analisis pengaruh mekanisme good corporate …eprints.undip.ac.id/29375/1/jurnal.pdf ·...

26
1 ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009) Frysa Praditha Purwaningtyas Dra. Irene Rini Demi Pengestuti, M.E. ABSTRACT Good corporate governance mechanism is a step to enhance firm value. This study was conducted to obtain evidence regarding the effect of good corporate governance mechanisms (institutional ownership, management ownership, board of independent commissioners, audit committees and the size of the board of directors) firm value. Objects in this study were manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange during the years 2007-2009. Based on purposive sampling, acquired 25 companies in the sample, so as long as 3 years observation there were 75 annual reports were analyzed. Tool is the statistical analysis used multiple regression, where the dependent variable is firm value (measured by Tobin's Q), and the independent variable is institutional ownership, management ownership, board of independent commissioners, audit committees and the size of the board of directors. The results of this study indicate that institutional ownership, management ownership and size of the board of directors affects firm value. However, an independent board and audit committee does not affect firm value. Key Words: firm value, Tobin's Q, institutional ownership, management ownership, board of independent commissioners, audit committees and the size of the board of directors.

Upload: ngotram

Post on 08-Apr-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

ANALISIS PENGARUHMEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE

TERHADAP NILAI PERUSAHAAN(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur

yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009)

Frysa Praditha Purwaningtyas

Dra. Irene Rini Demi Pengestuti, M.E.

ABSTRACT

Good corporate governance mechanism is a step to enhance firm value. This studywas conducted to obtain evidence regarding the effect of good corporate governancemechanisms (institutional ownership, management ownership, board of independentcommissioners, audit committees and the size of the board of directors) firm value.

Objects in this study were manufacturing companies listed in Indonesia StockExchange during the years 2007-2009. Based on purposive sampling, acquired 25 companiesin the sample, so as long as 3 years observation there were 75 annual reports were analyzed.Tool is the statistical analysis used multiple regression, where the dependent variable is firmvalue (measured by Tobin's Q), and the independent variable is institutional ownership,management ownership, board of independent commissioners, audit committees and the sizeof the board of directors.

The results of this study indicate that institutional ownership, management ownershipand size of the board of directors affects firm value. However, an independent board andaudit committee does not affect firm value.

Key Words: firm value, Tobin's Q, institutional ownership, management ownership, boardof independent commissioners, audit committees and the size of the board ofdirectors.

2

1. PENDAHULUAN

Isu corporate governance semakin berkembang ketika beberapa peristiwa ekonomi

penting terjadi. Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997, dilanjut dengan kejatuhan perusahaan

besar seperti Enron dan Worldcom tahun 2002, serta adanya isu terbaru yaitu krisis subprime

mortgage di Amerika Serikat pada tahun 2008. Peristiwa-peristiwa tersebut menyadarkan

dunia akan pentingnya penerapan good corporate governance.

Di Negara Indonesia, isu mengenai good corporate governance mengemuka setelah

Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998. Sejak saat itulah,

pemerintah maupun investor memberikan perhatian yang lebih dalam praktek corporate

governance. Harus dipahami, bahwa kompetisi global bukanlah kompetisi antarnegara,

melainkan antarkorporat di negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau

terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu Negara bergantung pada korporat

masing-masing. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola

secara benar (Moeljono, 2005 dalam Kaihatu, 2006).

Corporate governance yang lemah menjadi salah satu penyebab terjadinya peritiwa-

peristiwa penting tersebut. Ciri utama dari lemahnya corporate governance adalah adanya

tindakan mementingkan diri sendiri di pihak manajer perusahaan (Darmawati dkk, 2004).

Investor sebagai principal, mempercayakan dananya kepada perusahaan dan tidak

bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan operasional perusahaan. Tetapi

manajer sebagai agent, melakukan manipulasi demi kepentingannya sendiri, sehingga

membuat investor kehilangan kepercayaan dan menyebabkan penarikan dana oleh investor

atas dana yang telah ditanam sebelumnya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap

kepentingan investor dari ekspropriasi yang dilakukan manajemen penting untuk dilakukan.

Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan

menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Sistem

corporate governance yang baik akan memberikan perlindungan efektif kepada para

pemegang saham dan kreditur untuk memperoleh kembali atas investasi dengan wajar, tepat

dan seefisien mungkin, serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaik yang dapat

dilakukannya untuk kepentingan perusahaan (www. fcgi.com dalam Sukamulja, 2004).

Zhuang, et al (2000) dalam Husnan (2001) menjelaskan bahwa sistem corporate

governance tersebut terdiri dari (1) berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan antara

pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah dan stakeholders yang lain, dan (2) berbagai

mekanisme yang secara langsung ataupun tidak langsung menegakkan peraturan-peraturan

3

tersebut atau disebut dengan mekanisme corporate governance internal dan eksternal. Forum

for Corporate Governance (2002) dalam Sukamulja (2004) menyatakan tujuan utama

corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang

berkepentingan atau stakeholders. Mekanisme corporate governance diharapkan dapat

mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara agent dan principal, yang selanjutnya

berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan.

Tetapi pada tabel 1.1 mekanisme corporate governance tidak dapat meningkatkan

nilai perusahaan yang disebabkan karena masing-masing mekanisme corporate governance

tidak menunjukkan hasil yang optimal.

Tabel 1.1

Rata-Rata Tobin’s Q, KI, KM, DK, KA, dan UD

Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009

2007 2008 2009Nilai Perusahaan (Tobin’s Q) 1.2069 1.1013 1.0187

Kepemilikan Institusional (KI) 0.5769 0.6300 0.4666Kepemilikan Manajemen (KM) 0.1020 0.1127 0.0968Dewan Komisaris Independen (DK) 0.4313 0.3713 0.3784

Komite Audit (KA) 0.0056 0.0056 0.0056Ukuran Dewan Direksi (UD) 0.0496 0.0520 0.0484

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009

Permasalahan pertama adalah adanya kesenjangan antara harapan atau keinginan

dengan kenyataan (fenomena gap). Secara teoritis mekanisme corporate governance dapat

meningkatkan nilai perusahaan, tetapi pada kenyataannya mekanisme corporate governance

tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1, rata-rata

nilai perusahaan mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 1,0187 yaitu sebesar 0,0826

(1,1013-1,0187) dibanding tahun 2008 sebesar 1,1013. Rata-rata nilai perusahaan pada tahun

2007 ke tahun 2008 juga mengalami penurunan sebesar 0,1056 (1,2069-1,1013) yang

disebabkan karena perusahaan kurang memperhatikan pentingnya keberadaan mekanisme

corporate governance. Terlihat dari rata-rata kepemilikan institusional, kepemilikan

manajemen, dewan komisaris independen dan dewan direksi pada tahun 2009 menurun

dibandingkan tahun 2008, walaupun pada tahun 2007 mengalami peningkatan ke tahun 2008.

Sedangkan rata-rata komite audit mengalami hasil yang konsisten sebesar 0,0056 pada tahun

2007-2009.

4

Permasalahan kedua adalah adanya kesenjangan atau perbedaan hasil penelitian dari

peneliti-peneliti terdahulu (research gap). Penelitian variabel yang pertama yaitu tentang

kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian Tarjo (2008)

menunjukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan penelitian Wulandari (2005)

menunjukkan hubungan positif tidak signifikan. Penelitian variabel yang kedua yaitu tentang

kepemilikan manajemen terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian Jensen dan Meckling

(1976) menunjukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan penelitian Siallagan dan

Machfoedz (2006) menunjukkan hubungan negatif signifikan. Penelitian variabel yang ketiga

yaitu tentang dewan komisaris independen terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian

Lastanti (2004) menunjukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan penelitian

Rachmawati dan Hanung (2007) menunjukkan hubungan tidak signifikan. Penelitian variabel

yang keempat yaitu tentang komite audit terhadap nilai perusahaan antara lain penelitian

Siallagan dan Machfoedz (2006) menujukkan hubungan positif signifikan kontradiksi dengan

penelitian Rachmawati dan Hanung (2007) menunjukkan hubungan tidak signifikan.

Penelitian variabel yang kelima yaitu tentang ukuran dewan direksi terhadap nilai perusahaan

antara lain penelitian Isshaq, et al (2009) menunjukkan hubungan positif signifikan

kontradiksi dengan penelitian Wulandari (2005) menunjukkan hubungan positif tidak

signifikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul: “Analisis Pengaruh

Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris

Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009)”.

5

2. TELAAH PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan, dapat menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam

perusahaan akan berperilaku, karena pada dasarnya antara agent dan principal memiliki

kepentingan yang berbeda yang menyebabkan terjadinya konflik keagenan (agent conflict).

Pada dasarnya, konflik keagenan terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan

pengendalian perusahaan.

Adanya konflik kepentingan antara investor dan manajer menyebabkan munculnya

agency cost yaitu biaya monitoring (monitoring cost) yang dikeluarkan oleh principal seperti

auditing, penganggaran, sistem pengendalian dan kompensasi, biaya perikatan (bonding

expenditure) yang dikeluarkan oleh agent dan kerugian residual berkaitan dengan divergensi

kepentingan antara principal dan agent.

2.2 Good Corporate Governance

Menurut Monks (2003) dalam Kaihatu (2006) good corporate governance (GCG)

merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai

tambah (value added) untuk semua stakeholder. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar

good corporate governance, yaitu akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban

(responsibility), keterbukaan (transparency), kewajaran (fairness) dan kemandirian

(independency).

2.3 Manfaat Good Corporate Governance

Priambodo dan Suprayitno (2007) menjelaskan manfaat-manfaat dari penerapan good

corporate governance dalam suatu perusahaan antara lain mengurangi agency cost,

meningkatkan nilai saham perusahaan dan citra perusahaan, melindungi hak dan kepentingan

pemegang saham, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau

manajemen puncak dan manajemen perusahaan, sekaligus meningkatkan mutu hubungan

manajemen puncak dengan manajemen senior perusahaan

6

2.4 Nilai Perusahaan (Tobin’s Q)

Nilai perusahaan adalah sebuah nilai yang menunjukkan cerminan dari ekuitas dan

nilai buku perusahaan, baik berupa nilai pasar ekuitas, nilai buku dari total utang dan nilai

buku dari total ekuitas. Menurut Sukamulja (2004) salah satu rasio yang dinilai bisa

memberikan informasi paling baik adalah Tobin’s Q, karena rasio ini bisa menjelaskan

berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti misalnya terjadinya perbedaan cross-

sectional dalam pengambilan keputusan investasi serta hubungan antara kepemilikan saham

manajemen dan nilai perusahaan (Onwioduokit, 2002).

Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak

hanya unsur saham biasa. Brealey dan Myers (2000) dalam Sukamulja (2004) menyebutkan

bahwa perusahaan dengan Tobin’s Q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan

yang sangat kuat. Perusahaan sebagai entitas ekonomi tidak hanya menggunakan ekuitas

dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti hutang, baik

jangka panjang maupun jangka pendek.

2.5 Hubungan Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan

Pelaksanaan good corporate governance yang baik dan sesuai dengan peraturan yang

berlaku, akan membuat investor memberikan respon positif terhadap kinerja perusahaan,

bahwa dana yang diinvestasikan dalam perusahaan yang bersangkutan akan dikelola dengan

baik dan kepentingan investor publik akan aman. Kepercayaan investor publik pada

manajemen perusahaan memberikan manfaat kepada perusahaan dalam bentuk pengurangan

cost of capital (biaya modal).

Kinerja perusahaan yang baik dengan biaya modal yang rendah akan mendorong para

investor melakukan investasi di perusahaan tersebut. Banyaknya investor yang tertarik akan

meningkatkan permintaan investasi, sehingga harga saham perusahaan akan meningkat yang

merupakan rantai pertumbuhan perusahaan dan meningkatkan kemakmuran stakeholders

yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.

7

2.6 Mekanisme Good Corporate Governance

2.6.1 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Nilai Perusahaan

Konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki

oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan kepemilikan

institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional bertindak sebagai pihak yang

memonitor perusahaan pada umumnya dan manajer sebagai pengelola perusahaan pada

khususnya. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen,

karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan

pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, sehingga manajemen akan lebih

berhati-hati dalam mengambil keputusan. Semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional,

maka semakin kuat kontrol terhadap perusahaan sehingga meningkatkan nilai perusahaan.

H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.6.2 Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Nilai Perusahaan

Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen

yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan saham

manajemen akan membantu penyatuan kepentingan manajer dan pemegang saham, sehingga

manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula

menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Semakin

tinggi kepemilikan saham oleh manajemen, maka manajer akan merasa ikut memiliki

perusahaan, sehingga akan berusaha semaksimal mungkin melakukan tindakan-tindakan yang

dapat memaksimalkan kemakmurannya dan menurunkan kecenderungan manajer untuk

melakukan tindakan yang berlebihan yang berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan.

H2 : Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.6.3 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Nilai Perusahaan

Board independent atau dewan komisaris independen adalah jumlah dewan komisaris

independen dalam perusahaan. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas (PT), tugas dewan komisaris adalah: (1) mengawasi kebijakan direksi dalam

menjalankan perusahaan, dan (2) memberikan nasihat kepada direksi. Menurut peraturan

yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta mengenai komisaris independen, ditetapkan jumlah

8

komisaris independen proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan

Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-

kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris (Lastanti, 2004). Semakin tinggi

dewan komisaris independen, semakin baik dewan komisaris independen melakukan fungsi

pengawasan dan koordinasi dalam perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan.

H3 : Dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.6.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Nilai Perusahaan

Dalam lampiran surat keputusan dewan direksi PT. Bursa Efek Jakarta No. Kep-

315/BEJ/06-2000 poin 2f, peraturan tentang pembentukan komite audit disebutkan bahwa

“Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat yang

anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat untuk

membantu dewan komisaris Perusahaan Tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian

yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan Perusahaan

Tercatat.” Komite audit juga berperan dalam mengawasi proses pelaporan keuangan

perusahaan yang bertujuan mewujudkan laporan keuangan yang disusun melalui proses

pemeriksaan dengan integritas dan obyektifitas dari auditor. Komite audit akan berperan

efektif untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dan membantu dewan komisaris

memperoleh kepercayaan dari pemegang saham untuk memenuhi kewajiban penyampaian

informasi. Dengan adanya keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan, maka akan

memberikan kontribusi dalam kualitas laporan keuangan yang dapat meningkatkan nilai

perusahaan.

H4 : Komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.6.5 Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Nilai Perusahaan

Board size atau ukuran dewan direksi adalah jumlah dewan direksi dalam perusahaan.

Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau

strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang. Direksi harus

memastikan, bahwa perusahaan telah sepenuhnya menjalankan seluruh ketentuan yang diatur

dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dewan direksi

bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan dalam dua hal yaitu untuk kepentingan

9

dan tujuan perusahaan, serta mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Semakin banyak dewan dalam perusahaan akan memberikan suatu bentuk pengawasan

terhadap kinerja perusahaan yang semakin lebih baik, dengan kinerja perusahaan yang baik

dan terkontrol, maka akan menghasilkan profitabilitas yang baik dan nantinya akan dapat

meningkatkan harga saham perusahaan dan nilai perusahaan pun juga akan ikut meningkat.

H5 : Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

10

3. METODE PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diukur

menggunakan Tobin’s Q. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Lastanti, 2004):

Keterangan:

Tobin’s Q = Nilai perusahaan

EMV = Nilai pasar ekuitas (Equity Market Value)

EBV = Nilai buku dari total ekuitas (Equity Book Value)

D = Total hutang

EMV (Equity Market Value) diperoleh dari hasil perkalian harga saham penutupan (closing

price) akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun.

3.1.2 Variabel Independen

1) Kepemilikan institusional, diukur dari persentase kepemilikan saham oleh institusi

(Lastanti, 2004).

2) Kepemilikan manajemen, diukur dari persentase kepemilikan saham oleh manajemen

(Siallagan dan Machfoedz, 2006).

3) Dewan komisaris independen, diukur dari persentase komisaris independen terhadap

jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris (Lastanti, 2004).

4) Komite audit, diukur dengan variabel dummy, dimana 1 untuk perusahaan yang

memiliki komite audit dan 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki komite audit

(Siallagan dan Machfoedz, 2006).

5) Ukuran dewan direksi, diukur dengan jumlah anggota dewan direksi yang ada di

dalam perusahaan (Suranta dan Machfoedz, 2003).

11

3.2.1 Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2009. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan

metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2009.

2. Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan secara konsisten

pada tahun 2007-2009.

3. Perusahaan manufaktur yang memiliki kepemilikan institusional, kepemilikan

manajemen, dewan komisaris independen dan dewan direksi pada tahun 2007-2009.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah penyajian data secara numerik. Statistik deskriptif

menyajikan ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel. Statistik deskriptif

digunakan untuk menggambarkan profil data sampel yang meliputi antara lain mean,

maksimum, minimum dan standar deviasi.

3.3.2 Uji Asumsi Klasik

3.3.2.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi, kedua

variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen mempunyai distribusi data normal

atau mendekati normal (Ghozali, 2005). Alat yang digunakan dalam uji normalitas dalam

penelitian ini dengan menggunakan One Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Pengambilan

keputusan mengenai normalitas adalah sebagai berikut:

a. Jika p < 0,05 maka distribusi data tidak normal.

b. Jika p > 0,05 maka distribusi data normal.

12

3.3.2.2 Uji Multikolinieritas

Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel independen yang ada. Dalam penelitian ini, untuk melihat ada

atau tidaknya multikolinieritas yaitu dengan melihat dari: (1) nilai Tolerance dan lawannya,

(2) Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan

tidak adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.

3.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik

adalah yang homoskedastisitas atau tidak heteroskedastisitas.

3.3.2.4 Uji Autokorelasi

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah di dalam model regresi linear ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada

periode t-1 (sebelumnya). (Ghozali, 2005). Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan

menggunakan uji Durbin-Watson (DW), di mana hasil pengujian ditentukan berdasarkan nilai

Durbin-Watson (DW).

3.3.3 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis statistik regresi berganda, yang terdiri

dari Adjusted R square untuk melihat persentase pengaruh variabel independen yang

dimasukkan dalam penelitian terhadap variabel dependen, Uji F untuk menguji hipotesis

antara lebih dari satu variabel independen terhadap satu variabel dependen, serta Uji t untuk

menguji hipotesis antara satu variabel independen terhadap satu variabel dependen.

13

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data

4.1.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Tabel 4.1

Descriptive Statistics

Descriptive Statistics

75 .3958 2.4634 1.108976 .4742585

75 .0006 .9510 .557835 .2540100

75 .0002 .9551 .103795 .1666093

75 .1111 1.0000 .393685 .1436017

75 0 1 .56 .500

75 2 11 5.00 2.365

75

Q

KI

KM

DK

KA

UD

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009

Dari tabel 4.1 dapat diketahui beberapa hal, yaitu:

1. N atau jumlah data pada tiap variabel yang valid (sah untuk diproses) adalah 75 buah,

karena data yang hilang (missing) adalah nol dan berarti semua data siap diproses.

2. Mean atau rata-rata dari Tobin’s Q (Q) adalah 1,108976, artinya nilai Tobin’s Q rata-

rata dari keseluruhan sampel adalah 1,108976 dengan standar deviasi 0,4742585.

Nilai minimum dari Tobin’s Q adalah 0,3958, artinya nilai terkecil dari keseluruhan

sampel adalah 0,3958. Nilai maksimum Tobin’s Q adalah 2,4634, artinya nilai

tertinggi dari keseluruhan sampel adalah 2,4634.

3. Mean atau rata-rata dari kepemilikan institusional (KI) adalah 0,557835, artinya nilai

kepemilikan institusional rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,557835 dengan

standar deviasi 0,2540100. Nilai minimum dari kepemilikan institusional adalah

0,0006, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel adalah 0,0006. Nilai maksimum

kepemilikan institusional adalah 0,9510, artinya nilai tertinggi dari keseluruhan

sampel adalah 0,9510.

4. Mean atau rata-rata dari kepemilikan manajemen (KM) adalah 0,103795, artinya nilai

kepemilikan manajemen rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,103795 dengan

standar deviasi 0,1666093. Nilai minimum dari kepemilikan manajemen adalah

0,0002, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel adalah 0,0002. Nilai maksimum

kepemilikan manajemen adalah 0,9551, artinya nilai tertinggi dari keseluruhan sampel

adalah 0,9551.

14

5. Mean atau rata-rata dari dewan komisaris independen (DK) adalah 0,393685, artinya

nilai dewan komisaris independen rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,393685

dengan standar deviasi 0,1436017. Nilai minimum dari dewan komisaris independen

adalah 0,1111, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel adalah 0,1111. Nilai

maksimum dewan komisaris independen adalah 1,0000, artinya nilai tertinggi dari

keseluruhan sampel adalah 1,0000.

6. Mean atau rata-rata dari komite audit (KA) adalah 0,56, artinya nilai komite audit

rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 0,56 dengan standar deviasi 0,500. Nilai

minimum dari komite audit adalah 0, artinya nilai terkecil dari keseluruhan sampel

adalah 0. Nilai maksimum komite audit adalah 1, artinya nilai tertinggi dari

keseluruhan sampel adalah 1.

7. Mean atau rata-rata dari ukuran dewan direksi (UD) adalah 5,00, artinya nilai ukuran

dewan direksi rata-rata dari keseluruhan sampel adalah 5,00 dengan standar deviasi

2,365. Nilai minimum dari ukuran dewan direksi adalah 2, artinya nilai terkecil dari

keseluruhan sampel adalah 2. Nilai maksimum ukuran dewan direksi adalah 11,

artinya nilai tertinggi dari keseluruhan sampel adalah 11.

4.1.2 Uji Asumsi Klasik

4.1.2.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas residual dilakukan dengan menggunakan metode P-P Plot yang

diperkuat dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian normalitas diperoleh sebagai

berikut:

Gambar 4.1

Hasil Uji Normalitas P-P Plot

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009

15

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik-titik residual model regresi terdistribusi normal

karena titik-titik tersebut menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik

tersebut searah mengikuti garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi

normal dan model regresi layak untuk dipakai. Pengujian normalitas dalam penelitian ini juga

diuji dengan menggunakan Uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov. Uji K-S

dilakukan dengan menggunakan tingkat kepercayaan 0,05. Dalam tabel 4.2 berikut akan

disajikan hasil output dari uji K-S.

Tabel 4.2

Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

75

.0000000

.36730288

.064

.064

-.045

.555

.918

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parametersa,b

Absolute

Positive

Negative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardized Residual

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009

Pengujian normalitas residual menunjukan bahwa model regresi memiliki nilai

residual terdistribusi normal. Hal ini ditunjukan dengan nilai probabilitas Uji Kolmogorov

Smirnov berada diatas 0,05, dengan jumlah data yang menghasilkan nilai residual yang

terdistribusi normal adalah sebanyak 75.

4.1.2.2 Uji Multikolinieritas

Dalam penelitian ini, untuk melihat ada atau tidaknya multikolinieritas yaitu dengan

melihat dari: (1) nilai Tolerance dan lawannya, (2) Variance Inflation Factor (VIF). Nilai

cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan tidak adanya multikolinieritas adalah nilai

Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Hasil pengujian multikolinieritas

diperoleh sebagai berikut:

16

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

.933 1.072

.922 1.085

.858 1.165

.810 1.234

.718 1.394

KI

KM

DK

KA

UD

Model1

Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Qa.

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009

Hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen yang

memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor

(VIF) juga menunjukkan hal yang sama, bahwa tidak ada satu variabel independen yang

memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas

antar variabel independen dalam model regresi.

4.1.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedasitas dilakukan dengan menggunakan grafik Scatterplot. Grafik

Scatterplot tampak pada gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.2

Hasil Uji Heteroskedatisitas-Scatterplot

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009

17

Seperti yang terlihat dalam gambar 4.2, dari grafik Scatterplot terlihat bahwa titik-

titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu

y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

4.1.2.4 Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Uji

Durbin-Watson (DW) tampak pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4

Hasil Uji Autokorelasi (Durbin-Watson)

Model Summaryb

.633a .400 .357 .3803782 2.041

Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), UD, KI, KM, DK, KAa.

Dependent Variable: Qb.

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007-2009

Dari tabel 4.4 di atas maka dapat diketahui bahwa nilai DW yaitu 2,041 adalah lebih

dari du dan kurang dari (4-du) atau lebih dari 1,770 dan kurang dari 2,230 yang berarti pada

model tidak dapat autokorelasi.

4.1.3 Analisis Hipotesis

Tabel 4.5

Hasil Uji Hipotesis

Model Summary

.633a .400 .357 .3803782

Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), UD, KI, KM, DK, KAa.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009

18

ANOVAb

6.661 5 1.332 9.207 .000a

9.983 69 .145

16.644 74

Regression

Residual

Total

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), UD, KI, KM, DK, KAa.

Dependent Variable: Qb.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009

Coefficientsa

.228 .166 1.374 .174

.448 .180 .240 2.486 .015

.856 .276 .301 3.098 .003

.620 .332 .188 1.866 .066

.040 .098 .043 .411 .682

.055 .022 .275 2.494 .015

(Constant)

KI

KM

DK

KA

UD

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: Qa.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2007-2009

Dari tabel 4.5 diperoleh besarnya Adjusted R Square adalah 0,357, hal ini berarti 35,7

persen variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dewan komisaris

independen, komite audit dan ukuran dewan direksi dapat menjelaskan variabel nilai

perusahaan. Sedangkan sisanya sebesar 64,3 persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar

model. Dari Uji Anova atau F test terdapat nilai F hitung sebesar 9,207 dengan probabilitas

0,000 jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan

variabel dependen nilai perusahaan.

Dilihat pada tabel, dari lima variabel independen yang diuji, hanya tiga yang

signifikan pada tingkat 0,05. Variabel yang menunjukkan nilai signifikan adalah KI

(kepemilikan institusional) dengan nilai signifikansi 0,015, KM (kepemilikan manajemen)

dengan nilai signifikansi 0,003 dan UD (ukuran dewan direksi) dengan nilai signifikansi

0,015. Variabel yang menunjukkan nilai signifikan adalah yaitu DK (dewan komisaris

independen) dengan nilai signifikansi 0,066 dan KA (komite audit) dengan nilai signifikansi

0,682.

19

4.2 Interpretasi Hasil

4.2.1 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Nilai Perusahaan

Hipotesis 1 menduga adanya hubungan positif antara kepemilikan institusional

dengan nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel kepemilikan institusional

menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini

mendukung hipotesis 1 dan dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional yang diukur

dari persentase kepemilikan saham oleh institusi berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal

ini berarti, semakin tinggi kepemilikan institusional, maka akan semakin tinggi pula nilai

perusahaan.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh Suranta dan Midiastuty (2003) yang menunjukkan

bahwa nilai perusahaan meningkat jika institusi dapat menjadi alat monitoring yang efektif.

Hal ini menunjukan bahwa kehadiran investor institusional dalam melaksanakan fungsi

monitoring dalam perusahaan sudah optimal sehingga nilai perusahaan tetap terjaga dengan

baik. Dengan adanya monitoring yang dilakukan oleh kepemilikan institusional terhadap

manajemen perusahaan akan membuat pihak manajemen perusahaan lebih berhati-hati dalam

pengambilan keputusan dan dapat mengurangi biaya keagenan. Semakin tinggi kepemilikan

institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap perusahaan. Investor

institusional dengan kepemilikan saham dalam jumlah besar akan mempunyai dorongan yang

cukup kuat untuk mengumpulkan informasi, mengawasi tindakan-tindakan manajemen dan

mendorong kinerja yang lebih baik.

4.2.2 Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Nilai Perusahaan

Hipotesis 2 menduga adanya hubungan positif antara kepemilikan manajemen dengan

nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel kepemilikan manajemen menunjukkan

hasil yang positif dan signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis

2, dan dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajemen yang diukur dari persentase

kepemilikan saham oleh manajemen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti,

semakin tinggi kepemilikan manajemen, maka akan semakin tinggi pula nilai perusahaan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Jensen dan Meckling (1976) yang menemukan bukti bahwa kepemilikan manajemen

berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajemen terbukti dapat

berperan dalam membatasi praktek manipulasi yang dilakukan pihak manajemen perusahaan

yang mana dapat diterapkan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Dengan adanya

kepemilikan manajemen, manajer akan cenderung bertindak dalam kepentingan pemegang

20

saham karena mereka juga merupakan bagian dari pemegang saham, antara lain dengan tidak

memanipulasi informasi yang ada dalam laporan keuangan sehingga nilai perusahaan dapat

diciptakan dan manajer akan merasa ikut memiliki perusahaan, sehingga manajer berusaha

semaksimal mungkin melakukan tindakan-tindakan yang dapat memaksimalkan

kebutuhannya yang berarti juga kebutuhan stakeholders yang lain serta dapat mempersatukan

kepentingan manajer dengan pemegang saham yang berdampak positif bagi nilai perusahaan.

4.2.3 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Nilai Perusahaan

Hipotesis 3 menduga adanya hubungan positif antara dewan komisaris independen

dengan nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel dewan komisaris independen

menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak

mendukung hipotesis 3, dan dapat disimpulkan bahwa komisaris independen yang diukur dari

persentase komisaris independen terhadap jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris

tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Hasil penelitian ini menunjukan tidak efektifnya fungsi monitoring dewan komisaris

independen dalam mengurangi tingkat manipulasi yang disebabkan oleh perilaku

menyimpang dari pihak manajemen. Hal ini mengindikasikan bahwa dewan komisaris

independen tersebut dipertanyakan tingkat independensinya.

Adapun kemungkinan bahwa dewan komisaris independen tidak dibentuk

berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan, sehingga pengaruh variabel dewan komisaris

independen terhadap nilai perusahaan tidak dapat terlihat dengan jelas. Dewan komisaris

independen seharusnya dibentuk seperti persyaratan pembentukan komisaris independen pada

Perusahaan Tercatat yang diatur dalam Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang

Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa, persyaratan menjadi komisaris

independen pada Perusahaan Tercatat, yaitu:

a. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan

Tercatat yang bersangkutan

b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya

Perusahaan Tercatat yang bersangkutan

c. Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan

Perusahaan Tercatat yang bersangkutan

d. Memahami peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

21

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rachmawati dan Hanung (2007) yang menemukan bukti bahwa dewan komisaris independen

tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini berarti, dewan komisaris independen tidak

berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

4.2.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Nilai Perusahaan

Hipotesis 4 menduga adanya hubungan positif antara komite audit dengan nilai

perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel komite audit menunjukkan hasil yang tidak

signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis 4, dan dapat

disimpulkan bahwa komite audit yang diukur dengan variabel dummy tidak berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.

Terdapat beberapa penjelasan mengenai hasil pengujian terhadap variabel komite

audit yang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan dalam penelitian ini, salah satunya

yaitu mungkin karena pembentukan komite audit dalam perusahaan sampel hanya

berdasarkan pemenuhan kewajiban terhadap peraturan yang berlaku dan hanya untuk

memenuhi regulasi serta menghindari sanksi saja, tetapi tidak dimaksudkan untuk

menegakkan good corporate governance di dalam perusahaan.

Adapun pembentukan komite audit oleh perusahaan mungkin tidak sesuai dengan

karakteristik suatu komite audit seperti yang telah diatur, sebagai berikut:

1. Kemungkinan disebabkan oleh adanya komposisi anggota komite audit yang tidak

sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu Keputusan Bapepam No: KEP-41/PM/2003

tanggal 22 Desember 2003 yang mengatur bahwa komite audit terdiri dari sekurang-

kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang

lainnya yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.

2. Kemungkinan disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa pembentukan komite audit

yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan keuangan hanya didasarkan kepada

Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek

Bersifat Ekuitas di Bursa yang menyebutkan bahwa anggota komite audit lainnya

yang merupakan pihak eksternal yang independen dimana sekurang-kurangnya satu

diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan/ atau keuangan

(Khomsiyah, Jasin, dan Aditya, 2005).

3. Kemungkinan disebabkan karena independensi komite audit di Indonesia merupakan

aspek yang sulit diketahui oleh pihak publik walaupun dalam peraturan yang ada

mengatur tentang independensi komite audit. Menurut Peraturan Pencatatan Efek

22

Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa

yang menyebutkan bahwa komite audit bukan merupakan karyawan kunci emiten atau

perusahaan publik dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat dewan komisaris, tidak

mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung, tidak mempunyai afiliasi

dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi, atau Pemegang Saham

Utama emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai hubungan langsung maupun

tidak yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik, tidak

merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau perusahaan publik lain

pada periode yang sama (Khomsiyah, Jasin, dan Aditya, 2005).

4. Kemungkinan disebabkan rendahnya pertemuan rutin komite audit sehingga masalah-

masalah yang terkait dengan laporan keuangan perusahaan tidak dapat dibahas dengan

eksternal auditor, internal auditor, dewan direksi dan dewan komisaris. Menurut

Peraturan Keputusan Ketua Bapepam No: KEP-41/PM/2003 yang mengatakan bahwa

komte audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) bulan

(Khomsiyah, Jasin, dan Aditya, 2005).

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rachmawati dan Hanung (2007) yang menemukan bukti bahwa komite audit berpengaruh

positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini berarti, semakin tinggi keberadaan

komite audit justru akan semakin rendah nilai perusahaan.

4.2.5 Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Nilai Perusahaan

Hipotesis 5 menduga adanya hubungan positif antara ukuran dewan direksi dengan

nilai perusahaan. Hasil pengujian terhadap variabel ukuran dewan direksi menunjukkan hasil

yang positif dan signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis 5,

dan dapat disimpulkan bahwa ukuran dewan direksi yang diukur dari jumlah anggota dewan

direksi di dalam perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti, semakin

tinggi ukuran dewan direksi maka akan semakin tinggi pula nilai perusahaan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isshaq, et al

(2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ukuran dewan direksi merupakan salah satu

perangkat yang digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajer dengan anggota dewan

direksi perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini juga konsisten

dengan penelitian Chaganti (1985) yang menyebutkan bahwa dengan ukuran dewan direksi

yang besar dengan disesuaikan kondisi perusahaan dapat membantu dalam pelayanan

perusahaan atau berdampak pada tata kelola perusahaan yang baik.

23

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance (terdiri

dari: kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dewan komisaris independen,

komite audit dan ukuran dewan direksi) terhadap nilai perusahaan. Penelitian dilakukan pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009. Pengambilan sampel

dilakukan dengan metode purposive sampling, dan didapatkan 75 laporan tahunan untuk

dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional (KI),

kepemilikan manajemen (KM) dan ukuran dewan direksi (UD) menunjukkan nilai signifikan

terhadap nilai perusahaan. Sedangkan dewan komisaris independen (DK) dan komite audit

(KA) menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.

5.2 Keterbatasan

1. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan

sebesar 35,7 persen atas nilai perusahaan, sisanya 64,3 persen dijelaskan oleh faktor-

faktor lain diluar model.

2. Periode pengamatan yang dilakukan pendek pada tahun 2007-2009 dengan

menggunakan 75 observasi.

3. Penelitian ini menggunakan satu karakteristik untuk variabel komite audit yaitu

dengan menggunakan variabel dummy (ada atau tidaknya komite audit di dalam

perusahaan).

5.3 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperpanjang periode pengamatan,

sehingga dapat diperoleh lebih banyak jumlah observasi.

2. Bagi penelitian selanjutnya, melalui koefisien determinasi (Adjusted R Square)

diperoleh 35,7 persen dan sisanya 64,3 persen dipengaruhi oleh variabel diluar

peneliti, oleh karena itu penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat menambah

variabel-variabel, seperti: komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan dan

ukuran perusahaan (Darmawati dkk, 2004), debt to equity (Husnan, 2001).

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan ROA dan ROE untuk

mewakili proksi dari kinerja keuangan.

4. Sebaiknya penelitian mendatang tidak hanya menggunakan sampel perusahaan

manufaktur saja, tetapi juga menggunakan perusahaan dari sektor industri lain.

24

DAFTAR PUSTAKA

Chaganti, R. S. et al, 1985, “Corporate Board, Composition and Corporate Failures in The

Retailing Industry”, Journal of Management Studies, Vol. 22, pp. 400-417.

Darmawati, D., Khomsiyah, dan R. G. Rahayu, 2004, “Hubungan Corporate Governance dan

Kinerja Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi IV, Denpasar.

Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal, 2003, Keputusan

Ketua Bapepam No.KEP-41/PM/2003 Tanggal 22 Desember 2003, Pembentukan

dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.

Ghozali, I., 2005, ”Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang.

Husnan, S., 2001, ”Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja

Perusahaan Dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan

Bukan Multinasional”, Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi, Vol. 1,

No. 1, h. 1-12.

Indonesian Capital Market Directory, 2008.

______________________________, 2009.

______________________________, 2010.

Isshaq, Z., G. A. Bokpin, dan J. M. Onumah, 2009, ”Corporate Governance, Ownership

Structure, Cash Holdings, and Firm Value on The Ghana Stock Exchange”, The

Journal of Risk Finance, Vol. 10, No. 5, pp. 488-499.

Jensen, M. C. dan W. H. Meckling, 1976, “Theory of The Firm: Managerial Behavior,

Agency Cost and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, Vol. 3,

pp. 305-360.

Kaihatu, T. S., 2006, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal

Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8, No. 1, h. 1-9.

25

Khomsiyah, A. Jasin, dan M. Aditya, 2005, “Karakteristik Komite Audit dan Pengungkapan

Informasi”, Konferensi Nasional Akuntansi, pp. 1-17.

Lastanti, H. S., 2004, “Hubungan Struktur Corporate Governance Dengan Kinerja

Perusahaan dan Reaksi Pasar”, Konferensi Nasional Akuntansi.

Onwioduokit, E. A., 2002, ”Current World Financial Crisis: Lessons to be Learnt”, WABA-

Seminar, Abijan.

Priambodo, R. E. A dan E. Suprayitno, 2007, “Penerapan Good Corporate Governance

Sebagai Landasan Kinerja Perbankan Nasional”, Usahawan, No. 05, Th. XXXVI.

PT. Bursa Efek Jakarta, 2000, Surat Keputusan Dewan Direksi No. Kep-315/BEJ/06-2000

Poin 2f, Peraturan Tentang Pembentukan Komite Audit.

PT. Bursa Efek Jakarta, 2004, Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-

305/BEJ/07-2004, Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham Dan Efek

Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat.

Rachmawati, A. dan H. Triatmoko, 2007, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.

Siallagan, H. dan M. Machfoedz, 2006, “Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba

dan Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang.

Sukamulja, S., 2004, “Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak GCG

Terhadap Kinerja Perusahaan”, BENEFIT, Vol. 8, No. 1.

Suranta, E. dan M. Machfoedz, 2003, “Analisis Struktur Kepemilikan, Nilai Perusahaan,

Investasi dan Ukuran Dewan Direksi”, Simposium Nasional Akuntansi VI,

Surabaya.

Suranta, E. dan P. P. Midiastuty, 2003, “Analisis Hubungan Struktur Kepemilikan

Manajerial, Nilai Perusahaan dan Investasi dengan Model Persamaan Linear

Simultan”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 6, No. 1, h. 54-68.

Tarjo, 2008, ”Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap

Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital”, Simposium

Nasional Akuntansi XI, Pontianak.

26

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

Wulandari, N., 2006, “Pengaruh Indikator Mekanisme Corporate Governance Terhadap

Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia”, Fokus Ekonomi, Vol. 1, No. 2, h. 120-136.