surat paksa

21
PENAGIHAN DAN SENGKETA PAJAK SURAT PAKSA Disusun oleh : Kelompok II Aulia Ahmad Azzahari (DI Pajak I-A / 08) Rizki Ananda (DI Pajak I-A / 30) Toni Fauzi (DI Pajak I-A / 36) Program Diploma I Keuangan Spesialisasi Pajak SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA Tahun Ajaran 2013/2014

Upload: toni-fauzi

Post on 26-Nov-2015

340 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

berisi surat paksa

TRANSCRIPT

PENAGIHAN DAN SENGKETA PAJAK

SURAT PAKSA

Disusun oleh :

Kelompok II

Aulia Ahmad Azzahari(DI Pajak I-A / 08)

Rizki Ananda(DI Pajak I-A / 30)

Toni Fauzi

(DI Pajak I-A / 36)

Program Diploma I Keuangan Spesialisasi PajakSEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARATahun Ajaran 2013/2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Penagihan dan Sengketa Pajak ini yang bertemakan Surat Paksa.Adapun isi dari tulisan ini berkaitan dengan Surat Paksa khususnya mengenai informasi-informasi terbaru yang sedang berkembang di masyarakat. Juga memuat hal-hal umum seputar Surat Paksa seperti isi Surat Paksa, tata cara penyampaian Surat Paksa dan lain sebagainya.Dalam penyajiannya sendiri kami mengambil dari beberapa buku dan juga dari internet. Tak lupa kami juga berterimakasih kepada Ibu Susi Zulvina, yang dari ajarannya sangat membantu kami dalam menyelesaikan tulisan ini.Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dari tulisan ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran ataupun kritik dari pihak-pihak yang terkait sehingga dapat menjadi masukan yang membangun kami.Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya dan memperkaya pengetahuan kita terkhususnya mengenai Surat Paksa. Tangerang Selatan, Maret 2014Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN1Latar Belakang Masalah1BAB II ISI22.1Pengertian Surat Paksa22.2Surat Paksa Pengganti22.3Karakteristik Surat Paksa22.4Isi Surat Paksa22.5Tatacara Penyampaian Surat Paksa32.6Hambatan Penyampaian Surat Paksa42.7Laporan Dan Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa52.8Sanksi dan Konsekuensi yang Terkait dengan Mengangsur/Menunda Pembayaran Pajak72.8.1Tata Cara Angsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak72.8.2Cara Pengajuan Permohonan72.8.3Sanksi Administrasi Terhadap WP Dalam Hal Permohonannya Disetujui82.9Contoh Kasus8BAB III PENUTUP10Kesimpulan10DAFTAR PUSTAKA11

BAB IPENDAHULUANLatar Belakang MasalahSistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi rakyat Indonesia, baik dari segi kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Disamping itu sistem perpajakan yang lama tersebut belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh karenan itu Pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru yaitu dengan lahirnya UU Perpajakan seperti : UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 7 tahun 1983 tentang PPh, UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UU No. 12 tahun 1985 tentang PBB, UU No.13 tahun 1985 tentang Bea Materai.Sejalan dengan perkembangan yang ada, dari banyak masalah yang ternyata tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada sehingga menuntut perlunya penyempurnaan terhadap UU Perpajakan tersebut. Dengan alasan tersebut maka pada akhir tahun 1994 pemerintah mengeluarkan UU No 9,10,11, dan 12 sebagai penyempurnaan. Dan penyempuranaan terakhir terhadap UU Perpajakan tersebut dilakukan dengan dikeluarkannya UU No. 16,17,18,19 dan 20 tahun 2000.Perkembangan yang ada ternyata juga mneuntut pemerintah untuk melakukan penyempurnaan terhadap UU No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa karena pada UU tersebut banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk berkelit dari kewajibannya sebagai wajib pajak, kemudian dikeluarkanlah UU No. 19 tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan UU No. 19 tahun 1997.

BAB IIISI

2.1 Pengertian Surat PaksaPengertian surat paksa telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.Sedangkan menurut Rusdji (2005:25), yaitu surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.

2.2 Surat Paksa Pengganti Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan. Misalnya, kecurian, kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang menyebabkan asli Surat Paksa rusak, tidak terbaca atau oleh sebab lain misalnya Surat Paksa hilang atau tidak dapat diketemukan lagi, Surat Paksa pengganti mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.

2.3 Karakteristik Surat PaksaSurat Paksa mempunyai karakteristik sebagai berikut:1. Surat paksa langsung dapat digunakan tanpa bantuan putusan peradilan dan tidak dapat digunakan untuk mengajukan banding2. Mempunyai kedudukan hukum yangsama dengan grosse akte, yaitu putusan peradilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihannya4. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penagihan penyanderaan

2.4 Isi Surat PaksaSurat Paksa bertuliskan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA pada kepala surat, yang mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukumnya sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.Surat Paksa harus memuat sekurang-kurangnya :1. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;2. Dasar penagihan;3. Besarnya utang pajak; dan4. Perintah untuk membayar

2.5 Tatacara Penyampaian Surat Paksa1) Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan danpenyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Dengan pernyataan artinyaSurat Paksa harus dinyatakan dengan cara dibacakan di depan Penanggung Pajak,dan Salinan Surat Paksa tersebut diserahkan kepada Penanggung Pajak. Tata caraini sama seperti tata cara penyampaian putusan Hakim Pengadilan yang memilikikekuatan eksekutorial. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dankedudukan hukum yang sama dengan grosse akta, yaitu putusan pengadilan perdatayang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan kepadaPenanggung Pajak oleh Jurusita Pajak dilaksanakan dengan cara membacakan isiSurat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara sebagaipernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan. Selanjutnya salinan Surat Paksadiserahkan kepada Penanggung Pajak, sedangkan asli Surat Paksa disimpan dikantor Pejabat.2) Dalam berita acara sekurang-kurangnya berisi hari dantanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima,dan tempat pemberitahuan Surat Paksa serta ditandatangani oleh Jurusita Pajak danPenanggung Pajak.

3) Dalam hal Penanggung Pajak adalah Orang Pribadi maka SuratPaksa diberitahukan oleh Jurusita kepada:a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yangmemungkinkan;b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempatusaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidakdapat dijumpai;c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus hartapeninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisanbelum dibagi; ataud. Terhadap Wajib Pajak yang meninggal dunia dan meninggalkan warisan yangtelah dibagi, Surat Paksa diterbitkan dan diberitahukan kepada masing-masingahli waris. Surat Paksa dimaksud memuat, antara lain, jumlah tunggakan utangpajak yang telah dibagi sebanding dengan besarnya warisan yang diterima olehmasing-masing ahli waris. Dalam hal ahli waris belum dewasa, Surat Paksadiserahkan kepada wali atau pengampunya.

4) Dalam hal Surat Paksa terhadap Wajib Pajak Badan, Surat Paksadiberitahukan kepada:a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal,baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal merekamaupun di tempat lain yang memungkinkan;Yang dimaksud dengan pengurus, misalnya :untuk perseroan terbatas kepada pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegangsaham tertentu, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikutmenentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankanperseroan. Pengertian Komisaris meliputi Komisaris sebagai orang yang lazimdisebut Dewan Komisaris dan Komisaris sebagai orang perseroan yang lazimdisebut anggota Komisaris. Yang dimaksud dengan pemegang saham tertentuadalah pemegang saham pengendali atau pemegang saham mayoritas dariperseroan terbatas terbuka dan seluruh pemegang saham dari perseroan terbatas tertutup.untuk Bentuk Usaha Tetap kepada kepala perwakilan, kepala cabang ataupenanggung jawab;untuk badan usaha lainnya seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan,firma, persekutuan komanditer adalah direktur, pemilik modal atau orang yangditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawabatas perusahaan dimaksud;untuk yayasan adalah ketua dan orang yang melaksanakan danmengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan dimaksud;termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyatamempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambilkeputusan, sedangkan yang dimaksud dengan pemegang saham adalahpemegang saham mayoritas.b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutanapabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimanadimaksud dalam huruf a. Yang dimaksud dengan pegawai tetap adalah pegawaiperusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia,hubungan masyarakat, atau bagian umum dan bukan pegawai harian.

2.6 Hambatan Penyampaian Surat PaksaDalam melaksanakan, menerbitkan, maupun menyampaikan Surat Paksa terdapat hambatan hambatan yang dihadapi oleh Jurusita Pajak. Hambatan tersebut tidak hanya dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak saja, namun faktor lain juga dapat menghambat pelaksanaan penyampaian Surat Paksa tersebut.Hambatan hambatan dalam penyampaian Surat Paksa adalah sebagai berikut :A. Hambatan EkternalHambatan eksternal dalam penyampaian Surat Paksa antara lain, apabila terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat, misalnya : Kecurian Kebanjiran Kebakaran Gempa bumi dsbYang dapat membuat Surat Paksa menjadi rusak, tidak terbaca, maupun oleh sebab lain misalnya Surat Paksa hilang atau tidak dapat diketemukan. Dengan hal ini, maka Pejabat Pajak karena jabatannya dapat menerbitkan kembali Surat Paksa Pengganti dimana memiliki hukum yang sama dengan Surat Paksa.B. Hambatan InternalHambatan internal dalam menyampaikan Surat Paksa antara lain : Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dinyatakan pailit. Oleh sebab itu Jurusita Pajak harus menyampaikan Surat Paksa itu kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi. Maka Jurusita Pajak harus menyampaikan Surat Paksa itu kepada Likuidator. Adanya Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak kepada orang pribadi maupun badan untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemui. Maka Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa itu melalui Pemerintah Daerah setempat. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak dapat diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya. Sehingga Surat Paksa itu hanya ditempel di kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkannya di media massa, atau dengan cara lain sesuai ketentuan Menteri atau Kepala Daerah. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak menolak Surat Paksa itu. Maka Jurusita Pajak hanya meninggalkan Surat Paksa salinannya lalu menuliskan pada Berita Acara bahwa Wajib Pajak atau Penanggung Pajak itu tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.

2.7 Laporan Dan Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa1. Surat Paksa diterbitkan apabila : a. Penangung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus; atau c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.2. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.3. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam (ketentuan umum) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang kurangnyamemuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.4. Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada : a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan; b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai; c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau d. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.5. Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada : a. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.6. DalamhalWajibPajakdinyatakanpailit,SuratPaksadiberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.7. Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud.8. Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Kelurahan dan RT setempat.9. Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan.10. Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa.11. Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam (ketentuan umum) wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakannya kepada Pejabat yang meminta bantuan.12. Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak pihak yang dimaksud menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Jawab tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.13. Dalam hal terjadi keadaan diluar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan.14. Surat Paksa pengganti sebagaimana dimaksud mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.15. Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembentulan atau penggantian kepada Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan Atau surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, dan Surat Paksa yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.16. Tindakan pelaksanaan Penagihan Pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.17. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.2.8 Sanksi dan Konsekuensi yang Terkait dengan Mengangsur/Menunda Pembayaran Pajak2.8.1 Tata Cara Angsuran Dan Penundaan Pembayaran PajakDirektur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan PMK-184/PMK.03/2007 stdd PMK-80/PMK.03/2010 dan PER-38/PJ/2008.Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalamSTP,SKPKB,SKPKBT, danSurat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah, sertaPPh Pasal 29yang masih harus dibayar dalam SPT Tahunan PPh, kepada Direktur ]enderal Pajak.2.8.2 Cara Pengajuan Permohonan1. Permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar;2. Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir : Apabila ternyata batas waktu 9 (sembilan) hari kerja ini tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaannya, permohonan Wajib Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang Wajib Pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya tersebut. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui jangka waktu ini harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran atau penundaan.3. Permohonan Wajib Pajak disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.4. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan harus memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala KPP, kecuali apabila Kepala KPP menganggap tidak perlu. Jaminan ini dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.

2.8.3 Sanksi Administrasi Terhadap WP Dalam Hal Permohonannya Disetujui1. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.2. Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak kecuali pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua Persen) per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) UU KUP dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.3. Bunga yang timbul akibat angsuran atau penundaan pembayaran pajak dihitung berdasarkan saldo utang pajak. Bunga ini ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak pada setiap tanggal jatuh tempo angsuran, jatuh tempo penundaan, atau pada tanggal pembayaran.4. Bunga tidak dikenakan terhadap angsuran atau penundaan atas pembayaran Surat Tagihan Pajak.

2.9 Contoh KasusKantor Pelayanan Pajak Pratama Sukamulih menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang BayarNomor 000010/207/08/622/09 tanggal 20 Nopember 2009 dengan nilai Rp350.000.000,00. Atasnilai SKPKB tersebut keseluruhannya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dan oleh Wajib Pajak padatanggal 15 Januari 2010 diajukan upaya hukum berupa keberatan. Pada bulan Februari 2009terdapat informasi bahwa Wajib Pajak akan membubarkan usahanya.

LANDASAN TEORI :Pasal 25 ayat (7) UU KUPDalam hal WP mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimanadimaksud dalam pasal 9 ayat (3) atau ayat (3A) atas jumlah pajak yang belum dibayar padasaat pengajuan keberatan, tertangguh 1 bulan sejak sejak tanggal penerbitan SKKeberatanPasal 6 ayat (1) UU PPSPJurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggaljatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligusyang diterbitkan oleh Pejabat apabila :a) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atauberniat untuk itu;b) Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasaidalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, ataupekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;c) terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badanusahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, ataumemindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukanperubahan bentuk lainnya;d) badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; ataue) terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atauf) terdapat tanda tanda kepailitan.

Pasal 14 PMK-24/PMK.03/2008Penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus oleh Pejabat dilakukan denganketentuan sebagai berikut :a) diterbitkan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;b) diterbitkan tanpa didahului Surat Teguran;c) diterbitkan sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguranditerbitkan;ataud) diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.Penyelesaian Kasus :Berdasarkan pasal 6 UU PPSP, meskipun pajak yang tercantum dalam dasar penagihansebagaimana dimaksud dalam pasal 18 UU KUP yang dalam hal ini SK Keberatan(Karena WP mengajukan keberatan) belum jatuh tempo berdasarkan pasal 26 ayat (7),tetapi terhadap wajib pajak tersebut dapat diterbitkan Surat Penagihan Seketika danSekaligus sesuai dengan pasal 14 PMK-24/PMK.03/2008 dengan kondisi sebagaimanadimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf (d) UU PPSP, yakni WP akan melakukanpembubaran badan usaha.Atas dasar SPPSS tersebut, KPP dapat langsung menerbitkan Surat Paksa (Pasal 8 UUPPSP) untuk mengamankan target penerimaan negara.

BAB IIIPENUTUP

KesimpulanDari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, Surat Paksa merupakan surat perintah kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak untuk membayar Pajak terutang sekaligus dengan biaya penagihan pajaknya, dimana surat tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukumnya sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa bertuliskan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN TUHAN YANG MAHA ESA pada kepala surat, dan memuat sekurang-kurangnya:1. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;2. dasar penagihan;3. besarnya utang pajak; dan4. perintah untuk membayar.Surat Paksa diterbitkan oleh seorang Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Dalam hal penagihan pajak yang dilakukan adalah penagihan pajak pusat, maka Menteri Keuangan yang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat misalnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk Wajib Pajak yang terdaftar di wilayah kerjanya.Surat Paksa diterbitkan apabila:1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;2. Penanggung Pajak yang terhadapnya telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus; atau3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak

DAFTAR PUSTAKA

http://blog-resnu.blogspot.com/2012/06/tata-cara-penyampaian-surat-paksa.html/http://catarts.wordpress.com/2012/04/12/penagihan-pajak-dengan-surat-paksa/http://cup4nkcraz.blogspot.com/2010/12/contoh-kasus-kasus-penagihan-pajak.htmlhttp://riskamunifa-ilmupengetahuan.blogspot.com/Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 19 Tahun 2000