analisis otonomi daerah menurut - digilib.uns.ac.id · analisis otonomi daerah dalam menguatkan ......

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 Juncto UNDANG-UNDANG NO 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH) DISERTASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Hukum NURIA SISWI ENGGARANI NIM: T310907006 PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

Upload: letruc

Post on 06-Jul-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

(STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 Juncto UNDANG-UNDANG NO 12 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH)

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Hukum

NURIA SISWI ENGGARANI

NIM: T310907006

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2014

Page 2: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Ikutilah diriku bila aku maju, doronglah diriku bila aku berhenti, dan berilah aku inspirasi bila aku jatuh

Hanya kepada Allah kami menyembah dan hanya kepada Allah lah kami meminta pertolongan (QS AL Fatihah)

Kupersembahkan karya ini dengan penuh rasa syukur kepada :

1. Kedua Orang Tuaku yang penulis hormati dan sayangi.

2. Suami dan anakku yang tercinta.

Page 6: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Dengan Mengucapkan Syukur Alhamdulillah, Penulis Panjatkan Kehadirat

Illahi‟ Robby Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Yang Telah

Melimpahkan Rahmat, Taufiq Dan Hidayahnya, Sehingga Penulis Dapat

Menyelesaikan Disertasi Yang Berjudul Analisis Otonomi Daerah Dalam

Menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Studi Terhadap Undang-

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Juncto Undang-Undang No 12 Tahun

2008 Tentang Pemerintahan Daerah).

Tujuan ini diawali rasa keprihatinan penulis yang mengamati bahwa

otonomi daerah di Indonesia yang berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 masih

menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik

Indonesia, terbukti dengan dianutnya system otonomi seluas-luasnya kepada

pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten kota dengan pembagian

kewenangan yang menganut system residu.

Penulis sangat menyadari keterbatasan bekal ilmu yang dimiliki, ketika

meyusun disertasi. Banyak pihak yang baik secara langsung maupun tidak

langsung telah memberikan masukan, arahan, bimbingan dan spirit yang luar

biasa, sehingga penulis dapat meningkatkan pemahaman ilmu dan pengetahuan

dalam menyelesaikan disertasi ini. Untuk itu dalam konsep ini perkenankan

penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan dalam pengantar disertasi

ini:

1. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr. H Ravik Karsidi

MS, Rektor UNS yang telah memfasilitasi penulis dalam proses

penyusunan disertasi sehingga mempermudah penulis dalam

menyelesaikan disertasi ini.

2. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr. Hartiwiningsih,

Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memfasilitasi penulis dalam

proses penyusunan disertasi sehingga mempermudah penulis dalam

menyelesaikan disertasi ini.

3. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Adi

Sulistiyono,SH.,MH.Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas

Hukum UNS Surakarta dan Prof Dr. Supanto, SH.,M.Hum, Sekretaris

Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS Surakarta.

4. Penulis mengucapkan terimakasih yang teramat kepada Prof Setiono,

SH.M.S selaku Promotor yang dengan keilmuan, ketelitian dan

kesabarannya telah membimbing dan selalu mensuport penulis untuk

menyelesaikan disertasi ini.

5. Penulis mengucapkan terimakasih yang teramat kepada Co promotor

Dr. I.G. Ayu Ketut Rachmi H.,SH.,MM. yang dengan keilmuan,

ketelitian dan kesabarannya telah membimbing dan selalu mensuport

penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.

Page 7: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

6. Penulis mengucapkan terimakasih yang teramat kepada Co promotor

Dr. Drajat Trikartono, M.Si. yang dengan keilmuan, ketelitian dan

kesabarannya telah membimbing dan selalu mensuport penulis untuk

menyelesaikan disertasi ini

7. Penulis mengucapkan terimakasih yang teramat kepada Prof. Dr.

Arief Hidayat, SH.,MS, Prof. Dr. Andrik Purwasito DEA, Dr. Hj.

Ni‟matul Huda,SH.,M.Hum selaku penguji disertasi yang telah

bersedia menyediakan waktu untuk memberikan masukan-masukan

terkait penulisan disertasi penulis.

8. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ibu Dosen

UMS Dr Aidulfitriciada ashari SH.M.Hum, Prof Harun SH,M.um,

Iswanto SH.,MH, dan Inayah SH.,MH yang ikut serta memberikan

sumbangsih keilmuan dalam penyusunan disertasi ini.

9. Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para staf

program Doktor ilmu hukum yang sudah turut serta membantu

memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

Surakarta, April 2014

Penulis

Nuria Siswi Enggarani

Page 8: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRAK

Nuria Siswi Enggarani, 2014, Analisis Otonomi Daerah Dalam Menguatkan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (Studi Terhadap Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 Juncto Undang-Undang No 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan

Daerah). Promotor: Prof. Dr. H. Setiono,SH.,M.S, Co Promotor Dr. I.G. Ayu

Ketut Rachmi H.,SH.,MM dan Dr. Drajat Trikartono, M.Si. Disertasi. Surakarta:

Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan mengkaji otonomi daerah di Indonesia dalam menguatkan

Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UU No 32/2004. Mengkaji

ketentuan UU No 32/2004 menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan

menemukan model otonomi daerah yang dapat menguatkan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang memfokuskan pada data

kepustakaan yang berupa bahan hukum primer dan sekunder dengan

menggunakan penalaran deduktif.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asas-asas hukum, sistematika

peraturan perundang-undangan, penelitian terhadap taraf sinkronisasi dari

peraturan perundang-undangan, penelitian terhadap sejarah hukum sereta

menggunakan penafsiran hukum

Urusan dan pengawasan merupakan elemen yang paling penting dalam rangka

menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan dasar bagi

diterapkannya otonomi luas. Indikator yang digunakan untuk mengetahui bahwa

UU No 32/2004 dapat menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau

tidak adalah dilihat dari elemen urusan dan pengawasan. Jika penulis melihat

urusan dan pengawasan dalam ketentuan UU No 32/2004 menimbulkan asumsi

penafsiran yang mengarah pada kecenderungan menguatkan kearah federalisme

dan menguatkan kearah resentralisasi yaitu (1) pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan rumah tangga dengan asas

otonomi bukan asas desentralisasi; (2) penggunaan otonomi seluas-luasnya; (3)

penggunaan prinsip kewenangan sisa; (4) perincian urusan wajib dan pilihan yang

sama baik bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota; (5) penggunaan

urusan yang bersifat concurrent untuk urusan wajib dan pilihan dan (6)

pengawasan terhadap pelaksanaan urusan wajib. Penyebab Otonomi Daerah

Menurut UU No 32/2004 Tidak menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah (1) Konsep pemberian kewenangan menurut UU No 32/2004 yang

dirumuskan dalam bentuk kewenangan sisa (residu power)mengarah pada

federalisme; (2) penggunaan asas otonomi dan otonomi seluas-luasnya pada

awalnya lahir berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 tentang

pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah, dapat membahayakan keutuhan

NKRI karena otonomi seluas-luasnya diartikan secara salah berkaitan dengan

jumlah urusan rumah tangga suatu daerah; (3) pola pembagian kewenangan

diperinci dan dibagi bersama / concurent, serta pengawasan terhadap pelaksanaan

urusan wajib menyebabkan pengekangan terhadap kebebebasan dalam berotonomi

dan (4) UU No 32/2004 mengadopsi kebebasan untuk menentukan jenis otonomi.

Page 9: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Model otonomi yang menguatkan Negara kesatuan terletak pada sistem

pembagian urusan dan pengawasan. (1) Model otonomi yang menguatkan negara

kesatuan terletak pada pembagian kewenangan dengan mengubah sistem otonomi

seluas-luasnya menjadi otonomi kesejahteraan nasional, fokus dan bertanggung

jawab; (2) Sistem pembagian urusan diberi frase “tambahan kewenangan lain”

bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dan diperinci tetapi fokus sesuai dengan

acuan dalam penyusunan system pembagian urusan pusat dan daerah. Pembagian

urusan yang bersifat Concurrent hanya terletak pada urusan pemerintah dalam

rangka menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak concurrent pada

semua bidang urusan baik pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota; (3)

Penggunaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan secara

seimbang; (4) Pengawasan represif dan pengawasan prefentif tetap diperlukan dan

pengawasan prefentif tidak hanya ditujukan terhadap rancangan peraturan daerah

yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR saja namun

ditujukan terhadap semua jenis rancangan peraturan daerah dalam rangka

menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan tetapi pengawasan

terhadap pelaksanaan urusan wajib, dihapus karena pengawasan telah dilakukan

oleh gubernur sebagai wakil pemerintah. Kedudukan provinsi sebagai daerah

otonom dihapus provinsi hanya berkedudukan sebagai wilayah administratif saja;

dan Bentuk otonomi yang dapat menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah otonomi daerah dalam bentuk otonomi luas dan otonomi khusus atau

desentralisasi asimetris. Desentralisasi asimetris tersebut dilakukan untuk

memperkuat integrasi nasional sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

dengan menempatkan hukum dan demokrasi sebagai pilar utamanya, untuk

mewujudkan masyarakat adil dan makmur, dengan tetap menjaga nilai-nilai

keberanekaragaman daerah, baik dalam bentuk keistimewaan ataupun

kekhususan.

Kata kunci: Otonomi Daerah, Penguatan, Negara Kesatuan Republik

Indonesia, UU No 32/2004.

Page 10: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRACT

Ms. Nuria Siswi Enggarani, 2014, Analysis of Regional Autonomy in

Strengthening Unitary state Republic of Indonesia (a Study about the Law

Number 32 Year 2004 Juncto Law No. 12 Year 2008 on Regional Government).

Promoter: Prof. Dr.. H. Setiono, SH., M.S, Co Promoter Dr. I.G. Ayu Ketut

Rachmi H., SH., MM And Dr. Drajat Trikartono, M.Si. Dissertation. Surakarta:

Doctoral Program of Legal Studies Faculty of Law, Sebelas Maret University.

This study aims to assess the regional autonomy in Indonesia in strengthening the

Republic of Indonesia under Law No. 32/2004. Reviewing the provisions of Law

No. 32/2004 that strengthens Unitary Sate Republic of Indonesia and find a model

that can strengthen it.

This research is a normative legal literature that focuses on the literature data in

the form of primary and secondary legal materials using deductive thought.

The approach used is using principles of law approach, systematic legislation,

research on the synchronization level of legislation, research on legal history as

well as using legal interpretation.

Affairs and supervision is the most important element in strengthening the

framework of the Unitary State of the Republic of Indonesia and is the basis for

the implementation of special autonomy. Indicators used to determine that the Act

No. 32/2004 can strengthen the Republic of Indonesia or not is seen from the

elements affairs and supervision. If the writers sees the affairs of the provisions of

Law No. 32/2004 lead to the interpreted assumption that lead to a federalism and

toward recentralization namely (1) the provincial government and district or city

govern and manage the affairs of the internal with the principle of autonomy and

not the principles of decentralization, (2) the use of broadest autonomy, (3) the use

of the principle of residual authority, (4) details of obligatory and optional choice

for the provincial government and district or city, (5) the use of concurrent matters

for compulsory and optional affair and (6) monitoring the implementation of

obligatory functions. Causes of Regional Autonomy According to Law No.

32/2004 do not strengthen the Republic of Indonesia is (1) The concept of

granting authority under Law No. 32/2004 which was formulated in the form of

residual authority (residual power) leads to federalism, (2) the use of the principle

of autonomy and widest autonomy at first birth based on MPRS No.

XXI/MPRS/1966 about granting autonomy to the regions, can jeopardize the

integrity of the Unitary Republic of Indonesia because it is defined wrongly that

correlate to the number of household affairs of a region, (3) the pattern of power

distribution is itemized and shared or concurrent, and supervising the obligatory

affairs led crackdown on freedoms in the autonomy and (4) Law No. 32/2004

adopted the freedom to determine the type of autonomy. Model of autonomy that

strengthens the unity of the State lies in the distribution of affair and monitoring

systems. (1) Model State autonomy strengthens the unity namely in changing the

system of broad autonomy to national prosperous autonomy, focus and

responsibility, (2) System of affairs division is given phrase “another additional

authority” for the local government district or city and they are detailed but

focused in accordance with arranging the distribution system of national and local

Page 11: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

affairs, Concurrent assignment of functions are only in the affairs of government

in order to strengthen the Republic of Indonesia, not concurrent in all areas of

business including government, provincial and district or city, (3) the use of the

principle decentralization, de-concentration and co-administration are done justly;

(4) repressive surveillance and preventive supervision are still required and it is

not only purposed toward planning of district rules that order district tax,

retribution, budget and general design of city only but it is purposed toward all

kinds of district rules in order to strengthen the Republic of Indonesia but the

supervise compulsory affairs are removed, because it has been done by the

governor as a government representative. Position of the province as a

autonomous region is removed and it only serves as an administrative area, and

form of autonomy that can strengthen unitary state of Indonesia is regional

autonomy in the form of wide autonomy and specific autonomy or asymmetric

decentralization. The asymmetric decentralization in order to strengthen national

integration as the Republic of Indonesia to put law and democracy as its main

pillar, to realize a just and prosperous society, while maintaining the values of the

diversity of the district, either in the form of privileges or specificity.

Keywords: Regional Autonomy, strengthening, the Unitary State Republic of

Indonesia, Law No. 32/2004.

Page 12: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

Ringkasan Desertasi

Konsep negara kesatuan dapat dilihat dalam UUD 1945 Pasal 1

(1),berbunyi: “Negara Indonesia Ialah Negara Kesatuan yang berbentuk

Republik”. Bentuk negara kesatuan telah disepakati oleh para founding fathers,

dalam sidang BPUPKI, salah satu founding fathers Muhammad Yamin

memaparkan supaya merumuskan:” Negara kesatuan, cita-cita pelaksanaan

unitarisme, perasaan unitarisme hanyalah dapat diwujudkan dengan Negara

Kesatuan atau eenheidsstaat”. Dasar unitarisme, yaitu kesatuan Indonesia, tidak

pecah-pecah, baik mengenai pemerintahannya maupun mengenai bangsanya

maupun daerahnya.

Pasal 18 lama diamandemen menjadi Pasal 18, 18 A dan 18B UUDNRI

1945. Pasca reformasi pasal 18, 18A dan 18B UUDNRI 1945 memberikan

landasan konstitusional bagi pelaksanaan desentralisasi. Pada Pasal 18(2)

menyatakan bahwa:”Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan”. Pasal 18(5) menyatakan bahwa: “Pemerintahan daerah

menjalankan otonomi seluas-luasnya,kecuali urusan pemerintahan yang oleh

undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Pasal 18

amandemen juga menekankan pada pengakuan kekhususan dan keistimewaan

satuan-satuan pemerintahan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 18B UUD 1945

bahwa: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.

System otonomi yang dianut UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagai pengaturan lebih lanjut dari Pasal 18 amandemen adalah menganut asas

otonomi seluas-luasnya baik didaerah provinsi dan daerah kabupaten/kota yang

diatur secara tersurat dalam Pasal 2 (2) (3) dan Pasal 3, sedangkan asas

dekonsentrasi diatur dalam posisi Peran Gubernur sebagai wakil pemerintah

(Pasal 37 (1) (2)).UU No.32 /2004 juga menganut paham pembagian urusan,

dimana pembagian urusan dirinci menjadi urusan wajib dan urusan pilihan dan

urusan tersebut sama untuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota (Pasal

13 dan Pasal 14). Sehingga titik tekan pada UU No 32/2004 ada pada urusan.

Sedangkan otonomi khusus juga diakomodasi dalam pada Pasal 225 dan 226 yang

pada intinya Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi

khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan

khusus yang diatur dalam undang-undang lain yang berlaku bagi Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua,

dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus

dalam Undang-Undang tersendiri. Dalam penjelasan UU No 32/2004 huruf (b)

juga tersurat bahwa setiap daerah diberikan kebebasan untuk menentukan isi dan

jenis otonomi, dalam artian tidak selalu sama antara daerah satu dengan daerah

lainnya.

Jika penulis melihat dalam UU No 32/2004 terdapat beberapa Pasal yang

menimbulkan asumsi penafsiran yang mengarah pada kecenderungan tidak

menguatkan Negara kesatuan, indicator menguatkan Negara kesatuan adalah pada

kewenangan dan pengawasan, yaitu terdapat pada Pasal 2(3) ( menguatkan ke

Page 13: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

arah federalisme), Pasal 10(2) (menguatkan ke arah federalisme), Pasal 11(1)

(menguatkan ke arah resentralisasi), Pasal 11(3) (menguatkan ke arah

resentralisasi), Pasal 13(1) (menguatkan ke arah resentralisasi), Pasal 14(1)

(menguatkan ke arah resentralisasi), Pasal 218 (1) (menguatkan ke arah

resentralisasi).

Dalam Pasal 2 (3) dan Pasal 10(2) terkait dengan kewenangan, pada intinya

menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah

kabupaten dan kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan. Pada Pasal 11 (1) dan Pasal 11 (3) Urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang

diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi

adalah urusan wajib dan urusan pilihan. Dalam penjelasan UU No 32/2004 yang

terletak pada dasar pemikiran tentang pembagian urusan pemerintahan, urusan

yang diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi

adalah urusan yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang

penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama

antara Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 13 (1) dan Pasal 14 (1) pada

intinya urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan

pemerintah daerah kabupaten/kota adalah sama dan dirinci menjadi 16 urusan. 16

urusan wajib tersebut yang membedakan hanyalah skala. Sedangkan Pasal 218 (1)

pada intinya pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

dilaksanakan oleh Pemerintah selain pengawasan terhadap peraturan daerah dan

peraturan kepala daerah pengawasan juga dilakukan terhadap pelaksanaan urusan

pemerintahan di daerah. Pengawasan terhadap pelaksanaan urusan mengarah

kepada kecenderungan resentralisasi.

Dari beberapa pasal diatas terutama pasal 2 (3) dan pasal 10 (2) UU No

32/2004 sebenarnya pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sudah

diberikan kewenangan yang seluas-luasnya dengan asas otonominya, karena

istilah otonomi berarti dapat melaksanakan pemerintahan sendiri, namun dalam

perjalanan penyelenggaraan pemerintahan daerah masih menimbulkan munculnya

UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang sebelumnya provinsi Aceh

juga sudah mendapat otonomi khusus (UU No 18/2001). UU No 11/2006 hasil

dari MoU Helsinki memuat kewenangan Pemerintah Aceh yang sangat luas,

Hakekat dari pada suatu negara kesatuan, baikpersatuan (union) maupun kesatuan

(unity) L.J. Van Apeldoorn, mengatakan “...suatu Negara disebut Negara kesatuan

apabila kekuasaan hanya dipegang oleh pemerintah pusat, sementara provinsi-

provinsi menerima kekuasaan dari pemerintah pusat. Provinsi-provinsi itu tidak

mempunyai hak mandiri”.

Penulis dalam penelitian ini hanya membahas UU No 32 Tahun 2004, tidak

membahas UU No 12 Tahun 2008 dikarenakan tidak terkait dengan pokok-pokok

yang penulis bahas dalam UU No 32 Tahun 2004 yaitu tentang kewenangan dan

pengawasan. Alasan perlunya UU No 32/2004 dibahas adalah karena beberapa

pasal terkait dengan kewenangan dan pengawasan dalam UU No 32/2004 menurut

pendapat penulis mengandung penafsiran yang mengarah pada kecenderungan

tidak menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi malah menguatkan

Page 14: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

kearah federalisme dan menguatkan ke arah resentralisasi. Berdasarkan latar

belakang diatas maka permasalahan yang akan dikemukakan adalah: Pertama,

Apakah ketentuan UU No 32/2004 menguatkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia; Kedua, Bagaimanakah Model dan Bentuk otonomi daerah yang dapat

menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Penelitian ini bertujuan mengkaji otonomi daerah di Indonesia dalam

menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UU No 32/2004.

Mengkaji ketentuan UU No 32/2004 menguatkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan menemukan model otonomi daerah yang dapat menguatkan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum

normatif yang memfokuskan pada data kepustakaan yang berupa bahan hukum

primer dan sekunder dengan menggunakan penalaran deduktif. Pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan asas-asas hukum, sistematika peraturan perundang-

undangan, penelitian terhadap taraf sinkronisasi dari peraturan perundang-

undangan, penelitian terhadap sejarah hukum serta menggunakan penafsiran

hukum.

Pendekatan Teori yang digunakan adalah Pertama; teori negara kesatuan

menggunakan teori C.F. Strong. Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah

bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan

legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada

pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan

sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan

dengan sistim desentralisasi), tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap

di tangan pemerintah pusat. Kedua; teori pembagian kekuasaan menggunakan

teori pembagian kekuasaan CF Strong. Menurut CF Strong pembagian kekuasaan

dalam Negara Federal dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung di mana

letaknya “Reserve of Powers” atau “dana kekuasaan”:Pertama, Undang-Undang

Dasar memperinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal (misalkan

kekuasaan untuk mengurus soal hubungan luar negeri, mencetak uang dan

sebagainya) sedangkan sisa kekuasaan yang tidak terinci diserahkan kepada

Negara-negara bagian. Sisa kekuasaan ini dinamakan reserve of powers atau dana

kekuasaan.; Kedua, Undang-Undang Dasar merinci satu persatu kekuasaan

pemerintah negara-negara bagian, sedangkan dana kekuasaan diserahkan kepada

pemerintah federal. Ketiga;model otonomi dalam menguatkan Negara Kesatuan

Republik Indonesia menggunakan Teori Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen,

Pemberlakuan otonomi daerah yang berbeda antara satu daerah dengan daerah

lain, bahwa desentralisasi merupakan salah satu bentuk organisasi negara atau

tatanan hukum negara. Tatanan Hukum desentralisasi menunjukkan adanya

berbagai kaidah hukum yang berlaku sah pada wilayah yang berbeda. Ada kaidah

yang berlaku sah untuk seluruh wilayah negara (central norm) dan ada kaidah

berlaku sah dalam wilayah yang berbeda disebut kaidah desentral atau kaidah

lokal (decentral or local norm). Teori Hans Kelsen menjelaskan bahwa

pemberlakuan beberapa peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah

sebagai tatanan hukum desentralistik yang dikaitkan dengan wilayah (territorial)

sebagai tempat berlakunya kaidah hukum secara sah sebagai konsepsi statis dari

desentralisasi.

Page 15: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

Urusan dan pengawasan merupakan elemen yang paling penting dalam

rangka menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan dasar

bagi diterapkannya otonomi luas. Indikator yang digunakan untuk mengetahui

bahwa UU No 32/2004 dapat menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

atau tidak adalah dilihat dari elemen urusan dan pengawasan. Jika penulis melihat

urusan dan pengawasan dalam ketentuan UU No 32/2004 menimbulkan asumsi

penafsiran yang mengarah pada kecenderungan menguatkan kearah federalisme

dan menguatkan kearah resentralisasi yaitu (1) pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan rumah tangga dengan asas

otonomi bukan asas desentralisasi; (2) penggunaan otonomi seluas-luasnya; (3)

penggunaan prinsip kewenangan sisa; (4) perincian urusan wajib dan pilihan yang

sama baik bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota; (5) penggunaan

urusan yang bersifat concurrent untuk urusan wajib dan pilihan dan (6)

pengawasan terhadap pelaksanaan urusan wajib. Penyebab Otonomi Daerah

Menurut UU No 32/2004 Tidak menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah (1) Konsep pemberian kewenangan menurut UU No 32/2004 yang

dirumuskan dalam bentuk kewenangan sisa (residu power)mengarah pada

federalisme; (2) penggunaan asas otonomi dan otonomi seluas-luasnya pada

awalnya lahir berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 tentang

pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah, dapat membahayakan keutuhan

NKRI karena otonomi seluas-luasnya diartikan secara salah berkaitan dengan

jumlah urusan rumah tangga suatu daerah; (3) pola pembagian kewenangan

diperinci dan dibagi bersama / concurent, serta pengawasan terhadap pelaksanaan

urusan wajib menyebabkan pengekangan terhadap kebebebasan dalam berotonomi

dan (4) UU No 32/2004 mengadopsi kebebasan untuk menentukan jenis otonomi.

Hasil temuan dan analisis diatas adalah sebagai berikut: Model otonomi

yang menguatkan negara kesatuan terletak pada sistem pembagian urusan dan

pengawasan. (1) Model otonomi yang menguatkan negara kesatuan terletak pada

pembagian kewenangan dengan mengubah sistem otonomi seluas-luasnya

menjadi otonomi kesejahteraan nasional, fokus dan bertanggung jawab; (2) Sistem

pembagian urusan diberi frase “tambahan kewenangan lain” bagi pemerintah

daerah kabupaten/kota dan diperinci tetapi fokus sesuai dengan acuan dalam

penyusunan system pembagian urusan pusat dan daerah, dengan pengertian

bahwa “apa saja” Urusan Pemerintah Pusat senantiasa dilaksanakan untuk urusan-

urusan pemerintahan yang berdampak nasional (lintas Provinsi) dan internasional

serta Membuat aturan main dalam bentuk norma, standar dan prosedur untuk

melaksanakan suatu urusan pemerintahan; Urusan Pemerintah Wilayah Provinsi

difokuskan untuk melaksanakan urusan-urusan pemerintahan yang berdampak

regional/lintas kabupaten/kota dan urusan pemerintah lainnya sesuai dengan

kebijakan pemerintah dan Koordinasi, pembinaan, pengawasan dan monitoring

terhadap urusan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Urusan kabupaten/kota, mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan

dalam skala kabupaten/kota sesuai norma, standar dan prosedur yang ditetapkan

pemerintah dan urusan-urusan tertentu yang focus menyangkut pelayanan dasar

dan pelayanan masyarakat. Pembagian urusan yang bersifat Concurrent hanya

terletak pada urusan pemerintah dalam rangka menguatkan Negara Kesatuan

Page 16: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Republik Indonesia, tidak concurrent pada semua bidang urusan baik pemerintah,

provinsi dan kabupaten/kota; (3) Penggunaan asas desentralisasi, dekonsentrasi

dan tugas pembantuan secara seimbang; (4) Pengawasan represif dan pengawasan

prefentif tetap diperlukan dan pengawasan prefentif tidak hanya ditujukan

terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi

daerah, APBD, dan RUTR saja namun ditujukan terhadap semua jenis rancangan

peraturan daerah dalam rangka menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

akan tetapi pengawasan terhadap pelaksanaan urusan wajib, dihapus karena

pengawasan telah dilakukan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah. Kedudukan

provinsi sebagai daerah otonom dihapus provinsi hanya berkedudukan sebagai

wilayah administratif saja; dan (4) Bentuk otonomi yang dapat menguatkan

Negara kesatuan republik indonesia adalah otonomi daerah dalam bentuk otonomi

luas dan otonomi khusus atau desentralisasi asimetris. Desentralisasi asimetris

tersebut dilakukan untuk memperkuat integrasi nasional sebagai Negara Kesatuan

Republik Indonesia dengan menempatkan hukum dan demokrasi sebagai pilar

utamanya, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, dengan tetap

menjaga nilai-nilai keberanekaragaman daerah, baik dalam bentuk keistimewaan

ataupun kekhususan.

Page 17: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

Dissertation Summary

Unitary state concept can be seen in the enactment 1945 Section 1 (1), reads: "Indonesia

is the Unitary State in the form of the Republic". A unitary state has been agreed by the

founding fathers, in BPUPKI session, one of the founding fathers Muhammad Yamin

explained that: "The Unitary state, implementation goal of unity, unity feelings can only

be realized with the Unitary state or eenheidsstaat". Unitary basis, is the unity of

Indonesia, not cracked, either the government or the nation or the region.

The old Article 18 to the amended Article 18, 18 A and 18B UUDNRI 1945. After the

reform era, article 18, 18A and 18B of the 1945 UUDNRI provide the constitutional

basis for the implementation of decentralization. In Article 18 (2) states that: "The

provincial, district and municipal government organize and manage their own affairs

according to the principle of autonomy and assistance". Article 18 (5) states that: "The

local government runs autonomy, except in matters of government that are prescribed

by law as the affairs of the central government". Article 18 amendment also emphasizes

the specificity of recognition and privileges of government units, as defined in section

18B of the 1945 Constitution that: "The State recognizes and respects units of

government that are special and that are regulated by the law".

System autonomy followed by Law No. 32/2004 on Regional Government as further

regulation of Article 18 of the amendments are adopted the principle of autonomy both

provincial and local or city who are expressly stipulated in Article 2 (2) (3) and Article

3, whereas deconcentration role of Governors is set in a position as a government

representative (Article 37 (1) (2).) Act No. 32/2004 also adopts affairs division, where

the distribution of specified matters be detailed as a compulsory business and option

affairs and those affairs are similar for the provincial government and district or city

(Article 13 and Article 14). So the pressure point on the Law No. 32/2004 is in the

business. While autonomy is also accommodated in the Articles 225 and 226 are

essentially districs with special status and given special autonomy than regulated by this

Act also enacted special provisions set out in the law that apply to Special Capital

Region of Jakarta, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua province, and the province of

Yogyakarta as long as not specifically stipulated in the separated Act. In explanation of

the Law No. 32/2004 (b) also implied that each district is given the freedom to

determine the content and type of autonomy, in the sense that not always the same

between the regions with other regions.

If the writer saw in Law No. 32/2004 article, there are several assumptions which raise

the interpretation that leads to a tendency not strengthen the unitary State, the indicator

of strengthening the unitary State is in the authority and supervision, which is contained

in Article 2 (3) (towards strengthening federalism), Article 10 (2) (towards

strengthening federalism), Article 11 (1) (strengthening towards recentralization),

Article 11 (3) (strengthening towards recentralization), Article 13 (1) (strengthening

towards recentralization), Article 14 (1) (reinforcing towards recentralization), Article

218 (1) (strengthening towards recentralization).

In Article 2 (3) and Article 10 (2) relating to authority, in essence, states that the

provincial government, the local government district and city in running the affairs of

the authority of local government autonomy to run based on the principles of autonomy

and assistance. In Article 11 (1) and Article 11 (3) Government affairs that become

Page 18: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

local government authority, which was held by the criteria of externality, accountability

and efficiency is obligatory functions and affairs of choice. In explanation of the Law

No. 32/2004 which lies in the thought of the division of governmental affairs, affairs

organized by the criteria of externality, accountability and efficiency are matters that are

concurrent means that the handling of government affairs in part or particular areas can

be implemented jointly by the Government and local government . Article 13 (1) and

Article 14 (1) is essentially obligatory functions under the authority of the provincial

government and the local government district or city is broken down into 16 equal and

affairs. 16 obligatory functions are identified by the scale. While Article 218 (1) in

essence supervision over local governments conducted by the Government in addition

to the supervision of the head and of the local rules, supervision is also made toward

government business in the district. Supervision toward the implementation of the

affairs that leads to a tendency of recentralization.

From some of the above article, especially article 2 (3) and Article 10 (2) of Law No.

32/2004 is actually the provincial government and district or city has been given the

broadest possible authority to the principle of autonomy, because the term autonomy

means it can carry out self-government, but in the course of the regional administration

is still causing the emergence of Act No. 11/2006 on Aceh Government, which was

previously the province of Aceh has also received special autonomy (Law No. 18/2001).

Law No. 11/2006 contains the results of the Helsinki MoU Aceh Government

authorities that are very broad, the essence of a unitary state, either union and unity

(unity) LJ Van Apeldoorn, saying "... a State called unitary state where power is held by

the central government, while the provinces receive power from the central government.

Provinces do not have independent rights ".

The author in this study only discusses Act No. 32 of 2004, does not address the Act

No. 12 of 2008 because not related to the main points that the author discussed in Law

No. 32 of 2004 which is about the authority and supervision. The reason behind the Act

No. 32/2004 is due to a number of articles discussed related to the authority and

supervision of the Law No. 32/2004 in the opinion of the author containing the

interpretation that leads to a tendency not strenthen the Republic of Indonesia but

instead towards strengthening federalism and strengthen toward recentralization. Based

on the above background, the issues to be raised are: First, whether the provisions of

Law No. 32/2004 strengthens the Republic of Indonesia; Second, How is Model and

Shape that strengthen the autonomy of the Unitary Republic of Indonesia?

This study aims to assess the regional autonomy in Indonesia in strengthening the

Republic of Indonesia under Law No. 32/2004. Reviewing the provisions of Law No.

32/2004 that strengthens the Republic of Indonesia and finds a model that can

strengthen local autonomy of the Unitary Republic of Indonesia. This research is a

normative legal literature that focuses on the data in the form of primary and secondary

legal materials using deductive thought. The approach used is general principles of law

approach, systematic legislation, research on the synchronization level of legislation,

research on the history of the interpretation of the law and law interpretation.

Theoritical approach used is First; unitary state theory using theory C.F. Strong.

According C.F. Strong , the unitary state is form of the state in which the supreme

legislative authority concentrated in the national legislature or center. Power lies in the

central government and not in the local government. The central government has the

Page 19: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

authority to give up some of its power to the regions based on the right to autonomy

(unitary state with decentralized systems), but at the last stage of the ultimate power

remains in the hands of the central government. Second, the theory of the division of

power using a power-sharing CF Strong theory . According to CF Strong power

distribution in the Federal State can be done in two ways , depending on where it is

located " Reserve of Powers " or " fund of power " : First , the Constitution specifies

one after the federal government's power ( eg power to take care about foreign relations

, printing money and so on ) while the remaining power is no detail left to the states .

The rest of the power is called the reserve fund of powers or authority . ; Second , the

Constitution specifies one by one power of the states governments , while fund of power

handed to the federal government . Third, the model in strengthening the autonomy of

the Republic of Indonesia using the Theory of Hans Kelsen . According to Hans Kelsen

, The implementation of regional autonomy which vary from one region to the other ,

that decentralization is one form of state organization or state legal order. Law Order of

decentralization indicates a variety of valid legal norms applicable in different areas .

There are accepted rules valid for the entire territory of the country ( central norm) and

there are valid rules apply in different areas called decentralized or local rules(decentral

or local norm). Hans Kelsen's theory explains that the implementation of some

legislation on local autonomy as a decentralized legal order that is associated with the

region ( territory ) as a legitimate entry into force of the rule of law as a static

conception of decentralization

Affairs and supervision is the most important element in strengthening the framework of

the Unitary State of the Republic of Indonesia and is the basis for the implementation of

special autonomy. Indicators used to determine that the Act No. 32/2004 strengthen the

Republic of Indonesia or not is seen from the elements affairs and supervision. If the

writers see the affair and control of the provisions of Law No. 32/2004 lead to the

assumption that leads to a tendency not strengthening federalism and not toward

recentralization namely (1) the provincial government and district or city govern and

manage the affairs of the household with the principle of autonomy and is not the

principle of decentralization , (2) the use of broad autonomy, (3) the use of the principle

of residual authority, (4) details of obligatory and choice equally for the provincial

government and district or city; (5) using matters that are concurrent for the mandatory

business and choice and (6) monitoring the implementation of obligatory functions.

Causes of Regional Autonomy According to Law No. 32/2004 are not strengthening the

Republic of Indonesia is (1) The concept of granting authority under Law No. 32/2004

which was formulated in the form of residual authority (residual power) leads to

federalism, (2) the use of the principle of widest autonomy at first birth based MPRS

No. XXI/MPRS/1966 about granting autonomy to the regions, can jeopardize the

integrity of the Unitary Republic of Indonesia that is interpreted mistakenly related to

the number of household affairs of a region, (3) the pattern of distribution and shared

authority or concurent, and supervision of the affairs led to crackdown on freedoms in

the autonomous and (4) of Law No. 32/2004 adopted the freedom to determine the type

of autonomy.

The findings and analysis above are as follows: Model autonomy strengthens the unity

Page 20: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx

of the country lies in the assignment of functions and monitoring systems. (1) Model

State autonomy strengthens the unity namely in changing the system of broad autonomy

to national prosperous autonomy, focus and responsibility, (2) System of affairs division

is given phrase “another additional authority” for the local government district or city

and they are detailed but focused in accordance with arranging the distribution system

of national and local affairs, with the understanding that "everything" is always held the

Central Government Affairs for governmental affairs for the national impact (across the

province) and internationally as well and build rules in the form of norms, standards and

procedures to implement a government affairs; Provincial Government Affairs is

focused to carry out the affairs that impact regional or cross county or city and other

government affairs in accordance with government policy and coordination, guidance,

supervision and monitoring of government affairs conducted by the district or city.

Affairs of the district or city, organize and administer the affairs of government in the

scale of districts or municipalities in accordance norms, standards and procedures set by

the government and certain affairs that focus regarding basic services and community

services. Concurrent assignment of functions are only in the affairs of government in

order to strengthen the Republic of Indonesia, not concurrent in all areas of business

including government, provincial and district or city, (3) use of the principle of

decentralization, de-concentration and co are balanced assistance; (4) repressive

surveillance and preventive supervision are still required and it is not only purposed

toward planning of district rules that order district tax, retribution, budget and general

design of city only but it is purposed toward all kinds of district rules in order to

strengthen the Republic of Indonesia but the supervise compulsory affairs are removed,

because it has been done by the governor as a government representative. Position of

the province as a autonomous region is removed and it only serves as an administrative

area, and (4) form of autonomy that can strengthen a unitary state of Indonesia is

autonomy in the form of regional autonomy and the special autonomy or asymmetric

decentralization. The asymmetric decentralization strengthen national integration as the

Republic of Indonesia to put law and democracy as its main pillar, to realize a just and

prosperous society, while maintaining the values of the diversity, either in the form of

privileges or specificity.

Page 21: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN PROMOTOR……………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………….. iii

PERNYATAAN……………………………………………………………. iv

MOTTO…………………………………………………………………….. v

KATA PENGANTAR……………………………………………………… vi

ABSTRAK…………………………………………………………………. viii

ABSTRACT……………………………………………………………….. x

RINGKASAN DESERTASI………………………………………………. xii

DAFTAR ISI ................................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 15

C. Orisinalitas…………………………………………………. 15

D. Tujuan Penelitian ................................................................. 17

E. Manfaat Penelitian ............................................................... 17

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 19

A. Konsep Dasar Kesatuan ....................................................... 21

1. Pengertian Negara Kesatuan .......................................... 21

2. Paham Negara Kesatuan ................................................. 24

3. Hakekat Negara Kesatuan .............................................. 28

4. Desentralisasi Dalam Negara Kesatuan .......................... 33

Page 22: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxii

5. Negara Kesatuan dan Demokrasi………………………. 36

B. Teori Pembagian Kekuasaan Negara ................................... 44

1. Teori Pelimpahan Kewenangan dengan Atribusi ........... 58

2. Teori Pelimpahan Kewenangan dengan Delegasi .......... 58

3. Teori Pelimpahan Kewenangan dengan Mandat ............ 59

C. Teori Otonomi Daerah dan Desentralisasi ........................... 66

D. Penelitian Yang Relevan ...................................................... 85

E. Kerangka Pemikiran ............................................................. 93

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 96

A. Jenis Penelitian ..................................................................... 96

B. Lokasi Penelitian .................................................................. 105

C. Sumber Data ......................................................................... 105

D. Analisis Data ........................................................................ 107

BAB IV KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO

32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA .......................................................... 110

A. Kebijakan Otonomi Daerah Menurut UU No. 32/2004 ....... 110

B. Ketentuan Otonomi Daerah Menurut UU No. 32/2004

dalam penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia ...... 147

1. Pembagian Urusan Pemerintahan………………………. 147

2. Pengawasan…………………………………………….. 158

Page 23: ANALISIS OTONOMI DAERAH MENURUT - digilib.uns.ac.id · ANALISIS OTONOMI DAERAH DALAM MENGUATKAN ... menimbulkan kekhawatiran keluar dari bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiii

BAB V OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 TIDAK

MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK

INDONESIA ............................................................................... 171

A. Analisis Otonomi Daerah Menurut UU No 32/2004 yang

Tidak Menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia .... 171

B. Penyebab Otonomi Daerah Menurut UU No. 32/2004

Tidak Menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia ... 223

BAB VI MODEL OTONOMI DAERAH YANG DAPAT

MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK

INDONESIA .............................................................................. 234

A. Model Otonomi Yang Menguatkan Negara Kesatuan

Republik Indonesia................................................................ 234

1. Pembagian Urusan Yang Menguatkan Negara Kesatuan

Republik Indonesia…………………………………….. 238

2. Pengawasan Yang Menguatkan Negara Kesatuan

Republik Indonesia…………………………………….. 254

B. Bentuk Otonomi Yang Menguatkan Negara Kesatuan

Republik Indonesia................................................................ 261

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 292

A. Kesimpulan ........................................................................... 292

B. Saran dan Rekomendasi ....................................................... 297

C. Implikasi……………………………………………………. 298

DAFTAR PUSTAKA