analisis kandungan sulfat dalam sampel cair

26
ANALISIS KANDUNGAN SULFAT DALAM SAMPEL CAIR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, masalah pencemaran lingkungan menjadi salah satu topik yang ramai dibicarakan. Salah satunya adalah pencemaran air. Hal ini disebabkan karena air merupakan salah satu kebutuhan esensial bagi makhluk hidup. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, maka kebutuhan akan air pun ikut meningkat. Oleh karena itu, masih banyak penduduk yang menggunakan sumber air alam untuk memenuhi kebutuhan airnya. Namun, telah banyak sumber air yang mengalami pencemaran. Akibatnya, sumber air tersebut menjadi berbahaya untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bahan pencemar dalam pencemaran air adalah ion sulfat. Ion sulfat berasal dari air limbah cucian, seperti cucianlaundry dan mobil. Kandungan sulfat dalam air limbah ini diperoleh dari penggunaan detergen. Salah satu bahan tambahan pada detergen adalah filler (bahan pengisi). Bahan pengisi merupakan bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi hanya menambah kuantitas. Salah satu contohnya adalah sodium sulfat (Na 2 SO 4 ).Oleh karena itu, air limbah cucian yang menggunakan detergen memiliki kandungan sulfat. Jika air limbah cucian ini dibuang ke lingkungan maka akan memberikan dampak negatif yang tergantung dari konsentrasi sulfat dalam air limbah tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui kandungan ion sulfat di dalam air limbah cucian sehingga dapat memperkirakan apakah kandungan sulfatnya masih berada di bawah ambang batas dan lingkungan masih sanggup untuk menetralisis ion sulfat tersebut atau tidak.

Upload: aprilia-handayani-dlogic

Post on 21-Dec-2015

162 views

Category:

Documents


43 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

ANALISIS KANDUNGAN SULFAT DALAM SAMPEL CAIR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

Dewasa ini, masalah pencemaran lingkungan menjadi salah satu topik yang

ramai dibicarakan. Salah satunya adalah pencemaran air. Hal ini disebabkan karena air

merupakan salah satu kebutuhan esensial bagi makhluk hidup. Seiring dengan

meningkatnya jumlah penduduk dunia, maka kebutuhan akan air pun ikut meningkat.

Oleh karena itu, masih banyak penduduk yang menggunakan sumber air alam untuk

memenuhi kebutuhan airnya. Namun, telah banyak sumber air yang mengalami

pencemaran. Akibatnya, sumber air tersebut menjadi berbahaya untuk digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bahan pencemar dalam pencemaran air adalah

ion sulfat. Ion sulfat berasal dari air limbah cucian, seperti cucianlaundry dan mobil.

Kandungan sulfat dalam air limbah ini diperoleh dari penggunaan detergen.

Salah satu bahan tambahan pada detergen adalah filler (bahan pengisi). Bahan

pengisi merupakan bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan

meningkatkan daya cuci, tetapi hanya menambah kuantitas. Salah satu contohnya

adalah sodium sulfat (Na2SO4).Oleh karena itu, air limbah cucian yang menggunakan

detergen memiliki kandungan sulfat. Jika air limbah cucian ini dibuang ke lingkungan

maka akan memberikan dampak negatif yang tergantung dari konsentrasi sulfat dalam

air limbah tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui kandungan ion sulfat di dalam air

limbah cucian sehingga dapat memperkirakan apakah kandungan sulfatnya masih

berada di bawah ambang batas dan lingkungan masih sanggup untuk menetralisis ion

sulfat tersebut atau tidak.

1.2.      Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini di antaranya adalah sebagai berikut.1.    Mempelajari metode analisis kandungan sulfat dalam sampel cair.2. Mengetahui kandungan sulfat dalam air limbah laundry sehingga dapat menyimpulkan apakah masih berada dalam ambang batas lingkungan atau tidak.  

BAB II

Page 2: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.   Detergen

Detergen merupakan salah satu produk industri yang banyak digunakan di

dalam kehidupan manusia. Detergen biasanya digunakan sebagai bahan pencuci atau

pembersih, seperti untuk mencuci pakaian. Detergen umumnya mengandung surfaktan,

yang berfungsi sebagai bahan pembasah (wetting agents) yang menyebabkan turunnya

tegangan permukaan air. Penurunan tegangan permukaan air mengakibatkan air lebih

mudah meresap ke dalam pakaian yang dicuci. Selain itu, molekul-molekul surfaktan

membentuk ikatan di antara partikel kotoran dan air karena sifatnya yang bipolar. Oleh

karena itu, partikel kotoran yang menempel pada pakaian terlepas dan terlarut dalam

air (Adinata, 2012).

Jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam detergen adalah alkylbenzene

sulphonate(ABS) yang bersifat resisten terhadap dekomposisi biologis. Namun,

surfaktan jenis ABS telah digantikan oleh linear alkyl sulphonate (LAS) yang dapat

diuraikan oleh bakteri, contohnya dodesilbenzensulfonat. LAS memiliki tingkat

biodegradasi sebesar 90%, sedangkan ABS hanya sebesar 50-60%. Surfaktan

memberikan beberapa dampak negatif, seperti dapat menyebabkan permukaan kulit

menjadi kasar, menghilangkan kelembaban alami kulit, serta menyebabkan iritasi pada

tangan (panas, gatal, dan mengelupas) jika pH-nya tinggi (Adinata, 2012).

Air sungai yang tercemar limbah detergen dapat menyebabkan kematian bagi

flora dan fauna yang hidup di sungai. Selain itu, zat yang terdapat dalam limbah

detergen dapat memacu pertumbuhan eceng gondok dan gulma air sehingga dapat

mengakibatkan ledakan jumlah tanaman tersebut. Ledakan jumlah tanaman tersebut

akan mengakibatkan pendangkalan dan menyumbat aliran air sungai. Di sisi lain,

tanaman yang menutupi permukaan air akan menghambat masuknya sinar matahari

dan oksigen ke air. Hal ini akan berdampak pada kualitas air dan ikan-ikan menjadi sulit

untuk bertahan hidup (Adinata, 2012).

Detergen terurai dalam hitungan minggu hingga bulan. Padahal, persyaratan

ekolabel memberikan jangka waktu penguraian limbah detergen di lingkungan alam

hanya dua hari. Selain itu, detergen dalam air buangan dapat meresap ke air tanah atau

sumur-sumur masyarakat. Air yang tercemar limbah detergen ini tidak baik bagi

Page 3: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

kesehatan karena dapat menyebabkan kanker akibat menumpuknya surfaktan di dalam

tubuh (Adinata, 2012).

Bahan lain yang terkandung dalam detergen adalah filler (pengisi). Filler adalah

bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci,

tetapi hanya menambah kuantitas. Salah satu contohnya adalah sodium sulfat (Na2SO4).

Zat tersebut terkadang tidak dapat dihancurkan oleh mikroorganisme sehingga

menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti menurunnya kualitas kesuburan tanah

(Adinata, 2012).

Sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus SO42- yang memiliki

massa molekul 96,06 satuan massa atom. Ion sulfat terdiri dari atom pusat sulfur yang

dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahedral. Ion sulfat bermuatan

negatif dua dan merupakan basa konjugat dari ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yang

merupakan basa konjugat dari asam sulfat, H2SO4 (Aprianti, 2008).

Sulfat secara luas terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama dalam air

limbah industri. Salah satunya adalah air buangan limbah industri kertas dan

pertambangan yang memiliki kadar sulfat yang tinggi karena oksidasi dari pirit.

Konsentrasi sulfat di dalam air alam umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat

besar (Aprianti, 2008).

Peningkatan kadar sulfat dapat ditentukan dengan timbulnya bau, rasa tidak

enak dari air serta masalah korosi pada perpipaan. Hal ini diakibatkan oleh reduksi

sulfat menjadi hidrogen sulfida dalam kondisi anaerobik sesuai dengan persamaan

berikut.

SO42- + bahan organik     anaerobik      S2- + H2O + CO2

S2- + 2H+                  H2S

H2S + 2O2     bakteria       H2SO4

H2SO4 merupakan asam kuat yang selanjutnya akan bereaksi dengan logam-logam yang

merupakan bahan dari pipa yang digunakan sehingga terjadi korosi. Sementara itu,

masalah bau disebabkan karena terbentuknya H2S yang merupakan suatu gas yang

berbau (Aprianti, 2008).

2.3.   Penentuan Sulfat (SNI 06-6989.20-2004)

Page 4: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

Penentuan sulfat dilakukan dengan metode turbidimetri. Pada metode ini

digunakan reagen kondisi dan kristal barium klorida. Prinsipnya yaitu terbentuknya

koloid BaSO4 berupa larutan keruh karena anion sulfat akan bereaksi dengan barium

klorida dalam suasana asam. Larutan ini kemudian diukur dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Aprianti, 2008).

Batas kadar sulfat terlarut yang terdapat dalam air yang dapat diukur adalah 1-

40 mg/L pada panjang gelombang 420 nm (SNI 06-2426-1991). Ion sulfat diendapkan

dalam suatu medium HCl dengan BaCl2 sehingga terbentuk koloid barium sulfat.

                                    SO42- + BaCl2 → ↓ putih BaSO4 + 2Cl-

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.   Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain spektrofotometer UV-Vis Thermo Scientific

Genesys 20, stirrer hotplate, magnetik stirer, neraca analitik (Mettler AE 200), serta

peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium. Sementara itu, bahan-bahan

yang digunakan terdiri dari sampel air limbah laundry, natrium sulfat (Na2SO4), reagen

kondisi, kristal barium klorida dihidrat (BaCl2.2H2O) dan aquadest.

3.2.      Persiapan Sampel

Sampel air limbah laundry diambil dari salah satu laundry di daerah Panam,

Pekanbaru. Sampling dilakukan pada tanggal 17 Mei 2013 mulai pukul 15.00 WIB.

Sampel yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik dan ditutup rapat.

Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium dan dilakukan proses pengukuran.

3.3.      Pembuatan Larutan3.3.1.      Larutan Induk Sulfat 100 ppm 

Larutan induk sulfat 100 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0,1479 gram

garam Na2SO4  dalam 1 L larutan. Langkah kerjanya dimulai dengan menimbang 0,1479

gram garam Na2SO4 lalu melarutkannya dalam air suling. Selanjutnya, larutan ini

dipindahkan ke dalam labu takar 1 L. Peralatan yang digunakan untuk melarutkan

garam Na2SO4 tersebut dibilas dengan air suling lalu air bilasannya juga dimasukkan ke

Page 5: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

dalam labu takar tersebut. Air suling ditambahkan kembali hingga mencapai tanda

batas pada labu takar. Larutan kemudian dihomogenkan.

3.3.2.      Larutan Standar Sulfat 

Larutan induk sulfat 100 ppm dipipet sebanyak 5, 10, 15, 20 dan 25 mL ke dalam

labu takar 100 mL. Masing-masing larutan diencerkan dengan aquadest sampai tanda

batas lalu dihomogenkan sehingga diperoleh larutan standar sulfat 5, 10, 15, 20 dan 25

ppm.

3.3.3.      Larutan Kondisi 

Larutan kondisi dibuat dengan cara mencampurkan 2,5 mL gliserol dengan suatu

larutan yang mengandung 1,5 mL HCl, 5 mL etanol 95%, 15 mL aquadest dan 3,75 gram

NaCl.

3.4.       Prosedur Kerja3.4.1.      Identifikasi Sulfat dalam Sampel secara Kualitatif a.  Sampel dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b.  Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c.  Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit. Jika terbentuk larutan yang keruh (berwarna putih) maka sampel positif mengandung sulfat. 

3.4.2.      Identifikasi Sulfat dalam Sampel secara Kuantitatif 

3.4.2.1.      Penentuan Panjang Gelombang Optimuma.   Larutan standar 10 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b.  Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c.  Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.d.  Larutan dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan diukur absorbansinya pada rentang panjang gelombang 400-450 nm dengan interval 5 nm. 

e.  Kurva antara absorbansi dan panjang gelombang dibuat. 

 

3.4.2.2.      Penentuan Waktu Kestabilan Warnaa.       Larutan standar 10 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b.      Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c.       Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.

Page 6: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

d.      Larutan dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan absorbansinya diukur tiap interval 1 menit pada menit 5-20 pada panjang gelombang optimumnya. e.       Kurva antara absorbansi dan waktu dibuat. 

3.4.2.3.      Pembuatan Kurva Kalibrasia.       Larutan standar 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b.      Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c.       Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.d.      Larutan dibiarkan hingga tercapai waktu kestabilan warna. e.       Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer. 

f.       Kurva kalibrasi dari data-data yang diperoleh dibuat sehingga diperoleh persamaan

regresi linier.

3.4.2.4.      Penentuan Kandungan Sulfat dalam Sampela.       Sampel dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b.      Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c.       Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.d.      Larutan dibiarkan hingga tercapai waktu kestabilan warna, yaitu 10 menit. e.       Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer. 

f.       Kandungan sulfat dalam sampel dapat diketahui dari kurva kalibrasi dengan membuat

plot dari absorban dan konsentrasi sulfat standard serta hasilnya dinyatakan dalam

ppm.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1.      Hasil

1.1.1.      Kurva Kalibrasi Sulfat

Pengukuran absorbansi larutan standar sulfat (SO42-) dilakukan pada waktu

kestabilan koloid 10 menit dan panjang gelombang 420 nm. Data pengukuran

absorbansi yang diperoleh ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nilai absorbansi dari beberapa konsentrasi larutan standar sulfat

Page 7: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0 0

5 0.074

10 0.108

15 0.133

20 0.197

25 0.252

Data pada Tabel 1 di atas dibuat dalam bentuk grafik seperti yang diperlihatkan pada

Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Kurva kalibrasi sulfat yang menunjukkan hubungan antara absorbansi

terhadap konsentrasi

1.1.2.      Penentuan Konsentrasi Sulfat dalam Sampel

Nilai absorbansi terukur dari sampel yang telah diencerkan 20 kali adalah 0,105.

Adapun perhitungan konsentrasi sulfat dalam sampel adalah sebagai berikut.

          

         

                             

               

               

                         

                           ppm

Konsentrasi sulfat yang sebenarnya adalah:

[sampel] = [hasil pengenceran] x factor pengenceran

                                       = 10,667 x 20

                                       = 213,34 ppm

4.2.   Pembahasan

Page 8: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

            Pada praktikum ini dilakukan analisis kadar sulfat dalam sampel air

limbah laundrydengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS berdasarkan prinsip

turbiditas/kekeruhan. Kekeruhan ini terjadi karena sulfat yang ada dalam sampel

bereaksi dengan kristal BaCl2.2H2O dan reagen kondisi sehingga membentuk koloid

tersuspensi. Semakin tinggi konsentrasi sulfat dalam sampel maka akan semakin keruh

pula larutan yang terbentuk.

            Ada dua zat yang ditambahkan ke dalam sampel, yaitu kristal BaCl2.2H2O dan

reagen kondisi. Penambahan kristal BaCl2.2H2O bertujuan agar ion sulfat dalam sampel

berikatan dengan ion Ba2+ dari kristal sehingga terbentuk garam BaSO4. Kelarutan

garam ini sangat kecil dalam air sehingga akan mengendap dalam bentuk endapan

koloid putih. Pengukuran spekrofotometri tidak dapat dilakukan jika sulfat berada

dalam bentuk endapan. Oleh karena itu, ditambahkan reagen kondisi untuk

menstabilkan koloid yang terbentuk sehingga garam BaSO4 berada dalam bentuk koloid

tersuspensi.

Reagen kondisi terbuat dari campuran HCl 37 %, NaCl, etanol 96 %, gliserol, dan

aquadest. Adanya campuran HCl 37 % dan NaCl menyebabkan reagen kondisi bersifat

sebagai buffer asam. Oleh karena itu, penambahan reagen kondisi ini bertujuan untuk

menjaga pH larutan agar tetap konstan karena jika pH berubah maka sulfat di dalam

sampel pun akan berubah bentuk. Apabila pH > 8, sulfat akan membentuk ion sulfida

(S2-), sedangkan jika pH < 8, sulfat cenderung berada dalam bentuk H2S yang merupakan

suatu gas yang berbau busuk. Selain itu, gliserol dan etanol dalam reagen kondisi

bertujuan untuk menstabilkan suspensi koloid BaSO4 yang terbentuk setelah

ditambahkan BaCl2.2H2O dan menghasilkan larutan yang menjadi agak kental.

Kekentalan ini akan menjaga suspensi koloid stabil dan merata (endapan tidak

mengendap) sehingga kekeruhan dapat diukur pada spektrofotometer.

Namun, sebelum pengukuran absorbansi dilakukan, terlebih dahulu harus

diketahui panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan warna dari suspensi

koloid yang akan diukur. Panjang gelombang optimum adalah panjang gelombang yang

memberikan nilai absorbansi tertinggi. Pengukuran panjang gelombang optimum ini

divariasikan dari 400 nm hingga 450 nm dengan interval 5 nm. Dari pengukuran ini

didapatkan bahwa panjang gelombang optimumnya berada pada 420 nm, yaitu dengan

nilai absorbansi sebesar 0,077. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan panjang

gelombang optimum pada berbagai literatur.

Page 9: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

Setelah data panjang gelombang optimum diperoleh, dilakukan pengukuran

waktu kestabilan warna, yaitu waktu ketika suspensi koloid yang terbentuk berada

dalam kondisi stabil. Waktu kestabilan warna ini ditandai dengan nilai absorbansi yang

sama pada range waktu tertentu. Pengukuran waktu kestabilan warna dilakukan pada

menit 5-20 dengan interval 1 menit. Pengukuran ini memperoleh hasil bahwa

kestabilan warna terjadi pada range 9-13 menit dengan nilai absorbansi sebesar 0,093.

Oleh karena itu, pengukuran nilai absorbansi larutan harus dilakukan pada rentang

waktu kestabilan tersebut, yang dalam hal ini kami memilih pengukuran pada menit ke-

10.

Hasil pengukuran panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan warna

kemudian digunakan untuk mengukur absorbansi larutan standar dengan variasi

konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm. Larutan standar 0 ppm merupakan larutan

blanko yang berfungsi sebagai faktor koreksi terhadap pelarut dan reagen yang

digunakan. Oleh karena itu, pada pengukuran blanko ini nilai absorbansi yang diperoleh

harus 0 (nol) karena yang diukur adalah serapan untuk pelarut dan reagennya. Dengan

demikian, diharapkan pada pengukuran larutan standar dan sampel yang diukur adalah

serapan sulfatnya. Data pengukuran ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi larutan standar maka semakin tinggi pula nilai absorbansinya. Hubungan

ini membentuk garis linier dalam grafik yang menunjukan bahwa absorbansi adalah

fungsi dari konsentrasi.

Garis regresi yang diperoleh memiliki persamaan y = 0,009x + 0,009 dengan nilai

R2sebesar 0,980. Nilai ini menunjukan bahwa linearitas dari kurva adalah baik dan

dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi sampel. Nilai absorbansi sampel air

limbah laundryyang diperoleh adalah 0,105 setelah diencerkan sebanyak 20 kali. Hal ini

dilakukan karena nilai absorbansi sampel berada di luar range kurva kalibrasi sehingga

harus dilakukan pengenceran agar nilai absorbansi yang terukur berada pada range

kurva kalibrasi. Setelah melalui perhitungan, diperoleh konsentrasi sulfat dalam sampel

tersebut adalah 213,34 ppm.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar sulfat dalam sampel air

limbah laundry yang diambil masih berada di bawah ambang batas menurut Permenkes

No.416/MENKES/PER/IX/1990, yaitu 400 ppm untuk kualitas air bersih

dan Permenkes No.429/MENKES/PER/IV/2010, yaitu 250 ppm untuk kualitas air

minum. Namun demikian, sampel air limbah ini tetap tidak baik untuk dikonsumsi

karena dari segi fisik telah berwarna keruh sehingga tidak sesuai dengan parameter air

Page 10: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

bersih. Selain itu, di dalam sampel tersebut kemungkinan juga mengandung zat-zat

lainnya yang berbahaya jika dikonsumsi. Di sisi lain, ditinjau dari segi kualitas air

bersih, penelitian ini menunjukkan bahwa kadar sulfat ini masih dapat diterima oleh

lingkungan karena daya dukung lingkungan masih sanggup untuk menetralkannya.

Namun, sampel ini tidak hanya mengandung sulfat sehingga belum dapat disimpulkan

apakah sampel ini ikut berkontribusi dalam mencemari lingkungan perairan sekitar

atau tidak.

BAB V

PENUTUP

5.1.   Kesimpulan

            Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari laporan praktikum ini adalah sebagai

berikut.

1.      Air limbah laundry mengandung ion sulfat yang dapat mencemari lingkungan perairan

jika kadarnya melebihi ambang batas.

2.      Pengukuran sulfat dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan prinsip

turbiditas (kekeruhan).

3.      Konsentrasi sulfat dalam sampel air limbah laundry yang diambil adalah 213,34 ppm.

4.      Konsentrasi sulfat dalam sampel ini masih berada di bawah ambang batas untuk

kualitas air minum, yaitu 250 ppm dan untuk kualitas air bersih, yaitu 400 ppm.

5.2.   Saran

            Penelitian ini sebaiknya terus dikembangkan, misalnya dengan melakukan

penelitian lanjutan untuk menguji kandungan sulfat dalam air limbah cucian yang

menggunakan detergen dari berbagai jenis. Selain itu, dapat pula dilakukan analisis

untuk mengetahui kandungan parameter lainnya dalam air limbah cucian sehingga

dapat disimpulkan apakah limbah tersebut turut berpartisipasi dalam pencemaran

lingkungan atau tidak.

Page 11: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

DAFTAR PUSTAKA

Adinata, H. 2012. Penentuan Kandungan Fosfat, Sulfat dan Sulfida Air Sungai Siak dan Sungai

Kampar dari Hasil Penyaringan Konvensional yang Dimodifikasi untuk Mendapatkan Air

Baku Air Minum. FMIPA-UR, Pekanbaru.

Aprianti, M. 2008. Analisis Kandungan Boron, Seng, Mangan dan Sulfat dalam Air Sungai

Mesjid sebagai Air Baku PDAM Dumai. FMIPA-UR, Pekanbaru.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta.

Riskanita, S. 2012. Analisis Kandungan Seng, Sulfat dan Sulfida dalam Air Lindi TPA Muara

Fajar Pekanbaru. FMIPA-UR, Pekanbaru.

http://imasassy.blogspot.com/2013/06/analisis-kandungan-sulfat-dalam-sampel.html

PENENTUAN KADAR SO42- SECARA TURBIDIMETRI DENGAN ALAT SPEKTRONIK – 20 

JUDUL: PENENTUAN KADAR SO42- SECARA TURBIDIMETRI DENGAN ALAT SPEKTRONIK – 20

TUJUAN:a.       Menetukan SO4

2- berdasarkan proses penghamburan cahaya oleh partikel yang turbid (keruh) dalam suatu larutan.

b.      Dapat membuat grafik hubungan antara Turbidansi (S) terhadap konsentrasi ion sulfat (ppm).

c.       Dapat menuliskan reaksi yang terjadi dalam percobaan.d.      Dpat menghitung nilai turbidansi dan menentukan konsentrasi sampel berdasarkan

grafik.e.       Dapat mengetahui prinsip kerja spektronik-20.

TINJAUAN TEORITIS

Page 12: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

TURBIDIMETRI

Page 13: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

Turbidimetri itu metoda pengukuran konsentrasi partikulat dalam suatu

suspensi yang didasarkan pada hamburan elastis cahaya oleh partikel. Turbidimetri

atau analisa turbidimetri, sedikit berbeda prinsipnya dengan 

adsorbansi (spektrofotometri). Turbidimeter mengukur sinar yang dibelokkan sedangk

an spektrofotometri mengukur sinar yang diteruskan. Namun ada pula Turbidimeter

yang mengukur sinar yang diteruskan. Untuk turbidimeter yang pertama satuannya

adalah NTU sedangkan yang kedua adalah FAU. Inilah mengapa alat spektrofotometer

portabel keluaran misalnya Hach tidak bisa memberikan turbidity dalam NTU.

Syarat utama penerapan turbidimetri adalah: terjadinya reaksi sempurna

antara zat yg akan dianalisa dan pereaksinya dan kelarutan zat yang

terbentuk sangat kecil. Analisa turbidimetri yang terkenal antara lain penentuan SO4

terlarut dalam air dengan penambahan BaCl2 dengan pembentukan

BaSO4. Turbidimeter merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan

sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas

cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-

kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam

tiga golongan yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan

terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman

dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium yang keruh. instrumen

pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini

Page 14: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

intensitas diukur secara langsung. Sedang pada nefelometer, intensitas cahaya diukur

deagan den-an larutan standar. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang

diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi

turbiditas tergantung. juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio Tyndall

sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap

pangkat empat panjang gelombangnya.

Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter dan

nefelometer. Untuk turhidimeter, absorbsi akibat partikel yang tersuspensi diukur

sedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh suspensilah yang diukur.

Meskipun prcsisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis,

sedangkan akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap

instrumen spektroskopi absorbsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedangkan

nefelometer kurang sering digunakan pada analisis anorganik. Pada konsentrasi yang

lebih tinggi, absorbsi bervariasi secara Tinier terhadap konsentrasi, sedangkan pada

konsentrasi lebih rendah untuk sistem koloid Te dan SnCl2, tembaga ferosianida dan

sulfida-sulfida logam berat tidak demikian halnya. Kelarutan zat tersuspensi seharusnya

kecil. Suatu gelatin pelindung koloid biasanya digunakan untuk membentuk suatu

dispersi koloid yang seragam dan stabil.

 

Ø  Kalium sulfat

Page 15: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

Potasium sulfat (K2SO4) (juga dikenal sebagai garam abu sulfur) merupakan

garam yang terdiri dari kristal putih yang dapat larut dalam air. Tak mudah

terbakar. Bahan kimia ini biasanya digunakan dalam pupuk,

menyediakanpotasium dan sulfur. Potasium sulfat juga merupakan biproduk pada

produksiasam sendawa.

Potasium sulfat, K2SO4, ialah garam yang awalnya dikenal pada abad ke-14, dan

dipelajari oleh Glauber, Boyle dan Tachenius, disebut di abad ke-17 sebagai arcanuni

atau sal duplicatum, dianggap sebagai kombinasi garam asam dengan garam alkalin.

Dihasilkan sebagai biproduk dalam banyak reaksi kimia, dan kemudian

digunakan untuk disuling dari kainit, salah satu mineral Stassfurt, namun proses itu

telah ditinggalkan karena garam dapat dibuat cukup murah dari klorida dengan

membusukkannya dengan asam belerang dan calcining residunya. Untuk memurnikan

produk mentahnya maka dilarutkan dalam air panas dan larutan yang disaring dan bisa

didinginkan, saat bagian terbesar garam yang dilarutkan itu menghablur dengan

promptitule yang khas.

Page 16: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

Kristal yang amat bagus memiliki bentuk piramida sisi 6 ganda, namun

sesungguhnya termasuk sistem rhombik. Kristal-kristal itu transparan, amat keras dan

sama sekali permanen di udara. Memiliki ras pahit, asin. Garamnya dapat larut dalam

air, namun tak dapat larut dalam garam abu tajam dari sp. gr. 1,35, dan dalam alkohol

sebenarnya. Melebur pada suhu 1078 °C. Garanm mentah itu biasa digunakan dalam

pengolahan kaca.

Sulfat asam atau bisulfat, KHSO4, siap diproduksi dengan memfusikan 13

bagian garam mormal berbubuk dengan 8 bagian asam belerang. Membentuk piramida

rhombik, yang melebur pada 197. Melebur pada 3 bagian air 0°C. Kelarutannya

menunjukkan reaksi banyak seolah 2 kongenernya, K2SO4 and H2SO4, hadir

berdampingan satu sama lain yang tak tergabung. Kelebihan alkohol, nyatanya, endapan

sulfat normal (dengan sedikit bisulfat) dan asam bebas tetap dalam larutan.

Kemiripannya ialah garam kering yang bergabung pada tekanan merah pudar;

berlaku pada silikat, titanat, dsb., seolah merupakan asam belerang yang ditingkatkan

melebihi titik didih alaminya. Itulah sebabnya penerapannya yang sering dalam analisis

ialah sebagai alat penghancur. Untuk garam dari asam belerang lainnya, lihat sulfur.

ALAT

No

Nama alat Ukuran Jumlah

1234

Spectronis-20Kuvet dan raknyapH meterLabu ukur

---50 ml

1 set1 set1 set5 buah

Page 17: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

BAHAN

No Nama bahan Konsentrasi Volume

123

K2SO4

HClBaCl2.2H2O

500 ppm2M-

SecukupnyaSecukupnya200 mg

Ø  PROSEDUR KERJAA.    Membuat kurva standar1.      Sejumlah larutan K2SO4 induk ditambah HCl 2M secukupnya sehingga pH= 12.      Buat sejumlah larutan standar pada labu takar 50 ml sehingga setelah diencerkan

dengan air sampai tanda batas konsntrasinya 5-80 ppm.3.      Ke dalam labu ukur ditambahkan 200 mg BaCl2.2H2O padat.4.      Encerkan dengan air sampai tanda batas.5.      Kocok selama 1 menit atau sampai BaCl2 larut dan terbentuk endapan BaSO4

6.      Pindahkan kedalam kuvet biarkan selama 5 menit7.      Ukur turbidans I pada 480 nm.8.      Buat kurva standar antara turbidans (S) terhadap konsentrasi ©

B.     Menentukan larutan sampel1.      Dari larutan sampel dipipet 10 ml pada labu takar 50 ml setelah larutan tersebut

diasakan dengan HCl sehingga pH=12.      Tambah 200 mg BaCl2 padat.3.      Encerkan sampai tanda bata dengan air4.      Kocok sampai BaCl2 larut dan terbentuk endapan BaSO4.5.      Ukur turbidans I pada 480 nm.6.      Tentukan konsentrasinya berdasrkan kurva kalibrasi yang diperoleh.

Ø  HASIL  PERCOBAANSebanyak 25 ml larutan K2SO4 ditambah dengan HCl 2M hingga pH = 1. Ke dalam 5

buah labu ukur dimasukkan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 15 ppm, 30 ppm, 60 ppm, dan 75 ppm. Pada tiap labu ukur ditambahkan BaCl2 . 2H2O padatan bewarna putih sebanyak 0,2 gram, kemudian di encerkan dengan aquades hingga tanda batas membentuk larutan keruh. Larutan di kocok selama 1 menit kemudian dipindahkan ke kuvet dan di ukur turbidans pada lamda ( ) = 480 nm.

K2SO4(ppm) Turbidans (S)

15 0,058

30 0,042

50 0,255

60 0,363

Page 18: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

80 0,519

·         Pada sampel (air keran ) 10 ml ditambahkan HCl 2M hingga pH= 1 menghasilkan larutan bening .

·         Ditambahkan 0,2 gram BaCl2 dan diencerkan dengan aquades hingga tanda batas.·         Diukur turbidans pada lamda ( )  = 480 nm.

Turbidans sampel = 0,027

Ø  REAKSI-REAKSIK2SO4 + 2 HCl                        2KCl + H2SO4

H2SO4 + BaCl                     BaSO4     +   2HCl          Putih

Ø  PEMBAHASANPengenceran larutan induk K2SO4 500 ppm

-          Untuk  15 ppmDiketahui : M1 (M K2SO4)  = 500 ppmM2 (M larutan standar) = 15 ppmV2 (V larutan standar) = 50 mlDitanya   :   V1 = ......?Jawab :        M1.V1 = M2V2

V1 =  =    = 1,5 ml

-          Untuk 30 ppmDik : M1 = 500 ppmM2 = 30 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?

Jb : V1 =  = = 3 ml

-          Untuk 50 ppmDik : M1 = 500 ppmM2  =  50 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?

Jb : V1 =  =  = 5 ml

Page 19: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

-          Untuk 60 ppmDik : M1 = 500 ppmM2 = 60 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?

Jb : V1 =  = = 6 ml

-          Untuk 80 ppmDik : M1 = 500 ppmM2 = 80 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?

Jb : V1 =  = = 8 ml

Ø  Menentukan Konsentrasi sampel

K2SO4(ppm) Turbidans (S)

15 0,058

30 0,042

50 0,255

60 0,363

80 0,519

Dari data diatas dengan memplot konsentrasi K2SO4 (ppm) sebagai sumbu x dan turbidans (S) sebagai sumbu y, maka diperoleh grafik :

Page 20: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

Y =  ax  +  bDimana  y = turbidan sanpelx = konsentrasi sampel

Y         =  0,007x - 0,1170,027    =  0,007x - 0,1170,144    =  0,007x

 x          = = 20,57 ppmSampel            = 20,57 ppmSampel dalam molaritas

M         =   =  -3

=  2,14 x 10-4 M

Ø  KESIMPULAN1.      Kadar SO42- dalam suatu larutan sampel adalah 20,57 ppm atau 2,14 x 10-4 M2.      Fungsi dari penambahan padatan BaCl2. 2H2O adalah untuk mengendapkan SO4

2-

menjadi BaSO4.

3.      Persamaan regresi linier yang digunakan diperoleh dari grafik adalah :y = 0,007x - 0,117R2 = 0,942

4.      Dari hasil percobaan yang dilakukan, semakin tinggi konsentrai larutan K2SO4 yang ditambahkan, maka nilai turbiditans semakain tinggi sehingga bentuk kurva linier.

Page 21: Analisis Kandungan Sulfat Dalam Sampel Cair

DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M. 2003. Konsep – Konsep Dasar Analitik. UI- Press : Jakarta.Tim Dosen. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analitik III. Medan: FMIPA            UNIMED.www. Wikipedia.Org/ Turbidimetri.Diposkan oleh Don F Limbong   di 0http://donflimbong.blogspot.com/2011/03/penentuan-kadar-so42-secara.html