analisis kinerja kelembagaan tata niaga pasak bumi

11
ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI ( Jack) YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN KUBU RAYA DAN KOTA PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT Jack Eurycoma longifolia Perfomance Analysis of Sustainable Trading Institution of Pasak Bumi (Eurycoma longifolia ) in Kubu Raya Regency and Pontianak City, West Kalimantan Province ( ) SM. Kartikawati , Ervizal A.M. Zuhud , Agus Hikmat & Hariadi Kartodihardjo Fakultas Kehutanan Universitas Tanjung Pura Jl. A. Yani, Pontianak, Indonesia e-mail : [email protected] Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia iterima 25 Februari 2014, direvisi 18 Maret 2014, disetujui 28 April 2014 Jack Jack (pasak bumi Pasak bumi ( Jack.) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang aktif diperdagangkan di Kalimantan Barat. Bentuk kelembagaan tata niaga pasak bumi ini mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan kondisi alam dimana pasak bumi tersebut diusahakan. Adanya hubungan saling ketergantungan antara pemungut dan pedagang perantara melahirkan pemahaman tentang kelembagaan tata niaga pasak bumi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis bentuk kelembagaan tata niaga pasak bumi. Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelembagaan tata niaga pasak bumi, dan (2) menganalisis keterkaitan karakteristik kelembagaan tata niaga pasak bumi dengan perilaku pemungut dan pedagang pasak bumi. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Analisis data menggunakan kerangka analisis pengembangan institusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kelembagaan tata niaga pasak bumi adalah patron-klien. Rendahnya aksesibilitas, informasi pasar yang tidak seimbang, keterbatasan modal dan tingginya nilai pasak bumi merupakan faktor-faktor yang menentukan terbentuknya kelembagaan tata niaga. Besarnya margin keuntungan tiap pelaku tidak merata, hasil analisis menunjukkan margin keuntungan terbesar adalah pedagang di kota Jack (pasak bumi), kelembagaan tata niaga, patron- klien 1 2 2 3 1 2 3 D . Kata kunci: ABSTRACT Pasak bumi (Eurycoma longifolia ) is one of the main non forest products actively traded in West Kalimantan. The marketing of pasak bumi presented specific characteristics directly related to the natural environment of pasak bumi. The strong mutual dependency between pasak bumi collectors and traders is central to understanding the marketing of pasak bumi. The main objective of this research is to assess the overall performance of the pasak bumi trading. More specific goals are : (1) to analyze the determining factors of the trading chain, and (2) to analyze the interrelation between marketing characteristics and pasak bumi collectors' and traders' behaviours. The research was carried out in Kubu Raya and Pontianak City, West Kalimantan Province. Primary and secondary data were collected by observation and in-dept interview and analyzed using an institutional analisis development framework. The result showed that institutional pattern of the pasak bumi chain is a typical patron-client system. Low accessibility, asymmetric information, limitation on capital and high value of pasak bumi are all factors directly affecting the marketing institution. Stakeholder that obtained largest margin in trading system and profit margin is trader in the city. Eurycoma longifolia ), institutional trading, patron- client. Eurycoma longifolia Eurycoma longifolia Keywords: ABSTRAK 153 Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yang Berkelanjutan di ..... SM. Kartikawati Eurycoma longifolia et al. ( )

Upload: nguyenphuc

Post on 14-Jan-2017

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI( Jack) YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN

KUBU RAYA DAN KOTA PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

Jack

Eurycoma longifolia

Perfomance Analysis of Sustainable Trading Institution of PasakBumi (Eurycoma longifolia ) in Kubu Raya Regency and

Pontianak City, West Kalimantan Province

(

)

SM. Kartikawati , Ervizal A.M. Zuhud , Agus Hikmat & Hariadi KartodihardjoFakultas Kehutanan Universitas Tanjung Pura

Jl. A. Yani, Pontianak, Indonesiae-mail : [email protected]

Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB,Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia

Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB,Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia

iterima 25 Februari 2014, direvisi 18 Maret 2014, disetujui 28 April 2014

Jack

Jack (pasak bumi

Pasak bumi ( Jack.) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang aktif diperdagangkandi Kalimantan Barat. Bentuk kelembagaan tata niaga pasak bumi ini mempunyai karakteristik tersendiri sesuaidengan kondisi alam dimana pasak bumi tersebut diusahakan. Adanya hubungan saling ketergantungan antarapemungut dan pedagang perantara melahirkan pemahaman tentang kelembagaan tata niaga pasak bumi. Tujuanutama dari penelitian ini adalah menganalisis bentuk kelembagaan tata niaga pasak bumi. Tujuan khusus penelitianini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelembagaan tata niaga pasak bumi, dan (2)menganalisis keterkaitan karakteristik kelembagaan tata niaga pasak bumi dengan perilaku pemungut dan pedagangpasak bumi. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Analisis datamenggunakan kerangka analisis pengembangan institusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kelembagaantata niaga pasak bumi adalah patron-klien. Rendahnya aksesibilitas, informasi pasar yang tidak seimbang,keterbatasan modal dan tingginya nilai pasak bumi merupakan faktor-faktor yang menentukan terbentuknyakelembagaan tata niaga. Besarnya margin keuntungan tiap pelaku tidak merata, hasil analisis menunjukkan marginkeuntungan terbesar adalah pedagang di kota

Jack (pasak bumi), kelembagaan tata niaga, patron- klien

1 2 2 3

1

2

3

D

.

Kata kunci:

ABSTRACT

Pasak bumi (Eurycoma longifolia ) is one of the main non forest products actively traded in West Kalimantan. Themarketing of pasak bumi presented specific characteristics directly related to the natural environment of pasak bumi. The strong mutualdependency between pasak bumi collectors and traders is central to understanding the marketing of pasak bumi. The main objective of thisresearch is to assess the overall performance of the pasak bumi trading. More specific goals are : (1) to analyze the determining factors ofthe trading chain, and (2) to analyze the interrelation between marketing characteristics and pasak bumi collectors' and traders'behaviours. The research was carried out in Kubu Raya and Pontianak City, West Kalimantan Province. Primary and secondary datawere collected by observation and in-dept interview and analyzed using an institutional analisis development framework. The result showedthat institutional pattern of the pasak bumi chain is a typical patron-client system. Low accessibility, asymmetric information, limitationon capital and high value of pasak bumi are all factors directly affecting the marketing institution. Stakeholder that obtained largestmargin in trading system and profit margin is trader in the city.

Eurycoma longifolia ), institutional trading, patron- client.

Eurycoma longifolia

Eurycoma longifolia

Keywords:

ABSTRAK

153Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yang Berkelanjutan di ..... SM. KartikawatiEurycoma longifolia et al.( )

Page 2: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

154

at al. et al.,

et al.,at al. at al.at al. at al.

et al.et al. at al.

et al., et al., ;et al ,

Pasak bumi merupakan tumbuhan obat yangseluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan(akar, batang, kulit akar dan daun), namunumumnya yang dimanfaatkan adalah bagian akar.Beberapa studi secara farmakologis pasak bumitelah dilakukan terbukti memiliki senyawa antikanker (Tee , 2007; Nurhanan 2005),anti bakteri (Farouk dan Benafri, 2007),pengobatan osteoporosis laki-laki (Effendi2012), sitotoksik (Kuo , 2004; Kuo ,2003), aprodisiak (Ang , 2004; Ang ,2003), anti leukemia, dan prospektif untuk antiHIV (Sinder 2005), antimalaria, dan disentri(Chan 2005; Suresh , 2009).

Manfaat yang beragam tersebut menyebabkanpermintaan pasak bumi sebagai bahan baku obattinggi, sehingga mendorong eksploitasi di hutanalam meningkat. Selama ini kebutuhan pasakbumi hanya mengandalkan dari pemungutanpasak bumi liar dari hutan, bukan dari hasilbudidaya dengan cara mencabut akarnya.Pemanenan dengan cara destruktif sepertimencabut pada bagian akar merupakan faktorkrusial yang harus diperhatikan untuk kelestariantumbuhan (Kala 2004; Farooquee 2004Ghimire . 2005).

Masalah yang dihadapi dalam kelembagaantataniaga pasak bumi di Kabupaten Kubu Rayadan Kota Pontianak saat ini belum efektif untukmengontrol produksi pasak bumi yang ber-kelanjutan karena secara regulasi tataniaga pasakbumi belum diatur dan belum terdokumentasikan.Karakteristik lokasi pemungutan pasak bumi yangjauh terpencil mempunyai keterbatasan aksestransportasi maupun akses informasi pasar. Hal inimenye-babkan keberadaan pedagang perantaramenjadi penting dalam menghubungkanmasyarakat dengan pasar. Proses transaksi iniselanjutnya melahir-kan hubungan ketergantunganantar kedua belah pihak. Karena keterbatasan aksestersebut, umumnya posisi tawar pemungut menjadirendah dalam proses transaksi sehingga tidakmemberikan margin pemasaran yang besar padapemungut. Untuk itu penelitian mengenai análisiskinerja tataniaga pasak bumi perlu dilakukandan pentingnya faktor kelembagaan dalam me-nentukan kinerja tata niaga tersebut, serta me-mahami keterkaitan karakteristik kelembagaantataniaga pasak bumi dengan perilaku pemungutdan pedagang sehingga bisa memberikan insentifuntuk menjaga kelestarian pasak bumi.

I. PENDAHULUAN

Kinerja kelembagaan tata niaga merupakan hasilakhir dari suatu kegiatan tata niaga yang men-cerminkan seberapa manfaat atau kerugian yangditerima atau ditanggung oleh masing-masingpelaku tata niaga. Kelembagaan menurut Schmid

Pakpahan (1989) dicirikan oleh tigakomponen utama, yaitu batas yuridiksi, hak atasproperti dan aturan representasi. Batas yuridiksimenentukan siapa dan apa yang tercakup dalamsuatu kelembagaan, terkandung makna bahwa batasyuridiksi berperan dalam mengatur alokasisumberdaya. Hak atas properti mengandungpengertian hak dan kewajiban yang didefinisikanatau diatur oleh hukum, adat dan tradisi ataukonsensus yang mengatur hubungan antaraanggota masyarakat dalam hal kepentingannyaterhadap sumberdaya. Aturan representasimengatur permasalahan siapa yang berhakberpartisipasi dalam proses pengambilan keputus-an mengenai suatu alokasi sumberdaya.

Secara historis tataniaga pasak bumi merupakaninteraksi di antara pelaku-pelaku tataniaga mulaidari proses hasil pemungutan pasak bumi yangdilakukan oleh pemungut, kemudian pedagangperantara sebagai penghubung komoditi denganpedagang dan konsumen akhir. Pasak bumimerupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yangaktif diperdagangkan di Kalimantan Barat, namundemikian kinerja kelembagaan tataniaga pasak bumisaat ini belum efektif. Permasalahan pengelolaandan pemanfaatan sumberdaya hutan selama iniselalu muncul bersamaan antara nilai ekonomi dannilai ekologis. Secara ekonomi, pemanfaatan hasilhutan berkaitan dengan nilai keuntungan ekonominamun di sisi lain akan menimbulkan dampakpenurunan kualitas hutan dan lingkungannya.

Secara ekologi pasak bumi merupakan sejenispohon yang terdapat di hutan tropis, terutama diIndonesia banyak terdapat di Kalimantan. Habitatpasak bumi banyak dijumpai di punggung-punggung bukit dengan kondisi lahan yang miringhingga pada ketinggian 700 m dpl dengan sifatpenyebaran menyebar berkelompok (Heyne, 1987;Nuryamin, 2000; Julisasi, 1992). Kondisi populasipasak bumi saat ini sudah dikategorikan sebagaitumbuhan langka dengan status (Rifai,1992). Bahkan di Malaysia sejak tahun 2001menetapkan status pasak bumi sebagai tumbuhanyang dilindungi.

dalam

terkikis

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 153 - 164

Page 3: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

155

dasarkan karakteristik kelembagaan yang terbentukselanjutnya dilakukan analsis kinerja kelembagaantataniaga pasak bumi dengan menggunakankerangka analisis pengembangan institusi melaluipenelusuran faktor eksogen (kondisi fisik/material, atribut komunitas dan aturan main yangberlaku) yang mempengaruhi situasi aksi dan aktordalam pengelolaan pemanfaatan pasak bumiseperti disajikan pada Gambar 1.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober2012 sampai bulan Januari 2013 di KabupatenKubu Raya dan Kota Pontianak, ProvinsiKalimantan Barat. Lokasi penelitian mengikutipenelusuran jalur distribusi tataniaga pasak bumi.

Metode pengumpulan data dan analisis datasecara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 dan ber-

Tabel 1 Teknik pengumpulan data menurut tujuan penelitianTable 1. Techniques of data collecting based on the research objectives

Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yang Berkelanjutan di ..... SM. KartikawatiEurycoma longifolia et al.( )

Page 4: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

156

Secara kawasan Gunung Ambawangmerupakan (CPRs), sehinggapenggunaannya Ostrom, 2003). Kondisiini menyebabkan setiap individu mempunyaiinsentif sebagai untuk ikut memanfaatkantanpa ikut berkontribusi terhadap pengelolaanpasak bumi. Karakteristik CPRs pasak bumi initerjadi karena sebagian bersifat sebagai barangpublik ( ) dan sebagian bersifat barangprivat ( ). Karakteristik inimenimbulkan terjadinya dan penggunaanberlebihan (Ostrom dan Hess, 2007).Kartodihardjo (1998) menyatakan bahwa,rendahnya strata hak akan menyebabkan pemilikhak tidak mempunyai inovasi untuk melakukanpengelolaan sumber daya hutan secara ber-kelanjutan. Kepastian kepemilikan atas sesuatuyang langka sangat penting untuk dapatberlangsungnya proses transaksi dalam ekonomipasar, sehingga semakin tinggi kepastian tersebut,biaya transaksinya semakin rendah. Berdasarkanpengamatan pemungut pasak bumi yangdilakukan oleh masyarakat sekitar gunung

defactocommon pool resources

open access (

free rider

public goodsprivate goods public goods

free rider(overuse)

free rider

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Sumberdaya

Berdasarkan rejim hak kepemilikan (Bromley,1992) kawasan Gunung Ambawang secaramerupakan dengan status hutanlindung (HL) sesuai surat ketetapan No 121/kpts-II/2003 seluas 3.370 Ha. Secara legalitaspemanfaatan sumber daya hutan di hutan lindungdiatur dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No. 6tahun 2007 tentang Tata Hutan dan PenyusunanRencana Pengelolaan Hutan serta PemanfaatanHutan, dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahanantara Pusat dan Daerah. Berdasarkan perauturan-peraturan tersebut secara regulasi pemanfaatanpasak bumi melekat berupa hakdimanfaatkan ( ) dan hak dapatdiakses ( ) dengan surat izin pemungutanhasil hutan bukan kayu (IPHHBK) yang diberikanoleh pemerintah kabupaten/kota.

dejurestate property

bundle of rightright of withdrawal

right of access

Gambar 1. Kerangka penelitian Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yangberkelanjutan (Studi Kasus di Kalimantan Barat) (Modifikasi dari Ostrom 2005).

Eurycoma longifolia

Figure 1. Performance analysis of institutional research framen work of sustainable Pasak bumi distribution in Kubu Raya Regencyand Pontianak City, West kalimantan Province.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 153 - 164

Page 5: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

157

Ambawang ini terjadi karena adanya akses menujulokasi pasak bumi dan adanya jaringan pemasaran.Hal ini terlihat adanya interaksi antara pemungut,pedagang perantara dan pedagang di kota berupadengan terbentuknya hubungan patron klien.Situasi ini lebih dikendalikan oleh(Peluso dan Ribot, 2003), dimana adanya polainteraksi patron klien akses kekuasaan lebihberperan daripada klaim dalam kepemilikan.

Karakteristik komunitas yang mempengaruhiarena aksi dalam kelembagaan tata niaga pasak bumidari masing-masing pelaku berbeda. Berdasarkanhasil pengamatan dan wawancara denganpemungut, atribut komunitas yang mempengaruhipemungut melakukan kegiatan pemungutan pasakbumi adalah adanya pemahaman bahwa pasak bumimerupakan tanaman yang bisa diakses untukdipungut dan dijual; kegiatan pemungutan pasakbumi sebagai alternatif mata pencaharian; danberdasarkan pengamatan hanya sekelompok kecilmasyarakat yang memiliki pengetahuan tentangtanaman pasak bumi dengan atau keahliankhusus dalam teknik pemungutan. Hal ini karenasifat akar tunjang pasak bumi membutuhkankeahlian khusus dalam melakukan pemungutan.Atribut komunitas pengumpul dan tengkulakadalah sebagai pedagang perantara yangmenghubungkan pemungut dengan pasar. Secarakemampuan akses informasi dan permodalan,pengumpul, tengkulak dan pedagang mempunyaiakses informasi dan modal lebih baik daripadapemungut. Secara umum atribut komunitaspemungut, pengumpul, tengkulak dan pedagangmempunyai homogenitas dalam pemanfaatanpasak bumi yang terwujud melalui interaksi danproses kerjasama dengan membentuk polaketergantungan tata niaga pasak bumi. Hess danOstrom (2007) menyatakan bahwa komunitas yanghomogen adalah apabila komunitas, baik penyediamaupun pengambil keputusan bersatu dalampemanfaatan sumber daya bersama yang terwujudmelalui proses kerjasama dan koordinasi antarpihak-pihak tersebut dalam menentukan sumberdaya bersama.

Sistem pengusahaan pasak bumi masihmengandalkan dari alam dengan cara mencabut

web of power

skill

B. Atribut Komunitas

C. Sistem Pengusahaan Pasak Bumi

akar (Nuryamin, 2000; Julisasi, 1992; Ginting2010). Sistem pemungutan pasak bumi yangekstensif merupakan ancaman bagi keberadaanspesies tersebut karena hingga saat ini masyarakatbelum mampu melakukan budidaya dan prosespertumbuhan pasak bumi yang lambat. Hal inisesuai dengan hasil penelitian Hussein .(2005) yang menyatakan bahwa selama iniperbanyakan tanaman pasak bumi hanyamengandalkan biji di alam. Padahal sebagaitanaman yang memiliki tipe benih rekalsitran,persentase kecambahnya cenderung rendah danmemerlukan waktu yang cukup lama akibatembrio zigotik yang belum matang pada saatpemencaran. Selain itu, perilaku berbunga yangtidak tentu dan pertumbuhannya yang lambatmengakibatkan tanaman ini semakin jarangditemui. Masyarakat melakukan pemungutan padapasak bumi yang mempunyai diameter batangberkisar 15-20 cm dengan tujuan untuk tetapmenjaga populasi pasak bumi di alam dandiameter akarnya bisa dibuat untuk cawan ataucangkir.

Masyarakat sekitar gunung Ambawang mencaripasak bumi berdasarkan pesanan dari pengumpuldan pengumpul mendapat pesanan dari tengkulak.Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi transaksiantara tengkulak dengan pedagang terjadikurang lebih 1-2 bulan sekali. Dalam mencaripasak bumi biasanya di lakukan secaraberkelompok, yaitu antara 2-3 orang. Anggotakelompok biasanya masih mempunyai hubungankeluarga dan yang memiliki pengetahuan danteknik pemungutan pasak bumi. Lokasi pencarianpasak bumi berada dekat dengan kampungtempat tinggal yang dapat ditempuh denganberjalan kaki kurang lebih 1 jam. Peralatan yangdigunakan untuk mencabut akar pasak bumimenggunakan rantai atau cengblok, paludan parang. Keterbatasan modal mengkondisikanpemungut untuk meminjam kepada tengkulak.Modal berupa peralatan untuk pemungutan danuang untuk operasional di lapang. Konsekuensidari ikatan modal ini, pemungut harus menjualhasil pasak bumi kepada pedagang yangmemberi modal. Hubungan ketergantungan inimenciptakan kelembagaan patron klien antarapemungut, pengumpul dan tengkulak. Sedangkandi tingkat tengkulak, ada yang terikat modaldengan pedagang di Pontianak dan ada yang tidakterikat modal dengan pedagang di Pontianak.

et al

skill

chainsaw

Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yang Berkelanjutan di ..... SM. KartikawatiEurycoma longifolia et al.( )

Page 6: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

158

D. Hubungan Ketergantungan Patron Klien

E.PolaTataniagaPasakBumidanBiayaTransaksi

Karakteristik alami pengusahaan pasak bumi,atribut komunitas masyarakat sekitar gunungAmbawang dan kondisi fisik alam telah melahirkanhubungan saling ketergantungan antara pemungutpasak bumi dengan pedagang. Pedagang mem-butuhkan pemungut pasak bumi sebagai anak buahuntuk melakukan ekspedisi ke hutan. Sedangkanpemungut membutuhkan pedagang untuk mema-sarkan pasak bumi. Adanya hubungan keter-gantungan ini selanjutnya melahirkan kelembagaantradisional tataniaga pasak bumi yang bersifatinformal, tidak ada administrasi dan aturan-aturanatau kesepakatan tertulis. Adanya pihak yang beradadalam posisi lebih baik dibanding pihak lain, baikdalam segi ekonomi ataupun penguasaan informasimelahirkan bentuk kelembagaan tataniaga pasakbumi dengan sistem patron klien (Scott, 1993).

Akibat adanya informasi yang tidak seimbangantara patron dan klien ini akan memunculkanmasalah salah pilih ( ) dan(Lane, 2003). Hubungan patron klien mencerminkan posisi tawar menawar relatif dari kedua belahpihak. Anak buah sebagai klien sering berada dalamposisi tawar yang lemah. Berdasarkan hasil wawancara, dalam penetapan kualitas pasak bumi lebihdidasarkan sepihak dari patron dengan penilaiansecara visual dan kurang berdasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak. Kondisi ini cenderungmembuat individu berperilaku oportunistik yangmenyebabkan munculnya persoalan bencana moral( ) seperti muncul ketidak loyalitasanpemungut sebagai anak buah yang menjual hasilpasak buminya kepada tengkulak lain.

Tingginya biaya untuk monitoring juga menyebab-kan lemahnya pengawasan patron kepada klien yangmenimbulkan perilaku klien tidak loyal denganbekerja menjadi anak buah tengkulak yang lain yangmemberikan harga lebih tinggi. Lemahnya moni-toring dan posisi tawar yang rendah dalam penen-tuan harga menimbulkan perilaku klien ketika pasakbumi akan diambil oleh tengkulak pasak bumi se-ngaja dibasahi terlebih dahulu agar timbanganmenjadi berat karena harga ditentukan dari berattimbangan.

Berdasarkan pengamatan pola tata niaga pasakbumi yang terbentuk ada dua, yaitu pola tata niagayang terbentuk dalam kelembagaan patron klien

adverse selection moral hazard-

-

-

moral hazard

dan pola tata niaga pada kelembagaan tidak terikatmodal. Observasi di lapangan menunjukkan perantengkulak dalam tata niaga pasak bumi ini baikdalam kelembagaan patron klien maupun kelembagaan yang tidak terikat modal sama-sama berperan sebagai patron di tingkat desa. Terdapat integrasi vertikal antara pelaku yang terikat modaldengan pedagang yang memberi pinjaman modalkerja. Implikasi dari hubungan ini, pelaku yangterikat modal tidak dapat menjual hasil pasakbuminya kepada pedagang lain sebagaimana anakbuah yang terikat dengan patronnya. Sedangkanpelaku yang tidak terikat modal bebas menjual hasilpasak bumi yang dimiliki kepada sembarang pembeli. Meskipun demikian, berdasarkan wawancaraada kecenderungan pelaku menjual pasak buminyakepada pedagang yang sudah dikenalnya karena sudah saling percaya dalam menentukan harga. Pertimbangannya menurut mereka apabila menjualkepada pedagang yang baru dikenal biasanya sulituntuk mencapai kesesuaian kualitas dan harga.Namun demikian dari hasil wawancara dan observasi, diferensiasi harga hanya terjadi di tingkattengkulak dengan selisih harga sebesar Rp. 1000/kg. Terdapat dua tengkulak yang beroperasi diKabupaten Kubu Raya, dan diferensiasi harga inimerupakan perilaku persaingan antara keduatengkulak tersebut yang memicu terjadinyaperilaku seperti muncul ketidakloyalitasan pemungut sebagai anak buah yangmenjual hasil pasak buminya kepada tengkulak lain.

Usaha tata niaga pasak bumi dihadapkan padafaktor risiko berupa ketidakpastian produksi dantingkat kejujuran (loyalitas). Risiko yang dihadapipemungut pasak bumi, dengan modal kerja yangdibutuhkan untuk mencari pasak bumi, relatiflebih kecil risikonya dengan meminjam modal ataumenjadi anak buah seorang pengumpul pasakbumi. Sedangkan kerugiannya dengan terikatmodal setiap transaksi berada dalam posisi tawaryang rendah. Di sisi lain, tengkulak sebagai pe-dagang perantara kelembagaan tata niaga di tingkatdesa dengan di tingkat kota juga menanggungrisiko dengan menanggung biaya transaksi yanglebih tinggi. Biaya tersebut meliputi biaya untukkoordinasi dengan pengumpul, biaya komunikasi,biaya pengemasan dan biaya transportasi ke kotayang ditempuh melalui jalan darat dan air. Untuktengkulak yang tidak terikat modal biaya yangditanggung lagi adalah biaya mencari informasiharga.

---

-

--

-

moral hazard

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 153 - 164

Page 7: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

159

Berdasarkan wawancara dari pedagang pasakbumi di Pontianak, risiko dan biaya transaksi yangditanggung pedagang di kota Pontianak adalah tidakteraturnya suplai pasak bumi akibat karakteristikalam dan mahalnya biaya pengangkutan yangberpengaruh terhadap transaksi dan pengawasanterhadap anak buah. Selain itu biaya yangdikeluarkan adalah biaya untuk pengolahan danpengemasan untuk diversifikasi produk dari pasakbumi berupa cawan atau gelas pasak bumi, kemasanserut cacahan pasak bumi, ramuan pasak bumi, danpotongan kecil-kecil pasak bumi.

Analisis struktur pasar berguna untukmemahami karakteristik pasar pasak bumi yangselanjutnya akan mempengaruhi perilaku tata niaga.Dari sudut kelembagaan, struktur pasar terdiri darisemua aturan formal dan atau aturan yangmengkoordinasi transaksi di pasar. Setiap pelakupasar (pedagang) mempunyai aturan-aturan mainyang diikuti (Duc, 2002). Analisis struktur dilakukanpada pada setiap tahap tataniaga, yaitu tingkat desadan kota. Pelaku tataniaga di tingkat desa adalahpemungut, pengumpul dan tengkulak. Berdasarkanperbandingan jumlah pemungut enam orang, pe-ngumpul satu orang dan tengkulak dua orang.Struktur tata niaga pasak bumi di tingkat desa antarapemungut dan pengumpul merupakan strukturmonopsoni dimana hanya terdapat satu pengumpul

F. Struktur Tataniaga Pasak Bumi

yang menguasai pasokan pasak bumi. Sedangkanstruktur pasar antara pengumpul dan tengkulakmerupakan pasar oligopsoni dimana terdapatdua tengkulak yang menguasai pasokan pasakbumi. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri pasaroligopsoni, yaitu terdapat dua tengkulak yangmenerima pasokan atau menjadi pembeli, barangyang dijual berupa bahan mentah, dan pembelibukan konsumen tetapi pedagang. Sedangkanstruktur pasar di tingkat kota merupakan strukturoligopoli dimana hanya ada dua tengkulak yangsecara kontinu menjual pasak bumi di kotaPontianak dengan jumlah pembeli 20 pedagangsehingga posisi tengkulak sebagaiTerbentuknya pasar oligopoli ini didorong olehadanya hambatan ( ) untuk masuk pasarbagi pemain atau produsen baru (Dahl danHammod, 1977). Berdasarkan hasil analisis,hambatan untuk masuk pasar tata niaga pasak bumiyang dihadapi oleh pemain baru ini, antara laindisebabkan oleh:

a. Ada kecenderungan tengkulak sengaja me-nutup akses informasi tentang alamat, telepon,juga daerah pemungutan. Hal ini selain terkaitsifat pasak bumi sebagai tanaman langka yangsekarang mulai susah dicari, juga menjagadaerah kekuasaan wilayah pemungutan daripesaing

b. Tingkat kerumitan dalam pemungutanc. Keterbatasan pemasok/pemungut

price maker.

barriers

Gambar 2. Pola tata niaga pasak bumi padakelembagaan patron klien.

Figure 2. Pattern of pasak bumi distribution based onpatron client relation.

Gambar 3. Pola tata niaga pasak bumi padakelembagaan tidak terikat modal.

Figure 3. Pattern of pasak bumi distribution with nocapital dependence.

Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yang Berkelanjutan di ..... SM. KartikawatiEurycoma longifolia et al.( )

Page 8: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

160

G. Kinerja Lembaga Tataniaga Pasak Bumi

Kinerja kelembagaan tataniaga menggambarkantingkat profitabilitas dan efisiensi dari suatu sistempasar. Distribusi marjin pemasaran antar pelakudapat digunakan sebagai pendekatan yangmenentukan efisien tidaknya kelembagaan sesuaidengan biaya, risiko dan pengorbanan yang sudahdikeluarkan. Perhitungan marjin kotor diperolehdengan menghitung selisih antara harga dibelipengumpul dari pemungut dengan harga jual padapemasaran berikutnya. Besarnya margin yang

diperoleh tiap pelaku pemasaran tidak meratauntuk tiap tingkat pemasaran. Berdasarkan hasilanalisis dari wawancara dengan para pelaku mulaidari pemungut sampai dengan pedagang kota(provinsi) yang terikat dalam jaringan patron klien,bervariasinya margin ini sebagai dampak tidakadanya standar kualitas yang sama antar pedagangdan kurang sempurna informasi pasar yangberkaitan dengan perkembangan harga. Sebaranmargin tata niaga pada setiap tingkatan lembagatata niaga pasak bumi disajikan pada Tabel 2 danrekapitulasi sebaran marjin disajikan pada Tabel 3.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 153 - 164

Page 9: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

161

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwalembaga tataniaga yang memperoleh margin ke-untungan terbesar adalah pedagang di kota sebesarRp 13.700/kg. Penetapan harga pasak bumi ditingkat pedagang tidak lagi berdasarkan pada nilaiberat (kg) seperti pada penetapan harga di rantaitata niaga sebelumnya, namun berdasarkan hargajual per batang. Hal ini karena sifat berat kayu pasakbumi yang cepat menyusut sehingga pasak bumi dijual dalam satuan unit batang. Manipulasi beratmenjadi batang ini memberikan nilai marjin tataniaga dan margin keuntungan yang tinggi.

Pengumpul merupakan pihak yang memperolehkeuntungan paling kecil, hal ini karena pengumpulsebenarnya pemungut yang bertindak sebagaikoordinator yang diberi tugas oleh tengkulak untukmemimpin ekspedisi mencari pasak bumi. Namundemikian dilihat dari nilai (ROI),yaitu nilai yang menunjukkan efisiensi dari modal

return on investment

yang diinvestasikan, pengumpul mempunyai nilaiROI tertinggi yaitu sebesar 277,37 %. Nilai inimenunjukkan bahwa setiap rupiah yangdiinvestasikan untuk usaha pasak bumi akanmemberikan keuntungan sebesar Rp 277,37.Hal ini sesuai dengan pernyataan Wild(2005) bahwa semakin besar nilai ROI makasemakin besar pula tingkat pengembalian investasi.Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama, biayayang dikeluarkan oleh pengumpul paling kecilkarena hanya bertindak sebagai koordinatorpemungut sehingga nilai risikonya juga palingkecil, dan kedua karena sumber daya pasakbumi ditambang langsung dari hutan, bukan darihasil budidaya. Dari aspek kelestarian kondisi inimengancam keberadaan pasak bumi di alamkarena bisa memacu pemungut untuk memungutpasak bumi sebesar-besarnya untuk meningkatkankeuntungan.

et al.

Tabel 2. LanjutanTable 2. Continued

Pedagang

a. Pendapatan kotor

b. Biaya produksi

Sewa kios

Upah pegawai

Diversifikasi produk

Jumlah

c. )

d.

e. Returnt on investment

200 btg**

1 unit/bulan1 0rang20 pax

35.000

1.250.000400.000

500

7.000.000

1.250.000400.00010.000

35.000

6.2502.000

508.300

22.000

13.700165 %

Variabel( )Variable

Satuan( )Unit

Harga satuan( )

(Rp)Unit price

Jumlah( )Count(Rp)

Harga( )Price

(Rp/kg)

Keterangan ( ): * Dalam satu bulan terjadi penyusutan berat akar sebesar 40 %** 1 batang beratnya ± 3 kg, jadi volume akar seberat 360 kg sama dengan 120 batang akar

Remarks

Tabel 3. Rekapitulasi sebaran marjin tata niaga pada setiap tingkatan lembaga tata niaga pasak bumiTable 3. Recapitulation of margin distribution at every level of institution in trading chain of Pasak Bumi

Variabel( )Variable

Pemungut( )Picker(Rp/kg)

Pengumpul( )Collector(Rp/kg)

Tengkulak( )Middle man

(Rp/kg)

Pedagang( )Trader(Rp/kg)

a. Harga

b. Biaya

c. Margin pemasaran

d. Margin keuntungan

e. Returnt on investment (ROI)

5.000

3.089,98

0

1.910,02

61,88 %

6.000

265

1.000

735

277,37 %

13.000

2.083,61

7.000

4.916,39

235,95 %

35.000

8.300

22.000

13.700

165 %

Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yang Berkelanjutan di ..... SM. KartikawatiEurycoma longifolia et al.( )

Page 10: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

162

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Karakteristik alami pengusahaan pasak bumi,atribut komunitas masyarakat sekitar gunungAmbawang dan kondisi fisik alam serta pengelolaan

yang tidak efektif telah melahirkaninteraksi saling ketergantungan komunitas tataniaga pasak bumi. Adanya pihak yang berada dalamposisi lebih baik dibanding pihak lain, baik dalamsegi ekonomi ataupun penguasaan informasimelahirkan bentuk kelembagaan tata niaga pasakbumi dengan sistem patron klien. Berdasarkan hasilanalisis kinerja, tata niaga pasak bumi tidak efisienkarena yang diperoleh tiap pelakupemasaran tidak merata untuk tiap tingkatpemasaran. Pengumpul memperoleh keuntunganyang paling kecil, namun memiliki nilai ROI palingbesar. Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama,biaya yang dikeluarkan oleh pengumpul paling kecilkarena hanya bertindak sebagai koordinatorpemungut sehingga nilai resikonya juga paling kecil,dan ke dua karena sumber daya pasak bumiditambang langsung dari hutan. Artinya, dari aspekkelestarian kondisi ini mengancam keberadaanpasak bumi di alam karena dapat memacupemungut untuk memungut pasak bumi sebesar-besarnya untuk meningkatkan keuntungan.

Dalam upaya mengantisipasi kelangkaan pasakbumi, perlu dilakukan penelitian potensi danpersebaran pasak bumi secara menyeluruh sehinggadapat dihitung kuota pemungutan akar pasak bumi(kg/ha) secara lestari. Perlunya keseimbanganinformasi antar pelaku tata niaga. Perlu adanyausaha pengembangan teknik budidaya pasak bumisehingga pemungutan secara langsung di alamdapat dikurangi.

Ang, H.H., Lee, K.L. & Kiyoshi M. (2004). Sexualarousal in sexually sluggish old male rats afteroral administration of Jack.

, 303-309.

state property

margin share

Eurycoma longifoliaJ Basic Clin Physiol Pharmacol 15

Ang, H.H., Ngai, T.H. & Tan, T.H. (2003). Effectsof Jack on sexual qualitiesin middle aged male rats. ,590-593.

Bromley, D.W. (1992). The commons, property,and commons property regime In: Bromley,D.W (eds).San Francisco : ICS Press.

Chan, K.L., Choo, Cy. & Abdullah, N.R. (2005).Semisynthetic 15-O-acyl- and 1,15-di-O-acyleurycomanones fromas potential antimalarials (10),967-969.

Dahl, D.C, & J.W. Hammod. (1977).. . New York:

Mc-Graw Hill Company.

Effendy, N.M., Norazlina, M., Norliza, M., Isa,N.M., & Ahmad, N.S. (2012).

Hindawi Publishing CorporationEvidence-Based Complementary andAlternative Medicine, Volume 2012, ArticleID 125761, 9 pages.

Farouk, A.E., Benafri, A. (2007). Antibacterialactivity of Jack. AMalaysian medicinal plant. . ,1422-1424.

Farooquee, N.A., Majila, B.S, & Kala, C.P. (2004).Indegenous knowledge systems andsustainable management of naturalresources in a high altitude society inKumaun Himalaya, IndiaE , 33-42.

Ghimire, S.K., McKey, D., & Aerumeeruddy-Thomas, Y. (2005). Heterrogeneity inetnoecological knowledge and managementof medicinal plants in the Himalayas ofNepal : Implication for conservation

, 36.

Ginting, B.R, & Aminata. (2010).( Jack)

(tesis). Pogram Studi Magister

Eurycoma longifoliaPhytomedicine 10

.et al. Making the Commons World.

Eurycoma longifoliaPlanta Med 71

Market and priceanalysis The agricultural industries

Eurycomalongifolia :Medicinal plant in the prevention andtreatment of male osteoporosis due to androgendeficiency.

Eurycoma longifoliaSaudi Med J 28

. Journal of Humancology 16

. Ecologyand Society 9

Kajian ekologipasak bumi Eurycoma longifolia danpemanfaatan oleh masyarakat di sekitar HutanBukit Lawang

.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 153 - 164

Page 11: ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN TATA NIAGA PASAK BUMI

163

Ilmu Biologi Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Universitas SumateraUtara, Medan.

Heyne, K. (1987). (Jilid I-III).Bogor: Badan Litbang Kehutanan.

Hussein, S., Ibrahim, R., Kiong, A.L.P., Fadzilah,N.M., & Daud, S.K. (2005). Multiple shootformation of important tropical mediclinalplant, Jack. ,349-351.

Julisasi, T.H. (1992).Jack

. (Skripsi). Jurusan KonservasiSumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan,Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kala, C.P., Farooquee, N.A., & Dhar, U. (2004).Prioritization of medicinal plants on the basisof avalaible knowledge, existing practices anduse value status in Uttaranchal, India

, 453-469.

Kartodiharjo, H. (1998).

. Bogor:Program Pascasarjana, Institut PertanianBogor.

Kuo, P.C., Shi, L.S., & Damu, A.G. (2003).Cytotoxic and antimalarial beta-carbolinealkaloids from the roots of .

. , 1324-7.

Kuo, P.C., Damu, A.G., Lee, K.H., & Wu, T.S. (2004).Cytotoxic and antimalarial constituents fromthe roots of

, 537-44.

Lane, Jan-Erik. (2003). Relevance of the principal-agent framework to public policy andimplementation. (Working paper) Universityof Geneva and National University ofSingapore.

Nurhanan, M.Y., Azimahtol, H.L.P., Mohd, I.A., &Shukri, M.A (2005). Cytotoxic effects of theroot extracts of Jack.

, 994-6.

Nuryamin, A. (2000).

Tumbuhan obat berguna

Eurycoma longifolia J. Biotechnol 22

Kajian ekologis pasak bumi(Eurycoma longifolia ) di areal HPH PT. SiakRaya Timber Riau

.Biodiversity and Conservation 13

Peningkatan kinerjapengelolaan hutan alam produksi melaluikebijaksanaan penataan institusi

Eurycoma longifoliaJ Nat Prod 66

Eurycoma longifolia. Bioorg MedChem 12

.Eurycoma Longifolia

Phytoter Res. 19 (11)

Studi potensi tumbullan obat akarkuning (Arcangelisia flava (L.) Merr), pasak bumi(Eurycoma longifolia Jack), seluang belum (Luvungaeleutherandra Dalz) dan gingseng kalimantan

(Psycotria valetonii Hochr) di areal kerja HPNPT. Manimbun Djaja (Djajanti Group)Kalimantan Tengah.

Journal of Theoretical Politics 15

Handbook of New InstitutionalEconomics

Private and commonproperty rights

Dalam Prosiding Patanas Evolusikelembagaan pedesaan di tengah perkembanganteknologi pertanian

Rural Sociology 68 ,

Eurycoma longifoliaet al. Tiga Puluh Tumbuhan

Langka Indonesia

Perlawanan kaum tani

Mucuna pruriens

Journal of Ethnopharmacology 122

Eurycoma longifolia

Anticancer Res 27

Analisis laporan keuangan

Bogor: Institut PertanianBogor.

Ostrom, E. (2003). How types of goods andproperty rights jointly affect collectiveaction. (3):239-270.

Ostrom, E. (2005). Doing institutional analysis:Digging deeper than markets andhierarchies. pp.819-848. In C. Ménard & M.Shirley, (eds).

. Springer.

Ostrom E., & Hess C. (2007).. Retrieved from Workshop in

Political Theory and Policy Analysis.Indiana University. Social Science ResearchNetwork. . (15Desember 2013).

Pakpahan, A. (1989). Kerangka analitik untukpenelitian sosial: perspektif ekonomiinstitusi. :

. Bogor: Pusat PenelitianAgroekonomi.

Ribot, J.C., & Peluso, N.L. (2003). A theory ofaccess. (2) 153-181.

Rifai, M.A. (1992). Jack. (pp 1-28). In Rifai (eds.),

. Floribunda 2.

Scott, J.C. (1993). . (EdisiPertama). Jakarta: Yayasan Obor.

Suresh, S., Prithiviraj, E., & Prakash, S. (2009).Dose and time-dependent effects ofethanolic extract of Linn.seed on sexual behaviour of normal male rats.

, (3), 497-501.

Tee, T.T., Cheah, Y.H., & Hawariah, L.P. (2007). Afraction from jack extract,induces apoptosis via a caspase-9-independent manner in MCF-7 cells.

, 3425-30.

Wild, R.F., Halsey, Kr., & Subramanyam, J.J. (2005).. (Buku 2. Ed. 8.).

(Yanivi, S.B., & Harahap, S.N.) Penerjemah).Jakarta : Salemba Empat.

http://papers.ssrn.com

Analisis Kinerja Kelembagaan Tataniaga Pasak Bumi ( Jack) yang Berkelanjutan di ..... SM. KartikawatiEurycoma longifolia et al.( )