analisis metode penggunaan jam bencet dalam...
TRANSCRIPT
ANALISIS METODE PENGGUNAAN JAM BENCET
DALAM PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT
DI PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI-IEN
KALIBENING SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
IMAM SAFRUDY
NIM: 21111032
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
v
MOTTO
مه جد وجد ومه قرآ الثاب لج ولج
"Barang siapa yang bersungguh sungguh maka akan berhasil barang siapa
yang terus mengetuk pintu maka pintu akan terbuka"
Dari anas bin malik rosulullah saw bersabda:
فإن صلحد صلحد سائر , اول ما يحاسة ته العثد يوم القيامح الصالج
.وان فسدخ فسد سائر عمله, عمله
Aartinya : amalan yang pertama kali dihisab dari seseorang pada hari
kiymat kelak adalah shalat, jika shalatnya baik, akan baik seluruh amalnya
dan jika shalatnya itu rusak, akan rusak pula seluruh amalnya.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Ayah Dan Ibu tersayang
(Mujiman dan Parti)
Yang telah memberikan dan mendidikku dengan limpahan kasih sayang.
Ayah dan Ibu adalah guru yang pertama dan utama dalam hidupku
Terima kasih atas doa dan ansehat yang senantiasa mengiringi langkahku.
Semoga Allah SWT menganugrahkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Amin.
Adik-adikku tersayang (Dik Irum, Dik Majid) serta
Teman-temanku seperjuangan.
Semoga menjadi anak yang sholih-sholikhah, kebahagiaan selalu
mewarnai hari-hari kalian.
Keluarga Besar Pon-Pes Hidayatul Mubtadi-Ien Kalibening,
yang menjadi tampat menuntut ilmu, Murobbi ruhii dalam menggapai
ridho Ilaahi, hanya ridho-mu guru yang kami harapkan.
Special thanks for my sweet heart, who has portrayed a beautiful rainbow
in my life.
Dan seluruh keluarga besarku tercinta atas dukungan serta doanya,
semoga Allah membalah kebaikan kalian semua.
vii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحمي
Alhamdulillahirabbil‟alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisi Metode Penggunaan Jam Bencet
Dalam Penentuan Awal Waktu Shalat Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-
ien Kalibening Salatiga”, tanpa halangan yang berarti.
Shalawat dan salam senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya
yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga sekarang ini.
Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis hendak
menghaturkan ungkapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala do‟a,
dukungan, perhatian dan curahan kasih sayang yang tak terbalaskan.
Semua itu merupakan semangat penulis dalam menyelesaikan studi di
IAIN Salatiga ini.
2. Keluarga besar Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening
Salatiga, yang telah memberikan dukungan dan fasilitas, khususnya
kepada KH. Abda‟ Abdul Malik, selaku pengasuh yang telah memberikan
ilmu-ilmunya, bimbingan dan arahannya.
3. Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.
viii
4. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga.
5. Bapak Syukron Makmun, M.Si. Selaku Kajur Ahwal Al-Syakhsiyyah
IAIN Salatiga.
6. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
7. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, M.A. selaku Pembimbing yang telah
merelakan waktu, tenaga, dan pikirannya guna mendampingi dan menjadi
teman diskusi penulis.
8. Para Dosen Pengajar, terima kasih atas seluruh ilmu yang telah penulis
terima yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
9. Kepala Perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan Institut bersama staff, yang
telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk memanfaatkan
fasilitas dalam proses penyusunan skripsi.
10. Teman-teman Akhwal Al-Syakhsiyyah angkatan 2011 atas kebersamaan
dan segala bantuannya.
11. Keluarga Besar Ukm JQH Al-Furqan IAIN Salatiga, terimaksih atas
kebersamaanya.
12. Konco Kenthel sekaligus teman begadang atas segala semangat dan
hiburannya di saat aku lemah tak berdaya.
13. Anggota kamar Mbah Kung yang menjadi tempat persembunyian dalam
penyelsaian skripsi ini.
ix
14. Teman-teman KKN angkatan 2011, khususnya posko 21 Dusun
Gumukrejo, semoga selalu ingat dengan pengabdian kita walaupun hanya
45 hari.
15. Seluruh temanku dan seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebut dan
tulis satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan peran sertanya yang
telah diberikan kepada penulis.
Selain ungkapan terima kasih, penulis juga menghaturkan ribuan maaf
apabila selama ini penulis telah memberikan keluh kesah dan segala permasalahan
kepada seluruh pihak.
Tiada yang dapat penulis berikan selain do‟a semoga semua amal dan jasa
baik dari semua pihak tersebut di atas dicatat oleh Allah SWT sebagai amal
sholeh dan semoga mendapat pahala dan balasan yang setimpal serta berlipat
ganda dari-Nya.
Harapan penulis semoga skripsi yang sifatnya sederhana ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada pada khususnya dan segenap pembaca pada
umumnya. Terlebih lagi semoga merupakan sumbangsih bagi almamater dengan
penuh siraman rahmat dan ridlo Allah SWT. Amin.
Salatiga, 21 maret 2016
Penulis,
Imam Safrudy
NIM: 21111032
x
ABSTRAK
Safrudy, Imam. 2016. Analisis Metode Penggunaan Jam Bencet Dalam
Penentuan Awal Waktu Shalat Di Pondok Pesantren Hidaytaul Mubtadi-
ien Kalibening Salatiga. Skripsi Fakultas Syari‟ah, Jurusan Ahwal Al-
Syakhshiyyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen
Pembimbing: Heni Satar Nurhaida, M.Si.
Kata Kunci : Jam bencet, Awal Shalat, Pondok Pesantren.
Jam Bencet merupakan jam kuno yang digunakan untuk menentukan
kapan jatuhnya waktu Shalat. Penentuan waktu Shalat pada jam ini menggunakan
bantuan cahaya Matahari. Secara garis besar ada dua metode penentuan waktu
Shalat, yaitu Hisab dan Rukyat. Di antara metode-metode tersebut ada penentuan
waktu Shalat yang menggunakan data-data ephemeris, yang sudah tidak
menggunakan cahaya Matahari lagi yang tingkat keakurasiannya lebih signifikan.
Hingga saat ini Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga
penentuan awal waktu Shalat pada Masjid Al-Muttaqiin di Pondok tersebut masih
menggunakan metode jam Bencet. Sebagai penunjuk waktu yang mempunyai usia
cukup tua tentunnya dibutuhkan keakuratan baik dari segi fisis maupun dari segi
perhitungan, sehingga dapat digunakan dalam membantu pelaksanaan ibadah
khususnya ibadah Shalat.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka penulis melakukan penelitian
mengenai metode penggunaan yang ada pada Bencet di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga, serta meneliti tingkat akurasi yang
dimiliki Bencet tersebut sebagai penentu awal waktu Shalat serta sebagai
pengkalibrasi Jam Masjid Al-Muttaqiin Kalibening Salatiga.
Jenis penelitian ini yang dipakai merupakan jenis penelitian kualitatif
dengan kajian penelitian yang bersifat lapangan (field research). Setelah
memperoleh data baik primer maupun sekunder, selanjutnya ialah melakukan
verifikasi data yang diperoleh dari lapangan dengan menggunakan data ephemeris
yang diperoleh dari Software WinHisab yang digunakan untuk mengetahui
kesesuaian antara kedua data tersebut dan mengetahui keakuratan dari Bencet
tersebut.
Dari hasil penelitian tersebut, maka diperoleh data bahwa metode
penggunaan Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening
Salatiga yaitu dengan memperhatikan bayang-bayang Matahari yang menyinari
gnomon pada bidang dial, dari bayangan gnomon tersebut dapat kita ketahui jam
berapa yang sedang ditunjukkan oleh jam Bencet. Dilihat dari tingkat akurasi Jam
Bencet ini memiliki tingkat akurasi yang cukup akurat. Karena dari hasil observasi
hanya terpaut 1.26 – 2.25 menit, mengingat waktu ikhtiyyat yang ditambahkan 4
menit. Akan tetapi Jam Bencet tidak bisa dijadikan pedoman untuk menentukan
awal waktu Shalat Ashar, Magrib, Isya‟, dan Subuh karena pada waktu malam
hari jam Bencet tidak bisa digunakan.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................... iv
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................. vii
HALAMAN ABSTRAK ...................................................................................... x
HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................................. xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 7
E. Penegasan Istilah ................................................................................. 8
F. Telaah Pustaka ..................................................................................... 8
G. Metode Penelitian ............................................................................. 10
H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 15
BAB II : TEORI HISAB AWAL WAKTU SHALAT
A. Definisi Shalat ................................................................................... 18
B. Dasar Hukum Penetapan Waktu Shalat ............................................. 20
xii
1. Dalil Al-Qur‟an ............................................................................. 20
2. Dalil Hadits ................................................................................... 22
C. Tinjauan Umum Bencet atau Jam Matahari ...................................... 26
1. Definisi Jam Matahari .................................................................. 26
2. Macam-Macam Jam Matahari ...................................................... 28
D. Data-data Perhitungan Waktu Shalat ................................................ 29
E. Contoh Perhitungan Waktu Shalat Menggunakan Data Ephemeris .. 33
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga ......................................................................... 38
1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga ................................................................... 38
2. Letak Geografis ......................................................................... 39
3. Pendidikan ..................................................................................39
B. Gambaran Umum Masjid Al-Muttaqiin di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga ................................... 40
1. Sejarah Masjid .......................................................................... 41
2. Arah Kiblat Masjid ................................................................... 41
3. Fungsi Masjid ............................................................................ 41
4. Kegiatan Masjid Al-Muttaqiin .................................................. 44
C. Gambaran Umum Jam Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga .................................................... 44
xiii
1. Sejarah Jam Bencet ................................................................... 44
2. Analisis Fisis Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-
ien Kalibening Salatiga ............................................................. 45
3. Cara Kerja Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-
ien Kalibening Salatiga ............................................................. 49
BAB IV : RELEVANSI METODE JAM BENCET DALAM ILMU FALAK
KONTEMPORER
A. Analisis Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga ......................................................................... 54
1. Analisi Kegunaan Bencet .......................................................... 54
2. Analisi Metode Penempatan Bidang Dial Jam Bencet ............. 56
B. Analisis Penggunaan Jam Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-Ien Kalibening Salatiga .................................................... 57
1. Analisis Penggunaan Jam Bencet Sebagai Penentu Awal Waktu
Shalat Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening
Salatiga ..................................................................................... 58
2. Analisis Tingkat Keakurasian Dalam Waktu Shalat Dzuhur
Terhadap Hisab Ephemeris ....................................................... 60
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 68
B. Saran ............................................................................................... 69
C. Penutup ........................................................................................... 70
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap hari kita menyaksikan Matahari terbit dari kaki langit
sebelah timur, kemudian beranjak naik dan transit pada saat menjelang
Dzuhur di atas kita, kemudian terbenam di ufuk barat. Kita pun sering
menyaksikan Bulan yang selalu berubah-ubah bentuk cahayanya dari
bentuk Sabit sampai dengan purnama dan kembali lagi ke bentuk
semula.(Muchyidin, 2015:1)
Perputaran Matahari sangatlah penting bagi kehidupan manusia,
terutama dalam menentukan manusia dalam menjalankan Ibadah Shalat
yang telah diwajibkan oleh Allah kepada umatnya, dalam firmannya;
إن الصالة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا
Artinya: “Sesungguhnya Shalat itu adalah kewajiban yang telah
ditentukan waktunya atas orang yang beriman”(Q.S An-Nissa‟
103).(Kemenag, 2012:125)
Melihat dalil Syar‟i di atas, manusia harus menjalakan Ibadah
Shalat sesuai waktu-waktu yang telah ditentukannya. Matahari menjadi
penting karena waktu-waktu yang ditetapkan Allah dalam melaksanakan
Ibadah Shalat berdasarkan perputaran Matahari.
2
Pergerakan semu Matahari harian digunakan dalam penentuan
waktu yang terkait dengan rutinitas kehidupan manusia sehari-hari, seperti
misalnya penentuan waktu Shalat.Sedangkan pergerakan Matahari tahunan
digunakan dalam penentuan waktu dalam jangka pakai yang panjang,
seperti dalam pembuatan kalender yang bisa digunakan sebagai penentu
waktu bertani, berlayar dan lainya.
Pergerakan semu Matahari harian sangat berguna bagi umat Islam
dalam menentukan kapan awal dan akhir waktu Shalat, Sebagaimana hadis
qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Nasa‟i, dan Tirmidzi berikut:
ػي جاتس تي ػثدهللا زضى هللا ػ لال اى الثى صلؼن جاء جثسل ػل السالم فمال ل لن
فصل فصلى الظس حي شالت الشوس ثن جاء الؼصس فمال لن فصل فصلى الؼصس حي
صاز ظل كل شئ هثل ثن جاء الوغسب فمال لن فصل فصلى الوغسب حي جثت الشوس
ثن جاء الؼشاء فمل لن فصل فصلى الؼشاء حي غاتت الشفك ثن جاء الفجس فمل لن فصل
فصلى الفجس حي تسق الفجس الل سطغ الفجس ثن جاء هي الغد الظس فمل لن فصل
فصلىالظس حي صاز ظل كل شئ هثل ثن جاء الؼصس فمل لن فصل فصللى الؼصس حي
صاز ظل كل شئ هثل ثن جاء الوغسب فمال هاحد لن صل ػ ثن جاء الؼشاء حي ذة
صف الل ا لال ثلث الل فصلى الؼشاء ثن جاء حي اسفس جدا فمال لن فصل فصلى
)زا احود السائ التسهري ح( الفجس ثن لال ها تي ري اللتي لت
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah R.A berkata, Jibril A.S telah datang kepada
Nabi SAW. lalu berkata kepadanya: “Bangunlah lalu salatlah!”.
Kemudian Nabi salat Zuhur di kala Matahari tergelincir. Kemudian
ia datang lagi kepadanya di waktu Asar lalu berkata, “Bangunlah lalu
salatlah!”. Kemudian Nabi salat Asar di kala bayang-bayang sesuatu
sama dengannya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu
Magrib lalu berkata: “Bangunlah!”.Kemudian Nabi salat Magrib di
kala Matahari terbenam. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu
Isya‟ lalu berkata : “Bangunlah dan salatlah!”. Kemudian Nabi salat
Isya‟ di kala mega merah telah terbenam. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di waktu fajar lalu berkata : “Bangun dan salatlah!”.
Kemudian Nabi salat fajar di kala fajar menyingsing, dan berkata
bahwa laut telah terang. Kemudian ia datang pula esok harinya pada
waktu Zuhur kemudian ia berkata padanya: “Bangunlah lalu
salatlah!”. Kemudian Nabi salat Zuhur di kala bayang-bayang suatu
sama dengannya. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu Asar
3
dan ia berkata: “Bangunlah dan salatlah!”.Kemudian Nabi salat Asar
di kala bayang-bayang Matahari dua kali sesuatu itu. Kemudian ia
datang lagi kepadanya di waktu Magrib dalam waktu yang sama,
tidak bergeser dari waktu yang sudah. Kemudian ia datang lagi di
waktu Isya‟ di kala separuh malam telah berlalu atau telah hilang
sepertiga malam, lalu Nabi salat Isya‟. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di kala telah bercahaya benar dan ia berkata: “Bangunlah
lalu salatlah!”.Kemudian Nabi salat fajar, kemudian Jibril berkata
saat dua waktu itu adalah waktu salat.(HR. Imam Ahmad, Nasai, dan
Tirmidzi)(Hambal, 1978:405)
Dengan memperhatikan hadits di atas, dapat diketahui batas-batas
waktu Shalat, (Khazin, 2005:84)yaitu :
1. Waktu-waktu Shalat telah ditentukan oleh Allah SWT lewat malaikat
Jibril.
2. Shalat Dzuhur dimulai sejak Matahari tergelincir samapai bayang-
bayang sesuatu sama atau dua kali panjangnya.
3. Shalat Ashar dimulai sejak bayang-bayang sesuatu sama panjangnya
atau sejak bayang-bayang sesuatu dua kali panjangnya sampai
Matahari menguning.
4. Shalat Maghrib dimulai sejak Matahari terbenam sampai mega merah.
5. Shalat Isya‟ dimulai sejak hilangnya mega merah sampai tengah
malam atau terbit fajar.
6. Shalat Subuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbit Matahari.
7. Imsyak terjadi sebelum fajar seukuran membaca 50 ayat Al-qur‟an.
Dari sini dapat dipahami bahwa waktu-waktu Shalat yang
ditunjukkan oleh Al-Qur‟an maupun Hadits Nabi berupa fenomena alam
yang masih bersifat kualitatif. Hal inilah yang tentu akan menimbulkan
4
polemik baru dimana kalau tidak menggunakan ilmu falak dan astronomi
pasti akan mengalami kesulitan dalam menentukan awal waktu Shalat.
Metode dalam menentukan kapan awal dan akhir waktu Shalat
salah satunya dapat menggunakan instrumen-instrumen falak seperti
Rubu‟ Mujayyab, Tongkat Istiwa‟, dan Jam Bencet. Dalam tataran aplikatif
cara seperti ini memang cukup mudah dan sangat sederhana, tetapi hal ini
akan menemukan kesulitan ketika langit mendung ataupun hujan. Inilah
salah satu kelemahan metode rukyah dalam menentukan waktu Shalat.
Dalam penentuan awal waktu Shalat menggunakan Tongkat Istiwa‟
yaitu sebuah tongkat yang ditancapkan tegak lurus pada bidang datar dan
diletakkan pada tempat terbuka, sehingga matahari dapat menyinarinya
dengan bebas. Tongkat Istiwa‟ tersebut akan menunjukkan waktu Shalat
melalui bayang bayang gnomon yang dihasilkan dari sinar Matahari
dengan ukuran-ukuran tertentu. Pada zaman dahulu tongkat istiwa‟ ini
dikenal dengan nama “gnomon”. Di Mesir, orang bisa menggunakan
Obelisk sebagai pengganti tongkat. Di negeri kita sampai sekarang pun
masih banyak orang yang menggunakan tokat istiwa‟ ini sebagai alat
untuk mencocokan waktu Istiwa‟ (Waktu Matahari Seperempat atau Local
Main Time) dan untuk menentukan waktu-waktu Shalat.(Izzuddin,
2002:65)
Selain metode tongkat istiwa‟ ada juga yang menggunakan Rubu‟
Mujayyab. Rubu‟ Mujayyab ini salah satu instrumen yang juga digunakan
dalam penentuan awal waktu Shalat. Rubu‟ mujayyab adalah suatu alat
5
untuk menghitung fungsi geneometris, yang sangat berguna untuk
memproyeksikan suatu peredaran benda langit pada lingkaran fertikal, alat
ini di buat dari kayu atau papan berbentuk seperempat lingkaran, salah
satu mukanya biasanya ditempeli kertas yang sudah diberi gambar
seperempat lingkan dan garis-garis derajat serta garis garis lainnya, dalam
istilah geneometri alat ini di sebut Quadran. Alat ini merupakan alat yang
sederhana yang betuknya seperempat lingkaran. Rubu‟ Mujayyab dibuat
oleh seorang ahli falak Syiria bernama Ibn Asy-Syatir pada abad ke-14.
(Izzudin, 2002:62)
Selain kedua instrumen di atas, ada juga penetuan awal waktu
Shalat menggunakan Jam Bencet. Jam Bencet membutuhkan cahaya sinar
matahari untuk menghasilkan sebuah bayang-bayang dari gnomon pada
bidang dial Jam Bencet. Bidang dial Bencet yang biasanya terbuat dari
baja alumunium yang sudah disertai garis-garis yang menunjukkan waktu-
waktu. Di Indonesia sampai saat ini masih banyak yang
mengmenggunakan Jam Bencet dalam penentuan awal waktu Shalat.
Biasanya Jam Bencet di bangun atau diletakkan di depan atau halaman
Masjid-masjid.
Seiring perjalanan waktu, metode penentuan waktu shalat
menggunakan rubu‟ Mujayyab, Tongkat Istiwa‟ dan Jam Bencet mulai
ditinggalkan karena keterbatasan atau adanya kekurangan dalam
penentuan awal waktu Shalat, dikarenakan semua instrumen waktu diatas
hanya akan berfungsi ketika ada sinar Matahari. Dari kelemahan diatas
6
digantikan metode lain yang disebut “Falak”. Ilmu Falak ini dalam
penentuan awal waktu Shalat lebih dikenal dengan sebutan Hisab.
Penentuan awal waktu Shalat pada hisab ini tidak terpaku menggunakan
bayang bayang sinar Matahari sehingga metode Hisab lebih dominan
mengingat tidak adanya sinar Matahari pada waktu malam hari. Metode
ini dalam perhitungannya membutuhkan data-data ephemeris, sehingga
dalam perhitungannya akan lebih akurat dibandingkan dengan instrumen-
instrumen penentuan awal waktu Shalat di atas.
Akan tetapi, di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien tepatnya
di Desa Kalibening Kecamatan Tingkir sampai saat ini penentuan awal
waktu Shalatnya masih mengacu padan jam Bencet yang memanfaatakan
bantuan cayaha Matahari, baik keberadaanya maupun peredarannya.
Jam Bencet yang terletak didepan masjid tepatnya di halaman
rumah Ibu Ri‟ayah, rumah warga yang berada di depan sebelah selatan
Masjid terdapat sebuah bangunan dengan tinggi kurang lebih satu meter
yang di atasnya terdapat jam Bencet, dan sampai saat ini jam Bencet
tersebut masih aktif dan masih digunakan.
Berangkat dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mendalam terhadap jam Bencet yang berada di
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga sebagai
usaha untuk mengetahui metode penggunaan jam Bencet di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga yang sampai saat ini
masih aktif digunakan, padahal saat ini sudah berkembang penentuan awal
7
waktu Shalat mengggunakan perhitungan Ephemeris atau Hisab. Begitu
juga untuk mengetahui sejauh mana tingkat akurasinya sebagai acuan
penunjuk awal waktu Shalat.
B. Fokus penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Metode Penggunaan Jam Bencet Dalam Penentuan Awal
Waktu Shalat Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening
Salatiga?
2. Bagaimana Tingkat Akurasi Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga Dalam Penentuan Awal Waktu
Shalat?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana metode penggunaan jam Bencet dalam
penentuan awal waktu Shalat sehari-hari
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat keakurasian jam Bencet sebagai
pedoman penunjuk waktuk Shalat, sehingga dapat diketahui sejauh
mana tingkat keakurasian jam Bencet tersebut.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat
8
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan
masukan pemikiran terhadap masyarakat tentang jam Bencet, sehingga
diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan paham akan jam
Bencet yang benar dan akuarat.
2. Bagi Akademik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk
memperkaya wacana keilmuan khususnya dibidang Hukum Islam dan
juga menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda
dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelas istilah yang terkait
dengan materi judul sebagai berikut:
Jam Bencet adalah alat sederhana yang terbuat dari kayu, semen,
atau semacamnya yang diletakkan di tempat terbuka agar mendapat sinar
Matahari. Alat ini berguna untuk mengetahui waktu Matahari hakiki,
tanggal syamsiyah serta mengetahui pranotomongso. (Khazin,2005:12)
F. Telaah Pustaka
Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan yang
membahas secara khusus tentang “Metode Penggunaan Jam Bencet Dalam
Penentuan Waktu Awal Waktu Shalat”. Namun demikian dalam Skripsi
Studi Analisis Jam Bencet Karya Kiai Misbachul Munir Dalam Penentuan
9
Awal Waktu Shalat Karya Endang Ratna Sari diterangkan terdapat
beberapa tulisan yang berhubungan dengan masalah hisab waktu shalat
kaitannya dengan posisi dan ketinggian Matahari antara lain:
Skripsi Siti Mufarrohah “Konsep Waktu Salat Asar Imam Syafi‟i
dan Hanafi (Uji Akurasi Berdasarkan Ketinggian Bayang-bayang Matahari
di Kabupaten Semarang)”, yang menguraikan tentang posisi Matahari
waktu Asar menurut mazhab Syafi‟i dan Hanafi.
Skripsi Maryani Abdul Muis (2011) S.1 Fakultas Syari‟ah IAIN
Walisongo Semarang yang berjudul “Studi Analisis Metode Penetuan
Waktu Salat dalam Kitab Ad-Durusul Falakiyah Karya Ma‟sum. Skripsi
ini menguraikan metode penentuan waktu salat menggunakan rubu‟
mujayyab beserta uji akurasinya.
Skripsi Muntaha, alumnus Fakultas Syari‟ah yang bertajuk
“Analisis Terhadap Toleransi Pengaruh Perbedaan Lintang Dan Bujur
Dalam Kesamaan Penentuan Awal Waktu Salat”. Dalam karyanya ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan waktu salat pada daerah
dengan lintang dan bujur dan berbeda. Karya ini berhubungan dengan
pengaplikasian Jam Bencet yang sangat tergantung dengan letak geografis
suatu tempat. Tulisan lain yang serupa yaitu karya Muhammad Hartaji
dengan judul “Analisis Terhadap Perbedaan Lintang Terhadap Awal
Waktu Salat”.
Juga tulisan dari Moedji Raharto yang bertajuk “Posisi Matahari
untuk Penentuan Awal Waktu Salat dan Bayangan Arah Kiblat” menjadi
10
pertimbangan penulis dalam pembuatan skripsi ini. Selain itu, tulisan
Rinto Anugraha yang berjudul Waktu-Waktu Shalat menjelaskan
beberapa hal terkait dengan waktu salat lima waktu.
Penelitian Abd. Salam Korelasi Beda Bujur dalam Penemuan
Selisih Waktu Shalat Antar Daerah (Studi Jadwal Waktu Shalat Yang
Beredar Di Jawa Timur) yang mengungkapkan seberapa besar akurasi
penentuan waktu-waktu salat untuk kota-kota markaz pada jadwal waktu
salat yang beredar di Jawa Timur, serta akurasi konversi waktu salat dari
satu kota ke kota lainnya yang ditinjau dari beda bujurnya.Skripsi bencet
mibahu munir
Dalam kajian pustaka tersebut terdapat beberapa pendapat dan
penelitian yang membahas tentang kriteria ketinggian Matahari dalam
penentuan waktu shalat, tapi menurut penulis belum ada tulisan yang
membahas secara spesifik tentang “Analisis Metode Penggunaan Bencet
Dalam Penentuan Awal Waktu Sholat‟‟. Dengan penelitian ini diharapkan
akan menambah khazanah keilmuan pada umumnya, dan keilmuan falak
pada khususnya.
G. Metode Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, seseorang untuk memperoleh
data dan penjelasan terkait dengan apa yang sedang diteliti, maka
diperlukan sebuah pedoman penelitian yang disebut metodologi penelitan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:
11
1. Jenis penelitian
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan
prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik
atau cara kuantifikasi lainya.(Moleong,2011:6) Dalam metode
pendekatan ini, penelitian dilakukan dalam situasi alamiah akan tetapi
didahului oleh semacam intervensi (campur tangan) dari fihak peneliti.
Intervensi ini dimaksudkan agar fenomena yang dikehendaki oleh
peneliti dapat segera tampak dan diamati. Dengan demikian terjadi
semacam kendali atau kontrol parsial terhadap situasi di lapangan.
2. Sumber data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber-sumber data
sebagai berikut:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subjek yang diteliti. Dalam
skripsi ini data primer diperoleh melalui observasi lapangan yaitu
dengan cara pengamatan langsung terhadap posisi Bencet itu
sendiri dan bayang-bayang Matahari yang menjadi acuan bencet
tersebut. Selain observasi lapangan penulis juga melakukan
wawancara secara langsung terhadap masyarakat yang terlibat
dalam hal ini. Dengan adanya observasi ini, akan diketahui
bagaimana sistem kerja Jam Bencet dalam penentuan waktu Shalat.
12
b. Data sekunder
Data yang tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari
subjek penelitian. Data ini diperoleh dari buku-buku yang
menjelaskan tentang falak, jam matahari, kitab-kitab Fiqih yang
membahas tentang waktu salat, artikel, dan sumber lain. Data
sekunder ini sebagai pendukung terhadap data primer tersebut.
3. Prosedur pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini
adalah:
a) Observasi
Metode observasi atau pengamatan dapat didefinisikan
sebagai perhatian yang terfokus terhadap kejadian, gejala, atau
sesuatu. (Ezmir,2011:38) adapun yang digunakan untuk
memperoleh suatu data lapangan yaitu dengan cara pengamatan
terhadap jam Bencet dan orbit Matahari serta posisi Matahari.
Di sini penulis melakukan observasi ke Ponpes Hidayatul
Mutadi-ien Kalibening Salatiga untuk mengetahui metode
penentuan waktu Shalat menggunakan jam Bencet.
Dari hasil observasi diketahui sinkronisasi antara teori
yang ada dengan hasil obeservasi. Penelitian lapangan ini
penulis lakukan untuk mengetahui pendapat para tokoh ulama
mengenai penagaplikasian jam Bencet. Selain itu, dengan
metode observasi ini data yang diperoleh lebih akurat karena
13
data diperoleh langsung pada saat terjadinya, dan menggunakan
observasi berstruktur di mana pelaksanaannya menggunakan
metode pengamatan
b) Dokumentasi
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam
skripsi ini penulis menggunakan metode library research yakni
penulis melakukan analisis terhadap sumber data terhadap
buku-buku yang di dalamnya membahas masalah waktu-waktu
salat dan jam Matahari sebagai data primer dan buku lain
sebagai data pendukung.
c) Wawancara
Wawancara adalah mencakup cara untuk memperoleh
data dari seorang informan atau tokoh yang terlibat. Dalam
menggunakan metode ini diharapkan dapat diperoleh jawaban
secara langsung, jujur dan benar serta keterangan lengkap
sehubungan dengan obyek penelitian, sehingga dapat
memperoleh informasi yang valid dengan bertanya secara
langsung kepada informan. Dalam hal ini adalah tokoh
masyarakat yang selalu memperhatikan keadadaan bencet
tersebut.
4. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya
adalah tahap analisis data. Pada tahap ini data akan dimanfaatkan
14
sedemikian rupa sehingga diperoleh kebenaran-kebenaran yang dapat
dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam
penelitian.
Metode analisis data yang sesuai dengan penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode deskriptif analisis dan metode
komparatif. Deskripsi yakni menggambarkan metode penentuan waktu
Shalat dengan menggunakan Jam Bencet. Metode deskripsi ini
digunakan untuk menjelaskan kebenaran dan kesalahan dari suatu
analisis yang dikembangkan secara berimbang dengan melihat
kelebihan dan kekurangan objek yang diteliti. Teknis analisis
deskriptif merupakan prosedur statistik untuk menguji generalisasi
hasil penelitian yang didasarkan atas satu variabel. (hasan, 2002:136)
Kemudian metode komparatif yang mana penulis akan memberikan
deskripsi mengenai hasil analisis yang penulis lakukan dan
membandingkannya dengan salah satu sistem hisab lain.
Proses analisis data dimulai dengan pengumpulan buku-buku
atau data-data yang berkaitan dengan Jam Bencet dan pedoman
penentuan waktu Shalat untuk kemudan diolah sehingga menghasilkan
data baru. Hal yang pertama kali penulis lakukan adalah menggali
metode penggunaan Jam Bencet dalam penentuan waktu Shalat.
Selanjutnya penulis menganalisis kriteria penentuan waktu Shalat
dalam Jam Bencet tersebut.
15
Tahap terakhir penulis menggunakan metode induktif
komparatif untuk melakukan evaluasi terhadap sistem Jam Bencet
dengan sistem hisab kontemporer untuk mengetahui sejauh mana
keakurasian Jam Bencet dalam penentuan waktu Shalat. Metode
komparatif penulis gunakan untuk mengkomparasikan antara dua
penentuan waktu Shalat yaitu metode Jam Bencet dengan metode
kontemporer yang menggunakan data ephemeris. Dalam hal ini penulis
menggunakan aplikasi W inHisab terbitan Kementrian Agama Republik
Indonesia. Penggunaan data ephemeris melalui aplikasi WinHisab
sebagai pembanding karena data ephemeris merupakan data astonomis
yang paling akurat saat ini.
H. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan penelitian skripsi ini dibagi dalam 5
(lima) bab. Dalam setiap bab terdiri atas sub-sub pembahasan. Sistematika
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah
pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
2. BAB II TEORI HISAB AWAL WAKTU SHALAT
Dalam bab II ini mencakup beberapa hal, meliputi:
a) Definisi Shalat dan waktu penetapannya
16
b) Dasar hukum penetapan waktu Shalat
1) Dalil Al-qur‟an
2) Dalil Al-Hadits
c) Tinjauan umum jam Bencet atau jam Matahari
1) Definisi jam matahari
2) Macam macam jam matahari
d) Data-data perhitungan awal waktu Shalat
e) Contoh perhitungan waktu Shalat menggunakan data ephemeris
3. BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini mencakup bebrapa hal, meliputi:
a) Sejarah singkat profil Pondok Pesantren Hidayatu Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga.
b) Sejarah Singkat masjid Al-Muttaqiin Kalibening Salatiga.
c) Sejarah singkat jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga.
1) Analisis Fisis Jam Bencet
2) Cara Kerja Jam Bencet
4. BAB IV RELEVANSI METODE JAM BENCET DALAM ILMU
FALAK KONTEMPORER
Dalam bab ini penulis akan memaparkan metode penggunaan
Jam Bencet atau Jam Matahari dalam penentuan awal waktu Sholat di
17
Pondok Pesantren Hidayatul Mmubtadi-ien Kalibening Salatiga. Bab
ini meliputi:
a) Analisis Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga.
1) Analisis Kegunaan Jam Bencet.
2) Analisis Penempatan Tata Letak Bidang Dial Jam Bencet.
b) Analisis Penggunaan Jam Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga.
1) Analisis Penggunaan Bencet Sebagai Penentu Awal Waktu
Shalat Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening
Salatiga.
2) Analisis Tingkat Keakurasian Dalam Awal Waktu Shalat
Dzuhur Terhadap Hisab Ephemeris.
5. BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan
skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini penulis mengemukakan
kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun
rekomendasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang
metode penggunaan jam Bencet dalam penentuan awal waktu Shalat.
18
BAB II
TEORI HISAB AWAL WAKTU SHALAT
A. Definisi Shalat
Kalimat Shalat menurut bahasa (Lughot) adalah kata mufrod, yang
dimaksud adalah shalat fardhu. Kalimat Shalat adalah isim yang diambil
dari masdar berasal dari kata Shala, Yashilu, Shalatan, yang mempunyai
arti Do‟a dan Istighfar. (As-Sadlani, 2007:17) Sebagai mana yang terdapat
dalam Al-qur‟an Surat At-Taubat (9) ayat 103:
Artinya:
“Sesungguhnya Do‟a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.”
(QS. At-Taubat (9):103). (Kemenag, 2012:273)
Shalat juga mempunyai arti Rahmat, dan juga mempunyai arti
memohon ampunan seperti yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Ahzab
(33) ayat 56;
Artinya:
“Sesungguhnya Allah dan Aalaikat-nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi
19
dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab
(33):56).(Kemenag, 2012:602)
Sedangkan Shalat dalam istilah syar‟i yaitu rukun-rukun yang
khusus dan dzikir yang telah dimaklumi dengan syarat-syarat yang
dibatasi dengan waktu-waktu tertentu. Berarti suatu Ibadah yang
mengandung ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram
dan diakhiri dengan salam disertai niat, dengan syarat-syarat tertentu.(As-
Syadlani, 2007:17)
Jika dalam suatu dalil terdapat anjuran untuk mengerjakan Shalat,
maka secara lahirnya kembali kepada Shalat dan pengertian Syari‟at.
Karena Shalat merupakan suatu kewajiban sebagaimana yang terdapat
dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits.
Dalam Islam Shalat mempunyai tempat yang khusus dan
funamental, karena Shalat merupakan salah satu rukun Islam, yang harus
ditegakkan, sebagaimana yang terdapat surat An-Nisa‟ (4) ayat 103:
Artinya:
“Sesungguhnya Shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.”(QS. An-
Nisa‟(4):103).(Kemenag, 2012:125)
Begitu juga dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 43:
20
Artinya:
“dan dirikanlah Shalat, tunaikanlah zakat dak rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.”(QS. Al-Baqarah(2):43). (Kemenag,
2012:8)
Yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah anjuran untuk
melaksakan Shalat sesuai dengan waktunya, artinya tidak boleh menunda
dalam mengerjakannya, sebab waktu-waktunya telah ditentukan dan kita
wajib melaksanakannya. Sebagaimana yang telah terdapat dalam Al-Quran
Qs-Sunah. (Izzudin, 2002:78)
B. Dasar Hukum Penetapan Waktu Shalat
1. Dalil Al-Qur‟an
Secara Syar‟i, Shalat yang diwajibkan (Shalat Makhtubah) itu
mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan, sehingga terdefinisi
sebagai Ibadah Muwwaqat.(Muchyidin, 2015:203)
Walaupun tidak dijelaskan secara gamblang waktu-waktunya,
namun secara Syar‟i, Al-Qur‟an telah menentukannya. Sedangkan
penjelasan waktu Shalat yang terperinci diterangkan dalam Hadits-
hadits nabi. Dari hadits-hadits itulah, para Ulama Fiqh memberikan
batasan-batasan waktu Shalat dengan berbagai cara atau metode yang
mereka asumsikan untuk menentukan waktu-waktu Shalat tersebut.
Ada sebagian mereka yang mengasumsikan bahwa cara menentukan
21
waktu Shalat adalah dengan menggunakan cara melihat langsung pada
tanda-tanda alam sebagaimana secata tekstual dalam Hadits-hadits
Nabi tersebut, seperti menggunakan alat bantu Tonkat Istiwa‟ , Miqyas
atau Hemispherium. Inilah metode atau cara yang digunakan oleh
madzhab rukyah dalam pesoalan penentuan waktu-waktu Shalat.
Sehingga waktu-waktu Shalat yang ditentukan disebut dengan Al-
Auqat Al-Mar‟iyyah Atau Al-Waktu Al-Mar‟i. (Izzuddin, 2012:80)
Adapun dasar hukum waktu Shalat antara lain:
a. Surat An-Nisa‟ (4) ayat 103
Artinya:
“Sesungguhnya Shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.”(QS. An-
Nisa‟(4):103). (Kemenag, 2012:125)
b. Surat Thaha (20) ayat 130
Artinya:
“dan bertasbihlah memuji Tuhanmu, sebelum terbit Matahari
dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-
22
waktu di malam hari dan di waktu-waktu siang hari, supaya
kamu merasa senang.”
C. Surat Al Isra‟ (17) Ayat 78
Artinya:
“dirikanlah Shalat sesudah matahari tergelincir sampai gelap
malam dan (dirikanlah pula Shalat) Subuh. Sesungguhnya
Shalat Subuh itu disaksikan oleh Malaikat)”.(Kemenag,
2012:446)
D. Surad Hud (11) Ayat 114
Artinya:
“dan dirikanlah Sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi
dan petang) dan pada bagian permulaan daripada
malam”.(kemenag, 2012:315)
2. Dalil Hadits
Adapun dalil hadits yang menerangkan tentang penetapan
waktu Shalat antara lain;
a. Hadis riwayat Jabir bin Abdullah r.a.
23
ػي جاتس تي ػثدهللا زضى هللا ػ لال اى الثى صلؼن جاء جثسل
ػل السالم فمال ل لن فصل فصلى الظس حي شالت الشوس ثن
جاء الؼصس فمال لن فصل فصلى الؼصس حي صاز ظل كل شئ
هثل ثن جاء الوغسب فمال لن فصل فصلى الوغسب حي جثت
الشوس ثن جاء الؼشاء فمل لن فصل فصلى الؼشاء حي غاتت الشفك
ثن جاء الفجس فمل لن فصل فصلى الفجس حي تسق الفجس الل سطغ
الفجس ثن جاء هي الغد الظس فمل لن فصل فصلىالظس حي صاز
ظل كل شئ هثل ثن جاء الؼصس فمل لن فصل فصللى الؼصس حي
صاز ظل كل شئ هثل ثن جاء الوغسب فمال هاحد لن صل ػ ثن
جاء الؼشاء حي ذة صف الل ا لال ثلث الل فصلى الؼشاء ثن
جاء حي اسفس جدا فمال لن فصل فصلى الفجس ثن لال ها تي ري
)زا احود السائ التسهري ح( اللتي لت
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah R.A berkata, Jibril A.S telah
datang kepada Nabi SAW. lalu berkata kepadanya:
“Bangunlah lalu salatlah!”. Kemudian Nabi salat Zuhur di
kala Matahari tergelincir. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di waktu Asar lalu berkata, “Bangunlah lalu
salatlah!”. Kemudian Nabi salat Asar di kala bayang-
bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di waktu Magrib lalu berkata:
“Bangunlah!”.Kemudian Nabi salat Magrib di kala
Matahari terbenam. Kemudian datang lagi kepadanya di
waktu Isya‟ lalu berkata : “Bangunlah dan salatlah!”.
Kemudian Nabi salat Isya‟ di kala mega merah telah
terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu
fajar lalu berkata : “Bangun dan salatlah!”. Kemudian
Nabi salat fajar di kala fajar menyingsing, dan berkata
bahwa laut telah terang. Kemudian ia datang pula esok
harinya pada waktu Zuhur kemudian ia berkata padanya:
“Bangunlah lalu salatlah!”. Kemudian Nabi salat Zuhur di
kala bayang-bayang suatu sama dengannya. Kemudian
datang lagi kepadanya di waktu Asar dan ia berkata:
“Bangunlah dan salatlah!”.Kemudian Nabi salat Asar di
kala bayang-bayang Matahari dua kali sesuatu itu.
Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Magrib
dalam waktu yang sama, tidak bergeser dari waktu yang
sudah. Kemudian ia datang lagi di waktu Isya‟ di kala
separuh malam telah berlalu atau telah hilang sepertiga
malam, lalu Nabi salat Isya‟. Kemudian ia datang lagi
24
kepadanya di kala telah bercahaya benar dan ia berkata:
“Bangunlah lalu salatlah!”.Kemudian Nabi salat fajar,
kemudian Jibril berkata saat dua waktu itu adalah waktu
salat.(HR. Imam Ahmad, Nasai, dan Tirmidzi)(Hambal,
1978:405)
Hadis riwayat Abdullah Bin Amar r.a
ػي ػثدهللا تي ػوس زض هللا ػ لال اى اثى صلى هللا ػل سلن لال لت
الظس اذا شالت الشوس كاى ظل كل السجل كطل هالن حضسالؼصس لت
الؼصسهالن تصفسالشوس لت الصالج الوغسب هالن غة الشفك لت لصالج
الؼشاء الى صف اللل اال سظ لت صالج الصثح هي طلع الفجس هالن
تطلغ الشوس
Artinya: Dari Abdullah bin Amar r.a berkata; sabda Rasulullah saw,
waktu Dzuhur apabila tergelincir Matahari, sampai bayang-
bayang seseorang sama dengan tingginya, yaitu selama
belum datang waktu Ashar. Dan waktu Ashar selama
Matarahi belum menguning. Dan waktu maghrib selama
syafaq belum terbenam (mega merah). Dan sampai malam
yang pertengahan. Dan waktu subuh mulai fajar
menyingsing sampai selama Matahari belum terbit.
(Pusat,tt:3)
Dari uraian dasar hukum tersebut dapat diperinci ketentuan
waktu Shalat sebagai berikut:
1. Waktu Dzuhur
Waktu Dzuhur dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu
sesaat setelah Matahari mencapai titik kulminasi dalam peredaran
hariannya, sampai tibanya waktu Ashar. Dalam hadits tersebut
dikatakan bahwa Nabi Shalat Dzuhur saat Matahari tergelincir dan
25
disebutkan pula ketika bayang-bayang sam panjang dengan
dirinya. Ini tidaklah bertentangan sebab Saudi Arabia yang
berlintang sekitar 20-30 derajat utara pada saat Matahari tergelincir
panjang bayang-bayang dapat mencapai panjang bendanya bahkan
lebih. Keadaan ini dapat terjadi ketika matahari sedang berposisi
jauh di selatan yaitu sekitar bulan Juni dan Desember. (Izzuddin,
2002:83)
2. Waktu Ashar
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi melakukan
Shalat Ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya
dan juga disebutkan saat panjang bayang-bayang dua kali panjang
dirinya.
Ini dikompromikan bahwa Nabi melakukan Shalat Ashar
pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya ini terjadi saat
Matahari berkulminasi setiap benda tidak mempunyai bayang-
bayang, dan Nabi melakukan Shalat Ashar pada saat panjang
bayang-bayang dua kali panjang dirinya. Ini terjadi ketika Matahari
berkulminasi panjag bayang-bayang sama dengan dirinya.
(Izzuddin, 2002:83)
Dari penjelasan diatas dapat kita disimpulkan bahwasannya
waktu Ashar dimulai ketika bayang-bayang suatu benda sama
dengan panjang bayang-bayang pada saat matahari berkulminasi
hingga waktu Maghrib tiba.
26
3. Waktu Maghrib
Waktu Maghrib dimulai sejak Matahari terbenam sampai
tibanya waktu Isya‟.
4. Waktu Isya‟
Waktu Isya‟ dimulai sejak hilangnya mega merah sampai
separuh malam ada juga yang mengatakan sepertiga, ada juga yang
menyatakan akhir Shalat Isya‟ adalah terbitya fajar.
5. Waktu Subuh.
Waktu Subuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbitnya
Matahari.
C. Tinjauan Umum Bencet atau Jam Matahari
1. Definisi Jam Matahari
Jam matahari atau sundial adalah sebuah perangkat sederhana
yang menunjukkan waktu berdasarkan pergerakan matahari di
meridian. Jam Matahari merupakan perangkat penunjuk waktu yang
sangat kuno. (https://id.wikipedia.org/wiki/Jam_matahari) Tidak ada
yang mengetahui secara pasti kapan perangkat ini dibuat. Jam
Matahari tertua yang pernah ditemukan, kebanyakan berasal dari
Yunani, berupa sebuah bentukan sirkular dengan penanda di tengah
yang ditemukan oleh Chaldean Berosis, yang hidup sekitar 340 SM.
Beberapa artefak jam matahari lain ditemukan, di Tivoli, Italia tahun
1746, di Castel Nuovo dan Rigano tahun 1751, dan di Pompeii tahun
1762.
27
Rancangan jam matahari yang paling umum dikenal
memanfaatkan bayangan yang menimpa permukaan datar yang
ditandai dengan jam-jam dalam suatu hari. Seiring dengan perubahan
pada posisi Matahari, waktu yang ditunjukkan oleh bayangan tersebut
pun turut berubah. Pada dasarnya, jam Matahari dapat dibuat
menggunakan segala jenis permukaan yang ditimpai bayangan yang
dapat ditebak posisinya. Kekurangan dari jam Matahari adalah tidak
bisa mengukur waktu pada saat jam malam. Sebagai pengganti pada
saat malam hari dapat digunakan jam bintang.
Sebagian besar jam Matahari menunjukkan waktu Matahari
nyata. Dengan variasi rancangan yang kecil, jam Matahari dapat pula
mengukur waktu standar serta waktu musim panas.
Sebuah Jam Matahri Di Bremen, Jerman.
( https://id.wikipedia.org/wiki/Jam_matahari)
28
2. Macam-macam jam matahari
Secara garis besar, jam matahari dapat dikategorikan menjadi
tiga bentuk (http://lembarbacaan.blogspot.co.id/2013/02/sundial.html)
yaitu tipe Equatorial, Vertikal dan Horizontal.
1. Jam Matahari Equatorial atau Gabungan secara jelasnya
mencerminkan bidang sundial yang klasik. Yakni bidang yang
tegak lurus paralel dengan Equator atau katulistiwa. Sistem pada
bidang jamnya yang berpusat pada titik tengah dari jam tersebut
menjadikan antara nilai waktu satu dengan yang lainnya berselisih
hanya 15˚. Jam matahari ini hanya berguna ketika Matahari
berkoordinat diatas equator. Secara sederhana ini menggambarkan
bentuk bidang yang berkaitan dengan equator Bumi dalam
jangkauan skala yang terbatas.
2. Jam Matahari Horizontal adalah perangkat yang sering diletakkan
orang di tempat lapang seperti kebun-kebun atau taman. Bentuk ini
merupakan bentuk yang paling mudah dipahami. Garis jam
berpotongan pada titik di mana gnomon ini melintasi bidang
horizontal. Bentuk dari jam ini disesuaikan dengan skema
kemiringan yang sama dari garis lintang tempat. Jam ini lebih
mendekati prinsip dalam pemakaian jam Equatorial. Sundial ini
dirancang untuk satu lintang dan dapat digunakan dalam lintang
lain, asalkan sundial ketika ke atas atau ke bawah memiliki sudut
miring yang sama dalam perbedaan lintang.
29
3. Jam Matahari Vertikal berbeda dengan model jam lain yang tegak
lurus. Prinsip pertama adalah jam ini diletakkan secara vertikal.
Pada garis timur barat disebut dengan non-declining dials yang
dihadapkan utara atau selatan sejati. Ketika dihadapkan kearah
utara maka jam ini disebut Septentrional dan ketika diahadapkan
kearah Selatan disebut Meridional. Pada dasarnya Noon Line (atau
garis jam 12) pada jam vertikal selalu berpotongan dengan dengan
bidang meridian.
D. Data-Data Perhitungan Waktu Shalat
Di antara data-data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan
waktu Shalat adalah sebagai berikut:
1. Lintang Tempat (φ)
Lintang tempat disebut juga Lintang Geografis atau „Urdlul
Balad yang dalam astronmi di namakan dengan φ (phi) yaitu jarak
antara katulistiwa atau equator sampai garis lintang diukur sepaanjang
garis meridian. Lintang tempat bagi tempat-tempat (kota) yang berada
di utara equator disebut lintang tempat utara atau lintang utara (LU)
dan bertanda positif (+). lintang tempat bagi (kota) yang berada di
selatan equator disebut lintang tempat selatan atau lintang selatan (LS)
dan berada di negatif (-). harga lintang utara adalah 0° hingga 90°,
sedangkan lintang selatan adalah 0° hingga -90°. (Khazin, 2005:42)
2. Bujur Tempat (λ)
30
Jarak yang diukur sepanjang busur equator dari bujur yang
melalui Greenwich sampai suatu tempat. Bujur tempat juga disebut
longitude dan thul al-balad. Yang dilambangkan dengan (λ). Nilai
bujur berkisar antara 0° s/d 180°. Di sebelah barat kota Greenwich
sampai 180° disebut Bujur Barat (BB) dan sebelah timurnya sampai
180° disebut Bujur Timur (BT).(Khazin, 2005:44)
3. Deklinasi Matahari ( δ˳)
Yaitu busur pada lingkaran waktu yang diukur mulai dari titik
perpotongan antara lingkaran waktu dengan lingkaran equator ke arah
utara atau selatan. Deklinasi apabila di sebelah utara equator diberi
tanda positif (+) dan di sebelah selatan equator diberi tanda negatif (-).
Untuk nilai deklinasi baik positif maupun negatif adalah 0° sampai
sekitar 23° 27° adalah nilai deklinasi terjauh.
4. Eqution of Time (e)
Disebut perata waktu atau Ta‟dilul Waqti atau Ta‟diluz Zaman,
yaitu selisih antara waktu kulminasi Matahari hakiki dengan waktu
Matahari rata-rata. Waktu Matahari hakiki adalah waktu peredaran
Matahari nyata, sedangkan waktu Matahari rata-rata adalah waktu
peredaran semu Matahari seolah-olah Matahari beredar dalam waktu
yang konstan. Equation of time ini berfungsi untuk mengetahui
kecepatan gerak Matahari, ketika kecepatan Matahari cepat maka
bernilai plus (+) dan sebaliknya ketika lambat bernilai minus (-).
5. Meridian Pass (MP)
31
Meridian Pass yaitu saat di mana Matahari sedang
berkulminasi. Pada saat itu Matahari tepat berada di titik zenit. Data
meridian pass ini bisa didapatkan dengan cara mengurangi waktu
hakiki Matahari dengan equation of time (e). Formulasi ini bisa
dirumuskan menjadi, MP= 12-e
6. Sudut waktu Matahari (t)
Sudut waktu Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian
Matahari yang dihitung dari titik kulminasi atas sampai Matahari
berada yang sering disebut Fadhlu al-Dair Rumus Sudut Waktu
Matahari Awal Waktu Shalat ( t ).( Khazin, 2005:83)
Cos t˳ = - tan φ tan δ˳ + sin h˳ ÷ cos φ ÷ cos δ˳
Keterangan:
t˳ = Sudut waktu
φ = Lintang Tempat
δ˳= Deklinasi Matahari
h˳= Ketinggian Matahari
7. Koreksi Waktu Daerah
Koreksi waktu daerah digunakan untuk memindahkan waktu
istiwa‟ yang dihasilkan oleh perhitungan awal waktu Shalat yang
menggunakan data-data GMT.
8. Ketinggian Matahari (h)
Ketinggian Matahari adalah jarak busur sepanjang lingkaran
vertikal dihitung dari ufuk sampai Matahari. Ketinggian Matahari
32
merupakan data yang sangat urgen dalam perhitungan waktu shalat.
Ketinggian Matahari sangat bervariasi setiap harinya sehingga kita
perlu mengetahui ketinggian Matahari pada waktu shalat.
9. Ketinggian Tempat dari Permukaan Laut
Ketinggian lokasi dari permukaan laut berfungsi untuk
menentukan kapan waktu terbit dan terbenamnya Matahari. Tempat
yang berada tinggi di atas permukaan laut akan lebih awal
menyaksikan Matahari terbit serta lebih akhir melihat Matahari
terbenam, dibandingkan dengan tempat yang lebih rendah.
10. Ikhtiyat
Ikhtiyat yang diartikan dengan “pengaman”, yaitu suatu
langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu shalat dengan cara
menambah atau mengurangi sebesar 1 s/d 2 menit waktu dari hasil
perhitungan yang sebenarnya.
Ikhtiyat ini dimaksudkan:
a. Agar hasil perhitungan dapat mencakup daerah daerah sekitanya,
terutama yang berada disebelah baratnya. 1 menit = ± 27.5 km.
b. Menjadikan pembulatan pada satuan terkecil dalam menit waktu,
sehingga penggunaanya lebih mudah.
c. Untuk memberikan koreksi atas kesalahan dalam perhitungan, agar
menambah keyakinan bahwa waktu shalat benar-benar sudah
masuk, sehingga ibadah shalat itu benar-benar dilaksanakan dalam
waktunya. (Khazin, 2005:84)
33
E. Contoh Perhitungan Waktu Shalat Menggunakan Data Ephemeris
Contoh Perhitungan
Awal Waktu Shalat Untuk Kota Salatiga Tanggal 1 Maret 2016
Data-Data Yang Diperlukan :
1. Lintang Tempat : -07°20° LS
2. Bujur Tempat : 110° 29° BT
3. Deklinasi Matahari : -07°28°10°
4. Eqution Of Time : -12°21°
5. a. Cotan h (Ashar) : tan (φ – δ˳) + 1
: tan (-07°20° – (-07°28°10°)) + 1
: tan 0°0°8.85° + 1
: tan 1.002375592
: tan 0.997630038
: 44°55°55,29°
b. h (Maghrib) : -1°
c. h (Isya‟) : -18°
d. h (Subuh) : -20°
e. h (Imsya‟) : - 22°
f. h (Terbit) : - 01°
g. h (Dhuha) : 3°30°
6. Merridian Pass : 12j – (– 12° 21°) = 12°12°21°
7. Interpolasi : (110°29° – 105° ) : 15 = 0°21°56°
a. Perhitungan Awal Waktu Dhuhur
Merr. Pass : 12°12°21°
Inter : 00°21°56° _
11°50°25°
Ihtiyyat : 00v04°00° +
11°54°25° WIB
b. Perhitungan Awal Waktu Ashar
Cos t = - tan φ . tan δ˳ + sin h (ashar) : cos φ : cos δ˳
34
- tan -07°20° . tan (-07°28°10°) + sin 44°55°55,29°
: cos -07°20° : cos (-07°28°10°)
Cos t = 0.0701313224
t = 45°28°3,15°
Merr. Pass = 12°12°21°
t:15 = 03°08°52.21° +
= 15°23°13,21°
Inter = 00°21°56° _
= 15°01°17.21°
Ihtiyyat = 00°04°00° +
= 15°05°17,21° WIB
c. Perhitungan Awal Waktu Maghrib
Cos t = - tan φ . tan δ˳ + sin h (maghrib) : cos φ : cos δ˳
- tan -07°20° . tan (-07°28°10°) + sin (-1°) : cos -
07°20° : cos (-07°28°10°)
Cos t = - 0.014517336
t = 90°49°54.52°
Merr. Pass = 12°12°21°
t:15 = 06°03°19.63° +
= 18°24°40.63°
Inter = 00°21°56° _
= 18°02°44.63°
Ihtiyyat = 00°04°00° +
= 18°06°44.63° WIB
d. Perhitungan Awal Waktu Isya‟
Cos t = - tan φ . tan δ˳ + sin h (isya‟) : cos φ : cos δ˳
- tan -07°20° . tan (-07°28°10°) + sin (-18°) : cos -
07°20° : cos (-07°28°10°)
35
Cos t = -0.331105071
t = 109.3358626
Merr. Pass = 12°12°21°
t:15 = 07°17°20.61° +
= 19°29°41.61°
Inter = 00°21°56° _
= 18°07°45.61°
Ihtiyyat = 00°04°00° +
= 19°11°45.61° WIB
e. Perhitungan Awal Waktu Subuh
Cos t = - tan φ . tan δ˳ + sin h (subuh) : cos φ : cos δ˳
- tan -07°20° . tan (-07°28°10°) + sin (-20°) : cos -
07°20° : cos (-07°28°10°)
Cos t = - 0.364665181
t = 111°23°13.1°
Merr. Pass = 12°12°21°
t:15 = 07°25°32.87° _
= 04°46°48.13°
Inter = 00°21°56° _
= 04°24°52.13°
Ihtiyyat = 00°04°00° +
= 04°28°52.13° WIB
f. Berhitunga Awal Waktu Imsak
Cos t = - tan φ . tan δ˳ + sin h (imsak) : cos φ : cos δ˳
- tan -07°20° . tan (-07°28°10°) + sin (-22°) : cos -
07°20° : cos (-07°28°10°)
Cos t = - 0.397801559
t = 113°26°16.9°
36
Merr. Pass = 12°12°21°
t:15 = 07°33°45.8° _
= 04°38°35.02°
Inter = 00°21°56° _
= 04°16°39.02°
Ihtiyyat = 00°04°00° _
= 04°12°39.02° WIB
g. Perhitungan Awal Waktu Terbit
Cos t = - tan φ . tan δ˳ + sin h (terbit) : cos φ : cos δ˳
- tan -07°20° . tan (-07°28°10°) + sin (-01°) : cos -
07°20° : cos (-07°28°10°)
Cos t = - 0.0346220045
t = 91‟59‟02.32‟‟
Merr. Pass = 12°12°21°
t:15 = 06°07°56.15° -
= 06°13°24.85°
Inter = 00°21°56° -
= 05°51°28.85°
Ihtiyyat = 00°04°00° +
= 05°55°28.85° WIB
h. Perhitungan Awal Waktu Dhuha
Cos t = - tan φ . tan δ˳ + sin h (dhuha) : cos φ : cos δ˳
- tan -07°20° . tan (-07°28°10°) + sin 03.30° : cos -
07‟20‟ : cos (-07°28°10°)
Cos t = 0.041662364
t = 87°36°44.03°
Merr. Pass = 12°12°21°
t:15 = 05°50°26.94° _
38
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga
1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien sudah berdiri kokoh
sejak tahun 1926 M yaitu masa kolonial penjajahan Belanda, di bawah
naungan ulama besar yang bernama KH. Abdul Halim dan diteruskan
oleh putra-putranya di antaranya yaitu KH. Abda‟ Abdul Malik, yang
letak perkembangannya tepat di sebuah perkampungan di Desa
Kalibening, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Awal mula dari
pesantren tersebut adalah pengajian al-Qur‟an yang diasuh oleh Ibu Ny
Hj. Miskiyah Hisyam (putri KH Hisyam) dari petak Susukan.
Sepeninggalan KH Abdul Halim Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien mengalami kekosongan, kemudian dirintis dan
dikembangkan lagi oleh putranya yang ke-5 yaitu KH. Abda‟ Abdul
Malik menjadi Pondok Pesantren dan madrasah salafiyah “Hidayatul
Mubtadi-ien” sampai sekarang. Didalamnya mengajarkan kitab-kitab
peninggalan Ulama‟ Salaf seperti Tauhid, Hadits, Ushul Fiqh, Fiqh,
Nahwu, Shorof, Mantiq, Faroid Dan Ilmu Falaqiyah, dan lain-lainnya.
Sistem pembelajaran di pesantren dan madrasah tersebut dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu tingkat TPA, dan Ibtida‟iyah, tingkat
Tsanawiyah dan Aliyah.
39
2. Letak geografis
Letak geografis Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien di
Desa Kalibening adalah sebagai berikut :
1. Batas bagian utara : Masjid Al Muttaqiin Kalibening
2. Batas bagian timur : Jalan dan Perumahan warga
3. Batas bagian selatan : Jalan dan Lapangan Kalibening
4. Batas bagian barat : Perumahan warga
Sedangkan letak geografis desa Kalibening adalah sebagai
berikut :
1. Batas bagian utara : Desa Klumpit
2. Batas bagian timur : Desa Kalilondo
3. Batas bagian selatan : Perumahan Tingkir Residance
4. Batas bagian barat : Desa Krasak
3. Pendidikan
Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga selain menggunakan metode Bandongan juga
menerapkan metode Madrasah, mulai dari tingkatan TPA,
Ibtida‟iyyah, Tsanawiyyah, Aliyyah dan Pasca Aliyah.
Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien ini mengajarkan
kitab-kitab kuning, atau kitab peninggalan Ulama‟ Salaf seperi Tauhid,
Hadits, Fiqh, Nahwu, Shorof, juga di ajarkan Ilmu Falak. Tepatnya
pada tingkatan Aliyah kelas 2 terdapat pelajaran Durussul Falakiyyah
karya Ma‟sum bin Ali, yang menggunakan istrumen Rubu‟ Mujayyab
40
sebagai media praktiknya. Selain itu tingkatan Aliyyah kelas 3 terdapat
pelajaran Falak atau hisab data ephemeris yang menggunakan media
kalkulator, dengan menggunakan buku panduan „‟Ilmu Falak Dalam
Teori Dan Praktik‟‟ karya Muchyiddin Khazin. Pada tingkatan ini
difokuskan menghitung Arah Kiblat, Waktu Shalat, Hisab Awal Bulan,
serta Gerhana.
B. Gambaran Umum Masjid Al-Muttaqiin di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga
1. Sejarah Masjid Al-Muttaqiin di Pondook Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien
Masjid Al-Muttaqiin berdiri pada tahun 1926 pada masa
kolonial belanda, semula masjid Al-Muttaqiin hanyalah sebuah Suaru
atau Musholla kecil yang didirikan oleh KH. Ilyas, setelah itu pada
tahun 1947 setelah pasca kemerdekaan Musholla tersebut dirubah
menjadi Masjid yang sampai sekarang namanya masih di pakai yaitu
masjid Al-Muttaqiin, saat itu di prakarsai oleh putranya yang bernama
KH. Ismail, setelah itu pada tahun 1960-han direnovasi pertama oleh
KH. Abdul Halim, perenovasian serta penambahan serambi Masjid.
Renovasi ke-dua di prakrasai oleh putranya yaitu KH. Abda‟ Abdul
Malik pada tahun 2013 yang Masjid tersebut sekarang telah berubah
menjadi 2 lantai untuk jamaah putra dan 3 lantai untuk jamaah putri,
mengingat semakin banyaknya masyarakat dan tidak muatnya Masjid
yang lama, dengan luas sekiran 300m persegi. Meski masjid direnovasi
41
akan tetapi tidak meninggalkan banguan lama serta masih
meninggalkan “Soko 4” peninggalan orang terdahulu, sebagai nilai
sejarah peninggalan sesepuh terdahulu.
2. Arah Kiblat Masjid
Arah Kiblat Masjid Almuttaqiin Kalibening Salatiga menurut
pengukuran tim dari Kementrian Agama Kota Salatiga Tahun 2012
menjadi Masjid yang paling akurat Se-Kota Salatiga. (wawancara
bersama Kh. Abda‟ Abdul Malik pada hari selasa 1 Februari 2016)
Arah Kiblat dahulu di hitung pada masa Kh. Abdul Halim dengan
menggunakan instrumen Rubu‟ Mujayyab juga menggunakan Benang
sebagai pengukur arah mata angin sejati.
3. Fungsi Masjid
Masjid Al-Muttaqiin di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-
ien Kalibening Salatiga tidak hanya berfungsi sebagai sarana tempat
Ibadah saja, namun juga memiliki fungsi dan peran yang dominan
dalam kehidupan umat Islam, terutama masyarakat kalibening.
Beberapa diantarannya adalah:
a. Fungsi Tempat Ibadah
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud,
maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat Ibadah Shalat.
Sebagaimana diketahui bahwa makna Ibadah didalam Islam
42
adalah luas yakni menyangkut segala aktifitas kehidupan yang
ditujukan untuk memperoleh ridho Allah SWT, maka fungsi
Masjid sebagai tempat Shalat juga sebagai tempat Ibadah
secara luas sesuai ajaran Islam seperti I‟tikaf, membaca ayat-
ayat Al-Qur‟an, Yasinan, Tahlilan, Pengajian, pembacaan
Shalawat Al-Barzanji, dll.
b. Sebagai Tempat Menuntut Ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat menuntut ilmu atau
sarana untuk belajar mengajar ilmua agama seperti mengaji Al-
Qur‟an (TPA), sebagai ruang kelas Madrasah , bahkan
dijadikan sarana belajar bersama.
c. Sarana Pembinaan Jamaah
Masjid berperan dalam mengakomodir Masyarakat
guna menyatukan potensi dan kepemimpinan jamaah.
d. Sarana Da‟wah
Masjid menjadi tempat sarana mengkaji kajian bersama
membahas kandungan kitab kuning dan pengajian rutinan atau
pengajian hari besar Islam.
43
e. Pusat Kaderisai Umat
Sebagai tempat pembinaan jamaah dan kepemimpinan
umat. Masjid berperan sebagai wahana pengkaderan umat guna
kegiatan ke-Islaman di masyarakat tetap berjalan. Dalam hal ini
adalah pembentukan Ta‟mir Masjid, Panitia Pembangunan
Masjid, Panitia Qurban Panitia Zakat Fitrah Dan Rijalul
Anshor.
f. Sarana Pengumpulan Masyarakat
Dalam melakukan musyawarah warga atau rapat
kegiatan kemasyarakatan warga menggunakan Masjid sebagai
tempat berkumpul dan menyatukan ide gagasan serta pendapat.
g. Sarana Informasi
Fasilitas jam digital berjalan yang bisa berubah-ubah
fungsinya, selain untuk menunjukkan waktu Shalat juga
sebagai sarana informasi, baik mengenai kegiatan ataupun info
saldo kas Masjid, juga hasil amal jariyyah dari warga.
h. Ajang Tukar Pikiran
Serambi masjid tidak jarang sering di jadikan sebagai
tempat untuk tukar pendapat dan tukar pikiran antar jamaah
setelah menunaikan Ibadah Shalat.
44
4. Kegiatan Masjid Almuttaqiin
Masjid yang semakin berkembang dalam hal banguanan, tidak
kalah penting adalah kegiatan yang tertanam didalamnya. Masjid Al-
Muttaqiin Kalibening mempunyai bebeapa kegiatan antara lain adalah
Mujahadah Malam Jumat, Al-Barzanji, Mujahadah Nariah Ba‟da
Subuh, Pengasian Dan Bahsul Massail Malam Ahad,Pengjian Rutinan
Malam Senin, Pengajian Rutinan Ibu-ibu setiap Selasa Sore, Pengajian
Ihya Ulumuddin Setiap Bada Subuh, Pengajian Tafsir Jalain Setiap
Bada Asha, Pengajian Kitab Burdah setiap hari Ahad ba‟da Dzuhur.
Untuk kegiatan bulana ada pengajian serta Mujahadah para
muda Rijalul Ansor, Mujahadah keliling Se-Kota salatiga, dll. Yang
berjalan Selapan satu kali atau 45 hari.
C. Gambaran Umum Jam Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga
1. Sejarah Jam Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga
Jam Bencet di Masjid Al-Muttaqiin dipasang tahun 1979 oleh
KH. Misbach dari Magelang, dan menurut KH. Abda‟ Abdul Malik,
selaku Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien serta
penasehat Masjid Al-Muttaqiin Bencet tersebut dibuat di Magelang,
sampai saat ini belum pernah ganti. Jam dipasang bersamaan dengan
45
beliau mengambil alih pengelolan Pondok Pesantren dari ayahnya KH.
Abdul Halim, yang telah dirintis sejak 1921.
Jam bencet yang sudah mengalami perpindahan tempat selama
tiga kali, pertama kali berada di depan Masjid, karena faktor tempat
yang akan dimaksimalkan fungsinya, maka Bencet dipindah
dibelakang Masjid, tidak lama kemudian Bencet dipindah di depan
Masjid lagi tepatnya berada di pekarangan rumah warga dikarenakan
belakang masjid yang direnovasi.
2. Analisis Fisis Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga
Komponen-komponen yang terdapat pada Bencet di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga adalah sebagai
berikut:
a. Jarum jam atau Gnomon (yang menghasilkan bayang-bayang dari
Matahari)
Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga mempunyai gnomon atau jarum jam dengan
panjang keseluruhan 9.5 cm yang di kedua ujungnya semakin
meruncing 1.5 cm. Sedangkan untuk ketebalan gnomon I,5 cm
dengan ujung meruncing hingga 0,5 cm. (Observasi, 15/2/15,17:46
WIB)
46
Gnomon tersebut terbagi menjadi dua arah ke utara dan ke
selatan yang masing-masing panjang sama 4,75 cm. posisi gnomon
mriring ke utara mengikuti bidang dial yang sedikit miring ke
Utara dikarenakan posisi desa Kalibening Kecamatan Tingkir Kota
Salatiga berada di selatan garis Katulistiwa.
b. Bidang Dial.
Bidang dial pada Jam Bencet di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga mempunyai diameter
keseluruhan 17,3 cm dengan jari-jari 8,65 cm dan mempunyai
lebar 19,4 cm.
Bidang dial tersebut melingkar setengah lingkaran
menghadap ke atas dengan kanan kiri mempunyai garis garis
penunjuk waktu yang sama persis akan tetapi berbalik arah. Bidang
dial tersebut sedikit miring ke utara dengan posisi kemiringan
07°20° sesuai lintang lokasi salatiga.
Posisi jam Bencet mriring ke arah utara.
(Gambar diambil dari arah Barat pada tanggal 20 februari 2016)
47
c. Garis-garis Pada Bidang Dial
Jam Bencet yang berada di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening tersebut mempunyai garis-garis yang
berfungsi sebagai penunjuk waktu. Garis-garis yang berfungsi
sebagai penujuk Waktu pada Bidang Dial tersebut di mulai dari
angka 6 yang menunjukan pukul 06.00 Istiwa‟, angka 7
menunjukan pukul 07.00 Istiwa‟, angka 8 menunjutkan pukul
08.00 Istiwa‟, angka 9 menunjukan pukul 09.00 Istiwa‟ angka 10
menunjukan pukul 10.00 Istiwa‟, angka 11 menunjukan pukul
11.00 Istiwa‟, angka 12 menunjukan pukul 12.00 Istiwa‟, angka 1
menunjukan pulul 13.00 Istiwa‟, angkang 2 meninjukan pukul
14.00 Istiwa‟, akngka 3 menunjukan pukul 15.00 Istiwa‟, angkang
4 menunjukana pukul 16.00 Istiwa‟, angka 5 menunjukan angka
17.00 Istiwa‟, dan angka 6 menunjukan pukul 18.00 Istiwa‟, begitu
juga sebaliknya angka yang berada disebesahnya juga
menunjukkan waktu sama, hanya saja dalam bencet ini yang
digunakan angak 6 sampai angka 12 sebelah utara digunakan pada
pagi hari dan angka 1 sampai angka 6 di sebelah selatan di
gunakan pada sore hari.
Garis-garis yang terdapat pada Bidang Dial yang ada di
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga ini
memiliki beberapa garis yang setiap garis mempunyai fungsi
masing-masing.
48
d. Bangunan atau Tugu Penyangga
Jam Bencet yang berada di depan halaman Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga yang
tepatnya menumpang di halaman rumah Ibu Ri‟ayah ini memiliki
tugu atau bangunan yang menyangga, tingginya kurang lebih 1 M
di tambah bangunan kotak tempat Bidang Dial Bencet dengan
tinggi 16 cm, sehingga total keseluruhan bencet 116 cm. Tugu
bangunan Bencet tersebut terbuat dari “Cor-coran” dengan lebar
30 cm persegi tanpa memiliki penutupnya di atas Bencet.
Menurut penulis sebaiknya di atas bidang dial bencet
tersebut diberikan suatu tutup yang dapat menjaga bencet dari
kerusakan ataupun gangguan-gangguan dari luar yang tidak
terduga, sehingga dapat menjaga keakurasian bencet tersebut.
Tugu penyangga jam Bencet
(Gambar diambil tanggal 20 februari 2016)
49
3. Cara Kerja Jam Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga
Jam Bencet merupakan alat yang praktis untuk dipakai, jika
digunakan dengan cara yang benar. Namun akan berakibat fatal jika
penggunaanya tidak sesuai aturan. Waktu yang ditunjukkan Jam
Bencet adalah waktu lokal Matahari yang pasti berbeda tiap tempat dan
waktu masing-masing daerah. Pada Jam Bencet di waktu Dhuhur
adalah ketika Matahari telah bergeser dari titik kulminasi, jam yang
ditunjukkan pasti berbeda atau terdapat selisih dengan jam daerah yang
dipakai. Untuk mentransformasi waktu hakiki setempat ke dalam
waktu daerah bisa mengggunakan rumus WD = WH – e + ( λd – λt ) :
15 (Izzuddin, 2002:85)
Prinsip kerja Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga, yaitu mengikuti peredaran Matahari
mulai dari arah timur ke barat, sesiring pergerakannya maka sinar
Matahari akan menyinari Jam Bencet. Sebuah gnomon atau jarum jam
pada Jam Bencet akan menghasilkan bayang-bayang dari sinar
Matahari, maka kita akan mengetahui Jam Bencet menunjukan waktu-
waktu Shalat.
Penempatan waktu Shalat pada Jam Bencet berturut-turut dari
timur ke barat adalah Subuh, Ashar, Dhuhur, Isya‟, dan Magrib. Hal
ini dikarenakan konsep yang dipakai pada Jam Bencet adalah konsep
50
satu lingkaran penuh. Adapun posisi Matahari yang dijadikan pedoman
waktu Shalat adalah sebagai berikut:
Gambar 1: Posisi Matahari Pada Awal Waktu Shalat
Selanjutnya, bayangan sinar Matahari tersebut direfleksikan ke
dalam bentuk setengah lingkaran sehinga akan terbentuk posisi
penempatan waktu Shalat sebagai berikut:
51
Gambar 2: Posisi bayangan sinar Matahari yang di refleksikan ke bidang
dial Jam Bencet dengan bentuk setengah lingkaran.
Cara menentukan waktu Dhuhur pada Jam Bencet adalah
dengan memperhatikan bayangan gnomon pada bidang dial Jam
Bencet. Jika bayangan gnomon telah melewati garis tengah bidang
dial, maka waktu Dhuhur telah masuk. Waktu Dhuhur didefinisikan
terjadi setiap pukul 12.04 WIB (Waktu Istiwa‟), di manapun dan
kapanpun.
Sementara untuk mengetahui masuknya awal waktu Ashar,
Magrib, Isya‟, dan Subuh tidak bisa langsung menggunakan Jam
Bencet karena Matahari tidak mungkin bersinar pada waktu-waktu
tersebut. Penentuan awal waktu Shalat selain waktu Dhuhur masih
tetap menggunakan perhitungan. Sehingga grafik pada jam bencet
masih menunjukkan waktu perkiraan.
52
Menurut analisa penulis, grafik waktu Shalat Ashar, Magrib,
Isya‟, dan Subuh pada bidang dial bukan sebagai penunjuk waktu
salat, tetapi hanya menggambarkan perkiraan jam waktu Shalat-Shalat
tersebut sehingga tidak bisa dijadikan pedoman penentuan awal waktu
Shalat.
Pengaplikasian Jam Bencet ini tidak lepas dari adanya
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan Jam Bencet yaitu hanya
dengan memperhatikan bayangan Matahari akan langsung diketahui
masuknya awal waktu Shalat tanpa harus menghitung terlebih dahulu,
melalui garis awal waktu Shalat yang ada. Sedangkan kekurangan dari
Jam Bencet ini yaitu pemakaiannya yang hanya tergantung pada ada
tidaknya sinar Matahari, sehingga alat ini tidak bisa bekerja dengan
maksimal. Memang dalam Jam Bencet tersebut tergambar jelas 24 jam
sekaligus. Namun, tetap saja tidak bisa diaplikasikan karena tidak ada
cahaya Matahari yang menjadi nyawa dalam Jam Bencet ini.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa penentuan awal
waktu Shalat dengan Jam Bencet ini berpatokan dengan Matahari
langsung dan juga mengacu pada perhitungan rubu‟ mujayyab (grafik
waktu Shalat). Dalam penentuan waktu Shalat Dhuhur bisa langsung
memperhatikan bayangan Matahari pada bidang dial Jam Bencet.
Namun, untuk menentukan waktu Ashar, Magrib, Isya‟, dan Subuh
tidak bisa langsung menggunakan Jam Bencet karena grafik awal
53
waktu Shalat pada bidang dial hanya menunjukkan perkiraan jam
waktu Shalat sehingga sifatnya masih perkiraan.
54
BAB IV
RELEVANSI METODE JAM BENCET DALAM ILMU FALAK
KONTEMPORER
A. Analisis Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga
1. Analisis Kegunaan Bencet
Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga ini mempunyai beberapa fungsi melihat garis-garis
yang terdapat pada Bidang Dial tersebut, Ust. Achmad mengatakan
antara lain:
a. Sebagai penunjuk Waktu Shalat
Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga mempunyai beberapa fungsi antara lain
sebagai penunjuk waktu Shalat. Jam Bencet tersebut sebagai
penentu awal waktu Shalat, terutama waktu Shalat Dzuhur serta
dipergunakan sebagai acuan untuk mencocokan atau mengkoreksi
jam yang berada di Masjid Al-Muttaqiin terutama waktu
pencocokan pada saat pukul 12.00 Istiwa‟ atau bertepatan dengan
waktu Shalat Dzuhur.
Awal waktu Dzuhur, pada Jam Bencet di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga dimulai pada saat
posisi bayangan gnomon melewati angka 12 waktu hakiki pada
garis – garis bidang dial Jam Bencet ke arah Timur. Hal tersebut
55
sesuai dengan kaidah awal waktu Dzuhur yang dimulai saat
Matahari bergerak dari titik kulminasi ke arah Barat. Bayangan
gnomon harus sudah berpindah dari garis jam 12 waktu hakiki.
Adapun awal waktu Shalat Ashar,Maghrib, Isya‟ dan
Subuh maka Jam Bencet menjadi tidak berguna dikarenakan
memang sinar Matahari tidak menyinari Jam Bencet. Sehingga
acuan waktu Shalat di Masjid Al-Muttaqiin Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-Ien Kalibening Salatiga menggunakan jadwal
waktu Shalat Istiwa‟ untuk selamanya yang diterbitkan oleh
Kementrian Agama Kota Salatiga.
Jadwal Waktu Shalat istiwa‟ berlaku sepanjang tahun yang telah
diketik ulang.
(Gambar diambil tanggal 2 maret 2016)
a. Sebagai Penujuk Arah Kiblat
56
Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga, selain mempunyai kegunaan sebagai penunjuk
waktu shalat juga mempunyai kegunaan sebagai penentu Arah
Kiblat.
kegunaan Jam Bencet selain sebagai penunjuk awal waktu
Shalat, juga bersfungsi sebagai penunjuk Arah Kiblat. Pada bagian
bidang dial jam Bencet, mempunyai satu garis lurus yang
melengkung dari arah timur ke barat, maka ketika bayang-bayang
gnomon menyentuh daris tersebut, maka bisa dipastikan bahwa
bayang-banyang Matahari yang ada pada waktu itu menunjukkan
arah kiblat.
2. Analisis Metode Penempatan Bidang Dial Jam Bencet
Untuk menghasilkan penujuk waktu yang akurat dan presisi
maka dibutuhkan juga metode pemasangan yang benar. Dalam
penempatan bidang dial Ust. Achmad menerangkan ada 4 poin penting
dalam pemasangan jam bencet, yaitu:
a. Pemasangan bidang dial mengikuti arah mata angin, barat utara
sejati.
b. Tinggi antara bidang dial, ujung bidang dial barat dan timur
sebelah selatan harus sama rata, begitu juga ujung bidang dial barat
dan timur juga harus sama rata, walaupun tinggi bidang dial dial
antara utara selatan berbeda. Untuk menghasilkan bidang dial yang
57
sama rata tersebut, maka dibutuhkan alat pengukur atau
menggunakan Water Pass.
c. Pemasangan bidang dial sedikit miring ke utara dengan kemiringan
sesuai sudut lintang lokasi, dalam hal ini sudut lintang lokasi Kota
Salatiga adalah 07°20°. Maka pemasangan bidang dial disetiap
daerah akan berbeda.
d. Pengecekan gnomon yang harus benar- benar siku (90°) terhadap
angka 12 Istiwa‟, karena gnomon menjadi penentu bayang-bayang
dari matahari terhadap bidang dial.
B. Analisis Penggunaan Jam Bencet Di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga
Penentuan awal waktu Shalat menggunakan jam bencet tidak bisa
lepas dari kedudukan atau posisi Matahari, sehingga posisi Matahari
sangat menentukan kapan awal atau akhir waktu Shalat itu terjadi.
Matahari sewaktu berkulminasi menunjukkan jam 12.00 siang. Begitu pula
sebaliknya, jika matahari itu berada di posisi yang paling bawah, saat itu
adalah jam 12.00 atau jam 00.00 malam. Sedangkan untuk waktu terbit
dan terbenam tidak menentu, untuk waktu terbit di daerah normal biasanya
terjadi kurang lebih pada jam 06.00 pagi, begitu juga waktu terbenam
biasanya terjadi kurang lebih pada jam 18.00 sore.
Penentuan waktu salat dari hari ke hari mengalami perubahan
sesuai dengan posisi Matahari tersebut. Walaupun demikian untuk
memudahkan pengecekan ditentukan bahwa matahari berkulminasi setiap
58
hari terjadi pada jam 12.00. Atas dasar inilah, maka awal waktu Dhuhur
ditentukan tetap sepanjang tahun yaitu jam 12.04, dengan catatan bahwa
yang 4 menit merupakan tambahan waktu yang diperlukan oleh gerak
matahari sejak kulminasi sampai tergelincir.
Jika posisi matahari berada di puncak perjalanannya, maka
bayangan suatu benda adalah yang terpendek, dan jika kebetulan saat itu
Matahari melintasi titik zenith, maka benda tersebut tidak mempunyai
bayang-bayang. Waktu seperti ini dipengaruhi oleh deklinasi Matahari dan
lintang tempat pengamat.
Untuk mengetahui kapan Matahari berkulminasi dapat dirumuskan
dengan :
MP = 12 - e (Khazin, 2005:70)
Keterangan :
MP = Meridian Pass atau saat matahari tepat dititik
kulminasi
e = equation of time
1. Analisis Penggunaan Jam Bencet Sebagai Penentu Awal Waktu Shalat
Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga
Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga salah satunya digunakan sebagai penentuan awal
waktu Shalat Dhuhur. Selain sebagai penentu awal waktu shalat
Dhuhur juga difungsikan sebagai pengkalibrasi pada jam Istiwa‟ di
Masjid Al-Muttaqiin Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
59
Kalibening Salatiga, mengingat pada malam hari jam Bencet tidak bisa
digunakan serta ketika cuaca pada siang hari tidak mendukung.
Pengakalibrasian waktu hakiki Istiwa‟ yang di terapkan pada
jam dinding yang berada di masjid Al-Muttaqiin tersebut dilakukan
bertepatan dengan jatuhnya awal waktu Dzuhur tiba. Selain juga
berfungsi sebagai penunjuk waktu Dzuhur pada hari itu sekaligus.
Dikarenakan jam Bencet mengalamai kekurangan yang tidak bisa
difungsikan ketika tidak adanya sinar Matahari maka jam Bencet di
masjid Al-Muttaqiin Kalibening lebih sering di gunakan sebagai
pengkalibrasi jam dinding yang berada di Masjid.
Dengan berpatokan jam dinding yang sudah di kalibrasi oleh
Bencet, Ust. Sholikhin menuturkan penentuan awal waktu Shalat
mengikuti Jadwal Waktu Shalat Istiwa‟ Untuk Selamanya yang di
terbitkan oleh Kementrian Agama setempat, dalam hal ini jadwal
waktu shalat Istiwa‟ berlaku untuk selamanya diterbitkan oleh
Kementrian Agama Kota Salatiga.
Pencocokan waktu istiwa‟ biasanya dilakukan 1 kali dalam
seminggu, melihat cuaca ada dan tidaknya sinar matahari, menurut
Ust. Abdul Roziq, warga yang sering melakukan pecocokan atau
pengkalibrasian mengatakan bahwa pencocokan atau pengkalibrasian
antara jam Bencet terhadap jam dinding masjid dilakukan pada waktu
matahari tepat berada di angka 12, sehingga benar-benar akurat.
60
2. Analisis Tingkat Keakurasian Dalam Awal Waktu Shalat Dzuhur
Terhadap Hisab Ephemeris
Jam Bencet atau jam Matahari adalah salah satu instrumen non
optic yang masih banyak digunakan sampai saat ini digunakan sebagai
sarana penunjang Ibadah. Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga sangat berperan penting dalam
penentuan awal waktu Shalat begitu juga pengkalibrasian jam di
Masjid Al-Muttaqiin sebagai pedoman penunjuk waktu hakiki awal
waktu Shalat sehari-hari. Maka dari itu diperlukan pengecekan
seberapa akurat tingkat keakurasiannya jika dibandingkan dengan
perhitungan data ephemeris pada aplikasi win hisab.
Pada kesempatan kali ini peneliti akan melakukan observasi
pada jam Bencet pada awal waktu Dzuhur.
Untuk mengetahui keakurasian awal waktu Shalat Dzuhur,
peneliti melakukan observasi terhadap Bencet di Pondok Pesantren
hidayatul mubtadi-ien kalibening salatiga.
Sebelum melakukan observasi peneliti melakukan kroscek
keakurasian data yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan
tingkat akurasi. Data yang dibutuhkan diantaranya adalah:
a) Lintang tempat
b) Bujur tempat
c) equation of time, dan
61
d) Deklinasi.
Lintang tempat Kota Salatiga sebesar 07°20° LS, bujur tempat
110°29° BT. Berikut adalah koreksi fungsi yang dibutuhkan untuk
mengetahui keakuratan Bencet di Pondok Pesantren hidayatul
mubtadi-ien kalibening salatiga.
Langkah pertama yang dilakukan adalah melihat garis jam
yang ditunjukkan oleh bayangan gnomon, waktu yang ditunjukkan
oleh bayangan gnomon tersebut adalah waktu hakiki atau waktu yang
ditunjukkan oleh jam, sehingga ada selisih antara waktu daerah dengan
waktu hakiki. Maka dari itu penulis melakukuan konversi waktu yang
ditunjukkan oleh jam atau waktu hakiki ke waktu daerah (WD).
Sehingga hasil konversi bisa menjadi acuan keakurasian Bencet di lihat
dari waktu daerah. Rumus yang digunakan dalam konversi adalah:
WD = WH – e + ( λd – λt ) : 15 (Izzuddin,
2002:85)
Keterangan :
WD= Waktu Daerah
WH= Waktu Hakiki ( ditunjukkan oleh jam Matahaari atau
jam Istiwa‟)
e = equation of time iadalah perata waktu
λt = bujur tempat
62
λd = bujur daerah, jika di konversikan untuk waktu di
Indonesia maka yang dipakai Waktu Indonesia Barat
(WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu
Indonesia Timur (WIT).
Dalam melakukan konversi penulis melakukan pengecekan
terlebih dahulu terhadap Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-Ien Kalibening Salatiga, kemudian melakukan konversi ke
waktu daerah. Tujuan dari konversi tersebut adalah untuk mengetahui
seberapa tingkat akurasi pada Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga.
Penelitian ke-1
Peneliti melakukan penelitian awal waktu Shalat Dzuhur
terhadap Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga penelitian pertama pada tanggal 20 februari 2016.
Berdasarkan pengecekan awal waktu Dzuhur pada Bencet ini terjadi
setelah istiwa‟ yaitu tepat pada pukul 12.00 + 4 menit equation of time
sebesar -00°13°45°. Terdapat tambahan 4 menit ketika awal waktu
salat Dzuhur pada Bencet atau waktu hakiki merupakan tambahan
waktu yang diperlukan oleh gerak Matahari sejak kulminasi sampai
tergelincir
Kemudia mengkonversi ke waktu daerah dengan rumus:
63
WD = WH – e + ( λd – λt ) : 15
12.04 – (-00˚13°45°)+(105 - 110°29°):15 = 11°51°49° WIB
Setelah dilakukun konversi ke dalam awal waktu Shalat
Dzuhur diketahui hasil penelitian menunjukkan bahwa awal waktu
Shalat Dzuhur pada tanggal 20 februari 2016 Bencet menunjukkan
pukul 12.00 WH, setelah dikonversi ke dalam waktu daerah
menghasilkan pukul 11°51°49°WIB. Dengan ditambah ikhtiyyat 4
menit maka menjadi 11°55°49° WIB.
Penelitian ke-2
Penelitian kedua dilakukan pada tanggal 23 februari 2016,
diketahui bahwa saat itu awal waktu Dzuhur sama yaitu ketika waktu
zawal, pukul 12.00 WH ditambah 4 menit dengan equation of time
sebesar -00°13°22°. Kemudian di konversikan kedalam waktu daerah
dengan rumus:
WD = WH – e + ( λd – λt ) : 15
12.04 - (-0˚13°22°)+(105˚-110°29°):15 = 11°51°26° WIB
Setelah dilakukun konversi ke dalam awal waktu Shalat
Dzuhur diketahui hasil penelitian menunjukkan bahwa awal waktu
Shalat Dzuhur pada tanggal 23 februari 2016 Bencet menunjukkan
pukul 12.00 WH, setelah dikonversi ke dalam waktu daerah
64
menghasilkan pukul 11°51°26°WIB. Dengan ditambah ikhtiyyat 4
menit maka menjadi 11°55°26° WIB.
Penelitian ke-3
Penelitian ketiga dilakukan pada tanggal 26 februari 2016,
diketahui bahwa saat itu awal waktu Dzuhur sama yaitu ketika waktu
zawal, pukul 12.00 WH ditambah 4 menit dengan equation of time
sebesar -00°12°54°. Kemudian di konversikan kedalam waktu daerah
dengan rumus:
WD = WH – e + ( λd – λt ) : 15
12.04 –(-10°12°54°)+(105˚-110°29°):15 = 11°50°58° WIB
Setelah dilakukun konversi ke dalam awal waktu Shalat
Dzuhur diketahui hasil penelitian menunjukkan bahwa awal waktu
Shalat Dzuhur pada tanggal 26 februari 2016 Bencet menunjukkan
pukul 12.00 WH, setelah dikonversi ke dalam waktu daerah
menghasilkan pukul 11°50°58°WIB. Dengan ditambah ikhtiyyat 4
menit maka menjadi 11°54°58° WIB.
Penelitian ke-4
Penelitian keempat dilakukan pada tanggal 28 februari 2016
diketahui bahwa saat itu awal waktu Dzuhur sama yaitu ketika waktu
zawal, pukul 12.00 WH ditambah 4 menit dengan equation of time
sebesar -00°12°32°. Kemudian di konversikan kedalam waktu daerah
dengan rumus:
65
WD = WH – e + ( λd – λt ) : 15
12.04 – (-0°12°32°)+(105°-110°2°):15 = 11°50°36° WIB
Setelah dilakukun konversi ke dalam awal waktu Shalat
Dzuhur diketahui hasil penelitian menunjukkan bahwa awal waktu
Shalat Dzuhur pada tanggal 29 februari 2016 Bencet menunjukkan
pukul 12.00 WH, setelah dikonversi ke dalam waktu daerah
menghasilkan pukul 11°50°36°WIB. Dengan ditambah ikhtiyyat 4
menit maka menjadi 11°54°36° WIB.
Penelitian ke-5
Penelitian kelima dilakukan pada tanggal 1 maret 2016
diketahui bahwa saat itu awal waktu Dzuhur sama yaitu ketika waktu
zawal, pukul 12.00 WH ditambah 4 menit dengan equation of time
sebesar -00°12°21°. Kemudian di konversikan kedalam waktu daerah
dengan rumus:
WD = WH – e + ( λd – λt ) : 15
12.04 – (-00°12°21°)+(105°-110°29°):15 = 11°50°25° WIB
Setelah dilakukun konversi ke dalam awal waktu Shalat
Dzuhur diketahui hasil penelitian menunjukkan bahwa awal waktu
Shalat Dzuhur pada tanggal 3 maret 2016 Bencet menunjukkan pukul
12.00 WH, setelah dikonversi ke dalam waktu daerah menghasilkan
pukul 11°50°25° WIB. Dengan ditambah ikhtiyyat 4 menit maka
menjadi 11°54°25° WIB.
66
Dari observasi awal waktu Shalat Dzuhur yang sudah
dilakukan penelitian selama 5 kali pada Bencet di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga yaitu pada tanggal 20, 23,
26, 28 februari dan tangga 1 maret 2016, penulis membandingkan
dengan hasil perhitungan awal waktu Shalat Dzuhur menggunakan
data ephimeris pada Win Hisab sebagai berikut:
Tanggal
Observasi
Awal
Waktu
Shalat
Dzuhur
Pada Jam
Bencet
Awal Waktu
Shalat Dzuhur
Setelah
Dikonversi
Awal
Waktu
Shalat
Dzuhur
Pada Win
Hisab
Selisih
Waktu
Shalat
Dzuhur
Antara Jam
Bencet
Dengan
Win Hisab
20 Februari
2016 12.04 11°55°59° 11°54° 00°01°59°
23 Februari
2016 12.04 11°55°26° 11°54° 00°01°26°
26 Februari
2016 12.04 11°54°58° 11°53° 00°02°58°
28 Februari
2016 12.04 11°54°36° 11°53° 00°00°36°
1 Maret
2016 12.04 11°54°25° 11°52° 00°00°25°
Dari keterangan tabel diatas Penulis dapat menyimpulkan
bahwa tinggat akurasi awal waktu Dzuhur pada Jam Bencet di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga mempunyai
selisih lebih mundur 1.26 - 2.25 menit, menurut penulis hal ini dapat
dimaklumi mengingat waktu ikhtiyyat yang ditambahkan 4 menit
67
karena biasanya dalam perhitungan hisab data ephemeris hanya
menggunakan waktu ikhtiyyat kurang lebih 1-2 menit saja. Dari hasil
tersebut penulis menyimpulkan bahwa Jam Bencet tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan digunakan sebagai acuan dalam
penentuan awal waktu Shalat.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis dari beberapa bab terdahulu,
maka selanjutnya penulis akan menyimpulkan sebagai jawaban akhir dari
pokok-pokok permasalahan yang diangkat penulis, kesimpulannya adalah
sebagai berikut:
1. Metode penggunakan jam Bencet dalam penentuan awal waktu Shalat
di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Salatiga yaitu
dengan melihat bayang-bayang Matahari dalam bidang dial Jam
Bencet. Untuk menentukan awal waktu Shalat Dhuhur dapat melihat
langsung pada bayangan gnomon di bidang dial Bencet, apabila
bayangan gnomon sudah menujukkan angka 12 (waktu Matahari
berkulminasi) lebih 1 garis sebagai ihtiyyat yang berati menunjukan
pukul 12.04 istiwa‟, maka waktu tersebut bisa dipastikan sudah masuk
waktu Dhuhur. Waktu Dhuhur ini biasanya dijadikan waktu
pengkalibrasi jam istiwa‟ yang berada di masjid. Adapun untuk
menentukan awal waktu Shalat Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh
penentuan awal waktu Shalatnya tidak bisa secara langsung
menggunakankan jam Bencet dikarenakan grafik pada bidang dial jam
Bencet hanya menunjukann waktu perkiraan, karena tidak adanya
standar khusus dalam awal waktu Shalat Ashar dan tidak adanya sinar
Matahari di malam hari, sehingga untuk menentukan awal waktu
69
Shalat selain waktu Dhuhur masih menggunakan bantuan perhitungan
hisab.
2. Tingkat keakuraisan pada Jam Bencet di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi-ien Kalibening Salatiga dalam menetukan awal waktu Shalat
Dhuhur cukup akurat. Berdasarkan penelitian penulis, bayangan
gnomon Jam Bencet pada awal waktu Shalat Dzuhur mendekati
perhitungan dengan hisab kontemporer. Selisih waktu Shalat pada Jam
Bencet dan waktu Shalat dengan metode hisab kontemporer berkisar
antara 1.26 – 2.25 menit. Selisih tersebut masih bisa dimaklumi
mengingat waktu ikhtiyat yang ditambahkan adalah 4 menit. Akan
tetapi Jam Bencet tidak bisa dijadikan pedoman untuk menentukan
awal waktu Shalat Ashar, Magrib, Isya‟, dan Subuh karena pada waktu
malam hari jam Bencet tidak bisa digunakan.
B. SARAN
1. Dalam pengkalibrasian terhadap jam Istiwa‟ yang berada di Masjid,
hendaknya dikalibrasi minimal 2 hari sekali mengingat pergerakan
Matahari yang selalu berubah.
2. Konsep waktu Jam Bencet perlu dipertimbangkan lagi karena
hakikatnya Jam Bencet hanya berfungsi pada saat ada sinar Matahari
atau hanya sebagai penunjuk waktu Shalat Dzuhur saja, karena pada
bidang dial jam Bencet tidak ada patokan atau standar khusus dalam
penetapan awal waktu Shalat, sehingga penetapan waktu Shalat selain
Dzuhur sifatnya hanya masih perkiraan.
70
3. mengingat jam bencet memiliki banyak kekurangan terutama ketika
matahari tidak dapat menyinari dalam waktu atau jangka yang relatif
panjang, maka sebagai pengguna janganlah hanya bergantung atau
"saklek" pada jam bencet saja, akan tetapi lebih terbuka kepada hisab
kontemporer.
4. Mempelajari ilmu falak adalah fardlu kifayah. Hendaknya ilmu ini
tetap dijaga eksistensinya dengan melakukan pengembangan dan
pembelajaran serta melestarikan instrumen falak klasik agar warisan
keilmuan ulama terdahulu tidak punah ditelan oleh zaman.
5. Skripsi ini masih sangat sederhana dan banyak kekurangan sehingga
masih membutuhkan saran dan kritik yang konstruktif sehingga skripsi
ini akan lebih sempurna, yang menjadikannya karya ilmiah yang bisa
bermanfaat bagi masyarakat dan penulis umumnya.
C. PENUTUP
Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. penulis ucapkan sebagai
ungkapan rasa syukur karena telah menyelesaikan skripsi ini. Meskipun
telah berupaya dengan optimal, penulis yakin masih ada kekurangan dan
kelemahan skripsi ini dari berbagai sisi. Namun demikian penulis berdo‟a
dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
para pembaca pada umumnya.
Atas saran dan kritik konstruktif untuk kebaikan dan kesempurnaan
tulisan ini, penulis ucapkan terima kasih.
Wallah al-A‟lam bi al- shawab.
1
DAFTAR PUSTAKA
RI, Kementrian Agama. 2012. A-lquran dan Terjemahnya. Dicetak oleh: PT
Sinergi Pustaka Indonesia.
Hambal, Ahmad Bin. 1978. Musnad Ahmad Bin Hambal, Jilid III. Beirut: Dar Al-
Fikr.
Khazin, Muhyiddin. 2005. Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik. Yogyakarta:
Buana Pustaka.
Muchyidin, Ali. 2015. Astronomi Islam, Upaya Memahami Dalam Ranah Fiqh,
Sains, dan Mitos. Rembang: Pustaka Rahmatika.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Khazin, Muhyiddin. 2005. Kamus Ilmu Falak. Yogyakarta: Buana Pustaka
Ezmir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali
Press.
Hasan, Muhammad Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya.
Bogor: PT Ghalia Indonesia.
Sari, Endang Ratna. 2012. Studi Analisis Jam Bencet Karya Kiai Misbachul
Munir Dalam Penentuan Awal Waktu Shalat. Skripsi Fakultas Syari‟ah
IAIN Walisongo Semarang.
Izzudin, Ahmad. 2002. Ilmu Falak Praktis. Metode Hisab-Rukyat Praktis dan
Solusi Permasalahannya. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
As-Syadlani, Shalih bin Ghanim bin Abdullah. 2007. Panduan Shalat Jama‟ah.
Hukum, adab, hikmah, sunnah, & peringatan penting tentang
pelaksanaan shalat berjama‟ah. Solo: Pustaka Arafah.
Pusat, Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, tt. Almanak Hisab Dan Rukyat.
Diterbitkan oleh: Proyek Pembinaan Bandan Peradilan Agama Islam
Haromen, Dimyati. tt. Risalaah Hisab Arah Kiblat Dan Waktu Shalat. Pulutan
sidorejo salatiga.
http://lembarbacaan.blogspot.co.id/2013/02/sundial.html, diakses pada hari Sabtu,
tanggal 27 Februari 2016 pukul 7:21 am.
https://id.wikipedia.org/wiki/Jam_matahari, diakses pada hari Jum‟at, tanggal 19
Februari 2016 pukul 20:16 pm.
2
Wawancara kepada KH. Abda‟ Abdul Malik, pengasuh Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi-ien serta Penasehat Masjid Al-Muttaqiin Kalibening
Salatiga pada tanggal 1 Maret 2016 di Kalibening Tingkir Kota Salatiga.
Wawancara kepada Ust. Achmad Darojat Jumadil Kubro pada tanggal 29 Februari
2016 di Sektretariat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah [SPPQT]
Kalibening Tingkir Kota Salatiga.
Wawancara kepada Ust. Abdul Roziq pada tanggal 2 Maret 2016 di Kalibening
Tingkir Kota Salatiga
Wawancara kepada Ust. Sholikhin pada tanggal 21 Februari 2016 di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Kalibening Tingkir Kota Salatiga.
Winhisab. Version 2.0. Copyright© 1994, 1995, 1996, IQ Soft. This Product Is
Lisensed. Badan Hisab & Rukyat Departemen Agama Republik
Indonesia.
3
DAFTAR NILAI SKK
Nama : IMAM SAFRUDY
NIM : 21111032
Jurusan/Progdi : SYARI‟AH/ AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
Dosen PA : Heni Satar N, S.H., M.Si.
NO. JENIS KEGIATAN PELAKSANAAN JABATAN NILAI
1 Sertifikat Penghargaan
Seminar Nasional Dan
Bedah Buku “
Terpesona di Sidratul
Muntaha ”
15 Juli 2011 Peserta 6
2 Piagam Penghargaan
Seminar Nasional
Dalam Rangka
Pelantikan Pengurus
HMI Dengan Tema “
Kepemimpinan Dan
Masa Depan Bangsa ”
23 Februari 2013 Peserta 6
3 Sertifikat User
Education, Di
Perpustakaan Sekolah
Tinggi Agama Islam
(STAIN) Salatiga
19 September
2011 Peserta 2
4 Sertifikat
Pembentukan Anak
Cabang (PAC) Kec.
Sumowono “ Menuju
Generasi Muda Yang
Madiri, Loyal Dan
Militan Dalam Ber-
Aswaja Dan
Berbangsa ”
13 April 2014 Panitia 2
5 Sertifikat Tafsir
Tematik “ Sihir Dalam
Perspektif Alquran
Dan Hukum Negara ”
4 Mei 2013 Panitia 2
6 Sertifikat “ Workshop
Penyusunan Bahan
Ajar Mapel Alqur‟an
Dan Hadits Diniyyah
Takmiliyyah Wustha
11 Juni 2014 Peserta 3
4
Angkatan II Tahun
2014 ”
7 Sertifikat Pengajian
Akbar “ Silaturahmi
Masyarakat Udanwuh
Dan Tasyakuran
Lomba TPQ Desa
Udanwuh ”
12 April 2015 Panitia 2
8 Setifikat Kegiatan
Pesantren Ramadhan
SMK N 3 di Pon-Pes
Hidayatul Mubtadi-Ien
10-12 Juli 2015 Pemateri 3
9 SK. Kepala UPK
Pengangkatan
Pengurus JQH Stain
Salatiga 2010/2011
03 Januari 2012 Sie. Rebana
Sekretaris 4
10 SK. Kepala UPK
Pengangkatan
Pengurus JQH Stain
Salatiga 2013
31 Januari 2013 Sekretaris
Umum 4
11 SK. Pon-Pes Hidayatul
Mubtadi-ien
Penanggung Jawab
Wadik PPS Hidayatul
Mubtadi-Ien
Kalibening Salatiga
1 Juli 2014 Bendahara 2
12 Piagam Penghargaan
MTQ Umum IV
Jam‟iyyatul Qurro‟
Wal Huffadz
3 Oktober 2012 Panitia 2
13 Piagam Penghargaan
Kegiatan Study
Banding di PTIQ, UIN
Syarif Hidayatullah,
PSQ Jakarta, JQH
Stain Salatiga
10-11 Juli 2012 Peserta 2
14 Piagam Penghargaan
Lomba Qiroatul Kutub
Pra Haflah
Akhirussanah Pon-Pes
Hidayatul Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga
26 Juni 2012 Juara 1 Lomba
Baca Kitab 3
15 Serifikat PAB JQH Al-
Furqan Stain Salatiga
Dengan Tema “
Menumbuhkan
13-14 Desember
2014 Panitia 3
5
Karakter Islami dan
Qurani ”
16 Sertifikat Gebyar Seni
Qur‟ani (GSQ) Umum
Ke –IV Se-Jawa
Tengah Dengan Tema
“ Aktualisasi Makna
Dan Syi‟ar Alqur‟an
Sebagai Sumber
Inspirasi ” JQH Al-
Furqan Stain Salatiga
5 November 2014 Panitia 2
17 Sertifikat Achievement
Motivation Training
(AMT) Mahasiswa
Baru Sekolah Tinggi
Agama Islam (Stain)
Salatiga
23 Agustus 2011 Peserta 2
18 Sertifikat Opak “
Revitalisasi Gerakan
Mahasiswa di Era
Modern Untuk
Kejayaan Indonesia ”
Dema Stain Salatiga
23 Agustus 2011 Peserta 3
19 Sertifikat Penghargaan
Kegiatan Malam
Keakraban (Makrab)
Mahasiswa Syari‟ah
Bertajuk “ Semalam
Sehati ” Oleh HMJ
Syari‟ah Stain Salatiga
09 Oktober 2011 Peserta 2
20 Piagam Penghargaan
Dalam Acara ODK
(Orientasi Dasar
Keislaman) Stain
Salatiga Dengan Tema
“ Menemukan Muara
Sebagai Mahasiswa
Rahmatan Lil „Alamin
”
24 Agustus 2011 Peserta 2
21 Sertifikat “ Tahtimul
Qur‟an ” JQH Stain
Salatiga
05 April 2013 Peserta 2
22 Sertifikat Seminar
Nasional “
Mewaspadai Gerakan
Islam Garis Keras di
23 Juni 2012 Peserta 6
6
Perguruan Tinggi ”
Dema Stain Salatiga
23 Settifikat Workshop
Pengembangan Desain
Modul Pendidikan
Toleransi, HAM Dan
Perdamaian Di
Pesantren oleh
Pesantren For Peace
24 Mei 2015 Peserta 3
24 Sertifikat Seminar
Entrepreneurship Dan
Koperasi Kopma Dan
Kasei Stain Salatiga
25 Agustus 2011 Peserta 2
25 Sertifikat Kegiatan “
Gorah Masal ” JQH
Stain Salatiga
12 Mei 2012 Peserta 2
26 Sertifikat Workshop
Sholawat Nasional “
Dengan „Arudl Kita
Bisa Menciptakan
Sya‟ir Dengan Sya‟ir
Kita Bisa Merubah
Hidup ”
Oleh UKM JQH Al-
Mizan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
18 Februari 2013 Peserta 6
27 Sertifikat Penghargaan
Tafsir Tematik Dalam
Upaya Menjawab
Persoalan Isra‟el Dan
Palestina Oleh JQH
Stain Salatiga
1 Desember 2012 Panitia 2
28 Piagam Penghargaan “
Gebyar Rebana ” di
Ponpes Ittihadul Asna,
Klumpit, Sidorejo
Kidul, Salatiga
15 Februari 2014 Juara I
(Anggota) 3
29 Piagam Penghargaan “
Gebyar Seni Qur‟ani
Cabang Lomba Reraba
Klasik ” JQH Al-
Furqan IAIN Salatiga
8 November 2015 Peserta
(Anggota) 2
30 Piagam Penghargaan “
Gebyar Rebana ” Di
Ponpes Ittihadul Asna,
Klumpit, Sidorejo
23 Januari 2016 Juara Ii
(Anggota) 3
7
Kidul, Salatiga
31 Piagam Lomba Pra
Muwadaah
Akhirussanah Pondok
Pesantren Hidayatul
dan Madrasah
Mubtadi-ien
Kalibening Salatiga
29 Mei 2014 Panitia 2
32 Sertifikat Kegiatan “
Anak Sholeh 16 ”
Media Pembelajaran
Anak, Madrasah
Hidayatu Mubtadiien
Kalibening Salatiga
1-21 Ramadhan
1436h Panitia 3
33 Sertifikat Kursus Pra
Nikah Tingkat Kota
Salatiga Oleh Badan
Penasihatan
Pembinaan Dan
Pelestarian Perkawina
(BP.4) Kota Salatiga
24 Vopember
2015 Peserta 3
34 Sertifikat “ Gerakan
Santri Menulis ”
Sarasehan Jurnalistik
Ramadhan 2012, Di
Pon-Pes Al Falah
Grogol, Sidomukti,
Kota Salatiga
3 Agustus 2012 Peserta 2
35 SK. Kepala UPK
Pengangkatan
Pengurus JQH Stain “
Al-Furqan ” Salatiga
Masa Bakti 2014
31 Januari 2014 Sie. Rebana
Ketua 4
36 SK. Ketua Stain
Salatiga Tentang
Panitia Tafsir Tematik
JQH “ Al-Furqan ”
Tahun 2013
4 Mei 2013 Sie. Konsumsi 2
37 SK. Ketua Stain
Salatiga Tetntang
Panitia Tafsir Tematik
JQH “ Al-Furqan ”
Tahun 2014
10 Mei 2014
Sie. Dekorasi
Dan
Dokumentasi
2
38 Piagam Penghargaan
Musabaqah Tilawatil
Qur‟an (MTQ)
23 Oktober 2013 Panitia 2
8
Mahasiswa V Tema “
MTQ Wahana
Apresiasi Untuk
Mencetak Insan
Qur‟ani ” JQH Stain
Salatiga
49 Sertifikat Penerimaan
Anggota Baru (PAB)
JQH Stain Salatiga
2013 Dengan Tema “
Kristalisasi Nilai
Qur‟ani Menuju Insan
Yang Penuh Hikmah ”
23-24 November
2013 Panitia 3
40 Sertifikat Mujarofadz
(Musyawarah
Jam‟iyyatul Qurra‟
Wal Huffadz) JQH Al-
Furqan IAIN Salatiga
2014
25 Desember
2014 Panitia 2
JUMLAH 113
Salatiga, 07 Maret 2016
Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama
Fakultas Syari‟ah
Ilyya Muhsin, S.HI., M.Si
NIP. 19790930 200312 1001