analisis nyanyian ngeria pada masyarakat karo di … · pengesahan diterima oleh: panitia ujian...
TRANSCRIPT
ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA
SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO.
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA : AGRIVA MARANATA SINUHAJI
NIM : 110707047
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA
SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO.
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA : AGRIVA MARANATA SINUHAJI
NIM : 110707047
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs.Kumalo Tarigan, M.A Drs. Perikuten Tarigan, M.Si
NIP. 195812131986011002 NIP. 95804021987031003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin
Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Drs. Budi Agustono, M.S.
NIP. 19600805 198703
Panitia Ujian:
No Nama Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )
3. Drs. Fadlin, M.A. ( )
4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. ( )
5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( )
i
DISETUJUI OLEH:
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan, Juli 2016
KETUA DEPARTEMEN
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP. 196512211991031001
ii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT
KARO di DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN,
KABUPATEN KARO. Ngeria atau Erpola adalah kegiatan mengambil Nira yang
dilakukan oleh masyarakat Karo. Kegiatan ini dilakukan oleh seseorang yang
disebut dengan Perpola dalam bahasa Karo. Kegiatan ini pada praktiknya
menggunakan nyanyian yang berisikan lirik tentang kesengsaraan hidup. Pada
masa sekarang, kegiatan ini sudah lebih sering dilakukan tanpa menggunakan
nyanyian.
Di Kabupaten Karo, peneliti menemukan salah satu Perpola yang masih
mengerti dengan nyanyian Ngeria yang saat ini sudah mulai jarang terdengar
aktifitasnya. Peneliti memilih Bapak Kukuh Sitepu yang berdomisili di Desa
Sukandebi, Kecamatan Naman teran, Kabupaten Karo sebagai informan kunci
mengenai nyanyian Ngeria, walau beliau sudah tidak lagi melakukan kegiatan
tersebut.
Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan metode Kualitatif Analitis.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode Kerja Lapangan yang meliputi
beberapa aspek seperti; wawancara, observasi, perekaman suara, dan dokumentasi
gambar pada kegiatan yang bersangkutan. Adapun teori yang digunakan adalah
teori Fungsionalisme, teori Semiotik dan teori Weighted Scale.
KATA PENGANTAR
iii
Apa yang telah dicapai dalam bentuk skripsi yang berjudul, “Analisis Teks
Dan Transkripsi Nyanyian Ngeria” ini adalah berkat kasih dan karunia Tuhan
yang Maha pengasih dan penyayang. Karena nya penulis panjatkan puji syukur
kehadiratNya.
Karya yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, merupakan
puncak kegiatan akademis yang formal setelah bertahun-tahun menjalankan
kewajiban sebagai mahasiswa yang menuntut ketabahan dan kesabaran.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin
untuk mencapai hasil yang terbaik. Namun kemudian, penulis menyadari bahwa
masih terdapat berbagai kekurangan di sana-sini dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena nya, penulis sangat mengharapkan berbagai saran dan kritik konstruktif
demi perbaikan skripsi ini.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada :
1. Dekan Dr. Budi Agustono, M.S.
2. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D, selaku ketua Jurusan
Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd, selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi
Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Kumalo Tarigan M.A., selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak memberikan arahan, saran-saran konstruktif yang sangat
bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
iv
5. Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan arahan global dari materi skripsi ini.
6. Kepada Dosen penguji penulis yaitu bapak Drs. Fadlin M.A., bapak Drs.
Muhammad Takari M. Hum. Ph.D., dan ibu Dra. Heristina Dewi M.Pd.
7. Kepada bapak dan ibu dosen Jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama bertahum-tahun mengikuti perkuliahan.
8. Kepada ibu Wawa yang telah banyak membantu penulis dalam menyiapkan
segala berkas akademik selama perkuliahan.
9. Kepada Narasumber dan masyarakat desa namo pinang, desa munthe, dan
desa sukandebi yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan
informasi yang relevan dalam pembuatan skripsi ini.
10. Kepada Lembaga kesenian Universitas Sumatera Utara dan kepada bapak
Juanto Ginting yang telah banyak mengajari penulis tentang budaya karo
dan gordang sambilan.
11. Sahabat-sahabat yang mendukung penulis dengan sepenuh hati dalam
menyelesaikan matakuliah yang sudah di tempuh, terimakasih kepada ;
Jose Rizal Siregar, Mario Yosua Sinaga, Aprindo Nadeak, David
Hutagalung, Slamet Hariadi, Jepri Romario Sihombing, Erwien Prasaja
Putra. Sahabat-sahabat semua yang telah membantu banyak semasa penelitian
penulis ; Ari Sibero, Filbert, Armando, Chandra, Atmaja, Riko Sembiring,
Egi Sinulingga. Spesial Buat Yogi Sipayung Dan Keluarga.
12. Teman-teman di Permata GBKP Berastagi Kota dan Permata di GBKP
Pasar 2 Titi Rante Medan.
v
13. Teman-teman tim gordang sambilan Universitas Sumatera Utara yang
selalu memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan, dan memberi wadah untuk melatih keterampilan dalam
memainkan musik tradisi gordang sambilan.
14. Teman-teman H.A.L.F yang selalu mendukung penulis dan senantiasa
bersama dalam melakukan berbagai aktivitas berkesenian dan menemukan
banyak inspirasi dalam bermusik.
15. Kekasihku terkasih Ega Paskah Depari yang telah banyak membantu penulis
dalam menjalani proses perkuliahan, dan tidak hentinya memberikan motivasi
kepada penulis dalam menuntut ilmu untuk menyelesaikan perkuliahan.
16. Terimakasih kepada Abangda Bangun Tarigan S.Sn
17. Untuk bulang ku Wara Sinuhaji.
18. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada Ayah, Ibu tercinta beserta adik-adik saya Diora Sinuhaji dan Agape
Sinuhaji yang selalu memberikan doa restu dalam menyelesaikan
pendidikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa berkenan memberi balasan yang
setimpal bagi mereka semua. Akhirnya harapan penulis, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan di era
globalisasi ini, dan menjadi suatu bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang
relevan.
Medan, Juli 2016
Agriva Maranata Sinuhaji
NIM. 110707047
vi
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Alasan Memilih Judul .............................................................................. 4
1.3 Pokok Permasalahan ................................................................................ 5
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 5
1.4.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
1.5 Konsep dan Teori ..................................................................................... 6
1.5.1 Konsep................................................................................................... 6
1.5.2 Teori ...................................................................................................... 8
1.6 Metode Penelitian................................................................................... 11
1.7 Wawancara ............................................................................................. 12
1.8 Kerja Laboratorium ................................................................................ 13
1.9 Studi Kepustakaan .................................................................................. 13
1.10 Lokasi Penelitian .................................................................................. 14
BAB II. ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO DI DESA
SUKANDEBI,KECAMATAN NAMAN TERAN.KABUPATEN KARO
2.1 Wilayah Budaya Masyarakat Karo ........................................................ 15
2.2 Lokasi dan Lingkungan Alam dan Demografi Penelitian ...................... 16
2.3 Sistem Matapencaharian ........................................................................ 20
2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi ............................................................. 22
vii
2.5 Sistem Kekerabatan ................................................................................ 24
2.6 Bahasa .................................................................................................... 27
2.7 Kesenian ................................................................................................. 28
2.7.1 Seni Musik .......................................................................................... 28
2.7.2 Seni Tari .............................................................................................. 30
2.7.3 Seni Suara............................................................................................ 32
BAB III. DESKRIPSI KEGIATAN NGERIA ........................................ 35
3.1 Definisi Ngeria ....................................................................................... 35
3.2 Deskripsi Legenda Asal Mula Pohon Aren di Desa Sukandebi ............. 36
3.3 Persiapan Ngeria .................................................................................... 39
3.4 Proses Ngeria ......................................................................................... 44
3.5 Nilai Ekonomi Pohon Aren .................................................................... 56
BAB IV. ANALISIS TEKS DAN NYANYIAN NGERIA ...................... 58
4.1 Analisis teks Ngeria ............................................................................... 58
4.2 Penggunaan dan Fungsi.......................................................................... 65
4.2.1 Penggunaan nyanyian Ngeria .............................................................. 65
4.2.2 Fungsi nyanyian Ngeria ...................................................................... 65
4.2.2.1 Fungsi komunikasi ........................................................................... 66
4.2.2.2 Fungsi perlambangan ....................................................................... 67
4.3. Transkripsi............................................................................................. 68
4.3.1 Simbol dalam notasi ............................................................................ 69
4.3.2 Tangga Nada (Scale) ........................................................................... 70
viii
4.3.3 Nada Dasar (Pitch Centre) .................................................................. 71
4.3.4 Wilayah Nada ...................................................................................... 72
4.3.5 Jumlah Nada ........................................................................................ 73
4.3.6 Pola Kadensa ....................................................................................... 73
4.3.7 Formula Melodi ................................................................................... 74
4.3.8 Kontur ................................................................................................. 75
4.3.9 Analisis Ritem ..................................................................................... 77
BAB V. PENUTUP ..................................................................................... 80
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 80
5.2 Saran ....................................................................................................... 82
DATA INFORMAN ................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Sumatera Utara terdapat beberapa suku yang menyebar di berbagai daerah
dan membentuk kebudayaannya masing-masing, seturut dengan tempat
tinggalnya, termasuk suku Karo. Suku ini mendiami dua wilayah di Sumatera
Utara, yakni pada daerah Karo di Kabupaten Karo, dan pada daerah Langkat di
Kabupaten Deli Serdang1. Perbedaan daerah tempat tinggal dan aspek geografis
membuat ada budaya yang berbeda antara suku Karo di dataran tinggi Karo dan
suku Karo di daerah Langkat, walau pada umumnya di beberapa hal tidak jauh
berbeda.
Dalam kehidupan budaya masyarakat Karo, terdapat banyak kegiatan tradisi
yang sudah turun-temurun di lakukan oleh masyarakat setempat dan erat
kaitannya dengan musik. Seperti dalam halnya, acara hiburan, ritual, pernikahan,
hingga acara kematian pada adat suku Karo selalu identik dengan musik dan
nyanyian. Dalam bahasa Karo, nyanyian disebut dengan ende-enden, dan dalam
prakteknya masyarakat Karo juga memiliki cengkok khas dalam melantunkan
nyanyian-nyanyian yang disebut rengget. Dalam acara-acara adat Karo, biasanya
ende-enden dinyanyikan oleh penyanyi yang disebut perende-rende.
Seni suara memegang peranan yang cukup penting didalam upacara adat
ataupun dalam melakukan ritual-ritual adat Karo. Seni suara dalam masyarakat
Karo dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
1 Tarigan.Sarjani, Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem (Balai Adat Budaya Karo
Indonesia) Hal 71-76.
2
1. Nyanyian Gembira, yang biasa disebut dengan nyanyian perkolong-
kolong. Nyanyian yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong biasa
dinyanyikan dalam upacara adat pernikahan, guro-guro aron, atau
memasuki rumah baru.
2. Nyanyian Mantra (Tabas), nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh Guru
Sibaso2. Nyanyian ini digunakan saat melaksanakan ritual-ritual seperti,
erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu, Ngeria dan lainnya.
3. Nyanyian Cerita, yakni nyanyian yang berisikan tentang sebuah cerita.
Contoh : nyanyian Turi-Turin si Barusjahe, Sitera Jile-Jile, dan lainnya.
4. Nyanyian ratapan atau Tangisan, adalah lagu yang dinyanyikan pada saat
upacara orang yang sudah meninggal untuk menyatakan kesedihan yang
mendalam.3
Dengan kondisi Geografis yang terletak di dataran tinggi, maka dalam
kehidupan sehari-harinya masyarakat Karo bekerja untuk menghidupi diri dan
keluarganya dengan cara bercocok-tanam,berdagang, dan juga beternak4. Namun,
ada juga dari masyarakat Karo yang bekerja dengan cara memanfaatkan pohon
enau atau biasa juga disebut dengan pohon aren yang tumbuh didalam hutan
dimana seluruh bagian dari pohonnya dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-
hari seperti memanfaatkan buahnya untuk dijadikan kolang-kaling,atau daunnya
bisa dijadikan sapu lidi, atau bisa juga dengan menyaring Nira5 yang berasal dari
2 Guru dalam masyarakat Karo dapat diartikan sebagai orang pintar atau dukun.
3 Dikutip dari buku Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem karya Sarjani
Tarigan,MSP 4 Lihat Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem halaman 8 5 Nira adalah hasil saringan berbentuk air pada pohon aren yang di dapat dengan cara mengikis
kulit dari “tangan” pohon Enau.
3
pohon aren6. Disini peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai
kegiatan menyaring Nira yang dimana disebut Ngeria pada masyarakat Karo.
Menurut cerita, konon pohon aren ini pada saat dipilih dan akan diambil airnya
harus dengan cara dinyanyikan dan diperlakukan layaknya seorang perempuan,
karena menurut sejarahnya, pohon aren adalah seorang gadis yang menjelma
untuk membantu menyelamatkan saudara laki-lakinya dari jeratan hutang-piutang
di Desa seberang7. Nyanyian yang dinyanyikan itu sendiri biasanya berisikan lirik
yang menceritakan tentang kesengsaraan hidup orang yang akan mengambil Nira
dari pohon aren yang dinyanyikan.
Dalam pengerjaan pengambilan Nira dari pohon aren, orang yang
mengerjakannya harus memanjat ke puncak pohonnya dan membawa satu
potongan kayu pendek yang digunakan dalam proses malbal8 untuk mencari urat
pohon dan memukulnya. Menurut bapak Kukuh Sitepu cara memukulnya pun
tidak bisa sembarangan. Untuk memukul batang pohon harus dengan penuh
perasaan agar pohon Aren tersebut menghasilkan nira yang banyak dan
berkualitas.
Kegiatan Ngeria ini biasa dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Uniknya,
menurut bapak Kukuh Sitepu, kegiatan mengambil Nira ini harus disiplin dalam
masalah waktu. Tidak boleh terlambat mengambil Niranya karena kalau sampai
terlambat, bisa jadi air dari pohon aren tersebut akan berhenti mengalir.
Bapak Kukuh Sitepu adalah salah satu pengrajin Nira pada masanya dan
beliau mengerjakan pekerjaannya dengan tetap menjunjung kearifan lokal dari
masyarakat Karo dalam proses Ngeria tersebut.
6 Wawancara dengan pak Bahagia Barus di Desa Namo Pinang 7 Wawancara dengan Bapak Kukuh Sitepu
8 Berarti “Memukul” dalam bahasa Karo
4
Bapak Kukuh Sitepu berdomisili di Desa Sukandebi, kecamatan Naman
Teran, Kabupaten Karo. Meski pada saat sekarang ini bapak Kukuh Sitepu tidak
lagi melakoni pekerjaan tersebut dikarenakan faktor usia yang sudah mencapai 85
tahun, tetapi beliau masih sanggup untuk merekonstruksi bagaimana proses
dilakukan kegiatan Ngeria dengan nyanyiannya.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji
kegiatan Ngeria sebagai salah satu kearifan lokal pada masyarakat Karo sehingga
peneliti mengangkat judul : “ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA
MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN
TERAN, KABUPATEN KARO.”
1.2 Alasan Memilih Judul
Setiap Permasalahan pasti mempunyai alasan yang melatar belakangi
terjadinya sesuatu. Begitu juga dengan alas an pemilihan terhadap judul ini.
Adapun alasannya adalah sebagai berikut.
1. Ketertarikan Peneliti terhadap kegiatan Ngeria yang dilakukan oleh
masyarakat Karo dan di praktekkan dengan masih memakai kepercayaan
lama.
2. Nyanyian yang terjadi pada proses kegiatan Ngeria menurut peneliti
adalah salah satu kearifan lokal yang sangat menarik untuk di kaji terlebih
di masa sekarang.
5
1.3 Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi topik
bahasan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk nyanyian Ngeria?
2. Apa makna tekstual nyanyian Ngeria?
3. Bagaimana proses pengerjaan Ngeria?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengkaji struktur melodi nyanyian dalam proses kegiatan Ngeria.
2. Untuk mengkaji makna tekstual dalam nyanyian Ngeria.
3. Untuk mengkajian proses-proses kegiatan Ngeria.
1.4.2 Manfaat penelitian
Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi salah satu sarana dalam memperluas ilmu pengetahuan tentang
kegiatan Ngeria sebagai salah satu kearifan lokal pada masyarakat Karo.
2. Menjadi salah satu bahan dokumentasi tambahan tentang informasi
kegiatan Ngeria dan juga sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang
memiliki keterkaitan dengan topik judul penelitian.
3. Sebagai proses pengaplikasian atau pengembangan ilmu yang diperoleh
peneliti selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
6
4. Untuk peneliti, sebagai salah satu syarat ujian untuk mendapatkan gelar
Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
1.5 Konsep dan Teori
1.5.1 Konsep
Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa kongkrit (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:431).
Berdasarkan pengertian konsep di atas, peneliti akan menjelaskan beberapa
konsep yang berkaitan dengan tulisan ini.
Pengertian musik menurut M. Soeharto adalah pengungkapan melalui gagasan
melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama, dan harmoni dengan
unsur pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi9. Musik dianggap sebagai
salah satu cermin dari masyarakat tertentu karena melalui musik terlihat ritual dan
budaya sehari-hari (Djohan 2010: 63)
Dari pengertian musik ini, dapat dikatakan bahwa musikal merupakan suatu
ungkapan dari ekspresi manusia yang diolah dalam suatu nada-nada yang
harmonis.
Nyanyian merupakan bagian dari seni musik, dimana secara umum seni musik
dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:
1. Musik vokal
2. Musik instrumental, dan
9 Lihat skripsi Kezia Purba “Analisis Musikal dan Tekstual Marsialop Ari Karya Taralamsyah
Saragih ”
7
3. Gabungan dari musik vokal dan instrumental10
.
Nyanyian menurut Poerwadarwaminta (1965:680) adalah “sesuatu yang
berhubungan dengan suara/bunyi yang berirama yang merupakan alat/media
untuk menyampaikan maksud seseorang dengan atau tanpa iringan musik”.
Ngeria adalah kegiatan mengambil Nira yang pada masyarakat Karo
prakteknya, dalam hal ini menurut peneliti adalah menggunakan nyanyian. Walau
pada dasarnya, menurut cerita dari para narasumber kegiatan Ngeria adalah
kegiatan mengambil Nira yang menggunakan ungkapan-ungkapan yang berasal
dari dalam hati dan dicampur dengan mantra-mantra tertentu agar dapat
menghasilkan Nira. Penggunaan Mantra-mantra dan ungkapan tersebut di dalam
praktiknya lah yang menurut peneliti dapat dikategorikan sebagai nyanyian karena
adanya unsur ritem dan melodi yang terdapat di dalam kegiatan ini.
Nyanyian ini biasanya selalu berisi tentang kesengsaraan karena masalah
ekonomi. Pohon aren tersebut dinyanyikan dengan tujuan agar pohon aren yang
dinyanyikan dapat memberikan hasil yang maksimal untuk dapat dipergunakan
oleh orang yang membutuhkan tersebut11
.
Analisis dapat diartikan sebagai penguraian untuk memilah-milah sesuatu hal
ataupun ide kedalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui bagaimana
sifat, perbandingan, fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian tersebut12
.
Dalam hal pengkajian mengenai nyanyian Ngeria ini, peneliti menganalisis
struktur musikal, struktur teks, serta makna dari nyanyian Ngeria.
Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu
nyanyian. Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna.
11
Wawancara dengan Bapak Ramli Sebayang 12
Lihat skripsi sarjana Marliana Manik
8
Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu
kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif
dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti
tambahan sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti
tambahan atau disebut dengan makna sebenarnya (Keraf, 1991:25).
1.5.2 Teori
Teori dapat digunakan sebagai landasan berpikir. Dalam tulisan ini yang
menjadi pokok permasalahan adalah mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam
praktek nyanyian Ngeria. Berdasarkan pemahaman mengenai teori diatas, maka
peneliti mempergunakan beberapa teori utama yang digunakan dalam penelitian.
Dalam tulisannya peneliti mengkaji Nyanyian Ngeria yang dimana terdapat
unsur fungsi, teks, dan melodi didalamnya, maka dari itu peneliti memakai teori
Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam (1964) dalam
membahas mengenai unsur fungsi dari nyanyian Ngeria. Dalam teori fungsi
musik yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam terdapat 10 (sepuluh) fungsi
musik dalam displin ilmu Etnomusikologi, yaitu ; (1) fungsi pengungkapan
emosional, (2) fungsi pengungkapan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi
komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi yang
berkaitan dengan norma sosial, (8) fungsi pengesahan lembaga sosial, (9) fungsi
kesinambungan budaya, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.
Berkaitan dengan studi mengenai unsur teks nyanyian, isi dari teks nyanyian
tersebut adalah hal yang penting lainnya untuk dipelajari (Echols dan Shadily,
9
1986:369). Teks juga dapat dikatakan sebagai uraian atau pikiran dalam suatu
karangan dan bentuknya bisa secara lisan dan bisa secara tulisan13
.
Menurut Curt sachs ( 1962 : 68-70) Teks dan melodi dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu :
1. Logogenik, yaitu nyanyian yang lebih mengutamakan logo (lirik), karena
melodinya adalah pengulangan.
2. Melogenik, yaitu nyanyian yang lebih mengutamakan melodi karena
teksnya merupakan pengulangan.
Berdasarkan klasifikasi diatas, menurut peneliti nyanyian Ngeria dapat
diklasifikasikan dalam Logogenik karena nyanyian Ngeria lebih fokus terhadap
lirik dibandingkan dengan melodinya.
William P. Malm dalam bukunya yang berjudul ‟Music Cultures Of The
Pasific, The Near, and Asia’ (1977:9) juga mengatakan bahwa: “in vocal music,
another important characteristic is the relation of music to text, the style is
’Syllabic’, if one Syllable is used with many notes, the style is ’Melismatic’, yang
berarti bahwa “dalam musik vokal, karakteristik yang terpenting adalah hubungan
antara musik dan teksnya, yang berupa “penggalan kata”, jika salah satu
penggalan kata digunakan dengan banyak macam, disebut dengan gaya
“Melismatik”.
Untuk mengetahui dan mendalami dari teks nyanyian Ngeria, peneliti juga
menggunakan teori semiotika. Semiotika merupakan kajian terhadap tanda-tanda
yang digunakan dalam perilaku manusia14
. Istilah kata semiotika ini berasal dari
13
Lihat Skripsi Risman Ginting, Kajian tekstual dan musikologis suatu nyanyian tradisional Karo
di Desa Panribuan kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun, 1994 (Universitas Sumatera
Utara) hal 5 14
Lihat Skripsi Marliana Manik
10
bahasa Yunani, semeioni. Panuti Sudjiman dan Van Zoest (bakar 2006:45-51)
menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang
yang lebih besar. Sedangkan untuk menganalisis struktur melodi Ngeria peneliti
menggunakan teori weighted scale15
yang dikemukakan oleh William P. Malm.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi (Malm dalam
terjemahan Takari 1995:15), yaitu:
a. Tangga nada
b. Nada dasar (pitch center)
c. Wilayah nada
d. Jumlah nada-nada
e. Jumlah interval
f. Pola-pola kadensa
g. Formula-formula melodik, dan
h. Kontur
Untuk mendukung analisis struktur melodi Ngeria, peneliti menggunakan
metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi yang didengar
dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi peneliti menggunakan pada notasi
musik yang dinyatakan Seeger, yaitu notasi preskriptif dan deskriptif.
Notasi preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu
untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi
deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca
tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh
15
Weighted scale berarti bobot tangga nada
11
pembaca. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti akan menggunakan notasi
deskriptif.
1.6 Metode Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki
melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam
mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan
secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji
suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005)16
. Untuk memperoleh data secara
sistematis, maka peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan
analisis deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk memaparkan
secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu
untuk menentukan frekwensi atau penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain
dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat 1990:29). Berdasarkan pendapat diatas,
peneliti melakukan penelitian dengan cara :
1. Studi Kepustakaan, dimana peneliti mempelajari berbagai literatur yang
berguna dalam membentuk pola pikir dalam membahas masalah yang di
teliti. Selain itu, studi kepustakaan juga berguna untuk menentukan
16
Skripsi Sarjana Erni Juita Banjarnahor
12
pendekatan didalam pengumpulan data serta untuk keperluan penelitian
lainnya.
2. Penelitian Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan peneliti dengan cara
wawancara langsung dengan narasumber, mendokumentasi hasil lapangan
dan, observasi langsung untuk mengumpulkan data-data yang sesuai .
Dalam hal ini, peneliti melakukan rekonstruksi ulang terhadap penyajian
nyanyian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan rekonstruksi ulang terhadap
kegiatan Ngeria. Peneliti melakukan rekonstruksi ulang di Desa Sukandebi,
Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo.
1.7 Wawancara
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data-data
yang dibutuhkan oleh peneliti. Koentjaraningrat (1983:138-139) menyatakan,
pada umumnya ada beberapa macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.
Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu:
1. wawancara berencana (standardized interview) dan
2. wawancara tak berencana (unstandardized interview).
Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah
direncanakan dan disusun sebelumnya dan sebaliknya, wawancara tak berencana
tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan
susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara
ketat17
. Wawancara juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data dan
keterangan-keterangan untuk melengkapi data yang diperoleh oleh peneliti.
17
Lihat Skripsi Sarjana Linfia Sonia Purba
13
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan
berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si
peneliti (Mardalis 2006:64).
Dalam penelitiannya, peneliti menetapkan Bapak Kukuh Sitepu sebagai
informan kunci dalam penelitian mengenai kegiatan Ngeria ini. Selain itu, peneliti
juga mewawancarai pengrajin Ngeria lain ataupun informan-informan yang
dianggap dapat memberi informasi tambahan mengenai kegiatan Ngeria untuk
pengembangan penelitian skripsi ini.
1.8 Kerja Laboratorium
Seluruh data yang peneliti peroleh berasal dari hasil pengamatan di lapangan
dengan cara wawancara. Hasil wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam
kerja laboratorium. Selain itu peneliti juga akan mentranskripsikan nyanyian
Ngeria dengan pendekatan musik Barat.
.Setelah peneliti melakukan kerja laboratorium, peneliti membuatnya menjadi
sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penelitian sebuah
karya ilmiah. Maka dengan demikian, tulisan ini diharapkan memiliki manfaat
dan dapat menambah wawasan pengetahuan di bidang Etnomusikologi dan
bermanfaat untuk seluruh kalangan.
1.9 Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan penelitian lapangan, peneliti terlebih dahulu melakukan
studi kepustakaan yaitu membaca buku-buku, skripsi, makalah yang berhubungan
14
dengan apa yang kita teliti atau objek permasalahan. Studi kepustakaan ini
dilakukan untuk menjadi kerangka acuan di dalam penelitian dan juga untuk
melengkapi data-data. Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa, studi
pustaka bersifat penting karena membantu peneliti untuk menemukan gejala-
gejala dalam objek penelitian. Dalam ilmu Etnomusikologi, ada dua sistem kerja
penelitian, yaitu desk work (kerja laboratorium), dan field work (kerja lapangan).
Studi kepustakaan tergolong ke dalam kerja laboratorium. Dimana sebelum
melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data-
data yang telah didapat. Kerja ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat
terjun ke lapangan. Selain itu, peneliti dipersiapkan dan diarahkan untuk
melakukan penelitian lapangan.
1.10 Lokasi Penelitian
Lokasi pusat untuk penelitian kegiatan Ngeria ini berada di Desa Sukandebi,
Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. Alasan peneliti memilih lokasi ini
adalah karena Informan Kunci mengenai kegiatan Ngeria ini berdomisili di Desa
Sukandebi tersebut, ditambah menurut infomasi yang didapat bahwa para perpola
untuk daerah Karo Gugung18
dan domisili kabupaten Karo masih dapat ditemukan
berada di daerah Naman Teran, di sekitar kaki gunung Sinabung. Selain itu,
peneliti juga melakukan penelitian ke daerah lain seperti di Desa Sarimunthe
kecamatan Munthe Kabupaten Karo, untuk dapat memperoleh informasi-
informasi tambahan dari pelaku Ngeria lainnya.
18 Sebutan untuk masyarakat Karo yang tinggal di dataran tinggi Karo
15
BAB II
ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI
KECAMATAN NAMA TERAN, KABUPATEN KARO
2.1 Wilayah Budaya Masyarakat Karo
Suku Karo adalah salah satu suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara.
Nama suku Karo juga dijadikan sebagai nama Kabupaten disalah satu daerah yang
didiami oleh mayoritas dari suku Karo, yaitu Kabupaten Karo yang terletak di
dataran tinggi Karo dan diapit oleh dua gunung berapi aktif yaitu gunung Sibayak
dan gunung Sinabung.
Suku karo mendiami beberapa wilayah Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh
Darussalam, yaitu :
1. Kota Medan
2. Kota Binjai
3. Kabupaten Dairi, meliputi ;
i. Kecamatan Tanah Pinem
ii. Kecamatan Tiga Lingga
iii. Kecamatan Gunung Sitember
4. Kabupaten Aceh Tenggara pada provinsi Nanggroe Aceh Darusallam
meliputi ;
i. Kecamatan Lau Sigala-gala ( Desa Lau Deski, Lau
Perbunga, Lau Kinga)
16
ii. Kecamatan Simpang Simadam
5. Kabupaten Deli Serdang, meliputi ;
i. Kecamatan Tanjung Morawa
ii. Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu
iii. Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir
iv. Kecamatan Sibolangit
v. Kecamatan Pancur Batu
vi. Kecamatan Delitua
vii. Kecamatan Biru-biru19
2.2 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi penelitian
Adapun lokasi penelitian yang peneliti fokuskan berada pada Desa
Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo.
Kabupaten Karo sendiri memiliki luas 2.127,25 Km2
yang terbentang di
dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter sampai 1400 meter di atas permukaan
laut20
dan pusat pemerintahan dari kabupaten ini di pusatkan pada Kota
Kabanjahe. Pada sebelah Utara kabupaten Karo berbatasan dengan provinsi
Nanggroe Aceh Darusallam tepatnya kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan pada
sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Sebelah Selatan
berbatasan dengan kabupaten Simalungun dan sebelah Tenggara berbatasan
dengan kabupaten Pakpak Dairi.
19 Referensi mengenai wilayah domisili masyarakat Karo di ambil dari id.m.wikipedia.org 20
Berdasarkan informasi dari badan pusat statistik daerah Karo pada website resmi : https://karokab.bps.go.id
17
Secara administratif, kabupaten Karo terdiri atas 17 (tujuh belas)
kecamatan yaitu : 1) Kecamatan Kabanjahe, 2) Kecamatan Berastagi, 3)
Kecamatan Simpang Empat, 4) Kecamatan Tiga Panah, 5) Kecamatan Dolat
Rayat, 6) Kecamatan Naman Teran, 7) Kecamatan Merdeka, 8) Kecamatan
Merek, 9) Kecamatan Payung, 10) Kecamatan Barus Jahe, 11) Kecamatan
Munthe, 12) Kecamatan Tiga Nderket, 13) Kecamatan Juhar, 14) Kecamatan Tiga
binanga, 15) Kecamatan Kutabuluh, 16) Kecamatan Laubaleng, 17) Kecamatan
Mardinding.
Gambar 2.1
Peta Kecamatan di kabupaten Karo dan lokasi kecamatan Naman Teran.
Desa Sukandebi sebagai tempat penelitian mengenai nyanyian Ngeria ini
termasuk didalam kecamatan Naman Teran dari 14 Desa lain yang juga termasuk
dalam kecamatan ini. Secara umum keadaan Topografi Desa Sukandebi
merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian kurang lebih 1300-1600 diatas
18
permukaan laut dengan titik koordinat 2050
0 LU, 31
0 19
0 LS, 97
055
0 BB, 98
038
0
BT.
Iklim Desa Sukandebi dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun dengan suhu
udara 15-270C, sebagaimana Desa-Desa di Indonesia, Desa Sukandebi juga
memiliki Musim Kemarau dan Penghujan. Curah hujan, letak geografis dan suhu
udara di Desa Sukandebi ini mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam
yang ada di Desa ini (Data statistik Desa Sukandebi tahun 2016).
Jarak dari Desa ke sebelah timur dari kantor Camat Naman Teran adalah
kurang lebih 3 km. Adapun jarak dari Sukandebi ke ibukota Kabupaten Karo,
yakni Kabanjahe adalah kurang lebih 20 km.
Berdasarkan data monografi yang diperoleh peneliti dari laporan kantor
kepala Desa Sukandebi, Desa Sukandebi ini memiliki dua Dusun dan Luas
wilayah Keseluruhan yaitu 283 Hektar dengan perincian sebagai berikut :
Dusun 1 : seluas kurang lebih 154 Ha
Dusun 2 : seluas kurang lebih 129 Ha
Adapun batas-batas wilayah dari Desa Sukandebi adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukatepu kecamatan Naman
Teran
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Tengah kecamatan
Simpang Empat
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Deram kecamatan Merdeka
19
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Naman kecamatan Naman
Teran21
.
Jumlah penduduk Desa Sukandebi adalah 1.142 jiwa dengan perincian dapat
dilihat pada tabel data berikut ini :
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk di Desa Sukandebi
No Nama Dusun Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Dusun I 305 292 597
2. Dusun II 254 291 545
Jumlah 559 583 1142
Sebagian tanah atau lahan di Desa Sukandebi dimanfaatkan oleh
masyarakatnya yaitu untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Dapat kita lihat
pada tabel dibawah pemanfaatan lahan yang digunakan oleh masyarakat Desa
Sukandebi ini sebagai berikut:
Tabel 2.1. Luas lahan menurut peruntukannya di Desa Sukandebi
No Peruntukan Lahan Luas
1 Pertanian/Perkebunan 367 Hektar
2 Perumahan/Permukiman 65 Hektar
3 Perkantoran/ Sarana Sosial :
21
Data diambil dari laporan sensus penduduk dan statistik Desa sukandebi kecamatan Naman Teran bulan april tahun 2016.
20
a. Kantor Kepala Desa 0,7 Hektar
b. Balai Desa 0,6 Hektar
c. Puskesmas 0,1 Hektar
d. 1 Mesjid 0,2 Hektar
e. 2 Gereja 1 Hektar
f. 1 SD 1 Hektar
g. Jalan Umum/ Jalan Dusun 11,8 Hektar
4 Pemakaman Umum 0,5 Hektar
5 Hutan Lebat 35 Hektar
Dari data tabel diatas dapat kita lihat penggunaan lahan di Desa Sukandebi lebih
banyak digunakan sebagai lahan pertanian/perkebunan yang digunakan untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat tersebut.
Data statistik di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten
Karo mengenai tingkat pendidikan dapat kita lihat pada tabel di bawah:
Tabel 2.3
Tingkat Pendidikan di Desa Sukandebi
Belum
Sekolah
Sekolah Dasar SLTP
Sederajat
SMA/SLTA
Sederajat
Perguruan
Tinggi
216 Jiwa 168 Jiwa 276 Jiwa 440 Jiwa 42 Jiwa
21
2.3 Sistem Mata Pencaharian
Mata Pencaharian masyarakat Karo di Desa Sukandebi sangat beragam dan
tidak mempunyai batasan pada satu bidang profesi saja. Banyak masyarakat di
Desa Sukandebi yang bekerja sebagai Petani, Pedagang, PNS (Pegawai Negri
Sipil) dan Pegawai Swasta. Mata Pencaharian masyarakat di Desa Sukandebi
lebih banyak sebagai Petani dengan bercocok tanam yaitu sayur-sayuran terutama
sayur Kubis dan beberapa tanaman masyarakat di Desa Sukandebi yaitu: Wortel,
Kubis, Kacang tanah, jagung, tomat, cabai, Kopi dan buah-buaha.
Namun, pada saat ini masyarakat di Desa Sukandebi lebih memilih menanam
tanaman yang berumur muda, yaitu tanaman yang hanya berumur beberapa bulan
saja sudah dapat dipanen. Hal ini dikarenakan gunung Sinabung yang saat ini
sedang dalam status level awas oleh pemerintah masih sering terjadi erupsi, dan
masyarakat Desa khawatir jika mereka menanam tanaman yang masa panennya
lama seperti jeruk akan beresiko besar untuk mengalami kerugian yang besar.
Berikut tabel dari mata pencaharian yang peneliti dapatkan dari Desa
Sukandebi berdasarkan data laporan sensus dan pemerintah Desa Sukandebi pada
bulan maret tahun 2016 :
Tabel 2.4
Sumber mata pencaharian masyarakat di Desa Sukandebi
Petani PNS/Swasta Pedagang/Wiraswasta
515 Jiwa 34 Jiwa 28 Jiwa
22
Data statistik dari Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten
Karo mengenai Produksi Pertanian dapat kita lihat pada tabel di bawah:
Tabel 2.5
Produksi Pertanian
No Komoditas Produksi/Tahun
1. Tanaman Pangan
Padi 6 Ton
Jagung 14 Ton
Kacang Tanah -
Ubi Jalar 28 Ton
2. Buah-buahan
Jeruk 18 Ton
3. Perkebunan
Kopi 17,96 Ton
4. Hortikultura
Tomat 14 Ton
Kentang 46 Ton
Kubis 246 Ton
Brokoli 23 on
Selain sebagai Petani, PNS, Pegawai Swasta dan Pedagang, masyarakat di
Desa Sukandebi ini juga ada yang berkegiatan sebagai penyadap pohon aren atau
enau. Masyarakat menyadap pohon aren yang tumbuh secara liar atau alami dan
23
tumbuh dengan sendirinya tanpa ada campur tangan masyarakat dalam
pembudidayaan pohon aren tersebut. Dalam hal ini Ngeria dapat dilakukan jika
pohon aren tersebut ada dan dapat diambil airnya.
2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi
Agama asli pada masyarakat Karo sebelum diperkenalkan oleh para
pendakwa Islam dan missionaris Kristen ke Tanah Karo adalah Kiniteken
Sipemena22
. Bagi kaum Muslim, Kinitekena Sipemena tidak lebih dari kafir, atau
orang yang tidak percaya akan Allah, sedangkan bagi umat Kristen mereka
disebut paganis atau juga penyembah berhala. Dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa masyarakat Karo tergolong animisme atau menyembah roh-roh leluhur dan
roh yang mendiami tempat mereka tinggal.
Dalam tradisi masyarakat Karo,mereka memiliki kepercayaan untuk
menyembah roh-roh leluhur mereka dan dalam hal ini mereka disebut dengan
Perbegu. Pengamatan penting mengenai agama asli Karo adalah bahwa agama itu
tidak di ekspresikan dengan cara sistematis, tidak ada Kitab Suci dan tidak ada
ajaran teologis yang tersistematis bahkan tidak ada pemikiran atau dogma
didalamnya (Leo Joosten Ginting & Kriswanto Ginting, 2014:10).
Didalam keseharian mereka, masyarakat Karo juga mempercayai adanya
Dibata23
. Dan menurut J.H Neumann (Etnolog dan Pendeta Protestan di Karo),
Dibata di daerah Karo jumlahnya banyak. Dalam masyarakat Karo juga ada
22 lihat Tanah Karo Selayang Pandang “Mengenal Lebih Dekat Budaya Karo” Bab 2 halaman 9. 23
Dibata dalam bahasa Sansekerta berarti deva, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Dewa, yaitu ‘’ segala sesuatu yang dipuji atau di sembah”,
24
sebutan Dibata untuk manusia atau biasa disebut dengan Dibata ni Idah, yaitu
orang yang memiliki jabatan sebagai kalimbubu didalam sistem kekerabatan
masyarakat Karo.
Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pada masa sekarang
masyarakat Karo menganut berbagai agama besar dunia, terutama agama-agama
samawi24
, yaitu: Kristen dan Islam. Antara umat beragama ini di dalam
masyarakat Karo terjadi toleransi dan saling menghargai perbedaan-perbedaan
yang hidup bersama di dalam satu wilayah budaya, yaitu di Desa Sukandebi
dalam masyarakat Karo.
Masyarakat Desa Sukandebi dalam hal ini telah menganut Agama Islam
dan Agama Kristen dapat kita lihat dari data statistik yang peneliti terima dari
Sekretaris Kepala Desa di Kecamatan Naman Teran.
Tabel 2.5
Jumlah penduduk dan agama yang dipeluknya
No. Nama
Dusun
Jumlah Agama
Islam Protestan Katolik Hindu Budha
1. Dusun I 556 240 311 5 - -
2. Dusun II 586 281 305 - - -
2.5 Sistem Kekerabatan
24
Agama samawi adalah merujuk kepada tiga agama di dunia ini yaitu: Yahudi, Kristen, dan
Islam. Ketiga-tiga agama ini berinduk dari ajaran-ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketiganya
memandang bahwa ajaran-ajaran yang sampai kepada mereka adalah berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa, yang disebut Yahweh di dalam agama Yahudi, Tuhan Bapa dalam Kristen, dan Allah
Subhanahu Watala dalam Islam. Istilah samawi berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah
langit. Dengan demikian istilah ini merujuk kepada agama yang diturunkan Tuhan melalui wahyu-
Nya yang diturunkan kepada umat manusia melalui Nabi-nabi-Nya.
25
Masyarakat Karo sejak dulu mempunyai sistem marga (klan) atau dalam
bahasa Karo disebut merga untuk laki-laki, dan beru untuk perempuan.
Merga/beru adalah identitas masyarakat Karo yang unik dan setiap orang Karo
memiliki merga/beru. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok,
yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga
tersebut adalah (1) Karo-Karo, (2) Tarigan, (3) Ginting, (4) Sembiring, dan (5)
Perangin-angin. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang
(misalnya : Agape Sinuhaji). Kelima merga ini masih mempunyai submerga
masing-masing dan setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut.
Merga diperoleh secara otomatis dari ayah, merga dari ayah sama dengan merga
untuk anaknya. Kalau laki-laki bermerga sama maka mereka disebut ersenina25
(bersaudara), sama halnya antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai
beru yang sama. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang
bermerga sama, mereka disebut erturang26
, sehingga pada umumnya dilarang
melakukan perkawinan secara adat.
Sistem kekerabatan masyarakat Karo sering disebut sebagai Dalikan Si
Telu atau (Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu= tiga) Tiga tungku. Ketika
sedang memasak di dapur, periuk haruslah ditempatkan di atas tungku yang
berkaki tiga, kalau kaki tungku itu kurang dari tiga maka periuk itu jatuh dan
pecah. Tiga tungku ini melambangkan tiga tonggak dalam masyarakat Karo itu
tersebut dan ketiga tungku ini memiliki nama yang berbeda-beda dalam setiap
25 Ersenina terdiri dari dua kata yaitu er dan senina, er yang dapat diartikan “ber” dan senina yang
berarti “saudara”, jadi ersenina adalah bersaudara baik saudara sedarah maupun tidak.
26
Erturang memiliki pengertian yang sama dengan ersenina yaitu bersaudara, sebutan ini terjadi
antara laki-laki dan perempuan yang bermerga/beru yang sama.
26
kelompok, mereka juga melaksanakan fungsi antara satu dengan yang lainnya27
.
Untuk menjadi bagian dari ketiga hubungan ini, orang Karo menanggap bahwa
sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) harus menjadi kelompok Karo yang terikat
oleh loyalitas dan kewajiban-kewajiban dalam tatanan hubungan sosial secara
keseluruhan.
Pada masyarakat Karo, segala hubungan kekerabatan baik berdasarkan
pertalian darah maupun akibat hubungan pernikahan dapat dikelompokkan
kedalam tiga garis besar jenis kekerabatan, yaitu: Kalimbubu, Sembuyak/Senina,
dan Anak Beru. Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai
Kalimbubu, Sembuyak/Senina dan sebagai Anak Beru, pada situasi dan kondisi
apapun dan dimanapun mereka berada.
Secara garis besarnya, Ketiga jenis kekerabatan diatas dapat diartikan
sebagai berikut :
- Kalimbubu : Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita atau pemberi
dara dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo.
Masyarakat Karo menyakini bahwa Kalimbubu adalah pembawa berkat
sehingga Kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah (Tuhan yang
nampak). Sikap menentang, melawan dan menyakiti hati Kalimbubu sangat
dicela.
- Sembuyak/Senina : Senina adalah hubungan bersaudara antara orang-orang
yang berasal dari merga yang sama tetapi berbeda misalnya Ginting Suka
dengan Ginting Sugihen. Sembuyak berarti saudara sekandung misalnya
Ginting Suka dengan Ginting Suka lainnya.
27 Lihat Tanah Karo Selayang Pandang “Mengenal Lebih Dekat Budaya Karo” hal 16.
27
- Anak Beru : Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak
gadis untuk diperistri. Kedudukan Anak beru sebagai kelompok yang bertugas
membawa kerukunan dan kedamaian pada keluarga Kalimbubu. Pada pesta-
pesta adat Karo, anak berulah menjadi modal penggerak kesuksesan sebuah
pesta dari Kalimbubunya. Hal ini tampak dari hal-hal yang kecil seperti anak
beru bertugas membentangkan tikar, memasak nasi beserta lauk pauk,
menyediakan sirih pinang serta rokok bagi Kalimbubu. Tugas anak beru
dapat dibilang berat, karena anak beru harus meyakinkan Kalimbubunya
bahwa pesta dan hal lainnya berjalan dengan baik.
2.6 Bahasa
Pada umumnya bahasa yang digunakan di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman
Teran adalah bahasa Karo, karena mayoritas penduduknya atau masyarakatnya
disana adalah suku Karo.
Bahasa Karo merupakan bahasa utama dari masyarakat Karo yang menetap
disana, khususnya di Desa Sukandebi. Hampir seluruh masyarakat Karo
menggunakan bahasa Karo sebagai media komunikasi dalam percakapan formal
maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebagian penduduk
yang tidak bersuku Karo pun mengerti dan fasih menggunakan bahasa ini, karena
bahasa Karo lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan bahasa nasional
(bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan mereka untuk beradaptasi dengan
penduduk asli yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Karo.
Masyarakat Karo juga memiliki aksara atau tulisan sendiri yang disebut
dengan indung surat. Aksara Karo terdiri dari 21 huruf. Adapun bunyi huruf-
28
huruf itu menurut Barus dan Sembiring dalam buku mereka ”Sejemput Adat
Budaya Karo” adalah : ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la,
ca, nda, mba, i, u.
Gambar 2.3. Indung surat aksara Karo28
2.7 Kesenian
Kesenian pada suatu daerah sangat dapat memberikan gambaran terhadap
daerah tersebut, seperti halnya di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran ini.
Masyarakat Karo di daerah ini mempunyai kesenian dan kerajinan-kerajinan
tangan yang sama dengan masyarakat Karo pada umumnya.
2.7.1 Seni musik
Penyebutan musik dalam masyarakat Karo dikenal dengan istilah
gendang. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang
mempunyai lima makna, yaitu : (1) gendang sebagai ensambel musik, misalnya
gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya; (2) gendang
sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya
gendang perang-perang, gendang guru dan sebagainya; (3) gendang sebagai
nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat,
28 Sumber : Sejemput Adat Budaya Karo oleh U.C Barus dan Drs. Mberguh Sembiring S.H.
29
gendang odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak
atau style) dan sebagainya; (4) gendang sebagai instrument musik, misalnya
gendang indung, gendang anak; dan (5) gendang sebagai upacara, misalnya
gendang guro-guro aron, dan sebagainya (Julianus P. Limbeng,
http://xeanexiero.blogspot.com).
Ensambel musik yang umum dikenal pada masyarakat Karo adalah
ensambel gendang lima sedalanen. Dikatakan lima sedalanen karena ensambel
tersebut terdiri dari lima buah alat musik yang dimainkan oleh lima orang pemain.
Secara harafia lima sedalanen dapat diartikan dengan lima sejalan. Adapun kelima
alat musik tersebut adalah sarune (aerophone), gendang indung/ singindungi
(membranophone), gendang anak/ singanaki (membranophone), serta gung
(idiophone) dan penganak (idiophone). Sedangkan kelima orang pemainnya
disebut penarune (sebutan untuk orang yang memainkan sarune), penggual
(sebutan untuk orang yang memainkan gendang indung maupun gendang anak),
dan simalu gung (sebutan untuk orang yang memainkan penganak dan gong).
Ensamble gendang lima sedalanen ini sering digunakan untuk mengiringi
kegiatan-kegiatan musikal pada masyarakat Karo, seperti acara menari dan
menyanyi ataupun berbagai acara adat dan kegiatan ritual lainnya29
.
Selain beberapa alat diatas masih ada alat lain yang dikenal oleh masyarakat
Karo, yaitu kulcapi (kordophone), murbab (kordophone), surdam (aerophone),
balobat (aerophone), dan keteng-keteng (kordo-idiophone). Beberapa alat diatas
juga sering digunakan oleh masyarakat Karo dalam sebuah ensambel, seperti
ensambel gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen sendiri dapat
29 Dikutip dari skripsi Tety Silva Ginting 2012
30
dibedakan menjadi dua, yaitu gendang kulcapi dan gendang belobat. Gendang
telu sedalanen terdiri dari tiga buah alat musik, yaitu keteng-keteng, mangkuk
meciho (berisi air), dan kulcapi/belobat. Perbedaan dari keduanya hanya terletak
pada instrument pembawa melodinya saja, yaitu kulcapi dan belobat.
Seiring perkembangan jaman, pada masa sekarang ini kedudukan
ensambel/instrument tradisional Karo telah mulai tergantikan oleh adanya
teknologi baru dalam musik. Munculnya Keyboard atau Gendang Kibot dalam
istilah orang Karo yang mampu menirukan semua bunyi dari alat musik
tradisional Karo pada tahun 1990-an oleh seorang seniman Karo, Djasa Tarigan
telah membuat keberadaan ensambel tradisional Karo tergeser kedudukannya.
2.7.2 Seni Tari
Dalam masyarakat Karo istilah tari dikenal dengan sebutan landek. Pola
dasar dari tari Karo adalah posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun lutut
(endek) yang disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian
itu ditambah dengan variasi tertentu sehingga tarian tersebut terlihat indah dan
menarik.
Menurut Julianus P. Limbeng (http://xeanexiero.blogspot.com) ada tiga
hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki),
jole atau jemole, yaitu goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai
dan lembut. Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa gaya yang dalam
bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada
masyarakat Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang
dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relatif
cepat, yaitu antara lain: cak-cak simalungen rayat (dengan tempo lebih kurang 60-
31
66), cak-cak mari-mari yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak
simalungen rayat (dengan tempo lebih kurang 70-80), cak-cak odak-odak (dengan
tempo lebih kurang 90 – 98), cak-cak patam-patam (dengan tempo lebih kurang
98-105). Setiap cak-cak ini berhubungan dengan gerakan maupun endek kaki pada
tarian Karo. Semakin cepat cak-cak yang dimainkan maka semakin cepat pula
endek kaki atau pun gerakan tarian
tersebut.
Contoh-contoh tarian yang termasuk ke dalam tiga kategori tersebut dapat
dilihat sebagai berikut:
a. Konteks penyajian dalam adat istiadat
tarian dalam kerja erdemu bayu (perkawinan); landek sukut, landek
kalimbubu, landek anak beru.
tarian dalam acara merdang merdem atau kerja tahun (upacara
pertanian/panen).
tarian dalam upacara kematian yang disebut nurun-nurun.
tarian dalam acara guro-guro aron (tarian muda-mudi)
tarian dalam acara ersimbu (upacara memanggil hujan), yang biasa juga
disebut dengan dogal-dogal.
tarian dalam acara mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru)
tarian dalam upacara ngukal tulan-tulan (menggali tulang)
b. Konteks penyajian dalam religi
gendang guru (tarian yang dilakukan oleh seorang dukun)
seluk (trance atau kesurupan)
perumah begu (memanggil roh)
32
erpangir ku lau (keramas ritual atau bathing ceremony)
tari tungkat (tarian untuk mengusir roh-roh jahat dengan menggunakan
sebuah tongkat sebagai propertinya)
tari baka (tarian untuk menyembuhkan orang sakit).
c. Konteks penyajian untuk hiburan
Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo)
Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda)
Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya)
Beberapa tarian kreasi baru seperti tari roti manis, tari terang bulan, tari
lima serangke, tari telu serangke, tari uis gara, dan sebagainya.
Gambar 2.11
Topeng Gundala-Gundala yang biasa dipakai untuk menari oleh masyarakat Karo.
33
2.7.3 Seni suara
Masyarakat Karo baru mengenal seni suara/ vokal diperkirakan sekitar
tahun 1800-an, kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu yang
dibawakan seseorang sebagai „perende-rende‟ (penyanyi)30
. Masyarakat Karo
mengenal konsep rende untuk penyebutan istilah bernyanyi. Sedangkan reportoar
yang dinyanyikan disebut ende-enden, dan orang yang menyanyikannya disebut
perende-rende.
Seni suara dalam masyarakat Karo dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu:
1. Nyanyian Gembira, yang biasa disebut dengan nyanyian perkolong-
kolong. Nyanyian yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong biasa
dinyanyikan dalam upacara adat pernikahan, guro-guro aron, atau
memasuki rumah baru.
2. Nyanyian Mantra (Tabas), nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh Guru
Sibaso31
. Nyanyian ini digunakan saat melaksanakan ritual-ritual
seperti, erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu, Ngeria dan
lainnya.
3. Nyanyian Cerita, yakni nyanyian yang berisikan tentang sebuah cerita.
Contoh : nyanyian Turi-Turin si Barusjahe, Sitera Jile-Jile, dan
lainnya.
30
http://www.karoweb.or.id/kedudukan-kebudayaan-karo-ditinjau-dari-aspek-keseniannya/ 31
Guru dalam masyarakat Karo dapat diartikan sebagai orang pintar atau dukun.
34
4. Nyanyian ratapan atau Tangisan, adalah lagu yang dinyanyikan pada
saat upacara orang yang sudah meninggal untuk menyatakan kesedihan
yang mendalam.32
Ada beberapa jenis nyanyian diatas yang bukan ende-enden namun cara
penyampaiannya dinyanyikan, seperti tangis-tangis (nyanyian ungkapan
kesedihan/ keluh kesah), mang-mang (nyanyian yang berisi doadoa), tabas
(nyanyian yang berisi mantra pada saat seorang guru melakukan pengobatan),
nendong (nyanyian yang bertujuan untuk mendekatkan seorang guru dengan
jinujungnya), turi-turin (nyanyian yang berisikan sebuah cerita), katoneng-
katoneng (nyanyian yang berisikan pengharapan), didong doah (nyanyian yang
berisi nasehat); didong doah anak (nyanyian menidurkan anak), didong doah
maba anak ku lau (nyanyian memandikan anak ke sungai), dan didong doah bibi
si rembah ku lau (nyanyian nasehat pada saat upacara perkawinan).
Semua nyanyian diatas dapat dikatakan sebagai musik vokal yang bersifat
individu, yaitu nyanyian yang dinyanyikan secara pribadi dan sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan seseorang. Dalam hal menggarap melodi maupun
teksnya, bergantung pada yang menyanyikannya dan konteks acaranya33
.
32 Dikutip dari buku Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem karya Sarjani
Tarigan,MSP 33 Dikutip dari Skripsi Teti Silva Ginting
35
BAB III
DESKRIPSI KEGIATAN NGERIA
Dalam Bab III ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang bagaimana
penyajian nyanyian Ngeria yang terdapat pada masyarakat Karo, di Desa
Sukandebi, Kecamatan Naman Teran,, Kabupaten Karo ini, dimana Ngeria ini
termasuk kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia,
khususnya pada masyarakat Karo dan termasuk kedalam jenis folklor, yang
merupakan sastra lisan yang dipercayai oleh masyarakat secara turun-temurun.
3.1 Definisi Ngeria
Ngeria adalah kegiatan menyadap Nira yang berasal dari pohon Aren atau
dalam bahasa Karo disebut sebagai Batang Pola. Ngeria sendiri merupakan salah
satu tradisi yang berasal dari suku Karo yang mengandung unsur-unsur musikal.
Selain itu Ngeria dilakukan masyarakat Karo sebagai kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka dan dahulu diketahui bahwa dahulu masyarakat Karo
juga ada yang bergantung pada pohon aren ini, baik pada batang, daun, ijuk, dan
paling utama Niranya34
.
Teks nyanyian Ngeria berupa kalimat yang berisikan permohonan dan sebuah
pengharapan yang diucapkan atau dilantunkan oleh penyadap pohon aren
(perpola) tersebut. Ngeria ini biasanya disajikan oleh seseorang dalam hal ini
sedang meminta kepada jelmaan pohon Aren agar memberikan Nira nya agar
34 Wawancara dengan Bapak Ramli Sebayang (Pelaku Ngeria diDesa Sarimunthe)
36
dapat di olah untuk dapat melunasi hutang-piutang dan juga dapat memenuhi
kebutuhan sehari-harinya35
.
3.2 Deskripsi Legenda Asal Mula Pohon Aren di Desa Sukandebi
Sebelum membahas mengenai legenda atau cerita rakyat dari pohon Aren
dan kegiatan Ngeria yang menjadi objek penelitian, maka terlebih dahulu peneliti
akan mendeskripsikan tentang folklore (cerita rakyat) dari Pohon Aren dan
kegiatan Ngeria ini terlebih dahulu.
Folklore berasal dari bahasa inggris yang terdiri atas dua kata dasar, folk
dan lore, folk yang artinya kolektif atau bisa disebut dengan kelompok. Sedangkan
lore adalah budaya atau kebudayaan, jadi yang dimaksud dengan folklor menurut
Dundes (dalam Dananjaya 1991:1). Lebih lanjut Danandjaya (1991:2)
menjelaskan folklor secara keseluruhan. Folklor adalah sebagian kebudayaan
suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, kolektif macam apa
saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun
contoh yang disertai dengan isyarat atau alat pembantu penggiat.
Folklor menjadi khas karena mempunyai beberapa ciri-ciri.Pengenalan
folklor yang pada umunya dapat dirumuskan. Menurut Danandjaya (1991: 3-5).
o Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan.
o Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatip atau
dalam bentuk standar.
o Folklor ada (exsit) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.
35 Wawancara dengan Bapak Kukuh Sitepu
37
o Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak di ketahui
orang lain.
o Folklor biasanya mempunya bentuk perumus atau berpola.
o Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu
kolektif.
o Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum.
o Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.
Peneliti dalam hal ini ingin memberikan gambaran asal mula dari pohon
aren (Batang Pola) ini, cerita ini di peroleh oleh peneliti dari Bapak Kukuh Sitepu
selaku informan peneliti.
Dahulu kala, di dalam suatu desa hidup seorang Pengulu (Kepala suku)
yang memiliki tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Seorang dari
anak laki-laki pengulu tersebut sangat gemar berjudi, sedangkan saudara laki-
lakinya yang lain tidak suka berjudi. Adapun anak perempuan dari si Pengulu
memiliki rambut yang keriting dan kasar. Dikarenakan keadaan rambutnya yang
seperti itu, maka masyarakat memanggil dia dengan sebutan Beru Sibo.
Saudara laki-laki Beru Sibo yang sangat gemar berjudi telah membuat
masalah dalam keluarga. Dia selalu kalah berjudi dan menyebabkan dia memiliki
banyak utang terhadap banyak masyarakat desa. Karena perilaku abangnya, Beru
Sibo merasa sangat malu dan sedih.
Pada suatu malam, ketika Beru Sibo sedang tidur dia bermimpi ada yang
mendatangi dia dalam mimpinya dan berkata, “Ercibal Belo kam, Belo na belo
38
cawir ras Belo si siwah sepuluh sada. Totoken man Dibata sinjadiken kam jadi
manusia. Tapi ertoto la banci I rumah. Kam lawes ku kerangen, ku tepi embang
entah pe ibas rebe-reben. Adi lawes kam rumah nari, ola nai kari begindu sora
manuk tekuak, ngadi kam bas kerangen e. Cibalken belo e, inganna bulung galuh
ujungna.” (Berdoalah kamu dengan memakai daun sirih, daun sirih Cawir dan
daun sirih sisiwah sepuluh sada. Berdoalah kepada Tuhan yang telah menjadikan
kamu menjadi manusia. Tetapi kamu tidak boleh berdoa dirumah. Kamu harus
pergi ke hutan, ke tepi sungai ataupun ke dalam belantara. Kalau nanti kamu
pergi dari rumah, jangan sampai kamu mendengar suara ayam berkokok, berhenti
kamu di hutan itu. Persembahkan sirih itu, buat tempatnya dengan daun pisang
ujungnya.).
Maka berdoa lah beru Sibo kepada Tuhannya seperti apa yang telah di
sarankan oleh mimpinya tempo hari, “O Tuhan Dibata, kam si njadiken aku jadi
manusia. Mela kel kuakap perbahanken mbue kel utang turangku perban erjudi
ia”(O Tuhan, kamu yang menjadikan aku menjadi manusia. Aku merasa sangat
malu sekali karena perbuatan abangku yang memiliki utang sangat banyak akibat
berjudi) kata beru Sibo didalam doanya sambil menangis tersedu-sedu. Karena
tangisannya yang begitu sedihnya, tiba-tiba angin menjadi sangat kencang dan
disusul dengan hujan yang sangat deras dari langit. Setelah itu, berubahlah si Beru
Sibo menjadi Batang Pola. Mulai dari saat itu beru Sibo tidak lagi pulang
kerumah.
Beberapa waktu kemudian, ayah dari beru Sibo yang seorang pengulu
mulai khawatir akan keberadaan putrinya yang tidak pulang-pulang lagi kerumah.
39
Hingga akhirnya diperintahkan untuk seluh masyarakat desa mencari beru Sibo ke
berbagai tempat di penjuru desa setiap hari, siang dan malam.
Sampailah pencarian masyarakat desa ke sekitar tempat dimana beru Sibo
menjelma, dan seketika itu juga Beru Sibo pun langsung berbicara, “ O nande, O
bapa, O bibi, O turang, aku enda enggo ertapa, enggo berubah jadi batang pola i
tengah kerangen. Gelah bali pagi utang turangku enda ndai kerina, balbal pagi
tanku enda. Kenca balbal dua bulan, tektek pagi. Lit pagi launa, tanggerken tare
belanga. Pegara apina ngadi-ngadi kental jadi gula. Dayaken pagi gula e guna
nggalari kerina utang turangku si perjudi ena” ( O ibu, O ayah, O bibi, O abang,
aku sekarang sudah bertapa, sudah berubah menjadi pohon aren di tengah hutan.
Agar utang abangku ini nanti lunas semua, balbal lah tandanku ini. Setelah balbal
selama dua bulan, potong nanti. Ada nanti air yang keluar, masak dengan kuali.
Nyalakan apinya sampai menjadi kental dan jadi gula. Jual gula itu untuk
melunasi semua utang-utang abangku yang pejudi itu.) kata beru Sibo. Maka
setelah itu, lunaslah semua utang- piutang abang dari beru Sibo.
Akhirnya, dilakukan lah kegiatan Ngeria itu terhadap batang pola sampai
sekarang dengan tetap memegang kepercayaan akan eksistensi beru Sibo sebagai
penghuni atau jelmaan dari batang pola. Menurut Bapak Kukuh Sendiri, dulu
masyarakat masih menggunakan nira dari batang pola sebagai minuman khusus
apabila ada yang sedang mengadakan upacara adat sebagai simbol kesehatan, dan
kemakmuran.
40
3.3 Persiapan Ngeria
Persiapan sebelum Ngeria sangat perlu dilakukan agar dapat menghasilkan
Nira yang cukup banyak dan pohon tersebut dapat disadap dalam waktu yang
lama. Salah satu persiapannya adalah menentukan pohon aren yang akan disadap.
Biasanya pohon ini tumbuh liar didalam hutan, namun ada juga yang tumbuh di
ladang masyarakat walaupun tanpa ada pembudidayaan. Ini disebabkan karena
buah-buah dari pohon Aren disebut buah rirang36
yang telah jatuh akan dimakan
oleh Musang atau dalam bahasa Karo disebut Bernawit. Buah ini akan keluar saat
hewan tersebut melakukan buang air besar (mengeluarkan kotoran), dan biasanya
musang selalu membuang kotoran disembarang tempat. Maka dari itulah pohon
Aren dapat tumbuh liar di berbagai tempat.
Gambar 3.0
Buah Rirang yang terdapat pada tandan pohon aren (Dokumentasi Agriva
Maranata Sinuhaji)
36
Buah rirang adalah buah yang tumbuh di pohon aren dengan bentuk yang kecil dan berada di tandan dari pohon aren tersebut.
41
Gambar 3.1
Foto Pohon Aren yang siap untuk disadap
( dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
Setelah pohon aren disiapkan (ditentukan) untuk disadap, selanjutnya
perpola37
akan menyiapkan alat-alat yang diperlukan yaitu seperti parang, pisau
dan jenis pisau yang khusus telah dimodifikasi oleh perpola yang dinamakan
pisau tungkil. Pisau dan parang digunakan untuk melakukan pembersihan
terhadap pohon aren terlebih dahulu sebelum diambil Niranya, dalam hal ini
perpola akan melakukan pembersihan terhadap tumbuhan yang ada disekitar
pohon aren tersebut, memotong pelepah daun dari pohon aren, agar tidak
mengganggu proses mbal-bal ataupun pengambilan air Nira dan membersihkan
ijuk-ijuk yang terdapat pada batang pohon aren tersebut. Proses pembersihan
37 Sebutan untuk pelaku Ngeria
42
sangatlah dianjurkan karena dapat memberikan kenyamanan terhadap perpola
pada saat melakukan Ngeria nantinya.
Gambar 3.2
Proses Pembersihan di sekitar Tandan yang akan di sadap Niranya
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
Gambar 3.3
Alat-alat (pisau,parang) yang digunakan oleh perpola
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
43
Ketiga alat tersebut telah dimodifikasi sedemikian rupa agar mempermudah
penggunaan dari alat tersebut, terlebih pada saat perpola diatas pohon aren yang
cukup tinggi, berikut gambar pisau yang digunakan perpola:
Gambar 3.4
Parang yang digunakan perpola
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
Gambar 3.5
Pisau belati yang digunakan oleh perpola
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
44
Gambar 3.6
Pisau khusus (pisau tungkil) yang digunakan oleh perpola
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
Pisau khusus ini digunakan untuk memotong tandan yang telah habis di iris
dan tidak dapat lagi dijangkau oleh pisau biasa, perpola menggunakan ujung pisau
yang tajam menyerupai pahat untuk mengiris tandan yang telah habis tersebut.
3.4 Proses Ngeria
Sebelum perpola melakukan Ngeria ada beberapa hal yang harus di lakukan
oleh siperpola terlebih dahulu yaitu:
1. Menentukan Kesiapan Pohon Aren yang akan disadap
Biasanya perpola akan memperhatikan kesiapan dari pohon aren yang akan
disadap melalui membelah buah rirang untuk dicek isinya. Jika isinya sudah
menguning berarti pohon aren siap untuk disadap.
45
Gambar 3.7
Buah Rirang yang sudah dibelah dan isinya berwarna kuning
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
2. Numbuki pola
Tahapan pertama adalah mempersiapkan tangga untuk mempermudah
memanjat pohon aren. Selain itu pada tahap numbuki pola akan dipersiapkan pula
tempat berdiri di bagian atas pohon aren agar nantinya dapat mempermudah
proses penyadapan air Nira. Numbuki pola ini biasa dilakukan ketika tandan
bunga jantan aren (buah rirang) baru mekar atau masih muda.
46
Gambar 3.6
Tangga yang digunakan untuk melakukan kegiatan Ngeria
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
3. Nguir (Jolah-Jole)
Sebelum mememarkan tandan bunga jantan, yang disebut mbal-bal38
dalam
bahasa Karo, terlebih dahulu perpola melakukan nguir atau jolah-jole, yaitu
mengayun-ayunkan tandan Nira sebanyak mungkin dengan tujuan agar tandan ini
semakin elastis (membuka serat atau pori-pori dari tandan tersebut) . biasanya,
menurut informan proses jolah-jole ini biasanya sampai dengan 100 atau lebih
ayunan. Tujuannya adalah agar tandan tesebut betul betul elastis dan dapat
menghasilkan Nira yang banyak. Nguir pola dilakukan ketika bunga jantannya
telah mulai berubah warna menjadi kehitaman.Pada proses inilah menurut
38
Proses memukul tandan aren untuk membuka serat-serat atau pori-pori dari tandan tersebut agar dapat menghasilkan Nira.
47
informan dari Desa Sarimunthe, beliau mulai mengalunkan nyanyian Ngeria
berdasarkan isi hatinya.
Gambar 3.7
Perpola sedang menguir tandan aren.
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
Gambar 3.8
Buah Jantan yang masih berwarna kehijauan.
48
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
Gambar 3.9
Bunga yang telah berwarna kehitaman
(Dokumentasi Oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
4. Mbal-bal
Setelah nguir/jolah-jole selesai dilakukan, dilanjutkan dengan mbal-bal, yaitu
mememarkan bagian tandan dengan cara dipukul. Dalam hal ini perpola Memukul
tandan tersebut dengan sangat hati-hati, tidak terlalu pelan supaya bagian tandan
semakin elastis, serta tidak boleh dilakukan terlalu kuat untuk menghindari
terjadinya pembusukan pada tandan tersebut.
49
Gambar 3.10
Pemalbal, Alat yang digunakan pada saat mbal-bal
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
Gambar 3.11
Perpola sedang melakukan proses mbal-bal pada tandan aren.
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
50
5. Nampul
Nampul adalah proses memotong tandan pola untuk pertama kalinya.
Proses ini dapat dilakukan biasanya setelah tandan Nira telah melewati
kurang lebih 3 kali masa perlakuan untuk Nguir/Jolah-jole dan mbalbal,
dan biasanya perpola akan melakukan proses tersebut setiap seminggu
sekali sampai mencapai 3 atau 4 kali proses. Barulah setelah itu proses
Nampul dapat dilakukan.
Gambar 3.12
Ilustrasi Proses Nampul pada pohon aren.
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
Proses ini dilakukan setelah melakukan sekurang-kurangnya 12 kali masa mbal-
bal pola hingga tandan pola telah menghamburkan serbuk sari yang berwana
kuning.
51
6. Ndapet atau Ngerengkap
Setelah proses Nampul selesai dilakukan, maka tandan dari pohon aren
yang sudah di potong tersebut akan ditutup dengan daun Sirih hutan yang
biasanya tumbuh liar disekitar pohon Aren tersebut. Namun ada kalanya
juga si perpola mengganti daun sirih tersebut dengan kain-kain, atau
dengan plastik.
Beberapa hari setelah nampul, tibalah masa ndapet ataupun
ngerengkap yang artinya ketika mendatangi pohon aren, sang penyadap
(perpola) telah melihat tanah di bawah pohon aren dibasahi oleh tetesan
air aren39
.
Gambar 3.13
Daun sirih yang digunakan untuk menutup tandan Nira
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
39 Wawancara dengan Kukuh Sitepu
52
Gambar 3.14
Tandan yang ditutup dengan menggunakan plastik.
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
7. Nongkap
Setelah ngerengkap, lau pola (air Nira) telah siap ditampung dengan
menggunakan tabung bambu yang disebut tongkap. Namun pada saat Peneliti
melihat langsung kelapangan (melakukan observasi langsung), peneliti melihat
53
tempat penampungan air Nira telah digantikan dengan jerigen yang lebih besar
dan dapat menampung lebih banyak air Nira. Dari observasi langsung yang
peneliti lakukan, mengapa perpola menggantikan bambu dengan jerigen yaitu
karena jumlah air yang ditampung lebih banyak.
Gambar 3.15
Tempat penampungan air Nira
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
54
.
Gambar 3.16
Jerigen penampungan air Nira
(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)
8. Ngeria
Ngeria adalah mengambil air aren yang dilakukan oleh perpola sebanyak dua
kali dalam satu hari, yaitu pada waktu pagi dan sore.
Dalam kegiatan Ngeria, perpola melakukan rutinitas yang sangat teratur dan
harus dilakukan dalam pengerjaannya, yaitu saat Ngeria di pagi hari dan di sore
55
hari. Rutinitas ini sangat berdampak pada hasil banyaknya Nira yang dihasilkan
oleh pohon aren tersebut, dimana ada waktu-waktu tertentu yang harus dilakukan
secara rutin, yaitu penyayatan tandan yang harus dilakukan dalam 2 kali dalam
sehari, pada pagi hari dan sore hari, dalam penelitian ini informan melakukan
penyayatan pada jam 06.30 dan pada sore hari jam 15.00 dan jika tidak dilakukan
maka tandan akan sedikit mengeluarkan Niranya atau bahkan bisa saja pohon aren
tersebut menjadi mati. Menurut informasi yang didapat oleh peneliti penyayatan
harus dilakukan 2 kali walaupun waktunya tidak sesuai namun harus dilakukan
demi menjaga banyaknya air Nira keluar.
Setiap pagi dan sore hari perpola akan pergi ke tempat dia bekerja yaitu
melakukan kegiatan Ngeria untuk mengambil hasil yang sebelumnya. Setelah
sampai diatas pohon aren, perpola akan mengambil air Nira dari atas pohon
dengan cara menurunkannya dengan tali dan kemudian perpola akan mulai
mengiris lagi tandan yang telah kering, dengan tujuan agar pori-pori dari tandan
tersebut kembali terbuka dan dapat menghasilkan air lagi.
Gambar 3.17
56
Perpola akan mengambil jerigen yang sudah berisi Nira dari atas pohon Aren
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
3.5 Nilai Ekonomi Pohon Aren
Hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan. Aren atau
enau, adalah salah satu dari sekian jenis palma40
, tersebar diseluruh kepulauan
nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 m di atas permukaan
laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur
di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian
pegunungan, dihampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak
menuntut pemeliharaan dan perawatan. Bankan nyaris tidak dipelihara dan
dirawat sebab masih belum dibudidayakan oleh masyarakat.
Bagian-bagian dari pohon aren yang dapat dimanfaatkan juga bernilai
ekonomi tinggi dan paling terkenal adalah Nira, Nira yaitu air yang berasal
dari tandan bunga jantan yang disadap. Nira dapat diolah menjadi alkohol
(tuak, dan lain-lain), cuka dan gula aren. Buah aren dapat diolah menjadi
kolang-kaling, bahan baku untuk berbagai panganan dan industri. Ijuk untuk
bahan baku sapu, brush (sikat), industri tali, pelapis kabel bawah tanah atau
air, atap rumah, penyaringan air dan lain-lain. Daun dapat dibuat atap rumah,
lidi untuk sapu, dan lain-lain. Batang dapat diolah menjadi bahan baku
industri alat-alat pertenunan tradisional maupun meubel (perabotan) dan
hiasan. Di bagian tengahnya diolah jadi sagu, bahan baku makanan ternak, dan
lain-lain. Pelepah daun dapat digunakan untuk kayu bakar.
40
Tumbuhan palma atau juga disebut tumbuhan palem (pinang-pinangan)
57
Di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo ini,
masyarakatnya dahulu lebih banyak menjadikan air Nira yang keluar dari
tandan diolah menjadi gula merah dan dalam cerita yang beredar air tersebut
memang dijadikan sebagai gula merah untuk dijual dan uangnnya untuk
membayar hutang yang telah menumpuk, Dapat kita lihat tempat pemasakan
air Nira (pola) yang dipakai Bapak Kukuh Sitepu menjadi gula merah.
Gambar 3.19
Tempat pemasakan air Nira (pola) menjadi gula merah.
(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)
Namun sekarang air yang keluar dari tandan tersebut rata-rata telah diolah
menjadi tuak dan mereka langsung memfermentasikan airnya pada saat
penampungan diatas pohon aren tersebut, mereka lebih memilih menjadikan
tuak dikarenakan lebih efisien dan lebih cepat dalam pemasarannya jadi
58
mereka tidak perlu banyak proses untuk menjualnya. Dibandingkan dengan
memuat gula aren yang harus memasaknya terlebih dahulu.
59
BAB IV
ANALISIS TEKS DAN NYANYIAN NGERIA
4.1 Analisis Teks Ngeria
Nyanyian Ngeria biasa dilakukan oleh perpola pada pohon Aren ketika akan
menyadap Nira (Ngeria). Dalam penelitiannya, peneliti menemukan bahwa
penggunaan nyanyian dalam aktivitas Ngeria di Desa Sukandebi yang dilakukan
oleh Bapak Kukuh Sitepu ditempatkan pada posisi mulai mengayun-ayunkan
(Njolah-jole) tandan aren yang belum di potong. Proses ini sendiri menurut Bapak
Kukuh Sitepu, dinyanyikan dengan tujuan agar pohon Aren yang dalam hal ini
diibaratkan sebagai seorang perempuan, yang bernama Beru Sibo luluh hatinya,
dan memberikan Nira yang cukup untuk membuat gula merah dan dapat dijual
kepasar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari keluarga Bapak Kukuh.
Berikut adalah penggalan teks dari nyanyian Ngeria yang dinyanyikan oleh
Bapak Kukuh Sitepu :
Ku jolah joleken me kena beru Sibo
Sampati kena kel aku
Adi la kin sampatindu nggo
Menda mberat bas aku
Belanjaku pe lanai lit
Penukur isapku pe lanai lit
Emaka sampati kel aku beru Sibo
Sampati kel aku
60
Idahndu ngenda bagenda nge dahinku e pe beru Sibo.
Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras
Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras
Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut:
Ku ayun-ayunkanlah kamu beru Sibo
Tolong bantulah aku
Kalau tidak kamu tolong
Sudah pasti susahlah aku
Belanjaku pun tak ada lagi
Untuk beli rokok pun tak ada lagi
Maka tolong bantulah aku beru Sibo
Bantulah aku
Kamu lihatnya begini pekerjaanku ini beru Sibo
Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras
Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras
Dalam teks nyanyian Bapak Kukuh Sitepu kita dapat melihat ikon, simbol,
hubungan antara musik dengan teksnya dan makna yang terkandung dari teks
tersebut di atas.
Ikon yang kita dapat dari teks nyanyian Ngeria oleh Bapak Kukuh Sitepu
adalah:
Ku jolah joleken me kena beru Sibo
(Ku ayun-ayunkanlah kamu beru Sibo)
61
Dari penggalan teks tersebut beru Sibo-lah yang menjadi ikon, dimana beru Sibo
yang dimaksud adalah batang pola yang sedang di balbal.
Dari penggalan teks berikutnya terdapat simbol yang menggambarkan pohon
Aren, yaitu beru Sibo.
Selanjutnya, dari teks nyanyian Ngeria yang dilantunkan diatas, dapat kita
lihat hubungan antara musik dengan teksnya, yang berupa penggalan kata.
Adapun penggalan kata dari musik dan teks nyanyian Ngeria adalah sebagai
berikut:
Dari uraian penggalan kata antara musik dengan teks di atas, dapat kita lihat
bahwa teks nyanyian Ngeria di atas adalah teks nyanyian yang silabis.
Selanjutnya yang dapat kita perhatikan lagi adalah makna dari teks nyanyian
Ngeria oleh Bapak Kukuh Sitepu, yang berupa makna denotatif atau teksnya yang
memiliki arti makna sebenarnya. Dari penggalan teks di atas memiliki makna
62
bahwa perpola bergantung sekali kepada beru Sibo untuk kelangsungan hidupnya.
Dapat kita lihat dari kata adi la kin sampatindu nggo menda mberat bas aku yang
artinya kalau tidak kamu tolong sudah pasti susahlah aku, dari perkataan tersebut
beru Sibo adalah tempat siperpola untuk mengadu dan perpola percaya atau
yakin bahwa beru Sibo dapat membantunya (perpola) dan jika beru Sibo tidak
membantunya, perpola mengatakan bahwa sudah pasti dia akan susah dan
perpola hanya dapat melanjutkan hidupnya jika perpola dibantu oleh pohon Aren
(beru Sibo).
Teks selanjutnya yang juga memiliki makna denotatif adalah:
Belanjaku pe lanai lit
Penukur isapku pe lanai lit
Emaka sampati kel aku beru Sibo
Sampati kel aku
(Belanjaku pun tak ada lagi)
(Untuk beli rokok pun tak ada lagi)
(Maka tolong bantulah aku beru Sibo)
(Bantulah aku)
Dari teks tersebut kita dapat melihat perpola sudah tidak memiliki uang lagi
untuk membeli keperluan sehari-harinya, seperti keperluan belanjanya bahkan
untuk membeli rokok. Dari teks emaka sampati kel aku beru Sibo, sampati kel
aku, Perpola mengulang kata sampati kel aku yang artinya bantulah aku yang
ditujukan kepada beru Sibo. Dapat kita lihat dari pengulangan kata tersebut
perpola ingin menekankan bahwa sangat membutuhkan bantuan beru Sibo.
Dari teks yang terakhir kita dapat melihat pemaknaan yaitu:
63
Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras
Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras
“Tak” yang digambarkan sebagai suara tan41
yang telah dipotong dan
“kasursar ras” adalah, sebagai gambaran untuk bunyi Nira yang jatuh tepat di
tengah tongkap42
dan menyebar memenuhi tongkap tersebut.
Peneliti juga menemukan perpola yang saat menyadap pohon Aren, juga
menyanyikan nyanyian terhadap pohon Aren yang disadapnya, yaitu Bapak Ramli
Sebayang yang berdomisili di Desa Sarimunthe, kecamatan Munthe, Kabupaten
Karo. Dan bentuk dari nyanyian singkat yang di peroleh peneliti digunakan
sebagai penambah wawasan peneliti akan aktifitas Ngeria ini pada masyarakat
Karo.
Adapun bentuk nyanyian yang dilantunkan oleh Bapak Ramli Sebayang adalah
sebagai berikut:
O beru Sibo, kubalbal ko
Nembeh aku labo, sada enca ku pindo
Erlau min ko
Dalam bahasa Indonesia, nyanyian diatas dapat diartikan sebagai berikut:
O beru Sibo, kupukul kamu
Bukan aku marah, hanya satu yang kuminta
Berair lah kamu
Berdasarkan nyanyian di atas, perpola tidak menyadari bahwa telah
menggambarkan sesuatu di dalam kegiatannya tersebut. Kita dapat melihat ikon,
41
Berarti tandan dalam bahasa Karo. 42 Tempat penyimpanan Nira dalam masyarakat Karo.
64
hubungan antara musik dengan teksnya, simbol dan makna yang terkandung dari
teks tersebut.
Dari teks yang di lantunkan oleh Bapak Ramli Sebayang selaku perpola, dapat
kita lihat perlambangan sebuah ikon, yaitu:
O beru Sibo, kubalbal min ko
(O beru Sibo, kupukullah kamu)
Adanya kata O beru Sibo dalam penggalan kata diatas dapat diartikan bahwa
Beru Sibo adalah ikon dari nyanyian yang dilantukan perpola. Beru Sibo sendiri
menurut legendanya diibaratkan sebagai seorang perempuan yang menjelma
menjadi sebuah Batang Pola43
, yang awalnya bertujuan untuk melunasi hutang-
piutang abangnya yang sedang dipasung di Desa seberang karena kalah berjudi.
Selanjutnya, dari teks nyanyian Ngeria yang dilantunkan oleh Bapak Ramli,
dapat kita lihat hubungan antara musik dengan teksnya, yang berupa penggalan
kata. Adapun penggalan kata dari musik dan teks nyanyian Ngeria adalah sebagai
berikut:
43 Penyebutan Pohon Aren dalam bahasa Karo
65
Dari uraian penggalan kata antara musik dengan teks di atas, dapat kita lihat
bahwa teks nyanyian Ngeria adalah teks nyanyian yang silabis dan juga
melismatis.
Dari penggalan teks berikutnya terdapat simbol yang menggambarkan pohon
Aren, yaitu beru Sibo. Dalam hal ini beru Sibo adalah pohon Aren yang sedang
disadap oleh perpola, perpola meminta Nira dari siberu Sibo, memintanya dengan
lemah lembut agar siberu Sibo memberikan Nira yang banyak dan berlimpah
untuk perpola.
Kepercayaan akan keberadaan beru Sibo sebagai penghuni dari batang pola
telah membuat masyarakat karo khususnya Perpola, mempercayai bahwa untuk
Ngeria dalam satu batang pola mereka harus melakukkannya dengan beberapa
proses. Termasuk proses menyanyikan atau melantunkan nyanyian seperti yang
sudah tertera di atas.
Makna yang tersirat di balik bentuk dan aspek isi dari kata teks nyanyian
Ngeria adalah makna konotatif. Yang menjadikan teks nyanyin Ngeria ini
memiliki makna konotatif adalah di bagian:
O beru Sibo, kubalbal ko
Nembeh aku labo, sada enca ku pindo
Erlau min ko
(O beru Sibo, kupukul kamu
Bukan aku marah, hanya satu yang kuminta
Berair lah kamu)
Dari teks di atas, teks nyanyian Ngeria tidak menggambarkan artian yang
sebenarnya, melainkan dengan menggunakan makna tambahan. Terutama di
66
bagian „O beru Sibo, kubalbal ko’ yang memiliki arti bahwa beru Sibo bukanlah
nama orang dalam artian sebenarnya, melainkan sebuah penggambaran dari
batang pola yang akan disadap.
4.2 Penggunaan dan Fungsi
Dalam tulisan ini, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan P.
Merriam yaitu tentang fungsionalisme. Merriam (1964:228) mengemukakan dua
gagasan yang penting diperlihatkan dalam membicarakan musik, yaitu
penggunaan dan fungsi (function). Fungsi musik menyangkut apa tujuan
penggunaan musik di tengah-tengah masyarakat selaku pemilik musik itu sendiri
dan mengapa musik tersebut digunakan dengan demikian.
Fungsi musik akan mengacu lebih dalam pada arti musik itu sendiri,
sedangkan (uses) penggunaan musik berhubungan dengan (folkways) kebiasaan-
kebiasaan memainkan musik, baik sebagai aktivitas masyarakat yang berdiri
sendiri atau dalam aktivitas yang lain.
4.2.1 Penggunaan nyanyian Ngeria
Beberapa kelompok masyarakat biasanya menggunakan musik untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Herskovits dalam tulisan Merriam (1964:217)
mengatakan bahwa penggunaan musik antara lain dapat dikaitkan dengan
kelembagaan sosial masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan
bahwa perpola melantunkan nyanyian yang bertujuan untuk meminta
pertolongan dari siberu Sibo agar keadaan ekonominya terbantu.
4.2.2 Fungsi nyanyian Ngeria
67
Dalam penelitian ini fungsi musik yang dimaksud adalah yang
dikemukakan oleh Merriam (1964:222-226) yaitu sedikitnya ada sepuluh
fungsi musik bagi masyarakat pemiliknya yaitu:
1. Fungsi pengungkapan emosional.
2. Fungsi pengungkapan estetika.
3. Fungsi hiburan.
4. Fungsi komunikasi.
5. Fungsi perlambangan.
6. Fungsi reaksi jasmani.
7. Fungsi norma-norma sosial.
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara religi.
9. Fungsi kesinambungan kebudayaan.
10. Fungsi pengintregasian masyarakat.
Dalam hal ini tidak semua fungsi musik dapat dimasukkan untuk
menganalisis fungsi dari nyanyian Ngeria. Dari kesepuluh fungsi yang
dikemukakan oleh Merriam, menurut peneliti hanya ada dua fungsi yang dapat
digunakan untuk menganalisis nyanyian dari aktivitas Ngeria, yaitu:
1. Fungsi komunikasi.
2. Fungsi perlambangan.
4.2.2.1 Fungsi Komunikasi
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya komunikasi antara perpola
yang sedang mbalbal dengan masyarakat sekitar. Hal ini dikemukakan oleh
peneliti karena ketika sedang berada di Desa salah satu informan, peneliti
68
mendengar suara pukulan dari perpola yang sedang beraktifitas di dalam hutan,
kemudian bertanya kepada masyarakat Desa tersebut untuk memastikan aktifitas
apakah yang sedang terjadi di dalam hutan. Jawaban yang didapat oleh peneliti
dari beberapa masyarakat yang menjawab suara tersebut adalah perpola yang
sedang mbalbal. Berikut adalah bentuk ritem dari proses mbalbal yang dilakukan
oleh perpola:
Catatan: 1. Nada yang terletak di posisi garis bantu bawah pertama digambarkan
sebagai pukulan dalam bunyi “por”.
2. Nada yang terletak di posisi baris keempat dari paranada
digambarkan sebagai pukulan dalam bunyi “tih”.
Dalam hal ini kata “por” yaitu ditujukan pada saat perpola memukul
batang pohon Aren dengan tenaga yang penuh, dan “tih” yaitu ditujukan pada saat
perpola memukul tandan dari pohon Aren tersebut, namun pukulan pada tandan
tidak sekuat pada saat pemukulan pada batang pohon Aren tersebut.
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa dalam proses nyanyian
Ngeria yang dapat dijadikan sebagai fungsi komunikasinya adalah proses
mbalbal.
69
4.2.2.2. Fungsi Perlambangan
Bagi seorang penyanyi, nyanyian adalah sebuah perlambangan bagi
dirinya sendiri. Perlambangan memang sangat berperan penting, karena saat
sebuah nyanyian dilambangkan, maka orang lain akan melambangkannya atau
menangkap maksud dari sipenyaji jauh lebih dalam dari pada sipenyaji
menceritakannya dengan seperti biasa.
Dalam aktifitasnya, perpola menyanyikan sebuah nyanyian yang
melambangkan keresahan dalam hatinya tentang ekonomi keluarganya. Perpola
selalu melantunkan nyanyian dengan hati yang sungguh-sungguh untuk memohon
kepada siberu Sibo, dapat dilihat dari teks nyanyian yang dilantunkan oleh Bapak
Kukuh Sitepu, yaitu sebagai berikut:
Emaka sampati kel aku beru Sibo
Sampati kel aku
(Maka tolong bantulah aku beru Sibo
Bantulah aku)
Perlambangan kata yang diatas dapat memberikan gambaran hidup seorang
perpola. Kata sederhana dapat memberikan makna dalam, hal tersebutlah yang
menjadi dasar mengapa seseorang menggunakan sebuah perlambangan yaitu
untuk menunjukkan maksudnya yang lebih dalam.
4.3 Transkripsi
Transkripsi menurut ilmu Etnomusikologi merupakan proses penelitian bunyi-
bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam
70
bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Dalam hal ini peneliti ingin
menotasikan melodi nyanyian dari kegiatan Ngeria.
Untuk melakukan transkripsi melodi nyanyian dari kegiatan Ngeria, sesuai
teori dalam Bab I peneliti memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh
Charles Seeger.
Dalam bab IV ini peneliti memilih untuk menotasikan dan menganalisis
melodi nyanyian Ngeria dengan menggunakan notasi Barat, walau sesungguhnya
melodi yang dihasilkan dari nyanyian Ngeria yang didapatkan peneliti dari
informan tidak sepenuhya sesuai dengan penotasian Barat. Peneliti memilih notasi
Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi dari nyanyian Ngeria secara
grafis atau tertulis sehingga dapat dibaca.
4.3.1 Simbol dalam Notasi
Notasi-notasi yang digunakan dalam transkripsi melodi nyanyian Ngeria
merupakan simbol-simbol Barat. Berikut ini merupakan beberapa simbol yang
digunakan dalam transkripsi nyanyian Ngeria.
1.
Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi.
2.
Merupakan satu buah not setengah yang mempunyai nilai 1 ketuk.
3.
71
Merupakan satu buah not 1/8 yang mempunyai nilai 1/2 ketuk.
4.
Merupakan satu buah not 1/16 yang mempunyai nilai 1/4 ketuk.
5.
Merupakan tanda diam yang mempunyai nilai 1 ketuk.
6.
Merupakan tanda diam yang mempunyai nilai 1/4 ketuk.
7.
Merupakan tanda diam yang mempunyai nilai 1/2 ketuk.
4.3.2 Tangga Nada (Scale)
Tangga nada atau scale yang dimaksud dalam skripsi ini adalah nada-nada
yang dipakai dalam nyanyian Ngeria yang berkaitan dengan melodi.
72
Dalam mendeskripsikan tangga nada, peneliti mengurutkan nada-nada yang
terdapat dalam melodi nyanyian tersebut, yaitu mulai dari nada yang terendah
sampai nada yang tertinggi berdasarkan pemakaian nada.
Dalam notasi ini, peneliti menggambarkan tangga nada nyanyian Ngeria oleh
Bapak Kukuh Sitepu.
Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam nyanyian Ngeria di atas, peneliti
melihat bahwa nada yang paling rendah adalah nada E dan nada yang tinggi
adalah nada G.
4.3.3 Nada Dasar (Pitch Center)
Dalam menentukan nada dasar dalam nyanyian Ngeria ini, peneliti
menggunakan tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno
Nettl dalam bukunya Theory and Method in Etnomusikology (1963:147), yaitu
sebagai berikut.
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering
muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi
musik.
2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada
dasar, meskipun jarang dipakai.
73
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian
tengah komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas
tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun
posisi tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,
sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh
dianggap lebih penting.
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai
sebagai patokan tonalitas.
7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai system
tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas.
Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya
adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut
(terjemahan Marc Perlman 1963:147).
Dengan melihat ketujuh kriteria di atas, maka dapat diuraikan nada dasar
pada nyanyian Ngeria ini adalah seperti berikut.
Dari kriteria-kriteria yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya
Theory and Method in Etnomusikology (1963:147), peneliti melihat
pernyataan ketiga dan peneliti sepakat untuk menjadikan patokan nada dasar
pada nyanyian Ngeria, maka nada dasar dari nyanyian Ngeria dalam tulisan
ini yang paling mendekati adalah nada dasar C.
74
4.3.4 Wilayah nada
Wilayah nada dapat didefiniskan yaitu sebagai rentang antara nada yang
terendah sampai yang tertinggi yang digunakan dalam sebuah musik, terutama
yang berkaitan dengan melodi. Wilayah nada ini juga selalu diartikan dalam
istilah musik dengan range.
Wilayah nada nyanyian kegiatan Ngeria dapat kita lihat pada gambar dibawah,
berikut adalah nada yang terendah hingga tertinggi.
Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan dalam nada dasar C, nada
terendah terdapat pada nada E, dan nada tertinggi terdapat pada nada G‟.
4.3.5 Jumlah Nada
Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik,
nyanyian ataupun Komposisi. Berikut adalah jumlah nada yang dipakai dalam
nyanyian Ngeria oleh Bapak Kukuh Sitepu:
36 25 4 1 2 1
Dengan demikian, jumlah nada yang dipakai paling sedikit dalam nyanyian
Ngeria di atas, adalah nada C dan G‟ yang sama-sama berjumlah satu nada.
Sedangkan jumlah nada terbanyak ditemukan pada nada E yang berjumlah tiga
puluh enam nada.
75
4.3.6 Pola Kadensa
Pengertian kadensa adalah pergerakan nada akhir dari suatu frasa lagu. Pola
kadensa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu semi kadens (half cadence) dan
kadens penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak
lengkap atau tidak selesai dan memberi kesan adanya gerakan ritme yang lebih
lanjut. Sedangkan kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat diakhir frase yang
terasa selesai sehingga pola kadens seperti ini tidak memberikan kesan untuk
menambah gerakan ritem.
Dilihat dari pergerakan nada akhir (pola kadensa) dari frasa nyanyian
Ngeria di atas, nyanyian tersebut termasuk dalam kadens penuh (full cadence).
4.3.7 Formula Melodik
Formula melodi yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi bentuk, frasa
dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu
pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi dan motif adalah ide
melodi sebagai dasar pembentukan melodi.
William P. Malm mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam
menganalisis bentuk, yaitu:
1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang.
2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan
nyanyian.
76
3. Strophic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian yang baru atau berbeda.
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan
pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
5. Progresive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Berdasarkan formula melodi di atas, bentuk nyanyian di atas termasuk dalam
kategori strophic, yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian yang baru atau berbeda.
4.3.8 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan 1997:
85), yang dapat dibedakan beberapa jenis kontur, yaitu:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:
77
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau
dari (b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kemali ke nada
yang tinggi. Seperti tampak pada gambar dibawah:
(a) (b)
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga
dari nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti
tampak pada
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakn
intervalnya terbatas. Seperti tampak pada gambar dibawah:
→
Dari jenis-jenis kontur yang tertera diatas, dalam nyanyian Ngeria terdapat
alur, yaitu:
78
1. statis
2. Pendulous
3. Teracced
4.3.9 Analisis ritem
1. Tempo : 49
2. Meter : 4/4
Peneliti menentukan bahwa nyanyian Ngeria yang dinyanyikan memiliki
tempo 49 dengan birama 4/4 setelah diukur dengan menggunakan metronom.
Adapun bentuk ritem dari pukulan (mbalbal) yang dilakukan ketika praktik
kegiatan Ngeria adalah sebagai berikut:
Pola ritem di atas bersifat berulang dengan kecepatan pukulan (tempo) yang
semakin lama semakin cepat dan pada waktu-waktu tertentu kecepatan pukulan
(tempo) berubah menjadi lambat. Dengan kata lain, pola ritem mbalbal yang
dilakukan oleh perpola bersifat free-meter.
79
Nyanyian Ngeria 1.
M.M = 49
Perpola: Kukuh Sitepu
Rekaman: Desa Sukandebi, Kamis, 8 Maret 2016, Pukul 15.48 WIB.
Catatan:
1. Nyanyian ini diambil peneliti dari Desa Sukandebi, yaitu oleh Bapak
Kukuh Sitepu yang kegiatannya sehari-hari adalah seorang petani. Selain
itu beliau juga pernah melakukan kegiatan sebagai seorang perpola.
2. Kata yang terdapat di atas, yaitu Tak kasursar ras kasursar ras kasursar
ras kasursar ras Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras,
merupakan kata yang tidak memiliki nada dan disebutkan ketika perpola
selesai melantunkan nyanyiannya.
80
Nyanyian Ngeria
M.M = Free Meter
Perpola: Ramli Sebayang
Rekaman: Desa Sarimunthe, Sabtu, 21 Mei 2016. Pukul 23.36 WIB.
Catatan:
1. Nyanyian Ngeria ini diambil dari Desa Sarimunthe yang dinyanyikan
oleh Bapak Ramli Sebayang.
81
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pohon aren (Batang Pola) adalah pohon yang dimanfaatkan masyarakat
Karo terkhusus perpola untuk diambil Niranya. Dimana Nira tersebut dapat
diolah kembali menjadi gula merah atau Gula Batak untuk dijual. Namun, pada
masa sekarang Nira yang berhasil disadap dari batang pola lebih banyak di olah
kembali menjadi tuak44
karena dianggap lebih menguntungkan.
Di dalam praktiknya Perpola akan selalu melakukan aktifitas Ngeria
sebanyak dua kali dalam sehari dan dilakukan pada pagi hari (sekitar pukul enam
pagi) dan sore hari (sekitar pukul empat sore). Bagian pohon aren yang di sadap
oleh perpola adalah tandan yang terdapat pada pohon atau masyarakat setempat
menyebutnya tanna (digambarkan sebagai tangan dari si Beru Sibo).
Ngeria memerlukan keterampilan yang khusus, kesabaran dan ketekunan.
Perpola akan selalu naik dan turun melalui sebuah batang bambu yang di lubangi
sedemikian rupa sebagai tangga dan tempat pijakan perpola.
Pada saat naik dan turun, jempol kaki kiri dan kanan yang menjadi
tumpuan pijakan di lubang bambu tersebut, sehingga tidak jarang jika kita
44 Minuman beralkohol tradisional yang berasal dari fermentasi Nira.
82
perhatikan jempol kaki perpola akan berbentuk lebih besar, sedikit melebar, dan
kulitnya terlihat kasar dan keras.
Dalam prosesnya, kegiatan Ngeria yang dahulu dilakukan oleh Bapak
Kukuh Sitepu memiliki kearifan lokal yang dapat diterapkan terhadap kehidupan
nyata, yaitu Bapak Kukuh Sitepu memperlakukan pohon aren yang disadapnya
seperti seorang manusia. sebelum beliau melakukan Ngeria, beliau akan
membersihkan sekitar dari pohon aren tersebut terlebih dahulu, kemudian beliau
akan membersihkan bagian sekitar tan dari batang pola yang akan di riai45
.
Dalam Kegiatan Ngeria khususnya di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman
Teran, Kabupaten Karo terlihat jelas memilki kearifan lokal yang begitu positif.
Namun jika sebuah mitos tersebut dibandingkan dengan analisis yang logika maka
akan banyak timbul pertanyaan yang sangat berbanding terbalik. Perpola dalam
hal ini yaitu Bapak Kukuh Sitepu memiliki kepercayaan, yaitu jika pohon aren
diperlakukan selayaknya manusia (Beru Sibou) maka pohon aren tersebut akan
memberikan air Nira (pola) yang cukup dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan
ekonomi keluarga.
Dilihat dari Beberapa informan yang memberikan informasi kepada
peneliti tentang cerita dari beru Sibo ini, dapat ditemukan beberapa hal yang mirip
mengenai cerita mereka tentang nyanyian Ngeria. Beberapa hal yang mirip itu
yaitu dimana mereka pasti memberikan cerita tentang bagaimana kehidupan
mereka, bagaimana menderitanya mereka dalam kehidupannya sehari-hari, begitu
kekurangannya mereka dalam kebutuhan mereka, dan tujuan mereka
45 Riai adalah kata kerja yang sama artinya dengan Ngeria dalam bahasa Karo.
83
menceritakan itu terhadap beru Sibo adalah agar beru Sibo tersentuh dan dia dapat
memberikan pola nya atau Niranya.
5.2 Saran
Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan terbuka peneliti
bersedia untuk diberikan saran atau kritik yang membangun dan tidak
menjatuhkan agar tulisan ini lebih baik lagi.
Peneliti juga ingin memberikan saran kepada masyarakat Karo agar kiranya
tetap memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada, baik
seni musik, seni vokal dan seni tari yang terdapat di sekitar terutama yang
memiliki umur yang muda agar mencintai budayanya masing-masing, Karena
Budaya Kita Sangat memiliki nilai yang luhur bagi kita.
Peneliti juga melihat bahwa kebudayaan Karo sudah semakin hilang seiring
dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Karo mari kita
sama-sama menunjukkan dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang
kita miliki sebagai identitas kita yang cinta terhadap budaya yang kita miliki.
Demikian tulisan ini diselesaikan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang
membaca agar menjadi pengetahuan dan sumber informasi khususnya bagi
masyarakat Karo dan ilmu Etnomusikologi.
84
DATA INFORMAN
1. Nama : Kukuh Sitepu ( Informan Kunci )
Umur : 85 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten
Karo
2. Nama : Ramli Sebayang
Umur : 65 Tahun
Pekerjaan : Penggembala ternak
Alamat : Desa Sari Munthe, Kecamatan Munthe, Kabupaten Karo
3. Nama : Tammen Sipayung
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : Perpola ( Pengrajin Nira)
Alamat : Desa Namo Pinang, Kecamatan Namorambe, Kabupaten
Deli serdang
85
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (tidak tercantum) . Sejarah Karo : Seni Musik Karo. [online]. Tersedia :
www.sejarahkaro.blogspot.co.id [diakses : 28 Maret 2016]
Banjarnahor, Erni Junita. (2014). Tangis Beru Sijahe di Desa Sukaramai,
Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Phakphak Bharat: Kontinuitas dan
Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual dan Musikal. Medan: Departemen
Etnomusikologi, FIB USU (Skripsi Sarjana).
Ginting, Tetty Silva. (2012). Analisis Struktur Musikal, Fungsi Sosial, dan
Budaya Didong Doah Bibi Sirembah ku Lau pada masyarakat Karo di
Berastagi. Medan : Departemen Etnomusikologi, FIB USU ( Skripsi
Sarjana).
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Anthropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Leo Joosten Ginting dan Kriswanto GInting. (2014). Tanah Karo: Selayang
Pandang. Edisi Pertama. Medan: Bina Media Perintis.
Limbeng,Julianus. (2009). Lima Serangke dan Pembelajaran Tari Karo. [Online].
Tersedia : http://xeanexiero.blogspot.co.id [diakses : 28 Maret 2016].
Malm,William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New
Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur
Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan:
Universitas Sumatera Utara Press.
Manik, Marliana. (2013). Analisis Fungsi, Tektual, dan Musikal Tangis Simate
Suatu Genre Nyanyian Ratapan dalam Konteks Kematian Pada Kebudayaan
86
Masyarakat Pakpak-Dairi di Desa Siompin Aceh Singkil. Medan:
Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).
Merriam, Alan P. (1964). The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern
Univercity Press.
Nettl, Bruno. (1963). Theory and Methode in Ethnomusicology. Newyork: The
Free Press Of Glencoe.
Poerwadarminta, W.J.S. (ed.), (1965). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Purba, Kezia. (2014). Analisis Musikal dan Tekstual Marsialop Ari Karya
Taralamsyah Saragih. Medan: Departemen Etnomusikologi, FIB USU
(Skripsi Sarjana).
Purba, Linfia Sonia. (2015). Analisis Tekstual dan Musikal Lagu Inggou
Parlajang karya Taralamsyah Saragih. Medan : Departemen
Etnomusikologi, FIB USU (Skripsi Sarjana).
Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der
Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga
terjemahannya dalam bahasa Inggris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel,
1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines
dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers
(ed.). New York: The Macmillan Press.
Tarigan, Sarjani. (2009). Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem.
Edisi Pertama. Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia.