analisis penyelesaian pembiayaan · pdf fileanalisis penyelesaian pembiayaan musyarakah ......
TRANSCRIPT
ANALISIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
MUTANAQISAH BERMASALAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA
BERDASARKAN KEPUTUSAN DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah
(S.E.Sy)
Oleh:
Bayu Prasetyo
NIM : 1111046100046
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014/1435 H
ANALISIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
MUTANAQISAH BERMASALAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA
BERDASARKAN KEPUTUSAN DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah
(S.E.Sy)
Oleh:
BAYU PRASETYO
NIM : 1111046100046
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing
Muhammad Maksum, M.A
NIP : 197807 152003121 007
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
ABSTRAK
Bayu Prasetyo. 1111046100046. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan
DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013. Muamalat, Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015, 96 halaman.
Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian
dan kesejahteraan dunia-akhirat), Salah satu kebutuhannya ialah memiliki hunian
untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Saat ini hal itu bisa tercapai dengan
banyaknya Bank Syariah yang menyediakan sarana Kepemilikan Rumah (KPR)
Secara Syariah tentunya dengan berbagai macam variasi akad salah satunya ialah
Musyarakah Mutanaqisah. Namun tidak semua pembiayaan akan berjalan dengan
lancar dan tentunya akan ada permasalahan salah satunya dalam akad Musyarakah
Mutanaqisah ini, karena tidak semua akan sesuai dengan aturan yang ada dalam hal
ini ialah Keputusan Dewan Syariah Nasional. Maka dari itu penulis bertujuan untuk
menganalisis penerapan yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan aturan yang ada
agar nantinya dapat menjadi acuan bagi para praktisi ekonomi syariah ataupun
masyarakat
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana menggunakan jenis
penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka dan
wawancara. Dalam hal ini wawancara yang akan dilakukan pada Muamalat Institute
sebagai lembaga research dari Bank Muamalat Indonesia dan Dewan Syariah
Nasional selaku pembuat aturan yang ada.
Hasilnya menunjukan bahwa penerapan penyelesaian pembiayaan
musyarakah mutanaqisah bermasalah yang dilakukan hampir semua telah sesuai
dengan aturan yang ada, namun masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki oleh
bank agar lebih mengikuti aturan yang ada yang telah dibuat.
Kata Kunci : Fatwa DSN, Pembiayaan, Bank Syariah, Musyarakah Mutanaqisah,
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah.
Dosen Pembimbing : - Muhammad Maksum, M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1979 – 2015
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis khususnya dan seluruh umat
manusia pada umumnya. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan manusia dari jalan kegelapan ke jalan
terang benderang.
Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis Penerapan Keputusan DSN
NO.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia”, ditujukan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S-1) dan memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis, sehingga dapat
mempersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang penulis sayangi dan semua
pihak yang terkait yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini adalah atas berkat bimbingan, dukungan, dan saran-saran dari berbagai
pihak. Tanpa partisipasi mereka, upaya penulis dalam menyelesaikan studi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terutama dalam menyelesaikan skripsi ini tentu akan
terasa lebih sulit terwujud. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang terhormat:
iv
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Selaku Dekan Fakaultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A, selaku ketua program studi Muamalat dan Bapak H.
Abdurrauf, Lc, MA, selaku sekretaris program studi Muamalat Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Muhammad Maksum, M.A selaku dosen pembimbing saya yang tiada
hentinya membimbing, meluangkan waktu demi terselesaikannya skripsi ini.
4. Ayah Ibu tercinta Suparno dan Partiyah yang tidak henti-hentinya memberikan
doa, dan dukungan agar terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih untuk
kesabaran, nasehat dan curahan kasih sayang yang selalu diberikan kepada
penulis.
5. Sahabat-sahabat kesayangan, yang selalu bersama dari semester 1 sampai
akhirnya menyelesaikan skripsi ini, terimakasi untuk Uchill, Ijal, dan Nyai Nimas
atas kesetiaannya, waktunya, tawanya, candanya, kegilaannya, yang selalu
mengisi hari-hari penulis selama masa kuliah. Semoga persahabatan kita terus
berlanjut sampai tua nanti.
6. PMII selaku organisasi ekstra kampus yang telah banyak menempa diri saya
menjadi lebih siap dalam menghadapi dunia kerja kedepannya.
7. Assy Shella, yang selalu memberikan support dan doanya, yang selalu bisa
menemani baik dalam keadaan senang atau dalam keadaan terpuruk, yang selalu
memberikan semangat dalam setiap tawanya, dan tidak pernah menyerah dalam
menemani perjuangan skripsi ini, terima kasih.
v
8. Teman-teman seperjuangan Perbankan Syariah kelas C angkatan 2011, terutama
yang sering sharing menegenai skripsi yaitu Dody Frans, Tatang, Hilman dan
Andy Azhari, terima kasih buat segala kekompakan, kebersamaannya. Semoga
kita semua bisa mewujudkan impian masing-masing.
Ciputat, 27 Juli 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .............................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
D. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 8
E. Metode Penelitian........................................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan .................................................................................... 16
BAB II : LANDASAN TEORI ................................................................................ 19
A. Kedudukan Fatwa........................................................................................... 19
B. Konsep Musyarakah Mutanaqisah ................................................................. 20
a. Pengertian Dan Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah ........... 21
b. Karakteristik Musyarakah Mutanaqisah ............................................ 26
c. Prinsip Dan Ketentuan Musyarakah Mutanaqisah ............................. 27
vii
C. Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Bank Syariah ........................ 30
a. Non Litigasi ........................................................................................ 30
b. Litigasi ............................................................................................... 40
BAB III : Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 47
A. Profil Bank Muamalat Indonesia ................................................................... 47
B. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia ............................................. 51
C. Produk Dan Jasa Bank Muamalat Indonesia .................................................. 54
BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN .......................................................... 62
A. Kedudukan Hukum Keputusan DSN ............................................................. 62
B. Praktek Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bank Muamalat Indonesia.. 64
C. Penerapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Bermasalah Bank Muamalat Indonesia .......................................................... 76
D. Analisa Penerapan Keputusan DSN Tentang Pembiayaan
Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ....... 83
BAB V: PENUTUP .................................................................................................. 90
A. Kesimpulan .................................................................................................... 90
B. Saran ..................................................................................................... …… 92
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 93
LAMPIRAN ……………………………………………………………………… 96
viii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 Data Pembiayaan Musyarakah Bermasalah Bank Muamalat
Indonesia dari tahun 2012-2014 5
1.1 Perbandingan Pembelian Akad Murabahah dan Musyarakah
Mutanaqisah 64
1.2 Ketentuan Pembiayaan 70
1.3 Kesesuaian Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dengan
Praktek Bank Muamalt Indonesia 87
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1 Daftar Pertanyaan BMI 96
2 Hasil Wawancara BMI .................................................................... 98
3 Hasil Wawancara DSN ................................................................. 93
4 Tahapan Proses Pembiayaan .......................................................... 103
5 Lampiran Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ............................ 105
6 Daftar Pertanyaan DSN .................................................................... 109
7 Hasil Wawancara DSN ................................................................. 110
8 Lampiran Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 ................. 111
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah
(kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat). Perilaku manusia disini berkaitan
dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecendrungan-
kecendrungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan
porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang
khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiah. Akibatnya, masalah ekonomi dalam islam
adalah masalah menjamin berputarnya harta di antara manusia agar dapat
memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di
dunia dan akhirat (hereafter). 1
Banyaknya fakta yang menggambarkan kesenjangan yang terjadi akibat
diterapkannya sistem bunga, menjadikan kita dapat berpikir bahwa sistem bunga
yang masih berlaku saat ini harus diganti dengan sistem lain yang dapat
memberikan manfaat yang lebih baik serta mempunyai kontribusi positif guna
membangun perekonomian yang sejahtera. Salah satu alternative tersebut adalah
sistem perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil yang beroperasi berdasarkan
1 Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2011) cet ke-3
hlm 7
2
pada prinsip-prinsip islam. 2 Sistem keuangan dan perbankan Islam merupakan
bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, dimana tujuannya
sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memberlakukan sistem nilai dan
etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. 3
Sistem keuangan Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah yang
sesuai syari‟ah untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga
(riba). Prinsip muamalah yang diperkenalkan itu berupa prinsip Bagi Hasil lahir
sebagai pengganti prinsip bunga sekaligus sebagai salah satu solusi alternative
untuk menjawab persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan
demikian, kerinduan umat islam Indonesia yang mendambakan kehadiran sistem
lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang tidak hanya
sebatas finansial namun juga tuntutan moralitasnya serta ingin melepaskan diri
dari persoalan riba telah menjawab dengan lahirnya Bank Islam. 4
Keberadaan bank-bank syari‟ah di Indonesia semakin mendapat
legitimasi dengan disahkannya berbagai undang undang yang mendukung, salah
satunya adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008. Undang-undang tersebut memiliki
2 M. Stafi‟I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002)
cet ke-1 hlm 11 3 Zainal Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006) hlm
12 4 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPB, 2005) hlm 2
3
beberapa ketentuan umum (pasal 1) yang baru yang menarik untuk dicermati dan
akan memberikan implikasi tertentu. 5
Perbankan syariah di Indonesia jika dilihat dari segi hukum ataupun
pelaksanaannya memang sudah cukup berkembang hal ini dapat dilihat dari
bertambahnya jumlah bank syariah yang hanya ada 1 unit pada periode 1992-
1998 menjadi 20 unit pada tahun 2005, hal ini mungkin disebabkan banyaknya
muslim yang ada di Indonesia yang tertarik pada sistem perbankan yang
dilakukan secara syariah ini. Namun disatu sisi karena kemayoritasan kaum
muslim ini lah maka harus dilakukan perkembangan lebih jauh untuk memenuhi
kebutuhan yang begitu banyak meskipun banyak juga dari kalangan non muslim
menggunakan sistem Bank Syariah ini karena lebih menguntungkan dengan tidak
adanya sistem jerat riba. Salah satunya ialah dalam kepemilikan pembiayaan
rumah syariah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah.
Berdasarkan sifatnya, KPR tergolong dalam jenis kredit konsumsi, yaitu
kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitor untuk
membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan
rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitor yang
bersangkutan.6 KPR dalam hal ini menjadi perwujudan dari peranan bank sebagai
intermediary, dan peranan sebagai intermediary ini tidak hanya ada pada bank
konvensional, melainkan juga terdapat pada bank syariah, yaitu mengerahkan
5 A.Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: UIN Press, 2009) hlm
98 6 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.61
4
dana dari masyarkat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.
Bedanya, bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan
bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembiayaan
keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS
principle).7Salah satunya ialah Musyarakah Mutanaqisah.
Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang
kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.8 Akad Musyarakah
Mutanaqisah menekankan pada penggunaan akad jual beli dengan syirkah dan
pengurangan salah satu bagian (porsi) syirkah dengan sewa. akad ini terbilang
paling baru diantara akad yang lain yang juga digunakan untuk pembiayaan
pemilikan rumah pada perbankan syariah di Indonesia, setelah sebelumnya telah
digunakan prinsip Murabahah dan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik.
Produk ini didukung dengan lahirnya fatwa yang dikeluarkan oleh DSN
MUI NO.73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah untuk
pengaturan yang lebih khusus dan eksklusif. Dan fatwa ini juga telah didukung
oleh UU Nomor 21 tahun 2008 Pasal 26 yang talah memperjelas bagaimana
kedudukan hukum dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI selaku lembaga
pembuat Fatwa.
7 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum Perbankan
Indonesia (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm. 4. 8 Indonesia, Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang
Musyarakah Mutanaqisah, Ketentuan Umum Butir a.
5
Musyarakah Mutanaqisah juga merupakan salah satu sumber pendapatan
yang baik bagi bank, dikarenakan kemudahan layanan yang diberikan oleh bank
syariah kepada nasabah dalam mengajukan pembiayaan dan dalam mengangsur
biaya pokok kepemilikan rumah tersebut serta ijarah yang dikenakan pada
nasabah selama menempati rumah tersebut. Sejalan dengan makin
berkembangnya produk pembiayaan Musyarakah di Bank Muamalat Indonesia,
resiko yang ditimbulkan juga terbilang besar yaitu besarnya jumlah pembiayaan
yang bermasalah baik macet, diragukan, dan ditolak. Berikut ini data pembiayaan
Musyarakah bermasalah di Bank Muamalat Indonesia dalam rentang tahun 2012-
2014.
Tabel 1.1 Data Pembiayaan Musyarakah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia dari
tahun 2012 - 2014
Dari data diatas dapat terlihat seberapa besar pembiayaan bermasalah
yang terjadi pada akad musyarakah, hal ini dapat mengakibatkan kerugian apabila
tidak diatasi, pihak bank harus menutupinya terlebih dahulu dari dana cadangan
kerugian yang ada pada setiap bank apabila terjadi pembiayaan bermasalah
seperti ini. Dan dari ini pula dapat terlihat juga kesehatan bank sangat
berpengaruh dari bagaimana bank mengelola dana yang diterimanya. Suatu bank
NPF
Gross
2014 2013 2012
Rp 1.442.679.168 /7,12% Rp 1.340.877.111 / 7,07% Rp 293.980.228 / 2,26%
NPF Net Rp 986.915.363 / 4,87% Rp 430.163.053 / 2,27% Rp 255.825.294 / 1,97%
6
akan maju apabila dapat mengelola dana tersebut, dan usaha bank yang sering
dilanda dengan pembiayaan bermasalah yang menumpuk akan likuidasi dengan
cepat.
Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis mengambil tema ini
dengan judul “Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN
NO.01/DSN-MUI/X/2013” Agar dapat mengetahui bagaimana praktek yang
dilakukan oleh bank apabila terjadi pembiayaan bermasalah yang sangat
berpengaruh pada baik tidaknya suatu bank.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan yang dilakukan penulis ialah mengenai masalah kepada
“Penerapan KPR syariah pada produk KPR Muamalat iB dengan akad
Musyarakah Mutanaqisah, dalam hal ini hanya terfokus tentang
bagaimana penerapan yang dilakukan apabila terjadi pembiayaan
bermasalah dalam KPR syariah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah
Pada Bank Muamalat Indonesia”.
2. Perumusan Masalah
Dari judul di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan Hukum Keputusan Dewan Syariah Nasional?
7
2. Bagaimana praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank
Muamalat Indonesia?
3. Bagaiman penyelesaian yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia
dalam mengatasi pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah?
4. Apakah praktek penyelesaian pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
telah sesuai dengan hukum syariah yang ada? Dalam hal ini ialah
Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013.
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan Hukum Keputusan Dewan Syariah
Nasional.
2. Untuk mengetahui praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank
Muamalat Indonesia.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang dilakukan Bank
Muamalat Indonesia dalam mengatasi pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah bermasalah.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah mana yang paling efektif dalam
menyelesaikan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah di
Bank Muamalat Indonesia.
5. Untuk mengetahui dengan seksama sudah sesuaikah praktek penyelesaian
pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah dengan hukum.
8
Manfaat yang diberikan dari penulisan ini adalah:
1. Bagi akademis yaitu upaya untuk menambah khazanah pengetahuan di
bidang ekonomu Islam, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian
pembiayaan bermasalah.
2. Bagi penulis yaitu untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
terutama tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah.
3. Bagi praktisi yaitu mengetahui dan menyesuaikan sistem maupun konsep
dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah yang sesuai dengan syariah
dan hukum yang berlaku di negara kita.
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mengkaji masalah ini belum begitu banyak. :
Pertama ada Jurnal tahun 2013 yang disusun oleh Pertama Mohd
Sollehudin Shuib Islamic Business School Universiti Utara Malaysia,
Kedah, Kedua Mohd Zaidi Daud Jabatan Syariah dan Undang-Undang
Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Ketiga
Ahmad Azam SulaimanJabatan Syariah dan Ekonomi, Akademi
Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Jurnal ini
Membahas tentang “ANALISIS PERBANDINGAN PRODUK
BERASASKAN MUSHARAKAH MUTANAQISAH DAN
KONVENSIONAL”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam
9
penelitian ini ia berkesimpulan Secara keseluruhan, analisis
menunjukkan masalah yang dihadapi juga tergantung pada struktur
konsep seperti isu jaminan modal, isu polemik dua kontrak dalam satu
kontrak dan isu status pembayaran bagi rumah yang masih dalam
pembangunan. Ada juga isu - isu yang tidak dipengaruhi struktur
kontrak sebaliknya disebabkan oleh praktek lembaga itu sendiri dalam
menawarkan produk pembiayaan perumahan. Isu terbesar adalah untuk
produk pinjaman secara konvensional memang wajib ditolak oleh umat
Islam meskipun ada kelebihan yang kadangkala tidak tedapat pada
beberapa pembiayaan secara Islam. Ini karena pinjaman secara
konvensional jelas berbasis riba dan gharar. Alternatifnya umat Islam
dapat memilih kontrak - kontrak pembiayaan Islam yang lain seperti
musharakah mutanaqisah, istisna, BBA dan murabahah. Meskipun
kontrak - kontrak ini tidak terlepas dari masalah, tetapi ini adalah lebih
baik dibandingkan kontrak konvensional yang ada.
Kedua disusun oleh Nurul Izzah Binti Noor Zainan dari Pusat Pengajian
Ekonomi Fakulti Ekonomi dan Pengurusan Universiti Kebangsaan
Malaysia, dan Abdul Ghafar Ismail dari Fakultas Ekonomi dan
Pengurusan Universiti Kebangsaan Malaysia. Jurnal ini membahas
tentang “Musyarakah Mutanaqisah: Isu dan Cabaran, Kesan
Terhadap Pembangunan Ekonomi”. Metode yang digunakan dalam
10
penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data
kualitatif. Dalam penelitian ini ia berkesimpulan Dengan menggunakan
konsep pembiayaan musyarakah mutanaqisah ini dengan lebih
meningkatkan lagi mutu konsep tersebut berdasarkan landasan syariah ,
maka akan lebih berkembang lagi penggunaan terhadap konsep
musyarakah mutanqisah karena ia merupakan konsep yang efisien
dalam pembiayaan perumahan. Oleh karena itu, jika ada perubahan
terhadap tanggungjawab dari pihak bank atau pelanggan harus mengacu
kepada kontrak asli yang telah dilakukan dan perubahan yang dilakukan
adalah berbasis dan masih memberikan keuntungan kepada kedua pihak.
Jadi, ketika melakukan perubahan dalam kontrak, harga harus dijelaskan
pada awal kontrak dilakukan dengan mendapat persetujuan dua belah
pihak untuk menghindari terjadinya riba atau gharar dalam perubahan
kontrak. Selain itu juga, Musyarakah mutanaqisah ini dapat
memberikan keyakinan dan kepercayaan terhadap pelanggan dalam
menggunakan sistem perbankan Islam yang transparan dan benar.
Meskipun produk ini dikatakan akan mengurangi keuntungan bank
dibandingkan produk pembiayaan yang lain, akan tetapi produk ini akan
menarik lebih banyak pelanggan dan disamping itu dapat
mempertahankan keuntungan yang berkepanjangan kepada pihak bank.
Dengan efektivitas terhadap kontrak musyarakah mutanaqisah ini akan
memberikan perkembangan yang maju dalam kepemilikan properti
11
selain dapat mengembangkan lagi ekonomi Negara karena dengan
adanya konsep musyarakah mutanaqisah ini, ia akan mendorong orang
untuk memilik properti dan akan mengurangi tingkat kemiskinan di
Negara karena mereka mampu memiliki aset mereka sendiri. Dengan
berdasarkan landasan syariat yang telah ditetapkan, produk ini akan
lebih berkembang dan mampu memberikan layanan yang terbaik dalam
sistem perbankan Islam disamping memberikan keuntungan yang lebih
dalam perbankan Islam ini karena dapat menarik lebih banyak lagi
pelanggan untuk menggunakan sistem perbankan Islam ini.
Ketiga disusun oleh Agisa Muttaqien, tahun 2012, membahas tentang
“PEMBIAYAAN PEMILIKAN RUMAH DENGAN AKAD
MUSYARAKAH MUTANAQISAH PADA BANK MUAMALAT
INDONESIA”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam
penelitian ini ia berkesimpulan Terdapat masalah kepemilikan sertifikat
sebagai aspek hukum pembuktian dalam penerapan akad Musyarakah
Mutanaqisah ini. Bahwa sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah
hanya diatasnamakan nasabah saja. Bank Muamalat Indonesia memilih
untuk mencantumkan nama nasabah di awal perjanjian, padahal nasabah
pada saat itu belum benar-benar memiliki hunian tersebut. Fatwa DSN
tentang Musyarakah Mutanaqisah pun mengatakan kepemilikan baru
12
berpindah kepada nasabah jika telah dilakukan pelunasan seluruhnya.
Lalu terdapat permasalahan dalam penerapan prinsip Ijarah dalam akad
Musyarakah Mutanaqisah ini, antara lain pandangan bahwa penyewa
dan pemberi sewa dalam PHSK adalah satu pihak yaitu nasabah, yang
hanya didasari pencantuman nama nasabah pada sertifikat kepemilikan
hunian.
Keempat disusun oleh Chrisanty Amalia, Universitas Sumatra Utara
membahas tentang “ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH (Studi
pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, di kota Medan)”.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini ia
berkesimpulan Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan
bermasalah pada Bank Muamalat antara lain dikarenakan omset nasabah
debitur mengalami penurunan dan dikarenakan adanya masalah keluarga
dari nasabah debitur atau karena ada bencana alam yang semuanya
diluar dari sepengetahuan manusia. Faktor-faktor internal seperti
petugas, sistem dan manajemen sudah di antisipasi Bank Muamalat
dimana Bank akan berusaha untuk lebih mengenal calon character
nasabah debitur, dengan cara wawancara dan melakukan survei
lapangan terhadap capacity dan collateral calon nasabah debitur.
13
Kelima disusun oleh Nova Augusta, tahun 2010, membahas tentang
“MEKANISME PENYELESAIAN PEMBIAYAAN IMBT
BERMASALAH PADA BANK DKI SYARIAH”. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini Sebagian besar
nasabah mengajukan pembiayaan ijarah muntahia bittamlik adalah
untuk keperluan konsumtif, yaitu pembelian KPR. Sedangkan sebagian
kecilnya untuk modal kerja, pembiayaan penerbangan, dan industry
perkapalan. Faktor utama penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah
pada pembiayaan IMBT adalah jika nasabah tiba-tiba di PHK (Putus
Hubungan Kerja) oleh perusahaan tempat ia bekerja sehingga
mempengaruhi resource of payment (kemampuan membayar) nasabah.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan
deskriptif analitis yaitu untuk menggambarkan secara jelas bagaimana
Penerapan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Penyelesaian
Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat
Indonesia.
14
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
tidak mengadakan perhitungan.9 Penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif yaitu data yang terkumpul berupa kata-kata, gambar bukan
angka. Kalaupun ada angka-angka dalam penelitian ini, sifatnya hanya
sebagai penunjang saja. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan kejadian yang terjadi saat ini.10
Metode deskriptif ini
menjelaskan upaya yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam
menangani pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah.
3. Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari
tangan pertama), Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari
responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga
data
hasil wawancara peneliti dengan narasumber.11
9 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Ed: Revisi, (Bandung : PT Remaja Rosda
Karya, 2004), h.2 10
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995),
h.26 11
Uma Sekaran, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis (Jakarta : Salemba Empat, 2006), h. 18
15
b. Data Sekunder: yaitu data yang diperoleh tidak langsung dari
sumbernya, misalnya dari buku-buku, majalah atau literature-literatur
yang berkaitan dengan tema skripsi.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka, yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisa suatu
pengertian yang bersifat teoritis, untuk itu penulis menggunkan
beberapa literatur yang mendukung penelitian ini dilakukan dengan
cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berkenaan dengan
masalah yang dibahas. Studi ini dilakukan untuk menguji kebenaran
serta relevansi antara teori yang terdapat dalam buku dengan praktek
di lapangan.
b. Wawancara, adalah proses pengumpulan data dan memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan
menggunakan alat yang dinamakan pedoman wawancara. 12
Proses wawancara ini akan ditujukan langsung pada narasumber,
yaitu:
Muamalat Institute selaku lembaga research yang telah didirikan
Bank Muamalat Indonesia.
Dewan Syariah Nasional Selaku Pembuat Keputusan
12
Nazir Muh. Metode Penelitian. Jakata : Ghalia Indonesia, 1988. cetakan ketiga. h.
234
16
c. Dokumentasi: yaitu teknik yang digunakan untuk melengkapi data
yang diperlukan oleh penulis, antara lain dengan cara melihat
dokumen dan arsip-arsip pada instansi-instansi yang ada kaitannya
dengan objek penelitian.
5. Analisis Data
Selanjutnya, dalam pengolahan data yang telah diperoleh, penulis
mengklasifikasikan data tersebut, kemudian melengkapinya dengan
interpretasi-interpretasi, dengan menggunakan metode analisa data sebagai
berikut:
Metode deduktif, yaitu suatu logika yang beritik tolak dari
pengetahuan yang bersifat umum, kemudian dijadikan titik tolak
dalam menilai suatu fakta yang bersifat khusus.
6. Pedoman Penulisan
Adapun pedoman penulisan laporan penelitian ini didasarkan pada
buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitan
oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara garis besar tentang apa yang menjadi isi
dari penulisan skripsi ini maka dikemukakan susunan dan rangkaian masing-masing
bab, sebagai berikut:
17
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan,
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan penelitian, hasil
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian, kerangka pemikiran teoritis, dan
hipotesis.
BAB III : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum dari objek penelitian
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penjelasan tentang informasi yang dihasilkan dalam
pengelolaan data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti berdasarkan metode yang
digunakan dengan berpedoman pada landasan teori dasar.
BAB V : PENUTUP
Bab ini menguraikan tentang simpulan atas hasil pembahasan analisa dan
penelitian, dan saran-saran yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kedudukan Fatwa
Fatwa menempati kedudukan strategis dan sangat penting, karena mufti
(pemberi fatwa), sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-Syathibi,
berkedudukan sebagai khalifah dan ahli waris Nabi SAW, sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Abud Daud dan Tirmidzi bahwa “ulama merupakan
ahli waris para Nabi” dalam menyampaikan hukum syariat, mengajar
manusia, dan memberi peringatan kepada mereka agar sadar dan berhati-
hati.13
Kedudukan fatwa dalam hukum Islam dapat dikaji dari pengertian
fatwa itu sendiri, sehingga bila berbicara mengenai fatwa itu sendiri, maka
tidak akan lepas dari aspek siapa atau organisasi apa yang memuat fatwa
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbicara tentang fatwa, maka
tidak terlepas pembicaraan tersebut terhadap konsep ijtihad. Fatwa
dikeluarkan oleh para ulama atau ahli fikih Islam yang mampu mengangkat
permasalahan akibat kebutuhan siapa yang butuh dasar jawaban sebagai
landasan hukum suatu perbuatan atau kegiatan yang sifatnya bisa keagamaan
atau non-keagamaan.14
13
Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian & Kecerobohan, (Jakarta: Gema Insani Press),
1997, hlm. 13. 14
Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagmaan; Dalam Fikih Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara), 2006 hlm. 76
20
Terkait dengan MUI bahwa, fatwa MUI ini merupakan bentuk dari
fatwa kolektif (al-fatwa alijma`) adalah fatwa yang dihasilkan oleh ijtihad
sekelompok orang, tim, atau panitia yang sengaja dibentuk. Pada dasarnya
fatwa kolektif ini dihasilkan melalui suatu diskusi dalam lembaga ilmiah yang
terdiri atas para personal yang memiliki kemampuan tinggi dalam bidang fikih
pemahaman problema keagamaan dan berbagai ilmu lainnya sebagai
penunjang dalam arti syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang
akan berijtihad. Fatwa yang dihasilkan melalui lembaga ilmiah ini harus
mampu menetapkan hukum dengan berani dan bebas dari pengaruh dan
tekanan politik, sosial, dan budaya yang dianut Bangsa.15
Fatwa sangat penting dalam kehidupan ini dan keberadaan fatwa
membolehkan pelaksanaan hukum-hukum syara‟ ditegakkan berlandaskan
kaidah-kaidah syari‟ah. Fatwa memainkan peranan yang sangat penting dalam
perkembangan UU Islam atau hukum syara‟. Dengan kedudukan itu, institusi
fatwa diberikan perhatian yang utama oleh dunia Islam.
B. Konsep Musyarakah Mutanaqisah
a. Pengertian Dan Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah
Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah adalah produk pembiayaan
berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul 'inan, yang porsi (hishshah)
modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan
15
Ibid, hlm. 140
21
pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil 'iwadh
mutanaqishah) kepada syarik yang lain (nasabah).16
Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad
musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata
syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti
kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah
adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara
mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-
mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap. Musyarakah
mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana
kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara
pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini
melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk
kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak
lain.17
Dalam suatu lembaga harus dituntut mempunyai suatu landasan
hukum yang ada begitupun produk – produk dalam perbankan syariah harus
16
Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang
Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Definisi Produk. 17
M. Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqisah, hlm. 1.
http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqish_Nadratuz
zaman.pdf (diakses pada 17 Maret 2015)
22
dilakuan keabsahan produk yang ada, tidak hanya pertanggungjawaban
kepada hukum negara saja, melainkan juga terhadap hukum Allah yang
merupakan dasar implementasi dari produk perbankan syariah. Landasan
hukum yang pertama ialah berasal dari hukum syariah antara lain:
1. Al-Qur‟an
a. Surah Shad ayat 24 yang artinya,
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka
ini…."
Ayat ini seolah mencela perilaku orang-orang yang bekerjasama
atau berserikat dalam dagang dengan menzalimi sebagian dari mitra kerja
mereka. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya
diperbolehkan oleh risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan, namun
harus sesuai dengan hukum Allah SWT.
b. Surah Al-Maidah ayat 5 yang artinya,
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....”
Ayat ini memberikan ketegasan kepada umat manusia yang
berkongsi dalam kebaikan untuk selalu mematuhi segala aturan mengenai
akad (perjanjian) dan tidak boleh mengingkarinya jika telah berjanji, agar
di kemudian hari tidak terjadi permasalahan dan perselisihan yang
menghancurkan umat manusia itu sendiri.
23
c. Surah Al-Baqarah ayat 233 yang artinya,
“… dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan”
Ayat ini merupakan salah satu dasar hukum dari ijarah yang
menjadi bagian dari akad Musyarakah Mutanaqisah. Allah telah
memberikan hukum kepada manusia bahwa memberikan pembayaran
karena mengambil manfaat dari orang lain tidak dilarang dan tidak
berdosa.
d. Surah Az-Zukhruf ayat 32 yang artinya,
“… dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan”
Ayat ini menerangkan bahwa memang Allah menjadikan
sebagian umat menjadi lebih tinggi beberapa derajat daripada yang lain,
agar umat yang kekurangan dapat mengambil manfaat dan bekerjasama
demi dan dengan manfaat tersebut.
2. Hadist Rasulullah saw
a. HR Abu Hurairah RA yang artinya, “Allah swt. berfirman: „Aku adalah
pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak
24
tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah
berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan
oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)
b. HR Tirmidzi dan Amr bin Auf yang artinya, “Perdamaian dapat
dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
c. HR Ibn Majah dari Ibnu Umar, yang artinya, “Berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering” Hadist ini menegaskan bahwa menyewa
atau memanfaatkan tenaga dari buruh atau pekerja adalah diperbolehkan,
namun tidak boleh menyingkirkan kewajiban untuk membayar sewa atas
manfaat tersebut, bahkan kewajiban untuk membayar sewa harus dilunasi
sebelum keringatnya kering.
d. HR Abu Saad bin Abi Waqqash tentang sewa menyewa yang artinya,
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya;
maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”
Pemaparan diatas merupakan pemaparan mengenai dasar hukum
agama (syariah) menurut Al-Qur‟an, Hadist dan Taqrir Rasulullah saw
Namun, sebagai lembaga yang bergerak secara nasional dan internasional,
dibutuhkan pula perangkat hukum positif yang mendasari pijakan
25
perbankan syariah dan produk-produk yang terdapat di dalamnya, yaitu
antara lain:
1. Bank Indonesia
Bank Indonesia sebagai perpanjangan tangan dari undang-
undang yang telah disahkan oleh DPR dan Presiden RI, juga membuat
instrumen hukum bagi akad, antara lain:18
a. PBI No. 10/24/PBI/2008 tanggal 16 Oktober 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No.
8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
b.PBI No.10/16/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 Tentang
Perubahan Atas PBI No.9/19/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip
Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana
Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
c. PBI Nomor 10/17/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 Tentang
Produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
d.PBI Nomor. 9/19/PBI/2007 Tanggal 17 Desember 2007 Tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
18
Bank Muamalat Indonesia, Panduan Produk Nomor 01/RPDD/PMBY/2010 Panduan
Pembiayaan iB Syariah Kongsi, 2010, hlm. 1.
26
b. Karakteristik Musyarakah Mutanaqisah
Karakteristik Musyarakah Mutanaqishah Semua rukun dan
ketentuan yang ada dalam akad musyarakah, sebagaimana fatwa DSN-MUl
No. 8IDSN-MUIIIV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah berlaku juga pada
Musyarakah Mutanaqishah. Sedangkan ciri-ciri khusus Musyarakah
Mutanaqishah adalah sebagai berikut:19
a. Modal usaha dari para pihak (Bank Syariah/Lembaga Keuangan
Syariah [LKS]) dan nasabah) harus dinyatakan dalam bentuk
hishshah. Terhadap modal usaha tersebut dilakukan tajzi'atul
hishshah, yaitu modal usaha dicatat sebagai hishshah (portion) yang
terbagi menjadi unit unit hishshah. Misalnya modal usaha syirkah
dari bank sebesar 80 juta rupiah dan dari nasabah sebesar 20 juta
rupiah (modal usaha syirkah adalah 100 juta rupiah). Apabila setiap
unit hishshah disepakati bernilai 1 juta rupiah; maka modal usaha
syirkah adalah 100 unit hishshah.
b.Modal usaha yang telah dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak
boleh berkurang selama akad berlaku secara efektif. Sesuai dengan
contoh pada huruf a, maka modal usaha syirkah dari awal sampai
akhir adalah 100 juta rupiah (l00 unit hishshah).
19
Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang
Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Karakteristik
27
c. Adanya wa'd (janji). Bank Syariah/LKS berjanji untuk mengalihkan
seluruh hishshahnya secara komersial kepada nasabah dengan
bertahap;
d.Adanya pengalihan unit hishshah. Setiap penyetoran uang oleh
nasabah kepada Bank Syariah/LKS, maka nilai yang jumlahnya
sama dengan nilai unit hishshah, secara syariah dinyatakan sebagai
pengalihan unit hishshah Bank Syariah/LKS secara komersial
(naqlul hishshah bil 'iwadh), sedangkan nilai yang jumlahnya lebih
dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi hasil yang
menjadi hak Bank Syariah/LKS.
c. Prinsip Dan Ketentuan Musyarakah Mutanaqisah
Prinsip yang digunakan dalam produk ini adalah akad Musyarakah
Mutanaqishah. Syirkah dalam akad Musyarakah Mutanaqishah adalah syirkah
al-'inan. Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Musyarakah Mutanaqishah berlaku persyaratan paling kurang sebagai
berikut:20
a. Berlaku ketentuan hukum/prinsip syariah sebagaimana yang diatur
dalam fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/lV /2000 tentang
Pembiayaan Musyarakah;
20
Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang
Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Prinsip Dan
Ketentuan.
28
b. Karakteristik sebagaimana angka 2 harus dituangkan secara jelas
dalam akad;
c. Setelah seluruh proses pengalihan selesai, seluruh porsi modal
(hishshah) Bank Syariah/LKS beralih kepada nasabah;
d. Pendapatan Musyarakah Mutanaqishah berupa bagi hasil dapat
berasal dari:
i. Margin apabila kegiatan usahanya berdasarkan prinsip jual
beli;
ii. Bagi hasil apabila kegiatan usahanya berdasarkan musyarakah
atau mudharabah;
iii. Ujrah apabila kegiatan usahanya berdasarkan prinsip ijarah.
e. Nisbah keuntungan (bagi hasil) ditetapkan berdasarkan kesepakatan
para pihak dan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan
modal;
f. Proyeksi keuntungan dalam pembiayaan Musyarakah
Mutanaqishah dapat didasarkan pada pendapatan masa depan
(future income) dari kegiatan Musyarakah Mutanaqishah,
pendapatan proyeksi (projected income) yang didasarkan kepada
pendapatan historis (historical income) dari kegiatan Musyarakah
Mutanaqishah atau dasar lainnya yang disepakati. Para pihak dapat
menyepakati nisbah keuntungan tanpa menggunakan proyeksi
keuntungan;
29
g. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah
menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah), maka obyek yang
dibiayai dengan akad Musyarakah Mutanaqishah dapat diambil
manfaatnya oleh nasabah selaku pengguna atau pihak lain dengan
membayar ujrah yang disepakati. Apabila nasabah menggunakan
obyek Musyarakah Mutanaqishah, maka nasabah adalah pihak
yang mengambil manfaat dari obyek tersebut (intifa' bil ma'jur) dan
karenanya harus membayar ujrah;
h. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah
menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah) dan obyek ijarah
yang dibiayai dalam proses pembuatan pada saat akad (indent),
maka seluruh rincian kriteria, spesifikasi, dan waktu ketersediaan
obyek harus disepakati dan dinyatakan secara jelas, baik kualitas
maupun kuantitasnya (ma'luman mawshufan mundhabithan
munafiyan lil jahalah) dalam akad sehingga tidak menimbulkan
ketidak-pastian (gharar) dan perselisihan (niza');
i. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah
menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah), obyek pembiayaan
Musyarakah Mutanaqishah boleh diatas namakan nasabah secara
langsung atas persetujuan Bank Syariah/LKS;
30
j. Nasabah boleh melakukan pengalihan hishshah bank syariah/LKS
sesuai dengan jangka waktu yang disepakati atau dengan jangka
waktu dipercepat atas persetujuan Bank Syariah/LKS.
C. Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Syariah
Seperti yang terlihat dalam Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Model
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu melalui jalur Non Litigasi dan Jalur Litigasi:
a. Non Litigasi
Maksud dari Penyelesaian Non Litigasi ialah dengan tidak melalui
pengadilan, tetapi dilakukan melalui jalur perdamaian (Musyawarah) dan
juga bisa melibatkan badan arbitrase yang telah dibentuk.
1. Perdamaian Musyawarah Mufakat
Pada dasarnya langkah pertama yang dilakukan dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah ialah melalui jalan damai.
Perdamaian ialah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri
perselisihan atau persengketaan.21
Selanjutnya dikatakan ada tiga
rukun yang harus dipenuhi yaitu : ijab, qabul dan lafadz
Upaya damai yang dilakukan biasanya ditempuh melalui
musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat diantara para pihak
yang berselisih. Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip-
21
Sohari Sahrani, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011) Cet
ke-1 h. 230
31
prinsip syariat, diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak
dapat diselesaikan. Salah satu penerapan dari penyelesaian secara
Perdamaian ini terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi Pembiayaan
adalah upaya yang dilakukan dalam rangka membantu nasabah agar
dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain:
o Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;
o Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian
atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa
pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank,
antara lain meliputi:
perubahan jadwal pembayaran;
perubahan jumlah angsuran;
perubahan jangka waktu;
perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau
musyarakah;
32
perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan
mudharabah atau musyarakah; dan/atau pemberian
potongan.
o Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan yang antara lain meliputi:
penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;
konversi akad Pembiayaan;
konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariah
berjangka waktu menengah; dan/atau
konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara
pada perusahaan nasabah, yang dapat disertai dengan
rescheduling atau reconditioning.
2. Badan Arbitrase Syariah Nasional
a. Pengertian
Kata arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang artinya
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut "kebijaksanaan". Arbitrase
adalah suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau
para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau
menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka
pilih atau tunjuk tersebut.22
22
R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Bina Cipta, 1979), h.1
33
Sedangkan arbitrase dalam perspektif Islam (arbitrase syariah)
dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata kerja
hakkama.23
Secara teknis tahkim memiliki pengertian yang sama dengan
arbitrase yang dikenal saat ini, yaitu : "Pengangkatan seorang atau lebih
sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan
perselisihan mereka secara damai". Kata sinonim yang digunakan adalah
muhakkam, sedang wasit atau arbiter digunakan istilah hakam, yaitu yang
menyelesaikan perselisihan.
b. Landasan Hukum
Al-qur'an dan sunnah sebagai sumber hukum yang paling utama
memberikan petunjuk kepada manusia apabila terjadi sengketa di antara para
pihak, apakah di bidang politik, keluarga, ataupun bisnis. Hal ini
sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur'an surat An-Nissa ayat 35 yang
artinya :
"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri
itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal". (Q.S. An-
Nisaa : 4 : 35)
Hal ini juga dijelaskan dalam HR. Al-Nasa‟i yang artinya:
23
Luis Ma‟luf, Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-A‟lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1994), h.146
34
“Yazid (Ibn al-Miqdam bin Syuraih) menceritakan kepada kami,
(riwayat) dari Syuraih bin Hani dari ayahnya (Hani), bahwa ketika ia (Hani)
menemui Rasulullah SAW banyak orang memanggilnya dengan panggilan
Abul Hakam, kemudian Rasul memanggil Hani seraya bersabda:
sesungguhnya Hakam itu adalah Allah dan kepadaNyalah dimintakan
hukum. Mengapa kamu dipanggil Abu al-Hakam?” Abu Syuraih menjawab:
jika kaumku bersengketa maka mereka mendatangiku untuk meminta
penyelesaian dan kedua belah pihak akan rela dengan putusanku”, kemudian
nabi mengomentari jawaban Abu Syuraih : “Alangkah baiknya perbuatanmu
ini! Apakah kamu mempunyai anak ?”. Abu Syuraih menjawab: “Ya, saya
punya anak yaitu Syuraih, „Abdullah, dan Musallam”. Siapa yang paling
tua? “. Tanya Nabi. Jawab Abu Syuraih: “Syuraih” kata Rasul: “kalau
begitu, engkau adalah Abu Syuraih”. (HR. Al-Nasa‟i).
Kemudian MUI pun mengeluarkan SK Dewan Pimpinan MUI No.
Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 30 Syawal 1424 H (24 Desember 2003)
tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Sedangkan dasar hukum arbitrase
yang berlaku secara positif dapat dijelaskan bahwa, Alternatif penyelesaian
sengketa yang bersifat umum, yaitu Undang-undang No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-undang
No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi, Undang-undang No. 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang
35
Desain Industri, dan Undang - undang No. 32 tentang Tata Letak Sirkuit
Terpadu.
c. Macam – macam Arbitrase dan Ketentuan
Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek,
yaitu sebagai berikut:
a. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)
Disebut dengan arbitrase ad-hoc atau volunteer arbitrase karena
sifat dari arbitrase ini yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini
keberadaannya hanya untuk memutus dan menyelesaikan suatu kasus
sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka
keberadaan arbitrase ad-hoc ini pun lenyap dan berakhir dengan
sendirinya. Para arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini
ditentukan dan dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa;
demikian pula tata cara pengangkatan para arbiter, pemeriksaan dan
penyelesaian sengketa, tenggang waktu penyelesaian sengketa tidak
memiliki bentuk yang baku. Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa
pemilihan dan penentuan hal hal tersebut terdahulu tidak boleh
menyimpang dari apa yang telah ditentukan oleh undang-undang.24
Dalam arbitrase ad hoc proses beracara dalam arbitrase
ditentukan sendiri oleh para pihak menurut ketentuan yang lazim
24
Gunawana Wijaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-2, h. 19
36
berlaku, atau jika dikehendaki dapat diikuti proses beracara pengadilan.
Pada arbitrase ad hoc para pihak dapat mengatur cara-cara bagaimana
pelaksanaan pemilihan arbiter, kerangka kerja prosedur arbitrase dan
aparatur administrasi dan arbitrase. Namun demikian dalam
pelaksanaannya, arbitrase ad hoc ini memiliki kesulitan antara lain
kesulitan dalam melakukan negosiasi dan menetapkan aturan-aturan
prosedural dan arbitrase serta kesulitan dalam merencanakan metode
metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak.
Karena ada beberapa kesulitan itu sering kali dipilih bentuk arbitrase
kedua yaitu arbitrase institusional.
b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)
Sedikit berbeda dari arbitrase ad-hoc, arbitrase institusional
keberadaannya praktis bersifat permanen, dan karenanya juga dikenal
dengan nama "permanent arbitral body". Arbitrase institusional ini
merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk
menyelesaikan sengketa terbit dari kalangan dunia usaha hampir dari
semua Negara-negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada
umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri
Negara tersebut.
Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendiri sendiri
yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penunjukan
lembaga ini berarti menunjukkan diri pada aturan-aturan main dari
37
lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturan -
peraturan yang berlaku untuk masing-masing lembaga tersebut.25
Proses beracara dalam arbitrase institusional biasanya memutus
proses beracara yang sudah baku menurut ketentuan lembaga tersebut.
Dalam arbitrase institusional, di samping ketentuan yang berlaku umum
tata cara pengangkatan arbiter biasanya sudah ditentukan oleh lembaga
tersebut, termasuk perlawanan yang mungkin ditiadakan terhadap
arbiter yang ditunjuk. Selain itu bagi arbitrase institusional, proses
beracara dalam arbitrase institusional biasanya memutuskan proses
beracara yang sudah baku menurut lembaga tersebut.
d. Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Terkait dengan prosedur, bahwa arbitrase adalah suatu prosedur
penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak
yang berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang
wasit atau arbiter.26
Sedangkan yang dimaksud dengan prosedur berperkara
melalui badan arbitrase adalah keseluruhan proses yang harus ditempuh
sejak awal pendaftaran perkara dari segi administratif, penunjukan
arbiter/majelis arbiter, persidangan, pemeriksaan perkara, pembuktian dan
kesimpulan, kemudian diputuskan.
25
Ibid. hlm. 19 26
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu pengantar, (Yogyakarta: Penerbit
Liberty, 1999), h. 144
38
Berkaitan dengan prosedur dan proses penyelesaian sengketa
lembaga keuangan syariah melalui Basyarnas harus didasarkan pada UU No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Peraturan Prosedur Basyarnas (dulu
BAMUI). Adapun ketentuan-ketentuan umum yang terkait prosedur
penyelesaian sengketa UU No. 30 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:27
a) Pemeriksaan sengketa harus diajukan secara tertulis, namun demikian
dapat juga secara lisan apabila disetujui para pihak dan dianggap perlu
oleh Arbiter atau Majelis Arbiter.
b) Arbirter atau Majelis Arbirter terlebih dahulu mengusahakan
perdamaian antara pihak yang bersengketa.
c) Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama
180 hari sejak Arbiter atau Majelis Arbiter terbentuk, namun demikian
dapat diperpanjang apabila diperlukan dan disetujui para pihak.
d) Putusan Arbitrase harus memuat kepala putusan yang berbunyi “Demi
keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” nama sengkat
sengketa, uraian singkat sengketa, pendirian cara pihak, nama lengkat
dan alamat Arbiter atau Majelis Arbiter mengenai keselurhan sengketa,
pendapat masing-masing Arbiter dalam hal terdapat perbedaan
pendapat dalam Majelis Arbitrase, amar putusan, tempat dan tanggal
putusan, dan tanatangan Arbiter atau Majelis Arbiter.
27
Indonesia, “UU No. 30 Tahun 1999 : Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
39
e) Dalam putusan ditetapkan suatu jangka waktu putusan tersebut harus
dilaksanakan.
f) Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan harus ditutup
dan ditetapkan sidang mengucapkan putusan arbitrase dan diucapkan
dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup.
g) Dalam waktu paling lama 14 hari setelah putusan diterima, para pihak
dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter atau Majelis Arbiter
untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administrasi dan atau
menambah atau mengurangi seuatu tuntutan putusan.
Berdasarkan ketentuan-ketentuaun prosedur di atas, dimaksudkan
untuk menjaga agar jangan sampai penyelesaian sengketa melalui arbitrase
termasuk juga arbitrase syariah menjadi berlarut-larut, sehingga dengan
demikian dalam arbitrase tidak terbuka upaya hukum banding, kasasi
maupun peninjauan kembali. Dengan demikian, putusan yang sudah
tandatangani arbiter bersifat final and binding artinya putusan Basyarnas
mempunyai kekuatan mengikat dan padanya tidak dapat dilakukan upaya
hukum apapun.
Namun, di sini ada pengecualian apabila telah terjadi kekhilafan,
atau penipuan di dalamnya mengenai suatu fakta atau dengan adanya
novum. Setelah putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,
maka salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepeniteraan
40
PN (Pengadilan Negeri). Bilamana putusan tidak dilakukan secara sukarela,
maka dilaksanakan berdasarkan perintah ketua PN (Pengadilan Negeri).
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008 perubahan
No. 02 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah,
disebutkan bahwa dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak
dilaksanakan secara sukarela, maka putusan tersebut berdasarkan perintah
Pengadilan Agama.
b. Litigasi (Pengadilan Agama)
Langkah ini akan diambil bilamana nasabah tidak beritikad baik
yaitu menunjukkan kemauan untuk memenuhi kewajibannya sedangkan
nasabah sebenarnya masih mempunyai harta kekayaan lain yang tidak
dikuasai oleh bank atau sengaja disembunyikan atau mempunyai sumber-
sumber lain untuk mengatasi kredit macetnya.
Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama maka bilamana terjadi sengketa dalam bidang muamalah
maka diselesaikan lewat Pengadilan Agama. Perubahan penting yang ada
dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 adalah perluasan kekuasaan atau
kewenangan pengadilan agama yang meliputi juga sengketa di bidang
Ekonomi Syariah . Hal ini terdapat pada Pasal 49 Undang-Undang No. 3
Tahun 2006, yang dimaksudkan dengan ekonomi syariah adalah perbuatan
atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut syariah, meliputi Bank
41
Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi
dan surat berharga jangka menengah syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan
Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah,
Bisnis Syariah serta Lembaga Keuangan Mikro Syariah.28
.
Perbedaan yang sangat mendasar pada kedudukan Peradilan Agama
sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, adalah terletak
pada kewenangan absolutnya. Ketika masih diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1989 sebagai payung hukum terakhir bagi tugas-
tugas Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama hanya sebatas
menyelesaian perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan,
wasiat, hibah, waqaf dan shadaqoh. Sehingga bilamana terjadi sengketa
menyangkut ekonomi syariah hanya bisa dilakukan di Pengadilan Negeri.
a. Penyelesaian Melalui Proses Persidangan (Litigasi)
Adapun hal hal penting yang harus dilakukan terlebih dahulu
tersebut antara lain yaitu :
1) Pastikan Lebih Dahulu Perkara Tersebut Bukan Perkara Perjanjian
yang Mengandung Klausula Arbitrase.
2) Pelajari Secara Cermat Perjanjian (Akad) yang Mendasari Kerja
Sama Antar Para Pihak.
3) Prinsip Utama dalam Menangani Perkara Ekonomi syari‟ah.
28
Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pasal 49 huruf i.
42
penyelesaian perkara perbankan syari‟ah di lingkungan peradilan
agama akan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata
sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Artinya,
setelah upaya damai ternyata tidak berhasil maka hakim melanjutkan
proses pemeriksaan perkara tersebut di persidangan sesuai dengan
ketentuan hukum perdata dimaksud. Dengan demikian dalam hal ini
proses pemeriksaan perkara tersebut akan berjalan sebagaimana lazimnya
proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan yang secara umum
akan dimulai dengan pembacaan surat gugatan penggugat, lalu disusul
dengan proses menjawab yang akan diawali dengan jawaban dari pihak
tergugat, kemudian replik penggugat, dan terakhir duplik dari pihak
tergugat.
Setelah proses jawab menjawab tersebut selesai, lalu persidangan
dilanjutkan dengan acara pembuktian. Pada tahap pembuktian ini kedua
belah pihak beperkara masing-masing mengajukan bukti-buktinya guna
mendukung dalil-dalil yang telah dikemukakan di persidangan. Setelah
masing-masing pihak mengajukan bukti-buktinya, lalu tahap berikutnya
adalah kesimpulan dari para pihak yang merupakan tahap terakhir dari
proses pemeriksaan perkara di persidangan. Setelah seluruh tahap
pemeriksaan perkara di persidangan selesai, hakim melanjutkan kerjanya
untuk mengambil putusan dalam rangka mengadili atau memberikan
43
keadilan dalam perkara tersebut. Untuk itu tindakan selanjutnya yang
harus dilakukan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut
adalah melakukan konstatir, mengkualifitsir, dan meng-konstituir guna
menemukan hukum dan menegakkan keadilan atas perkara tersebut
untuk kemudian disusun dalam suatu putusan (vonnis) hakim Adapun
kerangka kerja dari ketiga hal tersebut, yaitu :29
Pertama, meng-konstatir artinya menguji benar tidaknya
peristiwa atau fakta yang diajukan para pihak melalui pembuktian
menggunakan alat-alat bukti yang sah menurut hukum pembuktian. Hal
ini harus diuraikan secara sistematis dalam putusan hakim pada bagian
duduk perkaranya. Kerangka kerja berkaitan dengan hal ini secara garis
besar meliputi :
1. Memeriksa identitas para pihak, termasuk kuasa hukumnya jika ada.
2. Mengupayakan perdamaian bagi para pihak beperkara sesuai dengan
ketentuan Pasal 154 R.Bg / 130 HIR dan / atau melalui upaya
mediasi sebagaimana PERMA No. 01 Tahun 2008 seperti diuraikan
sebelumnya.
3. Memeriksa syarat-syarat perkara tersebut sebagai perkara.
4. Memeriksa seluruh fakta atau peristiwa yang dikemukakan para
pihak.
29
A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1996), h. 33, 36-37
44
5. Memeriksa syarat-syarat dan unsur-unsur setiap fakta atau peristiwa.
6. Memeriksa alat-alat bukti yang diajukan di persidangan sesuai
dengan tata cara pembuktian yang diatur dalam hukum acara perdata.
7. Memeriksa jawaban, sangkalan, keberatan dan bukti-bukti pihak
lawan.
8. Mendengar kesimpulan masing-masing pihak.
9. Melakukan pemeriksaan di persidangan sesuai dengan hukum acara
yang berlaku.
Kedua, meng-kualifisir, artinya menilai peristiwa atau fakta
yang telah terbukti itu termasuk hubungan hukum apa dan menemukan
hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatir. Hal ini harus diuraikan
dalam putusan hakim pada bagian pertimbangan hukumnya. Kerangka
kerja dalam hal ini secara garis besar meliputi :
1. Merumuskan pokok perkara tersebut
2. Mempertimbangkan syarat-syarat formil perkara
3. Mempertimbangkan beban pembuktian
4. Mempertimbangkan keabsahan peristiwa atau fakta sebagai fakta
hukum
5. Mempertimbangkan secara logis, kronologis, dan yuridis fakta-fakta
hukum menurut hukum pembuktian
45
6. Mempertimbangkan jawaban, keberatan dan sangkalan sangkalan
serta bukti-bukti lawan sesuai hukum pembuktian
7. Menemukan hubungan hukum peristiwa-peristiwa atau fakta yang
terbukti dengan petitum
8. Menemukan hukumnya, baik hukum tertulis maupun yang tidak
tertulis dengan menyebutkan sumber-sumbernya (lihat antara lain
sumber-sumber hukum materiil setelah pembahasan ini)
9. Mempertimbangkan biaya perkara
Ketiga, meng-konstituir artinya menetapkan hukum atas
perkara tersebut. Dalam hal ini hakim :
1. Menetapkan hukum atas perkara tersebut dalam amar putusannya
2. Mengadili sebatas petitum yang ada, kecuali ditentukan lain oleh
undang-undang
3. Menetapkan biaya perkara
Demikian secara garis besar prosedur pemeriksaan perkara
ekonomi syari‟ah di pengadilan agama sesuai dengan ketentuan hukum
acara yang berlaku.
47
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Profil Bank Muamalat Indonesia
1. Sekilas Tentang Bank Muamalat Indonesia
Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan kepada 3,9 juta nasabah
melalui 456 kantor layanan yang tersebar di 34 Provinsi di dan didukung oleh
jaringan layanan di lebih dari 4.000 outlet System Online Payment Point
(SOPP) di PT. POS Indonesia dan 1.483 Automated Teller Machine (ATM).
Untuk memantapkan aksesibilitas nasabah. Bank Muamalat telah
meluncurkan Shar-e Gold yang dapat digunakan untuk bertransaksi bebas
biaya di jutaan merchant di 170 negara.
Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank syariah yang
berekspansi ke luar negeri dengan membuka kantor cabang di Kuala Lumpur,
Malaysia. Nasabah dapat memanfaatkan jaringan Malaysia Electronic
Payment System (MEPS) dengan jangkauan akses lebih dari 2.000 ATM di
Malaysia.
Pelopor perbankan syariah ini selalu berkomitmen untuk
menghadirkan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan mudah
dijangkau bagi masyarakat hingga ke berbagai pelosok Nusantara.
48
Bukti komitmen tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah,
media massa, lembaga nasional dan internasional, serta masyarakat luas
dengan perolehan lebih dari 100 penghargaan bergengsi selama 5 tahun
terakhir.30
2. Sejarah Singkat Perjalanan Bank Muamalat Indonesia
Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada 18-
20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam Musyawarah
Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, pada 22-
25 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja untuk
mendirikan bank murni syariah pertama di Indonesia.
Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan
penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk di Hotel
Sahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 November yang
dibuat oleh Notaris Yudo Paripurno, S.H. dengan Izin Menteri Kehakiman
Nomor C2.2413. T.01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita Negara Republik
Indonesia Tanggal 28 April 1992 Nomor 34.
Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari
berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian
30
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia,
2013), h. 16.
49
dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan dana
dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud dukungan
mereka.
Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 1223/ MK.013/1991 tanggal 5 November1991
serta izin usaha yang berupa Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 430/ KMK.013/1992 Tanggal 24 April 1992, Bank
Muamalat mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal
1412 H. Pada 27 Oktober 1994, Bank Muamalat mendapat kepercayaan dari
Bank Indonesia sebagai Bank Devisa.
Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia
Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap
perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada segmen
korporasi. Bank Muamalat pun ikut terimbas dampak tersebut. Tahun 1998,
angka non performing financing (NPF) Bank Muamalat sempat mencapai
lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp 105 miliar dan
ekuitas mencapai titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau kurang dari
sepertiga modal awal.
Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era
baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang
berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang saham
50
luar negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) pada 21 Juni 1999.
Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan
berhasil membalikkan keadaan dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak
lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan
kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan terhadap
pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Proses transformasi yang dijalankan Bank Muamalat membawa hasil
yang positif dan signifikan terlihat dari aset Bank Muamalat yang tumbuh dari
tahun 2008 sebesar Rp 12,6 triliun menjadi Rp 54,6 triliun di tahun 2013.31
3. Visi dan Misi32
a. Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan dipasar
spiritual dikagumi dipasar ragional
b. Misi
Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia
dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan
manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk
memaksimumkan nilai bagi stakeholder.
31
Ibid, hlm. 17 32
Bank Muamalat Indonesia, Visi dan Misi. http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/visi-and-
misi (diakses pada tanggal 4 April 2015)
51
B. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia Dewan Pengawas
Syariah
Bank Muamalat Indonesia secara struktur tidak terpisah dengan unit-
unit oraganisasi Bank BNI lainnya. Adapun strukutr tersebut adalah sebagai
pimpinan tertinggi yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, kemudian Dewan
Pengawas Syariah (DPS), Sementara itu, Dewan Komisaris membewahi
Direktur Utama.
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah dewan tertinggi yang ada di Bank Muamalat
Indonesia. Tugasnya memimpin rapat pemegan saham serta
mengawasi jalannya kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Muamalat
Indonesia.
2. Dewan Pengawas Syariah33
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
Berdasarkan hasil keputusan RUPS Tahunan tanggal 23 April
2009 dan Berita Acara RUPS Tahunan No.142 tanggal 23 April 2009
yang dibuat oleh Notaris Arry Supratno, SH di Jakarta, ditetapkan
33
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia,
2013), h. 232.
52
bahwa susunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah sebanyak 3
(tiga) orang, yang terdiri dari:
1. KH. Ma‟ruf Amin : Ketua DPS
2. Prof. DR. KH. Muardi Chatib, MA : Anggota
3. Prof. DR. Umar Shihab, MA : Anggota
3. Dewan Komisaris34
Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Anggota Dewan Komisaris Bank Muamalat berjumlah 6
(enam) orang termasuk Komisaris Utama. Pengangkatan berdasarkan
hasil keputusan RUPS Luar Biasa tanggal 27 Oktober 2011 yang
dituangkan dalam akta notaril Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk No. 280 tanggal 27 Oktober 2011 yang
dibuat oleh Notaris Arry Supratno, SH di Jakarta, serta surat
rekomendasi dari Komite Remunerasi dan Nominasi
No.003/KRN/BMI/VIII/2011 tanggal 23 Agustus 2011 tentang
rekomendasi pengangkatan Saleh Ahmed Al-Ateeqi dan Mohamad
AlMidani sebagai anggota Dewan Komisaris Perseroan dengan
34
Ibid, hlm. 205.
53
jabatan masing-masing selaku Komisaris Perseroan. Adapun
susunannya sebagai berikut :
1. Widigdo Sukarman Sebagai Komisaris Utama
2. Emirsyah Satar Sebagai Komisaris
3. Sultan Mohammed Hasan Abdulrauf Sebagai Komisaris
4. Andre Mirza Hartawan Sebagai Komisaris
5. Mohamad Al-Midani Sebagai Komisaris
6. Saleh Ahmed Al-Ateeqi Sebagai Komisaris
3. Dewan Direksi35
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Adapun nama-nama anggota Direksi dan jabatannya serta
tugas dan tanggung jawab dari masing-masing Direktur, sesuai dengan
Surat Keputusan (SK) Direksi No.076A /DIR/KPTS/ X/2010 tanggal
29 Oktober 2010 tentang Penyempurnaan Struktur Organisasi Bank
Muamalat dan terakhir dirubah sesuai dengan Surat Keputusan
No.039/DIR/KPTS/II/2013 tanggal 19 Februari 2013 tentang
35
Ibid, hlm. 242
54
Penyempurnaan Struktur Organisasi PT Bank Muamalat
Indonesia,Tbk dan Surat Keputusan No.177/DIR/KPTS/IX/2013
tanggal 23 September 2013 tentang Penyempurnaan Struktur
Organisasi dibawah Retail Banking Director dan Finance &
Operations Director PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sebagai
berikut:
1. Arviyan Arifin Sebagai Direktur Utama
2. Andi Buchari Sebagai Direktur Kepatuhan & Manajemen
Risiko
3. Adrian Asharyanto Gunadi Sebagai Direktur Bisnis Ritel
4. Luluk Mahfudah Sebagai Direktur Bisnis Korporasi
5. Hendiarto Sebagai Direktur Keuangan dan Operasional
C. Produk-Produk Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia memiliki berbagai macam jenis produk dan
jasa, produk ini pun terbagi menjadi 2 bagian yaitu produk pendanaan dan
produk pembiayaan:36
I. Produk Pendanaan
A. Giro Muamalat
i. Giro Perorangan
36
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia,
2013), hlm. 570.
55
Giro syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang
memudahkan semua jenis kebutuhan transaksi bisnis maupun transaksi
keuangan personal Anda. Giro ini diperuntukkan perorangan dengan
usia 18 tahun ke atas.
ii. Giro institusi
Giro syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang
memudahkan dan membantu semua jenis kebutuhan transaksi bisnis
perusahaan Anda. Giro ini diperuntukkan bagi institusi yang memiliki
legalitas badan.
B. Tabungan
i. Tabungan Muamalat
Tabungan dalam mata uang rupiah yang dapat digunakan untuk
beragam jenis transaksi, memberikan akses yang mudah, serta manfaat
yang luas. Tabungan Muamalat kini hadir dengan dua pilihan kartu
ATM/Debit yaitu Kartu Shar-E Reguler dan Shar-E Gold.
ii. Tabungan Muamalat Dollar
Tabungan dalam denominasi valuta asing US Dollar (USD) dan
Singapore Dollar (SGD) bertujuan untuk melayani kebutuhan transaksi
dan investasi yang lebih beragam.
56
iii. Tabungan Haji Arafah
Tabungan haji dalam mata uang rupiah yang dikhususkan bagi Anda
masyarakat muslim Indonesia yang berencana menunaikan ibadah
Haji.
iv. Tabungan Haji Arafah Plus
Tabungan haji dalam mata uang rupiah yang dikhususkan bagi Anda
masyarakat muslim Indonesia yang berencana menunaikan ibadah Haji
secara regular maupun plus.
v. Tabungan iB Muamalat Rencana
Tabungan iB Muamalat Rencana merupakan tabungan berjangka
dalam mata uang rupiah dan dengan setoran rutin bulanan yang tidak
bisa ditarik sebelum jangka waktu berakhir kecuali penutupan rekening
dan pencairan dana hanya bisa dilakukan ke rekening sumber dana
bertujuan untuk membantu mewujudkan berbagai rencana nasabah.
vi. Tabungan Muamalat Umroh
Tabungan Umroh merupakan tabungan berencana dalam mata uang
rupiah yang akan membantu Anda mewujudkan impian untuk
berangkat beribadah Umroh.
vii. TabunganKu
Tabungan syariah dalam mata uang rupiah yang sangat terjangkau bagi
Anda dan semua kalangan masyarakat.
57
viii. Tabungan iB Muamalat Prima
Tabungan iB Muamalat Prima merupakan tabungan prioritas yang
didesain bagi nasabah yang ingin mendapatkan bagi hasil maksimal
dan kebebasan bertransaksi.
C. Deposito
i. Deposito Mudharabah
Deposito syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang
fleksibel dan memberikan hasil investasi yang optimal bagi Anda.
Deposito Mudharabah diperuntukkan perorangan usia 18 tahun ke atas
dan institusi yang memiliki legalitas badan.
ii. Deposito Fulinves
Deposito syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang
fleksibel dan memberikan hasil investasi yang optimal serta
perlindungan asuransi jiwa gratis bagi Anda.
iii. Dana Pensiun Muamalat
Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat dapat diikuti
oleh mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah, dan
pilihan usia pensiun dengan iuran sangat terjangkau, yaitu minimal Rp
20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per bulan dan pembayarannya dapat
didebet secara otomatis dari rekening Bank Muamalat atau dapat
ditransfer dari bank lain.
58
II. Produk Pembiayaan
A. Konsumen
i. KPR MUALAMAT iB
KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang akan membantu
Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas), apartemen, ruko,
rukan, kios maupun pengalihan take over KPR dari bank lain.
Pembiayaan rumah indent, pembangunan dan renovasi. Diperuntukkan
bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang berusia minimal 21 tahun
atau maksimal 55 tahun untuk karyawan dan 60 tahun untuk
wiraswasta atau profesional pada saat jatuh tempo pembiayaan.
ii. iB MUAMALAT UMROH
iB Muamalat Umroh adalah produk pembiayaan yang akan membantu
mewujudkan impian Anda untuk beribadah umroh dalam waktu yang
segera. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang
berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55 tahun pada saat jatuh
tempo pembiayaan. Dengan jangka waktu pembiayaan sampai dengan
36 bulan.
iii. iB MUAMALAT KOPERASI KARYAWAN
Pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan bagi beragam jenis
pembelian konsumtif kepada karyawan/guru/PNS (selaku end user)
melalui koperasi. Diperuntukkan bagi karyawan usia 18 tahun keatas
secara berkelompok yang diajukan melalui Koperasi Karyawan.
59
iv. iB MULTIGUNA
Pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan konsumen yaitu untuk
pembelian barang halal (selain tanah, bangunan, mobil dan emas) serta
sewa jasa yang dibolehkan secara syariah (selain pembiayaan ibadah
haji dan umroh).
v. iB PENSIUN
Muamalat Pensiun adalah fasilitas pembiayaan konsumer untuk
pembelian barang halal (tidak termasuk rumah) atau sewa jasa yang
diberikan kepada para pensiunan dan janda/duda pensiunan, dimana
pembayaran manfaat pensiun wajib dialihkan melalui Bank Muamalat.
vi. iB KONSUMER DUO
Fasilitas pembiayaan konsumer berdasarkan 2 (dua) Akad Murabahah
yang diberikan bagi masyarakat yang membutuhkan pembiayaan
properti/hunian dan pembiayaan kendaraan bermotor.
vii. Pembiayaan kepada Mulitifinance (Autoloan)
Pembiayaan kepada perusahaan multifinance untuk penyaluran
fasilitas pembiayaan pemilikan kendaraan bermotor kepada end user.
B. Modal Kerja
i. iB Modal Kerja SME
Pembiayaan modal kerja adalah produk pembiayaan yang akan
membantu kebutuhan modal kerja usaha Anda yang akan diberikan
dalam rupiah maupun valuta asing sehingga kelancaran operasional
60
dan rencana pengembangan usaha Anda akan terjamin. Diperuntukkan
bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha yang memiliki
legalitas di Indonesia.
ii. iB Rekening Koran Muamalat
Pembiayaan rekening koran syariah adalah produk pembiayaan khusus
modal kerja yang akan meringankan usaha Anda dalam mencairkan
dan melunasi pembiayaan sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Diperuntukkan bagi badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia.
iii. iB Muamalat Usaha Mikro
Produk pembiayaan Mikro yang akan diluncurkan dengan brand
UMMAT (Usaha Mikro Muamalat) merupakan pembiayaan dalam
bentuk modal kerja dan investasi, yang diberikan kepada pengusaha
mikro baik untuk pengusaha perorangan maupun badan usaha non
hukum.
iv. Program Sahabat Muamalat
Merupakan program pembiayaan khusus modal kerja dalam rupiah
yang akan diberikan kepada BMT/ Koperasi Syariah/KJKS. Bank
Muamalat melakukan kerjasama dengan Baitul Maal wat-Tamwil
(BMM) untuk menambahkan fungsi pendampingan dan monitoring
usaha kepada BMT/Koperasi Syariah/ KJKS dalam rangka
pengembangan organisasi serta usahanya.
61
C. Investasi
i. iB Investasi SME
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan yang akan membantu
kebutuhan investasi jangka menengah/ panjang usaha Anda guna
membiayai pembelian barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi,
modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru sehingga
mendukung rencana ekspansi yang telah Anda susun. Diperuntukkan
bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha yang memiliki
legalitas di Indonesia.
ii. iB Properti Bisnis Muamalat
iB Properti Bisnis Muamalat adalah produk pembiayaan yang akan
membantu usaha Anda untuk membeli, membangun, ataupun
merenovasi property maupun pengalihan take-over pembiayaan
property dari bank lain untuk kebutuhan bisnis Anda. Diperuntukkan
bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha dalam negeri
yang memiliki legalitas di Indonesia.
62
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hukum Keputusan Dewan Syariah Nasional
Fatwa adalah pendapat atau keputusan mengenai ajaran Islam yang
disampaikan oleh lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, yakni mufti.37
Fatwa memiliki fungsi tabyin dan taujih. Tabyin artinya menjelaskan hukum yang
merupakan regulasi praksis bagi lembaga keuangan, khususnya yang diminta
praktisi ekonomi syariah ke DSN dan taujih, yakni memberikan guidance (petunjuk)
serta pencerahan kepada masyarakat luas tentang norma ekonomi syari‟ah. 38
Memang dalam kajian ushul fiqh, kedudukan fatwa hanya mengikat bagi
orang yang meminta fatwa dan yang memberi fatwa. Namun dalam konteks ini,
teori itu tidak sepenuhnya bisa diterima, karena konteks, sifat, dan karakter fatwa
saat ini telah berkembang dan berbeda dengan fatwa klasik. Fatwa dalam definisi
klasik bersifat opsional ”ikhtiyariah” (pilihan yang tidak mengikat secara legal,
meskipun mengikat secara moral bagi mustafti (pihak yang meminta fatwa),
sedang bagi selain mustafti bersifat ”i‟lamiyah” atau informatif yang lebih dari
sekedar wacana. Mereka terbuka untuk mengambil fatwa yang sama atau meminta
fatwa kepada mufti/seorang ahli yang lain.
37
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amir, Kamus Ushul Fikih, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
h. 62. 38
Agustianto, Fatwa Ekonomi Syari’ah Di Indonesia, Diakses tanggal 7 September 2015 dari http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=666:fatwa-ekonomi-syariah-di-indonesia&catid=8&Itemid=103
63
Teori lama tentang fatwa harus direformasi dan diperpaharui sesuai dengan
perkembangan dan proses terbentuknya fatwa. Maka teori fatwa hanya mengikat
mustafti (orang yang minta fatwa) tidak relevan untuk fatwa DSN. Fatwa ekonomi
syariah DSN saat ini tidak hanya mengikat bagi praktisi lembaga ekonomi syariah,
tetapi juga bagi masyarakat Islam Indonesia, apalagi fatwa-fatwa itu kini telah
dipositivisasi melalui UU No 22 Tahun 2008 Pasal 26 yang menyatakan semua
kegiatan usaha produk dan jasa syariah wajib tunduk pada prinsip syariah yang telah
difatwakan oleh MUI.
Lalu apa yang membedakan Fatwa dengan Keputusan DSN ini? Pada
dasarnya Keputusan DSN ini merupakan bagian dari Fatwa, jadi antara Keputusan
DSN dengan Fatwa DSN memiliki kedudukan yang sama sebagai tabyin dan taujih,
yaitu sebagai pembuat aturan dan petunjuk bagi masyarakat dan para praktisi
lembaga ekonomi syariah yang ada, jadi hanya sebatas itu saja, bila mana ingin
menjatuhkan sanksi tentu saja itu bukan wewenang dari DSN-MUI.39
Keputusan ini
dibuat karena fatwa DSN-MUI No.73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqisah dipahami secara beragam oleh masyarakat dan para praktisi lembaga
ekonomi syariah sehingga dapat menimbulkan ketidakseragaman implementasi
dalam produk keuangan dan perbankan syariah.40
39
Jaih Mubarak, Wawancara, Tanggal 7 Juli 2015. lihat pada lampiran 40
Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang
Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Menimbang.
64
B. Praktek Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bank Muamalat Indonesia
Praktek Musyarakah Mutanaqishah (MMq) telah dilakukan oleh Bank
Syariah di Indonesia, salah satunya adalah produk KPR iB Muamalat yang dimilki
Bank Muamalat Indonesia, Tbk. KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang
akan membantu Anda untuk memiliki, apartemen, ruko, rukan, kios maupun
pengalihan take-over KPR dari bank lain. Bank Muamalat menyediakan produk
KPR dengan dua alternatif pilihan, yaitu KPR iB Muamalat Pembelian yang
menggunakan akad Murabahah dan KPR iB Muamalat Kongsi yang menggunakan
akad Musyarakah Mutanaqishah. Ada beberapa keunggulan dari masing masing
akad yang disediakan dalam KPR Muamalat iB ini :
Tabel 1.2 Perbandingan Pembelian Akad Murabahah dan Musyarakah
Mutanaqisah
Fitur PHS Kongsi Pembelian
Kegunaan 1. Pembelian Property Non
Indent (Baru atau Second)
2. Take Over (Pengambil Alihan
Pembiayaan dari Bank Lain)
1. Pembelian Property
Indent(Hanya untuk
properti yang dibeli
dari Developer Bank)
/Non Indent
2. Renovasi
3. Take Over
4. Pembelian sekaligus
renovasi
Persyaratan
1. Angsuran dilakukan evaluasi
tiap 2 tahun
2. Kelebihan bagi nasabah:
Ketika bank menetapkan
evaluasi turun, maka cicilan
nasabah akan turun
1. Angsuran Fixed selama
Jangka Waktu
Pembiayaan
2. Keuntungan bagi
nasabah:
Nasabah mendapatkan
65
Ketika evaluasi naik, maka
angsuran nasabah akan naik.
Namun nilai outstandingnya
tetap sama. Jika ada selisih
antara nilai cicilan lama dan
baru, tidak mempercepat
pelunasan.
kepastian angsuran
selama jangka waktu
pembiayaan.
3. Kekurangan bagi
nasabah:
Ketika pricing turun
maka angsuran nasabah
tidak akan ikut turun.
Nasabah dapat memilih akad apa yang sekiranya cocok dengan keinginan dan
kondisi nasabah. Akad ini pula dapat mengakomodir hal lain yang tidak dapat
diakomodir oleh akad lainnya misalnya murabahah. Pembiayaan KPR ini memiliki
beberapa fitur keunggulan diantaranya ialah;
1. Pembiayaan hingga jangka waktu 15 tahun
2. Adanya pilihan angsuran tetap hingga lunas atau kesempatan angsuran yang
lebih ringan
3. Plafond hingga Rp 25 miliar
4. Pelunasan sebelum jatuh tempo tidak dikenakan denda
5. Dapat digunakan untuk:
1. pembelian Rumah tinggal, apartemen, condotel atau rumah villa baru
maupun bekas,
2. take over kpr/pembiayaan sejenis dari bank lain
6. Berdasarkan prinsip syariah dengan dua pilihan yaitu akad murabahah (jual-
beli) atau musyarakah mutanaqishah (kerjasama sewa)
66
7. Dapat diajukan oleh pasangan suami istri dengan sumber penghasilan untuk
angsuran diakui secara bersama (joint income)
8. Dapat diajukan dengan sumber pendapatan gabungan dari gaji karyawan dan
penghasilan sebagai wiraswasta dan/atau profesional
9. Dilindungi oleh asuransi jiwa sehingga pembiayaan akan dilunasi oleh
perusahaan asuransi apabila Anda meninggal dunia.
10. Fasilitas angsuran secara autodebet dari Tabungan Muamalat41
a. Syarat Dan Ketentuan Pengajuan Permohonan Pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah
Sebagian besar pengajuan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah yang
diajukan nasabah adalah untuk keperluan kepemilkan rumah. Syarat-syarat pengajuan
permohonan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah dalam hal ini khususnya
pengajuan pembiayaan kepemilikan rumah yaitu:
Syarat Kondisi :
1. Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Indonesia
2. Tidak cacat Hukum
3. Usia minimum 21 tahun dan pada saat pembiayaan jatuh tempo maksimum
berumur 55 tahun (untuk pegawai / Jika Usia Pensiun Pegawai di tempat
nasabah bekerja lebih dari 55 Tahun maka disertakan surat Keterangan dari
Tempat nasabah Bekerja).
41
Muamalat Institute, Wawancara, Tanggal 11 Juli 2015. lihat pada lampiran
67
4. Kriteria Karyawan
a. Pegawai tetap dengan kriteria:
i. Minimum 1 tahun (termasuk masa kerja sebelum diangkat
menjadi pegawai tetap) di perusahaan saat ini, atau;
ii. Minimum 1 tahun diperusahaan saat ini dengan memiliki
pengalaman 2 tahun sebagai pegawai tetap/kontrak di
02.3perusahaan terakhir sebelumnya
b. Pegawai Kontrak dengan kriteria:
i. Minimum memiliki pengalaman kerja 2 tahun di perusahaan
saat ini, atau;
ii. Minimum 1 tahun diperusahaan saat ini dengan memiliki
pengalaman 2 tahun sebagai pegawai kontrak/tetap di
perusahaan terakhir sebelumnya
5. Wiraswasta/Profesional dengan kriteria:
a. Memiliki pengalaman di bidang usahanya minimum 2 tahun berturut-
turut (dibuktikan oleh izin usaha/praktek).
b. Memiliki penghasilan yang dapat diverifikasi kebenarannya.
c. Telah beroperasi secara menguntungkan
d. Memiliki historical cash flow yang mampu memenuhi kewajiban
sewa/angsuran
e. Membuka rekening di Bank Muamalat Indonesia
68
Syarat Administratif
a. Karyawan
i. Asli Formulir Aplikasi diisi lengkap dan benar
ii. Fotocopy KTP calon nasabah dan suami/istri
iii. Fotocopy Kartu Keluarga
iv. Fotocopy Surat Nikah (bagi yang sudah menikah)
v. Fotocopy sertipikat tanah obyek agunan IMB/IPMB/Ijin Pendahuluan
Mendirikan Bangunan/Surat Ijin sejenis
vi. PBB thn terakhir
vii. Fotocopy Rekening Tabungan/Giro (R/K) Pribadi 3 bulan terakhir
viii. Asli slip gaji terakhir dan/atau Surat keterangan penghasilan
ix. Asli Surat Keterangan Jabatan
x. NPWP
b. Wiraswasta
i. Asli Formulir Aplikasi diisi lengkap dan benar
ii. Fotocopy KTP calon nasabah dan suami/istri
iii. Fotocopy Kartu Keluarga
iv. Fotocopy Surat Nikah (bagi yang sudah menikah)
v. Fotocopy sertipikat tanah obyek agunan IMB/IPMB/Ijin Pendahuluan
Mendirikan Bangunan/Surat Ijin sejenis
vi. PBB thn terakhir
69
vii. Fotocopy Rekening Tabungan/Giro (R/K) Pribadi 3 bulan terakhir
viii. Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan L/R) dan/atau Fotocopy
Bukti/Catatan transaksi bisnis
ix. Fotocopy Ijin-ijin praktek profesi
x. NPWP
c. Profesional
i. Asli Formulir Aplikasi diisi lengkap dan benar
ii. Fotocopy KTP calon nasabah dan suami/istri
iii. Fotocopy Kartu Keluarga
iv. Fotocopy Surat Nikah (bagi yang sudah menikah)
v. Fotocopy sertipikat tanah obyek agunan IMB/IPMB/Ijin Pendahuluan
Mendirikan Bangunan/Surat Ijin sejenis
vi. PBB thn terakhir
vii. Fotocopy Rekening Tabungan/Giro (R/K) Pribadi 3 bulan terakhir
viii. Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan L/R) dan/atau Fotocopy
Bukti/Catatan transaksi bisnis
ix. Fotocopy Ijin-ijin praktek profesi
x. NPWP
70
Ketentuan Pembiayaan
Dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bank Muamalat Indonesia
memberikan pembiayaan sesuai dengan porsi yang telah ditentukan, semua
telah diatur dalam akad KPR Muamalat iB dalam tabel 1.2 sebagai berikut:
Tabel 1.3 Ketentuan Pembiayaan
Pembiayaan & Tipe Agunan LTV / FTV Maksimum
FK/FP 1 FK/FP 2 FK/FP 3 dst
KPR tipe > 70 m2 80 % 70 % 60 %
KPRS tipe > 70 m2 80% 70 % 60 %
KPR tipe 22 - 70 m2 - 80 % 70 %
KPRS tipe 22 - 70 m2 90% 80% 70 %
KPR tipe s/d 21m2 - 80 % 70 %
KP Ruko / Rukan - 80% 70 %
Untuk DP 10%, hanya berlaku untuk :
1. Untuk type rumah sd 70m2
2. Merupakan fasilitas pertama untuk nasabah
3. Untuk rumah ready stock
4. Akad menggunakan MMQ (KPR Kongsi)
5. Disarankan menggunakan rekanan Muamalat
71
Dalam Penentuan Cash Ratio juga telah ditentukan sebgai berikut:
1. Maksimum cash ratio 35% dari Pendapatan dan/atau 70% dari Disposable
income jika pendapatan < Rp 5.000.000.00
2. Maksimum cash ratio 40% dari Pendapatan dan/atau 75% dari Disposable
income jika pendapatan > Rp 5.000.000.00 s/d Rp 10.000.000.00
Maksimum cash ratio 50% dari Pendapatan dan/atau 80% dari Disposable
income jika pendapatan > Rp10.000.000.00
Ketentuan Jaminan
Objek pembiayaan wajib untuk dijadikan objek agunan. Dengan ketentuan
tambahan sebagai berikut:
- Untuk tujuan renovasi, property, berupa tanah dan bangunan, yang akan
direnovasi wajib dijadikan agunan (kalau nasabah menanyakan apakah bisa
di agunannya di alihkan ke property nasabah (rumah) lainnya boleh atau
tidak, arahkan ke cabang)
- Untuk tujuan Pembangunan tanah kavling, tapak tanah yang akan dibangun
wajib telah memiliki sertifikat dan kepemilikan atas tanah tersebut sudah
atas nama calon Nasabah.
- Apabila coverage agunan tidak mencukupi, dimungkinkan untuk
memintakan agunan tambahan.
- Jenis Agunan pun meliputi Rumah, Apartemen, Condotel, maupun Villa.
72
Ketentuan Take Over
Tujuan penggunaan pembiayaan yaitu untuk pengambil alihan
pembiayaan dari Bank lain yang sejenis dengan Produk KPR, dengan
maksimum Limit Pembiayaan sebesar outstanding terakhir di Bank asal dan
plafond maksimum sesuai dengan ketentuan. Take Over ini terbagi menjadi
2 jenis yaitu:
a. Take over murni, adalah pengambil alihan pembiayaan dari Bank lain
dimana pembiayaan di Bank lain dimaksud merupakan atas nama calon
nasabah atau istri/suami calon nasabah, dengan agunan atas nama calon
nasabah atau istri/suami calon nasabah.
b. Take over jual beli, adalah pengambi lalihan pembiayaan dari Bank lain
dimana pembiayaan di Bank lain dimaksud bukan atas nama calon nasabah
ybs, dengan agunan juga bukan atas nama calon nasabah, sehingga dalam
proses pengambil alihan pembiayaan ini sekaligus diperlukan adanya proses
pengalihan nasabah dan kepemilikan agunan. Bisa juga dipergunakan untuk
nasabah yang ingin membeli Rumah take over dari pembiayaan sesama
Muamalat
Adapun syarat pengajuan untuk melakukan Take Over sebagai berikut:
a. Diutamakan untuk Take Over dari Bank Konvensional namun tidak tertutup
kemungkinan Take Over dari Bank Syariah/Unit Usaha Syariah (UUS)
selama akad yang digunakan dari Bank Sebelumnya bukan Murabahah.
73
b. Pembiayaan yang diambil alih dari Bank lain tersebut merupakan
pembiayaan konsumtif sejenis dengan Produk KPR.
c. Sertifikat telah pecah per kavling a/n calon nasabah atau penjual.
d. Khusus untuk take over murni, kolektibilitas pembiayaan yang di-take over
harus tergolong lancar selama 6 bulan terakhir yang dibuktikan dengan hasil
Informasi Nasabah Individual dari Bank Indonesia.
Ketentuan Percepatan Pelunasan
a. Pelunasan keseluruhan
Dapat dibayar dengan hanya pokoknya saja, dan sisa margin dapat di
discount.
b. Pelunasan sebagian
Hanya pokoknya saja, dan dikenakan biaya administrasi sebesar : Max 2
bulan angsuran (biaya tersebut digunakan untuk pembuatan akad dan
perubahan jadwal, besarannya tidak dalam bentuk presentase). Untuk sisa
angsuran ada dua pilihan :
o Jangka waktunya dipercepat jadi cicilan diperbesar
o Jangka waktu sama hanya saja cicilan berkurang
b. Alur Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Akad musyarakah mutanaqishah dapat dipraktekkan pada skema pembiayaan
di Bank Syariah terutama untuk kepemilikan asset kepemilikan rumah. Secara garis
74
besar alur pelaksanaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat adalah sebagai
berikut:
1. Nasabah memilih jenis rumah yang ingin dimiliki melalui pembiayaan di
Bank Syariah dengan skema musyarakah mutanaqishah.
2. Rumah yang direkomendasikan oleh nasabah kemudian dilakukan asset
appraisal (penilaian asset) oleh pihak internal bank atau pun melalui pihak
eksternal/pihak ketiga/KJPP (Kantor Jasa Penilai Properti). Penilaian ini
diharuskan karena rumah tersebut dijadikan sebagai dhaman/agunan/jaminan/
collateral atas pembiayaan yang dilakukan.
3. Jika harga telah diketahui dan nilai jaminan memenuhi ketentuan perbankan,
maka nasabah harus melangkapi berkas-berkas pembiayaan yang diperlukan
atau diminta oleh bank, seperti data pribadi, data penghasilan, data jaminan,
dan lainnya.
4. Jika semua berkas telah terkumpul, maka bank melakukan verifikasi dan
analisa data. Secaragaris besaranalisa yang dilakukan adalah analisa
kemampuan bayar nasabah (cash ratio) dan coverage jaminan. Selanjutnya
dilakukan persetujuan secara internal bank atas penentuan plafond
pembiayaan, jumlah angsuran, dan jangka waktu pembiayaan.
5. Setelah dilakukan persetujuan pembiayaan, maka Bank mengirimkan Surat
Persetujuan Permohonan Pembiyaan (SP3) atau Offering Letter (OL) kepada
nasabah untuk kemudian ditandatangi.
75
6. Nasabah melakukan pembayaran Uang Muka (DP) kepada developer/penjual
rumah. DP tersebut merupakan porsi syirkah nasabah dalam muryarakah atas
kepemilikan rumah.
7. Nasabah dan Bank melakukan akad pembiayaan musyarkah mutanaqishah
atas rumah. Akad yang dipakai adalah akad musyarakah, bai‟ dan ijarah.
8. Setelah akad dilakukan, maka Bank membayarkannya sisa untuk pembelian
rumah yang sebelumnya Nasabah juga telah menyertakan syirkahnya melalui
DP. Akad jual beli rumah telah dilakukan dengan terbayarnya porsi syirkah
berjumlah 100%.
9. Nasabah membayarkan angsuran setiap bulannya kepada bank hingga jangka
waktu yang ditentukan. Angsuran tersebut berfungsi sebagai:
a. Uang sewa (ajr) nasabah atas penempatan rumah (asset musyarakah).
b. Uang sewa sebagai objek bagi hasil atas akad musyarakah, yang akan
dibagi hasilkan sesuai dengan porsi bagi hasil yang telah disepakai
dalam akad.
c. Sebagian dari uang sewa yang merupakan profit untuk nasabah sesuai
dengannisbah bagi hasil, tidak diambil oleh nasabah, melainkan untuk
pembelian porsi kepemilikan Bank atas rumah tersbut. Maka setiap
nasabah membayar angsuran bulanan,maka akan menambah porsi
kepemilikan nasabah dan mengurangan porsi kepemilikan Bank
(mutanaqishah terlaksanakan).
76
10. Jika jangka waktu telah berakhir (jatuh tempo), dan nasabah telah membayar
seluruh angsuran bulanannya, maka seluruh porsi kepemilikan rumah telah
berpindah ke nasabah. Nasabah telah memiliki rumah 100%. Dengan
demikian, maka Hak Tanggungan atas penjaminan rumah sudah dapat lepas
oleh Bank.
C. Penerapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah
Bank Muamalat Indonesia42
Perkembangan ekonomi islam saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup
pesat, hal ini disebabkan banyaknya bank syariah yang bermunculan dan membuka
era baru bagi perkembangan ekonomi islam baik international ataupun di Indonesia.
Perkembangan ini juga disebabkan oleh baiknya pengelolaan dana yang dilakukan
oleh bank syariah itu sendiri dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang
ada, salah satunya ialah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam
menyelesaikan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah agar nantinya
kredibilitas bank ini pun tetap terjaga dengan baik. Dalam penyelesaiannya pun
pihak Bank Muamalat Indonesia melakukan dengan beberapa cara, yakni dengan
melakukan Revitalisasi proses, Penyelesaian Melalui Jaminan, dan dengan Litigasi.
a. Revitalisasi Proses
Dalam penyelesaian ini dilakukan proses revitalisasi yaitu dengan secara bertahap
dari penjadwalan kembali (rescheduling), penambahan syarat baru (reconditioning),
maupun penggunaan struktur baru (restructuring). Revitalisasi proses dilakukan
42
Muamalat Institute, Wawancara, Tanggal 11 Juli 2015. lihat pada lampiran
77
apabila berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan yang dilakukan terdapat indikasi
bahwa usaha nasabah masih berjalan dan hasil usaha nasabah diyakini masih
mampu untuk memenuhi kewajiban angsuran kepada bank.
Rescheduling
Upaya ini dilakukan untuk melakukan penyelamatan kredit dengan merubah
syarat-syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran
kembali kredit atau jangka waktu, termasuk grace period baik termasuk
besarnya jumlah angsuran atau tidak.
Restructuring
Restructuring ialah upaya penyelamatan dengan melakukan perubahan syarat-
syarat perjanjian kredit atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari
kredit menjadi equity perusahaan dan equity bank yang dilakukan dengan atau
tanpa rescheduling dan atau reconditioning atau lebih jelasnya sebagai berikut:
a. Bank melakukan evaluasi permasalahan nasabah mengenai sebab
terjadinya tunggakan yang didasari atas lap. Keuangan, cash flow, proyeksi
keuangan, kondisi pasar dan faktor lain yang berkaitan dengan usaha
nasabah (BI Checking dan trade checking: bowheer, supplier dan
customer)
b. Membuat perkiraan pengembalian kewajiban sebelum dan sesudah
restrukturisasi
78
c. Peninjauan efisiensi manajemen nasabah untuk menentukan apakah
diperlukan restrukturisasi organisasi nasabah
d. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan proyeksi arus
kas serta dalam memperhitungkan nilai tunai dari angsuran pokok dan
margin yang akan diterima.
e. Jadwal pembayaran kembali yang telah direvisi mencerminkan persyaratan
yang telah disesuaikan dengan kemampuan membayar nasabah.
f. Analisa kesimpulan dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian
persyaratan pembiayaan seperti sbb:
- Penurunan margin atau bagi hasil
- Pengurangan tunggakan pokok atau margin
- Perubahan jangka waktu
- Penambahan fasilitas
g. Penyesuaian persyaratan pembiayaan dilakukan dengan
mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan membayar nasabah
h. Tujuan dan penggunaan tambahan pembiayaan, apabila restrukturisasi
pembiayaan dilakukan dengan cara penambahan pembiayaan, maka
tambahan pembiayaan tersebut tidak diperkenankan untuk melunasi
tunggakan kewajiban nasabah.
i. Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
restrukturisasi pembiayaan
79
j. Dilakukan pengikatan ulang kembali secara notarial terhadap pelkasanaan
restrukturisasi pembiayaan.
k. Cabang/ unit kerja yang terkait harus menyusun laporan pemantauan dan
laporan pembiayaan yang direstruktur setiap bulannya mengenai:
- Pemenuhan kewajiban nasabah (sesuai persyaratan restrukturisasi
pembiayaan)
- Perkembangan usaha nasabah
- Kemungkinan pembayaran kembali
i. Review legalitas akad pembiayaan, guna memastikan bahwa seluruh pihak-
pihak yang terkait dengan pembiayaan sudah dilakukan pengikatan dengan
sempurna.
Reconditioning
Upaya ini dilakukan untuk melakukan penyelamatan kredit dengan cara
merubah atas sebagian atau seluruh syarat perjanjian kredit yang tidak terbatas
hanya kepada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit saja, namun
perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan
konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.
Bantuan Management
Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada posisi
management oleh bank. Hal ini dilakukan bila permasalahan terjadi karena
80
kesalahan management hingga sumber pengembalian pembiayan masih
potensial.
b. Penyelesaian Melalui Jaminan
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan Bila berdasarkan hasil evaluasi ulang
pembiayaan, nasabah sudah tidak memiliki usaha dan nasabah tidak cooperatif
untuk menyelesaikan pembiayaan. Revitalisasi proses tidak dapat dilakukan.
Penyelesaian melalui jaminan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian dengan
cara non litigasi dan litigasi.
1. Penyelesaian dengan cara non litigasi
Dalam Praktiknya non litigasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Off Set
dan melalui Basyarnas.
i. Off Set
Off Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan
secara sukarela oleh nasabah kepada Bank, sebagai upaya penyelesaian
pembiayaannya. Off Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah
bersedia untuk menjual jaminan secara sukarela kepada Bank. Adapun
langkah dalam melakukan Off Set sebagai berikut:
Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban
dan biaya-biaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank). Dengan
ketentuan :
81
- Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua
kewajiban dan biaya-biaya dapat dimasukkan dalam komponen
harga beli bank.
- Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga beli
bank maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk
pembiayaan.
- untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan
margin tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli bank.
Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan.
Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh
bank, maka berikan Hak Opsi dengan jangka waktu berdasarkan
persetujuan kedua belah pihak.
Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan
lakukan pengikatan jual beli.
Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian
lainnya.
ii. Basyarnas
Sesuai dengan klausul pasal 18 Perjanjian Pembiayaan, setiap sengketa
yang timbul berdasarkan perjanjian yang dibuat antara nasabah dan BMI,
maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
82
- Pembuatan Usulan Penyelesaian ke Komite Pembiayaan
- Pembuatan Surat Gugatan ke BASYARNAS
- Pengajuan Gugatan ke BASYARNAS (pendaftaran perkara)
- Sidang BASYARNAS (jangka waktu paling lama 6 bulan)
- Putusan BASYARNAS
- Pendaftaran putusan BASYARNAS ke Pengadilan Negeri
- Permohonan Pelaksanaan Putusan BASYARNAS ke Pengadilan
Negeri
- Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
- Keputusan yang dikeluarkan oleh BASYARNAS akan didaftarkan di
PN untuk mendapatkan pengesahan, sehingga akan mempunyai
kekuatan eksekutorial.
- Tahap selanjutnya adalah melakukan lelang dengan penyelesaian
secara cash, ataupun jaminan tersebut dibeli oleh bank (HEJP/AYDA).
c. Penyelesaian dengan cara litigasi
Litigasi adalah penyelesaian pembiayaan melalui jalur hukum yang dilakukan
melalui Pengadilan, dalam hal ini ialah Pengadilan Agama. Adapun proses
dalam melakukan litigasi yakni:
- Melakukan Gugatan Perdata
- Menjatuhkan Pidana
- Riil Eksekusi Jaminan
- Permohonan Kepailitan
83
Namun sebelum dilakukan proses litigasi melalui Pengadilan, perlu dilakukan
hal-hal sebgai berikut:
i. Melakukan Check dan Evaluasi
- Dokumen surat menyurat BMI kepada nasabah, SPT. Surat Peringatan
1,2 & 3 dan Surat Nasabah kepada BMI.
- Dokumen perjanjian dan jaminan Hak Tanggunga, sehingga secara
yuridis posisi BMI menjadi kuat.
- Jatuh waktu fasilitas pembiayaan, karena proses litigasi hanya dapat
dilakukan apabila fasilitas pembiayaan nasabah telah jatuh waktu
ii. Mencari lawyer yang telah dianggap cakap, pengalaman dalam bidang
penagihan dan dapat bekerjasama dengan BMI.
iii. Membuat UP (Usulan Pembiayaan) ke Komite UPP perihal persetujuan
pemakaian lawyer dan biaya-biaya yang timbul.
iv. Memintakan rencana kerja dan target date dari Lawyer yang telah disetujui
komite.
D. Analisa Penerapan Keputusan DSN Tentang Pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia
Dari penjelasan mengenai praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah dan
Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah yang dilakukan Bank Muamalat
Indonesia diatas dapat dilihat bahwa hampir semua telah sesuai dengan aturan yang
ada yaitu Keputusan DSN-MUI NO.01/DSN-MUI/X/2013 yang didalamnya
84
membahas tentang bagaimana penyelesain pembiayaan bermasalah pada akad
Musyarakah Mutanaqisah dalam hal ini yaitu produk KPR Muamalat iB pada Bank
Muamalat Indonesia. Namun bukan berarti penerapan yang dilakukan tidak ada
penyimpangan.
Maka penulis akan mencoba menganalisa pasal-pasal yang berkenaan
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah, analisa ini ditinjau dari ketentuan umum
Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 tentang Pedoman Implementasi
Musyarakah Mutanaqisah. Beberapa analisa yang dapat disimpulkan adalah sebagi
berikut:
1. Proses Revitalisasi
Proses Revitalisasi ini umumnya ialah bersifat musyarawah atau secara damai,
adapun yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia ialah melakukan hal
sebagai berikut diantaranya:
- Rescheduling
Perubahan ketentuan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau
jangka waktunya.
- Restructuring
Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan termasuk
perubahan maksimum saldo pembiayaan.
85
- Reconditioning
Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk perubahan
jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut
perubahan maksimum saldo pembiayaan.
- Bantuan Management
Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada posisi
management oleh bank.
Jika diperhatikan terdapat beberapa perbedaan kebijakan Bank dengan
Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 yakni, dalam tahapan yang dilakukan
oleh Bank Muamalat dalam merevitalisasi Pembiayaan Bermasalah. Dalam
tahapannya setelah Proses Rescheduling langkah selanjutnya yang diambil oleh
Bank ialah langsung melakukan proses Restructuring dan melakukan Proses
Reconditioning setelahnya. Hal ini tentu berbeda dengan Keputusan DSN
No.01/DSN-MUI/X/2013 dimana dalam Penyelesaiaan Pembiayaan Bermasalah
langkah yang dilakukan setelah Rescheduling ialah melakukan Proses
Reconditioning kemudian baru melakukan proses Restructuring. Hal ini tentu
boleh saja dilakukan karena ini bukan merupakan sebuah tahapan yang harus
berurutan. Proses Revitalisasi ini dilakukan dengan melihat kondisi keadaan dari
nasabah yang bersangkutan, bila keadaan nasabah lebih pantas menggunakan
cara Restucturing maka hal ini tentu bisa dilakukan agar nantinya pembiayaan
yang macet bisa lancar kembali.
86
Dan terdapat satu tambahan kebijakan yang diberikan oleh bank yang tidak
terdapat dalam Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 yakni, adanya Bantuan
Management, Hal ini dilakukan bila permasalahan terjadi karena kesalahan
management hingga sumber pengembalian pembiayan masih potensial.
2. Dengan cara Off-Set
Off-Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara
sukarela oleh nasabah kepada Bank, sebagai upaya penyelesaian pembiayaannya.
Off-Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia untuk menjual
jaminan secara sukarela kepada Bank. Adapun langkah-langkah yang dapat
dilakukan untuk melakukan Off-Set:
Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban dan
biaya-biaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank). Dengan ketentuan :
- Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua kewajiban
dan biaya-biaya dapat dimasukkan dalam komponen harga beli bank.
- Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga beli bank
maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk pembiayaan
- untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan margin
tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli bank.
Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan.
87
Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh bank,
maka berikan Hak Opsi dengan jangka waktu berdasarkan persetujuan kedua
belah pihak.
Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan lakukan
pengikatan jual beli.
Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian lainnya.
Dari tahap diatas dapat dilihat bahwa penyelesaian melalui jaminan diatas
hampir sesuai dengan Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013, yakni dalam
penyelesaian (settlement) pembiayaan bermasalah sebgai berikut:
Aset Musyarakah Mutanaqishan atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah
rnelalui Bank Syariah/LKs dengan harga yang disepakati,
Nasabah melunasi sisa kewajibannya kepada Bank Syariah/LKS dari hasil
penjualan.
Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang, maka Bank Syariah/LKS
mengembalikan sisanya kepada nasabah.
Apabila hasil penjualan lebih keeil dari sisa utang maka sisa utang tetap
menjadi utang nasabah.
Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Bank
Syariah/LKS dapat membebaskannya berdasarkan kebijakan Bank
Syariah/LKS.
88
Hanya saja dalam point terakhir dimana Apabila nasabah tidak mampu
membayar sisa utangnya, maka Bank Syariah/LKS dapat membebaskannya
berdasarkan kebijakan Bank Syariah/LKS. Kebijakan dari Bank Muamalat
Indonesia ini tidak diterapkan menurut bank semua hutang yang ada pada
nasabah harus dilunaskan, karena itu semua merupakan kewajiban dari nasabah.
Namun pihak bank juga memberikan keringan yakni dengan tidak menambahkan
margin pada setiap tagihan hutang tersebut.
Jika dilihat dalam Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 penyelesaian
pembiayaan bermasalah tidak dijelaskan lebih lanjut namun dalam kebijakannya
pihak Bank Muamalat Indonesia mempunyai tahapan selanjutnya, hal ini perlu
dilakukukan bila kedua proses diatas tidak dapat juga menyelesaikan masalah
tersebut. Adapun langkah yang akan diambil oleh pihak bank ialah melalui jalur
Basyarnas tentunya dengan musyawarah mufakat atau bilamana hal ini belum
dapat terselesaikan juga maka langkah selanjutnya untuk menyelesaikan
pembiayan bermasalah ini ialah melalui jalur litigasi yakni, melalui Pengadilan
Agama.
Tabel 1.4 Kesesuaian Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dengan
Praktek Bank Muamalt Indonesia
NO Keputusan DSN
No.01/DSN-MUI/X/2013
Praktek Pada Bank Muamalat Sesuai
/Tidak
1. Pembiayaan bermasalah
dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui
Sebenarnya dalam prakteknya di
bank masih sesuai, hanya saja tata
urutannya lah yang tidak sesuai
Tidak
89
musyawarah mufakat
dengan cara penjadwalan
kembali (rescheduling),
penambahan syarat baru
(reconditioning), maupun
penggunaan struktur baru
(restructuring).
dimana bank melakukan proses
revitalisasi melakukan restructuring
dahulu baru kemudian
mereconditioning. Namun pada
bank juga menambahkan proses
Bantuan Management dimana bank
melakukan Penyehatan pembiayaan
melalui penempatan sumber daya
insani pada posisi management oleh
bank.
2. Aset Musyarakah
Mutanaqishan atau
jaminan lainnya dijual oleh
nasabah rnelalui Bank
Syariah/LKS dengan harga
yang disepakati dan
Nasabah melunasi sisa
kewajibannya kepada Bank
Syariah/LKS dari hasil
penjualan.
Pihak Bank melakukan dengan cara
Off-set dimana penyelesaian
pembiayaan melalui penyerahan
jaminan secara sukarela oleh
nasabah kepada Bank, sebagai
upaya penyelesaian pembiayaannya.
Sesuai
3. Apabila hasil penjualan
melebihi sisa utang, maka
Bank Syariah/LKS
mengembalikan sisanya
kepada nasabah.
Bila nilai beli bank lebih kecil dari
nilai taksasi, maka semua kewajiban
dan biaya-biaya dapat dimasukkan
dalam komponen harga beli bank.
Sesuai
4. Apabila hasil penjualan
lebih kecil dari sisa utang
maka sisa utang tetap
menjadi utang nasabah.
Bila nilai beli bank lebih besar dari
nilai taksasi, maka harga beli bank
maksimal sebesar nilai pasar,
sisanya tetap dalam bentuk
pembiayaan untuk diangsur sampai
dengan lunas, pada kondisi ini
tunggakan margin tidak dapat
dimasukkan sebagai harga beli bank.
Sesuai
5. Apabila nasabah tidak
mampu membayar sisa
utangnya, maka Bank
Syariah/LKS dapat
membebaskannya
berdasarkan kebijakan
Bank Syariah/LKS.
Harus tetap diangsur sampai dengan
lunas, meskipun bank meberi
keringanan dengan tidak
menambahkan margin pada setiap
tagihan hutang nasabah tersebut,
semua tergantung dari kebijakan
masing masing bank.
Tidak
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penulisan skripsi penulis dapat mengambil kesimpulan sebgai berikut:
1. Pada Dasarnya Kedudukan Keputusan DSN-MUI ini memiliki kedudukan
yang sama dengan Fatwa DSN-MUI yakni sebagai pembuat peraturan dan
ketentuan-ketentuan, hal ini dikarenakan Keputusan DSN-MUI ini merupakan
suatu kesatuan dari Fatwa DSN-MUI yang ada. Keputusan DSN-MUI ini
muncul diakibatkan munculnya beragam pemahaman dari berbagai pihak
tentang Fatwa yang ada sehingga dibuat Keputusan untuk menghilangkan
keberagaman pemahaman dari masyarakat maupun para praktisi ekonomi
syariah.
2. Praktek Musyarakah Mutanaqisah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia
ialah, Pertama nasabah memelih jenis rumah, kemudian bank melakukan
penilaian asset, jika sudah nasabah wajib melengkapi berkas yang diperlukan
untuk dianalisa seberapa besar kemampuan bayar nasabah, kemudian jika
sudah disetujui semua berkas nasabah akan membayar uang muka sebgai
bagian porsi syirkah nasabah, lalu nasabah dan bank akan melakukan akad
dengan bank membayarkan sisanya dari uang muka kepada develop,
kemudian nasabah pun membayar angsuran pada bank tiap bulan hingga porsi
syirkah nasabah menjadi 100 %.
91
3. Penerapan dalam Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Bermasalah dalam Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 hampir semua
telah terpenuhi, hanya saja dalam proses Revitalisasinya ada tahapan yang
tidak sesuai dengan Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dimana setelah
melakukan tahap Rescheduling pihak bank melakukan proses Restrukturing
baru kemudian melakukan Reconditioning. Hal ini tentu boleh saja dilakukan
karena ini bukan merupakan sebuah tahapan yang harus berurutan. Proses
Revitalisasi ini dilakukan dengan melihat kondisi keadaan dari nasabah yang
bersangkutan, bila keadaan nasabah lebih pantas menggunakan cara
Restucturing maka hal ini tentu bisa dilakukan agar nantinya pembiayaan
yang macet bisa lancar kembali..
Dan dalam point Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa
utangnya, maka Bank Syariah/LKS dapat membebaskannya berdasarkan
kebijakan Bank Syariah/LKS, pihak bank tidak menerapkannya karena
menurut bank ini merupakan tanggung jawab dari nasabah dan harus
dilunaskan.
4. Ketidaksesuaian yang terjadi antara Keputusan DSN-MUI dengan pihak Bank
Muamalat Indonesia bukan berarti Bank menyalahi aturan dan ketentuan
syariat Islam. Dalam Keputusan DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 tentang
penyelesaian pembiayaan bermasalah pihak bank diberikan kebebasan dalam
mengatur kebijakannya asalkan tidak melanggar syariat Islam yang ada.
Seperti pada saat pihak Bank Muamalat Indonesia membuat kebijakan
92
bilamana masalah tidak dapat teratasi, maka langkah yang akan diambil ialah
menyelesaikannya melalui Basyarnas ataupun bila belum teratasi juga maka
akan diselesaikan melalui Pengadilan agama.
B. Saran
Sebagai akhir dari penulisan ini, maka penulis ingin memberikan beberapa
saran-saran sebagai berikut:
1. DSN-MUI hendaknya lebih membuat aturan yang lebih jelas tentang
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah atau kalau tidak perlu dibuatkan
kembali fatwa yang khusus membahas Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
agar nantinya dapat lebih menjadi acuan bagi masyarakat serta para praktisi
ekonomi syariah yang ada di Indonesia.
2. Bagi pihak Bank Muamalat Indonesia hendaknya lebih memperhatikan
kembali tentang tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menangani
pembiayaan bermasalah, karena apabila pihak bank menanganinya tidak sesuai
tahapan yang ada akan mengakibatkan hilangnya kesempatan bagi nasabah
yang untuk menyesuaikan diri dengan akad-akad yang telah diperbaharui.
3. Bagi masyarakat khususnya kepada nasabah hendaknya mempelajari terlebih
dahulu setiap akad yang ingin dilakukan, harus dilihat pula bagaimana
penanganan tentang pembiayaan bermasalah yang akan dilakukan nantinya.
Harus mengetahui dengan pasti bagaimana peraturan yang telah diberikan,
sehingga nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
93
4. Bagi para peneliti lain yang ingin meneliti tentang Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah, penulis menyarankan agar lebih meneliti tentang bagaimana
penerapan yang dilakukan pada saat melakukan lelang secara syariah, karena
ini merupakan salah satu tahap yang penting dalam Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah dan saat ini masih belum ada penjelasan secara pasti tentang
bagaimana pelalengan yang dilakukan secara syariah.
93
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fatah Rohadi. Analisis Fatwa Keagmaan; Dalam Fikih Islam. Jakarta: Bumi
Aksara. 2006.
Amalia Chrisanty. Analisis Yuridis Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada
Bank Syariah Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, di kota
Medan.2013
Amin A.Riawan. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: UIN Press. 2009.
Antonio M. Syafi‟I. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
2002.
Anwar. Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah, Studi tentang Teori .Akad dalarn f'ikih
Muamalat.Jakarta: Raja\vali Pers, 2007.
Arifin Zainal. Dasar-Dasar Manajemen Bank SYariah. Jakarta: Pustaka Alvabet.
2006.
Arifin, Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan
Prospek. Jakarta: Alvabet.
Arto A. Mukti. Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 1996.
Ascarya. Akad Dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2011.
Augusta Nova. Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan IMBT Bermasalah Pada Bank
DKI Syariah. 2010
Bank Muamalat Indonesia. Panduan Produk Nomor 01/RPDD/PMBY/2010 Panduan
Pembiayaan iB Syariah Kongsi. 2010
Bank Muamalat Indonesia. Laporan Tahunan 2013. Jakarta: Bank Muamalat
Indonesia 2013.
94
Dewi, Gemala. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia. Cet 3. Jakarta: Kencana, 2006.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional, Indonesia. No: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang
Musyarakah Mutanaqisah, Ketentuan Umum Butir a.
Hadi Sutriso. 2004. Metodologi Research 1 Yogyakarta: Andi Offset.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalat. Cet. Ke-2. Ciputat: Gaya Media Pratama.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana 2011.
Indonesia. Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No:01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang
Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk
Pembiayaan. 2013.
Izzah Nurul, dkk. Musyarakah Mutanaqisah: Isu dan Cabaran, Kesan Terhadap
Pembangunan Ekonomi. 2013
Jumantoro Totok, Amir Samsul Munir. Kamus Ushul Fikih. Jakarta: Bumi Aksara.
2009.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta:
Rajagrafindo Persada. 2011.
Ma‟luf Luis. Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-A‟lam. Beirut: Dar al-Masyriq. 1994.
Mertokusumo Sudikno Mengenal Hukum: Suatu pengantar. Yogyakarta: Penerbit
Liberty. 1999.
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPB. 2005.
Muh Nazir. Metode Penelitian. Cetakan Ke-3. Jakata: Ghalia Indonesia. 1988.
Muttaqien Agisa. Pembiayaan Pemilikan Rumah Dengan Akad Musyarakah
Mutanaqisah Pada Bank Muamalat Indonesia. 2012
Qardhawi Yusuf. Fatwa Antara Ketelitian & Kecerobohan. Jakarta: Gema Insani
Press. 1997
95
Sahrani Sohari. Abdullah Ru‟fah. Fikih Muamalah. Cet ke-1 Bogor: Ghalia
Indonesia. 2011.
Sekaran Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
2006.
Shuib Mohd Sollehudin, dkk. Analisis Perbandingan Produk Berasaskan
Musharakah Mutanaqisah Dan Konvensional. 2013.
Sjahdeini Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum
Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1999.
Subekti R. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta. 1979.
Sutedi Adrian. PERBANKAN SYARIAH: Tinjuan dan Beberapa Segi Hukum. Bogor:
Ghalia Indonesia. 2009.
Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2002
Sumber dari Internet
M. Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqisah, hlm. 1.
http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%
20Mutanaqish_Nadratuzzaman.pdf .diakses pada 17 Maret 2015.
Agustianto, Fatwa Ekonomi Syari‟ah Di Indonesia, Diakses tanggal 7 September
2015
darihttp://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&vie
w=article&id=666:fatwa-ekonomisyariah-di-indonesia&catid=8&Itemid=103
96
Daftar Pertanyaan BMI
1. Produk-produk pembiayaan apa saja yang sudah dikembangkan oleh Bank
Muamalat Indonesia ?
2. Untuk lebih spesifik, saya mohon di jelaskan juga proses pembiayaan
Musyarakah Mutanaqisah yang telah dilakukan oleh Bank Muamalat
Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB?
3. Apakah Bank Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan kepada nasabah
100% atau 50% dari nilai permohonan pembiayaannya ?
4. Seperti apa peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Muamalat
Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB ini?
5. Apakah ada penetapan jaminan dalam melakukan pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah tersebut? Jika jaminan diadakan, berapa persentase perhitungan
jaminan atas pembiayaan murabahah tersebut ?
6. Jika nasabah ingin mempercepat pelunasan sisa pembayaran bolehkah hal ini
dilakukan? Jika boleh bagaimana prosedur pembayaran yang dilakukan?
7. Apabila nasabah melakukan percepatan pelunasan apakah pihak bank akan
memberikan discount (tanazulul haqq) kepada nasabah?
8. Jika nasabah mengalami kredit macet atau pailit dalam melunasi angsurannya,
langkah apakah yang selalu di ambil pihak bank dalam menyelesaikan
masalah tersebut ?
9. Apabila pihak bank melakukan proses restrukturing pada angsuran
pembiayaannya, bagaimanakah prosesnya?
10. Berapa tenggang waktu yang masih diberikan kepada nasabah tersebut?
11. Jika diberikan tenggang waktu pelunasan kreditnya, apakah nasabah harus
melunasi berdasarkan sisa pokok hutang dan marjinya atau hanya melunasi
sisa pokok hutangnya saja?
12. Apabila pihak bank melakukan proses reconditioning atau proses konversi
akad pada pembiayaan macet, akad apakah yang akan diberikan pihak Bank
kepada pihak nasabah?
13. Apabila nasabah melakukan pembatalan kontrak pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah, apa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak bank dan
nasabah?
14. Apabila terjadi wanprestasi dan tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah
pihak (pihak Bank dan nasabah), apakah bank akan menyelesaikan masalah
ini ke Basyarnas? Jelaskan.
15. Dan apakah jika tidak dapat diselesaikan melalui basyarnas masalah ini akan
dilanjutkan pada Pengadilan Agama? Jelaskan.
16. Apabila nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya untuk melunasi
hutangnya dengan membawa bukti kepemilikan harta benda tersebut apa yang
akan dilakukan bank?
97
17. Dan apabila harta kepemilikan telah dijual kepihak lain tanpa sepengetahuan
bank dan kemudian nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya apa yang
akan dilakukan bank?
18. Jika dalam proses eksekusi dilakukan pelelangan apakah akan dilakukan
lelang secara syariah?
19. Dalam surat Al-Baqarah ayat 280 terdapat arti yang menyatakan “Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.” Bagaimana tanggapan anda mengenai surat ini yang
terkadang menjadi dasar atau pegangan bagi para nasabah yang tidak sanggup
lagi melunasi hutangnya?
98
Hasil Wawancara
Muamalat Institute
1. Produk-produk pembiayaan apa saja yang sudah dikembangkan oleh Bank
Muamalat Indonesia ?
Jawab: Bank Muamalat telah mengembangkan berbagai produk pembiayaan
diantaranya produk pembiayaan umroh, KPR muamalat, Pembiayaan kios dan
ruko muamalat, pembiayaan travel agent, pembiayaan alat kedokteran,
pembiayaan konstruksi developer, pembiayaan Ib Buyer, Pembiayaan ib
modal kerja, pembiayaan iB property bisnis muamalat, pembiayaan investasi,
pembiayaan kebun sawit.
2. Untuk lebih spesifik, saya mohon di jelaskan juga proses pembiayaan
Musyarakah Mutanaqisah yang telah dilakukan oleh Bank Muamalat
Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB? Terlampir di proses pembiayaan
KPR Muamalat iB
3. Apakah Bank Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan kepada nasabah
100% atau 50% dari nilai permohonan pembiayaannya ?
Jawab:
- Maksimum cash ratio 35% dari Pendapatan dan/atau 70% dari Disposable
income jika pendapatan < Rp 5.000.000.00
- Maksimum cash ratio 40% dari Pendapatan dan/atau 75% dari Disposable
income jika pendapatan > Rp 5.000.000.00 s/d Rp 10.000.000.00
- Maksimum cash ratio 50% dari Pendapatan dan/atau 80% dari Disposable
income jika pendapatan > Rp10.000.000.00
4. Seperti apa peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Muamalat
Indonesia dalam produk KPR Muamalat iB ini?
Jawab: Dalam pengawasannya produk atau program KPR telah diajukan ke
departemen kepatuhan syariah untuk dikaji dan direview apakah sesuai
dengan prinsip syariah atau tidak, kemudian dilaporkan kepada DPS dan
didiskusikan lebih jauh (jika diperlukan)
5. Apakah ada penetapan jaminan dalam melakukan pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah tersebut? Jika jaminan diadakan, berapa persentase perhitungan
jaminan atas pembiayaan murabahah tersebut ?
Jawab:
Ketentuan Jaminan
Adapun Jenis Agunan meliputi Rumah tinggal, apartemen, condotel, dan
rumah villa. Objek pembiayaan wajib untuk dijadikan objek agunan. Dengan
ketentuan tambahan sebagai berikut:
- Untuk tujuan renovasi, property, berupa tanah dan bangunan, yang akan
direnovasi wajib dijadikan agunan (kalau nasabah menanyakan apakah bisa di
agunannya di alihkan ke property nasabah (rumah) lainnya boleh atau tidak,
arahkan ke cabang)
99
- Untuk tujuan Pembangunan tanah kavling, tapak tanah yang akan dibangun
wajib telah memiliki sertifikat dan kepemilikan atas tanah tersebut sudah atas
nama calon Nasabah.
- Apabila coverage agunan tidak mencukupi, dimungkinkan untuk
memintakan agunan tambahan.
6. Jika nasabah ingin mempercepat pelunasan sisa pembayaran bolehkah hal ini
dilakukan? Jika boleh bagaimana prosedur pembayaran yang dilakukan? Ya
boleh dilakukan dengan ketentuan Pelunasan Dipercepat
1. Pelunasan keseluruhan
Hanya pokoknya saja, dan sisa margin dapat di discount.
2. Pelunasan sebagian
Hanya pokoknya saja, dan dikenakan biaya administrasi sebesar : Max 2
bulan angsuran (biaya tersebut digunakan untuk pembuatan akad dan
perubahan jadwal, besarannya tidak dalam bentuk prosentase). Untuk sisa
angsuran ada dua pilihan :
b. Jangka waktunya dipercepat jadi cicilan diperbesar
c. Jangka waktu sama hanya saja cicilan berkurang
7. Apabila nasabah melakukan percepatan pelunasan apakah pihak bank akan
memberikan discount (tanazulul haqq) kepada nasabah?
Jawab: Ya akan diberikan discount
8. Jika nasabah mengalami kredit macet atau pailit dalam melunasi angsurannya,
langkah apakah yang selalu di ambil pihak bank dalam menyelesaikan
masalah tersebut ? terlampir di pembiayaan bermasalah
9. Apabila pihak bank melakukan proses restrukturing pada angsuran
pembiayaannya, bagaimanakah prosesnya?
l. Bank melakukan evaluasi permasalahan nasabah mengenai sebab
terjadinya tunggakan yang didasari atas lap. Keuangan, cash flow,
proyeksi keuangan, kondisi pasar dan faktor lain yang berkaitan dengan
usaha nasabah (BI Checking dan trade checking: bowheer, supplier dan
customer)
m. Membuat perkiraan pengembalian kewajiban sebelum dan sesudah
restrukturisasi
n. Peninjauan efisiensi manajemen nasabah untuk menentukan apakah
diperlukan restrukturisasi organisasi nasabah
o. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan proyeksi arus
kas serta dalam memperhitungkan nilai tunai dari angsuran pokok dan
margin yang akan diterima.
p. Jadwal pembayaran kembali yang telah direvisi mencerminkan
persyaratan yang telah disesuaikan dengan kemampuan membayar
nasabah.
100
q. Analisa kesimpulan dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian
persyaratan pembiayaan seperti sbb:
- Penurunan margin atau bagi hasil
- Pengurangan tunggakan pokok dan/ atau margin
- Perubahan jangka waktu
- Penambahan fasilitas
r. Penyesuaian persyaratan pembiayaan dilakukan dengan
mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan mebayar nasabah
s. Tujuan dan penggunaan tambahan pembiayaan, apabila restrukturisasi
pembiayaan dilakukan dengan cara penambahan pembiayaan, maka
tambahan pembiayaan tersebut tidak diperkenankan untuk melunasi
tunggakan kewajiban nasabah.
t. Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
restrukturisasi pembiayaan
u. Dilakukan pengikatan ulang kembali secara notarial terhadap pelkasanaan
restrukturisasi pembiayaan.
v. Cabang/ unit kerja yang terkait harus menyusun laporan pemantauan dan
laporan pembiayaan yang direstruktur setiap bulannya mengenai:
- Pemenuhan kewajiban nasabah (sesuai persyaratan
restrukturisasi pembiayaan)
- Perkembangan usaha nasabah
- Kemungkinan pembayaran kembali
w. Review legalitas akad pembiayaan, guna memastikan bahwa seluruh
pihak-pihak yang terkait dengan pembiayaan sudah dilakukan pengikatan
dengan sempurna.
10. Berapa tenggang waktu yang masih diberikan kepada nasabah tersebut?
Jawab: Realisasinya tergantung dengan kecepatan analisa Account Officer
dan dari keputusan komite, kurang lebih bisa sampai 2 minggu s.d 1 bulan
11. Jika diberikan tenggang waktu pelunasan kreditnya, apakah nasabah harus
melunasi berdasarkan sisa pokok hutang dan marjinya atau hanya melunasi
sisa pokok hutangnya saja?
Jawab:
. KONVERSI AKAD
II. Ijarah atau IMBT =) Mudharabah atau Musyarakah
How ???
1) Akad awal dihentikan
2) Nilai Wajar Aktiva Ijarah menjadi dasar akad baru
Jika ada perbedaan nilai wajar aktiva Ijarah dgn Nilai bukunya +
Tunggakan angsuran maka diakui sbb :
a. NW Aktiva < NB + Tunggakan, Bank mengakui kerugian tsb.
b. NW Aktiva > NB + Tunggakan, Bank mengakui keuntungan yang
ditangguhkan sebesar selisih dan diamortisasi selama masa akad baru
101
3) Membuat akad baru dengan mencantumkan kronologis akad pembiayaan
sebelumnya.
4) Bank mencatat pembiayaan baru sebesar NW aktiva Ijarah
Murabahah & Istishna‟ =) IMBT / Mudharabah / Musyarakah
How ???
1) Sebesar sisa kewajiban akad awal ( OS P + OS M)
2) Akad awal dihentikan
3) Obyek awal menjadi dasar akad baru
Jika ada perbedaan nilai wajar obyek dgn sisa kewajiban maka diakui
sbb:
a. NW Obyek < OS OS tetap ditagihkan dengan kesepakatan
b. NW Obyek > OS, selisih NW diakui sbg DP IMBT atau porsi modal Nasabah
Musyarakah atau mengurangi modal Mudharabah Bank
4) Membuat akad baru dengan mencantumkan kronologis akad pembiayaan
sebelumnya.
12. Apabila pihak bank melakukan proses reconditioning atau proses konversi
akad pada pembiayaan macet, akad apakah yang akan diberikan pihak Bank
kepada pihak nasabah?
Jawab:
Akad Ijarah atau IMBT Mudharabah atau musyarakah
Atau Murabahah & Istishna‟ IMBT/
Mudharabah/Musyarakah
13. Apabila nasabah melakukan pembatalan kontrak pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah, apa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak bank dan
nasabah?
Jawab: dalam hal ini nasabah melakukan cidera janji atau wan prestasi yang
dilakukan oleh bank terlampir di akad musyarakah pasal 9
14. Apabila terjadi wanprestasi dan tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah
pihak (pihak Bank dan nasabah), apakah bank akan menyelesaikan masalah
ini ke Basyarnas? Jelaskan.
Jawab: ya jika diperlukan
15. Dan apakah jika tidak dapat diselesaikan melalui basyarnas masalah ini akan
dilanjutkan pada Pengadilan Agama? Jelaskan.
Jawab: ya jika diperlukan
16. Apabila nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya untuk melunasi
hutangnya dengan membawa bukti kepemilikan harta benda tersebut apa yang
akan dilakukan bank?
Jawab: Dapat ditindanjuti dengan jalur hukum dengan membuat laporan
kepolisian mengenai tindak pidana pengelapan pasal 372 dan 374 KUHP
17. Dan apabila harta kepemilikan telah dijual kepihak lain tanpa sepengetahuan
bank dan kemudian nasabah melarikan diri dari tanggung jawabnya apa yang
akan dilakukan bank?
102
Jawab: Dapat ditindanjuti dengan jalur hukum dengan membuat laporan
kepolisian mengenai tindak pidana pengelapan pasal 372 dan 374 KUHP
18. Jika dalam proses eksekusi dilakukan pelelangan apakah akan dilakukan
lelang secara syariah?
Jawab: Ya semua transaksi dan penyelesainnya dilakukan secara syariah
19. Dalam surat Al-Baqarah ayat 280 terdapat arti yang menyatakan “Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.” Bagaimana tanggapan anda mengenai surat ini yang
terkadang menjadi dasar atau pegangan bagi para nasabah yang tidak sanggup
lagi melunasi hutangnya?
Jawab: Dalil yang dipakai dalam surat Al-Baqarah 280 ditujukan bagi pihak
pemberi hutang agar memiliki sikap yang baik dengan memberi tenggang
waktu. Jika orang yang berhutang dalam kesulitan sehingga dalil itu bukan
bukan untuk penghutang. Adapun dalil untuk penghutang banyak dijelaskan
dalam hadits-hadits diantaranya:
- HR. Bukhari no 2393
“ Sesungguhnya yang paling baik diantara kalian adalah
yang paling baik dalam membayar hutang”
- HR. ibnu Majah, Hadits shohih
“ Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau
melunasimya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari
kiamat) dalam status sebagai pencuri”
- HR. Bukhari
“ Barang siapa yang mengambil harta manusia dengan niat
menghacurkannya, maka Allah SWT akan menghancurkan
dirinya”
- HR. Ibnu Majah no. 2400
“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang
yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia
melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah
sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT”
- HR. Muslim
“ Seorang syahid apapun dosanya akan diampuni kecuali
hutang”
Jadi jangan salah memakai dalil-dalil sehingga hanya bertujuan untuk
menguntungkan secara sepihak.
103
Tahapan proses pembiayaan :
LANGKAH
KEGIATAN
► Inisiasi
► Solisitasi
► Kunjungan setempat.
► Informasi Bank (Bank checking).
► Informasi dari
pembeli/pemasok/bowheer/
pesaing
Memorandum Usulan Pembiayaan
(MUP) :
Analisa Pembiayaan ( Analisa
Kualitatif dan Kuantitatif)
► Analisa Jaminan.
► Analisa Risiko.
► Evaluasi Kebutuhan Dana
► Penetapan Struktur Fasilitas
► Pengajuan MUP ke KPP.
Keputusan Pembiayaan oleh Komite
► Rapat Komite
► Sirkulasi.
Pelaksanaan Keputusan KPP :
► Penyampaian SPP ke Nasabah
► Dokumentasi dan Administrasi
► Penandatanganan Akad Pembiayaan
dan Jaminan
Pemantauan Pembiayaan :
► Pemantauan Usaha Nasabah
► Pemantauan Jaminan.
VERIFIKASI DATA
PENGAJUAN MUP
REALISASI KEPUTUSAN
PEMANTAUAN
PENGUMPULAN DATA
PELUNASAN
KEPUTUSAN PEMBIAYAAN
104
► Pembinaan Nasabah.
Pemantauan Pembayaran Nasabah
Pelunasan Pembiayaan :
► Bukti Pelunasan.
► Pelepasan jaminan.
LANGKAH
KEGIATAN
► Tahapan : ▪ Penetapan Target Market
▪ Penetapan Sektor Bisnis
► Kriteria Nasabah : Ekstern & Intern
► Penghimpunan Informasi/ Taaruf
► Informasi Umum
► Informasi Kebutuhan Nasabah
► Informasi Kemampuan Membayar Kembali
► Informasi Barang Jaminan
► Informasi hubungan Perbankan
► Verifikasi Data dan Informasi
► Laporan Kunjungan Setempat
► Berita Acara Plotting dan Taksasi Jaminan
INISIASI
SOLISITASI
LAPORAN
KUNJUNGAN
105
Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Bank
Muamalat Indonesia
Lakukan pengelompokan penanganan account penyelesaian pembiayaan menjadi
a. Revitalisasi Proses
b. Penyelesaian Melalui Jaminan
c. Litigasi Proses
Setiap usaha penyelesaian pembiyaan bermasalah harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan/hukum yang berlaku, namun harus senantiasa dilaksanakan agar
dapat diselesaiakan diluar Proses/Sidang Pengadilan.
a Revitalisasi
Proses Revitalisasi proses dilakukan apabila berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan
yang dilakukan terdapat indikasi bahwa usaha nasabah masih berjalan dan hasil usaha
nasabah diyakini masih mampu untuk memenuhi kewajiban angsuran kepada bank.
1. Rescheduling
Perubahan ketentuan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau
jangka waktunya.
2. Restructuring
Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan termasuk
perubahan maksimum saldo pembiayaan.
3. Reconditioning
Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk perubahan
jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan
maksimum saldo pembiayaan.
4. Bantuan Management Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber
daya insani pada posisi management oleh bank. Hal ini dilakukan bila : –
Permasalahan terjadi karena kesalahan management – Sumber pengembalian
pembiayan masih potensial.
Revitalisasi Proses meliputi :
Langkah-Langkah Proses Revitalisasi adalah :
1. Melakukan evaluasi tentang potensi usaha nasabah
2. Membuat rekomendasi untuk diajukan kepada Komite Pembiayaan
3. Melakukan pengikatan-pengikatan
4. Melakukan proses pengadministrasi lainnya.
b. Penyelesaian Melalui Jaminan
106
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan Bila berdasarkan hasil evaluasi ulang
pembiayaan, nasabah sudah tidak memiliki usaha dan nasabah tidak cooperatif untuk
menyelesaikan pembiayaan. Revitalisasi proses tidak dapat dilakukan.
Penyelesaian melalui jaminan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Penyelesaian dengan cara non litigasi
2. Penyelesaian dengan cara litigasi
1. Penyelesaian dengan cara Non Litigasi
A. Dengan cara Off-Set
Off-Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara
sukarela oleh nasabah kepada Bank , sebagai upaya penyelesaian pembiayaannya.
Off-Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia untuk menjual
jaminan secara sukarela kepada Bank .
Langkah-Langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Melakukan Off-Set:
1. Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban dan biaya-
biaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank). Dengan ketentuan :
• Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua kewajiban dan biaya-
biaya dapat dimasukkan dalam komponen harga beli bank.
• Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga beli bank maksimal
sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk pembiayaan
• untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan margin tidak dapat
dimasukkan sebagai harga beli bank.
2. Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan.
3. Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh bank, maka
berikan Hak Opsi dengan jangka waktu berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
4. Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan lakukan
pengikatan jual beli. 5. Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses
pengadministrasian lainnya.
B. Melalui BASYARNAS
• Sesuai dengan klausul pasal 18 Perjanjian Pembiayaan, setiap sengketa yang timbul
berdasarkan perjanjian yang dibuat antara nasabah dan BMI, maka akan diselesaikan
melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Langkah-langkah yang
dilakukan adalah sbb :
107
1. Pembuatan Usulan Penyelesaian ke Komite Pembiayaan
2. Pembuatan Surat Gugatan ke BASYARNAS
3. Pengajuan Gugatan ke BASYARNAS (pendaftaran perkara)
4. Sidang BASYARNAS (jangka waktu paling lama 6 bulan)
5. Putusan BASYARNAS
6. Pendaftaran putusan BASYARNAS ke Pengadilan Negeri
7. Permohonan Pelaksanaan Putusan BASYARNAS ke Pengadilan Negeri
8. Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
• Keputusan yang dikeluarkan oleh BASYARNAS akan didaftarkan di PN untuk
mendapatkan pengesahan, sehingga akan mempunyai kekuatan eksekutorial. • Tahap
selanjutnya adalah melakukan lelang dengan penyelesaian secara cash, ataupun
jaminan tersebut dibeli oleh bank (HEJP/AYDA)
2. Penyelesaian dengan cara Litigasi
• Litigasi adalah penyelesaian pembiayaan melalui jalur hukum yang dilakukan
melalui PENGADILAN
• Penyelesaian Melalui Pengadilan Sebelum dilakukan proses litigasi melalui
Pengadilan, perlu dilakukan check dan evaluasi sbb :
Dokumen surat menyurat BMI kepada nasabah, SPT. Surat Peringatan 1,2 & 3 dan
Surat Nasabah kepada BMI.
Dokumen perjanjian dan jaminan Hak Tanggunga, sehingga secara yuridis posisi
BMI menjadi kuat.
Jatuh waktu fasilitas pembiayaan, karena proses litigasi hanya dapat dilakukan
apabila fasilitas pembiayaan nasabah telah jatuh waktu
Proses Litigasi melalui Pengadilan terdiri dari :
Setelah dilakukan Checking dan evaluasi, selanjutnya dilakukan:
• Mencari lawyer yang telah dianggap cakap, pengalaman dalam bidang penagihan
dan dapat bekerjasama dengan BMI.
• Membuat UP (Usulan Pembiayaan) ke Komite UPP perihal persetujuan pemakaian
lawyer dan biaya-biaya yang timbul.
• Memintakan rencana kerja dan target date dari Lawyer yang telah disetujui komite.
Gugatan Perdata
108
Pidana
Riil Eksekusi Jaminan
Permohonan Kepailitan
109
Daftar Pertanyaan DSN-MUI
Narasumber : Prof. Dr. Jaih Mubarak, S.E., M.H., M.Ag,
1. Bagaimanakah kedudukan dari Keputusan Penyelesaian Pembiayaan
Musayarakah Mutanaqisah bermasalah ini?
2. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Keputusan tentang Implementasi
Musyarakah Mutanaqisah DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013?
3. Apakah yang menjadi landasan dan metode apa saja yang digunakan dalam
melakukan Penetapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
bermasalah dalam Keputusan DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013?
4. Apakah ada sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam
keputusan ini?
110
Hasil Wawancara DSN-MUI
Narasumber : Prof. Dr. Jaih Mubarak, S.E., M.H., M.Ag,
1. Bagaimanakah kedudukan dari Keputusan Penyelesaian Pembiayaan
Musayarakah Mutanaqisah bermasalah ini?
Jawab: Pada dasarnya Keputusan DSN ini merupakan bagian dari Fatwa jadi,
antara Keputusan DSN dengan Fatwa DSN memiliki kedudukan yang sama
sebagai pembuat aturan dan petunjuk.
2. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Keputusan tentang Implementasi
Musyarakah Mutanaqisah DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013?
Jawab: Dikarenakan fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/2008 dipahami
beragam oleh masyarakat dan para praktisi lembaga keuangan syariah
sehingga dapat menimbulkan ketidakseragaman implementasi.
3. Apakah yang menjadi landasan dan metode apa saja yang digunakan dalam
melakukan Penetapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
bermasalah dalam Keputusan DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013?
Jawab: Pada dasarnya Keputusan ini dibuat berdasarkan prinsip win-win
solution yakni, dimana untuk menengahi masalah yang ada dan mengambil
keputusan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
4. Apakah ada sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam
keputusan ini?
Jawab: Sebenarnya Fatwa atau Keputusan yang ada diterbitkan untuk
memberikan aturan dan petunjuk bagi masyarakat dan para praktisi lembaga
ekonomi syariah yang ada, jadi hanya sebatas itu saja, bila mana ingin
menjatuhkan sanksi tentu saja itu bukan wewenang kami, karena yang berhak
untuk memberikan sanksi merupakan Pengadilan Agama sebagai lembaga
penegak hukum yang ada.
111
112
113
114
115
116