analisis kasus etika profesi

15
Analisis Kasus Etika Profesi Disusun oleh : Dian Permata Harjanti Setyowati Ranto Cahyoko Tri Wahyuni

Upload: indah-hatiningrum

Post on 25-Oct-2015

89 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus Etika Profesi

Disusun oleh :Dian Permata

Harjanti SetyowatiRanto Cahyoko

Tri Wahyuni

Page 2: Analisis Kasus Etika Profesi

Pendahuluan

Pengadilan merupakan tiang utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta dalam proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegak martabat dan integritas Negara. Hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat banyak. Putusan Pengadilan yang adil menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara.Putusan Pengadilan yang diucapkan dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan kewajiban menegakkan keadilan yang dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada sesama manusia dan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Page 3: Analisis Kasus Etika Profesi

Rumusan Masalah

Untuk memperjelas pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Perilaku Hakim dalam kasus suap Advokat/Mantan Hakim (Harini Wiyoso) kaitannya dengan Pedoman Perilaku Hakim?

2. Nilai-nilai apa yang di langgar oleh Hakim dalam kasus suapAdvokat/Mantan Hakim (Harini Wiyoso)?

Page 4: Analisis Kasus Etika Profesi

Pembahasan

Kasus PosisiPada pertengahan tahun 2006, seorang advokat bernama Harini Wiyoso

dihadapkan ke muka Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Advokat yang juga Mantan Hakim ini didakwa telah melakukan penyuapan terhadap sejumlah Hakim Agung untuk memenangkan kliennya (Probosutejo) dalam kasus yang ditanganinya. Tindakan penyuapan tersebut terbongkar dari pengaduan kliennya sendiri kepada pihak berwajib karena ia merasa telah mengeluarkan milyaran rupiah namun putusan pengadilan belum berpihak kepadanya.

Majelis Hakim terdiri dari lima orang, dua Hakim Karir dan tiga Hakim Adhoc, bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim adalah Kresna Menon.

Dalam persidangan, Penuntut Umum mengajukan permohonan untuk mengajukan saksi (Hakim Agung) Bagir Manan. Bagir Manan disebut-sebut terlibat dalam kasus penyuapan ini. Ketua Majelis Hakim menolak menghadirkan Bagir Manan (saat itu Ketua Mahkamah Agung), sebagai Hakim Ketua menyatakan dia berhak “menyeleksi” kehadiran saksi-saksi yang diajukan (amanat S.E.M.A No.2 Tahun 1985). Penuntu Umum menyatakan Hakim wajib mendengarkan saksi yang di ajukan baik saksi yang meringankan maupun saksi yang memberatkan.

Pendapat Hakim Ketua didukung oleh Hakim Sutiyoso (Hakim Karir). Ditentang keras tiga Hakim Adhoc (I Made Kusuma, Achmad Linoh, Dudu Kuwara).

Akibat perbedaan pendapat ini sidang sering tertunda, akhirnya tiga Hakim Adhoc memilih walk out (keluar dari sidang)

Page 5: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus

Perilaku Hakim dalam Kasus Suap Mantan Hakim (Harini Wiyoso) Kaitannya dengan Pedoman Perilaku Hakim

Dalam kasus tersebut untuk Hakim yang menangani kasus Probo sutejo telah bersikap adil karena tidak memihak kepada Probo sutejo, walaupun Hakim tersebut menerima sejumlah uang dari Advokat/Mantan Hakim Harini Wiyoso. Sedangkan untuk Hakim yang menangani kasus suap Advokat/Mantan Hakim Harini Wiyoso, Hakim Kresna Menon menurut kami tidak bersikap adil karena menolak untuk menghadirkan saksi Bagir Manan dengan alasan yang bahwas ebagai Hakim Ketua dia berhak menyeleksisaksi yang dihadirkandalampersidangan. Disebut tidakadilkarena Hakim Ketua tidak memberikan kesempatan terhadap jaksa untuk menghadirkan saksi Bagir Manan, karena keterangan Bagir Manan dianggap sangat diperlukan dalam persidangan karena menurut kesaksian dari Probo sutejo telah memberikan sejumlah uang untuk meringankan kasusnya. Kasus suap tersebut di duga juga melibatkan Bagir Manan.

Page 6: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus

Meskipun sikap dari Hakim Ketua telah sesuai dengan SEMA Nomor 2 Tahun 1985 tetapi jika merujuk pada KUHAP, maka Bagir Manan tak bisa disalahkan untuk dijadikan saksi. Aturan itu ada dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP. Isinya, “Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam Surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat hokum atau penuntut umum selama berlangsung siding atau sebelum dijatuhkannya putusan, Hakim ketua siding wajib mendengar kesaksian tersebut”.

Page 7: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus

Menurut kami sikap Hakim Ketua dengan tidak menghadirkan saksi Bagir Manan merupakan suatu sisi positif tersendiri yang dimilikioleh Hakim Ketua tersebut.Hakim Ketua tetap berpegang teguh pada pendapatnya yang berdasarkan SEMA Nomor 2 Tahun 1985 bahwa dia berhak menyeleksi saksi yang dihadirkan dalam persidangan. Dengan demikian dia menunjukkan bahwa Hakim bebas dari tekan masyarakat maupun tekanan dari pihak manapun dan tetap berpegang teguh pada keyakinannya.

Page 8: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus

Dalam kasus tersebut, Hakim telah melanggar prinsip dan perilaku berintegritas tinggi, karena Hakim berhubungan baik dengan advokat/Mantan Hakim Harini Wiyoso yang ternyata terlibat kasus suap. Sedangkan Hakim dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan pribadi. Sedangkan Hakim Ketua yang menangani kasus suap tersebut berpegang teguh pada prinsip dan perilaku Hakim dalam bertanggungjawab, yaitu menerima konsekuensi tindakan yang diambil dalam kinerja maupun pelaksanaan kewenangannya karena berpegangteguhpadapendapatnya yang berdasarkan SEMA Nomor 2 Tahun 1985 dan mau menerima konsekuensi atas tindakannya tersebut. Sedangkan Hakim Adhoc yang ikut menangani kasus suap tersebut tidak memiliki tanggungjawab terhadap tindakannya karena lebih memilih walk out/keluar dari sidang karena adanya perbedaan pendapat.

Page 9: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus

Hakim yang telah menerima suap dalam kasus, kami berpendapat telah melanggar prinsip dan perilaku untuk menjunjung harga diri. Hal ini karena Hakim tersebut tidak menjaga kewibawaan serta martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di dalam maupunPengadilan, karena terlibat dalam transaksi keuangan yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai Hakim. Sedangkan Hakim yang menangani kasus suap tersebut, sangat berpedoman pada prinsip menjunjung harga diri karena tetap berpegang teguh pada pendapat masing-masing.

Dalam berdisiplin tinggi, Hakim yang telah menerima suap jelas tidak memiliki disiplin tinggi terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah yang diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Sedangkan Hakim yang menangani kasus suap tersebut kurang memiliki disiplin tinggi karena perilaku Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan, sedangkan dalam menangani kasus suap tersebut sering tertunda karena adanya perbedaan pedapat.

Page 10: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus

Dilihat dari kasus diatas, sikap Hakim tidak menunjukan rasa rendah hati sama sekali. Karena Hakim dalam kasus tersebut bersedia menerima uang suap yang diberikan oleh jaksa penuntut umum. Hakim dalam kasus ini juga tidak mau menghargai pendapat orang lain, dapat dilihat ketika Hakim karier dan Hakim edhoc berbeda pendapat, Hakim adhoc memilih untuk walkout (keluar dari sidang).

Page 11: Analisis Kasus Etika Profesi

Analisis Kasus

Dari kasus diatas, Hakim yang menangani kasus suap sangat tidak professional. Ketidak profesionalan itu bisa dilihat dari persidangan yang sering tertunda karena pertentangan pendapat anatar Hakim karier dengan Hakim adhoc yang tidak sejalan. Seharusnya sebagai seorang Hakim, mereka bisa bersikap profesional dalam menangani kasus dan menyelesaiakannya dengan hasil kerja yang efektif dan efisien. Kemudian Hakim Agung Bagir manan juga terlihat tidak profesional ketika beliau tidak mau menghadiri undangan Komisi Yudisial untuk diperiksa sebagai saksi. Dan yang paling utama, ketidak profesionalan Hakim dalam kasus ini adalah, Hakim menerima suap dari Advokat/Mantan Hakim Harini Wiyoso.

Page 12: Analisis Kasus Etika Profesi

Nilai-nilai apa yang di langgar oleh Hakim dalam kasus suapAdvokat/Mantan Hakim (Harini Wiyoso)

Nilai SolidaritasSolidaritas adalah kesepakatan bersama dan dukungan:

kepentingan dan tanggung jawab antar individu dalam kelompok, terutama karena diwujudkan dalam dukungan suara bulat dan tindakan kolektif untuk sesuatu hal.

Makna Nilai Solidaritas pada kasus ini dilihat dari ketiga Hakim adhoc, I Made Hendra Kusuma, Achmad Linoh, dan Dudu Kuswara yang sepakat untuk walk out dari persidangan. Dilihat dari segi Solidaritas mereka terlihat solid, karena mereka mundur atas kesepakatan bersama. Tetapi solidaritas mereka bertiga ini salah karena seharusnya mereka melakukan kewajibannya untuk menyelesaikan kasus tersebut terlebih dahulu sampai selesai, bukan kompak untuk meninggalkan kasus tersebut.

Page 13: Analisis Kasus Etika Profesi

Nilai teori

Nilai teori dalam hal ini kemampuan Hakim yang memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum untuk dipraktekan dalam menegakan hukum. Seorang Hakim harus mengeti tentang adanya teori equality before the law artinya semua diperlakukan sama di depan hukum. Tetapi jika dilihat dari kasus ini maka terlihat berbeda dengan teorinya , dalam kasus ini terlihat tidak equal , karena hukum dapat di beli dengan uang karena dalam hal ini jelas terangan-terangan bahwa Probosutedjo telah mengeluarkan uang milyaran rupiah untuk menangani kasus tersebut agar mendapatkan putusan yang ringan dan terjadi indikasi bahwa Advokatnya Hari Wiyoso dalam hal ini telah melakukan suap terhadap Hakim Agung (Bagir Manan) dan juga terlihat lagi ketika Ketua Majelis Agung yang tidak menginginkan kehadiran Bagir Manan sebagai saksi dalam kasus tersebut padahal keterangan dari seorang Bagir Manan dibutuhkan dalam proses kasus tersebut apakah benar terjadi penyuapan atau hanya sekedar fitnah belaka.

Page 14: Analisis Kasus Etika Profesi

Nilai Kekuasaan

Jika dilihat dari nilai kekuasaan jelas terlihat bahwa Hakim dalam hal ini mempunyai kekuasaan penuh untuk memutuskan perkara yang ditanganinya , Hakim mempunyai kekuasaan untuk menentukan , dalam kasus ini Ketua majelis Hakim tidak ingin menghadirkan saksi (Bagir manan) , dan mengatakan bahwa dia berhak “menyeleksi” kehadiran saksi, padahal diduga bahwa bagir manan telah menerima suap dariHarini wiyoso untuk memenangkan kasus dari Probosutejo , dalam hal ini terlihat bahwa memang Ketua majelis Hakim mempunyai “nilai kekuasaan” yang cukup besar karena Ketua majelis Hakim mempunyai hak untuk menyeleksi saksi-saksi yang akan dihadirkan , walaupun saksi tersebut sangat penting dan sangat dibutuhkan laporannya untuk bahan pertimbangan sebagai bukti dalam proses perkara tersebut.

Page 15: Analisis Kasus Etika Profesi

Nilai Ekonomi

Nilai ekonomi pada prinsipnya adalah untuk mengangkat kesejahteraan manusia, dan artinya harkat hidup manusia juga meningkat. Demi kemudahan, dilakukanlah beberapa penyederhanaan sehingga ukuran pertumbuhan kesejahteraan dinyatakan dalam ukuran materi. Dilihat dari kasus ini nilai ekonomi terletak pada Hakim agung (Bagir Manan) yang ingin dijadikan saksi karen diduga telah menerima suap dari Harini Wiyoso atas kliennya Probosutedjo. Nilai ekonomi terletak bahwa Bagir Manan jika memang jelas terbukti menerima suap tersebut maka ada keinginan dalam Bagir Manan untuk mengakat kesejahteraanya untuk meningkatkan hidup dengan menerima suap tersebut tanpa memepertimbangkan bahwa keadilan harus dijunjung dengan seadi-adilnya.