analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

72
ANALISIS PENETAPAN PUSAT DAN UNIT KAWASAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI WILAYAH SELATAN KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Disusun oleh : KARINA INDAH LESTARI NIM 12020111130060 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

Upload: trantruc

Post on 21-Jan-2017

233 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

ANALISIS PENETAPAN PUSAT DAN UNIT

KAWASAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI

WILAYAH SELATAN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika Dan Bisnis

Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

KARINA INDAH LESTARI

NIM 12020111130060

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

ii

PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama Penyusun : Karina Indah Lestari

Nomor Induk Mahasiswa : 12020111130060

Fakultas/Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ IESP

Judul Skripsi : ANALISIS PENETAPAN PUSAT DAN

UNIT KAWASAN PENGEMBANGAN

AGROPOLITAN DI WILAYAH

SELATAN KABUPATEN DELI

SERDANG

Dosen Pembimbing : Drs. R.Mulyo Hendarto, MSP

Semarang, 30 April 2015

Dosen Pembimbing,

(Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP)

NIP 19610416 198710 1001

Page 3: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

iii

PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN

Nama Penyusun : Karina Indah Lestari

Nomor Induk Mahasiswa : 12020111130060

Fakultas/Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ IESP

Judul Skripsi : ANALISIS PENETAPAN PUSAT DAN UNIT

KAWASAN PENGEMBANGAN

AGROPOLITAN DI WILAYAH SELATAN

KABUPATEN DELI SERDANG

Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 26 Mei 2015

Tim Penguji

1. Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP (.............................................)

2. Dr. Nugroho SBM, MSP (.............................................)

3. Dr. Hadi Sasana, S.E., M.Si (.............................................)

Mengetahui,

Pembantu Dekan I

(Anis Chariri, SE, M.Com, Ph. D, Akt.)

Page 4: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini saya, Karina Indah Lestari,

menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ANALISIS PENETAPAN PUSAT

DAN UNIT KAWASAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI

WILAYAH SELATAN KABUPATEN DELI SERDANG”, adalah hasil tulisan

saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam

skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya

ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau

simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran orang lain tanpa

memberikan pengakuan penulis aslinya.

Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut

diatas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi

yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila dikemudian terbukti

bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-

olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan

oleh universitas batal saya terima.

Semarang, 30 April 2015

Yang membuat pernyataan,

Karina Indah Lestari

12020111130060

Page 5: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Mintalah maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat;

ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta

akan menerima dan setiap orang yang mencari akan mendapat dan setiap orang

yang mengetok, baginya pintu dibukakan”

(Matius 7:7-8)

“Karena itu, Aku berkata kepadamu. Apa saja yang kamu minta dan doakan,

percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan

kepadamu.

(Markus 11:24)

Hidup adalah PROSES, Hidup adalah BELAJAR

Tanpa ada batas UMUR, tanpa ada kata TUA

JATUH, berdiri lagi......

KALAH, mencoba lagi......

GAGAL, bangkit lagi.......

JANGAN PERNAH MENYERAH, sampai Tuhan berkata :

“WAKTUNYA PULANG”

Skripsi ini penulis persembahkan khusus kepada Tuhan Yesus Kristus Sahabat

Hidup paling setia, keempat orangtua yang paling kucintai dalam hidup (opung,

mbah, papa, dan mama), adikku tersayang, serta masyarakat Wilayah Selatan

Kabupaten Deli Serdang.

Page 6: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

vi

ABSTRACT

This study’s aims are: (1) to find out citizen’s social economy at each

sub-district ini Southern Region of Deli Serdang Regency, (2) to analyse superior

commodities in Southern Region of Deli Serdang Regency and their distribution

at each sub-district, (3) to identify the number of agribussiness and settlement’s

facilities at each sub-district in Southern Region of Deli Serdang Regency, and (4)

to analyse and determine the sub districts which becames the center and

agropolitan development area unit in Southern Region of Deli Serdang Regency.

The study was conducted in seven sub-districts which belongs to Southern Region

of Deli Serdang Regency. The data used in this study are society’s demography,

production of agricultural commodities in 2009-2013, and also the number of

agribussiness and settlement’s facilities. This study used description analysis,

Location Quotient (LQ), Shift Share, and scalogram.

The result of LQ and Shift Share analysis showed that there were

seventeen superior commodities in Southern Region such as corns, cassavas, red

chilis, tommatoes, eggplants, cucumbers, melons, bananas, zalaccas, petais,

pecan nuts, cloves, kulit manis, beef cattles, buffaloes, goats, and pigs. According

to their distribution, corns, cassavas, red chilis, eggplants, bananas, zalaccas,

pecan nuts, beef cattles, buffaloes, goats, and pigs were produced by all of sub-

districts. However, tommatoes, cucumbers, melons, cloves, and kulit manis were

produced only in several sub-districts. The result of scalogram analysis showed

that Sibolangit Sub-District played a role as agropolitan’s centre. It was based on

the number and the kinds of its facility units. They are the highest. The other

supporting factors were variation of its superior commodity, the number of inter-

regency/municipality public transportation throughout Sibolangit Sub-District.

Keywords : Southern Region, Deli Serdang Regency, Superior Commodities,

Agropolitan’s Centre

Page 7: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

vii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui kondisi sosial ekonomi

masyarakat pada setiap kecamatan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang

saat ini, (2) menganalisis komoditas unggulan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli

Serdang dan persebarannya di masing-masing kecamatan, (3) mengidentifikasi

ketersediaan fasilitas agribisnis dan permukiman pada setiap kecamatan di

Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang, dan (iv) menganalisis dan menetapkan

kecamatan yang menjadi pusat dan unit kawasan pengembangan agropolitan di

Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan di tujuh

kecamatan yang tergabung ke dalam Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang.

Data yang digunakan antara lain; demografi penduduk, produksi komoditas

pertanian tahun 2009-2013, serta ketersediaan fasilitas agribisnis dan

permukiman. Analisis yang digunakan adalah analisis deskripsi, Location

Quotient (LQ), Shift Share, dan skalogram.

Hasil analisis LQ dan Shift Share menunjukkan terdapat 17 komoditas

unggulan di Wilayah Selatan yang terdiri dari jagung, ubi kayu, cabe merah,

tomat, terong, timun, melon, pisang, salak, petai, kemiri, cengkeh, kulit manis,

sapi potong, kerbau, kambing, dan babi. Menurut persebarannya, jagung, ubi

kayu, cabe merah, terong, pisang,salak, kemiri, sapi potong, kerbau, kambing, dan

babi diproduksi di seluruh kecamatan Sedangkan tomat, timun, melon, cengkeh,

dan kulit manis hanya diproduksi di beberapa kecamatan. Hasil analisis skalogram

menunjukkan Kecamatan Sibolangit sebagai pusat agropolitan. Penetapan

didasarkan atas jumlah unit fasilitas dan jumlah jenis fasilitas di Kecamatan

Sibolangit yang adalah tertinggi. Faktor pendukung lainnya dikarenakan adanya

keragaman komoditas unggulan, ketersediaan STA, dan banyaknya transportasi

umum lintas kabupaten/kota yang melintasi Kecamatan Sibolangit.

Kata Kunci : Wilayah Selatan, Kabupaten Deli Serdang, Komoditas Unggulan,

Pusat Agropolitan

Page 8: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

viii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

kasih karuniaNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

berjudul “ANALISIS PENETAPAN PUSAT DAN UNIT KAWASAN

PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI WILAYAH SELATAN

KABUPATEN DELI SERDANG” sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Program Sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Ekonomika dan Bisnis dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi menemui

berbagai hambatan. Namun, berkat doa, dorongan semangat, bimbingan, bantuan,

dan kerja sama dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang setulusnya

kepada :

1. Bapak Dr. Suharnomo, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan

Bisnis Universitas Diponegoro.

2. Bapak Dr. Hadi Sasana, S.E., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro, dosen wali sekaligus

dosen penguji yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama

menjalani perkuliahan di jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan.

3. Bapak Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam memberikan bimbingan,

pengarahan, serta motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 9: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

ix

4. Bapak Dr. Nugroho SBM, MSP selaku dosen penguji yang telah

memberikan koreksi dan saran dalam penulisan skripsi.

5. Para Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

6. Ibu Eny P. selaku pembimbing magang beserta para staf dan rekan-rekan

magang di Bidang Perekonomian Bappeda Provinsi Jawa Tengah yang

telah meluangkan waktu untuk diskusi dan dengan sabar memberikan

masukan dalam penyelesaian skripsi.

7. Narasumber dalam skripsi ini : Bapak Robert (Kasie Bappeda

Kabupaten Deli Serdang), Bapak Ahmad Rifai (KUPTD Pertanian Kec.

Gunung Meriah), Bapak Jonatan Sembiring (KUPTD Pertanian Kec.

STM Hulu), Bapak Trisakti Pandia (Kasie Pembangunan Masyarakat

Kec. STM Hilir), Bapak Safii Sihombing, SIP., MAP. (Camat Kec.

Bangun Purba), Bapak Tertib Sembiring (TSKS Kec. Biru-Biru), Bapak

Amos F. Karo-Karo, S. Sos (Camat Kec. Sibolangit), dan Bapak Marzuki

M.Sos (Camat Kec. Kutalimbaru) yang memberikan informasi serta

masukan kepada penulis.

8. Keluargaku tersayang, papa (Ir. Rafael R. Winardi, MP), mama (Anna

Agustina Sinaga), opung (Anni R. Tampubolon), mbah (Lusia

Supartinah) atas doa yang tiada henti, dorongan semangat, dan

pengarahan yang diberikan kepada penulis.

9. Adikku tersayang (FX. Andre Prayoga) yang dengan setia mendoakan,

memberikan semangat, dan menemani penulis selama penelitian.

Page 10: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

x

10. Sahabat-sahabatku tersayang Heni, Susan, Claudia, Anya, Yonatan, Paul,

Gio, Doly, Rado, dan partner terkasih (Hilman Hendro) atas doa,

dorongan semangat, petualangan seru, dan canda tawa selama ini.

11. Keluarga IESP 2011terkasih atas pertemanan yang tulus selama ini.

12. Keluarga PRMK atas semangat rohani yang diberikan kepada penulis

terutama Titis, Winarti, Helda, Felice, Lili, Adit, Bayu, dan Satrio.

13. Natasha Diofanny (PWK 2012) dan Kak Ovi (PWK 2009) yang telah

meluangkan waktu untuk mengajarkan penulis dalam pembuatan peta.

14. Anak kos Jatisari 5 No. 1 terutama Yuni, Wira, Sella, Bella, Yuli, Kak

Cici atas bantuan, semangat dan canda tawa selama ini.

15. Pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan dan terdapat kelemahan. Untuk itu, penulis mengharapkan

masukan dan koreksi dari berbagai pihak agar penulis dapat memberikan hasil

yang bermanfaat bagi pembangunan Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang.

Semarang, 30 April 2015

Penulis

Karina Indah Lestari

Page 11: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................................................. ii

PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .......................................................... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................. vi

ABSTRAK ..................................................................................................vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xvii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xix

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 14

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 15

1.4. Sistematika Penulisan ...................................................................... 16

BAB II. TELAAH PUSTAKA ......................................................................... 18

2.1. Landasan Teori ................................................................................ 18

2.1.1. Kawasan Agropolitan ............................................................. 18

2.1.2. Sistem Agribisnis ................................................................... 20

2.1.3. Klasifikasi Tanaman Pertanian ............................................... 22

2.1.4. Teori basis Ekspor dan Komoditas Unggulan ......................... 22

2.1.5. Teori Tempat Sentral (Central Place Theory) ......................... 24

2.1.6. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Centre) ............................. 26

2.2. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 27

2.3. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 42

Page 12: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xii

Halaman

BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................. 44

3.1. Variabel dan Definisi Operasional .................................................... 44

3.1.1. Karakteristik sosial ekonomi .................................................. 44

3.1.2. Komoditas Unggulan .............................................................. 44

3.1.3. Ketersediaan Fasilitas ............................................................. 45

3.2. Populasi dan Sampel ........................................................................ 45

3.3. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 48

3.5. Metode Analisis ............................................................................... 49

3.5.1. Analisis Deskripsi .................................................................. 49

3.5.2. Analisis LQ (Location Quotient) ............................................ 49

3.5.3. Analisis Shift Share ................................................................ 50

3.5.3. Analisis Skalogram ................................................................ 51

BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................... 54

4.1. Deskripsi Objek Penelitian ............................................................... 54

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang ............................ 54

4.1.2. Gambaran Umum Wilayah Selatan Kabupaten

Deli Serdang .......................................................................... 55

4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ................................................ 58

4.2.1. Perkembangan Jumlah Penduduk ........................................... 58

4.2.2. Kepadatan Penduduk .............................................................. 59

4.2.3. Penduduk Menurut Jenis Kelamin .......................................... 60

4.2.4. Penduduk Menurut Kelompok Umur ...................................... 60

4.2.5. Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................................... 62

4.3. Penetapan Komoditas Unggulan dan Persebarannya ......................... 63

4.3.1. Analisis Location Quotient (LQ) ............................................ 63

4.3.2. Analisis Shift Share ................................................................ 66

4.3.3. Komoditas Unggulan dan Persebarannya ................................ 71

Page 13: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xiii

Halaman

4.4. Ketersediaan Fasilitas Wilayah Selatan ............................................ 78

4.4.1.Fasilitas Agribisnis .................................................................. 78

4.4.1.1. Fasilitas Subsistem Input Pertanian ............................. 78

4.4.1.2. Fasilitas Subsistem Usaha Pertanian ........................... 80

4.4.1.3. Fasilitas Subsistem Pengolahan .................................. 82

4.4.1.4. Fasilitas Subsistem Pemasaran.................................... 83

4.4.1.5. Fasilitas Subsistem Penunjang .................................... 85

4.4.2.Fasilitas Permukiman .............................................................. 86

4.4.2.1. Fasilitas Pendidikan .................................................... 86

4.4.2.2. Fasilitas Kesehatan ..................................................... 87

4.4.2.3. Fasilitas Ekonomi ....................................................... 89

4.4.2.4. Fasilitas Peribadatan ................................................... 89

4.4.2.5. Ketersediaan Jaringan Listrik ..................................... 90

4.4.2.6. Ketersediaan Jaringan Telepon ................................... 90

4.4.2.7. Ketersediaan Jaringan Air Bersih ................................ 92

4.5. Penetapan Pusat dan Unit Kawasan Pengembangan.......................... 93

4.5.1. Penetapan Unit Kawasan Pengembangan ................................ 93

4.5.1.1. Kesesuaian Lahan ....................................................... 95

4.5.1.2. Rata-rata dan Laju Pertumbuhan Produksi

Komoditas Unggulan .................................................. 95

4.5.1.3. Sumber Penghasilan Utama Masyarakat .................... 102

4.5.1.4. Keberadaan Lokasi Industri ....................................... 105

4.5.2. Penetapan Pusat Agropolitan ................................................. 110

4.5.2.1. Analisis Skalogram.................................................... 110

4.5.2.2. Pusat Agropolitan ...................................................... 117

BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 124

5.1. Simpulan .................................................................................... 124

5.2. Keterbatasan Penelitian .............................................................. 127

Page 14: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xiv

Halaman

5.3. Saran .......................................................................................... 127

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 129

LAMPIRAN ................................................................................................. 133

Page 15: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Pembagian Wilayah Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan Ketinggian dan Kemiringan Lereng ............................ 6

Tabel 1.2. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Pertanian Menurut

Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang ........................................... 9

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 34

Tabel 4.1. Letak Koordinat, Luas Wilayah, Jumlah Desa, Dusun

dan Topografi Wilayah Menurut Kecamatan .................................. 56

Tabel 4.2. Jenis, Karakteristik, dan Persebaran Tanah

di Kabupaten Deli Serdang ............................................................ 57

Tabel 4.3. Perkembangan Jumlah Penduduk Wilayah Selatan......................... 58

Tabel 4.4. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Selatan .............. 59

Tabel 4.5. Penduduk Wilayah Selatan Menurut Jenis Kelamin ....................... 60

Tabel 4.6. Penduduk Wilayah Selatan Menurut Kelompok Umur ................... 61

Tabel 4.7. Mata Pencaharian Penduduk Wilayah Selatan ................................ 62

Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Location Quotient 2009-2013 ............................ 64

Tabel 4.9. Hasil Perhitungan Shift Share Klasik ............................................. 68

Tabel 4.10. Fasilitas Subsistem Input Pertanian ................................................ 79

Tabel 4.11. Nama, Lokasi, dan Hari Pekan Pasar Desa di Wilayah Selatan ....... 84

Tabel 4.12 Fasilitas Subsistem Penunjang ....................................................... 85

Tabel 4.13. Ketersediaan dan Kebutuhan Fasilitas Pendidikan

di Wilayah Selatan ......................................................................... 86

Tabel 4.14. Ketersediaan dan Kebutuhan Fasiltas Kesehatan

di Wilayah Selatan ......................................................................... 87

Tabel 4.15. Fasilitas Ekonomi Wilayah Selatan ................................................ 89

Tabel 4.16. Fasilitas Peribadatan di Wilayah Selatan ........................................ 90

Tabel 4.17. Analisis Skalogram Jumlah Unit Fasilitas Agribisnis .................... 111

Tabel 4.18. Analisis Skalogram Jumlah Jenis Fasilitas Agribisnis ................... 112

Tabel 4.19. Analisis Skalogram Jumlah Unit Fasilitas Permukiman ................. 114

Page 16: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xvi

Halaman

Tabel 4.20. Analisis Skalogram Jumlah Jenis Fasilitas Permukiman ................ 115

Tabel 4.21. Klasifikasi Tingkat Perkembangan Menurut Indikator .................. 117

Tabel 4.22. Penetapan Pusat Agropolitan ........................................................ 118

Page 17: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Peta Kawasan Perkotaan Mebidangro ......................................... 3

Gambar 1.2. Peta Pembagian Wilayah Kabupaten Deli Serdang ..................... 7

Gambar 2.1. Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan ........................... 18

Gambar 2.2. Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam

Konteks Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ..... 19

Gambar 2.3. Pola Pemukiman Sistem K=3 Menurut Christaller ..................... 25

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran .................................................................. 34

Gambar 4.1. Identifikasi Komoditas Unggulan .............................................. 72

Gambar 4.2 Persebaran Komoditas Unggulan Tanaman Pangan ................... 73

Gambar 4.3. Persebaran Komoditas Unggulan Hortikultura ........................... 74

Gambar 4.4. Persebaran Komoditas Unggulan Perkebunan ............................ 75

Gambar 4.5. Persebaran Komoditas Unggulan Peternakan ............................. 76

Gambar 4.6. Kios Sarprodi di Wilayah Selatan .............................................. 78

Gambar 4.7. Daerah Irigasi di Wilayah Selatan ............................................. 80

Gambar 4.8. Industri Pengolahan di Wilayah Selatan .................................... 82

Gambar 4.9. Kondisi Terkini STA Pisang Barangan STM Hilir

dan STA Sibolangit ................................................................... 83

Gambar 4.10. Fasilitas Pendidikan di Wilayah Selatan .................................... 87

Gambar 4.11. Fasilitas Kesehatan di Wilayah Selatan...................................... 88

Gambar 4.12. Menara Telepon Seluler di Wilayah Selatan .............................. 91

Gambar 4.13. Jaringan Air Bersih di Wilayah Selatan ..................................... 93

Gambar 4.14. Rata-Rata Produksi Jagung dan Ubi Kayu

di Wilayah Selatan .................................................................... 96

Gambar 4.15. Laju Pertumbuhan Produksi Jagung dan Ubi Kayu

di Wilayah Selatan .................................................................... 96

Gambar 4.16. Rata-Rata Produksi Komoditas Unggulan

Hortikultura di Wilayah Selatan ................................................ 97

Page 18: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xviii

Halaman

Gambar 4.17. Laju Pertumbuhan Produksi Hortikultura Unggulan

di Wilayah Selatan .................................................................... 98

Gambar 4.18. Rata-Rata Produksi Kemiri, Cengkeh, dan Kulit Manis

di Wilayah Selatan ................................................................... 100

Gambar 4.19. Laju Pertumbuhan Produksi Kemiri, Cengkeh, dan

Kulit Manis di Wilayah Selatan ................................................ 100

Gambar 4.20. Rata-Rata Produksi Sapi Potong, Kerbau, Kambing, dan

Babi di Wilayah Selatan ........................................................... 101

Gambar 4.21. Laju Pertumbuhan Produksi Sapi Potong, Kerbau,

Kambing dan Babi di Wilayah Selatan ..................................... 102

Gambar 4.22. Penggunaan Lahan di Kecamatan Gunung Meriah

dan Kecamatan STM Hulu ....................................................... 103

Gambar 4.23. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sibolangit dan

Kecamatan Biru-Biru ............................................................... 104

Gambar 4.24. Penggunaan Lahan di Kecamatan STM Hilir dan

Kecamatan Bangun Purba ........................................................ 105

Gambar 4.25. Jalan Nasional di Kecamatan Sibolangit ................................... 113

Gambar 4.26. Fasilitas Perekonomian di Kecamatan Kutalimbaru

dan Kecamatan Sibolangit ........................................................ 116

Gambar 4.27. Pusat Agropolitan dan Unit Kawasan Pengembangan ............... 119

Gambar 4.28. Jaringan Pemasaran Komoditas Unggulan ................................. 123

Page 19: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Peta-Peta Penelitian .................................................................... 133

Lampiran B. Data-Data Penelitian ................................................................... 141

Lampiran C. Dokumentasi Penelitian .............................................................. 174

Page 20: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan kota-kota besar di Indonesia telah terjadi dengan sangat

cepat. Perkembangan itu seiring dengan peningkatan arus urbanisasi ke kota-kota

tersebut. Menurut Yunus (2005), perkembangan suatu kota dapat ditandai dari

perubahan fisik dan non fisik yang terjadi di dalamnya. Perubahan non fisik

meliputi perubahan dalam aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan

sebagainya. Sementara itu, perubahan fisik meliputi perubahan pada tiga elemen

morfologi kota yaitu karakteristik penggunaan lahan, bangunan, dan sirkulasi.

Dibandingkan perubahan non fisik, perubahan fisik kota adalah yang paling cepat

terjadi dan mudah diamati secara kasat mata. Perubahan tersebut terlihat dari

bentuk fisik kota yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu meskipun tidak

mengubah batas administrasinya dalam periode waktu yang lama. Namun, karena

batas fisik kota selalu tumbuh setiap saat maka sering terlihat bahwa batas fisik

kota berada jauh di luar administrasi kota dan membentuk kawasan perkotaan

yang lebih besar. Ini karena melibatkan kabupaten/kota di sekitar wilayahnya

seperti yang terjadi pada Kawasan Perkotaan Mebidangro, Propinsi Sumatera

Utara (Yunus, dalam Adisasmita 2010:153).

Kawasan Perkotaan Mebidangro merupakan kawasan perkotaan yang

terbentuk sebagai akibat peningkatan aktivitas Kota Medan yang juga merupakan

kota terbesar keempat di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014). Sesuai dengan

Page 21: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

2

namanya, Kawasan Perkotaan Mebidangro terbentuk dari delimitasi tiga

kabupaten/kota yang secara geografis berbatasan langsung dengan wilayah Kota

Medan. Ketiga kabupaten/kota tersebut terdiri dari Kota Binjai, Kabupaten Deli

Serdang, dan Kabupaten Karo. Menurut Dirjen Penataan Ruang Nasional (dalam

penataanruang.pu.go.id), luas wilayah Kawasan Perkotaan Mebidangro saat ini

mencapai 301.697 Ha. Pada awalnya, kawasan perkotaan yang secara resmi telah

ditetapkan dalam Peraturan Presiden No.62 Tahun 2011 Tentang “Rencana Tata

Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo” tersebut tidak

mengikutsertakan Kabupaten Karo di dalamnya. Namun, menurut Wakil

Gubernur Sumatera Utara, Ir. H. Tengku Erry Nurdin (dalam harianandalas.com

pada 17 Juli 2014), Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang, dan

Kabupaten Karo memiliki keterkaitan dan potensi yang saling mendukung.

Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo memiliki potensi akan hasil

pertanian dan sumberdaya alam, namun aktivitas pengolahan dan pemasarannya

masih terbatas. Sementara itu, Kota Medan dan Kota Binjai memiliki potensi akan

sumberdaya manusia dan sentra perdagangan yang mampu mendukung pemasaran

hasil pertanian. Dalam jangka panjang, keterkaitan potensi tersebut diharapkan

mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi regional. Oleh karena itu, Kawasan

Perkotaan Mebidangro juga ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis

nasional di Pulau Sumatera yang penetapannya didasarkan pada sudut

kepentingan ekonomi (Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2011).

Page 22: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

3

Gambar 1.1.

Kawasan Perkotaan Mebidangro

Page 23: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

4

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2011 tentang “Rencana

Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo”,

Kawasan Perkotaan Mebidangro memiliki tujuan untuk (i) meningkatkan

pelayanan pusat kegiatan, meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan

jaringan prasarana, serta (ii) sebagai penunjang dan penggerak kegiatan sosial

ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional di

Propinsi Sumatera Utara. Oleh sebab itu, Kawasan Perkotaan Mebidangro terbagi

ke dalam 10 kawasan perkotaan yang terdiri dari 1 kawasan perkotaan inti (Kota

Medan) dan 9 kawasan perkotaaan penyeimbang. Kesembilan kawasan perkotaan

penyeimbang itu meliputi (i) Kawasan Perkotaan Binjai di Kota Binjai, (ii)

Kawasan Perkotaan Hamparan Perak di Kabupaten Deli Serdang, (iii) Kawasan

Perkotaan Sunggal di Kabupaten Deli Serdang, (iv) Kawasan Perkotaan Tanjung

Morawa di Kabupaten Deli Serdang, (v) Kawasan Perkotaan Percut Sei Tuan di

Kabupaten Deli Serdang, (vi) Kawasan Perkotaan Pancur Batu di Kabupaten Deli

Serdang, (vii) Kawasan Perkotaan Lubuk Pakam di Kabupaten Deli Serdang, dan

(viii) Kawasan Perkotaan Galang di Kabupaten Deli Serdang, dan (ix) Kawasan

Perkotaan Berastagi di Kabupaten Karo. Namun di balik penetapannya, Kawasan

Perkotaan Mebidangro justru menimbulkan dilematis bagi wilayah yang

tergabung di dalamnya terutama bagi kabupaten yang sebagian wilayahnya masih

terdiri dari kawasan pedesaan seperti Kabupaten Deli Serdang (hasil wawancara

dengan Bapak Robert, Kepala Seksie Tata Ruang Bappeda Kabupaten Deli

Serdang pada 24 Juli 2014).

Page 24: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

5

Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu kabupaten di Propinsi

Sumatera Utara yang secara geografis berada di sebelah timur laut Sumatera Utara

dengan kondisi fisik wilayah mengelilingi Kota Medan. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, luas wilayah Kabupaten Deli Serdang

pada tahun 2013 adalah 249.772 Ha yang terbagi ke dalam tiga kawasan yaitu

kawasan dataran pantai seluas ± 63.002 Ha (26,30%), kawasan dataran rendah

seluas ± 68.965 Ha (28,80%), dan kawasan dataran tinggi seluas ± 111.970 Ha

(44,90%). Oleh karena ketinggian dan kemiringan lereng dari masing-masing

kawasan berbeda maka berdasarkan elevasinya wilayah Kabupaten Deli Serdang

terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu Wilayah Utara dan Wilayah Selatan.

Kecamatan yang berketinggian 0-500 mdpl dan berkemiringan 0-15% hingga 15-

40% digolongkan sebagai Wilayah Utara. Terdapat 15 kecamatan yang

digolongkan sebagai Wilayah Utara yaitu Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan

Namorambe, Kecamatan Galang, Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan

Patumbak, Kecamatan Delitua, Kecamatan Sunggal, Kecamatan Hamparan Perak,

Kecamatan Labuhan Deli, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Batang Kuis,

Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Beringin, Kecamatan Lubuk Pakam, dan

Kecamatan Pagar Merbau. Sementara itu, kecamatan yang berketinggian 0-500

mdpl hingga >1000 mdpl dan berkemiringan lereng 40% digolongkan sebagai

Wilayah Selatan dan terdiri dari Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan STM

Hulu, Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Biru-Biru,

Kecamatan STM Hilir, dan Kecamatan Bangun Purba (RTRW Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2010-2030).

Page 25: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

6

Tabel 1.1

Pembagian Wilayah Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan Ketinggian dan Kemiringan Lereng

Kecamatan Klasifikasi Ketinggian Lahan (Ha) Kemiringan Lereng (Ha) Luas

(Ha) 0-500 500-1000 >1000 0-15% 15-40% >40%

Pancur Batu

Wilayah

Utara

Kabupaten

Deli

Serdang

12.253 - - 9.121 3.132 - 12.253

Namo Rambe 6.230 - - 2.650 3.580 - 6.230

Galang 15.029 - - 15.029 - - 15.029

Tanjung

Morawa 13.175 - - 13.175 - - 13.175

Patumbak 4.679 - - 4.423 256 - 4.679

Delitua 936 - - 936 - - 936

Sunggal 9.252 - - 9.252 - - 9.252

Hamparan Perak 23.015 - - 23.015 - - 23.015

Labuhan Deli 12.723 - - 12.723 - - 12.723

Percut Sei Tuan 19.079 - - 19.079 - - 19.079

Batang Kuis 4.034 - - 4.034 - - 4.034

Pantai Labu 8.185 - - 8.185 - - 8.185

Beringin 5.269 - - 5.269 - - 5.269

Lubuk Pakam 3.119 - - 3.119 - - 3.119

Pagar Merbau 6.289 - - 6.289 - - 6.289

Gunung Meriah

Wilayah

Selatan

Kabupaten

Deli

Serdang

- 7.415 250 190 4.280 3.195 7.665

STM Hulu 12.835 9.128 375 4.082 10.989 7.267 22.338

Sibolangit 8.289 8.824 883 2.548 10.634 4.814 17.996

Kutalimbaru 14.033 2.083 1.376 7.012 7.758 2.722 17.492

Biru-Biru 8.969 - - 2.481 6.191 297 8.969

STM Hilir 17.769 1.281 - 11.370 1.060 6.620 19.050

Bangun Purba 12.995 - - 8.260 3.405 1.330 12.995

Kab. Deli Serdang 218.157 28.731 2.884 172.242 51.285 26.245 249.772

`Sumber : RTRW Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010-2030

Page 26: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

7

Gambar 1.2.

Peta Pembagian Wilayah Kabupaten Deli Serdang

Page 27: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

8

Penetapan ketujuh kawasan perkotaan penyeimbang di Kabupaten Deli

Serdang yang secara administratif terkonsentrasi pada Wilayah Utara berpengaruh

pada arah perkembangan Wilayah Utara dan Wilayah Selatan Kabupaten Deli

Serdang. Menurut Bintarto (1989:37), perkembangan suatu wilayah menjadi kota

dan desa dapat dilihat melalui kondisi ekonomi dan demografinya. Berdasarkan

kondisi ekonominya, kota identik dengan penduduk yang sebagian besar

bermatapencaharian di bidang non agraris seperti pekerjaan di bidang

perdagangan, kepegawaian, pengangkutan, jasa, dan lainnya sedangkan desa lebih

identik dengan penduduk yang mayoritas bekerja pada bidang agraris (pertanian).

Sementara itu, berdasarkan kondisi demografinya kota dan desa dibedakan atas

jumlah penduduk yang mendiami wilayahnya. Undang-Undang No. 26 Tahun

2008 Tentang “Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional” mengklasifikasikan kota

berdasarkan jumlah penduduknya ke dalam lima kelompok yaitu kota kecil yang

memiliki 50.000 – 100.000 jiwa penduduk, kota sedang yang memiliki 100.000 –

500.000 jiwa penduduk, kota besar yang memiliki lebih dari 500.000 jiwa

penduduk, kota metropolitan yang memiliki lebih dari 1.000.000 jiwa penduduk,

dan kota megapolitan yang terbentuk dari dua atau lebih kota metropolitan yang

mempunyai hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Berkaitan

dengan pengklasifikasian kota menurut UU No. 26 Tahun 2008 tersebut, maka

suatu wilayah dapat diklasifikasikan sebagai kota bila memiliki penduduk

minimal 50.000 jiwa. Sementara itu, bila suatu wilayah memiliki penduduk

kurang dari 50.000 jiwa maka wilayah tersebut digolongkan sebagai desa.

Page 28: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

9

Tabel 1.2.

Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Pertanian Menurut Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Klasifikasi Jumlah

Penduduk

Rumah

Tangga

Rumah Tangga

Pertanian (RTP) % Rumah Tangga Pertanian (RTP)

Pancur Batu

Wilayah Utara

Kabupaten Deli

Serdang

89.469 22.430 5.587 24,909

Namo Rambe 38.583 9.745 3.324 34,110

Galang 64.912 16.168 4.042 25,000

Tanjung Morawa 202.870 48.068 6.998 14,559

Patumbak 93.552 22.386 2.172 9,702

Delitua 63.877 14.761 437 2,961

Sunggal 257.070 60.567 5.569 9,195

Hamparan Perak 158.034 38.675 10.225 26,438

Labuhan Deli 63.431 15.041 3.261 21,681

Percut Sei Tuan 405.434 94.492 7.902 8,363

Batang Kuis 59.281 13.995 2.613 18,671

Pantai Labu 45.440 10.683 5.913 55,350

Beringin 55.276 13.056 5.515 42,241

Lubuk Pakam 85.366 20.133 3.233 16,058

Pagar Merbau 38.780 9.465 3.998 42,240

Rata-rata 114.758

23,432

Gunung Meriah

Wilayah Selatan

Kabupaten Deli

Serdang

2.632 801 700 87,391

STM Hulu 12.994 3.467 2.309 66,599

Sibolangit 20.756 5.829 2.958 50,746

Kutalimbaru 37.758 9.426 5.689 60,354

Biru-Biru 35.887 9.158 3.203 34,975

STM Hilir 32.267 8.380 5.411 64,570

Bangun Purba 22.749 5.712 2.432 42,577

Rata-rata 23.578

58,173

Sumber : Hasil Sensus Pertanian 2013 (BPS, 2014)

Page 29: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

10

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa rata-rata penduduk kecamatan Wilayah

Utara Kabupaten Deli Serdang yang bekerja di bidang agraris (pertanian) hanya

sebesar 23,432 persen. Berbeda dengan Wilayah Selatan yang sebagian besar

penduduknya bekerja pada sektor pertanian. Ditinjau dari kondisi demografinya,

kecamatan di Wilayah Utara Kabupaten Deli Serdang rata-rata memiliki

penduduk sebanyak 114.758 jiwa. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar

adalah Kecamatan Percut Sei Tuan sedangkan kecamatan dengan jumlah

penduduk terkecil adalah Kecamatan Namorambe. Sementara itu, kecamatan di

Wilayah Selatan rata-rata memiliki penduduk dibawah 50.000 jiwa. Kecamatan

dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Kutalimbaru dan kecamatan

dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Gunung Meriah.

Berdasarkan kondisi ekonomi dan demografinya maka tergambar jelas

arah perkembangan Wilayah Utara yang cenderung mengarah ke kawasan

perkotaan sedangkan Wilayah Selatan mengarah ke kawasan pedesaan. Di sisi

lain, fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro mengisyaratkan bahwa semua

wilayah yang tergabung di dalamnya merupakan wilayah yang melayani fungsi

perkotaan sehingga menimbulkan dilematis bagi Kabupaten Deli Serdang

(wawancara dengan Bapak Robert, 24 Juli 2014). Sementara itu, Wilayah Selatan

memiliki potensi besar akan hasil pertanian dan penduduk yang sebagian besar

bermatapencaharian sebagai petani. Oleh karena itu, untuk mendukung Kawasan

Perkotaan Mebidangro dengan berbasis pada potensi lokal maka berdasarkan

“Draft Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Deli Serdang” Bab VI Pasal 32,

Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang akan diarahkan sebagai kawasan

Page 30: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

11

agropolitan sekaligus kawasan strategis di Kabupaten Deli Serdang.

Pengembangan agropolitan di Wilayah Selatan akan diarahkan untuk mendukung

kegiatan budidaya tanaman pangan, perkebunan rakyat, dan peternakan sedangkan

perikanan tidak termasuk di dalamnya karena topografi Wilayah Selatan yang

tidak sesuai untuk pembudidayaan perikanan.

Agropolitan merupakan bentuk kebijakan pengembangan wilayah

pedesaan yang menekankan sektor pertanian sebagai sektor basis. Agropolitan

berasal dari kata agro yang mengandung arti “pertanian” dan politan (polis) yang

berarti “kota” sehingga agropolitan diartikan sebagai kota pertanian. (Saptana dkk,

2004). Konsep agropolitan muncul sebagai akibat kegagalan konsep growth pole

yang menitikberatkan aktivitas industri dan jasa di perkotaan sedangkan pedesaan

sebagai sentra aktivitas pertanian agar kota mampu memberikan efek penetesan

(trickle down effect) bagi wilayah hinterlandnya termasuk pedesaan. Namun,

ketika kota semakin tumbuh dan berkembang, peran kota sebagai pusat

pertumbuhan bagi daerah sekelilingnya justru beralih menjadi penguras

sumberdaya pedesaan baik sumberdaya manusia, aliran modal, sumberdaya alam

dan lainnya sehingga menjadikan pedesaan sebagai objek terbelakang. Berkaitan

dengan hal tersebut, Friedman berpendapat bahwa hanya pertumbuhan kota-kota

kecil di kawasan pedesaan yang mampu mengatasi kecenderungan aglomerasi

yang berlebihan ke kota-kota besar utama. Kota-kota di kawasan pedesaan itu

disebut sebagai agropolitan (Friedman dalam Rustiadi, 2009:324)

Menurut Rustiadi (dalam Buletin Tata Ruang, 2009), salah satu bentuk

pengorganisasian dalam agropolitan adalah pembentukan pusat pertumbuhan dan

Page 31: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

12

kota-kota kecil menengah di wilayah pedesaan. Pembentukan itu dilakukan

dengan mempertimbangkan dua strategi yaitu dari sisi penawaran (supply side)

dan sisi permintaan (demand side). Strategi supply side bertolak pada tidak

berkembangnya kawasan pedesaan sebagai akibat rendahnya aktivitas produksi

(barang dan jasa) dan tingginya kebocoran wilayah di pedesaan. Oleh sebab itu,

untuk menumbuhkan produktivitas dan menciptakan akumulasi nilai tambah di

pedesaan maka diperlukan pengembangan komoditas pertanian yang memiliki

keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dan menciptakan multiplier effect

terhadap pembangunan regional (khususnya kemiskinan dan penyerapan tenaga

kerja) serta memiliki keterkaitan lintas sektor yang tinggi melalui diversifikasi

hulu/hilir. Dalam mendukung hal tersebut maka dibutuhkan suatu pusat kegiatan

yang mampu mendorong aktivitas pengolahan dan distribusi yang didukung

dengan ketersediaan sarana prasarana dan sistem kelembagaan yang baik.

Sementara itu, strategi demand side lebih bertolak pada tidak berkembangnya

kawasan pedesaan sebagai akibat rendahnya konsumsi barang dan jasa di tingkat

lokal. Rendahnya konsumsi barang dan jasa di tingkat lokal semata-mata bukan

diakibatkan oleh rendahnya pendapatan melainkan karena keterbatasan pusat-

pusat pelayanan penyedia barang dan jasa di tingkat lokal, sehingga untuk

memenuhi kebutuhannya penduduk harus menjangkau pusat-pusat pelayanan di

luar wilayahnya Berkaitan dengan hal tersebut, maka dibutuhkan penyediaan

prasarana dan sarana dasar sistem pemukiman yang lengkap di kawasan pedesaan.

Berdasarkan strategi dari sisi supply dan demand, maka keberadaan pusat

pertumbuhan dan kota kecil menengah merupakan lokasi dari pusat fasilitas

Page 32: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

13

pelayanan sistem pemukiman dan agribisnis yang saling terintegrasi. Fasilitas

pelayanan sistem pemukiman terdiri dari ketersediaan tempat tinggal, sarana air

bersih, sarana penerangan, sarana komunikasi, sarana sosial, sarana pendidikan,

sarana kesehatan, dan sarana transportasi (Pranoto, 2005). Sementara itu, sistem

agribisnis meliputi empat subsistem antara lain (i) industri hulu, yaitu industri

yang memproduksi alat-alat pertanian, (ii) usahatani, yaitu kegiatan yang

mengatur pola tanam, intensifikasi dan kegiatan primer, (iii) kegiatan sekunder,

yaitu kegiatan pengolahan dan industri, dan (iv) kegiatan tersier, yaitu kegiatan

pemasaran dan penjualan (Wahyuningsih, 2007). Oleh karena itu menurut

Syahrani (2001), fasilitas pelayanan agribisnis meliputi input sarana produksi

(pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan), sarana penunjang produksi (lembaga

perbankan, koperasi, listrik), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan,

sarana transportasi).

Pembentukan pusat pertumbuhan dan kota kecil menengah sebagai

penyedia fasilitas pelayanan dasar dan pasar untuk komoditas pertanian di wilayah

pedesaan, secara tertulis juga disebutkan dalam Pedoman Penyusunan Masterplan

kawasan agropolitan di Indonesia. Dalam Pedoman Penyusunan Masterplan

Agropolitan, pusat pertumbuhan di kawasan agropolitan disebut sebagai pusat

agropolitan sedangkan kota kecil menengah disebut sebagai unit kawasan

pengembangan (Soenarno,2003). Penetapan pusat agropolitan berfungsi sebagai

pusat perdagangan dan transportasi pertanian, penyedia jasa pendukung pertanian,

pasar konsumen produk non pertanian, pusat indutri pertanian, dan penyedia

pekerjaan non pertanian. Sementara itu, unit kawasan pengembangan berfungsi

Page 33: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

14

sebagai pusat produksi pertanian, intensifikasi pertanian, pusat pendapatan

perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian, serta

produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian. Oleh sebab itu, untuk

diaplikasikan dan dirumuskan dalam kebijakan pengembangan Wilayah Selatan

Kabupaten Deli Serdang sebagai kawasan agropolitan, maka penelitian ini

berjudul “ANALISIS PENETAPAN PUSAT DAN UNIT KAWASAN

PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI WILAYAH SELATAN

KABUPATEN DELI SERDANG”

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu strategi dalam pengembangan kawasan agropolitan di Wilayah

Selatan Kabupaten Deli Serdang adalah penetapan pusat dan unit kawasan

pengembangan agropolitan yang juga diatur dalam Pedoman Penyusunan

Masterplan Kawasan Agropolitan di Indonesia (Soenarno, 2003). Namun, karena

Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang baru akan dikembangkan sebagai

kawasan agropolitan maka penyusunan masterplan kawasan agropolitan belum

sampai pada tahap perumusan (wawancara dengan Bapak Robert, 24 Juli 2014).

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan,

maka muncul beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat pada setiap kecamatan

di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang saat ini ?

2. Apa saja komoditas unggulan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli

Serdang serta bagaimana persebarannya di setiap kecamatan?

Page 34: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

15

3. Bagaimana ketersediaan fasilitas agribisnis dan pemukiman pada

setiap kecamatan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang ?

4. Kecamatan mana yang terpilih sebagai pusat dan unit kawasan

pengembangan agropolitan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli

Serdang?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat pada setiap kecamatan

di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang saat ini.

2. Menganalisis komoditas unggulan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli

Serdang dan persebarannya di masing-masing kecamatan.

3. Mengidentifikasi ketersediaan fasilitas agribisnis dan pemukiman pada

setiap kecamatan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang.

4. Menganalisis dan menetapkan kecamatan yang menjadi pusat dan unit

kawasan pengembangan agropolitan di Wilayah Selatan Kabupaten

Deli Serdang.

Apabila tujuan tersebut di atas tercapai, maka penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait di dalamnya. Adapun

manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi para pembuat kebijakan di Kabupaten Deli

Serdang dalam merumuskan strategi pengembangan Wilayah Selatan

Kabupaten Deli Serdang sebagai kawasan agropolitan.

Page 35: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

16

2. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang komoditas unggulan,

keberadaan fasilitas agribisnis dan pemukiman di Wilayah Selatan

Kabupaten Deli Serdang.

3. Sebagai bahan referensi bagi pembaca sekaligus peneliti selanjutnya

yang tertarik untuk meneliti tentang pengembangan kawasan

agropolitan maupun topik penelitian lainnya yang terkait dengan

penelitian ini.

1.4. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dengan sistematika bab yang terdiri dari : Bab I

Pendahuluan, Bab II Telaah Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil dan

Pembahasan, serta Bab V Kesimpulan dan Saran.

BAB I : Pendahuluan

Menguraikan latar belakang mengenai pembentukan Kawasan Perkotaan

Mebidangro yang menimbulkan dilematis bagi Kabupaten Deli Serdang.

Dilematis timbul karena adanya perbedaan arah perkembangan antara Wilayah

Utara yang mengarah ke perkotaan dan Wilayah Selatan ke pedesaan. Di sisi lain,

sebagian besar masyarakat Wilayah Selatan memenuhi kebutuhan hidup dari

sektor pertanian. Oleh sebab itu, untuk mendukung fungsi Kawasan perkotaan

Mebidangro dengan berbasis pada potensi lokal maka Wilayah Selatan diarahkan

sebagai kawasan agropolitan. Penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

merupakan salah satu bentuk pengorganisasian kawasan agropolitan dan juga

diatur dalam masterplan.

Page 36: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

17

Bab II : Telaah Pustaka

Menguraikan landasan teori, kerangka pemikiran, dan penelitian

terdahulu terkait penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan. Grand Theory

dalam penelitian ini adalah Growth Centre yang diaplikasikan di pedesaan. Teori

pendukung terdiri dari Agropolitan, Sistem Agribisnis, Klasifikasi Tanaman

Pertanian, Teori Basis Ekspor, dan Teori Central Place. Kerangka pemikiran

berisi roadmap penelitian dan penelitian terdahulu berisi ringkasan penelitian-

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Penetapan Pusat dan Unit Kawasan

Pengembangan Agropolitan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisi variabel penelitian dan definisi operasional, populasi dan

sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis

yang digunakan terkait dalam Penetapan Pusat dan Unit Kawasan Pengembangan

Agropolitan di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang.

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi mengenai deskripsi objek penelitian dan pembahasan terkait

Penetapan Pusat dan Unit Kawasan Pengembangan Agropolitan di Wilayah

Selatan Kabupaten Deli Serdang.

Bab V : Penutup

Bab ini berisi mengenai simpulan dan saran terkait hasil pembahasan

penelitian. Selain itu, dalam bab ini dicantumkan keterbatasan penelitian sehingga

pembaca dapat memahami keterbatasan peneliti.

Page 37: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

18

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kawasan Agropolitan

Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih

pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan

pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan

fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem

agribisnis (UU No. 26 Tahun 2007). Kawasan agropolitan dicirikan sebagai

kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan

usaha agribisnis di pusat agropolitan sehingga diharapkan dapat melayani dan

mendorong kegiatan agribisnis di wilayah sekitarnya (Djakapermana, 2003).

Gambar 2.1.

Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

Sumber : Djakapermana, 2003

Page 38: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

19

Menurut Djakapermana (2003), pengembangan kawasan agropolitan

dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) diharapkan

dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini

ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam bentuk pergerakan barang,

modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang

memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat dilaksanakan

seperti ditunjukkan gambar berikut :

Gambar 2.2.

Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Konteks Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Sumber : Djakapermana, 2003

Page 39: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

20

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi

Pangan Nasional dan Daerah (Agropolitan), suatu wilayah dapat dikembangkan

menjadi suatu kawasan agropolitan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk

mengembangkan komoditi pertanian khususnya pangan yang dapat

dipasarkan atau telah mempenyai pasar (selanjutnya disebut komoditi

unggulan)

2) Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung

pengembangan sistem dan usaha agribisnis khusunya pangan, seperti

misalnya: jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal,

jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi,

pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, dan

fasilitas umum, serta fasilitas sosial lainnya.

3) Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk

mengembangkan kawasan agropolitan secara mandiri

4) Konversi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian

seumberdaya alam, kelestarian sosial budaya, maupun ekosistem secara

keseluruhan (Anonymous, 2005).

2.1.2. Sistem Agribisnis

Agribisnis adalah bisnis atau usaha komersial di bidang pertanian dalam

arti luas yang berkaitan dengan bidang-bidang pertanian mulai dari pengadaan dan

distribusi sarana produksi pertanian dan alat-alat serta mesin pertanian, usaha tani,

pengolahan hasil pertanian menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi,

Page 40: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

21

pemasaran hasil-hasil pertanian dan olahannya, serta kegiatan penunjang seperti

perkreditan, asuransi, konsultasi, dan lain sebagainya.Sistem agribisnis dapat

terdiri dari dua subsistem yaitu: farm (usahatani) dan off farm (luar usahatani),

atau tiga subsistem yang meliputi input, usahatani, dan output, atau empat

subsistem antara lain; input, usahatani, pengolahan hasil pertanian, dan

pemasaran, atau bahkan lima subsistem meliputi input pertanian, usahatani,

pengolahan hasil pertanian, pemasarana input, hasil pertanian atau hasil

olahannya, serta subsistem penunjang.

1) Input pertanian, meliputi; a. alsintan/alat mesin pertanian (traktor, sprayer,

bajak, garu, cangkul, sabit, dan lain-lain), b. Sarprotan/sarana produksi

pertanian yang menjual bibit, pupuk (organik dan anorganik), pestisida

(insektisida, pestisida, mitisida, herbisida), dan lain-lain.

2) Usaha pertanian, meliputi; a. tanaman pangan (padi dan palawija),

hortikultura (sayur dan buah), bunga, b. perkebunan (tebu, kelapa sawit,

karet, kopi, cokelat, teh, dan lain-lain); c. peternakan (sapi, kerbau,

kambing, unggas, dan lain-lain); d. kehutanan (jati, meranti, pinus, sengon,

dan lain-lain), e. perikanan (ikan tawar, ikan laut, dan lain-lain).

3) Pengolahan (pabrik tepung, pabrik krept/karet, dan lain-lain), dan

manufakturing pertanian (pabrik ban, tekstil, roti, catering, dan lain-lain).

4) Pemasaran (pedagang pengumpul, pedagang besar/ecerandan lainnya).

5) Penunjang, seperti; lembaga keuangan, asuransi, konsultasi, pelatihan,

transportasi, dan lain-lain. (Yuwono dkk, 2011: 94-96).

Page 41: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

22

2.1.3. Klasifikasi Tanaman Pertanian

Secara umum, tanaman pertanian diartikan sebagai tanaman-tanaman yang

berfaedah dan secara ekonomi cocok dengan rencana kerja dan eksistensi

manusia. Tanaman pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang dikelola sampai

tingkat tertentu dan memiliki waktu pemanenan secara sistemastik. Banyak cara

untuk mengklasifikasikan tanaman pertanian, salah satunya berdasarkan kebiasaan

tumbuh tanaman. Berdasarkan pertumbuhannya, tanaman dapat diklasifikasikan

menjadi tiga jenis yaitu tanaman setahun atau semusim (annuals), dwitahunan

(biennials), dan tahunan (perenials). Tanaman setahun melengkapi lingkaran

hidupnya dalam satu musim tumbuh dan dilestarikan dengan biji seperti serealia

dan kacang-kacangan. Tanaman dwitahunan adalah tanaman yang memerlukan

dua musim atau dua tahun untuk melengkapi lingkaran hidupnya. Biasanya pada

tahun pertama, tanaman menumpuk cadangan pangan dalam alat-alat penyimpan,

dan pada tahun kedua membentuk bunga-bunga reproduktif dan biji. Tanaman

yang tergolong ke dalam jenis ini adalah umbi-umbian seperti wortel, bawang,

dan lainnya. Tanaman tahunan adalah tanaman yang terus tumbuh tak terbatas.

Termasuk ke dalam jenis tanaman ini adalah kapas, tomat, terung, cabai, dan lain

sebagainya (Harjadi, 2002:65)

2.1.4. Teori Basis Ekspor dan Komoditas Unggulan

Teori basis ekspor pada mulanya dicetuskan oleh Tiebout. Teori basis

ekspor membagi kegiatan produksi di dalam suatu wilayah menjadi dua jenis

yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang

bersifat eksogenus yang artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian

Page 42: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

23

wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan/kegiatan

lainnya. Kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat di daerah itu sendiri. Pada mulanya teori basis ekspor hanya

memasukkan ekspor murni ke dalam pengertian ekspor hingga kemudian definisi

ekspor semakin berkembang. Ekspor tidak hanya mencakup barang/jasa yang

dijual ke luar daerah tetapi termasuk juga di dalamnya barang/jasa yang dibeli

orang dari luar daerah walaupun transaksinya terjadi di daerah tersebut. Jadi, pada

pokoknya kegiatan yang hasilnya dijual ke luar daerah atau mendatangkan uang

dari luar daerah adalah kegiatan basis sedangkan kegiatan non basis adalah

kegiatan yang melayani kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri baik pembeli

maupun sumber uangnya berasal dari daerah itu sendiri (Tarigan, 2005:55).

Komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki keunggulan

komparatif dan kompetitif bagi suatu daerah. Menurut Tarigan (2005), penetapan

komoditas unggulan harus mempertimbangkan keunggulan komparatif yang

dimiliki suatu komoditas. Keunggulan komparatif didefinisikan sebagai

komoditas yang diproduksi melalui dominasi dukungan sumber daya alam,

dimana daerah lain tak mampu memproduksi produk sejenis. Atau pula,

komoditas hasil olahan yang memiliki dukungan bahan baku yang tersedia pada

lokasi usaha (Yunas, dalam Sumadji : 2013). Jika suatu komoditas telah memiliki

keunggulan komparatif, maka komoditas tersebut juga memiliki prospek untuk

memiliki keunggulan kompetitif yang dapat dijadikan sebagai basis ekspor untuk

mendatangkan pendapatan bagi wilayah yang bersangkutan. Keunggulan

komparatif suatu komoditas dapat ditinjau melalui ketersediaan pasar bagi

Page 43: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

24

komoditas, volume produksi dan tingkat produktivitas komoditas yang tinggi,

jumlah pelaku utama usaha/tenaga kerja yang relatif besar, dan ongkos produksi

dalam menghasilkan komoditas itu sendiri.

2.1.5. Teori Tempat Sentral (Central Place Theory)

Teori Tempat Sentral (Central Place Theory) pertama kali dicetuskan oleh

Walter Christaller untuk menjelaskan model hierarki perkotaan. Dalam

analisisnya, Christaller menggunakan beberapa asumsi yaitu :

a. Wilayah model merupakan dataran tanpa roman, tidak memiliki raut

tanda khusus baik alamiah maupun buatan manusia

b. Perpindahan dapat dilakukan ke segala jurusan, suatu situasi yang

dilukiskan sebagai pemukiman isotropik

c. Penduduk serta daya belinya tersebar merata di seluruh wilayah

d. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, Christaller mengembangkan

pemikirannya untuk menyusun suatu model wilayah perdagangan yang efisien

dengan berbentuk heksagonal (segi enam). Christaller mengilustrasikan bahwa

tiap wilayah perdagangan heksagonal memiliki pusat. Besar kecilnya pusat-pusat

tersebut adalah sebanding dengan besar kecilnya masing-masing heksagonal.

Heksagonal yang terbesar memiliki pusat yang paling besar, sedangkan

heksagonal yang paling kecil memiliki pusat yang paling kecil. Dalam

keseimbangan jangka panjang seluruh wilayah sistem sudah tercakup yang

berbentuk wilayah heksagonal yang besarnya berbeda-beda dan saling bertindih

Page 44: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

25

satu sama lain. Susunan hirarki ini membentuk model pola permukiman sistem

K=3 seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 2.3.

Pola Pemukiman Sistem K=3 Menurut Christaller

Sumber : Adisasmita, 2008

Secara horisontal, model Christaller menunjukkan kegiatan-kegiatan

manusia yang terorganisasikan dalam tata ruang geografis dan tempat-tempat

sentral (pusat-pusat) yang lebih tinggi ordenya mempunyai wilayah perdagangan

atau wilayah pelayanan yang lebih luas. Tempat-tempat sentral kecil dan wilayah-

wilayah komplementernya tercakup dalam wilayah-wilayah perdagangan dari

pusat-pusat yang lebih besar. Sedangkan secara vertikal, model tersebut

memperlihatkan bahwa pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mensuplai barang-

barang ke seluruh wilayah, dan kebutuhan akan bahan-bahan mentah di pusat-

pusat yang lebih tinggi ordenya disuplai oleh pusat-pusat yang lebih rendah

ordenya. Pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mempunyai jumlah dan jenis

Page 45: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

26

kegiatan-kegiatan serta volume perdagangan yang lebih besar dibandingkan pusat-

pusat yang lebih rendah ordenya. Jika hirarki pusat-pusat tersebut sudah

terbentuk, maka dapat disaksikan dominasi pusat-pusat yang lebih besar dan

mengutubnya arus gejala ekonomi pusat besar yang mencerminkan ciri sebagai

wilayah-wilayah nodal (Adisamita, 2008:63).

2.1.6. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Centre)

Teori Pusat Pertumbuhan merupakan perkembangan dari teori kutub

pertumbuhan (growth pole) Francois Perroux yang terlalu menitikberatkan pada

lokasi keberadaan industri. Richardson (dalam Sjafrizal, 2008), memberikan

definisi pusat pertumbuhan sebagai berikut :“ A growth pole was defined as a set

of industries capable of generating dynamic growth in the economy, and strongly

interrelated to each other via input-output linkages around a leading industry

(Pulposive industri)”Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat empat

karakteristik utama dari sebuah pusat pertumbuhan yaitu (i) adanya sekelompok

kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu, (ii) konsentrasi

kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang

dinamis dalam perekonomian, (iii) terdapat keterkaitan input dan output yang kuat

antar sesama kegiatan ekonomi pada pusat tersebut, dan (iv) dalam kelompok

kegiatan ekonomi tersebut terdapat sebuah industri induk yang mendorong

pengembangan kegiatan ekonomi pada pusat tersebut.

Berdasarkan keempat karakteristik tersebut maka Sjafrizal (2008)

merumuskan lima langkah dalam menetapkan pusat pertubuhan yaitu :

Page 46: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

27

1) Menetapkan lokasi pusat pertumbuhan dengan memperhatikan berbagai

keuntungan lokasi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

Keuntungan lokasi dalam hal ini dapat diidentifikasi dari ketersediaan

prasarana dan sarana di suatu daerah baik itu prasarana dan sarana

perhubungan, telekomunikasi, listrik, dll

2) Meneliti potensi ekonomi wilayah terkait komoditi unggulan yang sudah

dimiliki atau potensial untuk dikembangkan.

3) Meneliti keterkaitan hubungan input dan output dari masing-masing

industri dan kegiatan yang potensial dikembangkan pada pusat

pertumbuhan bersangkutan

4) Menentukan jenis prasarana dan sarana yang diperlukan untuk

pengembangan pusat pertumbuhan tersebut

5) Membentuk sebuah organisasi yang akan mengelola dan

mengkoordinasikan pusat pertumbuhan tersebut.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian berjudul “Analisis Perwilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan,

dan Partisipasi Masyarakat Pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus: di

Bungakondang Kabupaten Purbalingga) yang dilakukan oleh Budi Baskoro pada

tahun 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah (i) menentukan perwilayahan

komoditas pertanian berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan serta tata guna

lahan dan tata ruang kawasan agropolitan, (ii) menentukan struktur hirarki pusat-

Page 47: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

28

pusat pertumbuhan dan pelayanan dalam kawasan agropolitan, (iii) menentukan

sektor dan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan pada kawasan

agropolitan, dan (iv) menentukan persepsi dan tingkat persepsi masyarakat serta

faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam upaya untuk meningkatkan

partisipasi aktif masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kawasan

agropolitan. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem

Informasi Geografis, Skalogram, Shift Share Analysis, Location Quotient,

Localization Index, Specialization Index, R/C Ratio, analisis deskriptif pasar

agribisnis, dan analisis statistik non parametrik chi-square. Berdasarkan hasil

analisis menunjukkan bahwa arahan penataan ruang kawasan agropolitan

Bungakondang dapat dibagi menjadi 3 zona. Zona I merupakan hirarki 1 yaitu

kawasan pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan desa pusat pertumbuhan

adalah desa Bukateja, berada di kawasan pengembangan Bukateja yang berupa

kawasan pertanian intensif persawahan. Zona II merupakan hirarki 2 yaitu

kawasan transisi berada di kawasan pengembangan Cipawon dan Bandingan yang

berupa kawasan pertanian tegalan. Zona III merupakan hirarki 3 yaitu kawasan

hinterland, berada di kawasan pengembangan Kejobong yang berupa kawasan

pertanian perkebunan. Sektor unggulan kawasan Bungakondang adalah sektor

pertanian, sedangkan komoditas unggulannya adalah melati, gambir, lada, dan

jeruk. Tingkat persepsi masyarakat terhadap program agropolitan relatif buruk.

Terdapat hubungan nyata antara lokasi dan komodiyas yang dibudidayakan

dengan tingkat persepsi. Responden yang berada di desa pusat pertumbuhan dan

membudidayakan komoditas unggulan cenderung mempunyai persepsi yang lebih

Page 48: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

29

baik. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program agropolitan juga relatif

rendah. Faktor intrinsik yang mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat

partisipasi adalah pendapatan dan luas lahan, sedangkan faktor ekstrinsiknya

adalah sosialisasi, pendampingan, keterbukaan pemerintah, kesesuaian program,

dan manfaat yang diperoleh.

Penelitian yang berjudul “Arahan Struktur Tata Ruang Kawasan

Agropolitan Kecamatan Baros Kabupaten Serang Provinsi Banten” yang

dilakukan oleh D. Ma’mun, T. Karyani, dan N. Syamsiah pada tahun 2013.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kegiatan ekonomi yang dapat

dikembangkan di Kecamatan Baros dan memberikan pengarahan penentuan

struktur ruang Kawasan Agropolitan Kecamatan Baros. Alat analisis yang

digunakan adalah analisis skalogram dan analisis pasar dan daya saing ekspor.

Hasil penelitian ini adalah Desa Baros ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan,

Desa Penyirapan dan Desa Sindangmandi ditetapkan sebagai kawasan pendukung

yang berfungsi sebagai penyedia sumber air, dan Desa Sinamukti, Desa

Sidawangi, Desa Padasuka, Desa Sukamanah, Desa Sukaindah, Desa Sukamenik,

Desa Cisalam, Desa Curug Agung, Desa Tamansari, Desa Sukacai sebagai

kawasan pelayanan untuk sentra produksi lahan sawah, hortikultura, dan

pengembangan agroforestry melalui integrated farming. Sementara itu

berdasarkan hasil analisis gabungan antara analisis kesesuaian lahan dan analisis

daya saing dan ekonomi, komoditas unggulan Kecamatan Baros mempunyai

potensi usahatani komoditas unggulan untuk tanaman buah-buahan yaitu durian ,

sawo, duku, melinjo, dan pisang.

Page 49: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

30

Penelitian yang berjudul “Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan di

Kabupaten Bandowoso” dilakukan oleh Eko Prionggo pada tahun 2009. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk menentukan komoditas unggulan bagi

pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Bandowoso dan menetapkan

kawasan yang dapat dijadikan pusat pengembangan agropolitan berbasis kawasan

kluster komoditas di Kabupaten Bandowoso. Alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Analisis Input-Output dan Analisis Skalogram. Hasil dari

penelitian ini adalah bahwa berdasarkan analisis IO diperoleh komoditas unggulan

kawasan agropolitan di Kabupaten Bandowoso adalah tanaman pangan,

khususnya ketela pohon karena mampu menciptakan integrasi vertikal dan

horisontal di Kabupaten Bandowoso. Selain itu, berdasarkan analisis skalogram

diperoleh hasil bahwa kawasan pusat pengembangan agropolitan adalah

Kecamatan Sumberwaringin.

Penelitian yang berjudul “Pembangunan Pedesaan Berkelanjutan Melalui

Model Pengembangan Agropolitan” yang dilakukan oleh Sugimin Pranoto pada

tahun 2005. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja kawasan

agropolitan yang ada, menganalisis dampak pengembangan kawasan agropolitan

terhadap pendapatan petani, dan mengembangkan model sistem dinamis

pembangunan pedesaan berkelanjutan melalui pendekatan agropolitan. Alat

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Usahatani, Analisis

Skalogram, Analisis Indeks Perkembangan Desa, Analisis Komponen Utama,

Analisis Gerombol, Analisis Kuadran, Analisis Keruangan, Analisis Kebutuhan,

dan Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil dari penelitian ini adalah (i) Pada

Page 50: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

31

Kawasan Agropolitan Cianjur, dari segi sumberdaya sosial/kelembagaan semua

desa di Kawasan Agropolitan belum memiliki kelompok tani, dari segi kegiatan

produksi pertanian utama meliputi tanaman sayuran seperti bawang daun, wortel,

cabe, caisim, dan sawi yang memiliki sistem pertanian intensif, dari segi sistem

agribisnis, tidak terdapat masalah pada subsistem produksi dan penunjang, dari

segi distribusi dan pasar ketersediaan pasar belum banyak, dari segi prasarana dan

sarana wilayah sudah berkembang, dari segi penguasaan sumberdaya, akses petani

lokal terhadap lahan masih kurang, dari segi sumberdaya manusia rata-rata lulusan

SD, sementara dari tingkat perkembangan wilayah dan pembangunan sudah cukup

berkembang. (ii) Pada Kawasan Agropolitan Brebes-Larangan Kabupaten Brebes,

dari segi sumberdaya sosial/kelembagaan setiap desa memiliki satu kelompok

tani, dari segi kegiatan produksi pertanian utama meliputi bawang merah yang

sistem pertaniannya sudah cukup intensif, cabai merah yang sistem pertaniannya

kurang intensif, dan peternakan yang sistem pertaniannya semi intensif, dari segi

sistem agribisnis, subsistem produksi dan penunjangnya cukup baik, dari segi

distribusi dan pasar, sudah terdapat tiga unit pasar besar, dari segi prasarana dan

sarana wilayah kondisi infrastruktur cukup baik, dari segi penguasan sumberdaya

petani tidak leluasa dalam menetukan arah usahatani, dari sumberdaya manusia

rata-rata lulusan SD, sementara dari segi tingkat perkembangan wilayah dan

pembangunan sudah cukup baik. (iii) Pada Kawasan Agropolitan Belik-Pulosari,

dari segi sumberdaya sosial/kelembagaan setiap desa memiliki satu kelompok

tani, dari segi kegiatan produksi pertanian utama meliputi tanaman hortikultura

yang sistem pembudidayaannya sudah sangat maju, dari segi sistem agribisnis,

Page 51: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

32

subsistem produksi dan penunjangnya relatif baik, dari segi distribusi dan pasar,

sudah terdapat delapan unit pasar yang menjadi pemasaran produk pertanian, dari

segi prasarana dan sarana wilayah sudah relatif baik, dari segi penguasan

sumberdaya petani leluasa dalam menetukan arah usahatani, dari sumberdaya

manusia rata-rata lulusan SD, sementara dari segi tingkat perkembangan wilayah

dan pembangunan telah berkembang dengan cukup baik. (iv) Pada Kawasan

Agropolitan Turi-Pakem-Cangkringan Kabupaten Sleman, dari segi sumberdaya

sosial/kelembagaan setiap desa memiliki banyak kelompok tani dan kelembagaan,

dari segi kegiatan produksi pertanian utama meliputi budidaya salak yang sistem

pembudidayaannyacukup intensif, cabai merah yang sistem pertaniannya sudah

intensif, semangka yang sudah cukup baik, melon yang sangat intensif, dan

kacang panjang yang pembudidayaannya sudah intensif, dari segi sistem

agribisnis, subsistem produksi dan penunjangnya cukup baik namun perlu

ditingkatkan, dari segi distribusi dan pasar, setiap kecamatan hanya memiliki satu

pasar, dari segi prasarana dan sarana wilayah sudah cukup baik, dari segi

penguasan sumberdaya petani leluasa dalam menetukan arah usahatani, dari

sumberdaya manusia rata-rata tidak lulus SD namun beberapa diantaranya ada

yang melanjutkan ke SLTA dan perguruan tinggi, sementara dari segi tingkat

perkembangan wilayah dan pembangunan sudah cukup maju. Berdasarkan hasil

regresi linier berganda (uji t), pengembangan kawasan agropolitan di Kawasan

Agropolitan Ciganjur, Kawasan AgropolitanBelik-Pulosari Kabupaten Pemalang,

dan Kawasan gropolitan Turi-Pakem-Cangkringan Kabupaten Sleman secara

signifikan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani, sementara

Page 52: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

33

pada Kawasan Agropolitan Brebes-Larangan, pengembangan kawasan agropolitan

secara tidak signifikan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani.

Sementara itu, berdasarkan pola-pola simulasi model yang dibangun tampak

bahwa faktor jumlah penduduk, luas lahan, dan tingkat produksi merupakan faktor

yang sangat menentukan keberlanjutan kawasan agropolitan.

Penelitian berjudul “Kajian Pengembangan Kawasan Agropolitan Fase II

Untuk Mendorong Pembangunan Desa di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DI

Yogyakarta” yang dilakukan oleh Bambang Trihartanto Suroyo pada tahun 2013.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keberhasilan pengembangan

Kawasan Agropolitan Fase II dalam mendorong pembangunan desa di Kabupaten

Kulonprogo. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

Deskriptif Kuantitatif dan Regresi Linier Berganda (uji t-statistik). Hasil dari

penelitian ini adalah (i) Komoditas unggulan di Kawasan Agropolitan Fase II

Kabupaten Kulonprogo adalah padi, ketela pohon, dan melon, (ii) Indeks Nilai

Tukar Petani adalah sebesar 103,13 yang berada di bawah indeks NTP Kabupaten

Kulonprogo yang berarti tingkat kesejahteraan petani di Kabupaten Kulon Progo

masih rendah dibandingkan rata-rata di tingkat kabupaten, (iii) Penduduk di

Kawasan Agropolitan Fase II lebih didominasi oleh penduduk dengan tingkat

pendidikan SLTA dan (iv) Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda

diperoleh hasil bahwa variabel sarana dan prasarana subsistem hulu, sarana dan

prasarana subsistem usaha tani (irigasi), sarana dan prasarana subsistem usaha tani

(pemasaran), dan sarana prasarana sub sistem hilir (jalan kabupaten dan desa)

memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks Nilai Tukar Petani (NTP).

Page 53: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

34

Tabel 2.1.

Penelitian Terdahulu

No. Judul dan Penulis Tujuan Penelitian Variabel dan

Metode Analisis Data Hasil Penelitian

1.

ANALISIS

PERWILAYAHAN,

HIRARKI,

KOMODITAS

UNGGULAN, DAN

PARTISIPASI

MASYARAKAT

PADA KAWASAN

AGROPOLITAN

(STUDI KASUS: DI

BUNGAKONDANG

KABUPATEN

PROBOLINGGO).

Disusun Oleh: Budi

Baskoro. 2007

1. Menentukan

perwilayahan

komoditas pertanian

berdasarkan

kemampuan dan

kesesuaian lahan serta

tata guna lahan dan

tata ruang kawasan

agropolitan

2. Menentukan struktur

hirarki pusat-pusat

pertumbuhan dan

pelayanan dalam

kawasan agropolitan

3. Menentukan sektor

dan komoditas

unggulan yang dapat

dikembangkan pada

kawasan agropolitan

4. Menentukan persepsi

dan tingkat persepsi

masyarakat serta

faktor-faktor yang

mempengaruhinya

dalam upaya untuk

meningkatkan

Variabel :

1. Kesesuaian Lahan

2. Ketersediaan

fasilitas

3. Komoditas

Unggulan

4. Sektor Unggulan

5. Tingkat partisipasi

masyarakat

Alat Analisis :

1. Sistem Informasi

Geografis (SIG)

2. Skalogram

3. Shift Share Analysis

(SSA)

4. Location Quotient

(LQ)

5. Localization Index

(LI)

6. Specialization Index

(SI)

7. R/C Ratio

8. Analisis deskriptif

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa :

1. Arahan penataan ruang kawasan agropolitan

Bungakondang dapat dibagi menjadi 3 zona

yaitu :

Zona I merupakan hirarki 1 yaitu kawasan

pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan

desa pusat pertumbuhan adalah desa

Bukateja, berada di kawasan

pengembangan Bukateja yang berupa

kawasan pertanian intensif persawahan.

Zona II merupakan hirarki 2 yaitu kawasan

transisi berada di kawasan pengembangan

Cipawon dan Bandingan yang berupa

kawasan pertanian tegalan.

Zona III merupakan hirarki 3 yaitu

kawasan hinterland, berada di kawasan

pengembangan Kejobong yang berupa

kawasan pertanian perkebunan.

2. Sektor unggulan kawasan Bungakondang

adalah sektor pertanian, sedangkan komoditas

unggulannya adalah melati, gambir, lada, dan

jeruk. Tingkat persepsi masyarakat terhadap

program agropolitan relatif buruk. Terdapat

hubungan nyata antara lokasi dan komodiyas

Page 54: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

35

partisipasi aktif

masyarakat sebagai

pelaku utama

pembangunan

kawasan agropolitan

pasar agribisnis

9. Analisis statistik non

parametrik chi-

square.

yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi.

Responden yang berada di desa pusat

pertumbuhan dan membudidayakan komoditas

unggulan cenderung mempunyai persepsi yang

lebih baik.

3. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap

program agropolitan juga relatif rendah. Faktor

intrinsik yang mempunyai pengaruh nyata

terhadap tingkat partisipasi adalah pendapatan

dan luas lahan, sedangkan faktor ekstrinsiknya

adalah sosialisasi, pendampingan, keterbukaan

pemerintah, kesesuaian program, dan manfaat

yang diperoleh.

2.

ARAHAN

STRUKTUR TATA

RUANG KAWASAN

AGROPOLITAN

KECAMATAN

BAROS

KABUPATEN

SERANG PROVINSI

BANTEN

Disusun Oleh : D.

Ma’mun, T.Karyani,

dan N. Syamsiah.

2013

1. Mengidentifikasi

kegiatan ekonomi

yang dapat

dikembangkan di

Kecamatan Baros

2. Memberikan

pengarahan penentuan

struktur ruang

Kawasan Agropolitan

Kecamatan Baros

Variabel :

1. Komoditas unggulan

2. Ketersediaan

fasilitas

Alat Analisis :

1. Analisis Skalogram

2. Analisis Pasar dan

Daya Saing Ekspor

Hasil penelitian ini adalah Desa Baros ditetapkan

sebagai pusat pertumbuhan, Desa Penyirapan dan

Desa Sindangmandi ditetapkan sebagai kawasan

pendukung yang berfungsi sebagai penyedia

sumber air, dan Desa Sinamukti, Desa Sidawangi,

Desa Padasuka, Desa Sukamanah, Desa

Sukaindah, Desa Sukamenik, Desa Cisalam, Desa

Curug Agung, Desa Tamansari, Desa Sukacai

sebagai kawasan pelayanan untuk sentra produksi

lahan sawah, hortikultura, dan pengembangan

agroforestry melalui integrated farming.

Sementara itu berdasarkan hasil analisis gabungan

antara analisis kesesuaian lahan dan analisis daya

saing dan ekonomi, komoditas unggulan

Kecamatan Baros mempunyai potensi usahatani

komoditas unggulan untuk tanaman buah-buahan

yaitu durian , sawo, duku, melinjo, dan pisang.

Page 55: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

36

3.

ANALISIS

KEWILAYAHAN

KAWASAN

AGROPOLITAN DI

KABUPATEN

BANDOWOSO.

Disusun Oleh: Eko

Prionggo Jati. 2009

1. Menentukan

komoditas unggulan

bagi pengembangan

kawasan agropolitan

di Kabupaten

Bandowoso

2. Menetapkan kawasan

yang dapat dijadikan

pusat pengembangan

agropolitan berbasis

kawasan kluster

komoditas di

Kabupaten

Bandowoso

Variabel :

1. Komoditas Unggulan

2. Potensi produksi

3. Potensi sumberdaya

manusia

4. Potensi infrastruktur

dan suprastruktur

wilayah baik

infrastruktur pertanian

maupun infrastruktur

aksesbilitas dan

mobilitas sumberdaya

manusia

Alat Analisis :

1. Input-Output (IO)

2. Skalogram

1. Berdasarkan hasil analisis IO diperoleh hasil

bahwa komoditas unggulan adalah tanaman

pangan khususnya ketela pohon karena mampu

menciptakan integrasi vertikal dan horisontal di

Kabupaten Bandowoso

2. Berdasarkan analisis skalogram, diperoleh hasil

bahwa kawasan pusat pengembangan

agropolitan adalah Kecamatan Sumberwaringin

4.

PEMBANGUNAN

PEDESAAN

BERKELANJUTAN

MELALUI MODEL

PENGEMBANGAN

AGROPOLITAN.

Disusun Oleh:

Sugimin Pranoto.

2005

1. Menganalisis kinerja

kawasan agropolitan

yang ada

2. Menganalisis dampak

pengembangan

kawasan agropolitan

terhadap pendapatan

petani

3. Mengembangkan

model sistem dinamis

Variabel :

1. Karakteristik

ekosistem

2. Karakteristrik

produksi pertanian

3. Karakteristik

perkembangan

subsistem agribisnis

4. Karakteristik

Berdasarkan hasil analisis, maka diperoleh kinerja

kawasan agropolitan yang ada sebagai berikut :

a. Kawasan Agropolitan Cianjur

Sumberdaya sosial/kelembagaan : semua

desa di kawasan agropolitan belum terdapat

kelompok tani

Kegiatan produksi pertanian utama:

meliputi tanaman sayuran seperti bawang

Page 56: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

37

pembangunan

pedesaan

berkelanjutan melalui

pendekatan

agropolitan.

infrastruktur/fasilitas

5. Struktur penguasaan

sumberdaya

6. Karakteristik

sumberdaya sosial

dan

kelembagaan/ekonom

i

7. Karakteristik

sumberdaya manusia

8. Perkembangan

wilayah

Metode Analisis :

1. Analisis Usahatani

2. Analisis Skalogram

3. Analisis Indeks

Perkembangan Desa

4. Analisis Komponen

Utama

5. Analisis Gerombol

6. Analisis Kuadran

7. Analisis Keruangan

8. Analisis Kebutuhan

9. Uji t-statistik

daun, wortel, cabe, caisim, dan sawi yang

memiliki sistem pertanian sangat intensif

Sistem agribisnis : subsistem produksi dan

penunjangnya tidak ada masalah karena

petani cukup berpengalaman. Sementara itu,

subsistem pengolahan belum banyak

berkembang.

Distribusi dan pasar : Ketersediaan pasar

belum banyak

Prasarana dan sarana wilayah : sudah

berkembang dimana kondisi infrastruktur

jalan juga berkembang

Penguasaan sumberdaya : akses petani lokal

terhadap lahan masih kurang

Sumberdaya manusia: rata-rata SDM adalah

lulusan SD

Tingkat perkembangan wilayah dan

pembangunan : cukup berkembang yang

terlihat dari ketersediaan sarana prasarana

(jalan, listrik, telepon, dan air bersih).

b. Kawasan Agropolitan Brebes-Larangan,

Kabupaten Brebes

Sumberdaya sosial/kelembagaan : setiap

desa memiliki satu kelompok tani

Kegiatan produksi pertanian utama:

meliputi bawang merah yang sistem

pertaniannya sudah cukup intensif, sistem

pertanian cabai merah yang kurang intensif,

dan peternakan yang sistem pertaniannya

semi intensif.

Page 57: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

38

Sistem agribisnis : subsistem produksi dan

penunjangnya cukup baik. Sementara itu,

subsistem pengolahan untuk tanaman

hortikultura belum berkembang sedangkan

produk tekur asin sudah berkembang

dengan cukup baik.

Distribusi dan pasar : terdapat 3 pasar besar

Prasarana dan sarana wilayah : kondisi

infrastruktur cukup baik

Penguasaan sumberdaya : petani tidak

leluasa dalam menentukan arah usaha tani

Sumberdaya manusia: rata-rata SDM adalah

lulusan SD

Tingkat perkembangan wilayah dan

pembangunan : cukup baik. Aksesbilitas

wilayah dari luar kawasan sangat baik

c. Kawasan Agropolitan Belik-Pulosari,

Pemalang

Sumberdaya sosial/kelembagaan : setiap

desa memiliki satu kelompok tani

Kegiatan produksi pertanian utama:

tanaman hortikultura yang sistem

budidayanya sudah sangat maju.

Sistem agribisnis : subsistem produksi dan

penunjangnya relatif baik. Sementara itu,

subsistem pengolahannya belum

berkembang

Distribusi dan pasar : terdapat 8 pasar yang

menjadi pemasaran produk pertanian

Page 58: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

39

Prasarana dan sarana wilayah: relatif baik

Penguasaan sumberdaya : petani leluasa

dalam menentukan arah usaha tani

Sumberdaya manusia: rata-rata SDM adalah

lulusan SD

Tingkat perkembangan wilayah dan

pembangunan : telah berkembang cukup

baik.

d. Kawasan Agropolitan Turi-Pakem-

Cangkringan, Kabupaten Sleman

Sumberdaya sosial/kelembagaan : setiap

desa memiliki banyak kelompok tani dan

lembaga keuangan

Kegiatan produksi pertanian utama: teknik

budidaya salak cukup intensif, teknik

sayuran cabai merah sudah intensif, teknik

budidaya semangka sudah cukup baik,

teknik budidaya melon sangat intensif, dan

kacang panjang yang pembudidayaannya

sudah intensif

Sistem agribisnis : subsistem produksi dan

penunjangnya cukup baik namun masih

perlu ditingkatkan. Sementara itu, subsistem

pengolahannya belum berkembang

Distribusi dan pasar : setiap kecamatan

hanya memiliki satu pasar

Prasarana dan sarana wilayah: sudah cukup

baik

Penguasaan sumberdaya : petani leluasa

dalam menentukan arah usaha tani

Page 59: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

40

Sumberdaya manusia: rata-rata SDM adalah

tidak lulus SD namun sebagian ada yang

melanjutkan sekolah ke SLTA dan

perguruan tinggi

Tingkat perkembangan wilayah dan

pembangunan : cukup maju

Berdasarkan hasil uji t-statistik, diperoleh hasil

bahwa:

a. Pada Kawasan Agropolitan Ciganjur,

pengembangan kawasan agropolitan

memberikan dampak sangat signifikan

terhadap peningkatan pendapatan petani

b. Pada Kawasan Agropolitan Brebes-

Larangan, pengembangan kawasan

agropolitan secara tidak signifikan

memberikan dampak positif terhadap

peningkatan pendapatan petani sebab

pendapatan petani di kawasan agropolitan

tidak berbeda jauh dengan petani di

kawasan non agropolitan

c. Pada Kawasan Agropolitan Belik-Pulosari

Kabupaten Pemalang, pengembangan

kawasan agropolitan secara signifikan

berdampak positif

terhadap peningkatan pendapatan petani

d. Pada Kawasan Agropolitan Turi-Pakem-

Cangkringan, Kabupaten Sleman,

pengembangan kawasan agropolitan secara

signifikan berdampak positif terhadap

peningkatan pendapatan petani.

Page 60: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

41

Berdasarkan pola-pola simulasi model yang

dibangun tampak bahwa faktor jumlah penduduk,

luas lahan, dan tingkat produksi merupakan faktor

yang sangat menentukan keberlanjutan kawasan

agropolitan. Pola hasil simulasi juga menunjukkan

bahwa jika asumsi tersebut tidak terpenuhi maka

keberlanjutan kawasan agropolitan akan terganggu

5.

KAJIAN

PENGEMBANGAN

KAWASAN

AGROPOLITAN

FASE II UNTUK

MENDORONG

PEMBANGUNAN

DESA DI

KABUPATEN

KULONPROGO,

PROVINSI DI

YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

Bambang

Trihartanto Suroyo,

2013

Mengkaji keberhasilan

pengembangan Kawasan

Agropolitan Fase II

dalam mendorong

pembangunan desa di

Kabupaten Kulonprogo

Variabel :

1. Potensi komoditas

unggulan

2. Nilai tukar petani

3. Sumberdaya manusia

4. Sarana dan Prasarana

Metode Analisis :

1. Analisis Deskriptif

Kuantitatif

2. Regresi Linier

Berganda

Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil bahwa :

1. Komoditas unggulan di Kawasan Agropolitan

Fase II Kabupaten Kulonprogo adalah padi,

ketela pohon, dan melon

2. Indeks Nilai Tukar Petani adalah sebesar 103,13

yang berada di bawah indeks NTP Kabupaten

Kulonprogo yang berarti tingkat kesejahteraan

petani di Kabupaten Kulon Progo masih rendah

dibandingkan rata-rata di tingkat kabupaten.

3. Penduduk di Kawasan Agropolitan Fase II lebih

didominasi oleh penduduk dengan tingkat

pendidikan SLTA

4. Berdasarkan hasil analisis regresi linier

berganda diperoleh hasil bahwa variabel sarana

dan prasarana subsistem hulu, sarana dan

prasarana subsistem usaha tani (irigasi), sarana

dan prasarana subsistem usaha tani

(pemasaran), dan sarana prasarana sub sistem

hilir (jalan kabupaten dan desa) memilih

pengaruh signifikan terhadap indeks Nilai

Tukar Petani.

Page 61: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

42

2.3. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilatarbelakangi atas masalah perbedaan arah perkembangan

Wilayah Utara Kabupaten Deli Serdang yang mengarah ke perkotaan sedangkan

Wilayah Selatan mengarah ke pedesaan. Namun untuk mendukung Kawasan

Perkotaan Mebidangro, Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang akan

dikembangkan sebagai kawasan agropolitan sesuai dengan sektor basisnya di

sektor pertanian. Salah satu strategi pengembangan agropolitan yang dapat

diterapkan untuk kawasan agropolitan yang baru akan dikembangkan adalah

Penetapan Pusat dan Unit Kawasan Pengembangan Agropolitan. Selain

merupakan bentuk pengorganisasian dalam kawasan agropolitan, Penetapan Pusat

dan Unit Kawasan Pengembangan Agropolitan juga diatur dalam Pedoman

Penyusunan Masterplan Agropolitan di Indonesia.

Secara teoritis, Penetapan Pusat dan Unit Kawasan Pengembangan

Agropolitan mengacu pada teori pusat pertumbuhan yang diaplikasikan di

pedesaan. Oleh karena itu, penetapan wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan

(pusat agropolitan) dan hinterlandnya (unit kawasan pengembangan) ditentukan

dengan menganalisis karakteristik sosial ekonomi, komoditas unggulan, dan

ketersediaan fasilitas di wilayah penelitian. Dalam penelitian ini, karakteristik

sosial ekonomi dianalisis dengan menggunakan analisis deksripsi sedangkan

komoditas unggulan dianalisis dengan menggunakan analisis LQ (Location

Quotient) dan Shift Share. Sementara itu, ketersediaan fasilitas yang terdiri dari

fasilitas agribisnis dan pemukiman dianalisis dengan menggunakan analisis

skalogram.

Page 62: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

43

Gambar 2.4.

Kerangka Pemikiran

Latar

Belakang

Analisis

Skalogram

Bagaimana penetapan pusat dan unit

kawasan pengembangan agropolitan di

Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang ?

Perbedaan arah perkembangan Wilayah Utara dan Wilayah Selatan

Pengembangan Wilayah Selatan sebagai kawasan agropolitan

Penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan sebagai strategi

pengembangan kawasan agropolitan yang diatur dalam masterplan

Komoditas Unggulan

Untuk mengetahui komoditas yang

memiliki keunggulan komparatif dan

kompetitif di Wilayah Selatan Kabupaten

Deli Serdang serta persebarannya

Ketersediaan Fasilitas

Untuk mengetahui ketersediaan

fasilitas agribisnis dan

pemukiman di Wilayah Selatan

Kabupaten Deli Serdang

Analisis

Deskripsi Analisis LQ dan Shift Share

Penetapan Pusat dan Unit Kawasan

Pengembangan Agropolitan di Wilayah

Selatan Kabupaten Deli Serdang

Karakteristik sosial ekonomi

Untuk mengetahui potensi

sumberdaya manusia di

Wilayah Selatan Kabupaten

Deli Serdang

Variabel

Metode

Analisis

Page 63: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai (Nazir,

2011:123). Sementara itu, definisi operasional merupakan penjelas dan pengubah

suatu konsep menjadi variabel agar dapat dipergunakan secara operasional. Dalam

penelitian ini, variabel yang digunakan adalah :

3.1.1. Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial ekonomi yang dimaksud adalah keadaan sumberdaya

manusia di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang. Dalam penelitian ini,

karakteristik sosial ekonomi diukur melalui kondisi demografi dan mata

pencaharian penduduk. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskripsi.

3.1.2. Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan

kompetitif sekaligus komparatif bagi suatu daerah. Dalam penelitian ini,

komoditas unggulan diukur dengan total produksi komoditas tanaman pangan

(ton), tanaman hortikultura (kw), hasil perkebunan (ton), dan peternakan (ekor)

yang dihasilkan selama 5 tahun terakhir yaitu 2009-2014. Alat analisis yang

digunakan adalah LQ (Location Quotient) dan Shift Share.

Page 64: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

45

3.1.3. Ketersediaan Fasilitas

Dalam penelitian ini, fasilitas di Wilayah Selatan dibagi menjadi dua

yaitu fasilitas agribisnis dan fasilitas permukiman. Fasilitas agribisnis meliputi

sarana prasarana pertanian mulai dari hulu hingga pemasaran dan sarana

penunjangnya. Sementara itu, fasilitas pemukiman meliputi sarana prasarana

umum.

Fasilitas agribisnis diukur dari ketersediaan fasilitas subsistem input

pertanian (jumlah kios sarprodi dan ketersediaan alat-alat pertanian), fasilitas

subsistem usaha tani (daerah irigasi dan kelompok tani), fasilitas subsistem

pengolahan (industri pengolahan), fasilitas subsistem pemasaran (Sub Terminal

Agribisnis dan pasar), serta fasilitas subsistem sarana penunjang (bank, koperasi,

sarana transportasi umum, dan terminal/pangkalan).

Fasilitas pemukiman diukur dari ketersediaan fasilitas pendidikan (TK,

SD, SLTP, dan SLTA), fasilitas kesehatan (puskesmas, BKIA/ klinik bersalin,

praktek dokter, balai pengobatan, dan apotik), fasilitas ekonomi (minimarket,

toko/warung kelontong, kedai makanan dan minuman, restoran, hotel, dan non

hotel)), sarana peribadatan (masjid, langgar, gereja, vihara, dan pura/kuil),

prasarana listrik/penerangan, prasarana komunikasi, dan prasarana air bersih.

Ketersediaan fasilitas digunakan untuk menentukan pusat agropolitan yang

dianalisis dengan analisis skalogram.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan dari ukuran-ukuran tentang sesuatu yang

berkenaan dengan data, bukan dengan orang ataupun bendanya Sementara itu,

Page 65: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

46

sampel adalah kumpulan dari unsur-unsur populasi yang tidak tumpang tindih

(unit sampling) yang berupa elementary unit ataupun kelompok dari unit

elementer, misalnya pendapatan petani (Nazir, 2011:273).

Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh tanpa menggunakan

sampel, melainkan langsung menggunakan populasi. Populasi yang ada meliputi

tujuh kecamatan yang ada di Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang yang

terdiri dari Kecamatan Bangun Purba. Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan

STM Hulu, Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Sibiru-biru, Kecamatan

Kutalimbaru, dan Kecamatan Sibolangit.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber

informasi. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari :

1. Komunikasi langsung dengan Kasie Tata Ruang Badan

Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang.

2. Komunikasi langsung dengan Camat dari setiap kecamatan di

Wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang.

3. Komunikasi langsung dengan Tenaga Koordinator Statistik dan

KUPTD (Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah) Bidang Pertanian

di masing-masing kecamatan Wilayah Selatan Kabupaten Deli

Serdang.

Page 66: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

47

Sementara itu, data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai

media perantara. Pada umumnya data sekunder berupa catatan, bukti, atau laporan

historis yang tersusun dalam arsip (data dokumenter) baik yang dipublikasikan

maupun tidak dipublikasikan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Bappeda Kabupaten Deli Serdang : RTRW Kabupaten Deli

Serdang, Draft Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Deli

Serdang, Peta Batas Administrasi Kabupaten Deli Serdang, Peta

Ketinggian dan Kemiringan Lereng di Kabupaten Deli Serdang,

dan Peta SHP (shapefile) Kabupaten Deli Serdang

2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang : Deli Serdang

Dalam Angka 2008-2013 dan Kecamatan Dalam Angka 2013-2014

meliputi Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Bangun Purba,

Kecamatan STM Hulu, Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Sibiru-

Biru, Kecamatan Sibolangit, dan Kecamatan Kutalimbaru

3. Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang : Data Produksi, Luas

Tanam, dan Luas Panen Tanaman Pangan dan Tanaman

Hortikultura Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008-2013, Data

Produksi Peternakan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008-2013,

Data Produksi, Luas Tanam dan Luas Panen Tanaman Perkebunan

Rakyat Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008-2013

4. Badan Pusat Statistik Indonesia : Data Potensi Desa 2011

Page 67: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

48

5. Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Deli Serdang : Daftar

Koperasi Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

6. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang : Data Daerah

Irigasi, Data Topografi Wilayah, dan Gambar Jaringan Jalan di

Kabupaten Deli Serdang (*jpg).

7. Sumber lain yang dimanfaatkan sebagai data sekunder yaitu berupa

studi, literatur, referensi, dan artikel-artikel.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui tanya jawab

antara pencari data dengan responden dimana pencari data telah

mempersiapkan draft pertanyaan (kuesioner) untuk ditanyakan

kepada responden.

2. Observasi langsung, teknik pengumpulan data dengan mengunjungi

lokasi penelitian dan melihat secara cermat kondisi yang ada di

daerah penelitian.

3. Metode Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan

mengambil foto/gambar yang terkait dengan variabel penelitian.

4. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari

buku-buku dan karya ilmiah yang relevan dengan masalah yang

diteliti.

Page 68: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

49

3.5. Metode Analisis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga yaitu

(i) analisis deskripsi, (ii) analisis LQ (Location Quotient), (iii) analisis Shift Share,

dan (iv) analisis skalogram yang penggunaannya dijabarkan sebagai berikut :

3.5.1. Analisis Deskripsi

Analisis deskripsi yaitu teknik analisis yang dilakukan dengan

memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga

menjadi lebih jelas dan bermakna dibandingkan dengan sekedar angka-angka.

3.5.2. Analisis LQ (Location Quotient)

Analisis LQ (Location Quotient) digunakan untuk mengidentifikasi

komoditas unggulan/basis di suatu daerah. LQ merupakan suatu perbandingan

tentang besarnya peranan suatu sektor/komoditas di suatu daerah terhadap

besarnya peranan sektor/komoditas tersebut secara nasional (Tarigan, 2005:82).

Rumus LQ yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

xij : Jumlah produksi komoditas i di daerah j

xj : Jumlah produksi seluruh komoditas pertanian di daerah j

Xin : Jumlah produksi komoditas i di daerah n/daerah acuan

Xn : Jumlah produksi seluruh komoditas pertanian di daerah n/daerah

acuan

Page 69: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

50

Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat dianalisis dan disimpulkan

sebagai berikut :

Jika nilai LQ > 1 maka komoditas basis artinya tingkat spesialisasi

daerah j terhadap komoditas i lebih tinggi daripada daerah n.

Jika nilai LQ < 1 maka komoditas non basis artinya tingkat

spesialisasi daerah j terhadap komoditas i lebih rendah daripada

daerah n.

Jika nilai LQ = 1 maka tingkat spesialisasi daerah j terhadap

komoditas i sama dengan daerah n.

3.5.3. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share digunakan untuk menentukan kinerja atau

produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya terhadap

daerah yang lebih besar (satu tingkat diatasnya). Dalam penelitian ini, analisis

Shift Share yang digunakan adalah Shift Share Klasik.

Analisis Shift Share Klasik membagi pertumbuhan sebagai perubahan

suatu variabel wilayah, seperti tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan atau output

selama kurun waktu tertentu yang disimbolkan dengan D. Perubahan tersebut

dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu pertumbuhan nasional (N), industri

mix/bauran industri (M), dan keunggulan kompetitif (C).

Menurut Prasetyo Soepono (dalam Rakhmad, 2014), bentuk umum

persamaan dari analisis Shift Share Klasik sebagai berikut :

Dij = Nij + Mij + Cij

Page 70: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

51

Keterangan :

i = Sektor ekonomi yang diteliti

j = Variabel wilayah yang diteliti

n = Variabel wilayah daerah acuan(daerah yang lebih besar)

Dij = Perubahan sektor i di daerah j

Nij = Pertumbuhan nasional sektor i di daerah j

Mij = Bauran industri sektor i di daerah j

Cij = Keunggulan kompetitif sektor i di daerah j

Dalam penelitian ini, yang diteliti adalah produksi komoditas pertanian

yang dinotasikan sebagai berikut :

Dij = Nij + Mij + Cij

Nij = yij*rn

Mij = yij (rin – rn)

Cij = yij (rij – rin)

Keterangan :

y*ij = Produksi komoditas i di daerah j, awal tahun analisis

yij = Produksi komoditas i di daerah j, akhir tahun analisis

rij = Laju pertumbuhan komoditi i di daerah j

rin = Laju pertumbuhan komoditi i di daerah n

rn = Rata-rata laju pertumbuhan komoditi i di daerah n

3.5.4. Analisis Skalogram

Analisis skalogram digunakan untuk menentukan hierarki suatu wilayah.

Dalam penelitian ini, analisis skalogram digunakan untuk menentukan pusat

Page 71: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

52

agropolitan. Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram berdasarkan jumlah

penduduk dan jenis fasilitas pelayanan adalah sebagai berikut :

1) Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di

dalam unit-unit wilayah. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas

yang dimiliki setiap unit wilayah.

2) Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang

mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan

paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling

tidak lengkap terletak di susunan paling bawah.

3) Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horisontal baik jumlah jenis

fasilitas maupun jumlah unit fasilitas.

4) Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga

diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit fasilitas

5) Jika dari hasil pengurutan sudah diperoleh, maka selanjutnya adalah

melakukan pergantian seluruh nilai fasilitas dengan nilai 1 jika ada

fasilitas tersebut di suatu wilayah atau 0 jika tidak ada fasilitas yang

dimaksud di suatu wilayah

6) Di samping data fasilitas umum, maka data yang perlu ditabelkan adalah

data populasi. Hasil pengurutan disusun dalam format sebagai berikut :

Page 72: analisis penetapan pusat dan unit kawasan pengembangan

53

No Sub

Wilayah Populasi

Fasilitas

1 2 3 4 5 6

1 A A

2 B B

3 C C

4 D D

5 E E

6 F F

7 G G

7) Setelah diperoleh hasil dari penyusunan skalogram point 6, dihitung nilai

standar deviasi dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di total

wilayah. Nilai ini akan digunakan untuk menghitung nilai sentralitas dan

mengelompokkan unit wilayah dalam kelas-kelas yang dibutuhkan.

Diasumsikan bahwa kelompok yang diperoleh berjumlah 3 yaitu

kelompok I (tingkat hierarki tinggi), kelompok II (tingkat hierarki

sedang), dan kelompok III (tingkat hierarki rendah). Kelompok I

diasumsikan sebagai kelompok desa yang memiliki jumlah jenis, jumlah

unit sarana prasarana, dan kepadatan penduduk yang lebih besar sama

dengan rata-rata + standar deviasi. Kelompok II diasumsikan sebagai

kelompok desa yang memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana,

dan kepadatan penduduk antara rata-rata dan rata-rata + standar deviasi.

Kelompok III sebagai kelompok desa dengan jumlah jenis, jumlah unit

sarana prasarana, dan kepadatan penduduk kurang dari nilai rata-rata.

(Pranoto, 2005).