analisis pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI
UMUM TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA SE-
PROVINSI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
EKA SIWI HIDAYATI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI
UMUM TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA SE-
PROVINSI LAMPUNG
Oleh
EKA SIWI HIDAYATI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah dan
dana alokasi umum terhadap pengalokasian belanja modal pemerintah kabupaten dan kota se-
provinsi Lampung.
Penelitian ini dilakukan dengan sampel kabupaten dan kota di se-provinsi Lampung.
Data yang dianalisis bersumber dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dengan periode enam tahun anggaran yaitu tahun 2005-2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pendapatan asli daerah tidak berpengaruh
pada saat pemerintah daerah menyusun anggaran belanja modal. (2) dana alokasi umum
berpengaruh terhadap penyusunan anggaran belanja modal pemerintah daerah.
Kata kunci : pendapatan asli daerah (pad), dana alokasi umum (dau), laporan realisasi APBD
se-Provinsi Lampung.
Nama Mahasiswa : EKA SIWI HIDAYATI
Nomor Pokok Mahasiswa : 0711031010
Telpon : 08982659224
Email : [email protected]
MENYETUJUI
Komisi Pembimbing
Saring Suhendro, S.E., M.Si., Akt. Reni Oktavia, S.E., M.Si.
NIP. 19740312 200112 1 003 NIP. 19751026 200212 2 002
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi menjadi UU
32/2004) tentang Pemerintahan Daerah dengan tegas memisahkan antara fungsi Pemerintah
Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif).
Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa antara eksekutif dan legislatif
terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001; Halim & Abdullah, 2003).
Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (dalam Sidik et al, 2002:v), tujuan
otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat,
pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah. Dalam UU No. 32/2004 Tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 33/2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjadi landasan otonomi tersebut dijelaskan
lebih jauh bagaimana pengaplikasian hal-hal tersebut melalui beberapa Peraturan Pemerintah
(PP), yang kemudian diatur dengan Pemendagri No. 13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Pemendagri No. 13/2006 menyiratkan bahwa untuk tujuan akuntabilitas atas pengelolaan
dana-dana yang dikelolanya, Pemerintah Daerah diwajibkan menyiapkan laporan keuangan
daerah sebagai bagian dari laporan pertanggungjawaban kepala daerah, yang meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan tersebut disusun dan disajikan sesuai dengan peraturan pemerintah yang
mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan. Dari Laporan APBD tersebut, dapat
dianalisis sumber dan penggunaan dana oleh pemerintah daerah selama satu tahun fiskal
(Halim, 2002b). Sumber dana tersebut tercantum dalam APBD yang mencakup transfer dana
perimbangan dari Pemerintah Pusat.
Di dalam UU no. 33/2004 ditegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah
Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer dana perimbangan, yang terdiri dari Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Bagian daerah dari Bagi hasil
pajak dan bukan pajak. Di samping dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah memiliki
sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pinjaman daerah, maupun
Lain-lain penerimaan daerah yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut
diserahkan kepada Pemerintah Daerah yang nantinya akan digunakan untuk belanja daerah
bagi peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan
Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan
kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002).Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah
berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan
alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya,
begitu juga sebaliknya. Karena itu terjadi ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi
ada daerah yang sangat kaya karena memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah
yang tertinggal karena memiliki PAD yang rendah.
Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana untuk daerah
melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar
daerah. Daerah yang mempunyai potensi pajak dan Sumber Daya Alam (SDA) yang besar
hanya terbatas pada sejumlah daerah tertentu saja. Peranan Dana Alokasi Umum terletak
pada kemampuannya untuk menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas potensi
fiskal dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah (Undang- undang No.33 Tahun 2004).
Dalam praktiknya, pemerintah daerah cenderung menggunakan transfer dari pemerintah pusat
yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU) untuk sumber utama pengeluaran daerah yang
berupa belanja modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) banyak digunakan untuk
pengeluaran daerah yang sifatnya tidak menambah pelayanan bagi masyarakat yaitu belanja
tidak langsung. Untuk itulah, penelitian ini dirasa perlu dilakukan untuk membuktikan
apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan variabel
yang berpengaruh dalam mempertimbangkan penyusunan anggaran Belanja Modal
pemerintah daerah.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003) di Provinsi Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur , Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali menunjukkan secara
terpisah bahwa PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, baik dengan
maupun tanpa lag. Ketika tanpa lag, pengaruh PAD terhadap Belanja daerah lebih kuat
daripada DAU, tetapi dengan digunakan lag, pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah justru
lebih kuat daripada PAD.
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) di
daerah Jawa dan Bali menunjukkan bahwa secara simultan variabel pendapatan asli daerah
dan dana alokasi umum berpengaruh secara signifikan terhadap variabel belanja modal.
Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum
berpengaruh positif terhadap belanja modal dalam APBD.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi
Umum Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi
Lampung”.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang disebutkan dalam UU no. 33/2004 yang menyebutkan bahwa untuk
pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer dana
perimbangan, yang terdiri dari DAU (Dana Alokasi Umum), Dana Alokasi Khusus (DAK),
dan Bagian daerah dari Bagi hasil pajak dan bukan pajak. Di samping dana perimbangan
tersebut, Pemda memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD (Pendapatan Asli Daerah),
pinjaman daerah, maupun Lain-lain penerimaan daerah yang sah dan kebijakan penggunaan
semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah PAD berpengaruh pada saat menyusun anggaran belanja modal pemerintah
kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung?
2. Apakah DAU berpengaruh pada saat menyusun anggaran belanja modal pemerintah
kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung?
1.2.2 Batasan Permasalahan
Untuk memfokuskan penelitian agar masalah yang diteliti memiliki ruang lingkup dan arah
yang jelas, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan sampel kabupaten/kota se-Provinsi Lampung yang
mengeluarkan laporan realisasi APBD dari tahun 2005-2010.
2. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kuantitatif
yang diperoleh dari laporan realisasi APBD kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung.
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan :
1. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh pada saat menyusun anggaran belanja modal pemerintah daerah.
2. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)
berpengaruh pada saat menyusun anggaran belanja modal pemerintah daerah.
3. Untuk membuktikan apakah benar bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya
digunakan pemerintah daerah untuk kepentingan yang tidak menambah pelayanan
publik bagi masyarakat dan apakah benar bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)
yang dijadikan sumber pendanaan utama pemerintah daerah dalam menambah
pelayanan bagi masyarakat.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sarana bagi peneliti dalam memahami dan menambah pengetahuan mengenai
pengaruh dari PAD dan DAU terhadap belanja modal pemerintah daerah.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris dari penelitian – penelitian
sebelumnya mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU)
dan belanja modal.
3. Penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi referensi untuk pemerintah daerah
Lampung dalam menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi
Umum (DAU) untuk keperluan yang diprioritaskan menambah pelayanan bagi
masyarakat.
4. Sebagai bahan referensi dan informasi untuk menambah wawasan bagi pihak – pihak
yang berminat dalam bidang sektor publik.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendapatan Asli Daerah
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan akumulasi dari pos penerimaan pajak
yang berisi pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos penerimaan non-pajak yang berisi hasil
perusahaan milik daerah, pos penerimaan investasi serta pengelolaan sumber daya alam
(Bastian, 2002).
Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari :
1. Pajak daerah
2. Retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain – lain PAD yang sah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari
sumber ekonomi asli daerah, seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah
dan lain- lain (Halim, 2002).
Berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli
Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kelompok PAD dapat dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :
a. Pajak Daerah
Sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pajak daerah selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun jenis- jenis pajak sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 yaitu :
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
3. Pajak Rokok
4. Pajak Hotel
5. Pajak Restoran
6. Pajak Hiburan
7. Pajak Reklame
8. Pajak Penerangan Jalan
9. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
10. Pajak Parkir
11. Pajak Air Tanah
12. Pajak Sarang Burung Walet
13. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
b. Retribusi Daerah
Disebutkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 retribusi daerah adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Berdasarkan objeknya, retribusi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Retribusi jasa umum
2. Retribusi jasa usaha
3. Retribusi perizinan tertentu
c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan negara yang
pengelolaannya diserahkan kepada BUMN atau BUMD. Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan merupakan bagian dari PAD daerah tersebut, yang antara lain
bersumber dari :
1. Bagian laba dari perusahaan daerah
2. Bagian laba dari lembaga keuangan bank (contoh Bank Daerah)
3. Bagian laba atas penyertaan modal kepada badan usaha lainnya
d. Lain – lain PAD yang sah
Pendapatan daerah lainnya bertujuan memberi peluang kepada pemerintah daerah
untuk memperoleh pendapatan selain PAD dan dana perimbangan. Pendapatan daerah
lainnya meliputi hibah, dana darurat, dan lain – lain pendapatan yang telah ditetapkan
pemerintah.
2.2 Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom
(kabupaten/kota/provinsi) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Menurut
Darwanto dan Yustikasari (2007) Dana Alokasi Umum (DAU), adalah dana yang berasal dari
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu
komponen pendapatan dalam APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan keuangan
antardaerah untuk mandanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Dana Alokasi Umum terdiri dari:
1. Dana Alokasi Umum untuk daerah provinsi, dan
2. Dana Alokasi Umum untuk daerah kabupaten/kota.
Penghitungan Dana Alokasi Umum untuk masing- masing daerah provinsi dan
kabupaten/kota dilakukan dengan menggunakan formula Dana Alokasi Umum sebagaimana
diatur dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2.3 Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Suatu pengeluaran atau belanja dikatakan
sebagai belanja modal adalah jika pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya penambahan
aset yang dimiliki oleh Pemda. Belanja modal dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori
utama :
1. Belanja modal tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan
sampai tanah dimaksud dalam kodisi siap pakai.
2. Belanja modal peralatan dan mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin
serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan
sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja modal gedung dan bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan,
pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah
kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan
Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan
serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan
pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi
jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja modal fisik lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik
lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk
dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang – barang
kesenian, barang purbakala, dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman,
buku – buku dan jurnal ilmiah.
Belanja modal dibagi menjadi :
1. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh
masyarakat umum.
2. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh
masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur.
Aset tetap dalam pemerintah daerah merupakan prasayarat utama dalam memberikan
pelayanan publik. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah perlu mengalokasikan dana
dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada
kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas
pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Dengan bertambahnya aset yang dimiliki oleh
pemerintah, maka pemerintah perlu menambah belanja yang bersifat rutin seperti belanja
pemeliharaan untuk memelihara aset tetap yang dimiliki.
2.4 Pengertian Transfer
Transfer dari Pemerintah Pusat penting untuk Pemerintah Daerah dalam menjaga/menjamin
tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik
et al, 2002). Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan keuangan
dan ekonomi daerah. Selain itu, tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan keuangan
horisontal antar-daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah, mengatasi persoalan
efek pelayanan publik antar-daerah, dan untuk menciptakan stabilisasi aktifitas perekonomian
di daerah. Di Indonesia, seperti ditegaskan dalam UU No. 33/2004, bentuk transfer yang
paling penting adalah DAU dan DAK, selain bagi hasil (revenue sharing).
Dalam penelitiannya, Abdullah dan Halim (2003) menyebutkan bahwa transfer atau grants
dari Pempus secara garis besar dapat dibagi dua, yakni matching grant dan non-matching
grants. Kedua grants tersebut digunakan oleh Pemda untuk memenuhi belanja rutin dan
belanja pembangunan. Belanja rutin adalah belanja yang sifatnya terjadi terus menerus
berulang untuk setiap tahun fiskal dan umumnya tidak menghasilkan wujud fisik (contoh:
belanja gaji dan honorarium pegawai), sementara belanja pembangunan umumnya
menghasilkan wujud fisik, seperti jalan, jalan bebas hambatan (highway), jembatan, gedung,
pengadaan jaringan listrik dan air minum, dan sebagainya. Belanja pembangunan non fisik
diantaranya mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan keamanan
masyarakat.
Bagaimana pemerintah daerah mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya merupakan
pertanyaan penelitian yang menarik sejak lama. Peneliti menggunakan berbagai pendekatan
untuk menjelaskan perilaku Pemda dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya, baik dana
yang bersumber dari transfer pemerintah di atasnya ataupun dari pendapatannya sendiri.
Pemda bisa merespon transfer dari Pempus secara simetris dan tidak simetris (Gamkhar &
Oates, 1996 dalam Abdullah dan Halim, 2003). Beberapa peneliti menemukan bahwa respon
Pemda berbeda untuk transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Artinya, ketika
penerimaan daerah berasal dari transfer, maka stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya
berbeda dengan stimulasi yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah).
Dalam perspektif teori keagenan, (Inman 1979 dan Rubinfeld 1987, Holtz-Eakin et al, 1994,
Aaberge & Langørgen 1997, Slack 1980 dalam Abdullah dan Halim, 2003) menyatakan
bahwa agen (agents) atau politisi di Pemda bersikap seolah-olah mereka memaksimalkan
utilitas individu (voter) berpendapatan menengah ke bawah di dalam masyarakat. Apabila
dikaitkan dengan belanja publik untuk periode tertentu, agen akan mengalokasikan
sumberdaya yang dimilikinya berdasarkan pada ekspektasinya terhadap lingkungan ekonomi
pada masa yang akan datang. Secara teoritis diasumsikan bahwa semua pengeluaran pada
suatu periode tertentu tergantung pada ketersediaan sumberdaya pada periode bersangkutan,
namun dengan batasan aturan anggaran yang ada, misalnya anggaran berimbang (balanced-
budget rule).
Dalam konsep anggaran berimbang Pemda diharuskan menyerahkan anggarannya kepada
legislatif sebelum tahun fiskal berjalan, tetapi tidak mengatur bagaimana pengeluaran harus
diprioritaskan atau bagaimana komponen-komponen pengeluaran ditentukan (Holtz-Eakin et
al, 1994 dalam Abdullah dan Halim, 2003). Oleh karena itu, Pemda dapat melakukan
smoothing atas pengeluaran-pengeluarannya karena memang tidak ada aturan yang secara
efektif digunakan untuk mencegahnya. Menurut Inman (1983) dalam Abdullah dan Halim
(2003 ), pembuatan keputusan dalam sektor publik bersifat backward-looking. Di sisi lain,
time horizon agen lebih panjang dari satu tahun anggaran, sehingga pada praktiknya beberapa
Pemda membentuk rainy day funds untuk memudahkan smooth atas pengeluarannya atau
menyusun anggaran untuk siklus beberapa tahun (multiyear budget).
Analisis Zou (1994) dalam Abdullah dan Halim (2003 ) berhasil mengidentifikasi beberapa
konsekuensi dari perubahan grants, yakni: (1) kenaikan permanen dalam matching grants
akan mempercepat investasi publik, memperbesar kapital jangka panjang, dan memperbesar
belanja rutin jangka panjang; (2) kenaikan permanen dalam matching grants untuk investasi
dan belanja rutin mungkin mempercepat atau memperlambat investasi; (3) kenaikan temporer
atas grants sekarang (apapun bentuk grants) akan mendorong investasi publik; (4) kenaikan
temporer non-matching grants pada masa yang akan datang akan mengurangi investasi
sekarang dan meningkatkan belanja rutin sekarang; (5) kenaikan temporer matching grants
pada masa yang akan datang untuk belanja rutin akan mengurangi investasi publik sekarang
dan memperbesar belanja rutin sekarang, tapi (6) kenaikan sementara dalam matching grants
pada masa yang akan datang untuk investasi mempunyai dampak ambigu terhadap investasi
publik. Esensi dari temuan-temuan tersebut adalah adanya perubahan dalam total belanja
daerah (rutin dan pembangunan) sebagai akibat perubahan dalam grants atau transfer dari
Pempus.
Di dalam studi ini dianalisis bagaimana transfer dari Pemerintah Pusat berupa DAU atau
block grant dan PAD berpengaruh terhadap belanja modal.
2.5 Pengaruh PAD dan Pajak Daerah Terhadap Belanja Modal
Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own source revenue) terhadap pengeluaran
daerah sudah banyak dilakukan (misalnya Aziz et al, 2000 dalam Abdullah dan Halim 2003).
Hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah (terutama pajak) akan mempengaruhi
anggaran belanja pemerintah daerah dikenal dengan nama tax-spend hypothesis. Dalam hal
ini, pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan
pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran.
Dalam konteks internasional, beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat
pengaruh pendapatan daerah terhadap belanja. Cheng (1999) dalam Abdullah dan Halim
2003 menemukan bahwa hipotesis pajak-belanja berlaku untuk kasus Pemda di beberapa
negara Amerika Latin, yakni Kolumbia, Republik Dominika, Honduras, dan Paraguay.
Friedman (1978) dalam Abdullah dan Halim (2003) menyatakan bahwa kenaikan dalam
pajak akan meningkatkan belanja modal, sehingga akhirnya akan memperbesar defisit.
Hal senada dikemukakan oleh Hoover & Sheffrin (1992) dalam Abdullah dan Halim (2003),
yang secara empiris menemukan adanya perbedaan hubungan dalam dua rentan waktu
berbeda. Mereka menemukan bahwa untuk sampel data sebelum pertengahan tahun 1960-an
pajak berpengaruh terhadap belanja, sementara untuk sampel data sesudah tahun 1960-an
pajak dan belanja tidak saling mempengaruhi (causally independent). Berdasarkan penjelasan
tesebut maka dibentuklah hipotesis :
Ha1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap belanja modal
2.7 Pengaruh DAU Terhadap Belanja Modal
Holtz-Eakin et al (1985) dalam Abdullah dan Halim (2003) menyatakan bahwa terdapat
keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pempus dengan belanja pemerintah daerah. Studi
Legrenzi & Milas (2001) dalam Abdullah dan Halim (2003), menggunakan sampel
municipalities di Italia, menemukan bukti empiris bahwa dalam jangka panjang transfer
berpengaruh terhadap belanja modal.
Secara spesifik mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan Pemda dalam jangka
pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga memungkinkan
terjadinya respon yang non-linear dan asymmetric.
Gamkhar & Oates (1996) dalam Abdullah dan Halim (2003) menganalisis respon Pemda
terhadap perubahan jumlah transfer dari pemerintah federal di Amerika Serikat untuk tahun
1953-1991.
Mereka menyatakan bahwa pengurangan jumlah transfer (cuts in federal grants)
menyebabkan penurunan dalam pengeluaran daerah. Studi Holtz-Eakin et al (1994) dalam
Abdullah dan Halim (2003) menganalisis model maximizing under uncertainty of
intertemporal utility function dengan menggunakan data runtun waktu selama tahun 1934-
1991 untuk mengetahui seberapa jauh pengeluaran daerah dapat dirasionalkan melalui suatu
model, di mana keputusan-keputusan didasarkan pada ketersediaan sumberdaya secara
permanen, bukan ketersediaan yang sifatnya temporer. Berdasarkan penjelasan tesebut maka
dibentuklah hipotesis :
Ha2 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap belanja modal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa Laporan Realisasi
APBD yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung. Data yang
diambil adalah realisasi belanja modal, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum dari
tahun 2005 – 2010. Jenis data yang digunakan merupakan jenis data kuantitatif yaitu data
yang berwujud angka yang kemudian diolah dan diinterpretasikan untuk memperoleh makna
dari data tersebut.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan sekelompok orang atau sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu
yang ingin diteliti oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan populasi kabupaten dan kota
yang ada di Provinsi Lampung periode 2005-2010. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 10 kabupaten/kota dari 14 kabupaten/kota se-Provinsi Lampung dikarenakan 4
daerah kabupaten/kota (Mesuji, Pringsewu, Pesawaran dan Tulang Bawang Barat) yang tidak
digunakan sebagai sampel merupakan daerah pemekaran baru yang tidak memiliki
ketersediaan data laporan realisasi APBD dari tahun 2005-2010 yang penulis butuhkan.
Adapun teknik yang digunakan untuk penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
metode purposive judgement sampling, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung yang mengeluarkan laporan APBD selama
periode pengamatan (2005-2010).
2. Kabupaten/Kota tidak termasuk daerah pemekaran.
Berdasarkan karakteristik pemilihan sampel diatas diperoleh kabupaten/kota yang akan
digunakan sebagai sampel penelitian yang tercantum dalam lampiran 1.
3.3 Definisi Operasional Variabel
Operasional variabel penelitian adalah variabel- variabel yang terlibat dalam penelitian.
Variabel- variabel tersebut antara lain:
3.3.1 Variabel Dependen (y)
Variabel dependen (variabel tidak bebas) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Belanja modal yang merupakan variabel dependen dalam penelitian ini adalah
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat
lebih dari satu periode akuntansi. Suatu pengeluaran atau belanja dikatakan sebagai belanja
modal adalah jika pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya penambahan aset yang
dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Data Belanja Modal diperoleh dari Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah se-
Provinsi Lampung dari periode 2005-2010.
3.3.2 Variabel Independen (x)
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel tidak
bebas. Sehubungan dengan hipotesis di atas, yang menjadi variabel independen adalah
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Data kedua variabel ini diambil dari
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah se-Provinsi Lampung dari periode 2005-
2010.
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari pos penerimaan pajak yang
berisi pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos penerimaan non-pajak yang berisi hasil
perusahaan milik daerah, pos penerimaan investasi serta pengelolaan sumber daya alam.
Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja modal, sehingga apabila Pendapatan
Asli Daerah meningkat maka realisasi belanja modal akan mengalami peningkatan karena
Pendapatan Asli Daerah digunakan untuk membiayai belanja – belanja yang dikeluarkan
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan pelayanan yang
lebih baik kepada masyarakat. Dengan adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah
mengindikasikan bahwa pemerintah daerah mampu membiayai semua belanja atau
pengeluarannya dalam satu tahun anggaran.
Dana alokasi umum adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom
(kabupaten/kota/provinsi) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Dana
Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja modal, sehingga apabila Dana Alokasi Umum
meningkat, maka realisasi belanja modal akan mengalami peningkatan karena Dana Alokasi
Umum juga digunakan untuk membiayai semua belanja atau pengeluaran dalam satu tahun
anggaran.
3.4 Alat Analisis
3.4.1 Uji Asumsi Klasik
Penelitian dengan menggunakan model regresi membutuhkan beberapa pengujian asumsi
klasik untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar – benar bebas
dari adanya gejala multikolinearitas, gejala heteroskedastisitas dan gejala autokorelasi.
Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal
atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data berskala ordinal, interval,
ataupun rasio. Jika analisis menggunakan non parametrik, maka persyaratan
normalitas harus terpenuhi, yaitu data berasal dari distribusi yang normal. Ada dua
cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2006).
Analisis grafik dilakukan dengan melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan
dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Sedangkan uji
statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik
non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
2. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2006). Uji multikolinieritas ini
digunakan karena pada analisis regresi terdapat asumsi yang mengisyaratkan bahwa
variabel independen harus terbebas dari gejala multikolonieritas atau tidak terjadi
korelasi antar variabel independen. Multikolinieritas timbul akibat adanya hubungan
kausal antara dua variabel bebas atau lebih atau adanya kenyataan bahwa dua variabel
penjelas atau lebih bersama – sama dipengaruhi oleh variabel ketiga yang berada
diluar model. Untuk mendeteksi adanya multikolineritas, dilihat dari nilai Tolerance
dan Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi
nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/Tolerance).
Adanya multikolinearitas ditunjukkan dengan nilai Tolerance <0,10 atau sama dengan
nilai VIF>10.
3. Uji Autokorelasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi kasik
autokorelasi. Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi diantara anggota observasi
yang terletak berderetan, biasanya terjadi pada data time series. Untuk mendeteksi
autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW).
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi (+) Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi (+) No decision dl ≤ d ≤ du
Tidak ada autokorelasi (-) Tolak 4-dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi (-) No decision 4-du ≤ d ≤ 4-dl
Tidak ada autokorelasi (+) (-) Tidak Tolak du < d < 4-du
Sumber : Tabel 2 Durbin Watson (d Test); Ghozali, 2006
4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau
untuk melihat penyebaran data. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut
Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terdapat heteroskedastisitas.
3.4.2 Uji Regresi Linier Berganda
Model analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis linier berganda dengan
menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. Analisis regresi linier berganda ini
digunakan untuk mencari adanya hubungan antara dua variabel independen atau lebih
terhadap satu variabel dependen.
Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Y=β0+β1X1+β2X2+e
Keterangan :
Y = Belanja Modal
β0 = Konstanta
β1,β2 = Koefisien Regresi
X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X2 = Dana Alokasi Umum (DAU)
e = error
3.4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis diuji dengan menggunakan uji statistik t. Uji statistik t digunakan untuk
menguji pengaruh variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Alokasi Umum (DAU) terhadap variabel dependen yaitu Belanja Modal.
Kriteria :
Ha diterima apabila p-value < nilai α sebesar 5% (0,05)
Ha ditolak apabila p-value >nilai α sebesar 5% (0,05)
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 75327.483 20730.578 3.634 .001
PAD -.439 .528 -.111 -.833 .409
DAU .113 .050 .300 2.259 .028
Sumber : Lampiran 4
Berdasarkan hasil uji di atas dari ke dua variabel independen yang dimasukkan ke dalam
model regresi yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan hasil signifikansi pada 0,05.
Sedangkan Pendapatan Asli Daerah tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Dari tabel di
atas dapat dibentuk suatu persamaan regresi berganda yaitu :
Y = 75327,483 - 0,409 PAD + 0,028 DAU
Keterangan :
Y = Belanja Daerah
PAD = Pendapatan Asli Daerah
DAU = Dana Alokasi Umum
Pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social
Science) for windows release 16.0. Hasil uji pengaruh masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen dapat disimpulkan sebagai berikut :
Ha1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tidak Berpengaruh Terhadap Belanja Modal
Dapat dilihat pada tabel di atas, variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai
signifikasi 0,409 (p>0,05) dengan Unstandardized Coefficients Betanya yang bernilai negatif
yaitu -0,439 yang berarti jika variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) naik sebesar 1 satuan
dan variabel lain diasumsikan konstan maka variabel belanja modal akan turun sebesar 0,439
satuan. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh terhadap belanja modal (Ha1) ditolak. Pada hipotesis pertama, variabel
Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai signifikansi 0,409 lebih besar dari derajat
kepercayaan 0,05 yang berarti bahwa pengaruh variabel Pendapatan Asli Daerah terhadap
pertimbangan penyusunan Belanja Modal oleh Pemerintah Daerah tidak berpengaruh.
Hasil ini dapat disebabkan karena dalam praktiknya hampir semua kabupaten dan kota di
provinsi Lampung menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber
pengeluaran untuk belanja non modal seperti belanja tidak langsung yang sifatnya tidak
menambah modal pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah ini juga memiliki peranan
yang kecil dalam membiayai pengeluaran daerah, yaitu kurang dari 10 % hingga 50 %. Dan
sebagian besar penggunaan yang kurang dari 10 % hingga 50 % tersebut digunakan untuk
sektor belanja non modal pemerintah daerah (Halim, 2009 dalam Rahmawati, 2010)
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan mempengaruhi pengeluaran atau belanja,
namun tidak selalu seluruh kenaikan pendapatan dialokasikan untuk belanja modal. Secara
empiris ditemukan flypaper effect dalam hubungan pendapatan dan belanja (Moisi, 2002
dalam Abdullah dan Halim, 2003) yang menyatakan bahwa seseorang akan lebih hemat
dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil effort-nya sendiri dibandingkan
dengan pendapatan yang didapat dari pihak lain seperti transfer dan dari pemerintah pusat
yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Jadi, dalam
hal ini Pemerintah Daerah menggunakan Dana Alokasi Umum untuk membiayai pengeluaran
yang bersifat menambah aset pemerintah daerah untuk nantinya membantu menambah
Pendapatan Asli Daerah.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003)
dan Darwanto dan Yustikasari (2007) yang menyatakan bahwa Pendaapatan Asli Daerah
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Tetapi hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Frelistiyani (2010) yang menyatakan bahwa belanja modal yang
dialokasikan pemerintah daerah mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
diperoleh pemerintah daerah. Dengan kata lain, belanja modal yang dilakukan pemerintah
daerah bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga dapat
dikatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap naiknya jumlah
Belanja Modal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melainkan Belanja Modal yang
berpengaruh terhadap hasil perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ha2 : Dana Alokasi Umum (DAU) Berpengaruh Terhadap Belanja Modal
Pada tabel di atas terlihat bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki nilai
signifikasi sebesar 0,028 (p<0,05) dengan Unstandardized Coefficients Betanya yang bernilai
positif yaitu 0,113 yang berarti jika variabel Dana Alokasi
Umum (DAU) naik sebesar 1 satuan dan variabel lain diasumsikan konstan maka variabel
belanja modal akan naik sebesar 0,113 satuan. Hal ini dapat diartikan bahwa penyusunan
anggaran Belanja Modal mempertimbnagkan besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang
diperoleh oleh Pemerintah Daerah, dan hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa Dana
Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap belanja modal (Ha2) diterima.
Secara konseptual, menurut Analisis Zou (1994) dalam Abdullah dan Halim (2003 ) adanya
perubahan dalam total belanja daerah (rutin dan pembangunan) sebagai akibat perubahan
dalam grants atau transfer dari Pemerintah Pusat. Dalam Undang- undang No. 33 Tahun
2004 juga disebutkan bahwa peranan Dana Alokasi Umum terletak dalam kemampuannnya
untuk menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas potensi dan kebutuhan nyata
dari masing- masing daerah yang dalam hal ini Pemerintah Daerah menggunakan Dana
Alokasi Umum sebagi sumber utama pendanaan Belanja Modal Pemerintah Daerah yang
nantinya dimaksudkan untuk menambah aset pemerintah daerah yang dapat digunakan untuk
menambah pendapatan daerah.
Selain itu, Maemunah (2006) menyebutkan bahwa transfer dari pemerintah pusat yang berupa
Dana Alokasi Umum maupun Dana Alokasi Khusus yang digunakan untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapinya standar pelayanan publik
minimum pada praktiknya transfer ini digunakan sebagai pendanaan utama oleh pemrintah
daerah untuk membiayai operasional daerahnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa Dana
Alokasi Umum merupakan sumber utama pembiayaan belanja modal pemerintah daerah. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003) dan
Darwanto dan Yustikasari (2007) yang menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)
berpengaruh terhadap belanja modal Pemerintah Daerah baik dengan ataupun tanpa lag.
BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja modal pada kabupaten dan
kota se-Provinsi Lampung pada tahun 2005-2010.
Berdasarkan hasil dan analisis data yang dikemukaan pada bab sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap penyusunan anggaran
belanja modal pada kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung pada tahun 2005-2010.
2. Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki pengaruh terhadap penyusunan anggaran
belanja modal pada kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung pada tahun 2005-2010.
3. Hasil penelitian diatas yang menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) tidak
berpengaruh terhadap penyusunan anggaran belanja modal pada kabupaten dan kota
se-Provinsi Lampung pada tahun 2005-2010 merupakan hasil yang diperoleh setelah
penelitian yang dilakukan hampir 1 tahun, sehingga kemungkinan adanya kesalahan
peneliti dalam proses pengolahan data maupun kurangnya literatur yang digunakan
dapat menjadi salah satu penyabab tidak signifikannya hasil yang didapat dari
pengolahan variabel pendapatan asli daerah terhadap belanja modal ini selain dari
penyebab lainnya yang telah peneliti sebutkan dalam pembahasan di atas.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya masih memiliki beberapa keterbatasan. Hal ini terjadi diluar
perhitungan peneliti. Keterbatasan yang dapat dijadikan penyempurnaan untuk penelitian
selanjutnya meliputi:
1. Wilayah yang dipilih adalah kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung. Untuk
penelitian selanjutnya, agar dipilih wilayah yang sudah tidak melakukan pemekaran
dalam periode penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan kondisi
yang aktual dari wilayah penelitian.
2. Pengambilan sampel dan variabel yang digunakan agar dapat diperluas dan ditambah
lagi, tentu dengan landasan teori yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan guna
mendapatkan hasil kesimpulan yang bisa diterima umum.
3. Lamanya penelitian yang dilakukan menyebabkan data maupun hasil yang diperoleh
tidak dapat diperbaharui dengan baik.
5.3 Saran
Untuk keperluan penelitian di masa mendatang agar diperoleh hasil yang lebih baik dan
akurat, perlu diperhatikan saran – saran sebagai berikut :
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan rentang waktu yang lebih luas
sehingga didapat hasil yang maksimal.
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknnya memperluas sampel penelitian, tidak hanya
10 kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung.
3. Penelitian selanjutnya juga dapat menggunakan sampel lain selain Provinsi Lampung.
4. Lamanya penelitian yang dilakukan menyebabkan data maupun hasil yang diperoleh
tidak dapat diperbaharui dengan baik, sehingga peneliti menyarankan agar penelitian
yang akan datang dapat dilakukan kurang dari 1 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim. 2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap BeLanja Pemerintah Daerah:
Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional
Akuntansi, Oktober 2003.
Aziz, Mariam Abdul, Muzafar Shah Habibullah, W.N.W. Azman-Saini, & M. Azali. 2000.
The causal relationship between tax revenues and government spending in Malaysia.
Universiti Putra Malaysia, Working Paper.
Bastian, Indra. 2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Darwanto dan Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Asli
Daerah, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal. Simposium Nasional Akuntansi, Juli 2007.
Frelistiyani, Winda. 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening. Program Sarjana S1
(dipublikasikan). Program Studi : Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta :
Salemba Empat.
Maimunah, Mutiara. 2006. Flypaper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja daerah pada kabupaten/kota di
Pulau Sumatera. Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang
Rachmawati, Nur Indah. 2010. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Program Sarjana S1 (dipublikasikan). Program
Studi : Akuntansi Universitas Diponegoro.
Sidik, Machfud, B. Raksaka Mahi, Robert Simanjuntak, & Bambang Brodjonegoro. 2002.
Dana Alokasi Umum – Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Tim Penyusun. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit
Universitas Lampung: Bandar Lampung.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Jakarta.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Jakarta.
http://www.bps.go.id/aboutus.php?mstkab=1/masterfilekabupaten/2009/03 Januari
2011,11:40.