tersebut tidak

menjadi beban baru dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBN) tahun-tahun berikutnya.

4. Diperlukan ahli yang mempunyai kemampuan untuk mengkaji dan

mengelola pinjaman daerah, ini diperlukan untuk menghindari defisit

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada masa yang akan datang,

hingga pada akhirnya pinjaman daerah bisa secara maksimal diperoleh

tanpa mengganggu neraca kauangan.

Page 104: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

86

DAFTAR PUSTAKA

Bratakusumah dan Solihin (2002), Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Elmi, Bachrul (2002), Keuangan Pemerintah Daerah Otonomi di Indonesia, UI-Pres, Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad (2004), Otonomi & Pembangunan Daerah, Erlangga, Jakarta.

Suparmoko (2002), Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, ANDI, Yogyakarta.

UU Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah beserta Penjelasannya, Citra Umbara, Bandung.

Ariyanti, Tri Nurmani (2002), Analisis Kesiapan Keuangan Daerah Dalam Rangka Otonomi Daerah di Kabupaten Klaten Tahun 1989/1990-1999-2000, Skripsi Sarjana (Tidak Dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Handoko, Yook Tri (2003), Kemampuan Potensi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Melakukan Pinjaman Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan, Skripsi Sarjana (Tidak Dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Yogyakarta.

Santoso, Rokhedi P. (2003) “Analisis Pinjaman Sebagai Potensi Pembiayaan

Pembangunan Daerah: Studi Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume VIII, No. 2, 147-158.

Page 105: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

DATA REALISASI APBD KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 1994/1995-2003 (dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun

1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Pendapatan Asli Daerah 1.881.885 2.144.441 3.060.075 4.220.839 5.635.414 5.961.693 6.726.479 10.132.946 16.225.501 18.250.898Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 2.874.947 3.574.957 4.113.663 5.062.035 4.353.891 4.813.354 5.693.901 6.981.455 8.973.451 10.941.034Sumbangan dan Bantuan 10.073.569 11.634.657 13.255.325 22.302.825 45.999.878 58.484.533 54.320.563 192.376.342 209.056.943 222.770.000 Total Penerimaan Daerah 15.362.892 18.251.905 22.338.229 32.507.983 57.049.028 72.512.434 68.909.630 221.037.331 283.023.810 338.086.546

DATA REALISASI APBD KABUPATEN BANTUL TAHUN 1994/1995-2003 (dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun

1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Pendapatan Asli Daerah 3.118.588 4.250.570 5.142.803 6.014.113 6.555.905 8.011.806 7.074.418 14.073.123 22.425.147 32.882.359Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 3.199.684 4.052.173 5.096.469 6.162.768 5.457.169 6.572.462 8.069.030 10.963.035 12.944.617 17.112.677Sumbangan dan Bantuan 13.612.858 15.036.182 17.016.954 30.125.151 59.763.216 77.241.819 74.970.884 180.450.612 258.680.000 293.700.000 Total Penerimaan Daerah 20.608.709 24.328.204 32.314.401 43.792.124 72.682.268 94.414.658 97.002.853 267.332.285 336.570.264 436.016.304

Page 106: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

DATA REALISASI APBD KABUPATEN GUNUNG KIDUL TAHUN 1994/1995-2003 (dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun

1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Pendapatan Asli Daerah 2.139.780 2.622.789 2.956.810 3.578.071 4.473.471 5.409.513 5.719.379 8.852.286 13.486.860 17.481.692Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 3.563.796 4.094.446 4.862.545 6.402.631 5.548.891 6.020.311 6.844.599 8.232.456 9.393.868 11.667.409Sumbangan dan Bantuan 13.825.482 14.474.081 15.585.915 27.035.651 52.530.837 72.403.518 62.797.726 157.807.304 216.810.711 261.340.000 Total Penerimaan Daerah 20.166.973 21.194.316 28.804.899 37.024.565 64.788.376 86.717.911 98.466.865 206.666.633 251.665.064 342.277.680

DATA REALISASI APBD KABUPATEN SLEMAN TAHUN 1994/1995-2003 (dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun

1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Pendapatan Asli Daerah 5.168.421 7.442.338 10.574.224 13.464.881 14.786.415 17.125.445 17.889.885 29.571.153 38.908.193 42.522.488Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 4.087.650 4.924.755 6.550.838 7.523.877 7.797.262 10.350.686 11.306.375 21.094.967 27.965.557 24.876.641Sumbangan dan Bantuan 15.764.969 18.685.258 53.318.021 68.194.279 76.102.638 94.397.257 96.964.766 205.430.376 255.350.000 315.380.000 Total Penerimaan Daerah 25.858.481 31.511.406 71.707.647 90.241.670 99.158.541 126.237.003 118.622.699 308.531.584 383.093.699 429.845.582

Page 107: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

DATA REALISASI APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 1994/1995-2003 (dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun

1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Pendapatan Asli Daerah 12.549.223 14.376.066 17.770.957 19.154.650 19.972.896 24.790.128 22.452.952 40.352.593 56.377.460 68.621.564Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 5.454.344 6.293.537 7.397.790 8.081.438 8.680.146 10.574.498 12.290.938 33.118.034 25.094.252 32.300.731Sumbangan dan Bantuan 13.961.634 15.195.827 16.395.276 24.284.199 39.719.362 55.097.233 48.257.959 134.151.472 162.874.512 200.300.000 Total Penerimaan Daerah 33.547.327 40.787.330 46.424.403 54.722.389 71.370.790 97.505.253 104.476.182 227.009.170 303.020.071 406.856.436

Page 108: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten KULON PROGO Tahun 1994/1995-2003

(dalam Ribuan Rupiah) Jumlah Sisa Pokok Pinjaman

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Total Penerimaan 15.362.892 18.251.905 22.338.229 32.507.983 57.049.028 72.512.434 68.909.630 221.037.331 283.023.810 338.086.546 Dana Alokasi Khusus/Subsidi 5.792.939 6.253.918 7.075.382 9.458.575 11.792.056 13.669.092 12.875.926 1.045.938 - 7.300.000 Penerimaan Umum 9.569.953 11.997.987 15.262.847 23.049.408 45.256.972 58.843.342 56.033.704 219.991.393 283.023.810 330.786.546 Sisa Pokok Pinjaman 20.833 20.833 20.833 1.095.110 1.177.574 1.013.767 850.185 789.073 496.619 8.346.171Pinjaman daerah - - 1.143.370 227.439 - - 417.276 413.206 7.849.552 - Kapasitas Pinjaman - 0,21% 9,70% 8,66% 5,11% 2,24% 2,15% 2,14% 3,79% 2,94%

Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 1.881.885 2.144.441 3.060.075 4.220.839 5.635.414 5.961.693 6.726.479 10.132.946 16.225.501 18.250.898Dana Alokasi Umum/Sumbangan 4.280.630 5.380.739 6.179.943 12.884.250 34.207.822 44.815.441 41.444.637 191.330.404 209.056.943 215.470.000Bagian Daerah 2.874.947 3.574.957 4.113.663 5.062.035 4.353.891 4.813.354 5.693.901 6.981.455 8.973.451 10.941.034Total Penerimaan 9.037.462 11.100.137 13.353.681 22.167.124 44.197.127 55.590.488 53.865.017 208.444.805 234.255.895 244.661.932 Belanja Wajib 3.996.214 4.530.539 5.170.801 11.874.697 32.567.967 43.992.515 40.578.227 115.522.886 133.947.703 171.450.601 Penerimaan - Belanja Wajib 5.041.248 6.569.598 8.182.880 10.292.427 11.629.160 11.597.973 13.286.790 92.921.919 100.308.192 73.211.331Pinjaman + Bunga + Biaya lain jatuh tempo - - 69.093 144.975 163.807 163.582 478.388 705.660 - -Kapasitas Pinjaman (DSCR) - - 118,43 70,99 70,99 70,90 27,77 131,68 - -

Page 109: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten BANTUL Tahun 1994/1995-2003

(dalam Ribuan Rupiah)

Jumlah Sisa Pokok Pinjaman Pos APBD Tahun

1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Total Penerimaan 20.608.709 24.328.204 32.314.401 43.792.124 72.682.268 94.414.658 97.002.853 267.332.285 336.570.264 436.016.304

Dana Alokasi Khusus/Subsidi 8.427.426 8.335.230 9.587.215 13.504.321 13.983.208 17.329.477 19.799.529 - - 1.000.000

Penerimaan Umum 12.181.283 15.992.974 22.727.186 30.287.803 58.699.060 77.085.181 77.203.324 267.332.285 336.570.264 435.016.304 Sisa Pokok Pinjaman 963.118 1.411.232 2.024.386 6.430.535 4.275.106 2.368.043 617.326 3.161.226 1.881.246 1.529.228

Pinjaman daerah 452.114 662.617 4.532.307 84.552 - - 2.543.900 13.583.844 863.743 -Kapasitas Pinjaman - 17,02% 40,99% 28,66% 14,11% 4,03% 4,11% 21,68% 1,02% 0,45%

Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 3.118.588 4.250.570 5.142.803 6.014.113 6.555.905 8.011.806 7.074.418 14.073.123 22.425.147 32.882.359Dana Alokasi Umum/Sumbangan 5.185.432 6.700.952 7.429.739 16.620.830 45.780.008 59.912.342 55.171.355 180.450.612 258.680.000 292.700.000Bagian Daerah 3.199.684 4.052.173 5.096.469 6.162.768 5.457.169 6.572.462 8.069.030 10.963.035 12.944.617 17.112.677Total Penerimaan 11.503.704 15.003.695 17.669.001 28.797.711 57.793.082 74.496.610 70.314.803 205.486.770 294.049.764 342.695.036 Belanja Wajib 5.706.544 6.588.036 6.868.868 16.482.950 46.227.366 60.328.013 55.990.398 106.880.221 195.442.080 254.806.548Penerimaan - Belanja Wajib 5.797.160 8.415.659 10.800.133 12.314.761 11.565.716 14.168.597 14.324.405 98.606.549 98.607.684 87.888.488Pinjaman + Bunga + Biaya lain jatuh tempo 4.000 49.463 126.158 2.239.981 1.907.063 1.750.717 651.160 14.863.824 1.215.761 798.791Kapasitas Pinjaman (DSCR) 1.449,29 170,14 85,60 5,49 6,06 8,09 21,99 6,63 81,107 110,02

Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten

Page 110: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

GUNUNG KIDUL Tahun 1994/1995-2003 (dalam Ribuan Rupiah)

Jumlah Sisa Pokok Pinjaman

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Total Penerimaan 20.166.973 21.194.316 28.804.899 37.024.565 64.788.376 86.717.911 98.466.865 206.666.633 251.665.064 342.277.680 Dana Alokasi Khusus/Subsidi 9.300.002 8.400.398

8.532.329 12.633.385 13.134.884 19.820.618 14.002.757 176.390 - 10.000.000

Penerimaan Umum 10.866.971 12.793.918 20.272.270 24.391.180 51.653.492 66.897.293 84.464.108 206.490.243 251.665.064 332.277.680 Sisa Pokok Pinjaman - - - 1.030.959 936.805 813.288 689.380 565.133 12.708.587 8.468.777 Pinjaman daerah - - 1.031.692 8.211 - - - 12.302.025 8.949.968 -Kapasitas Pinjaman - 0,00% 8,06% 5,12% 3,84% 1,57% 1,03% 15,23% 10,48% 3,36%

Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 2.139.780 2.622.789 2.956.810 3.578.071 4.473.471 5.409.513 5.719.379 8.852.286 13.486.860 17.481.692Dana Alokasi Umum/Sumbangan 4.525.480 6.073.683 7.053.586 14.402.266 39.395.953 52.582.900 48.794.969 157.630.914 216.810.711 251.340.000Bagian Daerah 3.563.796 4.094.446 4.862.545 6.402.631 5.548.891 6.020.311 6.844.599 8.232.456 9.393.868 11.667.409Total Penerimaan 10.229.056 12.790.918 14.872.941 24.382.968 49.418.315 64.012.724 61.358.947 174.715.656 239.691.439 280.489.101 Belanja Wajib 4.269.761 5.531.766 5.968.442 13.648.342 37.662.161 50.144.052 46.805.516 78.406.005 145.404.196 175.304.246Penerimaan - Belanja Wajib 5.959.295 7.259.152 8.904.499 10.734.626 11.756.154 13.868.672 14.553.431 96.309.651 94.287.243 105.184.855Pinjaman + Bunga + Biaya lain jatuh tempo - - 733 102.365 123.517 123.908 124.247 158.571 13.189.778 181.284 Kapasitas Pinjaman (DSCR) - - 12.148,02 104,86 95,17 111,92 117,13 607,35 7,14 580,22

Page 111: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten SLEMAN Tahun 1994/1995-2003

(dalam Ribuan Rupiah) Jumlah Sisa Pokok Pinjaman

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Total Penerimaan 25.858.481 31.511.406 71.707.647 90.241.670 99.158.541 126.237.003 128.038.618 308.531.584 383.093.699 429.845.582 Dana Alokasi Khusus/Subsidi

10.446.460

11.479.828 11.485.262 15.098.171 15.081.058 16.177.932 22.582.507 - - 10.600.000

Penerimaan Umum 15.412.021 20.031.578 60.222.385 75.143.499 84.077.483 110.059.071 105.456.111 308.531.584 383.093.699 419.245.582 Sisa Pokok Pinjaman 34.523 553.441 900.027 1.144.036 1.205.739 1.086.574 646.218 458.700 95.286 95.286 Pinjaman daerah 837.441 459.055 424.478 296.420 - - - - - - Kapasitas Pinjaman - 6,56% 6,61% 2,39% 1,60% 1,29% 0,58% 0,43% 0,03% 0,02%

Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 5.168.421 7.442.338 10.574.224 13.464.881 14.786.415 17.125.445 17.889.885 29.571.153 38.908.193 42.522.488Dana Alokasi Umum/Sumbangan 5.318.509 7.205.430 41.832.759 53.096.108 61.021.580 78.219.325 70.375.140 205.430.376 255.350.000 304.780.000Bagian Daerah 4.087.650 4.924.755 6.550.838 7.523.877 7.797.262 10.350.686 11.306.375 21.094.967 27.965.557 24.876.641Total Penerimaan 14.574.580 19.572.523 58.957.821 74.084.866 83.605.257 105.695.456 99.571.400 256.096.496 322.223.750 372.179.129 Belanja Wajib 5.394.876 5.557.360 40.561.842 52.523.034 59.578.590 76.956.578 74.564.921 215.923.611 271.465.399 281.617.603Penerimaan - Belanja Wajib 9.179.704 14.015.163 18.395.979 21.561.832 24.026.667 28.738.878 25.006.479 40.172.885 50.758.351 90.561.526Pinjaman + Bunga + Biaya lain jatuh tempo 31.523 112.469 180.469 234.717 119.165 440.356 187.518 363.414 - -Kapasitas Pinjaman (DSCR) 291,20 124,61 101,93 91,86 201,62 65,26 133,35 110,54 - -

Page 112: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten

KOTA YOGYAKARTA Tahun 1994/1995-2003 (dalam Ribuan Rupiah)

Jumlah Sisa Pokok Pinjaman

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003Total Penerimaan 33.547.327 40.787.330 46.424.403 54.722.389 71.370.790 97.505.253 104.476.182 227.009.170 303.020.071 406.856.436 Dana Alokasi Khusus/Subsidi 6.544.334 6.730.083 6.845.382 9.834.297 11.004.403 16.442.021 13.235.322 20.714.251 - 4.200.000 Penerimaan Umum 27.002.993 34.057.247 39.579.021 44.888.092 60.366.387 81.063.232 91.240.860 206.294.919 303.020.071 402.656.436 Sisa Pokok Pinjaman 11.021.012 11.370.719 12.542.978 11.790.211 10.346.107 7.907.927 5.546.269 4.248.630 3.585.730 1.359.930 Pinjaman daerah 1.062.844 2.158.202 1.352.424 739.186 - - - - - Kapasitas Pinjaman - 50,10% 40,80% 31,65% 23,04% 13,09% 6,84% 4,65% 1,73% 0,44%

Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 12.549.223 14.376.066 17.770.957 19.154.650 19.972.896 24.790.128 22.452.952 40.352.593 56.377.460 68.621.564 Dana Alokasi Umum/Sumbangan 7.417.300 8.465.744 9.549.894 14.449.902 28.714.959 38.655.212 35.022.637 113.437.221 162.874.512 196.100.000Bagian Daerah 5.454.344 6.293.537 7.397.790 8.081.438 8.680.146 10.574.498 12.290.938 33.118.034 25.094.252 32.300.731Total Penerimaan 25.420.867 22.841.810 34.718.641 41.685.990 57.368.001 74.019.838 69.766.527 186.907.848 244.346.224 297.022.295 Belanja Wajib 7.722.639 8.520.985 9.619.479 15.038.690 28.920.207 38.328.852 35.546.327 142.333.810 135.393.680 172.678.790Penerimaan - Belanja Wajib 17.698.228 14.320.825 25.099.162 26.647.300 28.447.794 35.690.986 34.220.200 44.574.038 108.952.544 124.343.505Pinjaman + Bunga + Biaya lain jatuh tempo 713.137 985.943 2.105.191 2.183.290 2.438.180 2.361.658 1.297.639 662.900 2.225.800 -Kapasitas Pinjaman (DSCR) 24,81 14,52 11,92 12,20 11,66 15,11 26,37 67,24 48,95 -

Page 113: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman Yang Bisa Diperoleh Kabupaten KULON PROGO Tahun 1994/1995/2003

(dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 1.881.885 2.144.441 3.060.075 4.220.839 5.635.414 5.961.693 6.726.479 10.132.946 16.225.501 18.250.898Dana Alokasi Umum/Sumbangan 4.280.630 5.380.739 6.179.943 12.884.250 34.207.822 44.815.441 41.444.637 191.330.404 209.056.943 215.470.000Bagian Daerah 2.874.947 3.574.957 4.113.663 5.062.035 4.353.891 4.813.354 5.693.901 6.981.455 8.973.451 10.941.034Total Penerimaan 9.037.462 11.100.137 13.353.681 22.167.124 44.197.127 55.590.488 53.865.017 208.444.805 234.255.895 244.661.932 Belanja Wajib 3.996.214 4.530.539 5.170.801 11.874.697 32.567.967 43.992.515 40.578.227 115.522.886 133.947.703 171.450.601 Penerimaan - Belanja Wajib 5.041.248 6.569.598 8.182.880 10.292.427 11.629.160 11.597.973 13.286.790 92.921.919 100.308.192 73.211.331Pinjaman Maksimal Yang Dapat Diperoleh 2.016.499 2.627.839 3.273.152 4.116.970 4.651.664 4.639.189 5.314.716 37.168.767 40.123.276 29.284.532

Page 114: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman Yang Bisa Diperoleh Kabupaten BANTUL Tahun 1994/1995/2003

(dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 3.118.588 4.250.570 5.142.803 6.014.113 6.555.905 8.011.806 7.074.418 14.073.123 22.425.147 32.882.359Dana Alokasi Umum/Sumbangan 5.185.432 6.700.952 7.429.739 16.620.830 45.780.008 59.912.342 55.171.355 180.450.612 258.680.000 292.700.000Bagian Daerah 3.199.684 4.052.173 5.096.469 6.162.768 5.457.169 6.572.462 8.069.030 10.963.035 12.944.617 17.112.677Total Penerimaan 11.503.704 15.003.695 17.669.001 28.797.711 57.793.082 74.496.610 70.314.803 205.486.770 294.049.764 342.695.036 Belanja Wajib 5.706.544 6.588.036 6.868.868 16.482.950 46.227.366 60.328.013 55.990.398 106.880.221 195.442.080 254.806.548Penerimaan - Belanja Wajib 5.797.160 8.415.659 10.800.133 12.314.761 11.565.716 14.168.597 14.324.405 98.606.549 98.607.684 87.888.488Pinjaman Maksimal Yang Dapat Diperoleh 2.318.864 3.366.263 4.320.053 4.925.904 4.626.286 5.667.438 5.729.762 39.442.619 39.443.073 35.155.395

Page 115: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman Yang Bisa Diperoleh Kabupaten GUNUNG KIDUL Tahun 1994/1995/2003

(dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 2.139.780 2.622.789 2.956.810 3.578.071 4.473.471 5.409.513 5.719.379 8.852.286 13.486.860 17.481.692Dana Alokasi Umum/Sumbangan 4.525.480 6.073.683 7.053.586 14.402.266 39.395.953 52.582.900 48.794.969 157.630.914 216.810.711 251.340.000Bagian Daerah 3.563.796 4.094.446 4.862.545 6.402.631 5.548.891 6.020.311 6.844.599 8.232.456 9.393.868 11.667.409Total Penerimaan 10.229.056 12.790.918 14.872.941 24.382.968 49.418.315 64.012.724 61.358.947 174.715.656 239.691.439 280.489.101 Belanja Wajib 4.269.761 5.531.766 5.968.442 13.648.342 37.662.161 50.144.052 46.805.516 78.406.005 145.404.196 175.304.246Penerimaan - Belanja Wajib 5.959.295 7.259.152 8.904.499 10.734.626 11.756.154 13.868.672 14.553.431 96.309.651 94.287.243 105.184.855Pinjaman Maksimal Yang Dapat Diperoleh 2.383.718 2.903.660 3.561.799 4.293.850 4.702.461 5.547.468 5.821.372 38.523.860 37.714.897 42.073.942

Page 116: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman Yang Bisa Diperoleh Kabupaten SLEMAN Tahun 1994/1995/2003

(dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 5.168.421 7.442.338 10.574.224 13.464.881 14.786.415 17.125.445 17.889.885 29.571.153 38.908.193 42.522.488Dana Alokasi Umum/Sumbangan 5.318.509 7.205.430 41.832.759 53.096.108 61.021.580 78.219.325 70.375.140 205.430.376 255.350.000 304.780.000Bagian Daerah 4.087.650 4.924.755 6.550.838 7.523.877 7.797.262 10.350.686 11.306.375 21.094.967 27.965.557 24.876.641Total Penerimaan 14.574.580 19.572.523 58.957.821 74.084.866 83.605.257 105.695.456 99.571.400 256.096.496 322.223.750 372.179.129 Belanja Wajib 5.394.876 5.557.360 40.561.842 52.523.034 59.578.590 76.956.578 74.564.921 215.923.611 271.465.399 281.617.603Penerimaan - Belanja Wajib 9.179.704 14.015.163 18.395.979 21.561.832 24.026.667 28.738.878 25.006.479 40.172.885 50.758.351 90.561.526Pinjaman Maksimal Yang Dapat Diperoleh 3.671.881 5.606.065 7.358.391 8.624.732 9.610.666 11.495.551 10.002.591 16.069.154 20.303.340 36.224.610

Page 117: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Perhitungan Besar Maksimal Pinjaman Yang Bisa Diperoleh KOTA YOGYAKARTA Tahun 1994/1995/2003

(dalam Ribuan Rupiah)

Pos APBD Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Pendapatan Asli Daerah 12.549.223 14.376.066 17.770.957 19.154.650 19.972.896 24.790.128 22.452.952 40.352.593 56.377.460 68.621.564 Dana Alokasi Umum/Sumbangan 7.417.300 8.465.744 9.549.894 14.449.902 28.714.959 38.655.212 35.022.637 113.437.221 162.874.512 196.100.000Bagian Daerah 5.454.344 6.293.537 7.397.790 8.081.438 8.680.146 10.574.498 12.290.938 33.118.034 25.094.252 32.300.731Total Penerimaan 25.420.867 22.841.810 34.718.641 41.685.990 57.368.001 74.019.838 69.766.527 186.907.848 244.346.224 297.022.295 Belanja Wajib 7.722.639 8.520.985 9.619.479 15.038.690 28.920.207 38.328.852 35.546.327 142.333.810 135.393.680 172.678.790Penerimaan - Belanja Wajib 17.698.228 14.320.825 25.099.162 26.647.300 28.447.794 35.690.986 34.220.200 44.574.038 108.952.544 124.343.505 Pinjaman Maksimal Yang Dapat Diperoleh 7.079.291 5.728.330 10.039.664 10.658.920 11.379.117 14.276.394 13.688.080 17.829.615 43.581.017 49.737.402

Page 118: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

LAMPIRAN

Page 119: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT - DAERAH & PINJAMAN DAERAH DI KAB & KOTA D.I YOGYAKARTA THN 1994-1995-2003

Tabel 6.1. Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1994/1995 – 2003 (Dalam Persen)

KABUPATEN DAN KOTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN KULON PROGO BANTUL GUNUNG KIDUL SLEMAN KOTA YOGYAKARTA

PAD/TPD BHPBP/TPD SB/TPD PAD/TPD BHPBP/TPD SB/TPD PAD/TPD BHPBP/TPD SB/TPD PAD/TPD BHPBP/TPD SB/TPD PAD/TPD BHPBP/TPD SB/TPD

1994/1995 12,2 18,7 65,5 15,1 15,5 66,0 10,6 17,6 68,5 19,9 15,8 60,9 37,4 16,2 41,61995/1996 11,7 19,5 63,7 17,4 16,6 61,8 12,3 19,3 68,2 23,6 15,6 59,2 35,2 15,4 37,21996/1997 13,6 18,4 59,3 15,9 15,7 52,6 10,2 16,8 54,1 14,7 9,1 74,3 38,2 15,9 35,31997/1998 12,9 15,5 68,6 13,7 14,0 68,7 9,6 17,2 73,0 14,9 8,3 75,5 35,0 14,7 44,31998/1999 9,8 7,6 80,6 9,0 7,5 88,2 6,9 8,5 81,0 14,9 7,8 76,7 27,9 12,1 55,61999/2000 8,2 6,6 80,6 8,4 6,9 81,8 6,2 6,9 83,4 13,5 8,1 74,7 25,4 10,8 56,5

2000

(9 Bulan) 9,7 8,2 78,8 7,3 8,3 77,2 5,8 6,9 63,7 12,8 5,3 81,7 11,5 11,7 46,12001 4,5 3,1 87,0 5,2 4,1 67,5 4,2 3,9 76,3 9,5 6,8 66,5 17,7 14,5 59,12002 5,7 3,1 73,8 6,6 3,8 76,8 5,3 3,7 86,1 10,1 7,2 66,6 18,6 8,2 53,72003 5,3 3,2 65,9 7,5 3,9 67,3 5,1 3,4 76,3 9,8 5,7 73,3 16,8 7,9 49,2

RATA-RATA 9,3 10,3 72,3 10,6 9,6 70,7 7,6 10,4 73,0 14,3 9,0 71,0 26,4 12,7 47,8Rata-rata Sebelum Otonomi Daerah 11,1 13,5 71,0 12,4 12.1 70,9 8,8 13,3 70,2 16,3 10,0 71,8 30,1 13,8 45,2Rata-rata Setelah Otonomi Daerah 5,1 3,1 75,5 6,4 3,9 70,5 4,8 3,6 79,5 9,8 6,5 68,8 17,7 10,2 54,0

Data: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka Hasil ringkasan survai atas data sekunder yang telah diolah

Keterangan: Sebelum otonomi daerah yaitu selama tahun 1994/1995-2000, sedang setelah otonomi daerah yaitu selama tahun 2001-2003

Dimana, TPD :Total Penerimaan Dearah; BHPBP :Bagi Hasil pajak dan Bukan Pajak.

PAD :Pendapatan Asli Daerah; SB :Sumbangan dan Batuan.