analisis penawaran dan permintaan lada putih … · akan tetapi penulis telah berusaha membuat dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN
LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
Oleh :
Dizy Soebtrianasari
A 14105533
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
DIZY SOEBTRIANASARI. Analisis Penawaran Lada Putih Indonesia di Pasar Internasional. Dibawah Bimbingan NUNUNG NURYARTONO.
Lada merupakan salah satu komoditi ekspor di sub sektor perkebunan
yang memberikan kontribusi bagi devisa Indonesia. Disamping itu tanaman lada juga dapat menyediakan lapangan kerja, bahan baku industri dalam negeri dan konsumsi langsung sehingga tanaman lada sangat berperan dalam perekonomian Indonesia. Indonesia termasuk salah satu negara produsen lada terbesar di dunia. Ekspor lada Indonesia di pasar dunia adalah dalam bentuk lada hitam dan lada putih. Namun demikian, lada putih memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan lada hitam.
Perkembangan lada putih Indonesia di pasar internasional seringkali dihadapkan pada permasalahan volume ekspor dan harga yang terus berfluktuasi. Negara pengimpor lada dari Indonesia cenderung menerapkan persyaratan mutu produk yang sangat ketat. Lada putih Indonesia di pasar internasional juga dihadapkan pada masalah persaingan diantara negara produsen.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor lada putih di pasar internasional serta menganalisis pengaruh perdagangan lada putih di pasar internasional terhadap harga yang terbentuk.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret waktu (time series) selama dua puluh lima tahun. Model analisis yang digunakan adalah model persamaan simultan yang di duga dengan metode Two Stages Least Square (2SLS) dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh produksi lada putih Indonesia, jumlah ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya dan harga riil ekspor lada putih Indonesia. Sedangkan untuk faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Belanda, hanya peubah harga riil ekspor saja yang berpengaruh nyata. Pada jangka panjang, ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat lebih responsif terhadap perubahan produksi lada putih, sedangkan ekspor lada putih ke Belanda hanya responsif terhadap perubahan harga riil ekspor.
Permintaan impor lada putih Amerika Serikat dipengaruhi oleh pendapatan riil perkapita Amerika Serikat dan peubah jumlah impor lada putih tahun sebelumnya, tetapi permintaan impor tersebut hanya responsif terhadap perubahan pendapatan perkapita. Permintaan impor lada putih Belanda hanya dipengaruhi oleh perubahan jumlah impor lada putih Belanda pada tahun sebelumnya.
Harga riil lada putih dunia sama-sama dipengaruhi oleh total ekspor lada putih dunia dan harga riil lada putih dunia pada tahun sebelumnya. Volume impor hanya mempengaruhi harga lada putih di pusat perdagangan London. Impor lada putih dunia tersebut bersifat responsif baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Volume ekspor dunia di kedua pusat perdagangan juga bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Harga riil ekspor lada putih Indonesia dipengaruhi oleh total ekspor lada putih Indonesia, harga lada putih di kedua pusat perdagangan dan harga riil ekspor tahun sebelumnya. Dari ke empat peubah tersebut, hanya peubah harga di kedua pusat perdagangan yang bersifat elastis. Namun kedua harga tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap harga ekspor lada putih Indonesia. Kenaikan harga lada putih di pusat perdagangan New York cenderung menurunkan harga ekspor Indonesia dan kenaikan harga ekspor di pusat perdagangan London cenderung akan menaikkan harga ekspor lada putih Indonesia.
Harga riil domestik lada putih Indonesia di pengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan peubah harga riil domestik lada putih Indonesia tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, peubah-peubah tersebut tidak ada yang responsif terhadap harga domestik Indonesia.
Usaha yang perlu dilakukan dalam peningkatan ekspor lada putih Indonesia yaitu: 1) Perlunya dilakukan peningkatan produksi dan peningkatan mutu, melalui peningkatan pelatihan bagi para petani, karena teknologi yang sudah tersedia belum dapat terserap oleh petani atau pengusaha 2) Diperlukannya pengendalian jumlah penawaran ekspor untuk dapat menjaga stabilitas harga ekspor lada putih Indonesia. serta 3) Peningkatan sarana dan prasarana yang dapat mendukung informasi perdagangan lada putih dunia.
ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN
LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
Oleh :
Dizy Soebtrianasari
A 14105533
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi : Analisis Penawaran dan Permintaan Lada Putih Indonesia di
Pasar Internasional
Nama : Dizy Soebtrianasari
NRP : A 14105533
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Nunung Nuryartono, Ph.D NIP. 132 104 952
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian : 29 Mei 2008
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL“ BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Dizy Soebtrianasari A 14105533
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Pebruari 1984 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Asep
Soebandi Nitipradja dan Neneng Djuariah Djassir. Pendidikan dasar diselesaikan
pada tahun 1996 di SD Negeri POLISI V Bogor, pendidikan lanjutan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 2 Bogor dan pendidikan
menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Negeri 6 Bogor. Pada
tahun 2002 pula penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi
dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan
kegiatan perkuliahan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen agribisnis, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kasih dan sayang, melimpahkan
berkah dan rahmat-Nya Yang Maha Luas dan tiada terbatas. Atas izin Allah SWT
pula penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam waktu yang telah ditentukan.
Skripsi yang ditulis mengambil topik tentang “ Analisis Penawaran dan
Permintaan Lada Putih Indonesia di Pasar Internasional”. Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ekspor lada
putih Indonesia, permintaan lada putih negara pengimpor serta harga yang
terbentuk akibat adanya perdagangan di pasar internasional.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang memerlukan serta dapat memperkaya khasanah pembaca. Penelitian ini
merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis.
Bogor, Mei 2008
(Dizy Soebtrianasari) A 14105533
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil’alamin, dengan mengucapkan syukur atas Kehadirat
Allah SWT, serta atas berkat rahmat dan Inayah-Nya juga, maka skripsi ini dapat
penulis selesaikan sebagaimana adanya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis
mengalami beberapa kali kesulitan yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman
dalam hal pembuatan skripsi. Akan tetapi penulis telah berusaha membuat dan
menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin sehingga
penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Nunung Nuryartono, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan pengorbanan waktu, tenaga
serta pikirannya bagi penulis sehingga penulis diberikan kemudahan dalam
melakukan dan menyelesaikan penelitian ini.
2. Febriantina Dewi, SE, MEc selaku dosen penguji utama atas kritik serta
masukan yang berharga bagi kesempurnaan skripsi ini.
3. Tintin Sarianti, SP selaku dosen Komisi Pendidikan atas masukan yang
berharga bagi kesempurnaan skripsi ini.
4. Ir. Tanti Novianti MS selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah
memberikan masukan dan arahan dalam proposal penelitian.
5. Bapak Dede dan Bapak Nur dari International Pepper Community (IPC)
yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam mendapatkan data-
data penelitian.
6. Ibu, bapak (Alm.), serta kakak-kakak yang telah memberikan dukungan,
semangat yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan doa, kasih sayang, pengorbanan dan kerja keras yang tiada henti.
7. Ariyanto yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi serta
kesabaran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Maya Andini atas kesediaannya sebagai pembahas pada seminar penulis.
9. Teman-teman seperjuangan di ekstensi, Siska, Jam’an, Wawan, Nova, Nde
dan Yoga atas bantuan serta kebersamaannya.
10. Pipin, Rizky dan Fajar atas bantuannya kepada penulis.
11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya serta membalas amal
ibadah yang telah mereka sumbangkan. Amien.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix BAB I . PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 8 1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian...............................................................10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................11 2.1 Sejarah Perkembangan Lada ..........................................................11 2.2 Jenis Pengolahan Lada .................................................................12 2.3 Penelitian Terdahulu ....................................................................13 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................17 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................17 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional ........................................17 3.1.2 Teori Nilai Tukar ................................................................19 3.1.3 Teori Penawaran Ekspor ....................................................20 3.1.4 Teori Permintaan Impor .......................................................21 3.1.5 Konsep Pembentukkan Harga Lada ....................................23 3.1.6 Konsep Persamaan Simultan ...............................................24 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................28 BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................31 4.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................31 4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................31 4.3 Spesifikasi Model ..........................................................................31 4.4 Model dan Definisi Operasional Peubah ......................................34 4.4.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ............................34 4.4.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Pesaing ..................35 4.4.3 Permintaan Impor Lada Putih ..............................................38 4.4.4 Harga Lada Putih di Pasar Internasional .............................40 4.4.5 Harga Riil Ekspor dan Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia ................................................................................41 4.5 Identifikasi Model ........................................................................42 4.6 Pengujian Model dan Hipotesis ....................................................43 4.7 Uji Autokorelasi ...........................................................................44 4.8 Pendugaan Nilai Elastisitas ...........................................................44 4.9 Definisi Operasional Peubah .........................................................46 BAB V. GAMBARAN UMUM .......................................................................49 5.1 Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia ................49
5.2 Permintaan Impor Lada Putih Dunia ..............................................52 5.3 Kebijakan Standar Mutu Lada Putih Indonesia .............................53 5.4 Sentra Produksi Lada Putih Indonesia ...........................................56 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................58 6.1 Hasil Dugaan Model .....................................................................58 6.2 Penawaran Ekspor Lada Putih .....................................................59 6.2.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat ....................................................................59 6.2.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Belanda ..........62 6.2.3 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Pesaing ...................64 6.2.3.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Amerika Serikat ......................................................................64 6.2.3.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda ......................................................................65 6.2.3.3 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Amerika Serikat ......................................................................66 6.2.3.4 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Belanda ....68 6.2.4 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Produsen .................70 6.3 Permintaan Impor Lada Putih .......................................................70 6.3.1 Permintaan Impor Lada Putih Amerika Serikat .....................70 6.3.2 Permintaan Impor Lada Putih Belanda .................................72 6.3.3 Permintaan Impor Lada Putih Dunia ...................................74 6.4 Harga Lada Putih ............................................................................74 6.4.1 Harga Riil Lada Putih Dunia ..................................................75 6.4.1.1 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan New York ...................................................................75 6.4.1.2 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan London ........................................................................76 6.4.2 Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia ...............................78 6.4.3 Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia ..........................80 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................84 7.1 Kesimpulan ..................................................................................84 7.2 Saran .............................................................................................85 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................87 LAMPIRAN ........................................................................................................89
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Luas Areal dan Produksi Lada Seluruh Indonesia menurut Bentuk Pengusahaan Tahun 1999-2006* ............................................................ 2 2. Produksi Lada Dunia Negara Produsen Utama Tahun 1999-2006 (Ton) ....................................................................................................... 3 3. Perkembangan Ekspor Lada Negara Produsen Tahun 2001-2006* (Ton) ........................................................................................................ 4 4. Volume dan Nilai Ekspor Menurut Jenis Lada Tahun 2005 .................. 5 5. Ekspor Lada Putih Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2001-2005 .................................................................................... 7 6. Perkembangan Produksi Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006 (Ton) ....................................................................................................... 49 7. Perkembangan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006
(Ton) ......................................................................................................... 50 8. Spesifikasi Syarat Kualitas Lada Putih Menurut SNI 01-0004-1995 ..... 54 9. Spesifikasi Persyaratan Mutu Lada Putih Campuran ............................. 54 10. Spesifikasi Standar Mutu Lada Putih IPC ............................................. 55 11. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada di Bangka,
Tahun 2002-2006 .................................................................................... 57 12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat ....................................................... 60 13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Belanda .................................................................... 62 14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada
Putih Malaysia ke Amerika Serikat ....................................................... 65 15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda ..................................................................... 66 16. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada
Putih Brazil ke Amerika Serikat ............................................................. 67 17. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada
Putih Brazil ke Belanda .......................................................................... 68 18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan Lada Putih Amerika Serikat ...................................................................................... 71 19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan Lada Putih
Belanda ................................................................................................... 73
20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan New York ............................................................ 75 21. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan London ................................................................. 77 22. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia ....................................................................................... 78 23. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia ....................................................................................... 81
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional ................................. 19 2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................ 30 3. Diagram Keterkaitan Antar Peubah dalam Perdagangan Lada Putih di Pasar Internasional ................................................................................... 33 4. Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 2002-2006 ................................................................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Data Yang digunakan dalam Penelitian.................................................... 89 2. Hasil Pengolahan Data Melalui SAS ....................................................... 94
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar
dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari
subsektor perkebunan. Besarnya potensi ekspor subsektor perkebunan tersebut di
dukung oleh iklim yang cocok untuk tanaman perkebunan seperti kelapa sawit,
kopi, coklat, tembakau dan lada serta tersedianya tenaga kerja yang cukup banyak.
Lada ( Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditi ekspor di sub
sektor perkebunan yang dapat memberikan kontribusi bagi devisa Indonesia selain
kelapa sawit, karet, kopi dan teh. Komoditi lada pada tahun 2003 menyumbang
devisa negara sebesar US$ 93 juta dan merupakan penyumbang terbesar ke tujuh
setelah minyak sawit US$ 2,721 juta, karet US$ 1,485 juta, kakao US$ 624 juta,
kopi US$ 259 juta, kelapa US$ 193 juta, dan teh US$ 96 juta (Kemala, 2007).
Disamping itu tanaman lada juga dapat menyerap tenaga kerja, bahan baku
industri dalam negeri dan konsumsi langsung sehingga tanaman lada sangat
berperan dalam perekonomian Indonesia. Bentuk pengusahaan lada di Indonesia
adalah berupa Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS)
dengan daerah penghasil lada terbesar terdapat didaerah Lampung untuk lada
hitam dan Kepulauan Bangka Belitung untuk lada putih. Total produksi dari dua
daerah tersebut sekitar 70-80 persen dari total produksi lada Indonesia, sedangkan
sisanya di hasilkan dari daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan dan Jawa Barat. Luas areal dan produksi perkebunan lada Indonesia
menurut pengusahaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Lada Seluruh Indonesia menurut Bentuk Pengusahaan Tahun 1999-2006*
Luas Areal ( Ha ) Tahun PR PBS Jumlah
1999 136,522 320 136,842 2000 150,213 318 150,531 2001 185,704 318 186,022 2002 203,772 296 204,068 2003 204,128 236 204,364 2004 201,248 236 201,484 2005 191,801 191 191,992 2006* 191,177 192 191,369
Rata-rata 183,071 263 183,334 Keterangan : *) sementara Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata luasan lahan untuk
komoditi lada dari tahun 1999 hingga 2006 yang tertinggi adalah luasan lahan PR,
yaitu seluas 183,071 hektar sedangkan PBS seluas 263 hektar, sehingga luas areal
perkebunan lada didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 99,8 persen. Jika
dilihat dari perkembangannya luas areal PBS dari tahun 1999 hingga 2005
semakin lama jumlahnya semakin menurun. Selain adanya penurunan luas areal
perkebunan lada, permasalahan lain yang dihadapi dalam pengusahaan lada
menurut Kemala (2007) adalah tidak berkembangnya sistem agribisnis lada di
Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya sistem
agribisnis lada di Indonesia tersebut antara lain disebabkan karena sebagian besar
teknologi belum dapat digunakan oleh petani, tidak tersedianya peralatan yang
mudah didapat dan murah, kurangnya diversifikasi produk lada, serta adanya
pesaing Indonesia sebagai produsen lada dunia seperti Brazil, India, Malaysia, Sri
Lanka, Thailand dan Vietnam.
Walaupun adanya penurunan luas areal perkebunan lada yang diiringi
dengan berfluktuasinya produksi lada, namun pada saat ini Indonesia termasuk
sebagai salah satu negara produsen lada terbesar di dunia. Selain Indonesia,
terdapat negara-negara produsen lada lainnya yang tergabung dalam IPC
(International Pepper Community) seperti India, Vietnam, Brazil, Malaysia dan
Sri Lanka plus satu anggota tidak penuh yakni Papua New Guinea. Negara
anggota IPC menguasai 90 persen produksi dan 95 persen total ekspor lada
dunia1. Mengenai data produksi lada dari negara-negara yang termasuk dalam
produsen utama dunia, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Lada Dunia Negara Produsen Utama Tahun 1999-2006 (Ton) Negara 2002 2003 2004 2005 2006 Jumlah
India 80,000 65,000 100,000 95,000 105,000 460,000
Vietnam 75,000 85,000 62,000 70,000 50,000 327,000
Indonesia 66,000 65,000 55,000 55,000 46,000 302,000
Brazil 45,000 50,000 45,000 44,500 48,000 232,500
Malaysia 24,000 21,000 20,000 19,000 19,000 103,000
Sri Lanka 12,600 12,660 12,820 14,000 13,000 65,080
Sumber : IPC, 2006
Berdasarkan data jumlah produksi lada dunia antara tahun 2002 hingga
tahun 2006 yang disajikan pada Tabel 2, Indonesia menempati urutan ketiga
sebagai negara produsen lada setelah Vietnam dan India. Namun Indonesia
menempati urutan kedua sebagai negara pengekspor lada. Perkembangan ekspor
lada negara-negara produsen dapat di lihat pada Tabel 3. Jika dilihat dari tingkat
pertumbuhannya, ekspor lada pada tahun 2005 mengalami tingkat pertumbuhan
yang negatif. Penurunan ini tidak hanya di alami oleh Indonesia saja, tetapi juga
oleh negara lain seperti Vietnam, Brazil dan Malaysia. Kondisi tersebut
disebabkan karena adanya siklus sepuluh tahunan, yang artinya ada suatu waktu
dalam sepuluh tahun suatu tanaman mengalami penurunan dan kemudian sepuluh
tahun ke depan tanaman tersebut mengalami peningkatan. Penurunan yang terjadi
pada lada ini dapat terjadi karena faktor lada yang mudah sekali terkena penyakit
dan juga harga yang rendah pada saat over supply sebagai akibatnya tanaman lada
banyak di tinggalkan oleh para petani2.
Berdasarkan Tabel 3 dapat di lihat pula bahwa India yang selama ini
dikenal sebagai negara produsen lada nomor satu dunia, namun untuk jumlah
ekspor India menempati urutan ke empat. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar digunakan untuk konsumsi domestik. Tabel 3 menyajikan perkembangan
ekspor lada negara-negara produsen lada tahun 2001 hingga 2006.
Tabel 3. Perkembangan Ekspor Lada Negara Produsen Tahun 2001-2006* (Ton) Vietnam Indonesia Brazil India Malaysia Tahun
Jumlah Ekspor ( Ton ) 2001 56,506 53,291 36,585 22,618 24,9292002 78,155 53,210 37,531 24,225 22,6612003 74,600 60,596 37,940 19,423 18,6722004 98,494 45,760 40,529 14,049 18,2062005 96,179 37,568 33,977 15,752 16,7952006* 116,670 35,531 39,992 26,376 15,057Jumlah 520,604 285,956 226,554 122,443 116,320Rata-rata 86,767.3 47,659 37,759 20,407.2 19,386.7
Tingkat Pertumbuhan ( % ) 2001-2002 38.31 -0.15 2.59 7.10 -9.12002-2003 - 4.55 13.88 1.09 -19.82 -17.602003-2004 32.03 -24.48 6.82 -27.67 -2.52004-2005 -2.35 -17.90 - 16.17 12.12 -7.752005-2006 21.31 -5.42 17.70 67.45 -10.35Rata-rata kenaikan pertahun
14.13
-5.68
2.01
6.53
-7.88
Keterangan : *) Estimasi Sumber : http://www.mpb.gov.my/statistik/wpe1.html
Produksi yang selalu berfluktuasi serta adanya persaingan antar negara
produsen, mengakibatkan perkembangan lada Indonesia mengalami hambatan dan
tantangan yang lebih berat dalam sistem perdagangan internasional di era
globalisasi. Ancaman yang cukup serius bagi pengembangan komoditas lada
Indonesia adalah adanya pesaing luar negeri seperti Malaysia yang berambisi
menjadi produsen utama pada tahun 2010 sedangkan Vietnam dengan segala
fasilitasnya berupaya menjadi negara penghasil utama lada hitam. Demikian juga
dengan Thailand, Cina dan negara berkembang lainnya. Ancaman tersebut
menuntut produk Indonesia untuk lebih dapat bersaing baik dalam hal harga
maupun mutu ( Balitro, 2002 ).
Di pasar dunia, komoditas lada sebagian besar diperdagangkan dalam
bentuk lada putih butiran, lada hitam butiran, dan dalam jumlah yang relatif kecil
berbentuk lada bubuk, lada hijau serta minyak lada. Tabel 4 menunjukkan bahwa
ekspor lada Indonesia terbesar adalah dalam bentuk lada hitam dengan jumlah
16,594 ton. Walaupun demikian, ternyata lada putih memiliki nilai ekspor yang
lebih tinggi dibandingkan dengan lada hitam. Nilai ekspor lada putih pada tahun
2005 yaitu sebesar US$ 34,651,000 sedangkan lada hitam hanya memberikan nilai
US$ 21,997,000. Hal tersebut dikarenakan harga lada putih lebih mahal
dibandingkan dengan lada hitam. Menurut Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Lada
Indonesia (AELI), Mustakim, untuk jenis lada hitam pada saat ini di pasar
internasional dipatok harga sekitar US$ 4000 per ton, sedangkan untuk jenis lada
putih dihargai sebesar US$ 5,500 per ton3.
Tabel 4.Volume dan Nilai Ekspor Menurut Jenis Lada Tahun 2005 No Wujud Produksi Volume (ton) Nilai (000 US$) 1 Lada putih 16,227 34,651
2 Lada hitam 16,594 21,997
3 Lada putih bubuk 141 187
4 Lada hitam bubuk 205 312 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006
Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara produsen dan
pengekspor lada putih terbesar di pasar dunia. Hal ini menunjukkan bahwa lada
putih berpotensi untuk memberikan kontribusi yang lebih besar pada devisa
Indonesia dibandingkan dengan lada hitam.
1.2 Perumusan Masalah
Lada putih hingga sekarang masih berperan sebagai komoditi ekspor
Indonesia di pasar dunia. Namun dalam perkembangannya, lada putih seringkali
dihadapkan pada permasalahan volume ekspor dan harga yang terus berfluktuasi.
Hal ini berarti akan sangat mempengaruhi penerimaan devisa yang akan di terima
Indonesia. Lada putih Indonesia sebagian besar terutama di ekspor untuk pasar
Singapura, Amerika Serikat dan Belanda. Selain negara-negara tersebut, ekspor
lada putih Indonesia juga ditujukan ke beberapa negara lain yang dapat dilihat
pada Tabel 5.
Negara pengimpor lada dari Indonesia cenderung menerapkan persyaratan
mutu produk yang sangat ketat. Persyaratan tersebut misalnya persyaratan mutu,
kebijakan sanitary dan Phytosanitary (SPS), penerapan sistem ekolabelling dan
lain-lain. Konsekuensi dari hal tersebut adalah terhambatnya akses ke pasar
internasional khususnya ke pasar Eropa dan Amerika yang menuntut beberapa
persyaratan yang cukup ketat.
Penerapan kebijakan SPS yang dilakukan Amerika Serikat yaitu dengan
menerapkan pinalty dalam bentuk pengurangan harga secara otomatis kepada
produk lada dengan alasan terkontaminasi serangga. Bahkan beberapa anggota
WTO saat ini telah menerapkan persyaratan SPS secara ketat. Dengan
diberlakukan SPS ini sanksi lain yang dikenakan adalah sering dilakukannya
penahanan pada lada Indonesia (Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri,
2002).
Tabel 5. Ekspor Lada Putih Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2001-2005
Negara Tujuan
2001 2002 2003 2004 2005
Berat Bersih (000 kg)
Hongkong 213,9 147,8 31,0 64,0 51,4
Singapura 18 062,0 31 245,2 15 646,5 6 651,2 9 420,3
Amerika Serikat 3 728 3 216 2 153,8 1 364 1 045
Inggris 97,4 500,7 352,8 330,0 216,0
Belanda 3 262,5 1 661,3 2 178,0 941,5 1 593,3
Perancis 420,0 2 552,2 0,1 0,0 32,0
Jerman 736,8 923,7 1 343,4 1 681,5 1 376,0
Belgia 75,0 0,0 0,0 195,0 278
Lainnya 3 041,1 3 393,4 2 901,2 2 533,1 2 214,9
Total 29 636,7 41 343,3 24 606,8 13 760,3 16 226,9
Nilai FOB (000 US $ )
Hongkong 353,6 244,9 74,5 140,5 111,8
Singapura 36 788,6 39 836,3 36 973,7 14 360,9 20 979,2
Amerika Serikat 7 493 6 374 4 522,98 43 049 2 098
Inggris 194,1 1 097,3 837,4 738,7 472,4
Belanda 6 514,6 3 368,7 3 526,9 2 199,4 3 459,8
Perancis 1 005,3 491,4 0,9 0,0 83,6
Jerman 1 513,9 2 100,2 3 262,0 3 628,0 2 759,4
Belgia 163,4 0,0 0,0 421,7 578,0
Lainnya 6 051,1 5 455,42 5 512,42 5 112,5 4 108,6
Total 60 077,6 58 968,5 54 710,8 29 650,7 34 650,7
Sumber : BPS, 2006
Oleh karena itu ekspor lada Indonesia lebih banyak ditujukan ke negara
Singapura dengan alasan bahwa Singapura tidak banyak mempersoalkan tentang
mutunya. Namun Singapura sendiri tetap dapat menarik keuntungan dengan mere-
ekspor lada putihnya ke pasaran luar negeri dan Singapura memiliki sarana
processing yang dapat meningkatkan mutu lada putih yang di impornya dari
Indonesia. Disamping itu Singapura memiliki sarana komunikasi, perkapalan dan
senantiasa mendapatkan informasi tentang situasi pasar di luar negeri sehingga
Singapura dapat mengatur laju ekspornya (Rismunandar, 1990).
Kondisi tersebut mengakibatkan ketergantungan pasar ekspor lada putih
Indonesia dan akan mengganggu industri lada putih nasional dikarenakan
Singapura menjadi lebih dapat menentukan harga ekspor yang terus dapat
berakibat pada harga domestik Indonesia. Dalam rangka melakukan
pengembangan terhadap ekspor lada putih Indonesia, maka perlunya melirik pasar
lain seperti Amerika Serikat dan Belanda. Hal ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa Amerika Serikat dan Belanda menempati urutan sebagai negara pengimpor
lada putih terbesar setelah Singapura, sehingga hal ini dapat menjadi peluang bagi
produsen lada putih Indonesia untuk lebih meningkatkan ekspor lada putih ke
negara-negara tersebut.
Kedudukan Indonesia dalam perdagangan lada putih di pasar internasional
tidak hanya dipengaruhi oleh penawaran ekspor lada putih Indonesia saja, tetapi
juga dapat dipengaruhi oleh penawaran ekspor lada putih negara pesaing lainnya
seperti Malaysia dan Brazil. Kedua negara tersebut merupakan negara produsen
dan pengekspor lada putih terbesar setelah Indonesia. Untuk memperoleh langkah
kebijakan yang tepat dalam komoditi lada putih Indonesia, maka selain
mengetahui bagaimana perilaku penawaran lada putih negara produsen, juga harus
mengetahui bagaimana perilaku permintaan lada putih negara konsumen utama
lada putih dunia.
Dari uraian diatas, maka permasalahan yang perlu diperhatikan dalam
penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor lada putih
Indonesia?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan impor lada putih di
Amerika Serikat dan Belanda? 1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor lada
putih Indonesia.
2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor lada
putih di amerika Serikat dan Belanda.
3. Menganalisis pengaruh perdagangan lada putih di pasar Internasional
terhadap harga lada putih di pasar internasional serta keterkaitannya
dengan harga ekspor dan harga domestik lada putih Indonesia.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi bagi
pengembangan perdagangan lada putih dan dapat berguna bagi :
1. Pemerintah dan para pengambil keputusan sebagai bahan pertimbangan
dan masukan dalam mengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka
pengembangan lada putih Indonesia.
2. Pihak penulis sendiri diharapkan dapat menjadi penambah wawasan
terutama mengenai kondisi perdagangan lada putih di pasar internasional.
3. Pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi yang bermanfaat, masukan, dan pertimbangan
untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Dalam penelitian ini dibatasi untuk komoditi lada putih, karena Indonesia
merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar di dunia.
2. Penawaran ekspor lada putih Indonesia dalam penelitian ini dibatasi yaitu
hanya ditujukan ke Amerika Serikat dan Belanda.
3. Penelitian ini juga memasukkan penawaran ekspor lada putih negara
pesaing utama Indonesia, yaitu Malaysia dan Brazilia di karenakan jumlah
penawaran lada putih dunia juga dipengaruhi oleh ekspor lada putih negara
pesaing sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi penawaran
ekspor lada putih Indonesia.
4. Permintaan impor dalam penelitian ini di batasi hanya Amerika Serikat
dan Belanda saja
5. Harga yang dikaji dalam penelitian ini hanya harga lada putih di pasar
Internasional, harga ekspor lada putih Indonesia dan harga lada putih
domestik Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Lada
Tanaman lada (Piper nigrum L) berasal dari daerah barat Ghat, India lalu
menyebar ke berbagai negara di Asia termasuk Indonesia. Lada merupakan
tanaman yang tumbuh merambat pada sebuah tajar yang mati atau hidup.
Tanaman ini sangat baik ditanam didaerah beriklim tropis dengan lahan yang agak
miring, subur, dan gembur serta mendapat sinar matahari yang cukup. Lada
merupakan salah satu dari bahan rempah-rempah yang memiliki harga sangat
tinggi. Nilai tinggi inilah menyebabkan bangsa Portugis pada tahun 1948 datang
ke Asia dan mulai menguasai perdagangan rempah di India (Widyastuti, 2005).
Penyebaran lada di Indonesia pertama kali dilakukan oleh para koloni
Hindu yang sedang melakukan perjalanan dalam misi penyebaran agamanya.
Sebelum perang dunia kedua Indonesia merupakan negara produsen utama di
dunia dengan produksi sekitar 69 persen produksi lada dunia, disusul India dan
Malaysia. Namun banyak kebun lada rusak dan terlantar atau diganti untuk
penanaman bahan makanan selama perang dan selama pendudukan Jepang.
Kemerosotan produksi lada Indonesia telah mendorong negara-negara lain untuk
meningkatkan produksi ladanya untuk memenuhi kebutuhan pasaran dunia seperti
India, Malaysia, Srilanka dan Brazil berhasil memperbesar produksi dan
ekspornya (Siswoputranto, 1976).
Rismunandar (1990) mengatakan bahwa perkembangan lada sejak awal
abad 19 hingga lahirnya Orde Baru di Indonesia mengalami pasang surut, sebagai
akibat dari gejolak perang maupun harga lada di dunia. Sejak tahun 1929 produksi
lada berpusat di Lampung dan Bangka dengan ekspornya dalam tahun 1931
sebanyak 25,000 ton dan 27,000 ton untuk tahun 1937 dan dinyatakan bahwa
harga lada yang tinggi terjadi dalam periode 1925-1930 sehingga pada tahun
tersebut merupakan pendorong utama bagi perluasan lada di kedua daerah
tersebut. Selain yang dihasilkan di daerah Lampung dan Bangka, sebagian
produksi lada di Indonesia diperoleh dari daerah-daerah Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat dan Jawa Barat yang
umumnya merupakan usaha petani rakyat, kecuali kebun-kebun yang terdapat di
daerah Bangka.
2.2 Jenis dan Pengolahan Lada
Lada termasuk jenis rempah-rempah yang banyak diperdagangkan dunia
dan sangat diperlukan baik di negara-negara produsen sendiri maupun di negara-
negara pengimpor. Lada diperlukan untuk industri makanan, industri obat-obatan
dan sebagainya. Menurut Rismunandar (1990), lada diperoleh dari buah tanaman
lada (Piper nigrum) yang dapat dibedakan menjadi lada hitam dan lada putih.
Kualitas lada hitam dan putih ditentukan oleh beberapa faktor, seperti jenis lada,
cara pemetikan buah, cara pengolahannya hingga penyimpanan hasil akhir.
Lada putih berasal dari buah lada yang dipetik pada saat matang penuh,
kemudian dilepaskan kulitnya dengan cara merendam dalam air yang mengalir
lalu dikeringkan dipanas matahari. Berbeda dengan lada hitam yang dipetik pada
saat matang petik (kulit masih hijau) dan langsung dijemur tanpa direndam
terlebih dahulu (Siswoputranto, 1976).
Sampai saat ini Indonesia terkenal dengan Lampong Black Pepper dan
Muntok White Pepper. Lada putih dihasilkan terutama daerah Bangka sedangkan
lada hitam terutama dihasilkan didaerah Lampung. pada saat ini hasil tanaman
lada diseluruh dunia diperjualbelikan dalam bentuk lada putih, lada hitam, buah
lada hijau yang dikeringkan, buah lada hijau yang di canning, lada bubuk, minyak
atsiri dan oleoresin ( Rismunandar, 1990 ).
2.3 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu
penelitian mengenai lada serta penelitian yang menggunakan model ekonometrika
dalam bentuk persamaan simultan yang diduga dengan metode Two Stage Least
Square (2SLS). Penelitian mengenai lada yang dilakukan oleh Malau (1998)
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
ekspor lada Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa
perkembangan ekspor lada Indonesia selama 25 tahun dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran lada Indonesia di pasar Internasional. Penelitian
tersebut diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa dan dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan volume ekspor rata-rata dan nilai rata-rata
pertahun terbesar adalah pasar Asia-Afrika-Pasifik yaitu 35,03 dan 35,07 persen.
Sedangkan pangsa volume ekspor dan nilai ekspor lada Indonesia terhadap
volume dan nilai total lada Indonesia terbesar adalah pasar Amerika yaitu sebesar
39,93 dan 38,12 persen. Pada pasar Amerika peubah yang berpengaruh nyata
terhadap volume ekspor lada Indonesia adalah harga domestik lada Indonesia dan
peubah volume ekspor lada negara non Indonesia. Pada pasar Eropa, produksi
domestik lada Indonesia berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada
Indonesia.
Nugroho (2004) bertujuan untuk melihat struktur pasar lada dunia dan
faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap ekspor lada Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis yang menggunakan Indeks Herfindahl dan Indeks
Pangsa Pasar Absolut (AII), maka struktur pasar yang dihadapi oleh ekspor lada
Indonesia baik lada putih maupun lada hitam adalah pasar oligopoli. Sementara
untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya harga
ekspor lada Indonesia digunakan analisis Regresi Berganda dan dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh cukup signifikan terhadap
harga ekspor lada putih Indonesia adalah volume impor lada dunia, nilai tukar
dollar Amerika Serikat terhadap rupiah, harga ekspor lada satu periode
sebelumnya dan harga lada putih dunia di pusat perdagangan Eropa. Sedangkan
untuk faktor-faktor yang berpengaruh cukup signifikan terhadap harga ekspor lada
hitam Indonesia adalah volume ekspor lada hitam Indonesia, volume ekspor lada
dunia dari negara-negara produsen utama selain Indonesia, volume impor lada
dunia dan harga lada hitam dunia di pusat perdagangan New York.
Widyastuti ( 2005) menganalisis perdagangan lada hitam Indonesia dan
Amerika Serikat. Penelitian tersebut menggunakan metode Two Stages Least
Square (2SLS) yang dibentuk menjadi enam persamaan dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa: a) Penawaran ekspor lada hitam Indonesia secara
keseluruhan dipengaruhi oleh total produksi lada hitam Indonesia, ekspor lada
hitam Indonesia ke Amerika Serikat, rasio harga ekspor riil lada hitam Indonesia
pada tahun sebelumnya serta peubah dummy untuk nilai tukar, b) Ekspor lada
hitam Indonesia ke Amerika Serikat dipengaruhi oleh rasio total ekspor lada hitam
Indonesia, rasio harga riil lada hitam domestik Indonesia, rasio harga riil lada
hitam dunia, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pada tahun
sebelumnya, dummy untuk nilai tukar dan ekspor lada hitam Indonesia ke
Amerika Serikat pada tahun sebelumnya, c) Permintaan impor lada hitam
Amerika Serikat dipengaruhi secara nyata oleh rasio harga impor riil lada hitam
Amerika Serikat, nilai tukar riil dollar Amerika Serikat terhadap rupiah pada
tahun sebelumnya dan dummy untuk nilai tukar, d) Harga riil lada hitam domestik
Indonesia dipengaruhi oleh harga riil lada putih domestik Indonesia, nilai tukar
rupiah terhadap Amerika Serikat pada tahun sebelumnya, dummy untuk nilai tukar
dan lag dari peubah endogen, e) Harga riil ekspor lada hitam Indonesia
dipengaruhi oleh rasio harga riil lada hitam dunia, dummy untuk nilai tukar serta
harga riil ekspor lada hitam Indonesia pada tahun sebelumnya, f) harga riil lada
hitam dunia dipengaruhi oleh ekspor lada hitam dunia, impor lada hitam dunia
dan harga riil lada hitam dunia pada tahun sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Pitaningrum (2005) berjudul analisis
penawaran dan permintaan udang di pasar internasional. Berdasarkan analisis
yang menggunakan tiga belas persamaan struktural dan diduga dengan metode
Two Stages Least Square (2SLS). Penelitian ini menggunakan negara Jepang dan
Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor, Thailand dan China sebagai negara
pesaing. Hasil penelitian didapatkan kesimpulan: a) Penawaran ekspor Indonesia
ke Jepang, peubah bedakala satu tahun dan peubah harga riil ekspor yang
berpengaruh nyata, sedangkan untuk pasar Amerika Serikat hanya peubah
bedakala satu tahun saja yang berpengaruh nyata, b) Penawaran ekspor Thailand
ke Jepang dan Amerika Serikat yang berpengaruh nyata adalah peubah riil ekspor,
nilai tukar riil bath ke dollar Amerika Serikat , produksi udang Thailand dan
peubah bedakala setahun, c) Penawaran ekspor China ke pasar Jepang dan
Amerika Serikat mempunyai peubah penjelas yang sama diantaranya adalah
peubah produksi udang China, harga riil ekspor udang China, nilai tukar yuan
terhadap dollar Amerika dan peubah bedakala satu tahun, d) Permintaan impor
udang Jepang dan Amerika Serikat di pengaruhi oleh peubah penjelas yang sama
yaitu pendapatan perkapita dan harga riil udang dunia, e) Harga riil ekspor udang
Indonesia dipengaruhi oleh semua peubah penjelas, f) Harga riil ekspor Thailand
dan China sama-sama dipengaruhi oleh peubah nilai tukar mata uang negaranya
terhadap dollar Amerika Serikat dan yang terakhir untuk harga riil domestik
udang Indonesia dipengaruhi oleh harga riil ekspor udang Indonesia, nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, penawaran domestik udang Indonesia dan
peubah bedakala satu tahun.
Penelitian yang membahas lada putih secara khusus terutama mengenai
penawaran dan permintaannya belum pernah dilakukan. Berdasarkan gambaran di
atas dapat diketahui bahwa hasil-hasil penelitian terdahulu lebih membahas pada
lada secara keseluruhan dan lada hitam saja. Dalam penelitian ini terdapat
beberapa bahan skripsi yang menggunakan persamaan serupa namun arah
penelitian yang dilakukan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Pitaningrum
(2005) bertujuan untuk melihat kondisi perdagangan udang di pasar internasional.
Berbeda dengan penelitian ini yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh
dari adanya penawaran ekspor lada putih Indonesia di pasar internasional serta
melihat permintaan dari negara pengimpor lada putih terbesar dunia yang di
arahkan bagi pengembangan lada putih Indonesia. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Teori Perdagangan Internasional menganalisa tentang dasar-dasar
terjadinya perdagangan antar negara, arus barang dan jasa, kebijakan yang
diarahkan pada pengaturan arus perdagangan serta pengaruhnya terhadap
kesejahteraan negara-negara yang terlibat. Teori perdagangan internasional juga
menunjukkan keuntungan yang dapat diperoleh masing-masing negara dengan
adanya perdagangan internasional (Salvatore, 1997).
Menurut Gonarsyah dalam Bondar (2007), ada beberapa faktor yang
mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara
dengan negara lain, yaitu keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi
ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, tidak semua
negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakat, serta akibat adanya
perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu.
Teorema Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa sebuah negara akan
mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi
yang relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan
ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang
relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).
Proses perdagangan internasional yang timbul sebagai akibat perbedaan
tersebut, juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan antara permintaan dan
penawaran di setiap negara. Kelebihan permintaan domestik (excess demand)
terhadap penawaran domestik akan mendorong suatu negara untuk melakukan
permintaan impor, sedangkan kelebihan penawaran (excess supply) terhadap
permintaan domestik akan mendorong suatu negara untuk melakukan penawaran
ekspor.
Salvatore (1997), menggambarkan penawaran dan permintaan antar dua
negara berikut harga yang terbentuk dengan adanya perdagangan tersebut yang
dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagai contoh, untuk kasus dua negara dengan
komoditi lada, dimana kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C masing-
masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi
lada dinegara 1 dan negara 2. Tanpa adanya perdagangan internasional, negara 1
akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif
komoditi lada sebesar P1, sedangkan negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi
dititik A’ berdasarkan harga relatif P3. Dengan asumsi bahwa sebelum terjadinya
perdagangan internasional, harga domestik untuk komoditi lada dinegara 1 relatif
lebih murah dibandingkan dengan harga domestik dinegara 2.
Jika produsen di negara 1 berproduksi lebih banyak daripada tingkat
permintaan domestiknya, maka akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply)
sebesar BE, sedangkan jika negara 2 mengalami peningkatan permintaan sehingga
tingkatnya lebih tinggi daripada produksi domestiknya sebesar B’E’ menyebabkan
terjadinya kelebihan permintaan (excess demand).
Apabila kemudian terbuka hubungan antara negara 1 dan negara 2, maka
akan timbul perdagangan antar kedua negara tersebut. Dalam hubungan
perdagangan ini diasumsikan biaya transportasi dan pajak adalah nol. Kelebihan
produksi negara 1 selanjutnya akan diekspor kenegara 2 dan negara 2 akan
mengimpor kekurangan kebutuhannya dari negara 1, selanjutnya panel B
menunjukkan kuantitas impor yang diminta oleh negara 2 sama dengan kuantitas
ekspor lada yang ditawarkan oleh negara 1. Hal tersebut diperlihatkan oleh
perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah lada diperdagangkan diantara
kedua negara. Dengan demikian, keseimbangan di pasar internasional terjadi pada
titik E*, sehingga P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi lada
setelah perdagangan internasional berlangsung.
Panel A Panel B Panel C
PX/PY PX/PY PX/PY SX
SX
P3 S A’
P2- - - -- B - - - - - - - E - - - - - - - - - - - - - - - - - - E*- - - - - - - - - -B’- - -- E’
P1- - - - - - A - - - - - - - - - - - - D DX
DX
0 X 0 X 0 X
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional (Salvatore, 1997)
Teori Nilai Tukar Menurut Mankiw (2003), kurs (exchange rate) antara dua negara adalah
tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan. Kurs dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil.
Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil
adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan
tingkat dimana suatu negara bisa memperdagangkan barang-barangnya untuk
barang-barang dari negara lain.
Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing
negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah, harga barang-barang luar
negeri relatif lebih mahal dan harga barang-barang domestik relatif lebih murah,
dan dapat diartikan apabila kurs riil tinggi maka barang-barang domestik akan
relatif lebih mahal terhadap barang-barang luar negeri, sebagai akibatnya
penduduk domestik lebih berkeinginan untuk mengkonsumsi barang-barang
impor dan orang asing akan sedikit membeli barang kita (Mankiw, 2003). Dengan
demikian, terdepresiasi atau terapresiasinya mata uang domestik terhadap mata
uang asing dapat mempengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan serta
bertambah mahal atau murahnya suatu komoditas ekspor dipasar internasional.
3.1.3 Teori Penawaran Ekspor
Penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditi yang bersedia
ditawarkan oleh produsen pada suatu pasar dan tingkat harga serta waktu tertentu.
Lebih lanjut dikatakan bahwa antara harga dan jumlah komoditi yang akan
ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama,
yaitu jika harga naik maka jumlah yang ditawarkan akan meningkat dan
sebaliknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi secara
umum adalah harga komoditi yang bersangkutan, harga masukannya, harga faktor
produksi, penggunaan teknologi dan tujuan perusahaan (Lipsey, 1995).
Penawaran ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik
atau produksi barang atau jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen dari negara
yang bersangkutan atau tidak disimpan dalam bentuk stok. Dengan pengertian ini
maka ekspor lada dapat didefinisikan sebagai berikut :
Xt = Qt – Ct + St
Dimana : Xt : jumlah ekspor lada putih pada tahun ke-t
Qt : jumlah produksi lada putih pada tahun ke-t
Ct : jumlah konsumsi lada putih pada tahun ke-t
St : jumlah stok awal tahun lada putih pada tahun ke-t
Ekspor yang dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk memperoleh
pendapatan yang lebih baik, sehingga faktor tingkat harga dan nilai tukar mata
uang suatu negara akan sangat mempengaruhi tingkat ekspornya. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa dengan adanya perubahan nilai tukar akan menyebabkan
perubahan kurva penawaran harga negara pengekspor. Selain itu berbagai
kebijakan pemerintah maupun internasional dan juga seperti hambatan tarif dan
non tarif dalam penelitian ini diasumsikan sama dengan nol. Dengan demikian,
maka fungsi penawaran ekspor lada suatu negara dapat ditulis sebagai berikut :
Xt = f (Pt, Qt, ERt, Xt-1)
Dimana : Pt : Harga ekspor lada putih pada tahun ke-t
Qt : jumlah produksi lada putih pada tahun ke-t
ERt : Nilai tukar mata uang asing pada tahun ke-t
Xt-1 : Jumlah ekspor lada putih satu tahun sebelumnya
3.1.4 Teori Permintaan Impor
Permintaan impor terjadi apabila terdapat kelebihan permintaan domestik
terhadap penawaran domestik sehingga permintaan impor suatu negara
merupakan selisih antara konsumsi domestik dengan produksi domestik dan sisa
stok pada tahun lalu. Dengan demikian permintaan impor lada suatu negara dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Mt = Ct – Qt – St-1
Dimana : Mt : Jumlah impor lada putih pada tahun ke-t
Ct : Jumlah konsumsi lada putih pada tahun ke-t
Qt : Jumlah Produksi lada putih pada tahun ke-t
St-1 : Jumlah stok lada putih satu tahun sebelumnya
Menurut Lindert (1995), sisi permintaan dari setiap pasar ditentukan oleh
selera dan pendapatan konsumen, kendala selera dan pendapatan ini menentukan
bagaimana kuantitas barang yang diminta akan bereaksi terhadap perubahan
harga. Besarnya konsumsi suatu komoditi menggambarkan berapa utilitas yang
didapat oleh konsumen, dengan demikian pola permintaan impor dapat diturunkan
dari fungsi konsumsi, sementara fungsi konsumsi pada dasarnya dapat diturunkan
dari fungsi utilitas. Dari syarat maksimisasi utilitas dengan kendala pendapatan
dan tingkat harga tertentu, fungsi konsumsi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ct = f (Yt, PMt)
Dimana : Ct : Konsumsi negara pengimpor pada tahun ke-t
Yt : Pendapatan negara pengimpor pada tahun ke-t
PMt : Harga impor lada putih pada tahun ke-t
Permintaan impor juga dapat dipengaruhi oleh harga komoditi substitusi
impor, jumlah impor lada putih setahun sebelumnya dan sebagainya. Dengan
demikian fungsi permintaan impor dapat dirumuskan sebagai berikut :
Mt = f (PMt, Yt, PSt, Mt-1)
Dimana : PSt : Harga Lada hitam komoditi substitusi lada putih pada
tahun ke-t
Mt-1 : Jumlah impor lada putih setahun sebelumnya
3.1.5 Konsep Pembentukkan Harga Lada
Salvatore, 1997 mengatakan bahwa harga terbentuk karena adanya
perpotongan antara kurva tawar menawar antara kedua negara yang terlibat dalam
perdagangan, sehingga harga relatif menggambarkan kuantitas impor yang
diinginkan sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan. Dengan demikian,
harga lada dunia sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi
perubahan permintaan impor, perubahan penawaran ekspor atau karena pengaruh
kedua-duanya secara bersama-sama. Selain kedua faktor tersebut, yang dapat
mempengaruhi harga lada dunia adalah harga lada pada tahun sebelumnya secara
fungsional persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
PWt = f (XWt, MWt, PWt-1)
Dimana : PWt : Harga lada putih dunia dipasar dunia pada tahun ket
XWt : Jumlah ekspor negara produsen lada putih pada tahun ke-t
MWt : Jumlah impor negara konsumen lada putih pada tahun ke-t
PWt-1 : Harga lada putih dunia pada tahun sebelumnya
Menurut Pitaningrum (2005), kekuatan mekanisme harga dipasar
internasional dapat mempengaruhi mekanisme pasar domestik dan sebaliknya.
Dengan demikian jika harga suatu komoditi dipasaran internasional mengalami
kenaikan maka akan berdampak terhadap kenaikan harga komoditi tersebut
dipasaran domestik. Dengan kata lain suatu pasar dapat terintegrasi dengan pasar
lainnya jika informasi mudah diperoleh pada masing-masing negara. Dengan
demikian fluktuasi harga pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain.
Hal ini dapat dijadikan sebagai signal dalam mengambil keputusan bagi pelaku-
pelaku ekonomi yang terlibat didalamnya. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruhnya terhadap harga ekspor dan harga domestik Indonesia dapat
dirumuskan persamaan sebagai berikut :
PXIRt = f (PWt, ERt, XIt, PXIRt-1)
PINDOt = f (PXIRt, ERt, SDt, PINDOt-1)
Dimana : PXIRt : Harga ekspor lada putih di NNegara produsen pada tahun ke
ke-t
PWt : Harga lada putih dunia pada tahun ke-t
ERt : Nilai tukar mata uang asing pada tahun ke-t
XIt : Jumlah ekspor lada putih pada tahun ke-t
PINDOt : Harga domestik lada putih Indonesia pada tahun ke-t
SDt : Penawaran lada putih domestik Indonesia pada tahun ke-t 3.1.6 Konsep Persamaan Simultan
Model persamaan melalui pendekatan ekonometrika dibedakan atas
persamaan tunggal dan persamaan simultan. Menurut Gujarati (1978), persamaan
tunggal merupakan persamaan dimana variabel tak bebas (dependent variable)
dinyatakan sebagai fungsi linier dari satu atau lebih variabel bebas (independent
variable), sehingga hubungan sebab akibat antara variabel tak bebas dan variabel
bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan dalam persamaan simultan
variabel tak bebas dari satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang
menjelaskan dalam persamaan lain dalam suatu sistem persamaan sehingga
menggambarkan ketergantungan antara berbagai variabel dalam persamaan
tersebut. Sesuai dengan ruang lingkup penelitian ini yang meliputi banyak
variabel yang saling berpengaruh satu sama lain, maka persamaan ekonometrika
yang digunakan adalah persamaan simultan.
Metode analisis yang digunakan dalam penyelesaian masalah penelitian
dengan menggunakan persamaan simultan, secara teoritis dapat dilakukan melalui
berbagai tahapan. Tahap pertama dalam setiap persamaan yang dibangun,
variabel-variabelnya dispesifikasikan secara linier agar menghasilkan perhitungan
yang sederhana. Variabel-variabel pada model ini dibagi atas dua jenis, yaitu :
1. Variabel endogenous, merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel-
variabel lain yang ada dalam sistem persamaan.
2. Variabel pre-determined, merupakan variabel yang terdiri dari variabel
exogenous dan lagged variabel endogenous dan ditentukan diluar sistem
persamaan.
Tahap selanjutnya dari spesifikasi model adalah melakukan identifikasi
terhadap hasil spesifikasi model, maka akan diketahui apakah suatu persamaan
simultan tersebut dapat diidentifikasikan (identified) atau tidak dapat
diidentifikasikan (unidentified). Suatu persamaan dapat berada dalam salah satu
kondisi identifikasi berikut :
1. Underidentified.
Suatu sistem persamaan dikatakan under identified apabila terlalu sedikit
informasi yang digunakan sehingga tidak dapat disimpulkan dan teknik
ekonometrika tidak dapat diterapkan untuk menduga semua parameternya.
2. Exactly identified
Suatu persamaan dapat tepat teridentifikasikan apabila adanya variabel atau
informasi tambahan yang dapat membedakan persamaan-persamaan
tersebut. Jika persamaan exactly identified metode yang sesuai untuk
estimasi adalah Indirect Least Square (ILS).
3. Over identified
Adanya penambahan variabel/informasi yang terlalu berlebih sehingga
persamaan tersebut menjadi terlalu diidentifikasikan. Jika persamaan over
identified maka metode yang dapat digunakan salah satunya adalah Two
Stages Least Square (2SLS).
Menurut Gujarati (1978), suatu kondisi yang perlu dari identifikasi,
dikenal sebagai kondisi ordo (order condition), yang bisa dinyatakan dalam dua
cara berbeda tetapi ekuivalen. Dalam suatu model dari M persamaan simultan,
agar suatu persamaan diidentifikasikan, persamaan tersebut harus tidak
memasukkan sekurang-kurangnya M-1 variabel (endogen maupun yang
ditetapkan terlebih dahulu) yang muncul dalam model. Jika persamaan tadi tidak
memasukkan tepat M-1 variabel, persamaan tadi disebut tepat diidentifikasikan
(exactly identified), tetapi jika persamaan tadi tidak memasukkan lebih dari M-1
variabel persamaan tadi terlalu diidentifikasikan (over identified). Dalam suatu
model dari M persamaan simultan, agar suatu persamaan diidentifikasikan,
banyaknya variabel yang ditetapkan terlebih dahulu yang dikeluarkan dari
persamaan harus tidak kurang dari banyaknya variabel endogen yang dimasukkan
dalam persamaan kurang satu, yaitu :
K-k > m-1
Jika K-k > m-1, persamaan tersebut over identified
K-k = m-1, persamaan tersebut exactly identified
K-k > m-1, persamaan tersebut under identified
K-k < m-1, persamaan tersebut unidentified
Dimana: M = banyaknya variabel endogen dalam model
m = banyaknya variabel endogen dalam suatu persamaan tertentu
K = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam model
k = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam suatu
persamaan tertentu.
Model yang dirumuskan terdiri dari 12 persamaan struktural dan lima
persamaan identitas, dari model struktural diketahui bahwa terdapat 17 peubah
endogen, 14 peubah eksogen dan 12 peubah bedakala. Dengan demikian
spesifikasi model yang akan diduga dalam kondisi over identified, maka
pendugaan dilakukan dengan metode 2SLS. Dikarenakan apabila menggunakan
metode ILS akan memberikan hasil pendugaan yang majemuk sedangkan metode
OLS tidak dapat diterapkan pada sistem persamaan simultan karena akan
memberikan hasil pendugaan yang bias dan tidak konsisten.
Beberapa keuntungan penggunaan metode 2SLS menurut Koutsoyiannis
dalam Mamlukat (2005) antara lain sebagai berikut :
1. Metode ini merupakan metode yang cocok untuk mengestimasi persamaan
simultan yang over identified.
2. Metode ini lebih efisien digunakan dibandingkan 3SLS dalam kondisi
dimana semua persamaan dalam sistem akan diestimasi parameternya.
3. Cocok digunakan dalam jumlah sampel yang sedikit (n=20)
4. Metode ini menghindari estimasi yang bias dan tidak konsisten
dibandingkan penggunaan OLS. Pada saat yang sama juga menghindari
sensitivitas terhadap spesifikasi dan pengukuran yang dapat ditemukan
dalam penggunaan 3SLS.
Alasan lain dipilihnya metode 2SLS ini karena pendugaan setiap
parameternya unik dan penerapannya relatif mudah meskipun dirancang untuk
menangani persamaan yang over identified. Sedangkan kelemahan dari metode
2SLS adalah estimatornya kurang efisien dibandingkan estimator 3SLS. Metode
ini bekerja dengan kurang baik jika koefisien determinasi (R2) pada tahap
pertama estimasi terlalu kecil atau mendekati nol (Pitaningrum, 2005).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor lada putih terbesar
di dunia, sehingga lada putih dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian
Indonesia. Namun dalam pengembangannya, lada putih dihadapkan pada produksi
yang berfluktuasi yang berdampak pada berfluktuasinya jumlah ekspor lada putih
Indonesia. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu diberlakukannya kebijakan
dalam persyaratan mutu lada yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor.
Oleh karena itu komoditi lada putih Indonesia selama ini sebanyak 60
persen ditujukan ke pasar Singapura yang mereekspor produk lada putihnya.
Ekspor lada putih Indonesia ke pasar Singapura ini mengakibatkan
ketergantungan pasar ekspor lada putih dan akan mengganggu industri lada putih
nasional dikarenakan Singapura menjadi lebih dapat menentukan harga ekspor
yang terus dapat berakibat pada harga domestik Indonesia. Untuk menghindari
ketergantungan ekspor lada putih Indonesia tersebut, maka perlu adanya
pengembangan pasar ke negara lain seperti Amerika Serikat dan Belanda. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa Amerika Serikat dan Belanda menempati
urutan sebagai negara pengimpor lada putih terbesar setelah Singapura, sehingga
hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen lada putih Indonesia untuk lebih
meningkatkan ekspor lada putih ke negara-negara tersebut. Selain itu juga
Indonesia pada saat ini menghadapi persaingan dengan negara produsen lada putih
lainnya, sehingga dapat mengancam menurunkan ekspor lada putih Indonesia.
Untuk melihat penawaran ekspor lada putih maka yang dipilih menjadi negara
pesaing Indonesia adalah Brazil dan Malaysia.
Untuk menganalisa hal tersebut maka dibentuk 12 persamaan struktural
dan lima persamaan identitas, sehingga model analisis yang digunakan adalah
analisis persamaan simultan. Metode ini digunakan karena peubah endogen dalam
suatu persamaan dapat menjadi peubah eksogen dalam persamaan yang lain,
sehingga metode tersebut sangat cocok untuk menyelesaikan persamaan diatas.
Model analisis tersebut diduga dengan menggunakan metode 2SLS. Kemudian
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil
kebijakan dalam upaya pengembangan ekspor komoditas lada putih Indonesia.
Secara skematis kerangka pemikiran operasional tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Penawaran ekspor lada putih Indonesia: Meningkatnya tingkat persaingan
ekspor lada putih dengan negara produsen lainnya
Berfluktuasinya produksi lada putih Indonesia
Lada Putih Indonesia
Permintaan impor lada putih: Diberlakukannya standarisasi mutu lada putih
Indonesia Ketergantungan pasar lada putih Indonesia ke
Singapura yang berakibat pada harga ekspor dan harga domestik Indonesia
Persamaan simultan melalui metode Two Stages Least Square (2 SLS)
Pengembangan ekspor komoditas lada putih Indonesia
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa deret waktu (time series). Data tersebut meliputi data tahunan selama dua
puluh lima tahun (1982-2006). Data yang dikumpulkan adalah data ekspor lada
putih Indonesia ke Amerika Serikat dan Belanda, data ekspor lada putih Malaysia
ke Amerika Serikat dan Belanda, data ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat
dan Belanda, data impor lada putih Amerika Serikat dan Belanda, harga ekspor
masing-masing negara produsen, harga lada putih di pusat perdagangan New
York dan London, harga domestik Indonesia, dan nilai tukar yang dapat di lihat
pada Lampiran 1. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan (Puslitbangbun), International Pepper Community (IPC), Bank
Indonesia serta instansi lain yang terkait dengan topik penelitian. Untuk
melengkapi data-data yang diperlukan maka digunakan berbagai literatur yang
telah di publikasikan baik cetak maupun elektronik.
4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode
deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan perdagangan lada putih
Indonesia dan negara-negara pesaing. Metode kuantitatif yang digunakan adalah
persamaan simultan dengan metode Two Stages Least Squares (2SLS) dengan
menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12.
4.3 Spesifikasi Model
Model ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu model
persamaan simultan atau model persamaan banyak adalah suatu model yang
memiliki lebih dari satu persamaan dimana ada hubungan dua arah atau simultan,
yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai peubah dalam
persamaan-persamaan tersebut (Gujarati, 1978). Berdasarkan uraian diatas, maka
dirumuskan suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap
permasalahan dan tujuan penelitian. Gambar 3. menunjukkan keterkaitan
hubungan peubah dalam model.
Keterangan : = peubah endogen = pe = peubah eksogen
X Indonesia Kenegara lainnya
Total x lada putih Indonesia
lag x Ind ke AS
X Ind ke As
Prod. Lada putih Ind.
X Ind ke Belanda
Lag x Ind ke
Belanda
Nilai tukar Rp
Px lada putih Ind
Pdom lada putih Ind
Penawaran lada putih dom Ind
Lag x Malaysia ke
AS
X Malaysia ke AS
Prod lada pth Malaysia X Malaysia
ke neg lain
Tot x Malaysia
Harga x lada pth Malaysia
Nilai Tukar ringgit
lag Px Ind
Lag Pdom Lada Putih Ind
Total x Brazil
X Brazil ke neg. lain
X brazil ke AS
Prod lada pth Brazil
X Brazil ke Belanda
Lag X Brazil ke Belanda
Nilai tukar Reais
Lag X Brazil Ke AS Total x lada pth
DuniaHarga lada pth
dunia
Impor lada pth negara lain Total Impor dunia
Lag impor AS Impor AS
Harga lada hitam As GDP AS
Impor BelandaLag impor Belanda
Harga lada hitam Belanda
GDP Belanda
Harga x lada pth Brazil
X Malaysia ke Belanda
Lag X Malaysia ke Belanda
4.4 Model dan Definisi Operasional Peubah
4.4.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia
Penawaran ekspor lada putih Indonesia diestimasi menurut negara tujuan
ekspor yaitu Amerika Serikat dan Belanda. Hal ini mengingat bahwa Amerika
Serikat dan Belanda merupakan negara terbesar pengimpor lada putih terbesar
dari Indonesia serta berpotensi terhadap peningkatan ekspor lada putih Indonesia.
Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap penawaran ekspor lada putih
Indonesia ke negara-negara tujuan adalah harga riil ekspor lada putih, produksi
lada putih Indonesia, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat,
penawaran ekspor lada putih negara pesaing ke masing-masing negara tujuan
ekspor serta volume ekspor lada putih Indonesia pada tahun sebelumnya. Model
persamaan ekspor lada putih Indonesia ke kedua negara tujuan ekspor utama dapat
ditulis sebagai berikut:
XIAt = a0 +a1 PXIRt +a2 QIt +a3 ERIAt +a4 XMAt +a5 XBAt +a6 XIAt-1 +U1 . . . (1)
XINt = b0 +b1 PXIRt +b2 QIt+b3 ERIAt +b4 XMNt +b5 XBNt +b6XINt-1 +U2 . . . (2)
Dimana:
XIAt = Volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat pada
tahun ke-t (000 kg)
XINt = Volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda pada tahun
ke-t (000 kg)
PXIRt = Harga riil ekspor lada putih Indonesia tahun ke-t(US$/kg)
QIt = Produksi lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg)
ERIAt = Nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tahun
ke-t (Rp/US$)
XMAt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat pada
tahun ke-t (000 kg)
XBAt = Volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat pada tahun
ke-t (000 kg)
XMNt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda pada tahun ke-t
(000 kg)
XBNt = Volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada tahun ke-t
(000 kg)
XIAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Amerika
Serikat
XINt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Belanda
Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah a1,a2,a3,a4,a5,b1,b2,b3,b4,b5 >0 dan
0< a6,b6<1
Total penawaran ekspor lada putih Indonesia merupakan penjumlahan dari
jumlah penawaran ekspor ke negara Amerika Serikat, Belanda dan ekspor ke
negara-negara lainnya, yang akan ditulis menjadi persamaan berikut :
XIt = XIAt + XINt +XILt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)
Dimana : XIt = Total ekspor lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg)
XILt = Ekspor lada putih Indonesia kenegara lainnya pada tahun
ke-t (000 kg)
4.4.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Pesaing
Dalam melakukan ekspor lada putih ke negara tujuan, Indonesia
menghadapi beberapa pesaing diantaranya adalah Malaysia dan Brazil. Kedua
negara tersebut dipilih karena merupakan negara pengekspor lada putih terbesar di
dunia dan diduga akan berpengaruh terhadap volume ekspor lada putih Indonesia
ke masing-masing negara tujuan ekspor. Peubah-peubah yang berpengaruh
terhadap volume ekspor kedua negara pesaing itu sendiri yaitu harga ekspor lada
putih, produksi, nilai tukar serta peubah penawaran ekspor satu tahun sebelumnya.
Dengan demikian persamaan penawaran ekspor lada putih dari negara Malaysia
dan Brazil adalah sebagai berikut :
Penawaran ekspor lada putih negara Malaysia adalah:
XMAt = c0 +c1 PXMRt + c 2 QM t + c 3 ERMA t + c4 XMA t-1 + U3 . . . . . . . . . (4)
XMNt = d0 +d1 PXMRt + d 2 QMt + d 3 ERMA t + d4 XMN t-1 + U4 . . . . . . . . . (5)
Dimana:
XMAt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat pada
tahun ke-t (000 kg)
XMNt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda pada tahun ke-t
(000 kg)
PXMRt = Harga riil ekspor lada putih Malaysia tahun ke-t(US$/kg)
QMt = Produksi lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg)
ERMAt = Nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t
(rm/US$)
XMAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Amerika
Serikat
XMNt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Belanda
Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah c1,c2,c3,d1,d2,d3 >0 dan
0< c4,d4<1
Penawaran ekspor lada putih negara Brazil adalah
XBAt = e0 +e1 PXBRt + e 2 QB t + e 3 ERBA t + e4 XBA t-1 + U5. . . . . . . . . . . .(6)
XBNt = f0 +f1 PXBRt + f2 QB t + f 3 ERBA t + f4 XBN t-1 + U6.. . . . . . . . . . . . .(7)
Dimana:
XBAt = Volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat pada tahun
ke-t (000 kg)
XBNt = Volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada tahun ke-t
(000 kg)
PXBRt = Harga riil ekspor lada putih Brazil tahun ke-t(US$/kg)
QBt = Produksi lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
ERBAt = Nilai tukar riil reais terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t
(Reais/US$)
XBAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Brazil ke Amerika
Serikat
XBNt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Brazil ke Belanda
Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah e1,e2,e3,f1,f2,f3 >0 dan
0< e4,f4>1
Total penawaran ekspor negara pesaing adalah penjumlahan dari jumlah
penawaran ekspor negara-negara pesaing ke Amerika Serikat dan Belanda serta
sisa ekspor ke negara-negara lainnya. Persamaan total ekspor lada putih dari
negara-negara pesaing dapat didefinisikan sebagai berikut :
XMt = XMAt + XMNt +XMLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (8)
XBt = XBAt + XBNt + XBLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(9)
Dimana : XMt = Total ekspor lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg)
XBt = Total ekspor lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
XMLt = Ekspor lada putih Malaysia ke negara lainnya tahun ke-t
(000 kg)
XBLt = Ekspor lada putih Brazil ke negara lainnya tahun ke-t
(000 kg )
Dengan demikian ekspor lada putih dunia diwakili oleh perilaku
penawaran negara-negara pengekspor lada putih dunia seperti Indonesia, Malaysia
dan Brazil. Peubah-peubah yang diduga berpengaruh nyata terhadap penawaran
ekspor lada putih dunia adalah jumlah ekspor lada putih dari Indonesia, jumlah
ekspor lada putih Malaysia, jumlah ekspor lada putih Brazil serta jumlah ekspor
lada putih negara lainnya. Sehingga persamaannya menjadi :
XWt = XIt + XMt + XBt + XWLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(10)
Dimana : XWt = Total ekspor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
XWLt = Volume ekspor lada putih negara lainnya pada tahun ke-t
(000 kg) 4.4.3 Permintaan Impor Lada Putih
Permintaan lada putih dalam penelitian ini hanya meliputi negara Amerika
Serikat dan Belanda yang merupakan negara pengimpor lada putih terbesar dunia,
sedangkan negara lainnya dianggap sebagai sisa dunia dan bersifat eksogenous.
Peubah- peubah yang diduga dapat mempengaruhi permintaan impor lada putih
ialah harga riil lada putih dunia yang berlaku di pusat perdagangan NewYork
untuk Amerika, harga riil lada putih dunia yang berlaku di pusat perdagangan
London untuk Belanda, harga riil lada hitam di kedua pusat perdagangan sebagai
komoditi substitusi, GDP riil per kapita dan volume impor lada putih negara
pengimpor satu tahun sebelumnya. Persamaan permintaan impor untuk kedua
negara tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
MAt = go + g1 PLPAt + g2 PLHAt + g3 YAt + g4 MAt-1 + U7 . . . . . . . . . . . . . . .(11)
MNt = ho + h1 PLPBt + h2 PLHBt + h3 YNt + h4 MNt-1 + U8 . . . . . . . . . . . . . . . (12)
Dimana :
MAt = Volume impor lada putih Amerika Serikat pada tahun ke-t
(000 kg)
MNt = Volume impor lada putih Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
PLPAt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan NewYork pada
tahun ke-t (US $/ kg)
PLPBt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan London pada
tahun ke-t (US $/ kg)
PLHAt = Harga riil lada hitam di pusat perdagangan New York
pada tahun ke-t (US $ / kg)
PLHBt = Harga riil lada hitam di pusat perdagangan London pada
tahun ke-t (US $ / kg)
YAt = Pendapatan perkapita Amerika Serikat pada tahun ke-t (juta US$)
YNt = Pendapatan perkapita Belanda pada tahun ke-t (juta gulden)
MAt-1 = Peubah bedakala dari volume impor lada putih Amerika Serikat
MNt-1 = Peubah bedakala dari volume impor lada putih Belanda
Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah g1,h1 < 0 ; g2,g3,h2,h3>0 dan
0<g4,h4<1
Dengan demikian total impor lada putih dunia dapat didefinisikan sebagai
berikut:
MWt = MAt + MNt + MWLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (13)
Dimana : MWt = Total impor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
MLt = Volume impor negara lainnya pada tahun ke-t (000 kg) 4.4.4 Harga Lada Putih di Pasar Internasional
Harga lada putih dunia akan sangat dipengaruhi oleh penawaran ekspor
dan permintaan impor dikarenakan apabila penawaran lada putih di pasar
internasional tinggi maka harga lada putih dunia akan menjadi murah, begitu pula
sebaliknya apabila permintaan lada putih tinggi maka harga lada putih dunia akan
menjadi lebih mahal. Selain kedua faktor tersebut, yang dapat mempengaruhi
harga lada putih dunia adalah harga lada putih dunia pada tahun sebelumnya.
Harga lada putih dunia yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga lada
putih di pusat perdagangan New York dan London. Secara fungsional
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :
PLPAt = i0+i1 XW t + i2 MWt + i3 PLPAt-1 + U9 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (14)
PLPBt = j0+j1 XW t + j2 MWt + j3 PLPBt-1 + U10 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(15)
Dimana :
PLPAt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan NewYork pada tahun ke-t
(US $/ kg)
PLPBt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan London pada tahun ke-t
(US $/ kg)
XWt = Ekspor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
MWt = Impor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
PLPAt-1 = Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan New York
PLPBt-1 = Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan London
Tanda parameter yang diharapkan i1,,j1<0; i2,j2>0; 0<i3,j3<1 4.4.5 Harga Riil Ekspor dan Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia
Kekuatan harga di pasar internasional akan dapat mempengaruhi harga
ekspor suatu negara yang juga akan berpengaruh pada harga domestik, sehingga
variabel-variabel yang dapat mempengaruhi harga lada putih di pasar
internasional juga dapat mempengaruhi harga ekspor lada putih suatu negara.
Selain itu perkembangan nilai tukar juga sangat menentukan terhadap
pembentukan harga ekspor. Secara teoritis, jika nilai tukar uang suatu negara
terhadap dollar Amerika Serikat melemah maka harga barang domestik suatu
negara akan lebih murah dibandingkan dengan harga barang luar negeri, maka
efek yang terjadi adalah peningkatan ekspor pada komoditi lada putih. Dari
hubungan tersebut maka persamaan harga ekspor lada putih Indonesia adalah
sebagai berikut :
PXIRt = k0 + k1 XI t + k2 ERIAt + k3 PLPAt +k4PLPBt + k5 PXIRt-1 + U11 . . . . . (16)
Dimana : PXIRt = Harga ekspor riil lada putih Indonesia pada tahun ke-t
(000 US$/kg)
PXIRt-1 = Peubah bedakala harga ekspor riil lada putih Indonesia
Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah k1< 0 ; k2,k3,k4>0 dan 0<k5<1
Dengan demikian harga domestik lada putih Indonesia adalah sebagai
berikut:
PINDOt = l0+ l1 PXIRt + l2 ERIAt + l3 SDt +l4 PINDOt-1 + U12 . . . . . . . . . . . . . . (17)
Dimana :PINDOt = Harga lada putih riil di pasar domestik pada tahun ke-t
( Rp/ kg)
SDt = Penawaran lada putih domestik pada tahun ke-t (000 kg)
PINDOt-1 = Peubah bedakala harga lada putih riil di pasar domestik
Tanda parameter yang diharapkan adalah l1, l2 > 0 ; l3 < 0 dan 0 < l4 < 1 4.5 Identifikasi Model Untuk menentukan model yang akan digunakan dalam bentuk persamaan
simultan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah dengan identifikasi model.
Suatu persamaan dapat teridentifikasi bila memenuhi syarat kondisi order dan
kondisi rank. Dua kondisi ini dapat dianggap sebagai syarat perlu dan syarat
cukup untuk identifikasi. Rumus identifikasi model struktural menurut order
condition adalah :
K-k > m-1
Jika K-k > m-1, persamaan tersebut over identified
K-k = m-1, persamaan tersebut exactly identified
K-k > m-1, persamaan tersebut under identified
K-k < m-1, persamaan tersebut unidentified
Dimana : m = banyaknya variabel endogen dalam suatu persamaan tertentu
K = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam model
k = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam suatu
persamaan tertentu.
Model yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 12 persamaan
struktural dan lima persamaan identitas yang terdiri dari 17 peubah endogen, 14
peubah eksogen dan 12 peubah endogen beda kala. Berdasarkan kondisi ordo atau
kondisi tingkat identifikasi, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode 2SLS karena termasuk dalam kategori suatu persamaan yang
terlalu diidentifikasi.
4.6 Pengujian Model dan Hipotesis
Pengujian dalam suatu model apakah variabel penjelas secara bersama-
sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel responnya, maka pada setiap
persamaan digunakan uji statistik F. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian
ini adalah :
H0: ai=0; dimana i = 1,2, ..... k
H1: paling sedikit ada satu nilai ai yang tidak sama dengan nol
Uji statistiknya adalah :
Fhit = jumlah kuadrat tengah regresi/k jumlah kuadrat sisa/(n-k-1) jika Fhit > F(α /2;n-k-1), artinya tolak H0
jika Fhit < F(α /2;n-k-1), artinya terima H0
dimana : n = jumlah tahun pengamatan
k = jumlah peubah penjelas
jika H0 ditolak, maka model dugaan dapat digunakan untuk meramalkan
hubungan antara peubah penjelas dengan peubah responnya pada tingkat
kepercayaan tertentu (α /2 persen), tetapi jika terjadi sebaliknya maka model
dugaan tidak dapat meramalkan hubungan antara peubah penjelas dengan peubah
responnya.
Pengujian terhadap masing-masing peubah penjelas berpengaruh nyata
atau tidak terhadap peubah responnya, maka digunakan uji statistik t. Adapun
langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
H0 : ai = 0
H1: ai < 0 atau ai > 0
Uji statistiknya adalah
thit = ai - 0 Sai Dimana : Sai = simpangan baku dari parameter dugaan ai
Jika : thit > t( α ;n-k-1), artinya tolak H0
thit < t(α;n-k-1), artinya terima H0
jika thitung lebih besar dari ttabel, maka H0 ditolak dan parameter dugaan secara
statistik berbeda nyata dari nol pada tingkat kepercayaan α persen, begitu juga
sebaliknya jika thitung lebih kecil dari ttabel maka terima H0.
4.7 Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terdapat hubungan
linear antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data
time series). Cara yang paling umum digunakan untuk mendeteksi adanya
autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson.
d = (et-et-1)2 et
2 kriteria pengambilan keputusan dengan uji d Durbin-Watson, maka jika :
d<dl : tolak H0 (ada autokorelasi positif)
d<4-dl : tolak H0 (ada autokorelasi negatif)
du<d<4-du : terima H0 (tidakada autokorelasi)
dl<d<du atau 4-du<d<4-dl : tidak dapat disimpulkan
4.8 Pendugaan Nilai Elastisitas
Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu peubah endogen pada
suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas. Koefisien-koefisien
yang telah diperoleh, selanjutnya dijadikan sebagai bahan perhitungan untuk
menentukan nilai dugaan elastisitas. Misalkan suatu persamaan :
Yt = a0 + a1 X1t + a2 X2t + a3 X3t + an Xt-1
Maka nilai elastisitas jangka pendeknya adalah :
ESR = ai (Xij) (Yt) Dimana :
ESR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas
(Xij) dalam jangka pendek
ai = parameter dugaan peubah penjelas Xij
Xij = rata-rata peubah penjelas Xij
Yt = rata-rata peubah respon Yt
Sedangkan nilai elastisitas jangka panjang diperoleh dari perhitungan sebagai
berikut :
ELR = ESR 1-an Dimana :
ELR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij)
dalam jangka panjang
ESR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij)
dalam jangka pendek
1-an = nilai parameter dugaan peubah bedakala
Dari nilai elastisitas, jika lebih besar dari satu berarti peubah endogen
responsif terhadap perubahan dari peubah penjelas maka dikatakan elastis. Jika
nilai elastis kurang dari satu berarti peubah endogen tidak responsif terhadap
perubahan dari peubah penjelas.
4.9 Definisi Operasional Peubah
Definisi operasional mencakup pengertian-pengertian yang akan
digunakan untuk mendapatkan dan menganalisa data yang terdapat dalam
penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian tersebut ialah :
1. Volume ekspor lada putih negara produsen merupakan volume ekspor lada
putih ke masing-masing negara tujuan tiap tahunnya dan dinyatakan dalam
satuan ribu kilogram.
2. Produksi lada putih negara produsen merupakan jumlah total produksi lada
putih masing-masing negara produsen dan dinyatakan dalam satuan ribu
kilogram.
3. Harga ekspor riil lada putih Indonesia adalah harga FOB dari lada putih
Indonesia yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor lada putih
dengan volume ekspor lada putih, yang telah di deflasikan dengan Indeks
Harga Perdagangan Besar Indonesia (IHPBI) dengan tahun dasar
(2000=100) dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram.
4. Harga ekspor riil lada putih negara produsen adalah harga FOB dari lada
putih masing-masing negara produsen tersebut yang merupakan hasil bagi
antara total nilai ekspor lada putih dengan volume ekspor lada putih, yang
telah di deflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara
produsen dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan
US$ per kilogram.
5. Harga domestik riil lada putih Indonesia adalah harga lada putih dalam
negeri setiap tahunnya yang telah di deflasikan dengan IHK Indonesia
dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per
kilogram
6. Harga riil lada putih dunia merupakan harga lada putih yang berlaku di
pusat perdagangan New York dan London, masing-masing telah di
deflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara Amerika Serikat
dan Inggris dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan
US$ per kilogram. Kedua harga pelelangan tersebut diambil karena dalam
penelitian ini memfokuskan pada pasar impor negara Amerika Serikat dan
Belanda.
7. Harga riil lada hitam dunia merupakan harga lada putih yang berlaku di
pusat perdagangan New York dan London, masing-masing telah di
deflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara Amerika Serikat
dan Inggris dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan
US$ per kilogram. Kedua harga pelelangan tersebut diambil karena dalam
penelitian ini memfokuskan pada pasar impor negara Amerika Serikat dan
Belanda.
8. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat merupakan rata-rata
nilai tukar Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat per tahun dan di
deflasikan dengan IHK Indonesia dengan tahun dasar (2000=100) dan
dinyatakan dalam satuan rupiah per dollar Amerika Serikat.
9. Nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat merupakan rata-rata
nilai tukar Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat per tahun dan di
deflasikan dengan IHK Malaysia dengan tahun dasar (2000=100) dan
dinyatakan dalam satuan ringgit per dollar Amerika Serikat.
10. Nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat merupakan rata-rata nilai
tukar Brazil terhadap dollar Amerika Serikat per tahun dan di deflasikan
dengan IHK Brazil dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam
satuan reais per dollar Amerika Serikat.
11. Volume impor lada putih negara pengimpor merupakan total volume
impor lada putih setiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan ribu
kilogram.
12. Pendapatan perkapita Amerika Serikat merupakan jumlah produk
domestik bruto penduduk Amerika Serikat setiap tahun yang telah di
deflasikan dengan IHK Amerika Serikat dengan tahun dasar (2000=100)
dan dinyatakan dalam satuan juta dollar Amerika Serikat.
13. Pendapatan perkapita Belanda merupakan jumlah produk domestik bruto
penduduk Belanda setiap tahun yang telah di deflasikan dengan IHK
Belanda dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan juta
gulden .
14. Penawaran lada putih di pasar domestik diperoleh dari total produksi lada
putih domestik dikurangi total volume ekspor lada putih Indonesia dan
dinyatakan dalam satuan ribu kilogram.
BAB V
GAMBARAN UMUM
5.1 Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia
Lada termasuk salah satu komoditas pertanian yang banyak
diperdagangkan dunia dan sangat diperlukan baik di negara-negara produsen
sendiri maupun di negara-negara pengimpor. Sebanyak 70-80 persen permintaan
impor lada putih langsung dipergunakan untuk kebutuhan industri terutama untuk
industri pengolahan makanan dan farmasi. Perkembangan produksi lada putih
dunia dapat di lihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Produksi Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006 (Ton) Negara Tahun
Brazil Indonesia Malaysia Vietnam China Total
1997 1,000 27,791 4,000 - 12,000 44,7911998 1,000 28,298 4,400 - 12,000 45,6981999 1,300 30,500 6,000 - 12,000 49,8002000 1,385 43,500 2,500 - 10,000 57,3852001 2,000 35,000 2,700 - 15,000 53,7002002 2,000 41,000 2,400 - 20,000 65,4002003 3,000 35,000 3,200 - 21,000 62,2002004 6,000 25,000 3,500 10,000 35,000 79,5002005 5,000 16,227 2,860 10,000 14,500 48,5872006 3,000 15,568 4,000 10,000 20,000 52,568
Rata-rata 2,568.5 29,788.4 3,556 10,000 17,150 55,962.9Persentase 4.1 47.2 5.6 15.9 27.2 100
Sumber : IPC, 2007
Total produksi lada putih dunia antara tahun 1997 hingga tahun 2006
mencapai 559,629 ton. Produksi lada putih dunia cenderung berfluktuatif, dengan
produksi terendah pada tahun 1997 yaitu sebesar 44,791 ton hingga mencapai
produksi tertinggi yang terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 79,500 ton.
Kenaikan produksi tersebut sebagian besar berasal dari China yang pada saat itu
mengalami peningkatan produksi dari 21,000 ton menjadi 35,000 ton atau
mengalami peningkatan sebesar 40 persen. Dengan turunnya produksi di hampir
seluruh negara produsen lada putih pada tahun 2005, maka produksi lada putih
dunia pada tahun tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar 48,587 ton.
Negara produsen lada putih seperti Brazil, Indonesia, Malaysia dan China
masing-masing menyumbang sebesar 4.1 persen, 47.2 persen, 5.6 persen, dan 27.2
persen dari total produksi lada putih dunia selama sepuluh tahun terakhir,
sedangkan 15.9 persen sisanya berasal dari Vietnam yang tercatat menjadi
produsen lada putih sejak tahun 2004. Indonesia merupakan negara penghasil lada
putih terbesar dunia dengan rata-rata produksi 29,788.4 ton per tahunnya.
Perkembangan ekspor lada putih dunia dapat di lihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Perkembangan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006 (Ton) Negara Tahun
Brazil India Indonesia Malaysia China Vietnam Total
1997 1,000 303 21,623 5,754 3,989 - 32,6691998 1,180 170 17,150 4,656 988 - 24,1441999 1,880 152 23,570 5,477 3,461 - 34,5402000 1,000 69 34,256 1,752 976 - 38,0532001 1,800 147 29,637 1,812 606 - 34,0022002 2,000 239 32,190 2,189 4,770 - 41,3882003 3,000 312 24,596 3,963 3,760 - 39,1312004 5,269 189 13,760 2,511 3,425 4,500 33,0742005 2,000 228 16,227 2,769 3,000 7,800 34,6962006 2,000 396 15,045 4,878 2,500 10,500 33,723Rata-rata
2,116.6 220.5 22,805.4 3,576.1 2747.5 9,000 34,542
Sumber : IPC, 2007
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa rata-rata ekspor selama sepuluh
tahun terakhir (1997-2006), Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara
pengekspor lada putih dunia, dengan rata-rata total ekspor per tahunnya yaitu
sebesar 22,805.4 ton atau menyumbang sebesar 65.8 persen dari total ekspor lada
putih dunia. China merupakan negara produsen lada putih kedua setelah
Indonesia, namun demikian China bukanlah salah satu eksportir besar karena
produksi komoditas mereka sebagian besar untuk konsumsi di dalam negerinya
sendiri. Hal ini terlihat dari rata-rata produksi China selama sepuluh tahun terakhir
adalah sebesar 17,150 ton sedangkan rata-rata ekspor lada putih China selama
sepuluh tahun terakhir hanya sebesar 2,747.5 ton. Hal ini berarti sebanyak 14,403
ton lada putih China digunakan untuk konsumsi di dalam negerinya sendiri.
Berdasarkan Tabel 8, selama kurun waktu tersebut rata-rata jumlah ekspor
lada putih Brazil, India, Malaysia dan Vietnam masing-masing adalah 2,116.6 ton,
220.5 ton, 3,576.1 ton dan 3,180 ton. Secara lebih jelas pertumbuhan produksi dan
ekspor lada putih dunia selama lima tahun terakhir di tunjukkan pada Gambar 4.
0
10000
20000
30000
40000
2002 2003 2004 2005 2006
Ekspor
BrazilIndonesiaMalaysiaVietnamChina
Gambar 4. Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 2002-2006
Berdasarkan Gambar 4, dapat terlihat bahwa pertumbuhan produksi dan
ekspor lada putih dunia selama lima tahun terakhir. Dalam gambar di atas dapat
terlihat bahwa pertumbuhan ekspor lada putih Indonesia jauh di atas negara
produsen lainnya. Berbeda dengan pertumbuhan produksinya, pada tahun 2004
dan 2006 produksi lada putih Indonesia sempat dikalahkan oleh China. Besarnya
jumlah ekspor lada putih Indonesia ke pasar internasional merupakan peluang
yang baik, mengingat jumlah ekspor lada putih negara produsen lainnya tidak
sebesar Indonesia.
0
10000
20000
30000
40000
50000
2002 2003 2004 2005 2006
Produksi
5.2 Permintaan Impor Lada Putih Dunia
Sebagian besar impor lada putih dunia berasal dari Indonesia, Brazil dan
Malaysia dimana sebesar 89 persen lada putih di impor dari Indonesia (Triana,
2000). Lada putih Brazil memiliki warna yang lebih terang dan sedikit lebih pedas
dibandingkan dengan lada putih Muntok. Selain itu, lada putih Muntok memiliki
aroma yang khas yang tidak di miliki oleh lada putih dari negara manapun. Salah
satu penyebabnya yaitu faktor geografis yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh
karena itu, lada putih muntok sangat disukai oleh para negara importir.
Negara importir utama lada putih dunia adalah Amerika Serikat,
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Jepang dan Singapura. Namun biasanya para
negara importir tersebut tidak hanya mengimpor untuk memenuhi konsumsi di
negaranya sendiri, melainkan mereka juga mengekspornya kembali ke beberapa
negara lainnya. Menurut Triana (2000), negara Perancis, Jerman dan Inggris
melakukan ekspor kembali masing-masing sebesar 24 persen, 12 persen dan 9
persen dari total impornya yang ditujukan ke negara-negara di Afrika dan Eropa
lainnya. Sedangkan Amerika Serikat dan Mesir melakukan ekspor kembali ke
Kanada dan negara-negara di Afrika masing-masing sebesar 4 persen dan 14
persen. Bahkan Singapura hampir 100 persen dari total impornya di ekspor
kembali.
Apabila di lihat dari negara importir lada di pasar dunia, bagi negara
Amerika Serikat lada merupakan komoditas rempah-rempah yang paling banyak
di impor. Impor komoditas lada tersebut sekitar 40 persen dari total impor
golongan rempah-rempah. Menurut IPC (2007), permintaan impor lada putih
Amerika Serikat pada tahun 2006 yaitu sebesar 7805 ton. Permintaan impor lada
putih Amerika Serikat tersebut sebanyak 80 persen digunakan langsung untuk
kebutuhan industri pengolahan makanan (daging, soups dan roti) dan juga
dipergunakan untuk kebutuhan industri farmasi. Permintaan impor lada putih
Belanda mencapai 70 persen dari total impor lada per tahun. Konsumsi lada putih
Belanda banyak digunakan langsung oleh sektor rumah tangga dan dalam jumlah
yang sedikit digunakan untuk sektor industri4.
5.3 Kebijakan Standar Mutu Lada Putih Indonesia
Komoditas lada hingga saat ini masih sering menghadapi ancaman dan
aksi penolakan dari berbagai pasar tujuan ekspor baik terkait aspek mutu,
keamanan produk untuk di konsumsi maupun trik perdagangan global. Penolakan
yang umumnya di sebabkan tercampurnya kotoran tersebut mengakibatkan
importir harus melakukan penyortiran ulang. Proses ulang ini akan sangat
merugikan pihak eksportir karena pada akhirnya biaya penyortiran ulang akan di
bebankan kepada eksportir melalui diskon harga. Permasalahan lainnya yaitu
masih cukup tingginya kadar air, mengingat petani melakukan penjemuran secara
tradisional dan belum dilakukan secara mekanis.
Penolakan-penolakan importir tersebut juga disebabkan karena adanya
perbedaan kualitas yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu spesifikasi yang dapat di ikuti oleh
petani dimana mereka akan mendapatkan harga yang sesuai dengan kualitas yang
mereka hasilkan. Lada yang diperoleh di tingkat petani pada umumnya masih
berupa lada asalan, sehingga produk lada tersebut harus di olah kembali di tingkat
eksportir untuk mencapai kualitas yang telah ditetapkan. Pemerintah melalui
Dewan Standarisasi Mutu Nasional telah menetapkan konsep mutu lada SNI
(Standar Nasional Indonesia) yang menggolongkan atau mengklasifikasikan lada
hitam dan lada putih. Untuk lada putih, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1)
Mutu I dan Mutu II yang dapat di lihat pada Tabel 8 dan (2) Lada Mutu Campuran
yang dapat di lihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Spesifikasi Syarat Kualitas Lada Putih Menurut SNI 01-0004-1995 Persyaratan No Karakteristik Satuan
Mutu I Mutu II
1 Kebersihan - Bebas dari
serangga hidup
maupun mati
dan dari bagian
serangga
lainnya
Bebas dari
serangga
hidup maupun
mati dan dari
bagian
serangga
lainnya
2 Warna - Putih kekuning-
kuningan
Putih
kekuning-
kuningan,
putih keabuan
atau putih
kecoklatan
3 Benda asing % (b/b) Maks.1 Maks.1
4 Biji enteng % (b/b) Maks.2 Maks.3
5 Biji berjamur % (b/b) Maks.1 Maks.1
6 Jumlah biji kehitam-
hitaman dalam lada putih
% (b/b) Maks.1 Maks.2
7 Kadar air % (b/b) Maks.13 Maks.14
Sumber : www.ipcnet.org Tabel 9. Spesifikasi Persyaratan Mutu Lada Putih Campuran
No Karakteristik Satuan Persyaratan
1 Kadar air % (b/b) Maks.12
2 Kadar biji enteng % (b/b) Maks.50
3 Kadar abu % (b/b) Maks.8
Sumber : www.ipcnet.org
Uni-Eropa dan beberapa negara seperti USA dan Jepang membuat
persyaratan tersendiri untuk impor lada hitam dan lada putih, namun persyaratan
tersebut kurang seragam. Oleh karena itu IPC dengan para negara anggota
mencoba membuat konsep standar mutu lada. Dengan adanya Standar mutu lada-
IPC tersebut, diharapkan dapat dijadikan sebagai wadah sehingga kualitas lada
dari negara-negara IPC lebih dapat diterima khususnya oleh negara-negara
importir. Persyaratan lada putih yang ditetapkan IPC dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Spesifikasi Standar Mutu Lada Putih IPC Persyaratan No Parameter
IPC WP-1 IPC WP-2
Makro
1 Bulk density (g/l min) 600 600
2 Kadar air (% V/b maks) 13 15
3 Biji enteng (% b/b maks) 1 2
4 Benda asing (% b/b maks) 1 2
5 Biji kehitam-hitaman (% b/b maks) 1 2
6 Biji berkapang (% b/b maks) 1 3
7 Biji berserangga (% b/b maks) 1 2
8 Serangga ( hidup atau mati) Tidak lebih dari dua dalam setiap sub-
sampel dan tidak lebih dari 5 dari total
keseluruhan sub-sampel
9 Mamalia beserta kotorannya Harus bebas dari mamalia atau kotoran
lainnya
Microbiological
1 Salmonella (detection/25 g) negatif negatif
Sumber : IPC, 2005
Spesifikasi yang telah ditetapkan oleh IPC tersebut hanya meliputi sifat
fisik dari lada, seperti kontaminasi serangga dan mikrobiologi, benda asing,
mamalia beserta kotoran lainnya. Selain itu terdapat spesifikasi lainnya yang
diajukan oleh negara pengimpor untuk menjamin bahwa konsumen mereka di
lindungi dari bahaya kesehatan lainnya yang terdapat dalam produk lada, temasuk
pelarangan adanya aflatoksin, kandungan residu logam berat dan pestisida, adanya
jamur, Aspergillus flavus dan Aspergillus paraciticus yang akan menghasilkan
aflatoksin. Persyaratan dari Uni-Eropa, yaitu untuk aflatoksin tipe B1 harus tidak
melebihi 5 ppb dan untuk semua tipe aflatoksin (B1, B2, G1 dan G2) harus tidak
melebihi 10 ppb. Sedangkan untuk USA dan Jepang, untuk seluruh tipe aflatoksin
tidak lebih dari 20 ppb untuk USA dan 15 ppb untuk Jepang. Tingkat residu
pestisida di harapkan tidak melebihi 2 hingga 5 ppb tergantung pada toksisitasnya.
Adanya logam berat seperti besi, nikel, Chromium, Cadmium, timah, tembaga,
Molibdenum, Arsenic dan Mercury akan selalu tidak dapat diterima karena
melebihi tingkat yang sudah ditentukan ( IPC, 2005).
5.4 Sentra Produksi Lada Putih Indonesia
Daerah sentra produksi lada putih utama di Indonesia terdapat di propinsi
Bangka-Belitung, dimana daerah Bangka menghasilkan produksi sekitar 70-80
persen dari total produksi lada putih Indonesia. Pada tahun 2002, luas perkebunan
lada di Bangka tercatat sebesar 63,956 Ha dengan produksi sebesar 32,163 ton.
Luas areal perkebunan lada pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi
sebesar 38,693 Ha atau mengalami penurunan sebesar 39.5 persen, tetapi berbeda
dengan produktivitas pada tahun tersebut yang mengalami kenaikan yaitu menjadi
sebesar 2.32 ton per hektarnya. Penurunan yang terjadi pada areal perkebunan
lada disebabkan banyaknya petani yang beralih ke lahan perkebunan kelapa sawit
dan penambangan timah yang dapat membuat lahan menjadi rusak.
Perkembangan luas Areal, produksi dan produktivitas tanaman lada dapat di lihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada di Bangka, Tahun 2002-2006. Tahun Luas Areal
(Ha) Produksi
(ton) Prodoktivitas
(ton/Ha) 2002 63,956 32,163 1.99 2003 60,747 31,566 1.92 2004 46,797 22,1410 2.11 2005 38,934 16,398 2.37 2006 38,693 16,676 2.32 Total 249,127 118,943 10.71 Rata-rata 49,825 23,788.6 2.14
Sumber : AELI, 2007
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil Dugaan Model
Komoditas lada putih termasuk komoditi yang diperdagangkan di pasar
internasional, yang juga berorientasi ekspor. Oleh karena itu perkembangannya
tidak terlepas dari tatanan penawaran dan permintaan lada putih di pasar
internasional. Dengan alasan tersebut maka model yang dibentuk terkait dengan
tatanan pasar lada putih di negara-negara produsen maupun di negara-negara
konsumen.
Model penawaran dan permintaan lada putih Indonesia di pasar
internasional adalah model persamaan simultan yang terdiri dari 17 persamaan,
diantaranya terdapat 12 persamaan struktural dan 5 persamaan identitas.
Persamaan struktural tersebut adalah persamaan penawaran ekspor lada putih
Indonesia ke Amerika Serikat, penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Belanda,
penawaran ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat, penawaran ekspor lada
putih Malaysia ke Belanda, penawaran ekspor lada putih Brazil ke Amerika
Serikat, penawaran ekspor lada putih Brazil ke Belanda, permintaan impor lada
putih Amerika Serikat, permintaan impor lada putih Belanda, persamaan harga
lada putih di pusat perdagangan New York, persamaan lada putih di pusat
perdagangan London, persamaan harga ekspor lada putih Indonesia, dan
persamaan harga riil domestik lada putih Indonesia. Dengan demikian, model ini
di duga dengan metode Two Stages Least Square (2SLS).
Hasil pendugaan model ekonometrika yang dibangun dan di estimasi
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) berkisar
antara 0.24314 hingga 0.91764. Persamaan yang mempunyai nilai koefisien
determinasi (R2) besar menunjukkan bahwa persamaan tersebut cukup baik,
keragaman peubah dependent yang dapat dijelaskan oleh peubah independent
tersebut besar. Persamaan yang memiliki koefisien determinasi (R2) kecil terjadi
karena adanya keterbatasan data untuk menambah peubah penjelasnya.
Hasil uji statistik t yang diperoleh memperlihatkan bahwa terdapat
beberapa peubah eksogen yang secara individu berpengaruh nyata terhadap
peubah endogennya pada taraf nyata antara 0.01 hingga 0.10. Simbol taraf nyata
(α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01
b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05
c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Parameter dugaan yang tidak di beri tanda berarti tidak memberikan
pengaruh nyata. Untuk mengetahui respon peubah-peubah eksogennya dapat di
lihat dari nilai elastisitas peubah-peubah yang membangunnya.
Berdasarkan pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dari persamaan
simultan maka digunakan uji Durbin Watson. Nilai DW yang dihasilkan berkisar
antara 1.393033 sampai 2.664555. Nilai tersebut tidak berada pada daerah
penolakan H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model persamaan tersebut
tidak terdapat korelasi pada taraf nyata 1 persen.
6.2 Penawaran Ekspor Lada Putih
6.2.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat
Model persamaan penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Amerika
Serikat memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.74960, artinya 74.96
persen keragaman ekspor lada putih Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman
peubah produksi lada putih Indonesia, harga riil ekspor lada putih Indonesia, nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, volume ekspor lada putih Malaysia
ke Amerika Serikat, volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat dan
ekspor lada putih Indonesia satu tahun sebelumnya.
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-
variabel penjelas dalam model berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih
Indonesia pada taraf nyata 1 persen.
Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi Probabilitas SR LR
Intercept -1849.71 QI 0.081881 0.0351 (b) 0.65 1.02 PXIR 105.7460 0.0032 (a) 0.30 0.48 ERIA -0.06365 0.5845 -0.12 -0.19 XMA 1.215968 0.4062 0.05 0.08 XBA 0.723083 0.6074 0.06 0.10 LXIA 0.632841 0.0033 (a) R2 = 0.74960 DW-stat. = 2.458721 F-hit = 8.98
Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05
Produksi lada putih Indonesia berpengaruh nyata terhadap ekspor lada
putih Indonesia ke Amerika Serikat pada taraf nyata 5 persen serta memiliki
hubungan yang positif. Hal ini berarti kenaikan produksi akan meningkatkan
jumlah ekspor. Produksi lada putih Indonesia memiliki elastisitas yang lebih
responsif dibanding variabel lain. Elastisitas jangka panjang lebih elastis
dibandingkan dalam jangka pendek, yang berarti dalam jangka panjang
peningkatan produksi lada putih Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan
penawaran ekspor lada putih Indonesia sebesar 1.02 persen. Dengan demikian
produksi lada putih Indonesia memiliki responsitifitas yang tinggi dalam
mempengaruhi ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat.
Harga riil ekspor lada putih Indonesia berpengaruh nyata terhadap ekspor
lada putih Indonesia ke Amerika Serikat pada taraf nyata 1 persen dan memiliki
tanda yang positif. Keadaan ini sesuai dengan kondisi ekonomi, apabila harga
ekspor suatu produk meningkat, maka para eksportir Indonesia akan
meningkatkan volume ekspornya dengan tujuan memperoleh keuntungan yang
lebih besar. Dimana semakin tinggi harga ekspor maka akan semakin tinggi juga
pendapatan dari sektor tersebut.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat memiliki hubungan
yang negatif dan tidak berpengaruh nyata hingga batas nyata 10 persen. Artinya,
jika rupiah terapresiasi tidak akan menyebabkan penurunan volume ekspor lada
putih Indonesia ke Amerika Serikat. Hal tersebut dapat disebabkan karena lada
merupakan komoditi ekspor dengan kebutuhan domestik yang relatif tetap dan
kecil dan juga lada membutuhkan biaya penyimpanan yang cukup besar
sementara fasilitas penyimpanan belum tersedia dengan baik. Oleh karena itu,
eksportir akan cenderung mengekspor meskipun terjadi perubahan nilai tukar.
Hasil perhitungan ekspor lada putih Malaysia dan ekspor lada putih Brazil
ke Amerika Serikat menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap volume
ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat. Hal tersebut dikarenakan masih
relatif rendahnya jumlah ekspor lada putih negara-negara tersebut, sedangkan
kontribusi ekspor lada putih Bangka masih mendominasi di pasar dunia.
Volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat setahun
sebelumnya berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih Indonesia ke Amerika
Serikat pada taraf nyata 1 persen dan memiliki hubungan yang positif. Informasi
pasar mengenai volume ekspor tahun sebelumnya merupakan faktor penting
dalam menetapkan volume ekspor tahun berikutnya. Dengan demikian setiap
peningkatan volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat akan
mendorong eksportir lada putih Indonesia untuk melakukan peningkatan volume
ekspor lada putihnya ke Amerika Serikat.
6.2.2 Penawaran Ekspor Lada putih Indonesia ke Belanda
Pada pendugaan model ekspor lada putih Indonesia ke Belanda terlihat
bahwa koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0.54898. Hal ini berarti
sebesar 54.9 persen keragaman ekspor lada putih Indonesia ke Belanda dapat
dijelaskan oleh keragaman dari peubah independentnya. Dan sisanya dijelaskan
oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model.
Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Belanda
Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas Elastisitas
SR LR Intercept 1178.224 QI 0.027541 0.5939 0.23 0.99 PXIR 111.2981 0.0653 (c) 0.34 1.46 ERIA 0.004187 0.9842 0.01 0.04 XMN -3.63584 0.2559 -0.20 -0.87 XBN -0.28464 0.9203 -0.01 -0.06 LXIN 0.234108 0.3927 R2 = 0.54898 DW-Stat. = 2.274942 F-Stat. = 3.65
Keterangan : c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Berdasarkan hasil uji statistik t, didapatkan bahwa hanya peubah harga riil
ekspor lada putih Indonesia yang berpengaruh terhadap volume ekspor, sedangkan
peubah lain tidak ada yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih
Indonesia ke Belanda hingga taraf nyata 10 persen. Namun demikian, berdasarkan
hasil uji statistik F variabel-variabel penjelas tersebut secara bersama-sama sangat
berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih Indonesia ke Belanda pada taraf
nyata 5 persen.
Produksi lada putih Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan
ekspor lada putih Indonesia ke Belanda dan memiliki hubungan yang positif.
Tanda positif ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi akan meningkatkan
volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda. Walaupun demikian, peningkatan
produksi yang terjadi tidak akan meningkatkan volume ekspor secara nyata.
Demikian juga dengan nilai tukar rupiah ke dollar Amerika Serikat yang memiliki
hubungan positif tetapi tidak berpengaruh nyata.
Harga riil ekspor lada putih merupakan peubah yang sangat berpengaruh
nyata dan memiliki hubungan yang positif. Apabila terjadi kenaikan harga riil
ekspor maka akan berdampak pada peningkatan volume ekspor ke Belanda.
Kondisi ini mungkin saja terjadi ketika tanaman lada mengalami siklus sepuluh
tahunan. Ketika harga ekspor lada semakin menurun maka para eksportir akan
menurunkan produksi lada, sebagai akibatnya berkurangnya pasokan lada putih di
pasar dunia. Kekurangan pasokan ini mengakibatkan harga ekspor melambung
tinggi di pasar dunia. Tingginya harga ekspor membuat para petani lada
berlomba-lomba menanam lada dalam jumlah yang banyak yang tentu saja
memerlukan waktu yang lama untuk dapat memanen tanaman lada tersebut.
Dugaan nilai elastitas menunjukkan bahwa harga riil ekspor lada putih Indonesia
bersifat elastis dalam jangka panjang. Hal ini menggambarkan bahwa peningkatan
harga riil ekspor akan mempengaruhi jumlah ekspor dalam jangka panjang.
Ekspor lada putih Malaysia dan Brazil ke Belanda memiliki hubungan
yang negatif. Dengan demikian setiap peningkatan volume ekspor lada putih
Indonesia ke Belanda akan menurunkan volume ekspor lada putih negara-negara
tersebut. Hal ini dikarenakan konsumen di negara Belanda lebih menyukai lada
putih muntok yang memiliki rasa kurang pedas namun memiliki aroma yang lebih
menarik dibandingkan dengan lada putih dari negara lain.
Volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda tidak berpengaruh nyata
dan memiliki hubungan yang positif. Dengan demikian volume ekspor lada putih
tahun sebelumnya tidak akan mempengaruhi jumlah ekspor pada tahun
berikutnya.
6.2.3 Penawaran ekspor Lada Putih Negara Pesaing
6.2.3.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Amerika Serikat
Pada model ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat diperoleh
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.24314 yang berarti sebesar 24.31 persen
keragaman volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat dapat
dijelaskan oleh keragaman peubah produksi lada putih Malaysia, harga riil ekspor
lada putih Malaysia, nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat dan
volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya. Dan
sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model.
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-
variabel dalam model tersebut tidak dapat menjelaskan keragaman dari volume
ekspor lada putih Malaysia ke Amerika hingga taraf 10 persen.
Berdasarkan hasil uji statistik t, peubah-peubah yang diduga berpengaruh
nyata terhadap jumlah ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat yaitu hanya
volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya,
sedangkan peubah lainnya tidak berpengaruh nyata hingga batas taraf nyata 10
persen.
Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Amerika Serikat.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 252.2460 QM 0.036608 0.1807 1.12 1.52 PXMR -2.48906 0.6723 -0.22 -0.29 ERMA -90.2645 0.1929 -2.38 -3.23 LXMA 0.736820 0.0707 (c) R2 = 0.24314 DW-Stat.= 1.393033 F- Stat.= 1.61
Keterangan : c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Peubah lag ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat menunjukkan
hubungan yang positif, sehingga kenaikan jumlah ekspor pada tahun sebelumnya
akan diikuti oleh peningkatan ekspor tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan
bahwa informasi pasar mengenai volume ekspor sangat penting dalam
menetapkan volume ekspor lada putih tahun selanjutnya.
6.2.3.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda
Pada pendugaan model ekspor lada putih Malaysia ke Belanda memiliki
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.25631, artinya sebesar 25.63 persen
keragaman ekspor lada putih Malaysia ke Belanda dapat dijelaskan oleh
keragaman peubah produksi lada putih Malaysia, harga riil ekspor lada putih
Malaysia, nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat dan peubah bedakala
volume ekspor lada putih Malalaysia ke Belanda. Dan sisanya dijelaskan oleh
faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model.
Hasil pendugaan uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama
variabel-variabel penjelas dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap
penawaran ekspor lada putih Malaysia ke Belanda hingga batas taraf nyata 10
persen. Berdasarkan uji statistik t, keseluruhan variabel-variabel tersebut tidak ada
yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda
hingga batas taraf nyata 10 persen.
Tabel 15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 301.2831 QM 0.020190 0.4401 0.48 1.62 PXMR 4.167047 0.4945 0.28 0.95 ERMA -89.0660 0.2366 -1.84 -6.16 LXMN 0.299124 0.2028 R2 = 0.25631 DW-Stat.= 2.192068 F-Stat.=1.72
Peubah produksi, harga ekspor, dan nilai tukar tidak berpengaruh nyata
terhadap volume ekspor lada putih Malaysia ke kedua negara tujuan Amerika
Serikat dan Belanda. Kondisi penawaran Malaysia ini disebabkan karena standar
mutu lada putih Malaysia yang rendah sehingga sebagian besar ekspor lada putih
Malaysia ditujukan ke Singapura.
6.2.3.3 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Amerika Serikat
Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari pendugaan model ekspor
lada putih Brazil ke Amerika Serikat yaitu sebesar 0.48971, artinya sebesar 48.97
persen keragaman volume ekspor lada putih Brazil dapat dijelaskan oleh
keragaman peubah produksi lada putih Brazil, harga riil ekspor Brazil, nilai tukar
reais terhadap dollar Amerika Serikat dan peubah ekspor lada putih Brazil ke
Amerika Serikat tahun sebelumnya. Dan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-
faktor lain di luar model.
Berdasarkan uji statistik F, variabel-variabel penjelas secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat
pada taraf nyata 1 persen. dari uji t statistik, peubah yang berpengaruh secara
nyata yaitu peubah produksi lada putih Brazil dan peubah bedakala volume ekspor
Brazil ke Amerika Serikat masing-masing pada taraf nyata 5 persen.
Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Amerika Serikat.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi Probabilitas SR LR
Intercept 8.796316 QB 0.063374 0.0364 (b) 0.55 1.21 PXBR 0.000563 0.9845 0.00 0.01 ERBA -0.00188 0.8015 -0.05 -0.10 LXBA 0.457018 0.0157 (b) R2 = 0.48971 DW-Stat.= 2.354138 F-Stat.= 4.80
Keterangan : b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05
Produksi lada putih Brazil merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat. Produksi lada putih
yang meningkat akan menyebabkan kelebihan pasokan yang kemudian akan
mendorong peningkatan volume ekspor. Nilai koefisien dalam jangka pendek
bersifat inelastis, sedangkan dalam jangka panjang bersifat elastis. Kondisi ini
menunjukkan adanya keterlambatan dalam merespon produksi lada putih.
Terlebih lagi Brazil selama ini lebih terkonsentrasi dalam memproduksi lada
hitam dibanding memproduksi lada putih, sehingga harus merubah kebiasaan
petani untuk mempoduksi lada putih. Dengan kata lain penyesuaian-penyesuaian
yang terjadi dalam proses produksi baru dapat dilakukan pada kurun waktu yang
cukup lama.
Harga riil ekspor lada putih Brazil tidak berpengaruh nyata terhadap
perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat. Oleh karena itu
meskipun terjadi kenaikan pada harga ekspornya tidak akan mempengaruhi
penawaran ekspor Brazil ke Amerika Serikat.
Depresiasi nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat juga tidak
berpengaruh nyata, tanda negatif tersebut tidak akan berpengaruh terhadap
perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat, sehingga setiap
terjadi depresiasi reais terhadap dollar Amerika Serikat tidak akan menaikkan
volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat.
Peubah lag berpengaruh nyata dengan tanda yang positif. Dengan
demikian apabila terjadi peningkatan volume ekspor pada tahun sebelumnya akan
menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor pada tahun berikutnya.
6.2.3.4 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Belanda
Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari pendugaan model ekspor
lada putih Brazil ke Belanda yaitu sebesar 0.48195, artinya sebesar 48.2 persen
keragaman volume ekspor lada putih Brazil dapat dijelaskan oleh keragaman
peubah produksi lada putih Brazil, harga riil ekspor Brazil, nilai tukar reais
terhadap dollar Amerika Serikat dan peubah ekspor lada putih Brazil ke Belanda
tahun sebelumnya. Sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di
luar model.
Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Belanda.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi Probabilitas SR LR
Intercept 153.7090 QB -0.00632 0.7851 -0.11 -1.59 PXBR 0.002087 0.9281 0.02 0.36 ERBA -0.00203 0.7337 -0.10 -1.41 LXBN 0.067715 0.0678 (c) R2 = 0.48195 DW-Stat.= 2.06169 F-Stat.= 4.65
Keterangan : c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Berdasarkan uji statistik F, variabel-variabel penjelas secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada
taraf nyata 1 persen. dari hasil uji statistik t, peubah yang berpengaruh secara
nyata yaitu hanya peubah bedakala volume ekspor Brazil ke Belanda masing-
masing pada taraf nyata 10 persen.
Produksi lada putih Brazil merupakan faktor yang berhubungan negatif
dan tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke
Belanda. Dengan demikian terjadinya penurunan atau peningkatan produksi lada
putih Brazil tidak akan mengakibatkan perubahan terhadap volume ekspor ke
Belanda.
Harga riil ekspor lada putih Brazil tidak berpengaruh nyata terhadap
perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda. Oleh karena itu walaupun
terjadi kenaikan pada harga ekspornya tidak akan mempengaruhi penawaran
ekspor Brazil ke Belanda.
Depresiasi nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat juga tidak
berpengaruh nyata, tanda negatif tersebut tidak akan berpengaruh terhadap
perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda, sehingga setiap terjadi
depresiasi reais terhadap dollar Amerika Serikat tidak akan menurunkan volume
ekspor lada putih Brazil ke Belanda.
Peubah lag berpengaruh nyata dengan tanda yang positif. Dengan
demikian apabila terjadi peningkatan volume ekspor pada tahun sebelumnya akan
menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor pada tahun berikutnya.
Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, secara keseluruhan variabel-variabel
diatas bersifat inelastis. Hal ini menggambarkan kecilnya pengaruh dari variabel-
variabel tersebut terhadap perubahan jumlah ekspor lada putih Brazil ke Belanda.
6.2.4 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Produsen
Penawaran ekspor lada putih masing-masing negara produsen ( Indonesia,
Malaysia dan Brazil ) merupakan penjumlahan dari penawaran ekspor lada putih
masing-masing negara produsen ke Amerika Serikat, Belanda serta ke negara
lainnya. Model persamaan ini merupakan persamaan penyeimbang untuk model
persamaan ekspor lada putih masing-masing negara pengekspor tersebut ke pasar
Amerika Serikat dan Belanda terhadap masing-masing total ekspor lada putih
Indonesia, Malaysia dan Brazil.
Total penawaran ekspor lada putih dunia merupakan hasil penjumlahan
dari total ekspor lada putih Indonesia, total ekspor lada putih Malaysia, total
ekspor lada putih Brazil serta total ekspor lada putih sisa dunia. Model persamaan
penawaran ekspor lada putih dunia juga merupakan model persamaan
penyeimbang.
6.3 Permintaan Impor Lada Putih
6.3.1 Permintaan Impor Lada Putih Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan salah satu negara pengimpor lada putih
terbesar di dunia. Untuk mengetahui keragaan impor lada putih Amerika Serikat,
maka dilakukan estimasi terhadap volume impor lada putih Amerika Serikat. Dari
hasil estimasi terhadap persamaan impor lada putih Amerika Serikat diperoleh
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.75187, yang artinya sebesar 75,19 persen
keragaman volume impor lada putih Amerika Serikat dapat dijelaskan oleh
keragaman peubah harga riil lada putih di pusat perdagangan New York, Harga
riil lada hitam di pusat perdagangan New York, pendapatan riil perkapita
Amerika Serikat dan peubah volume impor lada putih Amerika Serikat satu tahun
sebelumnya. Dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang terdapat di luar
model.
Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan impor Lada Putih Amerika Serikat.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 581.6563 PLPA -95.1316 0.4061 -0.07 -0.20 PLHA 22.24254 0.6353 0.02 0.04 YA 0.444112 0.0098 (a) 0.61 1.75 LMA 0.350616 0.0721 (c) R2 = 0.75187 DW-Stat.= 2.048097 F-Stat.=15.15
Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-
variabel penjelas dalam model sangat berpengaruh nyata terhadap volume impor
lada putih Amerika Serikat pada taraf nyata 1 persen. Berdasarkan hasil uji t
statistik, peubah yang berpengaruh nyata yaitu peubah pendapatan riil perkapita
dan volume impor lada putih Amerika Serikat satu tahun sebelumnya.
Harga riil lada putih di pusat perdagangan New York memiliki hubungan
yang negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap persamaan impor lada putih
Amerika Serikat. Peningkatan jumlah impor Amerika Serikat tidak akan
mengakibatkan penurunan terhadap harga riil lada putih di pusat perdagangan
New York.
Harga riil lada hitam di pusat perdagangan New York tidak berpengaruh
nyata dan berhubungan positif terhadap jumlah impor Amerika Serikat. Hal ini
dikarenakan di Amerika Serikat lada hitam dan lada putih memiliki pasar yang
berbeda, sehingga keduanya bukan sebagai produk yang saling bersubstitusi.
Jumlah impor lada putih yang sama besarnya dengan jumlah impor lada hitam,
memperlihatkan bahwa kedua jenis lada tersebut memiliki pasar tersendiri di
Amerika Serikat.
Pendapatan riil perkapita Amerika Serikat berhubungan positif dan
berpengaruh nyata terhadap persamaan impor lada putih Amerika Serikat. Hal ini
menandakan bahwa setiap kenaikan pendapatan perkapita Amerika Serikat akan
meningkatkan volume impor Amerika Serikat. Dalam jangka pendek, peubah
pendapatan perkapita bersifat inelastis dan dalam jangka panjang bersifat elastis.
Dengan demikian, apabila terjadi peningkatan pendapatan dalam waktu yang
panjang sebesar satu persen, maka akan mendorong peningkatan permintaan
impor lada putihnya sebesar 1.75 persen.
Peubah bedakala satu tahun berpengaruh nyata dengan tanda yang positif.
Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan impor lada putih Amerika Serikat tahun
sebelumnya akan meningkatkan impor lada putih Amerika Serikat tahun
selanjutnya.
6.3.2 Permintaan Impor Lada Putih Belanda
Persamaan permintaan impor lada putih Belanda memiliki koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.85849, berarti sebesar 85.85 persen keragaman volume
impor lada putih Belanda dapat dijelaskan oleh keragaman peubah harga riil lada
putih di pusat perdagangan London, harga riil lada hitam di pusat perdagangan
London, pendapatan riil perkapita Belanda dan peubah impor lada putih Belanda
satu tahun sebelumnya. Dan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang
tidak terdapat dalam model.
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-
variabel penjelas dalam model sangat berpengaruh nyata terhadap volume impor
lada putih Belanda pada taraf nyata 1 persen. Berdasarkan hasil uji statistik t
hanya peubah bedakala volume impor lada putih Belanda saja yang berpengaruh
nyata, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata hingga batas taraf
nyata 10 persen.
Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan Impor Lada Putih Belanda.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 399.6866 PLPB 50.52893 0.9470 0.03 0.03 PLHB 91.45447 0.9293 0.03 0.04 YN 0.724251 0.8497 0.04 0.04 LMN 0.882292 0.0001 (a) R2 = 0.85849 DW-Stat. = 2.664555 F-Stat. = 30.33
Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01
Harga lada putih di pusat perdagangan London tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan volume impor lada putih Belanda. Tanda positif pada peubah
ini menunjukkan bahwa peningkatan harga di pusat perdagangan London akan
meningkatkan volume impor Belanda. Namun demikian karena peubah tersebut
tidak berpengaruh nyata, maka adanya peningkatan ataupun penurunan pada harga
lada putih di pusat perdagangan London tidak akan mempengaruhi volume
impornya.
Komoditas lada hitam merupakan komoditas substitusi di negara Belanda.
Lada hitam memiliki hubungan yang positif namun tidak berpengaruh nyata,
sehingga apabila terjadi peningkatan atau penurunan harga lada hitam tidak akan
mempengaruhi jumlah impor lada putih Belanda. Kondisi ini disebabkan jumlah
impor lada putih Belanda yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah impor
lada hitam, yaitu sebesar 70 persen dari total impor lada. Hal ini disebabkan
karena konsumen Belanda kurang menyukai lada hitam.
Pendapatan riil perkapita Belanda bertanda positif namun tidak
berpengaruh nyata terhadap volume impor lada putih Belanda. Kondisi ini
menunjukkan bahwa penurunan atau peningkatan pendapatan tidak akan
mempengaruhi jumlah impor lada putih Belanda.
Peubah bedakala satu tahun dari impor lada putih Belanda memiliki nilai
yang positif serta berpengaruh nyata. Hal ini berarti kenaikan impor lada putih
Belanda pada tahun sebelumnya akan meningkatkan volume impor pada tahun
selanjutnya.
Berdasarkan nilai elastisitas keseluruhan variabel bersifat inelastis baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini menggambarkan
bahwa presentase perubahan jumlah impor Belanda akibat pengaruh dari peubah-
peubah tersebut semakin kecil.
6.3.3 Permintaan Impor Lada Putih Dunia
Total Permintaan impor lada putih dunia merupakan penjumlahan dari
volume impor lada putih Amerika Serikat, volume impor lada putih Belanda serta
volume impor lada putih dari negara-negara lainnya atau sisa dunia. Model
persamaan ini digunakan sebagai persamaan identitas atau persamaan
penyeimbang. Dari persamaan ini dapat dilihat seberapa besar masing-masing
impor lada putih Amerika Serikat dan Belanda terhadap total impor lada putih
dunia.
6.4 Harga Lada Putih
6.4.1 Harga Lada Putih Dunia
Harga merupakan salah satu komponen penting sebagai akibat adanya
penawaran dan permintaan. Harga lada putih di pasar internasional terbentuk
berdasarkan hasil pelelangan di pasar Singapura, New York dan Eropa (London).
Penelitian ini hanya menganalisa harga di pusat perdagangan New York dan
London. Hal ini dilakukan karena perdagangan lada putih dipusatkan untuk
negara tujuan Amerika Serikat dan Belanda.
Harga-harga tersebut selanjutnya diduga akan berperan terhadap
pembentukan harga ekspor lada putih Indonesia yang selanjutnya berpengaruh
terhadap harga di dalam negeri.
6.4.1.1 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan New York
Berdasarkan hasil estimasi di peroleh bahwa koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.6667, yang berarti sebesar 66.67 persen keragaman harga riil lada putih
di pusat perdagangan New York dapat di jelaskan oleh keragaman peubah volume
ekspor lada putih dunia, volume impor lada putih dunia dan peubah harga riil lada
putih di pusat perdagangan New York tahun sebelumnya. Dan sisanya dijelaskan
oleh variabel- variabel lain yang tidak terdapat dalam model.
Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan New York.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 1.858320 XW -0.00016 0.0413 (b) -1.20 -1.62 MW 0.000122 0.2246 1.00 1.35 LPLPA 0.739157 0.0001 (a) R2 = 0.66670 DW-Stat. = 1.717551 F-Stat.= 14.00
Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-
variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap harga riil lada putih New York pada
taraf nyata 1 persen.
Untuk parameter dugaan pada peubah ekspor lada putih dunia, variabel
tersebut memiliki hubungan yang negatif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata
5 persen. Kondisi ini di dukung oleh nilai elastisitasnya yang bersifat elastis.
Apabila terjadi penurunan terhadap volume ekspor lada putih dunia sebesar 1
persen sementara permintaan tetap, maka akan mendorong harga lada putih di
pusat perdagangan New York untuk naik sebesar 1.20 persen dalam jangka
pendek dan sebesar 1.62 persen dalam jangka panjang.
Peubah impor lada putih dunia tidak berpengaruh nyata hingga batas taraf
nyata 10 persen. Hal ini berarti apabila permintaan impor meningkat tidak akan
menaikan atau menurunkan harga riil lada putih di pusat perdagangan New York.
Peubah bedakala satu tahun berpengaruh nyata dan positif terhadap
perubahan harga riil lada putih di pusat perdagangan New York. Kondisi ini
menunjukkan bahwa kenaikan harga setahun sebelumnya akan meningkatkan
harga riil lada putih pada tahun selanjutnya.
6.4.1.2 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan London
Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh terhadap persamaan harga riil
lada putih di pusat perdagangan London, terlihat bahwa koefisien determinasi (R2)
yang diperoleh yaitu sebesar 0.77619. Hal ini berarti sebesar 77.62 persen harga
riil lada putih di pusat perdagangan London dapat dijelaskan oleh keragaman
peubah volume ekspor lada putih dunia, volume impor lada putih dunia dan
peubah harga riil lada putih di pusat perdagangan London tahun sebelumnya. Dan
sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model.
Sama halnya dengan harga lada putih di pusat perdagangan New York, hasil uji
statistik F yang diperoleh variabel-variabel penjelasnya secara bersama-sama
sangat berpengaruh nyata pada taraf 1 persen.
Volume ekspor lada putih dunia memiliki hubungan yang negatif dan
berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 persen. Hal ini berarti apabila terjadi
kenaikan jumlah ekspor ke negara-negara Eropa meningkat sebesar 1 persen,
sementara permintaan tetap (over supply) maka akan mendorong harga menjadi
turun sebesar 1.58 persen dalam jangka pendek dan sebesar 2.13 persen untuk
jangka panjang.
Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan London.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 2.448441 XW -0.00021 0.0039 (a) -1.58 -2.13 MW 0.000150 0.0944 (c) 1.23 1.67 LPLPB 0.739877 0.0001 (a) R2 = 0.77619 DW-Stat.= 1.676978 F-Stat.= 24.28
Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10 Peubah impor lada putih dunia memiliki hubungan yang positif dan
berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan apabila terjadi
kenaikan permintaan dari negara-negara di Eropa, akan mendorong harga lada
putih di pusat perdagangan London menjadi naik. Berdasarkan nilai elastisitasnya,
nilai elastisitas peubah ini menunjukkan nilai sebesar 1.23 untuk jangka pendek
dan sebesar 1.67 untuk jangka panjang. Artinya, peningkatan 1 persen impor lada
putih dunia akan meningkatkan harga lada di pusat perdagangan London sebesar
1.23 persen untuk jangka pendek dan sebesar 1.67 persen dalam jangka panjang.
Dengan demikian, perubahan harga lada putih di pusat perdagangan London
responsif terhadap perubahan impor lada putih dunia baik dalam jangka pendek
maupun dalam jangka panjang.
Peubah bedakala satu tahun berpengaruh nyata dan positif terhadap
peubah harga. Kondisi ini menunjukkan bahwa kenaikan harga riil tahun
sebelumnya akan meningkatkan harga riil pada tahun berikutnya.
6.4.2 Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia
Koefisen determinasi (R2) yang diperoleh dari persamaan harga riil lada
putih dunia adalah sebesar 0.91764 yang berarti sebesar 91.76 persen keragaman
harga riil ekspor lada putih Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman peubah
ekspor lada putih dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, harga
riil lada putih di pusat perdagangan New York, harga riil lada putih di pusat
perdagangan London serta peubah harga riil ekspor lada putih Indonesia satu
tahun sebelumnya. Dan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak
terdapat dalam model.
Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 5.922950 XI -0.00015 0.0530 (c) -0.35 -0.49 ERIA -0.00033 0.3332 -0.22 -0.31 PLPA -3.63470 0.0008 (a) -1.58 -2.25 PLPB 4.061170 0.0002 (a) 1.76 2.50 LPXIR 0.703589 0.0001 (a) R2 = 0.91764 DW-Stat.= 2.190095 F-Stat.= 42.43
Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-
variabel penjelas dalam persamaan harga riil ekspor lada putih Indonesia
berpengaruh nyata pada taraf 1 persen.
Ekspor lada putih Indonesia berpengaruh nyata dan bertanda negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa kenaikan ekspor lada putih Indonesia akan menyebabkan
terjadinya penurunan harga riil ekspor lada putih Indonesia. Keadaan ini sesuai
dengan teori ekonomi dan keadaan lada putih Indonesia, dimana apabila terjadi
kelebihan atau peningkatan penawaran ekspor akan menurunkan harga ekspor riil.
Walaupun demikian, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang
ekspor lada putih Indonesia bersifat inelastis. Hal tersebut menggambarkan
adanya keterlambatan dalam merespon perubahan ekspor lada putih Indonesia.
Nilai tukar memiliki hubungan yang negatif namun tidak berpengaruh
nyata terhadap perubahan harga ekspor. Pada saat rupiah mengalami depresiasi,
maka harga barang di dalam negeri relatif lebih murah di pasar dunia, sehingga
menyebabkan harga ekspor Indonesia menjadi turun. Walaupun demikian peubah
nilai tukar tidak berpengaruh nyata, sehingga terdepresiasinya rupiah tidak akan
menurunkan harga ekspor Indonesia. Kondisi tersebut terbukti pada tahun 1998
ketika rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat, harga ekspor lada putih
Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan nilai elastisitas, nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat bersifat inelastis terhadap harga riil ekspor lada
putih Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam
hal ini harga ekspor lada putih Indonesia tidak peka terhadap perubahan nilai
tukar.
Harga riil lada putih dunia di pusat perdagangan New York dan London
sama-sama berpengaruh nyata pada taraf 1 persen. Harga di pusat perdagangan
New York memiliki hubungan yang negatif, sehingga apabila terjadi penurunan
harga di pusat perdagangan New York tidak akan menurunkan harga ekspor lada
putih Indonesia. Berbeda dengan harga lada putih di pusat perdagangan London,
yang memiliki tanda positif. Kenaikan harga di pusat perdagangan London akan
mengakibatkan kenaikan harga ekspor lada putih Indonesia pula. Harga riil lada
putih di pusat perdagangan New York dan London bersifat elastis baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Setiap terjadi peningkatan harga
riil di pusat perdagangan London sebesar 1 persen, akan mengakibatkan
peningkatan terhadap harga riil ekspor Indonesia sebesar 1.76 persen dalam
jangka pendek dan terjadi peningkatan sebesar 2.50 persen dalam jangka panjang.
Berbeda dengan harga lada putih di pusat perdagangan New York, apabila terjadi
penurunan harga riil di pusat perdagangan New York sebesar 1 persen, maka akan
menaikkan harga riil ekspor Indonesia sebesar 1.58 persen dalam jangka pendek
dan 2.25 persen dalam jangka panjang.
Harga riil ekspor lada putih Indonesia setahun sebelumnya memiliki
pengaruh yang nyata dan positif. Informasi harga mengenai harga riil ekspor lada
putih Indonesia setahun sebelumnya merupakan faktor penting dalam penetapan
harga ekspor sebelumnya.
6.4.3 Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia
Hasil estimasi pada persamaan harga riil lada putih domestik Indonesia
menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.35452. Hal ini berarti sebesar
35.45 persen keragaman peubah harga riil domestik Indonesia dapat dijelaskan
oleh keragaman harga riil ekspor lada putih Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat, penawaran domestik Indonesia dan peubah harga riil
domestik lada putih Indonesia tahun sebelumnya. Sedangkan sisanya dijelaskan
oleh faktor-faktor lain yang tidak di jelaskan oleh model.
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersana-sama variabel-
variabel penjelas dalam persamaan harga riil domestik lada putih Indonesia
berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen.
Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia.
Elastisitas Variabel Parameter Estimasi
Probabilitas SR LR
Intercept 39604.90 PXIR 395.6753 0.55470 0.14 0.14 ERIA -8.38546 0.0783 (c) -1.97 -1.99 SD 0.548848 0.4757 0.38 0.38 LPINDO 0.989500 0.0061 (a) R2 = 0.35452 DW-Stat.= 1.941807 F-Stat.= 2.75
Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Harga riil ekspor lada putih Indonesia memiliki hubungan yang positif dan
tidak berpengaruh nyata. Setiap peningkatan harga riil ekspor lada putih Indonesia
tidak akan meningkatkan harga riil domestik Indonesia, sehingga ketika harga
ekspor menurun, harga domestik cenderung menunjukkan adanya peningkatan.
Penawaran lada putih di pasar domestik tidak berpengaruh nyata terhadap
harga riil domestik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat produksi
atau tingkat pasokan lada putih untuk kebutuhan dalam negeri tidak akan
menaikkan harga lada putih di pasar domestik. Hal tersebut dapat disebabkan
karena konsumsi lada putih domestik yang relatif tetap dan kecil. Kondisi ini di
dukung oleh nilai elastisitas yang diperoleh, yaitu dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang harga riil lada putih domestik yang tidak responsif terhadap
perubahan penawaran lada putih domestik.
Kondisi harga ekspor dan penawaran domestik Indonesia yang tidak
berpengaruh nyata dapat disebabkan karena konsumsi lada putih domestik yang
relatif tetap dan kecil. Oleh karena itu, keberadaannya tidak berkompetisi dengan
volume lada putih yang akan di ekspor.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh nyata pada taraf
10 persen terhadap perubahan harga riil domestik lada putih Indonesia. Kondisi
ini sesuai dengan kondisi ekonomi, dimana apabila terjadi depresiasi rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat maka akan mengakibatkan harga faktor-faktor
produksi di dalam negeri menjadi meningkat. Demikian juga dengan harga lada
putih di pasar domestik meningkat. Hal ini didukung dari nilai elastisitasnya yang
menunjukkan bahwa peubah harga lada putih domestik responsif terhadap
perubahan nilai tukar.
Peubah harga riil lada putih domestik tahun sebelumnya memiliki
hubungan yang positif dan berpengaruh nyata. Dengan demikian harga yang
terbentuk pada tahun selanjutnya akan mengikuti pola pembentukan harga lada
putih domestik yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Dengan melihat hasil pendugaan parameter dan elastisitas, maka dapat
disimpulkan bahwa penawaran lada putih dari negara-negara pesaing Malaysia
dan Brazil tidak memberi pengaruh terhadap penawaran lada putih Indonesia
terutama ke pasar Amerika Serikat dan Belanda. Hal tersebut dikarenakan jumlah
ekspor lada putih dari negara-negara pesaing tersebut belum dapat melebihi
jumlah ekspor lada putih dari Indonesia.
Melihat keadaan tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan oleh eksportir
lada putih Indonesia untuk dapat menjadi price maker untuk harga dunia, hal ini
disebabkan negara produsen lain belum bisa memasok lada putih sebesar
Indonesia. Namun, lemahnya posisi Indonesia terutama dalam hal mutu lada putih
membuat Indonesia hanya menjadi price taker dalam perdagangan lada putih.
Oleh karena itu, pengusaha lada putih Indonesia harus dapat mengatur laju
ekspornya agar fluktuasi harga di pasar dunia tidak terlalu tinggi, karena pada
akhirnya harga lada putih dunia akan mempengaruhi harga riil ekspor lada putih
Indonesia.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini, adalah: 1. Penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat sangat
dipengaruhi oleh produksi lada putih Indonesia, jumlah ekspor lada putih
Indonesia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya dan harga riil ekspor lada
putih Indonesia. Sedangkan untuk faktor yang mempengaruhi penawaran
ekspor lada putih Indonesia ke Belanda, hanya peubah harga riil ekspor saja
yang berpengaruh nyata. Pada jangka panjang, ekspor lada putih Indonesia
ke Amerika Serikat lebih responsif terhadap perubahan produksi lada putih,
sedangkan ekspor lada putih ke Belanda hanya responsif terhadap
perubahan harga riil ekspor. Oleh karena itu, maka pengaturan terhadap
produksi dan harga riil ekspor dapat menjadi alat yang efektif untuk
meningkatkan ekspor lada putih Indonesia ke kedua negara tersebut.
2. Permintaan impor lada putih Amerika Serikat dipengaruhi oleh pendapatan
riil perkapita Amerika Serikat dan peubah jumlah impor lada putih tahun
sebelumnya, tetapi permintaan impor tersebut hanya responsif terhadap
perubahan pendapatan perkapita. Permintaan impor lada putih Belanda
hanya dipengaruhi oleh perubahan jumlah impor lada putih Belanda pada
tahun sebelumnya. Informasi pasar sangat diperlukan untuk mengetahui
kondisi permintaan impor tahun-tahun sebelumnya, mengingat peubah
tersebut sangat mempengaruhi perilaku permintaan impor kedua negara.
3. Harga riil lada putih dunia sama-sama dipengaruhi oleh total ekspor lada
putih dunia dan harga riil lada putih dunia pada tahun sebelumnya. Volume
impor hanya mempengaruhi harga lada putih di pusat perdagangan London.
Impor lada putih dunia tersebut bersifat responsif baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Volume ekspor dunia di kedua pusat perdagangan
juga bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang.
4. Harga riil ekspor lada putih Indonesia dipengaruhi oleh total ekspor lada
putih Indonesia, harga lada putih di kedua pusat perdagangan dan harga riil
ekspor tahun sebelumnya. Dari ke empat peubah tersebut, hanya peubah
harga di kedua pusat perdagangan yang bersifat elastis. Namun kedua harga
tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap harga ekspor lada putih
Indonesia. Kenaikan harga lada putih di pusat perdagangan New York
cenderung menurunkan harga ekspor Indonesia dan kenaikan harga ekspor
di pusat perdagangan London cenderung akan menaikkan harga ekspor lada
putih Indonesia.
5. Harga riil domestik lada putih Indonesia di pengaruhi oleh nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika dan peubah harga riil domestik lada putih
Indonesia tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, peubah-peubah tersebut
tidak ada yang responsif terhadap harga domestik Indonesia.
7.2 Saran
1. Produksi lada putih Indonesia responsif terhadap penawaran ekspor
Indonesia, sehingga perlu dilakukan peningkatan produksi dan peningkatan
mutu, yaitu melalui peningkatan pelatihan bagi para petani, karena teknologi
yang sudah tersedia belum dapat terserap oleh petani atau pengusaha.
2. Penawaran ekspor lada putih Indonesia ke kedua negara tujuan dipengaruhi
oleh harga riil ekspor Indonesia, diharapkan pemerintah dan para eksportir
dapat bekerjasama untuk mengendalikan jumlah penawaran ekspor sehingga
dapat menjaga stabilitas harga ekspor lada putih Indonesia.
3. Mengingat permintaan lada putih negara importir sangat dipengaruhi oleh
impor lada putih tahun sebelumnya maka perlunya campur tangan
pemerintah, agar dapat membangun sarana dan prasarana yang dapat
mendukung informasi perdagangan lada putih dunia.
4. Bagi penelitian selanjutnya agar menambah jumlah variabel lainnya seperti
biaya produksi dan juga memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi lada putih sehingga dapat menghasilkan model yang lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
AELI. 2007. Laporan Tahunan AELI 2007. Jakarta. Badan Pusat Statistika. 2006. Statistika Indonesia 2005-2006. Jakarta. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2002. Prospek Pengembangan
Agribisnis Rempah dan Obat. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yogyakarta.
Bondar, Anggra Irena. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Permintaan Ekspor Tuna Segar Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. 2002. Tuntutan Pasar dan Mutu
Serta Prospek Perkebunan Di Pasar Internasional. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2004-2006:
Lada. Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. International Pepper Community. 1995. Pepper Statistcal Yearbook 1994. Jakarta . 1999. Pepper Statistcal Yearbook 1998. Jakarta International Pepper Community. 2005. Pepper Production Guide for Asia and
the Pacific.Joint Effort of the International Pepper Community and Food and Agriculture Organization of the United Nations. Jakarta.
International Pepper Community. 2007. Pepper Statistcal Yearbook 2006. Jakarta Kemala, Syafril. 2007. Perspektif Review Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Volume 6 Nomor 1 Juni 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Lindert, P. H. Dan C. P. Kindleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Edisi
Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta. Lipsey, Richard G., Paul N. Courant, Douglas D. Purvis, Peter O. Steiner. 1995.
Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Mamlukat, Indra. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Malau, Marudut Parulian. 1998. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Ekspor Lada Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga. Jakarta. Nugroho, Sabdo. 2004. Analisis Struktur Pasar Lada Dunia dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Harga Ekspor Lada Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pitaningrum, Dyah. 2005. Analisis Penawaran dan Permintaan Udang di Pasar
Internasional. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rismunandar. 1990. Lada: Budidaya dan Tataniaganya. Penebar Swadaya.
Jakarta. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga. Jakarta. Siswoputranto, P. S. 1976. Komoditi ekspor Indonesia. Gramedia. Jakarta. Triana, Faridah. 2000. Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap
Penawaran dan Permintaan Lada Putih di Pasar Domestik dan Dunia. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widyastuti, Riana. D. 2005. Analisis Perdagangan Lada Hitam Indonesia dan
Amerika Serikat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Data yang dipergunakan dalam Penelitian
Tahun
XI (000 kg)
XIA (000 kg)
XIN (000 kg)
XIL (000 kg)
QI (000 kg)
SD (000 kg)
PINDO (Rp/kg)
PXIR (US$/kg)
ERIA (Rp/US$)
XM (000 kg)
XMA (000 kg)
XMN (000 kg)
1982 16104.1 2530.00 5665.00 7909 17616.00 1511.9 8978.94 13.54 4362.85 5872 14 75 1983 15076.70 2945.00 6920.00 5212 17875.00 2798.3 8944.05 9.83 5620.55 6263 45 60 1984 8635.00 2555.00 3444.00 2636 15025.00 6390 17699.15 17.25 6089.51 5294 76 40 1985 12120.30 3701.00 5380.00 3039 15370.00 3249 23850.41 21.42 6517.37 5118 132 15 1986 16265.30 3706.00 4283.00 8276 16000.00 265.3 21403.75 29.79 5975.39 3531 52 40 1987 19599.60 5191.00 6490.00 7919 21000.00 1400.4 17545.53 26.36 6342 2397 10 45 1988 21893.30 5935.00 5249.20 10709 25000.00 3106.7 28585.08 18.33 5675.53 3635 12 70 1989 24832.70 6798.00 3312.90 14722 28000.00 3167.3 17686.79 11.69 5781.71 3057 63 95 1990 34660.40 5236.00 6471.50 22953 38000.00 3339.6 10735.18 6.56 5695.11 2104 24 35 1991 30640.90 4806.00 4524.10 21311 36000.00 5359.1 7825.61 4.86 5480.06 1809 15 73 1992 30110.90 3615.00 637.00 25859 30000.00 110.9 7127.99 3.47 5185.19 1688 29 30 1993 14107.20 1821.00 1033.70 11253 16000.00 1892.8 11394.37 5.47 4947.24 3853 63 425 1994 18396.60 2310.00 2261.20 13825 21000.00 2603.4 15886.32 6.39 4734.43 4905 285 265 1995 20035.20 1556.00 1515.40 16964 23000.00 2964.8 18693.42 8.98 4353.18 4162 179 270 1996 17051.90 2485.00 715.00 13852 21000.00 3948.1 37314.77 7.92 4293.12 5055 183 270 1997 21122.40 2559.00 953.30 17610 27791.00 6668.6 128960.9 12.6 5257.88 5653 153 495 1998 16569.80 2565.00 1268.50 12736 28298.00 11728.2 61692.84 7.33 12237.32 4333 188 409 1999 23872.30 2154.00 1934.60 19784 30500.00 6627.7 33629.64 6.23 7891.05 5254 380 454 2000 34256.20 4690.00 2886.70 26680 43500.00 9243.8 38664 3.43 8421.8 5477 68 15 2001 29636.70 3728.00 3262.50 22646 35000.00 5363.3 19288.64 1.73 9722.55 1752 130 90 2002 41343.30 3216.00 1661.30 36466 41000.00 343.3 21821.11 1.15 7870.09 1893 76 30 2003 24606.80 2332.00 2178.00 20097 35000.00 10393.2 17899.2 1.76 6365.26 3995 114 330 2004 13760.30 1364.00 941.50 11455 25000.00 11239.7 21121.18 1.62 5955.47 2551 106 135 2005 16226.90 1045.00 1593.30 13589 16277.00 50.1 27731.34 2,59 5769,45 2769 165 360 2006 15045.00 2046.00 979.00 12020 15568.00 523 34954.34 2 4537,97 4878 753 101
Lampiran 1. Data yang dipergunakan dalam Penelitian (Lanjutan)
Tahun
XML (000 kg)
QM (000 kg)
PXMR (rm$/kg)
ERMA (rm$/US $)
XB (000 kg)
XBA (000 kg)
XBN (000 kg)
XBL (000 kg)
QB (000 kg)
PXBR (US $/kg)
ERBA (reais/US$)
1982 5783 6965.71 5.66 4,01 5101 616 208 4277 1369.00 121.11 904.88 1983 6158 6407.28 7.06 4,01 3886 427 158 3301 3382.00 12. 22 340.01 1984 5178 6116.22 10.28 4,14 3940 466 171 3303 3361.00 22.5 118.58 1985 4971 5031.23 13.76 4,52 2108 616 185 1307 3386.00 146.78 528.39 1986 3439 4696.20 20.3 3,92 1701 130 35 1536 1822.00 58.94 129.79 1987 2342 4275.30 21.25 3,46 1001 95 7 899 1593.00 95 155.02 1988 3553 3785.21 17.45 3,3 1859 25 415 1419 2013.00 124.5 405.68 1989 2899 4000.00 11.07 3,43 1134 20 110 1004 2000.00 122.22 330.67 1990 2045 3500.00 6.65 3,46 904 16 42 846 2000.00 23600 78516.88 1991 1721 1700.00 5.05 3,06 1972 36 26 1910 2500.00 14600 74672.88 1992 1629 2600.00 4,148 2,88 599 61 10 528 1000.00 1551 6963.03 1993 3365 4300.00 6.91 2,93 1715 36 135 1544 2500.00 110 0.14 1994 4355 4000.00 8.99 2,66 1730 380 120 1230 2000.00 7.31 1.34 1995 3713 3500.00 10.44 2,51 1858 282 237 1339 2000.00 5.29 1.13 1996 4602 4670.00 9.85 2,76 2708 400 559 1749 2000.00 4.35 1.09 1997 5005 4000.00 17.11 3,93 1000 148 152 700 1000.00 4.19 1.14 1998 3736 4800.00 25.89 3,88 1180 267 87 826 1000.00 4.6 1.27 1999 4420 6000.00 24.85 3,74 1880 407 157 1316 1880.00 6.17 1.88 2000 5394 2500.00 17.81 3,8 1000 216 84 700 1300.00 4.96 1.83 2001 1532 2700.00 7.86 3,96 1800 389 151 1260 2000.00 2.11 2.33 2002 1787 2400.00 8.67 3,88 2000 18 83 1899 2000.00 1.8 2.66 2003 3551 3200.00 6.76 3,6 3000 198 100 2702 3000.00 1.63 2.23 2004 2310 3500.00 8.46 3,38 5269 472 42 4755 6000.00 1.55 1.95 2005 2244 2860.00 5.11 3,23 2000 460 125 1415 5000.00 0.91 1.49 2006 4024 4000.00 6.25 3 2000 615 63 1322 3000.00 1.3 1.27
Lampiran 1. Data yang dipergunakan dalam Penelitian (Lanjutan)
Tahun
XW (000 kg)
XWL (000 kg)
MA (000 kg)
MN (000 kg)
MW (000 kg)
MWL (000 kg)
YA (juta US $)
YN (juta gulden)
PLPA (US$/kg)
PLPB (US$/kg)
PLHA (US$/kg)
PLHB (US$/kg)
1982 27077 320 2721 1732 27397.48 22944 5315.29 251.8 1.91 1.32 1.44 0,96 1983 25225.70 4486 3129 3077 29711.56 23506 5805.28 236.98 2.77 1.76 1.54 1.33 1984 17869 10059 3643 2077 27928.12 22208 6605.83 209.69 3.01 3.23 1.91 1.94 1985 19346 8202 4760 2689 27548.04 20099 7110.91 205.43 3.54 4.9 3.25 4.01 1986 21766 269 3475 3925 28578.52 21179 6177.19 301.98 6.28 7.88 5 5.63 1987 22998 188 4534 3948 24886.06 16404 5795.99 312.9 6.5 7.6 5.63 6.04 1988 27426 39 4327 3680 28297.12 20290 5691.75 315.35 6.63 5.71 4.47 3.72 1989 30514 1490 5549 4528 32294.44 22217 6084.29 295.21 3.71 3.54 3.41 2.81 1990 38184 516 5362 5281 36682.76 26040 6317.23 375.56 2.26 2 2.43 1.82 1991 34585 163 5174 3840 35078.44 26064 6264.6 374.18 1.71 1.8 1.69 1.42 1992 32579 181 5543 5727 35794.08 24524 6318 412.27 1.74 1.71 1.4 1.17 1993 25391 5716 5480 5499 28402.8 17424 6714.15 398.82 2.73 3.09 1.54 1.67 1994 33193 8161 6102 8199 32279.12 17978 6884.6 438.3 3.66 3.98 2.39 2.51 1995 27265 1210 5265 7808 31604.4 18531 6848.07 527.12 4.69 5.09 3.02 3.5 1996 26906 2091 5765 8198 33916.6 19954 7256.06 501.94 4.52 4.87 2.93 3.27 1997 32669 4894 5751 11761 38660.08 21148 7959.68 420.39 7.32 6.9 24.99 4.7 1998 24144 2061 5393 8840 33882.08 19649 8906.69 433.14 8.04 7.59 5.41 5.3 1999 34540 3534 5232 11563 34540 17745 9179.22 437.33 7.6 7.16 5.35 5.21 2000 38053 0 8879 12262 40733 19592 9824 371.73 5.01 4.42 5.04 2.2 2001 34002 813 7581 13595 34002 12826 10449.45 377 2.74 2.61 2.39 2.05 2002 41388 0 7207 13502 45236 24527 10601.36 409.09 2.52 2.44 1.94 1.85 2003 39131 7529 6758 12179 39131 20194 10414.08 518.27 3.11 2.9 1.92 1.82 2004 33074 11494 7290 9960 33074 15824 10396.61 581.62 2.83 2.56 1.76 1.5 2005 34696 12700 7248 9352 34696 18096 9258.9 617.51 2.71 2.5 1.8 1.53 2006 33723 11800 7805 9800 33723 16118 10839.09 643.91 3.62 3.07 2.46 2.02
Lampiran 1. Data Yang dipergunakan dalam Penelitian (Lanjutan)
Keterangan :
XIAt = Volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun ke-t
(000 kg)
XMAt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
XBAt = Volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat pada tahun ke-t
(000 kg)
XINt = Volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda pada tahun ke-t(000 kg)
XMNt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
XBNt = Volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
XIt = Total ekspor lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg)
XMt = Total ekspor lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg)
XBt = Total ekspor lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
XWt = Total ekspor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
XWLt = Volume ekspor lada putih negara lainnya pada tahun ke-t (000 kg)
XILt = Ekspor lada putih Indonesia kenegara lainnya pada tahun ke-t (000 kg)
XMLt = Ekspor lada putih Malaysia ke negara lainnya tahun ke-t (000 kg)
XBLt = Ekspor lada putih Brazil ke negara lainnya tahun ke-t (000 kg)
QIt = Produksi lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg)
QMt = Produksi lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg)
QBt = Produksi lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
MAt = Volume impor lada putih Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
MNt = Volume impor lada putih Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
MWt = Total impor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
MLt = Volume impor negara lainnya pada tahun ke-t (000 kg)
PXIRt = Harga riil ekspor lada putih Indonesia tahun ke-t(US$/kg)
PXMRt = Harga riil ekspor lada putih Malaysia tahun ke-t(US$/kg)
PXBRt = Harga riil ekspor lada putih Brazil tahun ke-t(US$/kg)
PLPAt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan NewYork pada tahun ke-t (US $/ kg)
PLPBt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan London pada tahun ke-t (US $/ kg)
PLHAt = Harga riil lada hitam di pusat perdagangan New York pada tahun ke-t ( US $ / kg)
PLHBt = Harga riil lada hitam di pusat perdagangan London pada tahun ke-t (US$/ kg)
PINDOt = Harga lada putih riil di pasar domestik pada tahun ke-t ( Rp/kg)
SDt = Penawaran lada putih domestik pada tahun ke-t (000 kg)
ERIAt = Nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (Rp/US$)
ERMAt = Nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (rm/US$)
ERBAt =Nilai tukar riil reais terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t
(Reais/US$)
YAt = Pendapatan perkapita Amerika Serikat pada tahun ke-t( juta US $)
YNt = Pendapatan perkapita Belanda pada tahun ke-t (juta gulden)
XIAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Amerika Serikat
XMAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Amerika Serikat
XBAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat
XINt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Belanda
XMNt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Belanda
XBNt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda
MAt-1 = Peubah bedakala dari volume impor lada putih Amerika Serikat
MNt-1 = Peubah bedakala dari volume impor lada putih Belanda
PLPAt-1 = Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan New York
PLPBt-1 = Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan London
PXIRt-1 = Peubah bedakala harga ekspor riil lada putih Indonesia
PINDOt-1 = Peubah bedakala harga lada putih riil di pasar domestik
Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data Melalui SAS
The SAS System 10:42 Friday, April 25, 2008 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model XIA Dependent Variable XIA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 6 39809104 6634851 8.98 0.0001 Error 18 13298062 738781.2 Corrected Total 24 53107166 Root MSE 859.52383 R-Square 0.74960 Dependent Mean 3235.56000 Adj R-Sq 0.66613 Coeff Var 26.56492 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 -1849.71 1360.166 -1.36 0.1906 QI 1 0.081881 0.035930 2.28 0.0351 PXIR 1 105.7460 31.09477 3.40 0.0032 ERIA 1 -0.06365 0.114305 -0.56 0.5845 XMA 1 1.215968 1.429513 0.85 0.4062 XBA 1 0.723083 1.382856 0.52 0.6074 LXIA 1 0.632841 0.186691 3.39 0.0033 Durbin-Watson 2.458721 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.24661 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model XIN Dependent Variable XIN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 6 55045447 9174241 3.65 0.0151 Error 18 45222884 2512382 Corrected Total 24 1.0027E8 Root MSE 1585.04966 R-Square 0.54898 Dependent Mean 3022.42800 Adj R-Sq 0.39864 Coeff Var 52.44293 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 1178.224 2015.837 0.58 0.5661 QI 1 0.027541 0.050729 0.54 0.5939 PXIR 1 111.2981 56.69685 1.96 0.0653 ERIA 1 0.004187 0.208881 0.02 0.9842 XMN 1 -3.63584 3.098467 -1.17 0.2559 XBN 1 -0.28464 2.804962 -0.10 0.9203 LXIN 1 0.234108 0.267340 0.88 0.3927 Durbin-Watson 2.274942 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.18581
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model XMA Dependent Variable XMA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 144439.6 36109.90 1.61 0.2116 Error 20 449614.4 22480.72 Corrected Total 24 594054.0 Root MSE 149.93572 R-Square 0.24314 Dependent Mean 132.60000 Adj R-Sq 0.09177 Coeff Var 113.07369 Parameter Estimate Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 252.2460 219.2066 1.15 0.2634 QM 1 0.036608 0.026390 1.39 0.1807 PXMR 1 -2.48906 5.798647 -0.43 0.6723 ERMA 1 -90.2645 66.98199 -1.35 0.1929 LXMA 1 0.736820 0.385883 1.91 0.0707 Durbin-Watson 1.393033 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.01553 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model XMN Dependent Variable XMN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 157011.9 39252.97 1.72 0.1844 Error 20 455564.0 22778.20 Corrected Total 24 612575.8 Root MSE 150.92448 R-Square 0.25631 Dependent Mean 169.08000 Adj R-Sq 0.10758 Coeff Var 89.26217 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 301.2831 234.1005 1.29 0.2128 QM 1 0.020190 0.025633 0.79 0.4401 PXMR 1 4.167047 5.987770 0.70 0.4945 ERMA 1 -89.0660 72.99704 -1.22 0.2366 LXMN 1 0.299124 0.227163 1.32 0.2028 Durbin-Watson 2.192068 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.12127
The SYSLIN Procedur Two-Stage Least Squares Estimation
Model XBA Dependent Variable XBA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 508013.0 127003.2 4.80 0.0071 Error 20 529358.4 26467.92 Corrected Total 24 1037371 Root MSE 162.68964 R-Square 0.48971 Dependent Mean 271.84000 Adj R-Sq 0.38765 Coeff Var 59.84757 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 8.796316 85.94885 0.10 0.9195 QB 1 0.063374 0.028251 2.24 0.0364 PXBR 1 0.000563 0.028632 0.02 0.9845 ERBA 1 -0.00188 0.007379 -0.25 0.8015 LXBA 1 0.457018 0.173179 2.64 0.0157 Durbin-Watson 2.354138 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.26828 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model XBN Dependent Variable XBN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 311838.1 77959.53 4.65 0.0073 Error 20 335194.1 16759.71 Corrected Total 24 365116.2 Root MSE 129.45928 R-Square 0.48195 Dependent Mean 138.48000 Adj R-Sq 0.10166 Coeff Var 93.48590 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 153.7099 75.30044 2.04 0.0546 QB 1 -0.00632 0.022889 -0.28 0.7851 PXBR 1 0.002087 0.022851 0.09 0.9281 ERBA 1 -0.00203 0.005884 -0.34 0.7337 LXBN 1 0.067715 0.226216 0.30 0.0678 Durbin-Watson 2.06169 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.04501
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model MA Dependent Variable MA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 42169865 10542466 15.15 <.0001 Error 20 13917089 695854.5 Corrected Total 24 56086954 Root MSE 834.17891 R-Square 0.75187 Dependent Mean 5598.92000 Adj R-Sq 0.70224 Coeff Var 14.89893 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 581.6563 814.3106 0.71 0.4833 PLPA 1 -95.1316 112.0885 -0.85 0.4061 PLHA 1 22.24254 46.18904 0.48 0.6353 YA 1 0.444112 0.155623 2.85 0.0098 LMA 1 0.350616 0.184667 1.90 0.0721 Durbin-Watson 2.048097 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.05731
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model MN Dependent Variable MN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 2.9954E8 74886006 30.33 <.0001 Error 20 49375461 2468773 Corrected Total 24 3.4892E8 Root MSE 1571.23297 R-Square 0.85849 Dependent Mean 7320.88000 Adj R-Sq 0.83019 Coeff Var 21.46235 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 399.6866 1361.874 0.29 0.7722 PLPB 1 50.52893 751.0440 0.07 0.9470 PLHB 1 91.45447 1018.391 0.09 0.9293 YN 1 0.724251 3.771904 0.19 0.8497 LMN 1 0.882292 0.115496 7.64 <.0001 Durbin-Watson 2.664555 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.33598
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PLPA Dependent Variable PLPA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 60.26603 20.08868 14.00 0.0001 Error 21 30.12814 1.434673 Corrected Total 24 90.39418 Root MSE 1.19778 R-Square 0.66670 Dependent Mean 4.04640 Adj R-Sq 0.61909 Coeff Var 29.60109 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 1.858320 1.839419 1.01 0.3239 XW 1 -0.00016 0.000073 -2.17 0.0413 MW 1 0.000122 0.000098 1.25 0.2246 LPLPA 1 0.739157 0.124972 5.91 0.0001 Durbin-Watson 1.717551 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation 0.111772 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PLPB Dependent Variable PLPB Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 80.58379 26.86126 24.28 <.0001 Error 21 23.23524 1.106440 Corrected Total 24 103.8190 Root MSE 1.05187 R-Square 0.77619 Dependent Mean 4.02520 Adj R-Sq 0.74422 Coeff Var 26.13223 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 2.448441 1.629139 1.50 0.1478 XW 1 -0.00021 0.000064 -3.24 0.0039 MW 1 0.000150 0.000086 1.75 0.0944 LPLPB 1 0.739877 0.100151 7.39 <.0001 Durbin-Watson 1.676978 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation 0.144718
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PXIR Dependent Variable PXIR Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 5 1385.067 277.0134 42.34 <.0001 Error 19 124.3055 6.542395 Corrected Total 24 1509.373 Root MSE 2.55781 R-Square 0.91764 Dependent Mean 9.29200 Adj R-Sq 0.89597 Coeff Var 27.52702 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 5.922950 2.310278 2.56 0.0190 XI 1 -0.00015 0.000071 -2.06 0.0530 ERIA 1 -0.00033 0.000335 -0.99 0.3332 PLPA 1 -3.63470 0.912514 -3.98 0.0008 PLPB 1 4.061170 0.866687 4.69 0.0002 LPXIR 1 0.703589 0.078213 9.00 <.0001 Durbin-Watson 2.190095 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation -0.11255 The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PINDO Dependent Variable PINDO Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 5.1633E9 1.2908E9 2.75 0.0571 Error 20 9.4008E9 4.7004E8 Corrected Total 24 1.456E10 Root MSE 21680.3602 R-Square 0.35452 Dependent Mean 26377.3804 Adj R-Sq 0.22543 Coeff Var 82.19300 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept 1 39604.90 23053.15 1.72 0.1012 PXIR 1 395.6753 658.4811 0.60 0.5547 ERIA 1 -8.38546 4.518375 -1.86 0.0783 SD 1 0.548848 0.755018 0.73 0.4757 LPINDO 1 0.989500 0.323130 3.06 0.0061 Durbin-Watson 1.941807 Number of Observations 25 First-Order Autocorrelation 0.013543