bupati morowali utara provinsi sulawesi tengah …

33
1 BUPATI MOROWALI UTARA PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI UTARA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOROWALI UTARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4851); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Morowali Utara Di Provinsi Sulawesi Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5414); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BUPATI MOROWALI UTARA

PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI UTARA

NOMOR 5 TAHUN 2016

TENTANG

PENGELOLAAN SAMPAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MOROWALI UTARA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2),

Pasal 12 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 22

ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28 ayat (3),

Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 32 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

Pengelolaan Sampah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran

Republik Indonesia Negara Nomor 4851);

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2013 tentang

Pembentukan Kabupaten Morowali Utara Di Provinsi

Sulawesi Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2013 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5414);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana

telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5679);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis

Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5347);

2

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010

tentang Pedoman Pengelolaan Sampah (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 274);

7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun

2011 tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan

Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOROWALI UTARA

dan

BUPATI MOROWALI UTARA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah otonom.

2. Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PD adalah unsur pembantu

Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

3. Daerah adalah Kabupaten Morowali Utara.

4. Bupati adalah Bupati Morowali Utara.

5. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses

alam yang berbentuk padat.

6. Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan

sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan

sampah spesifik.

7. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang

berasal dari rumah tangga dan berasal dari kawasan permukiman,

kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas

umum, fasilitas sosial dan/atau fasilitas lainnya.

8. Sampah Spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi

dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.

9. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

10. Pengelola Sampah adalah orang atau badan yang bertanggung jawab

mengelola sampah pada tempat-tempat tertentu.

3

11. Usaha Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang bersifat komersil

dilaksanakan dengan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan

yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

12. Sumber Sampah adalah asal timbulan sampah.

13. Produsen adalah pelaku usaha yang memproduksi barang yang

menggunakan kemasan, mendistribusikan barang yang menggunakan

kemasan dan berasal dari impor atau menjual barang dengan

menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses

alam.

14. Pengurangan Sampah adalah kegiatan pembatasan timbulan sampah,

pendaur ulang sampah dan/atau pemanfaatan kembali sampah.

15. Pemilahan Sampah adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan

sampah sesuai dengan jenis sampah.

16. Pengumpulan Sampah adalah kegiatan mengambil dan memindahkan

sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau

tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle)

17. Pengangkutan Sampah adalah kegiatan membawa sampah dari sumber

atau tempat penampungan sementara menuju tempat pengolahan

sampah dengan prinsip 3R atau tempat pengelolaan sampah terpadu

atau tempat pemrosesan akhir dengan menggunakan kendaraan

bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut

sampah.

18. Tempat Sampah yang selanjutnya disebut wadah sampah adalah tempat

penampungan sampah secara terpilah dan menentukan jenis sampah.

19. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah

tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,

pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.

20. Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip reduce, reuse dan recycle

yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya

kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang dan pendauran

ulang skala kawasan.

21. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disingkat TPST

adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,

penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir.

22. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat

untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan.

23. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau badan

hukum.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Ruang lingkup pengelolaan sampah dalam Peraturan Daerah ini terdiri

atas :

a. sampah rumah tangga; dan

b. sampah sejenis sampah rumah tangga.

(2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk

tinja dan sampah spesifik.

4

(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan

khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan/atau fasilitas lainnya.

(4) Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi :

a. pengurangan dan penanganan;

b. lembaga pengelola;

c. hak dan kewajiban;

d. perizinan;

e. insentif dan disinsentif;

f. kerjasama dan kemitraan;

g. retribusi;

h. pembiayaan dan kompensasi;

i. peran masyarakat;

j. mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa;

k. pengawasan dan pengendalian; dan

l. larangan dan sanksi.

BAB III

SASARAN

Pasal 3

Sasaran pengaturan pengelolaan sampah adalah :

a. peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam pengelolaan

sampah;

b. peningkatan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan;

c. peningkatan peran Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Swasta dalam

pengelolaan sampah; dan

d. pengurangan dampak sosial dan dampak lingkungan dari pengelolaan

sampah.

BAB IV

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH

Pasal 4

(1) Pemerintah Daerah menyusun dan menetapkan kebijakan dan strategi

pengelolaan sampah.

(2) Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) paling sedikit memuat :

a. arah kebijakan pengurangan dan penanganan sampah; dan

b. program pengurangan dan penanganan sampah.

(3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus memuat :

a. target pengurangan timbulan sampah dan prioritas jenis sampah

secara bertahap; dan

b. target penanganan sampah untuk setiap kurun waktu tertentu.

Pasal 5

(1) Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

5

(2) Dalam menyusun kebijakan strategi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus berpedoman pada kebijakan dan strategi Nasional serta kebijakan

dan strategi Provinsi dalam pengelolaan sampah.

Pasal 6

a. Pemerintah Daerah selain menetapkan kebijakan dan strategi

sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) juga menyusun dokumen

rencana induk dan studi kelayakan pengelolaan sampah rumah tangga

dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

b. Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit

memuat :

a. pembatasan timbulan sampah;

b. pendauran ulang sampah;

c. pemanfaatan kembali sampah;

d. pemilahan sampah;

e. pengumpulan sampah;

f. pengangkutan sampah;

g. pengolahan sampah;

h. pemrosesan akhir sampah; dan

i. pendanaan

c. Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk

jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

BAB V

TUGAS DAN WEWENANG

Bagian Kesatu

Tugas

Pasal 7

Pemerintah Daerah mempunyai tugas menjamin terselenggaranya pengelolaan

sampah skala Kabupaten yang baik dan berwawasan lingkungan meliputi :

a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah;

b. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan

penanganan sampah;

c. memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan,

penanganan dan pemanfaatan sampah;

d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan

prasarana dan sarana pengelolaan sampah;

e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan

sampah;

f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada

masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan

g. melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia

usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

6

Bagian Kedua

Wewenang

Pasal 8

Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah Pemerintah Daerah mempunyai

kewenangan :

a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan

kebijakan Nasional dan Provinsi;

b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala Kabupaten sesuai dengan

norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;

c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang

dilaksanakan oleh pihak lain;

d. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan

sampah terpadu dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;

e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap tempat

pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah

ditutup;

f. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan

sampah sesuai dengan kewenangannya;

g. menetapkan lembaga tingkat Kabupaten penyelenggara pengelolaan

persampahan di wilayah kabupaten;

h. melaksanakan pelayanan perizinan dan pengelolaan persampahan skala

Kabupaten;

i. meningkatkan kapasitas manajemen dan fasilitasi kerjasama dunia usaha

dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan prasarana dan

sarana persampahan Kabupaten;

j. memberikan bantuan teknis kepada Kecamatan, Pemerintah

Kelurahan/Desa serta kelompok masyarakat di Kabupaten;

k. menyusun rencana induk pengembangan prasarana dan sarana

persampahan Kabupaten;

l. pengawasan terhadap seluruh tahapan pengembangan persampahan di

wilayah Kabupaten;

m. evaluasi kinerja penyelenggaraan sampah di wilayah Kabupaten; dan

n. pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan norma, standar,

prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu

Hak

Pasal 9

(1) Dalam pengelolaan sampah setiap orang berhak :

a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan

berwawasan lingkungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan/atau pihak lain yang diberi tanggungjawab untuk itu;

b. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan

dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah;

7

c. memperoleh informasi yang benar, akurat dan tepat waktu mengenai

penyelenggaraan pengelolaan sampah;

d. mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak negatif

dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah; dan

e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan

sampah secara baik dan berwawasan lingkungan.

(2) Setiap orang dapat memperoleh hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

secara perorangan maupun secara kelompok.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua

Kewajiban

Pasal 10

Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga wajib melakukan :

a. pengurangan sampah; dan

b. penanganan sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

Pasal 11

(1) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya

wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.

(2) Ketentuan mengenai pengelolaan sampah di kawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 12

Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya

yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

BAB VII

PERIZINAN

Pasal 13

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib

memiliki izin dari Bupati.

(2) Kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah

rumah tangga yang memerlukan izin meliputi :

a. pengangkutan;

b. pengolahan; dan

c. pemrosesan akhir.

(3) Permohonan izin pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga harus memenuhi persyaratan administratif yang

memuat :

a. data akta pendirian perusahaan;

b. nama penanggung jawab kegiatan;

c. nama perusahaan;

8

d. alamat perusahaan, nomor telepon perusahaan, wakil perusahaan

yang dapat dihubungi;

e. bidang usaha dan/atau kegiatan;

f. sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat pelatihan;

g. apabila kegiatan pengelolaan sampah merupakan wajib analisis

mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan

lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup

permohonan izin dilengkapi dengan izin lingkungan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin pengelolaan

sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Bupati.

Sanksi Administratif

Pasal 14

(1) Bupati dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah

yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (3).

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :

a. paksaan pemerintahan;

b. uang paksa; dan/atau

c. pencabutan izin.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme penerapan

sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 15

(1) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus

diumumkan kepada masyarakat.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di papan

pengumuman, media cetak dan/atau media elektronik.

Pasal 16

(1) Izin pengangkutan sampah berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat

diperpanjang.

(2) Izin pengolahan dan pemrosesan akhir sampah berlaku selama 5 (lima)

tahun dan dapat diperpanjang, serta setiap tahun pemegang izin wajib

melakukan registrasi ulang.

(3) Izin pengelolaan sampah berakhir apabila masa berlakunya berakhir,

badan usaha pemegang izin pengelolaan sampah bubar dan/atau dicabut.

(4) Izin pengelolaan sampah dapat dicabut apabila pemegang izin melakukan

pelanggaran.

Pasal 17

Kegiatan pengelolaan sampah yang dikelola oleh masyarakat atau kelompok

masyarakat dan tidak termasuk usaha pengelolaan sampah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 tidak memerlukan izin tetapi terdaftar dan

memiliki rekomendasi dari SKPD yang menangani pengelolaan sampah.

9

BAB VIII

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 18

(1) Penyelenggaraan pengelolaan sampah meliputi :

a. pengurangan sampah; dan

b. penanganan sampah.

(2) Setiap orang wajib melakukan pengurangan sampah dan penanganan

sampah.

Bagian Kedua

Pengurangan Sampah

Pasal 19

(1) Pengurangan sampah meliputi :

a. pengurangan timbulan sampah;

b. pendauran ulang sampah; dan/atau

c. pemanfaatan kembali sampah.

(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan cara :

a. Menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, bahan yang dapat

didaur ulang dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam;

dan/atau

b. mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk

dan/atau kemasan yang sudah digunakan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengumpulkan dan

menyerahkan kembali sampah diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 20

Produsen wajib melakukan pembatasan timbulan sampah dengan :

a. menyusun rencana dan/atau program pembatasan timbulan sampah

sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya; dan/atau

b. menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah diurai

oleh proses alam dan yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin.

Pasal 21

(1) Produsen wajib melakukan pendauran ulang sampah dengan :

a. menyusun program pendauran ulang sampah sebagai bagian dari

usaha dan/atau kegiatannya;

b. menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang;

dan/atau

c. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk

didaur ulang.

10

(2) Dalam melakukan pendauran ulang sampah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) produsen dapat menunjuk pihak lain.

(3) Pihak lain dalam melakukan pendauran ulang sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), wajib memiliki izin usaha dan/atau kegiatan.

(4) Dalam hal pendauran ulang sampah untuk menghasilkan kemasan

pangan, pelaksanaan pendauran ulang wajib mengikuti ketentuan

Peraturan Perundangan-undangan di bidang pengawasan obat dan

makanan.

Pasal 22

Produsen wajib melakukan pemanfaatan kembali sampah dengan :

a. menyusun rencana dan/atau program pemanfaatan kembali sampah

sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan kebijakan

dan strategi pengelolaan sampah;

b. menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang; dan/atau

c. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk diguna

ulang.

Pasal 23

(1) Penggunaan bahan baku produksi dan kemasan yang dapat diurai oleh

proses alam, yang menimbulkan sesedikit mungkin sampah dan yang

dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 16 sampai dengan Pasal 18 dilakukan secara bertahap persepuluh

tahun melalui peta jalan.

(2) Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga

Penanganan Sampah

Pasal 24

Penanganan sampah meliputi kegiatan :

a. pemilahan;

b. pengumpulan;

c. pengangkutan;

d. pengolahan; dan

e. pemrosesan akhir sampah.

Pasal 25

(1) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a

dilakukan oleh:

a. setiap orang pada sumbernya;

b. pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan

industry, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas

lainnya; dan

c. Pemerintah Daerah.

(2) Pemilahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui

kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis

sampah yang terdiri atas :

11

a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta

limbah bahan berbahaya dan beracun;

b. sampah yang mudah terurai;

c. sampah yang dapat digunakan kembali;

d. sampah yang dapat didaur ulang; dan

e. sampah lainnya.

(3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya

dalam melakukan pemilahan sampah wajib menyediakan sarana

pemilahan sampah skala kawasan.

(4) Pemerintah Daerah menyediakan sarana pemilahan sampah skala

Kabupaten.

(5) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)

harus menggunakan sarana yang memenuhi persyaratan:

a. jumlah sarana sesuai jenis pengelompokan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2);

b. diberi label atau tanda; dan

c. bahan, bentuk dan warna wadah.

Pasal 26

(1) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b

dilakukan oleh :

a. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan

industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas

lainnya; dan

b. Pemerintah Daerah.

(2) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya

dalam melakukan pengumpulan sampah wajib menyediakan :

a. TPS;

b. TPS 3R; dan/atau

c. alat pengumpul untuk sampah terpilah.

(3) Pemerintah Daerah menyediakan TPS dan/atau TPS 3R pada wilayah

permukiman.

(4) TPS dan/atau TPS 3R sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

harus memenuhi persyaratan :

a. tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling

sedikit 5 (lima) jenis sampah;

b. luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;

c. lokasinya mudah diakses;

d. tidak mencemari lingkungan; dan

e. memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pengumpulan dan

penyediaan TPS dan/atau TPS 3R diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 27

(1) Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c

dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

12

(2) Pemerintah Daerah dalam melakukan pengangkutan sampah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :

a. menyediakan alat angkut sampah termasuk untuk sampah terpilah

yang tidak mencemari lingkungan; dan

b. melakukan pengangkutan sampah dari TPS dan/atau TPS 3R ke TPA

atau TPST.

(3) Dalam pengangkutan sampah, Pemerintah Daerah dapat menyediakan

stasiun peralihan antara.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan alat angkut sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 28

Dalam hal Pemerintah Daerah melakukan pengolahan sampah bersama

dengan dua atau lebih Kabupaten/Kota, dan memerlukan pengangkutan

sampah lintas kabupaten, Pemerintah Daerah dapat mengusulkan kepada

Pemerintah Provinsi untuk menyediakan stasiun peralihan antara dan alat

angkut.

Pasal 29

(1) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d

meliputi kegiatan :

a. pemadatan;

b. pengomposan;

c. daur ulang materi; dan/atau

d. daur ulang energi.

(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan oleh :

a. setiap orang pada sumbernya;

b. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan

industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas

lainnya; dan

c. Pemerintah Daerah.

(3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya

wajib menyediakan fasilitas pengolahan sampah skala kawasan yang

berupa TPS 3R.

(4) Pemerintah Daerah menyediakan fasilitas pengolahan sampah pada

wilayah permukiman yang berupa :

a. TPS 3R;

b. stasiun peralihan antara;

c. TPA; dan/atau

d. TPST.

Pasal 30

(1) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

huruf e, dilakukan dengan menggunakan :

a. metode lahan urug terkendali;

b. metode lahan urug saniter; dan/atau

c. teknologi ramah lingkungan.

13

(2) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 31

(1) Dalam melakukan pemrosesan akhir sampah, Pemerintah Daerah wajib

menyediakan dan mengoperasikan TPA.

(2) Dalam menyediakan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pemerintah Daerah :

a. melakukan pemilihan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang

wilayah;

b. menyusun analisis biaya dan teknologi; dan

c. menyusun rancangan teknis.

(3) Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit

memenuhi aspek :

a. geologi;

b. hidrogeologi;

c. kemiringan zona;

d. jarak dari lapangan terbang;

e. jarak dari permukiman;

f. tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau

g. bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima)

tahun.

(4) TPA yang disediakan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) harus dilengkapi :

a. fasilitas dasar;

b. fasilitas perlindungan lingkungan;

c. fasilitas operasi; dan

d. fasilitas penunjang.

Pasal 32

(1) Pengoperasian TPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) harus

memenuhi persyaratan teknis pengoperasian TPA sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Dalam hal TPA tidak dioperasikan sesuai dengan persyaratan teknis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan penutupan

dan/atau rehabilitasi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan dan/atau rehabilitasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 33

(1) Kegiatan penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah

dilakukan melalui tahapan :

a. perencanaan;

b. pembangunan; dan

c. pengoperasian dan pemeliharaan.

(2) Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi

kegiatan :

a. konstruksi;

14

b. supervisi; dan

c. uji coba.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pengolahan

dan pemrosesan akhir sampah diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 34

(1) Dalam melakukan kegiatan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan

akhir sampah, Pemerintah Daerah dapat :

a. membentuk kelembagaan pengelola sampah;

b. bermitra dengan badan usaha atau masyarakat; dan/atau

c. bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota lain.

(2) Kemitraan dan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundangan-

undangan.

Pasal 35

Sampah yang tidak dapat diolah melalui kegiatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 28 ayat (1) ditimbun di TPA.

Bagian Keempat

Insentif dan Disinsentif

Pasal 36

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif pada setiap orang yang

melakukan pengurangan dan/atau pengolahan sampah berupa :

a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah;

b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan;

c. pengurangan timbulan sampah; dan/atau

d. tertib penanganan sampah.

(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan disinsentif kepada setiap orang

yang melakukan :

a. pelanggaran terhadap larangan; dan/atau

b. pelanggaran tertib penanganan sampah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif

dan/atau disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI

Bagian Kesatu

Pembiayaan

Pasal 37

(1) Pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampah rumah tangga dan

sampah sejenis sampah rumah tangga bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

retribusi dan/atau penerimaan dari badan layanan umum daerah.

15

Pasal 38

(1) Dalam penyelenggaraan penanganan sampah, Pemerintah Daerah

memungut retribusi kepada setiap orang atas jasa pelayanan yang

diberikan.

(2) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

berdasarkan Peraturan Daerah yang mengatur retribusi jasa umum.

Bagian Kedua

Kompensasi

Pasal 39

(1) Pemerintah Daerah secara sendiri atau secara bersama dapat memberikan

kompensasi sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh

kegiatan pemrosesan akhir sampah.

(2) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir

sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakibatkan oleh :

a. pencemaran air;

b. pencemaran udara;

c. pencemaran tanah;

d. longsor;

e. kebakaran;

f. ledakan gas metan; dan/atau

g. hal lain yang menimbulkan dampak negatif.

(3) Bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :

a. relokasi penduduk;

b. pemulihan lingkungan;

c. biaya kesehatan dan pengobatan;

d. penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan; dan/atau

e. kompensasi dalam bentuk lain.

Pasal 40

(1) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat

dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kompensasi oleh

Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X

SISTEM INFORMASI

Pasal 41

(1) Pemerintah Daerah menyediakan informasi mengenai pengelolaan sampah

rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

(2) Informasi pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

paling sedikit memberikan informasi mengenai :

a. sumber sampah;

b. timbulan sampah;

c. komposisi sampah;

d. karakteristik sampah;

16

e. fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga; dan

f. informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah

sejenis sampah rumah tangga yang diperlukan dalam rangka

pengelolaan sampah.

(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhubung sebagai satu

jejaring sistem informasi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah

sejenis sampah rumah tangga.

(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dapat diakses oleh

setiap orang.

BAB XI

PERAN MASYARAKAT

Pasal 42

(1) Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan,

penyelenggaraan dan pengawasan dalam kegiatan pengelolaan sampah

rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa :

a. pemberian usul, pertimbangan dan/atau saran kepada Pemerintah

Daerah dalam kegiatan pengelolaan sampah;

b. pemberian saran dan pendapat dalam perumusan kebijakan dan

strategi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga;

c. pelaksanaan kegiatan penanganan sampah rumah tangga dan sampah

sejenis sampah rumah tangga yang dilakukan secara mandiri

dan/atau bermitra dengan Pemerintah Daerah; dan

d. pemberian pendidikan dan pelatihan, kampanye dan pendampingan

oleh kelompok masyarakat kepada anggota masyarakat dalam

pengelolaan sampah untuk mengubah perilaku anggota masyarakat.

(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan

huruf b disampaikan melalui forum yang keanggotaannya terdiri atas

pihak-pihak terkait.

(4) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c

meliputi kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh perorangan

atau kelompok masyarakat.

(5) Kegiatan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

berupa pengurangan, pemilahan, pemanfaatan kembali dan pengolahan

sampah yang dapat dilakukan sendiri dan/atau dikerjasamakan dengan

pengelola bank sampah.

(6) Masyarakat dapat melakukan pengaduan mengenai pengelolaan sampah

kepada Pemerintah Daerah.

(7) Pemerintah Daerah melakukan pengelolaan pengaduan masyarakat sesuai

dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

17

BAB XII

PEMBINAAN

Pasal 43

Pemerintah Daerah dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat dalam

pengelolaan sampah melalui :

a. bantuan teknis;

b. bimbingan teknis;

c. diseminasi Peraturan Perundang-undangan dan pedoman di bidang

pengelolaan sampah; dan/atau

d. pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan sampah.

BAB XIII

LARANGAN

Pasal 44

Setiap orang dilarang :

a. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan;

b. membuang sampah ke media lingkungan atau tidak pada tempat yang

telah ditentukan dan/atau disediakan;

c. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPAS;

d. mencampur limbah bahan berbahaya dan beracun industri dan rumah

sakit dengan sampah;

e. mengimpor sampah; dan/atau

f. membakar sampah di ruang terbuka yang tidak sesuai dengan

persyaratan teknis pengelolaan sampah.

BAB XIV

PENGAWASAN

Pasal 45

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pengelola sampah

dalam kegiatan penanganan sampah, pelaksanaan penanggulangan

kecelakaan dan pencemaran lingkungan hidup akibat kegiatan

penanganan sampah, dan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan

hidup akibat kecelakaan dan pencemaran lingkungan dari kegiatan

penanganan sampah.

(2) Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada norma, standar, prosedur dan

kriteria pengawasan yang diatur oleh Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

18

BAB XV

PENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 46

(1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri atas :

a. sengketa antara pemerintah daerah dan pengelola sampah; dan

b. sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat.

(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui

pengadilan.

(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kedua

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Pasal 47

(1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi,

negosiasi, arbitrase atau pilihan lain dari para pihak yang bersengketa.

(2) Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang

bersengketa dapat mengajukannya ke pengadilan.

Bagian Ketiga

Penyelesaian Sengketa di Dalam Pengadilan

Pasal 48

(1) Penyelesaian sengketa persampahan di dalam pengadilan dilakukan

melalui gugatan perbuatan melawan hukum.

(2) Gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mensyaratkan penggugat membuktikan unsur-unsur kesalahan, kerugian

dan hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang

ditimbulkan.

(3) Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud ganti kerugian dan/atau tindakan

tertentu.

Bagian Keempat

Gugatan Perwakilan Kelompok

Pasal 49

Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang

pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan

kelompok.

19

Bagian Kelima

Hak Gugat Organisasi Persampahan

Pasal 50

(1) Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan

pengelolaan sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan

lingkungan.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas

pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau

pengeluaran riil.

(3) Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

a. berbentuk badan hukum;

b. mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; dan

c. telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai

dengan anggaran dasarnya.

BAB XVI

PENYIDIKAN

Pasal 51

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidikan atas

pelanggaran dalam Peraturan Daerah dapat dilaksanakan oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil

tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat

yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau

laporan berkenaan dengan tindak pidanaagar keterangan atau laporan

tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang

pribadi atau badan tetang kebenaran perbuatan yang dilakukan

sehubungan dengan tindak pidana;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana;

e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti

pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta

melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas

penyidikan;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau

tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa

identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana

dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;

20

i. memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan

tindak pidana menurut hukum yang berlaku.

(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil

penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XVII

SANKSI PIDANA

Pasal 52

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 43

huruf b, huruf c, dan huruf f diancam pidana kurungan paling lama 3

(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 53

(1) Barang siapa secara melawan hukum dan dengan sengaja melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 huruf a dan huruf d,

diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.100.000.000,00

(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

orang mati dan luka berat, diancam dengan pidana penjara paling singkat

5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling

sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 54

(1) Barang siapa karena kealpaannya melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 43 huruf a dan huruf d, diancam dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

orang mati dan luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

Pasal 55

(1) Barang siapa secara melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 43 huruf e dengan mengimpor sampah rumah

21

tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga, diancam dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan)

tahun dan denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Barang siapa secara melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 43 huruf e dengan mengimpor sampah spesifik,

diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling

lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah).

Pasal 56

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55

adalah kejahatan.

BAB XVIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 57

(1) Penyediaan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang

mudah terurai, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya

oleh pemerintah daerah dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun sejak

Peraturan Daerah ini mulai berlaku.

(2) Penyediaan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang

mengandung bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya

dan beracun, sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat digunakan

kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya oleh

pemerintah daerah dilakukan paling lama 5 (lima) tahun sejak Peraturan

Daerah ini mulai berlaku.

Pasal 58

Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya yang

belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya

Peraturan Daerah ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan

sampah paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini mulai berlaku.

22

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten

Morowali Utara.

Ditetapkan di Kolonodale

pada tanggal 24 Oktober 2016

BUPATI MOROWALI UTARA,

t t d

APTRIPEL TUMIMOMOR

Diundangkan di Kolonodale

pada tanggal 24 Oktober 2016

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN MOROWALI UTARA,

t t d

YALBERT TULAKA

Salinan sesuai dengan aslinya : Kepala Bagian Hukum Dan Organisasi,

ATRA T. TAMEHI, SH

NIP. 19701226 200212 1 005

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI UTARA TAHUN 2016 NOMOR

NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI UTARA,

PROVINSI SULAWESI TENGAH :51, 05/2016.

23

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI UTARA

NOMOR 5 TAHUN 2016

TENTANG

PENGELOLAAN SAMPAH

I. UMUM.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal

28 huruf h ayat (1) menandaskan bahwa “setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan”. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga

negara Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjamin pemenuhan atas hak

konstitusional tersebut, negara, pemerintah, pemerintah daerah dan

seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk mewujudkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,

menegaskan bahwa Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas

menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan

berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, dalam rangka

menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif,

pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang

pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik dalam

pengelolaan sampah, serta untuk menjamin kepastian hukum

pengelolaan sampah di Kabupaten Morowali Utara, perlu adanya dasar

hukum pengelolaan sampah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1.

Cukup jelas.

Pasal 2.

Cukup jelas.

Pasal 3.

Cukup jelas.

Pasal 4.

Cukup jelas.

Pasal 5.

Cukup jelas.

Pasal 6.

Cukup jelas.

24

Pasal 7.

Cukup jelas.

Pasal 8.

Cukup jelas.

Pasal 9.

Cukup jelas.

Pasal 10.

Cukup jelas.

Pasal 11.

Ayat (1)

Kawasan pemukiman meliputi kawasan permukiman dalam

bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan

sejenisnya.

Kawasan komersial berupa antara lain hotel/penginapan/

losmen, restoran/rumah makan, supermarket/minimarket/

swalayan, toko, industri/pabrik/home industri, bengkel, ruang

pamer, perusahaan angkutan, gudang, perusahaan jasa/bank

dan perkantoran.

Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan

kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan

sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh

perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha

kawasan industri.

Kawasan khusus merupakan wilayah yang bersifat khusus

yang digunakan untuk kepentingan nasional/berskala

nasional, misalnya kawasan cagar budaya, taman nasional,

pengembangan industri strategi, dan pengembangan teknologi

tinggi.

Fasilitas umum berupa antara lain terminal angkutan umum,

stasiun kereta api, pelabuhan udara, tempat pemberhentian

kendaraan umum dan taman.

Fasilitas sosial berupa antara lain rumah ibadah, panti asuhan

dan panti sosial.

Fasilitas lain berupa antara lain rumah tahanan, lembaga

pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan

masyarakat, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, tempat

hiburan dan pusat kegiatan olah raga.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 12.

Cukup jelas.

Pasal 13.

Cukup jelas.

25

Pasal 14.

Cukup jelas.

Pasal 15.

Cukup jelas.

Pasal 16.

Cukup jelas.

Pasal 17.

Cukup jelas.

Pasal 18.

Ayat (1)

huruf a.

Yang dimaksud dengan “pengurangan timbulan sampah”

adalah upaya meminimalisasi timbulan sampah yang

dilakukan sejak sebelum dihasilkannya suatu produk

dan/atau kemasan produk sampai dengan saat

berakhirnya kegunaan produk dan/atau kemasan

produk. Contoh implementasi pembatasan timbulan

sampah antara lain:

(1) penggunaan barang dan/atau kemasan yang dapat

di daur ulang dan mudah terurai oleh proses alam.

(2) membatasi penggunaan kantong plastik; dan/atau

(3) menghindari penggunaan barang dan/atau kemasan

sekali pakai.

huruf b.

Yang dimaksud dengan “pendauran ulang sampah”

adalah upaya memanfaatkan sampah menjadi barang

yang berguna setelah melalui suatu proses pengolahan

terlebih dahulu.

huruf c.

Yang dimaksud dengan “pemanfaatan kembali sampah”

adalah upaya untuk mengguna ulang sampah sesuai

dengan fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda

dan/atau mengguna ulang bagian dari sampah yang

masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses

pengolahan terlebih dahulu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 19.

Cukup jelas.

26

Pasal 20.

Cukup jelas.

Pasal 21.

Cukup jelas.

Pasal 22.

Cukup jelas.

Pasal 23.

huruf a.

Yang dimaksud dengan “pemilahan” adalah kegiatan

mengelompokkan dan memisahkan sampah sesuai dengan

jenis.

huruf b.

Yang dimaksud dengan “pengumpulan” adalah kegiatan

mengambil dan memindahkan sampah dari sumber sampah

ke TPS atau TPS 3R.

huruf c.

Yang dimaksud dengan “pengangkutan” adalah kegiatan

membawa sampah dari sumber atau TPS menuju TPST atau

TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak

bermotor yang didesain untuk mengangkut sampah.

huruf d.

Yang dimaksud dengan “pengolahan” adalah kegiatan

mengubah karakteristik, komposisi, dan/atau jumlah

sampah.

huruf e.

Yang dimaksud dengan “pemrosesan akhir sampah” adalah

kegiatan mengembalikan sampah dan/atau residu hasil

pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Pasal 24.

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a.

Yang dimaksud dengan sampah yang mengandung bahan

berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya

dan beracun misalnya kemasan obat serangga, kemasan

oli, kemasan obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa,

peralatan listrik, dan peralatan elektronik rumah tangga.

huruf b.

Yang dimaksud dengan sampah yang mudah terurai

antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan,

dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh

27

makluk hidup lainnya dan/atau mikroorganisme,

misalnya sampah makanan dan serasah.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 25.

Cukup jelas.

Pasal 26.

Cukup jelas.

Pasal 27.

Cukup jelas.

Pasal 28.

Cukup jelas.

Pasal 29.

Ayat (1)

huruf a.

Metode lahan urug terkendali (controlled landfill) yaitu

metode pengurugan di areal pengurugan sampah, dengan

cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup

sekurang-kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini

merupakan metode yang bersifat antara, sebelum

mampu menerapkan metode ahan urug saniter (sanitary

landfill).

huruf b.

Yang dimaksud dengan lahan urug saniter (sanitary

landfill) yaitu sarana pengurugan sampah ke lingkungan

yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis,

dengan penyebaran dan pemadatan sampah pada area

pengurugan, serta penutupan sampah setiap hari.

Huruf c

Cukup jelas.

28

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 30.

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

huruf a.

Yang dimaksud dengan geologi adalah kondisi yang tidak

berada di daerah sesar atau patahan yang masih aktif,

tidak berada di zona bahaya geologi misalnya daerah

gunung berapi, tidak berada di daerah karst, tidak

berada di daerah berlahan gambut, dianjurkan berada di

daerah lapisan tanah kedap air atau lempung.

huruf b.

Yang dimaksud dengan hidrogeologi antara lain kondisi

muka air tanah yang tidak kurang dari tiga meter,

kondisi kelulusan tanah tidak lebih besar dari 10-6

cm/detik, dan jarak terhadap sumber air minum lebih

besar dari 100 m (seratus meter) di hilir aliran.

huruf c.

Yang dimaksud dengan kemiringan zona yaitu

kemiringan lokasi TPA berada pada kemiringan kurang

dari 20% (dua puluh perseratus.

huruf d.

Yang dimaksud dengan jarak dari lapangan terbang yaitu

lokasi TPA berjarak lebih dari 3000 m (tiga ribu meter)

untuk lapangan terbang yang didarati pesawat turbo jet

dan berjarak lebih dari 1500 m (seribu lima ratus meter)

untuk lapangan terbang yang didarati pesawat jenis lain.

huruf e.

Yang dimaksud dengan jarak dari permukiman yaitu

jarak lokasi TPA dari pemukiman lebih dari 1 km (satu

kilometer) dengan mempertimbangkan pencemaran lindi,

kebauan, penyebaran vektor penyakit dan aspek sosial.

huruf f.

Cukup jelas.

huruf g.

Cukup jelas.

29

Ayat (4)

huruf a.

Fasilitas dasar misalnya jalan masuk, listrik atau genset,

drainase, air bersih, pagar, dan kantor.

huruf b.

Fasilitas perlindungan lingkungan misalnya lapisan

kedap air, saluran pengumpul dan instalasi pengolahan

lindi, wilayah penyangga, sumur uji atau pantau, dan

penanganan gas.

huruf c.

Fasilitas operasi misalnya alat berat serta truk

pengangkut sampah dan tanah.

huruf d.

Fasilitas penunjang misalnya bengkel, garasi, tempat

pencucian alat angkut dan alat berat, alat pertolongan

pertama pada kecelakaan, jembatan timbang,

laboratorium, dan tempat parkir.

Pasal 31.

Cukup jelas.

Pasal 32.

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a.

Yang dimaksud dengan konstruksi adalah kegiatan

pembangunan baru, rehabilitasi dan revitalisasi

prasarana penanganan sampah meliputi TPA dan/atau

TPST.

huruf b.

Yang dimaksud dengan supervisi adalah kegiatan

pengawasan pembangunan prasarana penanganan

sampah.

huruf c.

Yang dimaksud dengan uji coba adalah kegiatan

percobaan pengoperasian prasarana penanganan

sampah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 33.

Cukup jelas.

30

Pasal 34.

Cukup jelas.

Pasal 35.

Cukup jelas.

Pasal 36.

Cukup jelas.

Pasal 37.

Cukup jelas.

Pasal 38.

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a.

Cukup jelas.

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas.

huruf f.

Cukup jelas.

huruf g.

Yang dimaksud dengan hal lain yang menimbulkan

dampak negatif antara lain sumber penyebaran penyakit.

Ayat (3)

huruf a.

Yang dimaksud dengan relokasi penduduk adalah

memindahkan penduduk yang terkena dampak negatif ke

tempat yang lebih aman.

huruf b.

Yang dimaksud dengan pemulihan lingkungan adalah

kegiatan mengembalikan kondisi lingkungan hidup

sehingga lingkungan hidup tersebut dapat berfungsi

kembali sesuai peruntukannya.

31

huruf c.

Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dan pengobatan

berupa biaya perawatan dan pengobatan di rumah sakit

atau puskesmas.

huruf d.

Yang dimaksud dengan penyediaan fasilitas sanitasi dan

kesehatan antara lain penyediaan prasarana mandi, cuci,

dan kakus, sarana air bersih, dan prasarana pengolahan

air limbah.

huruf e.

Yang dimaksud dengan kompensasi dalam bentuk lain

antara lain biaya pendidikan, beasiswa, bantuan

rehabilitasi rumah tinggal, dan bantuan rehabilitasi

jalan.

Pasal 39.

Cukup jelas.

Pasal 40.

Cukup jelas.

Pasal 41.

Cukup jelas.

Pasal 42.

Cukup jelas.

Pasal 43.

Cukup jelas.

Pasal 44.

Cukup jelas.

Pasal 45.

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a.

Paksaan pemerintahan merupakan suatu tindakan hukum

yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk

memulihkan kualitas lingkungan dalam keadaan semula

dengan beban biaya yang ditanggung oleh pengelola

sampah yang tidak mematuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan.

huruf b.

Uang paksa merupakan uang yang harus dibayarkan

dalam jumlah tertentu oleh pengelola sampah yang

melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

32

sebagai pengganti dari pelaksanaan sanksi paksaan

pemerintahan.

huruf c.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 46.

Ayat (1)

Sengketa persampahan merupakan perselisihan antara dua

pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga

adanya gangguan dan/atau kerugian terhadap kesehatan

masyarakat dan/atau lingkungan akibat kegiatan pengelolaan

sampah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 47.

Ayat (1)

Penyelesaian sengketa persampahan di luar pengadilan

diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai

bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan

tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau

terulangnya dampak negatif dari kegiatan pengelolaan sampah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 48.

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan tindakan tertentu dalam ayat ini,

antara lain, perintah memasang atau memperbaiki prasarana

dan sarana pengelolaan sampah.

Pasal 49.

Gugatan perwakilan kelompok dilakukan melalui pengajuan

gugatan oleh satu orang atau lebih yang mewakili diri sendiri atau

mewakili kelompok.

33

Pasal 50.

Ayat (1)

Organisasi persampahan merupakan kelompok orang yang

terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah

masyarakat yang tujuan dan kegiatannya meliputi bidang

pengelolaan sampa.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah

biaya yang secara nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan

oleh organisasi persampahan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 51.

Cukup jelas.

Pasal 52.

Cukup jelas.

Pasal 53.

Cukup jelas.

Pasal 54.

Cukup jelas.

Pasal 55.

Cukup jelas.

Pasal 56.

Cukup jelas.

Pasal 57.

Cukup jelas.

Pasal 58.

Cukup jelas.

Pasal 59.

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI UTARA NOMOR 20