analisis pengaruh pendapatan asli daerah (pad),...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD),
PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN PENGANGGURAN
TERHADAP KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI PULAU JAWA
TAHUN 2012-2018
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Muhammad Malik Ibrahim
11140840000064
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2019 M
i
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Muhammad Malik Ibrahim
Tempat, Tanggal lahir : Jakarta, 16 September 1996
Alamat : Jl. Benda Barat 12A, Blok C 23/19A,
Pamulang Permai II, Tangerang Selatan,
Banten, 15416
No. Ponsel : 085312650150
Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
1. Raudhatul Athfal (RA) Assalamah Tahun 2001 - 2002
2. Sekolah Dasar Islam (SDI) At-Taqwa Tahun 2002 - 2008
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
4 Kota Tangerang Selatan
Tahun 2008 - 2011
4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3
Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011 - 2014
5. S1 Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tahun 2014 - 2019
III. Pengalaman Organisasi
1. Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi
Pembangunan (HMJ EP)
Tahun 2015 - 2016
vi
ABSTRACT
The aims of this research to analyze the influence of Original Local
Government Revenue, Foreign Direct Investment (FDI) and Unemployment on
Development Inequality in Java Island 2012-2018 period. Development Inequality
is measured with Williamson Index. This study uses panel data analysis approach
to Random Effects Model (REM). The results showed that Development Inequality
can be explained by Original Local Government Revenue, FDI and Unemployment
about 16,59%. Simultaneously, Original Local Government Revenue, Foreign
Direct Investment (FDI) and Unemployment have significant effect on
Development Inequality. Partially, Original Local Government Revenue and
Unemployment have positive and significant impact on Development Inequality,
meanwhile FDI has negative and significant impact on Development Inequality.
Keywords: Development Inequality, Williamson Index, Original Local
Government Revenue, Foreign Direct Investment (FDI) and Unemployment,
Random Effects Model (REM).
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Penanaman Modal Asing (PMA) dan Pengangguran terhadap
Ketimpangan Pembangunan di Pulau Jawa Tahun 2012-2018. Ketimpangan
Pembangunan diukur menggunakan alat ukur ketimpangan berupa Indeks
Williamson. Penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan pendekatan
Random Effects Model (REM). Hasil menunjukkan bahwa Ketimpangan
Pembangunan dapat dijelaskan oleh Variabel PAD, PMA dan Pengangguran
sebesar 16,59%. Secara simultan Variabel PAD, PMA dan Pengangguran
berpengaruh signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan. Secara
parsial Variabel PAD dan Pengangguran berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan, sedangkan Variabel PMA
berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan.
Kata Kunci: Ketimpangan Pembangunan, Indeks Williamson, Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Penanaman Modal Asing (PMA) dan Pengangguran, Random
Effects Model (REM).
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah melimpahkan segala nikmat,
keberkahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
berjudul “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Pengangguran terhadap Ketimpangan
Pembangunan di Pulau Jawa Tahun 2012-2018” dengan baik. Shalawat serta
salam penulis hanturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. yang telah
membawa umatnya dari zaman jahiliah ke zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, semoga dapat berkumpul di Yaumil Qiyamah nanti.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini terselesaikan tentunya karena adanya dukungan, bimbingan dan
bantuan serta doa dari orang-orang di sekeliling penulis selama proses penyelesaian
skripsi ini. Oleh karenanya, izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Keluarga penulis, Ibunda Darlinah Tri Pratiwi dan Ayahanda Muhammad
Tamzil yang tiada hentinya memberikan doa, dukungan, motivasi, serta
bersabar hati hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta
kakak penulis Muhammad Abdurahman, semoga kalian selalu dalam lindungan
Allah SWT.
2. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA, QIA., BKP., CRMP selaku dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
3. Bapak Drs. Rusdianto, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat selama masa bimbingan
hingga skripsi ini akhirnya terselesaikan.
4. Ibu Najwa Khairina, SE., MA. yang sudah bersedia meluangkan waktu dan
ilmunya untuk penulis bimbingan perihal hal statistika.
5. Bapak Drs. Jackie Nurdjaman Rachman MPS yang sudah memberikan ilmu
yang berguna dan dengan berbaik hati memberikan dorongan kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi.
6. Bapak Dr. M. Hartana Iswandi Putra, M.Si dan Bapak Deni Pandu Nugraha,
SE., M.Sc selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
ix
yang telah memberikan arahan serta bimbingan yang berarti dalam penyelesaian
perkuliahan ini.
7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis selama perkuliahan serta
jajaran karyawan dan staff UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan pelayanan yang baik selama masa perkuliahan.
8. Teman-teman baik penulis Aset, Lulu, Evi, Mala, Gita yang selalu memberikan
dukungan, pertolongan, hiburan dan selalu ada ketika penulis sedang merasa
sedih ataupun senang.
9. Teman-teman KNN penulis dalam Group “Bale Rombeng” yang selalu
memberikan gelak tawa.
10. Teman baik penulis sejak SMP hingga sekarang, Dayen yang telah menjadi
teman berbagi cerita serta berbagi gelak tawa.
Semoga orang-orang yang telah berjasa terhadap penulis tersebut selalu
diberikan kesehatan dan pahala yang setimpal oleh Allah SWT. Selanjutnya,
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk
pencapaian yang lebih baik.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 19 November 2019
Muhammad Malik Ibrahim
x
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13
A. Ketimpangan Pembangunan......................................................................... 13
B. Pendapatan Asli Daerah ............................................................................... 18
C. Penanaman Modal Asing ............................................................................. 20
D. Pengangguran ............................................................................................... 24
E. Hubungan Antar Variabel ............................................................................ 28
1. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Ketimpangan
Pembangunan ......................................................................................... 28
2. Hubungan antara Penanaman Modal Asing dengan Ketimpangan
Pembangunan ......................................................................................... 28
3. Hubungan antara Pengangguran dengan Ketimpangan
Pembangunan ......................................................................................... 28
F. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 29
G. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 41
H. Hipotesis ....................................................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 44
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 44
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................................... 44
C. Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 45
D. Metode Analisis Data ................................................................................... 45
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................................... 51
xi
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 54
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................. 54
1. Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ................................................... 54
2. Jawa Barat .............................................................................................. 58
3. Jawa Tengah ........................................................................................... 60
4. Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta ......................................................... 64
5. Jawa Timur ............................................................................................. 67
6. Banten ..................................................................................................... 70
B. Estimasi Data Panel...................................................................................... 72
1. Uji Chow ................................................................................................ 73
2. Uji Hausman ........................................................................................... 73
3. Model Random Effect ............................................................................. 74
C. Pengujian Hipotesis ...................................................................................... 76
1. Uji Statistik t ........................................................................................... 76
2. Uji Statistik F .......................................................................................... 78
3. Adjusted R Squared (Adj. R2) ................................................................. 79
D. Analisis Ekonomi ......................................................................................... 79
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Ketimpangan
Pembangunan ......................................................................................... 79
2. Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Ketimpangan
Pembangunan ......................................................................................... 81
3. Pengangguran terhadap Ketimpangan Pembangunan ............................ 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 84
A. Kesimpulan .................................................................................................. 84
B. Saran ............................................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86
xii
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 91
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah) ...................................................... 4
Tabel 1.2 Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Produk
Domestik Bruto Indonesia berdasarkan Pulau di Indonesia tahun 2012-
2018 (Persen) ....................................................................................... 5
Tabel 1.3 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Pulau Jawa Tahun 2012-
2018 (Juta US Dolar) Perkembangan Jumlah dan Laju Pengangguran
Terbuka di Pulau Jawa Tahun 2012-2018 ........................................... 8
Tabel 1.4 Jumlah Pengangguran Terbuka Berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2012-2018 (Orang) ................................................................... 8
Tabel 1.5 Indeks Williamson berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-
2018 ................................................................................................... 10
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 34
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian ........................................................ 52
Tabel 4.1 Uji Chow............................................................................................ 73
Tabel 4.2 Uji Hausman ...................................................................................... 73
Tabel 4.4 Hasil Estimasi Data Panel.................................................................. 74
Tabel 4.5 Efek Individual .................................................................................. 75
Tabel 4.6 Uji Statistik t ...................................................................................... 77
Tabel 4.7 Uji Statistik F ..................................................................................... 79
Tabel 4.8 Adjusted R Squared (Adj. R2) ........................................................... 79
Tabel 4.9 Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa
2018 ................................................................................................... 81
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ...........................................................................41
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan Pulau
di Indonesia Tahun 2012-2018 (Persen) .............................................. 6
Grafik 1.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa Tahun
2012-2018 (Persen) ..............................................................................8
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta tahun
2012-2018 (Miliar Rupiah) ................................................................ 54
Grafik 4.2 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi DKI Jakarta tahun
2012-2018 (Juta US Dolar)................................................................ 55
Grafik 4.3 Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2018
(Orang)............................................................................................... 56
Grafik 4.4 Indeks Williamson (IW) Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2018 ..... 57
Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat tahun
2012-2018 (Miliar Rupiah) ................................................................ 58
Grafik 4.6 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi Jawa Barat tahun
2012-2018 (Juta US Dolar)................................................................ 59
Grafik 4.7 Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018
(Ribu Orang) ...................................................................................... 60
Grafik 4.8 Indeks Williamson (IW) Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018 ....... 60
Grafik 4.9 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Tengah tahun
2012-2018 (Miliar Rupiah) ................................................................ 61
Grafik 4.10 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi Jawa Tengah tahun
2012-2018 (Juta US Dolar)................................................................ 62
Grafik 4.11 Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2018
(Orang)............................................................................................... 62
Grafik 4.12 Indeks Williamson (IW) Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2018 .... 63
Grafik 4.13 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DI Yogyakarta
tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah) ...................................................... 64
xvi
Grafik 4.14 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi DI Yogyakarta
tahun 2012-2018 (Juta US Dollar) ..................................................... 65
Grafik 4.15 Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-
2018 (Orang)...................................................................................... 66
Grafik 4.16 Indeks Williamson (IW) Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2018 . 66
Grafik 4.17 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur tahun
2012-2018 (Miliar Rupiah) ................................................................ 67
Grafik 4.18 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi Jawa Timur tahun
2012-2018 (Juta US Dolar)................................................................ 68
Grafik 4.19 Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2018
(Orang)............................................................................................... 69
Grafik 4.20 Indeks Williamson (IW) Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2018 ...... 70
Grafik 4.21 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Banten tahun 2012-
2018 (Miliar Rupiah) ......................................................................... 70
Grafik 4.22 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi Banten tahun
2012-2018 (Juta US Dolar)................................................................ 71
Grafik 4.23 Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Banten tahun 2012-2018
(Orang)............................................................................................... 72
Grafik 4.24 Indeks Williamson (IW) Provinsi Banten tahun 2012-2018 ............. 72
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Uji Model Panel ............................................................................ 91
A. Common Effects Model ................................................................................ 91
B. Fixed Effects Model...................................................................................... 92
C. Uji Chow ...................................................................................................... 93
D. Random Effects Model ................................................................................. 94
E. Uji Hausman ................................................................................................ 95
Lampiran 2: Data Penelitian .............................................................................. 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 34 Provinsi dengan
potensi dan kondisi masing-masing daerah yang berbeda-beda, mulai dari
kondisi alam, sosial, ekonomi hingga budaya. Beberapa daerah berbatasan
dengan laut atau biasa disebut wilayah pesisir sehingga berpotensi besar dalam
pengembangan sektor perikanan, sedangkan daerah lainnya terletak pada
dataran tinggi sehingga berpotensi dalam pengembangan sektor perkebunan.
Ada pula daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah sehingga
unggul dalam sektor pertanian dan perkebunan, sedangkan daerah lainnya
memiliki infrastruktur yang maju sehingga unggul dalam sektor industri dan
jasa.
Potensi yang berbeda-beda pada masing-masing daerah tersebut merupakan
suatu peluang bagi daerah yang bersangkutan yang apabila dimanfaatkan secara
optimal dapat menciptakan suatu proses pembangunan yang menguntungkan
bagi daerah beserta masyarakatnya.
Menurut Sadono Sukirno (2014), pembangunan atau pembangunan
ekonomi merupakan suatu rangkaian pengembangan kegiatan ekonomi
sehingga lebih banyak infrastruktur yang tersedia, bertambah dan
berkembangnya perusahaan, menigkatnya taraf pendidikan dan teknologi, yang
kemudian berimplikasi pada bertambahnya kesempatan kerja, meningkatnya
pendapatan negara dan masyarakat serta tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka tujuan dari dilaksanakannya
pembangunan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan sosial yang merata pada seluruh masyarakat sesuai dengan
keinginan dan aspirasi masyarakat (Sjafrizal, 2008).
Proses pembangunan yang baik dapat tercapai apabila masyarakat dan
pemerintah berperan aktif dalam mengelola potensi yang terdapat di daerah
yang ditempatinya. Oleh karena itu, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya merupakan Undang-
2
Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa sistem pemerintahan
Indonesia menerapkan sistem otonomi daerah. Menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014, Otonomi Daerah adalah “hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Secara singkat, otonomi daerah dapat diartikan
sebagai hak atau wewenang bagi suatu daerah otonom untuk mengurus rumah
tangganya sendiri (Sarudajang dalam Sjafrizal, 2008). Hal ini mengartikan
bahwa dengan diterapkannya sistem otonomi daerah, masyarakat dan
pemerintah daerah memiliki hak dan wewenang untuk menentukan arah
pembangunan sesuai dengan kebutuhan daerahnnya masing-masing.
Penerapan sistem otonomi daerah tersebut muncul sebagai solusi dari
permasalahan pembangunan yang disebabkan oleh sistem pemerintahan
sentralisasi. Menurut Sjafrizal (2008) sistem pemerintahan sentralisasi telah
menghasilkan proses pembangunan yang kurang efisien dan memperlebar
ketimpangan antar daerah dikarenakan kebijakannya yang seragam untuk
seluruh daerah serta mengabaikan perbedaan potensi yang terdapat pada
masing-masing daerah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah
diperlukan kemampuan keuangan daerah yang mumpuni sehingga tujuan
pembangunan dapat tercapai. Oleh karena itu, setelah diberlakukannya sistem
otonomi daerah, maka setiap daerah memiliki kewenangan untuk menggali dan
memanfaatkan potensi ekonomi yang dimiliki daerahnya demi membiayai
segala urusan pemerintahan daerah serta kegiatan pembangunan daerah. Jenis
penerimaan daerah yang berasal dari pemanfaatan potensi daerah tersebut biasa
disebut Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (Darise, 2009). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, PAD bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah. Semakin
3
banyak potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimanfaatkan
oleh daerah, maka semakin besar jumlah PAD yang akan diperoleh daerah
tersebut.
Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang berada di Indonesia. Secara
administratif, Pulau Jawa terdiri atas 6 Provinsi, diantaranya Provinsi DKI
Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Banten. Secara geografis, Pulau
Jawa memiliki banyak gunung vulkanik yang menyebabkan tanah di Pulau
Jawa bersifat subur sehingga cocok untuk kegiatan pertanian dan perkebunan.
Dari segi sumber daya manusia, pada tahun 2014 sebesar 58% dari keseluruhan
angkatan kerja di Indonesia menempati Pulau Jawa (BPS, 2014). Hal tersebut
merupakan daya tarik Pulau Jawa untuk mengundang para pengusaha untuk
mendirikan usahanya di Pulau Jawa. Selain itu, pembangunan prasana dan
sarana di Pulau Jawa juga terus mengalami peningkatan yang lebih cepat
dibandingkan wilayah lainnya di luar Pulau Jawa sehingga kegiatan pada sektor
industri dan jasa di Pulau Jawa berkembang pesat.
Potensi yang dimiliki Pulau Jawa tersebut dapat dimanfaatkan sehingga
menjadi sumber penerimaan daerah untuk membiayai kegiatan pembangunan
daerah di Pulau Jawa.
4
Tabel 1.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah)
Sumber: BPS Indonesia, 2019.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah PAD yang
terealisasikan di provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018
memiliki kecenderungan meningkat. Apabila diakumulasikan, maka realisasi
PAD di Pulau Jawa pada tahun 2012 adalah sebesar 52.778,6 miliar rupiah dan
terus meningkat hingga mencapai 103.580,6 miliar rupiah pada tahun 2018 atau
meningkat sebesar 96%.
Provinsi DKI Jakarta memiliki realisasi PAD terbesar dibandingkan 5
provinsi lainnya di Pulau Jawa. Secara umum, realisasi PAD Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2012 hingga 2018 mengalami perkembangan yang
cenderung meningkat. Realisasi PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012
adalah sebesar 22.040,8 miliar rupiah dan terus meningkat hingga mencapai
43.901,5 miliar rupiah pada tahun 2017 dan mengalami penurunan sebesar 1,3%
pada tahun 2018 sehingga menjadi 43.327,1 miliar rupiah. Kontribusi terbesar
terhadap realisasi PAD Provinsi DKI Jakarta bersumber dari pemungutan pajak
daerah (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2019).
Selanjutnya, Provinsi yang menghasilkan realisasi PAD terbesar di Pulau
Jawa setelah Provinsi DKI Jakarta adalah Provinsi Jawa Barat, dimana pada
tahun 2012 menghasilkan PAD sebesar 9.982,9 miliar rupiah dan terus
meningkat hingga mencapai 19.642,9 miliar rupiah pada tahun 2018 atau
meningkat sebesar 96,8% dari tahun 2012. Selain Provinsi DKI Jakarta dan
Provinsi Jawa Barat, realisasi PAD di provinsi lainnya di Pulau Jawa juga terus
Provinsi Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
DKI Jakarta 22.040,8 26.852,2 31.274,2 33.686,2 36.888 43.901,5 43.327,1
Jawa Barat 9.982,9 12.360,1 15.038,2 16.032,8 17.042,9 18.081,1 19.642,9
Jawa Tengah 6.629,3 8.212,8 9.916,4 10.904,8 11.541 12.547,5 13.711,8
DI Yogyakarta 1.004,1 1.216,1 1.464,6 1.593,1 1.673,8 1.852 2.041,1
Jawa Timur 9.725,6 11.596,4 14.442,2 15.402,6 15.817,8 17.324,2 18.531,1
Banten 3.395,9 4.118,6 4.899,1 4.972,7 5.463,2 5.756,4 6.326,6
Pulau Jawa 52.778,6 64.356,1 77.034,7 82.592,4 88.426,6 99.462,6 103.580,6
5
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kondisi realisasi PAD yang baik
tersebut mengindikasikan bahwa Pulau Jawa memiliki kondisi pertumbuhan
ekonomi yang baik pula.
Tabel 1.2
Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Produk Domestik
Bruto Indonesia berdasarkan Pulau di Indonesia tahun 2012-2018 (Persen)
Provinsi Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
P. Sumatera 22,31 22,14 22,02 21,71 21,53 21,34 21,18
P. Jawa 57,51 57,67 57,87 58,14 58,38 58,60 58,83
P. Bali dan Nusa Tenggara 2,87 2,88 2,90 3,05 3,07 3,02 2,95
P. Kalimantan 9,40 9,24 9,08 8,77 8,51 8,43 8,32
P. Sulawesi 5,45 5,55 5,64 5,81 5,94 6,04 6,11
P. Maluku dan Papua 2,46 2,51 2,49 2,52 2,58 2,57 2,61
Total 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS Indonesia, 2019, data diolah.
Apabila dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia, PDRB Pulau
Jawa berkontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia dibandingkan kontribusi
PDRB pulau lainnya di Indonesia. Pada tahun 2012 hingga 2018, PDRB Pulau
Jawa berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap PDB Indonesia. Persentasenya
bahkan semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut mengartikan bahwa
perekonomian Pulau Jawa memiliki peranan penting terhadap perekonomian
Indonesia.
Peran penting perekonomian Pulau Jawa bagi perekonomian Indonesia
tersebut menjadi alasan para investor untuk mendirikan usaha di Pulau Jawa.
Hal ini didasari pada pemikiran bahwa kegiatan berinvestasi akan lebih
menguntungkan apabila dilakukan di daerah yang padat akan kegiatan ekonomi.
6
Grafik 1.1
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan Pulau di Indonesia Tahun
2012-2018 (Persen)
Sumber: BKPM, 2019, data diolah.
Berdasarkan grafik 1.1, terlihat bahwa lebih dari 50 persen investasi
Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia tahun 2012-2018 paling banyak
terealisasikan di Pulau Jawa. Soekarni, dkk., (2008) menyebutkan bahwa
tingginya realisasi PMA di Pulau Jawa disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya: infrastruktur yang memadai, sektor pendukung dan sektor terkait
yang beragam, pasar yang lebih luas serta jumlah tenaga kerja terampil dan
terdidik yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain.
Tabel 1.3
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Pulau Jawa Tahun 2012-2018 (Juta US Dolar)
Provinsi Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
DKI Jakarta 4.107,7 2.591,1 4.509,4 3.619,4 3.398,2 4.595 4.857,7
Jawa Barat 4.210,7 7.124,9 6.562 5.738,7 5.470,9 5.142,9 5.573,5
Jawa Tengah 241,5 464,3 463,4 850,4 1.030,8 2.372,5 2.372,7
DI Yogyakarta 84,9 29,6 64,9 89,1 19,6 36,5 81,3
Jawa Timur 2.298,8 3.396,3 1.802,5 2.593,4 1941 1.566,7 1.333,4
Banten 2.716,3 3.720,2 2.034,6 2.542 2.912,1 3.047,5 2.827,3
Total 13.659,9 17.326,4 15.436,8 15.433 14.772,6 16.761,1 17.046 Sumber: BKPM, 2019.
1512 14 13
2017 17
5660
54 53 51 52
58
5 3 4 4 3 4 5
1310
1620
9 9 76 5 7 59 11
85
105 5
8 7 6
0
10
20
30
40
50
60
70
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Per
sen
Sumatera Jawa Bali,Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku, Papua
7
Secara akumulatif, realisasi PMA di Pulau Jawa memiliki perkembangan
yang berfluktuatif. Pada tahun 2012, realisasi PMA di Pulau Jawa adalah
sebesar 13.659,9 juta US Dolar lalu mengalami peningkatan pada tahun 2013
sebesar 26,8% sehingga menjadi 17.326,4 juta US Dolar. Kemudian terjadi
penurunan pada tahun 2014 hingga 2016 dan mulai meningkat kembali pada
tahun 2017 dan 2018.
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), PMA di Pulau
Jawa tahun 2012-2018 paling banyak terealisasi di Provinsi Jawa Barat. Terlihat
dalam tabel 1.3 bahwa pada tahun 2012, investasi modal asing yang
terealisasikan di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 4.210,7 juta US Dolar atau
31% dari total PMA di Pulau Jawa terealisasikan di Provinsi Jawa Barat.
Walaupun jumlah realisasi PMA di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2012 hingga
2018 bersifat fluktuatif, namun selama periode 7 tahun tersebut, realisasi PMA
tertinggi di Pulau Jawa terus ditempati oleh Provinsi Jawa Barat. Tingginya
realisasi PMA di Provinsi Jawa Barat tersebut dikarenakan banyaknya industri
dan kawasan industri yang berkembang di Jawa Barat (Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Barat, 2017).
Provinsi selanjutnya dengan realisasi PMA terbesar di Pulau Jawa adalah
Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia
menyediakan infrastruktur yang memadai dan pemusatan kegiatan ekonomi
yang menarik banyak investor untuk menanamkan modal di Provinsi DKI
Jakarta. Sama halnya dengan Provinsi Jawa Barat, realisasi PMA di Provinsi
DKI Jakarta juga mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Selama tahun
2012 hingga 2018, terjadi tiga kali peningkatan realisasi PMA yaitu pada tahun
2014 sebesar 74%, 2017 sebesar 35,2% dan tahun 2018 sebesar 5,7%. Provinsi
lainnya di Pulau Jawa yang diurutkan berdasarkan tingginya PMA yang
terealisasikan pada masing-masing provinsi adalah Provinsi Banten, Provinsi
Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan terakhir DI Yogyakarta.
Tingginya realisasi PMA di Pulau Jawa tersebut akan diikuti dengan
semakin luasnya kesempatan kerja bagi masyarakat yang kemudian
berimplikasi terhadap jumlah pengagguran di Pulau Jawa.
8
Grafik 1.2
Perkembangan Jumlah dan Laju Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa Tahun 2012-2018
Sumber: BPS Indonesia, 2018, data diolah.
Secara akumulatif, jumlah Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa pada tahun
2012 hingga 2018 bersifat fluktuatif namun memiliki kecenderungan menurun.
Setelah mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 68.042 orang atau
1,44%, jumlah Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa mulai menurun dari tahun
2014 hingga 2016 lalu meningkat kembali sebesar 45.276 orang atau 1,03%
pada tahun 2017 dan diikuti penurunan sebesar 0,78% pada tahun 2018. Selama
tujuh tahun tersebut, penurunan terbesar terjadi pada tahun 2014, yaitu menurun
sebesar 209.457 orang atau 4,36% dari tahun 2013.
Tabel 1.4
Jumlah Pengangguran Terbuka Berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018 (Orang)
Sumber: BPS Indonesia, 2018.
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah 4737026 4805068 4595611 4523379 4387113 4432389 4397978
4100000
4200000
4300000
4400000
4500000
4600000
4700000
4800000
4900000Ju
mla
h (
Ora
ng)
Provinsi Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
DKI Jakarta 529.976 467.178 429.110 368.190 317.007 346.945 314.841
Jawa Barat 1.828.986 1.870.649 1.775.196 1.794.874 1.873.861 1.839.428 1.848.234
Jawa Tengah 962.141 1.022.728 996.344 863.783 801.330 823.938 814.347
DI Yogyakarta 77.150 63.889 67.418 80.245 57.036 64.019 73.350
Jawa Timur 819.563 871.338 843.490 906.904 839.283 838.496 850.474
Banten 519.210 509.286 484.053 509.383 498.596 519.563 496.732
Total 4.737.026 4.805.068 4.595.611 4.523.379 4.387.113 4.432.389 4.397.978
9
Diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah
Pengangguran Terbuka terbesar selama tahun 2012-2018. Perkembangan
jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Barat bersifat fluktuatif,
dimana pada tahun 2013 jumlahnya mengalami peningkatan, namun menurun
di tahun selanjutnya sebesar 95.453 orang atau 5,1% dan terus meningkat
hingga tahun 2016, kemudian diikuti penurunan sebesar 34.433 orang atau
1,84% pada tahun 2017 dan meningkat kembali sebesar 8.806 orang atau 0,48%
pada tahun 2018. Tingginya jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa
Barat tersebut disebabkan oleh lapangan pekerjaan yang belum mampu
menyerap banyaknya tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa
Barat, 2017). Selain itu, pengangguran di Provinsi Jawa Barat juga masih
didominasi oleh lulusan SMK sehingga banyak terjadi ketidaksesuaian antara
pendidikan dengan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan (Kantor
Perwakilan BI Provinsi Jawa Barat, 2018). Sedangkan, Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki jumlah Pengangguran Terbuka terendah diantara 6
provinsi lainnya di Pulau Jawa pada periode yang sama.
Perekonomian yang tinggi di Pulau Jawa berimplikasi pada proses
pembangunan daerah yang semakin membaik. Namun, ketika proses
pembangunan yang maju di suatu daerah tidak diimbangi dengan pemerataan,
maka akan menyebabkan suatu ketimpangan pembangunan antar daerah. Untuk
melihat seberapa besar ketimpangan pembangunan yang terjadi, maka dapat
digunakan suatu alat ukur ketimpangan pembangunan berupa Indeks
Williamson.
Indeks Williamson (IW) merupakan indeks yang diperkenalkan oleh Jeffrey
G. Williamson pada tahun 1966. Indeks Williamson dihitung menggunakan
data dasar berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita dan
jumlah penduduk di suatu daerah (Sjafrizal, 2008). Nilai IW berkisar antara 0
hingga 1 dengan spesifikasi jika nilai IW lebih dari 0 hingga 0,4 maka
dikategorikan dalam ketimpangan rendah, jika nilai IW lebih dari 0,4 hingga
0,5 maka dikategorikan dalam ketimpangan moderat dan jika nilai IW lebih dari
0,5 hingga 1 maka dikategorikan dalam ketimpangan tinggi (RKPD Kota
Yogyakarta, 2017).
10
Tabel 1.5
Indeks Williamson berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018
Sumber: BPS Indonesia, 2019, data diolah.
Tabel 1.5 memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 hingga 2018, Provinsi
Jawa Timur merupakan provinsi dengan ketimpangan pembangunan tertinggi
dibandingkan 6 provinsi lainnya di Pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari nilai
Indeks Williamson (IW) Provinsi Jawa Timur yang sudah mencapai 0,9 pada
tahun 2012 dan cenderung meningkat hingga tahun 2018. Nilai 0,9 tersebut
memiliki arti bahwa ketimpangan pembangunan pada Provinsi Jawa Timur
sudah masuk dalam kategori tinggi. Tingginya nilai IW Provinsi Jawa Timur
tersebut bahkan sudah melebihi nilai IW Nasional. Jika dibandingkan provinsi
lainnya di Pulau Jawa, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki nilai IW
terendah, yaitu konstan sebesar 0,48 selama tahun 2012 hingga tahun 2018.
Secara rata-rata, nilai Indeks Williamson pada provinsi-provinsi di Pulau Jawa
tahun 2012-2018 sudah masuk ke dalam ketimpangan kategori tinggi karena
nilainya yang sudah melebihi 0,5. Artinya, ketimpangan pembangunan pada
provinsi-provinsi di Pulau Jawa sudah terlampau tinggi.
Menurut Sjafrizal (2008) terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya
suatu ketimpangan pembangunan: (i) perbedaan kandungan sumber daya alam
yang mempengaruhi produksi suatu daerah; (ii) perbedaan kondisi demografi
yang mempengaruhi produktivitas kerja masyarakat suatu daerah; (iii) kurang
lancarnya mobilitas barang dan jasa; (iv) kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi
pada satu wilayah; (v) dan perbedaan alokasi dana pembangunan antar wilayah.
Provinsi Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
DKI Jakarta 0.49 0.49 0.50 0.50 0.51 0.51 0.51
Jawa Barat 0.71 0.71 0.71 0.71 0.70 0.70 0.70
Jawa Tengah 0.68 0.67 0.67 0.66 0.65 0.64 0.64
DI Yogyakarta 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48
Jawa Timur 0.95 0.95 0.95 0.96 0.96 0.96 0.97
Banten 0.64 0.64 0.64 0.63 0.63 0.64 0.63
Rata-rata 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66
Nasional 0,76 0,71 0,71 0,70 0,70 0,71 0.71
11
Adisasmita (2014) mengemukakan bahwa ketimpangan antar daerah
memberikan dampak negatif dari segi ekonomi, sosial dan politik. Dari segi
ekonomi, ketimpangan mengakibatkan perbedaan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Dari segi sosial, pembangunan yang tidak merata
menimbulkan kecemburuan sosial dalam masyarakat. Dari segi politik,
ketimpangan menciptakan ketidakstabilan nasional yang membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa. Sedangkan, menurut Todaro (2004), selain
berdampak negatif, ketimpangan juga dapat memberikan dampak positif
apabila ketimpangan tersebut dapat mendorong daerah yang kurang maju untuk
bersaing demi memajukan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat
di daerahnya.
Melihat fenomena ketimpangan pembangunan yang tinggi di Pulau Jawa
ketika perekonomian di Pulau Jawa memperlihatkan kondisi yang baik
membuat penulis tertarik untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi
ketimpangan pembangunan di Pulau Jawa. Oleh karena itu, penelitian ini
penulis beri judul “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Pengangguran terhadap Ketimpangan
Pembangunan di Pulau Jawa Tahun 2012-2018”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka permasalahan yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara
parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018?
2. Bagaimana pengaruh Variabel Penanaman Modal Asing (PMA) secara
parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018?
3. Bagaimana pengaruh Variabel Pengangguran secara parsial terhadap
Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2012-2018?
4. Bagaimana pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Pengangguran secara simultan terhadap Variabel
12
Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa Tahun
2012-2018?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan,
maka tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)
secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018.
2. Untuk mengetahui pengaruh Variabel Penanaman Modal Asing (PMA)
secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018.
3. Untuk mengetahui pengaruh Variabel Pengangguran secara parsial terhadap
Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2012-2018.
4. Untuk mengetahui pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Penanaman Modal Asing (PMA), Pengangguran secara simultan terhadap
Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
tahun 2012-2018.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Peneliti Lain
Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
terkait ketimpangan pembangunan, khususnya ketimpangan pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa.
2. Pemerintah
Sebagai masukan dan bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam
merumuskan suatu kebijakan pembangunan daerah.
3. Umum
Memberi informasi dan tambahan pengetahuan bagi pembaca mengenai
penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
ketimpangan pembangunan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketimpangan Pembangunan
1. Pengertian Pembangunan
Sebelum membahas pengertian ketimpangan pembangunan, perlu
dipahami terlebih dahulu arti dari kata ‘pembangunan’ itu sendiri. Pada
mulanya pembangunan diartikan sebagai peningkatan Produk Domestik
Bruto (PDB) yang terjadi secara terus menerus di suatu negara. Namun pada
dasawarsa 1960-an, banyak negara berkembang menyadari bahwa
pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat tersebut ternyata dibarengi
dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, ketimpangan
distribusi pendapatan dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir dalam
Kuncoro, 2010). Hal tersebutlah yang mendasari bahwa pembangunan
sebenarnya memiliki arti yang lebih luas dari sekedar peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya memperlihatkan
perkembangan kegiatan ekonomi yang berlangsung pada suatu waktu
tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pembangunan
ekonomi dianggap sebagai proses multi-dimensional dimana terjadi
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan lembaga-
lembaga nasional, dengan tetap mengakselerasi pertumbuhan ekonomi,
mengurangi ketimpangan pendapatan, dan mengentaskan masalah
kemiskinan (Todaro, 2004).
Sadono Sukirno (2014) mengartikan pembangunan ekonomi sebagai
suatu rangkaian pengembangan kegiatan ekonomi yang menyebabkan
bertambahnya infrastruktur, bertambah dan berkembangnya perusahaan,
menigkatnya taraf pendidikan dan teknologi, yang kemudian berimplikasi
pada bertambahnya kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan negara
dan masyarakat serta tercapainya kesejahteraan masyarakat.
14
2. Pengertian Ketimpangan Pembangunan
Setelah mengetahui apa arti dari kata ‘pembangunan’, maka dapat
disimpulkan bahwa ketimpangan pembangunan merupakan perbedaan
dalam kondisi ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi di suatu daerah lebih
tinggi dibandingkan daerah lain serta perbedaan dalam kondisi prasarana
dan sarana sosial-ekonomi yang berdampak terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat. Selanjutnya, Sjafrizal (2008) mengartikan ketimpangan
pembangunan sebagai perbedaan kemampuan suatu daerah dalam
mendorong proses pembangunan daerahnya yang disebabkan oleh
perbedaan dalam faktor sumber daya alam dan kondisi demografi pada
setiap daerah.
3. Teori Ketimpangan Pembangunan
Secara teoritis, Simon Kuznets (1955) berpendapat bahwa ketimpangan
distribusi pendapatan cenderung meningkat pada tahap awal pertumbuhan.
Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan struktur ekonomi antar daerah,
dimana pada daerah maju sudah terkonsentrasi pada sektor industri yang
memiliki produktivitas tinggi, sedangkan daerah yang kurang berkembang
masih terkonsentrasi pada sektor tradisional (Todaro dan Smith, 2009).
Kemudian, ketimpangan tersebut berangsur-angsur menurun seiring dengan
berlanjutnya tahap pertumbuhan sehingga apabila digambarkan dengan
kurva akan berbentuk huruf U terbalik (Todaro, 2004).
Selanjutnya, Gunnar Myrdal (1957) telah mengemukakan bahwa
ketimpangan pembangunan disebabkan oleh dampak balik yang kuat dan
dampak sebar yang lemah di negara berkembang. Dampak balik atau
backwash effect sendiri diartikan sebagai dampak negatif dimana
perekonomian yang maju di pusat pengembangan ekonomi akan merugikan
pembangunan di wilayah lainnya, sedangkan dampak sebar atau spread
effect merupakan dampak positif dimana pembangunan yang maju dari
pusat pengembangan ekonomi akan menyebar ke berbagai wilayah lainnya.
Myrdal dalam Jhingan (2012) menyebutkan bahwa ketimpangan
pembangunan diciptakan oleh motif laba dalam sistem kapitalis yang
membuat kegiatan ekonomi terpusat pada daerah-daerah yang memiliki
15
harapan laba tinggi sehingga daerah lain menjadi terlantar. Daerah pusat
aktivitas ekonomi tersebut kemudian merangsang investasi dan menyerap
para tenaga kerja muda dan aktif yang berasal dari daerah kurang maju
sehingga memperbesar dampak balik atau backwash effect.
Selain dampak balik, perekonomian yang maju di suatu daerah juga
dapat menciptakan dampak sebar atau spread effect ketika permintaan yang
meningkat di daerah maju akan meningkatkan permintaan tambahan berupa
hasil pertanian, hasil industri rumah tangga, dan hasil industri barang
konsumsi yang diproduksi oleh daerah miskin.
Sejalan dengan Myrdal, Albert Hirschman (1958) juga telah
mengemukakan teori mengenai pertumbuhan tidak seimbang. Dalam
teorinya, Hirschman memperkenalkan istilah efek polarisasi (polarization
effect) dan efek penyebaran pembangunan ke daerah-daerah kurang
berkembang (trickling-down effect). Efek polarisasi atau polarization effect
terjadi ketika hasil produksi yang berasal dari wilayah pusat pertumbuhan
jauh lebih maju dibandingkan hasil produksi dari wilayah yang kurang
berkembang sehingga perekonomian di wilayah yang kurang berkembang
makin melemah. Selain itu, banyak tenaga kerja terdidik dan profesional
yang terserap ke wilayah maju sehingga mayoritas tenaga kerja di wilayah
yang kurang berkembang merupakan tenaga kerja berkualitas rendah
(Hermawan, 2005).
Sedangkan efek penyebaran pembangunan atau trickling-down effect
terjadi ketika terdapat sifat saling melengkapi (komplementaritas) antara
wilayah pusat pertumbuhan dengan wilayah yang kurang berkembang,
dimana permintaan yang meningkat pada wilayah pusat pertumbuhan akan
meningkatkan permintaan terhadap suplai produksi primer yang berasal dari
wilayah kurang berkembang. Selain itu, wilayah pusat pertumbuhan juga
dapat mengurangi pengangguran tersembunyi yang berasal dari wilayah
kurang berkembang (Adisasmita, 2014).
Perbedaan antara teori Myrdal dan Hirschman terletak pada pemikiran
dimana Myrdal merasa pesimis, artinya Myrdal percaya bahwa dampak
balik akan tercipta lebih kuat dibandingkan dampak sebar. Hal tersebut
16
disebabkan oleh peranan bebas kekuatan pasar dan minimnya intervensi
pemerintah sehingga memperluas ketimpangan pembangunan antar daerah.
Oleh karena itu, Profesor Mrydal berpendapat bahwa diperlukan
kebijaksanaan yang bersifat adil untuk memperlemah dampak balik dan
memperkuat dampak sebar (Jhingan, 2012).
Sedangkan Albert Hirschman sendiri merasa optimis bahwa
pembangunan tidak seimbang pada awal proses pembangunan akan
mempercepat pembangunan ke daerah-daerah lainnya di masa selanjutnya.
Suatu sektor yang telah maju dapat dijadikan sebagai leading sector yang
akan mendorong kemajuan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi lainnya
di masa selanjutnya. Oleh karena ini, Hirschman berpendapat bahwa
pentingnya pembentukan titik-titik pertumbuhan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi yang akan mendorong ke arah perkembangan pada
titik-titik berikutnya (Adisasmita, 2014).
Kemudian pada tahun 1965, Jefrey G. Williamson melakukan penelitian
yang bertujuan untuk melihat seberapa besar ketimpangan pembangunan
yang terjadi antar wilayah di negara maju dan negara sedang berkembang.
Hasil yang ia temukan bahwa ketimpangan pembagunan akan melebar pada
tahap awal pembangunan yang disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan
ekonomi antara daerah maju dan daerah yang kurang berkembang. Namun,
seiring berlanjutnya proses pembangunan, daerah-daerah yang kurang
berkembang tersebut mulai mencapai kondisi yang lebih baik dari segi
prasarana dan sarana serta kualitas sumber daya manusia sehingga mampu
mendorong proses pembangunan daerahnya yang berimplikasi pada
penurunan ketimpangan pembangunan antar daerah (Sjafrizal, 2008).
Williamson menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab
terjadinya ketimpangan pembangunan, yaitu (1) perbedaan ketersediaan
sumber daya alam antar wilayah, (2) perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan
modal antar wilayah dan (3) kebijakan pemerintah (Adisasmita, 2013).
17
4. Ukuran ketimpangan pembangunan
Menurut Sjafrizal (2008), ketimpangan pembangunan dapat diukur
menggunakan alat ukur berupa:
1) Indeks Williamson
Indeks Williamson diperkenalkan oleh Jeffrey G. Williamson
(1966) dimana ia ingin melihat tingkat ketimpangan pembangunan antar
daerah pada negara maju dan negara sedang berkembang. Hasilnya
mengungkapkan bahwa peningkatan ketimpangan pembangunan pada
tahap awal proses pembangunan merupakan fenomena yang terjadi
secara natural di seluruh daerah.
Indeks Williamson menggunakan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Perkapita sebagai data dasar sehingga formulasi Indeks
Williamson adalah sebagai berikut:
𝐼𝑊 = √∑ (𝑦𝑖−𝑦)2(
𝑓𝑖𝑛
)𝑛𝑖=1
𝑦 0 < 𝐼𝑊 < 1
dimana: 𝑦𝑖 = PDRB Perkapita daerah i
𝑦 = PDRB Perkapita rata-rata seluruh daerah
𝑓𝑖 = Jumlah penduduk daerah i
𝑛 = Jumlah penduduk seluruh daerah
Kategori ketimpangan diklasifikasikan sebagai berikut:
a. 0 < IW ≤ 0,4 artinya tingkat ketimpangan rendah.
b. 0,4 < IW ≤ 0,5 artinya tingkat ketimpangan moderat.
c. 0,5 < IW < 1 artinya tingkat ketimpangan tinggi.
Sumber: RKPD Kota Yogyakarta, 2017.
2) Indeks Theil
Indeks Theil merupakan alat ukur ketimpangan pembangunan yang
dapat mengukur ketimpangan yang terjadi dalam daerah maupun antar
daerah secara sekaligus. Indeks Theil dihitung menggunakan data yang
sama dengan data yang digunakan dalam mengukur Indeks Williamson.
Selain itu, penafsiran dari indeks ini juga berkisar antara 0 hingga 1
dimana bila nilai indeks mendekati nilai 1 maka semakin timpang dan
18
apabila mendekati nilai 0 maka semakin merata. Formulasi Indeks Theil
adalah sebagai berikut:
𝑇𝑑 = ∑ ∑ {𝑦𝑖𝑗
𝑌} log [
{𝑦𝑖𝑗
𝑌 }
{𝑛𝑖𝑗
𝑁 }]
𝑛
𝑗=1
𝑛
𝑖=1
dimana: yij = PDRB Perkapita kabupaten i di provinsi j
Y = Jumlah PDRB Perkapita seluruh provinsi j
n = Jumlah penduduk kabupaten i di provinsi j
N = Jumlah penduduk seluruh kabupaten
B. Pendapatan Asli Daerah
Ciri utama suatu daerah dapat melaksanakan otonomi daerahnya dengan
baik dapat dilihat dari kemampuan keuangan daerah yang dimilikinya (Sidik,
2002). Artinya, daerah otonom harus mampu menggali sumber-sumber
keuangan sendiri sehingga dapat membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerahnya secara mandiri dan meminimalisir ketergantungan terhadap bantuan
yang berasal dari Pemerintah Pusat. Sumber keuangan daerah yang berasal dari
pengoptimalan potensi daerahnya sendiri tersebut disebut Pendapatan Asli
Daerah atau biasa disingkat PAD (Marbun, 2010).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan
daerah yang berfungsi untuk menanggung sebagian beban belanja dalam
menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan di suatu daerah.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang dipungut oleh daerah sesuai
dengan peraturan daerah dan perundang-undangan yang berlaku (Darise, 2009).
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tercantum dalam
pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah berasal dari:
1. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang diberlakukan kepada orang pribadi
atau badan dengan tujuan menambah kas daerah demi terlaksananya
penyelenggaraan pemerintahan dan proses pembangunan yang lancar
dengan imbalan tidak langsung dan bersifat memaksa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
19
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan yang diberlakukan kepada orang
pribadi atau badan atas jasa atau pemberian izin tertentu yang telah
diberikan oleh pemerintah daerah.
3. Hasil Pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, berasal dari bagian laba dari
BUMD dan jasa kerja sama dengan pihak ketiga.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, meliputi (Marbun, 2010):
1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
2) Jasa giro.
3) Pendapatan bunga.
4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang atau jasa oleh daerah.
Menurut Machfud Sidik (2002) terdapat beberapa prinsip agar penerimaan
PAD dapat ditingkatkan secara efektif, antara lain:
1. Prinsip elastisitas. Artinya, penetapan kebijakan pajak dan retribusi dapat
disesuaikan dengan naik atau turunnya tingkat pendapatan masyarakat
sehingga masyarakat tidak merasa dibebankan oleh kebijakan pajak atau
retribusi yang akan diterapkan.
2. Prinsip adil dan merata secara vertikal dan horizontal. Artinya, penetapan
pajak dan retribusi disesuaikan dengan tingkatan kelompok masyarakat
serta berlaku bagi seluruh anggota masyarakat sehingga tidak ada yang
kebal pajak.
3. Prinsip administrasi yang fleksibel. Artinya, struktur PAD harus mudah
dihitung dan dipahami serta pelayanan pajak harus memuaskan si wajib
pajak.
4. Prinsip keberterimaan politis. Artinya, kebijakan pemungutan pajak dan
retribusi harus diterima secara politis oleh masyarakat sehingga masyarakat
memiliki kesadaran untuk membayar pajak dan retribusi tersebut.
5. Prinsip non-distorsi terhadap perekonomian. Artinya, penetapan kebijakan
pajak dan retribusi tidak menimbulkan beban berlebih terhadap masyarakat
sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan.
20
C. Penanaman Modal Asing
Indonesia sebagai negara berkembang kerap kali menghadapi masalah
keterbatasan dalam bidang permodalan dan penguasaan teknologi (Lusiana,
2012). Padahal salah satu motor penggerak pembangunan negara iyalah
investasi, baik investasi yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri
(Widjaja, 2005).
Keterbatasan modal tersebut menjadi hambatan bagi negara berkembang
untuk mengganti peralatan modal yang ada, berinvestasi dalam proyek-proyek
modal baru, serta menimbulkan masalah keterbelakangan teknologi. Alhasil,
biaya produksi tinggi serta produktivitas tenaga kerja menjadi rendah lantaran
tenaga kerja yang tidak terampil dan peralatan modal yang digunakan sudah
usang. Oleh karena itu, modal asing dipercaya dapat menjadi solusi dalam
mengatasi masalah kekurangan modal serta keterbelakangan teknologi tersebut.
Pasalnya, selain modal uang dan modal fisik, modal asing juga membawa
keterampilan teknik, tenaga ahli yang lebih mumpuni, informasi pasar serta
meningkatkan keterampilan tenaga kerja setempat melalui pelatihan sehingga
dapat mempercepat proses pembangunan.
1. Pengertian Penanaman Modal Asing
Penanaman Modal Asing menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
atau yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Sedangkan,
Prof M. Sornarajah dalam Salim dan Budi Sutrisno (2008) mengatakan
bahwa Penanaman Modal Asing merupakan transfer modal, baik yang nyata
(langsung) maupun tidak nyata (tidak langsung) dari suatu negara ke negara
lain yang kemudian digunakan untuk menghasilkan keuntungan dengan
diawasi oleh penanam modal, baik secara total maupun sebagian.
2. Teori terkait Penanaman Modal Asing
Erman Rajagukguk, dkk. dalam Salim dan Budi Sutrisno (2008)
mengatakan bahwa terdapat dua teori mengapa suatu negara menanamkan
21
modalnya di negara lain, yaitu The Product Cycle Theory dan The Industrial
Organization Theory of Vertical Integration.
1) The Product Cycle Theory
Raymond Vernon (1966) sebagai pengembang The Product Cycle
Theory atau teori siklus produk mengatakan bahwa terdapat tiga fase
evolusi dari teknologi dan produk, dimana: fase pertama, fase permulaan
atau inovasi; fase kedua, fase perkembangan proses; fase ketiga, fase
pematangan.
Fase pertama merupakan fase dimana perusahaan-perusahaan di
negara-negara maju menempati posisi monopoli dikarenakan teknologi
yang mereka miliki dapat memanfaatkan sumber daya produksi untuk
aktivitas-aktivitas inovatif. Kemudian, permintaan yang tinggi dari luar
negeri terhadap produk-produk yang mereka hasilkan akan menciptakan
terjadinya aktivitas ekspor. Selanjutnya terjadi penyebaran teknologi ke
para pesaing luar negeri yang potensial sehingga memaksa adanya usaha
produksi barang-barang yang sama di luar negeri.
Fase kedua, proses manufacturing mulai dilakukan di negara-negara
maju lainnya.
Fase ketiga, terjadi peralihan lokasi-lokasi produksi ke negara-
negara yang sedang berkembang yang mempunyai keunggulan
komparatif berupa tingkat upah yang rendah. Selanjutnya, hasil
produksi dari negara-negara yang sedang berkembang tersebut diekspor
ke pasar global. Alhasil, negara-negara industri baru tersebut menjadi
negara-negara sumber produk dan komponen industri yang sangat
penting.
2) The Industrial Organization Theory of Vertical Integration
The Industrial Organization Theory of Vertical Integration atau
Teori Organisasi Industri Integrasi Vertikal paling cocok diterapkan
pada investasi yang terintegrasi secara vertikal, artinya memproduksi
barang-barang di beberapa pabrik yang output-nya menjadi input bagi
pabrik-pabrik lain dari suatu perusahaan. Teori ini berpendapat bahwa
tahapan-tahapan produksi lebih baik ditempatkan di beberapa lokasi di
22
seluruh dunia. Hal tersebut berasal dari beberapa motivasi, yaitu: (1)
untuk mendapatkan biaya produksi yang rendah; (2) penetapan pajak
lokal yang lebih rendah; (3) untuk membuat rintangan perdagangan bagi
perusahaan-perusahaan lain, artinya dengan berinvestasi di luar negeri
lebih awal dibanding pesaing-pesaing dari negara lain membuat
perusahaan multinasional tersebut dapat mempertahankan posisi
monopolinya.
3. Tujuan Penanaman Modal
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, tujuan penyelenggaraan penanaman modal, diantaranya:
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
2) Menciptakan lapangan kerja.
3) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
4) Meningkatkan daya saing dunia usaha negara.
5) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi negara.
6) Mengelola ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan modal yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
7) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Jenis-jenis investasi asing swasta
Menurut M.L. Jhingan (2012) modal asing swasta dapat berbentuk,
diantaranya:
1) Investasi Langsung
Kata “langsung” mengartikan bahwa perusahaan milik penanam
modal secara langsung mengawasi aset yang ditanamkan pada suatu
negara penerima modal. Bentuk dari investasi langsung tersebut, dapat
berupa:
(1) Pembentukan cabang perusahaan di negara penerima modal.
(2) Pembentukan perusahaan di negara penerima modal dimana
mayoritas sahamnya dimiliki oleh perusahaan milik penanam
modal.
(3) Pembentukan perusahaan di negara penerima modal yang semata-
mata dibiayai oleh perusahaan di negara penanam modal.
23
(4) Pembentukan korporasi di negara penanam modal yang secara
khusus beroperasi di negara lain.
2) Investasi Tidak Langsung
Investasi tidak langsung atau biasa dikenal dengan investasi
portofolio merupakan jenis investasi dimana para penanam modal
memiliki hak atas dividen dari kegiatan menanam modal pada saham
atau surat utang negara lain. Berbeda dengan investasi langsung,
investasi tak langsung tidak menghendaki pemegang saham untuk
mengontrol pengelolaan perusahaan sehari-hari. Selain itu, risiko dalam
berinvestasi tidak langsung ditanggung sendiri oleh pemegang saham
sehingga pemegang saham tidak dapat menggugat perusahaan
tempatnya menaruh modal (Lusiana, 2012).
5. Keuntungan investasi asing langsung
Menurut John W. Head dalam Salim dan Budi Sutrisno (2008) investasi
asing langsung memberikan beberapa keuntungan terhadap negara tuan
rumah, diantaranya:
1) Menciptakan lapangan kerja bagi penduduk lokal yang dapat
meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka.
2) Menciptakan kesempatan menanam modal bagi penduduk lokal
terhadap perusahaan-perusahaan baru.
3) Meningkatkan ekspor negara, mendatangkan penghasilan tambahan dari
luar yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik.
4) Mengadakan pelatihan teknis dan meningkatkan pengetahuan sehingga
penduduk lokal dapat mengembangkan perusahaan dan industri lain.
5) Mengurangi aktivitas impor dengan memproduksi barang setempat.
6) Meningkatkan penghasilan pajak yang dapat digunakan untuk keperluan
masyarakat lokal.
7) Memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan
lebih efektif dan efisien.
24
Keuntungan investasi asing langsung yang juga disebutkan oleh M.L.
Jhingan (2012) diantaranya:
1) Investasi asing langsung membawa ilmu serta teknologi terbaru ke
negara berkembang.
2) Perusahaan asing membantu perkembangan perusahaan lokal melalui
tenaga ahli, uang, bahan, pelatihan tenaga kerja domestik, serta
permintaan jasa-jasa tambahan (seperti agen transportasi).
3) Investasi asing swasta menambah kapasitas produksi negara penerima
modal.
4) Investasi asing langsung yang beroperasi dalam memproduksi barang-
barang ekspor dapat meringankan posisi neraca pembayaran negara
berkembang.
5) Investasi langsung yang mengalir ke negara sedang berkembang
terkadang mendorong pengusahanya untuk menanam modal di negara
berkembang lainnya.
Berdasarkan keuntungan-keuntungan yang telah dijabarkan diatas,
maka penelitian ini menggunakan jenis Penanaman Modal Asing (PMA)
langsung sebagai salah satu variabel bebas yang akan diteliti.
D. Pengangguran
Salah satu rintangan dalam pembangunan ekonomi di negara berkembang
adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk tersebut menciptakan masalah
baru berupa pengangguran. Pengangguran tersebut muncul karena laju
pertumbuhan penduduk yang cepat namun tidak diimbangi dengan ketersediaan
lapangan pekerjaan di pasar. Daya beli masyarakat yang sangat minim akibat
menganggur tersebut pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan
masyarakat tersebut.
1. Pengertian Pengangguran
Sadono Sukirno (2004) mendefinisikan pengangguran sebagai suatu
keadaan yang dihadapi oleh segolongan tenaga kerja yang tidak memiliki
pekerjaan, walaupun telah berusaha untuk mencari kerja.
25
2. Jenis-jenis Pengangguran
Dalam buku karangan Sadono Sukirno (2004) dikatakan bahwa terdapat
dua cara untuk menggolongkan jenis-jenis pengangguran: (1) berdasarkan
kepada penyebab terjadinya pengangguran, (2) berdasarkan kepada ciri dari
pengangguran.
Jenis-jenis pengangguran berdasarkan kepada penyebab terjadinya
pengangguran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya:
1) Pengangguran Normal atau Friksional
Pengangguran Normal merupakan pengangguran yang terjadi ketika
perekonomian suatu negara sedang berkembang pesat, dimana
pekerjaan mudah diperoleh dan banyak pengusaha yang susah mencari
tenaga kerja sehingga gaji yang ditawarkan menjadi tinggi. Penawaran
gaji yang tinggi tersebut mendorong para pekerja meninggalkan
pekerjaan yang lama dan mencari pekerjaan baru yang menawarkan gaji
lebih tinggi atau lebih sesuai dengan keahliannya. Selama proses
mencari pekerjaan baru tersebut, maka para pekerja termasuk dalam
penganggur atau masuk dalam golongan Pengangguran Normal.
2) Pengangguran Siklikal
Pengangguran Siklikal muncul ketika terjadi penurunan permintaan
secara agregat di pasar sehingga banyak perusahaan mengurangi para
pekerja yang dimiliki atau menutup perusahaannya. Alhasil
pengangguran semakin bertambah. Pengangguran yang diciptakan
karena peristiwa tersebut disebut Pengangguran Siklikal.
3) Pengangguran Struktural
Perubahan struktur pasar dimana banyak perusahaan yang sudah
dapat memproduksi barang dengan kualitas yang lebih baik dan
menggunakan teknologi yang lebih maju menyebabkan perusahaan
lama yang masih menggunakan teknik produksi lama dengan biaya
produksi tinggi mengalami kemerosotan. Kemerosotan yang terjadi dari
segi permintaan produk tersebut mengakibatkan penurunan aktivitas
produksi dan memaksa perusahaan untuk menghentikan sebagian
perkerjanya sehingga meningkatkan pengangguran. Wujud
26
pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur tersebut
dinamakan Pengangguran Struktural.
4) Pengangguran Teknologi
Penggunaan mesin-mesin dan bahan kimia yang sudah diterapkan
oleh banyak perusahaan menyebabkan terjadinya pengurangan pada
penggunaan tenaga kerja manusia. Pengangguran yang disebabkan oleh
penggunaan mesin tersebut dinamakan Pengangguran Teknologi.
Sedangkan jenis pengangguran berdasarkan ciri pengangguran yang
berlaku, diantaranya:
1) Pengangguran Terbuka
Pertumbuhan ketersediaan lowongan pekerjaan yang lebih lambat
dibandingkan pertambahan tenaga kerja menyebabkan banyak angkatan
kerja yang tidak memperoleh pekerjaan, atau mereka menganggur
secara nyata dan sepenuh waktu yang dinamakan Pengangguran
Terbuka.
2) Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran Tersembunyi merupakan golongan tenaga kerja yang
memiliki produktivitas marjinal rendah atau bahkan nol, artinya
walaupun mereka bekerja, namun tidak meningkatkan jumlah produksi.
Pengangguran jenis ini banyak ditemukan di sektor pertanian dan jasa.
Misalnya ketika terdapat keluarga petani yang memiliki anggota besar
untuk mengerjakan lahan pertanian yang kecil sehingga lahan dapat
dikerjakan dengan cepat dan banyak waktu menganggur setelahnya. Hal
yang sama juga terjadi pada sektor jasa seperti restoran yang
memperkerjakan banyak pegawai atau pelayan yang melebihi pekerjaan
yang seharusnya digarap.
3) Pengangguran Bermusim
Pengangguran Bermusim bayak ditemukan dalam sektor pertanian
dan perikanan. Para petani yang tidak dapat menggarap tanahnya pada
saat musim kemarau atau para nelayan yang tidak dapat bekerja ketika
musim hujan datang menyebabkan mereka masuk ke dalam jenis
Pengangguran Bermusim.
27
4) Setengah Menganggur
Ketersediaan lowongan pekerjaan yang terbatas membuat banyak
tenaga kerja yang menganggur secara penuh maupun yang berkerja
namun memiliki jam kerja yang lebih rendah dari pekerja yang bekerja
secara penuh, misalkan hanya bekerja satu atau dua hari saja dalam
seminggu. Pekerja yang memiliki jam kerja tidak penuh tersebut disebut
pekerja setengah menganggur.
Berdasarkan jenis-jenis pengangguran yang telah dijabarkan diatas,
penelitian ini menggunakan jenis Pengangguran Terbuka sebagai salah satu
variabel bebas yang akan diteliti.
3. Dampak Pengangguran
Menurut Asfia Murni (2006) pengangguran memberikan dampak
negatif terhadap kestabilan ekonomi maupun kestabilan sosial dan politik.
Pengangguran membahayakan kestabilan ekonomi karena tingginya jumlah
pengangguran akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga
mengurangi aktivitas produksi barang atau jasa. Dampak negatif lainnya
yang disebabkan oleh pengangguran terhadap perekonomian adalah
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat, menurunnya aktivitas
investasi, berkurangnya penghasilan pajak yang diterima oleh pemerintah,
perolehan Produk Domestik Bruto (PDB) aktual yang lebih rendah daripada
PDB potensial karena faktor produksi yang tidak dimanfaatkan secara
optimal.
Pengangguran yang tinggi juga menyebabkan banyak masalah sosial
sepeti meningkatkan kriminalitas, penggunaan obat-obatan terlarang atau
kegiatan ilegal lainnya. Keadaan menganggur juga dapat mempengaruhi
keadaan psikologis seseorang sehingga banyak masyarakat yang terserang
depresi jiwa dan berupaya bunuh diri.
Selanjutnya, pengangguran menimbulkan rasa ketidakpuasan
masyarakat terhadap kinerja yang dilakukan oleh pemerintah yang pada
selanjutnya muncul berbagai kritik dan tuntutan serta demonstrasi yang
mengancam kestabilan politik negara.
28
E. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Ketimpangan Pembangunan
Penerapan sistem otonomi daerah memberikan wewenang kepada
pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
pembangunan daerah, serta memberikan wewenang kepada masyakarat
untuk menyampaikan aspirasi dan inisiatif mereka demi mempercepat
proses pembangunan di daerahnya. Salah satu wewenang pemerintah daerah
adalah menggali potensi daerahnya demi memperoleh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan dalam mengelola kegiatan
pembangunan daerah. Oleh karena itu, semakin besar realisasi PAD yang
didapatkan suatu daerah maka semakin cepat proses pembangunan di daerah
tersebut dan secara bersamaan dapat mengurangi ketimpangan
pembangunan antar daerah (Sjafrizal, 2008).
2. Hubungan antara Penanaman Modal Asing dengan Ketimpangan
Pembangunan
Teori yang dikemukakan oleh Myrdal bahwa pembangunan ekonomi
menghasilkan suatu proses yang menyebabkan si kaya menjadi lebih kaya
dan mereka yang tertinggal menjadi semakin terpuruk. Ketimpangan antar
daerah tersebut disebabkan oleh kuatnya dampat balik (backwash effect) dan
lemahnya dampak sebar (spread effect) di negara berkembang. Teori ini
mengatakan bahwa investasi yang terpusat pada daerah-daerah tertentu akan
meningkatkan pendapatan dan terus berputar pada daerah tersebut sehingga
menciptakan kelangkaan modal di daerah tertinggal dan meningkatkan
ketimpangan pembangunan antar daerah. Ketimpangan tersebut disebabkan
oleh peranan bebas kekuatan pasar sehingga cenderung mendatangkan
keuntungan pada wilayah-wilayah tertentu saja dan meninggalkan daerah-
daerah lain di negara tersebut tetap tertinggal (Jhingan, 2012).
3. Hubungan antara Pengangguran dengan Ketimpangan Pembangunan
Seperti yang telah dikemukakan oleh Asfia Murni (2006) bahwa
pengangguran meyebabkan berkurangnya daya beli masyarakat sehingga
mengurangi penerimaan pemerintah daerah dari segi penghasilan pajak
29
yang berakibat pada penurunan pengeluaran pemerintah dalam membiayai
pembangunan daerah sehingga kesejahteraan masyarakat sulit tercapai.
F. Penelitian Terdahulu
1. (Ramdhini, 2013) Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), Tingkat
Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi di Provinsi Banten Periode 2005-2011. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Variabel Penanaman Modal
Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Banten pada
tahun 2005-2011. Ketimpangan Pembangunan dihitung menggunakan
rumus Indeks Williamson. Dengan menggunakan model estimasi data panel
berupa Fixed Effect Model ditemukan hasil bahwa Variabel PMA dan PAD
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan, sedangkan Variabel Tingkat Pendidikan yang diukur
menggunakan data penduduk tamat SLTA berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan di Provinsi
Banten.
2. (Nuartha, 2018) Analisis Determinan Ketimpangan Pembangunan Wilayah
Di Provinsi Jawa Tengah 1998-2015. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan yang terjadi di Provinsi
Jawa Tengah serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap ketimpangan tersebut. Dengan menggunakan rumus
Indeks Williamson, didapatkan hasil bahwa ketimpangan pembangunan di
Provinsi Tengah pada tahun 1998 hingga tahun 2015 masih tergolong tinggi
dan hasil estimasi menggunakan model estimasi data time series berupa
Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa Variabel Pengangguran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan, sedangkan Variabel Investasi dan Pengeluaran Pemerintah
tidak berpengaruh terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan di
Provinsi Jawa Tengah.
3. (Wijayanto, 2015) Pengaruh Liberalisasi Perdagangan Dan Desentralisasi
Fiskal Terhadap Pertumbuhan Dan Ketimpangan Wilayah Di Indonesia.
30
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Variabel Keterbukaan
Perdagangan, Investasi Asing Langsung, Output provinsi, Pertumbuhan
Industri, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU)
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan (PDRB
Perkapita) pada 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2006-2013. Hasil
estimasi menggunakan model estimasi data panel berupa Fixed Effect Model
menunjukkan bahwa Variabel Keterbukaan Perdagangan (total kontribusi
sektor ekspor dan impor non-migas dalam PDRB), Investasi Asing
Langsung dan PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan. Sedangkan, Variabel Output provinsi
(PDRB), DAU dan Pertumbuhan Industri (jumlah perusahaan besar,
menengah dan kecil) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan pada 33 Provinsi di Indonesia. Selanjutnya,
hasil estimasi terhadap pertumbuhan (PDRB Perkapita) menunjukan bahwa
Variabel Keterbukaan Perdagangan, Investasi Asing Langsung, Output
provinsi, Pertumbuhan Industri, PAD dan DAU berpengaruh positif
terhadap Variabel Pertumbuhan (PDRB Perkapita).
4. (Sari, 2017) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan
Pendapatan Di Pulau Sumatera Tahun 2011-2015. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Inflasi dan Upah Minimum Regional (UMR) terhadap Variabel
Ketimpangan Pendapatan pada 10 Provinsi di Pulau Sumatera.
Ketimpangan Pendapatan diukur menggunakan Indeks Williamson. Hasil
estimasi menggunakan model estimasi data panel berupa Random Effect
Model menunjukkan bahwa Variabel PAD dan UMR berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pendapatan, sedangkan
Variabel Inflasi tidak berpengaruh terhadap Variabel Ketimpangan
Pendapatan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.
5. (Rosmeli, 2015) Dampak Investasi Dan Tenaga Kerja Terhadap
Ketimpangan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat seberapa besar ketimpangan pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia selama tahun 2000-2014 dan
31
untuk menganalisis pengaruh Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA) dan Tenaga Kerja terhadap
Variabel Ketimpangan Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Hasil
perhitungan ketimpangan pembangunan menggunakan Indeks Williamson
menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan di Kawasan Timur
Indonesia tahun 2000-2014 rata-rata sebesar 0.41 dan terus menurun. Hasil
estimasi menggunakan model estimasi data panel berupa Fixed Effect Model
menunjukkan bahwa Variabel PMA dan Tenaga Kerja berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan, sedangkan
Variabel PMDN tidak berpengaruh terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia tahun 2000-2014.
6. (Reni, 2015). Dampak Investasi Dan Tenaga Kerja Terhadap Ketimpangan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Ketimpangan
Pembangunan yang diukur dengan Indeks Williamson pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2013. Hasil
estimasi menggunakan model estimasi data panel berupa Fixed Effect Model
menunjukkan bahwa Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan,
sedangkan Variabel Dana Perimbangan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara.
7. (Samsir dan Rahman, 2018). Menelusur Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Kabupaten dan Kota. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh Desentralisasi Fiskal, Aglomerasi, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan
Jumlah Penduduk terhadap disparitas distribusi pendapatan pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Disparitas distribusi
pendapatan diukur menggunakan Indeks Williamson. Hasil estimasi
menggunakan model estimasi data panel berupa Fixed Effect Model
menunjukkan bahwa Variabel Desentralisasi Fiskal berpengaruh positif dan
tidak signifikan, Variabel Aglomerasi berpengaruh secara negatif dan tidak
32
signifikan, Variabel TPT dan Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan
signifikan, sedangkan Variabel IPM berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Variabel Disparitas distribusi pendapatan di Provinsi Sulawesi
Selatan.
8. (Lessman, 2011). Regional Inequality And Decentralization - An Empirical
Analysis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak desentralisasi
fiskal dan politik terhadap ketimpangan regional pada 56 negara.
Berdasarkan estimasi cross-section dan data panel menunjukkan bahwa
secara umum desentralisasi mengurangi ketimpangan regional. Namun,
tedapat perbedaan dari efek desentralisasi terhadap ketimpangan regional
antara negara maju dan negara berkembang. Pada negara maju,
desentralisasi menciptakan penurunan ketimpangan regional sedangkan
pada negara berkembang desentralisasi malah meningkatkan ketimpangan
regional.
9. (Lessman, 2012). Foreign Direct Investment and Regional Inequality: A
Panel Data Analysis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak
Foreign Direct Investment (FDI) terhadap ketimpangan regional di 55
negara pada tahun 1980-2009. Menggunakan estimasi data panel dengan
metode Ordinary Least Squared (OLS) ditemukan hasil bahwa masuknya
FDI meningkatkan ketimpangan regional pada negara berpenghasilan
rendah dan sedang. Selanjutnya, mobilitas yang tinggi serta kebijakan
pemerintah pada negara-negara maju cenderung mengurangi dampak
redistribusi negatif FDI terhadap ketimpangan regional.
10. (Wei, Yao dan Liu, 2007). Foreign Direct Investment and Regional
Inequality In China. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana
perkembangan ketimpangan regional di negara China pada tahun 1979-
2003 serta pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap
perekonomian dan ketimpangan regional di negara China. Menggunakan
estimasi data panel, ditemukan hasil bahwa selama tahun 1979 hingga 2003,
terdapat tiga fase proses ketimpangan regional di China. Fase pertama
(dekade pertama) ketimpangan regional negara China menurun, fase kedua
(dekade kedua) ketimpangan mengalami peningkatan dan fase ketiga
33
(dekade ketiga) ketimpangan mulai menurun. Selanjutnya, FDI memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perbedaan pertumbuhan
ekonomi antar daerah serta distribusi FDI yang timpang antar daerah
menyebabkan meningkatnya ketimpangan regional di negara China,
khususnya China bagian barat.
34
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Penulis dan Tahun Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian
1 Indah Sukma
Ramdhini (2013)
Pengaruh Penanaman
Modal Asing (PMA),
Tingkat Pendidikan, dan
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap
Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi di
Provinsi Banten Periode
2005-2011
Variabel Terikat: Ketimpangan
Pembangunan
Variabel Bebas:
1. Penanaman Modal Asing (PMA)
2. Tingkat Pendidikan
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Model estimasi: Fixed Effect Model
1. Variabel PMA dan PAD berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan di Provinsi Banten.
2. Variabel Tingkat Pendidikan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan di Provinsi
Banten.
2 Lilin Diva Nuartha
(2018)
Analisis Determinan
Ketimpangan
Pembangunan Wilayah Di
Provinsi Jawa Tengah
1998-2015
Variabel Terikat: Ketimpangan
Pembangunan
Variabel Bebas:
1. Investasi
2. Pengeluaran Pemerintah
3. Pengangguran
1. Ketimpangan pembangunan di Provinsi Tengah
pada tahun 1998 hingga tahun 2015 masih
tergolong tinggi.
2. Variabel Investasi berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah.
35
No. Penulis dan Tahun Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian
Model estimasi: Data Time Series
(Regresi Linier Berganda)
3. Variabel Pengeluaran pemerintah berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah.
4. Variabel Pengangguran berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah.
3 Damar Wijayanto
(2015)
Pengaruh Liberalisasi
Perdagangan Dan
Desentralisasi Fiskal
Terhadap Pertumbuhan
Dan Ketimpangan
Wilayah Di Indonesia
Variabel Terikat: Ketimpangan
Pembangunan dan Pertumbuhan
Variabel Bebas:
1. Keterbukaan Perdagangan
2. Investasi Asing Langsung
3. Output provinsi (PDRB)
4. Pertumbuhan Industri
5. PAD
6. DAU
Model estimasi: Fixed Effect Model
1. Variabel Keterbukaan Perdagangan, Investasi
Asing Langsung dan PAD berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan di Indonesia.
2. Variabel Output provinsi, Pertumbuhan Industri
dan DAU berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
di Indonesia.
3. Variabel Perdagangan Bebas, Investasi Asing
Langsung, Output provinsi, Pertumbuhan
Industri, PAD dan DAU berpengaruh positif
36
No. Penulis dan Tahun Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian
dan signifikan terhadap Variabel Pertumbuhan
(PDRB Perkapita) Indonesia.
4 Emilda Sari (2017)
Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Ketimpangan Pendapatan
Di Pulau Sumatera Tahun
2011-2015
Variabel Terikat: Ketimpangan
Pendapatan
Variabel Bebas:
1. PAD
2. Inflasi
3. UMR (Upah Minimum Regional)
Model estimasi: Random Effect Model
1. Variabel PAD dan UMR berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Pendapatan di Pulau Sumatera.
2. Variabel Inflasi tidak signifikan terhadap
Variabel Ketimpangan Pendapatan di Pulau
Sumatera.
5 Rosmeli (2015)
Dampak Investasi Dan
Tenaga Kerja Terhadap
Ketimpangan
Pembangunan Kawasan
Timur Indonesia
Variabel Terikat: Ketimpangan
Pembangunan
Variabel Bebas:
1. Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN)
2. Penanaman Modal Asing (PMA)
3. Tenaga Kerja
1. Ketimpangan pembangunan di Kawasan Timur
Indonesia tahun 2000-2014 rata-rata sebesar
0.41 dan terus mengalami penurunan.
2. Variabel PMDN tidak signifikan terhadap
Variabel Ketimpangan Pembangunan di
Kawasan Timur Indonesia.
37
No. Penulis dan Tahun Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian
Model estimasi: Fixed Effect Model
3. Variabel PMA dan Tenaga Kerja berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan di Kawasan Timur
Indonesia.
6 Reni (2015) Analisis Pengaruh
Desentralisasi Fiskal
Terhadap Ketimpangan
Pembangunan Pada
Kabupaten/Kota Di
Provinsi Sumatera Utara
Variabel Terikat: Ketimpangan
Pembangunan
Variabel Bebas:
1. PAD
2. Dana Perimbangan
Model estimasi: Fixed Effect Model
1. Variabel PAD berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara.
1. Variabel Dana Perimbangan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
7 Andi Samsir dan
Abdul Rahman
(2018)
Menelusur Ketimpangan
Distribusi Pendapatan
Kabupaten dan Kota
Variabel Terikat: Ketimpangan
distribusi pendapatan
1. Variabel Desentralisasi fiskal berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap Variabel
38
No. Penulis dan Tahun Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian
Variabel Bebas:
1. Desentralisasi fiskal
2. Aglomerasi
3. Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT)
4. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)
5. Jumlah penduduk
Model estimasi: Fixed Effect Model
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi
Sulawesi Selatan.
2. Variabel Aglomerasi berpengaruh secara
negatif dan tidak signifikan terhadap Variabel
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi
Sulawesi Selatan.
3. Variabel TPT dan Jumlah Penduduk
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Variabel Ketimpangan Distribusi Pendapatan di
Provinsi Selatan.
2. Variabel IPM berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Distribusi Pendapatan di Provinsi Sulawesi
Selatan.
8 Christian Lessmann
(2011)
Regional Inequality And
Decentralization - An
Empirical Analysis
Variabel Terikat: Ketimpangan
Regional
Variabel Bebas: Desentralisasi Fiskal
dan Desentralisasi Politik
1. Hasil estimasi data cross-section pada 56 negara
dari tahun 1980-2009 memperlihatkan bahwa
sebagian besar variabel desentralisasi
berpengaruh negatif dan siginifikan terhadap
ketimpangan regional.
39
No. Penulis dan Tahun Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian
Estimasi: Data Panel dan Cross-
section
2. Hasil estimasi data panel memperlihatkan
bahwa menggunakan model random effects dan
fixed effects maka variabel desentralisasi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
ketimpangan regional.
4. Desentralisasi pada negara maju akan
menurunkan ketimpangan regional sedangkan
sebaliknya, desentralisasi pada negara
berkembang malah meningkatkan ketimpangan
regional.
9 Christian Lessmann
(2012)
Foreign Direct Investment
and Regional Inequality: A
Panel Data Analysis
Variabel Terikat: Ketimpangan
Regional
Variabel Bebas: Foreign Direct
Investment (FDI)
Model estimasi: Ordinary Least
Squared (OLS)
1. Masuknya FDI meningkatkan ketimpangan
regional pada negara berpenghasilan rendah dan
sedang.
3. Mobilitas yang tinggi serta kebijakan
pemerintah pada negara-negara maju cenderung
mengurangi dampak redistribusi negatif FDI
terhadap ketimpangan regional.
40
No. Penulis dan Tahun Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil Penelitian
10 Kailei Wei, Shujie
Yao dan Aying Liu
(2007)
Foreign Direct Investment
and Regional Inequality In
China
Variabel Terikat: Ketimpangan
Regional
Variabel Bebas: Foreign Direct
Investment (FDI)
Estimasi: Data Panel
1. Selama tahun 1979 hingga 2003, terdapat tiga
fase proses ketimpangan dimana pada satu
dekade pertama, ketimpangan regional negara
China menurun, namun meningkat pada
dekade kedua dan mulai menurun kembali
pada dekade ketiga.
2. FDI memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap perbedaan pertumbuhan
ekonomi antar daerah.
2. FDI memiliki ditribusi yang timpang antar
daerah sehingga meningkatkan ketimpangan
regional, terutama pada bagian Barat China.
41
G. Kerangka Berpikir
Dari teori dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka dapat terlihat bahwa PAD, PMA dan Pengangguran
mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan yang terjadi antar daerah. PAD
yang diberlakukan setelah adanya otonomi daerah memperbolehkan setiap
daerah untuk menggali potensi daerahnya masing-masing sehingga tercipta
proses pembangunan yang lebih maju sembari mengejar ketertinggalan dari
daerah lain yang akhirnya memperkecil ketimpangan pembangunan antar
daerah. Namun kemampuan daerah yang berbeda-beda dalam mengoptimalkan
PAD dapat berimbas sebaliknya, atau malah memperlebar ketimpangan
pembangunan. Hal yang sama juga berlaku pada PMA dimana PMA yang
berperan penting dalam pembangunan namun apabila tidak tersebar secara
merata antar daerah malah dapat mengakibatkan semakin melebarnya
ketimpangan pembangunan. Selanjutnya, kondisi menganggur merupakan
kondisi dimana rendahnya daya beli masyarakat sehingga memperlambat
pertumbuhan ekonomi daerah yang akhirnya dapat memperlebar ketimpangan
pembangunan antar daerah.
Berdasarkan teori dan penelitian-penelitian terdahulu, dapat digambarkan
kerangka berpikir penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Estimasi
Data Panel
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1)
Penanaman Modal Asing (PMA) (X2)
Pengangguran (X3)
Ketimpangan Pembangunan
(Indeks Williamson) (Y)
Indentifikasi
Data Sekunder
Analisis Hasil
Estimasi
42
H. Hipotesis
Hipotesis merupakan kalimat atau pernyataan berisi pendapat atau dugaan
sementara terhadap suatu permasalahan yang sedang diuji, yang kebenarannya
masih perlu dibuktikan lebih lanjut (Teguh, 2005). Hipotesis dibentuk
berdasarkan teori-teori yang berhubungan dengan variabel yang sedang diamati.
Berdasarkan penjabaran teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya
mengenai keterkaitan antara variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan
dalam penelitian ini, maka hipotesis yang dapat dibentuk diantaranya:
1. H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD) secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-
2018.
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)
secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
2. H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Penanaman Modal Asing
(PMA) secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-
2018.
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Penanaman Modal Asing (PMA)
secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
3. H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Pengangguran secara parsial
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Pengangguran secara parsial
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
4. H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Penanaman Modal Asing (PMA), Pengangguran secara
simultan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
43
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Penanaman Modal Asing (PMA), Pengangguran secara simultan
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh Variabel Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Penanaman Modal Asing (PMA) dan Pengangguran terhadap
Variabel Ketimpangan Pembangunan. Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat
adalah variabel yang dipengaruhi oleh perubahan variabel yang lain, sedangkan
variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat (Wijaya,
2013). Penelitian ini menggunakan variabel terikat berupa Ketimpangan
Pembangunan yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Williamson, serta
menggunakan variabel bebas berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Pengangguran.
Penelitian ini menggunakan data penelitian berupa data panel. Data panel
adalah sebuah set data yang berisi data lintas individu (cross-section) pada
periode waktu tertentu (time series), dengan kata lain dana panel merupakan
penggabungan antara data cross section dengan time series (Ekananda, 2016).
Data cross section yang digunakan dalam penelitian ini berupa 6 Provinsi yang
terletak di Pulau Jawa, diantaranya Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten, sedangkan data time series
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data realisasi PAD, PMA dan
jumlah Pengangguran Terbuka dari tahun 2012 hingga tahun 2018.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sesuai dengan kriteria serta tujuan
penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti (Wijaya, 2013). Kriteria
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh provinsi yang terdapat
di Pulau Jawa. Selanjutnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh Variabel PAD, PMA dan Penganguran terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Oleh karena
itu, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi enam Provinsi
45
di Pulau Jawa, diantaranya Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk data yang telah diolah
oleh pihak lain atau biasa disebut data sekunder (Teguh, 2005). Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD), realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), jumlah
Pengangguran Terbuka, dan Indeks Williamson per Provinsi di Pulau Jawa.
Data realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh dari publikasi Badan
Pusat Statistik (BPS) Indonesia berjudul “Statistik Keuangan Pemerintah
Provinsi” dan “Provinsi dalam Angka” tahun 2012-2018 serta Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
pada masing-masing Provinsi di Pulau Jawa. Data realisasi Penanaman Modal
Asing (PMA) diperoleh dari publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal
Republik Indonesia (BKPM RI). Data jumlah Pengangguran Terbuka diperoleh
dari publikasi BPS Indonesia yang berjudul “Keadaan Angkatan Kerja di
Indonesia” pada tahun 2012-2018. Data Indeks Williamson pada masing-
masing Provinsi di Pulau Jawa diperoleh dengan cara menghitung manual
menggunakan rumus perhitungan Indeks Williamson.
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Regresi Data Panel
Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time
series. Menurut Baltagi dalam Gujarati dan Porter (2012) terdapat beberapa
kelebihan dalam menggunakan data panel, diantaranya:
1) Penggabungan data cross section dan data time series menjadikan
data panel bersifat lebih informatif, bervariasi, serta lebih efisien.
2) Data panel cocok digunakan dalam mempelajari dinamika
perubahan.
3) Data panel mampu mengidentifikasi dan mengukur dampak yang
tidak dapat dilihat pada data cross-section murni atau time series
murni.
46
4) Data panel memperbolehkan kita mempelajari model yang lebih
kompleks.
Model regresi data panel merupakan penggabungan dari model regresi
data cross section dan data time series. Bentuk model regresi data cross
section, adalah:
Yi = β0 + β1Xi + εi ; i = 1,2,...,i
Dimana β0 adalah konsanta (intersep), β1 adalah koefisien regresi parsial
(slope), εi adalah variabel gangguan dan i adalah jumlah data cross section.
Sedangkan bentuk model regresi data time series, adalah:
Yt = β0 + β1Xt + εt ; t = 1,2,...,t
Dimana t menunjukkan periode. Berdasarkan model regresi data cross
section dan data time series tersebut, maka model regresi data panel dapat
ditulis sebagai berikut (Sriyana, 2014):
Yit = β0 + ∑𝑘=1𝑛 βkXkit + εit
Dimana n menunjukkan banyaknya variabel bebas, i adalah jumlah data
cross section, dan t adalah periode.
Model regresi data panel yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menguji pengaruh dari Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Pengangguran terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan yang dihitung menggunakan Indeks
Williamson (IW) adalah sebagai berikut:
Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + β3X3it + εit
Dimana:
Y : Ketimpangan Pembangunan (IW)
X1it : Pendapatan Asli Daerah (PAD) di provinsi i pada periode t
X2it : Penanaman Modal Asing (PMA) di provinsi i pada periode t
X3it : Pengangguran di provinsi i pada periode t
β0 : Konstanta
β1, β2, β3 : Koefisien regresi parsial
ε : Residual/error
47
2. Estimasi Model Data Panel
Terdapat tiga model pendekatan estimasi yang biasa digunakan dalam
analisis regresi data panel, yaitu model Common Effects, Fixed Effects dan
Random Effects (Sriyana, 2014).
1) Model Common Effects
Model Common Effects merupakan model yang paling sederhana dalam
mengestimasi data panel dibandingkan model Fixed Effects dan model
Random Effects. Model ini menggabungkan data cross section dan data
time series menjadi data panel yang selanjutnya diregresi menggunakan
metode Ordinary Least Square (OLS). Model ini mengabaikan dimensi
individu maupun waktu sehingga konstanta (intersep) dan koefisien
regresi parsial (slope) pada setiap individu maupun waktu bersifat tetap.
2) Model Fixed Effects
Model Fixed Effects muncul karena adanya kemungkinan perbedaan
kondisi data obyek yang dianalisis pada setiap periode yang dicermati.
Model ini berasumsi bahwa besaran konstanta dalam suatu regresi dapat
dipengaruhi oleh perbedaan obyek (cross section) dan perbedaan
periode waktu (time series). Sama halnya seperti model Common
Effects, metode yang dapat digunakan dalam melakukan estimasi model
Fixed Effects adalah metode Ordinary Least Square (OLS).
3) Model Random Effects
Model Random Effects berasumsi bahwa terdapat perbedaan konstanta
(intersep) dan perbedaan koefisien regresi (slope) yang disebabkan oleh
residual/error sebagai akibat perbedaan antar obyek dan perbedaan
antar periode waktu. Metode yang digunakan dalam model ini adalah
metode Generalized Least Square (GLS).
3. Pemilihan Model Regresi Data Panel
Terdapat tiga uji dalam menentukan model yang paling baik dalam
menjelaskan perilaku data hasil observasi, yaitu uji Chow, uji Hausman dan
uji Lagrange Multiplier (uji LM).
48
1) Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk memberikan informasi model yang lebih
baik diantara model common effects atau model fixed effects. Hipotesis
yang digunakan dalam uji Chow berupa H0 yang menyatakan model
common effects lebih baik dan H1 yang menyatakan model fixed effects
lebih baik.
Jika nilai probabilitas (P-value) Cross-section Chi-square lebih
kecil daripada tingkat signifikansi yang digunakan (α), maka menolak
H0, artinya model fixed effects lebih baik digunakan dibandingkan
model common effects. Sebaliknya, jika nilai probabilitas (P-value)
Cross-section Chi-square lebih besar daripada tingkat signifikansi yang
digunakan, maka menerima H0, artinya model common effects lebih baik
digunakan dibandingkan model fixed effects (Sriyana, 2014).
2) Uji Hausman
Uji Hausman dilakukan untuk memberikan informasi model yang
lebih baik diantara model fixed effects atau model random effects.
Hipotesis yang digunakan dalam uji Hausman berupa H0 yang
menyatakan model random effects lebih baik dan H1 yang menyatakan
model fixed effects lebih baik.
Jika nilai probabilitas (P-value) Chi-square lebih kecil daripada
tingkat signifikansi yang digunakan (α), maka menolak H0, artinya
model fixed effects lebih baik digunakan dibandingkan model random
effects. Sebaliknya, jika nilai probabilitas (P-value) Chi-square lebih
besar daripada tingkat signifikansi yang digunakan, maka menerima H0,
artinya model random effects lebih baik digunakan dibandingkan model
fixed effects (Sriyana, 2014).
3) Uji Lagrange Multiplier (Uji LM)
Uji LM dilakukan untuk memberikan informasi model yang lebih
baik diantara model common effects atau model random effects. Metode
yang umum digunakan dalam uji LM ini adalah metode Breusch Pagan.
Hipotesis yang digunakan dalam uji LM berupa H0 yang menyatakan
49
model common effects lebih baik dan H1 yang menyatakan model
random effects lebih baik.
Jika nilai probabilitas (P-value) Breusch Pagan lebih kecil daripada
tingkat signifikansi yang digunakan (α), maka menolak H0, artinya
model random effects lebih baik digunakan dibandingkan model
common effects. Sebaliknya, jika nilai probabilitas (P-value) Breusch
Pagan lebih besar daripada tingkat signifikansi yang digunakan, maka
menerima H0, artinya model common effects lebih baik digunakan
dibandingkan model random effects.
4. Uji Hipotesis
Terdapat tiga uji hipotesis yang secara umum dilakukan untuk melihat
adakah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, yaitu Uji
Statistik t, Uji Statistik F dan Adjusted R Squared (Adj. R2).
1) Uji Statistik t
Uji Statistik t dilakukan untuk melihat adakah pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.
Adapun hipotesis yang digunakan dalam Uji Statistik t adalah:
H0 : βk = 0, (k=1,2,3) (Tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel bebas secara parsial terhadap
variabel terikat)
H1 : βk ≠ 0, (k=1,2,3) (Terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas secara parsial terhadap
variabel terikat)
Jika nilai probabilitas (P-value) t-Statistic lebih kecil daripada
tingkat signifikansi yang digunakan (α), maka menolak H0, artinya
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas secara parsial
terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika nilai probabilitas (P-value) t-
Statistic lebih besar daripada tingkat signifikansi yang digunakan, maka
menerima H0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat (Sulaiman,
2004).
50
2) Uji Statistik F
Uji Statistik F dilakukan untuk melihat adakah pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas secara simultan terhadap variabel
terikat. Adapun hipotesis yang digunakan dalam Uji Statistik F adalah:
H0 : β1 = β2 = β3 = 0 (Tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel bebas secara simultan
terhadap variabel terikat)
H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0 (Terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas secara simultan terhadap
variabel terikat)
Jika nilai probabilitas (P-value) F-Statistic lebih kecil daripada
tingkat signifikansi yang digunakan (α), maka menolak H0, artinya
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas secara simultan
terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika nilai probabilitas (P-value) F-
Statistic lebih besar daripada tingkat signifikansi yang digunakan, maka
menerima H0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat (Sulaiman,
2004).
3) Adjusted R Squared (Adj. R2)
Koefisien determinasi (R2) memberikan informasi sejauh mana
ketepatan garis regresi yang terbentuk dalam menjelaskan perilaku
datanya. Nilai koefisien determinasi akan semakin besar apabila terus
dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model regresi. Hal
tersebut membuat hasil menjadi bias karena variabel bebas yang
ditambahkan tersebut belum tentu mempengaruhi variabel terikatnya.
Oleh karena itu digunakan Koefisien Determinasi yang Disesuaikan
atau Adjusted R Squared (Adj. R2) sebagai nilai koefisiensi determinan
yang telah dikoreksi akibat adanya penambahan variabel baru
(Suliyanto, 2011). Koefisien determinasi memiliki nilai antara 0 hingga
1. Semakin mendekati 1 maka menunjukkan semakin besar variabel
bebas dalam menerangkan variabel terikat (Sriyana, 2014).
51
E. Operasional Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat dan tiga variabel bebas
sebagai berikut:
1. Variabel Terikat
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ketimpangan
Pembangunan yang diukur menggunakan rumus Indeks Williamson. Data
yang digunakan untuk menghitung Indeks Williamson berupa Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita dan jumlah penduduk pada
masing-masing Kabupaten/Kota di enam Provinsi yang terletak di Pulau
Jawa tahun 2012-2018.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang digunakan
untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah yang
dipungut sesuai dengan peraturan daerah dan perundang-undangan yang
berlaku (Darise, 2009). Data Pendapatan Asli Daerah yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data realisasi PAD berdasarkan Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
2) Penanaman Modal Asing (PMA)
Pengertian Penanaman Modal Asing (PMA) menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya atau yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri. Data Penanaman Modal Asing yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data realisasi PMA berdasarkan
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
3) Pengangguran
Pengangguran Terbuka merupakan orang yang masuk dalam usia
angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan atau sedang
mempersiapkan usaha serta orang yang baru mendapatkan pekerjaan
52
namun belum mulai bekerja. Data Pengangguran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jumlah Pengangguran Terbuka berdasarkan
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2012-2018.
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Jenis
Variabel Variabel Definisi Variabel Ukuran
Terikat Ketimpangan
Pembangunan
Ketimpangan Pembangunan
merupakan perbedaan
kemampuan suatu daerah
dalam mendorong proses
pembangunan daerahnya
(Sjafrizal, 2008). Ketimpangan
Pembangunan dapat diukur
menggunakan suatu alat ukur
ketimpangan berupa Indeks
Williamson.
Kriteria Indeks Williamson (IW):
a. 0 < IW ≤ 0,4 artinya tingkat
ketimpangan rendah.
b. 0,4 < IW ≤ 0,5 artinya tingkat
ketimpangan moderat.
c. 0,5 < IW < 1 artinya tingkat
ketimpangan tinggi.
Bebas Pendapatan
Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
adalah pendapatan yang
digunakan untuk membiayai
kegiatan pemerintahan dan
pembangunan daerah yang
dipungut sesuai dengan
peraturan daerah dan
perundang-undangan yang
berlaku (Darise, 2009).
Miliar Rupiah
Bebas Penanaman
Modal Asing
Penanaman Modal Asing
(PMA) menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal
adalah kegiatan menanam
Juta US Dolar
53
Jenis
Variabel Variabel Definisi Variabel Ukuran
modal untuk melakukan usaha
di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan
penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal
asing sepenuhnya atau yang
berpatungan dengan penanam
modal dalam negeri.
Bebas Pengangguran Pengangguran Terbuka
merupakan orang yang masuk
dalam usia angkatan kerja yang
sedang mencari pekerjaan atau
sedang mempersiapkan usaha
serta orang yang baru
mendapatkan pekerjaan namun
belum mulai bekerja
Orang
54
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diterima oleh Provinsi
DKI Jakarta pada tahun 2012-2017 terus mengalami peningkatan, namun
berkurang sebesar 574,35 miliar rupiah atau 1,31% pada tahun 2018.
Peningkatan terbesar selama tahun 2012-2018 terjadi pada tahun 2017, yaitu
meningkat sebesar 7.013,47 miliar rupiah atau 19,01% dari tahun 2016.
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi DKI
Jakarta 2018, kontribusi terbesar terhadap realisasi PAD Provinsi DKI
Jakarta tahun 2018 adalah berasal dari Pajak Daerah (86,64%), kemudian
Lain-lain PAD Yang Sah (10,66%), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Yang Dipisahkan (1,37%) dan Retribusi Daerah (1,34%).
Grafik 4.1
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2019.
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi DKI Jakarta tahun
2012-2018 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Terlihat pada grafik
4.2 bahwa terjadi penurunan yang cukup signifikan terhadap realisasi PMA
Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, dimana dari 4.107,72 juta US Dolar pada
tahun 2012 menjadi 2.591,13 juta US Dolar pada tahun 2013 atau turun
22,040.80 26,852.19
31,274.22 33,686.18 36,888.02
43,901.49 43,327.14
-
10,000.00
20,000.00
30,000.00
40,000.00
50,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PAD
55
sebesar 37%. Beberapa faktor penyebab menurunnya realisasi investasi
Provinsi DKI Jakarta menurut LKPD Provinsi DKI Jakarta 2013,
diantaranya: (1) meningkatnya Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun
2013, yaitu dari 1,5 juta rupiah menjadi 2,2 juta rupiah atau meningkat
sebesar 44%; (2) meningkatnya Tarif Dasar Listrik 2013 secara bertahap per
tiga bulan (tidak termasuk pelanggan 450 VA dan 900 VA); (3) banjir yang
terjadi di Provinsi DKI Jakarta; (4) dan masih melemahnya belanja di Eropa
akibat krisis hutang zona Eropa serta belum pulihnya perekonomian
Amerika sehingga mempengaruhi ekspor Indonesia.
Setelah terjadinya penurunan realisasi PMA pada tahun 2013 tersebut,
terjadi peningkatan yang signifikan terhadap realisasi PMA Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2014, yaitu sebesar 74%. Namun peningkatan tersebut
tidak berlangsung lama karena terjadi penurunan kembali pada tahun 2015
dan 2016 yang kemudian diikuti dengan peningkatan pada tahun 2017 dan
2018.
Grafik 4.2
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2018 (Juta US Dolar)
Sumber: BKPM, 2019.
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2018
memiliki kecenderungan menurun. Penurunan jumlah Pengangguran
Terbuka Provinsi DKI Jakarta terjadi selama lima tahun, dari tahun 2012
sebesar 530 ribu orang dan terus menurun hingga menjadi 317 ribu orang
pada tahun 2016 atau turun sebesar 213 ribu orang atau 40,18%. Kemudian
4,107.72
2,591.13
4,509.36
3,619.39 3,398.22
4,595.00 4,857.73
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PMA
56
mengalami peningkatan sebesar 30 ribu orang atau 9,44% pada tahun 2017
sehingga jumlahnya menjadi 347 ribu orang dan berkurang kembali sebesar
574 ribu orang atau sebesar 1,31% pada tahun 2018.
Penurunan jumlah Pengangguran Terbuka yang terjadi pada tahun 2015
dan 2016 disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas dan produktivias
pada sektor formal maupun informal sehingga terjadi peningkatan dalam
penyerapan tenaga kerja dan menurunkan jumlah Pengangguran Terbuka di
DKI Jakarta. Selain itu, kondisi perekonomian di DKI Jakarta yang kondusif
dan menguntungkan membuat para pengusaha membuka atau memperluas
lapangan usaha baru sehingga banyak tenaga kerja yang terserap dan
akhirnya mengurangi jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi DKI
Jakarta (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017).
Walaupun demikian, berdasarkan LKPD Provinsi DKI Jakarta 2017
masih terdapat beberapa permasalahan ketenagakerjaan yang perlu diatasi
oleh pemerintah DKI Jakarta, seperti pengangguran yang masih didominasi
oleh penduduk berpendidikan rendah, yaitu setingkat SD, SMP dan
SMA/SMK dan keahlian serta keterampilan yang tidak sesuai dengan
kualifikasi yang dibutuhkan pasar.
Grafik 4.3
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2018 (Orang)
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2018.
Nilai Indeks Williamson Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2012 hingga
2018 mengalami perkembangan yang terus meningkat. Pada tahun 2012,
nilai IW Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 0,49 atau ketimpangan
529,976
467,178 429,110
368,190 317,007 346,945
314,841
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pengangguran Terbuka
57
pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta masuk ke
dalam kategori sedang. Kemudian nilai IWnya meningkat secara bertahap
hingga mencapai nilai 0,51 pada tahun 2018 atau dapat dikatakan bahwa
ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta
sudah masuk dalam kategori tinggi.
Grafik 4.4
Indeks Williamson (IW) Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2018
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2019, data diolah.
0.760.71 0.71 0.7 0.7 0.71 0.71
0.49 0.49 0.50 0.50 0.51 0.51 0.51
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nasional DKI Jakarta
58
2. Jawa Barat
Realisasi PAD Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018 terlihat memiliki
perkembangan yang terus meningkat. Pada tahun 2012, realisasi PAD
Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 9.982,92 miliar rupiah dan terus
mengalami peningkatan hingga mencapai 19.642,92 miliar rupiah pada
tahun 2018, atau terjadi peningkatan sebesar 9,660.00 miliar rupiah atau
96,77%. Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Provinsi Jawa
Barat 2018, kontribusi terbesar terhadap jumlah PAD yang diperoleh adalah
berasal dari Pajak Daerah sebesar 92,42%, selanjutnya diikuti oleh Lain-lain
PAD Yang Sah (5,56%), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan (1,77%) dan Retribusi Daerah (0,25).
Grafik 4.5
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2019.
Selama tahun 2012 hingga 2018, realisasi PMA Provinsi Jawa Barat
cenderung mengalami perkembangan yang semakin menurun. Walaupun
pada tahun 2013 terjadi peningkatan yang cukup signifikan sebesar 69%,
namun selama tahun 2014 hingga 2017 realisasi PMA Provinsi Jawa Barat
terus menurun secara bertahap. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018
mencatat bahwa selama tahun 2014 hingga tahun 2017, jumlah PMA yang
diperoleh ternyata tidak mencapai target yang ditetapkan. Hal tersebut
9,982.92 12,360.11
15,038.15 16,032.86 17,042.90 18,081.12 19,642.92
-
5,000.00
10,000.00
15,000.00
20,000.00
25,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PAD
59
disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat untuk memeratakan
persebaran investasi khususnya PMA yang tidak hanya terpusat di Pulau
Jawa namun tersebar di wilayah lainnya, khususnya Indonesia Timur.
Penyebab lainnya adalah nilai Upah Minimum Kabupaten (UMK) di
kawasan investasi Provinsi Jawa Barat merupakan UMK tertinggi di
Indonesia sehingga menyebabkan adanya relokasi dan investasi keluar
Provinsi Jawa Barat.
Grafik 4.6
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018 (Juta US Dolar)
Sumber: BKPM, 2019.
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018
mengalami perkembangan yang fluktuatif. Selama periode 7 tahun tersebut,
penurunan jumlah Pengangguran Terbuka yang cukup signifikan terjadi
pada tahun 2014 yaitu sebesar 95.453 orang atau 5,1%, sedangkan
peningkatan jumlah Pengangguran Terbuka yang cukup signifikan terjadi
pada tahun 2016 yaitu sebesar 78.987 orang atau 4,4%. Pada tahun 2016,
Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Barat paling banyak bertempat di
daerah perkotaan (71,51%), hal tersebut salah satunya disebabkan oleh
peristiwa urbanisasi yang terjadi sehingga lapangan pekerjaan di perkotaan
belum mampu menyerap tenaga kerja yang melimpah sehingga terciptalah
pengangguran yang tinggi (BPS Provinsi Jawa Barat, 2017).
4,210.70
7,124.88 6,561.95
5,738.71 5,470.85 5,142.95 5,573.52
-
2,000.00
4,000.00
6,000.00
8,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PMA
60
Grafik 4.7
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018 (Ribu Orang)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2018.
Indeks Williamson Provinsi Jawa Barat selama tahun 2012 hingga 2018
menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,71. Nilainya yang sudah melebihi 0,5
tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan antar
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat sudah terbilang tinggi.
Grafik 4.8
Indeks Williamson (IW) Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2018
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2019, data diolah.
3. Jawa Tengah
Realisasi PAD Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2012 hingga 2018
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, realisasi PAD Provinsi
Jawa Tengah adalah sebesar 6.629,31 miliar rupiah dan terus mengalami
peningkatan hingga mencapai 13.711,84 miliar rupiah pada tahun 2018.
Berdasarkan LKPD Provinsi Jawa Tengah 2018, penerimaan PAD tahun
1,828.99
1,870.65
1,775.20 1,794.87
1,873.86
1,839.43 1,848.23
1,700.00
1,750.00
1,800.00
1,850.00
1,900.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pengangguran Terbuka
0.76 0.71 0.71 0.7 0.7 0.71 0.71
0.71 0.71 0.71 0.71 0.70 0.70 0.70
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nasional Jabar
61
2018 paling banyak berasal dari pemungutan Pajak Daerah (83,92%),
selanjutnya adalah Lain-lain PAD Yang Sah (11,96%), Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (3,35%), Retribusi Daerah (0,76%).
Grafik 4.9
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019.
Realisasi PMA Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 hingga 2018 terlihat
memiliki perkembangan yang cenderung meningkat. Pada tahun 2012,
realisasi PMA Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 241,51 juta US Dolar
dan meningkat 92% menjadi 464,30 juta US Dolar pada tahun 2013,
kemudian terjadi sedikit penurunan pada tahun 2014 lalu diikuti
peningkatan hingga tahun 2017 mencapai 2.372,52 juta US Dolar.
Peningkatan yang terjadi pada tahun 2017 bahkan mencapai 130% lebih
banyak dari tahun sebelumnya. Berdasarkan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun
Anggaran 2017 dikatakan bahwa peningkatan yang signifikan pada realisasi
PMA tahun 2017 tersebut disebabkan oleh beberapa proyek-proyek
strategis yang sedang dalam proses penyelesaian konstruksi seperti
pembangunan infrastruktur Jalan Tol (Bawen-Solo, Pejagan-Semarang),
Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, Pelabuhan Tanjung Emas
yang seluruhnya tercantum dalam RKPD Jawa Tengah tahun 2017.
6,629.31 8,212.80
9,916.36 10,904.83 11,541.03
12,547.51 13,711.84
-
5,000.00
10,000.00
15,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PAD
62
Grafik 4.10
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2018 (Juta US Dolar)
Sumber: BKPM, 2019.
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
hingga 2018 mengalami perkembangan yang cukup berfluktuatif namun
berkecenderungan menurun. Pada tahun 2013, terjadi peningkatan jumlah
Pengangguran Terbuka sebesar 60.587 orang atau 6,3%, kemudian
jumlahnya mulai berkurang secara bertahap hingga tahun 2016, selanjutnya
terjadi peningkatan sebesar 22.608 orang atau 2,82% menjadi 823.938
orang pada tahun 2017 dan menurun kembali sebesar 9.591 orang atau
1,16% pada tahun 2018.
Grafik 4.11
Jumlah Pengangguran Terbuka
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2018 (Orang)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2018.
241.51 464.30 463.36
850.40 1,030.80
2,372.52 2,372.70
-
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PMA
962,141 1,022,728 996,344 863,783 801,330 823,938 814,347
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pengangguran Terbuka
63
Nilai Indeks Williamson Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 hingga 2018
dapat dikatakan terus menurun. Pada tahun 2012, nilai IW Provinsi Jawa
Tengah adalah sebesar 0,68 dan angkanya terus menurun hingga mencapai
0,64 pada tahun 2017 dan 2018. Selain itu, nilai IW Provinsi Jawa Tengah
2012-2018 masih berada dibawah nilai IW Nasional. Walaupun demikian,
nilai IW Provinsi Jawa Tengah sudah terbilang tinggi karena nilainya sudah
lebih dari 0,5 atau artinya ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Tengah sudah masuk dalam kategori tinggi.
Grafik 4.12
Indeks Williamson (IW) Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2018
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019, data diolah.
0.76 0.71 0.71 0.7 0.7 0.71 0.71
0.68 0.67 0.67 0.66 0.65 0.64 0.64
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nasional Jateng
64
4. Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta
Realisasi PAD Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012 hingga 2018
mengalami perkembangan yang terus meningkat. Pada tahun 2012, realisasi
PAD Provinsi DI Yogyakarta sebesar 1.004,06 miliar rupiah dan terus
mengalami peningkatan secara bertahap hingga mencapai 2.041,10 miliar
rupiah pada tahun 2018. Berdasarkan Catatan Atas Laporan Keuangan
(CaLK) Provinsi DI Yogyakarta 2018, tercatat bahwa kontribusi terbesar
terhadap realisasi PAD Provinsi DI Yogyakarta tahun 2018 berasal dari
Pajak Daerah (84,15%), selanjutnya adalah Lain-lain PAD Yang Sah
(9,54%), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (4,17%)
dan Retribusi Daerah (2,14%).
Grafik 4.13
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi DI Yogyakarta, 2019.
Realisasi PMA Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012 hingga 2018
mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Pada tahun 2013, realisasi
PMA Provinsi DI Yogyakarta berkurang cukup signifikan sebesar 55,36
juta US Dolar atau sebesar 65,18%. Kemudian terjadi peningkatan selama
dua tahun hingga tahun 2015. Selanjutnya terjadi penurunan yang signifikan
sebesar 69,46 juta US Dolar atau sebesar 77,95% pada tahun 2016 dan
terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2017 menuju 2018,
yaitu sebesar 122,93%. Lonjakan yang cukup signifikan tersebut berasal
1,004.06 1,216.10
1,464.60 1,593.11 1,673.75
1,851.98 2,040.72
-
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PAD
65
dari kegiatan konstruksi bandara baru (New Yogyakarta International
Airport/NYIA) (Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, 2019).
Grafik 4.14
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2018 (Juta US Dollar)
Sumber: BKPM, 2019.
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012
hingga 2018 mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Selama periode
7 tahun tersebut, terjadi 2 kali penurunan jumlah Pengangguran Terbuka,
yaitu pada tahun 2013 sebesar 13.261 orang atau 17,19% dan pada tahun
2016 sebesar 23.209 orang atau 28,92%. Penurunan yang terjadi pada tahun
2016 tersebut disebabkan oleh penyerapan tenaga kerja yang signifikan
pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (28,89%), sektor Pertanian
(23,27%), dan sektor Jasa-jasa (20,75%) (Pemerintah Provinsi DI
Yogyakarta, 2017).
Dikatakan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Provinsi DI Yogyakarta 2018 bahwa pengangguran yang terdapat di D.I
Yogyakarta merupakan pengangguran yang umumnya tidak mempunyai
keterampilan khusus dan belum memiliki pengalaman kerja. Selain itu,
masih banyak tenaga kerja yang memiliki latar belakang pendidikan yang
tidak relevan dengan lapangan pekerjaan sehingga makin terbatas
kesempatan yang mereka miliki untuk mendapatkan pekerjaan.
84.94
29.58
64.89
89.11
19.65
36.48
81.34
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PMA
66
Grafik 4.15
Jumlah Pengangguran Terbuka
Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2018 (Orang)
Sumber: BPS Provinsi DI Yogyakarta, 2018.
Selama tahun 2012 hingga 2018, IW Provinsi DI Yogyakarta memiliki
nilai yang konstan sebesar 0,48. Nilainya lebih kecil dibandingkan nilai IW
Nasional. Nilai 0,48 tersebut mengartikan bahwa ketimpangan antar
Kabupaten/Kota di DI Yogyakarta masuk dalam kategori sedang.
Grafik 4.16
Indeks Williamson (IW) Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2018
Sumber: BPS Provinsi DI Yogyakarta, 2019, data diolah.
77,150
63,889 67,418
80,245
57,036 64,019
73,350
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018Pengangguran Terbuka
0.76 0.71 0.71 0.7 0.7 0.71 0.71
0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nasional Yogyakarta
67
5. Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur memperoleh realisasi PAD yang selalu meningkat
setiap tahunnya dari tahun 2012 hingga 2018. Pada tahun 2012, realisasi
PAD Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 9.725,63 miliar rupiah dan terus
meningkat secara bertahap hingga mencapai 18.531,06 miliar rupiah pada
tahun 2018. Berdasarkan LKPD Provinsi Jawa Timur 2018, tercatat bahwa
kontribusi terbesar terhadap realisasi PAD Provinsi Jawa Timur tahun 2018
berasal dari Pajak Daerah (81,27%), selanjutnya adalah Lain-lain PAD
Yang Sah (16,17%), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
(2,07%) dan Retribusi Daerah (0,49%).
Grafik 4.17
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2019.
Realisasi PMA Provinsi Jawa Timur tahun 2012 hingga 2018 memiliki
perkembangan yang berfluktuatif namun cenderung menurun. Pada tahun
2012, realisasi PMA Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 2.298,78 juta US
Dolar dan meningkat pada tahun selanjutnya sebesar 1.097,48 juta US Dolar
atau 47,74%. Kemudian jumlahnya mengalami penurunan sebesar 1.593,75
juta US Dolar atau 46,93% pada tahun 2014 menjadi 1.802,51 juta US
Dolar. Penurunan tersebut disebabkan oleh inflasi di Indonesia yang
mencapai 6,5% dan harga minyak dunia yang mencapai 50 Dolar per barrel
serta sedang diselenggarakannya Pilkada Anggota Legislatif tingkat Pusat
9,725.63 11,596.38
14,442.22 15,402.65 15,817.80
17,324.18 18,531.06
-
5,000.00
10,000.00
15,000.00
20,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PAD
68
hingga Kabupaten/Kota dan Pemilihan Presiden (Pemerintah Provinsi Jawa
Timur, 2015).
Pada tahun 2015 terjadi peningkatan realisasi PMA di Provinsi Jawa
Timur sebesar 790,87 juta US Dolar atau 43,88% menjadi 2.593,38 juta US
Dolar dan mengalami penurunan hingga tahun 2018. Penurunan yang terus
terjadi tersebut disebabkan oleh masalah-masalah dalam aspek penanaman
modal yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Timur, seperti masih terbatasnya
lahan di kawasan industri untuk menampung perusahaan baru dan
perusahaan yang sedang melakukan relokasi serta kurangnya sinergitas
antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam memberikan pelayanan
perizinan (Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2018).
Grafik 4.18
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2018 (Juta US Dolar)
Sumber: BKPM, 2019.
Jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Timur tahun 2012
hingga 2018 mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Pada tahun
2012, jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar
819.563 orang dan mengalami peningkatan sebesar 51.775 orang atau
6,32% pada tahun 2013. Kemudian terjadi penurunan sebesar 27.848 orang
atau 3,2% pada tahun 2014 dan meningkat kembali sebesar 63.414 atau
7,52% pada tahun 2015 sehingga jumlahnya menjadi 906.904 orang.
Selanjutnya jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Timur
2,298.78
3,396.25
1,802.51
2,593.38
1,941.03 1,566.66
1,333.38
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PMA
69
mengalami penurunan selama dua tahun hingga tahun 2017 dan meningkat
sebesar 11.978 orang atau 1,43% pada tahun 2018.
Disebutkan dalam Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP)
Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 bahwa terdapat beberapa permasalahan
yang dihadapi Provinsi Jawa Timur dalam bidang ketenagakerjaan,
diantaranya: (1) ketidakseimbangan antara penawaran tenaga kerja dengan
permintaan atau kebutuhan perusahaan; (2) terbatasnya informasi tentang
profil tenaga kerja; (3) kualitas tenaga kerja yang masih rendah; (4) adanya
konflik dalam menentukan UMK serta perlindungan yang masih rendah
bagi tenaga kerja; dan (5) kurang optimalnya pengawasan terhadap
perusahaan-perusahaan yang beroperasi serta masih rendahnya
pengendalian terhadap masuknya tenaga kerja asing.
Grafik 4.19
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2018 (Orang)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2018.
Pada tahun 2012 hingga 2018, nilai IW Provinsi Jawa Timur sudah
melebihi nilai 0,5 dan bahkan mendekati nilai 1. Pada tahun 2012, nilai IW
Jawa Timur adalah sebesar 0,95 dan nilainya mengalami peningkatan secara
bertahap hingga mencapai 0,97 pada tahun 2018. Selain nilainya yang
tinggi, nilai IW Provinsi Jawa Timur bahkan telah melebihi nilai IW
Nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan
antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur sudah mencapai tingkat
ketimpangan tinggi.
819,563
871,338
843,490
906,904
839,283 838,496 850,474
760,000
780,000
800,000
820,000
840,000
860,000
880,000
900,000
920,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pengangguran Terbuka
70
Grafik 4.20
Indeks Williamson (IW) Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2018
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2019, data diolah.
6. Banten
Provinsi Banten memperoleh realisasi PAD yang selalu meningkat
setiap tahunnya dari tahun 2012 hingga 2018. Pada tahun 2012, realisasi
PAD Provinsi Banten adalah sebesar 3.395,88 miliar rupiah dan terus
meningkat secara bertahap setiap tahunnya hingga mencapai 6.329,14
miliar rupiah pada tahun 2018. Berdasarkan LKPD Provinsi Banten 2018,
tercatat bahwa kontribusi terbesar terhadap realisasi PAD Provinsi Banten
tahun 2018 berasal dari Pajak Daerah (95,32%), selanjutnya adalah Lain-
lain PAD Yang Sah (3,65%), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan (0,82%) dan Retribusi Daerah (0,21%).
Grafik 4.21
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi Banten tahun 2012-2018 (Miliar Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2019.
0.76 0.71 0.71 0.7 0.7 0.71 0.71
0.95 0.95 0.95 0.96 0.96 0.96 0.97
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nasional Jatim
3,395.88 4,118.55
4,899.13 4,972.74 5,463.16 5,756.37
6,329.14
-
2,000.00
4,000.00
6,000.00
8,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PAD
71
Realisasi PMA Provinsi Banten tahun 2012 hingga 2018 mengalami
perkembangan yang berfluktuatif namun cenderung meningkat. Pada tahun
2012, realisasi PMA Provinsi Banten adalah sebesar 2.716,26 juta US
Dolar. Kemudian terjadi peningkatan sebesar 1.003,95 juta US Dolar atau
36,96% sehingga menjadi 3.720,21 juta US Dolar pada tahun 2013. Pada
tahun 2014 terjadi penurunan sebesar 1.685,58 juta US Dolar atau 45,31%.
Selanjunya, realisasi PAD terus meningkat selama tiga tahun hingga
mencapai sebesar 3.047,47 juta US Dolar pada tahun 2017 dan menurun
kembali sebesar 220,19 juta US Dolar atau 7,23% pada tahun 2018.
Grafik 4.22
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
Provinsi Banten tahun 2012-2018 (Juta US Dolar)
Sumber: BKPM, 2019.
Jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten tahun 2012 hingga
2018 mengalami perkembangan yang cukup berfluktuatif. Selama periode
7 tahun tersebut, terjadi 4 kali penurunan jumlah Pengangguran Terbuka,
yaitu pada tahun 2013 sebesar 9.924 orang atau 1,91%, 2014 sebesar 25.233
orang atau 4,95%, 2016 sebesar 10.787 orang atau 2,12% dan 2018 sebesar
22.831 orang atau 4,39%. Sedangkan, pada tahun 2015 dan 2017 terjadi
peningkatan jumlah Pengangguran Terbuka sebesar 25.330 orang atau
5,23% dan sebesar 20.967 orang atau 4,21% .
2,716.26
3,720.21
2,034.63 2,541.97
2,912.06 3,047.47 2,827.28
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Realisasi PMA
72
Grafik 4.23
Jumlah Pengangguran Terbuka Provinsi Banten tahun 2012-2018 (Orang)
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2018.
Ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
tahun 2012 hingga 2018 sudah masuk ke dalam kategori tinggi. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai IW Provinsi Banten tahun 2012-2018 yang memiliki
nilai rata-rata sebesar 0,63 atau sudah melebihi nilai 0,5.
Grafik 4.24
Indeks Williamson (IW) Provinsi Banten tahun 2012-2018
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2019, data diolah.
B. Estimasi Data Panel
Penentuan model yang paling baik dalam menjelaskan perilaku data hasil
observasi dapat dilakukan dengan tiga uji, yaitu uji Chow, uji Hausman dan
uji Lagrange Multiplier (uji LM).
519,210
509,286
484,053
509,383
498,596
519,563
496,732
460,000
470,000
480,000
490,000
500,000
510,000
520,000
530,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pengangguran Terbuka
0.76 0.71 0.71 0.7 0.7 0.71 0.71
0.64 0.64 0.64 0.63 0.63 0.64 0.63
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nasional Banten
73
1. Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk memberikan informasi model yang lebih baik
diantara model common effects atau model fixed effects. Hipotesis yang
digunakan dalam uji Chow berupa H0 yang menyatakan model common
effects lebih baik dan H1 yang menyatakan model fixed effects lebih baik.
Hasil Uji Chow yang didapatkan menggunakan alat pengolah data berupa
Eviews 9 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Uji Chow
Effects Test Prob.
Cross-section Chi-square 0.0000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 9.0.
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa nilai probabilitas (P-value) Cross-
section Chi-square sebesar 0.0000 atau lebih kecil daripada tingkat
signifikansi yang digunakan (α = 5%), sehingga menolak H0, artinya model
fixed effects lebih baik digunakan dibandingkan model common effects.
2. Uji Hausman
Uji Hausman dilakukan untuk memberikan informasi model yang lebih
baik diantara model fixed effects atau model random effects. Hipotesis yang
digunakan dalam uji Hausman berupa H0 yang menyatakan model random
effects lebih baik dan H1 yang menyatakan model fixed effects lebih baik.
Hasil Uji Hausman yang didapatkan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Uji Hausman
Test Summary Prob.
Cross-section random 0.8843
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 9.0.
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa nilai probabilitas (P-value) Chi-
square sebesar 0.8843 atau lebih besar daripada tingkat signifikansi yang
74
digunakan (α = 5%), sehingga menerima H0, artinya model random effects
lebih baik digunakan dibandingkan model fixed effects.
3. Model Random Effect
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Data Panel
Variabel Koefisien Probabilitas
C 0.608150 0.0000
PAD 1.02E-06 0.0158
PMA -3.39E-06 0.0753
NGANGGUR 5.72E-08 0.0590
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 9.0.
Berdasarkan Uji Chow dan Uji Hausman yang telah dilakukan
sebelumnya, diperoleh hasil bahwa model pendekatan estimasi terbaik
dalam menganalisis regresi data panel adalah model Random Effect dengan
persamaan sebagai berikut:
IWit = 0.608150 + 1.02E-06 PADit - 3.39E-06 PMAit + 5.72E-08
NGANGGURit + εit
Dimana:
IW : Ketimpangan Pembangunan
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PMA : Penanaman Modal Asing
NGANGGUR : Pengangguran
ε : Residual/error
i : Jumlah data Cross-section
t : Periode
Hasil estimasi data panel yang dicantumkan dalam tabel 4.4
memperlihatkan bahwa Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Pengangguran memiliki arah hubungan yang positif terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan pada provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Arah
positif tersebut dapat diartikan bahwa ketika PAD dan Pengangguran
75
mengalami peningkatan maka Ketimpangan Pembangunan pada provinsi-
provinsi di Pulau Jawa juga mengalami peningkatan.
Berbeda dengan Variabel PAD dan Pengangguran, hasil estimasi data
panel juga memperlihatkan bahwa Variabel Penanaman Modal Asing
(PMA) memiliki arah hubungan negatif terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Arah negatif tersebut
dapat diartikan bahwa ketika PMA mengalami peningkatan maka
Ketimpangan Pembangunan pada provinsi-provinsi di Pulau Jawa akan
mengalami penurunan.
Karakteristik yang berbeda antar provinsi di Pulau Jawa menyebabkan
pengaruh yang berbeda antara variabel bebas terhadap variabel terikat pada
masing-masing daerah. Hal tersebut dapat terlihat pada perbedaan nilai
intersep pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa seperti yang
digambarkan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5
Efek Individual
Random Effects (Cross) Koefisien Intersep
Individual Efek
JKT--C -0.149748 0.458402
JABAR--C -0.002143 0.606007
JATENG--C -0.007814 0.600336
JOGJA--C -0.133231 0.474919
JATIM--C 0.290858 0.899008
BANTEN--C 0.002078 0.610228
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eview 9.0.
a. Provinsi DKI Jakarta
Apabila terjadi perubahan sebesar 1 satuan Indeks Williamson pada
PAD, PMA dan Pengangguran, maka Ketimpangan Pembangunan
di Provinsi DKI Jakarta akan berubah sebesar 0.458402.
b. Provinsi Jawa Barat
Apabila terjadi perubahan sebesar 1 satuan Indeks Williamson pada
PAD, PMA dan Pengangguran, maka Ketimpangan Pembangunan
di Provinsi Jawa Barat akan berubah sebesar 0.606007.
76
c. Provinsi Jawa Tengah
Apabila terjadi perubahan sebesar 1 satuan Indeks Williamson pada
PAD, PMA dan Pengangguran, maka Ketimpangan Pembangunan
di Provinsi Jawa Tengah akan berubah sebesar 0.600336.
d. Provinsi DI Yogyakarta
Apabila terjadi perubahan sebesar 1 satuan Indeks Williamson pada
PAD, PMA dan Pengangguran, maka Ketimpangan Pembangunan
di Provinsi DI Yogyakarta akan berubah sebesar 0.474919.
e. Provinsi Jawa Timur
Apabila terjadi perubahan sebesar 1 satuan Indeks Williamson pada
PAD, PMA dan Pengangguran, maka Ketimpangan Pembangunan
di Provinsi Jawa Timur akan berubah sebesar 0.899008.
f. Provinsi Banten
Apabila terjadi perubahan sebesar 1 satuan Indeks Williamson pada
PAD, PMA dan Pengangguran, maka Ketimpangan Pembangunan
di Provinsi Banten akan berubah sebesar 0.610228.
C. Pengujian Hipotesis
1. Uji Statistik t
Uji Statistik t dilakukan untuk melihat adakah pengaruh yang signifikan
antara variabel bebas (PAD, PMA dan Pengangguran) secara parsial
terhadap variabel terikat (Ketimpangan Pembangunan) dengan cara
membandingkan nilai probabilitas tiap variabel dengan tingkat signifikansi
yang digunakan (α). Sebelum dilakukan Uji Statistik t, maka terlebih dahulu
dibentuk hipotesis pada masing-masing variabel yang diamati seperti
berikut:
1) H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD) secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada
tahun 2012-2018.
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)
secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018.
77
2) H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Penanaman Modal Asing
(PMA) secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada
tahun 2012-2018.
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Penanaman Modal Asing
(PMA) secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada
tahun 2012-2018.
3) H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Pengangguran secara
parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018.
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Pengangguran secara parsial
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018.
Tabel 4.6
Uji Statistik t
Variabel t-Statistic Probabilitas
C 6.555472 0.0000
PAD 2.527629 0.0158
PMA -1.828681 0.0753
NGANGGUR 1.946348 0.0590
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 9.0.
Berdasarkan Tabel 4.6, maka hasil Uji Statistik t dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1) Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai probabilitas
sebesar 0.0158 atau lebih kecil dari tingkat signifikansi yang
digunakan α = 5% (0.0158 < 0.05). Sehingga menolak H0, artinya
terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara
parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018.
78
2) Variabel Penanaman Modal Asing (PMA) memiliki nilai
probabilitas sebesar 0.0753 atau lebih kecil dari tingkat signifikansi
yang digunakan α = 10% (0.0753 < 0.1). Sehingga menolak H0,
artinya terdapat pengaruh Variabel Penanaman Modal Asing (PMA)
secara parsial terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018.
3) Variabel Pengangguran memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0590
atau lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan α = 10%
(0.0590 < 0.1). Sehingga menolak H0, artinya terdapat pengaruh
Variabel Pengangguran secara parsial terhadap Variabel
Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
pada tahun 2012-2018.
2. Uji Statistik F
Uji Statistik F dilakukan untuk melihat adakah pengaruh yang signifikan
antara variabel bebas (PAD, PMA dan Pengangguran) secara simultan
terhadap variabel terikat (Ketimpangan Pembangunan) dengan cara
membandingkan nilai probabilitas F-statistic dengan tingkat signifikansi
yang digunakan (α). Sebelum dilakukan Uji Statistik F, maka terlebih
dahulu dibentuk hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Penanaman Modal Asing (PMA), Pengangguran secara
simultan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018.
H1 : Terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Penanaman Modal Asing (PMA), Pengangguran secara simultan
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012-2018.
79
Tabel 4.7
Uji Statistik F
Prob. (F-Statistic) 0.019388
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 9.0.
Berdasarkan hasil Uji Statistik F yang diperlihatkan dalam Tabel 4.7,
nilai probabilitas F-statistic sebesar 0.019388 atau lebih kecil dari tingkat
signifikansi yang digunakan α = 5% (0.019388 < 0.05). Sehingga menolak
H0, artinya terdapat pengaruh Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Penanaman Modal Asing (PMA), Pengangguran secara simultan terhadap
Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
pada tahun 2012-2018.
3. Adjusted R Squared (Adj. R2)
Adjusted R Squared (Adj. R2) sebagai nilai koefisiensi determinan yang
telah dikoreksi dapat memperlihatkan seberapa besar kemampuan variabel
bebas dalam menerangkan variabel terikat. Koefisien determinasi memiliki
nilai antara 0 hingga 1. Semakin mendekati 1 maka menunjukkan semakin
besar variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat.
Tabel 4.8
Adjusted R Squared (Adj. R2)
Adjusted R Squared 0.165902
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 9.0.
Tabel 4.8 memperlihatkan nilai Adjusted R Squared sebesar 0.165902,
artinya variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini (PAD, PMA
dan Pengangguran) dapat menerangkan variabel terikatnya (Ketimpangan
Pembangunan) sebesar 16,59% sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain.
D. Analisis Ekonomi
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Ketimpangan Pembangunan
Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu
kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah bersama dengan
80
diterapkanya sistem otonomi daerah. PAD tersebut diperoleh dari segala
aktivitas pemanfaatan potensi daerah sehingga urusan pemerintahan dan
pembangunan daerah dapat terlaksana dengan baik. Realisasi PAD yang
diperoleh juga dapat mengukur kemandirian suatu daerah dalam membiayai
urusan rumah tangganya sendiri. Semakin besar realisasi PAD yang
diperoleh maka semakin mandiri daerah tersebut, sebaliknya semakin
sedikit realisasi PAD yang diperoleh maka semakin besar ketergantungan
daerah tersebut terhadap keuangan Pemerintah Pusat.
Penelitian ini memperoleh hasil bahwa Variabel PAD berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa, artinya ketika PAD meningkat maka
Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa juga ikut
meningkat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hasil pemungutan PAD
yang diterima oleh Pemerintah Daerah masih belum digunakan secara
optimal untuk memperbaiki proses pembangunan di suatu daerah.
Apabila dilihat dari struktur Realisasi Belanja Pemerintah Daerah
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa tahun 2018, porsi pengeluaran untuk
belanja pegawai memang masih lebih tinggi dibandingkan belanja modal
(Tabel 4.9). Selain itu, tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2018 bahwa target yang ditetapkan bagi porsi belanja pegawai
provinsi dan belanja modal provinsi terhadap total Belanja Pemerintah
Daerah Provinsi adalah sebesar 15% dan 26,44%, namun terlihat dalam
Tabel 4.9 bahwa porsi belanja pegawai terhadap total belanja di seluruh
provinsi di Pulau Jawa tahun 2018 sudah melewati target yang ditetapkan
dan sebaliknya, porsi belanja modal terhadap total belanja di seluruh
provinsi di Pulau Jawa tahun 2018 malah belum mencapai target yang
ditetapkan. Artinya, pendapatan yang didapatkan oleh pemerintah daerah
masih lebih banyak digunakan untuk mebiayai gaji dan tunjangan Pegawai
Negeri Sipil dibandingkan melakukan pengadaan aset tetap yang memiliki
manfaat jangka panjang bagi masyarakat daerah.
81
Tabel 4.9
Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa 2018
Sumber: LKPD dan LRA, 2019.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Indah Sukma Ramdhini (2013) berjudul “Pengaruh
Penanaman Modal Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Terhadap Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi
Banten Periode 2005-2011” dimana peneliti mendapati bahwa PAD
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Ketimpangan
Pembangunan di Provinsi Banten, artinya peningkatan PAD menyebabkan
melebarnya ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten. Hal tersebut
terjadi karena PAD digunakan lebih banyak untuk belanja rutin
dibandingkan belanja modal sehingga memperlebar ketimpangan
pembangunan.
2. Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Ketimpangan Pembangunan
Modal merupakan salah satu motor penggerak pembangunan daerah.
Dengan modal yang memadai maka produktivitas tenaga kerja di suatu
daerah dapat lebih ditingkatkan sehingga mempercepat proses
pembangunan. Modal yang diperoleh suatu daerah dapat bersumber baik
dari dalam maupun luar negeri. Modal yang bersumber dari luar negeri atau
biasa disebut Penanaman Modal Asing (PMA) dipercaya memiliki banyak
manfaat demi kepentingan pembangunan daerah. Selain memberikan
manfaat dalam bentuk dana, PMA juga memberikan manfaat dalam bentuk
seperti transfer teknologi, keterampilan dan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat setempat (Jhingan, 2012).
Provinsi Belanja Pegawai (%) Belanja Modal (%)
DKI Jakarta 35.79 23.12
Jabar 17.35 9.44
Jateng 37.18 9.67
DI Yogyakarta 33.44 25.04
Jatim 21.69 9.26
Banten 23.85 18.64
82
Penelitian ini memperoleh hasil bahwa Variabel PMA berpengaruh
secara negatif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa, artinya ketika PMA meningkat maka
Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa akan
menurun. Peningkatan PMA yang menyebabkan turunnya Ketimpangan
Pembangunan tersebut mengindikasikan bahwa persebaran PMA di Pulau
Jawa sudah mulai mengalami pemerataan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad
Firdaus (2013) yang terdapat di dalam orasi ilmiahnya yang berjudul
“Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah di Indonesia: Fakta dan
Strategi Inisiatif” dimana beliau mendapati hasil bahwa setelah
diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal, ketimpangan PMA di Pulau
Jawa mulai mengalami penurunan yang konsisten dan signifikan. Dalam
orasi ilmiahnya tersebut, beliau juga menyampaikan bahwa infrastruktur
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masuknya investasi ke
suatu wilayah. Jalan tol Trans-Jawa yang hingga April 2019 tercatat sudah
terbentang sepanjang 962 km yang menghubungkan Merak di Provinsi
Banten hingga Probolinggo di Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu
proyek infrastruktur fisik yang berdampak memperlancar mobilitas barang
dan jasa sehingga perekonomian antar daerah di Pulau Jawa jadi lebih
merata. Infrastruktur dan perekonomian yang terus berkembang tersebut
menjadi alasan bagi investor untuk menginvestasikan dananya ke berbagai
daerah. Alhasil akan lebih banyak lapangan pekerjaan yang tersedia dan
akhirnya mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah.
Apabila dilihat dari aspek penyerapan tenaga kerja, tenaga kerja di
Indonesia memang lebih banyak terserap ke dalam proyek PMA daripada
proyek PMDN. Data yang bersumber dari publikasi BKPM menunjukkan
bahwa selama tahun 2013 hingga 2018, tenaga kerja di Indonesia paling
banyak terserap ke dalam proyek PMA dibandingkan dengan PMDN. Pada
tahun 2013 sebesar 61,88% tenaga kerja di Indonesia terserap ke dalam
proyek PMA, selanjutnya pada tahun 2014 sebesar 70,99%, 2015 sebesar
83
64,84%, 2016 sebesar 68,37%, 2017 sebesar 65,23% dan 2018 sebesar
51,08% tenaga kerja di Indonesia terserap ke dalam proyek PMA.
3. Pengangguran terhadap Ketimpangan Pembangunan
Pengangguran merupakan masalah pembangunan yang umum terjadi
khususnya di negara berkembang. Salah satu penyebab munculnya
pengangguran adalah ketika tingginya jumlah angkatan kerja namun tidak
diimbangi dengan ketersedian lapangan pekerjaan di pasar. Pengangguran
yang muncul karena alasan tersebut biasa disebut Pengangguran Terbuka.
Penelitian ini memperoleh hasil bahwa Variabel Pengangguran
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan
Pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa, artinya ketika
Pengangguran meningkat maka Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-
provinsi di Pulau Jawa juga ikut meningkat. Sesuai dengan yang dikatakan
oleh Asfia Murni (2006) bahwa daya beli masyarakat yang menurun akibat
menganggur memberikan dampak buruk terhadap pendapatan yang
diterima oleh pemerintah, yang selanjutnya berimbas pada pertumbuhan
ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan melebarnya ketimpangan
pembangunan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Lilin Diva Nuartha (2018) berjudul “Analisis Determinan
Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi Jawa Tengah 1998-2015”
dimana peneliti mendapati bahwa pengangguran berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah. Hal tersebut karena pengangguran akan menghambat pertumbuhan
ekonomi sehingga memperlebar ketimpangan pembangunan di Provinsi
Jawa Tengah.
84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Pengangguran terhadap Ketimpangan Pembangunan di Pulau Jawa Tahun
2012-2018 adalah sebagai berikut:
1. Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018. Artinya, ketika
PAD mengalami peningkatan maka ketimpangan pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa juga mengalami peningkatan.
2. Variabel Penanaman Modal Asing (PMA) secara parsial berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan
pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018. Artinya, ketika
PMA mengalami peningkatan maka ketimpangan pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa akan mengalami penurunan.
3. Variabel Pengangguran secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada
Provinsi-provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2018. Artinya, ketika
Pengangguran mengalami peningkatan maka ketimpangan
pembangunan pada Provinsi-provinsi di Pulau Jawa juga mengalami
peningkatan.
4. Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Pengangguran secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap Variabel Ketimpangan Pembangunan pada Provinsi-provinsi
di Pulau Jawa Tahun 2012-2018.
85
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi-provinsi di Pulau Jawa
a. Dibutuhkan transparansi, akuntabilitas dan evaluasi yang lebih
mendalam terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah agar
meminimalisir penyalahgunaan wewenang demi tercapainya tujuan
pembangunan daerah.
b. Meningkatkan porsi belanja modal yang dapat digunakan untuk
membangun infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara dan
stasiun sehingga meningkatkan mobilitas barang dan jasa yang berimbas
pada pemerataan pembangunan antar daerah serta meningkatkan
aktivitas investasi.
c. Menyelenggarakan program pelatihan seperti pelatihan teknik dan
bahasa untuk meningkatkan keterampilan serta daya saing para tenaga
kerja yang sedang menganggur.
2. Bagi Para Peneliti Selanjutnya
a. Meneliti daerah-daerah lainnya di Indonesia yang memiliki
ketimpangan pembangunan tinggi sehingga dapat dibandingkan antara
ketimpangan di daerah satu dengan ketimpangan di daerah lainnya.
Hasil dari perbandingan tersebut dapat menjadi masukan bagi
pemerintah dalam menyelesaikan masalah ketimpangan berdasarkan
daerah dengan tingkat ketimpangan tertinggi.
b. Meneliti lebih banyak variabel yang mungkin berpengaruh terhadap
ketimpangan pembangunan sehingga memberikan wawasan yang lebih
luas terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan
pembangunan.
c. Menggunakan alat ukur ketimpangan pembangunan lainnya sehingga
dapat dibandingkan antara perhitungan ketimpangan pembangunan
menggunakan alat ukur satu dengan lainnya.
86
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. (2013). Teori-teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan
Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Adisasmita, Rahardjo. (2014). Pertumbuhan Wilayah & Wilayah Pertumbuhan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
BPK Perwakilan Provinsi Banten. (2019). Laporan Hasil Pemeriksaan Atas
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2018.
Diunduh pada 19 Oktober 2019, dari https://ppid.bantenprov.go.id/
BPS Indonesia. (2018). Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2015-2018.
BPS Provinsi DKI Jakarta. (2016). Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI
Jakarta 2016.
_______. (2017). Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta 2016.
BPS Provinsi Jawa Barat. 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat Jawa Barat 2015.
_______. (2017). Indikator Kesejahteraan Rakyat Jawa Barat 2016.
Darise, Nurlan. (2009). Pengelolaan Keuangan Daerah (Rangkuman 7 UU, 30 PP
dan 15 Permendagri). Jakarta: PT Indeks.
Ekananda, Mahyus. (2016). Analisis Ekonometrika Data Panel: Teori Lengkap dan
Pembahasan Menyeluruh Bagi Penelitian Ekonomi, Manajemen dan
Akuntansi. Edisi Kedua. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Firdaus, Muhammad. (2013). Orasi Ilmiah. Ketimpangan Pembangunan Antar
Wilayah Di Indonesia: Fakta dan Strategi Inisiatif. Jawa Barat: Institut
Pertanian Bogor. Diunduh pada 19 Oktober 2019, dari
http://repository.ipb.ac.id/
Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter. (2012). Dasar-dasar Ekonometrika,
Edisi 5, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
_______. (2012). Dasar-dasar Ekonometrika, Edisi 5, Buku 2. Jakarta: Salemba
Empat.
Hermawan, Agus G. H. (2005). Kesenjangan Pembangunan di Provinsi Bali (Suatu
Tinjauan tentang Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah dalam Era
Otonomi Daerah). (Tesis Sekolah Pasca Sarjana, Magister Administrasi
Publik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta).
87
Jhingan, M.L. (2012). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat. (2017). Kajian Ekonomi
dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Barat November 2017.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat. (2018). Kajian Ekonomi
dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Barat Agustus 2018.
Kuncoro, Mudrajad. (2010). Masalah, Kebijakan dan Politik Ekonomika
Pebangunan. Jakarta: Erlangga.
Lessmann, Christian. (2012). Foreign Direct Investment and Regional Inequality:
A Panel Data Analysis, CESifo Working Paper No. 4037, Center for
Economic Studies and Ifo Institute (CESifo), Munich.
Lessmann, Christian. (2011). Regional Inequality and Decentralization: An
Empirical Analysis. CESifo Working Paper No. 3568, Center for Economic
Studies and Ifo Institute (CESifo), Munich.
Lusiana. (2012). Usaha Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Marbun, B.N. (2010). Otonomi Daerah 1945-2010 Proses dan Realita. Jakarta:
Pustaka Sinar Jaya.
Murni, Asfia. (2006). Ekonomika Makro. Bandung: PT Refika Aditama.
Nuartha, Lilin Diva. (2018). Analisis Determinan Ketimpangan Pembangunan
Wilayah Di Provinsi Jawa Tengah 1998-2015. (Skripsi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah).
Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta. (2017). Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2016. Diunduh pada 13 Oktober 2019, dari http://bappeda.jogjaprov.go.id/
_______. (2019). Catatan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2018. Diunduh pada 19 Oktober 2019, dari
https://ppid.jogjaprov.go.id/
_______. (2019). Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2018. Diunduh pada 30 September 2019,
dari http://bappeda.jogjaprov.go.id/
88
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2014). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) Provinsi DKI Jakarta 2013. Diunduh pada 12 Agustus 2018, dari
https://ppid.jakarta.go.id/
_______. (2018). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi DKI
Jakarta 2017. Diunduh pada 4 Desember 2018, dari https://ppid.jakarta.go.id/
_______. (2019). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD Provinsi Jakarta
2018. Diunduh pada 29 September 2019, dari https://ppid.jakarta.go.id/
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2018). Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018.
Diunduh pada 1 Oktober 2019, dari https://jabarprov.go.id/
_______. (2019). Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2018. Diunduh pada 30 September 2019, dari
https://jabarprov.go.id/
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. (2018). Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran
2017. Diunduh pada 12 Agustus 2019, dari https://ppid.jatengprov.go.id/
_______. (2019). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Jawa
Tengah 2018. Diunduh pada 30 September 2019, dari
https://bpkad.jatengprov.go.id/
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2015). Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Timur Akhir Tahun Anggaran
2014. Diunduh pada 14 Oktober 2019, dari http://bappeda.jatimprov.go.id/
_______. (2018). Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur
Jawa Timur Akhir Tahun Anggaran 2017. Diunduh pada 14 Oktober 2019,
dari http://bappeda.jatimprov.go.id/
_______. (2018). Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa
Timur Tahun 2017. Diunduh 15 Agustus 2019, dari https://jatimprov.go.id/
_______. Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah. Dari
http://transparansi.jatimprov.go.id/
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu.
89
Samsir, Andi dan Abdul Rahman. (2018). Menelusur Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Kabupaten dan Kota. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, 5(1), 22-42.
Ramdhini, Indah Sukma. (2013). Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA),
Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap
Ketimpangan Pembanguan Ekonomi di Provinsi Banten Periode 2005-2011.
(Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jakarta).
Reni. (2015). Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Ketimpangan
Pembangunan Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara. (Skripsi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara, Medan).
Rosmeli. (2015). Dampak Investasi Dan Tenaga Kerja Terhadap Ketimpangan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Jurnal Paradigma Ekonomika,
Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi, Jambi, 10(2).
Salim, HS. dan Budi Sutrisno. (2008). Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Sari, Emilda. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan
Pendapatan Di Pulau Sumatera Tahun 2011-2015. (Skripsi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah).
Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah. (2009). Pengkajian Bidang
Ekonomi tentang Dilema Invesasi dan Resiko Politik Keuangan Daerah:
Kajian terhadap UU No. 33 Tahun 2004. Jakarta.
Sidik, Machfud. (2002). Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam
Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Bandung.
Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Baduose Media.
Soekarni, M. dkk., (2008). Hasil Kajian: Peta Investasi di Daerah. Pusat Kajian
Kebijakan dan Hukum. Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah RI.
Jakarta.
Sriyana, Jaka. (2014). Metode Regresi Data Panel (Dilengkapi Analisis Kinerja
Bank Syariah di Indonesia). Yogyakarta: Ekonisia.
Sukirno, Sadono. (2004). Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
90
Sukirno, Sadono. (2014). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sulaiman, Wahid. (2004). Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus dan
Pemecahannya. Yogyakarta: ANDI.
Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS.
Yogyakarta: ANDI.
Suwartono. (2014). Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: ANDI.
Teguh, Muhammad. (2005). Metodologi Penelitian Ekonomi, Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Teguh, Muhammad. (2005). Metodologi Penelitian Ekonomi, Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Todaro, Michael P. (2004). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi
Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. (2009). Economic Development, Tenth
Edition. England: Pearson Education Limited.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Wei, Kailei. dkk., (2007). Foreign Direct Investment and Regional Inequality In
China. Research paper series: China and the World Economy, 2007/32, The
University of Nottingham, United Kingdom.
Widjaja, HAW. (2005). Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka
Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Wijaya, Tony. (2013). Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis: Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijayanto, Damar. (2015). Pengaruh Liberalisasi Perdagangan Dan Desentralisasi
Fiskal Terhadap Pertumbuhan Dan Ketimpangan Wilayah Di Indonesia.
(Tesis Sekolah Pascasarjana, Institusi Pertanian Bogor, Jawa Barat).
91
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Uji Model Panel
A. Common Effects Model
Dependent Variable: IW
Method: Panel Least Squares
Date: 12/05/19 Time: 23:29
Sample: 2012 2018
Periods included: 7
Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 42
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.561818 0.041839 13.42817 0.0000
PAD 1.42E-09 2.40E-09 0.590736 0.5582
PMA -3.32E-05 1.76E-05 -1.886899 0.0668
NGANGGUR 2.14E-07 5.23E-08 4.092348 0.0002
R-squared 0.328749 Mean dependent var 0.656367
Adjusted R-squared 0.275755 S.D. dependent var 0.158810
S.E. of regression 0.135152 Akaike info criterion -1.074447
Sum squared resid 0.694106 Schwarz criterion -0.908955
Log likelihood 26.56339 Hannan-Quinn criter. -1.013788
F-statistic 6.203563 Durbin-Watson stat 0.045993
Prob(F-statistic) 0.001550
92
B. Fixed Effects Model
Dependent Variable: IW?
Method: Pooled Least Squares
Date: 12/05/19 Time: 23:31
Sample: 1 7
Included observations: 7
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 42
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.610869 0.027546 22.17663 0.0000
PAD? 9.94E-10 4.05E-10 2.457096 0.0194
PMA? -3.43E-06 1.86E-06 -1.847450 0.0737
NGANGGUR? 5.41E-08 3.00E-08 1.806820 0.0799
Fixed Effects (Cross)
JKT--C -0.150392
JABAR--C 0.001311
JATENG--C -0.007521
JOGJA--C -0.135727
JATIM--C 0.291199
BANTEN--C 0.001131
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.998137 Mean dependent var 0.656367
Adjusted R-squared 0.997686 S.D. dependent var 0.158810
S.E. of regression 0.007640 Akaike info criterion -6.723556
Sum squared resid 0.001926 Schwarz criterion -6.351199
Log likelihood 150.1947 Hannan-Quinn criter. -6.587072
F-statistic 2210.597 Durbin-Watson stat 0.660003
Prob(F-statistic) 0.000000
93
C. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: FEM
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 2372.016092 (5,33) 0.0000
Cross-section Chi-square 247.262588 5 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: IW?
Method: Panel Least Squares
Date: 12/05/19 Time: 23:32
Sample: 1 7
Included observations: 7
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 42
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.561818 0.041839 13.42817 0.0000
PAD 1.42E-09 2.40E-06 0.590735 0.5582
PMA -3.32E-05 1.76E-05 -1.886897 0.0668
NGANGGUR 2.14E-07 5.23E-08 4.092347 0.0002
R-squared 0.328749 Mean dependent var 0.656367
Adjusted R-squared 0.275755 S.D. dependent var 0.158810
S.E. of regression 0.135152 Akaike info criterion -1.074447
Sum squared resid 0.694106 Schwarz criterion -0.908955
Log likelihood 26.56339 Hannan-Quinn criter. -1.013788
F-statistic 6.203563 Durbin-Watson stat 0.045993
Prob(F-statistic) 0.001550
94
D. Random Effects Model
Dependent Variable: IW?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 12/05/19 Time: 23:35
Sample: 1 7
Included observations: 7
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 42
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.608150 0.092770 6.555472 0.0000
PAD? 1.02E-06 4.02E-07 2.527629 0.0158
PMA? -3.39E-06 1.85E-06 -1.828681 0.0753
NGANGGUR? 5.72E-08 2.94E-08 1.946348 0.0590
Random Effects (Cross)
JKT--C -0.149748
JABAR--C -0.002143
JATENG--C -0.007814
JOGJA--C -0.133231
JATIM--C 0.290858
BANTEN--C 0.002078
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.217395 0.9988
Idiosyncratic random 0.007640 0.0012
Weighted Statistics
R-squared 0.226934 Mean dependent var 0.008717
Adjusted R-squared 0.165902 S.D. dependent var 0.008102
S.E. of regression 0.007400 Sum squared resid 0.002081
F-statistic 3.718302 Durbin-Watson stat 0.615378
Prob(F-statistic) 0.019388
Unweighted Statistics
R-squared 0.152710 Mean dependent var 0.656367
Sum squared resid 0.876138 Durbin-Watson stat 0.001461
95
E. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: REM
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 0.652532 3 0.8843
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
PAD? 0.000001 0.000001 0.000000 0.6621
PMA? -0.000003 -0.000003 0.000000 0.7376
NGANGGUR? 0.000000 0.000000 0.000000 0.6018
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: IW?
Method: Panel Least Squares
Date: 12/05/19 Time: 23:37
Sample: 1 7
Included observations: 7
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 42
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.610869 0.027546 22.17663 0.0000
PAD? 9.94E-07 4.05E-07 2.457096 0.0194
PMA? -3.43E-06 1.86E-06 -1.847450 0.0737
NGANGGUR? 5.41E-08 3.00E-08 1.806820 0.0799
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.998137 Mean dependent var 0.656367
Adjusted R-squared 0.997686 S.D. dependent var 0.158810
S.E. of regression 0.007640 Akaike info criterion -6.723556
Sum squared resid 0.001926 Schwarz criterion -6.351199
Log likelihood 150.1947 Hannan-Quinn criter. -6.587072
F-statistic 2210.597 Durbin-Watson stat 0.660003
Prob(F-statistic) 0.000000
96
Lampiran 2: Data Penelitian
Provinsi Tahun PAD PMA NGANGGUR IW
JKT 2012 22,040.80 4,107.72 529,976 0.49
JKT 2013 26,852.19 2,591.13 467,178 0.49
JKT 2014 31,274.22 4,509.36 429,110 0.50
JKT 2015 33,686.18 3,619.39 368,190 0.50
JKT 2016 36,888.02 3,398.22 317,007 0.51
JKT 2017 43,901.49 4,595.00 346,945 0.51
JKT 2018 43,327.14 4,857.73 314,841 0.51
Jabar 2012 9,982.92 4,210.70 1,828,986 0.71
Jabar 2013 12,360.11 7,124.88 1,870,649 0.71
Jabar 2014 15,038.15 6,561.95 1,775,196 0.71
Jabar 2015 16,032.86 5,738.71 1,794,874 0.71
Jabar 2016 17,042.90 5,470.85 1,873,861 0.70
Jabar 2017 18,081.12 5,142.95 1,839,428 0.70
Jabar 2018 19,642.92 5,573.52 1,848,234 0.70
Jateng 2012 6,629.31 241.51 962,141 0.68
Jateng 2013 8,212.80 464.30 1,022,728 0.67
Jateng 2014 9,916.36 463.36 996,344 0.67
Jateng 2015 10,904.83 850.40 863,783 0.66
Jateng 2016 11,541.03 1,030.80 801,330 0.65
Jateng 2017 12,547.51 2,372.52 823,938 0.64
Jateng 2018 13,711.84 2,372.70 814,347 0.64
Jogja 2012 1,004.06 84.94 77,150 0.48
Jogja 2013 1,216.10 29.58 63,889 0.48
Jogja 2014 1,464.60 64.89 67,418 0.48
Jogja 2015 1,593.11 89.11 80,245 0.48
Jogja 2016 1,673.75 19.65 57,036 0.48
Jogja 2017 1,851.98 36.48 64,019 0.48
Jogja 2018 2,040.72 81.34 73,350 0.48
Jatim 2012 9,725.63 2,298.78 819,563 0.95
Jatim 2013 11,596.38 3,396.25 871,338 0.95
Jatim 2014 14,442.22 1,802.51 843,490 0.95
Jatim 2015 15,402.65 2,593.38 906,904 0.96
Jatim 2016 15,817.80 1,941.03 839,283 0.96
Jatim 2017 17,324.18 1,566.66 838,496 0.96
Jatim 2018 18,531.06 1,333.38 850,474 0.97
Banten 2012 3,395.88 2,716.26 519,210 0.64
Banten 2013 4,118.55 3,720.21 509,286 0.64
97
Banten 2014 4,899.13 2,034.63 484,053 0.64
Banten 2015 4,972.74 2,541.97 509,383 0.63
Banten 2016 5,463.16 2,912.06 498,596 0.63
Banten 2017 5,756.37 3,047.47 519,563 0.64
Banten 2018 6,329.14 2,827.28 496,732 0.63