aksara karo

15
Tulisen(aksara) Karo Tuntas belajar tulisan(aksara) Karo Tulisen(aksara) Karo, adalah salah satu aksara kuno yang ada di nusantara. Yang merupakan kumpulan dari tanda- tanda(karakter/simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni oleh masyarakat penggunanya, yaitu: masyarakat Karo itu sendiri. Tulisen Karo merupakan milik dari masyarakat(etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisen yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat(etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan(awalnya dengan bahasa pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan. | Mejuah-juah! Bastanta Permana Sembiring 2/16/2012

Upload: chairul-sahbana-tarigan

Post on 26-Nov-2015

463 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

  • Tulisen(aksara) Karo

    Tuntas belajar tulisan(aksara) Karo Tulisen(aksara) Karo, adalah salah satu aksara kuno yang ada di nusantara. Yang merupakan kumpulan dari tanda-tanda(karakter/simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni oleh masyarakat penggunanya, yaitu: masyarakat Karo itu sendiri. Tulisen Karo merupakan milik dari masyarakat(etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisen yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat(etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan(awalnya dengan bahasa pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan. | Mejuah-juah! Bastanta Permana Sembiring 2/16/2012

  • Tulisen(aksara) Karo

    A. Pengantar

    1. Apa itu tulisen(aksara) Karo. Itu rumah Malem! Ataupun, Ini pensil Joni! Dari dua kalimat yang diapit tanda petik dua diatas, adalah merupakan kalimat pernyataan yang menunjukkan atau mengarah kepada ke-bendaan(rumah dan pensil) yang masing-masing dimiliki oleh Malem dan Joni. Maka, jika dikatakan Ini(itu) tulisen(aksara) Karo! tentunya juga menunjukan benda yang kepemilikan tau dimiliki oleh Karo(milik etnis Karo)! Tulisen(aksara), Karo adalah salah satu aksara kuno yang ada di nusantara, yang merupakan kumpulan tanda-tanda(karakter/simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati oleh masyarakat pengunanya, yakni oleh masyarakat Karo itu sendiri. Tulisen Karo merupakan milik dari masyarakat(etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisen yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat(etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan(awalnya dengan bahasa pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan. Lihat tabel Tulisen Karo berikut!

    Tabel 01. Tulisen Karo.

  • 2. Tonggak Awal Sejarah Karo

    Masuknya pengaruh Hindu ke Karo pada awal abad I(pertama) diyakini merupakan tonggak awal berdirinya sejarah Karo(keluar dari masa pra-sejarah atau telah mengenal tulisan), dimana untuk pertama kalinya aksara Palawa(Wenggi) di perkenalkan, walau bahasa pengantarnya masih dalam bahasa Sansekerta(Agama Pemena adalah bukti pengaruh Hindu-Budha di Haru(Karo)). Hingga kemudian pada abad ke-5 diawali dengan masuknya pengaruh Budha ke nusantara termaksuk ke Karo(Haru) dan diperkenalkanlah tulisan Nagari, yang diyakini merupakan cikal bakal(dasar) terjadinya tulisen(aksara) Karo, Melayu Kuno, Jawa Kuno, dan lain-lain.

    3. Eksistensi Tulisen(aksara) Karo serta Fungsinya dalam Masyarakat Karo

    Tidak banyak literaatur-literatur kuno yang masih ada yang dapat mendukung kapan tulisan(aksara) Karo itu mulai eksis(dipergunakan secara luas di wilayah Karo), namun ada beberapa syair cinta, ramalan(katika), puisi, turi-turin(cerita tradisi), mangmang/tabas(doa atau mantra), kitab ketabib-pan, ratapan/rintihan(bilang-bilang), kitab mayan(beladiri), serta cerita sejarah adanya interaksi berupa surat-menyurat antara kerajaan Haru(Karo) dengan kerajaan-kerajaan lainnya, seperti: Johor, Malaka, Portugis, dan Aceh(walau tidak dijelaskan bahasa dan aksara apa yang dipergunakan) yang ditemukan.

    Sekitar tahun 1872, di wilayah Dusun(Deli-Serdang) guru-guru tradisional yang mengajar

    membaca dan menulis dalam bahasa daerah masih dibayar dengan mata uang emas(draham/dirham) [...] dari hal ini dapat kita ketahui bahwasanya bahasa dan aksara Karo itu pernah dipergunakan sebagai media serta instrumen pengajaran secara umum, bahkan di Kabupaten Karo dan beberapa daerah di wilayah Deli-Serdang dan Langkat, aksara Karo masih masuk dalam pelajaran muatan lokal daerah hingga saat ini. Selain itu, menuskrip Hikayat Hamparen Perak yang diperkirakan terbit sekitar abad ke-18 yang berisikan teks 55 halaman dalam cakap(bahasa) Karo dan diyakini juga ditulis dalam aksara Karo yang sebelumnya disimpan di Instituut voor de Tropen di Amsterdam, sayang sudah hilang! Yang seharusnya dapat menjadi sebuah bukti eksistensi Karo, khususnya aksara dan bahasanya. Bukan itu saja, kita juga tahu kalau ada menuskrip lokal(Karo) asli dalam bahasa dan aksara Karo(tahunnya tidak diketahui, namun mungkin sekitar abat ke-17 18) yang mengisahkan perjalanan merga Sembiring Kembaren(Pustaka Kembaren) dan merga Ginting(Pustaka Ginting) yang berkat seorang penginjil asli Karo yang bertugas di Langkat, bernama: Pa Belat, yang kemudian menyerahkan transkripsinya kepada misionaris Belanda Pdt. J. H. Neumann dan tahun 1926 diterjemahkan dalam cakap Karo(aksara latin) dan bahasa Belanda, serta oleh LIPI diterjemahkan tahun 1972 dan diterbitkan oleh Brahma Putro ditahun 1981. (ctt. Kamus Karo-Belanda diketahui pertama terbit 1907 oleh Pdt. M. Joustra, dan tahun 1951 oleh Pdt. J. H. Neumann).

    September 1909, sultan Deli menandatangani adat (hukum) Dusun yang diselenggarakan oleh Westenberg(kontrolir) yang atas permintaan para pemimpin di Dusun diterjemahkan dalam cakap Karo.

    Tulisen(aksara) Karo dalam kehidupan sehari-hari etnis Karo selain sebagai media komunikasi(surat menyurat), seperti pada turi-turin(sejarah/tradisi(cerita lisan)) asal usul merga Peranginangin Sinurat yang merupakan juru tulis dari Raja Urung Peranginangin Pincawan di Perbesi.( Sinurat --> Si = si(merujuk ke subjek/pelaku) dan nurat yang terdiri dari kata nu/ni = yang(subjek) dan surat= media untuk tulisan/surat. Jadi Sinurat = [orang] yang menyuratkan([orang]yang menuliskan/juru tulis)), juga dipergunakan untuk menuliskan syair cinta, puisi, cerita, lagu, ramuan obat-obatan,

  • mangmang(doa/mantra), ilmu ketabib-pan, mayan/[n-]dikar(ilmu bela diri/silat), ilmu tenun, ragam hias, dll yang dipahat pada batang ataupun kulit kayu(biasanya terdiri dari lembaran-lembaran kayu alim(aquilaria malaccensis)) atau bambu, tulang, maupun batu seperti pada (cerita-)sejarah sub-merga Sembiring Guru Kinayan(Guru = guru, orang pandai(orang pandai; ahli ilmu ketabipan, kebatinan, agama, dll) Kinayan/Er-mayan(mayan = ilmu bela diri)) keturunan dari salah satu anak Magit[-dan] Brahmana(nenek moyang Sembiring Berahmana) yang bernama Mbulan Brahmana(cikal bakal kesain Rumah Mbulan Tanduk, Kabanjahe) yang saat melakukan perjalanan menemukan buluh kayan ersurat(bambu bertuliskan ilmu mayan/silat) kemudian menetap dan membuka kampung serta mengajar mayan(silat) sehingga kampung dan keturunannya disebut Guru Kinayan.

    Selain itu aksara Karo juga dipakai sebagai media serta instrumen pengatar ilmu pengetahuan, adat istiadat, seni, surat tenah kerja(undangan), juga ragam hias pada rumah adat dan alat-alat musik tradisional, serta bahan pembelajaran(muatan lokal). 4. Beberapa Faktor Penyebab Semakin Hilangnya Tulisen Karo

    Dewasa ini, penggunaan tulisen Karo sudah sangat jarang, bahkan hanya tinggal sedikit saja orang yang mengerti dan mampu mempergunakannya. Hal ini mungkin diakibatkan imbas dari modrenisasi, islamnisasi dan kristenisasi yang tak terkontrol dan terarah.

    Tergesernya keberadaan agama Pemena(kepercayaan tradisional Karo), yang kalah oleh

    modrenisasi, islamnisasi, dan kristenisasi yang gencar dan diperparah oleh imbas situasi sosial dan politik nasional(salah satunya pemberontakan G 30 S/PKI) juga merupakan salah satu hal utama yang mengakibatkan jarangnya penggunaan atau bahkan hampir punahnya(hilang) aksara Karo. Dimana kita ketahui, bahwa literatur-literatur berupa mangmang/tabas(mantra), ilmu mayan(bela diri), dan ketabib-pan yang notabene-nya ditulis dalam aksara Karo tidak lagi dipergunakan.

    Meletusnya pemberontakan September 1965 yang dimana PKI(Partai Komunis Indonesia)

    dituding sebagai dalangnya(yang paling bertanggung jawab), sehingga pemerintah melakukan penyisiran hingga ke daerah-daerah terpencil(juga ke wilayah-wilayah Karo) untuk membasmi PKI dan ormas-ormasnya hingga ke akar-akarnya serta penangkapan terhadap aktivis-aktivis politik, sosial, bahkan aktifis pers, seni dan budaya, membuat masyarakat tradisional khususnya penggiat seni dan budaya daerah yang kala itu masih berpegang teguh dalam kepercayaan dan adat istiadatnya tidak memiliki pilihan lain, selain meninggalkan kepercayaanya bahkan identitas aslinya, maka timbulah kelompok masyarakat sosial dengan identitas nasioal yang dimana mengasingkan diri mereka dengan identitas asalnya, akibatnya timbulah identitas yang kabur. Hal ini diperburuk lagi dengan terbitnya undang-undang subvensi(UU No. 11/PNPS/1963 Tentang pemberantasan kegiatan subvensi) dan pencabutan SIUPP berdasarkan Permenpen No. 01/1984 Tentang Surat Izin Penerbitan Pers yang mengakibatkan banyak media-media lokal yang kala itu menjamur, satu-per-satu hilang.

    Memasuki orde baru(pasca G30S/PKI), identitas agama pemena dianggap suatu hal yang rendah,

    bahkan pemeluk kepercayaan diluar agama yang diakui negara(Hindu, Budha, Islam, dan Kristen(Katholik dan Protestan)) sering diidentikkan dengan partisipan komunis. Sehingga berangsur-angsur para pemeluknya meninggalkannya dan beralih kepada kepercayaan moderen dan bahkan mengingkari identitas aslinya.

  • Perubahan bahasa pengatar dari Cakap Karo ke Bahasa Indonesia baik untuk komunikasi resmi,

    ilmu pengetahuan, pergaulan, dan keluarga(bahasa dan aksara ibu) yang didorong oleh giatnya pemerintah dan pemimpin daerah dalam memperkenalkan identitas nasional tanpa adanya kesadaran akan pentingnya tradisi dan kebudayaan daerah sebagai suatu kekayaan nasional, membuat seakan-akan hal-hal yang berbau tradisional dan kedaerahan itu dianggap memperlambat proses integrasi dan tidak lagi dibutuhkan di masa sekarang ini.

    Hilangnya tradisi-tradisi budaya akibat dari kurangnya kecintaan dan rasa menghormati(--- Oktober 1924 Bangsa Karo kaya karena memiliki sebuah adat, bahasa, dan aksara. Akan tetapi miskin dan tidak layak, karena tidak menggunakan dan menghormati ketiganya), yang didasarkan oleh over-nasionalisme, modrenisasi, islamnisasi, dan kristenisasi yang pragmatis meredupkan semangat kedaerahan, kepercayaan, bahkan anti kedaerahan.

    Terpecahnya masyarakat adat Karo(identitas Karo) menjadi beberapa kelompok wilayah adat(1. Gugung(gunung)/teruh deleng: Kuta Buluh, Tiga Nderket, dll; 2. Karo Timur: Cingkes, Gunung Meriah, Bangun Purba, dll; 3. Karo Jahe/Karo Dusun(Deli-Serdang): Lau Cih/Namo Gajah, Delitua, Sibolangit, dll; 4. Karo Langkat/Karo Binge: Nambiki, Langkat, Serbanaman Sunggal, Tanjung Manggusta, dll; 5. Singalur Lau: Tiga Binanga, Juhar, dll; 6. Karo Baluren/Pamah Sigedang(Kab. Dairi), dan 7. Urung Julu: Suka, Surbakti, Berastagi, Sepuluh Dua Kuta, dll.) ikut mendorong kaburnya identitas Karo itu sendiri, sehingga tidak sedikit masyarakat Karo itu beralih, bahkan membentuk identitasnya sendiri serta sistem dan tatanan hidup identitasnya itu(tidak lagi didasarkan pada Adat Karo Sirulo, melainkan hasrat, kebiasaa, terkaan, dan kesesuaian dengan keinginan penguasa).

    Gagalnya sistem pembelajaran bahasa dan aksara daerah akibat tidak adanya keseriusan untuk

    benar-benar memajukannya. Hal ini merupakan representasi dari tidak adanya rasa kecintaan, menghargai, dan keterbebanan untuk melestarikannya, bahkan di Kabupaten Karo sendiri sebagai sentral kebudayaan Karo sekarang, hanya sedikit masyarakatnya yang mengerti akan tulisen Karo, hal ini diketahui karena susahnya mencari sumber belajar(orang yang mengerti) akan aksara Karo, padahal di tahun 1998 saat saya ke Suban, Jambi, banyak teman-teman se-usia saya(saat itu masih SLTP) yang berasal dari daerah Deli-Serdang(Delitua, Talapeta, Talun Kenas, dan Penen) dan Langkat(Batang Serangen dan Namo Ukur) mampu mempergunakan aksara Karo dengan baik.

    Tahun 1909 dimulai pembagunan jalan raya ke dataran tinggi Karo(Medan Kabanjahe; Kabanjahe Sarinembah Kuta Bangun; Kabanjahe Seribu Dolok Pematang Siantar) Jalur Medan Kabanjahe dimulai dari Arnhemia(Boven Deli/Pematangsiantar Karo), Sibolangit, Bandarbaru, dan Berastagi(selesai tahun 1913). Tahun 1911 merupakan awal dibukanya lahan-lahan pertanian sayur di dataran tinggi Karo, tahun 1914 layanan bis dua kali seminggu dibuka oleh beberapa perkebun(Medan Kabanjahe, hingga 1918 dikatakan jumlah penumpang melebihi 6.300 orang) dan dilaporkan juga produksi pertanian di antara Kabanjahe dan Berastagi mencapai 150 ton/bulan maka untuk mendukung itu, secara resmi tahun 1915 dibuka jalur bis Medan Kabanjahe yang melayani pengangkutan setiap harinya dan setahun kemudian (1916) didirikanlan bank-bank koperasi rakyat desa(dorpbanken), sehingga ditahun itu dilaporkaan 192 ton kentang(asal Karo) dikirim ke Pinang, 1.036 ton ke Singapura, dan 131 ton ke pulau-pulau lainnya melalui Pelabuan Belawan. Juga, kesuburan tanah ditambah keindahan alam dan kesejukan iklimnya membuat orang Eropa tertarik, sehingga sejak akhir dasawarsa pertama abad ke-20, Berastagi menjadi tempat wisata dan peristerahatan.

  • Sekitar tahun 1918 muncul sebuah gerakan yang didorong atas ketertinggalan khususnya

    dibidang pendidikan bangsa Karo dengan bangsa-bangsa lainnya, yang juga menstimulus tumbuhnya perasaan pada penduduk asli(Karo) bahwa memiliki aksara sendiri adalah suatu tanda bangsa yang maju, maka di tahun 1922 atas usaha sendiri penduduk dataran tinggi Karo mendirikan sekolah dasar(volksscholen) karena sebelumnya(1917) sekolah-sekolah dibawah misi Belanda (Nederlansche Zendelinggenootschap) ditutup, selain itu atas prakarsa seorang pemimpin tradisional Karo dari Lingga, yakni sibayak Lingga, Pa Sendi yang sangat berperan dalam memajukan daerah dan rakyatnya sehingga atas prakrsanya mendorong berdiringya N. H. I. S. (Neutrale Hollandsche Islandsche School) di Kabanjahe, juga sekolah kerajinan tekstil(tenun) dan bengkel besi di Lingga, juga bank-bank koperasi rakyat desa(dorpbanken)untuk mendukung kemajuan di wilayahnya. Setahun kemudian(1923) pemerintah kolonial Belanda mendirikan H. I. S. (Hollandsche Inlandshce School).

    Antara priode 1920an 1930an di Karo, adat, bahasa, aksara, dan tradisi-tradisi daerah

    lainnya dianggap menjadi kekayaan nasional, namun sayang hal ini tidak berlangsung lama. Kemajuan ekonomi, transportasi, komunikasi, dan pendidikan di dataran tinggi Karo memicu gelombang migrasi baik dari Minang, Jawa, Aceh, Deli-Serdang, Langkat, Tapanuli, dan derah nusantara lainnya yang pada akhirnya juga memicu percepatan moderenisasi, islamnisasi, dan kristenisasi yang menguatkan ketertarikan atas identitas-identitas baru, sehingga akibat kemajuan yang membentuk gaya hidup(salah satunya perpaduan golongan aristokrat dan adat yang oleh Geertz disebut golongan priyayi) , karakter, bahkan identitas baru( Karo terlebih semua yang dikaitka dengan kebatakan oleh masyarakat Melayu(melayu = ruang lingkup yang dipengaruhi oleh budaya islam yang dianggap lebih beradap) divonis identik dengan pemakan babi, kanibalisme, manusia yang biadap(verwilderde menschen), sehigga ada rasa malu dengan identitas aslinya), maka sekali lagi tradisi-tradisi adat Karo dipandang sebagai prodak masyarakat(kebudayaan) dari masa kegelapan(duitsternisfe der alloudheit), begitu juga aksara Karo! B. Pemakaian Tulisen(aksara) Karo

    1. Indung Surat ( Huruf Induk )

    Tabel 02, Indung Surat(huruf induk) pada Tulisen(aksara) Karo

  • Indung Surat (Huruf Induk) dalam Tulisen (aksara) Karo terdiri dari 21 indung surat, yang dimana

    semua Indung Surat(huruf induk) itu selalu diakhiri dengan bunyi a, kecuali pada dua indung surat yang berdiri sendiri, yakni: huruf I (i) dan U(u) (indung surat I(i) dan U(u) yang hanya dipakai sebagai huruf awal pada kata maupun kalimat saja). Sehingga di dalam penulisan aksara Karo selalu dipakai anak surat(anak huruf/huruf bantu) sebagai pembantu atau penjelas. Berikut contoh-contoh penggunaan tulisan Karo!

    Contoh :

    2. Anak Surat

    Anak Surat dalam tulisen(aksara) Karo, terdiri atas tiga(3) golongan, yang memiliki fungsinya masing-masing, yaitu:

    i. Menghilangkan(mematikan) bunyi a (penengen/pemantik) ii. Mengubah bunyi a menjadi bunyi i, u, , e, dan o iii. Menambahkan bunyi ng dan h

    i. Penengen/pemantik

    Penengen/pemantik, berfungsi untuk menghilangkan(mematikan) bunyi a pada indung surat, sehingga menjadi huruf yang berdiri tunggal(berdiri sendiri). Misalkan Ha menjadi H(h)-saja, Ka menjadi K(k)-saja dan seterusnya. Karena, a yang mengikuti pada indung surat sudah dihilangkan(dimatikan)! Adapun tanda(carakter) yang dipakai untuk menghilangkan a pada indung surat adalah yang diletakkan tepat dibelakan indung surat yang bunyi a nya ingin dihilangkan(dimatikan). Sehingga akan menjadi huruf-huruf tunggal(berdiri sendiri): H K B P N W G J D R M T S Y Ng. L C Nd. Mb. Lihat tabel berikut yang menunjukkan indung surat yang telah diberi penengen/pemantik!

    Tabel 03: Indung Surat setelah diberi tanda penengen/pemantik.

  • Berikut contoh penggunaan tanda penengen/pemantik pada penulisan aksara Karo:

    Contoh: 1. Makanan

    Perhatikan empat indung surat(huruf induk) di atas pada contoh 1. Pada Penulisan I ada huruf

    Ma, Ka, Na, dan Na. Tentunya jika ketiga huruf itu dirangkai menjadi sebuah kata, maka kata yang terbentuk adalah makanana bukan makanan, sehingga apa yang ingin kita tuliskan tidak seperti yang diharapkan! Tapi, Perhatikan pada bagian Penulisan II. Lihat tanda penengen atau pemantik yang ditunjuk oleh tanda panah mereh. Dengan diberikannya tanda penengen tersebut dibelakang indung surat Na, maka huruf Na menjadi N-saja. Karena a pada Na telah dimatikan(dihilangkan) oleh tanda penengen/ pemantik tersebut. Perhatikan lagi contoh: 2 berikut.

    Perhatikan penulisan diatas, ada empat indung surat (Ba, Na, Ta, La), dan kita juga melihat ada dua anak surat(penengen/pemantik) yang ditunjukkan oleh tanda panah berwarna merah. Sehingga tulisan diatas bukan lagi ba-na-ta-la tetapi: ba-n-ta-l karena a pada Na dan La sudah dihilangkan(dimatikan) oleh penengen/pemantik yang ditunjukkan oleh tanda panah merah. Perhatikan juga contoh-contoh berikut!

    ii. Pengubah Bunyi

    Bunyi A(a) pada(yang mengikuti) setiap indung surat, selain dapat dihilangkan(dimatikan), juga dapat diubah menjadi lima perubahan, yakni: Kelewan

    a. Kelewan

    Kelewan, adalah mengubah a pada(yang mengikuti) indung surat menjadi I(i) dengan tanda(karakter) yang ditunjukkan(ditulis) tepat dibelakang(setelah) huruf induk yang mau dirubah. Perhatikan tabel berikut ini!

    Tabel 04. Indung Surat setelah diikuti(disertai) anak surat kelewan.

  • Cobtoh: Mina

    Perhatikan contoh 1 diatas! Kita ingin menuliskan Mina, maka kita butuh dua indung surat yakni Mi dan Na, akan tetapi dalam indung surat Karo tidak ada Mi yang ada hanya Ma. Jadi, sekarang apa yang dapat kita lakukan? Ya! Tentunya mengubah Ma menjadi Mi dengan menambahkan tanda(karakter) kelewan di belakan indung surat yang a-nya ingin diuban menjadi i , sehingga pada kasus ini kita akan mengubah Ma menjadi Mi (lihat di bawah ini:)

    Dengan menambahkan tanda kelewan di belakang Ma maka, Ma berubah menjadi Mi sehingga tulisan Karo diatas, buakan lagi ma-na melainkan mi-na karena a-nya sudah kita ganti menjadi i (ditunjukkan tanda merah). Perhatikan juga contoh-contoh berikut!

    b. Sikurun

    Sikurun, mengubah a menjadi u dengan tanda(karakter) yang ditunjukkan(dituliskan) adalah

    di belakang indung surat. Lihat tabel dibawah ini!

    Tabel 05: Indung Surat setelah diikuti(disertai) anak surat sikurun

    Contoh:

    Perhatikan penulisan aksara Karo diatas pada sisi kiri dan kanan, lihat apa yang berbeda!

    Tentunya dengan adanya tanda sikurun . Sehingga da ka di sisi kiri menjadi du ka di sisi kanan. Apa yang menyebabkan demikian? Lihat tanda yang ditunjut penunjuk warna merah! Apa yang

  • ditunjukkan? Ya, tentunya tanda(karakter) sikurun yang mengubah a menjadi u. Perhatikan lagi contoh-contoh berikut!

    c. Ketelengen

    Ketelengen, adalah mengubah a menjadi . Dengan tanda(karakter) yang ditunjukkan

    sama seperti penengen/pemantik (mengubah/mematikan a), namun bedanya kalau penengen diletakkan di belakang(sesudah) sejajar ataupun dibawah bagian belakang indung surat, tetapi pada ketelengen ini diletakkan didepan atas dari indung surat. Perhatikan tabel berikut ini!

    Tabel 06: Indung Surat setelah diikuti(disertai) anak surat ketelengen

    Contoh:

    Perhatikan tulisen Karo pada contoh 1 yang menuliskan kata Medan. Perhatikan ada dua tanda penunjuk (merah dan kuning). Tanda yang manakah yang menunjukkan tanda(karakter) ketelengen? Jawabnya tentu saja tanda merah! Lihat posisinya dimana! Tanda ketelengen ini diletakan, ya, tentunya di depan atas dari indung surat yang ingin diubah a-nya menjadi . Bedakan dengan tanda penengen/pemantik yang letaknya di belakang(sesudah) indung surat(ditunjukkan tanda penunjuk kuning). Perhatikan juga contoh-contoh berikut!

  • d. Kebereten

    Kebereten, mengubah a menjadi e dengan tanda(karakter) yang ditunjukkan(ditulis) di belakang indung surat. Lihat tabel berikut!

    Tabel 07: Indung Surat setelah diikuti(disertai) anak surat kebereten

    Contoh:

    Perhatikan tanda keberaten pada tulisen Karo diatas yang ditunjukkan oleh tanda penunjuk merah! Dengan memberikan tanda keberaten di belakan indung surat Ka maka a-nya berubah menjadi e sehingga Ka menjadi Ke. Perhatikan juga contoh-contoh berikut!

    e. Ketolongen Ketolongen, berfungsi untuk mengubah a menjadi o dengan tanda(karakter) yang

    ditunjukkan(ditulis) Tanda ketolongen ini mirip dengan pada tanda keberaten(mengubah a menjadi e), yang membedakannya adalah letaknya yang berada di depan atas dari indung surat yang hendak diubah.

  • Tabel 08: Indung Surat setelah diikuti(disertai) anak surat ketolongen

    Contoh:

    Perhatikan contoh 1 Soler Ada tiga indung dan dua anak surat. Dua anak surat ditunjukkan oleh tanda penujuk berwarna merah dan kuning. Lihat yang ditunjukkan tanda penunjuk merah, letaknya di depan atas dari indung surat yang ingin diubah. Itulah tanda ketolongen yang dimaksud! Perhatikan juga contoh-contoh berikut!

    ii. Menambahkan bunyi

    Dalam(anak surat) tulisen Karo, selain menghilangkah(mematikan) dan mengubah bunyi a menjadi i, u, , e, dan o yang mengikuti setiap indung surat, juga ada yang fungsinya menambahkan bunyi ng dan h, yaitu: Kebincaren

    a. Kebincaren

    Kebincaren, yaitu menambahkan bunyi ng diakhir indung surat, yang letaknya dibelakang bagian atas dari indung surat yang ingin ditambahkan bunyi ng-nya. Dengan karakter(tanda)

  • Contoh:

    Perhatikan contoh 1 diatas. Kita ingin menuliskan kata bohong ke dalam aksara Karo.

    Perhatikan ada dua indung surat, Ba dan Ha yang telah diberi ketolongen sehingga menjadi Bo dan Ho. Jadi yang kurang adalah ng untuk membentuk kata bohong, maka apa yang dapat kita lakukan? Ya! Kita berikan tanda kebincaren dibelakang atas indung surat Ha yang telah menjadi Ho, sehingga nantinya menjadi hong(lihat tanda penunjuk merah) maka kata bohong dapat disusun. Untuk lebih jelasnya, perhatikan juga contoh-contoh berikut!

    b. Kejeringen

    Kejeringen, menambah bunyi h diakhir indung surat, dengan tanda(karakter) yang

    ditulis(ditunjukkan) berupa dua garis yang letaknya dibelakang atas indung surat yang ingin ditambahkan bunyi h-nya.

    Contoh:

    Perhatikan tanda penunjuk merah, yang menunjukkan dimana letak tanda kejeringen.

    3. Vokal

    Untuk vokal a, i, u, , e, dan o pada penulisannya dipakai tanda(karakter) huruf Ha dan jika dibutuhkan sebagai penjelas(penunjuk) vokal yang dimaksudkan, dipakai anak surat. Lihat tabel berikut!

    Tabel 09: Vokal a, i, u, , e, dan o.

    Contoh:

  • C. Tabel daftar perubahan bunyi indung surat setelah diikuti anak surat

    Indung Surat

    Anak Surat Gol. I Gol. II Gol. III

    Pemena Penengen Klewan Sikurun Kebereten Ketelengen Ketolongen Kebincaren Kejeringen Ha H Hi Hu H He Ho (....+ ng) (....+ h) Ka K Z Ku K Ke Ko (....+ ng) (....+ h) Ba B Bi Bu B Be Bo (....+ ng) (....+ h) Pa P Pi Pu P Pe Po (....+ ng) (....+ h) Na N Ni Nu N Ne No (....+ ng) (....+ h) Wa W Wi Wu W We Wo (....+ ng) (....+ h) Ga G Gi Gu G Ge Go (....+ ng) (....+ h) Ja J Ji Ju J Je Jo (....+ ng) (....+ h) Da D Di Du D De Do (....+ ng) (....+ h) Ra R Ri Ru R Re Ro (....+ ng) (....+ h) Ma M Mi Mu M Me Mo (....+ ng) (....+ h) Ta T Ti Tu T Te To (....+ ng) (....+ h) Sa S Si Su S Se So (....+ ng) (....+ h) Ya Y Yi Yu Y Ye Yo (....+ ng) (....+ h) Nga Ng. Ngi Ngu Ng Nge Ngo (....+ ng) (....+ h) La L Li Lu L Le Lo (....+ ng) (....+ h) Ca C Ci Cu C Ce Co (....+ ng) (....+ h) Nda Nd. Ndi Ndu Nd Nde Ndo (....+ ng) (....+ h) Mba Mb. Mbi Mbu Mb Mbe Mbo (....+ ng) (....+ h)

    Tabel 10. Perubahan bunyi. Selamat mencoba dan selamat belajar tulisen(aksara) Karo!

    Mangmang/tabas(doa/mantra) Releng Tendi (Memanggil Roh)

    oleh Guru(dukun) pada Gendang(Rythm n Sound) Limapuluh Kurang Dua (50 2 )

  • Salah satu naskah syair mangmang/tabas(doa/mantra) teraka pada agama Pemena(kepercayaan tradisional Karo) (2011).

    Disadur dari beberapa sumber dan ditulis ulang oleh: Bastanta P. Sembiring

    Bastanta Permana Sembiring e-mail: [email protected]

    fb : http://www.facebook.com/arikokena fb : http://www.facebook.com/bastanta.366

    fb_Pages: http://www.facebook.com/pages/Bastanta-Permana-Sembiring-n-Friends/113667535358560 twitter: @simbisa_366

    @bjrthxdnk http://www.kompasiana.com/simbisa-366

    http://arikokena.blogspot.com http://bastanta-meliala.blogspot.com

    http://ceritakaro.blogspot.com