analisis pengaruh konflik terhadap kinerja … · data yang digunakan dalam penelitian adalah data...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
(STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR –
CASTING PLANT)
Oleh
INDRA HARRY PERDANA
H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
(STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR –
CASTING PLANT)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INDRA HARRY PERDANA
H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
(STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR –
CASTING PLANT)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INDRA HARRY PERDANA
H24104110
Menyetujui, Agustus 2008
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ratih Maria Dhewi, SP, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Ujian : 1 Agustus 2008 Tanggal Lulus :
ABSTRAK
Indra Harry Perdana. H24104110 Analisis Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant). Di bawah bimbingan Jono M. Munandar dan Ratih Maria Dhewi
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi. Karyawan yang menghadapi konflik pribadi akan mudah sekali terkena stress. Hal ini dapat menghambat kinerja karena pekerjaan yang dilakukan sering terganggu dan tidak fokus. Oleh karena itu, keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi. Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis konflik karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant, (2) Menganalisis kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. (3) Menganalisis pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant (4) Merekomendasikan implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, dan literatur. Analisis data mengunakan analisis deskriptif dan Structural Equational Model (SEM) dengan software pengolah data Microsoft Excel 2007, SPSS versi 13.0 dan Lisrel 8.30.
Berdasarkan persepsi karyawan terhadap konflik, maka didapatkan bahwa konflik pada PT. Astra Daihatsu Motor (Casting – Plant) tergolong tinggi. Kemudian karyawan menganggap bahwa kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor (Casting – Plant) tergolong tinggi. Berdasarkan hasil dari pengolahan data menggunakan metode Structural Equational Model didapatkan bahwa konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan pada kondisi optimal. Indikator konflik yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan adalah masalah kompensasi, diikuti dengan lemahnya sistem dan fasilitas, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, dan masalah status.
Implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa berdampak positif terhadap kinerja yaitu dengan mempertahankan konflik pada kondisi optimal dengan memperhatikan kelima indikator dari konflik karyawan yaitu masalah kompensasi, lemahnya sistem dan fasilitas, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, dan masalah status.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1985 di DKI
Jakarta. Penulis yang bernama lengkap Indra Harry
Perdana adalah anak bungsu pasangan Bapak Ir.
Hendriawan Effendie dan Ibu Wieke Hinarti. Penulis
memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri
Menteng Dalam 05 Pagi, Jakarta Selatan tahun 1991 dan
lulus tahun 1997. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2
Depok, tamat pada tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas
pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok, pada tahun 2004, kemudian pada
tahun yang sama melanjutkan studi di sekolah kedinasan Politeknik Gajah
Tunggal jurusan D3 Teknik Elektro. Kemudian pada tahun 2004 penulis
melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB.
Selama studi penulis aktif di beberapa organisasi, antara lain Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) sebagai
Ketua Departemen Pengembangan Ekonomi & Kewirausahaan pada periode
2005-2006 dan Ketua Departemen Olahraga & Budaya pada periode 2006-2007,
Forum Silaturahmi Mahasiswa dan Studi (FORMASI) sebagai Ketua Divisi
Ekonomi & Kewirausahaan periode 2005-2006, Unit Kegiatan Khusus (UKK)
dan POLTEK GT sebagai Komandan Peleton. Penulis aktif pada kepanitiaan-
kepanitaan di kampus, antara lain: Ketua Pelaksana 1st Banking Goes To Campus,
Ketua Perusahaan Dies Natalis FEM 2007, Ketua Malam Keakraban Manajemen
2006, Koor. Acara Employee Versus Entrepreneur (EVE) 2006 dan lain-lain.
Penulis pernah menjadi Runner Up Olimpiade Mahasiswa IPB, Cabang
Futsal, Best 5th Bina Nusantara Stock Exchange Simulation, dan Quarter Final
Turnament Futsal FE UI Cup. Penulis sempat berprofesi sebagai guru mata
pelajaran kimia pada Bimbingan Belajar PRIMAGENESHA di Tangerang pada
tahun 2003 dan pada PT. Puteri Cahaya Kharisma (Performax) sebagai freelance
Event Organizer di acara Sampoerna Agro Agrinex 2008.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan pertolongan dan anugerah-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang
berjudul “Analisis Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus:
PT. Astra Daihatsu Motor-Casting Plant).
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah
memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung
maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai akhirnya skripsi ini
terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc selaku dosen pembimbing pertama
yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan pembelajaran
hidup yang sangat berarti kepada penulis selama penelitian.
2. Ibu Ratih Maria Dhewi, SP, MM selaku dosen pembimbing kedua yang
dengan sabar memberikan bimbingan, kritik, saran, dan pengarahan serta
mendengarkan keluh kesah penulis.
3. Kedua orang tua, Ir. Hendriawan Effendie dan Wieke Hinarti. Terima kasih
atas didikan yang penuh kasih sayang selama ini. Semoga anakmu bisa
bermanfaat bagi bangsa dan agama.
4. Kakak tercinta Iwan Hendra Susilo dan Mbak Ruri. Terima kasih atas kritik
dan sarannya. Semoga kita bisa membuat bangga orangtua, bangsa dan
negara.
5. Bapak Ahadiyat S.Sos selaku pembimbing di PT. Astra Daihatsu Motor-
Casting Plant yang telah memberikan kesempatan, pengarahan, saran, dan
kritik selama penulis melakukan penelitian.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen, khususnya
Departemen Manajemen yang telah membimbing dan membantu penulis
selama menyelesaikan studi di FEM IPB.
7. Generasi Byru (Roy, Yuda, Annas, Yanda, Aufiya, Reza, Engkong, Ibnu,
Habib, Ijal, Agus, Dior, Bawon, Wiliam dan Opik) yang senantiasa
iii
menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan penelitian. Sampai
selamanya kita sahabat....
8. Feri, Najmi, Tara, Islam, Putros, Hafiz, Wily, Ipang, Irvan, Dika, Ristia,
Empek, Meri, Efi, Miranti, dan teman-teman seperjuangan lainnyan di
Kabinet Generasi Emas BEM FEM IPB. You are the best event organizer and
agent of change!!!
9. Dio, Cici, Hepi, Fehmi, Aorora, Adit, dan Lesty. Semoga anak-anak OB
menjadi Orang ”Besar” !!!
10. Rio Eldianson, Tika Andansari, Imelda Karyawira, Linda F, Wisnu, Rijky
Saefuloh. dan teman-teman pengurus BEM FEM periode 2005-2006,
terimakasih atas dukungannya.
11. Lulu, Tatu, Bayu, Amel dan Ade Yus di PEK. Semoga jadi pengusaha sukses
12. Yuli dan Yunita Manajemen 41. Terima kasih sudah mengajarkan LISREL
8.30.
13. Panitia 1st Banking Goes To Campus. We Are The Best Event Organizer !!!
14. Adit, Pur, Ferdi, Irwan, Ivan, Eno, Rona dan teman-teman lain di Politeknik
Gajah Tunggal dan Universitas Lampung. Terima kasih atas kenangan
indahnya selama di Tangerang dan Bandar Lampung.
15. Teman-teman Manajemen 41, terimakasih atas dukungannya.
16. Teman-teman di SMA 1 Depok lulusan 2003 terutama Rohis 1 Depok
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak, yaitu perusahaan sebagai sumbang saran yang positif untuk dapat
meningkatkan kinerja karyawan melalui pelaksanaan promosi jabatan selanjutnya.
Selain itu, memberikan manfaat bagi masyarakat umum sebagai sumber data dan
informasi yang layak sebagai langkah awal penelitian lainnya.
Bogor, 25 Juli 2008
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP.................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.............................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah......................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7 2.1. Manajemen ..................................................................................... 7
2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia .............................................. . 8 2.3. Konflik..................................................................... ..................... . 8 2.4. Produktivitas ................................................................................. 20 2.5. Kinerja........................................................................................... 20 2.6. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ................................................... 22
III. METODE PENELITIAN.................................................................. 32 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ...................................... ........... 32 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional................................................. 34 3.3. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... 37 3.4. Jenis dan Sumber Data ........................................ ........................ 37 3.5. Metode Pengumpulan Data ........................................ ................. 37 3.6. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data................................. 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 45 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ...................................................... 45 4.1.1. Sejarah PT. Astra Daihatsu Motor, Tbk............................... 45 4.1.2. Struktur Organisasi PT Astra Daihatsu Motor, Tbk.. ......... 46 4.1.3. Kondisi dan Lingkungan Kerja PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant........... ......................................................... 47 4.1.4. Struktur Organisasi dan Job Description........................ .... 49 4.1.5. Jumlah Tenaga Kerja. ........................................................ 54 4.1.6. Sistem Sumber Daya Manusia. .......................................... 54 4.1.7. Pengaturan jam kerja.......................................................... 55 4.1.8. Faktor-faktor konflik pada PT. Astra Daihatsu Motor
v
– Casting Plant.. ................................................................ 56 4.2. Karakteristik dan Sebaran Responden .......................................... 58 4.2.1. Karakteristik Responden...................................................... 58 4.2.2. Sebaran Responden ............................................... ............. 61 4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 61 4.4. Analisis Persepsi Karyawan Terhadap Konflik dan Kinerja Karyawan................................................................... 63 4.4.1. Persepsi Responden Terhadap Konflik Karyawan.............. 64 4.4.2. Persepsi Responden Terhadap Kineja Karyawan ............... 69 4.5. Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Karyawan.............................. 73 4.5.1. Variabel Laten Bebas Konflik Karyawan............................ 75 4.5.2. Variabel Laten Terikat Kinerja Karyawan. ......................... 79 4.6. Implikasi Manajerial ..................................................................... 83 4.6.1. Masalah Kompensasi.................... ...................................... 84 4.6.2. Kesalahan Instruksi Atasan (vertikal). ................................ 86 4.6.3. Kesalahan Koordinasi Antar Karyawan (horizontal)........... 87 4.6.4. Masalah Status .................................................................... 89 4.6.5. Lemahnya Sistem dan Fasilitas.................... ....................... 91 V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 94 6.1. Kesimpulan ................................................................................. 94 6.2. Saran............................................................................................ 95 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 96
LAMPIRAN.............................................................................................. 99
vi
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Pandangan Tradisional dan Modern tentang Konflik................. 9 2. Sebaran Kuesioner...................................................................... 61 3. Posisi tanggapan / keputusan responden..................................... 63
4. Persepsi responden terhadap masalah kompensasi..................... 64 5. Persepsi responden terhadap kesalahan instruksi
atasan..........................................................................................
65 6. Persepsi responden terhadap kesalahan koordinasi antar
karyawan……………………………….....................................
66 7. Persepsi responden terhadap lemahnya sistem dan
fasilitas………………………………........................................
67 8. Persepsi responden terhadap masalah status............................... 68 9. Persepsi responden terhadap konflik karyawan.......................... 69 10. Persepsi responden terhadap tingkat kehadiran.......................... 69 11. Persepsi responden terhadap kemampuan karyawan.................. 70 12. Persepsi responden terhadap produktivitas karyawan...…......... 71 13. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan atasan dan
bawahan…….………………………........................................
71 14. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan antar
karyawan…….………………………........................................
72 15. Persepsi responden terhadap kinerja karyawan PT. ADM –
Casting Plant...………………………........................................
73 16. Variabel-variabel penelitian...........................................…......... 73 17. Kontribusi variabel indikator terhadap pembentukan efektifitas
terjadinya konflik.…………………….......................................
76 18. Peningkatan kinerja yang diharapkan dengan terjadinya
konflik karyawan secara berturut-turut.………..........................
80
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Jumlah pemogokan karyawan tahun 1990 – 2007................ 2 2. Kerangka pemikiran konseptual penelitian............................... 33 3. Kerangka pemikiran operasional penelitian.............................. 36 4. Diagram lintas kerangka hubungan konflik terhadap kinerja
karyawan....................................................................................
43 5. Karakteristik usia responden...................................................... 59 6. Karakteristik tingkat pendidikan responden…….…………….. 59 7. Karakteristik masa kerja responden........................................... 60 8. Karakteristik pendapatan responden......................................... 60 9. Nilai uji nyata (Uji-t) model struktural...................................... 62 10.
11.
Diagram lintas model pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan.................................................................................... Pengaruh konflik terhadap kinerja .........................................
74 83
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Hasil perhitungan construct reliability model struktural……... 100 2. Syntax model konflik terhadap peningkatan kinerja
karyawan....................................................................................
101 3. Qplot of standardized residuals................................................ 102 4. Goodness of fit statistics…....................................................... 103 5. Organization structure of casting plant division .................... 104
ix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemberlakuan kebijakan perdagangan bebas pada beberapa kawasan di
dunia membuat persaingan global semakin kompetitif. Perdagangan bebas
membuat proteksi-proteksi yang dilakukan setiap negara menjadi berkurang.
Deregulasi dan debirokrasi yang diterapkan sejumlah negara membuat
kegiatan ekonomi di dunia menjadi cross borderless. Kondisi ini dapat
dimanfaatkan para pelaku pasar untuk melakukan perdagangan internasional
guna meningkatkan market share. Bagi negara maju, perdagangan bebas
dapat berguna bagi pelaku usahanya untuk melakukan relokasi industri dan
mendapatkan sumber daya dari negara lain yang memiliki cost lebih murah.
Sedangkan bagi negara berkembang, proses relokasi industi dari negara maju
akan membantu di dalam proses transfer IPTEK dan turut membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Dengan demikian, setiap negara
berkesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Pemerintah Indonesia mencoba untuk membuat undang-undang yang
memudahkan semua pihak untuk berinvestasi di Indonesia. Melalui Undang-
Undang Penanaman Modal (UU PM) yang dikeluarkan pada Maret 2007,
pemerintah berusaha untuk memperbaiki birokrasi dan regulasi yang
mempersulit investor dalam menanamkan modal. Kebijakan deregulasi dan
debirokrasi yang termuat di dalam UU PM, diharapkan dapat meningkatkan
jumlah perusahaan-perusahaan baru dan menambah investasi pada sektor riil.
Sehingga, dalam jangka panjang kondisi ini akan berpengaruh pada
peningkatan Pendapatan Nasional Bruto.
Dampak dari persaingan global membuat direksi perusahaan dituntut
untuk dapat melakukan efisiensi biaya pada setiap lini. Pengaruhnya pada
lini sumber daya manusia yaitu adanya perampingan jumlah karyawan guna
meminimalisir cost tenaga kerja. Oleh sebab itu, perampingan karyawan
membuat ketersediaan sumber daya manusia menjadi terbatas. Sehingga
karyawan yang ada di perusahaan seringkali diberi beban kerja yang
berlebihan oleh perusahaan. Hal ini yang membuat karyawan sering
2
Jumlah Pemogokan Kerja 1990 - 2007
050
100150200250300350400
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jml pemogokan
mengalami konflik. Menurut Haryadi (1995), akibat adanya ketidakadilan
dan eksploitasi, buruh menuntut hak-haknya melalui kenaikan upah,
tunjangan hari raya, perbaikan syarat kerja, pendirian dan pengembangan
serikat kerja jamsostek, kesepakatan kerja bersama, perbaikan kerja
kebijakan lembur, melalui berbagai bentuk protes, demonstrasi, mogok,
hingga aksi kerusuhan. Pemogokan sebenarnya merupakan perwujudan dari
adanya konflik kepentingan yang tidak terakomodasi dalam manajemen
organisasi yaitu golongan yang mempunyai wewenang dalam hal ini pemilik
atau kaum kapitalis dan golongan buruh yang tidak mempunyai wewenang
sama sekali Haryadi (1995). Aksi perlawanan buruh seperti pemogokan,
unjuk rasa, demonstrasi mengalami fluktuasi dari tahun 1990 sampai tahun
2007, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Jumlah pemogokan karyawan tahun 1990 – 2007. (Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas )
PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) merupakan perusahaan otomotif
yang sampai dengan periode Maret 2008 telah mempekerjakan 9.200 tenaga
kerja. Di tahun 2007, PT. ADM ditargetkan memproduksi 150.000 unit
mobil sehingga memerlukan tambahan tenaga kerja sejumlah 3.000 personil
(Sumber : Suara Pantura Suara Merdeka, Hal.D, 30 Maret 2007). Menurut
Schmidt dan Kochan (1972), konflik erat kaitannya dengan kontak sosial,
sehingga dengan jumlah karyawan yang besar, akan membuat perusahaan
semakin rentan terhadap konflik akibat dari kontak sosial di perusahaan.
Ikatan Karyawan Daihatsu (Ikada) pernah melakukan unjuk rasa ketika
terjadi proses akuisisi dari manajemen PT. Gaya Motor ke manajemen PT.
Astra Daihatsu Motor. Unjuk rasa dilakukan karena sebagian karyawan
3
berbeda persepsi mengenai kompensasi dan statusnya yang tidak jelas ketika
terjadi pengakuisisian. Selain itu, Ikatan Karyawan Daihatsu (IKADA)
pernah melakukan solidaritas dengan bergabung bersama Aliansi Buruh
Menggugat untuk menggelar aksi demonstrasi menentang revisi Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang di dalamnya menyangkut masalah
pesangon dan gaji nasional yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan
Vietnam. Menurut Ashfinati dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
menyatakan bahwa seharusnya UMR Indonesia lebih besar dari Vietnam
mengingat Produk Domestik Bruto Indonesia masih lebih besar dari
Vietnam.
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi.
Oleh karena itu, keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi
setiap pimpinan atau manajer organisasi. Menurut Haryadi (1995), Karyawan
yang menghadapi konflik pribadi akan mudah sekali terkena stress. Hal ini
dapat menghambat kinerja karena pekerjaan yang dilakukan sering terganggu
dan tidak fokus. Puncak dari konflik yang tidak terakomodir akan
mengakibatkan para karyawan melakukan pemogokan. Jika hal ini terjadi,
tentunya perusahaan akan mengalami kerugian yang cukup besar karena
aktivitas produksi perusahaan terhenti oleh adanya pemogokan tersebut.
Akan tetapi, konflik tidak selalu harus dihindari karena dampaknya tidak
selalu negatif. Tanpa adanya konflik, perusahaan akan resisten terhadap
perubahan-perubahan lingkungan yang terus berubah. Perubahan lingkungan
yang wajar justru akan mengakibatkan ketidaknyamanan karena individu
menolak perubahan. Konflik tetap diperlukan asal terkendali, sehingga
konflik tetap menjadi salah satu sumber motivasi penting untuk
meningkatkan kinerja karyawan.
Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik
berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah
kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan,
dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Tingkat konflik yang tidak
memadai (terlalu rendah) atau terlalu berlebihan (konflik tinggi) dapat
4
merintangi keefektifan organisasi untuk mencapai kualitas pelayanan publik
yang tinggi. Kedua situasi ektrim ini dapat memunculkan sikap-sikap aparat
yang apatis, absenteisme tinggi, bekerja seadanya, tidak empatik terhadap
pengguna jasa, dan sebagainya; yang pada akhirnya akan memperendah
kinerja karyawan.
Seorang pimpinan harus memahami teknik manajemen konflik untuk
mengeola konflik menjadi optimal. Pemahaman teknik tersebut akan
memudahkan tugas pimpinan dalam menyelesaikan konflik-konflik yang
terjadi dan menyalurkannya ke arah yang positif. Dengan manajemen konflik
yang baik maka perusahaan dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan konflik, untuk selanjutnya diformulasikan oleh manajer agar
feedback untuk konflik tersebut bisa berdampak positif bagi kinerja
karyawan.
1.2. Perumusan Masalah
Dewasa ini, perusahaan justru menggunakan konflik bukan lagi
sebagai suatu hal yang harus dihindari. Sebaliknya, konflik sering digunakan
sebagai alat untuk dan meningkatkan kinerja karyawan. Dengan jumlah
karyawan sebesar 9.200 tentunya bukan hal yang mudah bagi PT. Astra
Daihatsu Motor di dalam mengelola konflik-konflik yang timbul di dalam
perusahaan. PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant adalah pabrik dari PT.
ADM yang memiliki jumlah karyawan 450 orang dan pabrik ini dinilai renan
terjadinya konflik. Di sisi lain, PT. Astra Daihatsu Motor adalah perusahaan
yang ingin menjadikan konflik sebagai input untuk meningkatkan kualitas
kerja karyawan. Dengan konflik, karyawan dapat memperoleh pengalaman
dan proses pembelajaran yang tidak didapatkan melalui pelatihan atau
pendidikan formal lainnya. Pihak manajemen PT. ADM sengaja menciptakan
kondisi tidak ideal agar tercipta konflik. Dengan kondisi tersebut, karyawan
diajak untuk berpikir kritis mengatasi masalah yang ada di perusahaan.
Biasanya, konflik di PT. ADM diatasi dengan perundingan antara pihak
manajemen dan serikat karyawan. Output yang diharapkan oleh PT. ADM
adalah terbentuknya karyawan yang berkualitas yang nantinya akan
berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan.
5
Oleh karena itu, sangat menarik untuk dipelajari lebih jauh mengenai
proses manajerial untuk mengelola konflik menjadi suatu input yang
bermanfaat bagi kinerja karyawan perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konflik karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor
– Casting Plant?
2. Bagaimana kinerja karyawan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant?
3. Bagaimana pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan PT. Astra
Daihatsu Motor – Casting Plant?
4. Bagaimana implikasi manajerial agar konflik berdampak positif bagi
kinerja karyawan di PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu menjawab permasalahan
mengenai pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan khususnya pada PT.
Astra Daihatsu Motor. Kemudian, penelitian ini diharapkan bisa merubah
paradigma para stahekolder yang menganggap bahwa konflik sebagai hal
yang harus dihindarkan. Melalui pendekatan manajemen konflik yang baik,
konflik bisa berjalan optimal dan menjadi input yang bisa meningkatkan
kinerja perusahaan dengan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini
antara lain:
1. Menganalisis konflik karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting
Plant.
2. Menganalisis kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting
Plant.
3. Menganalisis pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. Astra
Daihatsu Motor – Casting Plant.
4. Merekomendasikan implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa
berdampak positif bagi kinerja karyawan.
6
1.4. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa
pihak, diantaranya:
1. Perusahaan
Hasil penelitian yang dibahas oleh penulis dituangkan dalam kesimpulan
rekomendasi diharapkan dapat menjadi sumbang saran yang positif bagi
perusahaan khususnya dalam melakukan manajemen konflik di
perusahaan.
2. Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman praktis dalam
menerapkan teori yang selama ini diperoleh di perkuliahan terkait dengan
masalah konflik perusahaan.
3. Pembaca
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah karya
ilmiah yang mampu memperkaya khasanah ilmiah. Selain itu, skripsi ini
diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan masukan untuk menambah
wawasan mengenai manajemen konflik perusahaan.
4. Bagi karyawan, penelitian ini dapat menjadi masukan mengenai
pentingnya eksistensi karyawan dalam berserikat dan menjalankan kinerja
perusahaan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen
Stoner (1996) mendefinisikan manajemen sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian pekerjaan anggota
organisasi serta menggunakan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Jadi, manajemen adalah
proses perpaduan berbagai sumber daya yang tidak berkaitan ke dalam suatu
total sistem untuk tercapainya tujuan.
Menurut Kast dan Rosenzweig (1995) mengatakan bahwa manajemen
adalah pekerjaan mental (intuisi, pikiran, dan perasaan) yang dilaksanakan
oleh orang-orang dalam konteks organisasi, manajemen mencakup hal-hal
berikut :
1. Mengkoordinir sumber daya manusia, material dan keuangan ke arah
tercapainya sasaran organisasi secara efektif dan efisien.
2. Menghubungkan organisasi dengan lingkungan luar dan menanggapi
kebutuhan masyarakat.
3. Mengembangkan iklim organisasi dimana orang dapat mengejar sasaran
perseorangan (individu) dan sasaran bersama (kolektif).
4. Melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang dapat ditetapkan seperti
menentukan sasaran, merencanakan, merakit sumber daya,
mengorganisir, melaksanakan, dan mengawasi.
5. Melaksanakan berbagai peranan antar pribadi, informasional, dan
memutuskan.
Selanjutnya Stoner (1992) mendefinisikan manajer adalah siapa saja
yang bertanggung jawab atas bawaahannya dan sumber daya lain dari
organisasi. Menurut Robins (1996) bahwa manajer adalah individu yang
mencapai tujuan lewat orang lain. Sedangkan Radjab mengatakan bahwa
manajer adalah individu yang membeli tenaga kerja. Sedangkan Schneider
(1993) mengemukakan salah satu ciri kelompok manajer adalah para
anggotanya yang dianggap meniti suatu karir.
8
2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia (SDM) adalah ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat
(Hasibuan, 2005). Arep dan Tanjung (2003) menjelaskan bahwa manajemen
SDM adalah ilmu dan seni yang mengatur unsur manusia (cipta, rasa dan
karsa) sebagai aset suatu organisasi demi terwujudnya organisasi dengan cara
memperoleh, mengembangkan dan memelihara tenaga kerja secara efektif
dan efisien. Sedangkan menurut Mangkunegara (2002), manajemen SDM
dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan
sumberdaya yang ada pada individu (pegawai). Dimana pengelolaan dan
pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal dalam dunia kerja
untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai.
2.3. Konflik
Menurut Schmidt dan Kochan (1972), konflik adalah suatu
perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan
menunjukkan permusuhan secara terbuka dan mengganggu dengan sengaja
pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya.
Menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh
adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber
pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam
beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Menurut Gardiner, P.D. dan Simmons, J.E.L (1992) konflik adalah
suatu pertikaian kepentingan-kepentingan, objektif atau keutamaan diantara
individu-individu, kelompok, atau organisasi, atau ketidakcocokan kepada
kehendak-kehendak sesuatu tugas, aktivitas atau proses. Sedang menurut
Robbins (1996) konflik didefinisikan sebagai proses dimana sebuah upaya
yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang
dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang
menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai
tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
9
Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan tentang konflik
menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan
modern (current view). Perbedaan kedua pandangan tersebut disajikan dalam
Tabel 1. yang menjelaskan konflik dari sudut pandang tradisional dan
modern.
Tabel 1. Pandangan Tradisional dan Modern tentang Konflik
Pandangan Tradisional Pandangan Modern Konflik dapat dihindari Konflik tidak dapat dihindari Konflik disebabkan oleh kesalahan manajemen dalam merancang dan memimpin organisasi
Konflik disebabkan oleh banyak faktor: struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai-nilai, dsb.
Konflik mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal
Konflik mengurangi kinerja organisasi dalam pelbagai tingkatan
Manajemen bertugas mengeliminir konflik
Manajemen bertugas mengelola dan mengatasi konflik, sehingga tercapai kinerja yang optimal
Untuk mencapai kinerja yang optimal maka konflik harus dihilangkan
Untuk mencapai kinerja yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat
Pandangan tradisional (The Traditional View) menyatakan bahwa
semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif,
merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini,
konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai
perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat
sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya
kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer
untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)
berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam
semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan
dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan
10
kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir
dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.
Jenis konflik dibagi bermacam-macam tergantung pada dasar yang
digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar
fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik,
dan sebagainya.
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi
dua macam, yaitu:
1. Konflik fungsional (Functional Conflict),yaitu konflik yang mendukung
pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
2. Konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict), yaitu konflik yang
merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik
mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi
kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu
tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang
membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah
dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja
individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok,
walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan
fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan
individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut
disfungsional.
Selain itu, Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar
konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat
mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya
ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Selanjutnya
Robbins menjelaskan bahwa konflik itu baik bagi organisasi jika:
1. Konflik merupakan suatu alat untuk menimbulkan perubahan;
2. Konflik mempermudah terjadinya keterpaduan (cohesiveness) kelompok;
3. Konflik dapat memperbaiki keefektifan kelompok dan organisasi;
11
4. Konflik menimbulkan tingkat ketegangan yang sedikit lebih tinggi
dan lebih konstruktif.
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan
Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini
terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan,
atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2. Konflik antar individu (conflict among individuals). Terjadi karena
perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang
satu dengan individu yang lain.
3. Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and
groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma -
norma kelompok tempat ia bekerja.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among
groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing -
masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing
berupaya untuk mencapainya.
5. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini
terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan
dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan
sumberdaya yang sama.
6. Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among
individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat
sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak
negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer
public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang
dilansir seorang jurnalis.
Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat
dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik
tersebut adalah sebagai berikut:
12
1. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang
memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara
atasan dan bawahan.
2. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang
memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi.
Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang
biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya
berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban
lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi
tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan
oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas:
substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan
destructive conflict.
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis.
Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada
banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik
antara lain sebagai berikut :
1. Latent Conflict
Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau
mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat
mengawali proses konflik.
2. Antecedent Conditions
Dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat
bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik.
Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan
untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan
ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang
mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah
pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah
13
dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam
kenyataannya tidak terjadi.
3. Perceived Conflict
Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari
bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa
rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang
berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman.
Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi
memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar
yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama
yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses
konflik itu akan cenderung berlanjut.
4. Felt Conflict
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang
merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial,
ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan
bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain,
sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir
bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
5. Manifest Conflcit
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap
situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada
tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik
yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
6. Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam
berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang
mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil
langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan
datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu
sendiri. Hal ini terjadi jika kedua beJah pihak menghindari terjadintya reaksi
yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja
14
Menurut Robbins yang dikutip Kenneth dan Garry (1992), konflik
muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent
conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya
konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu:
1. Rintangan dalam komunikasi.
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan
kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber
konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan
semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan
dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
2. Persaingan terhadap sumber daya
Sumber daya dalam organisasi seperti anggaran, ruang kerja, personalia
dan pelayanan yang semakin dibutuhkan oleh masing-masing individu
atau kelompok akan menjadi sumber konflik. Hal ini mudah dimengerti
karena kepemilikan akan sumber-sumber tersebut berkorelasi positif
terhadap ketenangan mereka bekerja secara logis kalaudiperebutkan.
3. Ketergantungan tugas
Satu kelompok kerja yang terdiri dari beberap individu, keberhasilan
kerjanya tergantung pada tujuan ataupun prioritas individu tersebut. Jika
berbeda, misalnya satu pihak menghendaki kualitas kerja yang
diutamakan sedangkan yang lain mengutamakan kuantitas kerja, maka
konflik akan terjadi.
4. Masalah status
Jika individu ataukelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki
status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu
gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-
cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya,
kelompok lain yang memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi
memiliki sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka
berstatus lebih rendah.dengan contoh sederhana ini jelas bahwa masalah
status menjadi salah satu penyebab konflik.
15
5. Struktur (kekaburan batas-batas bidang kerja)
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang
mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan
kepada anggota kelompok, kejelasan juridiksi (wilayah kerja),
kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara
kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat
spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik.
Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka
semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
6. Variabel Pribadi (sifat individu)
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang
meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan
(idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan
menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang
sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan
sumber konflik yang potensial.
Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para
karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di
dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang
dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara
emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap
bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt
conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan
keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-
pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Misalnya,serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan
fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
Stoner (1992) mengatakan bahwa sumber utama konflik organisasi
adalah :
16
1. Pembagian sumberdaya
Keterbatasan sumberdaya vital menyebabkan munculnya konflik dimana
semua sumberdaya harus dialokasikan sehingga tidak terelakkan beberapa
kelompok akan memperoleh kurang dari yang diinginkan atau
dibutuhkannya.
2. Perbedaan tujuan
Sub unit organisasi cenderung menjadi khusus karena mengembangkan
tujuan, tugas dan personalia berbeda sehingga sering menyebabkan konflik
kepentingan atau prioritas.
3. Interdependensi aktivitas kerja
Interdependensi kerja terjadi apabila dua atau lebih sub unit tergantung
satu sama lain untuk mnyelesaikan tugasnya masing-masing.
4. Perbedaan nilai atau pandangan
konflik dapat disebabkan karena perbedaan nilai atau pandangan,
perbedaan tujuan di antara berbagai unit dalam organisasi dan
perbedaan sikap.
5. Gaya individu dan kekaburan dalam organisasi
Pada umumnya kemungkinan terjadi konflik antar kelompok sangat tinggi
apabila para anggota kelompok sangat berbeda dalam karakteristik seperti
sikap kerja, usia dan pendidikan.
Menurut Walton (1969) sebagaimana dikutip Mastenbroek (1986)
membedakan sumber konflik menjadi dua, yaitu :
1. Substantive issues, yaitu perselisihan tentang tujuan dan sarana,
persaingan untuk barang-barang langka.
2. Emotional issues, yaitu perasaan-perasaan negatif di antara anggota
organisasi.
Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu
(intergrated) menyeluruh untuk menetapkan tujuan organisasi dalam
penanganan konflik, menetapkan cara-cara mencegahnya dan program-
program pelaksanaannya (Informasi Hukum Vol. 5 Tahun VI, 2004). Lebih
lanjut manajemen konflik dirumuskan ke dalam empat hal.
17
1. Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem
nilai/kultur organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait
erat dengan ketiga hal tersebut.
2. Manajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha
pencegahan. Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusi-
solusi untuk setiap konflik yang muncul, maka usaha itu adalah usaha
penanganan konflik, bukan manajemen konflik.
3. Ketiga, sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate
wide) dan mengingat semua jajaran dalam organisasi.
4. Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen
konflik juga akan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan.
Dengan demikian maka semua program akan mencakup edukasi,
pelatihan dan program sosialisasi lainnya.
Stoner (1992) mengemukakan tiga jenis pengelolaan konflik, yaitu :
1. Stimulasi konflik
a. Minta bantuan orang luar.
Metode yang sering digunakan untuk mengguncangkan sebuah
organiasi sebuah organisasi yang mengalami kemandekan.
b. Menyimpang dari peraturan.
Membebaskan individu atau kelompok dari komunikasi yang biasa
mereka terima, atau menambah kelompok baru pada jaringan
informasi yang ada.
c. Menata kembali organisasi.
Membubarkan tim kerja dan bagian lama kemudian
mengorganisasikan kembali sehingga mempunyai anggota atau
tanggung jawab baru yang akan menciptakan suatu ketidakpastian
dan penyesuaian kembali.
d. Mendorong persaingan
Pemberian bonus, uang perdagangan, dan piagam penghargaan untuk
prestasi yang luar biasa akan memacu persaingan
18
e. Memilih manajer yang tepat.
Pemilihan manajer yang tepat untuk kelompok tertentu dapat
mendorong konflik yang berguna, yang sebelumnya belum pernah
ada.
2. Mengendalikan konflik.
a. Memberikan kepada setiap kelompok informasi yang menyenangkan
tentang kelompok lain.
b. Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan antar kelompok
dengan mengundang makan bersama dan menonton film bersama.
c. Meminta pemimpin kedua kelompok untuk berunding dan
memberikan informasi yang menyenangkan mengenai masing-
masing kelompok.
3. Mengatasi konflik
a. Kekuasaan dan pembenaman.
Metode kekuasaan dan pembenaman biasanya mempunyai dua ciri
umum, yaitu :
1) Keduanya menekan dan bukan menyelesaikannya;
2) Menciptakan situasi menang kalah.
Kekuasaan dan pembenaman dapat tejadi dengan cara berikut :
1) Paksaan.
Pembenaman otokratik dapat menjurus pada timbulnya konflik
tidak langsung namun bersifat destruktif seperti kepatuhan
dengan rasa dendam.
2) Pelunakan
Pelunakan merupakan salah satu cara untuk membuat konflik
menjadi lebih diplomatis.
3) Penghindaran
Bersikap seolah-olah konflik tidak ada sering merupakan suatu
penghindaram. Bentuk lainnya adalah penolakan untuk
menyelesaikan konflik dengan mengulur-ulur waktu atau
berulang kali menunda pengambilan tindakanan sampai tersedi
lebih banyak informasi.
19
4) Penentuan melalui suara mayoritas
Upaya untuk memecahkan konflik antar kelompok melalui suara
mayoritas dapat efektif jika para anggota menganggap prosedur
tersebut memang adil.
b. Kompromi
Kompromi merupakan metode penyelesaian konflik yang paling
lemah karena biasanya tidak menghasilkan pemecahan yang paling
baik untuk dapat membantu organiasi mencapai tujuannya. Bentuk
kompromi meliputi :
1) Pemisahan, dimana pihak-pihak yang bertikai dipisahkan sampai
mereka menyepakati suatu penyelesaian.
2) Arbitrasi, pihak yang terlibat di dalam perselisihan mengajukan
kepada pihak ketiga untuk mendapatkan pertimbangan.
3) Penyelesaian dengan undian. Penyelesaian dilakukan secara acak
ditentukan melalui undian seperti tos dengan uang logam.
4) Penggunaan peraturan, pihak yang menemui jalan buntu
berpaling pada peraturan organisasi untuk menyelesaikan konflik
yang mereka alami
5) Penyuapan, salah satu pihak menerima suatu kompensasi sebagai
imbalan untuk mengakhiri konflik.
c.. Pemecahan masalah terpadu
Dengan metode ini konflik antar kelompok diubah menjadi situasi
pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik
pemecahan masalah. Ada tiga macam metode pemecahan konflik
terpadu, yaitu :
1) Konsensus
Pihak yang terlibat dalam konflik mengadakan pertemuan
bersama untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk
masalah mereka dan tidak berusaha mencapai kemenangan untuk
salah satu pihak.
20
2) Konfrontasi
Pihakpihak yang bertentangan menyatakan pandangannya
asing-masing secara langsung kepada pihak lain.
3) Penetapan tujuan lebih tinggi
Pengalihan pad tujuan yang lebih tinggi dapat menjadi metode
Pengurangan konflik yang efektif dengan mengalihkan perhatian
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dari tujuan mereka yang
berbeda dan bersaing.
2.4. Produktivitas
Menurut Dewan Produktivitas Nasional dalam Umar (2005)
produktivitas memiliki pengertian sebagai sikap mental yang selalu
berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin. Namun, produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan
antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang
digunakan (input). Dengan kata lain bahwa produktivitas memiliki dua
dimensi. Dimensi pertama yaitu efektivitas yang mengacu kepada
pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Dimensi kedua yaitu
efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan
realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
2.5. Kinerja
Menurut Robbins (1996) kinerja diartikan sebagai ukuran hasil kerja.
Hasil yang menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam
melaksanakan tugas dan berusaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
Sedangkan menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja seseorang adalah
kemampuan (ability) dan faktor motivation. Kemudian John Witmore dalam
Coaching for Perfomance (1997 : 104) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-
fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu
pameran umum keterampilannya. Pengertian Kinerja Masing-masing
21
anggota organisasi memiliki dorongan yang berbeda-beda agar kayawan mau
bekerja dengan baik. Yang dimaksud mau bekerja dengan baik disini adalah
bahwa dorongan merupakan kesediaannya untuk mengeluarkan tingkat
upaya yang lebih tinggi kearah tercapainya sasaran bahkan tujuan organisasi.
Apabila suatu anggota organisasi termotivasi, maka akan berusaha dengan
segala kemampuan yang ada.
Kinerja menurut Stoner (dalam Swassto, 1997: 10), menyatakan bahwa
kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh
individu, kelompok atau organisasi. Hal ini berarti bahwa kinerja terdiri dari
tiga komponen yaitu kualitas, kuantitas dan efektifitas. Dimana antara ketiga
komponen ini tidak dapat dipisah antara yang satu dengan yang lainnya.
Untuk itulah maka kinerja karyawan dapat dilihat dari kualitas, kuantitas dan
efektifitas. Menurut Vroomian (1991: 8), menyatakan bahwa kinerja atau
prestasi kerja adalah tingkat sejauhmana keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan pekerjaannya yang disebut level of performance. Biasanya
orang yang level performancenya tinggi disebut sebagai orang yang
produktif dan sebaliknya orang yang level performancenya rendah atau tidak
mencapai standart maka dapat dikatan sebagai tidak produktif.
Suprihanto (1988: 7) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja
seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama
periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (target,
standart, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan dan disepakati terlebih
dahulu). Menururt mode Vroomian (2000: 59), performance kerja seseorang
merupakan fungsi dari interaksi perkalian antara motivasi dan Ability.
Alasan dari hubungan perkalian ini adalah jika seseorang rendah pada salah
satu komponennya, maka prestasi kerjanya pasti akan rendah pula. Dengan
kata lain seseorang yang performance kerjanya rendah, maka hal ini dapat
merupakan hasil dari motivasi yang rendah atau kemampuannya tidak baik
atau hasil dari kedua komponen motivasi dan kemampuan yang rendah.
22
Steers et al dalam Nourizar (2002) mengatakan bahwa kinerja
karyawan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Motivasi karyawan
2. Kemampuan dan keterampilan
3. Kejelasan dan penerimaan tugas
4. Kesempatan untuk berkinerja
Faktor kinerja menurut Mangkunegara (2000) antara lain, yaitu:
1. Kemampuan
2. Motivasi
Penilaian Kinerja Menurut Simamora (1999: 415-416), penilaian
kinerja (performance appraisal) adalah proses dengan organisasi
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Lebih lanjut Mark C. Weig dalam
Prawirosentono (1999: 214-216), mengatakan bahwa penilaian kinerja adalah
proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen
untuk memberi informasi kepada karyawan secara individual tentang mutu
hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan perusahaan. Menurut
Handoko (1999: 138), penilaian kinerja hendaknya memberikan suatu
gambaran yang akurat mengenai kinerja karyawan. Untuk dapat mencapai
tujuan ini sistem-sistem penilaian harus hubungan dengan pekerjaan, praktis,
mempunyai standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat
diandalkan.
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Nenik Rahmawati (2003) yang
berjudul Konflik Industrial dan Proses Penyelesaiannya (Studi Kasus T.X.,
Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat). Penelitian Nenik Rahmawati
mengangkat masalah mengenai konflik industrial perusahaan tekstil di
Purwakarta. Pemicu konflik pada PT. X terletak pada sistem upah yang
dianggap terlalu rendah oleh serikat kerja PT. X. Di satu sisi, pihak
manajemen PT. X menganggap bahwa upah sebesar Rp. 700.000/ bluan yang
diterima karyawan sudah termasuk besar mengingat UMR/UMK Kabupaten
Purwakarta sebesar Rp. 485.000.
23
Tujuan dari penelitian yang dilakukan Rahmawati (2003) adalah :
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab konflik industrial PT. X
2. Mengetahui pihak-pihak yang terlibat konflik industrial PT. X
3. Mengetahui proses penyelesaian dan hasil akhir dari konflik industrial
PT. X
Penelitian Rahmawati (2003) diolah dengan metode kualitatif dengan
studi kasus yang bersifat eksploratif deskriptif. Data yang diperoleh melalui
wawancara mendalam terhadap 8 orang informan dan 5 subjek penelitian.
Pengumpulan data melalui kepustakaan, laporan dan sebagai pembanding
digunakan tampilan kasus pada artikel PT. Great River Indonesia.
Hasil penelitian Nenik Rahmawati menunjukkan bahwa faktor
penyebab konflik industrial adalah kondisi ekonomi buruh dan manajemen
dalam perusahaan.. Pada PT. X, upah karyawan yang rendah tidak sebanding
dengan pendapatan perusahaan yang mengalami peningkatan. Kemudian
manajemen perusahaan melakukan pengelolaan konflik dengan dua tahapan,
yaitu :
1. Tahap pertama yaitu melakukan perundingan yang dilakukan antara
pihak buruh yang diwakilkan oleh Pengurus Unit Kerja (PUK), pihak
pengusaha dan pihak pemerintah (Bupati, Depnaker, dan aparat polisi).
2. Tahap kedua yang dilakukan dengan membagikan angket mengenai
tanggapan mengenai kenaikan gaji sebesar Rp. 90.000/bulan.
Persamaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan Nenik
Rahmawati adalah sama-sama meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
konflik perusahaan dan pengelolaan dari konflik. Sedangkan perbedaannya
adalah pada penelitian Rahmawati (2003) tidak membahas hubungan konflik
dengan kinerja. Kemudian pada penelitian Rahmawati (2003), digunakan
metode kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dan kuantitatif dengan analisis Structural Equational Model (SEM).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunika Raimona (2003)
yang berjudul Peran Komunikasi Organisasi dalam Pengelolaan Konflik
(Kasus Hubungan antara Manajer dan Buruh pada Organisasi Perusahaan di
Kabel di Cimanggis, Bogor). Penelitian Raimona (2003) mengangkat
24
masalah efektivitas komunikasi dalam organisasi yang menjadi faktor utama
pemicu konflik. Sifat manajer pada penelitian ini lebih kepada pandangan
interaksionis, yaitu konflik dianggap sebagai kejadian yang tidak dapat
dielakkan, bahkan diperlukan untuk membantu meningkatkan kinerja
karyawan. Pada penelitian Raimona (2003) diperlukan efektivitas
komunikasi untuk mengelola konflik perusahaan. Perusahaan kabel yang
menjadi studi kasus penelitian Raimona (2003) menekankan pada metode
kompromi untuk mengelola konflik. Penelitian Raimona (2003) bertujuan
untuk mengidentifikasi :
1. Peran faktor-faktor komunikasi organisasi sebagai media untuk mengatasi
permasalahan konflik antara manajer dan buruh
2. Pola komunikasi mana yang efektif untuk suatu organisasi indusri.
Skripsi Raimona (2003) menggunakan alat analisis uji korelasi Rank
Spearman untuk mengetahui hubungan antara karakteristik manajer dan
buruh dengan efektivitas jaringan komunikasi, hubungan antara efektivitas
jaringan formal dan informal dengan intensitas konflik, serta hubungan
antara intensitas konflik dengan pengelolaan konflik.
Hasil dari penelitian didapatkan bahwa intensitas konflik berhubungan
negatif dengan pengelolaan konflik. Jadi, semakin besar intensitas konflik
maka semakin kecil pengelolaan konflik. Begitu pula sebaliknya, semakin
kecil intensitas konflik maka semakin besar pengelolaan konflik yang telah
dilakukan manajer perusahaan.
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Raimona (2003)
yaitu terletak pada metodologi penelitian yang menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan perbedaanya terletak pada alat analisis
penelitian ini yang menggunakan Structural Equational Model (SEM),
sedangkan penelitian Raimona (2003) menggunakan Rank Spearman.
Pada tesis Asep Syaiful Bahri (2005) yang berjudul Proses Komunikasi
Antarpribadi dalam Konflik Organisasi (Kasus Divisi Agribisnis Bank X
Jakarta), tesis ini mengangkat masalah yang hampir sama dengan skripsi
Yunika Raimona (2003) yang berjudul Peran Komunikasi Organisasi dalam
Pengelolaan Konflik. Akan tetapi tesis Bahri (2005) lebih mengangkat
25
kepada konflik antar pribadi di perusahaan. Dalam hal ini yang menjadi
obyek adalah karyawan Divisi Agribisnis Bank X Jakarta. Sedangkan skripsi
Yunika Raimona (2003) lebih kepada serikat buruh dan manajer perusahaan
yang menjadi pelaku utama. Lebih jauh lagi, skripsi ini mengangkat tentang
bagaimana konflik juga bisa berpengaruh terhadap komunikasi antarpribadi
di perusahaan.
Tujuan dari penelitian tesis Bahri (2005) antara lain :
1. Menganalisis hubungan proses komunikasi antarpribadi di Divisi
Agribisnis Bank X dengan karakteristik pribadi, pengelolaan konflik
serta lingkungan organisasi.
2. Menganalisis konflik organisasi di Divisi Agribisnis, Bank X
berhubungan dengan proses komunikasi antar pribadi dan lingkungan
organisasi
3. Mengidentifikasi potensi konflik organisasi yang terjadi pada Divisi
Agribisnis Bank X.
Tesis Bahri (2005) menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif didapat melalui literatur-literatur mengenai organisasi
terutama yang berkaitan dengan komunikasi organisasi. Sedangkan metode
kuantitatif dilakukan dengan melakukan uji validitas, reliabitlitas dan uji
korelasi Rank Spearman.
Menurut Bahri (2005) faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya
konflik dalam organisasi adalah:
1. Fasilitas
Bahri (2005) menemukan hubungan yang negatif antara fasilitas gedung
dengan konflik organisasi. Jadi, semakin bagus fasilitas gedung yang
ada, maka akan mengurangi konflik antarpribadi. Kenyataan ini
menggambarkan bahwa karyawan dapat memaksimalkan fasilitas
gedung, sehigga dalam pemanfaatannya tidak menimbulkan konflik
organisasi (keraguan, kecurigaan, dan perilaku memusuhi serta
pemisahan komplek atau keterasingan)
26
2. Kejelasan peran
Dari uji yang telah dilakukan diperoleh gambaran bahwa kejelasan
konflik ternyata berhubungan negatif dengan kejelasan peran. Pada
kasus ini ditandakan dengan menurunnya konflik perusahaan dengan
kejelasan peran karyawan. Kenyataan ini menggambarkan bahwa
karyawan telah profesional di dalam menjalankan tugasnya.
Tesis ini memberikan saran agar memperbaiki proses komunikasi
dengan mengedepankan aspek keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap
positif dan kesetaraan dalam berkomunikasi antar pribadi. Persamaan antara
penelitian ini dengan tesis Bahri (2005) terletak pada metodologi penelitian
yang menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan
perbedaanya terletak pada alat analisis penelitian ini yang menggunakan
Structural Equational Model (SEM), sedangkan penelitian tesis Bahri (2005)
menggunakan Rank Spearman.
Penelitin ini mengambil studi literatur dari jurnal nasional yang
berjudul Konflik dalam Organisasi dan Kaitannya dengan Kualitas Pelayanan
Publik oleh Abdul Hakim (2007). Jurnal ini membahas masalah mengenai
konflik yang dibutuhkan di dalam peningkatan kualias pelayanan. Kemudian,
jurnal ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan publik dipengaruhi
oleh tingkat konflik yang ada dalam organisasi. Pada jurnal ini menggunakan
metode kualitatif dan membahas lebih lanjut bagaimana model mendiagnosis
konflik pandangan kontinum menurut Greenhalgh (1999:391)., yaitu:
1. Masalah-masalah yang dipertanyakan.
Jika masalah yang menjadi sumber konflik adalah masalah prinsip, maka
konflik sulit dipecahkan, karena mengrobankan prinsip dipandang
sebagai mengorbankan integritas pribadi. Begitu masalah-masalah
prinsip dikaitkan, pihak-pihak yang terlibat mencoba berargumentasi
bahwa sudut pandang pihak lain salah. Jika hal sepeti ini terjadi, maka
bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah meminta semua pihak
untuk mengakui bahwa mereka memahami pandangan satu sama lain,
walaupun masih percaya dengan pandangannya sendiri. Cara seperti ini
27
lebih memungkinkan semua pihak untuk maju dalam proses negosiasi,
daripada tetap pada posisi masing-masing.
2. Ukuran taruhan.
Semakin besar nilai yang dipertaruhkan dalam perdebatan, semakin sulit
konflik dipecahkan. Misalnya, kebijakan akuisisi yang oleh manajer
dianggap membahayakan kedudukannya. Manajer yang berpikir
subyektif akan memandang ini adalah pertaruhan yang cukup tinggi,
karena itu mereka akan berusaha untuk menentang proses akuisisi
tersebut. Dalam kasus ini pendekatan persuasif dengan cara menunda
penyelesaian hingga semua pihak menjadi kurang emosional sangat baik
untuk dilakukan. Selama masa penundaan masing-masing pihak dapat
mengevaluasi kembali masalah yang dipertaruhkan dan berusaha untuk
mencoba bersikap obyektif dalam penilaian mereka.
3. Saling ketergantungan pihak-pihak yang terlibat.
Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu konflik dapat memandang diri
mereka sendiri dalam suatu rangkaian saling ketergantungan berjumlah
nol atau berjumlah positif. Saling ketergantungan berjumlah nol adalah
persepsi bahwa jika suatu pihak memperoleh sesuatu dari proses
interaksi, maka hal tersebut berarti pengorbanan bagi pihak lain. Saling
ketergantungan bernilai positif, jika kedua belah pihak sama-sama
merasakan memperoleh keuntungan dari proses interaksi. Suatu
hubungan berjumlah nol membuat konflik sulit dipecahkan karena
hubungan ini memusatkan perhatian secara sempit pada perolehan
pribadi, dan bukan pada perolehan kedua belah pihak melalui kerjasama
dan pemecahan masalah. Jika hal yang demikian ini terjadi, maka kedua
belah pihak harus dibujuk untuk mempertimbangkan bagaimana mereka
dapat saling memperoleh manfaat dari suatu situasi.
4. Kontinuitas interaksi.
Dimensi kontinuitas interaksi berhubungan dengan horizon waktu
dimana semua pihak melihat diri mereka sendiri berhubungan satu sama
lain. Jika mereka memvisualisasikan interaksi yang terjadi sebagai
interaksi jangka panjang atau suatu hubungan yang terus menerus, maka
28
konflik yang terjadi akan lebih mudah diselesaikan. Sebaliknya jika
transaksi dipandang sebagai hubungan jangka pendek, maka konflik
tersebut akan sulit dipecahkan. Karena itu, pihak-pihak yang terlibat
harus dibujuk agar mau menyadari bahwa hubungan mereka tidak
berhenti di sini saja, atau pada saat konflik terjadi, tetapi akan ada
hubungan lain yang terus menerus di masa yang akan datang.
5. Struktur pihak-pihak yang terlibat.
Konflik lebih mudah dipecahkan jika suatu pihak mempunyai seorang
pemimpin yang kuat yang dapat menyatukan pengikutnya untuk
menerima dan melaksanakan kesepakatan. Jika kepemimpinannya
lemah, maka sub-sub kelompok serikat pekerja yang paling merasa
berkewajiban untuk mematuhi semua kesepakatan akan melakukan
protes tanpa memperhatikan apa yang telah disepakati oleh pemimpin
mereka, dan karena itu konflik sulit dipecahkan. Serikat pekerja yang
dipimpin oleh pemimpin yang kuat mungkin menyulitkan dalam
perundingan, tetapi begitu kesepakatan dicapai maka hasil perundingan
tersebut dihormati oleh anggota serikat pekerja. Jika serikat pekerja yang
dipimpin oleh pemimpin yang lemah terlibat dalam konflik, maka hasil
yang telah disepakati mungkin akan dirusak oleh orang-orang dari dalam
serikat pekerja tersebut, yang mungkin tidak menyukai sebagian isi
kesepakatan. Hasilnya mungkin dapat berupa pertentangan yang kronis
terhadap perubahan atau bahkan melakukan pemogokan.
6. Keterlibatan pihak ketiga.
Orang-orang cenderung akan terlibat secara emosional dalam konflik.
Keterlibatan yang demikian dapat menimbulkan beberapa pengaruh,
antara lain: persepsi bias menjadi rusak, proses pemikiran dan
argumentasi yang tidak rasional muncul, menghasilkan pendirian yang
tidak beralasan, kemunikasi rusak, dan serangan-serangan terhadap
pribadi muncul. Pengaruh-pengaruh seperti ini menyebabkan konflik
menjadi sulit dipecahkan. Menghadapi situasi seperti ini peranan pihak
ketiga yang netral sangat diperlukan. Pihak ketiga yang netral akan lebih
bisa diterima oleh pihak-pihak yang terlibat, karena mereka lebih
29
menyukai evaluasi pihak lain daripada dievaluasi pihak lawan. Semakin
berwibawa, berkuasa, dipercaya, dan netral pihak ketiga, semakin besar
kemungkinan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menahan emosi.
Diagnosis tersebut memberikan masukan kepada perusahaan untuk
menganalisis lebih jauh potensi-potensi yang akan menjadi konflik
perusahaan. Sehingga perusahaan lebih sigap di dalam mengelola konflik
yang ada. Hasilnya konflik bisa berjalan optimal dan kualitas layanan
menjadi meningkat.
Persamaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan Hakim (2007)
adalah sama-sama meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi konflik
perusahaan. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian Hakim (2007)
tidak membahas hubungan konflik dengan kinerja. Kemudian pada penelitian
Hakim (2007) digunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan analisis Structural
Equational Model (SEM).
Penelitian ini juga mengacu kepada jurnal internasional dari Amy
Ohlendorf (2001) yang berjudul Conflict Resolution in Project Management.
Pada jurnal ini membahas masalah mengenai penyelesaian konflik pada
manajemen proyek. Manajemen proyek adalah sebuah pendekatan
metodologi untuk meraih hasil yang disepakati dengan menggunakan tenggat
waktu dan sumber daya yang telah ditentukan. Jadi di dalam menjalankan
proyek tentunya banyak sekali konflik-konflik yang mengganggu sehingga
perusahaan tidak bisa meraih hasil yang disepakati dengan tenggat waktu
yang ada. Faktor-faktor konflik yang menyebabkan gangguan pada
perusahaan antara lain, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, perbedaan
pandangan, perbedaan mendefinisikan masalah, komunikasi, dan dinamika
internal. Pada jurnal ini menggunakan metode kualitatif
Hasil dari jurnal ini didapat kesimpulan bahwa konflik-konflik antar
karyawan bisa membesar menjadi konflik antar kelompok dan berakhir pada
kinerja perusahaan yang buruk. Ohlendorf (2001) membagi 5 tipe
pengelolaan konflik yaitu: konfrontasi, kompromi, mengalah, melawan, dan
menghindar.
30
Konfrontasi juga digambarkan sebagai pemecahan masalah, integrasi,
kolaboorasi atau gaya menang-menang (win-win style). Konfrontasi dibuat
dengan mempertemukan kedua kubu dan berkolaborasi untuk mendapatkan
hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Metode ini mempergunakan
komunikasi langsung dan terbuka. Konfrontasi digunakan saat perusahaan
mengalami waktu yang singkat, ingin mereduksi biaya, ingin membangun
kekuatan yang disegani, membangun kepercayaan dan belajar untuk
berorientasi hasil.
Kompromi sering digambarkan sebagai metode memberi dan
menerima (take and give style). Jadi kedua kubu sama-sama ingin menang
akan tetapi sudah menyerah di dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini
kedua kubu sama-sama mengorbankan beberapa keinginan agar tercipta
solusi yang bisa disepakati bersama. Metode ini digunakan saat waktu
singkat, bersifat moderat dan memiliki keinginan untuk menjaga hubungan
baik.
Mengalah adalah metode akomodasi dimana salah satu pihak bersedia
untuk mengalah demi terciptanya kesepakatan yang bisa diterima kedua
belah pihak. Metode mengalah digunakan saat sumberdaya terbatas, tujuan
yang akan dicapai di luar batas kedua belah pihak, dengan mengalah atau
tidak salah satu kubu tetap kehilangan sumberdaya dan solusi lain tidak bisa
diterapkan.
Melawan biasa dikenal dengan gaya bersaing, mendominasi dan
mengontrol. Metode ini menghasilkan posisi menang-kalah. Biasanya
digunakan saat salah satu kubu memiliki kekuatan yang lebih dan all out
untuk menang. Pada posisi ini kubu yang mendominasi mengacuhkan
kepentingan musuh. Digunakan saaat hubungan kedua pihak dianggap
penting, salah satu pihak lebih kuat dan keputusan cepat harus segera dibuat.
Menghindar adalah metode untuk mengacuhkan masalah yang ada dan
dibiarkan berjalan. Hal ini dilakukan saat salah satu kubu tidak sanggup
menangani masalah tersebut, ingin mengulur waktu, dalam kondisi lemah
dan walau kondisi kuat namun belum siap menghadapi masalah yang ada.
31
Manajemen proyek tentunya dipacu oleh waktu dan dituntut untuk
menghasilkan output berdasarkan tenggat waktu yang ditentukan. Oleh
karena itu, problem solving yang telah dibangun bisa diterapkan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang berlaku di lingkungan sekitar terjadinya
konflik.
Persamaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan Ohlendorf
(2001) adalah sama-sama meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya konflik. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian
Ohlendorf (2001) tidak membahas hubungan konflik dengan kinerja.
Kemudian pada penelitian Ohlendorf (2001) digunakan metode kualitatif,
sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif
dengan analisis Structural Equational Model (SEM).
32
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Persaingan bisnis global menuntut perusahaan untuk melakukan
kinerja secara maksimal. Melalui Undang-Undang Penanaman Modal (UU
PM) yang dikeluarkan pada Maret 2007, pemerintah berusaha untuk
memperbaiki birokrasi dan regulasi yang mempersulit investor dalam
menanamkan modal. Dengan bertambahnya jumlah perusahaan, maka
membuat persaingan antar perusahaan semakin kompetitif. PT. Astra
Daihatsu Motor sebagai perusahaan otomotif dengan jumlah produksi
terbesar menyadari pentingnya untuk memelihara, mengelola, dan
mengembangkan karyawan. Oleh karena itu, strategi-strategi di bidang
Sumber Daya Manusia selalu direncanakan dengan efektif dan efisien dalam
rangka pencapaian visi dan misi perusahaan.
Menurut Mangkuprawira (2004) strategi adalah cara mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi adalah sebuah rencana
permanen untuk sebuah kegiatan. Di dalamnya mencakup formulasi tujuan
dan kumpulan rencana kegiatan. Siagian (2004) menjelaskan bahwa terdapat
tiga tingkatan strategi, yaitu strategi tingkat korporasi, strategi tingkat bidang
satuan bisnis, dan strategi tingkat fungsional. Dengan cakupan strategi
fungsional antara lain aspek produksi, keuangan, pemasaran, sumber daya
manusia, dan teknologi.
PT. Astra Daihatsu Motor menggunakan sistem multitasking di dalam
meneerapkan kebijakan SDM. Dengan target produksi sebesar 150.000 unit
mobil, PT. Astra Daihatsu Motor hanya memiliki 9.200 karyawan. Oleh
karena itu, perampingan karyawan sangat berisiko untuk terjadi konflik.
Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada
pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan,
merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan
memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Sehingga output yang
diharapkan adalah konflik akan berjalan secara optimal dan membuat kinerja
karyawan meningkat.
33
Persaingan global
Deregulasi dan debirokrasi undang-undang investasi
Peningkatan jumlah
perusahaan di Indonesia
Persaingan meningkat
Visi & Misi PT. Astra Daihatsu Motor
Strategi fungsional PT. Astra Daihatsu Motor
Strategi Pemasaran
Strategi Keuangan
Strategi SDM
Strategi Produksi
Strategi Teknologi
Peningkatan beban karyawan
Perampingan jumlah karyawan
Konflik karyawan
Manajemen konflik
Kinerja karyawan meningkat
Gambar 2. Kerangka pemikiran konseptual penelitian
34
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
PT. Astra Daihatsu Motor, Karawang berusaha untuk menghadapi
persaingan di bisnis global dengan melakukan kegiatan usaha yang mengacu
pada visi dan misi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa keunggulan
dapat dicapai dengan salah satunya memiliki SDM yang berkualitas. Dengan
sistem kerja karyawan yang multitasking sangat berisiko untuk terjadi beban
kerja karyawan yang berlebihan. Hal ini sangat dapat menimbulkan konflik
pada karyawan PT. ADM. PT. ADM adalah perusahaan yang ingin
menjadikan konflik sebagai input yang dapat meningkatkan kinerja
karyawan.
Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting
Plant yang melaksanakan kegiatan pembuatan casting mobil dan beberapa
komponen yang dipergunakan pada mobil Daihatsu dan Toyota. Jumlah
karyawan yang terdapat pada PT. ADM – Casting Plant berjumlah 450 orang
dengan perbandingan 30 % karyawan tetap dan 70 % karyawan kontrak (data
internal PT. ADM, 2008). Menurut Schmidt dan Kochan (1972), konflik erat
kaitannya dengan kontak sosial, sehingga dengan jumlah karyawan yang
besar membuat PT. ADM – Casting Plant rentan terhadap terjadinya konflik.
Kerangka pemikiran operasional penelitian ini diawali dengan
melakukan uji faktor-faktor penyebab terjadinya konflik. Informasi yang
didapatkan untuk melakukan uji faktor didapatkan dari wawancara dan
kuesioner. Dari wawancara dengan pihak HRD PT. Astra Daihatsu didapat
beberapa sumber utama konflik antara lain:
1. Kompensasi
2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal)
3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
4. Lemahnya sistem dan fasilitas
5. Masalah status sosial
Dengan faktor-faktor kinerja antara lain :
1. Tingkat kehadiran (absensi)
2. Kemampuan karyawan
3. Produktivitas karyawan
35
4. Hubungan dengan atasan (vertikal)
5. Hubungan antar karyawan (horizontal)
Metode penelitian ini bersifat deskriptif karena menggambarkan sifat
sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa
sebab-sebab dari suatu gejala tertentu, Travers dalam Umar (2005). Dalam
hal ini menggambarkan hubungan faktor-faktor konflik yang menyebabkan
kinerja perusahaan baik bersifat positif atau negatif. Menurut Consuelo
dalam Umar (2005), riset ini termasuk ke dalam riset studi kasus. Jenis
penelitian studi kasus merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek
tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan
menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya. Selanjutnya
penelitian ini akan menemukan hubungan antara faktor-faktor satu dengan
yang lainnya. Studi kasus melibatkan peneliti dengan unit terkecil seperti
perusahaan atau kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
Di dalam mencari hubungan konflik terhadap kinerja, penelitian ini
menggunakan alat analisis Structural Equation Model (SEM) dengan
variabel bebas yaitu konflik dan variabel tidak bebas yaitu kineja. Untuk
mencari model yang sesuai di dalam menggunakan metode SEM, diperlukan
perhitungan lain yaitu Khi-Kuadrat (χ2), P-value, Root Mean Square Error of
Approximation (RMSEA)
Setelah dilakukan perhitungan SEM, maka didapat nilai hubungan
antara konflik terhadap kinerja karyawan. Dari pengaruh konflik terhadap
kinerja akan mengarahkan manajemen dalam melakukan implikasi
manajerial untuk melakukan manajemen konflik. Dengan adanya manajemen
konflik maka diharapkan konflik-konflik yang akan terjadi di perusahaan
bisa berjalan optimal. Sehingga konflik tersebut bisa menjadi input positif
yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Selanjutnya kerangka pemikiran
akan dijelaskan pada Gambar 2.
36
PT. ADM – Casting Plant
Analisis persepsi Kinerja Konflik
Peubah laten bebas : Faktor konflik : 1. Masalah kompensasi 2. Kesalahan instruksi atasan
(vertikal) 3. Kesalahan koordinasi antar
karyawan (horizontal) 4. Lemahnya sistem dan fasilitas 5. Masalah status sosial
Peubah laten tidak bebas : Faktor-faktor kinerja : 1. Tingkat kehadiran (absensi) 2. Kemampuan karyawan 3. Produktivitas karyawan 4. Hubungan dengan atasan
(vertikal) 5. Hubungan antar karyawan
(horizontal)
Structural Equation Model (SEM)
Pengaruh konflik terhadap kinerja
Implikasi manajerial
Kinerja karyawan meningkat
Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional penelitian
37
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor PT. Astra Daihatsu Motor – Casting
Plant yang beralamat di Jl. Tol Jakarta-Cikampek Km.47. KIIC Lot A5
Karawang Jawa Barat. Pemilihan perusahaan dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan yang bersangkutan
merupakan salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia, dimana di
dalam kegiatan operasionalnya berorientasi pada sumberdaya manusia yang
dimiliki serta adanya kesediaan pihak perusahaan untuk memberikan
informasi dan data yang diperlukan sesuai dengan penelitian. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April 2008 sampai Juni 2008.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Menurut jenisnya, data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang memiliki nilai-
nilai berbeda mewakili kuantitas-kuantitas berbeda pula. Setiap nilai selalu
lebih besar atau lebih kecil dari nilai lainnya. Data ini memiliki skala
pengukuran interval, ordinal dan rasio. Sedangkan data kualitatif adalah data
yang diukur dengan skala nominal (Juanda, 2003)
Sumber data penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder.
Data primer berasal dari wawancara dengan pihak perusahaan sedangkan
data sekunder berasal dari studi literatur dari laporan, skripsi, jurnal, tesis,
artikel dan majalah. Menurut Umar dalam Listyani (2006) data primer
merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau
perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang
dilakukan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data primer yang telah
diolah lebih lanjut dan disajikan, baik oleh pihak pengumpul data primer atau
oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
kuesioner dan wawancara dengan pihak HRD PT. Astra Daihatsu Motor
mengenai konflik karyawan perusahaan dan upaya-upaya penanganan
konflik oleh manajemen perusahaan. Data berupa kuesioner tersebut diuji
dan direvisi dengan menggunakan skala Likert (Umar, 2003), dimana:
38
Bobot nilai 1 = sangat rendah
Bobot nilai 2 = rendah
Bobot nilai 3 = tinggi
Bobot nilai 4 = sangat tinggi
Setiap jawaban dari responden dari pertanyaan dalam kuesioner
diberikan skor. Cara menghitung skor rataan adalah sebagai berikut:
Σ (xi.ni)........................................................................... (1) n
X =
Dimana:
X : skor rataan
ni : jumlah jawaban responden untuk skor
xi : skor nilai jawaban responden
n : jumlah responden.
Rentang skala penilaian digunakan untuk menentukan posisi tanggapan
responden dengan menggunakan nilai skor. Setiap skor alternatif jawaban
yang terbentuk dari teknik skala peringkatan terdiri dari kisaran antara 1
hingga 4 yang menggambarkan posisi yang sangat negatif ke posisi yang
sangat positif, kemudian dihitung rentang skala dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
R (skor) ............................................................. (2) M Dimana:
X =
R (skor) : skor terbesar – skor terkecil
M : banyaknya kategori skor
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator
mampu mengukur variabel laten. Setelah dilakukan uji validitas, kemudian
dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui konsistensi variabel indikator
dalam mengukur variabel laten. Pengujian validitas dan reliabilitas dapat
langsung dilakukan melalui SEM dengan bantuan sotware LISREL 8.30.
Kevalidan variabel indikator dalam mengukur variabel laten dinilai dengan
menguji apakah semua loading-nya nyata, yaitu memiliki nilai t lebih dari t-
hitung (1,96 pada tingkat signifikansi lima persen) (Bollen, 1989 dalam
39
Sitinjak dan Sugiarto, 2006). Konsistensi variabel indikator dalam mengukur
variabel laten dapat dilihat dari nilai construct reliability. Konsistensi
variabel indikator ditunjukan oleh nilai construct reliability lebih besar dari
0,6 (Bagozzi dan Yi, 1988 dalam Ghozali dan Fuad, 2005).
Rumus construct reliability adalah sebagai berikut :
( ∑ Standardized Loading)2 ...... (3)
( ∑ Standardized Loading)2 +( ∑ Measurement Error)
Construct reliability =
Penyebaran kuesioner dilakukan dengan metode penarikan sampel
kuota sampling. Dimana sampel dipilih berdasarkan dengan perhitungan
jumlah kuota tiap divisi. Adapun jumlah karyawan yang dijadikan
responden adalah sebanyak 100 orang yang sesuai dengan pendapat Ding et
al. dalam Ghozali dan Fuad (2005), bahwa ukuran sampel 100 sampai 150
merupakan ukuran sampel.
Kuota sebaran responden pada setiap divisi adalah sebagai berikut :
∑ karyawan tiap bagian x 100 ..................(4)
∑ karyawan total Divisi
∑ Responden tiap bagian =
Uji hipotesis adalah satu metode statistika yang digunakan untuk
menyatakan jika pernyataan H1 benar, maka pernyataan H0 salah, yaitu
mengetahui hubungan antara dua variabel. Sehingga dapat dirumuskan
hipotesis berikut ” ada pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT.
ADM – Casting Plant”. Uji hipotesis dalam SEM dapat langsung dilihat dari
fit index model. Hipotesis yang diuji adalah :
H0 : ∑ = ∑ (θ) lawan H1 : ∑ ≠ ∑ (θ)
∑ adalah matriks input, sedangkan ∑ (θ) adalah matriks hasil dugaan.
Hipotesis H0 menyatakan bahwa matriks dugaan dari model SEM mampu
merepresentasikan data dengan baik, sedangkan H1 sebaliknya.
3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Structural Equation Modeling digunakan untuk menganalisis hubungan
faktor-faktor konflik sebagai variabel independen terhadap variabel
dependen dalam hal ini kinerja karyawan. Perangkat lunak LISREL 8.5
digunakan untuk menganalisis dan mengolah data
40
Menurut Bollen (1989) Structural Equation Modeling (SEM) adalah
generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti
untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive
maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai
keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi
berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama :
1. Model struktural: hubungan antara konstruk independen dan dependen
2. Model pengukuran: hubungan (nilai loading) antara indikator dengan
konstruk (variabel laten)
Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut
memungkinkan peneliti untuk:
1. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari Structural Equation Modeling (SEM).
2. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.
Salah satu keunggulan metode SEM yakni mengukur suatu hubungan
yang tidak bisa diukur secara langsung Ghozali (2001). Dalam hal ini
hubungan konflik terhadap kinerja karyawan tidak bisa diukur secara
langsung. Konflik dan kinerja dianggap sebagai faktor yang yang tidak bisa
diukur secara langsung yang biasa disebut sebagai variabel laten.
Langkah-langkah SEM dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan model berbasis konsep dan teori
Pada tahap ini dilakukan telaah teori yang mendalam tentang pengaruh
konflik terhadap kinerja karyawan. Pada tahap ini juga ditentukan
variabel laten dan variabel indikator berdasarkan teori.
2. Mengkonstruksi diagram path
Pada tahap ini variabel laten dan variabel indikator dibentuk dalam
diagram path agar lebih memahami bentuk hubungan antar variabel.
3. Konversi diagram path ke model struktural
Pada tahap ini model struktural dan model pengukuran digambarkan lebih
jelas.
41
4. Memilih matriks input
Pada tahap ini matriks input dipilih dan dimasukkan ke dalam
perhitungan.
5. Solusi standard model dan evaluasi goodness of fit index
Pada tahap ini matriks input diolah dan melihat nilai goodness of fit index
dari model solusi standard. Menurut Hair et al. (1998), dalam analisis
SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji
hipotesis mengenai model, sehingga digunakan beberapa fit index untuk
mengukur kebenaran-kebenaran model. Ukuran-ukuran yang dapat
dijadikan sebagai pedoman untuk mendapatkan model yang sesuai dalam
SEM antara lain :
a. Chi-Kuadrat (χ2)
Menurut Solimun (2005), untuk jumlah responden sebanyak 100 -
200, model dikatakan baik apabila memiliki chi square dengan nilai
yang tidak terpaut jauh dengan degree of freedom (df).
b. P-value
Menurut Hair et al., (1998), nilai p-value diharapkan lebih besar dari
0,05 atau 0,1, yaitu uji nyata. Bila hasil pengujian menunjukkan tidak
nyata, berarti matrik input dan matrik dugaan tidak berbeda atau sama,
maka model yang diajukan dianggap cocok. P-value berkisar antara 0-
1 dan model persamaan struktural akan semakin baik, jika p-value
mendekati 1.
c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Menurut Hair et al., (1998), ukuran kesesuaian lainnya yang dapat
digunakan untuk mengetahui kesesuaian model adalah RMSEA.
Ukuran ini mengukur kedekatan suatu model terhadap populasi.
RMSEA menunjukkan kecocokan model yang dikatakan baik, apabila
nilainya kurang dari 0,1 dan buruk apabila lebih dari 0,1.
d. Goodness-of-Fit Index (GFI)
Ukuran ini menunjukkan seberapa besar model mampu menerangkan
keragaman data. Semakin besar nilai yang diperoleh berarti model
42
semakin baik. Batas minimal 0,9 sering dijadikan acuan suatu model
dikatakan layak.
e. Adjusted Goodness-of-Fit Index (AGFI)
AGFI merupakan modifikasi dari GFI dengan mengakomodasikan
derajat bebas model dengan model lain yang dibandingkan. Nilai 0,8
sering dijadikan acuan suatu model dikatakan layak.
6. Intepretasi model
Langkah terakhir adalah mengintepretasikan model solusi standard, yaitu
melihat besarnya pengaruh atau kontribusi variabel indikator terhadap
variabel laten dan besarnya pengaruh antar variabel laten. Variabel
konflik dengan indikator manifest sebagai berikut:
X1 = Masalah kompensasi
X2 = Kesalahan instruksi atasan
X3 = Kesalahan koordinasi
X4 = Lemahnya sistem dan fasilitas
X5 = Masalah status sosial
Dikorelasikan dengan variabel kinerja karyawan dengan indikator
manifest :
Y1 = Tingkat kehadiran (absensi)
Y2 = Kemampuan karyawan
Y3 = Produktivitas karyawan
Y4 = Hubungan dengan atasan (vertikal)
Y5 = Hubungan antar karyawan (horizontal)
Indikator manifest dari faktor-faktor yang menyebabkan konflik
dan kinerja masing-masing diubah dalam proses dengan menggunakan
software LISREL 8.30 (Linear Structural Relationship). Model
persamaan struktural adalah suatu teknik variabel ganda yang digunakan
untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linear secara simultan
variabel-variabel pengamatan, yang sekaligus melibatkan variabel laten
yang tidak dapat diukur. Model pada penelitian ini disajikan pada
Gambar 4.
43
Kompensasi
Kesalahan instruksi atasan
Kesalahan koordinasi
antar karyawan
Masalah status sosial
Lemahnya sistem dan
fasilitas
Konflik
Tingkat kehadiran (absensi)
Kemampuan karyawan
Produktivitas karyawan
Hubungan antar karyawan
(horizontal)
Hubungan dengan atasan
(vertikal)
Kinerja
Gambar 4. Diagram lintas kerangka hubungan konflik terhadap kinerja karyawan
Berdasarkan diagram tersebut diatas disusun pertanyaan:
a. Persamaan Struktural
η = γ ξ + ζ
Keterangan :
η : variabel laten tak bebas, kinerja karyawan
γ : muatan vaktor ξ dalam membentuk η
ξ : variabel laten bebas konflik
ζ : tingkat kesalahan pada perhitungan variabel η
b. Persamaan Pengukuran Variabel Eksogen
X1 = λ1ξ + δ1
X2 = λ2ξ + δ2
X3 = λ3ξ + δ3
X4 = λ4ξ + δ4
X5 = λ5ξ + δ5
44
Keterangan:
Xi : variabel indikator X pembentuk variabel laten bebas ξ
δ : tingkat kesalahan pengukuran indikator terhadap
variabel laten bebas
c. Persamaan Pengukuran Variabel Endogen
Y1 = λ1η + ε1
Y2 = λ2η + ε2
Y3 = λ3η + ε3
Y4 = λ4η + ε4
Keterangan:
Y : variabel indikator Y pembentuk variabel laten tak bebas η
ε : tingkat kesalahan pengukuran indikator terhadap variabel
laten tidak bebas
45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah PT. Astra Daihatsu Motor, Tbk.
PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) didirikan pada 1 Januari
1992, dengan mergernya beberapa perusahaan, yaitu Daihatsu
Indonesia (established on 1978), Daihatsu Engine Manufacturing Ind
(established on 1978), National Astra Motor (established on 1987).
PT. ADM merupakan anak perusahaan dari PT. Astra International,
Tbk. PT. ADM memiliki kantor pusat yang berlokasi di Jl. Gaya
Motor III/5, Sunter II, Jakarta 14330, Indonesia. PT. ADM memiliki 4
buah pabrik, yaitu Stamping Plant dan Assembling Plant yang
berlokasi di Sunter, Jakarta. Serta Engine Plant dan Casting Plant yang
berlokasi di kawasan Industri KIIC, Karawang.
PT ADM merupakan perusahaaan yang bergerak pada bidang
industri otomotif dan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM)
Daihatsu & Manufaktur. Jumlah tenaga kerja dari PT. ADM 9.200
tenaga kerja. Dengan rata-rata 90.000 unit / tahun, PT. ADM
merupakan perusahaan otomotif dengan kapasitas produksi terbesar di
Indonesia. Sedangkan untuk penjualan, PT. ADM berada di urutan
kedua setelah PT. Astra Toyota (Sumber : Suara Pantura Suara
Merdeka, Hal.D, 30 Maret 2007).
Terdapat tiga perusahaan besar yang merupakan pemegang
saham dari PT. ADM, yaitu :
1. PT. Astra International, Tbk (31,87%)
2. Daihatsu Motor Co. Ltd. (61,75%)
3. Toyota Tsusho Corporation (6,38%)
PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant didirikan pada Januari
1997 dan berlokasi di Kawasan Industri KIIC, Lot A-5 Jalan Tol
Jakarta – Cikampek, Km. 47, Karawang 41361. PT. ADM – Casting
Plant memiliki 3 bagian proses produksi. Bagian-bagian produksi
46
yang dimaksud adalah High Pressure Casting, Low Pressure Casting,
Gravity Casting.
Pada tahun pertama PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant
hanya melakukan proses High Pressure Casting. Pada tahun 1998, PT.
ADM – Casting Plant melakukan proses Gravity Casting sertifikasi
QS 9000 dan ISO 9001. Baru pada tahun 2004, PT. ADM – Casting
Plant proses produksi dengan Low Pressure Casting dengan produk
yang dihasilkan Cylinder Head – TR . Pada tahun ini, PT. ADM –
Casting Plant mendapatkan sertifikasi ISO 140001 dan OHSAS
18001. Sedangkan pada tahun 2005, PT. ADM – Casting Plant
membeli mesin Kiriko yang dapat mendaur ulang scrap dari proses
manufaktur menjadi bahan baku kembali. Pada 2006, PT. ADM –
Casting Plant membeli mesin 3SZ untuk membuat produk Cylibnder
Head – 3SZ dengan menggunakan mesin Low Pressure Casting 3SZ
tersebut.
PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant merupakan pabrik
yang dimiliki oleh PT. ADM yang memproduksi beberapa komponen
yang dipergunakan pada mobil Daihatsu dan Toyota, seperti CYH-
3SZ, CYH-TR, DCCH, DHC, DOP, TOP dan Cylinder Block yang
dibutuhkan untuk membuat mesin mobil. Produk PT. ADM – Casting
Plant langsung dikirim ke PT. ADM – Engine Plant untuk dilakukan
proses perakitan dan penggabungan produk PT. ADM - Casting Plant
dengan produk PT. ADM – Engine Plant. Kemudian, hasil dari proses
perakitan dan penggabungan oleh PT. ADM – Engine Plant dikirim
ke PT. ADM Assembly Plant untuk dirakit menjadi sebuah mobil
yang siap dijual ke pasaran.
4.1.2. Visi & Misi PT Astra Daihatsu Motor, Tbk.
PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) memiliki target jangka
panjang perusahaan yang disebut dengan Visi 2007, yang berisi antara
lain :
47
1. Menempati peringkat keempat dalam pasar otomotif dan menjadi
pemimpin untuk kendaraan kelas Mobil Kompak di Indonesia
dengan mendapatkan kepercayaan penuh pada merek Daihatsu
melalui aktivitas dan kualitas kelas nomor satu.
2. Menjadi bagian dari perusahaan otomotif kelas dunia
Sedangkan Misi 2007 dari PT. ADM adalah :
1. Mencapai kemakmuran dan kebahagiaan bagi seluruh keluarga
ADM melalui kontribusi perusahaan dalam masyarakat otomotif
nasional
2. Untuk mengolah sistem operasi melalui kultur ADM asli yang
berdasarkan pada rasa hormat dan kejujuran sesama karyawan
ADM
3. Memberi pelayanan bagi kehidupan yang baik dengan mencurahkan
perhatian pada lingkungan yang aman melalui aktivitas dan produk
ADM
4.1.3. Kondisi dan Lingkungan Kerja PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant.
Secara keseluruhan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant
memiliki kondisi lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja. Hal ini
diperoleh dari kebijakan perusahaan untuk menciptakan Lingkungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK-3) baik itu di lantai produksi
maupun di ruang kerja (kantor) sendiri. Salah satu kebijakan LK-3
pada PT. ADM – Casting Plant adalah melakukan senam pagi bagi
seluruh karyawan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesegaran dan
meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan yang akan melakukan
pekerjaan di PT. ADM – Casting Plant. Sasaran utama dari kebijakan
LK-3 adalah untuk menciptakan zero accident (tidak terjadi
kecelakaan).
Untuk ruang kantor, PT. ADM Casting Plant dapat dikatakan
baik. Fasilitas yang tersedia pada ruang kantor meliputi pendingin
ruangan (AC), smoking room, mesin fotokopi, WC, ruang khusus
rapat, ruang kerja untuk masing-masing divisi yang dilengkapi juga
48
dengan meja kerja beserta komputer, ruang lobi tamu dan toilet yang
bersih dan nyaman. Ruang makan yang tersedia dibagi menjadi dua
bagian. Bagian pertama diperuntukkan bagi karyawan, sedangkan
pada ruang terpisah terdapat ruang makan khusus yang diperuntukkan
bagi direksi. Untuk masalah kebersihan, PT. ADM – Casting Plant
sangat bersih dengan adanya cleaning service dan tong sampah di tiap
sudut ruangan. Karyawan.
Pada lantai produksi, LK-3 diterapkan dengan adanya
kewajiban bagi setiap orang yang memasuki lantai produksi untuk
menggunakan pelindung kepala (helm), kacamata dan sepatu
pelindung. Fasilitas yang tersedia pada lantai produksi antara lain
ruang istirahat, APAR dan Hidrant dan juga ruang kerja bagi
supervisor (produksi, Quality Control, Maintenance dan Logistik)
yang bertujuan agar dapat melihat langsung selama jalannya proses
produksi. Tingkat kebisingan di lantai produksi cukup tinggi, untuk
itu, karyawan, khususnya operator wajib menggunakan ear plug.
Temperatur pada lantai produksi cukup tinggi akibat adanya proses
produksi pengecoran. Namun, dengan adanya kipas angin besar
(exhaust fan), temperatur ruangan menjadi lebih baik sirkulasi
udaranya. Pencahayaan di tiap ruangan PT. ADM – Casting Plant
sangat baik, hal ini dikarenakan tata lampu yang baik dan cukup
banyak jendela untuk masuknya cahaya matahari. Pada lantai produksi
tersedia tampat peristirahatan dan smoking room.
Peralatan kerja berupa mesin-mesin produksi dari PT. ADM –
Casting Plant termasuk baik. PT. ADM –Casting Plant selalu
memperbaiki kondisi mesin kerja dan petunjuk penggunaan alat kerja
agar proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien.
Apabila terjadi kecelakaan di kantor atau lantai produksi,
petunjuk safe area tersedia pada lokasi-lokasi tertentu. Hal ini
berfungsi agar karyawan tidak panik dan evakuasi berjalan tertib. PT.
ADM – Casting Plant, setiap tahunnya dilakukan simulasi evakuasi.
49
Sehingga, para karyawan mengerti tindakan apa yang harus dilakukan
apabila terjadi kecelakaan (safety first).
Selain itu, PT. ADM – Casting Plant menyediakan fasilitas
olahraga dan masjid untuk para karyawannya. Untuk fasilitas
kesehatan, PT. ADM – Casting Plant tersedia klinik kesehatan bagi
karyawan yang mengalami gangguan kesehatan dan kecelakaan kecil.
Namun, dokter yang tersedia hanya pada hari Senin, Rabu dan Jumat.
Sedangkan pada hari lainnya, hanya tersedia petugas klinik (mantri
kesehatan) saja..
4.1.4. Struktur Organisasi dan Job Description
Struktur organisasi yang baik diperlukan untuk menjaga
kelancaran dan kontinuitas pabrik. Organisasi perusahaan disusun
sebagaimana layaknya suatu badan usaha yang membagi-bagi unit
dalam organisasi secara fungsional dan menyusun anggaran dasar
yang mengatur tata kerja dalam perseroan. PT. Astra Daihatsu Motor
– Casting Plant merupakan bagian dari PT. Astra Daihatsu Motor
pusat yang berada di Jl. Gaya Mototor III/5, Sunter II, Jakarta. Jadi di
dalam struktur organisasi ada keterkaitan langsung antara PT. ADM –
Casting Plant dengan PT. ADM pusat.
Pada PT. ADM – Casting Plant, Director Manufacturing berada
pada posisi tertinggi dengan membawahi :
1. Casting Plant Division
2. Administration
3. Management Representative
4. Committee
Kemudian, PT. ADM – Casting Plant terbagi menjadi beberapa
departemen. Antara lain :
PPC Logistic
Tugas dan tanggung jawab dari departemen PPC & Logistic
sebagai berikut :
1. Production Plan Capacity
2. Product Control
50
3. Operation Cost Control
4. Material Cost Control
5. Incoming & Outgoing Mats Local & Import
6. Bertanggung jawab terhadap warehouse
7. Stock Control Mats
8. Logistic For Operation
9. Delivery
Production
Departemen Production dibagi menjadi dua section, yaitu High
Pressure Casting dan Low Pressure Casting, namun mempunyai tugas
dan tanggung jawab yang samadi masing-masing section. Berikut
adalah tugas dan tanggung jawab departemen production :
1. Smooth Production & Good Quality
2. Production Daily Control
3. Management Graphs
4. Production Report : Daily – Monthly
Maintenance
Pada departemen maintenane dibagi menjadi dua section, yaitu
Machine Maintenance dan Tool Maintenance. Tugas dan tanggung
jawab Machine Maintenance adalah sebagai berikut :
1. Keep readiness machines & Equipment
2. Utility & Energy
3. Spare part stock control
4. Maintenance energy cost control
5. Inspection tools room
Tool Maintenance Section mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagi berikut :
1. Die – mould maintenance & repair
2. Tooling status control
3. Tools spare part control & readliness
4. Die maintenance & cost control
51
Production Engineering
Departemen production engineering mempunyai tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut :
1. Production support
2. Support production trial
3. Special inspection tools
Selain departemen-departemen di atas, terdapat pula beberapa section-
section yang berhubungan langsung dengan divisi-divisi yang berada
di kantor pusat. Section-section tersebut memiliki tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing pada PT. ADM – Casting Plant.
Environment Health and Safety (EHS)
Section EHS mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
1. Safety device
2. Periodical training
3. Mengadakan latihan penanggulangan bencana kebakaran
4. Melakukan pengecekan terhadap limbah yang dikeluarkan setiap
harinya
5. Memberi peringatan kepada operator jika tidak memakai alat
pelindung selama berada di lantai produksi
6. Memberi perkenalan atau orientasi awal kepada karyawan baru.
GSM
Section GSM memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
1. Building & environment maintenance
2. External relation
3. Internal security
Quality Inspection
Quality Inspection Section mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut :
52
1. Quality check
2. Quality control at process
3. Chenical, physical proportion & dimention
Quality Engineering
Quality engineering Section bertugas dan bertanggung jawab sebagai
berikut :
1. Quality control standart
2. Quality improvement
3. Claim report, quality assurance
4. Quality management system
5. Making : Check PIS & approval
6. Vendor management
Human Resources Division (HRD) and Personnel Services
Human Resources Division (HRD) and Personnel Services bertugas
dan bertanggung jawab sebagai berikut :
1. Personal administration
2. Recruitment
3. People development & training
Finance and Accounting
Finance and accounting memiliki tugas dan bertanggung jawab
sebagai berikut :
1. Record actual expances
2. Asset audit
3. Monthly finance report
Purchasing
Mamiliki job desc antara lain :
1. Purchase order
2. Purchase record
Tujuan dari system produksi yang digunakan oleh PT. ADM – Casting
Plant yaitu menekankan pada :
53
1. Fokus pada pelanggan
2. Meningkatkan produktifitas dan minimalisasi biaya
3. Pengelolaan partisipasi karyawan berjalan dengan maksimal
4. Pengelolaan keselamatan kerja dan lingkungan terhadap seluruh
karyawan
Proses bisnis pada PT. ADM – Casting Plant dimulai dengan
pengujian kelayakan persyaratan pelanggan dan lalu membuat
perencanaan dan pengendalian produksi yang akan dilakukan. Selain
itu dibuat pula perencanaan mutu dan juga control plan. Dilanjutkan
dengan pengadaan raw material dan juga pengadaan tools yang akan
digunakan pada proses produksi. Setelah bahan baku datang, diadakan
pemeriksaan bahan baku yang datang dan juga penanganan produk dan
delivery. Dilanjutkan dengan pengendalian proses produksi yang
dilakukan pada lantai produksi PT. ADM – Casting Plant. Selanjutnya
dilakukan pada lantai produksi PT. ADM Casting Plant. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan terhadap produk yang telah selesai diproduksi,
apakah memenuhi standar atau tidak. Setelah lolos dari pemeriksaan,
produk akan disimpan pada gudang barang jadi untuk kemudian
dilakukan penanganan produk yang telah selesai dan delivery. Dan
selanjutnya penanganan produk untuk pengiriman kepada pelanggan.
Dari proses bisnis yang dilakukan oleh PT. ADM – sangat diharapkan
kepuasan dan harapan pelanggan terhadap perusahaan.
Secara garis besar, proses manajemen yang dilakukan PT. ADM –
Casting Plant terdapat 5 buah fungsi dasar yang dilakukan perusahaan,
antara lain: perencanaan, pengendalian, peninjauan, perbaikan,
pencegahan, dan peningkatan berkelanjutan. Perencanaan merupakan
proses untuk membuat bisnis plan serta kebijkanan mutu dan sasaran
mutu yang ingin dicapai oleh perusahaan. Pengendalian adalah proses
pengendalian dokumen dan data yang dibutuhkan serta pengendalian
mutu catatan mutu perusahaan. Peninjauan adalah mengaudit mutu
secara internal dan juga membuat management review. Dilakukan juga
perbaikan dan pencegahan agar pelanggan mendapatkan kepuasan
54
terhadap produk yang diproduksi oleh perusahaan. Sedangkan
peningkatan berkelanjutan adalah usahan untuk peningkatan di segala
bidang oleh perusahaan secara terus-menerus.
4.1.5. Jumlah Tenaga Kerja
Secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja yang bekerja pada PT.
ADM – Casting Plant sebanyak 452 tenaga kerja. Sebanyak 352
tenaga kerja berstatus karyawan kontrak dan 100 tenaga kerja
berstatus karyawan tetap.
4.1.6. Sistem Sumber Daya Manusia
Sistem sumber daya manusia yang digunakan oleh PT. ADM –
Casting Plant berupa AHRM, Astra Human Resources Management,
yaitu suatu systen yang dibangun oleh perusahaan agar para karyawan
yang bekerja pada perusahaan dapat bekerja dengan baik yang
nantinya mempengaruhi kinerja para pekerja dalam bekerja
Hanya ada satu bagian yang menangani pengelolaan sumber daya
manusia pada PT. ADM – Casting Plant, yaitu bagian Human
Resources Development (HRD). Fungsi-fungsi yang dijalankan oleh
HRD adalah sebagai berikut :
1. Fungsi rekrutmen
HRD menjalankan fungsi tersebut atas dasar permintaan dari
perusahaan yang dianggap perlu menambah ataupun mengganti
tenaga kerja.
2. Fungsi people development
Fungsi ini dijalankan oleh HRD untuk menunjang karir para
pekerja yang bekerja pada perusahaan.
3. Fungsi industrial relation
HRD mempunyai hubungan dengan serikat pekerja perusahaan.
Pada fungsi ini, HRD memberhentikan pekerja (PHK) yang dinilai
memiliki disiplin rendah
4. Fungsi remunerasi
Fungsi dimana HRD mengatur pemberian gaji bagi seluruh
pekerja.
55
5. Fungsi personel service
Fungsi dimana HRD melayani karyawan yang memiliki masalah
atau keluhan dalam bekerja.
6. Fungsi training
HRD memberikan training terhadap bekerja yang bertujuan untuk
menambah skill dalam bekerja
7. Fungsi organitational development
Fungsi dimana HRD mengembangkan organisasi perusahaan.
Setiap 3 bulan, para pekerja akan mendapatkan penilaian mengenai
kinerjanya masing-masing. Setiap pekerja yang dianggap
mempunyai kinerja yang baik akan diberikan reward dari
perusahaan. Sedangkan karyawan yang memiliki disiplin rendah
akan diberikan punishment.
4.1.7. Pengaturan Jam Kerja
Pada PT. Astra Daihatsu – Casting Plant, pemberlakuan jam kerja
dibedakan antara pekerja yang bekerja di kantor (office) dengan
pekerja yang bekerja di lantai produksi. Akan tetapi, seluruh karyawan
diwajibkan untuk mengikuti senam pagi yang diadakan oleh perusahaa
setiap pukul 07.00 WIB. Beriktu adalah waktu kerja karyawan PT.
ADM – Casting Plant :
Staf Kantor
Hari Kerja : Senin – Jumat
Waktu kerja : 07.30 – 16.30
Waktu Istirahat : 12.00 – 13.00
Staf Pabrik (shift 1)
Hari Kerja : Senin – Jumat
Waktu kerja : 07.50 – 13.00
Waktu Istirahat : 11.50 – 12.25
Staf Pabrik (shift 2)
Hari Kerja : Senin – Jumat
Waktu kerja : 19.15 – 04.30
Waktu Istirahat : 23.50 – 00.35
56
PT, ADM – Casting Plant memberlakukan waktu bekerja dalam satu
bulan sebanyak 80 jam kerja, sehingga setiap bulannya, para pekerja
bekerja pada hari sabtu sebanyak 2 kali. Dan juga, standar lembur
yang diberlakukan oleh PT. ADM – Casting Plant yaitu sebanyak 180
menit untuk shift satu dan 150 menit untuk shift kedua.
4.1.8. Faktor-faktor konflik pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant.
Beberapa faktor yang menjadi konflik pada PT. ADM – Casting
Plant adalah :
1. Masalah kompensasi
Di dalam menerapkan gaji pokok PT. ADM – Casting Plant
termasuk cukup baik. Untuk karyawan kontrak pada level terendah
yaitu operator, seorang lulusan SMA/SMK mendapatkan gaji
pokok sebesar Rp. 1080.000,00. Gaji pokok yang diberikan masih
lebih tinggi dibanding dengan UMK Kab. Karawang sebesar
Rp.1000.000,00. Namun, perusahaan memiliki turnover yang
cukup tinggi pada level operator. Seorang karyawan kontrak pada
posisi terendah harus menjalani seleksi ketat dengan karyawan lain
untuk mendapatkan posisi karyawan tetap. Pada tahun 2007 PT.
ADM – Casting Plant menargetkan komposisi 60:40, 60%
karyawan kontrak dan 40% karyawan tetap. Namun komposisi
tersebut gagal terwujud. Komposisi yang terjadi di lapangan adalah
70:30, dengan perbandingan 70% karyawan kontrak dan 30%
karyawan tetap. Hal inilah yang seringkali membuat karyawan baru
merasa bimbang dengan karirnya. Selain itu, untuk mendapatkan
penghasilan melalui lembur, karyawan harus melewati prosedur
peraturan lembur yang sulit. Pada posisi operator, karyawan yang
ingin mendapatkan izin lembur, maka harus mendapatkan izin dari
team leader, foreman dan supervisor. Oleh karena itu, kesempatan
untuk mendapatkan kompensasi tambahan melalui uang lembur
cukup sulit. Hal-hal inilah yang seringkali menjadi konflik di PT.
ADM – Casting Plant.
57
2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal)
Karyawan PT. ADM – Casting Plant mayoritas memiliki
pendidikan terakhir SMA. Oleh karena itu, seringkali karyawan
mengalami perbedaan persepsi atas instruksi yang diberikan oleh
atasan yang memiliki pengalaman dan pendidikan yang lebih
tinggi. Lokasi PT. ADM – Casting Plant yang jauh dari PT. ADM
pusat yang berada di Jakarta terkadang menjadi hambatan bagi
karyawan PT. ADM – Casting Plant untuk mendapatkan informasi
terbaru dari pusat. Dengan demikian, kesalahan koordinasi antara
atasan dengan bawahan seringkali menjadi konflik karyawan
3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM – Casting
Plant adalah sebuah metode kerja yang memberikan keleluasaan
bagi karyawan untuk membuat Standard Operating Procedur
(SOP) sesuai keinginan masing-masing karyawan dan tim kerja.
SOP dibuat oleh tiap karyawan berdasarkan jobdesc, kemudian
disetujui oleh tim kerja dan atasan yang bersangkutan. Dampak
dari adanya Suggestion System yaitu terjadinya tumpang tindih
pekerjaan antar karyawan dan tim kerja. Di dalam pembuatan SOP
karyawan atau tim kerja, seringkali tidak terjadi koordinasi yang
baik dengan karyawan dan tim kerja lain. Karyawan dan tim kerja
yang mengalami tumpang tindih pekerjaan seringkali menjadi
saling mengandalkan di dalam menyelesaikan pekerjaan yang sama
dengan karyawan dan tim kerja lain. Oleh karena itu, kesalahan
koordinasi antar karyawan (horizontal) seringkali mengakibatkan
konflik karyawan.
4. Lemahnya sistem dan fasilitas
Meskipun PT. ADM Casting Plant menggunakan peralatan canggih
di dalam kegiatan operasonalnya. Akan tetapi banyak sekali
peralatan yang tetap harus digunakan secara manual. Karyawan
yang bekerja dengan mesin manual dan membutuhkan enerji yang
berat sangat riskan untuk terjadinya konflik. Lingkungan pada
58
lantai produksi yang bising dan panas seringkali menimbulkan
stress pada karyawan. Sistem K3 yang diterapkan untuk karyawan
sebenarnya cukup banyak dan bersifat edukatif. Akan tetapi,
rambu-rambu petunjuk K3 cukup rumit dan tidak mudah dipahami.
Hal inilah yang mengakibatkan karyawan menjadi kesulitan
menjalankan instruksi K3 yang ada. PT. ADM memiliki klinik
yang cukup besar dan nyaman. Namun, dokter yang stand by hanya
pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Oleh sebab itu, lemahnya sistem
dan fasilitas dapat menjadi konflik bagi karyawan PT. ADM –
Casting Plant.
5. Masalah status
PT. Astra Daihatsu Motor adalah perusahaan yang mengadopsi
budaya Jepang. Oleh karena itu, budaya feodal terkadang masih
melekat pada PT. ADM. Karyawan yang memiliki jabatan dan
kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Kondisi
ini seringkali menjadi hambatan di dalam komunikasi antara atasan
dan bawahan. Selain itu, sebagian karyawan terkadang merasa iri
dan tidak terima diperintah oleh atasan yang berusia muda ataupun
kurang pengalaman. Hal ini dapat mengakibatkan komunikasi yang
terjalin menjadi kurang baik dan mengakibatkan konflik.
4.2. Karakteristik dan Sebaran Responden
4.2.1. Karakteristik Responden
Analisis karakteristik responden penting dilakukan karena
karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan responden
dalam memahami sistem promosi jabatan yang ada di perusahaan.
Karakteristik responden ditinjau dari segi usia, tingkat
pendidikan,tingkat pendapatan dan pengalaman kerja.
a. Usia Responden
Usia responden dapat menunjukkan kemampuan responden
dalam menyerap pengetahuan dan informasi yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Selain itu dapat juga menunjukkan
59
produktivitas responden dalam bekerja. Sebaran usia dari
kelompok responden dapat dilihat pada Gambar 5.
<188%
18 - 21 tahun61%
22-25 tahun30%
>25tahun1%
<1818 - 21 tahun22-25 tahun>25tahun
Gambar 5. Karakteristik usia responden
Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berusia pada range 19 – 25 tahun, yaitu sebesar 99 persen,
sedangkan pada usia 26-32 tahun pada range 1 %. Hal tersebut
dikarenakan kondisi karyawan pada PT. ADM – Casting Plant
70% didominasi oleh karyawan kontrak yang berusia 19-25 tahun.
b. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden PT. ADM Casting – Plant
dapat dilihat pada Gambar 6.
SMA99%
S11%
SMAS1
Gambar 6. Karakteristik tingkat pendidikan responden
Gambar 6 menerangkan bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK, yaitu sebesar 99 persen.
Hal ini terjadi karena responden merupakan karyawan PT. ADM
Casting – Plant yang memiliki masa kerja lama yang memulai
60
karirnya dari ”bawah”, sehingga posisi saat ini lebih dipengaruhi
oleh jasa dan prestasi karyawan terhadap perusahaan. Selain itu,
karena perusahaan menetapkan syarat minimum pendidikan
SMA/SMK pada rekrutmen awal berdirinya perusahaan.
c. Masa Kerja Responden
Masa kerja responden PT. ADM Casting – Plant dapat
dilihat pada Gambar 7.
<127%
2-4 tahun72%
5-6tahun1%
<1 2-4 tahun5-6tahun
Gambar 7. Karakteristik masa kerja responden
Gambar 7 menerangkan bahwa 99 persen responden
memiliki pengalaman kerja kurang dari 2 tahun dan 1% 2 s/d 6
tahun. Hal ini dikarenakan 70% karyawan TP. ADM – Casting
Plant berstatus kontrak yang memiliki masa kerja kurang dari 2
tahun.
d. Pendapatan Responden
Masa kerja responden PT. ADM Casting – Plant dapat
dilihat pada Gambar 8.
1.500.000-3.000.000
99%
4.500.000 - 6.000.000
1%
1.500.000-3.000.0004.500.000 - 6.000.000
Gambar 8. Karakteristik pendapatan responden
61
4.2.2. Sebaran Responden
Kuesioner disebarkan secara kuota sampling terhadap karyawan
pada PT. ADM Casting – Plant. Kuesioner yang disebarkan berjumlah
100 kuesioner yang terdiri dari 41 pertanyaan. Sebaran kuesioner
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran kuesioner
Division Populasi Sampel
Production 222 49
Production Enginering 110 25
Maintenance 90 20
General Affair 2 1 PPC & Logistic 14 4 Accounting anf Control 6 1 Quality control 6 1 Human Resources Division 4 1
Total 454 100
4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan aturan
dalam SEM dengan bantuan software LISREL karena kecocokan model
dalam metode SEM dapat langsung menjelaskan pengujian validitas dan
reliabilitas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
indikator mampu mengukur variabel laten. Menurut Bollen, 1989 dalam
Sitinjak dan Sugiarto, 2006 validitas pertanyaan yang merupakan variabel
indikator dalam mengukur variabel laten tertentu dinilai dengan melihat
apakah loading factornya nyata, yaitu apakah memiliki nilai t lebih dari t-
kritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen). Berdasarkan perhitungan,
seluruh variabel indikator dalam penelitian ini memiliki loading factor yang
nyata, yaitu memiliki nilai t lebih besar dari t-kritis (1,96 pada tingkat
signifikansi 5 persen), yang berarti bahwa semua indikator valid. Hasil dari
pengujian validitas dapat dilihat pada Gambar 9.
62
kmpnsasi4.87
vertikal5.32
hrzontal5.76
sistem6.48
status6.47
konflik kinerja
absensi 5.51
kemmpuan 5.11
prdktv ts 6.07
vertikal 6.37
hrzntal 6.09
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045
4.35
4.60
3.81
3.33
3.78
6.04
5.61
5.06
3.60
3.63
3.29
Gambar 9. Nilai uji nyata (Uji-t) model struktural
Pada gambar uji t-value pada LISREL didapat nilai validitas dari γ
(gamma) yang menggambarkan hubungan langsung antara variabel laten
konflik dan variabel laten kinerja yaitu sebesar 3,29. Kemudian, nilai loading
λ (lambda) menggambarkan hubungan antara variabel laten konflik ataupun
vairabel laten kinerja terhadap masing-masing indikatornya. Dari masing-
masing loading λ (lambda) variabel laten terhadap indikatornya memiliki
nilai di atas nilai 1,96. Nilai δ (delta) menunjukkan kesalahan pengukuran
dari indikator variabel konflik. Nilai δ (delta) yang berada pada sisi paling
kiri dari gambar menunjukkan nilai δ (delta) sudah valid dengan berada pada
nilai di atas 1,96. Kemudian nilai ε (epsilon) berada pada sisi paling kanan
dari gamabr menunjukkan bahwa nilai ε (epsilon) sudah valid karena di atas
1,96.
Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap model struktural dalam
penelitian ini untuk melihat kekonsistenan variabel indikator dalam
mengukur variabel laten. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
63
indikator mempunyai kekonsistenan yang tinggi dalam mengukur variabel
laten. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
jenis pengukuran construct reliability. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat
dilihat pada Lampiran 4. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa nilai construct
reliability variabel konflik dan variabel kinerja memiliki nilai yang baik yaitu
0,67 dan 0,64, berada di atas 0,6 (Bagozzi dan Yi, 1988 dalam Ghozali dan
Fuad, 2005)
4.4. Analisis Persepsi Karyawan Terhadap Konflik dan Kinerja Karyawan
Konflik merupakan input yang positif bila bisa dimaksimalkan oleh
oleh perusahaan. Oleh karena itu, analisis persepsi karyawan terhadap konflik
dan kinerja karyawan perlu dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui
sejauh mana karyawan menilai konflik dan kinerja yang ada di perusahaan.
Skala yang digunakan untuk melihat persepsi responden terhadap sistem
promosi jabatan dan kinerja adalah skala Likert. Nilai rentang skala (Rs)
yang didapat adalah 0,75.
Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara skor nilai
jawaban berdasarkan skala dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor
rataan tersebut, maka posisi tanggapan / keputusan responden :
Tabel 3. Posisi tanggapan/keputusan responden
Skor Nilai Tanggapan/Keputusan Responden
1,0 – 1,75 Sangat Rendah
1,75 – 2,5 Rendah
2,5 – 3,25 Tinggi
3,25 – 4 Sangat Tinggi
Posisi tersebut jika diinterpretasikan adalah sebagai berikut:
1. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 1 sampai
1,75, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang sangat
rendah.
2. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 1,75
sampai 2,5, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang
rendah.
64
3. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 2,5 sampai
3,25, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang tinggi.
4. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 3,25
sampai 4, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang
sangat tinggi.
4.4.1. Persepsi Responden Terhadap Konflik Karyawan
Analisis persepsi responden terhadap konflik dilakukan
berdasarkan faktor-faktor konflik yaitu: kompensasi, kesalahan
instruksi atasan (vertikal), kesalahan koordinasi antar karyawan
(horizontal), lemahnya sistem dan fasilitas, masalah status. Masing-
masing variabel terdiri dari tiga sampai enam pertanyaan yang
menggambarkan konflik karyawan.
Tabel 4. Persepsi responden terhadap masalah kompensasi
No Indikator Konflik Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Ketidaksesuaian gaji dengan beban kerja
2,43 Rendah
2. Ketidaksesuaian uang lembur dengan tambahan pekerjaan
2,44 Rendah
3. Ketidaksesuaian bonus dengan prestasi kerja.
2,44 Rendah
4. Ketidakjelasan karir 2,29 Rendah Total 2,4 Rendah
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki
persepsi yang baik terhadap kompensasi yang ditetapkan perusahaan.
Dengan skor 2,4 dapat dideskripsikan bahwa tingkat masalah yang
timbul akibat kompensasi tergolong rendah. Karyawan mendapat gaji
yang sesuai dengan beban kerja yang diberikan perusahaan. Karyawan
juga mendapatkan uang lembur yang sesuai dengan tambahan
pekerjaan.. Selain itu, karyawan juga merasa bonus yang diberikan
perusahaan telah sesuai dengan prestasi kerja. Kejelasan karir juga
membuat karyawan memiliki persepsi yang baik tentang kompensasi
yang diberikan perusahaan.
Karyawan berpersepsi baik terhadap gaji dikarenakan standar
gaji gaji pada PT. ADM – Casting Pant tergolong tinggi. Untuk
65
karyawan kontrak lulusan SMA pada posisi operator, karyawan
mendapatkan gaji pokok sebesar Rp. 1080.000,00. Gaji yang
ditetapkan lebih besar dari UMK Kab. Karawang sebesar Rp.
1.000.000,00. Karyawan PT. ADM – Casting Plant setiap bulannya
menerima pendapatan
Kemudian, karyawan berpersepsi baik terhadap uang lembur
yang diberikan PT. ADM – Casting Plant dikarenakan standar
kompensasi uang lembur yang diberikan tergolong cukup tinggi. PT.
ADM – Casting Plant memberikan uang lemburnya dengan rumus
1/173 x {Gaji pokok + (uang transport x 22) + (makan x 22) +
(ASTEK)}. Uang lembur yang diberikan oleh PT. ADM – Casting
Plant jauh lebih tinggi ketimbang standar lembur yang ditetapkan
Disnaker yaitu sebesar (1/ 173 x Gaji Pokok).
Karyawan berpersepsi baik terhadap bonus yang diberikan atas
prestasi kerja karyawan. Bagi karyawan-karyawan dengan kinerja
terbaik pada tingkat plant akan diberikan fee sebesar Rp. 2000.000,00.
untuk tingkat PT. Astra Daihatsu Motor, karyawan mendapat kinerja
terbaik akan mendapatkan motor. Pada tingkat Astra International,
karyawan-karyawan terbaik akan dikirim untuk wisata ke Jepang.
Selain itu, karyawan PT. ADM – Casting Plant berpersepsi baik
terhadap kejelasan karir yang ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini
dikarenakan perusahaan transparan dan adil di dalam menetapkan
jenjang karir setiap karyawan.
Tabel 5. Persepsi responden terhadap kesalahan instruksi atasan
No Indikator Konflik Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Ketidakjelasan instruksi atasan 2,58 Tinggi 2. Kurang komunikasi atasan dan
bawahan 2,38
Rendah
3. Pemberian pekerjaan di luar tanggung jawab karyawan.
2,42
Rendah
Total 2,46 Rendah
Tabel 5 menunjukkan bahwa karyawan memiliki persepsi yang
baik terhadap insruksi atasan (vertikal). Hal ini terlihat dari nilai 2,46
66
yang menunjukkan bahwa tingkat kesalahan instruksi atasan tergolong
rendah. Karyawan berpersepsi baik terhadap instruksi dan komunikasi
atasan dikarenakan di dalam menjalankan tugas, atasan selalu berada
pada tempat kerja. Sehingga memudahkan komunikasi antara
karyawan dengan atasan. Selain itu, atasan selalu memberikan
pekerjaan seseuai dengan tanggung jawab dan wewenang dikarenakan
job desc tiap karyawan jelas.
Tabel 6. Persepsi responden terhadap kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
No Indikator Konflik Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Tumpang tindih pekerjaan antar karyawan
2,7 Tinggi
2. Kurang komunikasi antar departemen
2,81 Tinggi
3. Saling mengandalkan antar karyawan
2,79 Tinggi
4. Tumpang tindih pekerjaan antar tim kerja
2,7 Tinggi
Total 2,8 Tinggi
Tabel 6 menerangkan bahwa karyawan memiliki persepsi yang
kurang baik terhadap koordinasi antar karyawan (horizontal). Dengan
skor 2,8 menggambarkan bahwa tingkat kesalahan koordinasi antar
karyawan (horizontal) tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan
adanya Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM –
Casting Plant. Suggestion System memberikan kebebasan kepada
karyawan untuk membuat job desc sesuai dengan posisinya masing-
masing.
Dampak dari Suggestion System (SS) membuat karyawan-
karyawan sering mengalami tumpang tindih pekerjaan akibat ada
kesamaan job desc dengan tim / karyawan lain. Efek dari adanya
tumpang tindih pekerjaan, maka karyawan berpersepsi bahwa tingkat
saling mengandalkan di dalam bekerja cukup tinggi. Karyawan sering
menganggap job desc yang dilakukan sama dengan job desc karyawan
lain. Sehingga karyawan terkadang tidak mengerjakan pekerjaan yang
67
diberikan, dan berharap karyawan atau tim kerja lain yang melakukan
pekerjaan tersebut.
Tabel 7. Persepsi responden terhadap lemahnya sistem dan fasilitas
No Indikator Konflik Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Peralatan kerja yang kurang baik 2,61 Tinggi 2. Fasilitas K3 (Keamanan, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja) yang tidak memadai
2,63 Tinggi
3. Fasilitas klinik yang kurang lengkap
2,67 Tinggi
4. Kurangnya fasilitas uang transpor 2,65 Tinggi 5. Tidak jelasnya petunjuk pemakaian
peralatan kerja. 2,65 Tinggi
6. Fasilitas rawat inap yang kurang baik
2,71 Tinggi
Total 2,65 Tinggi
Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki
persepsi yang kurang baik terhadap sistem dan fasilitas yang dimiliki
perusahaan. Dengan skor 2,65 karyawan setuju dengan lemahnya
sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant.
Karyawan setuju dengan kurang baiknya peralatan kerja yang
dimiliki oleh PT. ADM – Casting Plant. Hal ini dikarenakan kebijakan
perusahaan pada PT. ADM – Casting Plant yang lebih mengutamakan
tenaga manusia untuk mengurangi defect. Oleh karena itu, mesin yang
digunakan pada PT. ADM Casting – Plant masih banyak yang manual.
Sistem dan fasilitasK3 yang ada pada PT. ADM – Casting Plant
masih kurang baik. Fasilitas K3 pada perusahaan terlalu standar dan
kurang mengedukasi para karyawan. Pada lantai produksi banyak
sekali karyawan yang lalu lalang dan tidak berjalan sesuai dengan
jalur hijau yang ditetapkan.
Fasilitas klinik menurut persepsi karyawan tergolong cukup baik
karena tergolong lengkap. Namun, fasilitas tunjangan kesehatan
dianggap kurang baik. Terutama masalah rawat inap karyawan. Hal
ini karena adanya perubahan sistem tunjangan fasilitas rawat inap
rumah sakit yang dilakukan PT. ADM – Casting Plant. Sistem lama
68
memberikan fasilitas rawat inap berupa dana bantuan langsung.
Namun, sistem baru memberikan fasilitas rawat inap bukan dengan
dana. Namun berdasarkan golongan karyawan. Karyawan dengan
level operator mendapatkan fasilitas rawat inap kelas II. Sedangkan
level di atasnya yaitu foreman atau supervisor mendapatkan fasilitas
rawat inap kelas I.
Karyawan berpersepsi kurang baik terhadap fasilitas uang
transpor. Hal ini dikarenakan belum adanya sistem fasilitas uang
transpor untuk karyawan. Selama ini perusahaan kurang memberikan
fasilitas fasilitas transportasi, misalnya kredit kendaraan bermotor
kepada karyawan. Oleh sebab itu, kurang baiknya sistem fasilitas
transportasi PT. ADM – Casting Plant bisa mengakibatkan terjadinya
konflik.
Tabel 8. Persepsi responden terhadap masalah status
No Indikator Konflik Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang lebih tua umurnya
2,29 Rendah
2. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang lebih berpengalaman
2,33 Rendah
3. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan memiliki kemampuan lebih baik
2,41 Rendah
4. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi
2,37 Rendah
Total 2,35 Rendah
Tabel 8 menunjukkan bahwa masalah status yang ada di
perusahaan relatif rendah. Budaya perusahaan yang disiplin, saling
menghormati dan bersifat kekeluargaan, membuat hubungan antar
karyawan terjalin dengan baik. Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap
karyawan harus menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih
tinggi, lebih tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki
kemampuan lebih baik. Hal ini merupakan cara PT. ADM untuk
mendidik para karyawan untuk menghormati karyawan lain yang
berprestasi dan loyal bagi PT. ADM – Casting Plant. Dengan metode
69
ini, diharapkan timbul budaya saling menghormati, disiplin dan
kekeluargaan di dalam PT. ADM – Casting Plant.
Tabel 9. Persepsi responden terhadap Konflik Karyawan
No Indikator Konflik Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Masalah Kompensasi 2,40 Rendah 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) 2,46 Rendah 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan
(horizontal) 2,80 Tinggi
4. Lemahnya sistem dan Fasilitas 2,65 Tinggi 5. Masalah status 2,35 Rendah Total 2,52 Tinggi
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat konflik
karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant
dapat dikategorikan tinggi. Hal ini dapat terlihat dari rekapitulasi skor
rataan dan skor total konflik karyawan perusahaan.
4.4.2. Persepsi Responden Terhadap Kinerja Karyawan
Analisis persepsi responden terhadap kinerja karyawan
dilakukan dengan merinci faktor-faktor kinerja karyawan yang
diperoleh dari lembaran penilaian kinerja (perfomance apraisal)
karyawan PT ADM – Casting Plant. Diperoleh lima faktor yang
membentuk kinerja karyawan, kemudian faktor-faktor tersebut
dijabarkan dalam bentuk pertanyaan kuesioner. Hasil perhitungan skor
rataan persepsi responden terhadap kinerja karyawan dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Persepsi responden terhadap tingkat kehadiran
No Indikator Kinerja Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Datang kerja tepat waktu 2,8 Tinggi 2. Cuti sesuai peraturan perusahaan 2,85 Tinggi 3. Hubungan baik dengan rekan
kerja 2,75 Tinggi
4. Kondisi ruangan yang nyaman 2,63 Tinggi Total 2,76 Tinggi
Berdasarkan Tabel 10, karyawan memiliki baik terhadap tingkat
absensi. Dengan budaya disiplin yang tinggi dan kondisi ruangan yang
70
nyaman, membuat karyawan semangat di dalam bekerja. Tindakan
bersifat koersif cenderung ditinggalkan pada manajemen. Apabila
karyawan bermasalah di dalam absensi, atasan biasanya melakukan
tindakan persuasif untuk meningkatkan kinerja karyawan tersebut.
Atasan selalu berusaha menumbuhkan rasa saling membutuhkan
kepada setiap karyawan. Dengan demikian, setiap karyawan akan
berusaha untuk selalu hadir teapat waktu dan berkinerja baik karena
merasa posisinya sangat penting bagi PT. ADM – Casting Plant.
Tabel 11. Persepsi responden terhadap tingkat kemampuan karyawan
No Indikator Kinerja Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Kompetensi kerja 2,69 Tinggi 2. Pelatihan 2,84 Tinggi 3. Kemampuan bekerja tepat waktu 2,82 Tinggi Total 2,78 Tinggi
Berdasarkan Tabel 11, karyawan berpersepsi baik terhadap
tingkat kemampuan karyawan. Hal ini dikarenakan PT. ADM sangat
ketat di dalam melakukan rekrutmen karyawannya. Untuk menjadi
karyawan PT. ADM, calon karyawan wajib mengikuti seleksi dengan
tahapan: psikotes, wawancara psikolog, wawancara HRD, wawancara
user dan medical tes. Hanya kayawan yang berkompeten yang bisa
masuk PT. ADM. PT. ADM adalah perusahaan yang memiliki
komitmen di dalam mengembangan kompetensi karyawannya. PT.
ADM adalah perusahaan yang berani merekrut fresh graduate dalam
jumlah besar untuk menjadi karyawan, ketimbang merekrut tenaga
kerja berpengalaman. Hal ini dikarenakan PT. ADM memiliki sistem
pelatihan yang sangat baik di dalam meningkatkan kemampuan
karyawannya sesuai dengan kebutuhan perusahaan . Setiap tahunnya
karyawan mendapatkan minimal 3 kali pelatihan umum setiap tahun
di PT. ADM. Pelatihan pada tingkat seksi setiap bulannya. Kemudian
pelatihan pada tingkat tim kerja secara insidental. Dengan adanya
pelatihan yang terus menerus, karyawan mampu bekerja tepat waktu.
Hal ini terlihat dari nilai sebesar 2,82 yang menggambarkan bahwa
71
karyawan berpersepsi positif dengan kemampuannya di dalam
mengerjakan pekerjaan tepat waktu.
Tabel 12. Persepsi responden terhadap tingkat produktivitas karyawan
No Indikator Kinerja Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Sesuai target yang ditetapkan atasan 3,03 Tinggi 2. Tidak boros sumber daya 3,14 Tinggi 3. Minimalisir kesalahan bekerja 2,99 Tinggi Total 3,05 Tinggi
Berdasarkan Tabel 12, karyawan memiliki persepsi yang baik
terhadap produktivitas karyawan. Pada Tabel 12 dapat diketahui
bahwa karyawan sudah dapat memenuhi target yang ditetapkan
perusahaan. Dengan bantuan mesin yang baik dan metode six sigma,
karyawan dan tim kerja dapat menyelesaikan pekerjaan dengan defect
defect yang rendah dan hemat sumber daya.
Tabel 13. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal)
No Indikator Kinerja Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Komunikasi 3,2 Tinggi 2. Pengawan atasan secara periodik 3,21 Tinggi 3. Pujian atasan 3,2 Tinggi 4. Saran dan perbaikan dari atasan 3,19 Tinggi 5. Perhatian atasan 3,19 Tinggi 6. Ide yang didengarkan atasan 3,25 Sangat
Tinggi Total 3,21 Tinggi
Berdasarkan Tabel 13, karyawan memiliki persepsi yang baik
terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal). Karyawan
menganggap bahwa di dalam bekerja, atasan selalu baik di dalam
menjalin hubungan dengan bawahan. Secara periodik atasan
mengawasi pekerjaan karyawan. Atasan selalu melakukan monitoring
& evaluating untuk memperbaiki kinerja karyawannya. Untuk
karyawan yang memiliki kinerja rendah, atasan wajib memberikan
saran dan perbaikan. Kemudian untuk karyawan yang baik kinerjanya,
atasan wajib memberikan pujian baik secara formal, maupun informal
72
kepada karyawannya. Karyawan PT. ADM – Casting Plant adalah
karyawan yang memiliki kompetensi yang baik. Sehingga di dalam
melakukan pekerjaanya, atasan memberikan keleluasaan bagi tiap
karyawan untuk membuat Suggestion System dan memberikan bonus
bagi karyawan yang memberikan kritik dan saran terbaik kepada
perusahaan. Dengan metode ini karyawan menjadi memiliki sarana
untuk memberikan ide yang membangun bagi kemajuan perusahaan.
Tabel 14. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal)
No Indikator Kinerja Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Kesamaan persepsi 2,85 Tinggi 2. Komunikasi 2,91 Tinggi 3. Kerjasama 2,99 Tinggi 4. Persaingan 2,9 Tinggi Total 2,91 Tinggi
Berdasarkan Tabel 14, karyawan memiliki persepsi yang baik
terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal). Karyawan
akan merasa nyaman dan senang serta dapat bekerja dengan baik
dalam lingkungan kerja yang harmonis dimana setiap karyawan
memiliki hubungan yang baik. Karyawan dapat bekerja baik dengan
anggota kelompok apabila memiliki pandangan yang sama. Pada PT.
ADM – Casing Plant, mayoritas pekerjaan dilakukan secara tim.
Dengan demikian, tingkat kerjasama antar karayan cukup tinggi.
Namun, dengan adanya sistem reward & punishment yang
diberlakukan PT. ADM – Casting Plant, membuat kondisi persaingan
di PT. ADM – Casting Plant cukup tinggi. Setiap karyawan dan tim
kerja bersaing untuk menjadi yang terbaik dan mendapatkan
penghargaan dari perusahaan.
73
Tabel 15. Persepsi responden terhadap kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant.
No Indikator Kinerja Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Tingkat kehadiran (absensi) 2,76 Tinggi 2. Kemampuan karyawan 2,78 Tinggi 3. Produktivitas 3,05 Tinggi 4. Hubungan atasan dan bawahan 3,21 Tinggi 5. Hubungan antar karyawan 2,91 Tinggi Total 2,94 Tinggi
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan
PT. ADM – Casting Plant dapat dikategorikan tinggi. Hal ini dapat
terlihat dari rekapitulasi skor rataan dan skor total kinerja karyawan
perusahaan.
4.5. Pengaruh konflik terhadap Kinerja Karyawan
Dalam penelitian ini besarnya pengaruh konflik terhadap peningkatan
kinerja karyawan dapat diketahui dengan menggunakan metode Structural
Equation Modeling (SEM) yang terdiri dari dua variabel, yaitu variabel laten
bebas dan variabel laten tidak bebas. Konflik karyawan (ξ) merupakan
variabel laten bebas dan kinerja karyawan (η) merupakan variabel laten tidak
bebas. Variabel penelitian dan indikator-indikator yang diukur dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 16
Tabel 16. Variabel-variabel penelitian
Variabel Penelitian
Indikator yang diukur Nomor Pertanyaan
Konflik karyawan (ξ)
1. Masalah Kompensasi (X1) 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) (X2) 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan
(horizontal) (X3) 4. Lemahnya sistem dan Fasilitas (X4) 5. Masalah status (X5)
1.a.. – 1.d. 2.a. – 2.c. 3.a. – 3.d.
4.a. – 4.f. 5.a. – 5.d.
Kinerja karyawan (η)
1. Tingkat kehadiran (absensi) (Y1) 2. Kemampuan karyawan (Y2) 3. Produktivitas (Y3) 4. Hubungan atasan dan bawahan (vertikal) (Y4) 5. Hubungan antar karyawan (horizontal) (Y5)
1.a.. – 1.d. 2.a. – 2.c. 3.a. – 3.c. 4.a. – 4.f. 5.a. – 5.d.
Nilai dari masing-masing pertanyaan tiap komponen diambil nilai rata-
ratanya. Pengambilan nilai rata-rata ini bertujuan untuk mendapatkan satu
74
angka yang dapat mewakili setiap variabel indikator yang ada. Kemudian
nilai tersebut diolah dengan menggunakan software LISREL 8.30 yang
membentuk diagram lintas model pengaruh konflik karyawan terhadap
kinerja karyawan yang dapat dilihat pada Gambar 10.
kmpnsasi0.56
vertikal0.62
hrzontal0.69
sistem0.83
status0.83
konflik kinerja
absensi 0.68
kemmpuan 0.62
prdktv ts 0.77
vertikal 0.83
hrzntal 0.77
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045
0.57
0.61
0.48
0.42
0.48
0.66
0.62
0.56
0.41
0.41
0.62
Gambar 10. Diagram lintas model pengaruh sistem promosi jabatan terhadap kinerja karyawan
Secara keseluruhan uji kecocokan model ini dapat diterima. Kecocokan
model ini dapat dilihat dari nilai p-value sebesar 0,19898 dengan tingkat
kesalahan 0,23045. Nilai p-value sudah memenuhi harapan yaitu di atas 0,05
(Hair, et al., 1998). Hal ini berarti model tersebut tidak signifikan, yaitu
matriks input dan matriks estimasi tidak berbeda, maka model yang diajukan
layak. Nilai RMSEA sebesar 0,045 lebih kecil dari 0,05, berarti model
tersebut cocok dengan data yang ada. Nilai chi-square sebesar 40,71 tidak
berbeda jauh dengan df yaitu sebesar 34. Sesuai dengan aturan yang ada pada
LISREL, bahwa untuk mendapatkan model yang fit atau cocok, maka nilai
chi-square harus tidak berbeda jauh dengan nilai derajat bebasnya. Hal ini
telah terpenuhi oleh model. Selain itu, nilai GFI dan AGFI telah memenuhi
75
syarat yaitu sebesar 0,92 dan 0,88. Nilai tersebut dapat diketahui pada
Lampiran 5.
Gambar 11 menunjukkan bahwa konflik memberikan pengaruh nyata
terhadap kinerja karyawan sebesar 0,62 dengan nilai t (Gambar 9) sebesar
3,29 pada taraf nyata lima persen (>1,96). Hal ini menunjukkan bahwa dalam
keadaan optimal, setiap terjadinya konflik akan meningkatkan kinerja
karyawan sampai sebesar 0,62. Besarnya pengaruh konflik terhadap kinerja
karyawan ini dikarenakan karyawan menilai bahwa konflik merupakan
input yang bermanfaat untuk meningkatkan kinerja karyawan. Menurut
Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada
situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan,
merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan
memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Karyawan yang memiliki
konflik dapat terangsang untuk berpikir kreatif dan berusaha untuk keluar
dari masalah dengan keputusan yang terbaik. Dengan demikian, karyawan
yang terbiasa dengan konflik, dapat bekerja pada tingkat pressure yang
tinggi. Sehingga, kompetensi dan kinerja karyawan menjadi meningkat.
Apabila karyawan tidak terbiasa dengan konflik, atau selalu menghindari
adanya konflik. Maka karyawan akan mengalami stagnasi, dimana
kompetensi dan kinerja karyawan cenderung tidak peka terhadap perubahan.
Hal tersebut telah sesuai dengan pendapat Robbins (1996) yang menyatakan
bahwa titik ekstrim dari tidak adanya konflik adalah munculnya sikap-sikap
aparat yang apatis, absenteisme tinggi, bekerja seadanya, tidak empatik
terhadap pengguna jasa, dan sebagainya; yang pada akhirnya akan
memperendah kinerja karyawan.
4.5.1. Variabel Laten Bebas Konflik Karyawan
Varibel laten bebas konflik karyawan dibentuk oleh beberapa
variabel indikator, yaitu Masalah kompensasi, kesalahan instruksi
atasan (vertikal), kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal),
lemahnya sistem & fasilitas dan Masalah status. Berdasarkan Gambar
9 dan Gambar 10, besarnya pengaruh indikator yang paling besar
secara berturut-turut dapat dijelaskan pada Tabel sebagai berikut:
76
Tabel 17. Kontribusi variabel indikator terhadap pembentukan efektifitas terjadinya konflik.
No. Variabel indikator konflik Kontribusi 1. Masalah kompensasi 0,66 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) 0,62 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan
(horizontal) 0,56
4. Masalah status 0,41 5. Lemahnya sistem dan fasilitas 0,41
1. Masalah kompensasi
Masalah kompensasi (X1) memberikan kontribusi terbesar
terhadap terjadinya konlik karyawan yaitu sebesar 0,66 yang
memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 6,04 (>1,96). Hal
ini berarti peningkatan efektivitas masalah kompensasi
menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap terjadinya
konflik karyawan. Kontribusi yang besar ini dikarenakan
kompensasi adalah variabel yang sangat penting di dalam
mempertahankan sumberdaya manusia. Hal ini didukung oleh
pendapat Handoko (1996) yang mengatakan bahwa bila
pengupahan dan penggajian tidak diadministrasikan dengan tepat,
maka perusahaan akan dengan mudah kehilangan karyawannya
yang baik. Bahkan bila karyawan tidak keluar, mereka mungkin
menjadi tidak puas terhadap perusahaan dan menurunkan
produktivitas mereka.
Sejauh ini perusahaan tergolong cukup baik di dalam
menerapkan strategi remunrasi kepada karyawannya. Perusahaan
memberikan gaji pokok di atas UMK Kabupaten Karawang.
Karyawan mendapatkan transpransi jenjang karir yang jelas.
Kemudian, karyawan juga mendapatkan uang sistem perhitungan
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem perhitungan
Disnaker. Selain itu, karyawan mendapatkan bonus bagi karyawan
dan tim kerja dengan kinerja terbaik. Namun beberapa karyawan
menilai bahwa sistem jenjang karir hanya transparan dan bisa
diukur hanya untuk karyawan tetap. Seleksi yang ketat di dalam
77
pengangkatan karyawan dan turn over yang tinggi pada tingkat
karyawan kontrak menjadi masalah yang dapat menimbulkan
konflik bagi karyawan. Lembur adalah suatu cara bagi karyawan
PT. ADM untuk menambah penghasilan. Namun, prosedur untuk
melakukan lembur dianggap terlalu menyusahkan karyawan. Hal
inilah yang seringkali menjadi konflik bagi karyawan.
2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal)
Variabel kesalahan instruksi atasan (X2) memberikan
kontribusi yang berarti dalam membentuk efektivitas sistem
promosi jabatan, yaitu sebesar 0,62 yang memiliki pengaruh nyata
dengan nilai t sebesar 5,61 (>1,96). Hal ini dikarenakan kesalahan
instruksi atasan sangat rentan terhadap terjadinya konflik.
Kesalahan instruksi atasan pada PT. ADM – Casting Plant lebih
disebabkan karena perbedaan persepsi. Hal inilah yang seringkali
menimbulkan konflik. Menurut Stoner (1992), konflik dapat
disebabkan karena perbedaan nilai atau pandangan, perbedaan
tujuan di antara berbagai unit dalam organisasi dan perbedaan
sikap.
Sejauh ini, karyawan berpersepsi baik dengan instruksi
atasan. Namun, sebagian karyawan berpendapat bahwa terkadang
atasannya tidak jelas di dalam memberikan instruksi. Karyawan
PT. ADM – Casting Plant mayoritas adalah lulusan SMA/STM.
Oleh karena itu, seorang atasan yang memiliki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi terkadang memberikan perintah yang tidak dapat
ditafsirkan atau dijalankan oleh bawahannya yang memiliki
tingkat pendidikan lebih rendah. Hal inilah yang seringkali
mengakibatkan konflik karyawan.
3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
Variabel kesalahan koordinasi antar karyawan (X3)
memberikan kontribusi yang berarti bagi efektivitas sistem
promosi jabatan, yaitu sebesar 0,56 yang berpengaruh nyata
dengan nilai t sebesar 5,06 (>1,96). Kesalahan koordinasi antar
78
karyawan disebabkan karena kesamaan SOP dan job desc akibat
adanya Suggestion System (SS). Menurut Winardi (1992), konflik
seperti ini dinamakan sebagai konflik horizontal. Konflik
horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki
kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya,
konflik antar karyawan, atau antar departemenyang setingkat.
Menurut persepsi karyawan, PT. ADM. – Casting Plant
kurang baik di dalam koordinasi antar karyawan atau antar tim
kerja. Seringnya tumpang tindih dan saling mengandalkan di
dalam melakukan pekerjaan merupakan gambaran rendahnya
koordinasi antar karyawan & tim kerja.
4. Masalah status
Variabel Masalah status (X5) memberikan kontribusi yang
sebesar 0,41 terhadap terjadinya konflik. Nilai ini positif dan
berpegaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,63(>1,96). Hal ini berarti
peningkatan masalah status menyebabkan pengaruh yang cukup
besar terhadap pembentukan konflik karyawan. Kontribusi ini
didasarkan oleh adanya budaya feodal yang terkadang masih
melekat pada PT. ADM
Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap karyawan harus
menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi, lebih
tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan lebih
baik. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki jabatan dan
kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Hal
inilah yang sering menimbulkan konflik karyawan. Fakta ini
didukung berdasarkan pada pendapat Kenneth dan Garry (1992),
yang mengatakan bahwa konflik dapat disebabkan oleh masalah
status. Jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa
dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka
dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan
status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain
dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang
79
memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki
sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus
lebih rendah.Dengan contoh sederhana ini jelas bahwa masalah
status menjadi salah satu penyebab konflik.
5. Lemahnya sistem dan fasilitas
Variabel lemahnya sistem dan fasilitas (X4) memberikan
kontribusi sebesar 0,41 terhadap terjadinya konflik karyawan dan
berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,60 (>1,96). Nilai ini
menggambarkan bahwa lemahnya sistem dan fasilitas sangat
berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Kondisi lingkungan kerja
pada lantai produksi yang panas dan bising mudah sekali membuat
stress karyawan.
Karyawan berpersepsi bahwa sistem dan fasilitas PT. ADM
– Casting Plant kurang baik. Peralatan yang digunakan untuk
proses produksi masih banyak yang manual kemudian, fasilitas K3
masih belum bisa diterapkan secara baik oleh seluruh karyawan
PT. ADM – Casting Plant. Klinik yang hanya memiliki dokter
pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Fasilitas transportasi dan
fasilitas rawat inap bagi karyawan masih dianggaap kurang
memadai. Oleh sebab itu, lemahnya sistem dan fasilitas sangat
rentan untuk mengakibatkan konflik karyawan.
4.5.2. Variabel Laten Terikat Kinerja Karyawan
Varibel laten terikat kinerja karyawan dibentuk oleh beberapa
variabel indikator, yaitu Tingkat kehadiran (absensi),kemampuan
karyawan, produktivitas, hubungan atasan dan bawahan (vertikal,
hubungan antar karyawan (horizontal). Berdasarkan Gambar 9 dan
Gambar 10, besarnya peningkatan kinerja karyawan yang paling besar
akibat peningkatan konflik karyawan secara berturut-turut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
80
Tabel 18. Peningkatan kinerja yang diharapkan dengan terjadinya konflik karyawan secara berturut-turut
No. Variabel indikator konflik Kontribusi 1. Kemampuan karyawan 0,61 2. Tingkat kehadiran (absensi) 0,57 3. Produktivitas 0,48 4. Hubungan antar karyawan (horizontal) 0,48 5. Hubungan dengan atasan 0,42
1. Kemampuan karyawan
Kemampuan karyawan merupakan kompetensi, pengetahuan
dan pemahaman karyawan tehadap prinsip dan metode yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Seluruh karyawan
harus memiliki pengetahuan pekerjaan agar dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik dan benar sehingga dapat menghasilkan
kinerja yang maksimal. Menurut Steers et al dalam Nourizar
(2002), kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah
satunya adalah kemampuan dan keterampilan karyawan.
Berdasarkan Gambar 10. variabel kemampuan karyawan (Y2)
memberikan kontribusi terbesar dalam membentuk kinerja
karyawan, yaitu sebesar 0,61 yang berpengaruh nyata dengan nilai
t sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan kemampuan
karyawan akan lebih meningkatkan kinerja karyawan.
Besarnya kontribusi ini karena karyawan sudah mampu
melaksanakan job desc sesuai dengan metode dan prinsip serta
standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan. Selain
itu, perusahaan secara rutin memberikan pelatihan yang berkaitan
dengan tugas dan tanggung jawab sehingga meningkatkan
kemampuan karyawan. Tidak hanya itu, kemampuan karyawan
juga diperoleh dari rekan kerja maupun dari membaca buku-buku
yang berkaitan dengan pekerjaan. Karyawan selalu berusaha untuk
meningkatkan pengetahuan pekerjaan sebagai motivasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
81
2. Tingkat kehadiran (absensi)
Tingkat kehadiran (absensi) merupakan variabel yang
penting guna melaksanakan pekerjaan. Setiap karyawan yang
memiliki masalah dengan absensi akan terganggu kinerjanya. Hal
ini dikarenakan, waktu yang diperlukan utuk menyelesaikan
pekerjaan menjadi berkurang apabila tingkat kehadiran yang
buruk. Hal ini diperkuat dengan gambaran yang ditunjukkan
Gambar 10. Variabel tingkat kehadiran (absensi) (Y1) memberikan
kontribusi sebesar 0,57 yang berpengaruh nyata dengan nilai t
sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan tingkat kehadiran
karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan.
Besarnya kontribusi ini karena tingkat kehadiran karyawan
akan membantu karyawan di dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sesuai dengan metode dan prinsip serta
standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan.
Dengan tingkat kehadiran yang tinggi, maka karyawan akan
memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menyelesaikan
pekerjaannya. Pendapat ini didukung oleh Steers et al dalam
Nourizar (2002) yang mengatakan bahwa mengatakan bahwa
kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya
adalah kesempatan untuk berkinerja.
3. Produktivitas
Menurut Dewan Produktivitas Nasional dalam Umar (2005)
produktivitas memiliki pengertian sebagai sikap mental yang
selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin. Namun, produktivitas mengandung arti
sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan
keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Jadi
produktivitas adalah menyangkut tingkat efektivitas dan efisiensi
yang berhasil dicapai oleh karyawan.
Produktivitas (Y3) memberikan kontribusi sebesar 0,48
dalam membentuk kinerja karyawan yang berpengaruh nyata
82
dengan nilai t sebesar 3,81 (>1,96). Besarnya kontribusi yang
produktivitas karyawan terhadap kinerja karyawan tersebut
dikarenakan adanya usaha karyawan untuk menghasilkan
pekerjaan yang baik, yang sesuai bahkan melebihi standar mutu
yang ditetapkan perusahaan. Selain itu, besarnya kontribusi
produktivitas terhadap kinerja karyawan dikarenakan karyawan
telah mengikuti banyak pelatihan yang ditetapkan perusahaan pada
bidang pekerjaan masing-masing karyawan. Sehingga,
meningkatnya produktivitas seorang karyawan akan meningkatkan
kinerja karyawan tersebut.
4. Hubungan antar karyawan (horizontal)
Hubungan antar karyawan (Y5) memberikan kontribusi
yang berarti dalam membentuk kinerja karyawan, yaitu sebesar
0,48 yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,78 (>1,96).
Besarnya kontribusi yang Hubungan antar karyawan terhadap
kinerja karyawan tersebut dikarenakan di dalam mengerjakan
pekerjaanya, karyawan dituntut untuk dapat bekerjasama dengan
baik dengan karyawan lain di dalam tim. Selain itu, kontribusi
yang besar pada hubungan antar karyawan dikarenakan setiap
karyawan juga dituntut untuk bersaing dengan karyawan lain.
Terutama pada level karyawan kontrak, untuk menjadi karyawan
tetap PT. ADM – Casting Plant hanya memilih karyawan dengan
kinerja terbaik. Banyaknya tumpang tindih pekerjaan antar
karyawan seringkali membuat kinerja karyawan terganggu. Oleh
sebab itu, perlu ada pembagian yang jelas di dalam pembagian
tugas. Menurut Steers et al dalam Nourizar (2002) mengatakan
bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh kejelasan dan penerimaan
tugas. Oleh sebab itu, hubungan karyawan memiliki pengaruh yang
terhadap kinerja karyawan.
5. Hubungan dengan atasan (vertikal)
Hubungan dengan atasan (Y4) memberikan kontibusi dalam
membentuk kinerja karyawan sebesar 0,42 yang berpengaruh
83
nyata dengan nilai t sebesar 3,33 (>1,96). Kontribusi yang cukup
besar ini dikarenakan karyawan di dalam melakukan pekerjaannya
perlu untuk melakukan koordinasi yang baik dengan atasan.
Meskipun karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki
profesionalisme yang tinggi. Namun perlu bagi atasan untk
memberikan kritik, saran dan pujian kepada karyawannya. Hal ini
selain dapat memperbaiki kinerja, juga dapat meningkatkan
komunikasi antara atasan dan bawahan. Karyawan yang selalu
diberikan motivasi oleh atasannya akan memiliki kinerja yang
baik. Hal ini didukung oleh Mangkunegara (2000) yang
mengatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh motivasi.
4.6. Implikasi Manajerial
Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik
berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah
kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya
ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan.
Selanjutnya Robbins menjelaskan bahwa konflik sebagai berikut:
Gambar 11. Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja (Robbins, 1996)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka implikasi
manajerial yang dapat diberikan untuk melakukan manajemen konflik
pada PT ADM – Casting Plant, yaitu :
84
4.6.1. Masalah Kompensasi
Karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kompensasi
yang diberikan oleh PT. ADM – Casting Plant. Kompensasi adalah
variabel laten yang memiliki pengaruh paling besar untuk
menyebabkan konflik bila dibandingkan dengan variabel lain.
Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar
konflik yang ditimbulkan oleh kompensasi bisa optimal. Implikasi
manajerial untuk kompensasi yang dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat
dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Perlu ada sistem remunerasi yang lebih baik, agar
perusahaan bisa lebih menyesuaikan gaji pokok karyawan
dengan kondisi ekonomi wilayahnya. Hal ini dikarenakan
kondisi sosial ekonomi yang cenderung dinamis, sehingga
mempengaruhi tingkat kebutuhan karyawan. Sejauh ini,
PT. Astra Daihatsu Motor memberikan standar gaji yang
sama untuk karyawan di setiap daerah. Seorang karyawan
dengan jabatan operator di PT. ADM – Casting Plant yang
berlokasi di Karawang memiliki gaji pokok yang sama
dengan seorang operator pada PT. ADM – Stamping Plant
yang ada di Jakarta. Melihat fakta di atas, semestinya
perusahaan perlu melakukan evaluasi untuk mengkaji lebih
jauh mengenai kebutuhan karyawan agar perhitungan gaji
pokok bisa disesuaikan dengan kondisi ekonomi setiap
daerah.
2. Fungsi remunerasi pada PT. Astra Daihatsu Motor
dijalankan oleh Departemen HRD. Oleh karena itu,perlu
ada tim khusus yang melibatkan manajer HRD pada setiap
wilayah operasi PT. ADM dan konsultan keuangan yang
dapat menganalisis lebih jauh mengenai kesesuaian gaji
karyawan dengan kebutuhan hidup. Tim khusus ini
85
bertugas dalam menciptakan sistem yang efektif dan
efisien serta sesuai dengan kebutuhan karyawan.
3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah
kompensasi memberikan pengaruh sebesar 0,66 terhadap
kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang
mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT.
ADM – Casting Plant perlu menstimulus konflik agar
kinerja menjadi maksimal dengan menggunakan masalah
kompensasi sebagai manifest conflict. Manajemen konflik
dengan menggunakan kompensasi sebagai manifest conflict
perlu dilaksanakan oleh Departemen HRD sebagai
departemen yang memiliki kewenangan di dalam
menetapkan remunrasi dan bertanggung jawab di dalam
pengembangan sumber daya manusia PT. ADM – Casting
Plant. Mekanisasi manajemen konflik dengan merangsang
ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi harus selalu
memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi. Risiko
konflik pada karyawan jangan sampai terjadi pada
tingkatan yang destruktif. Contoh merangsang konflik
karyawan dengan kompensasi misalnya dilakukan dengan
membiarkan gaji karyawan tidak mengalami kenaikan
meskipun harga-harga barang secara agregate sedang naik.
Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada karyawan
PT. ADM – Casting Plant. Kemudian, ketika konflik yang
terjadi akan mengakibatkan kondisi kinerja karyawan
mulai menurun. Departemen HRD perlu mengatasi konflik
tersebut dengan melakukan negosiasi kepada Serikat
Karyawan Astra Daihatsu Motor (SKADM) mengenai
masalah kompensasi. Negosiasi diharapkan berakhir
dengan adanya agreement yang menguntungkan kedua
pihak (win-win solution). Hasil akhir dari agreement antara
HRD dan SKADM yaitu, perusahaan akan menaikan gaji
86
karyawan, namun karyawan harus mampu meningkatkan
kinerja sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan.
4.6.2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal)
Kesalahan instruksi atasan (vertikal) pada PT. ADM –
Casting Plant cenderung rendah. Karyawan menilai bahwa sejauh
ini, atasan sudah cukup baik di dalam melakukan koordinasi
dengan bawahan. Namun, sebagian karyawan menganggap bahwa
perintah atasan terkadang sulit untuk ditafsirkan dan bersifat
ambigu. Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga
agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan instruksi atasan
menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat
dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Pada PT. ADM – Casting Plant, mayoritas karyawan
memiliki tingkat pendidikan akhir SMA/STM. Oleh sebab
itu, karyawan seringkali berbeda persepsi di dalam
menjalankan tugas yang diberikan. Mengacu pada masalah
yang ada, maka PT. ADM – Casting Plant perlu
mengadakan pelatihan komunikasi verbal bagi para atasan
dan bawahan. Hal ini diperlukan agar para leader memiliki
kemampuan komunikasi yang baik di dalam memberikan
instruksi kepada bawahan. Selain itu, dengan pelatihan
komunikasi karyawan dapat memahami dengan jelas setiap
instruksi yang diberikan dan memiliki persepsi yang sama
dengan pemikiran atasan.
2. Selain itu, pada PT. ADM – Casting Plant masih ada posisi
yang diisi oleh para ekspatriat. Sehingga, komunikasi yang
terjalin antara karyawan lokal dengan ekspatriat menjadi
kurang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, PT. ADM perlu
melakukan pelatihan bahasa asing untuk karyawan lokal
dan pelatihan Bahasa Indonesia untuk para ekspatriat.
87
3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan
instruksi atasan (vertikal) memberikan pengaruh sebesar
0,62 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila
karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada
kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu
menstimulus konflik untuk meningkatkan kinerja dengan
menggunakan kesalahan instruksi atasan sebagai manifest
conflict. Manajemen konflik dengan menggunakan
kesalahan instruksi atasan sebagai manifest conflict perlu
dilaksanakan oleh team leader, foreman dan supervisor
selaku atasan-atasan PT. ADM– Casting Plant. Kesalahan
instruksi atasan PT. ADM Casting – Plant disebabkan
karena adanya perbedaan tingkat pendidikan antara atasan
dan bawahan. Atasan dapat merangsang konflik untuk
bawahannya dengan memberikan instruksi yang sulit
dipahami karyawan dan memberikan pekerjaan di luar
kapasitas bawahannya. Dengan ini, konflik yang terjadi
akan membuat ketidaknyamanan karyawan. Konflik yang
terjadi akibat instruksi atasan akan membuat karyawan
belajar untuk menghadapi kondisi tersebut. Output yang
diharapkan dari konflik ini adalah karyawan menjadi lebih
bisa bekerja under pressure, kreatif dan meningkat
kompetensinya karena ada proses pembelajaran guna
memenuhi tuntutan atasan. Dengan demikian kinerja
karyawan akan mengalami peningkatan.
4.6.3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
Kesalahan koordinasi antar karyawan pada PT. ADM –
Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan pada PT.
ADM – Casting Plant menerapkan Suggestion System (SS) yang
memperbolehkan karyawan membuat SOP kerja masing-masing.
Oleh karena itu, karyawan dan tim kerja sering melakukan
pekerjaan yang serupa dengan pekerjaan yang dilakukan karyawan
88
atau tim kerja lain. Dengan demikian, perlu tindakan yang tepat
untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan
instruksi atasan menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat
mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting
Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Perlu ada tinjau ulang mengenai Suggestion System (SS)
yang diberlakukan perusahaan. Dengan Suggestion System
(SS), perusahaan memang berusaha untuk memberikan
keleluasaan untuk membuat SOP dan peraturannya masing-
masing. Namun, hal ini dapat membuat terjadinya tumpang
tindih pekerjaan antar karyawan. Dalam kasus ini,
Departemen HRD perlu melakukan konsolidasi dengan tim
kerja dan karyawan. Selain untuk menjaga koordinasi,
konsolidasi ini berguna untuk menjaga agar antar karyawan
dan tim kerja tidak melakukan pekerjaan yang serupa pada
waktu yang sama.
2. Perlu ada sosialisasi yang jelas mengenai tugas dan
wewenang tanggung jawab setiap karyawan dan tim kerja.
Dalam pelaksanaannya, sebelum karyawan menjalankan
pekerjaanya, seorang atasan perlu memberikan mekanisme
teknis suatu pekerjaan kepada karyawan dan melakukan
pengawasan secara periodik agar karyawan bekerja sesuai
dengan job desc masing-masing dan tidak terjadi tumpang
tindih pekerjaan dengan karyawan lain.
3. Untuk meningkatkan komunikasi antar karyawan beda
departemen, maka PT. ADM Casting – Plant perlu
membuat banyak acara yang melibatkan banyak karyawan.
Misalnya family gathering, kompetisi olahraga internal,
dan acara-acara lain yang membantu perusahaan di dalam
meningkatkan intensitas karyawan untk berinteraksi.
4. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan
koordinasi antar karyawan memberikan pengaruh sebesar
89
0,56 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila
karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada
kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu
menstimulus konflik untuk meningkatkan kinerja dengan
menggunakan kesalahan koordinasi antar karyawan
sebagai manifest conflict. kesalahan koordinasi antar
karyawan PT. ADM Casting – Plant disebabkan karena
adanya Suggestion System (SS) yang mengakibatkan
konflik di antara karyawan dan tim kerja. Oleh karena itu,
konflik dapat diciptakan perusahaan melalui Suggestion
System (SS) untuk menciptakan persaingan antar karyawan
atau tim kerja. Dengan adanya persaingan, maka karyawan
akan berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam
berkinerja dan menjaduhi sifat apatis di ADM – Casting
Plant.
4.6.4. Masalah status
Berdasarkan persepsi karyawan, konflik yang disebabkan
oleh masalah status PT. ADM – Casting Plant cenderung rendah.
Namun, berdasarkan hasil analisis, masalah status memiliki
pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Oleh
sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik
yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas menjadi
optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat
dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Budaya feodal Jepang seringkali membuat karyawan yang
memiliki jabatan yang rendah merasa tidak percaya diri
dan terlalu segan kepada karyawan lain yang memiliki
posisi lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan perlu
melakukan perubahan untuk merubah pandangan karyawan
bahwa setiap karyawan memiliki posisi yang penting bagi
perusahaan. Di dalam teknis pelaksanaannya, perusahaan
90
perlu melatih kepemimpinan bagi pimpinan perusahaan
agar memiliki hubungan yang baik dengan karyawannya
dan memotivasi setiap karyawan bahwa peran mereka
sangat penting bagi perusahaan.
2. Di dalam proses pengambilan keputusan, pimpinan
perusahaan perlu untuk mempertimbangkan kritik dan
saran dari karyawan. Dengan demikian, masalah status bisa
teratasi karena karyawan merasa dihargai keberadaanya
oleh PT. ADM – Casting Plant.
3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah status
memberikan pengaruh sebesar 0,41 terhadap kinerja
karyawan. Kenneth dan Garry (1992), mengatakan bahwa
jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa
dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya
maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk
meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang
oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula
sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya
memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap
merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka
berstatus lebih rendah. Oleh sebab itu menstimulus konflik
untuk meningkatkan kinerja dengan menggunakan masalah
status dilakukan dengan cara persaingan melalui sistem
promosi dan demosi yang transparan dan adil bagi seluruh
karyawan. Sistem ini dapat memungkinkan karyawan yang
di bawah untuk melakukan overlap kepada karyawan yang
berada di atasnya. Dengan demikian, karyawan dapat lebih
bersemangat untuk terus meningkatkan kinerjanya karena
terpacu untuk merubah statusnya.
91
4.6.5. Lemahnya sistem dan fasilitas
Konflik yang disebabkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas
PT. ADM – Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan
kurang memadainya sistem dan fasilitas yang dimiliki PT. ADM –
Casting Plant. Berdasarkan hasil analisis, lemahnya sistem dan
fasilitas memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik
karyawan. Oleh sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk
menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan
fasilitas menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat
mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting
Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. PT. ADM – Casting Plant memiliki peralatan yang masih
manual di dalam pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan
defect yang didapatkan lebih baik ketimbang dilakukan
secara otomatis. Hal ini memberikan pengaruh buruk
kepada karyawan yang menjalankan mesin manual.
Karyawan seringkali mengalami konflik di dalam
mengoperasikan mesin manual yang memerlukan banyak
waktu dan tenaga. Oleh sebab itu, di dalam teknis
pengoperasiannya perusahaan perlu melakukan
penjadwalan yang baik agar karyawan yang menjalankan
mesin manual tidak mudah terkena stress.
2. Kondisi karyawan yang apatis terhadap sistem K3 yang
diterapkan perusahaan dikarenakan sistem K3 kurang
bersifat memaksa dan kurang edukatif. Sistem yang buruk
ini membuat karyawan tidak memiliki komitmen di dalam
menjalankan sistem K3. Melihat kondisi ini, Departemen
GSM selaku departemen yang berwenang di dalam
environment & security control perlu untuk mengkaji
sistem K3. Departemen GSM perlu membuat peraturan K3
agar mudah dipahami sesuai dengan karakteristik dan
tingkat pendidikan karyawan. Selain itu Departemen GSM
92
perlu untuk melakukan pengawasan untuk menjamin
komitmen karyawan di dalam menjalankan K3. Dengan
demikian, karyawan, bisa memahami dan berkomitmen
untuk menjalankan sistem K3.
3. Berdasarkan persepsi karyawan, perusahaan dianggap
kurang di dalam memberikan fasilitas transportasi. Untuk
mengatasi hal tersebut, PT. ADM perlu menjalin kemitraan
dengan lembaga pembiayaan untuk mengadakan program
kredit kendaraan kepada karyawannya.
4. Karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki persepsi
yang negatif terhadap fasilitas kesehatan karyawan dalam
hal rawat. Hal ini, dikarenakan adanya perubahan sistem
fasilitas rawat inap. Sebelumnya karyawan PT. ADM –
Casting Plant diberikan dana bantuan apabila dirawat di
rumah sakit. Namun, sekarang perusahaan hanya
memberikan bantuan dengan membayar biaya kamar
perawatan selama di rumah sakit. Melihat kondisi tersebut,
perusahaan sudah tepat mengganti sistem penggantian
biaya rawat inap. Hal ini dikarenakan karyawan seringkali
berlebihan di dalam menerima penggantian biaya rawat
inap dari perusahaan. Akan tetapi, di dalam memberikan
bantuan berupa pembayaran kamar perawatan bagi
karyawan yang dirawat inap, perusahaan perlu untuk,
membiayai biaya obat-obatan karyawan tersebut. Hal ini
dikarenakan, biaya obat-obatan cukup tinggi dan mayoritas
karyawan yang sakit disebabkan oleh pekerjaannya.
5. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, lemahnya
sistem dan fasilitas memberikan pengaruh sebesar 0,41
terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila
karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada
kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu
menstimulus konflik untuk meningkatkan kinerja dengan
93
menggunakan lemahnya sistem dan fasilitas sebagai
manifest conflict melalui Departemen GSM selaku
departemen yang berwenang di dalam environment &
security control dan Departemen HRD selaku departemen
yang berwenang dalam peningkatan kinerja karyawan.
Menciptakan konflik melalui sistem dan fasilitas misalnya
dengan penggunaan peralatan kerja yang kurang baik.
Dengan ini, karyawan akan mengalami ketidaknyamanan.
Kondisi ini kemudian merangsang karyawan untuk berpikir
kreatif untuk melakukan perubahan. Pemikiran-pemikiran
karyawan dalam menghadapi konflik akibat lack of system
sangat memungkinkan karyawan untuk menemukan ide
yang berguna bagi perusahaan. Contoh penemuan ide baru
akibat konflik dari lack of system yaitu, karyawan berhasil
membuat mesin aduk otomatis untuk karena sebelumnya
sering merasa tidak puas apabila menggunakan mesin aduk
manual. Dengan demikian, melalui konflik-konflik yang
terjadi diharapkan karyawan bisa menciptakan ide yang
bermanfaat bagi kinerja karyawan.
94
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis sistem promosi jabatan dan pengaruhnya
terhadap peningkatan kinerja karyawan dengan menggunakan Structural
Equation Modeling (SEM) dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan
dengan tujuan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan analisis konflik pada PT. ADM – Casting Plant, tingkat
konflik di PT. ADM – Casting Plant tergolong tinggi. Beberapa
karyawan berpersepsi bahwa masalah kompensasi, kesalahan instruksi
atasan dan masalah status memiliki tingkat konflik yang tergolong
rendah. Beberapa indikator yang memiliki tingkat konflik tinggi adalah
kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) dan lemahnya sistem &
fasilitas. Kurang sempurnanya Suggestion System seringkali membuat
karyawan mengalami tumpang tindih pekerjaan dengan karyawan lain.
Selain itu, Lemahnya sistem dan fasilitas lebih disebabkan mesin-mesin
kerja masih banyak yang manual, fasilitas transportasi yang kurang
memadai dan fasilitas rawat inap kurang baik.
2. Kinerja karyawan PT. ADM Casting Plant tergolong tinggi. Karyawan
memiliki persepsi yang baik terhadap kelima variabel kinerja karyawan
PT. ADM – Casting Plant, meliputi tingkat kehadiran, kemampuan
karyawan, produktivitas, hubungan dengan atasan (vertikal) dan
hubungan antar karyawan (horizontal).
3. Konflik karyawan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan,
secara berturut-turut dari yang paling besar adalah masalah kompensasi,
kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, masalah
status, lemahnya sistem dan fasilitas. Peningkatan kinerja karyawan yang
dapat diharapkan dengan adanya konflik karyawan secara berturut-turut
yaitu meningkatnya kemampuan karyawan, tingkat absensi, produktivitas
karyawan, hubungan antar karyawan (horizontal) dan hubungan dengan
atasan (vertikal).
95
4. Berdasarkan analisis SEM didapat bahwa konflik yang terjadi dapat
meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,62. Oleh karena itu, pada
kondisi tertentu untuk mencegah terjadinya penurunan kinerja karyawan.
Perusahaan perlu merangsang stimulus konflik untuk meningkatkan
kinerja karyawan. Namun, penciptaan konflik harus memperhitungkan
risiko-risiko yang akan terjadi dan mencegah terjadinya tindakan
karyawan yang destruktif.
5.2. Saran
Perusahaan perlu merangsang stimulus konflik untuk meningkatkan
kinerja karyawan dengan memperhatikan prioritas dari tiap variabel indikator
dari konflik. Indikator konflik yang perlu menjadi prioritas secara berturut-
turut dari yang paling besar adalah masalah kompensasi, kesalahan instruksi
atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, masalah status dan lemahnya
sistem dan fasilitas Saran yang berkaitan dengan penelitian lanjutan
mengenai faktor-faktor yang dapat memaksimalkan kinerja karyawan dan
perusahaan sehingga tujuan-tujuan perusahaan tercapai dengan maksimal
adalah beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, komunikasi antar
karyawan, kepemimpinan, kompensasi dan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Arep, I. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Universitas Trisakti. Jakarta. Arief, S. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta. Bahri, Asep Syaiful. 2003. Proses Komunikasi Antarpribadi dalam Pengelolaan
Konflik Organisasi (Kasus Divisi Agribisnis Bank X Jakarta). Tesis pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dessler, Gary. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesepuluh. Jilid 1.
PT INDEKS. Jakarta. Dessler, Gary. 1989. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 2, PT. Prehelinso.
Jakarta Fatah, R. Aep Saepulloh.1994.”Unjuk Rasa, Gerakan Masa dan Demokratisasi:
Potret Pergeseran Politik Orde Baru”, dalam Prisma, April Ghozali. 2005. Structural Equation Modeling. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. Gibson, James L., et al., 1977. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara. Hair, J.F. Anderson, R.E., Tatham, R. L., dan Black, W.C. 1998. Multivariate
data analysis (5th). Willey. New York. Hakim, Abdul. 2007. Konflik dalam Organisasi dan Kaitannya dengan Kualitas
Pelayanan Publik. jurnal-sdm.blogspot.com, 11 Handoko, T. Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE
Yogyakarta. Yogyakarta. Harun, Razana Bt. & Abdul Rahman. 2002. Konflik dalam Organisasi.
www.damandiri.or.id/file/winathinkhaminahbab2.pdf [7 Februari 2008] Haryadi, D. 1995. “Politik Perburuhan : Mencari Format Baru” Dalam Jurnal
Analisis Sosial Akatiga Edisi 1 Oktober 1995. Hendardi. 1994. Nasib Buruh yang Kian Terpuruk: Catatan Keadaan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. YLBHI. Jakarta. Hendricks, William, 2004. Bagaimana Mengelola Konflik. Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.
97
Hersey, Paul and Kenneth Blanchard. 2005. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Husnan, Suad. 2002. Manajamen Personalia, Yogyakarta : BPFE. Yogyakarta
Jeffrey, dkk. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Amara Books. Yogyakarta
John Soeprihanto. 1987. Manajemen Personalia. BPFE. Yogyakarta
Joreskog, K. G. and D. Sorbom. 1996. LISREL 8 : User’s Referente Guide. Scientific Software Internacional, Inc. Chicago.
Juanita. 2008. Memanajemeni Konflik dalam Organisasi. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita3.pdf. [28 Januari 2008]
Kast, Fremont E, dan James E. Rosenzweig. 1995. Organisasi dan Manajemen. Edisi Keempat. Bumi Aksara. Jakarta
Mangkuprawira, S. 2004. Manajemen Sumberdaya Manusia Strategik. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Mangkuprawira, S. dan A. Vitayala Hubeis. 2007. Manajemen Mutu Sumber
Daya Manusia. Ghalia Indonesia. Bogor.
Manullang. 1987. Management Personalia. Aksara Baru. Jakarta
Mastenbroek, W.F.G., 1986. Penanganan Konflik dan Pertumbuhan Organisasi. Penerbit UI-Press, Jakarta.
Nitisemito, Alex S,. 1996. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta
Ohlendorf, Amy. 2001. Conflict Resolution in Project Management. Project Management Journal, 32:2, pp 4-16
Rahmawati, Nenik. 2003. Konflik Industrial dan Proses Penyelesaiannya (Studi
Kasus PT. X., Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Raimona, Yunica. 2003. Peran Komuinikasi Organisasi dalam Pengelolaan
Konflik (Kasus Hubungan antara Manajer dan Buruh pada Organisasi Perusahaan Kabel di Cimanggis, Bogor). Skripsi pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan Dari
Teori ke Praktik. Murai Kencana, Jakarta.
98
Robins, Stephen P. 1974. Managing Organizational Conflict. Engelewood Cliffs., N.J. : Prentice Hall. Robins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi.
Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. PT. Prehallindo. Jakarta. Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn. 1985 , Managing Organizational Behavior. John Wiley & Sons,lnc., New York. Schneider, E.V. 1993. Sosiologi Industri. Terjemahann Drs. J.L. Ginting. Edisi
kedua. Aksara Persada Indonesia. Jakarta. Sitinjak, T. JR dan Sugiarto. 2006. LISREL. Graha Ilmu. Jakarta. Stoner, James A.F. dan Charles Wankel. 1986. Manajemen. Edisi Ketiga. Jilid 2.
CV. Intermedia. Jakarta. Stoner, James A.F. dan R. Edward Freeman. 1992. Manajemen. Edisi Keempat.
Jilid 1.Cetakan Pertama. CV. Intermedia. Jakarta. Stoner, James A.F, R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert. 1996. Manajemen.
PT Prehallindo. Jakarta. Syamsuddin, Mohd. Syaufii. 2004. Pengembangan Hubungan Industrial dalam
Rangka Meningkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan Pekerja. www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/info_hukum/vol5_vi_2004/Pengembangan_hubungan_industral.php - 59k - [28 Januari 2008]
Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Penebit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Widoyoko, S. Eko Putro. 2008. Manajemen Konflik dalam Organisasi.
http://www.um-pwr.ac.id/publikasi/10/manajemen-konflik-dalam-organisasi [15 Januari 2008]
99
LAMPIRAN
100
Lampiran 1. Hasil perhitungan construct reliability model struktural
Variabel Latent
Construct Reliability
Konflik karyawan 0.67
Kinerja Karyawan 0.64
Perhitungan construct reliabiliy pada model struktural dilakukan dengan
perhitungan dibawah ini.
Construct reliabiliy konflik :
( ∑ Standardized Loading)2 = (0.66 + 0.62 + 0,56 + 0.41 + 0.41)2
= 7,07 ( ∑ Measurement Error ) = 0,56 + 0,62 + 0,69 + 0,83 + 0,83
= 3,53
Construct reliability = ( ∑ Standardized Loading)2
( ∑ Standardized Loading)2 + ( ∑ Measurement Error )
= 7,07
7,07 + 3,53
= 0.67
Construct reliabiliy kinerja karyawan :
( ∑ Standardized Loading)2 = (0.57 + 0.61+ 0.48 + 0.42+ 0.48)2
= 6,55 ( ∑ Measurement Error ) = 0,68 + 0,62 + 0,77 + 0,83 + 0,77
= 3,67
Construct reliability = ( ∑ Standardized Loading)2
( ∑ Standardized Loading)2 + ( ∑ Measurement Error )
= 6,55
6,55+ 3,67
= 0,64
101
Lampiran 2. Syntax model konflik terhadap peningkatan kinerja karyawan DATE: 4/ 6/2008 TIME: 15:28
L I S R E L 8.30
BY
Karl G. J÷reskog & Dag S÷rbom This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99
Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\SKRIPS~1\SEM\INDRA.LPJ: pengaruh konflik terhadap kinerja TI analisis SEM DA NI=10 NO=100 NG=1 MA=KM LA kmpnsasi vertikal hrzontal sistem status absensi kemmpuan prdktvts vertikal hrzntal KM FI=E:\SKRIPS~1\SEM\INDRA.COR SY SE 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 / MO NX=5 NY=5 NK=1 NE=1 LY=FU,FI LX=FU,FI GA=FU,FR PH=SY,FR PS=DI,FR TE=DI,FR TD=DI,FR LE kinerja LK konflik FR LY(1,1) LY(2,1) LY(3,1) LY(4,1) LY(5,1) LX(1,1) LX(2,1) LX(3,1) LX(4,1) FR LX(5,1) PD OU ME=ML PC RS EF SC MR IT=250 pengaruh konflik terhadap kinerja Number of Input Variables 10 Number of Y - Variables 5 Number of X - Variables 5 Number of ETA - Variables 1 Number of KSI - Variables 1 Number of Observations 100
102
Lampiran 3. Qplot of Standardized Residuals
3.5.......................................................................... . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x . . . . . . x . . . x . . x . N . .* . o . . x . r . x .
m . xx . a . x x . l . xxx . . xx.x . Q . x* . u . * . . a . xxx . n . x*. . t . * . . i . * . l . *.x . e . x . s . xx . . x . . x . . . x . . . . . . x . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
-3.5.......................................................................... -3.5 3.5
Standardized Residuals
103
Lampiran 4. Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 34 Minimum Fit Function Chi-Square = 42.29 (P = 0.16)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 40.71 (P = 0.20) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 6.71
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 26.93) Minimum Fit Function Value = 0.43
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.068 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.27)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.045 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.089)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.54 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.84
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.77 ; 1.04) ECVI for Saturated Model = 1.11
ECVI for Independence Model = 1.96 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 174.04
Independence AIC = 194.04 Model AIC = 82.71
Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 230.09
Model CAIC = 158.42 Saturated CAIC = 308.28
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.14 Standardized RMR = 0.071
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.92 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.88 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.57
Normed Fit Index (NFI) = 0.76 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.91
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.57 Comparative Fit Index (CFI) = 0.94 Incremental Fit Index (IFI) = 0.94
Relative Fit Index (RFI) = 0.68 Critical N (CN) = 132.24
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
(STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR –
CASTING PLANT)
Jurnal
Oleh
INDRA HARRY PERDANA
H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
(STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR –
CASTING PLANT)
JURNAL
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INDRA HARRY PERDANA
H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
(STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR –
CASTING PLANT)
JURNAL
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
INDRA HARRY PERDANA
H24104110
Menyetujui, 25 Juli 2008
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ratih Maria Dhewi, SP, MM
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
1
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus: PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant)
Indra Harry Perdana
Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
ABSTRACT Global challenge make an impact for corporation to reduce their resources. Every company have to minimize their cost to make an efficiency in many sector. In a human resources sector, corporation reduce their cost by minimize their labor costing. Because of that, their labor will be work over their capacity. This condition, can make a conflict in every person of their company. Conflict not only make a destruction condition, but, also make an improvement and creativity for their labor performance in a stagnation. So, company can fulfill their conflict by using a good management conflict. The purpose of this research is to: (1) Analyze factors that make a conflict in PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant, (2) Analyze performance of labor in PT. Astra Daihatsu Motor- Casting Plant (3) Analyze the effect of conflict to labor performance in PT. Astra Daihatsu Motor _ Casting Plant, (4) Make a managerial implication for optimize conflict to be a good input for labor performance The data which used in this research is in form of primary data and secondary data. Primary data is come from the result of questionnaire’s spreading, whereas the secondary data is come from the internet and literature study. Data analyze used descriptive analysis and Structural Equtional Model (SEM). The instrument of data processor is Microsoft Excel 2007, SPSS 13.0 and Lisrel 8.30. From this research, we know that conflict that happened in PT. ADM – Casting Plant is quietly high. Employees has a good perception in compensation, vertical instruction error and status problem. Employees has a bad perception in employees coordination (horizontal) and lack of system& facilities. Beside that, the employees has a good perception for their performance. From the result employees has a good performance in absent, ability, productivity, vertical relationship and horizontal relationship.
The result of SEM analytic describe that conflict has a positive effect to a employees performance. So, to fulfill an employees performance, PT. ADM – Casting Plant must to implemented good management conflict to optimize conflict to be a good input for labor performance Key words: conflict, performance and management conflict I. PENDAHULUAN
Dampak dari persaingan global membuat direksi perusahaan dituntut untuk dapat melakukan efisiensi biaya pada setiap lini. Pengaruhnya pada lini sumber daya manusia yaitu adanya perampingan jumlah karyawan guna meminimalisir cost tenaga kerja. Oleh sebab itu, perampingan karyawan membuat ketersediaan sumber daya manusia menjadi terbatas. Sehingga karyawan yang ada di perusahaan seringkali diberi beban kerja yang berlebihan oleh perusahaan. Hal ini yang membuat karyawan sering mengalami konflik.
PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) merupakan perusahaan otomotif yang sampai dengan periode Maret 2008 telah
mempekerjakan 9.200 tenaga kerja. Di tahun 2007, PT. ADM ditargetkan memproduksi 150.000 unit mobil sehingga memerlukan tambahan tenaga kerja sejumlah 3.000 personil (Sumber : Suara Pantura Suara Merdeka, Hal.D, 30 Maret 2007). Menurut Schmidt dan Kochan (1972), konflik erat kaitannya dengan kontak sosial, sehingga dengan jumlah karyawan yang besar, akan membuat perusahaan semakin rentan terhadap konflik akibat dari kontak sosial di dalam perusahaan
Untuk mengelola konflik menjadi optimal, seorang pimpinan harus memahami teknik manajemen konflik. Pemahaman teknik tersebut akan memudahkan tugas pimpinan dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah yang positif. Dengan manajemen konflik yang baik
2
maka perusahaan dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konflik, untuk selanjutnya diformulasikan oleh manajer agar feedback untuk konflik tersebut bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagamana konflik karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant?
2. Bagaimana kondisi kinerja karyawan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant?
3. Bagaimana pengaruh konflik bagi kinerja karyawan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant?
4. Bagaimana prioritas tindakan manajerial agar konflik berdampak positif bagi kinerja karyawan di PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? Berdasarkan perumusan masalah di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis konflik karyawan pada
PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant.
2. Menganalisis kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant.
3. Menganalisis pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant.
4. Merekomendasikan implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan.
II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Kerangka Pemikiran
Persaingan bisnis global menuntut perusahaan untuk melakukan kinerja secara maksimal. Melalui Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM) yang dikeluarkan pada Maret 2007, pemerintah berusaha untuk memperbaiki birokrasi dan regulasi yang mempersulit investor dalam menanamkan modal. PT. Astra Daihatsu Motor sebagai perusahaan otomotif dengan jumlah produksi terbesar menyadari pentingnya untuk memelihara, mengelola, dan mengembangkan karyawan. Oleh karena itu, strategi-strategi di bidang Sumber Daya Manusia selalu direncanakan dengan efektif dan
efisien dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan.
Menurut Mangkuprawira (2004) strategi adalah cara mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi adalah sebuah rencana permanen untuk sebuah kegiatan. Di dalamnya mencakup formulasi tujuan dan kumpulan rencana kegiatan. Siagian (2004) menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan strategi, yaitu strategi tingkat korporasi, strategi tingkat bidang satuan bisnis, dan strategi tingkat fungsional. Dengan cakupan strategi fungsional antara lain aspek produksi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi.
PT. Astra Daihatsu Motor menggunakan sistem multitasking di dalam meneerapkan kebijakan SDM. Dengan target produksi sebesar 150.000 unit mobil, PT. Astra Daihatsu Motor hanya memiliki 9.200 karyawan. Oleh karena itu, perampingan karyawan sangat berisiko untuk terjadi konflik. Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Sehingga output yang diharapkan adalah konflik akan berjalan secara optimal dan membuat kinerja karyawan meningkat.
Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji faktor-faktor penyebab terjadinya konflik. Informasi yang didapatkan untuk melakukan uji faktor didapatkan dari wawancara dan kuesioner. Dari wawancara dengan pihak HRD PT. Astra Daihatsu didapat beberapa sumber utama konflik antara lain:
1. Kompensasi 2. Kesalahan instruksi atasan
(vertikal) 3. Kesalahan koordinasi antar
karyawan (horizontal) 4. Lemahnya sistem dan fasilitas 5. Masalah status sosial
Dengan faktor-faktor kinerja antara lain :
1. Tingkat kehadiran (absensi) 2. Kemampuan karyawan 3. Produktivitas karyawan
3
4. Hubungan dengan atasan (vertikal)
5. Hubungan antar karyawan (horizontal)
2.2. Metode Pengumpulan dan Sumber
Data Dalam penelitian ini data primer
diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Metode pengambilan sampel adalah convenience sampling dengan prosedur quota sampling dengan jumlah sampel 100 responden.
2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Uji Validitas dan Realibilitas Structural Equation Modeling
digunakan untuk menganalisis hubungan faktor-faktor konflik sebagai variabel independen terhadap variabel dependen dalam hal ini kinerja karyawan. Perangkat lunak LISREL 8.5 digunakan untuk menganalisis dan mengolah data.
Ukuran-ukuran yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mendapatkan model yang sesuai dalam SEM antara lain :
a. Chi-Kuadrat (χ2) b P-value c. Root Mean Square Error of
Approximation (RMSEA) d Goodness-of-Fit Index (GFI) e. Adjusted Goodness-of-Fit Index
(AGFI)
2. Analisis Deskriptif Analisis ini bersifat uraian atau
penjelasan dengan membuat tabel-tabel, mengelompokkan, dan menganalisis data berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner yang diperoleh dari tanggapan responden dengan menggunakan tabulasi data. Statistika deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan karakteristik data, seperti rata-rata, median, maupun variasi data.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Perusahaan 3.1.1. Sejarah PT. Astra Daihatsu Motor, Tbk. PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) didirikan pada 1 Januari 1992, dengan mergernya beberapa perusahaan, yaitu
Daihatsu Indonesia (established on 1978), Daihatsu Engine Manufacturing Ind (established on 1978), National Astra Motor (established on 1987). PT. ADM merupakan anak perusahaan dari PT. Astra International, Tbk. PT. ADM memiliki kantor pusat yang berlokasi di Jl. Gaya Motor III/5, Sunter II, Jakarta 14330, Indonesia. PT. ADM memiliki 4 buah pabrik, yaitu Stamping Plant dan Assembling Plant yang berlokasi di Sunter, Jakarta. Serta Engine Plant dan Casting Plant yang berlokasi di kawasan Industri KIIC, Karawang. PT ADM merupakan perusahaaan yang bergerak pada bidang industri otomotif dan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) Daihatsu & Manufaktur. Jumlah tenaga kerja dari PT. ADM 9.200 tenaga kerja. Dengan rata-rata 90.000 unit / tahun, PT. ADM merupakan perusahaan otomotif dengan kapasitas produksi terbesar di Indonesia. Sedangkan untuk penjualan, PT. ADM berada di urutan kedua setelah PT. Astra Toyota (Sumber : Suara Pantura Suara Merdeka, Hal.D, 30 Maret 2007). Terdapat tiga perusahaan besar yang merupakan pemegang saham dari PT. ADM, yaitu : 1. PT. Astra International, Tbk (31,87%) 2. Daihatsu Motor Co. Ltd. (61,75%) 3. Toyota Tsusho Corporation (6,38%) PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant didirikan pada Januari 1997 dan berlokasi di Kawasan Industri KIIC, Lot A-5 Jalan Tol Jakarta – Cikampek, Km. 47, Karawang 41361. PT. ADM – Casting Plant memiliki 3 bagian proses produksi. Bagian-bagian produksi yang dimaksud adalah High Pressure Casting, Low Pressure Casting, Gravity Casting 3.1.2. Visi & Misi PT Astra Daihatsu Motor, Tbk. PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) memiliki target jangka panjang perusahaan yang disebut dengan Visi 2007, yang berisi antara lain : 1. Menempati peringkat keempat dalam pasar otomotif dan menjadi pemimpin untuk kendaraan kelas Mobil Kompak di Indonesia dengan mendapatkan kepercayaan penuh pada merek Daihatsu melalui aktivitas dan kualitas kelas nomor satu.
4
2. Menjadi bagian dari perusahaan otomotif kelas dunia Sedangkan Misi 2007 dari PT. ADM adalah : 1. Mencapai kemakmuran dan kebahagiaan bagi seluruh keluarga ADM melalui kontribusi perusahaan dalam masyarakat otomotif nasional 2. Untuk mengolah sistem operasi melalui kultur ADM asli yang berdasarkan pada rasa hormat dan kejujuran sesama karyawan ADM 3. Memberi pelayanan bagi kehidupan yang baik dengan mencurahkan perhatian pada lingkungan yang aman melalui aktivitas dan produk ADM
3.2. Faktor-faktor konflik pada PT. Astra
Daihatsu Motor – Casting Plant. Beberapa faktor yang menjadi
konflik pada PT. ADM – Casting Plant adalah : 1. Masalah kompensasi
Di dalam menerapkan gaji pokok PT. ADM – Casting Plant termasuk cukup baik. Untuk karyawan kontrak pada level terendah yaitu operator, seorang lulusan SMA/SMK mendapatkan gaji pokok sebesar Rp. 1080.000,00. Gaji pokok yang diberikan masih lebih tinggi dibanding dengan UMK Kab. Karawang sebesar Rp.1000.000,00. Namun, perusahaan memiliki turnover yang cukup tinggi pada level operator. Seorang karyawan kontrak pada posisi terendah harus menjalani seleksi ketat dengan karyawan lain untuk mendapatkan posisi karyawan tetap. Pada tahun 2007 PT. ADM – Casting Plant menargetkan komposisi 60:40, 60% karyawan kontrak dan 40% karyawan tetap. Namun komposisi tersebut gagal terwujud. Komposisi yang terjadi di lapangan adalah 70:30, dengan perbandingan 70% karyawan kontrak dan 30% karyawan tetap. Hal inilah yang seringkali membuat karyawan baru merasa bimbang dengan karirnya. Selain itu, untuk mendapatkan penghasilan melalui lembur, karyawan harus melewati prosedur peraturan lembur yang sulit. Pada posisi operator, karyawan yang ingin mendapatkan izin lembur, maka harus mendapatkan izin dari team leader, foreman dan supervisor. Oleh karena itu,
kesempatan untuk mendapatkan kompensasi tambahan melalui uang lembur cukup sulit. Hal-hal inilah yang seringkali menjadi konflik di PT. ADM – Casting Plant. 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal)
Karyawan PT. ADM – Casting Plant mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA. Oleh karena itu, seringkali karyawan mengalami perbedaan persepsi atas instruksi yang diberikan oleh atasan yang memiliki pengalaman dan pendidikan yang lebih tinggi. Lokasi PT. ADM – Casting Plant yang jauh dari PT. ADM pusat yang berada di Jakarta terkadang menjadi hambatan bagi karyawan PT. ADM – Casting Plant untuk mendapatkan informasi terbaru dari pusat. Dengan demikian, kesalahan koordinasi antara atasan dengan bawahan seringkali menjadi konflik karyawan 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM – Casting Plant adalah sebuah metode kerja yang memberikan keleluasaan bagi karyawan untuk membuat Standard Operating Procedur (SOP) sesuai keinginan masing-masing karyawan dan tim kerja. SOP dibuat oleh tiap karyawan berdasarkan jobdesc, kemudian disetujui oleh tim kerja dan atasan yang bersangkutan. Dampak dari adanya Suggestion System yaitu terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan dan tim kerja. Di dalam pembuatan SOP karyawan atau tim kerja, seringkali tidak terjadi koordinasi yang baik dengan karyawan dan tim kerja lain. Karyawan dan tim kerja yang mengalami tumpang tindih pekerjaan seringkali menjadi saling mengandalkan di dalam menyelesaikan pekerjaan yang sama dengan karyawan dan tim kerja lain. Oleh karena itu, kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) seringkali mengakibatkan konflik karyawan. 4. Lemahnya sistem & fasilitas
Meskipun PT. ADM Casting Plant menggunakan peralatan canggih di dalam kegiatan operasonalnya. Akan tetapi banyak sekali peralatan yang tetap harus digunakan secara manual. Karyawan yang bekerja dengan mesin manual dan membutuhkan enerji yang berat sangat
5
riskan untuk terjadinya konflik. Lingkungan pada lantai produksi yang bising dan panas seringkali menimbulkan stress pada karyawan. Sistem K3 yang diterapkan untuk karyawan sebenarnya cukup banyak dan bersifat edukatif. Akan tetapi, rambu-rambu petunjuk K3 cukup rumit dan tidak mudah dipahami. Hal inilah yang mengakibatkan karyawan menjadi kesulitan menjalankan instruksi K3 yang ada. PT. ADM memiliki klinik yang cukup besar dan nyaman. Namun, dokter yang stand by hanya pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Oleh sebab itu, lemahnya sistem dan fasilitas dapat menjadi konflik bagi karyawan PT. ADM – Casting Plant. 5. Masalah status
PT. Astra Daihatsu Motor adalah perusahaan yang mengadopsi budaya Jepang. Oleh karena itu, budaya feodal terkadang masih melekat pada PT. ADM. Karyawan yang memiliki jabatan dan kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Kondisi ini seringkali menjadi hambatan di dalam komunikasi antara atasan dan bawahan. Selain itu, sebagian karyawan terkadang merasa iri dan tidak terima diperintah oleh atasan yang berusia muda ataupun kurang pengalaman. Hal ini dapat mengakibatkan komunikasi yang terjalin menjadi kurang baik dan mengakibatkan konflik.
3.3. Data Karakteristik Responden Responden sebagai pihak yang
memiliki peranan penting dalam memberikan kesimpulan. Data tersebut diperoleh melalui kuesioner. Data ini terkonsentrasi berdasarkan beberapa aspek pertanyaan berikut, yaitu: Tabel 2. Data Karakteristik Responden
Karakteristik Sampel % Usia Responden
19 – 25 th 26 – 32 th
99 1`
Masa kerja < 2 tahun 2 – 6 tahun
99 1
Tingkat Pendapatan per Bulan Rp 1.500.001 – Rp 3.000.000 Rp 4.500.001 – Rp 6.000.000
99 1
Tingkat Pendidikan terakhir SMA/ SMK/ MA Sarjana
99 1
3.4. Identifikasi Pengambilan Keputusan
Pengunjung Proses pengambilan keputusan
pengunjung terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan kunjungan dan evaluasi pasca kunjungan.
3.5. Validitas & Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan aturan dalam SEM dengan bantuan software LISREL karena kecocokan model dalam metode SEM dapat langsung menjelaskan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator mampu mengukur variabel laten. Menurut Bollen, 1989 dalam Sitinjak dan Sugiarto, 2006 validitas pertanyaan yang merupakan variabel indikator dalam mengukur variabel laten tertentu dinilai dengan melihat apakah loading factornya nyata, yaitu apakah memiliki nilai t lebih dari t-kritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen). Berdasarkan perhitungan, seluruh variabel indikator dalam penelitian ini memiliki loading factor yang nyata, yaitu memiliki nilai t lebih besar dari t-kritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen), yang berarti bahwa semua indikator valid. Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap model struktural dalam penelitian ini untuk melihat kekonsistenan variabel indikator dalam mengukur variabel laten. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator mempunyai kekonsistenan yang tinggi dalam mengukur variabel laten. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan jenis pengukuran construct reliability. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa nilai construct reliability variabel konflik dan variabel kinerja memiliki nilai yang baik yaitu 0,67 dan 0,64, berada di atas 0,6 (Bagozzi dan Yi, 1988 dalam Ghozali dan Fuad, 2005) 3.6. Analisis Persepsi Karyawan
Terhadap Konflik Karyawan
6
Tabel 4. Persepsi responden terhadap masalah kompensasi No
Indikator Konflik
Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1. Ketidaksesuaian gaji dengan beban kerja
2,43 Tidak Setuju
2. Ketidaksesuaian uang lembur dengan tambahan pekerjaan
2,44 Tidak Setuju
3. Ketidaksesuaian bonus dengan prestasi kerja.
2,44 Tidak Setuju
4. Ketidakjelasan karir
2,29 Tidak Setuju
Total 2,4 Tidak Setuju
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kompensasi yang ditetapkan perusahaan. Dengan skor 2,4 dapat dideskripsikan bahwa tingkat masalah yang timbul akibat kompensasi cukup rendah. Karyawan mendapat gaji yang sesuai dengan beban kerja yang diberikan perusahaan. Karyawan juga mendapatkan uang lembur yang sesuai dengan tambahan pekerjaan.. Selain itu, karyawan juga merasa bonus yang diberikan perusahaan telah sesuai dengan prestasi kerja. Kejelasan karir juga membuat karyawan memiliki persepsi yang baik tentang kompensasi yang diberikan perusahaan.
Tabel 5. Persepsi responden terhadap kesalahan instruksi atasan
No Indikator Konflik
Karyawan Skor Keterangan
1. Ketidakjelasan instruksi atasan
2,58
Tidak Setuju
2. Kurang komunikasi atasan dan bawahan
2,38
Tidak Setuju
3. Pemberian pekerjaan di luar tanggung jawab karyawan.
2,42
Tidak setuju
Total 2,46 Tidak Setuju Tabel 5. menunjukkan bahwa
karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap insruksi atasan (vertikal). Hal ini terlihat dari nilai 2,46 yang menunjukkan bahwa tingkat kesalahan instruksi atasan cukup rendah. Karyawan berpersepsi baik terhadap instruksi dan komunikasi atasan dikarenakan di dalam menjalankan tugas, atasan selalu berada pada tempat kerja. Sehingga memudahkan komunikasi antara karyawan dengan atasan. Selain itu,
atasan selalu memberikan pekerjaan seseuai dengan tanggung jawab dan wewenang dikarenakan job desc tiap karyawan jelas. Tabel 6. Persepsi responden terhadap kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
Tabel 6. menerangkan bahwa
karyawan memiliki persepsi yang kurang baik terhadap koordinasi antar karyawan (horizontal). Dengan skor 2,8 menggambarkan bahwa tingkat kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM – Casting Plant. Suggestion System memberikan kebebasan kepada karyawan untuk membuat job desc sesuai dengan posisinya masing-masing.
Dampak dari Suggestion System (SS) membuat karyawan-karyawan sering mengalami tumpang tindih pekerjaan akibat ada kesamaan job desc dengan tim / karyawan lain. Efek dari adanya tumpang tindih pekerjaan, maka karyawan berpersepsi bahwa tingkat saling mengandalkan di dalam bekerja cukup tinggi. Karyawan sering menganggap job desc yang dilakukan sama dengan job desc karyawan lain. Sehingga karyawan terkadang tidak mengerjakan pekerjaan yang diberikan, dan berharap karyawan atau tim kerja lain yang melakukan pekerjaan tersebut.
No Indikator Konflik Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1. Tumpang tindih pekerjaan antar karyawan
2,7 Setuju
2. Kurang komunikasi antar departemen
2,81 Setuju
3. Saling mengandalkan antar karyawan
2,79 Setuju
4. Tumpang tindih pekerjaan antar tim kerja
2,7 Setuju
Total 2,8 Setuju
7
Tabel 7. Persepsi responden terhadap lemahnya sistem dan fasilitas
No
Indikator Konflik Karyawan
Skor Keterangan
1.
Peralatan kerja yang kurang baik
2,61 Setuju
2.
Fasilitas K3 (Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang tidak memadai
2,63 Setuju
3.
Fasilitas klinik yang kurang lengkap
2,67 Tidak Setuju
4.
Kurangnya fasilitas uang transpor
2,65 Setuju
5.
Tidak jelasnya petunjuk pemakaian peralatan kerja.
2,65 Tidak Setuju
6.
Fasilitas rawat inap yang kurang baik
2,71 Setuju
Total 2,65 Setuju
Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki persepsi yang kurang baik terhadap sistem dan fasilitas yang dimiliki perusahaan. Dengan skor 2,65 karyawan setuju dengan lemahnya sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant.
Karyawan setuju dengan kurang baiknya peralatan kerja yang dimiliki oleh PT. ADM – Casting Plant. Hal ini dikarenakan kebijakan perusahaan pada PT. ADM – Casting Plant yang lebih mengutamakan tenaga manusia untuk mengurangi defect. Oleh karena itu, mesin yang digunakan pada PT. ADM Casting – Plant masih banyak yang manual.
Sistem dan fasilitas K3 yang ada pada PT. ADM – Casting Plant masih kurang baik. Fasilitas K3 pada perusahaan terlalu standar dan kurang mengedukasi para karyawan. Pada lantai produksi banyak sekali karyawan yang lalu lalang dan tidak berjalan sesuai dengan jalur hijau yang ditetapkan.
Fasilitas klinik menurut persepsi karyawan tergolong cukup baik karena tergolong lengkap. Namun, fasilitas tunjangan kesehatan dianggap kurang baik. Terutama masalah rawat inap karyawan. Hal ini karena adanya perubahan sistem tunjangan fasilitas rawat inap rumah sakit yang dilakukan PT. ADM – Casting Plant. Sistem lama memberikan fasilitas rawat inap berupa dana bantuan langsung. Namun, sistem baru memberikan fasilitas rawat inap bukan dengan dana. Namun berdasarkan
golongan karyawan. Karyawan dengan level operator mendapatkan fasilitas rawat inap kelas II. Sedangkan level di atasnya yaitu foreman atau supervisor mendapatkan fasilitas rawat inap kelas I.
Karyawan berpersepsi kurang baik terhadap fasilitas uang transpor. Hal ini dikarenakan belum adanya sistem fasilitas uang transpor untuk karyawan. Selama ini perusahaan kurang memberikan fasilitas fasilitas transportasi, misalnya kredit kendaraan bermotor kepada karyawan. Oleh sebab itu, kurang baiknya sistem fasilitas transportasi PT. ADM – Casting Plant bisa mengakibatkan terjadinya konflik. Tabel 8. Persepsi responden terhadap masalah status
Tabel 8. menunjukkan bahwa masalah status yang ada di perusahaan relatif rendah. Budaya perusahaan yang disiplin, saling menghormati dan bersifat kekeluargaan, membuat hubungan antar karyawan terjalin dengan baik. Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap karyawan harus menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi, lebih tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan lebih baik. Hal ini
merupakan cara PT. ADM untuk mendidik para karyawan untuk menghormati karyawan lain yang berprestasi dan loyal bagi PT. ADM – Casting Plant. Dengan metode ini, diharapkan timbul budaya saling
No Indikator Konflik Karyawan Skor Rataan
Keterangan
1. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang lebih tua umurnya
2,29 Tidak Setuju
2. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang lebih berpengalaman
2,33 Tidak Setuju
3. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan memiliki kemampuan lebih baik
2,41 Tidak Setuju
4. Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi
2,37 Tidak Setuju
Total 2,35 Tidak Setuju
No Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1. Kompetensi kerja 2,69 Setuju 2. Pelatihan 2,84 Setuju 3. Kemampuan bekerja
tepat waktu 2,82 Setuju
Total 2,78 Setuju
8
menghormati, disiplin dan kekeluargaan di dalam PT. ADM – Casting Plant.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat konflik karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant dapat dikategorikan cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dari rekapitulasi skor rataan dan skor total konflik karyawan perusahaan.
3.7. Persepsi Responden Terhadap Kinerja Karyawan Tabel 10. Persepsi responden
terhadap tingkat kehadiran Berdasarkan Tabel 10, karyawan
memiliki baik terhadap tingkat absensi. Dengan budaya disiplin yang tinggi dan kondisi ruangan yang nyaman, membuat karyawan semangat di dalam bekerja. Tindakan bersifat koersif cenderung ditinggalkan pada manajemen. Apabila karyawan bermasalah di dalam absensi, atasan biasanya melakukan tindakan persuasif untuk meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Atasan selalu berusaha menumbuhkan rasa saling membutuhkan
kepada setiap karyawan. Dengan demikian, setiap karyawan akan berusaha untuk selalu hadir teapat waktu dan berkinerja baik karena merasa posisinya sangat penting bagi PT. ADM – Casting Plant. Tabel 11. Persepsi responden terhadap
tingkat kemampuan karyawan
Berdasarkan Tabel 11, karyawan berpersepsi baik terhadap tingkat kemampuan karyawan. Hal ini dikarenakan PT. ADM sangat ketat di dalam melakukan rekrutmen karyawannya. Untuk menjadi karyawan PT. ADM, calon karyawan wajib mengikuti seleksi dengan tahapan: psikotes, wawancara psikolog, wawancara HRD, wawancara user dan medical tes. Hanya kayawan yang berkompeten yang bisa masuk PT. ADM. PT. ADM adalah perusahaan yang memiliki komitmen di dalam mengembangan kompetensi karyawannya. PT. ADM adalah perusahaan yang berani merekrut fresh graduate dalam jumlah besar untuk menjadi karyawan, ketimbang merekrut tenaga kerja berpengalaman. Hal ini dikarenakan PT. ADM memiliki sistem pelatihan yang sangat baik di dalam meningkatkan kemampuan karyawannya sesuai dengan kebutuhan perusahaan . Setiap tahunnya karyawan mendapatkan minimal 3 kali pelatihan umum setiap tahun di PT. ADM. Pelatihan pada tingkat seksi setiap bulannya. Kemudian pelatihan pada tingkat tim kerja secara insidental. Dengan adanya pelatihan yang terus menerus, karyawan mampu bekerja tepat waktu. Hal ini terlihat dari nilai sebesar 2,82 yang menggambarkan bahwa karyawan berpersepsi positif dengan kemampuannya di dalam mengerjakan pekerjaan tepat waktu. Tabel 12. Persepsi responden terhadap
tingkat produktivitas karyawan
No Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1. Sesuai target yang ditetapkan atasan
3,03 Setuju
2. Tidak boros sumber daya
3,14 Setuju
3. Minimalisir kesalahan bekerja
2,99 Setuju
Total 3,05 Setuju
Berdasarkan Tabel 12, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap
No
Indikator Konflik Karyawan Skor Keterangan
1. Masalah Kompensasi 2,40 Tidak Setuju
2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal)
2,46 Tidak Setuju
3. Kesalahan koordinasi antar karyawan
2,80 Setuju
4. Lemahnya sistem dan Fasilitas 2,65 Setuju 5. Masalah status 2,35 Tidak
Setuju Total 2,52 Setuju
No
Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1. Datang kerja tepat waktu 2,8 Setuju 2. Cuti sesuai peraturan
perusahaan 2,85 Setuju
3. Hubungan baik dengan rekan kerja
2,75 Setuju
4. Kondisi ruangan yang nyaman
2,63 Setuju
Total 2,76 Setuju
No Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1. Kesamaan persepsi 2,85 Setuju 2. Komunikasi 2,91 Setuju 3. Kerjasama 2,99 Setuju 4. Persaingan 2,9 Setuju Total 2,91 Setuju
9
produktivitas karyawan. Pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa karyawan sudah dapat memenuhi target yang ditetapkan perusahaan. Dengan bantuan mesin yang baik dan metode six sigma, karyawan dan tim kerja dapat menyelesaikan pekerjaan dengan defect defect yang rendah dan hemat sumber daya. Tabel 13. Persepsi responden terhadap
tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal)
No Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1. Komunikasi 3,2 Setuju 2. Pengawan atasan
secara periodik 3,21 Setuju
3. Pujian atasan 3,2 Setuju 4. Saran dan perbaikan
dari atasan 3,19 Setuju
5. Perhatian atasan 3,19 Setuju 6. Ide yang didengarkan
atasan 3,25 Setuju
Total 3,21 Setuju
Berdasarkan Tabel 13, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal). Karyawan menganggap bahwa di dalam bekerja, atasan selalu baik di dalam menjalin hubungan dengan bawahan. Secara periodik atasan mengawasi pekerjaan karyawan. Atasan selalu melakukan monitoring & evaluating untuk memperbaiki kinerja karyawannya. Untuk karyawan yang memiliki kinerja rendah, atasan wajib memberikan saran dan perbaikan. Kemudian untuk karyawan yang baik kinerjanya, atasan wajib memberikan pujian baik secara formal, maupun informal kepada karyawannya. Karyawan PT. ADM – Casting Plant adalah karyawan yang memiliki kompetensi yang baik. Sehingga di dalam melakukan pekerjaanya, atasan memberikan keleluasaan bagi tiap karyawan untuk membuat Suggestion System dan memberikan bonus bagi karyawan yang memberikan kritik dan saran terbaik kepada perusahaan. Dengan metode ini karyawan menjadi memiliki sarana untuk memberikan ide & kritik yang membangun bagi kemajuan perusahaan.
Tabel 14. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal) Berdasarkan Tabel 14, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal). Karyawan akan merasa nyaman dan senang serta dapat bekerja dengan baik dalam lingkungan kerja yang harmonis dimana setiap karyawan memiliki hubungan yang baik. Karyawan dapat bekerja baik dengan anggota kelompok apabila memiliki pandangan yang sama. Pada PT. ADM – Casing Plant, mayoritas pekerjaan dilakukan secara tim. Dengan demikian, tingkat kerjasama antar karayan cukup tinggi. Namun, dengan adanya sistem reward & punishment yang diberlakukan PT. ADM – Casting Plant, membuat kondisi persaingan di PT. ADM – Casting Plant cukup tinggi. Setiap karyawan dan tim kerja bersaing untuk menjadi yang terbaik dan mendapatkan penghargaan dari perusahaan. Tabel 15. Persepsi responden terhadap
kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dikategorikan baik. Hal ini dapat terlihat dari rekapitulasi skor rataan dan skor total kinerja karyawan perusahaan.
3.8. Pengaruh konflik terhadap
Kinerja Karyawan 3.8.1 Variabel laten konflik
No
Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataa
n
Keterangan
1. Tingkat kehadiran (absensi) 2,76 Setuju 2. Kemampuan karyawan 2,78 Setuju 3. Produktivitas 3,05 Setuju 4. Hubungan atasan dan
bawahan (vertikal) 3,21 Setuju
5. Hubungan antar karyawan (horizontal)
2,91 Setuju
Total 2,94 Setuju
10
Tabel 17. Kontribusi variabel indikator terhadap pembentukan efektifitas terjadinya konflik.
No. Variabel indikator
konflik
%
1. Masalah kompensasi 93
2. Kesalahan instruksi
atasan (vertikal)
87
3. Kesalahan koordinasi
antar karyawan
(horizontal)
79
4. Masalah status 58
5. Lemahnya sistem dan
fasilitas
58
Masalah kompensasi Masalah kompensasi (X1) memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya konlik karyawan yaitu sebesar 0,93 (93 persen) yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 6,04 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan efektivitas masalah kompensasi menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Kontribusi yang besar ini dikarenakan kompensasi adalah variabel yang sangat penting di dalam mempertahankan sumberdaya manusia. Hal ini didukung oleh pendapat Handoko (1996) yang mengatakan bahwa bila pengupahan dan penggajian tidak diadministrasikan dengan tepat, maka perusahaan akan dengan mudah kehilangan karyawannya yang baik. Bahkan bila karyawan tidak keluar, mereka mungkin menjadi tidak puas terhadap perusahaan dan menurunkan produktivitas mereka. Sejauh ini perusahaan tergolong cukup baik di dalam menerapkan strategi remunrasi kepada karyawannya. Perusahaan memberikan gaji pokok di atas UMK Kabupaten Karawang. Karyawan mendapatkan transpransi jenjang karir yang jelas. Kemudian, karyawan juga mendapatkan uang sistem perhitungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem perhitungan Disnaker. Selain itu, karyawan mendapatkan bonus bagi karyawan dan tim kerja dengan kinerja terbaik. Namun beberapa karyawan menilai bahwa sistem jenjang karir hanya transparan dan bisa
diukur hanya untuk karyawan tetap. Seleksi yang ketat di dalam pengangkatan karyawan dan turn over yang tinggi pada tingkat karyawan kontrak menjadi masalah yang dapat menimbulkan konflik bagi karyawan. Lembur adalah suatu cara bagi karyawan PT. ADM untuk menambah penghasilan. Namun, prosedur untuk melakukan lembur dianggap terlalu menyusahkan karyawan. Hal inilah yang seringkali menjadi konflik bagi karyawan. 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Variabel kesalahan instruksi atasan (X2) memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk efektivitas sistem promosi jabatan, yaitu sebesar 0,87 (87 persen) yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,61 (>1,96). Hal ini dikarenakan kesalahan instruksi atasan sangat rentan terhadap terjadinya konflik. Kesalahan instruksi atasan pada PT. ADM – Casting Plant lebih disebabkan karena perbedaan persepsi. Hal inilah yang seringkali menimbulkan konflik. Menurut Stoner (1992), konflik dapat disebabkan karena perbedaan nilai atau pandangan, perbedaan tujuan di antara berbagai unit dalam organisasi dan perbedaan sikap. Sejauh ini, karyawan berpersepsi baik dengan instruksi atasan. Namun, sebagian karyawan berpendapat bahwa terkadang atasannya tidak jelas di dalam memberikan instruksi. Karyawan PT. ADM – Casting Plant mayoritas adalah lulusan SMA/STM. Oleh karena itu, seorang atasan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi terkadang memberikan perintah yang tidak dapat ditafsirkan atau dijalankan oleh bawahannya yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Hal inilah yang seringkali mengakibatkan konflik karyawan. 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) Variabel kesalahan koordinasi antar karyawan (X3) memberikan kontribusi yang berarti bagi efektivitas sistem promosi jabatan, yaitu sebesar 0,79 (79 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,06 (>1,96). Kesalahan koordinasi antar karyawan disebabkan karena kesamaan SOP dan job desc akibat adanya Suggestion System (SS). Menurut
11
Winardi (1992), konflik seperti ini dinamakan sebagai konflik horizontal. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemenyang setingkat. Menurut persepsi karyawan, PT. ADM. – Casting Plant kurang baik di dalam koordinasi antar karyawan atau antar tim kerja. Seringnya tumpang tindih dan saling mengandalkan di dalam melakukan pekerjaan merupakan gambaran rendahnya koordinasi antar karyawan & tim kerja. 4. Masalah status Variabel Masalah status (X5) memberikan kontribusi yang sebesar 0,58 (58 persen) terhadap terjadinya konflik. Nilai ini positif dan berpegaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,63(>1,96). Hal ini berarti peningkatan masalah status menyebabkan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan konflik karyawan. Kontribusi ini didasarkan oleh adanya budaya feodal yang terkadang masih melekat pada PT. ADM Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap karyawan harus menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi, lebih tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan lebih baik. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki jabatan dan kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Hal inilah yang sering menimbulkan konflik karyawan. Fakta ini didukung berdasarkan pada pendapat Kenneth dan Garry (1992), yang mengatakan bahwa konflik dapat disebabkan oleh masalah status. Jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah.Dengan contoh sederhana ini jelas bahwa masalah status menjadi salah satu penyebab konflik.
5. Lemahnya sistem dan fasilitas Variabel lemahnya sistem dan fasilitas (X4) memberikan kontribusi sebesar 0,58 (58 persen) terhadap terjadinya konflik karyawan dan berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,60 (>1,96). Nilai sebesar 0,87 menggambarkan bahwa lemahnya sistem sangat berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Kondisi lingkungan kerja pada lantai produksi yang panas dan bising mudah sekali membuat stress karyawan. Karyawan berpersepsi bahwa sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant kurang baik. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi masih banyak yang manual kemudian, fasilitas K3 masih belum bisa diterapkan secara baik oleh seluruh karyawan PT. ADM – Casting Plant. Klinik yang hanya memiliki dokter pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Fasilitas transportasi dan fasilitas rawat inap bagi karyawan masih dianggaap kurang memadai. Oleh sebab itu, lemahnya sistem dan fasilitas sangat rentan untuk mengakibatkan konflik karyawan. 3.8.2 Variabel laten kinerja Tabel 18. Peningkatan kinerja yang
diharapkan dengan terjadinya konflik karyawan
1. Kemampuan karyawan
Kemampuan karyawan merupakan kompetensi, pengetahuan dan pemahaman karyawan tehadap prinsip dan metode yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Seluruh karyawan harus memiliki pengetahuan pekerjaan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan benar sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal.
No. Variabel indikator
konflik
%
1. Kemampuan karyawan 87
2. Tingkat kehadiran
(absensi)
80
3. Produktivitas 68
4. Hubungan antar karyawan
(horizontal)
68
5. Hubungan dengan atasan 59
12
Menurut Steers et al dalam Nourizar (2002), kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kemampuan dan keterampilan karyawan. Berdasarkan Gambar 10. variabel kemampuan karyawan (Y2) memberikan kontribusi terbesar dalam membentuk kinerja karyawan, yaitu sebesar 0,87 (87 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan kemampuan karyawan akan lebih meningkatkan kinerja karyawan. Besarnya kontribusi ini karena karyawan sudah mampu melaksanakan job desc sesuai dengan metode dan prinsip serta standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan. Selain itu, perusahaan secara rutin memberikan pelatihan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab sehingga meningkatkan kemampuan karyawan. Tidak hanya itu, kemampuan karyawan juga diperoleh dari rekan kerja maupun dari membaca buku-buku yang berkaitan dengan pekerjaan. Karyawan selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan pekerjaan sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
2. Tingkat kehadiran (absensi) Tingkat kehadiran (absensi) merupakan variabel yang penting guna melaksanakan pekerjaan. Setiap karyawan yang memiliki masalah dengan absensi akan terganggu kinerjanya. Hal ini dikarenakan, waktu yang diperlukan utuk menyelesaikan pekerjaan menjadi berkurang apabila tingkat kehadiran yang buruk. Hal ini diperkuat dengan gambaran yang ditunjukkan Gambar 10. Variabel tingkat kehadiran (absensi) (Y1) memberikan kontribusi sebesar 0,80 (80 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan tingkat kehadiran karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan. Besarnya kontribusi ini karena tingkat kehadiran karyawan akan membantu karyawan di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan metode dan prinsip serta standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan. Dengan tingkat kehadiran yang tinggi, maka karyawan akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Pendapat ini didukung oleh Steers et al dalam Nourizar (2002) yang mengatakan bahwa mengatakan bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kesempatan untuk berkinerja.
3. Produktivitas Menurut Dewan Produktivitas Nasional dalam Umar (2005) produktivitas memiliki pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Namun, produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Jadi produktivitas adalah menyangkut tingkat efektivitas dan efisiensi yang berhasil dicapai oleh karyawan. Produktivitas (Y3) memberikan kontribusi sebesar 0,68 (68 persen) dalam membentuk kinerja karyawan yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,81 (>1,96). Besarnya kontribusi yang produktivitas karyawan terhadap kinerja karyawan tersebut dikarenakan adanya usaha karyawan untuk menghasilkan pekerjaan yang baik, yang sesuai bahkan melebihi standar mutu yang ditetapkan perusahaan. Selain itu, besarnya kontribusi produktivitas terhadap kinerja karyawan dikarenakan karyawan telah mengikuti banyak pelatihan yang ditetapkan perusahaan pada bidang pekerjaan masing-masing karyawan. Sehingga, meningkatnya produktivitas seorang karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut.
4. Hubungan antar karyawan (horizontal) Hubungan antar karyawan (Y5)
memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk kinerja karyawan, yaitu sebesar 0,68 (68 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,78 (>1,96). Besarnya kontribusi yang Hubungan antar karyawan terhadap kinerja karyawan tersebut dikarenakan di dalam mengerjakan pekerjaanya, karyawan dituntut untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan karyawan lain di dalam tim. Selain itu, kontribusi yang besar pada hubungan
13
antar karyawan dikarenakan setiap karyawan juga dituntut untuk bersaing dengan karyawan lain. Terutama pada level karyawan kontrak, untuk menjadi karyawan tetap PT. ADM – Casting Plant hanya memilih karyawan dengan kinerja terbaik. Banyaknya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan seringkali membuat kinerja karyawan terganggu. Oleh sebab itu, perlu ada pembagian yang jelas di dalam pembagian tugas. Menurut Steers et al dalam Nourizar (2002) mengatakan bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh kejelasan dan penerimaan tugas. Oleh sebab itu, hubungan karyawan memiliki pengaruh yang terhadap kinerja karyawan.
5. Hubungan dengan atasan (vertikal) Hubungan dengan atasan (Y4)
memberikan kontibusi dalam membentuk kinerja karyawan sebesar 0,59 (59 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,33 (>1,96). Kontribusi yang cukup besar ini dikarenakan karyawan di dalam melakukan pekerjaannya perlu untuk melakukan koordinasi yang baik dengan atasan. Meskipun karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki profesionalisme yang tinggi. Namun perlu bagi atasan untk memberikan kritik, saran dan pujian kepada karyawannya. Hal ini selain dapat memperbaiki kinerja, juga dapat meningkatkan komunikasi antara atasan dan bawahan. Karyawan yang selalu diberikan motivasi oleh atasannya akan memiliki kinerja yang baik. Hal ini didukung oleh Mangkunegara (2000) yang mengatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh motivasi. 3.9. Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka implikasi manajerial yang dapat diberikan untuk melakukan manajemen konflik pada PT ADM – Casting Plant, yaitu : 3.9.1. Masalah Kompensasi Karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kompensasi yang diberikan oleh PT. ADM – Casting Plant. Kompensasi adalah variabel laten yang memiliki pengaruh paling besar untuk menyebabkan konflik bila dibandingkan dengan variabel lain. Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh
kompensasi bisa optimal. Implikasi manajerial untuk kompensasi yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Perlu ada sistem remunrasi yang lebih baik, agar perusahaan bisa lebih menyesuaikan gaji pokok karyawan dengan kondisi ekonomi wilayahnya. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi yang cenderung dinamis, sehingga mempengaruhi tingkat kebutuhan karyawan. Sejauh ini, PT. Astra Daihatsu Motor memberikan standar gaji yang sama untuk karyawan di setiap daerah. Seorang karyawan dengan jabatan operator di PT. ADM – Casting Plant yang berlokasi di Karawang memiliki gaji pokok yang sama dengan seorang operator pada PT. ADM – Stamping Plant yang ada di Jakarta. Melihat fakta di atas, semestinya perusahaan perlu melakukan evaluasi untuk mengkaji lebih jauh mengenai kebutuhan karyawan agar perhitungan gaji pokok bisa disesuaikan dengan kondisi ekonomi setiap daerah.
2. Fungsi remunrasi pada PT. Astra Daihatsu Motor dijalankan oleh Departemen HRD. Oleh karena itu,perlu ada tim khusus yang melibatkan manajer HRD pada setiap wilayah operasi PT. ADM dan konsultan keuangan yang dapat menganalisis lebih jauh mengenai kesesuaian gaji karyawan dengan kebutuhan hidup. Tim khusus ini bertugas dalam menciptakan sistem yang efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan karyawan.
3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah kompensasi memberikan pengaruh sebesar 0,93 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan masalah kompensasi sebagai manifest conflict. Manajemen konflik dengan menggunakan kompensasi sebagai manifest conflict perlu dilaksanakan oleh Departemen HRD sebagai departemen yang memiliki kewenangan di dalam menetapkan remunrasi dan bertanggung jawab di dalam pengembangan sumber daya manusia PT. ADM – Casting Plant. Mekanisasi manajemen konflik dengan
14
merangsang ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi harus selalu memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi. Risiko konflik pada karyawan jangan sampai terjadi pada tingkatan yang destruktif. Contoh merangsang konflik karyawan dengan kompensasi misalnya dilakukan dengan membiarkan gaji karyawan tidak mengalami kenaikan meskipun harga-harga barang secara agregate sedang naik. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada karyawan PT. ADM – Casting Plant. Kemudian, ketika konflik yang terjadi akan mengakibatkan kondisi kinerja karyawan mulai menurun. Departemen HRD perlu mengatasi konflik tersebut dengan melakukan negosiasi kepada Serikat Karyawan Astra Daihatsu Motor (SKADM) mengenai masalah kompensasi. Negosiasi diharapkan berakhir dengan adanya agreement yang menguntungkan kedua pihak (win-win solution). Hasil akhir dari agreement antara HRD dan SKADM yaitu, perusahaan akan menaikan gaji karyawan, namun karyawan harus mampu meningkatkan kinerja sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan. 3.9.2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Kesalahan instruksi atasan (vertikal) pada PT. ADM – Casting Plant cenderung rendah. Karyawan menilai bahwa sejauh ini, atasan sudah cukup baik di dalam melakukan koordinasi dengan bawahan. Namun, sebagian karyawan menganggap bahwa perintah atasan terkadang sulit untuk ditafsirkan dan bersifat ambigu. Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan instruksi atasan menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Pada PT. ADM – Casting Plant, mayoritas karyawan memiliki tingkat pendidikan akhir SMA/STM. Oleh sebab itu, karyawan seringkali berbeda persepsi di dalam menjalankan tugas yang diberikan. Mengacu pada masalah yang ada, maka PT. ADM – Casting Plant perlu mengadakan pelatihan komunikasi. Hal
ini diperlukan agar para leader memiliki public speaking yang baik di dalam memberikan instruksi kepada bawahan. Selain itu, dengan pelatihan komunikasi karyawan dapat memahami dengan jelas setiap instruksi yang diberikan dan memiliki persepsi yang sama dengan pemikiran atasan.
2. Selain itu, pada PT. ADM – Casting Plant masih ada posisi yang diisi oleh para ekspatriat. Sehingga, komunikasi yang terjalin antara karyawan lokal dengan ekspatriat menjadi kurang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, PT. ADM perlu melakukan pelatihan bahasa asing untuk karyawan lokal dan pelatihan Bahasa Indonesia untuk para ekspatriat.
3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan instruksi atasan (vertikal) memberikan pengaruh sebesar 0,87 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan kesalahan instruksi atasan sebagai manifest conflict. Manajemen konflik dengan menggunakan kesalahan instruksi atasan sebagai manifest conflict perlu dilaksanakan oleh team leader, foreman dan supervisor selaku atasan-atasan PT. ADM– Casting Plant. Kesalahan instruksi atasan PT. ADM Casting – Plant disebabkan karena adanya perbedaan tingkat pendidikan antara atasan dan bawahan. Atasan dapat merangsang konflik untuk bawahannya dengan memberikan instruksi yang sulit dipahami karyawan dan memberikan pekerjaan di luar kapasitas bawahannya. Dengan ini, konflik yang terjadi akan membuat ketidaknyamanan karyawan. Konflik yang terjadi akibat instruksi atasan akan membuat karyawan belajar untuk menghadapi kondisi tersebut. Output yang diharapkan dari konflik ini adalah karyawan menjadi lebih bisa bekerja under pressure, kreatif dan meningkat kompetensinya karena ada proses pembelajaran guna memenuhi tuntutan atasan. Dengan demikian kinerja karyawan akan mengalami peningkatan. 3.9.3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
15
Kesalahan koordinasi antar karyawan pada PT. ADM – Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan pada PT. ADM – Casting Plant menerapkan Suggestion System (SS) yang memperbolehkan karyawan membuat SOP kerja masing-masing. Oleh karena itu, karyawan dan tim kerja sering melakukan pekerjaan yang serupa dengan pekerjaan yang dilakukan karyawan atau tim kerja lain. Dengan demikian, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan instruksi atasan menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Perlu ada tinjau ulang mengenai Suggestion System (SS) yang diberlakukan perusahaan. Dengan Suggestion System (SS), perusahaan memang berusaha untuk memberikan keleluasaan untuk membuat SOP dan peraturannya masing-masing. Namun, hal ini dapat membuat terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan. Dalam kasus ini, Departemen HRD perlu melakukan konsolidasi dengan tim kerja dan karyawan. Selain untuk menjaga koordinasi, konsolidasi ini berguna untuk menjaga agar antar karyawan dan tim kerja tidak melakukan pekerjaan yang serupa pada waktu yang sama.
2. Perlu ada sosialisasi yang jelas mengenai tugas dan wewenang tanggung jawab setiap karyawan dan tim kerja. Dalam pelaksanaannya, sebelum karyawan menjalankan pekerjaanya, seorang atasan perlu memberikan mekanisme teknis suatu pekerjaan kepada karyawan dan melakukan pengawasan secara periodik agar karyawan bekerja sesuai dengan job desc masing-masing dan tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan dengan karyawan lain.
3. Untuk meningkatkan komunikasi antar karyawan beda departemen, maka PT. ADM Casting – Plant perlu membuat banyak acara yang melibatkan banyak karyawan. Misalnya family gathering, kompetisi olahraga internal, dan acara-acara lain yang membantu perusahaan di dalam meningkatkan intensitas karyawan untk berinteraksi.
4. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan koordinasi antar karyawan memberikan pengaruh sebesar 0,79 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan kesalahan koordinasi antar karyawan sebagai manifest conflict. kesalahan koordinasi antar karyawan PT. ADM Casting – Plant disebabkan karena adanya Suggestion System (SS) yang mengakibatkan konflik di antara karyawan dan tim kerja. Oleh karena itu, konflik dapat diciptakan perusahaan melalui Suggestion System (SS) untuk menciptakan persaingan antar karyawan atau tim kerja. Dengan adanya persaingan, maka karyawan akan berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam berkinerja dan menjaduhi sifat apatis di ADM – Casting Plant. 3.9.4. Masalah status Berdasarkan persepsi karyawan, konflik yang disebabkan oleh masalah status PT. ADM – Casting Plant cenderung rendah. Namun, berdasarkan hasil analisis, masalah status memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Oleh sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Budaya feodal Jepang seringkali membuat karyawan yang memiliki jabatan yang rendah merasa tidak percaya diri dan terlalu segan kepada karyawan lain yang memiliki posisi lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan perubahan untuk merubah pandangan karyawan bahwa setiap karyawan memiliki posisi yang penting bagi perusahaan. Di dalam teknis pelaksanaannya, perusahaan perlu melatih kepemimpinan bagi pimpinan perusahaan agar memiliki hubungan yang baik dengan karyawannya dan memotivasi setiap karyawan bahwa peran mereka sangat penting bagi perusahaan.
16
2. Di dalam proses pengambilan keputusan, pimpinan perusahaan perlu untuk mempertimbangkan kritik dan saran dari karyawan. Dengan demikian, masalah status bisa teratasi karena karyawan merasa dihargai keberadaanya oleh PT. ADM – Casting Plant.
3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah status memberikan pengaruh sebesar 0,58 terhadap kinerja karyawan. Kenneth dan Garry (1992), mengatakan bahwa jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah. Oleh sebab itu konflik dengan menggunakan masalah status dilakukan dengan cara persaingan melalui sistem promosi dan demosi yang transparan dan adil bagi seluruh karyawan. Sistem ini dapat memungkinkan karyawan yang di bawah untuk melakukan overlap kepada karyawan yang berada di atasnya. Dengan demikian, karyawan dapat lebih bersemangat untuk terus meningkatkan kinerjanya karena terpacu untuk merubah statusnya.. 3.9.5. Lemahnya sistem dan fasilitas Konflik yang disebabkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan kurang memadainya sistem dan fasilitas yang dimiliki PT. ADM – Casting Plant. Berdasarkan hasil analisis, lemahnya sistem dan fasilitas memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Oleh sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. PT. ADM – Casting Plant memiliki peralatan yang masih manual di dalam pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan defect yang didapatkan lebih baik ketimbang dilakukan secara otomatis. Hal ini memberikan pengaruh buruk kepada karyawan yang menjalankan mesin manual. Karyawan seringkali mengalami konflik di dalam mengoperasikan mesin manual yang memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh sebab itu, di dalam teknis pengoperasiannya perusahaan perlu melakukan penjadwalan yang baik agar karyawan yang menjalankan mesin manual tidak mudah terkena stress.
2. Kondisi karyawan yang apatis terhadap sistem K3 yang diterapkan perusahaan dikarenakan sistem K3 kurang bersifat memaksa dan kurang edukatif. Sistem yang buruk ini membuat karyawan tidak memiliki komitmen di dalam menjalankan sistem K3. Melihat kondisi ini, Departemen GSM selaku departemen yang berwenang di dalam environment & security control perlu untuk mengkaji sistem K3. Departemen GSM perlu membuat peraturan K3 agar mudah dipahami sesuai dengan karakteristik dan tingkat pendidikan karyawan. Selain itu Departemen GSM perlu untuk melakukan pengawasan untuk menjamin komitmen karyawan di dalam menjalankan K3. Dengan demikian, karyawan, bisa memahami dan berkomitmen untuk menjalankan sistem K3.
3. Berdasarkan persepsi karyawan, perusahaan dianggap kurang di dalam memberikan fasilitas transportasi. Untuk mengatasi hal tersebut, PT. ADM perlu menjalin kemitraan dengan lembaga pembiayaan untuk mengadakan program kredit kendaraan kepada karyawannya.
4. Karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki persepsi yang negatif terhadap fasilitas kesehatan karyawan dalam hal rawat. Hal ini, dikarenakan adanya perubahan sistem fasilitas rawat inap. Sebelumnya karyawan PT. ADM – Casting Plant diberikan dana bantuan apabila dirawat di rumah sakit. Namun, sekarang perusahaan hanya memberikan bantuan dengan membayar biaya kamar perawatan selama di rumah sakit. Melihat kondisi tersebut, perusahaan sudah tepat mengganti sistem penggantian biaya
17
rawat inap. Hal ini dikarenakan karyawan seringkali berlebihan di dalam menerima penggantian biaya rawat inap dari perusahaan. Akan tetapi, di dalam memberikan bantuan berupa pembayaran kamar perawatan bagi karyawan yang dirawat inap, perusahaan perlu untuk, membiayai biaya obat-obatan karyawan tersebut. Hal ini dikarenakan, biaya obat-obatan cukup tinggi dan mayoritas karyawan yang sakit disebabkan oleh pekerjaannya.
5. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, lemahnya sistem dan fasilitas memberikan pengaruh sebesar 0,58 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan lemahnya sistem dan fasilitas sebagai manifest conflict melalui Departemen GSM selaku departemen yang berwenang di dalam environment & security control dan Departemen HRD selaku departemen yang berwenang dalam peningkatan kinerja karyawan. Menciptakan konflik melalui sistem dan fasilitas misalnya dengan penggunaan peralatan kerja yang kurang baik. Dengan ini, karyawan akan mengalami ketidaknyamanan. Kondisi ini kemudian merangsang karyawan untuk berpikir kreatif untuk melakukan perubahan. Pemikiran-pemikiran karyawan dalam menghadapi konflik akibat lack of system sangat memungkinkan karyawan untuk menemukan ide yang berguna bagi perusahaan. Contoh penemuan ide baru akibat konflik dari lack of system yaitu, karyawan berhasil membuat mesin aduk otomatis untuk karena sebelumnya sering merasa tidak puas apabila menggunakan mesin aduk manual. Dengan demikian, melalui konflik-konflik yang terjadi diharapkan karyawan bisa menciptakan ide yang bermanfaat bagi kinerja karyawan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis sistem promosi jabatan dan pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja karyawan dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dapat disimpulkan
beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tingkat konflik di PT. ADM – Casting Plant cukup tinggi. Beberapa karyawan berpersepsi baik pada beberapa variabel manifest yaitu masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan dan masalah status. Beberapa hal yang dipersepsikan kurang baik adalah kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) dan lemahnya sistem & fasilitas. Kurang sempurnanya Suggestion System seringkali membuat karyawan mengalami tumpang tindih pekerjaan dengan karyawan lain. Selain itu, Lemahnya sistem dan fasilitas lebih disebabkan mesin-mesin kerja masih banyak yang manual, fasilitas transportasi yang kurang memadai dan fasilitas rawat inap kurang baik.
2. Kinerja karyawan PT. ADM Casting Plant sudah cukup baik. Karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kelima variabel kinerja karaywan PT. ADM – Casting Plant, meliputi tingkat kehadiran (absensi), kemampuan karyawan, produktivitas, hubungan dengan atasan (vertikal) dan hubungan antar karyawan (horizontal).
3. Konflik karyawan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan, secara berturut-turut dari yang paling besar adalah masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, masalah status dan lemahnya sistem & fasilitas. Peningkatan kinerja karyawan yang dapat diharapkan dengan adanya konflik karyawan secara berturut-turut yaitu meningkatnya kemampuan karyawan, tingkat absensi, produktivitas karyawan, hubungan antar karyawan (horizontal) dan hubungan dengan atasan (vertikal). Berdasarkan analisis SEM didapat bahwa konflik yang terjadi dapat meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,62. Oleh karena itu, pada kondisi tertentu untuk mencegah terjadinya stagnasi kinerja karyawan. Perusahaan perlu menciptakan konflik untuk meningkatkan kinerja karyawan. Namun, penciptaan konflik harus memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi dan mencegah terjadinya tindakan karyawan yang destruktif. 5.2. Saran
18
Saran yang berkaitan dengan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang dapat memaksimalkan kinerja karyawan dan perusahaan sehingga tujuan-tujuan perusahaan tercapai dengan maksimal adalah motivasi kerja, beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, komunikasi antar karyawan, kepemimpinan, kompensasi dan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, S. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Bahri, Asep Syaiful. 2003. Proses
Komunikasi Antarpribadi dalam Pengelolaan Konflik Organisasi (Kasus Divisi Agribisnis Bank X Jakarta). Tesis pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dessler, Gary. 2006. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi kesepuluh. Jilid 1. PT INDEKS. Jakarta.
Dessler, Gary. 1989. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jilid 2, PT. Prehelinso. Jakarta Fatah, R. Aep Saepulloh.1994.”Unjuk
Rasa, Gerakan Masa dan Demokratisasi: Potret Pergeseran Politik Orde Baru”, dalam Prisma, April
[FEM IPB] Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2008. Pedoman Penulisan Tugas Akhir. Bogor: FEM IPB
Gibson, James L., et al., 1977. Organisasi:
Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara.
Greenhalgh, Leonard, 1999. Menangani
Konflik. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.), Memimpin Manusia. Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia.
Hair, J.F. Anderson, R.E., Tatham, R. L.,
dan Black, W.C. 1998. Multivariate data analysis (5th). Willey. New York.
Hakim, Abdul. 2007. Konflik dalam
Organisasi dan Kaitannya dengan Kualitas Pelayanan Publik. jurnal-sdm.blogspot.com, 11
Handoko, T. Hani. 1996. Manajemen
Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Harun, Razana Bt. & Abdul Rahman.
2002. Konflik dalam Organisasi. www.damandiri.or.id/file/winathinkhaminahbab2.pdf [7 Februari 2008]
Haryadi, D. 1995. “Politik Perburuhan :
Mencari Format Baru” Dalam Jurnal Analisis Sosial Akatiga Edisi 1 Oktober 1995.
Hendardi. 1994. Nasib Buruh yang Kian
Terpuruk: Catatan Keadaan Hak Asasi Manusia di Indonesia. YLBHI. Jakarta.
Hendricks, William, 2004. Bagaimana
Mengelola Konflik. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Hersey, Paul and Kenneth Blanchard.
2005. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Husnan, Suad. 2002. Manajamen Personalia, Yogyakarta : BPFE. Yogyakarta
Jeffrey, dkk. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Amara Books. Yogyakarta
John Soeprihanto. 1987. Manajemen Personalia. BPFE. Yogyakarta
Juanita. 2008. Memanajemeni Konflik dalam Organisasi. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita3.pdf. [28 Januari 2008]
Kast, Fremont E, dan James E. Rosenzweig. 1995. Organisasi dan Manajemen. Edisi Keempat. Bumi Aksara. Jakarta
Manullang. 1987. Management Personalia. Aksara Baru. Jakarta
Mastenbroek, W.F.G., 1986. Penanganan Konflik dan Pertumbuhan Organisasi. Penerbit UI-Press, Jakarta.
Nitisemito, Alex S,. 1996. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta
Ohlendorf, Amy. 2001. Conflict Resolution in Project Management. Project Management Journal, 32:2, pp 4-16
Rahmawati, Nenik. 2003. Konflik
Industrial dan Proses Penyelesaiannya (Studi Kasus PT. X., Kabupaten Purwakarta, Provinsi
19
Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Raimona, Yunica. 2003. Peran
Komuinikasi Organisasi dalam Pengelolaan Konflik (Kasus Hubungan antara Manajer dan Buruh pada Organisasi Perusahaan Kabel di Cimanggis, Bogor). Skripsi pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber
Daya Manusia untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik. Murai Kencana, Jakarta.
Robins, Stephen P. 1974. Managing
Organizational Conflict. Engelewood Cliffs., N.J. : Prentice Hall.
Robins, Stephen P. 1996. Perilaku
Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi.. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. PT. Prehallindo. Jakarta.
Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt
and Richard N. Osborn. 1985 , Managing Organizational Behavior. John Wiley & Sons,lnc., New York.
Schneider, E.V. 1993. Sosiologi Industri.
Terjemahann Drs. J.L. Ginting. Edisi kedua. Aksara Persada Indonesia. Jakarta.
Stoner, James A.F. dan Charles Wankel.
1986. Manajemen. Edisi Ketiga. Jilid 2. CV. Intermedia. Jakarta.
Stoner, James A.F. dan R. Edward
Freeman. 1992. Manajemen. Edisi Keempat. Jilid 1.Cetakan Pertama. CV. Intermedia. Jakarta.
Stoner, James A.F, R. Edward Freeman
dan Daniel R. Gilbert. 1996. Manajemen. PT Prehallindo. Jakarta.
Syamsuddin, Mohd. Syaufii. 2004.
Pengembangan Hubungan Industrial dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan Pekerja. www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/info_hukum/vol5_vi_2004/Pengembangan_hubungan_industral.php - 59k - [28 Januari 2008]
Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Penebit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Widoyoko, S. Eko Putro. 2008.
Manajemen Konflik dalam Organisasi. http://www.um-pwr.ac.id/publikasi/10/manajemen-konflik-dalam-organisasi [15 Januari 2008]
20
kmpnsasi4.87
vertikal5.32
hrzontal5.76
sistem6.48
status6.47
konflik kinerja
absensi 5.51
kemmpuan 5.11
prdktv ts 6.07
vertikal 6.37
hrzntal 6.09
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045
4.35
4.60
3.81
3.33
3.78
6.04
5.61
5.06
3.60
3.63
3.29
kmpnsasi1.13
vertikal1.24
hrzontal1.37
sistem1.66
status1.66
konflik kinerja
absensi 1.35
kemmpuan 1.25
prdktv ts 1.53
vertikal 1.65
hrzntal 1.54
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045
0.80
0.87
0.68
0.59
0.68
0.93
0.87
0.79
0.58
0.58
0.62