analisis kawasan agropolitan sulawesi utara

11

Click here to load reader

Upload: wahyudi-mukti

Post on 21-Nov-2015

80 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kawasan Agropolitan Sulawesi Utara

TRANSCRIPT

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    130

    ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DUMOGA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SULAWESI UTARA

    Moh. Radjiman Ododay

    Staf Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bolaang

    Mongondow.

    A. Rahmat Mahasiswa Prog.Magister

    Transportasi bidang Tek.Perenc.Transportasi PPs-

    Unhas, Makassar e-mail : [email protected]

    Shirly Wunas Pengajar Program Magister

    Transportasi bidang Tek. Perenc. Transportasi PPs- Unhas,

    Makassar

    Abstract The study aims to determine the distribution nodes, hierarchy syistem and the societys agricultural production nodes size in the agropolitan region of Dumoga, and recommend a development strategi for the region. The study is both qualitative and quantitative descriptive in nature it uses survey method with questionnaire and direct interviews to get the required data. Data from related offices are also used. The data are analysed using accessibility model to determine the area center, scalogram to determine the hierarchy node, the matrix of origin destination to determine the node interconnection. The study indicates that the central area is East Dumoga, West Dumoga is the first order region and North Dumoga as the second order region. The node centre is in Imandi Village of East Dumoga district where an STA will be built and in hinterland area a public market place would be established to support the transactions in the remote areas. The regional development consept used is agribusiness and agro industry consept. Keywords : Agropolitan, Node, Development strategy, Accessibility, Hinterland. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Kawasan agropolitan Dumoga adalah bagian dari rencana percepatan pengembangan ekonomi masyarakat desa mandiri yang merupakan sebuah konsep perwujudan kesejahteraan masyarakat setempat pada kawasan pertanian moderen yang berbasis pertanian. Program ini dirancang dengan pendekatan suatu sistem yang komprehensif dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah, terutama pemerintah daerah. Dengan keberadaan program pengembangan kawasan Agropolitan merupakan suatu upaya nyata dari pemerintah melalui Departemen Kimpraswil sebagai inisiator guna mempercepat pembangunan dikawasan perdesaan, dengan melakukan kegiatan identifikasi kebutuhan prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan kawasan. Dari berbagai kebutuhan prasaran ekonomi tersebut, maka faktor utama perkembangan ekonomi masyarakat terutama masyarakat perdesaan adalah prasarana jalan serta simpul-simpul pemasaran produksi hasil pertanian, karena dengan tersedianya jaringan jalan yang memadai akan memperbaiki kondisi transportasi dan aksesibilitas masyarakat. Jinca, M.Y dkk (2002 : 1-5), Prasarana transportasi seharusnya dapat memberikan manfaat dan dampak yang luas, guna memobilitas serta aksesibilitas, baik untuk pelayanan kebutuhan dasar maupun kemudahan pergerakan orang, barang dan jasa yang mudah dicapai, cepat dan murah untuk mendukung perekonomian masyarakat. Sebagai ilustrasi, untuk memasarkan hasil produksi pertanian masyarakat Kecamatan Dumoga yang umumnya banyak bermukim dipelosok-pelosok desa harus menempuh perjalanan 20 Km dengan waktu tempuh sampai 2-3 jam dengan biaya yang tinggi untuk mengangkut hasil produksinya hingga sampai di ibukota kecamatan, itupun baru akan memasarkan hasil

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    131

    produksinya kepada para tengkulak sehingga masyarakat hanya memperoleh nilai jual komoditas produksi pertaniannya dengan harga rendah, yang selanjutnya para tengkulak akan memasarkan hasil pertanian ke pasar induk kabupaten yang berjarak 40 km, atau langsung memasarkan ke kota manado yang berjarak 200 km dari ibukota Kecamatan Dumoga. Kecamatan Dumoga yang telah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan, diharapkan dapat menjadi sentra pertanian moderen yang bercirikan kota yang memiliki komoditas unggulan, serta pendapatan masyarakat dari kegiatan pertanian dan didominasi kegiatan agribisnis dapat meningkat serta mempunyai hubungan kota dan kawasan harmonis dimana kehidupan masyarakat bersuasana desa modern, maka penyediaan infrastruktur agropolitan terutama pusat distrbusi produksi hasil petanian dan infrastruktur jalan sebagai penunjang dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama kepada pemerintah daerah dalam penyusunan program peningkatan sistem pemasaran produksi pertanian pada Kawasan Agropolitan Dumoga yaitu :

    1. Menentukan simpul-simpul pendistribusian, hirarki, serta besaran simpul hasil produksi pertanian masyarakat pada Kawasan Agropolitan Dumoga.

    2. Merekomendasikan suatu strategi pengembangan Kawasan Agropolitan Dumoga METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan non eksperimental yang sifatnya deskriptif kualitatif dan kuantitatif, sehingga dapat menggambarkan kondisi objek dan hasil penelitian secara kuantitas dan kualitas. Jenis studi kasus dengan pengamatan langsung di lapangan dan survei melalui kuesioner kepada responden, juga mengakses data pada instansi yang terkait. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja sebagai petani yang ada dalam kawasan agropolitan Dumoga, dan sampel dari populasi adalah petani sawah, kebun dan ternak. Obyek penelitian difokuskan pada kawasan produksi pertanian masyarakat untuk melihat tingkat pertumbuhan produksi hasil pertanian, jaringan jalan untuk melihat kemudahan dalam pemasaran hasil produksi serta pusat-pusat distribusi hasil pertanian dengan mengambil sampel pada simpul-simpul pemasaran untuk melihat pola distribusi produk hasil pertanian masyarakat.

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    132

    Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan simpul pemasaran

    Sugiyono (2003:90) mengartikan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sugiyono (2003;91) mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila Populasi besar, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Dalam penelitian ini, penentuan jumlah sampel penduduk dilakukan dengan menggunakan formulasi persamaan dari Dixon B.Leach (dalam Pambundi, Tika199:133) sebagai berikut :

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    133

    Tabel 1. Data Perhitungan Jumlah Variabel dan Sampel

    Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah KK P (%) V n N'

    75,997.00

    17,346

    41.97

    41.97

    67.67

    68.00

    Sumber : Hasil analisis, 2008

    Berdasarkan persamaan tersebut diatas maka untuk menentukan jumlah sampel masing-masing wilayah dihitung dari jumlah penduduk yang dijadikan sampel dibagi dengan jumlah keseluruhan Kepala Keluarga (KK) dari masing-masing sampel wilayah atau dengan menggunakan persamaan : P = x N

    Tabel 2. Jumlah Sampel Berdasarkan Wilayah Kecamatan

    No Kecamatan Jumlah

    Penduduk (Jiwa)

    Jumlah KK

    Petani

    P P Jumlah Penduduk

    (Jiwa)

    Jumlah KK

    1 Dumoga Barat 25,558 6,258 17,507 4,286 24.53 25

    2 Dumoga Timur 31,632 7,407 21,667 5,073 29.04 29

    3 Dumoga Utara 18,807 3,681 12,882 2,521 14.43 14 Jumlah 75,997 17,346 52,056 11,880 68.00 68

    Sumber : Hasil analisis, 2008 Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 68 sampel dengan komposisi untuk Kecamatan Dumoga Barat sejumlah 25 sampel, Dumoga Timur sejumlah 29 sampel, dan Dumoga Utara sejumlah 14 sampel.Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka data penelitian yang akan dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan teknik deskriptif dan kuantitatif, teknik analisis kuantitatif menggunakan metode analisis model aksesibilitas,skalogram dan Matriks Asal Tujuan (MAT). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Kawasan Agropolitan Analisis Kawasan Agropolitan dimaksudkan untuk mengetahui pusat kawasan dan daerah hinterland dengan menggunakan analisis model aksesibilitas dan untuk mengetahui jaringan simpul pemasaran pada kawasan menggunakan analisis skalogram dan matriks asal tujuan (MAT). Analisis Model Aksesibilitas Model Aksesibilitas diawali dengan perhitungan asal dan tujuan perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat. Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk perjalanan dari satu pusat kawasan dengan pusat kawasan lainnya diasumsikan berdasarkan tabel 3 dibawah ini . Waktu tempuh tersebut didasarkan kepada faktor pengaruh jarak , fungsi perjalanan dan jenis moda angkutan.

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    134

    Jarak antara satu kawasan dengan kawasan lainnya yaitu antara 5 km - 10 km dengan fungsi perjalanan adalah memasarkan hasil produksi pertanian dengan memanfaatkan moda angkutan barang berupa truk dan kendaraan angkutan barang lainnya. Tabel 3. Waktu tempuh rata-rata dari Kawasan satu ke Kawasan lainnya

    Origin Destination

    Dumoga Timur Dumoga Barat Dumoga Utara

    Dumoga Timur 0.3 9 14

    Dumoga Barat 10 0.4 15

    Dumoga Utara 15 16 0.5

    Sumber : Hasil survei, 2008 Setelah mengetahui waktu tempuh kemudian ditentukan sarana untuk fungsi ekonomi dan fungsi sosial yang dinyatakan dengan tabel 4 dibawah ini. Sarana pelayanan yang diambil adalah sarana dengan fungsi sosial yaitu pendidikan, peribadatan dan tempat pertemuan dan sarana dengan fungsi ekonomi yang diambil adalah lembaga ekonomi desa (KUD,KSP, BRI unit desa, Bank swasta, pasar, pengusaha gilingan padi, BBU padi sawah, pegusaha penggilingan jagung, unit pengolahan benih, kios saprodi) . Fungsi-fungsi tersebut dihitung berdasarkan banyaknya jenis sarana yang tersedia. Tabel 4. Jumlah sarana sosial dan ekonomi

    Kawasan Jumlah penduduk Jumlah fungsi sosial Jumlah fungsi ekonomi

    Dumoga Timur 31.632 11 6 Dumoga Barat 18.807 7 5 Dumoga Utara 25.558 9 5

    Sumber : Bolaang Mongondow dalam angka, 2007 Setelah mengetahui jumlah sarana dengan fungsi ekonomi dan sarana dengan fungsi sosial, kemudian dihitung index travel convenience yaitu jumlah fungsi yang berada pada suatu kawasan dibagi dengan waktu jelajah ke kawasan tersebut yang dinyatakan dengan persamaan :

    Dimana :

    Nkj = Jumlah fungsi pada kawasan k Tik = Waktu jelajah dari kawasan i ke kawasan k

    Hasil perhitungan diperlihatkan pada tabel berikut:

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    135

    Tabel 5. Hasil perhitungan Indeks travel Aksesibilitas

    Kawasan Fungsi

    Ekonomi Sosial

    Dumoga Timur 38.67 21.10

    Dumoga Barat 18.67 13.33 Dumoga Utara 19.16 10.65

    Sumber : Hasil analisis, 2008 Dari angka tersebut menunjukan bahwa tingkat kenyamanan perjalanan melakukan aktifitas ekonomi dan sosial pada kawasan Dumoga Timur memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi disusul kemudian pada kawasan kecamatan Dumoga utara dan Dumoga barat. Untuk mengetahui proporsi penduduk yang menggunakan fungsi, digunakan bobot setiap fungsi tersebut dimata penduduk pengguna. Pada model ini diasumsikan bahwa bobot setiap fungsi tergantung pada jumlah kunjungan dan waktu jelajah rata-rata yang dibutuhkan untuk menikmati pelayanan yang ditawarkan fungsi tersebut. bobot tersebut dihitung dengan rumus : Wi = Nj x TjxPj Dimana : Nj = Jumlah kunjungan rata-rata ke fungsi j dalam waktu tertentu Tj = Waktu jelajah rata-rata ke lokasi fungsi j Pj = Proporsi penduduk yang menggunakan fungsi j

    Sehingga diperoleh jumlah kunjungan rata-rata sebagai berikut : Tabel 6. Jumlah kunjungan rata-rata pada masing-masing fungsi

    Kawasan Fungsi

    Ekonomi Sosial Dumoga Timur 91.73 91.73

    Dumoga Barat 47.02 47.02

    Dumoga Utara 35.78 35.78

    Sumber : Hasil analisis, 2008 Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa jumlah kunjungan rata-rata tertinggi adalah kawasan Dumoga Timur menyusul Dumoga Barat dan Dumoga Utara. Sehingga rata-rata kunjungan tersebut dapat diketahui bobot setiap fungsi dimata penduduk petani adalah : Tabel 7. Bobot fungsi menurut penduduk

    Kawasan Fungsi

    Ekonomi Sosial

    Dumoga Timur 1330.13 1330.13

    Dumoga Barat 587.72 587.72

    Dumoga Utara 250.47 250,47

    Sumber : Hasil analisis, 2008

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    136

    Angka bobot fungsi menurut penduduk tertinggi adalah Kecamatan Dumoga Timur, kemudian Dumoga Utara dan Dumoga Barat. Dari keseluruhan analisis tersebut kemudian di ukur indeks aksesibilitas setiap kawasan menggunakan persamaan :

    Dimana :

    Aij = Aksesibilitas dari zona asal i ke berbagai zona tujuan j Wj = Bobot kunjungan

    Sehingga diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini : Tabel 8. Indeks aksesbilitas

    Kawasan

    Fungsi

    Ekonomi Sosial

    Dumoga Timur 51,442.08 28,059.3

    Dumoga Barat 10,970.75 7,836.25

    Dumoga Utara 4,799.60 2,666.44 Sumber : Hasil analisis, 2008

    Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa angka Indeks Aksesibilitas tertinggi adalah kawasan Dumoga Timur disusul kemudian Dumoga Barat dan Dumoga Utara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingginya tingkat kunjungan rata-rata kenyamanan perjalanan serta indeks aksesibilitas tertinggi terjadi pada kawasan Dumoga Timur, hal ini menunjukan bahwa Dumoga Timur dapat ditetapkan sebagai pusat kawasan agropolitan Dumoga dan menjadi sentra pendistribusian produksi hasil pertanian. Analisis Jaringan Simpul

    a. Hirarki Simpul Untuk memperkuat posisi hirarki Kawasan Agropolitan Dumoga, maka digunakan analisis skalogram. Metode ini digunakan untuk menjawab fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang terdapat pada satuan wilayah dan bagaimana tingkat kebutuhan penduduk dapat dipenuhi.

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    137

    Tabel 9. Fungsi Pelayanan disetiap kawasan

    Sumber : Hasil Analisis, 2008 A. Dumoga Timur B. Dumoga Utara C. Dumoga Barat

    Pelayanan Ekonomi Pelayanan Sosial Prasarana 1. KUD 2. KSp 3. Bank 4. Pasar 5. Penggilingan Padi 6. BBU Padi Sawah 7. Penggilingan Jagung 8. Unit Pengolahan BEnih

    1. SD, SMP, SMA 2. Sekolah Kejuruan 3. Puskesmas 4. Apotek 5. Toko Obat 6. Klinik 7. Kios Saprotan

    1. Terminal 2. Jalan Utama 3. Jalan Desa 4. Jalan Produksi 5. Irigasi

    Berdasarkan analisis skalogram tersebut diatas diperoleh hirarki kawasan bahwa Dumoga Timur adalah sebagai pusat kawasan dan Dumoga Barat sebagai daerah hinterland 1 atau orde 1 serta Dumoga Utara sebagai hinterland 2 atau orde 2. Berdasarkan hirarki ditentukan simpul pemasaran bahwa Dumoga Timur adalah sebagai pusat kawasan yang akan dikembangkan Sub Terminal Agribisnis (STA), dan pada daerah hinterland akan dibangun pasar desa untuk mendukung kegiatan transaksi hasil pertanian. 1). Pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA), sebagai sarana pemasaran bermanfaat

    untuk: a). Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas

    agribisnis, memperbaiki Struktur pasar, pusat informasi pertaniaan dan sebagai sarana promosi.

    b). Mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil agribisnis dan sebagai tempat untuk melatih para petani dan pedagang dalam penanganan dan pengemasan hasil-hasil pertanian.

    c). Sebagai wadah bagi pelaku agribisnis untuk merancang bangun pengembangan agribisnis.

    d). Untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran. e). Pengembangan agribisnis dan wilayah.

    2). Pengembangan Pasar Desa Pengembangan Pasar Desa sangat dibutuhkan oleh masyarakat petani karena

    memiliki dua fungsi yaitu sebagai pasar desa yang melayani kebutuhan sehari-hari dan juga berfungsi sebagai pasar pengumpul hasil pertanian masyarakat berupa berupa beras, jagung dan hasil-hasil perkebunan masyarakat. Kondisi pasar desa yang terletak pada Kecamatan Dumoga Barat dan Kecamatan Dumoga Utara masih memprihatinkan sehingga untuk mendukung keberadaan kawasan agropolitan perlu dikembangkan agar dapat tertata dengan baik serta mempunyai prasarana pendukung berupa lahan parkir. b. Keterkaitan Simpul

    Simpul

    Fasilitas Pelayanan JumlahPelayanan ekonomi Pelayanan sosial Prasarana Penduduk

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5

    A B C

    x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

    x x x x x x x x x

    x x x x x x x x x x x x x

    31.632 18.807 25.558

    19 12 15

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    138

    Transportasi prasarana jalan yang baik apabila dapat menunjang interaksi antar kawasandengan melayani pergerakan orang dan barang bawaannya, sehingga segala potensi yang ada bisa didistribusikan dengan baik dan pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut akan berkembang dengan baik pula. Interaksi antara kawasan dianalisis dengan menggunakan model matriks asal tujuan (MAT) , dengan pergerakan orang dan barang antara Kecamatan Dumoga Timur, Dumoga Barat dan Dumoga Utara. Jumlah Pergerakan dari masing masing asal tujuan orang dan barang tersebut digunakan sebagai variabel massa, sedangkan variabel jarak yang digunakan adalah jarak antara Kecamatan seperti pada tabel 10 berikut ini.

    Tabel 10. Jarak antar Kawasan

    Simpul A B C A 0 7 5 B 7 0 12 C 5 12 0

    Sumber : Hasil survei, 2008 Tabel 11, Matriks keterkaitan antar simpul pergerakan orang

    Simpul A B C Jumlah A 0 122 143 265 B 628 0 98 726 C 840 102 0 942

    Sumber : Hasil Survei, 2008 Tabel 12, Matriks interaksi keterkaitan simpul berdasarkan pergerakan barang (ton)

    Simpul A B C Jumlah A 0 200 170 370 B 12.000 0 80 12.080 C 15.000 95 0 15.095

    Sumber : Hasil survei, 2008 Keterangan :

    A. Kawasan Dumoga Timur B. Kawasan Dumoga Utara C. Kawasan Dumoga Barat Berdasarkan tabel 11 dan 12 diatas dapat diketahui bahwa nilai interaksi pada Kawasan Dumoga Barat ke Kawasan Dumoga Timur menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan Dumoga Utara ke Dumoga Timur dan Dumoga Barat ke Dumoga Utara, baik pergerakan orang maupun pergerakan barang hal ini disebabkan prasarana jalan yang cukup baik juga jarak tempuh yang lebih dekat sehingga memudahkan pendistribusian hasil hasil produksi pertanian. Interaksi Kawasan Dumoga Utara ke Dumoga Timur menempati urutan kedua,artinya semakin jauh jarak antara dua kawasan berarti semakin rendah intensitas interaksinya. c. Karakteristik Simpul Jaringan prasarana adalah serangkaian simpul yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas yang terdiri dari terminal dan hirarki jalan yang dimanfaatkan untuk melakukan proses pemasaran hasil produksi pertanian. Untuk itu saat ini diperlukan pengembangan jaringan jalan arteri untuk mendukung keberadaan kawasan agropolitan Dumoga yaitu pada jalur utara adalah jaringan jalan Doloduo Pinogaluman Lolak Pelabuhan Uki dan pada jalur selatan adalah jaringan jalan Doloduo Molibagu Pinolosian Pelabuhan Torosik. Dengan di bangunnya jaringan jalan jalur utara dan selatan diharapkan membuka akses

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    139

    pemasaran ke simpul luar dan mampu menaikkan nilai jual dari produksi pertanian masyarakat. Jaringan pelayanan adalah akses yang dapat menunjang pemasaran hasil pertanian yang dapat memperpendek mata rantai tata niaga perdagangan, mulai dari sentra produksi sampai ke sentra pemasaran akhir (outlet).Proses memperpendek mata rantai pemasaran hasil produksi dapat dinyatakan dalam hirarki angkutan sesuai dengan kondisi dilapangan.

    Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Dumoga Pengembangan agrobisnis dan agroindustri Konsep pengembangan kawasan agropolitan sebagaimana dalam penyusunan agropolitan Dumoga yang menyebutkan pembangunan agropolitan mengacu kepada sistem agrobisnis dan agroindustri, keduanya merupakan totalitas atau kesatuan yang terdiri dari 5 kelompok sub sistem yaitu :

    a. Sub Sistem agribisnis hulu b. Sub sistem agribisnis usaha tani c. Sub sistem agribisnis pengolahan d. Sub sistem agribisnis pemasaran e. Sub sistem agribisnis penunjang Berdasarkan lima kelompok sub sistem pengembangan sarana tersebut, dapat

    dianalisis fasilitas apa saja yang dibutuhkan guna pengembangan agropolitan. 1). Sub sistem agribisnis hulu ini dapat berbentuk industri industri yang

    menghasilkan barang modal pertanian, berupa industri pembenihan, industri agrokimia, industri agro-otomotif serta industri pendukungnya. Berdasarkan hal tersebut maka jenis dukungan fasilitas dapat berupa : kios kios saprotan, gudang penyimpanan hasil pertanian, pabrik pakan ternak, balai penelitian tanaman pangan.

    2). Sub sistem agribisnis usaha tani, adalah bagian yang menyediakan barang modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komuditas pertanian primer. Fasilitas yang mendukung sub sistem ini yaitu : jalan usaha tani, penyediaan air baku untuk produksi, penyediaan air bersih untuk pencucian hasil produksi, penyediaan tempat pengumpulan hasil produksi.

    3). Sub sistem agribisnis pengolahan, merupakan kegiatan yang mengolah komoditas pertanian primer ( agroindustri) menjadi produk olahan. Fasilitas pendukungnya berupa : sarana penjemuran, gudang dan cold storage, packing house, sarana industri biofarma, laboratorium.

    4). Sub sistem agribisnis pemasaran, meliputi kegiatan kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian. Fasiltas yang mendukung yaitu : pasar rakyat, Prasarana dan sarana Sub Terminal Agribisnis (STA).

    5). Sub sistem agribisnis penunjang, merupakan penunjang terhadap sub sistem agribisnis tersebut diatas, termasuk dalam sub sistem ini adalah penelitian dan pengembangan, perkreditan dan asuransi, transportasi, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Fasilitas pendukung adalah sarana pelayanan umum berupa : air bersih, sanitasi, kesehatan, pendidikan dan telepon. Sarana kelembagaan berupa : kantor perbankan, koperasi, unit unit usaha agropolitan.

  • Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009

    140

    Pelayanan Sarana Penunjang Kawasan Konsep pengembangan agropolitan yang diperkenalkan Mc. Douglass dan Friedman 1974, (dalam Pasaribu, 1999) sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. Konsep tersebut memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan atau dengan istilah lain yang digunakan oleh Friedman adalah Kota di Ladang, dengan demikian petani atau masyarakat tidak perlu lagi pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan produksi dan pemasaran maupun yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani. KESIMPULAN Simpul pendistribusian produksi hasil pertanian masyarakat pada Kawasan Agropolitan Dumoga sebagai simpul utama adalah terdapat di Dumoga Timur sedangkan Dumoga Barat serta Dumoga Utara merupakan daerah hinterland 1 dan 2. Kelurahan Imandi sebagai ibu kota Dumoga Timur adalah pusat simpul utama akan dibangun Sub Terminal Agribisnis (STA), Dumoga Barat dan Dumoga Utara merupakan daerah hinterland akan dikembangkan pasar desa untuk mendukung kegiatan hasil produksi pertanian masyarakat. Strategi pengembangan kawasan mengacu pada sistem agrobisnis dan agroindustri yang terdiri dari, sub sistem agribisnis hulu, sub sistem agribisnis usaha tani, sub sistem agribisnis pengolahan, sub sistem agribisnis pemasaran dan sub sistem agribisnis penunjang. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita. R. (2007) Buku Bahan Ajar Pascasarjana, Ekonomi Prasarana Transportasi.

    Universitas Hasanuddin Makassar. Bappeda Bolaang Mongondow (2007). Master Plan Agropolitan Dumoga. LPPM Universitas

    Dumoga Kotamobagu. Djakapermana. RD (2003) Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka

    Pengembangan Wilayah Berbasis RTRWN. Direktorat Jendral Penataan Ruang. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia. Jakarta.

    Jinca, M. Y., Bari, A., Panca, Supriatna,Y dan Mandja, A. (2002). Perencanaan Transportasi. Modul Perkuliahan, Fakultas Teknik Unhas Kerjasama Pusbiktek BPSDM Dep. PU. Makassar.

    J. Friedman (1984). Political and Technical Moment in Development : Agropolitan Development Revisited. Online Research Agropolitan Concept Development. Download Kamis, 10 Juli 2008.

    Morlock. E. K. (1991) Pengantar Teknik dan Perencanaan Transpotasi . Erlangga. Jakarta. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agrobisnis (2007) Makalah Konsep Pengembangan

    Kawasan Agropolitan Dumoga Kabupaten Bolaang Mongondow. Bappeda. Tamin,O.Z. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. ITB. Bandung. Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004, Tentang Jalan.