analisis kualitas dan ketimpangan pendidikan: studi kasus …

20
ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS SEKOLAH MENENGAH ATAS DKI JAKARTA 1 Iman Nurfakihiswara, 2 Rima Prama Artha 1,2 Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Studi ini meneliti determinan dari kualitas pendidikan dalam SMA Negeri dan Swasta di Jakarta. Menggunakan dataset individu sekolah dan teknik regressi panel fixed effect, studi ini menggambarkan analisis terhadap karakteristik sekolah (rasio siswa guru, tingkat pendidikan guru, pengalaman guru, penerimaan sekolah, dan kondisi sekolah). Penelitian ini menyimpulkan bahwa rasio siswa guru memiliki peran penting dalam pencapaian siswa. Namun, tingkat pendidikan guru, pengalaman guru, penerimaan sekolah, dan kondisi sekolah (lingkungan, akreditasi, dan kondisi bangunan) tidak menjelaskan kualitas pendidikan pada suatu sekolah. Selain itu, penelitian ini juga menyajikan analisis deskriptif yang menunjukkan ketimpangan dari nilai ujian dan rasio kelulusan – ketidaklulusan berbasiskan koefisien Gini di tingkat provinsi. Kata Kunci: kualitas sekolah, karakteristik sekolah, performa siswa, Gini kualitas sekolah Analysis of Educational Quality and Inequality: Case Study High school in Jakarta Abstract This study investigates the determinants of school quality within public and private senior high school in Jakarta. Using individual school dataset and fixed effect panel regression technique, this paper provides an analysis of school characteristics (student-teacher ratio, teacher education level, teacher experience, school’s income, and school’s condition). This research concludes that student-teacher ratio plays an important role in student achievement. However, teacher education level, teacher experience, income of the school, and condition of the school (environment, accreditation, and building condition) do not describe the quality of education on a school. In addition, this research also provides a descriptive analysis showing inequality of exam score and graduated – not graduated ratio based on Gini coefficient in province level. Keywords: school quality, school characteristics, student performance, Gini education quality. Pendahuluan Pendidikan merupakan satu dari beberapa indikator penentu pembangunan ekonomi suatu negara. Menurut Todaro dan Smith (2012), pendidikan menentukan pendapatan seorang individu. Pendapat yang sama lebih dahulu diutarakan oleh Mincer (1975). Mincer berpendapat bahwa selain pengalaman, jangka waktu seseorang bersekolah mempengaruhi tingkat penerimaan secara positif. Dengan tingkat penerimaan yang tinggi, maka suatu negara Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS SEKOLAH MENENGAH ATAS DKI JAKARTA

1Iman Nurfakihiswara, 2Rima Prama Artha

1,2Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Studi ini meneliti determinan dari kualitas pendidikan dalam SMA Negeri dan Swasta di Jakarta. Menggunakan dataset individu sekolah dan teknik regressi panel fixed effect, studi ini menggambarkan analisis terhadap karakteristik sekolah (rasio siswa guru, tingkat pendidikan guru, pengalaman guru, penerimaan sekolah, dan kondisi sekolah). Penelitian ini menyimpulkan bahwa rasio siswa guru memiliki peran penting dalam pencapaian siswa. Namun, tingkat pendidikan guru, pengalaman guru, penerimaan sekolah, dan kondisi sekolah (lingkungan, akreditasi, dan kondisi bangunan) tidak menjelaskan kualitas pendidikan pada suatu sekolah. Selain itu, penelitian ini juga menyajikan analisis deskriptif yang menunjukkan ketimpangan dari nilai ujian dan rasio kelulusan – ketidaklulusan berbasiskan koefisien Gini di tingkat provinsi.

Kata Kunci: kualitas sekolah, karakteristik sekolah, performa siswa, Gini kualitas sekolah

Analysis of Educational Quality and Inequality: Case Study High school in Jakarta

Abstract

This study investigates the determinants of school quality within public and private senior high school in Jakarta. Using individual school dataset and fixed effect panel regression technique, this paper provides an analysis of school characteristics (student-teacher ratio, teacher education level, teacher experience, school’s income, and school’s condition). This research concludes that student-teacher ratio plays an important role in student achievement. However, teacher education level, teacher experience, income of the school, and condition of the school (environment, accreditation, and building condition) do not describe the quality of education on a school. In addition, this research also provides a descriptive analysis showing inequality of exam score and graduated – not graduated ratio based on Gini coefficient in province level.

Keywords: school quality, school characteristics, student performance, Gini education quality.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan satu dari beberapa indikator penentu pembangunan ekonomi suatu

negara. Menurut Todaro dan Smith (2012), pendidikan menentukan pendapatan seorang

individu. Pendapat yang sama lebih dahulu diutarakan oleh Mincer (1975). Mincer

berpendapat bahwa selain pengalaman, jangka waktu seseorang bersekolah mempengaruhi

tingkat penerimaan secara positif. Dengan tingkat penerimaan yang tinggi, maka suatu negara

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 2: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

relatif lebih mudah membangun bangsanya jika lebih banyak orang yang berpendidikan

daripada yang tidak. Tidak mengherankan apabila negara-negara di dunia dengan cepat

menanggapi pentingnya investasi manusia sebagai prioritas utama investasi non-fisik. Sebagai

bentuk investasi, tentu saja pendidikan akan menghasilkan keuntungan di masa depan.

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan negara,

terutama dalam pembangunan ekonomi.

Pembangunan pendidikan sendiri menempati posisi strategis sebagai modal dasar

pembangunan secara menyeluruh. Pentingnya peran pendidikan ditunjukkan oleh tujuan

kedua Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000, yaitu mencapai pendidikan

dasar secara universal sehingga pada tahun 2015 ditargetkan untuk setiap anak dapat

menyelesaikan pendidikan dasar. (Todaro dan Smith, 2012). Pembangunan pendidikan tidak

berhenti ketika MDGs digantikan oleh Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun

2015. SDGs memiliki target untuk menjamin pendidikan yang inklusif dan berkualitas untuk

semua serta mempromosikan pembelajaran seumur hidup, karena memperoleh pendidikan

yang berkualitas adalah dasar untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan pembangunan

berkelanjutan. (PBB, 2015)

Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut bertanggung jawab dalam

pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan UU No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada UU tersebut, Bab IV

Bagian I pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan ayat (5) menyatakan bahwa setiap warga

negara berhak untuk mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Grafik 1 Angka Partisipasi Murni SMA/SMK, provinsi di Pulau Jawa 2011 – 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016

01020304050607080

2011

2012

2013

2014

2015

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 3: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai program dan kebijakan terkait pendidikan

yang selaras dengan usaha pencapaian tujuan pendidikan SDGs. Program dan kebijakan

tersebut di antaranya Wajib Belajar Sembilan Tahun (Wajar), Bantuan Siswa Miskin (BSM),

dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Hasil dari berbagai usaha yang telah dilakukan oleh

pemerintah tersebut dapat dilihat salah satunya melalui tren angka partisipasi murni (APM)

pendidikan formal yang meningkat di Indonesia dalam lima tahun terakhir.

Tabel 1 Posisi Indonesia bedasarkan PISA

Tahun Studi

Mata Pelajaran

Skor Rata-rata Indonesia

Skor Rata-rata Internasional

Peringkat Indonesia

Jumlah Negara Peserta Studi

2000 Membaca 371 500 39

41 Matematika 367 500 39 Sains 393 500 38

2003 Membaca 382 500 39

40 Matematika 360 500 38 Sains 395 500 38

2006 Membaca 393 500 48 56 Matematika 391 500 50 57 Sains 393 500 50

2009 Membaca 402 500 57

65 Matematika 371 500 61 Sains 383 500 60

Sumber: Litbang Kemendikbud, 2016

Namun, ekspansi sekolah selama ini belum menghasilkan siswa lulusan dengan pengetahuan

dan keahlian yang diperlukan untuk membangun bangsa yang kompetitif di masa depan.

Fakta ini ditunjukkan oleh rendahnya kemampuan murid tingkat 8 (SMP kelas 2)

dibandingkan dengan negara tetangga Asia pada pengujian internasional PISA (Programme

for International Student Assessment). Peringkat yang selalu berada di urutan bawah

menunjukkan bahwa ekspansi partisipasi sekolah tidak diikuti dengan peningkatan kualitas

pendidikan di Indonesia.

Akses pendidikan mungkin tidak lagi menjadi permasalahan yang sulit bagi pemerintah

Provinsi DKI Jakarta. Seluruh siswa dari setiap jenjang pendidikan yang bertempat tinggal di

Jakarta dapat memperoleh kesempatan untuk dapat bersekolah melalui program BOS dan

Kartu Jakarta Pintar (KJP). Saat ini, masalah serius yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi

DKI Jakarta adalah ketimpangan kualitas pendidikan itu sendiri, terutama pada jenjang SMA.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 4: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Beberapa SMA di DKI Jakarta dikategorikan “SMA unggulan”1 seperti SMAN 8, SMAN 28,

dan SMAN 81 Jakarta.

Tabel 2 Statistik PPDB SMA Terpilih Jalur Reguler Tahap 1 Umum Periode 2013/2014

Nama Sekolah Rata-rata Nama Sekolah Rata-rata SMA NEGERI 8 9.502 SMA Negeri 115 7.62 SMA NEGERI 28 9.441 SMA Negeri 15 7.612 SMA NEGERI 81 9.435 SMA Negeri 41 7.557 SMA NEGERI 39 9.298 SMA Negeri 17 7.556 SMA NEGERI 34 9.289 SMA Negeri 114 7.473

Sumber: Penerimaan Peserta Didik Baru Provinsi DKI Jakarta, 2013

Ketimpangan kualitas pendidikan antar sekolah dapat dilihat dari sisi input (nilai PPDB) dan

output (nilai UN). Ketimpangan kualitas pendidikan antar sekolah khususnya pada jenjang

SMA Negeri ditunjukkan oleh timpangnya Nilai Ujian Nasonal (NUN) yang digunakan para

calon peserta didik saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sebagai contoh,

untuk dapat bersekolah di SMA Negeri 8 Jakarta calon peserta didik harus memiliki rata-rata

NUN minimal 9,502. Kondisi ini menjadikan SMA Negeri 8 Jakarta berada pada peringkat

teratas SMA dengan minimal NUN tertinggi dalam proses penerimaan murid baru. SMA

Negeri 8 Jakarta dikategorikan sebagai “SMA Unggulan” karena memiliki peserta didik yang

relatif pintar disebabkan tingginya nilai minimal untuk dapat bersekolah di SMA ini, jika

dibandingkan dengan SMA Negeri 114 Jakarta yang hanya memiliki rata-rata NUN sebesar

7,473. Ketimpangan yang lebih besar mungkin akan terlihat jika saja sekolah-sekolah swasta

juga menggunakan sistem NUN dalam proses penerimaan siswa barunya. Jika diasumsikan

siswa lulusan SMP yang memiliki NUN dibawah NUN minimal SMA Negeri terendah

(SMAN 114) tidak dapat diterima di SMA Negeri, maka mereka akan memilih untuk

melanjutkan sekolah di SMA swasta, tanpa mengesampingkan kemungkinan bahwa lulusan

SMP dengan NUN tinggi juga memilih bersekolah di SMA Swasta.

Ketimpangan kualitas pendidikan antar sekolah akan menyebabkan proses pembelajaran yang

terjadi dalam suatu sekolah menjadi tidak efektif. Proses pembelajaran yang tidak efektif pada

akhirnya menghasilkan output yang tidak sesuai dengan harapan. Ketimpangan kualitas

pendidikan menyebabkan ketimpangan kualitas antar siswa lulusan, yang menjadi salah satu

indikator kualitas suatu sekolah. Masalah yang mungkin disebabkan oleh adanya ketimpangan 1Mortimore dalam Sammons (1995), mendefinisikan sekolah unggulan di mana kemajuan siswa lebih jauh dari yang diharapkan dengan mempertimbangkan asupannya. Sekolah unggulan lalu menambahkan nilai ekstra kepada hasil siswanya.dibandingkan dengan sekolah lain yang menyediakan asupan serupa.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 5: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

ini adalah dalam hal penciptaan peluang. Siswa yang mendapatkan pendidikan dengan

kualitas rendah akan sulit bersaing dengan siswa yang mendapatkan pendidikan dengan

kualitas yang lebih baik dalam hal akademis. Mereka akan sulit untuk mendapatkan nilai

Ujian Nasional yang baik, bahkan hanya untuk sekedar lulus Ujian Nasional. Lebih jauh,

perbedaan kualitas ini mungkin menyebabkan perbedaan peluang untuk melanjutkan ke

jenjang pendidikan tinggi dengan kualitas yang baik atau perbedaan peluang mendapatkan

pekerjaan yang sesuai ketika mereka memilih untuk terjun ke pasar tenaga kerja.

Tinjauan Teoritis

Pendidikan dan Pentingnya Kualitas Pendidikan

Pendidikan memiliki peran dalam penyerapan teknologi modern untuk mengembangkan

kapasitas bagi suatu negara agar tercipta pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Semakin meratanya kesempatan bersekolah di semua tingkat akan mendorong pertumbuhan

ekonomi agregat melalui (1) terciptanya angkatan kerja yang lebih produktif karena memiliki

bekal pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik; (2) tersedianya kesempatan kerja yang

lebih luas dan kesempatan mendapatkan penghasilan bagi para guru, pekerja bangunan, dan

pekerja lain yang terkait dengan sekolah; dan (3) terciptanya kelompok pemimpin yang

terdidik (Todaro dan Smith, 2012).

Pendidikan baik beperan peran besar dalam kemudahan saat pencarian pekerjaan dan

mendapatkan penerimaan yang baik. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi relatif tidak

dipengaruhi oleh tren pengangguran, karena pencapaian pendidikan yang tinggi membuat

individu terlihat lebih menarik. Kualitas pendidikan yang lebih tinggi diterjemahkan menjadi

penerimaan yang lebih besar untuk individu selama masa hidup mereka. Masyarakat dengan

tenaga kerja yang lebih teredukasi juga dapat mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang

lebih cepat. Kimko dan Hanushek (2000) berpendapat bahwa perbedaan kualitas sekolah

memiliki dampak terhadap perbedaan kualitas (produktivitas) angkatan kerja, yang pada

akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antar negara.

Penelitian yang dilakukan oleh Mincer (1975) membuktikan adanya korelasi positif antara

peran pendidikan dengan tingkat penerimaan (gaji) yang akan diterima seseorang di masa

depan. Mincer membangun sebuah persamaan yang menunjukkan bahwa perubahan gaji

seseorang, selain dipengaruhi oleh pengalaman yang didapatnya juga dipengaruhi lamanya

durasi bersekolah. Selain itu, Hanushek dan Wößmann (2007) juga menemukan bahwa

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 6: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

semakin baik performa individu dalam standardized test, maka akan semakin mungkin orang

tersebut menerima pendapatan yang baik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pendidikan

Hanushek (2007) berpendapat bahwa sebuah fungsi produksi sederhana (education

production function, EPF) berada di balik sebagian besar analisis ekonomi pendidikan. Pada

umumnya yang menjadi input dalam fungsi produksi tersebut adalah sumber daya sekolah,

kualitas guru, dan atribut keluarga siswa. Sedangkan pencapaian siswa menjadi output.

Output dari proses pendidikan (pencapaian siswa) berhubungan langsung terhadap input yang

dikontrol langsung oleh pembuat kebijakan (karakteristik sekolah, guru, dan kurikulum) dan

yang tidak terlalu dikontrol seperti latar belakang keluarga dan bakat bawaan atau kapasitas

belajar siswa. Lebih jauh, ketika pencapaian dapat diukur dalam berbagai waktu, proses

pendidikan bersifat kumulatif, input yang diterapkan dalam suatu waktu di masa lalu

mempengaruhi tingkat pencapaian siswa saat ini. Latar belakang keluarga biasanya

dikarakteristikkan sebagai karakteristik sosial-demografi seperti pendidikan orang tua,

pendapatan orang tua, dan ukuran keluarga. Input sekolah pada umumnya memasukkan latar

belakang guru (tingkat pendidikan, pengalaman, jenis kelamin, ras, dan lainnya), organisasi

sekolah (ukuran kelas, fasilitas, pengeluaran administratif, dan lainnya), dan faktor komunitas

(pengeluaran untuk pendidikan).

Bowles (1970) menyajikan education production function berdasarkan evaluasi pendidikan

dari output yang dihasilkan sekolah sebagai,

𝐴 = 𝑓(𝑋!,… ,𝑋!,𝑋!,… ,𝑋! ,𝑋! ,… ,𝑋!)

di mana,

A = Satuan pengukuran output sekolah – sebagai contoh, skor pencapaian pada uji

skolastik.

X1,…,Xm = Variabel pengukuran lingkungan sekolah. Variabel ini pada umumnya

mencakup jumlah dan kualitas pelayanan pengajaran, fasilitas fisik sekolah, dan durasi waktu

bahwa siswa terpapar input ini.

Xn,…,Xv = Variabel yang menunjukan pengaruh lingkungan luar sekolah terhadap

pembelajaran – contohnya, pencapaian pendidikan orang tua siswa.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 7: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Xw,…,Xz = Variabel yang mewakili kemampuan siswa dan tingkat awal pembelajaran

yang dicapai oleh siswa sebelum masuk ke dalam jenis pendidikan yang bersangkutan.

Education production function inilah yang kemudian oleh para peneliti pendidikan dijadikan

sebagai model pedoman dalam analisis pengaruh sektor pendidikan. Karakteristik sekolah

dalam model education production function juga digunakan penulis sebagai model acuan

dalam penelitian ini.

Di Indonesia, Suryadarma et al (2004) meneliti determinan dari prestasi siswa kelas empat

sekolah dasar dalam uji matematika dan pendiktean. Ditemukan bahwa prestasi siswa secara

kuat dipengaruhi oleh variabel individu, guru, dan sekolah. Tingkat pendidikan orang tua,

rasio siswa-guru, kualitas fasilitas sekolah, dan tingkat absensi guru menjadi variabel yang

signifikan. Dari variabel spesifik siswa, siswi perempuan memiliki performa yang lebih baik

daripada siswa laki-laki. Pendidikan orang tua juga memiliki korelasi positif dengan performa

siswa. Selain itu, guru yang tidak puas dengan pendapatannya memberikan input pada tingkat

yang sama dengan guru yang puas dengan pendapatannya. Penelitian ini juga mendukung

bahwa kualitas fasilitas sekolah yang baik berasosiasi positif terhadap performa siswa.

Altinok (2008) melakukan studi untuk membuktikan apakah faktor sumber daya sekolah

memiliki pengaruh terhadap kualitas pendidikan. Tujuan dari studi ini adalah untuk

menghitung sampai tingkat sebesar apa output (kualitas sekolah) dalam sebuah fungsi

produksi pendidikan, pada suatu sistem pendidikan, memiliki hubungan terhadap input

tertentu (faktor sumber daya sekolah). Dalam studi ini, Altinok menemukan bahwa tidak

terdapat hubungan antara faktor sumber daya dan performa sebuah sistem pendidikan.

Meningkatkan sumber daya sekolah tidak berpengaruh pada kualitas sekolah di tingkat

makroekonomi.

Ketimpangan dan Masalah Ketimpangan

Ketimpangan didefinisikan sebagai kualitas yang tidak sama atau tidak merata. Ketimpangan

juga memiliki arti sebagai kurangnya pemerataan, kesenjangan sosial, atau kesenjangan

distribusi, hasil, atau peluang. Secara singkat, ketimpangan menggambarkan situasi yang

tidak adil dalam masyarakat ketika beberapa orang memiliki lebih banyak (hak, peluang,

uang) dan lebih baik dari orang lain (Merriam-Webster).

Dalam konteks ini, ketimpangan mengukur perbedaan antara persentase penduduk dengan

persentase sumber daya yang diterima oleh populasi tersebut. Jika satu orang memiliki

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 8: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

seluruh sumber daya yang diberikan, ketimpangan berada pada titik maksimum, dan jika

semua orang memiliki persentase yang sama dari sumber daya yang tersedia, ketimpangan

berpada pada titik minimum. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa hal menyangkut

ekonomi ataupun politik, seperti bantuan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, properti dan

kepemilikan tanah, tempat tinggal, dan kemampuan untuk mempentaruhi kebijakan

pemerintah.

Keberadaan ketimpangan dalam suatu masyarakat akan menyebabkan masalah di dalam

masyarakat tersebut. Wilkinson (2010) mengatakan bahwa ketimpangan menyebabkan

berbagai masalah sosial, di mana melemahnya kepercayaan masyarakat menjadi titik awal

dari munculnya berbagai masalah lain. Ketimpangan ekonomi yang semakin lebar akan

menyebabkan semakin melebarnya perbedaan antar kelompok sehingga meningkatkan

ketidak pastian yang pada gilirannya akan semakin menurunkan tingkat kepercayaan.

Ketimpangan ekonomi akan menciptakan kelas dalam masyarakat. Hal ini memunculkan

sekelompok masyarakat kelas bawah yang akan mengisi kawasan kumuh di perkotaan, dan

pada akhirnya menciptakan diskriminasi.

Mengukur ketimpangan dan perubahannya diperlukan untuk mengetahui posisi seseorang

relatif terhadap populasi, atau posisi sebuah sub-kelompok relatif terhadap sub-kelompok

lainnya. Selain itu pengukuran juga untuk menentukan efektivitas kebijakan yang bertujuan

mempengaruhi ketimpangan dan menghasilkan data yang diperlukan untuk menggunakan

ketimpangan sebagai variabel penjelas dalam analisis kebijakan. Beberapa metode

pengukuran ketimpangan yang populer adalah range, ratio range, standard deviation, Indeks

McLoone, Koefisien Variasi, Koefisien Gini, dan Indeks Theil.

Ketimpangan Kualitas Pendidikan

Masalah yang disebabkan oleh ketimpangan tidak hanya terjadi pada aspek ekonomi,

ketimpangan kualitas pendidikan juga dinilai menyebabkan masalah bagi suatu masyarakat.

Thomas, Wang, dan Fan (2001) meneliti pengukuran koefisien gini pendidikan dan hubungan

ketimpangan pencapaian pendidikan tersebut pada tahun 1960 – 1990 di 85 negara. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan dampak negatif ketimpangan pendidikan terhadap PDB per kapita

yang disesuaikan dengan kenaikan PPP (Purchasing Power Parity). Selain itu juga

ditemukan ketimpangan pendidikan berhubungan negatif dengan rata-rata lama bersekolah,

mengindikasikan bahwa negara dengan pencapaian pendidikan yang lebih tinggi lebih

mungkin mencapai pendidikan yang merata daripada negara dengan pencapaian yang lebih

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 9: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

rendah. Selanjutnya, Castello-Climent (2010) melakukan penelitian yang memfokuskan

ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan terhadap pertumbuhan PDB per kapita

di 102 negara berkembang dan maju pada tahun 1965 – 2005. Penelitian ini menunjukkan

bahwa, secara umum ketimpangan pendidikan memiliki dampak negatif terhadap

pertumbuhan PDB per kapita, terutama pada negara-negara berkembang.

Gungor (2010) mengkaji dampak ketimpangan pendidikan terhadap produktivitas pekerja

pada 67 provinsi di Turki pada tahun 1975-2000. Variabel ketimpangan pendidikan yang

digunakan adalah koefisien Gini dan standar deviasi pendidikan. Ketimpangan pendidikan

menjadi faktor penting yang menjelaskan variasi pada pertumbuhan output dan ketimpangan

pendidikan memiliki hubungan non-linear dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

ekonomi berhubungan terbalik dengan ketimpangan pendidikan pada tingkat koefisien Gini

pendidikan rendah, mengindikasikan distribusi pencapaian pendidikan yang lebih merata

mendorong tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi untuk provinsi dengan distribusi

pendidikan yang lebih merata.

Sementara itu, Digdowiseiso (2009) meneliti pengaruh dari perubahan pada koefisien Gini

pendidikan dan rata-rata lama tahun bersekolah terhadap ketimpangan pendapatan di

Indonesia pada periode 1996 – 2005. Menggunakan metode Gini pendidikan Thomas et al

(2001), hasil analisis ekonometri cross section dari 23 provinsi mengindikasikan bahwa Gini

pendidikan memiliki korelasi positif terhadap distribusi pendapatan.

Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan indikasi terjadinya ketimpangan kualitas

pendidikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan kualitas pendidikan tersebut

di jenjang sekolah menengah atas (SMA) Provinsi DKI Jakarta. Cakupan penelitian ini

meliputi seluruh SMA Negeri dan Swasta yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta selama tahun

2012-2014.

Pengukuran Koefisien Gini

Koefisien Gini (Gini Ratio) merupakan salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk

mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh.

𝐺𝑅 = 1− [𝑓𝑝! 𝐹𝑐! + 𝐹𝑐!!! ]!

!!!

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 10: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Di mana:

GR : Koefisien Gini

fpi : Frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci : Frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci-1 : Frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-(i-1)

Ketimpangan kualitas pendidikan pada penelitian ini juga digambarkan oleh nilai koefisien

Gini, namun koefisien Gini yang digunakan bukan merupakan koefisien Gini pendidikan yang

digunakan oleh Thomas, Wang, dan Fan (2001). Koefisien Gini pendidikan yang digunakan

Thomas, Wang, dan Fan memiliki fokus terhadap ketimpangan partisipasi dalam pendidikan,

sedangkan fokus dalam penelitian ini adalah mengukur ketimpangan kualitas pendidikan.

Untuk mendapatkan nilai koefisien Gini ketimpangan kualitas pendidikan, penelitian ini

menggunakan metode penghitungan koefisien Gini yang dilakukan para ekonom untuk

mengukur ketimpangan pendapatan, namun diukur dengan sedikit penyesuaian.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, dilakukan penyesuaian dalam pengukuran koefisien

Gini kualitas pendidikan berdasarkan pengukuran koefisien Gini pendapatan. Variabel

pengeluaran yang digunakan pada koefisien Gini pendapatan diganti dengan variabel-variabel

pendidikan yang mampu menggambarkan ketimpangan kualitas pendidikan, di antaranya nilai

Ujian Nasional (UN), proporsi peserta yang tidak lulus UN di setiap sekolah dan proporsi

siswa guru per kabupaten/kota. Pemilihan koefisien Gini sebagai ukuran ketimpangan karena

koefisien Gini lebih mudah untuk diukur serta kemampuan nilainya yang dapat secara

langsung dibandingkan dengan populasi lain. Koefisien Gini ini yang akan digunakan sebagai

metode penentuan nilai untuk variabel terikat dalam model ekonometri.

Model Penelitian

Dalam menjawab pertanyaan penelitian apakah faktor karakteristik sekolah mempengaruhi

ketimpangan kualitas pendidikan SMA di Provinsi DKI Jakarta, penelitian ini menggunakan

metode panel dengan model yang dibangun berdasar pada variabel-variabel yang telah

dijelaskan sebelumnya.

Model regresi dibangun berdasarkan education production function (EPF) yang telah ditinjau.

Karakteristik sekolah (rasio siswa guru, pendidikan guru, pengalaman guru, dan kondisi

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 11: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

sekolah) dipilih sebagai variabel indepen, sedangkan ketimpangan kualitas pendidikan diukur

menggunakan proxy proporsi peserta yang tidak lulus dan koefisien Gini nilai peserta Ujian

Nasional di masing-masing sekolah. Alasan terpilihnya karakteristik sekolah sebagai variabel

penjelas adalah karena tidak tersedianya data bagi faktor-faktor lain seperti faktor spesifik

siswa (contoh: pendapatan orang tua dan pendidikan orang tua) yang terdapat pada EPF.

Sedangkan alasan proporsi peserta yang tidak lulus dan koefisien Gini nilai peserta UN

terpilih menjadi proxy untuk mengukur kualitas pendidikan adalah karena kedua variabel

tersebut memiliki hubungan yang kuat terhadap variabel akuntabilitas pencapaian siswa

menurut The Center for Research on Education Outcomes (CREDO) dalam Hanushek dan

Raymond (2002).

Dalam menghitung ketimpangan kualitas pendidikan antar SMA di DKI Jakarta, model yang

digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan data panel dan metode fixed effect.

Model regresi dalam penelitian ini adalah:

1. Model Proporsi Tidak Lulus Peserta UN SMA

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑇𝐿!" = 𝛼 + 𝛽!𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜𝑝𝑒𝑠𝑔𝑢𝑟𝑢!" + 𝛽!𝑃𝑟𝑜𝑝𝑔𝑢𝑟𝑢𝑠2!" + 𝛽!𝑃𝑟𝑜𝑝𝑔𝑢𝑟𝑢𝑝𝑒𝑛𝑔15!" +

𝛽!𝑃𝑟𝑜𝑝𝑔𝑢𝑟𝑢𝑝𝑒𝑛𝑔15!"! + 𝛽!𝐿𝑛𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛!" + 𝛽!𝐷!"#$%&#$!" + 𝛽!𝐷!"#$!" +

𝛽!𝐷!"#$%&%'(#)!" + 𝜀!"

2. Model Koefisien Gini Nilai Peserta UN SMA

𝐺𝑖𝑛𝑖𝑈𝑁!" = 𝛼 + 𝛽!𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜𝑝𝑒𝑠𝑔𝑢𝑟𝑢!" + 𝛽!𝑃𝑟𝑜𝑝𝑔𝑢𝑟𝑢𝑠2!" + 𝛽!𝑃𝑟𝑜𝑝𝑔𝑢𝑟𝑢𝑝𝑒𝑛𝑔15!" +

𝛽!𝑃𝑟𝑜𝑝𝑔𝑢𝑟𝑢𝑝𝑒𝑛𝑔15!"! + 𝛽!𝐿𝑛𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛!" + 𝛽!𝐷!"#$%&#$!" + 𝛽!𝐷!"#$!" +

𝛽!𝐷!"#$%&%'(#)!" + 𝜀!"

Di mana:

PropTL : Proporsi peserta yang tidak lulus UN setiap SMA

GiniUN : Koefisien Gini nilai peserta UN setiap SMA

Rasiopesguru : Rasio jumlah peserta UN terhadap jumlah guru bidang studi setiap

SMA

Propgurus2 : Proporsi jumlah guru bidang studi berpendidikan minimal S2 terhadap

total guru bidang studi

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 12: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Propgurupeng15 : Proporsi jumlah guru bidang studi berpendidikan minimal 15 tahun

terhadap total guru bidang studi

Propgurupeng152 : Proporsi jumlah guru bidang studi berpendidikan minimal 15 tahun

terhadap total guru bidang studi yang dikuadratkan

LnPenerimaan : Logaritma natural dari total dana masuk yang diterima masing-masing

SMA baik dari orang tua, pemerintah, maupun yayasan

D_Lingkung : Dummy kondisi lingkungan masing-masing SMA (Lingkungan

Baik=1)

D_Akre : Dummy akreditasi sekolah masing-masing SMA (Akreditasi A=1)

D_KondisiBang : Dummy kondisi bangunan masing-masing SMA (Kondisi Bangunan

Baik=1)

Huruf “i” merupakan individu (SMA) i dan “t” merupakan tahun.

Pembahasan

Ujian Nasional menjadi salah satu penilaian keberhasilan suatu sekolah melakukan proses

pembelajaran yang baik sehingga dapat membuat siswa didikannya lulus dengan memuaskan.

Secara nasional, dalam tiga tahun terakhir DKI Jakarta secara konsisten selalu menempati

posisi lima besar rata-rata nilai UN provinsi tertinggi. Kondisi ini terjadi baik pada program

IPA maupun program IPS.

Salah satu yang mendukung posisi Provinsi DKI Jakarta dalam lima besar rata-rata nilai UN

tertinggi selama tiga tahun terakhir adalah terdapatnya tren yang meningkat pada rata-rata

nilai UN jenjang SMA itu sendiri. Semenjak tahun 2010, rata-rata nilai UN mengalami tren

yang meningkat, yang pada tahun 2010 rata-rata nilai UN sebesar 68,6 menjadi 76,1 pada

tahun 2014. Meningkatnya rata-rata nilai UN juga diikuti oleh peningkatan pada angka

kelulusan siswa SMA. Angka kelulusan siswa SMA pada tahun 2010 sebesar 95,74, naik

menjadi 98,41 pada tahun 2014 seperti yang terlilhat pada grafik 4.2.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 13: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Grafik 3 Indikator Ujian Nasional SMA DKI Jakarta

Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, 2015

Namun, peningkatan rata-rata nilai UN ini tidak dirasakan secara merata oleh seluruh SMA di

DKI Jakarta. Kondisi ini disebabkan adanya indikasi ketimpangan rata-rata nilai UN pada

setiap SMA di DKI Jakarta. Pada tabel 4.3 dan 4.4, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang

sangat signifikan antara 10 SMA dengan rata-rata nilai UN tertinggi dan 10 SMA dengan

rata-rata nilai UN terendah. Kondisi ini berlaku bagi program IPA maupun program IPS.

Perbedaan yang mencolok ini pada akhirnya akan menimbulkan kategori sekolah unggulan

bagi sekolah dengan rata-rata nilai UN yang tinggi.

Tabel 4 Peringkat UN IPA dan IPS 5 SMA DKI Jakarta Terpilih 2015

NAMA SEKOLAH Sts Sek. TOT NAMA SEKOLAH Sts Sek. TOT

SMA KRISTEN 1 BPK PENABUR S 532.71 SMA FAJRUL ISLAM S 224.33 SMA NEGERI 8 N 518.7 SMA PGRI 10 JAKARTA S 220.65 SMA LABSCHOOL KEBAYORAN S 517.67 SMA MUHAMMADIYAH 16 S 210.3 SMA ISLAM AL-AZHAR 1 S 516.68 SMA NURUL FALAH S 193.24 SMA KRISTEN 3 BPK PENABUR S 514.06 SMA TRAMPIL I S 187.72

NAMA SEKOLAH Sts Sek. TOT NAMA SEKOLAH Sts Sek. TOT

SMA LABSCHOOL KEBAYORAN S 492.01 SMA MUTIARA I S 222.57 SMA NEGERI 61 N 490.76 SMA FATAHILLAH S 217.45 SMA NEGERI 8 N 490.24 SMA HASANUDDIN S 215.16

SMA KRISTEN 8 PENABUR S 489.3 SMA NASIONAL NUSANTARA S 210.71

SMA SANTA URSULA S 488.57 SMA PUSAKA NUSANTARA S 209.31

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2015

Lebih lanjut, indikasi adanya ketimpangan rata-rata nilai UN dibuktikan dengan metode

penghitungan koefisien Gini terhadap rata-rata nilai UN seluruh SMA yang berada di DKI

Jakarta. Ternyata, setelah dilakukan penghitungan koefisien Gini tidak menunjukkan adanya

0

20

40

60

80

100

120

20102011201220132014

Rata-rataNilaiUNJenjangSMA

AngkaKelulusanSMA

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 14: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

ketimpangan yang besar pada rata-rata nilai UN seluruh SMA. Walaupun koefisien Gini rata-

rata nilai UN mengalami peningkatan sejak tahun 2008, yang mengindikasikan bahwa

semakin tidak meratanya kualitas SMA di Jakarta, namun ketidak merataan kualitas tersebut

tergolong ke dalam tingkat ketimpangan rendah (di bawah 0,4). Kondisi ini berlaku secara

umum bagi program IPA dan IPS di tingkat provinsi dan secara khusus di tingkat SMA

Negeri maupun Swasta seperti yang terlihat di tabel 4.5 dan tabel 4.6.

Tabel 5 Koefisien Gini Rata-rata Nilai UN IPA SMA DKI Jakarta

IPA 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 N 0.047 0.034 0.027 0.038 0.038 0.059 0.072 S 0.076 0.060 0.047 0.054 0.057 0.084 0.124

N + S 0.071 0.056 0.045 0.051 0.054 0.077 0.110 IPS 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 N 0.059 0.036 0.032 0.034 0.036 0.055 0.070 S 0.075 0.056 0.045 0.058 0.061 0.085 0.111

N + S 0.076 0.056 0.047 0.057 0.059 0.080 0.106 Sumber: Hasil Olahan Penulis

Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan model yang

diadaptasi dari education production function (EPF), dengan menjadikan karakteristik sekolah

sebagai variabel penjelas utama. Model EPF tersebut menganalisis hubungan karakteristik

sekolah terhadap kualitas sekolah yang digambarkan oleh proporsi peserta UN yang tidak

lulus, rata-rata nilai UN sekolah, dan ketimpangan nilai UN antar peserta UN. Estimasi yang

digunakan dalam studi ini menggunakan metode yang disesuaikan dengan jenis data yang

digunakan. Studi ini menggunakan data panel dengan metode estimasi fixed effect.

Uji coba model proporsi tidak lulus UN dengan menggunakan metode fixed effect dilakukan

pada masing-masing program IPA dan IPS serta masing-masing SMA Negeri maupun

Swasta. Pada program IPA, variabel rasio peserta guru bidang studi, proporsi guru S2,

proporsi guru dengan pengalaman minimal 15 tahun, penerimaan sekolah, dummy lingkungan

padat/kumuh, dummy akrediasi B, dan dummy kondisi bangunan rusak berat menjadi variabel

yang signifikan pada α=1%. Sedangkan, pada program IPS variabel proporsi guru S2,

proporsi guru dengan pengalaman minimal 15 tahun, penerimaan sekolah, dummy lingkungan

padat/kumuh, dummy lingkungan banjir, dummy akrediasi B, dummy akrediasi C, dan dummy

akrediasi Tidak Terakreditasi menjadi variabel yang signifikan pada α=1%.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 15: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Tabel 6 Hasil Estimasi Fixed Effect Proporsi Tidak Lulus Program IPS IPA IPS Variabel Proporsi TL Proporsi TL Rasio Peserta Guru Bidang Studi 7.436*** -1.387 (1.597) (0.906) Proporsi Guru S2 0.908*** 1.043*** (0.0482) (0.153) Proporsi Guru Pengalaman > 15 Tahun 0.728*** 0.593*** (0.0326) (0.108) Proporsi Guru Pengalaman > 15 Tahun2 -0.00352*** 0.000487 (0.000289) (0.00105) Penerimaan 1.744*** 1.827*** (0.355) (0.347) D_Lingkungan (Padat/Kumuh) 28.91*** 14.08** (9.984) (6.734) D_Lingkungan (Banjir) 5.562 -21.08*** (7.940) (2.612) D_Akreditasi (B) -15.78*** -11.09** (1.810) (4.323) D_Akreditasi (C) - 16.91*** (1.813) D_Akreditasi (Tidak Terakreditasi) -1.571 -11.05** (9.949) (4.581) D_Kondisi Bangunan (Rusak Ringan) -1.583 1.315 (1.073) (0.810) D_Kondisi Bangunan (Rusak Sedang) 1.202 2.011 (4.816) (6.298) D_Kondisi Bangunan (Rusak Berat) -14.22*** -3.791 (3.513) (2.397) Konstanta -60.21*** -31.45** (14.24) (13.30) Observasi 1,034 1,175 R-squared 0.0968 0.0846 Jumlah SMA 387 444

Standard errors di dalam kurung *** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Uji coba model Gini Peserta dengan menggunakan metode fixed effect dilakukan masing-

masing pada program IPA dan IPS. Pada program IPA, variabel rasio peserta guru bidang

studi, proporsi guru S2, penerimaan sekolah, dummy akreditasi B, dan dummy kondisi

bangunan rusak ringan dan rusak berat secara signifikan mempengaruhi Gini Peserta pada

α=1%. Sedangkan variabel dummy lingkungan padat/kumuh signifikan mempengaruhi Gini

Peserta pada α=5%.

Pada program IPS, variabel rasio peserta guru bidang studi, proporsi guru siswa S2,

penerimaan sekolah, dummy lingkungan banjir, dan dummy akreditasi B, dummy akreditasi

Tidak Terakreditasi, dan dummy kondisi bangunan rusak sedang secara signifikan

mempengaruhi Gini peserta pada α=1%. Pada α=5%, terdapat variabel dummy lingkungan

padat/kumuh yang signifikan.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 16: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Tabel 7 Hasil Estimasi Fixed Effect Gini Peserta IPS IPA IPS Variabel Gini Peserta Gini Peserta Rasio Peserta Guru Bidang Studi 0.00740*** 0.00104*** (0.00152) (0.000360) Proporsi Guru S2 0.000669*** 0.000766*** (0.000123) (0.000143) Proporsi Guru Pengalaman > 15 Tahun -5.22e-05 0.000550*** (0.000184) (2.44e-05) Proporsi Guru Pengalaman > 15 Tahun2 2.73e-06 -1.86e-06*** (1.81e-06) (1.64e-07) Penerimaan 0.000864*** 0.000723*** (0.000145) (0.000267) D_Lingkungan (Padat/Kumuh) 0.0193** 0.0159** (0.00820) (0.00643) D_Lingkungan (Banjir) 0.00600 -0.00697*** (0.00906) (0.00199) D_Akreditasi (B) -0.00630*** -0.0172*** (0.000818) (0.00281) D_Akreditasi (C) - 0.0244 (0.0177) D_Akreditasi (Tidak Terakreditasi) 0.00191 -0.0142*** (0.00606) (0.00106) D_Kondisi Bangunan (Rusak Ringan) 0.000852 -0.00219 (0.000742) (0.00176) D_Kondisi Bangunan (Rusak Sedang) -0.00566*** -0.00316*** (0.00102) (0.000170) D_Kondisi Bangunan (Rusak Berat) -0.00251*** 0.00276 (0.000439) (0.00171) Konstanta 0.0118 0.0224* (0.00988) (0.0118) Observasi 1,029 1,169 R-squared 0.0964 0.0760 Jumlah SMA 386 443

Standard errors di dalam kurung *** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Kesimpulan

Penelitian ini menganalisis pengaruh faktor karakteristik sekolah terhadap kualitas dan

ketimpangan pendidikan SMA di Jakarta pada tahun 2012 – 2014. Studi ini mengelaborasikan

berbagai studi sebelumnya tentang pengaruh faktor-faktor pendidikan yang dikombinasikan

menjadi education production function (EPF) terhadap prestasi siswa. Ketimpangan kualitas

pendidikan antar sekolah menjadi penting untuk diteliti karena hal tersebut akan berpengaruh

terhadap masa depan para siswa.

Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan dalam penelitian ini, koefisien Gini menunjukkan

tingkat ketimpangan yang rendah jika diukur menggunakan rata-rata nilai Ujian Nasional

pada masing-masing SMA. Walaupun koefisien Gini rata-rata nilai UN mengalami

peningkatan sejak tahun 2008 yang mengindikasikan bahwa semakin tidak meratanya kualitas

SMA di Jakarta, namun ketidak merataan kualitas tersebut tergolong ke dalam tingkat

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 17: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

ketimpangan rendah (di bawah 0,4). Kondisi ini menunjukkan bahwa di DKI Jakarta, kualitas

pendidikan SMA tersebar secara merata mulai dari sekolah dengan kualitas pendidikan yang

tinggi sampai sekolah dengan kualitas pendidikan yang rendah.

Berdasarkan hasil analisis regresi pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Secara umum variabel rasio peserta guru bidang studi secara signifikan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi tidak lulus dan Gini peserta untuk seluruh program.

Hanya pada program IPS variabel rasio peserta guru bidang studi tidak signifikan

mempengaruhi proporsi tidak lulus. Peningkatan pada variabel ini akan mengurangi

proporsi tidak lulus dan Gini peserta. Hal ini menunjukkan jika guru dalam proses

pembelajaran memiliki pengaruh terhadap prestasi siswa. Semakin banyak siswa yang

diajar oleh seorang guru akan membuat proses belajar mengajar menjadi semakin

tidak efektif, sehingga kualitas pengajaran yang dapat diserap oleh para siswa menjadi

tidak optimal, dan pada akhirnya menurunkan kualitas para siswa. Kondisi serupa juga

terjadi ketika analisis dibagi menjadi analisis SMA Negeri dan Swasta.

2. Secara umum variabel tingkat pendidikan guru bidang studi secara signifikan memiliki

korelasi negatif peningkatan kualitas pendidikan di suatu sekolah, baik dari sisi

proporsi tidak lulus maupun Gini peserta. Temuan ini juga terjadi untuk setiap

program (IPA dan IPS) dan setiap jenis sekolah (Negeri dan Swasta). Kondisi ini

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan guru tidak secara langsung menggambarkan

kualitas pengajaran yang diberikan. Kondisi ini diduga karena mungkin terdapat faktor

lain yang lebih menggambarkan kualitas pengajaran yang diberikan oleh seorang guru

seperti pengalaman mengajarnya (masa usia kerja), seperti yang telah diteliti oleh

Buddin dan Zamarro (2009), Harris dan Sass (2011), serta Suryadarma et al (2004)

sebelumnya.

3. Variabel pengalaman mengajar guru yang menjadi salah satu alasan mengapa tingkat

pendidikan guru tidak menggambarkan kualitas pengajaran yang diberikan juga

menunjukkan korelasi yang serupa dengan proporsi tidak lulus maupun Gini peserta.

Secara umum, variabel pengalaman guru bidang studi secara signifikan memiliki

korelasi negatif terhadap peningkatan kualitas pendidikan di suatu sekolah. Kondisi ini

juga berlaku bagi setiap program (IPA dan IPS) dan setiap jenis sekolah (Negeri dan

Swasta). Kondisi ini menunjukkan bahwa pengalaman seorang guru tidak menjamin

kualitas pengajaran yang diberikan. Tingkat pengalaman guru memang memang

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 18: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

secara positif mempengaruhi pencapaian siswa, namun sampai suatu saat pengalaman

guru memiliki pengaruh negatif terhadap pencapaian siswa yang ditunjukkan dengan

adanya bentuk kuadratik pada variabel ini. Semakin berpengalaman seorang guru tentu

semakin baik pengajaran yang diberikan. Namun pengalaman meningkat bersama

dengan usia, semakin tua seorang guru tentu kualitas pengajaran guru tersebut

semakin menurun. Armstrong (2009) menemukan bahwa guru muda lebih mampu

meningkatkan pencapaian siswa mereka.

4. Penerimaan sekolah secara umum memiliki korelasi positif terhadap proporsi tidak

lulus serta Gini peserta. Temuan ini juga terjadi untuk setiap program (IPA dan IPS)

dan setiap jenis sekolah (Negeri dan Swasta). Hanya pada program IPA, variabel

penerimaan memiliki korelasi negatif terhadap Gini peserta walaupun tidak signifikan.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa penerimaan yang didapatkan sekolah tidak

dialokasikan secara efektif untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.

Alasan lainnya adalah mungkin saja dana sekolah memang tidak memiliki pengaruh

terhadap kualitas dalam suatu sistem pendidikan, seperti yang telah diteliti oleh

Altinok, Hanushek dan Kimko, serta Suryadarma et al sebelumnya.

5. Variabel dummy lingkungan mempengaruhi kualitas pendidikan di suatu sekolah

dalam berbagai arah pengaruh. Secara umum sekolah dengan lingkungan padat/kumuh

maupun lingkungan banjir memiliki proporsi tidak lulus dan Gini peserta yang lebih

besar daripada sekolah dengan lingkungan baik pada program IPA. Pada program IPS.

sekolah dengan lingkungan padat/kumuh memiliki proporsi tidak lulus dan Gini

peserta yang lebih besar daripada sekolah dengan lingkungan baik, sedangkan sekolah

dengan lingkungan banjir memiliki proporsi tidak lulus dan Gini peserta yang lebih

kecil daripada sekolah dengan lingkungan baik. Kondisi ini juga mengindikasikan

bahwa lingkungan padat memberikan dampak negatif terhadap kualtias pendidikan

tidak seperti lingkungan banjir, alasan yang logis adalah karena banjir merupakan

peristiwa musiman yang tidak terjadi sepanjang tahun.

6. Secara umum, variabel akreditasi sekolah tidak menggambarkan kualitas pendidikan

yang terdapat pada suatu sekolah secara tepat. Kondisi ini ditunjukkan oleh hasil

estimasi di mana sekolah yang terakreditasi B memiliki proporsi tidak lulus dan Gini

peserta yang lebih rendah daripada sekolah terakreditasi A. kondisi serupa juga terjadi

di mana sekolah yang tidak terakreditasi memiliki proporsi tidak lulus dan Gini

peserta yang lebih rendah daripada sekolah terakreditasi A.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 19: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

7. Variabel kondisi bangunan juga tidak menggambarkan kualitas pendidikan dan proses

belajar mengajar yang terdapat pada suatu sekolah secara tepat. Kondisi ini

ditunjukkan oleh hasil estimasi di mana sekolah dengan kondisi rusak berat memiliki

proporsi tidak lulus dan Gini peserta yang lebih rendah daripada sekolah dengan

kondisi bangunan yang baik.

Daftar Referensi

Altinok, N. (2008). Do school resources increase school quality?. Brussels Economic

Review, 51(4), 435-458.

Armstrong, P. (2009). The impact of teacher characteristics on student performance: An

analysis using hierarchical linear modelling (No. 07/2009).

Bowles, S. (1970). Towards an educational production function. In Education, income, and

human capital (pp. 11-70). NBER.

Buddin, R., & Zamarro, G. (2009). Teacher qualifications and student achievement in urban

elementary schools. Journal of Urban Economics,66(2), 103-115.

Castelló-Climent, A. (2010). Inequality and growth in advanced economies: an empirical

investigation. The Journal of Economic Inequality, 8(3), 293-321.

Digdowiseiso, K. (2009). Education inequality, economic growth, and income inequality:

Evidence from Indonesia, 1996-2005. MPRA Paper, (17792).

Gungor, N. D. (2010). Education, human capital inequality and economic growth: evidence

from Turkey. Regional and Sectoral Economic Studies,10(2), 53-71.

Hanushek, E. A. (2007). Education production functions. International encyclopedia of

economics of education, 277-282.

Hanushek, E. A., & Kimko, D. D. (2000). Schooling, labor-force quality, and the growth of

nations. American economic review, 1184-1208.

Hanushek, E. A., & Raymond, M. E. (2002, June). Improving educational quality: How best

to evaluate our schools?. In Education in the 21st century: Meeting the challenges of a

changing world. Boston: Federal Reserve Bank of Boston (pp. 193-236).

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016

Page 20: ANALISIS KUALITAS DAN KETIMPANGAN PENDIDIKAN: STUDI KASUS …

Universitas Indonesia

Hanushek, E. A., & Wößmann, L. (2007). The role of education quality for economic

growth. World Bank Policy Research Working Paper, (4122).

Harris, D. N., & Sass, T. R. (2011). Teacher training, teacher quality and student achievement. Journal of public economics, 95(7), 798-812.

Mincer, J. (1975). Education, Experience, and the Distribution of Earnings and Employment:

An Overview. In Education, Income, and Human Behavior (pp. 71-94). NBER.

Sammons, P. (1995). Key characteristics of effective schools: A review of school effectiveness

research. B & MBC Distribution Services, 9 Headlands Business Park, Ringwood, Hants

BH24 3PB, England, United Kingdom.

Suryadarma, D., Suryahadi, A., Sumarto, S., & Rogers, H. (2004). The determinants of

student performance in Indonesian public primary schools: the role of teachers and

schools. Washington, DC and Jakarta, Indonesia: World Bank and SMERU.

Thomas, V., Wang, Y., & Fan, X. (2001). Measuring education inequality: Gini coefficients

of education (Vol. 2525). World Bank Publications.

Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2012). Economic Development. Boston: Pearson Education,

Inc.

United Nations. Goal 4: Ensure inclusive and quality education for all and promote lifelong

learning. May 13, 2016. http://www.un.org/sustainabledevelopment/education/

UU No 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wilkinson, R. G., & Pickett, K. (2010). The spirit level: Why greater equality makes societies stronger. New York: Bloomsbury Press.

Analisis kualitas ..., Iman Nurfakihiswara, FEB UI, 2016