analisis kesesuaian penerapan pernyataan standar akuntansi...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESESUAIAN PENERAPAN PERNYATAAN STANDAR
AKUNTANSI KEUANGANNO. 109 MENGENAI PENYAJIAN LAPORAN
KEUANGAN DANA ZIS
( Studi Kasus BAZIS-DKI Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
SITI KHOLIFAH
1111046300005
KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2014 M
vi
بسم ميحرلا نمحرلا هللا
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas izin,
rahmat dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka
memenuhi persyaratan mencapi gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah pada Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan umat Islam Nabi
Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, sahabat dan seluruh umatnya, yang
Insya Allah kita termasuk di dalamnya. Didorong oleh semua itu penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Kesesuaian Penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 Mengenai Penyajian Laporan
Dana ZIS”
Selanjutnya, penulis pun menyadari bahwa selesainya skripsi ini banyak
dibantu dan didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini,
penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Bapak Asep Saepuddin Jahar, MA,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Muamalat dan
Bapak Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Sekretaris Porgram Studi Muamalat
vii
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Supriyono, S.E., M.M. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan pengarahan,
ilmu, bimbingan, serta motivasi kepada penulis dalam membantu
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak M. Mujibur Rohman, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepada seluruh Dosen dan Karyawan Akademik Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan pengetahuan dan bantuannya kepada penulis. Serta para pengurus
Perpustakaan yang senantiasa memberikan pelayanan kepada para mahasiswa.
6. Terima kasih banyak dan peluk hangat kepada kedua oaring tua-ku Bapak
Hamzah dan Ibu Mulyati. Atas segala do’a dan dukungannya bail materil
maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tanpa kenal
lelah membimbing dan memberikan kepercayaan kepadaku untuk belajar dan
terus belajar untuk menciptakan masa depan yang cerah
7. Ketua Pimpinan BAZIS DKI-Jakarta yang telah memberikan izin penelitian
kepada peneliti serta Bapak Teuku Agam Firdiansyan, S.E. yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan arahan, informasi, dan dukungan
dalam penyusunan skripsi ini.
8. Terimaka kasih kepada kakak-kakak dan adik-adik-ku atas dukungan dan
semangat sertan do’anya selama penyusunan skripsi ini.
viii
9. Keluarga besar Manajemen ZISWAF’11 (Siti Kholifah, Nurseha Satyarini,
Rozalia, Mitra Yunimar, Rini Dian Haerani, Haslinda, Putri Novianti, Nur
Addini Rahma, Siti Latifah, Punky Septiani, Ramadhana, Syaipudin Elman,
Muh. Akbar Satria, Achmad Rendy, Hendriansyah, Achmad Romdhoni dan
Ali Ma’ruf, yang banyak membantu memberikan masukan, saran, kritik
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
10. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu,
terimakasih atas motivasi, dukungan dan semangatnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata hanya kepada Allah jualah penulis memanjatkan doa serta rasa
syukur yang telah membuat satu persatu impian penulis terwujud. Penulis sangat
sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, karena penulis bukanlah
makhluk yang sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
bagi para pembaca. Aamiin Yaa Rabbal’Alamin...
Ciputat, September 2015 M
Dzulhijjah 1436 H
Penulis
ix
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG……………………………………… iii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………. iv
ABSTRAK. ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .............................................................................. 1
B. IdentifikasiMasalah ...................................................................... 6
C. BatasandanRumusanMasalah ....................................................... 7
D. TujuandanManfaatPenelitian ....................................................... 8
E. TinjauanKajianTerdahulu ............................................................ 9
F. KerangkaTeoridanKonseptual ...................................................... 12
G. MetodePenelitian .......................................................................... 17
H. SistematikaPenulisan………………………………….….….…...21
ix
BAB II LANDASAN TEORI
A. LembagaAmil Zakat
1. PengertianLAZ ....................................................................... 23
2. DasarHukumLAZ ................................................................... 24
a. HukumSyariat .................................................................. 26
b. HukumPositif ................................................................... 28
3. TujuandanHikmahLAZ .......................................................... 29
4. Ketentuan UUD Pelaksanaan LAZ…………………….……..32
B. LaporanKeuangan Dana ZIS
1. PengertianLaporanKeuangan ................................................. 34
2. TujuanLaporanKeuangan ....................................................... 34
3. PrinsipLaporanKeuangan………………………………...…..35
C. PernyataanStandarAkuntansiKeuangan No. 109
1. Pengertian PSAK 109 ............................................................ 38
2. Tujuan PSAK 109 .................................................................. 40
3. AplikasiAkuntansi PSAK 109................................................ 41
4. StandarAkuntansi di Indonesia……………………….……...47
BAB III METODE PENELITIAN
A. ObjekPeneltian ............................................................................. 49
B. JenisdanSumber Data ................................................................... 53
C. PopulasidanSampel ...................................................................... 54
ix
D. TeknikPengumpulan Data ............................................................ 55
E. MetodeAnalisis Data .................................................................... 56
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
1. AnalisisKesesuaianPenerapan PSAK 109 pada BAZIS DKI-
Jakarta………………………………………………………….66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 87
B. Saran-saran ................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 90
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 92
DAFTAR TABEL
Gambar 1.1 Kerangka Konsep……………………………………………………….16
Gambar 2.2 Tujuan Laporan Keuangan APB Statement No.4………………………35
Gambar 3.3 Metode Pengukuran Kesesuaian Grounded Theory Method….……….57
Tabel 4.1 Jurnal penerimaan Zakat PSAK No. 109………………...………………..67
Tabel 4.2 Jurnal Penyaluran Zakat PSAK 109…………………………………..…..69
Tabel 4.3 Jurnal Penyaluran Dana Infak PSAK 109………………………………...70
Tabel 4.4 Jurnal Bagian Amil PSAK 109……………………………………...…….72
Tabel 4.5 Jurnal Beban Operasional Amil PSAK 109…………………….………...73
Tabel 4.6 Jurnal Kesimpulan Hasil Analisis…………………………………………74
Tabel 4.7 Jurnal Perbandingan Penyajian PSAK 109……………………………….82
Tabel 4.8 Jurnal Perbandingan Pengukapan PSAK 109…………………………….83
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkembang pesatnya lembaga keuangan syariah dan lembaga amil zakat
telah menarik banyak pihak untuk mengetahui lebih dalam tentangnya. Bukan
hanya kajian dari sisi landasan konseptual dan penerapan fikihnya, namun juga
berkaitan langsung dari sisi manajemen operasional, khususnya dalam hal
pendokumentasian transaksi syariah. Ditengah pesatnya perkembangan transaksi
syariah tersebut, maka kebutuhan atas akuntansi syariah makin meningkat.
Akuntansi sebagai proses untuk melaporkan transaksi keuangan perusahaan tentu
harus dapat mengikuti seluruh perkembangan transakasi yang sedang
berlangsung.
Pengelola zakat membutuhkan dukungan system akuntansi dan system
informasi manajemen yang memadai agar zakat benar-benar dapat memiliki
fungsi sosial yang mengurangi kesenjangan ekonomi umat. Pengelolaan zakat
yang profesional memiliki sumberdaya manusia, memiliki kemampuan
manejerial, pengetahuan agama serta keahlian khusus. Dalam pandangan pemikir-
pemikir akuntansi Islam, konsep zakat merupakan suatu konsep yang tidak dapat
dipisahkan dari bisnis. Akuntansi Islam melihat perusahaan sebagai bisnis dari
2
masyarakat keseluruhan. Pengelolaan dana zakat secara profesional dibutuhkan
suatu badan khusus yang bertugas sesuai dengan ketentuan syariah, mulai dari
perhitungan dan pengumpulan zakat hingga pendistribusiannya. Semua ketentuan
tentang zakat yang diatur dalam syariat Islam, menuntut pengelola zakat harus
akuntabel dan transparan. Semua pihak dapat mengawasi dan mengontrol secara
langsung.1
Laporan keuangan digunakan sebagai bentuk transparansi pengelolaannya
dan juga sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada donatur atau pengguna
laporan keuangan lainnya. Maka dari itu, dibutuhkan laporan keuangan sebagai
media antara pengelola dan masyarakat. Menurut standar akuntansi no.1 tujuan
dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
terbagi sejumlah besar pemakai dan pengambil keputusan.2
Laporan keuangan lembaga amil menjadi salah satu media untuk
pertanggung jawaban operasionalnya, yaitu dalam mengumpulkan dan
menyalurkan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS). Untuk itu agar laporan
keuangan tersebut akuntabel dan transparan maka dibutuhkan standar akuntansi
yang mengaturnya. Bagi institusi yang didirikan hanya khusus untuk mengelola
dana zakat, infak, dan sedekah atau bisa juga disebut Amil, maka penyusunan
1 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol 2, Nomor 1, Januari 2013, h. 24.
2 Ikatan Akuntansi Indonesia, pedoman Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta : IAI, 2001),
h.1
3
laporan keuangannya menggunakan PSAK 109, Standar Akuntansi yang
mengatur tentang zakat, infak, sedekah, dan dana sosial lainnya.3
Peryataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 mengatur
penyajian laporan keuangan suatu entitas atau lembaga sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Yang mencakup bentuk, susunan, dan
isi laporan keuangan. Serta catatan atas laporan keuangan penggolongan unsur
dalam laporan keuangan, dan dasar-dasar yang digunakan untuk menghasilkan
jumlah yang di cantumkan dalam laporan keuangan.4
Seiring berkembangannya Lembaga Amil Zakat (LAZ) maka laporan
keuangan Amil zakatpun harus sesuai dengan transaksi yang ada di Lembaga
Amil Zakat tersebut. Untuk itu, akuntansi dalam hal menangani laporan keuangan
harus mengikuti perkembangan yang ada. Laporan Keuangan Amil Zakat
bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut pelaporan atas
penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, laporan keuangan Amil Zakat juga bertujuan sabagai alat pertanggung
jawaban (akuntabilitas) dan transparansi pengelolaan keuangan kepada para
pemangku kepentingan serta sebagai alat untuk evaluasi kinerja manajerial dan
organisasi.5
3 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta: kencana, 2006), h. 17.
4 Sofyan Safri Harahap, Teori Akuntansi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo persada, 1993), h.268.
5 Teten kustiawan, Pedoman Akuntansi Amil Zakat, (Jakarta : Forum Zakat, 2012), h. 19.
4
Sampai saat ini sudah ada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
yang mengatur tentang akuntansi Lembaga ZIS. Namun, merujuk pada akuntansi
konvensional serta praktik dari Lembaga ZIS yang telah beroperasi di Indonesia
saat ini, maka perlakuan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah jauh berbeda. Hal
ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan
pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima.
Selain masalah pencatatan akuntansi yang sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No.109, yang juga harus menjadi perhatian adalah
pengelolaan oleh pengelola Lembaga Amil Zakat. Pengelola Lembaga Amil
Zakat harus melakukan kegiatannya sesuai dengan ketentuan syariah atas dana
ZIS.
Untuk pelaksanaan akuntansi, Dewan Syariah Akuntansi Keuangan (DSAK)
telah mengelurkan Exposure Draft (ED) 109 tentang akuntansi untuk Lembaga
amil zakat, infak/sedekah. Dengan telah diterbitkan Exposure Draft (ED) No.109
tersebut diharapkan pengelolaan zakat, infak dan sedekah akan lebih transparan
dan mencapai sasaran, sesuai dengan tuntunan syariah.6
Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah, diperlukan
kebijakan akuntansi tertentu yang terkait dengan transaksi dan pos-pos laporan
keuangan agar menghasilkan informasi yang dapat diandalkan dan relevan untuk
pengambilan keputusan ekonomi para pemakai laporan keuangan.
6 Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat, (Yogyakarta: P3EI Press, 2009),
h. 25.
5
Kebijakan akuntansi adalah prinsip khusus, dasar, konvensi, peraturan, dan
praktik yang diterapkan entitas syariah dalam penyusunan dan menyajikan
laporan keuangan. Atas kebijakan akuntansi ini, Pernyataan Penyajian Standar
Keuangan No. 101 dan No. 109 telah mengaturnya.7
Lembaga Amil Zakat yang memiliki dan menginstrumenkan laporan
keuangannya sesuai dengan pedoman PSAK no. 109. Maka, lembaga tersebut
sudah dikatakan efisien dalam kinerjanya.
Dapat di simpulkan bahwa adanya PSAK No.109 memiliki dua alasan
utama, yaitu : suatu tuntutan atas pelaksanaan Lembaga Amil Zakat dan adanya
kebutuhan akibat pesatnya perkembangan Lembaga Amil Zakat. 8
Berdasarkan keterangan yang telah diuraikan di atas, perlu dilakukan
penelitian untuk mengkaji lebih lanjut lembaga amil zakat dalam menyajikan
laporan keuangan secara wajar, kebijakan akuntansi, dan informasi komperatif.
Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “ANALISIS KESESUAIAN
PENERAPAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.
109 MENGENAI PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DANA ZAKAT,
INFAK, DAN SEDEKAH” (STUDI KASUS BAZIS DKI JAKARTA).
7 Slamet wiyono, Taufan Maulana, Memahami Akuntansi Syariah Indonesia, (Jakarta : Mitra
Wacana Media, 2012), h. 103. 8 Sri Nurhayati , Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta : Salemba Empat, 2011),
h. 2
6
B. Identifikasi Masalah
Kemungkinan ada beberapa permasalahan yang dapat muncul dari
penelitian ini, dengan meninjau dari berbagai perspektif. Pertama adalah masalah
yang akan muncul berkaitan mengenai standar akuntansi yang disusun oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Standar ini dibuat tidak dalam
kurun waktu yang tiba-tiba atau tanpa alasan yang jelas. Pastilah ada maksud
Dewan Standar Akuntansi Keuangan dalam rencana Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan, Khususnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no.
109.
Selanjutnya permasalahan yang akan muncul sudah sampai sejauh mana
Peryataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 mengenai penyajian Laporan
keuangan Syariah dijalankan dengan baik.
Kemudian ketika Lembaga Amil Zakat tidak dapat atau tidak melaksanakan
standar yang telah disusun atau ditetapkan oleh dewan standar akuntansi
keuangan adakah sanksi bagi Lembaga Amil Zakat tersebut, atau apakah memang
tidak ada sanksi yang akan di dapat oleh Lembaga Amil Zakat tersebut. Sehingga
pertanyaan selanjutnya yang akan muncul adalah untuk apa Standar Akuntansi
Keuangan disusun dan di tetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
Syariah.
7
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Pokok pemasalahan yang ada didalam penelitian ini penulis akan
membatasinya pada ruang lingkup, sebagai berikut :
1) Sejauh mana penerapan Penyajian Standar Akuntansi Keuangan No.
109 mengenai Penyajian Laporan Keuangan dana ZIS ini diterapkan
oleh Badan Amil Zakat (BAZ).
2) Data-data laporan keuangan yang digunakan dibatasi pada tahun
2010 dan 2014. Alasan digunakannya data-data pada tahun tersebut
adalah karena data tersebut merupakan data paling mutakhir.
2. Perumusan Masalah
Dari batasan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis maka
selanjutnya akan di paparkan pula rumusan masalah yang meliputi :
1) Bagaimana praktek pelaporan akuntansi zakat pada BAZIS-DKI
Jakarta ?
2) Bagaimana kesesuaian Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No.109 dalam menyajikan laporan keuangan dana ZIS
pada lembaga BAZIS DKI Jakarta?
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah penulis dipaparkan
sebelumnya akan dipaparkan selanjutnya mengenai tujuan penelitian sebagai
berikut :
a. Mengetahui apakah Badan Amil Zakat (BAZ) dalam hal ini BAZIS-
DKI Jakarta telah menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan no. 109 mengenai penyajian Laporan keuangan dana
Zakat, Infak, dan Sedekan (ZIS).
b. Menjelaskan sudah sejauh manakan penerapan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 mengenai penyajian Laporan
Keuangan dana zakat oleh Lembaga Amil Zakat dalam hal ini
BAZIS-DKI Jakarta.
c. Menjelaskan kendala-kendala yang dialami oleh Lembaga Amil
Zakat dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
No. 109 mengenai penyajian Laporan Keuangan dana zakat, infak,
dan sedekah (ZIS), dalam hal ini kendala yang dialami BAZIS-DKI
Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
dan manfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu sebagai berikut:
9
a. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan menambah
sejumlah studi mengenai lembaga amil zakat dalam menyajikan
laporan keuangan dana ZIS.
b. Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian yang menarik dan
dapat menambah wawasan serta cakrawala keilmuan khususnya bagi
penulis, umumnya bagi pembaca.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan dan
wawasan tentang Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
No.109 tentangan penyajian laporan keuangan dana ZIS .
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan pada
penelitian ini antara lain :
No. Nama Peneliti,
Judul Penelitian
Keterangan dan
Isi Penelitian Perbedaan
1.
Erwin Mahardika
Putra “Evaluasi
Aplikasi PSAK 102
(Murabahah), PSAK
Skripsi ini membahas
tentang perilaku
akuntansi pembiayaan
murabahah,pembiayaan
Skripsi ini membahas
tentang analisis
kesesuaian penyajian
laporan keuangan dana
10
2
105 (Mudharabah),
PSAK 109 (Dana
ZIS) dan PSAK 101
di BMT Mekar”.
Konsentrasi
Perbankan Syariah,
Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Jakarta
tahun 2013.
Giska “Respon
Dewan Syariah
Nasional Majelis
Ulama Indonesia
(DSN-MUI), Forum
Zakat (FOZ), dan
Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI)
Terhadap Exposure
Draft PSAK No.109
Tentang Akuntansi
mudharabah, dan dana
ZIS dalam penyajian
laporan keuangan
berdasarkan PSAK 101
di BMT Mekar
Da’wah. Penelitian ini
dilakukan tahun 2013
Skripsi ini membahas
tentang pandangan,
perdebatan dan dampak
dari pengesahan
Exposure Draft PSAK
No.109 tentang
Akuntansi ZIS dari
sudut pandang DSN-
MUI, FOZ dan IAI.
Penelitian ini dilakukan
pada tahun 2011.
ZIS dengan PSAK
109. Penelitian ini
dilakukan di BAZNAS
dan BAZIS DKI
Jakarta pada tahun
2015.
Skripsi ini membahas
tentang analisis
kesesuaian penyajian
laporan keuangan dana
ZIS dengan PSAK
109. Penelitian ini
dilakukan di BAZNAS
dan BAZIS DKI
Jakarta pada tahun
2015.
11
3
Zakat, Infak dan
Sedekah Tahun
2010”. Konsentrasi
Perbankan Syariah,
Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Jakarta
tahun 2011.
Brian Aderinanda
Bahri “Analisis
Penerapan
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan
No.101 Revisi Tahun
2011 Mengenai
Penyajian Laporan
Keuangan Syariah”.
Konsentrasi Asuransi
Syariah, Fakultas
Syariah dan Hukum,
UIN Jakarta.
Skripsi ini membahas
tentang penerapan
PSAK No.101 (revisi
2011) pada laporan
keuangan dan sejauh
mana penerapan PSAK
No.101 di PT. Asuransi
Takaful Keluarga.
Penelitian ini dilakukan
pada tahun 2014.
Skripsi ini membahas
tentang analisis
kesesuaian penyajian
laporan keuangan dana
ZIS dengan PSAK
109. Penelitian ini
dilakukan di BAZNAS
dan BAZIS DKI
Jakarta pada tahun
2015.
12
F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Untuk memudahkan penulis dalam penyusunan skripsi, maka penulis
perlu menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan judul skripsi ini,
diantaranya tentang ruanglingkup akuntansi syariah No. 101 dan PSAK No.
109 mengenai Penyajian Laporan Keuangan dana zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial lainnya.
Menurut Amarican Accounting Assocation dalam buku “A Statement of
Basic Accounting Theory”, pengertian akuntansi adalah proses
mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk
memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi
mereka yang menggunakan informasi tersebut.9
Sedangkan pengertian akuntansi syariah yaitu suatu identifikasi,
klarifikasi, pendapatan dan pelaporan malalui proses perhitungan yang terkait
dengan transaksi keuangan sebagai bahan informasi dalam mengambil
keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak
mengandung zhulul, riba, maisir, gharar barang yang diharamkan dan
membahayakan. 10
landasan syari’ah terkait akuntansi syariah tersebut yaitu
terdapat dalam firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 282.
9 Muhammad, Prinsip-prinsip Akuntansi Dalam Al-Qur’an ( Jakarta : UII Press, 2000),
10 Hasbi Ramli, Teori Dasar Akuntansi Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), h.13-14
13
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah [179]
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
14
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak
ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya
hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Adapun yang dimaksud dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No.109 adalah bingkai pemikiran dan aktivitas yang mencangkup
dasar-dasar akuntansi dan proses-proses operasional yang berhubungan
dengan penentuan, penghitungan, penilaian harta, pendapatan, menetapkan
15
kadar zakatnya dan pendistribusian hasilnya kepada pos-posnya sesuai dengan
hukum-hukum dan dasar-dasar syariat Islam.11
Dalam PSAK No.109 bentuk pelaporannya diuraikan melalui dua bagian,
pertama, akan dijelaskan pos-pos pendapatan dari dana Zakat, Infak dan
Sedekah (ZIS), non halal, dan dana operasinal; dan kedua, pelaporan
pemberdayaan dana ZISWAF. 12
Landasan syari’ah tersebut memberikan isyarat bahwa keberadaan
akuntansi dalam sebuah Lembaga Amil Zakat menjadi wajib. System
akuntansi bertujuan menghasilkan laporan keuangan sebagai informasi bagi
para pemakainya. Dalam proses akuntasi tersebut terdapat sebuah standar
akuntansi yang mengaturnya. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No.109 mengenai Penyajian Laporan Keuangan dana ZIS adalah
transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi pos-pos penerimaan,
pemberdayaan dana, penyisihan teknisi, dan dana tabarru’. Dengan demikian,
adanya sebuah pemisah antara dana tabarru’ dan dana pengelola adalah
keharusan dalam pelaporan keuangan dana zakat, infak, dan Shadaqah.
11
DR. Husayn Syahatah, Akuntansi Zakat, (Jakarta: Pustaka Progressif), h.29-30 12
Drs. Mursyidi, B. Sc.,S.E, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung: ROSDA, 2003), h.91
16
2. Kerangka Konsep
Keterangan :
1. Penulis melakukan wawancara dan observasi Laporan keuangan
tahunan kepada Lembaga Amil Zakat yang dituju. Dalam hal ini saya
melakukan observasi ke BAZIS DKI Jakarta.
2. Setelah penulis memiliki kumpulan data primer yaitu berupa hasil
wawancara, Laporan Keuangan tahun 2010 dan 2013 dan PSAK
No.109. Data siap diolah.
3. Langkah selanjutnya penulis mempelajari hasil dari wawancara,
Laporan Keuangan Lembaga tertuju dan PSAK No.109, penulis
Wawancara dan Observasi
Laporan Tahunan Lembaga
Amil Zakat
Lembaga Amil
Zakat
PSAK No. 109
Penyajian Laporan
Keuangan Dana
Kumpulan Data
Primer siap
diolah
17
menyesuaikan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
No.109 Laporan keuangan dana ZIS.
4. Setelah data diolah penulis memberikah hasil dari analisis kesesuaian
dari Laporan Keuangan BAZNAS dan BAZIS DKI dengan PSAK
No.109.
G. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah BAZIS DKI Jakarta yang
berlokasi Jl. Surya Pranoto, Gedung Sasana Karya, Jakarta Pusat.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab
pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari
pokok suatu penelitian.13
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk
mendeskrifsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya, sehingga
memberikan gambaran yang jelas tentang situasi-situasi dilapangan apa
adanya.
3. Pendekatan Penelitian
13
Consuelo G.Sevila, pengantar
18
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dah pendekatan kualitatif. Kuantitatif kerena data-data yang
diperoleh dalam bentuk angka-angka pada sebuah laporan keuangan Badan
Amil Zakat (BAZ). Kualitatif karena data-data yang diperoleh berdasarkan
buku-buku, majalah, Koran, kajian pustaka terdahulu, serta artikel yang
dikumpulkan penulis dan berhubungan dengan permasalahan dalam
pembahasan skripsi ini.
4. Jenis dan sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dalam bentuk
laporan keuangan Lembaga Amil Zakat dan kualitatif berupa literatur-
literatur kepustakaan, koran, artikel, dan sebagainya.
b. Sumber Data
1) Data Primer
Bersumber dari observasi langsung pada Lembaga Amil Zakat
yang terkait dalam penelitian ini adalah BAZIS DKI Jakarta yang
berupa Laporan keuangan pada tahun 2010 dan 2014.
2) Data Sekunder
19
Bersumber dari buku-buku, koran, majalah, website, penelitian
terdahulu dan sumber-sumber tertulis lainya yang mengandung
informasi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penulisan
mengadakan penelitian terhadap literature-literatur yang berkaitan
dengan penelitian skripsi ini, berupa skripsi terdahulu, buku-buku,
majalah, surat kabar, artikel, bulletin, brosur, internet, dan
sebagainya.14
b. Penelitian lapangan (field research), yakni penulisan pengumpulan
data-data secara langsung ketempat objek penelitian. Teknik
pengumpulan data dengan melalui dua cara, yaitu :
1) Observasi, yaitu dengan datang dan meninjau langsung ke kantor
BAZIS-DKI Jakarta.
2) Wawancara (interview), yaitu pengumpulan informasi dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak yang terlibat
dengan penelitian ini baik secara langsung maupun yang tidak
langsung.
14
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 23
20
6. Teknik Analisis Data
Data-data yang terkumpul, kemudian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif berupa kata-
kata atau simbol, untuk selanjutnya dilakukan content analisis (riset
dokumen), karena pengumpulan data dan informasi akan dilakukan melalui
pengujian arsip dan dokumen.
Tahapan dalam content analisis adalah sebagai berikut :
1) Unitizing (pengunitan), adalah upaya untuk mengambil data yang
tepat untuk kepentingan penelitian. Data-data tersebut seperti
laporan keuangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109,
buku-buku referensi, berita, data-data dari internet, data wawancara.
2) Sampling (penyemplingan), adalah mencari sampel yang dapat
digunakan dalam mendukung penelitian. Dalam hal ini berupa
kutipan ataupun contoh-contoh.
3) Reducing (pengurangan) adalah penyederhanaan dari unit-unit yang
telah diperoleh, sehingga data yang di dapat lebih efesien. Dalam hal
ini unit berfocus pada laporan keuangan lembaga Amil Zakat.
4) Abductively inferring adalah melakukan penarikan kesimpulan
melalui analisa yang lebih jauh, sehingga dapat timbul makna yang
luas, sebab-akibat serta arahan atau acuan.
21
5) Narrating (penarasian) adalah merupakan tahapan akhir yakni upaya
dalam menjawab hasil dari penelitian yang telah dilakukan.15
Setelah semua data terkumpul dan telah dilakukan content analisis,
maka maka penulis melanjutkan tahap analisis dengan menggunakan metode
deskriptif analisis. Pada tahap ini, data dideskripsikan dan dianalisis
sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang
dapat digunakan untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini data yang
digunakan adalah Laporan Keuangan Badan Amil Zakat BAZIS-DKI jakarta.
H. Sistematika Penulisan
Penulis membagi penulisan skripsi ini menjadi kedalam 5 (lima) bab dan
terdiri atas beberapa sub bab tersebut secara sistematis adalah sabagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjuan kajian terdahulu, kerangka teori dan konseptual,
metode penelitian, rencana waktu penelitian, serta sistematika
penulisan.
15
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002),
h.19.
22
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Tinjuan teoritis ini memuat deskripsi mengenai teori-teori yang
digunakan dalam proses penelitian dan pembatasan. Dalam hal ini,
teori-teori yang diuraikan antara lain pengertian zakat, infak, dan
sedekah (ZIS), ruang lingkup akuntansi syariah dan akuntansi Zakat
serta gambaran umum Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 109 mengenai penyajian laporan keuangan dana zakat,
infak, dan sedekah (ZIS).
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini disajikan mengenai metode penelitian yang dilakukan
oleh penulis dalam mengolah data yang telah di dapatkan.
BAB IV : ANALISIS TERHADAP DATA PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan analisis terhadap data penelitian yang guna
menjawab masalah penelitian, dalam hal ini mengenai penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 mengenai Penyajian
Laporan Keuangan Syariah Lembaga Amil ZIS
BAB V : PENUTUP
Bab ini memaparkan hasil dari penelitian atau kesimpulan apa yang
dapat ditarik hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan berkaitan
dengan pokok masalah. Kemudian dari hasil analisis dan pembahasan
23
yang telah dilakukan dan berdasarkan kesimpulan tersebut akan
diberikan saran yang sekiranya dapat bermanfaat bagi lembaga yang
diteliti.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Lembaga Amil Zakat
1. Pengertian Lembaga Amil Zakat
Yang dimaksud dengan amil zakat adalah semua pihak yang melakuan
pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan,
perlindungan, pencatatan, dan penyaluran harta zakat. Mereka diangkat oleh
24
pemerintah yang berkuasa oleh masyarakat Islam setempat untuk memungut
dan membagikan serta tugas-tugas lain yang berhubungan dengan zakat.16
Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan tujuan dari
pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat, serta meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.17
Di Indonesia, LAZ berbeda dengan BAZ. LAZ atau Lembaga Amil
Zakat merupakan organisasi yang tumbuh atas dasar inisiatif masyarakat
sehingga pergerakannya lebih cenderung pada usaha swasta atau swadaya.
Menurut data FOZ, ada 19 Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia yang
resmi dikukuhkan di tingkat pusat, terdiri dari 1 BAZNAS yang dimiliki
pemerintah dan 18 LAZ yang dikelola swasta.18
Hanya LAZ yang dikukuhkan pemerintah saja yang bukti setoran
zakatnya diakui sebagai pengurang pajak dari muzakki yang telah
membayarkan kewajibannya. Bentuk badan hukum untuk LAZ adalah
16
Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar-Rahman, Zakat: 1001 Masalah dan Solusinya, (Jakarta:
Pustaka Cerdas, 2000), h.181. 17
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. 18
http://www.forumzakat.net
25
yayasan karena LAZ termasuk organisasi nirlaba yang dalam melakukan
kegiatannya tidak berorientasi untuk menumpuk laba.
Setelah mendapat pengukuhan, LAZ memiliki kewajiban sebagai
berikut:
a. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah
dibuat.
b. Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan.
c. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui
media.
d. Menyerahkan laporan kepada pemerintah.19
2. Landasan Hukum Lembaga Amil Zakat
Di Indonesia, pada awalnya pengelolaan zakat diatur berdasarkan
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang
Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/29 Tahun 2000 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.20
Namun, UU No. 38 Tahun 1999
dianggap belum mampu menjawab permasalahan pengelolaan zakat sehingga
pemerintah merevisi UU tersebut menjadi Undang-undang Nomor 23/2011.
Dalam implementasinya, hasil revisi UU tersebut mengalami banyak
19
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.132. 20
Kuntarno Aflah, ed., Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006), h.80.
26
kontroversi karena terdapat pasal yang multitafsir dan dianggap menghambat
kinerja dan peran lembaga-lembaga pengelola zakat yang telah ada.21
Kemudian, pada 31 Oktober 2013, Mahkamah Konstitusi (MK)
mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan
Zakat.ada tiga pasal yang diubah, yakni pasal 18, pasal 38, dan pasal 41.22
Menurut MK, beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga yang
bergerak di bidang penyaluran dan/ atau pendayagunaan zakat adalah:
a) Bergerak di bidang keagamaan Islam;
b) Bersifat nirlaba;
c) Memiliki rencana/program kerja pendayagunaan zakat; dan
d) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan rencana/program
kerjanya.23
a. Hukum Syariat
Begitu pentingnya masalah zakat sehingga dalam Al-qur’an ada
82 ayat yang menyebutkan zakat bersamaan dengan shalat. Banyak
para ulama yang menyarankan agar zakat dikelola oleh Negara atau
suatu Lembaga Amil Zakat diantaranya oleh Prof. Hazairin. Prof.
Hazairin berargumentasi bahwa syariat islam itu terdiri dari tiga
21
Anis Rosyidah, “Implementasi UU No. 23 tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat oleh Lembaga Amil Zakat”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang, 2012), h.3
22Eri Sudewo, “LAZ Pun Siuman”, Republika, 4 November 2013, h.6.
23Heru Susetyo, “Legal Opinion Terhadap Putusan MK Tentang Pengujian UU No. 23/2011
Tentang Pengelolaan Zakat”, Konstitusi, No. 81 (November 2013): h.15-17.
27
kategori, salah dari kategori itu adalah : “syariat yang mengandung
hukum dunia seperti hukum perkawinan, hukum warisan, hukum zakat
dan hukum pidana. Hukum-hukum ini sangat memerlukan bantuan
kekuasaan negara baik Negara Islam maupun Negara non Islam agar
berjalan dengan sempurna.24
Yūsuf al-Qaradhāwī berpendapat bahwa pelaksanaan zakat ini
harus diawasi oleh penguasa, dilakukan oleh petugas yang rapi dan
teratur. Dalil yang paling jelas dalam masalah ini Allah Swt. berfirman
dalam QS. Al-Taubah (9): 103.
Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Adapun alasan-alasan mengapa zakat harus dikelola oleh negara,
adalah sebagai berikut:25
24
Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara, (Jakarta: Nuansa Madani Publisher, 2004), h. 5-6.
25 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat . Penerjemah Salman Harun, dkk (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, 2010), h. 742-743.
28
a. Pertama, sesungguhnya kebanyakan manusia telah mati hatinya
atau terkena penyakit dan kelemahan. Untuk itu harus ada
jaminan bagi bagi si fakir dan haknya tidak diabaikan begitu
saja.
b. Kedua, sifakir meminta kepada pemerintah, bukan dari pribadi
orang kaya, untuk memilihara kehormatan dan harga dirinya dari
perasaan belas kasih oleh sebab meminta, serta memelihara
perasaan dan tidak melukai hatinya dari gunjingan dan kata-kata
yang menyakitkan.
c. Ketiga, dengan tidak memberikan urusan ini pada pribadi-pribadi
berati menjadikan urusan pembagian zakat sama besarnya. Sebab
terkadang banyak si kaya yang memberikan zakat pada setiap
fakir saja, sementara fakir yang lain terlupakan. Tidak ada
seorang pun yang mengerti keadaanya, padahal terkadang
keadaanya lebih membutuhkan.
d. Keempat, sesungguhnya zakat itu bukanlah hanya diberikan pada
pribai fakir, miskin dan ibnu sabil saja, akan tetapi ada diantara
sasaranya yang berhubungan dengan kemaslahatan kaum
muslimin bersama, yang tidak bisa dilakukan oleh perorangan,
akan tetapi oleh penguasa dan lembaga musyawarah jama’ah
kaum muslimin.
29
e. Kelima, sesungguhnya Islam adalah agama dan pemerintahan,
Al-Qur’an dan kekuasaan. Untuk tegaknya kekuasaan dan
pemerintahan ini dibutuhkan harta, yang dengan itu pula
dilaksanakan syari’atnya. Terhadap harta ini dibutuhkan adanya
penghasilan. Dan zakat penghasilan yang penting dan tetap untuk
kas negara dalam ajaran Islam.
b. Hukum Positif
Dengan kata lain, berorientasi pada prioritas pemanfaatan zakat
perlu dilakukan kearah memanfaatkan dalam jangka panjang. Hal ini
bisa dalam bentuk:
1) Zakat dibagikan untuk mempertahankan insentif bekerja atau
mencari penghasilan sendiri dikalangan fakir miskin.
2) Sebagian dari zakat yang terkumpul (setidaknya 50%)
digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif kepada
kelompok masyarakat fakir miskin, misalnya penggunaan
zakat untuk membiayai berbagai kegiatan dan latihan
keterampilan produktif, pemberian modal kerja atau bantuan
modal awal (stars-up capital).26
3. Tujuan dan Hikmah Lembaga Amil Zakat
26
Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara, (Jakarta : Nuansa Madani Publisher, 2004), h. 12.
30
Salah satu tugas penting dari lembaga Amil zakat adalah melakukan
sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus-menerus dan
berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media. Dengan sosialisasi
yang baik dan optimal, diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar
untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang kuat, amanah, dan
terpercaya.
Lembaga amil zakat memiliki fungsi yang optimal sebagai pengelola
zakat di Indonesia dalam menghimpun dan mendayagunakan dana zakat.
Karena, yang menjadi tujuan awal usaha lembaga amil zakat adalah
pengelolaan dan pendistribusian. Pengelolaan dalam arti mengusahakan agar
dana zakat yang berhasil dihimpun dapat disalurkan ke post-post (asnaf zakat)
yang sesuai dengan yang dianjurkan dan ditetapkan oleh syariat Islam.
Sedangkan pendistribusian termasuk juga pendayagunaan.
Lembaga amil zakat harus mampu membuat program yang bersifat
pendayagunaan agar dana zakat yang akan disalurkan kepada asnaf tidak
habis sia-sia dan dapat diproduktifkan. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa
lembaga amil zakat berperan stategis untuk meningkatkan ekonomi para
mustahiq.
Berdasarkan pengalaman selama ini dari semenjak zaman penjajahan
Belanda sampai sekarang, pengelolaan zakat dipercayakan kepada pribadi
umat Islam masing-masing. Alhasil, uang zakat yang terkumpul sangat
31
tidaklah sedikit. Jumlah ini tentu saja signifikan untuk pemberdayaan
ekonomi umat dalam upaya memerangi kemiskinan. Belum lagi
pendistribusiannya yang cenderung bersifat konsumtif saja.27
Zakat tidak bisa dikerjakan oleh setiap pribadi muslim. Zakat harus
dikelola dengan melibatkan pihak lain. Karena zakat dari muzaki, dikelola
oleh amil dan ditunjukan untuk mustahik. Tujuan zakat tidak dikelola sendiri
dan harus dikelola oleh Amil Zakat (Lembaga Amil Zakat), yaitu :28
1) Agar tak subjektif
Zakat berasal dari harta sendiri, karena berasal dari harta sendiri,
seolah-olah dirinya masih menjadi pemilik. Dalam kondisi seperti
ini, pengelolaan zakat menjadi subjektif.
2) Menjaga harta mustahik
Dalam kondisi labil, manusia cenderung bertindak emosional tak
terkontrol. Zakat yang milik orang lain, akhirnya tersendat karena
harus melalui tahap yang tidak lagi rasional.
3) Objektif Profesional
Jika zakat dikelola oleh lembaga amil, harga diri dan harkat martabat
serta ketidak berdayaan mustahik dijaga. Mereka datang untuk
menuntut hak. Dan bagi lembaga amil, ini sudah tugasnya untuk
27
Tim Institut Manajemen Zakat, Manajemen Zakat Gaya BUMN, (Ciputat : Mitra Cahaya Utama, 2006), h. 26
28 Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara, (Jakarta : Nuansa Madani Publisher,
2004), h.
32
melayani mereka tidak dengan pretensi macam-macam. Lembaga
amil berperan mengemban amanah dana muzaki untuk mustahik.
Jadi para amil tertuntut untuk bekerja professional.
4) Dana Terhimpun Besar
Dengan lembaga, zakat dapat di himpun dari berbagai sumber di
masyarakat. Jika muzaki yang mengelola, sulit bagi muzaki lain
untuk mempercayakan dananya. Ini berkaitan dengan masalah
kepercayaan. Jika muzaki yang mengelola, tidak bisa dicegah akan
muncul berbagai persepsi dan fitnah.
5) Pemberdayaan
Jika lembaga amil yang khusus mengelola, dana memang dapat
dihimpun dalam jumlah besar. Dengan dana besar itu, berbagai
program pemberdayaan dapat dikembangkan dan
diimplementasikan.
4. Ketentuan-ketentuan Undang-undang dalam Pelaksanaan Lembaga
Amil Zakat
Di Indonesia, pada awalnya pengelolaan zakat diatur berdasarkan
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang
Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/29 Tahun 2000 tentang
33
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.29
Namun, UU No. 38 Tahun 1999
dianggap belum mampu menjawab permasalahan pengelolaan zakat sehingga
pemerintah merevisi UU tersebut menjadi Undang-undang Nomor 23/2011.
Dalam implementasinya, hasil revisi UU tersebut mengalami banyak
kontroversi karena terdapat pasal yang multitafsir dan dianggap menghambat
kinerja dan peran lembaga-lembaga pengelola zakat yang telah ada.30
Kemudian, pada 31 Oktober 2013, Makhkamah Konstitusi (MK)
mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan
Zakat.ada tiga pasal yang diubah, yakni pasal 18, pasal 38, dan pasal 41.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap
pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan tujuan dari
pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat, serta meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.31
B. Laporan Keuangan Dana Zakat, Infak, dan shadaqah
Laporan keuangan lembaga amil zakat merupakan sarana
pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya yang
29
Kuntarno Aflah, ed., Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006), h.80. 30
Anis Rosyidah, “Implementasi UU No. 23 tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat oleh Lembaga Amil Zakat”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang, 2012), h.3
31 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
34
dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan bertujuan untuk
menyediakan informasi yang menyangkut pelaporan atas penghimpunan,
pendistribusian, dan pendayagunaan ZIS (zakat, infak, sedekah). Laporan
keuangan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan atau pengguna
laporan keuangan (muzaki, otoritas pengawasan, pemerintah, lembaga mitra,
dan masyarakat) dalam pengambilan keputusan ekonomi dan sosial yang
rasional.
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan Keuangan adalah merupakan produk atau hasil akhir dari
suatu proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses
pengambilan keputusan. Disamping sebagai informasi, laporan keuangan
juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability. Dan juga dapat
menggambarkan indicator kesuksesan suatu perusahaan atau lembaga
dalam mencapai tujuannya.32
Dalam pengertian yang sederhana, Laporan keuangan adalah
laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan atau lembaga
pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan
32
Drs. Sofyan Syarif Harahap, MS Ac, Teori Akuntansi Laporan Keuangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 7.
35
menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam
suatu periode.33
2. Tujuan Laporan Keuangan
APB Statement No. 4 (AICPA) menggambarkan tujuan laporan
keuangan dengan membagi dua bagian, yaitu:
1) Tujuan umum “Menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha,
dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip
akuntansi yang diterima”.
2) Tujuan Khusu : “memberikan informasi tentang kekayaan,
kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan
dan kewajiban, serta informasi lainnya yang relevan”.
33
Dr. Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali pers, 2012), h. 7.
Tujuan Laporan Keuangan
APB Nomor 4
Tujuan Khusus
Menyajikan Laporan
a. Posisi Keuangan
b. Hasil Usaha
c. Perubahan posisi
keuangan secara
wajar sesuai
GAAP
Tujuan Umum
Memberikan Informasi :
a. Sumber ekonomi
b. Kewajiban
c. Kekayaan bersih
d. Proyeksi laba
e. Perubahan harta dan
kewajiban
f. Informasi relevan
Tujuan Kualitatif
Memberikan infoermasi :
a. Relevance
b. Understandability
c. Neutrality
d. Timeliness
e. Comparability
f. completeness
36
Gambar 2.2 Tujuan Laporan Keuangan menurut APB Statement No. 4
Sumber : Drs.Sofyan syarif Harahap : Teori Akuntansi Laporan Keuangan, Rajawali
Pers, Jakarta, 1993.
3. Prinsip-prinsip Laporan Keuangan
Pencatatan yang dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan harus
dilakukan dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Demikian pula dalam hal
penyusunan laporan keuangan didasarkan kepada sifat laporan keuangan
itu sendiri. Dalam prakteknya sifat laporan keuangan dibuat :34
a. Bersifat historis; dan
b. Menyeluruh.
Sedangkan prinsip dasar laporan keuangan menurut Prinsip
akuntansi Indonesian 1984 (PAI) membuat sifat dasar atau konsep dasar
laporan keuangan sebagai berikut :35
1) Kesatuan akuntansi
2) Kesinambungan
3) Periode akuntansi
4) Pengukuran dalam nilai uang
34
Dr. Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali pers, 2012),H.11-12. 35
Drs. Sofyan Syarif Harahap, MS Ac, Teori Akuntansi Laporan Keuangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 38
37
5) Harga pertukaran
6) Penetapan beban dan pendapatan.
Dalam akuntansi keuangan, ada lima laporan yang harus dikerjakan
divisi Pengelolaan Keuangan, yaitu:
1. Neraca
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi
keuangan pada waktu tertentu. Tujuannya untuk mengetahui
kekayaan atas harta yang dimiliki, berbagai kewajiban yang harus
ditunaikan serta mengetahui saldo dananya. Dengan neraca ini,
posisi keuangan organisasi atau lembaga dapat tergambarkan
secara jelas.
2. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana (LSPD)
Tujuan dari LSPD adalah menggambarkan aktivitas lembaga,
terutama dalam menjelaskan asal sumber-sumber pendanaan serta
penyalurannya sesuai dengan bidang garapan masing-masing.
Dengan demikian, LSPD ini tak lain menggambarkan kinerja
lembaga ditinjau dari aspek finance.
3. Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan (LPDT)
Tujuan dari LPDT adalah menggambarkan berbagai aktivitas
pendanaan non-cash. Contohnya adalah pinjaman utang dan
pemberian piutang.
4. Laporan Arus Kas
38
Tujuan laporan arus kas adalah menggambarkan aliran kas
keluar masuk. Pertimbangan alur keluar masuk didasarkan pada
tiga jenis aktivitas yakni operasi, investasi, dan pendanaan.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Berisi penjelasan atas ke-4 jenis laporan di atas, sebagai
catatan khusus yang lebih rinci sifatnya. Catatan ini tentu tidak
untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas. Fungsinya untuk
menjelaskan bagian yang dianggap perlu. Dalam kondisi tertentu,
catatan ini bisa diberikan pada muzaki atau donatur yang
membutuhkan.36
Manajemen amil zakat bertanggungjawab atas penyusunan dan
penyajian laporan keuangan. Sesuai dengan karakteristiknya, maka
laporan keuangan LAZ mencerminkan kegiatan amil zakat sebagai
penerima dan penyalur yang dilaporkan dalam laporan posisi
keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset
kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Tujuan dari penyusunan pedoman ini adalah untuk membantu
pengguna laporan keuangan dalam memahami perlakuan akuntansi
dan penyusunan laporan keuangan agar sesuai dengan PSAK 109
tentang Akuntansi Zakat, Infak, Sedekah sehingga meningkatkan
36
Eri Sudewo, Manajemen Zakat: Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip Dasar, (Ciputat:
Institut Manajemen Zakat, 2004), h.214-215.
39
daya banding laporan keuangan di antara LAZ.37
C. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109
a. Pengertian PSAK No.109
Akuntansi syari’ah tercermin dalam kiasan atau metafora “amanah”.
Metafora amanah dapat diturunkan menjadi metafora “zakat”, atau dengan
kata lain, realitas organisasi akuntansi syariah adalah realitas organisasi
bisnis, yaitu organisasi bisnis yang tidak lagi berorientasi pada laba (profit-
oriented) atau berorientasi pada pemegang saham (stakeholders-oriented),
tetapi berorientasi pada zakat (zakat-oriented).
b. Landasan Hukum PSAK No.109
Landasan hukum yang digunakan dalam penerbitan Exposure Draft (ED)
109 tentang akuntansi untuk Lembaga amil zakat ini meliputi sumber-sumber
yang relevan, antara lain :
1) Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah
menimbang: Bahwa agar pihak yang berkepentingan memperoleh
kepastian tentang system mana yang akan digunakan dala LKS, sesuai
dengan prinsip ajaran islam, DSN-MUI memandang perlu menetapkan
fatwa tenatang system pencatatan dan pelaporan keuangan dalam LKS
untuk menjadikan pedoman LKS.
37
Ibid, h.23.
40
2) Mengingat Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah [2]: 282:
“Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu melakukan transaksi utang
piutang untuk jangka waktu yang ditentukan, tulislah…”
3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
4) Keputusan Mentri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat.
5) Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan
Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Zakat.
6) Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pengelolaan
zakat.38
c. Tujuan PSAK No.109
38
Teten Kustiawan, Pedoman Akuntansi Amil Zakat, (Jakarta : Forum Zakat, 2012), h. 23.
41
Laporan keuangan Amil Zakat bertujuan untuk menyediakan informasi
yang menyangkut pelaporan atas penghimpunan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, infak, sedeqah, dan keputusan. Selain itu, laporan
keuangan Amil Zakat juga bertujuan sebagai alat pertanggungjawaban
(akuntabilitas) dan trasparansi pengelolaan keuangan kepada para pemangku
kepentingan serta sebagai alat untuk evaluasi kinerja manajerial dan
organisasi.
Suatu laporan keuangan bermanfaat apabila informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat
diperbandingkan.39
APLIKASI AKUNTANSI PSAK No. 109
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah suatu komponen
kesatuan yang utuh dan komprehensif dalam pembahasan pencatatan transaksi
keuangan lembaga amil zakat. Regulasi ini adalah solusi terbaik untuk
mewujudkan lembaga Amil Zakat yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
yang sesuai dengan syariat islam. Berkaitan dengan pencatatannya, tentu
Pernyataan Standar Keuangan Akuntansi merupakan panduan atau standar
yang baik bagi laporan keuangan syariah, khususnya Lembaga Amil Zakat.
39
Teten Kustiawan, Pedoman Akuntansi Amil Zakat, (Jakarta : Forum Zakat, 2012), h. 19.
42
Ketentuan mengenai komponen dan ilustrasi laporan keuangan entitas
Lembaga Amil Zakat ini merupakan penambahan dari komponen dan ilustrasi
Laporan Keuangan Entitas Syariah yang telah ada. Ketentuan ini berlaku
selaras dengan di berlakukannya PSAK no. 109 : Akuntansi Transaksi
Lembaga Amil Zakat yang berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian
laporan keuangan entitas Lembaga Amil Zakat pada atau setelah 1 januari
2011.
Komponen laporan keuangan yang lengkap dari amil terdiri :
a) Neraca (laporan posisi keuangan)
b) Laporan perubahan dana
c) Laporan perubahan aset kelolaan
d) Laporan arus kas
e) Catatan atas laporan keuangan 40
Laporan posisi keuangan bertujuan menyediakan informasi mengenai
aset (termasuk aset kelolaan), liabilitas, dan saldo dana serta informasi
mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada tanggal tertentu.
Laporan perubahan dana bertujuan menyediakan informasi mengenai
pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat saldo
dana, hubungan antara transaksi dan peristiwa lain, dan penggunaan sumber
daya dalam pelaksanaan berbagai program atau jasa.
40
Ikatan Akuntansi Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: Akuntansi Zakat
dan Infak/sedekah. (Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Syariah, 2010), h.2-11.
43
Laporan perubahan aset kelolaan bertujuan menyediakan informasi
mengenai jumlah, jenis, dan perubahan aset kelolaan yang dimiliki amil zakat;
pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat saldo
aset kelolaan; dan hubungan antara transaksi dan peristiwa lain yang
mempengaruhi saldo aset kelolaan.
Laporan arus kas bertujuan menyediakan informasi mengenai
kemampuan amil zakat dalam menghasilkan kas dan setara kas, dan
kebutuhan amil zakat untuk menggunakan arus kas tersebut.
Catatan atas laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi
mengenai gambaran umum amil zakat, ikhtisar kebijakan akuntansi yang
digunakan, penjelasan atas pos-pos yang dianggap penting, rasio-rasio
keuangan, dan pengungkapan hal-hal penting lainnya yang berguna untuk
pengambilan keputusan.41
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 disahkan
menjadi Standar Akuntansi Keuangan pada Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ). Standar akuntansi zakat merupakan pedoman yang mengatur tentang
pengakuan, pengukuran dan pelaporan keuangan. Standar akuntansi zakat
mengatur tentang bagaimana suatu transaksi diakui atau dicatat, kapan harus
diakui, bagaimana mengungkapnya dalam laporan keuangan. 42
41
Teten Kustiawan dkk, Panduan Akuntansi Amil Zakat (PAAZ), Panduan Implementasi
Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PSAK 109, (Jakarta: Forum Zakat, 2012), h. 29-32. 42
Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat, (Yogyakarta: P3EI, 2009), h.24
44
Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
Standar dengan pengertian (PSAK 109, paragraf 5) :
1) Amil adalah entitas pengelolaa zakat yang pembentukannya dan atau
pengukuhannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat,
infak/sedekah.
2) Dana amil adalah bagian amil atas dana zakat dan infak/sedekah
serta dana lain yang pemberi diperuntukkan bagi amil. Dana amil
digunakan untuk pengelolaan amil.
3) Dana infak/sedekah adalah bagian nominal atas penerimaan
infak/sedekah.
4) Dana zakat adalah bagian nominal atas penerimaan zakat.
5) Infak/sedekah adalah harta yang diberikan secara suka rela oleh
pemiliknya, baik yang peruntukkannya dibatasi (ditentukan) maupun
tidak dibatasi.
6) Mustahiq adalah orang atau entitas yang berhak menerima zakat.
7) Muzakki adalah induvidu muslim yang secara syari’ah wajib
membayar zakat.
8) Nisab adalah batas minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
45
9) Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh mizakki sesuai
dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
Karakteristik zakat merupakan kewajiban syariah yang harus
diserahkan oleh muzakki kepada mustahik, baik melalui amil maupun secara
langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai pernyaratan nisab, haul
periodik, tarif zakat (qadar), dan peruntukkannya (PSAK 109, paragraf 6).
Zakat dan infak/sedekah yang diterima oleh amil harus dikelola sesuai prinsip
syariah dan tata kelola yang baik (PSAK 109, paragraf 9).
PENGUKUHAN DAN PENGUKURAN
1. Pengakuan Awal Zakat
Penerimaan zakat diakui pada kas atau aset lainnya diterima. Zakat
yang diterima dari muzakki diakui sebagai penambahan dana zakat :
a) Jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima;
b) Jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar aset nonkas
tersebut.
Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga
pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode
penentuan nilai wajar lainnya sesuai PSAK yang relevan.
Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan
dana zakat masing-masing mustahik ditentukan oleh amil sesuai dengan
46
prinsip syariah dan kebijakan amil. Jika muzakki menentukan mustahik
yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil zaka aset zakat yang
diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat. Jika atas jasa tersebut amil
mendapatkan ujrah maka diakui sebagai penambahan dana amil.
2. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Zakat
Jika terjadi penurunan nilai aset zakat non kas, jumlah kerugian yang
ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau
pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut.
Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai berikut :
a) Pengurangan dana zakat, jika terjadi tidak disebabkan oleh
kelalaian amil;
b) Kerugian dan pengurangan dana amil, jika disebabkan oleh
kelalaian amil.
3. Penyaluran Zakat
Zakat yang disalurkan kepada mustahik diakui sebagai pengurangan
dana zakat sebesar :
a) Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
b) Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.
PENYAJIAN
47
Dalam menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil secara
terpisah dalam laporan posisi keuangan.
PENGUNGKAPAN
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat,
tetap tidak terbatas pada :
a) Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas
penyaluran zakat, dan mustahik nonamil;
b) Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahik nonamil,
seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi
kebijakan;
c) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk
penerimaan zakat berupa aset nonkas;
d) Rincian jumlah penyaluran dan zakat untuk masing-masing
mustahik;
e) Penggunaan dana zakat dalam bentuk aset kelolaan yang masih
dikendalikan oleh amil atau pihak lain yang kendalikan amil,
jika ada, diungkapkan jumlah dan persentase terhadap seluruh
penyaluran dana zakat serta alasannya; dan
f) Hubungan pihak-ihak berelasi antara amil dan mustahik yang
meliputi :
1) Sifat hubungan;
48
2) Jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
3) Persentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari
total penyaluran zakat selama periode.
D. Standar Akuntansi Terkait Zakat di Indonesia
Amil Zakat dimaksud dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba, yakni
memperoleh sumber dana dari muzaki yang tidak mengharapkan imbalan apapun
atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah dana yang diberikan,
menghasilkan barang atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan tidak ada
kepemilikan. Khusu pengertian pembatasan waktu atas penggunaan sumber daya,
Amil Zakat memiliki pengertian yang berbanding terbalik dengan definisi
pembatasan pada PSAK Nomor 45. Dalam Amil Zakt, penggunaan sumber daya
bersifat lebih cepat lebih baik (as soon as possible).43
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan Amil Zakat adalah
:
a. Basis kas untuk penerimaan Zakat, Infak , sedeqah dan penyaluran zakat,
infak selain pemanfaatan asset kelolaan; dan
b. Basis Akrual untuk penyaluran zakat dalam bentuk pemanfaatan asset
kelolaan dan transaksi dan transaksi pada dana amil
43
Teten Kustiawan, Pedoman Akuntansi Amil Zakat, (Jakarta : Forum Zakat, 2012), h. 22-23.
49
Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat terdiri atas :44
a. Neraca (laporan posisi keuangan);
b. Laporan Perubahan Dana;
c. Laporan Perubahan Aset Kelolaan;
d. Laporan Arus Kas; dan
e. Catatan atas Laporan Keuangan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab Pembatasan Masalah, objek
dalam penelitian ini adalah Badan Amil Zakat DKI Jakarta. Adapun lembaga ini
peneliti pilih dengan maksud Badan Amil Zakat (BAZ) ini merupaka BAZ
44
Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syaiah di Indonesia, (Jakarta : Salemba, 2011). H. 313.
50
yang telah dikukuhkan oleh pemerintah sebagai BAZ Nasional yang resmi dan
boleh beroperasi dalam mengelola dana zakat, infak dan sedekah di Indonesia.
Sejarah dan perkembangan berdirinya BAZIS DKI Jakarta
Pada tahun 1968 inilah awal pemikiran tentang perlunya lembaga
Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia mulai terealisasikan. Awal tahun 1968,
pada seminar zakat yang diselenggarakan oleh Lembaga Researc dan work
Shop Fakultas ekonomi Universitas Muhammadiyah dijakarta presiden
Republik Indonesia untuk pertama kali menghimbau masyarakat untuk
melaksanakan zakat secara konkrit.
Setelah itu, di istana negara pada acara Isra’ Mi’raj tanggal 26 oktober
1968 Presiden RI secara langsung menyerukan pelaksanaan zakat untuk
menunjang pembangunan. Pada saat yang sama, presiden RI juga menyatakan
kesediaan untuk menjadi amil zakat tingkat nasional.
Untuk mengidentifikasi pelaksanaan zakat tersebut dikeluarkan surat
perintah Ratu Prawiranegara, kol. Inf. Drs. Azhar Hamid, dan kol. Inf. Ali
Afandi untuk membantu Presiden dalam proses administrasi dan tata usaha
penerimaan zakat secara nasional.
Untuk lebih memperkuat hal tersebut, presiden mengeluarkan surat edaran
No. B. 133/PRES/11/1968 yang menyerukan kepada pejabat atau instansi
terkait untuk membantu dan berusaha kearah terlaksananya seruan Presiden
dalam wilayah atau lingkup kerja masing-masing.
51
Seruan ini ditindak lanjuti oleh gubernut DKI Jakarta dengan
mengeluarkan surat keputusan tentang perlunya LPZ provinsi DKI Jakarta.
Selanjutnya, secara resmi, gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin mengeluarkan
surat keputusan No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5 Desember 1968 tentang
pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ), berdasarkan syariat Islam dalam
wilayah Jakarta.
Berdasarkan keputusan tersebut, maka susunan BAZ dibentuk mulai
tingkat Provinsi DKI jakarta hingga tingkat kelurahan, tugas utamanya adalah
mengumpulkan zakat wilayah DKI Jakarta dan penyalurannya terutama
ditunjukan kepada fakir miskin.
Untuk memperluas sasaran operasional dan karena semakin kompleknya
permasalahan zakat provinsi DKI Jakarata maka Gubernur DKI Jakarta pada
tahun 1973 melalui keputusan No. D.III/14/6/73 tertanggal 2 desember 1973,
menyempurnakan BAZ ini menjadi Badan Amil Zakat dan Infak yang
selanjutnya di singkat menjadi BAZIS. Dengan demikian, pengelolaan dan
pengumpulan harta masyarakat menjadi lebih luas, karena tidak hanya
mencangkup zakat, akan tetapi lebih dari itu, mengelola dan mengumpulkan
infak/sedekah serta amal sosial masyarakat yang lain.
a. Visi
“ Menjadi Badan Pengelola ZIS yang unggul dan Terpercaya”
b. Misi
52
Mewujudkan optimalisasi pengelolaan Zakat Infak dan Sedekah (ZIS) yang
amanah, profesional, trasparan, akuntabel, dan mandiri menuju masyarakat
yang bertaqwa, sejahtera dan berdaya.45
c. Struktur Organisasi
Organisasi BAZIS Provinsi DKI Jakarta terdiri dari :
1. Dewan Pertimbangan
Dewan pertimbangan bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi DKI
Jakarta. Susunan Dewan Pertimbangan ditentukan oleh gubernur dan telah
mengalami beberapa kali perubahan. Adapun susunan dewan pertimbangan
terakhir ditetapkan melalui SK Gubernur DKI No. 2015/2012 tertanggal 28
Desember 2012, sebagai berikut :
Ketua : Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta
Ketua Harian : Asisten Kesejahteraan Masyarakat Sekda Provinsi DKI
Jakarta
Sekretaris : Kepala Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Setda
Provinsi DKI Jakarta
Anggota : 1. Kepala Kanwil Kementrian Agama Republik Indonesia
2. Ketua Umum MUI Provinsi DKI Jakarta
3. Prof. KH. Ali Mustafa Ya’kub, M.A.
45
http://www.bazisdki.go.id/tentabf-kami/visi-dan-misi. Diakses pada hari kamis tanggal 28-05-2015.
53
4. Prof. DR. KH. Muh. Amin Suma, SH., M.A.
5. K.H. M. Siddiq Fauzie
6. H.M. Subki, Lc
7. K.H. Saifuddin Amsir, M.A.
8. K.H. Syarifuddun A. Gani
2. Komisi Pengawasan
Komisi Pengawasan bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi DKI
Jakarta. Susunan komisi pengawas ditetapkan oleh Gubernur, juga telah
mengalami beberapa kali perubahan, susunan komisi pengawas terakhir
ditetapkan malalui SK Gubernur DKI Jakarta No. 2015/2012 tertanggal 28
Desember 2012, sebagai berikut :
Ketua : Drs. H. Syarief Mustafa
Ketua Harian : Dr. Lutfi Fatullah
Sekretaris : Kepala Bagian Mental Spiritual Biro Pendidikan dan
mental Spiritual Setda
Wakil Sekretaris : Kabis Penyelenggara Haji, Zakat dan Wakaf kantor
wilayah kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta
d. Tugas Pokok
Sesuai dengan pasal 3 keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 120
tahun 2002 tentang organisasi dan tata kerja Badan Amil Zakat, Infak, dan
54
shadakah provinsi daerah khusus ibu kota Jakarta, maka tugas poko BAZIS
Provinsi DKI Jakarta adalah :
1) Menyelenggarakan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infak
dan sedekah sesuai fungsi dan tujuannya
2) Penyusunan program kerja
3) Dalam melaksanakan tugasnya BAZIS bersifat objektif dan
trasparan.
B. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang
berupa laporan keuangan Badan Amil Zakat yang dipublikasikan dan literatur-
literatur yang berkaitan dengan kesesuaian penyajian laporan keuangan dana
zakat. Adapun sumber data dalam penelitian ini berasal dari BAZIS DKI Jakarta
sebagai badan pengelola zakat yang mempublikasikan laporan keuangannya
sebagai bentuk dari transparansi dan akuntabilitasi dalam mengelola dana zakat
yang diperolehnya.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh OPZ (Organisasi Pengelola
Zakat) yang beroperasi di Indonesia. Di Indonesia, pengelolaan zakat dilakukan
oleh dua institusi, yaitu pemerintah dan swasta, bentukan pemerintah adalah BAZ
(Badan Amil Zakat) dengan BAZNAS sebagai pusat koordinator, sedangkan
55
swasta adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk baik sebelum adanya
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat maupun
setelah adanya Undang-undang.
Lembaga-lembaga Amil Zakat tersebut memiliki klasifikasi lembaga
pembentuk yang bervariasi, ada yang dibentuk oleh Lembaga Bisnis (Perbankan),
ORMAS (Organisasi Masyarakat), LSM (Lembaga Masyarakat), dan Komunitas.
Beberapa tahun terakhir muncul juga lembaga pengelola zakat dengan bentuk
badan hukum yayasan ataupun lembaga kemanusiaan lainnya, namun tidak semua
lembaga-lembaga pengelola zakat tersebut dikukuhkan keberadaannya oleh
pemerintah.
Sampel adalah bagian dari populasi. Adapun sampel penelitian ini adalah
OPZ yang dikelola oleh Negara atau disebut juga LAZNAS. LAZ yang diteliti
adalah Lembaga Amil Zakat yang termasuk ke dalam 18 LAZNAS yang disahkan
pemerintah untuk melakukan pengelolaan dana zakat di indonesia. Mengingat
banyaknya LAZ yang berkembang di Indonesia beberapa tahun ini, maka penulis
hanya meneliti LAZ setingkat saja. Pertimbangannya adalah bahwa LAZ yang
diteliti sudah resmi masuk ke dalam LAZNAS yang dikukuhkan pemerintah
sehingga tidak terbentur masalah hukum dalam menjalankan aktivitasnya.
Pertimbangan lain adalah melihat dari klasifikasi lembaga pembentuk BAZ
tersebut. Peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan penyajian laporan
keuangan dari masing-masing lembaga yang berbeda latar belakang
56
pembentuknya, misalnya BAZIS DKI Jakarta dari golongan pemerintahan namun
berskala provinsi. Selain itu, lembaga yang diteliti ini sudah masuk dalam
kategori BAZ besar dan berpredikat baik serta dikenal masyarakat di indonesia
sehingga dapat mewakili lembaga-lembaga lain di bawahnya. Lembaga ini juga
memiliki laporan keuangan tahunan sesuai periode yang dibutuhkan penulis
sehingga memudahkan dalam proses pengolahan data.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa desk
riset yang dikenal juga dengan studi kepustakaan (dokumentasi) dan observasi.
Dalam teknik desk riset, peneliti memperoleh data dengan cara melihat laporan
keuangan Badan Amil Zakat, baik itu datang langsung kelembaga maupun
dengan mengunjungi website-nya.
Selain itu, dalam teknik ini juga dilakukan perolehan data dengan cara
membaca berbagai sumber seperti buku, jurnal, dan karya ilmiah lainnya yang
berkaitan dengan penyajian laporan keuangan Badan Amil Zakat. Sedangkan
dalam teknik observasi, peneliti mendatangi Lembaga-lembaga Amil Zakat yang
laporan keuangannya tidak dipublikasikan secara lengkap ke dalam website.
E. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, yaitu dalam pengolahan data
berupa input dan ouput yang diambil dari neraca keuangan, laporan arus kas,
57
laporan perubahan dana yang dimiliki oleh masing-masing lembaga. Dalam
analisis kualitatif ini, untuk menganalisis kesesuaian penyajian laporan keuangan
dengan PSAK 109, peneliti menggunakan Grounded Theory Method yang
merupakan metode yang telah distandarisasi sebagai alat untuk mengukur
kesesuaian penyajian laporan, dimana proses pengolahannya menggabungkan
antara cara berfikir keilmuan dan seni (Strauss dan Corbin 1998).
1. Metode Pengukuran Kesesuaian dengan Grounded Theory Method
Grounded Theory Method adalah teori yang dibangun dari data yang
dikumpulkan dan dianalisis selama proses penelitian. Dalam metode ini lebih
mengandalkan pada saling peran yang terus menerus antara pengumpulan dan
analisis data melalui pengajuan pertanyaan dan perbandingan teoritis
(theoretical comparison).
Dengan Grounded Theory Method saat melakukan interview, observasi,
dan analisis dokumen, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarahkannya untuk mengambil data yang di anggapnya relevan dan
dibutuhkan (sampling), dari data yang terkumpul, peneliti mengidentifikasi
dimensi dan property dari konsep-konsep asli yang muncul dan secara terus-
menerus membandingkannya dengan berbagai kejadian, objek atau tindakan
yang telah dipelajari pada berbagai literature atau pengalaman peneliti sendiri.
Dengan cara ini peneliti dapat memperoleh makna konseptual dari data
diambil.
58
Dalam Grounded Theory Method merupakan metode analisis yang
menggabungkan antara cara berfikir keilmuan dan seni (Strauss dan Corbin).
Metode ini menekankan pada prinsip-prinsip penelitian ilmiah dalam
menganalisis data seperti sistematik, logis, dah kehati-hatian.46
2. Model Analisis Mikro (Microanalysis)
Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan
menggunakan sebuah teknik yang disebut analisis mikro (microanalysis).
Analisis mikro adalah analisis mendetil baris per baris terhadap data yang
telah di diskripsikan untuk memperoleh kategori-kategori awal (konsep/
subkonsep beserta property dan dimensi konsepnya) beserta hubungan antara
kategori tersebut (Strauss dan Corbin 19998, 57). Dalam hal ini, peneliti mulai
46
Sujoko Efferin, Yuliawati Tan, Metode Penelitian Akuntansi Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmi, 2008), h. 338.
Pengumpulan data (Interviu,
observasi, dan analisis dokumen)
Transkripsi
Analisis Mikro
Penetapan Kategori Sentral
Permodelan
59
“membaca” apa yang tertuang pada hasil traskripsi tersebut, bukan hanya
membaca hitam diatas putih namun juga mencari tau apa “dibalik yang
tertulis”. Nuansa yang tertangkap indera peneliti saat melakukan
wawancara/observasi (misalkan intonasi suara, mimic muka, gerak tubuh
responden, dan sebagainya) dapat membantu meningkatkan sensitivitas dalam
melihat ada apa dibalik teks.
Peneliti memiliki kategori data tentang konflik antar departemen saat
proses pengolahan data. Peneliti membuat property-properti untuk konflik
tersebut adalah frekuensi konflik, pihak yang terlibat, dan akibat yang
muncul. Dimensi dari salah satu property yaitu “frekuensi” dapat mengambil
ukuran antara lain : selalu terjadi, sering terjadi, jarang terjadi, dan tidak
pernah terjadi (berupa ranking). Dimensi dari property “pihak-pihak yang
terlibat”, misalnya laporan keuangan, PSAK No. 109, PSAK, dan bagian
Badan Amil Zakat. Masing-masing property atau bahkan dimensi tersebut
dapat dijadikan kategori-kategori baru untuk kemudian di cari property dan
dimensi secara lebih spesifik. Analisi mikro diperlukan untuk beberapa
tujuan:
1. Prosedur ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi beberapa
kemungkinan penjelasan dari sebuah fenomena sehingga ia terhindar
dari bias yaitu kecenderungan memilih sebuah sudut pandang saja.
60
2. Prosedur ini memungkinkan peneliti untuk mencermati data-data yang
diperoleh secara detil sehingga berbagai property dan dimensi yang
ada dari sebuah fenomena dapat ditemukan.
3. Prosedur ini memungkinkan peneliti untuk mengorganisasikan data
secara sistematis dan dengan demikian memudahkan interpretasinya.
4. Prosedur ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi
variabilitas dan kontradisi dari data-data yang diperoleh sehingga ia
dapat mencari penjelasan lebih lanjut dari variabilitas dan kontradiksi
tersebut saat pengumpulan data berikutnya.
5. Prosedur ini memungkinkan peneliti untuk membuat dugaan-dugaan
tentang hubungan antar konsep/ variable yang ada dan sekaligus
menguji dugaan-dugaan tersebut pada pengumpulan data berikutnya
sampai diperoleh konfirmasi tentang dugaan yang paling valid.
Dalam analisis mikro, peneliti mulai mengelompokkan data-data
kedalam berbagai kategori awal. Proses ini dikenal sebagai open coding, yaitu
proses nalisis yang mengidentifikasikan konsep/subkonsep beserta property
dan dimensinya data yang diperoleh (Strauss dan Corbin 1998, 101). Open
coding melibatkan serangkaian aktivitas mulalui dari pengelompokan data
berdasarkan kemiripan propertinya, membuat abstraksi (deskripsi konsep),
dan memberikan label/nama untuk konsep yang dibuat tersebut.
61
Sebagai langkah awal, peneliti mencari konsep kunci awal dari data-data
yang diperoleh, yaitu bahan-bahan yang menarik dan/atau relevan dengan
research questions yang ada. Ini dapat berupa kalimat atau kata kunci tertentu
(dari interview atau analisis dokumen), kejadian tertentu (dari observasi),
maupun bahan-bahan lain (angka, gambar, dsb) yang dirasakan sebagai
ekspresi dari sesuatu yang signifikan. Konsep kunci itu kemudian digunakan
sebagai panduan untuk melakukan sampling lanjutan yaitu mengajukan
berbagai pertanyaan lanjutan saat melakukan pengambilan data berikutnya
(melalui interview, observasi, dan analisi dokumen). Beberapa konsep yang
mirip mungkin dapat digunakan menjadi sebuah kategori. Dengan demikian
sebuah kategori merupakan kumpulan abstraksi yang lebih tinggi dari konsep-
konsep yang memiliki kemiripan.
Selama melakukan sampling lanjutan tersebut, peneliti juga melakukan
perbandingan teoritis (theoretical comparisons) untuk meningkatkan
sensitivitasnya dalam mengidentifikasi data mana yang penting atau kurang
penting, dan data mana yang perlu dipelajari lebih dalam atau tidak.
Theoretical comparisons juga membantu peneliti mengidentivikasi lebih jauh
property dan dimensi dari data yang telah dikumpulkan. Perbandingan teoritis
perlu dilakukan secara konsisten dan sistematis pada tiap kategori data
sehingga setiap kategori dapat berkembang secara penuh. Namun, fleksibilitas
pengambilan tetap diperlukan, yang dimaksud adalah jangan sampai
62
keinginan untuk mengikuti prosedur tertentu secara kaku justru
mengakibatkan proses analisis dan kreativita peneliti menjadi terganggu.
Sebuah lembaga dalam menyajikan laporan keuangannya yang sudah
betul-betul sesuai dengan PSAK No. 109 dalam penyajiannya dengan baik.
“menyajikan laporan dengan baik dan sesuai dengan PSAK No. 109” adalah
konsep kunci awal. Namun ini perlu diperjelas dengan mengidentifikasi
property dan dimensinya lebih jauh. Berdasarkan literature/ teori yang ada,
PSAK No. 109 dikatakan dapat membantu koordinasi dan komunikasi anatara
bagian, memicu perilaku penyajian Laporan Keuangan, PSAK No. 109, dan
Badan Amil Zakat. Berdasarkan teori tersebut maka pertanyaan selanjutnya
dapat dikembangkan untuk mengetahui bagaimana peranan PSAK No. 109.
Apakah benar pengertian Badan Amil Zakat tersebut tentang “menyajikan
laporan dengan baik dan sesuai dengan dan PSAK No. 109” sama dengan apa
yang dinyatakan oleh literature/teori yang ada? Apa makna menjalankan tugas
menurut Badan Amil Zakat tersebut?
Sampling lanjutan dan perbandingan teoritis ini akan menghasilkan
konsep/kategori yang utuh beserta dengan deskripsi tentang property dan
dimensinya sehingga dapat diberi label/nama oleh peneliti. Label/nama
akan diambil dari literature atau objek itu sendiri. Hasil dari open coding
tersebut akan menghasilkan sebuah konsep manfaat PSAK No. 109 bagi
Badan Amil Zakat (BAZ).
63
Dalam melakukan open coding peneliti akan melakukan beberapa
langkah-langkah, sebagai berikut :
1. Peneliti akan menetapkan lebih dahulu urutan sumber data yang
akan dikunjungi (para pegawai BAZ, kantor Badan Amil Zakat)
dengan mengikuti pola tertentu untuk mengumpulkan data yang
berhubungan dengan kategori-kategori awal, property, dan
dimensinya.
2. Peneliti akan memilih sumber data yang dikunjungi berdasarkan
alasan kepraktisan. Saya seorang peneliti memutuskan untuk
mengunjungi lokasi salah satu divisi perusahaan yang terdekat
kemudian melakukan wawancara, observasi atau analisis
dokumen terkait berbagai kategori data sekaligus dengan
berbagai sumber data yang kebetulan ada disana.
3. Peneliti akan selalu waspada dan membuka pikiran terhadap
penemuan data-data yang secara teoritis signifikan namun diluar
dugaan/harapan sebelumnya. Peneliti akan menvari penjelasan
pada hal tersebut dan menanyakan apa yang terjadi serta apa
maknanya.
Axial coding merupakan kelanjutan dari open coding dan merupakan
proses yang menghubungkan suatu konsep dengan sub konsepnya atau suatu
konsep/kategori dengan konsep/kategori yang lain serta mengidentifikasi
64
dalam kondisi apa hubungan itu terjadi (why, where, when, how, dan with
what results/consequences) (Strauss dan Cirbin 1998, 127).
Dalam tahap analisis hubungan, peneliti menganalisis kata-kata yang
digunakan oleh responden. Misalkan, seorang akunting mengatakan: “ dalam
membuat laporan keuangan, seringkali terjadi kesulitan dalam menyajikan
pos-pos transaksi belanja yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat apabila di
sesuaikan dengan kesesuaian PSAK No. 109”. Peneliti memilah-milah data
menjadi informasi yang menunjukan kapan, bagaimana, dan siapa yang
terlibat dalam konflik tersebut sesuai dengan pernyataan responden.
Tahap kedua peneliti melakukan konseptualisasi informasi tersebut.
Peneliti menginterpretasikan pernyataan responden tadi dengan memaknainya
sebagai konflik kepentingan akunting yang disebabkan oleh system PSAK
No. 109. Interpretasi ini perlu divalidasi pada sesi-sesi pengumpulan data
berikutnya. Ada kemungkinan bahwa data-data berikutnya menunjukan
bahwa ada alasan lain dibaliknya yang menjurus ke konflik pribadi antara
akunting (pebagai penbuat laporan keuangan) sehingga system penyajian
laporan keuangan yang sesuai dengan dan PSAK No. 109 bukanlah satu-
satunya penjelasan konflik yang muncul.
Dengan demikian, peneliti tidak dapat menerima begitu saja data yang
diterima dari responden. Ada beberapa sudut pandang dalam memahami
sebuah fenomena dan apa yang Nampak secara kasat mata belum tentu
65
merepresentasikan apa yang terjadi. Dalam menggunakan dua tahapan ini
peneliti membantu peneliti untuk tidak terlalu cepat menyimpulakan sehingga
menghindari bias yang mungkin terjadi.
Dalam menyikapi jawaban responden peneliti selalu berfikir secara
kritis apabila ada responden yang menjawab menggunakan kata-kata selalu,
pasti, tidak pernah, dsb. Peneliti perlu memiliki cara berfikir yang
dimensional. Kata-kata diatas menggambarkan sebuah kutub dalam sebuah
dimensi. Peneliti akan mempertanyakan terus apakah memang benar demikian
ataukah ada kutub yang lain diluar apa yang dilakukan responden tersebut. Ini
berarti menjadi kemungkinan situasi lainnya misalkan kadang-kadang, sering
atau jarang, serta dalam kondisi apakah situasi tersebut terjadi. Intinya adalah
peneliti menghindari pengambilan simpulan yang terlalu cepat karena dapat
menyesatkan penelitian yang dilakukan.47
Sebagai misal, seorang responden mengatakan bahwa menyajian laporan
keuangan sudah baik sehingga tidak pernah ada masalah dalam menyajikan
laporan keuangan. Peneliti perlu menggali lebih jauh arti kata sudah baik dan
tidak pernah karena mungkin yang dimaksud adalah jarang. Yang harus digali
adalah seberapa jarang dan pada kondisi apakah penyajian itu efektif dan
tidak efektif dan PSAK No. 109 dalam penyajian laporan keuangan dana
Zakat, Infak, dan Sedeqah (ZIS).
47
Sujoko Efferin, Yuliawati Tan, Metode Penelitian Akuntansi Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 339-345.
66
3. Transkripsi
Traskripsi adalah proses menuangkan data yang diperoleh melalui
interviu, observasi, dan analisis dokumen ke dalam bentuk salinan tertulis (file
computer).48
BAB IV
ANALISIS KESESUAIAN PENERAPAN
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 109 MENGENAI
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DANA ZIS
48
Sujoko Efferin, Yuliawati Tan, Metode Penelitian Akuntansi Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmi, 2008), h. 339.
67
A. Analisis Kesesuaian Penerapan PSAK 109 pada BAZIS DKI Jakarta
Pada paragraph sebelumnya telah dijelaskan bahwa pengakuan merupakan
pencatatan secara resmi (penjurnalan) sejumlah rupiah (kos) kedalam penyajian
laporan keuangan sehingga jumlah rupiah akan mempengaruhi suatu pos dan
terefleksi dalam laporan keuangan. Dalam penyusunan laporan keuangan ini
dijelaskan dalam bentuk jurnal. Jurnal merupakan pencatatan dari transaksi yang
langsung dikelompokan dalam kolom debit dan kredit yang selanjutnya akan
berhubungan dalam tahapan menyusun laporan keuangan.
Berikut ini ada traksaksi-transaksi BAZIS DKI Jakarta periode 1 Januari
2015-31 April 2015 yang di sesuaikan dengan ilustrasi jurnal dana zakat dan infaq
berdasarkan PSAK 109.
1. Pengakuan dan Pengukuran
PSAK 109 paragraf 38 hal. 3 dan paragraph 3 hal. 4
1. Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset non kas diterima
2. Zakat yang diterima dari muzaki diakui sebagai penambahan dana zakat
sebesar :
a) Jumlah yang diterima, jika bentuk kas;
b) Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.
PSAK 109 paragraf 17 hal. 6
24. infak/sedekah yang diterima diakui sebagai penambah dana infak terikat
atau tidak terikat sesuai tujuan pemberi infak/sedekah sebesar :
68
a) Jumlah yang diterima, jika bentuk kas;
b) Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas
BAZIS DKI Jakarta periode 1 Juanuari 2015-31 April 2015
BAZIS DKI Jakarta penerimaa semua dana zakat berasal dari beberapa
instansi pemerintah dan juga pengusaha. BAZIS DKI jakarta memisahkan
jurnal penerimaan dan penghimpunan dana zakat dan penghimpunan dana
infak yang berasal dari donatur. Selama periode 1 Januari 2015- 31 April
2015 total penerimaan dana zakat adalah Rp. 63.648.734.213.55, dan
penerimaan dan infak sebesar Rp. 50.510.865.951.88. Maka jurnal
penerimaan dan zakat dan infak, sebagai berikut :
Tabel 4.1
K
P
A
n
a
lisis kesesuaian
Berdasarkan hasil dari analisis akuntansi zakat pada BAZIS DKI Jakarta yang
disesuaikan dengan aplikasi akuntansi zakat PSAK No. 109, dapat terlihat dan
Jurnal Debit Kredit
PSAK 109 :
Kas-Dana Zakat
Dana Zakat
xxxx
xxxx
BAZIS Privinsi DKI Jakarta
Kas-Dana Zakat
Penerimaan dana zakat
63.648.734.213.55
63.648.734.213.55
Kas-Dana Infak
Penerimaan dana Infak
50.510.865.951.88
50.510.865.951.88
69
disimpulkan bahwa zakat dari sisi pengakuan dalam pencatatan jurnal
transaksi yang dilakukan dan disajikan oleh BAZIS DKI Jakarta telah
menunjukkan kesesuaian dengan PSAK No.109 dimana penerimaan dan
penyaluran dana zakat disesuaikan dengan jenis dana seperti penyaluran dana
kepada para mustahik, dana amil, dan dana operasional amil.
SAK 109 paragraf 31 hal. 4
Penyaluran Zakat
16. zakat yang disalurkan kepada mustahik, termasuk amil, diakui sebagai
pengurang dana zakat sebesar :
a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
b) jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.
BAZIS DKI Jakarta
Penyaluran dilakukan setelah dialokasikan berdasarkan program yang
dibuat oleh BAZIS DKI Jakarta, BAZIS DKI Jakarta mengalokasikan dana
zakat kepada 5 asnaf, yaitu : fakir miskin penyaluran sebesar Rp.
31.925.117.373, gharimin penyaluran sebesar Rp. 459.977.120, muallaf
penyaluran sebesar Rp.224.600.000, sabilillah penyaluran sebesar Rp.
20.650.898.028 dan ibnu sabil penyaluran sebesar Rp. 79.157.500. Penyaluran
70
dana zakat diakumulasikan berdasarkan 5 asnaf tersebut, dengan total
penyaluran sebesar Rp. 53.336.750.021. Berikut jurnal penyaluran dana zakat:
Tabel 4.2
P
Analisi Kesesuaian
Berdasarkan hasil dari analisis akuntansi zakat pada BAZIS DKI Jakarta yang
disesuaikan dengan aplikasi akuntansi zakat PSAK No. 109, dapat terlihat dan
disimpulkan bahwa zakat dari sisi pengakuan dalam pencatatan jurnal transaksi
yang dilakukan dan disajikan oleh BAZIS DKI Jakarta telah menunjukkan
kesesuaian dengan PSAK No.109 dimana penerimaan dan penyaluran dana
zakat disesuaikan dengan jenis dana seperti penyaluran dana kepada para
mustahik, dana amil, dan dana operasional amil.
SAK 109 paragraf 28 hal. 7
33. Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana
infak/sedekah sebesar :
a) Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
b) Nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas
Jurnal Debit Kredit
PSAK 109 :
Dana Zakat-Non Amil
Kas-Dana Zakat
xxxx
xxxx
BAZIS Privinsi DKI Jakarta
Bantuan-Penyaluran
Kas-Dana zakat-BAZIS DKI
53.336.750.021
53.336.750.021
71
BAZIS DKI Jakarta
BAZIS DKI Jakarta dalam menyalurkan dan infak/sedekah disalurkan kepada
4 pos,yairu : Kemaslahatan Umat Peningkat SDM sebesar Rp. 4.518.749.550,
Pengembangan Lembaga dan Pemasyarakatan ZIS sebesar Rp. 4.402.703.033,
Bantuan Sosial Keagamaan dan Kemaslahatan Umat sebesar Rp.
10.893.063.472, dan Sosialisasi dan Bina Lembaga sebesar Rp.
3.556.862.760. maka total keseluruhan penyaluran dana infak sebesar Rp.
23.371.378.815. Berikut jurnal pengeluaran dana infak :
Tabel 4.3
A
n
A
n
a
lisis Kesesuaian
Berdasarkan hasil dari analisis akuntansi zakat pada BAZIS DKI Jakarta yang
disesuaikan dengan aplikasi akuntansi zakat PSAK No. 109, dapat terlihat dan
disimpulkan bahwa zakat dari sisi pengakuan dalam pencatatan jurnal transaksi
yang dilakukan dan disajikan oleh BAZIS DKI Jakarta telah menunjukkan
Jurnal Debit Kredit
PSAK 109 :
Dana Infak-Non Amil
Kas-Dana Infak
xxxx
xxxx
BAZIS Privinsi DKI
Jakarta
Bantuan-Penyaluran
Kas Dana Infak-BAZIS DKI
23.371.378.815
23.371.378.815
72
kesesuaian dengan PSAK No.109 dimana penerimaan dan penyaluran dana
zakat disesuaikan dengan jenis dana seperti penyaluran dana kepada para
mustahik, dana amil, dan dana operasional amil/.
PSAK 109 paragraf 18 hal. 5
20. Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah
dana amil
Amil akan mendapatkan haknya yang 12,5% dari keseluruhan penerimaan dana
zakat apabila dana zakat sudah disalurkan kepada mustahik. Penerimaan dana
amil yang diperoleh BAZIS DKI Jakarta adalah sebesar 12.224.484.909.
Berikut jurnal penerimaan dana amil atas zakat :
Tabel 4.4
A
Analisis Kesesuaian
Jurnal Debit Kredit
PSAK 109 :
Dana Zakat
Dana Zakat-Amil
xxxx
xxxx
BAZIS Privinsi DKI Jakarta
Dana Zakat
Dana Zakat- Amil
12.224.484.909
12.224.484.909
73
Berdasarkan hasil dari analisis akuntansi zakat pada BAZIS DKI Jakarta yang
disesuaikan dengan aplikasi akuntansi zakat PSAK No. 109, dapat terlihat dan
disimpulkan bahwa zakat dari sisi pengakuan dalam pencatatan jurnal transaksi
yang dilakukan dan disajikan oleh BAZIS DKI Jakarta telah menunjukkan
kesesuaian dengan PSAK No.109 dimana penerimaan dan penyaluran dana
zakat disesuaikan dengan jenis dana seperti penyaluran dana kepada para
mustahik, dana amil, dan dana operasional amil.
PSAK 109 paragraf 1 hal. 5
17. Efektifitas dan efesiensi pengelolaan zakat bergantung pada
profesionalisme amil. Dalam konteks ini, amil berhak mengambil bagian dari
zakat untuk menutup biaya operasional dalam rangka melaksanakan fungsinya
sesuai dengan kaidah atau prinsip syariah dan tata kelola organisasi yang baik.
BAZIS DKI Jakarta
BAZIS DKI Jakarta selaku amil juga memiliki pengeluaran yang harus dijurnal
berdasarkan pengeluaran administrasi dan operasional amil dalam melakukan
kegiatan zakat. Pengeluaran amil untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31
Desember 2013 yang meliputi penggunaan beban pegawai sebesar Rp.
2.426.382.853, beban amilin sebesar Rp. 12.224.484.909, beban umum dan
administrasi lainya sebesar Rp. 849.813.246, beban penyusutan sebesar Rp.
74
359.469.545, dan beban penghapus piutang sebesar Rp. 204,765.880 total seluruh
dana pengelolaan adalah Rp. 16.064.916.433, maka penjurnalannya sebagai berikut :
Tabel 4.5
Berdasarkan hasil dari analisis akuntansi zakat pada BAZIS DKI Jakarta
yang disesuaikan dengan aplikasi akuntansi zakat PSAK No. 109 maka dapat
terlihat dan disimpulkan bahwa zakat dari sisi pengakuan dalam pencatatan jurnal
transaksi yang dilakukan dan disajikan oleh BAZIS DKI Jakarta telah
menunjukkan kesesuaian dengan PSAK No.109 dimana penerimaan dan
penyaluran dana zakat disesuaikan dengan jenis dana seperti penyaluran dana
kepada para mustahik, dana amil, dan dana operasional amil. Untuk itu penulis
menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah diuraikan diatas untuk
menjelaskan hasil analisi tersebut, penulis menganalisa kembali apakah BAZIS
DKI Jakarta dalam menyajikan laporan keuangannya dari sisi pengakuan telah
sesuai dengan PSAK No.109 mengenai akuntansi zakat, infak atau sedekah.
Berikut analisa yang penulis ambil :
Jurnal Debit Kredit
PSAK 109 :
Beban Operasional Amil
Kas-Dana Amil
xxxx
xxxx
BAZIS Privinsi DKI Jakarta
Beban operasional Amil
Kas Dana Infak-BAZIS DKI
16.064.916.433
16.064.916.433
75
Tabel 4.6
No PSAK No. 109 BAZIS DKI Jakarta
1 Penerimaan zakat diakui pada saat kas
atau aset non kas diterima Zakat yang
diterima dari muzaki diakui sebagai
penambahan dana zakat sebesar :Jumlah
yang diterima, jika bentuk kas;Nilai
wajar, jika dalam bentuk nonkas.
Penerimaan dana zakat yang
telah diterima diakui sebagai
penambah dana zakat pada saat
zakat diterima
2 infak/sedekah yang diterima diakui
sebagai penambah dana infak terikat
atau tidak terikat sesuai tujuan pemberi
infak/sedekah sebesar : Jumlah yang
diterima, jika bentuk kas;
Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas
Penrimaan dana infak/ sedekah
diakui sebagai penambah dana
infak/sedekah pada saat kas
diterima
3 Zakat yang disalurkan kepada mustahik,
termasuk amil, diakui sebagai
pengurang dana zakat sebesar
Dana zakat yang telah
disalurkan diakui sebagai
pengurang dana zakat pada saat
kas dikeluarkan
4 Penyaluran dana infak/sedekah diakui
sebagai pengurang dana infak/sedekah
sebesar :Jumlah yang diserahkan, jika
dalam bentuk kas.
Dana infak/sedekah yang telah
disalurkan diakui sebagai
pengurang dana infak/sedekah
pada saat dana dikeluarkan
5 Bagian dana zakat yang disalurkan
untuk amil diakui sebagai penambah
dana amil. Dan zakat telah disalurkan
kepada mustahik non amil dan sudah
diterima oleh mustahik nonamil tersebut
Penyaluran dana amil dilakukan
setelah penyaluran dana zakat
kepada musthik nonamil dan
telah diterima oleh musthik non
amil tersebut.
76
Pada tabel dan ilustrasi jurnal yang telah dipaparkan diatas telah sesuai
dengan PSAK No.109 pada paragraf 16 dalam bentuk penyajiannya yaitu “Amil
menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil secara terpisah dalam
laporan posisi keuangan”dan sesuai dengan pengungkapan “Amil
mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi zakat yang tidak terbatas”
PSAK No. 109 hal. 8 paragraf 26.
2. Penyajian
a) Laporan posisi keuangan
6 Efektifitas dan efesiensi pengelolaan
zakat bergantung pada profesionalisme
amil. Dalam konteks ini, amil berhak
mengambil bagian dari zakat untuk
menutup biaya operasional dalam
rangka melaksanakan fungsinya sesuai
dengan kaidah atau prinsip syariah dan
tata kelola organisasi yang baik.
Bagian penyaluran dana zakat
kepada amil sebesar 12,5% dari
total penerimaan dana zakat
untuk operasional BAZIS DKI
Jakarta
7 Penentuan jumlah atau persentase
bagian untuk masing-masing mustahik
ditentukan oleh amil sesuai dengan
prinsip syariah, kewajaran, etika, dan
ketentuan yang berlaku yang
dituangkan dalam bentuk kebijakan
amil.
BAZNAS DKI Jakarta
menetukan bagian masing-
masing mustahik disesuaikan
dengan prinsip syariah,
kewajaran, etika dan dengan
sebijak-bijaknya.
77
Pada PSAK No. 109 menyatakan bahwa “amil menyajikan dalam
laporan posisi keuangan dengan memperhatikan ketentuan dalam SAK
yang relevan mencangkup, tetapi tidak terbatas pada, pos-pos berikut :
Aset : kas dan setara kas; piutang; efek dan aset tetap dan akumulasi
penyusutan.
Liabilitas : biaya yang masih harus dibayar; liabilitas imbalan kerja;
Saldo dana : dana zakat dana infak/sedekah; dana amil.
Dimana amil menyajikan dalam laporan posisi keuangan dengan
memperhatikan ketentuan dalam SAK yang relevan mencangkup, dan
tidak terbatas pada pos-pos berikut :
Aset
a) Kas dan setara kas
b) Piutang
c) Efek
d) Aset tetap dan akumulasi penyusutan
Liabilitas
e) Biaya yang masih harus dibayar
f) Liabilitas imbalan kerja
Saldo dana
g) Dana zakat
h) Dana infak/sedekah
78
i) Dana amil
Penyajian laporan keuangan pada BAZIS DKI Jakarta telah sesuai
dengan penyajian laporan keuangan PSAK No. 109 dimana aset lancar
berupa kas dan setara kas, deposito, utang disajikan secara terpisah dan jelas,
pada penyajian aset tetap juga disajikan terpisah seperti harga perolehan aset
tetap dan akumulasi penyusutan. Penyajian pada liabilitas BAZIS DKI Jakarta
juga menyajikan secara terpisah antara biaya yang masih harus dibayar
dengan liabilitas imbalan kerja. Pada saldo dana zakat, dana infak/sedekah
dan dana pengelolaan BAZIS DKI Jakarta menyajikan secara terpisah pula.
Akan tetapi pada laporan posisi keuangan BAZIS DKI Jakarta tidak
menyajikan posisi keuangan dana nonhalal karena BAZIS DKI Jakarta tidak
memiliki nomoratur bank yang ada pada BAZIS DKI Jakarta yaitu
penerimaan jasa giro yang di jadikan sebagai sarana investasi. Penyajian
laporan perubahan dana BAZIS DKI Jakarta dapat dilihat pada lampiran 1.
b) Laporan Perubahan Dana ZIS
Pada laporan perubahan dana menyajikan penerimaan, penyaluran
dan penggunaan dana pada suatu periode tertentu yang memiliki
karakteristik tertentu sehingga harus disajikan sebagai suatu dana
tersendiri, laporan perubahan dana mencangkup penerimaan, penyaluran,
79
penggunaan, surplus/defisit, saldo awal dan saldo akhir masing-masing
dana serta jumlah saldo akhir keseluruhan dana.
BAZIS DKI Jakarta dalam menyajikan penerimaan dana disajikan
menurut sumber penerimaan dan klasifikasi jenis sumber penerimaan
untuk setiap jenis. Jenis sumber penerimaan pada dana zakat mencangkup,
penerimaan dari muzakki entitas dan muzakki induvidual. Dalam
penyaluran dana BAZIS DKI Jakarta menyajikan menurut asnafnya
dimana dana yang disalurkan oleh BAZIS DKI Jakarta hanya kepada lima
asnaf. Hal ini dikarenakan kelima mustahik ini memang yang lebih
banyak mengadukan dana kepada BAZIS DKI jakarta dan kelima asnaf ini
menjadi prioritas penyaluran dana zakat. Untuk penyajian penggunaan
dana amil disajikan dengan perincian beban pegawai per jenis
peruntukannya.
BAZIS DKI Jakarta berharap dalam penyajian laporan perubahan
dana dengan secara trasparan ini dapat mencerminkan kinerja dan
tanggung jawab BAZIS DKI Jakarta sebagai amil serta dapat menarik
dana dalam jumlah dan jenis tertentu dan BAZIS DKI Jakarta pun
berharap dapat meningkatkan kemampuannya dalam mendistribusikan
dananya secara tepat sasaran yang sesuai dengan ketentuan syariah dan
PSAK No. 109, sehingga tujuan pengumpulan dana dapat terlaksana
80
secara efektif. Penyajian laporan perubahan dana BAZIS DKI Jakarta
dapat dilihat pada lampiran 2.
c) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas yaitu laporan yang menggambarkan transaksi kas
dan setara kas Amil Zakat, baik kas masuk ataupun kas keluar sehingga
dapat diketahui kenaikan atau penurunan bersih kas dan setara kas
berdasarkan aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan untuk masing-
masing jenis dana selama suatu periode.
BAZIS DKI Jakarta telah menyajikan laporan arus kas dengan
lengkap yang terdiri dari tiga aktivitas. Dalam arus kas dari aktivitas
operasi menjelaskan kenaikan saldo dana yang disesuaikan untuk
penyusutan aset tetap, aktivitas operasi ini merupakan kegiatan utama
dalam sebuah lembaga, BAZIS DKI Jakarta menjelaskan arus kas bersih
yang digunakan untuk aktivitas operasi, Sedangkan dalam arus kas dari
aktivitas investasi, BAZIS DKI Jakarta menjelaskan adanya arus kas
keluar yaitu kenaikan investasi,kenaikan aktiva tetap, untuk arus kas untuk
aktivitas pendaan arus kas yang keluar hanya untuk pendanaan deposito.
Contoh penyajian laporan arus kas dapat dilihat pada lampiran 3.
d) Laporan Perubahan Aset Kelolaan
81
Laporan perubahan aset kelola adalah laporan yang menggambarkan
perubahan dan saldo atas kuantitas dan nilai aset kelola, baik aset lancar
kelolaan maupun tidak lancar untuk masing-masing jenis dana selama
suatu periode.
Berdasarkan PSAK No. 109 laporan perubahan aset kelolaan
merupakan laporan yang menyajikan saldo awal aset kelolaan baik berupa
aset lancar maupun aset tidak lancar dengan akumulasi penyusutan dan
penyisihan masing-masing serta penambahan dan pengurangan yang
terjadi pada periode tersebut yang selanjutnya dapat dilihat dalam saldo
akhirnya.
BAZIS DKI Jakarta memiliki aset kelola lancar dana infak/sedekah
yang dicatat dalam perubahan kelolaan berupa piutang qordhul hasan dan
piutang mudharabah, pada dana infak/sedekah aset tidak lancar kelolaan
dalam bentuk aset tetap. Aset lancar kelolaan dana zakat dalam bentuk
investasi jangka panjang sedangkan aset tidak lancar pada dana zakat tidak
disajikan.
Dalam penulisan jurnalnya BAZIS DKI Jakarta menyajikan laporan
saldo awal, penambahan, pengurangan, akumulasi penyusutan, akumulasi
penyelisihan dan saldo akhir pada setiap pos-posnya. Dengan ini bahwa
dalam penyajian laporan perubahan aset kelolaan dana ZIS BAZIS DKI
82
Jakarta telah sesuai dengan PSAK No. 109. Contoh penyajian laporan
perubahan aset kelolaan dapat dilihat pada lampiran 4.
e) Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan memuat referensi silang atas setiap
pos dalam laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan arus
kas, dan laporan perubahan aset kelolaan untuk informasi yang
berhubungan dengan catatan atas laporan keuangan.
Berdasarkan hasil wawncara dan catatan atas laporan keuangan yang
diperoleh menjelaskan mengenai kebijakan dan prosedur yang diterapkan
oleh manajemen BAZIS DKI Jakarta sehingga memperoleh angka-angka
dalam laporan keuangan tersebut.
Setelah penulis melihat bagaimana penyajian akuntansi zakat pada
BAZIS DKI Jakarta melalui penyajian jurnal diatas, penulis menganalisa
apakah penyajian akuntansi zakat yang disajikan oleh BAZIS DKI dalam
laporan keuangannya telah sesuai dengan prinsip akuntansi zakat yang
berlaku umum yaitu PSAK No. 109 mengenai penyajian laporan keuangan
dana zakat, infak/sedekah . ini adalah kesimpulan dari analisa penulis :
Tabel 4.7
Penyajian
83
B
Berdasarkan hasil analisis penyajian laporan keuangan pada tabel 4.2
menunjukkan kesesuaian dengan PSAK No. 109 dimana pada laporan posisi
keuangan keseluruhan jenis saldo dana seperti dana zakat, dana infak/sedekah,
dana amil dan dana non halal disajikan secara terpisah. Namun, BAZIS DKI
Jakarta tidak menyajikan laporan dana non halal. BAZIS DKI Jakarta pun
meyajikan informasi mengenai aset, liabilitas, dan saldo dana serta
menginformasikan mengenai hubungan diantara unsur-unsur tersebut pada
tanggal tertentu. Contoh penyajian atas laporan keuangan BAZIS DKI Jakarta
dilihat pada lampiran 5.
3. Pengungkapan
Pengungkapan merupakan cara penyajian informasi utama dan
tambahan dalam seperangkat laporan keuangan yang lengkap. Dalam PSAK
no.109 telah dijelaskan beberapa pengungkapan hal-hal terkait dengan
transkasi. Hal ini berfungsi menunjukkan informasi tambahan yang belum
teridentifikasikan secara jelas melalui laporan keuangan yang disajikan.
No. PSAK No. 109 BAZIS DKI Jakarta
1 Amil menyajikan dana
zakat, dana infak/sedekah,
dan dana amil secara
terpisah dalam laporan
posisi keuangan
Dalam penyajian laporan keuangnnya
BAZIS DKI Jakarta menyajiankan setiap
transaksi yang dilakukan secara terpisah
dalam laporan keuangannya.
84
Pengungkapan tentang dana zakat yang telah dilakukan oleh BAZIS DKI
Jakarta dalam penyajian laporan keuangan diantaranya dapat dijelaskan pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.8
Pengungkapan
No PSAK No. 109 BAZIS DKI Jakarta
1 Kebijakan penyaluran zakat,
seperti penentuan skala
prioritas penyaluran zakat,
dan mustahik nonamil;
BAZIS DKI Jakarta dalam
menyalurkan dana zakat memiliki
prioritas dalam menyalurkan dananya,
yaitu hanya kepada lima asnaf, fakir
miskin, gharim, mualaf, sabilillah dan
ibnu sabil.
2 Kebijakan penyaluran zakat
untuk amil dan mustahik
nonamil, seperti persentase
pembagian, alasan, dan
konsistensi kebijakan;
BAZIS DKI Jakarta
mempersentasikan bagian amil sesuai
dengan syariat islam yaitu 12,5% dari
keseluruhan penghasilan dana zakat
setelah penyaluran dana zakat.
3 Metode penentuan nilai wajar
yang digunakan untuk
penerimaan zakat berupa aset
nonkas;
BAZIS DKI Jakarta melakukan
penerimaan hanya berbentuk kas.
4 Rincian jumlah penyaluran
dana zakat untuk masing-
masing mustahik;
BAZIS DKI Jakarta dalam
menyajikan rincian penyaluran dana
zakat disajikan sesuai jenis
penyalurannya kepada masing-masing
asnaf dan BAZIS DKI Jakarta
menjelaskan jumlah dana yang
85
disalurkan kepada masing-masing
asnaf.
5 Penggunaan dana zakat
dalam bentuk aset kelolaan
yang masih dikendalikan oleh
amil atau pihak lain yang
kendalikan amil, jika ada,
diungkapkan jumlah dan
persentase terhadap seluruh
penyaluran dana zakat serta
alasannya; dan
Dalam menyajikan laporan aset
kelolaan BAZIS DKI Jakarta
mengungkapkan jumlah dan
persentase terhadap seluruh
penyaluran dana zakat baik baik yang
dikelola oleh BAZIS DKI Jakarta
maupun oleh pihak lain.
6 Hubungan pihak-ihak
berelasi antara amil dan
mustahik yang meliputi :
Sifat hubungan;
Jumlah dan jenis aset
yang disalurkan;
Persentase dari setiap aset
yang disalurkan tersebut
dari total penyaluran
zakat selama periode.
Penerimaan dana zakat yang diperoleh
BAZIS DKI Jakarta bersumber dari
zakat entitas yaitu zakat pengusaha,
dan zakat pribadi yaitu zakat para PNS
wilayah jakarta, adapun yang berasal
dari zakat unit kerja, zakat bank mitra,
non mitra serta dan zakat calon haji.
Dana yang disalurkan berupa dana
zakat dan dana infak/sedekah. Dana
zakat dan dana infak/sedekah yang
terkumpul berasal dari zakat pegawai
pemerintahan jakarta yang dipotong
dari gaji, zakat pengusaha dan bank
mitra.
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa penyajian laporan
keuangan BAZIS DKI Jakarta telah sesuai dengan Pernyataan Standar
86
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109. Semua pengungkapan berasal dari
catatan atas laporan keuangan yang dijelaskan secara terperinci sesuai dengan
transaksi yang terjadi dan dijelaskan mengenai kebijakan-kebijakan dan
prosedur dalam penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infak atau
sedekah yang diterapkan manajemen dalam laporan keuangan.
Dari pembahasan dalam BAB IV maka dapat disimpulkan bahwa
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 merupakan standar
baku yang terhitung sudah cukup lama bagi organisasi pengelola zakat.
Standar inilah yang mewajibkan semua Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
untuk menggunakan Standar Akuntansi Keuangan zakat ini termasuk BAZIS
DKI Jakarta. Hasil analisa menunjukkan bahwa laporan keuangan BAZIS
DKI Jakarta telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada pada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109, dalam hal
penyajian, pengakuan dan pengukuran BAZIS DKI Jakarta sudah
menunjukkan 100% sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 109.
BAB V
PENUTUP
87
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis bahas dan jabarkan dalam
skripsi ini, dapat di simpulkan bahwa BAZIS DKI Jakarta sangat merasa
dimudahkan dengan adanya ED PSAK No. 109 dan sudah 100% dalam
menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 , sehingga
BAZIS DKI-Jakarta sudah sempurna dalam penerapan ED PSAK No. 109
dalam menyajikan laporan keuangannya.
Berdasarkan pernyataan bahwa laporan keuangan BAZIS DKI Jakarta
100% telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No. 109, penulis akan menyimpulkan kesesuaian Laporan keuangan BAZIS
DKI Jakarta dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
109, sebagai berikut :
1. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 109 adalah
standar akuntansi yang memang dibuat untuk laporan keuangan
lembaga amil zakat dan memang sudah seharusnya diterapkan oleh
lembaga amil zakat pada laporan keuangannya.
2. Pada proses penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana
infak/sedekah BAZIS DKI Jakarta mencatat sebagai penambah
dan pengurang dana zakat pada saat zakat diterima dan
dikeluarkan.
88
3. Dalam penyajian laporan keuangnnya BAZIS DKI Jakarta
menyajiankan setiap transaksi yang dilakukan secara terpisah
berdasarkan sumber dan peruntukannya.
4. Pada keseluruhan laporan keuangan BAZIS DKI Jakarta telah
sesuai dengan lah sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) no. 109 dari sisi pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan secara keseluruhan uan telah sesuai dengan ketent
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 109. Hanya
saja dalam pengakuan, BAZIS DKI Jakarta tidak melaporkan dana
non halal.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang penulis jabarkan maka ada
beberapa saran yang penulis ajukkan, yaitu :
1. BAZNAS DKI Jakarta diharapkan untuk lebih trasparan dalam memberikan
keterangan-keterangan terhadap transaksi yang dilakukan atas penyaluran
zakat. Agar memudahkan para stikolder atau muzakki dalam memahami
laporan keuangan dan mengetahui kemana saja penyaluran dilakukan
sehingga tingkat kepercayaan para nasabah semakin tinggi.
2. Dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 109 pada
laporan keuangan diharapkan lebih bisa memahami Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan no. 109 lebih mendalami agar bisa menyesuaikan
dengan standar yang baru diperbaharui oleh IAI tahun 2014.
89
3. BAZIS DKI Jakarta agar tetap konsisten dalam menerapkan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan no. 109 pada laporan keuangannya.
4. BAZIS DKI Jakarta agar tetap konsisten dalam mempublikasikan laporan
keuangan melalui media masa ataupun media sosial demi terjaganya
akuntabilitas dana zakatn dan menjaga kepercayaan para donatur.
5. Untuk penelitian selanjutnya, apabila mengenai proses pengelolaan zakat
sebaiknya diperlukan wawancara tidak hanya dengan lembaga amil zakat
saja tetapi akan lebih baik berikut dengan pihak muzakki atau stakeholder
dan mustahiknya.
90
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama, 2004.
Arif Mufraini, Muhammad, Akuntansi dan Manajemen Zakat, Kencana, Jakarta,
2006
_______. Strategi Pengelolaan Zakat di Indonesia. Jakarta: Forum Zakat, 2011.
_______. ed. Zakat dan Peran Negara. Jakarta: Forum Zakat, 2006.
Bariyah, Nurul, Oneng. Total Quality Management Zakat Prinsip dan Praktik
Pemberdayaan Ekonomi, Wahana Kardofa, Cet.I, Jakarta 2012.
Hafidhuddin, Didin. Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah. Jakarta:
Gema Insani, 2008.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.IV, PT
Gramedia
Pustaka Utama, Jakata, 2008
J Maleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif PT Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-
11, Bandung, 2000.
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol 2, Nomor 1, Jakarta, Januari 2013
Kustiawan, Teten, dkk. Pedoman Akuntansi Amil Zakat: Panduan Implementasi
Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PSAK 109. Jakarta: Forum
Zakat.
Kustiawan, Teten, Pedoman Akuntansi Zakat, Forum Zakat, Jakarta, 2012
91
Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat, P3EI Press,
Yogyakarta, 2009
Majalah Bazis DKI Jakarta Peduli Umat Zakat is My Life, Power Of Ramadhan
Menggerakan Umat untuk Berzakat, PT. Desprindo Natamedia, Edisi 57,
Jakarta 2014.
Majalah Bazis DKI Jakarta Peduli Umat Zakat is My Life, Hikmah Qurban,
Dalam Konteks Kekinian, PT. Desprindo Natamedia, Edisi 58, Jakarta,
2014.
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta,
2002.
Muhammad, Prinsip-prinsip Akuntansi Dalam Al-Qur’an, UII Press, Jakarta,
2000
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, ROSDA, Bandung, 2003.
Nurhayati Sri, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta,
2011
Syahatah, Husayn, Akuntansi Zakat, Pustaka Progressif, Jakarta, 2004
Syaikh Sabiq, As-Sayyid. Paduan Zakat Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, Pustaka
Ibnu Katsir, Bogor, 2005.
Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Ikatan Akuntansi Indonesia. Penyataan Standar Akuntansi Keuangan Zakat dan
Infak/Sedekah, Dewan Standar Akuntansi Syariah, J.akarta, 2010
92
Kustiawan Teten. Pedoman Akuntansi Amil Zakat (PAAZ), Forum Zakat (FOZ),
Jakarta Selatan, 2012.
Kustiawan, Teten, dkk. Pedoman Akuntansi Amil Zakat: Panduan Implementasi
Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PSAK 109. Jakarta: Forum
Zakat.
Wiyono, Slamet, Maulana, Taufan, Memahami Akuntansi Syariah Indonesia,
Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012
Widodo Hertanto, Ak dan Kustiawan Teten, Akuntansi & Manajemen Keuangan
Untuk Organisasi Pengelola Zakat, Institut Manajeman Zakat, Ciputat, 2001
Internet:
wordpress.com/2014/11/027/berlakunya-psak-zakat-no-109/
www.bazisdki.go.id.
http://www.forumzakat.net
http://www.id.wikipedia.org/wiki/efisiensiekonomi
HASIL WAWANCARA
BAZIS DKI-Jakarta
1. Tanya : Apakah BAZIS DKI-Jakarta telah menerapkan PSAK No. 101 dan
No.109 dalam penyajian laporan keuangannya?
Jawab : Tentunya kami sudah menerapkan ED PSAK No. 109
2. Tanya : Bagaimana pandangan BAZIS DKI-Jakarta sendiri terhadap
Exposure Draft PSAK No. 109 ini?
Jawab : BAZIS DKI-Jakarta sangat menyambut baik adanya ED PSAK No.
109 ini karena bagi BAZIS DKI-Jakarta hal ini merupakan sesuatu yang
positif. Dengan potensi zakat yang bagitu besar, ED PSAK No. 109 dinilai
dapat mendongkrak pendapatan penghimpunan zakat seperti yang telah
ditargetkan.
3. Tanya : Hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan ED PSAK
No. 109 kedalam penyajian laporan keuangan basis?
Jawab : kendala awal yang kami hadapi yaitu tidak banyaknya akuntan
public yang mampu menerapkan PSAK No. 109 secara utuh. Sehingga kami
harus mencari dan memberi pelatihan terlebih dahulu.
4. Tanya : Bagaimana implikasi pengesahan ED PSAK No. 109 tentang
akuntansi zakat dan ifak/sedekah yang sudah menjadi pedoman dalam
penyajian laporan keuangan bagi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)?
Jawan : Pada dasarnya OPZ sebagai asosiasi organisasi pengelola zakat
berterimakasi atas hadisrnya ED PSAK No. 109 ini. Sehingga OPZ dapat
mempertanggungjawabkan dana penghimpun zakat yang diterima secara
berstandar akuntansi. Dengan adanya ED PSAK No. 109, maka secara
otomatis Pedoman Akuntansi OPZ tersempurnakan. OPZ pun tidak bingung
dalam membuat laporan keuangan yang seragam.
5. Tanya : Sebelum di terbitkannya PSAK No. 109, BAZIS DKI-Jakarta
menggunakan rujukan apa sebagai pengarah Penyajian Laporan Keuang
Lembaga ini?
Jawab : Sebelum diterbitkannya ED PSAK No. 109 tentunya kami
menggunakan PSAK 45 yang Khusus untuk akuntansi nirlaba sebagai rujukan
laporan keuangan lembaga kami.
6. Tanya : Sejak kapan lembaga ini menerapkan PSAK No. 109 dalam Laporan
Keuangannya?
Jawab : Sejak ED PSAK No.109 sudah disahkan dan lembaga kami sudah
memulai mensesuaikan dengan laporan keuangan kami.
7. Tanya : Lebih sulit mana PSAK 45 dengan PSAK No. 109 dalam
penerapannya ke Laporan Keuangan?
Jawab : Jika kita lihat lebih sulit mana keduanya memiliki kesulitan
tersendiri, kesulitan pada PSAK No. 109 itu seperti dalam penyaluran dana
zakat melalui LAZ lain misalnya dianggap piutang penyaluran, maka apabila
tidak terselesaikan dalam periode tahun berjalan harus dibuat penyesuaian.
Berbeda dengan PSAK 45 yang sudah di anggap penyaluran dana zakat tanpa
harus ada bukti dari LAZ yang menyalurkan tersebut.
8. Tanya : Apa kelebihan dan kekurangan dari PSAK No.109?
Jawab : Kelebihan pada PSAK No. 109 itu tentunya ada jaminan unsur
syariah dan bentuk laporan pada PSAK No. 109 itu laporan keuangannya
lebih jelas dan efektif bagi LAZ dan sangat sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh LAZ. Sedangkan kekurangannya tidak semua lembaga amil zakat
memiliki karyawan yang mampu menerapkan PSAK No. 109 pada laporan
keuangannya, jadi PSAK No. 109 tidak mudah untuk dipelajari.
9. Tanya : Peraturan Terkait Penyajian Laporan Keuangan Dana ZIS pada
BAZIS-DK?
Jawab : Untuk masalah peraturan yang terkait dengan penerapan PSAK No.
109 pada penyajian laporan keuangan BAZIS DKI-Jakarta akan mengikuti
semua intruksi dari DSN mau pun MUI terkait peraturan-peraturan yang di
tujukan pada Lembaga Amil Zakat.
10. Tanya : Adakah sanksi bagi Lembaga Amil Zakat yang tidak menerapakan
PSAK No. 109?
Jawab : Untuk sanksi sendiri baik dari BAZIS DKI-Jakarta maupun pihak
yang berwenang dalam menerapkan atau tidak sejauh ini tidak ada sanksinya
jika Lembaga Amil Zakat tidak menerapka PSAK No.109.