analisis pengaruh surat teguran, surat paksa, dan

122
ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN PENYITAAN MONETARY ASSET DI BANK TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat) Oleh: Widhya Ningsih NIM : 104082002672 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

PENYITAAN MONETARY ASSET DI BANK TERHADAP

PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

(Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat)

Oleh:

Widhya Ningsih NIM : 104082002672

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M

Page 2: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN
Page 3: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

PENYITAAN MONETARY ASSET DI BANK TERHADAP

PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

(Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Widhya Ningsih

NIM: 104082002672

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja, MM Afif Sulfa, SE, Ak.,Msi

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/ 2008 M

Page 4: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Hari ini Jumat tanggal 2 bulan Mei tahun dua ribu delapan telah dilakukan ujian

Komprehensif atas nama Widhya Ningsih NIM : 104082002672 dengan judul Skripsi

“ ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

PENYITAAN MONETARY ASSET DI BANK TERHADAP PENCAIRAN

TUNGGAKAN PAJAK” (Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil

DJP Jakarta Barat). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian

berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Ilmu

Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2 Mei 2008

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA Amilin SE, Ak., Msi Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli

Page 5: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Daftar Riwayat Hidup

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Widhya Ningsih 2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 3 Februari 1987 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Alamat : Jl. Kalimangso No. 70 RT 004/01

Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren .Tangerang, 15222

6. Telepon : (021) 73888112 / 0813 150 39675

II. PENDIDIKAN

1. SD : SD Negeri Jurang Mangu Timur 04 2. SMP : SLTP Negeri 177 Pesanggrahan Jakarta Selatan 3. SMA : SMA Negeri 90 Jakarta Selatan 4. S1 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

III. PENGALAMAN ORGANISASI Periode

1. Sekretaris Rohis SMAN 90 Jakarta Selatan 2002-2003 2. Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Akuntansi 2005-2006

IV. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Soepardjo 2. Tempat &Tanggal Lahir : Yogyakarta, 13 Februari 1960

3. Alamat : Jl. Kalimangso No. 70 RT 004/01 Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren. Tangerang, 15222

4. Telepon : (021) 73888112 5. Ibu : Karni 6. Tempat &Tanggal Lahir : Wonogiri, 1 Maret 1964 7. Alamat : Jl. Kalimangso No. 70 RT 004/01

Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren. Tangerang, 15222

8. Telepon : (021) 73888112 9. Anak Ke dari : 1 dari 1

Page 6: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

ABSTRAK Widhya Ningsih NIM: 104082002672 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, judul skripsi “Analisis Pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan Penyitaan Monetary Asset di Bank Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat)”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank terhadap pencairan tunggakan pajak. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode statistik linier berganda, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank terhadap pencairan tunggakan pajak. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank tidak berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat, karena hasil uji F statistik menunjukan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabelnya yaitu sebesar 2,129<3,49, dan nilai signifikansi menunjukan probabilitas lebih besar dari 0,05. Hal ini memberi pengertian bahwa secara simultan variabel independen dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap variabel dependennya. Begitupula dengan hasil uji t, yang menunjukkan bahwa t hitung<t tabel yaitu 0,521<2,145 untuk Surat Teguran, -2,047<2,145 untuk Surat Paksa, dan -2,166<2,145 untuk penyitaaan monetary asset di bank, sehingga hasil penelitian ini menerima Ho dan menolak Ha, yang memberi pengertian bahwa secara parsial (individual) Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank tidak berpengaruh pada pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat. Kata Kunci : Surat Teguran, Surat Paksa, penyitaan monetary asset di bank,

pencairantunggakan pajak

Page 7: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

ABSTRACT

Widhya Ningsih NIM: 104082002672 Accounting Majors Faculty of Economic and Social Science State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, the title of scription “Analysis Influence of Exhortation Letter, Force Letter, and Monetary Asset Confiscation on the Bank to the Liquefaction of Delinquent Tax (Case Study of Implementation Tax Collection at Kanwil DJP Jakarta Barat)”.

This reaserch purpose is to analyze the influence of Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank to the liquefaction of delinquent tax. Analysis method used in this reaserch is double linier statistical method, that is a method used to find out how much the influence of Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank to the liquefaction of delinquent tax.

The result from this research is knowable that Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank do not have any influence to the liquefaction of delinquent tax at Kanwil DJP Jakarta Barat, because F statistical test result show that F count < F table, that is 2,129<3,49 and the significant value show that the probability more than 0,05. It is means that independent variables in this reaserch does not influence simultaneously to the dependent variable. So also with t test result, it is shows that t count < t table that is 0,521<2,145 for Exhortation Letter, -2,047<2,145 for Force Letter, and -2,166<2,145 for monetary asset confiscation on the bank, so that this reaserch accept Ho and reject Ha, it means that partialy Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank do not have influence to the liquefaction of delinquent tax at Kanwil DJP Jakarta Barat. Key Words : Exhortation Letter, Force Letter, monetary asset confiscation on the

bank, liquefaction of delinquent tax

Page 8: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim, Segala puja dan puji syukur tercurah Kepada Sang Maha Pencipta, Sang Maha

Agung, Sang Maha Pengasih dan Penyayang, Sumber Ilmu Pengetahuan, Sumber

Segala Kebenaran, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan cinta bagi

umat-Nya dan penggenggam seluruh isi bumi, ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala atas

hidayah, berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Analisis Pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan Penyitaan Monetary

Asset Di Bank (Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta

Barat)”, sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Shalawat serta salam tercurah teruntuk Baginda Mulia Nabi Besar Muhammad

S.A.W yang telah menuntun umatnya dari zaman yang tiada pencahayaan ke zaman

yang penuh dengan cahaya kebenaran. Penyusunan skripsi ini disusun untuk memenuhi

sebagian syarat dinyatakan lulus dan pencapaian gelar Sarjana Ekonomi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan selesai tepat pada

waktunya tanpa dukungan, arahan, bimbingan, dan bantuan dari semua pihak. Oleh

karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Orang tua tercinta Tn. Soepardjo dan Ny. Karni yang telah mencurahkan segenap

waktu, perhatian, kebersamaan, dukungan, motivasi yang sangat berarti bagi

penulis dan melalui jerih payah perjuangannya selama ini dengan banyak

mencucurkan keringat dan menguras tenaganya, serta melalui gema doa yang tiada

pernah henti kepada Sang Illahi Robbi, untuk sebuah pengharapan agar buah

hatinya menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat, amien.

2. Bapak Dr.Yahya Hamja, MM selaku dosen pembimbing pertama dan Bapak Afif

Sulfa SE, Ak., Msi selaku dosen pembimbing kedua yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk selalu memberikan arahan, bimbingan, bantuan, dan

dukungan yang luar biasa bagi penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Bapak M. Faisal Badroen., MBA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Selaku PUDEK Fakultas Ekonomi dan Ilmu

Sosial yang telah menyempatkan waktunya untuk menguji dan meluluskan penulis

dalam ujian komprehensif.

Page 9: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

5. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan

Bapak Amilin, SE, Ak., MSi selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi dan yang telah

menyempatkan waktunya untuk menguji dan meluluskan penulis dalam ujian

komprehensif.

6. Bapak Heppy Prayudiawan, SE, Ak., MM selaku dosen tersupel dan perhatian

kepada anak-anak didiknya yang selalu memberikan bimbingan, arahan, bantuan,

dukungan yang luar biasa selama penulis menjalani pendidikan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Om Erik, Ibu Ani, Ibu Chas, dan Ibu Imelda yang selalu memberikan bantuan,

arahan, bimbingan, dan dukungan yang luar biasa selama penyusunan skripsi ini.

8. Kakak-kakakku tercinta Mba Ugi & Mas Koko, Mas Soni, dan Mba Ni, serta adik

sepupuku yang cantik dan pintar Dini dan Nia atas doa dan dukungannya selama

ini.

9. Mas Riant atas waktu, perhatian, curahan kasih sayang, dukungan moril yang luar

biasa, serta doa tulusnya selama ini yang sangat berarti bagi penulis, semoga semua

itu dapat terus terjalin.

10. Sahabat setiaku Ida Farida, Eri, Yanita, Dewi, Andri Stan, Seto Stan, Aris, Adi,

Dwe, Elin, Jun, Rahma, Rahil, Fina, Susi&Adit, atas waktu, dukungan, doa,

perhatian, persahabatan dan kebersamaannya selama ini semoga dapat terus terjalin.

11. Sahabat-sahabatku di akuntansi B, Pipit, Nica, Yani, Iyok, Desi, Mba Eka, Ayu

Tea, Ochi, Dika, Dwin, Rama, Raihan, Doni, Taufik, Mahdi, Elo, Aat, Agin,

Nanda, atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya selama ini semoga dapat terus

terjalin.

12. Mas-masku yang ada di depan rumah Mas Wanto, Mas Haris, dan Mas Tedy atas

dukungan dan bantuan equipmentnya.

13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak

langsung sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

mengingat keterbatasan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan yang penulis

miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk masukan dan pengetahuan bagi penulis.

Page 10: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Mei 2008

Penulis

Page 11: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI.......................................................................

LEMBAR PERNYATAAN LULUS UJIAN KOMPREHENSIF ..........................

LEMBAR PERNYATAAN LULUS UJIAN SKRIPSI ...........................................

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...................................................................................

ABSTRACT..................................................................................................................

ABSTRAK...................................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................

DAFTAR TABEL.......................................................................................................

DAFTAR GAMBAR...................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

x

xv

xvi

xvii

BAB I.

BAB II.

PENDAHULUAN ..................................................................................

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah............................

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................

A. Tinjauan Pustaka………………………............................................

1. Konsep Dasar Perpajakan .............................................................

a. Pengertian Pajak………………………………………………

b. Fungsi Pajak…………………………………………………..

c. Sistem Pemungutan Pajak………….………………………....

d. Utang Pajak…..……………………………………………….

1

1

5

6

9

9

9

9

10

12

13

Page 12: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

BAB III.

e. Penghapusan Piutang Pajak…………………………………..

f. Perlawanan Terhadap Pajak…………………………………..

2. Penagihan Pajak………………………………………………….

a. Pengertian Penagihan Pajak…………………………………..

b. Dasar Penagihan Pajak………………………………………..

c. Sanksi Perpajakan di Bidang Penagihan……………………...

d. Tugas dan Wewenang Jurusita Pajak…………………………

e. Pengertian Wajib Pajak atau Penanggung Pajak……………...

f. Jadwal Waktu Penagihan Pajak………………………………

g. Penerbitan Surat Paksa………………………………………..

h. Proses Penyitaan Barang Milik WP/PP………………………

i. Objek Sita……………………………………………………..

j. Barang Sitaan yang Dikecualikan dari Penjualan Secara

Lelang…………………………………………………………

k. Daluarsa Penagihan Pajak…………………………………….

3. Penyitaan Monetary Asset di Bank……………………………….

a. Dasar Hukum Penyitaan Monetary Asset di Bank…………….

b. Prosedur Penyitaan Monetary Asset di Bank…………………

B. Penelitian Sebelumnya……………...…............................................

C. Kerangka Pemikiran………………………………………………...

D. Hipotesis Penelitian…………………………………………………

METODE PENELITIAN.......................................................................

A. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………..

B. Metode Penentuan Sempel………………………………………….

15

16

16

17

18

19

21

23

24

25

25

26

27

28

29

29

29

33

35

36

37

37

37

Page 13: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

BAB IV.

C. Metode Pengumpulan Data…………………………………………

1. Metode Telaah Kepustakaan…………………………………….

2. Metode Dokumentasi…………………………………………….

3. Metode Survei…………………………………………………...

D. Operasional Variabel Penelitian…………………………………….

1. Variabel Independen……………………………………………..

2. Variabel Dependen………………………………………………

E. Metode Analisis…………………………………………………….

1. Uji Asumsi Klasik……………………………………………….

a. Uji Normalitas………………………………………………...

b. Uji Multikolinearitas………………………………………….

c. Uji Autokorelasi………………………………………………

d. Uji Heteroskedastisitas………………………………………..

2. Metode Analisis Data……………………………………………

a. Analisis Regresi Linier Berganda…………………………….

b. Uji Koefisien Determinasi …………………………………...

c. Uji F Statistik…………………………………………………

d. Uji t Statistik………………………………………………….

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN………………………………...

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………………………...

1. Sejarah Singkat Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat……………..

2. Sekilas Tentang Modernisasi Kanwil DJP Jakarta Barat………..

3. Struktur Organisasi Kanwil DJP Jakarta Barat………………….

4. Uraian tugas……………………………………………………...

38

38

39

39

39

40

40

42

42

42

43

43

44

45

45

46

46

47

48

48

48

50

53

55

Page 14: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

a. Sumber Daya Seksi Penagihan dan Uraian Tugas Seksi

Penagihan Pada Kanwil DJP Jakarta Barat…………………...

b. Uraian Tugas Seksi Penagihan pada KPP Pratama dan Madya

di wilayah DJP Jakarta Barat…………………………………

B. Penemuan dan Pembahasan………………………………………...

1. Peran Jurusita Pajak Dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif di

Wilayah Kanwil DJP Jakarta Barat……………………………...

a. Surat Teguran…………………………………………………

b. Surat Paksa……………………………………………………

c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan……………………...

d. Pengumuman Lelang dan Pelaksanaan Lelang……………….

2. Rencana Penagihan Pajak Terhadap Perkembangan Tunggakan

Pajak Serta Realisasi Penerimaan Pajak…………………………

3. Kendala yang Terjadi Dalam Proses Penagihan Pajak…………..

a. Hambatan yang Berasal Dari Pihak Ekstern.............................

b. Hambatan yang Berasal Dari Pihak Intern…………………...

4. Sudut Pandang Psikologis Mengapa WP/PP Enggan untuk

Membayar Tunggakan Pajak……………………………..……...

5. Penyitaan Monetary Asset Di Bank Pada Kanwil DJP Jakarta

Barat……………………………………………………………..

a. Prosedur Sebelum Penyitaan Monetary Asset Di Bank………

b. Pemblokiran Rekening Bank…………………………………

1) Keistimewaan Pemblokiran………………………………

2) Kendala Pemblokiran……………………………………..

55

58

58

58

61

62

63

64

66

71

71

74

75

78

79

80

81

83

Page 15: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

BAB V.

c. Penyitaan Monetary Asset di Bank dan Hasil Penyitaan

Monetary Asset di Bank………………………………………

6. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis………………………….

a. Uji Asumsi Klasik…………………………………………….

1) Uji Normalitas…………………………………………….

2) Uji Multikolonieritas…………...…………...…………….

3) Uji Autokorelasi…………………………………………..

4) Uji Heteroskedastisitas……………………………………

b. Hasil Uji Hipotesis……………………………………………

1) Hasil Uji Koefisien Determinasi………………………….

2) Hasil Uji F Statistik……………………………………….

3) Hasil Uji t Statistik………………………………………..

PENUTUP……………………………………………………………...

A. Simpulan……………………………………………………………..

B. Implikasi……………………………………………………………..

C. Saran…………………………………………………………………

84

89

90

90

90

92

93

94

94

97

99

105

105

107

108

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN.........................................................................................

110

111

Page 16: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

DAFTAR TABEL

Nomor

1.1

3.1

3.2

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

4.8

4.9

4.10

Keterangan

Perbedaan Penelitian Sebelumnya Dengan Penelitian Saat

Ini……

Operasional Variabel

Penelitian……………………………………

Keputusan Durbin-

Watson…………………………………………

Laporan Kegiatan Penagihan di Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun

Anggaran 2004-

2007.........................................................................

Rencana Penagihan Pajak dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada

Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun Anggaran 2004-

2007...................

Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak Pada Kanwil DJP

Jakarta Barat Tahun Anggaran 2004-

2007.......................................

Kategori Umur Tunggakan dan Kriteria Kualitas

Tunggakan..........

Data

Penelitian..................................................................................

Hasil Uji

Halaman

5

41

44

60

67

69

70

89

91

92

94

98

100

Page 17: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Multikolinieritas................................................................

Hasil Uji

Autokorelasi......................................................................

Model Summarry

b…………………………………………………

Anova

b…………………………………………………………….

Coeffisien

a………………………………………………………...

Page 18: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

DAFTAR GAMBAR

Nomor

2.1

4.1

4.2

4.3

4.4

Keterangan

Kerangka

Pemikiran..........................................................................

Struktur Organisasi Kanwil DJP Jakarta

Barat.................................

Alur Penyitaan Monetary Asset di

Bank…………………………...

Hasil Uji Normalitas

Data………………………………………….

Hasil Uji

Heteroskedastisitas………………………………………

Halaman

35

53

88

90

94

Page 19: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Keterangan

Bagan Organisasi Kanwil DJP Jakarta

Barat....................................

Surat Izin Penelitian

.........................................................................

Hasil Analisis dengan SPSS

12.........................................................

Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun

Anggaran 2004-

2007.........................................................................

Laporan Penyitaan Monetary Asset di Bank Pada Kanwil DJP

Jakarta

Barat......................................................................................

Contoh Lembar Surat

Paksa………………………………………..

Contoh Lembar Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan.................

Berita Acara Pelaksanaan

Sita..........................................................

Stiker

Sita..........................................................................................

Surat Bank Indonesia Dalam Rangka Penyitaan Monetary Asset

Halaman

112

113

114

119

121

122

124

125

127

128

131

Page 20: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

di

Bank..............................................................................................

Surat Edaran Nomor SE-

05/PJ.04/2007............................................

Page 21: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan pajak sebagai pilar pembangunan bangsa Indonesia semakin besar

dan penting seiring dengan semakin berkurangnya kontribusi penghasilan dari

minyak dan gas alam beberapa tahun terakhir. Tren ini makin menguat terutama

setelah krisis ekonomi pada tahun 1998 yang ditandai dengan terus meningkatnya

proporsi total penerimaan pajak terhadap total APBN dan saat ini pemerintah

menetapkan nilai rencana penerimaan pajak tahun 2008 sebesar Rp. 583,7 triliyun

terlihat meningkat tajam dibandingkan dengan rencana penerimaan dari sektor

pajak pada RAPBN tahun 2007 sebesar Rp. 489,9 triliyun (Artikel: Ancaman

terhadap krisis RAPBN 2008. www. dimastidano.wordpress.com, 3 Februari 2008).

Salah satu upaya yang telah dilakukan dalam menghimpun penerimaan

negara dari sektor pajak yang lebih besar adalah pembaharuan peraturan, kebijakan,

dan administrasi perpajakan yang dilaksanakan secara terus-menerus, bertahap,

konsisten, dan berkelanjutan. Langkah pembaharuan tersebut tidak hanya ditujukan

untuk meningkatkan kapasitas fiskal guna memperkuat sumber pendanaan APBN

akan tetapi sekaligus diarahkan untuk memberikan peranan dalam mendorong

investasi, memperkuat daya saing, dan meningkatkan efisiensi perekonomian.

Bentuk perubahan yang cukup mendasar dalam sistem perpajakan di Indonesia

adalah perubahan dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System

yaitu pada reformasi perpajakan tahun 1983. Dalam Official Assessment System

aparatur perpajakan menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan

Page 22: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

ketentuan undang-undang perpajakan, sebaliknya pada Self Assessment System

Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,

menyetor, dan melaporkan pajak terutangnya sendiri.

Sebagai penerimaan negara yang selama ini diandalkan, tentunya sektor

pajak diupayakan agar terus meningkat, satu sisi penerimaan negara terus

diupayakan meningkat, sedangkan di sisi lain harus ada penghematan pembiayaan.

Oleh karena itu biaya untuk menghasilkan penerimaan negara seyogyanya seefektif

mungkin. Hal tersebut menjadikan tugas penerima pajak semakin berat baik dengan

upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi. Salah satu tugas berat intensifikasi

adalah pencairan tunggakan pajak. Agar pencairan tunggakan pajak dapat dicapai

sesuai dengan target yang ditetapkan Kantor Pusat per Kanwil maka upaya

intensifikasi kegiatan penagihan pajak harus dilakukan secara terpadu, profesional,

terfokus, terukur, konsisten, serta sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Selain itu, peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun,

jika dalam kenyataan dijumpai adanya tunggakan pajak, terlebih lagi bila dari

waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar, maka diperlukan

penanganan yang serius. Artinya, walaupun penerimaan pajak secara umum

meningkat, tetapi terhadap tunggakan pajak diperlukan tindakan penagihan yang

tegas sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan (law enforcement).

Tindakan penagihan yang berpotensi memberikan pencairan tunggakan

pajak antara lain melalui penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan, penagihan seketika sekaligus, penyanderaan, dan

pelaksanaan penagihan berupa penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung

Pajak. Selama ini penyitaan dilakukan terhadap objek sita berupa harta gerak dan

Page 23: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

harta tak bergerak. Pelaksanaan penyitaan dilaksanakan secara hati-hati mengenai

objek sita yang potensial untuk dapat dicairkan dan status kepemilikan harus

diperhatikan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Hal ini untuk

menghindari timbulnya masalah hukum yang mungkin terjadi.

Penyitaan dapat juga dilakukan dengan objek sita harta kekayaan

Penunggak Pajak yang tersimpan di bank seperti deposito berjangka, tabungan,

saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Penyitaan ini didahului dengan proses pemblokiran terhadap rekening penanggung

pajak di bank dengan tujuan akhir melakukan pemindah bukuan saldo rekening

penangung pajak yang diblokir ke kas negara untuk pembayaran tunggakan pajak,

dengan tetap memperhatikan prinsip kerahasiaan bank. Penyitaan harta kekayaan

penanggung pajak di bank tidak perlu ditindak lanjuti dengan pelaksanaan lelang

atau penjualan yang memerlukan prosedur yang rumit, dan memerlukan biaya

penagihan yang cukup besar.

Purwantoro (2005) telah melakukan penelitian mengenai analisis penagihan

pajak dengan penyitaan monetary asset di bank. Penelitian tersebut dilakukan di

salah satu KPP yang telah melaksanakan penyitaan monetary asset di bank yaitu

pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Lima. Tekhnik yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa peranan penyitaan yang

didahului dengan proses pemblokiran sangat tidak signifikan terhadap total

penerimaan pajak tahun 2004 pada KPP PMA Lima tersebut.

Suhendar (2007) telah melaksanakan penelitian mengenai analisis pengaruh

pelaksanan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang

terhadap pencairan tunggakan pajak. Penelitian ini dilaksanakan pada KPP Pratama

Page 24: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Jakarta Tanah Abang Satu. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah

pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang

tersebut memberikan hasil yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak

pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dan penelitian yang telah

dilaksanakan sebelumnya maka peneliti tertarik untuk membahas mengenai

pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa dan penyitaan monetary asset milik

Penanggung Pajak secara khusus yang terdapat di bank terhadap pencairan

tungakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis mengacu kepada penelitian

yang dilakukan oleh Purwantoro (2005). Adapun perbedaan penelitian yang akan

dilakukan penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Purwantoro (2005)

adalah seperti terdapat pada tabel berikut :

Tabel. 1.1

Perbedaan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian Saat Ini

No Keterangan Penelitian Purwantoro (2005)

Penelitian saat ini

1. Periode Waktu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data laporan tahun 2004.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data laporan tahun 2004 hingga tahun 2007.

2. Metode Analisis Deskriptif kualitatif berupa analisis variabel tunggal.

Metode kuantitatif berupa metode regresi berganda.

3. Subjek Penelitian Data penyitaan monetary asset di bank pada KPP PMA Lima

Data penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

Page 25: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

Peneliti mengidentifikasi masalah penelitian yaitu mengenai analisis

pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank

terhadap pencairan tunggakan pajak. Untuk memudahkan pembatasan dalam

rencana penyusunan hasil penelitian ini, penulis membatasi permasalahan pada

proses pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan tunggakan

pajak di Kanwil DJP Jakarta Barat yang terdiri dari KPP yang tersebar di wilayah

Jakarta Barat yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Teguran,

Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank, dengan perumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat

Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank yang dilakukan oleh Kantor

Pelayanan Pajak yang berada di wilayah Kanwil DJP Jakarta Barat?

2. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank secara simultan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat?

3. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta

Barat?

4. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta

Barat?

Page 26: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

5. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan monetary asset di bank

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada

Kanwil DJP Jakarta Barat.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat

Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank yang

dilaksanakan oleh KPP yang berada dibawah Kantor Wilayah DJP Jakarta

Barat.

b. Untuk mengetahui pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan

monetary asset di bank terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil

DJP Jakarta Barat.

c. Untuk mengetahui pengaruh Surat Teguran terhadap pencairan tunggakan

pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

d. Untuk mengetahui pengaruh Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan

pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

e. Untuk mengetahui pengaruh penyitaan monetary asset di bank terhadap

pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat bagi penulis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar penulis bisa

menerapkan teori dan memperoleh pemahaman mengenai pelaksanaan

penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan

monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan tunggakan

pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

Page 27: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

b. Bagi dunia akademis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti empiris mengenai

pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan

tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

c. Bagi para pembaca

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana bagi para

pembaca agar pemahaman tentang proses penagihan yang lebih luas,

terutama tentang penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan aset moneter milik Penanggung Pajak yang terdapat di bank dan

pengaruhnya terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta

Barat.

Page 28: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Dasar Perpajakan

a. Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007

tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan No. 6 tahun 1983 adalah sebagai berikut:

”Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro:

”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur sebagai berikut (Ilyas dan Burton, 2004: 5):

1) Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang,

2) Sifatnya dapat dipaksakan,

3) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh

pembayar pajak

Page 29: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

4) Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah (tidak boleh dipungut oleh pihak swasta),

dan

5) Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

b. Fungsi Pajak

Pada awalnya hanya dikenal dua fungsi pajak yaitu: fungsi budgeter

sebagai fungsi utama dan fungsi regulerend sebagai fungsi tambahan.

Namun dalam perkembangannya bertambah dua fungsi lagi, yaitu : fungsi

demokrasi dan fungsi distribusi ( Ilyas dan Burton, 2004 : 8).

Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik, yakni

untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai undang-

undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai

pengeluaran negara, baik itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran

pembangunan. Apabila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan

pemerintah untuk investasi pemerintah (Ilyas dan Burton, 2004: 8). Fungsi

ini juga tercermin dalam asas efficiency atau asas financial, yaitu

menekankan pada pemasukkan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

yang sekecil-kecilnya dari suatu penyelenggaraan perpajakan.

Fungsi kedua, fungsi regulerend, yakni suatu fungsi yang

menyatakan pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai alat untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan

(Ilyas dan Burton, 2004: 9). Hal ini dapat dilihat dalam sektor swasta, sesuai

dengan apa yang dikemukakan oleh Djojohadikusumo dengan Fiscal Policy

sebagai suatu alat pembangunan yang harus mempunyai satu tujuan

Page 30: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

bersamaan secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan

untuk public investment dan secara tidak langsung digunakan untuk

menyalurkan private saving kearah sektor-sektor yang produktif maupun

digunakan untuk mencegah pengeluaran yang menghambat pembangunan.

“Tujuannya untuk menciptakan iklim yang sehat dari perkembangan dunia

usaha, demi tercapainya kesejahteraan bangsa dan negara serta tercapainya

keseimbangan perekonomian dan politik.

Fungsi demokrasi, fungsi pajak ketiga, adalah suatu fungsi yang

merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong,

termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan

manusia (Ilyas dan Burton, 2004: 9). Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak

seseorang jika akan mendapat pelayanan dari pemerintah. Dasar

pemikirannya sederhana, bila seseorang melakukan kewajibannya dengan

membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia

mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari

pemerintah, bila tidak maka pembayar pajak akan melakukan protes

terhadap pemerintah.

Fungsi pajak yang terakhir adalah fungsi distribusi, yakni fungsi

yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan masyarakat.

Misalnya dengan pengenaan tarif progresif yang mengenakan pajak yang

lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan

sebaliknya tarif yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai

penghasilan yang lebih sedikit (Ilyas dan Burton, 2004: 9).

c. Sistem Pemungutan Pajak

1) Official Assessment System

Page 31: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan

yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Adapun ciri-ciri dari

official assesment system yaitu :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

b) Wajib Pajak bersifat pasif

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak

oleh fiskus.

2) Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang terutang. Adapun ciri-ciri dari self assesment

system yaitu :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri

b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan

Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh Wajib Pajak. Adapun ciri-ciri dari with holding system

Page 32: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

yaitu, wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada

pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

d. Utang Pajak

Dalam hukum pajak dikenal ada dua ajaran yang mengatur

timbulnya utang pajak, yaitu (Resmi, 2005:11) :

1) Ajaran Material

Dalam ajaran ini menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang

akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenai pajak atau tidak

sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

2) Ajaran Formal

Dalam ajaran ini menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

dikeluarkanya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Untuk menetukan

apakah seseorang dikenai pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang

harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat diketahui

dalam Surat Ketetapan Pajak tersebut.

Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, bahwa yang dimaksud

dengan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi

administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam

Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya beradasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan pajak.

Setiap perikatan termasuk pula utang pajak, pada suatu waktu akan

dihapus. Hapusnya utang pajak dapat terjadi karena pembayaran,

Page 33: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

kompensasi, daluarsa, dan pembebasan/penghapusan. Berdasarkan

pengertian utang pajak, idealnya hapusnya utang pajak adalah dengan

pembayaran atau kompensasi utang pajak yang terdapat dalam Surat

Ketetapan Pajak atau surat sejenis sebelum tangal jatuh tempo. Akan tetapi

dalam realisasi di lapangan, walaupun Surat Ketetapan Pajak atau sejenisnya

telah jatuh tempo masih banyak Wajib Pajak yang tidak atau belum

melunasi utang pajaknya. Terhadap utang pajak tersebut maka harus

dilakukan tindakan penagihan yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku.

e. Penghapusan Piutang Pajak

Meskipun upaya penagihan pajak terus dilakukan oleh Jurusita

Pajak, namun pada kenyataannya terdapat beberapa hal atau keadaan

dimana utang pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak/Penanggung Pajak

tidak dapat ditagih lagi. Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi agar

piutang pajak dapat dihapuskan, adalah sebagai berikut (Sabrani, 2006):

1) Piutang tersebut tercantum dalam STP,SKPKB,dan SKPKBT.

2) Sudah dilakukan upaya tindakan penagihan sampai dengan Surat Paksa

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3) WP telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan

dan tidak mempunyai ahli waris dengan didukung keterangan dari

instansi atau pihak yang terkait.

4) WP tidak dapat ditemukan lagi karena pindah alamat dan tidak memberi

alamat baru atau meninggalkan Indonesia dengan surat keterangan dari

pejabat yang berwenang.

Page 34: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

5) WP tidak mempunyai kekayaan lagi dengan didukung surat keterangan

dari pejabat bahwa perusahaan tersebut telah dilikuidasi dan tidak

mungkin lagi membayar tunggakan pajaknya.

6) Hak untuk melakukan penagihan sudah daluarsa, yakni 5 tahun

f. Perlawanan Terhadap Pajak

Terlepas dari masalah kewarganegaraan dan rasa nasionalisme, pada

kenyataannya kewajiban membayar pajak cenderung dihindari baik secara

sengaja maupun secara tidak sengaja.

Rimsky K. Judisseno membagi perlawanan terhadap pajak menjadi

dua, yakni:

1) Perlawanan Pasif

Perlawanan pasif terjadi atas ketidaktahuan masyarakat tentang

permasalahan dibidang perpajakan. Dalam perlawanan pasif ini

masyarakat secara tidak sadar telah melakukan perlawanan karena

mereka cenderung tidak mengetahui untuk apa, bagaimana, kapan, dan

kepada siapa pajak harus dibayar.

2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif dilakukan oleh orang-orang yang telah mengetahui

peraturan dan kewajibannya di bidang perpajakan, akan tetapi mereka

secara terang-terangan menghindari kewajiban perpajakannya, bahkan

melalaikan dan bermain-main didalamnya.

2. Penagihan Pajak

Penagihan pajak dilaksanakan karena masih adanya kewajiban pajak

yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak setelah lewat batas waktu (jatuh tempo)

pembayaran pajak yang telah ditentukan dalam Surat Ketetapan Pajak.

Page 35: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Penagihan atas tunggakan pajak merupakan hal penting, tetapi proses penagihan

atas tunggakan pajak tersebut harus dilaksanakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan pajak yang berlaku sehingga dalam pelaksanaannya

mempunyai kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak itu sendiri maupun pihak

Fiskus. Proses penagihan pajak tersebut efektif apabila ada peningkatan realisasi

penerimaan pajak melalui pencairan tunggakan pajak.

a. Pengertian Penagihan Pajak

Pengertian penagihan pajak sesuai dengan Pasal 1 ayat 9 Undang-

Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang

berbunyi: “Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung

Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

memperingatkan, melaksakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita

(Ilyas dan Burton, 2004: 188).

Menurut Hadi (2001: 2), yang dimaksud dengan penagihan adalah

serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak berhubung

Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban

perpajakan yang terutang menurut undang-undang perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya proses

penagihan pajak melibatkan unsur-unsur yang mempunyai arti penting,

yaitu:

Page 36: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

1) Utang pajak, yaitu besarnya utang pajak yang belum dilunasi oleh Wajib

Pajak ditambah dengan biaya penagihan sebagai dasar untuk melakukan

penagihan pajak.

2) Serangkaian tindakan sesuai jadwal waktu yang benar, yaitu penerbitan

Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan penyitaan

berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, sampai dengan

pelaksanaan lelang.

3) Aparat Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Jurusita Pajak yang telah

memenuhi syarat untuk melakukan penagihan pajak.

4) Penanggung Pajak yang mempunyai kewajiban melunasi utang pajak.

5) Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, yaitu UU KUP 1984 dan UU

PPSP serta peraturan pelaksana.

b. Dasar Penagihan Pajak

Penagihan pajak dilakukan terhadap utang pajak yang telah

ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan ketentuan pasal 18

ayat (1) UU PPSP disebutkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus

dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak. Ketentuan ini sama

dengan yang diatur dalam pasal 18 UU KUP (UU No. 16 Tahun 2000: 70).

Penagihan dilaksanakan oleh fiskus sehubungan dengan adanya

kewajiban Wajib Pajak, baik sebagian maupun keseluruhan yang masih

terutang pada negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Proses penagihan yang optimal akan lebih meningkatkan realisasi

Page 37: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

penerimaan pajak melalui pencairan tunggakan pajak. Yang dimaksud

dengan penagihan yang optimal di sini adalah memaksimalkan penerimaan

pajak dari jumlah tunggakan pajak yang dapat ditagih dengan biaya yang

seminimal mungkin (Sari, 2002: 21).

c. Sanksi Perpajakan di Bidang Penagihan

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua jenis sanksi, yaitu

sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan

sejumlah pembayaran kerugian berupa uang kepada negara dalam bentuk

bunga, denda, atau kenaikan. Sanksi ini diatur dalam undang-undang KUP.

Sedangkan sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan terhadap

WP/PP agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi pidana berupa denda pidana,

pidana kurungan atau pidana penjara yang ditetapkan oleh Hakim Pidana.

Sanksi administrasi di bidang penagihan berupa bunga penagihan.

Bunga penagihan adalah bunga atas pajak yang terutang menurut Surat

Ketapan Pajak dan tambahan jumlah pajak yang masih harus dibayar

berdasarkan SK. Pembetulan, SK. Keberatan, atau Putusan Banding yang

saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar. Bunga penagihan

ditagih dengan STP Bunga Penagihan yang dihitung dua persen per bulan

dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal

terbitnya STP Bunga Penagihan, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu

bulan.

Sanksi pidana dapat dikenakan kepada Penanggung Pajak maupun

Jurusita Pajak. Dalam praktik mungkin Jurusita Pajak mendapatkan

ancaman keras, dicegah, dirintangi bahkan digagalkan tugasnya oleh

Penanggung Pajak. Terhadap tindakan dengan kekerasan atau ancaman

Page 38: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

melawan seorang pegawai negeri (Jurusita Pajak) yang mengerjakan tugas

jabatan dengan sah karena kewajibannya menurut undang-undang diancam

dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan. Hal ini

tersurat dalam KUHP pasal 212, 213, 214, 215. Demikian juga terhadap

Penanggung Pajak yang dengan sengaja mimindahtangankan,

menggelapkan atau merusak barang sitaan menurut peraturan undang-

undang diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun

sesuai pasal 231 KUHP. Sanksi ini dapat ditambah denda setinggi-tingginya

12 juta rupiah menurut pasal 41 A UU PPSP.

Selain itu sanksi pidana dapat juga ditujukan kepada Jurusita Pajak

yang dengan melampaui batas wewenangnya telah memaksa dengan jalan

mendobrak pintu rumah PP yang dalam keadaan tertutup dan lain-lain,

tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai kejahatan dalam jabatan yang

tercantum dalam pasal 429 KUHP. Ancaman pidananya terhadap tindakan

pegawai Negeri tersebut (Jurusita Pajak) adalah satu tahun empat bulan

penjara.

Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan

pihak lain. Pihak lain tersebut adalah Kepolisian, Kejaksaan, Badan

Pemerintahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan

Negeri, Bank, ataupun pihak lainnya. Hal ini diatur dalam pasal 5 ayat (4)

UU PPSP. Dalam hal ini Bank menjadi pihak terkait dalam penagihan pajak

apabila barang yang disita berupa deposito berjangka, tabungan, saldo

rekening koran, giro, atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Pihak

Bank wajib memberikan bantuan kepada Jurusita Pajak. Apabila Bank

dalam hal ini tidak melaksanakan kewajibannya, maka dapat dipidana

Page 39: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu dan denda

paling banyak 10 juta rupiah. Hal tersebut tercantum dalam pasal 41 A ayat

(2) UU PPSP.

d. Tugas dan Wewenang Jurusita Pajak

Pengertian Jurusita Pajak sesuai dengan Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang berbunyi: “Jurusita Pajak adalah

pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan

sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:

562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian

Jurusita Pajak disebutkan bahwa Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan

oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat, dan oleh Gubernur

atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah. Sedangkan untuk

menjadi Jurusita Pajak diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:

1) Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau sederajat.

2) Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a.

3) Berbadan sehat.

4) Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak.

5) Jujur bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita Pajak harus dilengkapi dengan

Kartu Tanda Pengenal Jurusita Pajak yang harus diperlihatkan kepada Wajib

Page 40: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Pajak/Penanggung Pajak. Hal ini dimaksudkan agar Jurusita Pajak

mempunyai bukti diri yang kuat dan bisa menjelaskan bahwa yang

bersangkutan adalah benar-benar Jurusita Pajak yang sah dan mempunyai

tugas dan wewenang melaksanakan tindakan penagihan pajak. Adapun

tugas Jurusita Pajak sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 dan 3 UU PPSP adalah:

1) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.

2) Memberitahukan Surat Paksa.

3) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Jurusita Pajak juga berwenang untuk memasuki dan memeriksa semua

ruangan untuk menemukan objek sita di tempat usaha dan melakukan

penyitaan di tempat kedudukan, di tempat tinggal penanggung pajak atau di

tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita

(Kurniawan dan Pamungkas, 2006:55).

e. Pengertian Wajib Pajak atau Penanggung Pajak

Berdasarkan pasal 1 angka 25 UU KUP dan pasal 1 angka 3 UU PPSP

disebutkan bahwa Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang

menjalankan hak dan kewajiban Wajib Pajak menurut peraturan perundang-

undangan perpajakan (Iswahyudi. 2005: 14).

Pengertian Penanggung Pajak harus dibedakan dengan Wajib Pajak.

Penanggung Pajak terdiri atas Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang

bertindak untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pembayaran

Page 41: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

pajak. Orang pribadi atau badan juga dapat menunjuk kuasa untuk

menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan yang

berlaku. Pengertian Wajib Pajak atau Subjek Pajak sebagaimana disebutkan

dalam UU No. 28 tahun 2007 pasal 1 angka 2 atas perubahan UU No. 6

tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah

orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan

pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

f. Jadwal Waktu Penagihan Pajak

1) Fiskus akan menerbitkan Surat Teguran setelah tujuh hari sejak saat

jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam STP, SKPKB/SKPKBT,

SK. Pembetulan, SK. Keberatan, atau Putusan Banding yang

menyebabkan pajak harus bertambah.

2) Apabila setelah lewat waktu 21 hari sejak Surat Teguran Wajib Pajak

tetap tidak melunasi utang pajak seperti yang dimaksud dalam Surat

Teguran, tindakan penagihan akan dilanjutkan dengan pemberitahuan

Surat Paksa.

3) Apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan Wajib

Pajak tetap tidak mengindahkan pelunasan pajaknya, tindakan

selanjutnya adalah melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib

Pajak.

4) Apabila dalam waktu 14 hari setelah tanggal penyitaan Wajib Pajak

tetap saja tidak mau melunasi utang pajaknya, fiskus akan melakukan

Pengumuman Lelang atas harta yang telah disita.

Page 42: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

5) Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman lelang

Wajib Pajak tetap saja tidak melunasi utang pajaknya, fiskus akan

melakukan penagihan berupa lelang yang akan dilakukan oleh Kantor

Lelang Negara guna untuk mengambil pelunasan utang pajaknya beserta

sanksi-sanksinya melalui barang yang dilelang.

g. Penerbitan Surat Paksa

Apabila Penanggung Pajak tidak melakukan kewajiban membayar

besarnya pajak yang terutang dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan

dalam Surat Teguran, pelaksanaan penagihan yang akan dilakukan

selanjutnya adalah menerbitkan Surat Paksa yang salinannya diberitahukan

oleh Jurisita Pajak kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.

Dalam Pasal 10 sub 10 UU PPSP disebutkan bahwa, “Surat Paksa

adalah surat perintah membayar utang pajak dan tagihan pajak.” Apabila

pajak yang terutang tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah

tanggal pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak, tindak

lanjutnya adalah diterbitkannya Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

(SPMP).

h. Proses Penyitaan Barang Milik Penanggung Pajak

1) Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilakukan oleh

Jurusita Pajak berdasarkan SPMP yang diterbitkan oleh Kantor

Pelayanan Pajak.

2) Penyitaan dilakukan dalam waktu 2 x 24 jam sejak tanggal Surat Paksa

diberitahukan, apabila utang pajak tidak dilunasi.

Page 43: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

3) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan dua orang saksi

dengan syarat dewasa, penduduk Indonesia, dikenal, dan dapat

dipercaya.

4) Barang yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal,

tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain, termasuk yang

penguasaannya berada ditangan pihak lain.

i. Objek Sita

Pada prinsipnya semua barang milik Penanggung Pajak dapat disita.

Barang yang dapat disita menurut pasal 14 ayat (1) UU PPSP berupa :

1) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya

yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga

lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau

2) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi

kotor tertentu.

Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan menurut pasal 15 ayat (1

UU PPSP ) adalah:

1) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengakapannya yang digunakan oleh

Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya;

2) Persedian makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah;

3) Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari

negara;

Page 44: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

4) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung

Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan,

dan keilmuan;

5) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk

melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah

seluruhnya tidak melebihi dari Rp. 20.000.000,00 ;atau

6) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan

keluarga yang menjadi tanggungannya

j. Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang

Tidak semua barang yang disita akan dilelang meskipun Penanggung Pajak

tidak melunasi utang pajaknya setelah dilakukan penyitaan. Barang sitaan

berupa uang tunai, deposito berjangka, saldo rekening koran, obligasi,

saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada

perusahaan lain menurut pasal 25 ayat (2) tidak perlu dilelang. Barang-

barang tersebut digunakan untuk membayar biaya penagihan dan utang

pajak dengan cara:

1) Uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah;

2) Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk

lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke Kas Negara

atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada bank yang

bersangkutan;

3) Obligasi, saham, dan surat berharga lainnya yang diperdagangkan di

bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan Pejabat;

Page 45: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

4) Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan

di bursa efek segera dijual oleh Pejabat;

5) Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak

menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat;

6) Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan

pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat.

k. Daluarsa Penagihan Pajak

Daluarsa penagihan merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan oleh

undang-undang yang berlaku bahwa fiskus tidak mempunyai hak lagi untuk

melakukan penagihan terhadap utang pajak Wajib Pajak. Daluarsa

penagihan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kepastian hukum bagi

Wajib Pajak terhadap suatu utang pajak untuk tidak ditagih lagi. Ketentuan

mengenai daluarsa penagihan tersebut diatur dalam Pasal 22 ayat (1)

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang

perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi sebagai berikut:

“Hak utuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluarsa setelah lampau 5 tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan banding, serta Putusan Peninjauan Kembali .”

3. Penyitaan Monetary Asset di Bank

a. Dasar Hukum Penyitaan Monetary Asset di Bank

Page 46: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

1) Peraturan Pemerintah No. 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan

dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

563/KMK.04/2000 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan

Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa.

3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ/2007 Tentang

Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-

627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan

Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam

Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

b. Prosedur Penyitaan Monetary Asset Di Bank

Dalam pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa, Jurusita Pajak

berwenang melaksanakan penyitaan terhadap harta kekayaan milik

Penanggung Pajak atau Wajib Pajak yang secara khusus tersimpan pada

bank yang dilaksanakan dengan proses pemblokiran terlebih dahulu.

Adapun prosedur penyitaan monetary asset di bank adalah sebagai berikut:

1) Pemblokiran Monetary Asset di Bank

a) Setelah lewat 2 (dua) kali 24 jam dari pemberitahuan Surat Paksa,

maka Pejabat, dalam hal ini Kepala KPP mangajukan permintaan

pemblokiran kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank.

b) Pihak bank wajib memblokir seketika rekening penanggung pajak

setelah menerima surat permintaan pemblokiran dari pejabat dan

Page 47: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

membuat Berita Acara Pemblokiran serta menyampaikan salinan

acara tersebut kepada pejabat dan Penanggung Pajak.

c) Setelah Jurusita Pajak menerima Berita Acara Pemblokiran dari bank

dilanjutkan dengan memerintahkan kepada Penanggung Pajak untuk

memberi kuasa pada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya

yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak.

d) Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank

sebagaimana tersebut pada butir c, Jurusita Pajak membuat Berita

Acara Penolakan Pemberian Kuasa oleh Penanggung Pajak, dan

berita acara tersebut dijadikan dasar bagi Pejabat untuk mengajukan

permohonan kepada Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan

untuk memerintahkan bank yang dimaksud agar memberitahukan

saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tesimpan pada bank

tersebut.

e) Pemblokiran akan dicabut apabila Penanggung Pajak melunasi utang

pajaknya beserta biaya penagihan atau jikalau jumlah yang diblokir

ternyata lebih besar dari jumlah yang disita, maka atas sisa lebih

tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh pejabat

kepada bank. (KMK No 563/KMK-04/2000).

2) Penyitaan Monetary Asset di Bank

Setelah dilakukan pemblokiran dan saldo kekayaan yang

tersimpan di bank diketahui maka penyitaan dilaksanakan. Adapun

prosedur penyitaan monetary asset yaitu :

a) Setelah saldo kekayaan yang tersimpan di bank diketahui, Jurusita

Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara

Page 48: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan berita acara tersebut

kepada Penanggung Pajak dan Bank yang bersangkutan.

b) Pejabat mengajukan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah

Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan.

c) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap

kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang

disita apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang belum

dilunasi oleh Penanggung Pajak walaupun telah dilakukan

pemblokiran.

Setelah penyitaan dilaksanakan, Penanggung Pajak masih diberi

waktu 14 hari agar dapat melunasi utang pajaknya beserta biaya

penagihan. Dalam waktu 14 hari tersebut Penanggung Pajak dapat

melunasi utang pajaknya beserta biaya penagihannya dengan

menggunakan kekayaan yang telah disita tersebut dengan mengajukan

permohonan terlebih dahulu kepada pejabat dengan melampirkan bukti

pembayaran berupa Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani

dan diberi cap (stempel) oleh bank (PER-109/PJ/2007 Tentang

Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP DJP No.

KEP– 627/PJ/2001).

3) Pemindah Bukuan ke Rekening Kas Negara

Apabila dalam 14 hari setelah penyitaan rekening bank

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak beserta biaya

penagihannya, maka jumlah yang disita pada rekening bank Penanggung

Pajak dipindah bukukan ke Kas Negara dengan prosedur sebagai berikut

Page 49: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

(PER-109/PJ/2007 Tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal

Pajak Nomor KEP DJP No. KEP– 627/PJ/2001).

a) Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak dalam jangka waktu 14 hari sejak penyitaan,

Pejabat meminta kepada pimpinan bank untuk memindahkan harta

kekayaan (monetary asset) Penanggung Pajak yang tersimpan pada

bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara

Pelaksanaan Sita, yang tembusannya disampaikan kepada

Penanggung Pajak.

b) Permintaan kepada pimpinan bank sebagaimana tersebut di atas

dilampirkan dengan Surat Setoran Pajak yang ditandatangani oleh

Jurusita Pajak.

B. PENELITIAN SEBELUMNYA

Purwantoro (2005) telah melakukan penelitian mengenai analisis penagihan

pajak dengan penyitaan monetary asset di bank. Dimana penelitian ini dilakukan di

salah satu KPP yang telah melaksanakan penyitaan monetary asset di bank yaitu

pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Lima. Tekhnik yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode analisis deskriptif

kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa peranan penyitaan

yang didahului dengan proses pemblokiran sangat tidak signifikan terhadap total

penerimaan pajak tahun 2004 pada KPP PMA Lima. Hal ini dibuktikan dengan

hasil peranan penyitaan monetary asset di bank terhadap penerimaan pajak pada

KPP PMA Lima pada tahun 2004 adalah sebesar 1,48%. Persentase sebesar 1,48%

diperoleh dengan cara membagi jumlah pembayaran sebagai akibat tindakan

Page 50: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

pemblokiran sebanyak Rp. 61.361.312 ribu dengan total penerimaan KPP PMA

Lima tahun 2004 sebesar Rp. 4.138.989.183 ribu. Angka ini menunjukan bahwa

kontribusi pemblokiran terhadap penerimaan pajak hanya sebesar 1,48% yang

artinya 98,52% penerimaan KPP PMA Lima diakibatkan oleh sebab lain. Dari

98,52% sebab lain yang merupakan sumber penerimaan KPP PMA Lima maka

91,38% adalah pelunasan sukarela dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tanpa

adanya ketetapan pajak dan penagihan pajak. Sehingga dari hasil tersebut

menyatakan bahwa penyitaan monetary asset di bank yang telah dilakukan oleh

KPP PMA Lima sangat tidak signifikan terhadap penerimaan pajak pada KPP

tersebut.

Suhendar (2007) telah melaksanakan penelitian mengenai analisis pengaruh

pelaksanan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang

terhadap pencairan tunggakan pajak. Penelitian ini dilaksanakan pada KPP Pratama

Jakarta Tanah Abang Satu. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah

pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang

tersebut memberikan hasil yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak

pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu. Hal tersebut dibuktikan dengan

pengujian hipotesis uji f, dimana hasil pengujian variabel profil perusahaan

mempunyai angka signifikansi 0,04 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti SPMP

berpengaruh secara signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Selain itu hasil

pengujian variabel pengumuman lelang mempunyai angka signifikansi 0,000 lebih

kecil dari 0,01. Hal ini berarti bahwa pengumuman lelang berpengaruh secara

signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Jadi, semakin besar pengumuman

lelang, maka semakin tinggi pencairan tunggakan pajak.

Page 51: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang berisikan

rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan dalam penelitian

ini, dimana dalam kerangka pemikiran ini diberikan skema singkat mengenai alur

penelitian yang menggambarkan proses penelitian yang akan dilakukan, hal ini

untuk memudahkan dalam membaca proses penelitian yang akan penulis

laksanakan. Berikut skema kerangka pemikiran pada penelitian ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar.2.1

Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis Penelitian

Pencairan Tunggakan Pajak

Surat Teguran

Penyitaan Monetary Asset di Bank

Surat Paksa

Page 52: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,

atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi yang merupakan

pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian

serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Peneliti bukannya bertahan pada

hipotesis yang telah disusun, melainkan mengumpulkan data untuk mendukung atau

menolak hipotesis tersebut. Dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban

sementara yang disusun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya

melalui penelitian yang akan dilakukan. Melihat dari penelitian-penelitian terdahulu

dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha : Pelaksanan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pencairan tunggakan pajak pada kanwil DJP Jakarta Barat.

Ho : Pelaksanan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank tidak memiliki pengaruh terhadap

pencairan tunggakan pajak pada kanwil DJP Jakarta Barat.

BAB III

METODE PENELITIAN

Page 53: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini hanya dibahas mengenai analisis pengaruh

Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaaan monetary asset di bank terhadap

pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat. Horison waktu yang

digunakan dalam penelitian ini adalah time series study yang lebih menekankan

pada rentetan waktu pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat

Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan

tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat tahun 2004 hingga tahun 2007.

Penelitian ini akan dilakukan pada salah satu Kantor Wilayah yang terdiri

dari beberapa KPP yang tersebar di Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat yang telah

melaksanakan penagihan dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan

monetary asset di bank untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti, khususnya pada sub-sub dinas yang berkaitan

dengan penelitian.

B. Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian ini adalah

metode conveniance sampling yaitu pemilihan sampel secara tidak acak (non

probability) yang informasinya diperoleh dengan cara kemudahan memperoleh data

yang disesuaikan dan dikaitkan dengan masalah penelitian yang akan dilakukan

yaitu, data sekunder yang diperoleh langsung dari bagian P4 pada Seksi Penagihan

berupa data penagihan dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary

asset di bank serta data yang berkaitan dengan masalah penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data

Page 54: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan tiga metode yaitu:

1. Metode Telaah Kepustakaan

Tahap awal dari penelitian ini, penulis menggunakan metode

pengumpulan data Studi Kepustakaan (Library Research) untuk memperoleh

data sekunder berupa landasan teori yang berkaitan dengan penelitian ini,

dengan cara mempelajari literatur berupa buku, artikel perpajakan, jurnal

perpajakan, peraturan perundang-undangan perpajakan, surat keputusan, surat

edaran, dan bahan lain seperti surat kabar, internet, dan media massa lain yang

mempunyai relevansi dengan permasalahan yang akan dibahas khususnya

berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa dan

penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan

tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

2. Metode Dokumentasi

Metode ini dilakukan untuk memperoleh pengumpulan data dengan

mempelajari atau menggunakan catatan-catatan yang tersusun dalam arsip

Penagihan pada Kanwil DJP Jakarta Barat khususnya Bagian P4, berupa data

sekunder yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan meliputi laporan

penagihan aktif berupa laporan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan aset moneter di bank, dan laporan pencairan tunggakan pajak pada

Kanwil DJP Jakarta Barat periode 2004-2007.

3. Metode Survei

Page 55: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer yang

diperoleh secara langsung dari sumber asli dengan melakukan wawancara

langsung kepada yang berwenang dalam hal ini Kantor Wilayah DJP Jakarta

Barat terutama Kepala Seksi Penagihan dan Pelaksana Penagihan Pajak serta

beberapa Pelaksana di beberapa seksi lainnya yang tugasnya berkaitan dengan

topik penelitian ini yang semuanya berdinas di Kantor Wilayah DJP Jakarta

Barat.

D. Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel penelitian adalah sebuah konsep yang mempunyai

penjabaran dari variabel yang diterapkan dalam suatu penelitian dan dimaksudkan

untuk memastikan agar variabel yang ingin diteliti secara jelas dapat diterapkan

indikasinya. Dalam penelitian ini peneliti akan memaparkan variabel yang akan

digunakan.

Adapun variabel penelitian yang akan digunakan antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel lain. Variabel ini dinamakan pula dengan variabel yang

diduga sebagai sebab ataupun variabel yang mendahului. Adapun variabel

independen dalam penelitian ini adalah:

a. Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan pejabat untuk menegur dan

memperingatkan kepada WP/PP untuk melunasi utang pajaknya.

b. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya

penagihan.

Page 56: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

c. Penyitaan monetary asset di bank adalah tindakan Jurusita Pajak untuk

menguasai barang milik WP/PP yang secara khusus terdapat di bank, guna

dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan

perundang-undangan perpajakan.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi

oleh variabel independen. Variabel dependen dinamakan pula dengan variabel

yang diduga sebagai akibat ataupun variabel konsekuensi. Adapun variabel

dependen dalam penelitian ini adalah:

a. Pencairan tunggakan pajak adalah pencairan atau pelunasan utang pajak

yang belum atau kurang dibayar sampai dengan saat jatuh tempo

pembayaran.

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Sub Variabel Indikator Ukuran

1. Surat Teguran (X1 )

• Waktu penagihan • Utang pajak tidak dilunasi setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

Rupiah

2. Surat Paksa (X 2)

• Waktu penagihan • Utang pajak tidak dilunasi setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkan Surat Teguran.

Rupiah

3. Penyitaan Monetary Asset di Bank

• Kekayaan yang tersimpan pada bank

• Rekening, simpanan, dan bentuk

Rupiah

Page 57: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

(X 3 ) • Waktu penagihan • Pelaksanan

pemblokiran

simpanan lain yang lazim dalam praktek perbankan.

• Utang pajak tidak dilunasi setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak diterbitkan Surat Paksa.

• Saldo kekayaan yang tersimpan di bank.

Rupiah

Rupiah

4. Pencairan Tunggakan Pajak (Y)

• Kategori umur tunggakan

• Kriteria kualitas

tunggakan • Ketetapan yang terbit

• Waktu pelunasan tunggakan (kurang dari 6 bulan, 6 bulan s.d 1 tahun, dst).

• Lancar, kurang lancar, dalam perhatian khusus, diragukan, macet.

• Target pencairan tunggakan pajak (50% dari total tunggakan)

Rupiah

Rupiah

Rupiah

E. Metode Analisis

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi, variabel independen, variabel dependen, ataupun keduanya

mempunyai distribusi normal atau tidak dengan menggunakan P-P Plot.

Page 58: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati

normal. Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data atau titik pada

sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan jika data

menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau

grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model

regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan jika data menyebar jauh

dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik

histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi

tidak memenuhi asumsi normalitas. (Ghozali, 2005:112)

b. Uji Multikoloniaritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel

independen). Jika terjadi maka terdapat problem Multikolonieritas. Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-

variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen

yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model

regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance (TOL) dan lawannya Variance

Inflation Factor (VIF). Model regresi dapat dikatakan terbebas dari problem

multikolonieritas apabila nilai tolerance tidak kurang dari 0,1 atau TOL >

0,1 dan VIF tidak lebih dari 10 atau VIF<10 maka data tersebut tidak ada

multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi (Ghozali,

2005:91-92).

c. Uji Autokorelasi

Page 59: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi

linear ada korelasi diantara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka

dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2005:95). Tentu saja model

regresi yang baik adalah yang terbebas dari problem autokorelasi.

Deteksi ada atau tidaknya autokorelasi dengan menggunakan Uji

Durbin-Watson:

Tabel 3.2

Keputusan Durbin – Watson

Hipotesis Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif

Tidak ada autokorelasi positif

Tidak ada korelasi negatif

Tidak ada korelasi negatif

Tidak ada autokorelasi, positif

atau negatif

Tolak

No desicison

Tolak

No decision

Tdk ditolak

0 < d < dl

dl ≤ d ≤ du

4 – dl < d 4

4 – du ≤ dl ≤ – dl

du < d < 4 – du

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu

pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda maka disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik tidak terjadi

heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya

heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi

Page 60: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

variabel terikat (Y) dengan residualnya (X). Deteksi ada tidaknya

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola

tertentu pada grafik scatterplot antara X dan Y di mana sumbu Y adalah

yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi –Y

sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar pengambilan keputusan dari

analisis ini adalah, jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada

membentuk suatu pola tertentu yang teratur maka mengindikasikan telah

terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta

titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2005: 105).

2. Metode Analisis Data

a. Analisis Regresi Linier Berganda

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesa penelitian ini

adalah metode regresi linier berganda, yaitu metode analisis data yang dipakai

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependennya yang dilakukan secara kuantitatif dengan bantuan statistik. Adapun

rumus persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Y = Variabel Dependen (Pencairan tungakkan pajak)

1x = Variabel Independen (Surat Teguran)

2x = Variabel Independen (Surat Paksa)

3x = Variabel Independen (Penyitaan Monetary Asset di Bank)

a = Konstanta

e = eror yang ditolerir (5%)

Y= a + 332211 xbxbxb ++ + e

Page 61: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

32,1 ,bbb = Koefisien regresi

b. Uji R 2 (Koefisien Determinasi)

Untuk menentukan seberapa besar variabel bebas dapat menjelaskan

variabel terikat, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted

R-Square). Koefisien Determinasi (R 2 ) pada intinya mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai

koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Jika Adjusted R-Square

adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat

dijelaskan oleh variabel independen. Nilai Adjusted R-Square berkisar

hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat

menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai Adjusted R-Square

semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah kemampuan variabel

independen dapat menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2005: 85).

Selanjutnya dengan menghitung koefisien determinasi yang merupakan

kuadrat dari koefisien korelasi (r), akan diketahui seberapa besar hubungan

variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).

c. Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel-

variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel

dependennya. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen

secara simultan mempengaruhi variabel dependen, maka digunakan tingkat

signifikansi sebesar 0,05. Jika nilai probabilitas F lebih besar dari 0,05 maka

Ho diterima, sedangkan jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka Ho

ditolak (Ghozali,2005 :84).

Page 62: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

d. Uji t- Statistik

Uji t-Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan masing-

masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel

dependen. Cara melakukan uji t ada dua yakni, melihat tingkat signifikansi

dan dengan membandingkan antara nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen

secara individual terhadap variabel dependen digunakan tingkat signifikansi

0,05, sedangkan untuk membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis

menurut tabel digunakan dengan ketentuan bahwa apabila nilai statistik t-

hitung lebih tinggi dibandingkan nilai tabel, maka menerima hipotesis

alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara

individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2005: 85).

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat

Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat merupakan kantor wilayah yang saat

ini menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, merupakan bentuk baru

yang sebelumnya Kantor Wilayah DJP Jakarta II. Kantor Wilayah yang

Page 63: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

menerapkan sistem administrasi modern ini dibentuk melalui Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor: 55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei 2007

tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor: 132/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal

Direktorat Jenderal Pajak.

Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat yang sebelumnya merupakan Kanwil

DJP Jakarta II yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 40-42 Gedung A2

lantai 5-6, Jakarta Selatan sebelumnya mempunyai wilayah kerja meliputi

Kotamadya Jakarta Barat yang terdiri dari tujuh Kantor Pelayanan Pajak, dua

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, dan dua Kantor Pemeriksaan dan

Penyidikan Pajak. Setelah adanya penerapan sistem administrasi modern,

Kanwil DJP Jakarta Barat ini mempunyai wilayah kerja di Kotamadya Jakarta

Barat yang membawahi sepuluh KPP Pratama dan satu KPP Madya, adalah

sebagai berikut:

a. KPP Pratama Jakarta Palmerah

b. KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan

c. KPP Pratama Jakarta Tamansari Satu

d. KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua

e. KPP Pratama Jakarta Tambora

f. KPP Pratama Jakarta Cengkareng

g. KPP Pratama Jakarta Kalideres

h. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu

i. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua

j. KPP Pratama Jakarta Kembangan

k. KPP Madya Jakarta Barat

Page 64: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Kantor Wilyah DJP Jakarta Barat memiliki Luas wilayah Kotamadya

Jakarta Barat adalah 12.817 Ha, jumlah penduduk sebanyak 1.565.947 jiwa,

yang terdiri dari 447.138 KK. Seluas 9.474.2 Ha dari luas yang telah dikenakan

PBB, dan sebanyak 118.133 jiwa telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang

Pribadi. Sedangkan Batas Wilayah Kotamadya Jakarta Barat adalah:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kotamadya Jakarta Utara dan Laut Jawa.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kotamadya Jakarta Selatan.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kotamadya Jakarta Pusat.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten atau Kotamadya Tangerang.

Sektor-sektor usaha yang mempunyai potensi perpajakan di Kanwil DJP

Jakarta Barat adalah sektor usaha perumahan mewah, apartemen dan

kondominium, pusat perbelanjaan, jasa, dan industri. Adapun potensi ekonomi

yang mendominasi di wilayah Kotamadya Jakarta Barat adalah sektor usaha

apartemen/kondominium dan real estate, perdagangan umum dan jasa, dan

sektor industri. Terdapatnya kendala seperti terbatasnya sumber daya manusia,

sulitnya pencarian sumber data di lapangan, dan kurang validnya data yang

tersedia menyebabkan Kanwil DJP Jakarta Barat harus berusaha untuk

menggali potensi ekonomi yang masih dapat digali di wilayah Kotamadya

Jakarta Barat seperti sektor usaha di bidang pusat perbelanjaan dan perumahan

mewah.

2. Sekilas Tentang Modernisasi Kanwil DJP Jakarta Barat

Sesuai dengan kebijakan DJP yang ingin meningkatkan pelayanan

kepada Wajib Pajak dan ditambah dengan visi : “Menjadi model pelayanan

masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas

dunia yang dipercaya dan dibanggakan oleh masyarakat dan segenap jajaran

Page 65: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Direktorat Jenderal Pajak”, maka langkah pertama yang dilakukan Direktorat

Jenderal Pajak adalah menerapkan sistem administrasi perpajakan modern pada

Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat dan KPP Madya pada Kantor Wilayah DJP

Jakarta Barat yang mengadministrasikan 314 Wajib Pajak Besar yang berada di

Wilayah Jakarta Barat. Pada langkah selanjutnya dibentuk Kantor Pelayanan

Pajak Pratama (KPP Pratama) sebagai hasil integrasi dari Kantor Pelayanan

Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan

Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa).

Penerapan sistem administrasi perpajakan modern pada Kanwil DJP

Jakarta Barat dibentuk melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor: 55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei 2007 tentang perubahan atas

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 132/PMK.01/2006

Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak,

sedangkan penerapan sistem administrasi perpajakan modern pada KPP Madya

Jakarta Barat telah diresmikan pada tanggal 9 April 2007. Pembentukan KPP

Pratama telah diresmikan pada tanggal 12 Juni 2007 dan mulai beroperasi pada

tanggal 2 Oktober 2007.

Penerapan sistem administrasi modern tersebut akan membawa

konsekuensi terjadinya perubahan yang mendasar baik menyangkut aspek

struktur organisasi maupun implementasi pelayanan kepada Wajib Pajak.

Struktur organisasi yang baru dirancang berdasarkan fungsi bukan per jenis

pajak. Lain pada itu struktur organisasi yang baru ini relatif lebih ramping

mengingat fungsi pemeriksaan yang selama ini dilaksanakan oleh Kantor

Pelayanan Pajak dan terutama oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak

(Karikpa), dilaksanakan oleh Kantor Pelayan Pajak saja.

Page 66: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Perbaikan mutu pelayanan yang berkesinambungan yang diberikan pada

Wajib Pajak merupakan satu hal mutlak yang harus dilakukan untuk

menjembatani antara KPP dengan Wajib Pajak Serta mengoptimalkan fungsi

bimbingan, konsultasi dan pembinaan kepada Wajib Pajak, maka ditunjuk

Account Representative (AR). AR adalah pegawai yang ditunjuk sebagai liasion

officer antara KPP dan Wajib Pajak yang bertanggung jawab dan berwenang

untuk memberikan pelayanan secara langsung, edukasi, esistensi, serta

mendorong dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak.

Berbagai fasilitas kemudahan dan kenyamanan pelayanan kepada Wajib Pajak

diberikan dengan memanfaatkan perkembangan kemajuan tekhnologi

Informasi. Berbagai fasilitas tersebut antaralain website, call centre, complaint

centre, e-filling, e-SPT, one line payment dan sebagainya.

Dalam rangka menjamin terwujudnya profesionalisme dan objektifitas

kinerja. Pemeriksaan hanya dilakukan oleh KPP saja, kecuali pemeriksaan bukti

permulaan dilaksanakan oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat. Dengan

demikian terjadi pemisahan fungsi kerja yang sangat mendasar antara unit yang

melakukan fungsi pemeriksaan dan/atau penerapan dengan unit yang melakukan

fungsi penyelesaian keberatan. Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk

menjalankan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kantor Wilayah DJP

Jakarta Barat berikut unit-unit dibawahnya menerapkan perangkat dan sistem

untuk mendukung terciptanya Good Corporate Governance. Perangkat yang

tersedia yaitu Kode Etik pegawai DJP, Komite Kode Etik untuk melaksanakan

kode etik, maupun kerja sama dengan Inspektorat Jenderal Departemen

Keuangan untuk meningkatkan intensitas dan efektifitas pengawasan, serta

konsolidasi internal secara berkesinambungan.

Page 67: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

3. Struktur Organisasi Kanwil DJP Jakarta Barat

Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat di pimpin oleh seorang Kepala

Kantor dan membawahi lima bidang dan satu bagian umum. Adapun bidang

yang ada pada Kanwil DJP Jakarta Barat adalah sebagai berikut:

Bidang Dukungan Bidang Kerjasama Bidang Pemeriksaan, Bidang Penyuluhan, Bidang Pengurangan, Teknis dan Ekstensifikasi dan Penyidikan, dan Pelayanan, dan Keberatan, dan Komunikasi Penilaian Penagihan Pajak Hubungan Masyarakat Banding

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Kanwil DJP Jakarta Barat

a. Bagian Umum

Melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga,

dan bantuan hukum.

b. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak

Melakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang

perpajakan dan penyidikan pajak.

c. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi

Melaksanakan pemberian dukungan teknis komputer, bimbingan konsultasi,

bimbingan penggalian potensi perpajakan, pengumpulan pencarian dan

pengolahan data, serta penyajian informasi perpajakan.

d. Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi, dan Penilaian

Kepala Kantor Bagian Umum

Kelompok Jabatan

Fungsional

Page 68: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Melaksanakan penyiapan dan urusan kerjasama perpajakan, melaksanakan

bimbingan ekstensifikasi, pendataan dan penilaian serta bimbingan dan

pemantauan pengenaan.

e. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak

Melaksanakan bimbingan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak,

pemantauan pelaksanaan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak,

penelaahan hasil pelaksanaan pekerjaan pejabat fungsional pemeriksaan

pajak (peer review), bantuan pelaksanaan penagihan, serta pelaksanaan

urusan administrasi penyidikan termasuk pemeriksaan bukti permulaan

tindak pidana di bidang perpajakan.

f. Bidang Penyuluhan , Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat

Melaksanakan bimbingan dan pemantauan penyuluhan dan pelayanan

perpajakan, melaksanakan urusan hubungan pelayanan masyarakat, serta

melaksanakan penyuluhan dan pelayanan perpajakan yang menjadi

tanggung jawab Kantor Wilayah.

g. Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding

Melaksanakan bimbingan dan urusan penyelesaian keberatan, pembetulan

ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan

dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pengurangan sanksi

administrasi, proses banding, proses gugatan, dan Peninjauan Kembali.

4. Uraian Tugas

a. Sumber daya Seksi Penagihan dan Uraian Tugas Seksi bimbingan

Penagihan pada Kanwil DJP Jakarta Barat

Page 69: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Sumber daya seksi penagihan pada Kanwil DJP Jakarta Barat terdiri

dari satu Kepala Bidang, satu orang Kepala Seksi dan dua orang Pelaksana.

Adapun uraian tugas pada seksi penagihan akan dibahas selanjutnya di

bawah ini.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 162/ KMK.1/2005

tentang Uraian Jabatan Struktural dan Pelaksana Kantor Wilayah DJP

Jakarta II, atau saat ini Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat, Kantor

Pelayanan Pajak Madya, dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di

lingkungan Kantor Wilayah Jakarta Barat uraian tugas dan kegiatan

Penagihan adalah sebagai berikut:

1) Mengkoordinasikan penyusunan rencana Seksi Bimbingan Penagihan

sebagai bahan penyusunan rencana kerja Bidang Pemeriksaan,

Penyidikan, dan Penagihan Pajak;

2) Mengkoordinasikan pembuatan konsep surat persetujuan/usul perbaikan

mengenai rencana penagihan pajak;

3) Mengkoordinasikan penyusunan kompilasi laporan penagihan pajak;

4) Mengkoordinasikan laporan penagihan pajak sebagai bahan bimbingan

penagihan pajak;

5) Mengkoordinasikan penyusunan konsep surat tanggapan atas

permasalahan yang berkaitan dengan penagihan pajak;

6) Mengkoordinasikan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis

penagihan pajak;

7) Mengkoordinasikan pemberian bimbingan teknis dan administrasi

penagihan pajak;

8) Mengkoordinasikan pelaksanaan administrasi penagihan pajak;

Page 70: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

9) Mengkoordinasikan pembuatan konsep surat persetujuan usul

penghapusan piutang pajak;

10) Mengkoordinasikan pengevaluasian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

dari instansi pengawasan fungsional;

11) Membimbing bawahan pada Seksi Bimbingan untuk meningkatkan

motivasi dan prestasi kerja;

12) Mengkoordinasikan penyusunan laporan berkala Seksi Bimbingan

Penagihan sebagai bahan penyusunan laporan berkala Bidang

Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak.

Disamping uraian tugas tersebut di atas, terdapat tugas lain yang

sebaiknya dilakukan oleh Seksi Bimbingan Penagihan, antara lain:

1) Membagi target pencairan tunggakan pajak per KPP berdasarkan target

yang ditetapkan oleh Kantor Pusat Per kanwil;

2) Membantu pelaksanaan penagihan dengan melakukan panggilan Wajib

Pajak/Penunggak Pajak terbesar dalam lingkungan Kanwil untuk

menghimbau dan memberikan opsi-opsi kepada penanggung pajak

dalam rangka menyelesaikan tunggakan pajaknya;

3) Memberikan solusi dan saran atas kasus-kasus penagihan yang terjadi di

KPP Madya atau Pratama;

4) Melakukan koordinasi dengan kasi Penagihan Di KPP Madya dan

Pratama untuk menyamakan langkah dalam rangka mencairkan

tunggakan pajak di lingkungan kanwil dengan cara pertemuan rutin;

5) Memantau realisasi pencairan tunggakan pajak pada KPP Madya dan

Pratama setiap bulan dan memberikan bimbingan dan arahan kepada

Kepala Seksi Penagihan yang pencairan tunggakannya dirasa kurang;

Page 71: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

6) Mendampingi Kasi Penagihan KPP Madya dan Pratama pada waktu

mengadakan lelang;

7) Menjalin kerjasama dengan Aparat Pemda untuk menyukseskan

pencairan tunggakan PBB dan BPHTB;

8) Memantau proses pengurangan, keberatan, dan banding yang diajukan

oleh WP dengan menjalin kerjasama dengan Bidang Pengurangan,

Keberatan dan Banding di Kanwil, kemudian menginformasikan kepada

Kepala Seksi Penagihan di KPP Madya dan Pratama.

b. Uraian Tugas Seksi Penagihan pada KPP Madya dan Pratama di

Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Barat

Unit kerja pada Seksi Penagihan KPP Madya dan Pratama yang

berada di wilayah DJP Jakarta Barat terdiri atas Kepala Seksi Penagihan

dan Pelaksana yang terdiri dari Penata Usaha Piutang Pajak dan Jurusita

Pajak. Adapun tugas Seksi Penagihan secara umum pada setiap KPP

Madya dan Pratama antara lain:

1) Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak,

2) Melakukan penagihan aktif seperti menerbitkan Surat Teguran, Surat

Paksa, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Perintah

Melakukan Penyitaan (SPMP), sampai dengan pelelangan harta

kekayaan milik Penunggak Pajak,

3) Melakukan urusan penundaan angsuran tunggakan pajak,

4) Pembuatan usulan penghapusan piutang pajak,

5) Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan sesuai ketentuan yang

berlaku.

Page 72: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

B. Penemuan dan Pembahasan

1. Peran Jurusita Pajak Dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif Di Wilayah DJP

Jakarta Barat

Pelaksanaan kegiatan penagihan di wilayah DJP Jakarta Barat

khususnya penagihan aktif dilaksanakan oleh Jurusita Pajak yang rata-rata

terdiri dari tiga orang Jurusita Pajak pada setiap KPP yang berada di wilayah

DJP Jakarta Barat. Penagihan ini dimulai sejak Surat Ketetapan Pajak jatuh

tempo masa pembayarannya yaitu satu bulan sejak tanggal terbit. Secara teori

Surat Teguran terbit tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran, 21 hari

kemudian diterbitkan Surat Paksa, dalam 2x24 jam tunggakan pajak tetap saja

tidak dilunasi setelah Surat Paksa terbit, maka diterbitkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Selanjutnya, jika tunggakan pajak tersebut

tetap tidak dilunasi dalam jangka waktu 14 hari dari penerbitan SPMP maka

pejabat melaksanakan pengumuman lelang, dan akhirnya 14 hari setelah

pengumuman lelang, eksekusi lelang dilaksanakan. Akan tetapi, dalam

kenyataannya Seksi Penagihan pada setiap KPP yang berada di Kanwil DJP

Jakarta Barat jarang memenuhi kriteria waktu minimal tersebut.

Jurusita Pajak sebagai ujung tombak penagihan aktif mempunyai tugas

dan tanggung jawab yang tidak ringan. Pada pelaksanaan tugas penagihan pajak

Jurusita Pajak harus berhadapan langsung dengan WP/PP. Tujuan penagihan

pajak adalah agar WP/PP melunasi tunggakan pajaknya ditambah dengan biaya

untuk menagih besarnya tunggakan pajaknya tersebut (sesuai dengan definisi

penagihan pajak). Adapun tindakan penagihan yang dilakukan oleh Jurusita

Pajak tolak ukur terakhirnya adalah pelunasan tunggakan pajak. Penyampaian

Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP),

Page 73: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

hingga pelaksanaan lelang akan terasa sia-sia apabila tunggakan pajak dan biaya

penagihan tidak dapat dilunasi, walaupun standar prestasi kerja dapat dicapai.

Untuk mengetahui seberapa besar peran Jususita Pajak dalam

pelaksanaan penagihan aktif di wilayah DJP Jakarta Barat periode 2004-2007

dapat dilihat pada tabel 4.1 dan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4.1

Laporan Kegiatan Penagihan di Wilayah DJP Jakarta Barat Tahun Anggaran 2004, 2005, 2006, 2007

(dalam satuan lembar)

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PE

M/SK.KEB/ PUT. BAN. YG

BELUM LUNAS

PENGU-MUMAN

TRIWULAN SURAT

TEGURAN SURAT PAKSA SPMP LELANG LELANG

I 2004 101,204 4.342 637 95 2 2 II 2004 114,567 5.659 846 104 1 1 III 2004 117,723 7.579 1155 130 8 6

IV 2004 116,258 85.79 1039 90 12 12

Total 449,752 26.159 3.677 419 23 21 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2004

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PE

M/SK.KEB/ PUT. BAN. YG

BELUM LUNAS

PENGU-MUMAN

TRIWULAN SURAT

TEGURAN SURAT PAKSA SPMP LELANG LELANG

I 2005 102,581 4.128 569 50 4 5 II 2005 102,077 3.343 738 49 9 6 III 2005 63,093 3.065 625 58 10 5

IV 2005 93,901 4.188 743 37 6 11

Total 361,652 14.724 2,675 194 29 27 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2005

Page 74: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PEM/SK.KEB/PUT . BAN.

YG BELUM LUNAS

PENGU-MUMAN

TRIWULAN SURAT

TEGURAN SURAT PAKSA SPMP LELANG LELANG

I 2006

92,421 4.460 640 46 3 3

II 2006

191,342 4.126 954 73 4 2

III 2006

90,878 3.096 804 32 6 11

IV 2006

90,800 4.901 1.402 52 10 24

Total

465,441 16.583 2,399 203 23 40 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2006

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PEM/SK.KEB/PUT .BAN

YG BELUM LUNAS

PENGU-MUMAN

TRIWULAN SURAT

TEGURAN SURAT PAKSA SPMP LELANG LELANG

I 2007

97,555 4.722 744 47 4 4

II 2007

95,388 7.341 1.566 99 5 5

III 2007

92,881 7.787 1.789 112 10 9

IV 2007

92,366 8.186 2.027 171 13 12

Total

378,190 28.036 6.126 429 32 30 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2007

a. Surat Teguran

Surat Teguran dikirimkan oleh Seksi Penagihan khususnya Jurusita

Pajak pada setiap KPP yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat setelah

lewat tujuh hari dari saat jatuh tempo utang pajak yang terdapat dalam

STP/SKPKB/SKPKBT/SK. Pem/SK. Keb/Put. Banding yang menyebabkan

jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah atau belum dilunasi oleh

WP/PP. Menurut laporan kegiatan penagihan di wilayah DJP Jakarta Barat

tahun anggaran 2004, 2005, 2006, dan 2007 menunjukan bahwa STP

/SKPKB / SKPKBT/ SK. Pem/ SK. Keb /Put. Banding yang belum lunas

sebanyak 449.752 lembar, 361.652 lembar, 465.441 lembar, dan 378,190

lembar untuk tahun anggaran 2004 sampai dengan 2007. Dari jumlah STP/

SKPKB/ SKPKBT/ SK.Pem/ SK.Keb/ Put. Banding yang telah diterbitkan

Page 75: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

dan belum lunas tersebut dari situ telah diterbitkan Surat Teguran sebanyak

26.159 lembar untuk tahun 2004, 14.724 lembar untuk tahun 2005, 16.583

lembar untuk tahun 2006, dan sebanyak 28.036 lembar Surat Teguran untuk

tahun anggaran 2007.

b. Surat Paksa

Surat Paksa diterbitkan 21 hari setelah diterbitkannya Surat Teguran,

dengan catatan utang pajak yang dimaksud belum atau tidak dibayar oleh

Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Biaya penyampaian Surat Paksa ini

termasuk dalam biaya penagihan yang akan dibebankan kepada WP/PP. Hal

ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.135 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa. Pada tabel 4.1 menunjukan bahwa dari

STP/SKPKB/SKPKBT/SK. Pem/SK.Keb/Put.Banding yang belum lunas

tahun anggaran 2004, 2005, 2006, dan 2007 yang telah dipaparkan

sebelumnya dari situ telah diterbitkan Surat Paksa sebanyak 14.877 lembar.

Dengan rincian 3.677 lembar Surat Paksa diterbitkan selama tahun 2004,

2.675 lembar Surat Paksa diterbitkan selama tahun anggaran 2005, 2.399

lembar Surat Paksa diterbitkan selama tahun anggaran 2006, dan sebanyak

6.126 lembar Surat Paksa diterbitkan selama tahun anggaran 2007.

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pemberitahuan

Surat Paksa selama tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007 hanya sebesar 14.1%

(3.677/26.159) tahun 2004, 18.2 % (2.675/14.724) tahun 2005, 14.5% (

2.399/16.583), dan 21.9% untuk tahun 2007, dari Surat Teguran yang

diterbitkan. Hal tersebut disebabkan karena satu Surat Paksa dapat terdiri

dari beberapa Surat Teguran, WP/PP telah melunasi utang pajaknya, banyak

alamat WP yang tidak ditemukan, WP sedang mengajukan keberatan, dan

Page 76: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

jika dari semua Surat Teguran yang ditindaklanjuti dengan Surat Paksa

maka biaya penagihan akan menjadi lebih besar.

Tetapi jika kita lihat secara seksama dapat disimpulkan bahwa

Jurusita Pajak sangat berperan dalam proses penagihan pajak guna

meningkatkan penerimaan pajak. Karena Jurusita Pajak yang hanya

berjumlah tiga orang per KPP jika dirata-rata, tidak sebanding dengan

banyaknya Surat Teguran dan Surat Paksa yang harus ia kirimkan kepada

WP/PP yang berjumlah ribuan atau ratusan WP/PP. Oleh karena itu, atas

kerja keras Jurusita Pajak diberikan penghargaan (reward) dan sanksi

(punishment) bagi Jurusita Pajak yang tidak mengindahkan peraturan

perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan.

c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) diterbitkan 2 x 24

Jam setelah disampaikannya Surat Paksa oleh Jurusita Pajak kepada WP/PP.

Dari 3.677 lembar pemberitahuan Surat Paksa selama tahun 2004, 2.675

lembar selama tahun 2005, 2.399 lembar selama tahun 2006, dan 6.126

lembar selama tahun 2007, hanya dikeluarkan SPMP sebanyak 419 lembar

selama tahun 2004, 194 lembar selama tahun 2005, 203 lembar selama

tahun 2006, dan 429 lembar selama tahun 2007. Hal tersebut dikarenakan,

WP/PP telah melunasi utang pajaknya setelah diterbitkan Surat Paksa,

banyak alamat WP yang tidak ditemukan, WP sedang mengajukan

keberatan, dalam pelaksanaan penyitaan kemungkinan objek sita tidak

ditemukan, dan jika dari semua pemberitahuan Surat Paksa ditindak lanjuti

dengan penerbitan SPMP maka biaya penagihan akan menjadi lebih besar.

d. Pengumuman Lelang dan Pelaksanaan Lelang

Page 77: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pengumuman lelang dan

pelaksanaan lelang yang terjadi selama tahun anggaran 2004 hingga 2007

adalah sebanyak 107 kali pengumuman lelang dan 118 kali pelaksanaan

lelang yaitu 23 kali pengumuman lelang dan 21 kali pelaksanaan lelang

terjadi selama tahun anggaran 2004, 29 kali pengumuman lelang dan 27 kali

pelaksanaan lelang terjadi selama tahun anggaran 2005, 23 kali

pengumuman lelang dan 40 kali pelaksanaan lelang terjadi selama tahun

anggaran 2006, dan selama tahun anggaran 2007 pengumuman lelang

sebanyak 32 kali sedangkan pelaksanaan lelang sebanyak 30 kali.

Mengacu pada standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan

pajak bahwa pelaksanaan lelang minimal satu kali lelang per triwulan per

KPP. Pada tahun anggaran 2004, 2005 dan 2006 Kantor Pelayanan Pajak

yang berada di Wilayah DJP Jakarta Barat adalah berjumlah 7 KPP,

sedangkan pada pertengahan tahun 2007 setelah adanya reorganisasi dan

modernisasi perpajakan, Kantor Pelayanan Pajak yang ada berjumlah 11.

Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seharusnya pelaksanaan

lelang yang terjadi pada tahun 2004, 2005 dan 2006 sebanyak 28 kali (7

KPP x Standar minimum pelaksanaan lelang yaitu 1 kali x banyaknya

triwulan yaitu 4 kali). Sedangkan tahun 2007 pelaksanaan lelang yang

seharusnya dilaksanakan pada Triwulan I dan II sebelum adanya

modernisasi sebanyak 14 kali (7 KPP x Standar minimum pelaksanaan

lelang yaitu 1 kali x banyaknya triwulan yaitu 2 kali). Pelaksanaan lelang

yang seharusnya terjadi pada Triwulan III dan IV setelah adanya

modernisasi perpajakan sehingga KPP berjumlah 11 KPP yang terdiri dari

Page 78: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

10 KPP Pratama dan satu KPP Madya adalah 22 kali (11 KPP x Standar

minimum pelaksanaan lelang yaitu 1 kali x banyaknya triwulan yaitu 2 kali).

Akan tetapi pada kenyataannya pelaksanaan lelang yang terjadi

selama tahun anggaran 2004 sebanyak 21 kali pelaksanaan lelang, tahun

anggaran 2005 sebanyak 27 kali lelang, tahun anggaran 2006 sebanyak 40

kali lelang dan tahun anggaran 2007 sebanyak 30 kali pelaksanaan lelang.

Hal tersebut berarti prestasi pelaksanaan penagihan pajak tahun anggaran

2004 dan 2005 masih di bawah standar yang telah ditetapkan. Pada tahun

anggaran 2006 prestasi yang diperoleh cukup baik karena pelaksanaan

lelang melebihi standar minimum yang telah ditetapkan. Pada pertengahan

tahun anggaran 2007 karena adanya reorganisasi dan terjadinya modernisasi

di wilayah DJP Jakarta Barat prestasi pelaksanaan penagihan masih di

bawah standar. Hal tersebut dikarenakan tidak semua Kantor Pelayanan

Pajak yang berada di Wilayah DJP Jakarta Barat melaksanakan tindak

penagihan dengan upaya pelelangan, dan banyak kendala yang dihadapi

Jurusita Pajak saat melaksanakan penagihan dengan upaya pelelangan, salah

satunya berasal dari WP/PP yang berusaha mencegah Jurusita Pajak untuk

tidak melaksanakan pelelangan ataupun tidak ditemukannya harta WP/PP

karena WP/PP tidak memberitahukan harta kekayaannya sebagai objek sita

untuk melunasi tunggakan pajaknya.

2. Rencana Penagihan Pajak Terhadap Perkembangan Tunggakan Pajak Serta

Realisasi Penerimaan Pajak

Menurut data, sejak tahun 2004 hingga tahun 2006 realisasi penerimaan

pajak yang diperoleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat tidak mencapai target

yang telah ditetapkan pada awal periode. Data tersebut dapat di lihat pada tabel

Page 79: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

4.2. Tabel ini memperlihatkan rencana dan realisasi penerimaan pajak pada

Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2004 sampai dengan tahun 2006

diluar penerimaan PBB dan BPHTB, sedangkan realisasi penerimaan 2007

merupakan penerimaan pajak secara umum ditambah dengan PBB dan BPHTB.

Pada tabel tarsebut mengindikasikan bahwa tahun 2004 hingga tahun 2006

realisasi penerimaan pajak oleh Kanwil DJP Jakarta Barat tidak mencapai target

perencanaan yang ditetapkan pada awal periode tersebut yaitu sebesar 10.3%

dari rencana tahun anggaran 2004, 16,4 % dari rencana tahun 2005, dan 18,3%

dari rencana tahun 2006. Hal tersebut bukan berarti bahwa kinerja Kanwil DJP

Jakarta Barat tidak maksimum, melainkan target yang ditetapkan cukup besar

dan tidak sesuai dengan periode berjalan, serta banyak faktor maupun kendala

yang dialami seperti adanya penurunan pajak di sektor perdagangan, tingkat

inflasi, besarnya tunggakan pajak yang belum dilunasi, dan hal lain yang

menyebabkan tidak tercapainya penerimaan pajak.

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penerimaan pajak yang sebelumnya

tidak sesuai target yang direncanakan pada periode 2004-2006, pada periode

2007 mengalami peningkatan sebesar 8.9% dari rencana penerimaan pajak

tahun anggaran 2007 dengan persentase realiasi sebesar 108.9%.

Tabel 4.2

Rencana Penagihan Pajak dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun Anggaran 2004-2007

(dalam jutaan rupiah)

Tahun Anggaran Rencana (Jutaan Rupiah)

Realisasi (Jutaan Rupiah)

Persentasi realisasi

2004

2005

2006

2007

4.456365,81

5.785.827,63

6.627.527,89

6.508.502,79

3.996.508,83

4.856.912,28

5.416.471,61

7.093.662.28

89,7%

83.9 %

81.7%

108.9%

Page 80: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Realisasi Penerimaan Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2005-2007

Penerimaan dari Seksi Penagihan tidak dapat ditargetkan melalui

perencanaan penerimaan, karena penerimaan seksi penagihan tergantung pada

tunggakan pajak yang terjadi. Kalaupun ada target, pencapaiannya pastilah

dihitung dari jumlah tunggakan pajak yang terjadi ataupun tunggakan yang

telah terjadi tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan penagihan Pajak untuk

tunggakan pajak adalah 50% dari jumlah tunggakan yang ada. Tabel 4.3

memperlihatkan perkembangan tunggakan pajak yang terjadi selama tahun

anggaran 2004-2007 pada Kanwil DJP Jakarta Barat. Perhitungan prestasi

pencairan tunggakan pajak caranya adalah pengurangan dibagi dengan besarnya

tunggakan awal periode.

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa prestasi atas pencairan tunggakan

pajak periode 2004 sebesar 65% (426.800.529/657.742.093) sehingga melebihi

kebijakan yang telah ditetapkan yaitu 50% dari total tunggakan yang ada.

Begitu pula pada tahun anggaran 2005 prestasi pencairan tunggakan pajak yang

dicapai sebesar 61% (447.374.190/738.296.832) melebihi kebijakan yang telah

ditetapkan yaitu 50% dari tunggakan yang ada. Sedangkan untuk tahun

anggaran 2006 dan 2007 pencairan tunggakan kurang dari kebijakan yang telah

ditetapkan yaitu 48% (444.990.188/925.264.074) untuk tahun anggaran 2006

dan 48% (383.164.562/801.283.309) dari total tunggakan yang ada pada periode

tersebut.

Tabel 4.3 Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak

Page 81: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun Anggaran 2004 – 2007

(dalam ribuan rupiah)

Tahun 2004

Triwulan I II III IV Total

Tunggakan awal 657.742.093 718.538.441 715.954.751 715.564.073 657.742.093

Penambahan 159.946.570 86.486.884 77.142.402 183.779.412 507.355.268

Pengurangan 99.150.222 89.070.574 81.533.080 157.046.653 426.800.529

Tunggakan akhir 718.538.441 715.954.715 711.564.073 738.296.832 738.296.832

Prestasi pengurangan (%) 15 12 11 22 65 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak Kanwil DJP Jakarta Barat

tahun anggaran 2004

Tahun 2005

Triwulan I II III IV Total

Tunggakan awal 738,296,832 705,723,412 817,043,802 916,806,276 738,296,832

Penambahan 96,371,580 204,800,295 232.962.330 100,207,227 634.341.432

Pengurangan 128,945,000 93,479,905 133,199,856 91,749,429 447.374.190

Tunggakan akhir 705,723,412 817,043,802 916,806,276 925,264,074 925,264,074

Prestasi pengurangan (%) 17 13 16 10 61 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak Kanwil DJP Jakarta Barat

tahun anggaran 2005

Tahun 2006

Triwulan I II III IV Total

Tunggakan awal 925,264,074 808,636,819 810,661,931 816,925,583 925,264,074

Penambahan 105,151,885 90,163,694 70,192,498 55,501,346 321,009,423

Pengurangan 221,779,140 88,138,582 63,928,846 71,143,620 444,990,188

Tunggakan akhir 808,636,819 810,661,931 816,925,583 801,283,309 801,283,309

Prestasi pengurangan (%) 24 11 8 9 48 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2006

Tahun 2007

Triwulan I II III IV Total

Tunggakan awal 801,283,309 834,680,716 855,389,233 927,552,213 801,283,309

Penambahan 114,043,539 184,484,866 143,953,350 34,227,406 476,709,161

Pengurangan 80,646,132 163,776,349 71,790,370 66,951,711 383,164,562

Tunggakan akhir 834,680,716 855,389,233 927,552,213 894,827,908 894,827,908

Prestasi pengurangan (%) 10 20 8 7 48 Sumber: diolah oleh penulis dari Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak Kanwil DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2007

Selain itu untuk mendukung tercapainya rencana penerimaan Pajak,

setiap KPP yang berada di Wilayah DJP Jakarta Barat harus menetapkan umur

tunggakan pajak per tahun terbitnya Ketetapan Pajak yang menjadi dasar

Page 82: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

tunggakan pajak dan tahun terbitnya Keputusan Keberatan dan banding yang

menambah jumlah tunggakan pajak, menentukan penilaian kualitas tunggakan

pajak, dan mengelompokan tunggakan pajak berdasarkan klasifikasi lapangan

usaha Wajib Pajak. Kategori umur tunggakan dan kualitas tunggakan dapat

dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4

Kategori Umur Tunggakan dan Kriteria Kualitas Tunggakan Pajak

Kategori umur tunggakan

• ≤ 6 bulan • > 6 bulan s.d 1 tahun • > 1 tahun s.d 3 tahun • > 3 tahun s.d 5 tahun • > 10 tahun

Kriteria kualitas tunggakan

Lancar apabila WP/PP bersikap kooperatif dan membayar atau mengangsur tunggakan pajak hingga lunas atau diperkirakan lunas dalam kurun waktu satu tahun

Kurang Lancar apabila WP/PP bersikap kooperatif dan membayar atau mengangsur tunggakan pajak tetapi tidak lunas atau diperkirakan tidak lunas dalam kurun waktu satu tahun tetapi mempunyai kemampuan untuk membayar tunggakan pajaknya.

Dalam perhatian khusus apabila WP/PP bersikap kooperatif tetapi sedang melakukan upaya hukum (keberatan/banding/PK).

Diragukan apabila WP/PP bersikap kooperatif tetapi tidak memiliki aset yang cukup untuk melunasi tunggakan pajaknya, WP/PP sedang proses bubar atau pailit, dan sebab lain sehingga tunggakan pajak diragukan pencairannya/pelunasannya.

Macet

apabila WP/PP tidak ditemukan dan tunggakan pajak sudah daluarsa.

3. Kendala Yang Terjadi Dalam Proses Penagihan Pajak

Secara teoritis tindakan penagihan dapat dilaksanakan dengan tepat dan

lancar. Akan tetapi pada kenyataannya banyak masalah yang timbul dalam

proses pelaksanaan panagihan pajak baik yang berasal dari pihak ekstern seperti

dari Wajib Pajak/ Penanggung Pajak, dari peraturan perundang-undangan, dan

pihak ketiga, maupun hambatan yang bersal dari intern itu sendiri yang

Page 83: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

kesemuanya akan berdampak pada ketepatan waktu penagihan dan realisasi

pencairan tunggakan pajak.

Berikut ini penulis akan membahas mengenai hambatan atau kendala

yang terjadi selama proses penagihan pajak secara umum pada Kantor

Pelayanan Pajak baik Madya maupun Pratama yang ada di lingkungan Wilayah

DJP Jakarta Barat. Dalam hal ini penulis memperoleh data secara langsung

dengan melakukan wawancara beberapa pegawai pada sub-sub dinas yang

berkaitan dengan masalah penelitian.

a. Hambatan yang berasal dari pihak ekstern

1) Hambatan yang berasal dari Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak

Dalam pelaksanaan penagihan pajak acapkali terdapat hambatan

yang berasal dari Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak yang dialami

oleh Seksi Penagihan pada umumnya dan Jurusita Pajak pada

khususnya. Hambatan tersebut yang pertama, WP/PP tidak memberikan

alamat yang jelas dan meng up-date data apabila terjadi perubahan

alamat, sehingga pihak fiskus tidak dapat melaksanakan penagihan

karena tidak mengetahui alamat WP/PP yang baru.

Kedua, hambatan yang terjadi dalam proses penagihan pajak

adalah sulit mengetahui harta kekayaan milik WP/PP disebabkan data

mengenai kekayaan WP/PP tidak memadai dan tidak up-date, sehingga

apabila dilakukan penyitaan Jurusita Pajak akan mengalami kesulitan

dalam menemukan harta yang dapat disita saat melaksanakan SPMP.

Selain itu, ada WP/PP yang tidak mempunyai itikad baik untuk melunasi

tunggakan pajaknya. Hal tersebut seringkali dijumpai oleh Jurusita Pajak

di lapangan, bahwa WP/PP dengan sengaja menutup-nutupi data

Page 84: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

kekayaan yang dimiliki atau dikuasainya dan bahkan ada WP/PP yang

memberikan data yang menyesatkan tentang data kekayaannya. Dengan

data yang diberikannya tentang harta kekayaan WP/PP yang seadanya

tersebut, kebanyakan Jurusita hanya dapat menyita barang-barang

keperluan kantor seperti komputer, televisi dan lainnya yang nilainya

jauh lebih rendah dari tunggakan pajaknya.

Hambatan yang ketiga, WP/PP berusaha menghalang-halangi

Jurusita Pajak, bahkan tidak memperbolehkan menyita harta

kekayaannya dengan mengerahkan segenap karyawannya sehingga

berdampak pada tidak cairnya tunggakan pajak.

2) Hambatan yang berasal dari peraturan perundang-undangan

Hambatan yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang

acapkali dialami oleh seksi penagihan pada umumnya dan Jurusita Pajak

pada khususnya adalah kurang tersosialisasinya peraturan perundang-

undangan perpajakan itu sendiri dan belum jelasnya petunjuk

pelaksanaan di bidang perpajakan, akibatnya akan menimbulkan

masalah atau hambatan yang berasal dari Wajib Pajak karena WP tidak

paham atas peraturan yang ada. Hal tersebut disebabkan karena suatu

peraturan adakalanya tidak dimengerti secara jelas atau kurang jelas,

sehingga diperlukan suatu cara atau interpretasi (penapsiran) untuk

menerobos peraturan yang tidak atau kurang jelas tersebut.

Ketidakjelasan atau kekurang jelasan suatu peraturan bisa

disebabkan adanya kesenjangan antara peraturan yang sifatnya tertulis

Page 85: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

dengan kesadaran hukum suatu masyarakat yang ada, atau memang

peraturan tersebut tidak dapat dimengerti atau bahkan mempunyai

pengertian yang berbeda-beda menurut bahasa yang ada. Ketidak jelasan

tersebut menuntut sosialisasi yang baik dari pihak pemerintah dan WP

itu sendiri agar tercapainya keseragaman mengenai interpretasi terhadap

peraturan tersebut dan tujuan dari peraturan tersebut dapat tercapai.

3) Hambatan yang berasal dari pihak ke tiga

Hambatan yang berasal dari pihak ketiga seperti Pihak Bank,

Kelurahan, Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi

Hukum Badan Pertanahan Nasional, atau pihak lain yang acapkali

dialami oleh seksi penagihan pada umumnya dan Jurusita Pajak pada

khususnya adalah kurangnya pengetahuan pihak ketiga mengenai

ketentuan perpajakan khususnya mengenai kewajiban pihak ketiga

dalam membantu bilamana Ditjen Pajak meminta bantuan dalam

pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan Jurusita Pajak untuk

menagih utang pajak. Contohnya: Pihak bank kadang kala tidak

memberitahukan saldo rekening nasabahnya yang melakukan

penunggakan di bidang perpajakan jika tidak ada kuasa dari Wajib Pajak

ataupun perintah Bank Indonesia, karena terkait dengan prinsip

kerahasiaan bank, contoh lain seperti pihak kelurahan kadang sulit

dimintai bantuannya sebagai saksi dalam hal penyitaan tidak dihadiri

oleh Wajib Pajak/ Penanggung Pajak.

b. Hambatan yang berasal dari pihak intern

Page 86: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Beberapa hambatan yang telah di paparkan diatas merupakan

sebagian dari sejumlah hambatan yang bersal dari pihak ekstern, di bawah

ini akan dipaparkan mengenai hambatan yang berasal dari pihak intern yang

kerap dialami seksi penagihan, khususnya Jurusita Pajak. Pertama,

minimnya fasilitas Jurusita Pajak terutama mengenai kendaraan dinas

sehingga menghambat pelaksanaan penagihan pajak seperti pelaksanaan

penyitaan terhadap harta kekayaan milik penanggung pajak.

Hambatan kedua, minimnya jumlah Jurusita Pajak yang ada pada

setiap Kantor Pelayanan Pajak baik Madya maupun Pratama di Wilayah

DJP Jakarta Barat yang rata-rata berjumlah tiga orang Jurusita Pajak per

KPP tidak sebanding dengan jumlah ketetapan pajak yang diterbitkan

hingga ratusan ribu lembar per Kantor Pelayanan Pajak serta banyaknya

Surat Teguran dan Surat Paksa yang harus dikirimkan oleh Jurusita kepada

WP/PP.

Hambatan yang ketiga berasal dari fiskus itu sendiri baik dari seksi

penagihan maupun seksi lainnya acapkali dialami Jurusita Pajak seperti,

fiskus jarang mengup-date data Wajib Pajak pada setiap kesempatan seperti

perubahan alamat sehingga menyulitkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan

penyitaan karena ia harus mencari dulu alamat Wajib Pajak/Penanggung

Pajak dan kadang kala terhadadap Wajib pajak yang telah bubar atau

meninggal dunia masih saja diterbitkan STP, sehingga menyulitkan Jurusita

Pajak untuk melaksanakan tugasnya.

4. Sudut Pandang Psikologis Mengapa WP/PP Enggan Untuk Membayar

Tunggakan Pajaknya

Page 87: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pajak merupakan pilar

pembangunan bangsa, karena potensi yang dihasilkan dari penerimaan pajak

cukup signifikan, mengakibatkan berbagai upaya pemerintah khususnya

Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan serangkaian tindakan seperti yang

kita lihat saat ini yaitu melakukan reorganisasi dan mengubah sistem

administrasi perpajakan modern di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak agar

tujuan utamanya yaitu penerimaan pajaknya meningkat dari tahun ke tahun.

Walaupun dalam kenyataannya penerimaan dari sektor pajak

diupayakan meningkat, akan tetapi apabila dalam pelaksanaannya ditemui

WP/PP yang tidak mengindahkan peraturan perpajakan dengan tidak memenuhi

kewajiban perpajakannya maka pihak fiskus harus bertindak tegas terhadap

WP/PP tersebut. Karena tingkat kepatuhan antara WP/PP satu dengan WP/PP

lainnya tidaklah sama, dengan demikian diperlukan usaha yang maksimal

untuk membangkitkan dan memelihara kepatuhan Wajib Pajak dan atau

Penanggung Pajak, misalnya dengan melakukan pelayanan dan penyuluhan di

bidang perpajakan.

Pada umumnya WP/PP cenderung untuk melalaikan kewajiban

pajaknya, terutama membayar utang pajak. Sehingga hal tersebut dapat

menimbulkan tunggakan pajak yang tidak kecil dan pada akhirnya akan

mengurangi dan menghambat penerimaan negara. Selain itu, hal tersebut akan

merugikan WP/PP itu sendiri karena WP/PP akan mendapatkan sanksi, baik

sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan maupun sanksi yang

lebih berat lagi berupa sanksi pidana.

Dilihat dari sisi psikologis, ada beberapa hal yang mendorong WP/PP

tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya padahal ada peraturan yang

Page 88: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

mengatur serta ada sanksi yang akan diterima karena tidak melaksanakan

kewajiban pajaknya tersebut, hal tersebut pertama, WP/PP merasa benar.

Alasan mengapa dia tidak membayar utang pajaknya karena WP/PP

menganggap SKP yang telah diterbitkan fiskus salah misalnya perhitungan

pajak menurut WP/PP Rp. 100 tapi menurut Fiskus Rp 150, karena WP/PP

merasa perhitungannya benar maka atas selisih tersebut, WP/PP tidak mau

untuk membayarnya.

Kedua, tidak adanya dispute atau titik temu antara pendapat WP/PP dan

fiskus, seperti pada kasus pertama mengenai pajak yang tidak seharusnya

terutang menurut WP/PP, tapi menurut fiskus ada sehingga berbagai tindakan

dilakukan WP/PP dengan melakukan Keberatan, sampai dengan pengajuan

banding dilakukan WP/PP untuk mempertahankan opininya tersebut.

Ketiga, WP yang tidak melaksanakan kewajiban pajaknya memang

dikategorikan WP nakal dalam artian WP pada kenyataannya mengerti pajak

akan tetapi WP tersebut memang mencoba bermain-main di dalamnya.

Sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya berupaya sedemikian rupa

untuk menghindari pajak dengan menunda pembayaran pajak dan berusaha agar

pajak yang akan ia bayarkan kecil. Salah satu alasanya, WP beranggapan bahwa

cash on hand saat ini akan lebih menguntungkan untuk memperluas bisnisnya

guna meningkatkan profit yang akan ia peroleh, dari pada untuk membayar

kewajiban perpajakannya yang dirasa tidak ada kontraprestasi atas dana yang

telah ia keluarkan untuk membayar pajak.

5. Penyitaan Monetary Asset di Bank Pada Kanwil DJP Jakarta Barat

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa Pelaksanaan tindak

penagihan pajak dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak, Kanwil DJP Jakarta

Page 89: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Barat hanya melakukan bimbingan, pemantauan, membantu bilamana proses

penagihan mengalami kesulitan, serta mengakumulasi laporan-laporan

mengenai kegiatan penagihan dan setiap perolehan penerimaan pelaksanaan

penagihan dari Kantor Pelayanan Pajak yang ada dilingkungan kerjanya.

Pelaksanaan penagihan aktif yang diawali dengan penerbitan Surat

Teguran, penerbitan Surat Paksa, SPMP, pelaksanan pemblokiran sampai

dengan pelaksanaan pelelangan atau pemindah bukuan ke kas negara dilakukan

di Kantor Pelayanan Pajak baik Madya maupun Pratama.

Dalam bab sebelumnya telah di paparkan mengenai definisi dari

penyitaan monetary aset di bank, bahwa penyitaan monetary asset di bank

adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang milik WP/PP yang

secara khusus terdapat di bank, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang

pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Proses penyitaan

terhadap harta kekayaan WP/PP yang tersimpan pada bank tersebut

dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu. Tindakan pemblokiran

tersebut dilakukan untuk mengamankan harta kekayaan milik Penanggung

Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan

tersebut tidak terdapat perubahan apapun selain penambahan jumlah ataupun

nilai.

Dalam pelaksanaan penyitaan aset moneter yang tersimpan di bank

dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Pada bagian ini pembahasan akan

dilakukan dalam tiga bagian. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami

pelaksanaan penyitaan monetary asset di bank yang telah dilaksanakan oleh

KPP yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat.

a. Prosedur Sebelum Penyitaan Monetary Aset di Bank

Page 90: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Sama seperti prosedur sebelum dilakukannya tindakan penagihan

yang diupayakan dengan pelaksanaan lelang, pelaksanan penyitaan

monetary asset di bank juga diawali dengan penerbitan Surat Teguran yang

diterbitkan tujuh hari setelah jatuh tempo pembayaran. Dalam hal WP/PP

tidak melunasi utang pajaknya setelah batas waktu 21 hari dari penyampaian

Surat Teguran tersebut, maka tindakan penagihan selanjutnya yaitu dengan

menerbitkan Surat Paksa yang memiliki kekuatan hukum yang tetap sesuai

dengan UU No. 19 tahun 2000 tentang Surat Paksa. Sebelum melakukan

tindakan penyitaan maka Jurusita Pajak harus memilah dahulu WP/PP yang

akan dilakukan penyitaan yaitu WP/PP yang belum melunasi tunggakan

pajaknya setelah disampaikannya Surat Paksa.

Pada awal setiap bulan sebelum dilakukan penyitaan Seksi

Penagihan membuat laporan daftar WP/PP yang akan dilakukan tindakan

penyitaan pada bulan yang bersangkutan dan laporan pelaksanaan penyitaan

yang telah dilaksanakan bulan sebelumnya. Hal ini digunakan sebagai alat

kontrol bagi Kantor Wilayah khususnya Kanwil DJP Jakarta Barat atas

pelaksanaan penyitaan. Pada penyusunan daftar WP/PP yang akan

dilakukan penyitaan, Jurusita Pajak harus sudah mempersiapkan apakah

akan dilakukan penyitaan biasa atau penyitaan monetary asset di bank. Jika

akan dilakukan penyitaan biasa maka aset yang akan disita akan dipastikan

pada saat penyitaan yaitu dalam Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

(SPMP) karena objek sita akan dituangkan dalam Berita Acara Sita.

Sedangkan jika akan dilakukan penyitaan aset moneter yang secara khusus

tersimpan pada bank maka Jurusita Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan

Pajak membuat permohonan pemblokiran yang ditujukan kepada Pimpinan

Page 91: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Bank atau Pejabat Bank yang ditunjuk untuk melaksanakan pemblokiran

atas harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank tersebut.

b. Pemblokiran Rekening Bank

Pemblokiran adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh Jurusita

Pajak untuk melakukan penyitaan terhadap kekayaan WP/PP yang

tersimpan di bank berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening

koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Intinya

segala bentuk harta milik WP/PP yang tersimpan di bank dapat diblokir

apabila WP/PP tidak melunasi utang pajaknya setelah disampaikannya Surat

Paksa.

Rekening tutup, WP pindah, batal, selesai, dan belum selesai adalah

hasil dari tindak lanjut pemblokiran. Rekening tutup adalah jawaban bank

atas permintaan pemblokiran bahwa rekening WP/PP di bank yang

bersangkutan telah ditutup sehingga pelaksanaan penyitaan harta kekayaan

yang tersimpan di bank tidak dapat dilanjutkan. WP pindah adalah WP yang

berada di KPP satu yang dipindah ke KPP yang lain ketika pelaksanaan

pemblokiran sedang diproses. Batal adalah pemblokiran yang tidak jadi

dilaksanakan karena WP/PP telah melunasi utang pajaknya sebelum

pemblokiran dilaksanakan, namun SPMP telah diterbitkan dan pemblokiran

telah diusulkan. Selesai adalah pemblokiran yang telah menghasilkan

pelunasan tunggakan pajak sedangkan belum selesai menunjukan proses

pemblokiran yang masih belum selesai karena WP/PP hanya membayar

setengah dari besarnya tunggakan pajaknya, sehingga proses pemblokiran

masih dilaksanakan.

1) Keistimewaan Pemblokiran

Page 92: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Keistimewaan tindakan pemblokiran dibandingkan dengan

pelaksanaan lelang ataupun cara lain selain lelang. Pertama, bilamana

WP/PP tidak juga membayar hutang pajaknya sampai dengan waktu

yang telah ditetapkan maka dana yang ada di rekening WP/PP di bank

yang telah disita setelah diblokir terlebih dahulu langsung dapat

dipindahbukukan ke Kas Negara sebesar tunggakannya. Sedangkan

eksekusi lelang tidak jarang diakhiri dengan kalimat “tidak ada peminat”

atau barang terjual tidak menutupi besarnya tunggakan pajaknya.

Kedua, proses pemblokiran dan penyitaan monetary asset di

bank tidak memerlukan dana yang besar. Pemblokiran hanya

memerlukan biaya penyampaian Surat Paksa dan biaya penyitaan

rekening saja. Berbeda dengan pelaksanaan lelang. Satu kali

pengumuman lelang di koran biasanya mengeluarkan biaya kurang lebih

Rp.3.000.000,00. Belum lagi biaya pendaftaran barang sitaan, biaya

penyimpanan dan pemeliharaan barang sitaan, dan biaya lainnya.

Ketiga, WP/PP terjaga nama baiknya karena yang mengetahui

hal tersebut hanya fiskus, WP/PP tersebut, dan Pihak Bank yang

bersangkutan saja. Bagi perusahaan besar yang go-publik tindakan

pemblokiran merupakan alternatif tindakan yang paling baik karena

nama baik perusahaan akan terjaga, apalagi bagi perusahan yang

memang benar-benar tidak mau nama atau citra perusahaannya rusak

karena tersiar kabar bahwa perusahaan tersebut telah menunggak pajak

dan akan disita dan dilelang. Karena pada perusahaan go-publik, sedikit

saja kabar negatif yang tersiar maka akan menurunkan harga julnya di

bursa efek.

Page 93: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Keempat, tidak memerlukan pengawasan khusus atas barang

yang telah disita, karena pihak bank yang bersangkutan dengan

sendirinya akan menjaga objek sita tersebut. Sedangkan penyitaan

barang lainnya jika tidak dititipkan pada WP/PP-nya itu sendiri berarti

harus dititipkan di suatu tempat yang aman yang kadang kala

memerlukan biaya penitipan barang. Barang seperti mobil, kendaraan

bermotor, dan barang lainnya memerlukan pengawasan yang ekstra

dalam penyimpanannya. Lain halnya dengan penyitaan perhiasan, surat

berharga, uang tunai, biasanya memerlukan deposit box yang disewa

pada suatu bank. Dan pastinya kesemua hal tersebut memerlukan biaya

yang tidak sedikit.

2) Kendala Pemblokiran

Pelaksanaan pemblokiran selain memiliki keistimewaan dalam

pelaksanaanya, ternyata memiliki kendala yang akan dihadapi oleh Seksi

Penagihan dalam setiap KPP. Kendala tersebut pertama, adakalanya

Pihak bank yang bersangkutan merasa tidak nyaman dengan dibukanya

kerahasiaan bank dalam rangka penyitaan rekening bank WP/PP.

Alasannya sederhana, karena dengan terbukanya kerahasian bank maka

tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank akan menurun, sehingga

tidak mustahil apabila nasabah tersebut beralih ke bank lain.

Kedua, umumnya perusahaan tidak terlalu besar dalam

mengalokasikan dananya ke aktiva lancar. Karena jika alokasi tersebut

terlalu besar artinya perusahaan belum memanfaatkan hartanya yang

paling efisien. Yang dimaksud dengan aktiva lancar adalah uang kas dan

aktiva lainnya yang diharapkan akan direalisasikan menjadi uang kas

Page 94: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

atau dijual atau dikonsumsi selama siklus perusahaan yang normal atau

dalam kurun waktu satu tahun. Jika pemblokiran dan penyitaan

monetary asset di bank dilaksanakan seperti penyitaan giro dan

tabungan, hal tersebut akan berdampak pada terhambatnya lalulintas

transaksi perusahaan. Maka dari itu biasanya WP/PP maupun

perusahaan hanya sedikit mengalokasikan dananya di bank.

c. Penyitaan Monetary Asset Di Bank dan Hasil Penyitaan Monetary Asset Di

Bank

Pelaksanaan penyitaan monetary asset di bank dilaksanakan dengan

melakukan pemblokiran terlebih dahulu. Prosedurnya, Kepala Kantor

Pelayanan Pajak dalam hal ini KPP yang berada di wilayah DJP Jakarta

Barat mengajukan permohonan kepada pihak bank tempat WP/PP

menyimpan kekayaannya berupa deposito berjangka, tabungan, saldo

rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Surat Permohonan Pemblokiran tersebut dikirimkan ke bank dengan

dilampiri SPMP dan Surat Paksa. Selanjutnya pihak bank dan Pimpinan

Bank atau Pejabat Bank tersebut membuat Berita Acara Pemblokiran serta

menyampaikan salinannya kepada Penanggung Pajak dan Kepala Kantor

Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan

dalam Peraturan Dirjen Pajak. Jurusita Pajak memerintahkan kepada WP/PP

untuk memberikan kuasa kepada bank yang bersangkutan untuk

memberikan kuasa ke bank guna memberitahukan rekening WP/PP tersebut.

Apabila WP/PP bersedia membuat kuasa ke bank untuk memberitahukan

rekeningnya, maka tindak lanjut dari pihak bank yakni memberitahu saldo

rekening milik WP/PP tersebut kepada Jurusita Pajak. Setelah saldo

Page 95: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

kekayaan yang tersimpan diketahui Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan

terhadap aset tersebut dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan

menyampaikan salinannya kepada WP/PP dan bank yang bersangkutan.

Apabila WP/PP yang bersangkutan tetap tidak melunasi utang pajak dan

biaya penagihannya dalam jangka waktu 14 hari sejak penyitaan maka

pejabat dalam hal ini Jurusita Pajak meminta kepada pimpinan bank untuk

memindah bukukan harta kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut ke

kas negara sejumlah yang tercantum dalam BAPS, yang tembusannya

disampaikan kepada WP/PP tersebut, permintaan tersebut dilampiri dengan

Surat Setoran Pajak (SSP) yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak. Untuk

lebih jelasnya mengenai alur proses penyitaan monetary asset di bank dapat

dilihat pada gambar 4.2.

Pelaksanaan Penyitaan monetary asset di bank dalam upaya

pencairan tunggakan pajak yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan

Pajak yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat selama tahun anggaran

2004 sampai dengan 2007 tidak memberikan hasil yang signifikan apalagi

pelaksanaan penyitaan monetary asset di bank selama tahun anggaran 2004

hingga 2006, hal tersebut dikarenakan untuk melaksanakan penyitaan

monetary asset di bank, syarat utama yang harus dipenuhi sebelum

dikeluarkannya Surat Edaran No. SE-05 /PJ.04/2007 tentang Pengantar

Peraturan DJP No. Per-109/PJ/2007 tentang Perubahan atas Keputusan DJP

No. Kep-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan

Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan Pada Bank

dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, adalah Jurusita Pajak

Page 96: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

harus mengetahui nomor rekening WP/PP terlebih dahulu baru pihak bank

mau melakukan proses pemblokiran atas rekening WP tersebut. Untuk

mengetahui nomor rekening WP/PP tidaklah mudah karena adakalanya data

rekening WP/PP yang diperoleh dari pemeriksaan pajak tidak dikirimkan

oleh pemeriksa. Oleh karena itu Jurusita Pajak harus melakukan upaya

pencarian dari sumber lain. Usaha ini memerlukan keluwesan dan hubungan

relasi yang baik dari Jurusita pajak. Pada intinya jika Jurusita Pajak

memutuskan untuk melaksanakan penyitaan monetary asset di bank, maka

bagaimanapun caranya ia harus memperoleh rekening WP/PP terlebih

dahulu dan ini merupakan tindakan awal yang paling krusial agar penyitaan

monetary asset di bank dapat dilaksanakan. Tapi setelah dikeluarkannya

Surat Edaran sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas, yang

dikeluarkan tanggal 6 Agustus 2007 syarat utama tersebut, telah ditiadakan,

jadi walaupun Jurusita Pajak tidak mengetahui nomor rekening WP/PP

yang akan dilakukan penyitaan monetary asset di bank, bank wajib

memblokir berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.

Penyitaan monetary asset di bank yang dilaksanakan oleh KPP yang

berada di wilayah DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2004 untuk tunggakan

pajak sebesar Rp. 6.851.248.000 ternyata tidak memberikan hasil

sedikitpun, hal tersebut dikarenakan pihak bank menolak untuk memblokir

rekening WP/PP dan menolak untuk memberitahukan rekening nasabahnya

kepada pihak KPP, karena terkait dengan prinsip kerahasiaan bank dan bank

tersebut baru mau melaksanakan pemblokiran apabila Jurusita Pajak telah

mengetahui nomor rekening WP. Untuk tahun 2005, 2006, dan 2007 hal

yang samapun terjadi yakni sumbangan dari pelaksanaan penyitaan

Page 97: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

monetary asset di bank oleh KPP yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat

tidak memberikan sumbangsih yang besar dalam pencairan tunggakan pajak

Kanwil DJP Jakarta Barat yaitu sebesar Rp.545.737.000 untuk tahun 2005,

Rp. 91.330.000 untuk tahun anggaran 2006, dan sebesar Rp. 5.205.825.000

pencairan tunggakan pajak yang diperoleh dari hasil penyitaan monetary

asset di bank untuk tahun anggaran 2007.

Permintaan Pemblokiran ke bank (dilampiri SP dan SPMP)

Berita Acara pemblokiran (salinan disampaikan kepada WP/PP)

Jurusita Pajak memerintahkanWP/PP memberikan kuasa ke bank untuk memberitahukan saldo rekeningnya

WP/PP bersedia memberikan kuasa ke bank.

WP/PP tidak bersedia memberikan kuasa ke bank

Bank memberi tahu saldo rekening WP/PP kepada Jurusita Pajak

Penyitaan dan pembuatan BAPS dengan objek sita saldo rekening WP/PP tersebut

Pemindahbukuan saldo kekayaan yang tersimpan di bank yang bersangkutan ke Kas negara

Saldo mencukupi pemblokiran dicabut

Surat KPP ke Gubernur BI melalui Menteri Keuangan dan DJP

Gubernur Bank Indonesia memerintahkan bank yang

bersangkutan untuk memberitahukan saldo rekening WP/PP

Saldo tidak mencukupi pemblokiran tidak dicabut

Page 98: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Gambar 4.2

Alur Penyitaan Monetary Asset di Bank

6. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis

Penelitian ini mengunakan data sekunder berupa laporan pelaksanaan

penagihan pajak dengan Surat Teguran (X1 ), Surat Paksa (X 2 ), dan penyitan

monetary asset di bank (X 3 ), serta laporan pencairan tunggakan pajak (Y)

tahun anggaran 2004 hingga tahun anggaran 2007. Laporan tersebut merupakan

laporan penagihan yang di dapat dari Bidang P4 Seksi Penagihan pada Kanwil

DJP Jakarta Barat. Adapun data yang akan dianalisis tersebut dapat dilihat pda

tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5

Data Penelitian (dalam ribuan rupiah)

No. Tahun Triwulan Surat Teguran Surat Paksa Penyitaan Monetary

Asset di Bank Pencairan Tunggakan Pajak

1 2004 1 114.266.852 83.385.042 6.100.368 99.150.222

2 2 151.753.703 95.564.986 6.100.368 89.070.574

3 3 172.935.700 160.855.464 750.880 81.533.080

4 4 167.432.088 82.415.290 750.880 157.046.653

5 2005 1 96.415.590 77.879.901 750.880 128.945.000

6 2 94.713.423 112.783.793 800.383 93.479.905

7 3 144.997.603 77.891.417 800.383 133.199.856

8 4 122.802.166 124.824.396 800.383 91.749.429

9 2006 1 70.444.635 73.395.085 1.409.192 221.779.140

10 2 95.047.944 101.956.114 2.754.792 88.138.582

11 3 85.688.925 76.158.817 4.047.725 63.928.846

Page 99: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

12 4 93.467.000 80.643.541 56.130.654 71.143.620

13 2007 1 89.378.018 78.679.106 21.780.834 80.646.132

14 2 124.352.738 55.811.731 35.982.798 163.776.349

15 3 135.854.463 67.378.928 53.016.121 71.790.370

16 4 143.350.463 74.782.128 112.389.783 66.951.711

a. Uji Asumsi Klasik

1) Hasil Uji Normalitas Data

Uji Normalitas data dalam penelitian ini menggunakan

Normality Probability Plot yang bertujuan untuk menguji apakah data

dalam penelitian ini terdistribusi dengan normal atau tidak. Dari gambar

4.5 dapat diketahui bahwa titik-titik data berada di sekitar garis diagonal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini

telah terdistribusi secara normal.

Gambar 4.3

Hasil Uji Normalitas Data

2) Hasil Uji Multikolonieritas

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum Prob

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Expe

cted

Cum

Pro

b

Dependent Variable: Pencairan Tunggakan Pajak

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Page 100: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen

(variabel bebas). Karena model regresi yang baik seharusnya tidak

terdapat problem multikolonieritas atau dengan kata lain tidak terjadi

korelasi antara variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya problem multikolinearitas dalam model regresi penelitian ini

dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor).

Tabel 4.6

Hasil Uji Multikolonieritas

Coefficients(a)

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 (Constant) Surat Teguran .832 1.202 Surat Paksa .721 1.387 Penyitaan Monetary Aset di Bank .791 1.264

a Dependent Variable: Pencairan Tunggakan Pajak

Dari hasil output SPSS pada tabel 4.6 dapat diketahui hasil

perhitungan nilai tolerance untuk Surat Teguran sebesar 0.832, Surat

Paksa sebesar 0.721, dan penyitaan monetary asset di bank sebesar

0.791. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa model

regresi tersebut terbebas dari problem multikolonieritas, karena nilai

tolerance tidak kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar

variabel independen.

Sedangkan hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukan hal

yang sama yaitu nilai VIF tidak lebih dari 10. Dimana nilai VIF untuk

Surat Teguran sebesar 1.202, Surat Paksa sebesar 1.387, dan penyitaan

Page 101: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

monetary asset di bank sebesar 1.264. Dari hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan pula bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari

problem multikolonieritas.

3) Hasil Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi

korelasi, maka dikatakan ada problem autokorelasi. Untuk mendeteksi

ada atau tidaknya autokorelasi dalam regresi pada penelitian ini maka

digunakan Uji Durbin-Watson (DW- test).

Tabel 4.7

Hasil uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Model Durbin-Watson 1 2.127(a)

a Predictors: (Constant), Penyitaan Monetary Aset di Bank,Surat Teguran, Surat Paksa b Dependent Variable: Pencairan Tunggakan Pajak

Dari hasil output SPSS tabel 4.7 dapat diketahui bahwa hasil uji

autokorelasi pada model regresi ini menunjukan angka Durbin-Watson

sebesar 2.127. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan

mengunakan nilai tabel yang menggunakan tingkat signifikansi 5%,

jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 16 (n) dan jumlah variabel

independen yaitu 3 (k=3). Dari analisis tersebut maka pada tabel Durbin-

Watson akan didapatkan nilai dl sebesar 0.875 dan nilai du sebesar

1.728.

Page 102: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

= du < d < 4 – du

= 1.728 < 2.127 < 4 – 1.728

= 1.728 < 2.127 < 2.272

Oleh karena nilai DW 2.127 lebih besar dari batas atas (du) dan

kurang dari (4 – du) yaitu 4 – 1.728 = 2.272, maka dapat disimpulkan

bahwa model regresi ini tidak ada autokorelasi positif atau negatif, atau

dengan kata lain model regresi dalam pelitian ini terbebas dari problem

autokorelasi.

4) Hasil Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.4, merupakan grafik hasil uji heteroskedastisitas. Dari

grafik Scatterplot tersebut terlihat bahwa titik-titik data menyebar secara

acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas maupun di bawah

angka 0 pada sumbu Y. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan

bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak mengalami problem

heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak dipakai untuk

memprediksi variabel dependen yakni pencairan tunggakan pajak

berdasarkan masukan variabel independen yaitu Surat Teguran, Surat

Paksa, dan

penyitaan

monetary asset

di bank.

-2 -1 0 1

Regression Standardized Predicted Value

-2

-1

0

1

2

3

Regr

essi

on S

tude

ntiz

ed

Resi

dual

Dependent Variable: Pencairan Tunggakan Pajak

Scatterplot

Page 103: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Gambar 4.4

Hasil Uji Heteroskedastisitas

b. Hasil Uji Hipotesis

1) Hasil Uji R 2 (Koefisien Determinasi)

Uji koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk menentukan

seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel

dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.

Pada penelitian ini, R-Square yang digunakan adalah R-Square yang

sudah disesuaikan atau tertulis Adjusted R-Square, karena disesuaikan

dengan jumlah variabel independen yang digunakan dalam penelitian

ini.

Tabel 4.8

Model Summary b

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate 1 .589 a .347 .184 39400998.508

a Predictors: (Constant), Penyitaan Monetary Aset di Bank, Surat Teguran, Surat Paksa b Dependent Variable: Pencairan Tunggakan Pajak

Hasil output SPSS pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai

Adjusted R-Square sebesar 0.184 atau 18,4 %. Hal ini menunjukkan

pengertian bahwa variabel dependen dalam penelitian ini yaitu

Pencairan Tunggakan Pajak dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel

Page 104: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

independen dalam penelitian ini yaitu, Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank sebesar 18,4%. Sedangkan sisanya

(100% – 18.4% = 81,6%) dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor lain.

Faktor lain yang mempengaruhi pencairan tunggakan pajak adalah

pelaksanaan penagihan selain penagihan dengan Surat Teguran, Surat

Paksa dan penyitaan monetary asset di bank seperti penyitaan yang

diakhiri dengan upaya pelelangan, penagihan seketika sekaligus,

penyanderaan, dan operasi sisir yang dilakukan oleh petugas PBB.

Tindakan penagihan dengan pelelangan merupakan langkah

penagihan aktif setelah dilaksanakan penyitaan. Tindakan lelang ini

dilaksanakan dengan maksud menjual barang yang telah di sita oleh

Jurusita Pajak guna melunasi utang pajak WP/PP ditambah dengan biaya

penagihannya. Adakalanya lelang memiliki tingkat pencairan tunggakan

pajak yang besar dan adakalanya tidak. Hal tersebut tergantung pada

objek lelang tersebut. Apabila hasil dari pelelangan tersebut tidak

menutupi besarnya tunggakan pajak, maka atas tunggakan yang masih

tersisa tersebut tetap masih ditagih.

Penagihan seketika sekaligus merupakan salah satu tindakan

penagihan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak karena suatu peristiwa

atau keadaan dalam rangka pengamanan penerimaan dari sektor pajak.

Seperti terdapat tanda-tanda WP/PP akan membubarkan perusahaannya

atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaannya padahal WP/PP

tersebut masih memiliki tunggakan pajak, atas peristiwa itulah

pelaksanaan tindakan penagihan seketika sekaligus dilaksanakan guna

mengurangi tunggakan pajaknya.

Page 105: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Apabila tindakan penagihan yang dilaksanakan ada

kemungkinan WP/PP sengaja menyembunyikan harta kekayaannya,

yang akan menyebabkan Jurusita Pajak tidak dapat melaksanakan

penyitaan terhadap objek sita milik WP/PP yang menunggak pajak

tersebut, oleh karena itu jalan lain yang dilakukan Jurusita Pajak untuk

mendapatkan pencairan tunggakan pajaknya yaitu dengan melakukan

penyitaan badan atau lebih dikenal dengan ”penyanderaan”. Lagi pula,

penyanderaan merupakan tindakan yang nantinya akan membuat WP/PP

merasa takut karena citra dan nama baiknya akan rusak, sehingga atas

upaya penyanderaan tersebut akan berhasil untuk mencairkan tunggakan

pajaknya, karena WP/PP itu sendiri akan melunasi utang pajaknya.

Selain itu, operasi sisir yang dilakukan oleh petugas PBB yang

dilakukan dengan mengingatkan dan menjemput pembayaran PBB di

lapangan atau ke rumah-rumah, juga akan menghasilkan pencairan

tunggakan pajak. Karena adakalanya WP/PP menyepelekan pembayaran

pajaknya dan seperti yang kita ketahui bersama bahwa tingkat kepatuhan

antara WP satu dengan WP lainya tidaklah sama. Oleh karena itu, untuk

Pajak Bumi dan Bangunan operasi sisir ini sangat efektif guna

menambah pencairan tunggakan pajak yang ada di wilayah DJP Jakarta

Barat.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan penagihan

selain dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset

di bank yang telah penulis jelaskan sebelumnya merupakan faktor-faktor

lain yang dapat menjelaskan lebih banyak terhadap pencairan tunggakan

pajak.

Page 106: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

2) Hasil Uji Statistik F

Hasil uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah

variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi

variabel dependen. Maka dalam penelitian ini digunakan tingkat

signifikansi sebesar 0.05.

Dari hasil output SPSS ANOVA b pada tabel 4.9 dapat diketahui

bahwa hsil dari uji F hitung untuk Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank sebesar 2.129. Dari output SPSS

tersebut dimana F hitung sebesar 2.129 dan F tabelnya sebesar 3.49

(didapat dari table critical values for the F distribution (α =0.05),

dengan nilai d =12 dan nilai n = 3). Karena F hitung lebih kecil dari F

tabel (Fhitung<Ftabel = 2.13<3.49), dapat disimpulkan bahwa variabel

independen dalam penelitian ini yaitu Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen dalam penelitian ini yaitu

pencairan tunggakan pajak.

Tabel 4.9

ANOVA b

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 9917066059636150.000 3 3305688686545384.000 2.129 .150(a) Residual 18629264201035420.000 12 1552438683419619.000 Total 28546330260671580.000 15

a Predictors: (Constant), Penyitaan Monetary Aset di Bank, Surat Teguran, Surat Paksa b Dependent Variable: Pencairan Tunggakan Pajak

Nilai output SPSS pada tabel 4.9 ANOVA b juga menyatakan

bahwa nilai signifikansi untuk Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank sebesar 0.150 yang menunjukkan

Page 107: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

probabilitas lebih besar dari 0.05. Hal ini memberi pengertian bahwa

variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap variabel dependennya.

Berdasarkan pengamatan peneliti tidak terdapatnya pengaruh

yang signifikan dari Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan

monetary asset di bank, dikarenakan oleh rendahnya tingkat pelunasan

dari WP/PP yang menunggak pajak tersebut, faktor utamanya WP/PP

tidak melunasi utang pajaknya dikarenakan WP/PP sedang mengalami

kerugian, kesulitan likuiditas, berpenghasilan rendah, sehingga

kewajiban pajaknya sulit untuk dipenuhi. Selain itu kendala-kendala

yang dialami oleh Jurusita Pajak selama poses penagihan yang telah

penulis jelaskan sebelumnya yaitu kesulitan dalam mencari data alamat

WP/PP yang menunggak pajak tersebut karena tidak mengup-date

datanya, dan setelah ditemukan terdapat usaha penghindaran dan

pencegahan dari WP/PP itu sendiri, sehingga peristiwa tersebut

menghambat proses penagihan pajak dan berdampak pada tidak

terealisasinya pencairan tunggakan pajak.

3) Hasil Uji t- Statistik

Berdasarkan hasil output SPSS, uji t hitung yang dinyatakan

dalam tabel 4.10 untuk Surat Teguran sebesar 0.521 sedangkan t

tabelnya 2.145 (didapat dari tabel t two tail dengan signifikansi 5%,

dengan df (derajat kebebasan) = jumlah data – 2 atau 16 – 2 = 14,

sehingga di dapat nilai t tabel sebesar 2.145). Hal ini berarti t hitung

lebih kecil dari t tabel. Jika statistik t hitung < t tabel maka Ho diterima

dan Ha ditolak, dengan pengertian Surat Teguran tidak berpengaruh

Page 108: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Begitupula untuk Surat

Paksa dan penyitaan monetary asset di bank di mana t hitung lebih kecil

dari t tabelnya, yaitu – 2.047 < 2.145 untuk Surat Paksa, dan –2.166 <

2.145 untuk penyitaan monetary asset di bank. Sehingga dalam

penelitian ini menerima Ho dan menolak Ha, yang dapat ditarik

kesimpulan bahwa secara parsial atau individual Surat Teguran, Surat

Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank tidak berpengaruh terhadap

pencairan tunggakan pajak.

Berdasarkan hasil output SPSS pada tabel 4.10, dapat diperoleh

persamaan regresi yaitu:

Y = α + 332211 xbxbxb ++ + e

Y = 184279833.852 + 0,186x1 – 0,954x 2 – 0,792x 3

Nilai konstanta alpha (α ) sebesar 184279833.852 menyatakan

bahwa, jika proses penagihan dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan

penyitaan monetary asset di bank dianggap konstan maka pencairan

tunggakan pajak adalah sebesar Rp. 184.279.833.852,-

Tabel 4.10 Coefficients a

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 184279833.852 48732360.775 3.781 .003 Surat Teguran .186 .357 .133 .521 .612 Surat Paksa -.954 .466 -.562 -2.047 .063

Penyitaan Monetary Aset di Bank -.792 .366 -.568 -2.166 .051

a Dependent Variable: Pencairan Tunggakan Pajak Sumber: Dioleh penulis dengan SPSS 12 (dalam ribuan rupiah)

Page 109: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Dari persamaan regresi hasil tabel 4.10 nilai 0,186x1 merupakan

koefisien regresi yang menunjukan bahwa setiap adanya penambahan

pada Surat Teguran sebesar Rp 1.000,- maka akan meningkatkan

pencairan tunggakan pajak sebesar Rp 186,-. (karena tanda + merupakan

arah yang positif)

Dari persamaan regresi tersebut nilai – 0,954x 2 merupakan

koefisien regresi yang menunjukan bahwa setiap adanya penambahan

pada Surat Paksa sebesar Rp 1.000,- maka Surat Paksa akan

megakibatkan penurunan terhadap pencairan tunggakan pajak sebesar

Rp 954,-. Hal tersebut dikarenakan tanda – (minus) yang menyatakan

arah hubungan yang negatif. Begitupun dengan nilai – 0,792x 3

merupakan koefisien regresi untuk penyitaan monetary asset di bank

menunjukan bahwa setiap adanya penambahan penyitaan monetary asset

di bank sebesar Rp 1.000,- akan mengurangi tingkat pencairan

tunggakan pajak sebesar Rp. 792.

Secara teori setiap pelaksanaan penagihan pajak baik dengan

Surat Teguran, Surat Paksa maupun penyitaan monetary asset di bank

memiliki arah hubungan positif terhadap pencairan tunggakan pajak,

dengan artian setiap dilaksanakan penagihan baik dengan Surat Teguran,

Surat Paksa maupun penyitaan monetary asset di bank akan berdampak

pada peningkatan tingkat pencairan atau pelunasan tunggakan pajak.

Namun, dalam kenyataannya pelaksanaan penagihan pajak adakalanya

memiliki hubungan yang negatif. Berdasarkan wawancara dengan

pegawai pada Seksi Penagihan, ada beberapa penyebab yang

Page 110: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

menyebabkan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa dan

penyitaan monetary asset di bank memiliki arah hubungan yang negatif

dengan tingkat pencairan tunggakan pajak. Dalam pengertian ketika

pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa dan penyitaan monetary

asset di bank dilakukan, maka pencairan tunggakan pajak bukannya

bertambah melainkan menurun. Salah satu penyebabnya, WP/PP sedang

mengajukan keberatan hingga proses pengajuan banding ke Pengadilan

Pajak karena WP/PP merasa SKP (Surat Ketetapan Pajak) yang telah

diterbitkan salah. Sehingga, walaupun ia telah menerima Surat Paksa

maupun telah dilaksanakan penyitaan atas harta kekayaannya yang

tersimpan di bank, WP/PP tersebut tidak melakukan pembayaran atas

tunggakan yang telah dicantumkan pada surat keputusan tersebut, karena

WP/PP merasa yakin bahwa SKP yang telah diterbitkan salah. Dalam

artian, WP/PP merasa tidak memiliki tunggakan pajak yang begitu besar

tetapi menurut fiskus sebaliknya. Oleh karena itu, WP/PP mengajukan

proses keberatan hingga pengajuan banding dan adakalanya WP/PP

tersebut menang, sehingga berdampak pada penurunan tinggkat

pencairan tunggakan pajak.

Selain itu tabel 4.10 menunjukan bahwa Surat Teguran, Surat

Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank memiliki nilai signifikansi

lebih besar dari 0,05 yaitu 0,612 untuk Surat Teguran, 0,063 untuk

Surat Paksa, dan 0,051 untuk pencairan tunggakan pajak. Dengan

demikian Ho diterima dan Ha ditolak, ini berarti bahwa pelaksanaan

penagihan dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary

asset di bank tidak berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak.

Page 111: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya tidak

terdapatnya pengaruh yang signifikan dari Surat Teguran, Surat Paksa,

dan penyitaan monetary asset di bank disebabkan minimnya tingkat

pelunasan tunggakan oleh WP/PP yang melakukan penunggakan pajak.

Pada intinya, proses pelaksanaan penagihan aktif merupakan

serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan

menegur atau memperingatkan, menerbitkan Surat Paksa, menerbitkan

SPMP, hingga proses pelaksanaan lelang, yang kesemuanya itu

diharapkan akan berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak.

Berdasarkan pengamatan, tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan

dari Surat Teguran karena masih minimnya pelunasan tunggakan pajak

akibat WP/PP mengalami kerugian, kesulitan likuiditas, maupun WP/PP

sedang mengajukan keberatan. Selain itu, berdasarkan pengamatan

peneliti WP/PP tidak melunasi utang pajaknya padahal telah diterbitkan

Surat Teguran karena, WP/PP tidak mengindahkan peraturan tersebut.

Dalam artian, WP/PP tersebut merupakan WP/PP nakal yang sengaja

tidak melunasi tunggakan pajaknya, karena WP/PP beranggapan bahwa

cash on hand menurutnya lebih baik digunakan terlebih dahulu untuk

memperluas bisnisnya dibandingkan cash on hand digunakan untuk

melunasi utang pajaknya.

Sedangkan tidak berpengaruhnya Surat Paksa dan penyitaan

monetary asset di bank berdasarkan hasil pengamatan bahwa memang

ada sebagian WP/PP yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas

sehingga ia tidak mampu untuk melunasi tunggakan pajaknya pada

periode tersebut. Selain itu, salah satu faktor lain yang menyebabkan

Page 112: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

penyitaan monetary asset tidak berpengaruh terhadap pencairan

tunggakan pajak, dikarenakan ada beberapa pihak bank yang tidak mau

membantu proses pelaksanaan penyitaan monetary asset untuk memberi

tahu saldo rekening nasabahnya yang melakukan penunggakan di bidang

perpajakan, dikarenakan terkait dengan prinsip kerahasiaan bank.

Alasannya sepele, bahwa pihak bank takut kehilangan kepercayaan dari

para nasabahnya dan takut jikalau para nasabahnya pindah ke bank lain.

Sehingga, hal tersebut berdampak pelaksanaan penyitaan monetary asset

tidak memberikan sumbangsih yang besar pada pencairan tunggakan

pajak, padahal banyak keistimewaan dari tindakan penagihan dengan

penyitaan monetary asset di bank dibandingkan dengan penyitaan

lainnya. Diantaranya biaya pelaksanaan yang rendah dan waktu

penagihan yang lebih singkat.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka diperoleh

beberapa kesimpulan sehubungan dengan pembahasan mengenai pengaruh Surat

Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank terhadap pencairan

tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat. Adapun kesimpulan tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar WP/PP

melunasi utang pajak dan biaya penagihan dengan menegur atau

memperingatkan, memberitahukan Surat Paksa, memberikan SPMP, hingga

Page 113: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

pelaksanaan penyitaan terhadap harta kekayaan milik WP/PP tersebut.

Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan

monetary asset di bank dilaksanakan oleh Jurusita Pajak pada setiap Kantor

Pelayanan Pajak yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat. Prosedur penagihan

ini dimulai dengan Penerbitan Surat Teguran tujuh hari setelah jatuh tempo

pembayaran. Setelah lewat waktu 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan dan

WP/PP tetap belum melunasi utang pajaknya maka diterbitkanlah Surat Paksa,

2X24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan WP/PP tetap tidak mau melunasi

tunggakan pajaknya maka dilaksanakan penyitaan monetary asset di bank yang

di dahului dengan proses pemblokiran apabila WP tersebut memiliki harta

kekayaan yang tersimpan di bank.

2. Hasil uji statistik F diketahui bahwa uji F hitung untuk Surat Teguran, Surat

Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank lebih kecil dari F tabelnya yaitu

2.129<3.49. Sedangkan nilai signifikansi variabel independen secara

keseluruhan sebesar 0.150 yang menunjukan probabilitas lebih besar dari 0.05.

Hal ini memberi pengertian bahwa variabel independen dalam penelitian ini

secara simultan (bersama-sama) tidak berpengaruh terhadap variabel

dependennya yaitu pencairan tunggakan pajak.

3. Hasil uji t didapat t hitung untuk Surat Teguran sebesar 0,521 sedangkan t

tabelnya sebesar 2.145. Karena t hitung lebih kecil dari t tabelnya yakni

0,521<2.145 sehingga dalam penelitian ini menerima Ho dan menolak Ha yang

menunjukan bahwa pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran tidak

berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta

Barat.

Page 114: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

4. Hasil uji t didapat t hitung untuk Surat Paksa sebesar -2,047 sedangkan t

tabelnya sebesar 2.145. Karena t hitung lebih kecil dari t tabelnya yakni -

2,047<2.145 sehingga dalam penelitian ini menerima Ho dan menolak Ha yang

menunjukan bahwa pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa tidak

berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta

Barat.

5. Hasil uji t didapat t hitung untuk penyitaan monetary asset di bank sebesar -

2,166 sedangkan t tabelnya sebesar 2.145. Karena t hitung lebih kecil dari t

tabelnya yakni -2,166<2.145 sehingga dalam penelitian ini menerima Ho dan

menolak Ha yang menunjukan bahwa pelaksanaan penagihan pajak dengan

penyitaan monetary asset di bank tidak berpengaruh terhadap pencairan

tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

6. Setiap adanya penambahan Rp 1.000,- maka Surat Teguran akan meningkatkan

pencairan tunggakan pajak sebesar Rp 186,-. Untuk Surat Paksa, setiap adanya

penambahan Rp 1.000,- maka Surat Paksa akan mengurangi pencairan

tunggakan pajak sebesar Rp 954,-, begitupun dengan penyitaan monetary asset

di bank yaitu setiap adanya penambahan Rp 1.000,- maka penyitaan monetary

asset di bank akan mengurangi pencairan tunggakan pajak sebesr Rp 792,-.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan di atas ternyata pencairan tunggakan pajak pada

Kanwil DJP Jakarta Barat tidak dipengaruhi oleh Surat Teguran, Surat Paksa, dan

penyitaan monetary asset di bank, sehingga implikasi dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 115: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

1. Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan

monetary asset di bank tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.

2. Tidak berpengaruhnya Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary

asset di bank mengindikasikan bahwa pelaksanaan penagihan pajak yang ada

kurang efektif, sehingga hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penagihan pajak

tersebut tidak memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan Negara.

3. Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam pelaksanaan penagihan pajak

seperti tidak ditemukannya alamat WP/PP karena datanya tidak up-date, ketidak

terbukaan WP/PP atas harta kekayaannya hingga berusaha mencegah agar tidak

dilakukan penyitaan atas harta kekayaan yang dimilikinya, serta kendala lain

yang terjadi selama proses penagihan berlangsung, berdampak pada

pelaksanaan penagihan pajak yang telah dilaksanakan menjadi kurang efektif,

dan berdampak pula pada rendahnya kontribusi yang dihasilkan dari

pelaksanaan penagihan pajak terhadap penerimaan Negara.

C. Saran

Berdasarkan implikasi yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis

mencoba memberikan saran yang mungkin dapat digunakan sebagai masukan yang

bersifat membangun bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Untuk mengatasi masalah masih rendahnya kontribusi yang dihasilkan dari

pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan

monetary asset di bank, maka diperlukan kerjasama antara fiskus dan

masyarakat khususnya WP/PP.

Page 116: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

2. Khusus bagi WP/PP yang menunggak pajak seharusnya diberikan penyuluhan

dan bimbingan konsultasi lebih, serta fiskus khususnya Seksi Penagihan harus

bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi WP/PP tersebut. Sehingga secara

tidak langsung hal tersebut dapat memotivasi WP/PP tersebut untuk tidak

melakukan penunggakan pajak dan menjadikan WP/PP tersebut sebagai WP/PP

patuh terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3. Sebaiknya Direktorat Jenderal Pajak khususnya Seksi Penagihan selalu

berusaha menghasilkan strategi-strategi baru yang lebih baik yang berkaitan

dengan pelaksanaan penagihan pajak, agar pencairan tunggakan pajak dapat

lebih efektif untuk tahun mendatang.

4. Untuk mengatasi kendala-kendala yang sering dihadapi oleh Seksi Penagihan

dalam pelaksanaan penagihan pajak, yaitu dengan memberikan bimbingan,

penyuluhan, dan sosialisasi berbagai kebijakan perpajakan pada WP/PP

sehingga kendala-kendala tersebut diharapkan dapat diminimalisir untuk tahun

mendatang.

Page 117: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

DAFTAR PUSTAKA

Artikel: Ancaman terhadap krisis Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

2008. www. dimastidano.wordpress.com, 3 Februari 2008. B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba

Empat. 2004. Burton, Richard. Memehami Masalah Penagihan Pajak. Jurnal Perpajakan Indonesia.

Volume 1 no. 1, Agustus 2001:20-24. Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:

Penerbit Universitas Diponegoro.2001. Hamid, Abdul. Pedoman Penulisan Skripsi FEIS. Jakarta: UIN Press.2004. Iswahyudi, Tedy. Seputar Penagihan dan Pembayaran Utang Pajak. Jurnal Perpajakan

Indonesia. Volume 5 No. 3,Oktober:12-18. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 Tentang Pemblokiran dan

Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Kurniawan, Panca dan Bagus Pamungkas. Penagihan Pajak di Indonesia. Jawa Timur:

Penerbit Bayumedia.2006. Resmi, Siti. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. 2005. Riduwan dan Sunarto. Pengantar Statistika Untuk Penelitian:Pendidikan, Sosial,

Komunikasi, Ekonomi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta. 2007. Soepomo, R. Pandu Bestari. Perlukah Rahasia Bank Dibuka Untuk Kepentingan

Pajak?. Jurnal Kipas, Volume 3 No. 26, Mei 2001. Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Penerbit CV Alfabeta.2007. Surat Edaran Nomor SE-05/ PJ.04/2007 Tentang Peraturan Direktoret Jenderal Pajak

Nomor Kep-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan Pada Bank.

Undang-undang No.19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Page 118: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN
Page 119: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun Anggaran 2004-2007

TRIWULAN

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PEM/SK.KEB/PUT BAN

YG BELUM LUNAS Surat Teguran Surat Paksa SPMP

Lembar lbr Rp. Lbr Rp. Lbr Rp.

I 2004 101,204 4342 114,266,852 637

83,385,042 95 21,103,722

Page 120: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

(dalam ribuan rupiah)

TRIWULAN

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PEM/SK.KEB/PUT BAN

YG BELUM LUNAS Surat Teguran Surat Paksa SPMP

Lembar lbr Rp. Lbr Rp. Lbr Rp.

I 2006 92,421 4.460 70,444,635 640

73,395,085 46 61,885,544

II 2006 191,342 4.126 95,047,944 954

101,956,114 73 64,569,947

III 2006 90,878 3.096 85,688,925 804

76,158,817 32 10,691,80

IV 2006 90,800 4.901 93,467,000 1.402

80,643,541 52 33,164,192

Total 465,441 16.583 344,648,504 2,399

332,153,557 203 170,311,484

II 2004 114,567 5659 151,753,703 846

95,564,986 104 18,962,755

III 2004 117,723 7579 172,935,700 1155

160,855,464 130 35,245,151

IV 2004 116,258 8579 167,432,088 1039

82,415,290 90 29,067,284

Total 449,752 26,159 606,388,343 3,677

422,220,782 419 104,378,912

Sumber :diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat

TRIWULAN

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PEM/SK.KEB/PUT BAN

YG BELUM LUNAS Surat Teguran Surat Paksa SPMP

Lembar lbr Rp. Lbr Rp. Lbr Rp.

I 2005 102,581 4.128 96,415,590 569

77,879,901 50 28,502,051

II 2005 102,077 3.343 94,713,423 738

112,783,793 49 122,109,891

III 2005 63,093 3.065 144,997,603 625

77,891,417 58 56,742,245

IV 2005 93,901 4.188 122,802,166 743

124,824,396 37 56,857,746

Total 361,652 14.724 458,928,782 2,675

393,379,507 194 264,211,933

Sumber :diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat

Page 121: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Sumber :diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat

STP/SKPKB/SKPKBT/SK.PEM/SK.KEB/PUT BAN

YG BELUM LUNAS

Lembar lbr Rp. Lbr Rp. Lbr Rp.

I 2007 97,555 4.722 89,378,018 744

78,679,106 47 107,329,530

II 2007 95,388 7.341 124,352,738 1.566

55,811,731 99 122,709,06

III 2007 92,881 7.787 135,854,463 1.789

67,378,928 112 200,014,587

IV 2007 92,366 8.186 143,350,463 2.027

74,782,128 171 285,360,92

Total 378,190 28.036 492,935,682 6.126

276,651,893 429 715,414,10

Sumber :diolah oleh penulis dari Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat

Page 122: ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN

Laporan Penyitaan Monetary Asset Di Bank Pada Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun Anggaran 2004-2007

(dalam ribuan rupiah)

I 2004 6,100,368 - 6,100,368

II 2004 6,100,368 - 6,100,368

III 2004 750,880 - 750,880

IV 2004 750,880 - 750,880

Sumber : diolah oleh penulis dari Laporan Penyitaan Monetary Aset di Bank Kanwil DJP Jakarta Barat

TRIWULAN TOTAL

TUNGGAKAN

PENYITAAN ASET MONETER

DI BANK TUNGGAKAN YANG MASIH

HARUS DIBAYAR

I 2005 750,880 544,773 206,107

II 2005 800,383 - -

III 2005 800,383 - -

IV 2005 800,383 545,737 254,646

Sumber : diolah oleh penulis dari Laporan Penyitaan Monetary Aset di Bank Kanwil DJP Jakarta Barat

TRIWULAN TOTAL

TUNGGAKAN

PENYITAAN ASET MONETER

DI BANK TUNGGAKAN YANG MASIH

HARUS DIBAYAR

I 2006 1.409,192 - 1. 409,192

II 2006 2.754,792 - 2. 754,792

III 2006 4,047,725 - 4,047,725

IV 2006 56,130,654 91,330 56,039,324

Sumber : diolah oleh penulis dari Laporan Penyitaan Monetary Aset di Bank Kanwil DJP Jakarta Barat

TRIWULAN TOTAL

TUNGGAKAN

PENYITAAN ASET MONETER

DI BANK TUNGGAKAN YANG MASIH

HARUS DIBAYAR

I 2007 21,780,834 119,915 21,660,919

II 2007 35,982,798 703.908 35,278.890

III 2007 53,016,121 2,711,986 50,304,135

IV 2007 112,389,783 1,670,016 110,719,767

Sumber : diolah oleh penulis dari Laporan Penyitaan Monetary Aset di Bank Kanwil DJP Jakarta Barat