analisis kandungan sulfat dalam sampel cair
TRANSCRIPT
ANALISIS KANDUNGAN SULFAT DALAM SAMPEL CAIR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, masalah pencemaran lingkungan menjadi salah satu topik yang
ramai dibicarakan. Salah satunya adalah pencemaran air. Hal ini disebabkan karena air
merupakan salah satu kebutuhan esensial bagi makhluk hidup. Seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk dunia, maka kebutuhan akan air pun ikut meningkat.
Oleh karena itu, masih banyak penduduk yang menggunakan sumber air alam untuk
memenuhi kebutuhan airnya. Namun, telah banyak sumber air yang mengalami
pencemaran. Akibatnya, sumber air tersebut menjadi berbahaya untuk digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bahan pencemar dalam pencemaran air adalah
ion sulfat. Ion sulfat berasal dari air limbah cucian, seperti cucianlaundry dan mobil.
Kandungan sulfat dalam air limbah ini diperoleh dari penggunaan detergen.
Salah satu bahan tambahan pada detergen adalah filler (bahan pengisi). Bahan
pengisi merupakan bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi hanya menambah kuantitas. Salah satu contohnya
adalah sodium sulfat (Na2SO4).Oleh karena itu, air limbah cucian yang menggunakan
detergen memiliki kandungan sulfat. Jika air limbah cucian ini dibuang ke lingkungan
maka akan memberikan dampak negatif yang tergantung dari konsentrasi sulfat dalam
air limbah tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui kandungan ion sulfat di dalam air
limbah cucian sehingga dapat memperkirakan apakah kandungan sulfatnya masih
berada di bawah ambang batas dan lingkungan masih sanggup untuk menetralisis ion
sulfat tersebut atau tidak.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini di antaranya adalah sebagai berikut.1. Mempelajari metode analisis kandungan sulfat dalam sampel cair.2. Mengetahui kandungan sulfat dalam air limbah laundry sehingga dapat menyimpulkan apakah masih berada dalam ambang batas lingkungan atau tidak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Detergen
Detergen merupakan salah satu produk industri yang banyak digunakan di
dalam kehidupan manusia. Detergen biasanya digunakan sebagai bahan pencuci atau
pembersih, seperti untuk mencuci pakaian. Detergen umumnya mengandung surfaktan,
yang berfungsi sebagai bahan pembasah (wetting agents) yang menyebabkan turunnya
tegangan permukaan air. Penurunan tegangan permukaan air mengakibatkan air lebih
mudah meresap ke dalam pakaian yang dicuci. Selain itu, molekul-molekul surfaktan
membentuk ikatan di antara partikel kotoran dan air karena sifatnya yang bipolar. Oleh
karena itu, partikel kotoran yang menempel pada pakaian terlepas dan terlarut dalam
air (Adinata, 2012).
Jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam detergen adalah alkylbenzene
sulphonate(ABS) yang bersifat resisten terhadap dekomposisi biologis. Namun,
surfaktan jenis ABS telah digantikan oleh linear alkyl sulphonate (LAS) yang dapat
diuraikan oleh bakteri, contohnya dodesilbenzensulfonat. LAS memiliki tingkat
biodegradasi sebesar 90%, sedangkan ABS hanya sebesar 50-60%. Surfaktan
memberikan beberapa dampak negatif, seperti dapat menyebabkan permukaan kulit
menjadi kasar, menghilangkan kelembaban alami kulit, serta menyebabkan iritasi pada
tangan (panas, gatal, dan mengelupas) jika pH-nya tinggi (Adinata, 2012).
Air sungai yang tercemar limbah detergen dapat menyebabkan kematian bagi
flora dan fauna yang hidup di sungai. Selain itu, zat yang terdapat dalam limbah
detergen dapat memacu pertumbuhan eceng gondok dan gulma air sehingga dapat
mengakibatkan ledakan jumlah tanaman tersebut. Ledakan jumlah tanaman tersebut
akan mengakibatkan pendangkalan dan menyumbat aliran air sungai. Di sisi lain,
tanaman yang menutupi permukaan air akan menghambat masuknya sinar matahari
dan oksigen ke air. Hal ini akan berdampak pada kualitas air dan ikan-ikan menjadi sulit
untuk bertahan hidup (Adinata, 2012).
Detergen terurai dalam hitungan minggu hingga bulan. Padahal, persyaratan
ekolabel memberikan jangka waktu penguraian limbah detergen di lingkungan alam
hanya dua hari. Selain itu, detergen dalam air buangan dapat meresap ke air tanah atau
sumur-sumur masyarakat. Air yang tercemar limbah detergen ini tidak baik bagi
kesehatan karena dapat menyebabkan kanker akibat menumpuknya surfaktan di dalam
tubuh (Adinata, 2012).
Bahan lain yang terkandung dalam detergen adalah filler (pengisi). Filler adalah
bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci,
tetapi hanya menambah kuantitas. Salah satu contohnya adalah sodium sulfat (Na2SO4).
Zat tersebut terkadang tidak dapat dihancurkan oleh mikroorganisme sehingga
menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti menurunnya kualitas kesuburan tanah
(Adinata, 2012).
Sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus SO42- yang memiliki
massa molekul 96,06 satuan massa atom. Ion sulfat terdiri dari atom pusat sulfur yang
dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahedral. Ion sulfat bermuatan
negatif dua dan merupakan basa konjugat dari ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yang
merupakan basa konjugat dari asam sulfat, H2SO4 (Aprianti, 2008).
Sulfat secara luas terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama dalam air
limbah industri. Salah satunya adalah air buangan limbah industri kertas dan
pertambangan yang memiliki kadar sulfat yang tinggi karena oksidasi dari pirit.
Konsentrasi sulfat di dalam air alam umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat
besar (Aprianti, 2008).
Peningkatan kadar sulfat dapat ditentukan dengan timbulnya bau, rasa tidak
enak dari air serta masalah korosi pada perpipaan. Hal ini diakibatkan oleh reduksi
sulfat menjadi hidrogen sulfida dalam kondisi anaerobik sesuai dengan persamaan
berikut.
SO42- + bahan organik anaerobik S2- + H2O + CO2
S2- + 2H+ H2S
H2S + 2O2 bakteria H2SO4
H2SO4 merupakan asam kuat yang selanjutnya akan bereaksi dengan logam-logam yang
merupakan bahan dari pipa yang digunakan sehingga terjadi korosi. Sementara itu,
masalah bau disebabkan karena terbentuknya H2S yang merupakan suatu gas yang
berbau (Aprianti, 2008).
2.3. Penentuan Sulfat (SNI 06-6989.20-2004)
Penentuan sulfat dilakukan dengan metode turbidimetri. Pada metode ini
digunakan reagen kondisi dan kristal barium klorida. Prinsipnya yaitu terbentuknya
koloid BaSO4 berupa larutan keruh karena anion sulfat akan bereaksi dengan barium
klorida dalam suasana asam. Larutan ini kemudian diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Aprianti, 2008).
Batas kadar sulfat terlarut yang terdapat dalam air yang dapat diukur adalah 1-
40 mg/L pada panjang gelombang 420 nm (SNI 06-2426-1991). Ion sulfat diendapkan
dalam suatu medium HCl dengan BaCl2 sehingga terbentuk koloid barium sulfat.
SO42- + BaCl2 → ↓ putih BaSO4 + 2Cl-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain spektrofotometer UV-Vis Thermo Scientific
Genesys 20, stirrer hotplate, magnetik stirer, neraca analitik (Mettler AE 200), serta
peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium. Sementara itu, bahan-bahan
yang digunakan terdiri dari sampel air limbah laundry, natrium sulfat (Na2SO4), reagen
kondisi, kristal barium klorida dihidrat (BaCl2.2H2O) dan aquadest.
3.2. Persiapan Sampel
Sampel air limbah laundry diambil dari salah satu laundry di daerah Panam,
Pekanbaru. Sampling dilakukan pada tanggal 17 Mei 2013 mulai pukul 15.00 WIB.
Sampel yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik dan ditutup rapat.
Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium dan dilakukan proses pengukuran.
3.3. Pembuatan Larutan3.3.1. Larutan Induk Sulfat 100 ppm
Larutan induk sulfat 100 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0,1479 gram
garam Na2SO4 dalam 1 L larutan. Langkah kerjanya dimulai dengan menimbang 0,1479
gram garam Na2SO4 lalu melarutkannya dalam air suling. Selanjutnya, larutan ini
dipindahkan ke dalam labu takar 1 L. Peralatan yang digunakan untuk melarutkan
garam Na2SO4 tersebut dibilas dengan air suling lalu air bilasannya juga dimasukkan ke
dalam labu takar tersebut. Air suling ditambahkan kembali hingga mencapai tanda
batas pada labu takar. Larutan kemudian dihomogenkan.
3.3.2. Larutan Standar Sulfat
Larutan induk sulfat 100 ppm dipipet sebanyak 5, 10, 15, 20 dan 25 mL ke dalam
labu takar 100 mL. Masing-masing larutan diencerkan dengan aquadest sampai tanda
batas lalu dihomogenkan sehingga diperoleh larutan standar sulfat 5, 10, 15, 20 dan 25
ppm.
3.3.3. Larutan Kondisi
Larutan kondisi dibuat dengan cara mencampurkan 2,5 mL gliserol dengan suatu
larutan yang mengandung 1,5 mL HCl, 5 mL etanol 95%, 15 mL aquadest dan 3,75 gram
NaCl.
3.4. Prosedur Kerja3.4.1. Identifikasi Sulfat dalam Sampel secara Kualitatif a. Sampel dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b. Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c. Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit. Jika terbentuk larutan yang keruh (berwarna putih) maka sampel positif mengandung sulfat.
3.4.2. Identifikasi Sulfat dalam Sampel secara Kuantitatif
3.4.2.1. Penentuan Panjang Gelombang Optimuma. Larutan standar 10 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b. Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c. Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.d. Larutan dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan diukur absorbansinya pada rentang panjang gelombang 400-450 nm dengan interval 5 nm.
e. Kurva antara absorbansi dan panjang gelombang dibuat.
3.4.2.2. Penentuan Waktu Kestabilan Warnaa. Larutan standar 10 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b. Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c. Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.
d. Larutan dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan absorbansinya diukur tiap interval 1 menit pada menit 5-20 pada panjang gelombang optimumnya. e. Kurva antara absorbansi dan waktu dibuat.
3.4.2.3. Pembuatan Kurva Kalibrasia. Larutan standar 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b. Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c. Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.d. Larutan dibiarkan hingga tercapai waktu kestabilan warna. e. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer.
f. Kurva kalibrasi dari data-data yang diperoleh dibuat sehingga diperoleh persamaan
regresi linier.
3.4.2.4. Penentuan Kandungan Sulfat dalam Sampela. Sampel dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b. Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen. c. Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.d. Larutan dibiarkan hingga tercapai waktu kestabilan warna, yaitu 10 menit. e. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer.
f. Kandungan sulfat dalam sampel dapat diketahui dari kurva kalibrasi dengan membuat
plot dari absorban dan konsentrasi sulfat standard serta hasilnya dinyatakan dalam
ppm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1. Hasil
1.1.1. Kurva Kalibrasi Sulfat
Pengukuran absorbansi larutan standar sulfat (SO42-) dilakukan pada waktu
kestabilan koloid 10 menit dan panjang gelombang 420 nm. Data pengukuran
absorbansi yang diperoleh ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nilai absorbansi dari beberapa konsentrasi larutan standar sulfat
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
5 0.074
10 0.108
15 0.133
20 0.197
25 0.252
Data pada Tabel 1 di atas dibuat dalam bentuk grafik seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Kurva kalibrasi sulfat yang menunjukkan hubungan antara absorbansi
terhadap konsentrasi
1.1.2. Penentuan Konsentrasi Sulfat dalam Sampel
Nilai absorbansi terukur dari sampel yang telah diencerkan 20 kali adalah 0,105.
Adapun perhitungan konsentrasi sulfat dalam sampel adalah sebagai berikut.
ppm
Konsentrasi sulfat yang sebenarnya adalah:
[sampel] = [hasil pengenceran] x factor pengenceran
= 10,667 x 20
= 213,34 ppm
4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan analisis kadar sulfat dalam sampel air
limbah laundrydengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS berdasarkan prinsip
turbiditas/kekeruhan. Kekeruhan ini terjadi karena sulfat yang ada dalam sampel
bereaksi dengan kristal BaCl2.2H2O dan reagen kondisi sehingga membentuk koloid
tersuspensi. Semakin tinggi konsentrasi sulfat dalam sampel maka akan semakin keruh
pula larutan yang terbentuk.
Ada dua zat yang ditambahkan ke dalam sampel, yaitu kristal BaCl2.2H2O dan
reagen kondisi. Penambahan kristal BaCl2.2H2O bertujuan agar ion sulfat dalam sampel
berikatan dengan ion Ba2+ dari kristal sehingga terbentuk garam BaSO4. Kelarutan
garam ini sangat kecil dalam air sehingga akan mengendap dalam bentuk endapan
koloid putih. Pengukuran spekrofotometri tidak dapat dilakukan jika sulfat berada
dalam bentuk endapan. Oleh karena itu, ditambahkan reagen kondisi untuk
menstabilkan koloid yang terbentuk sehingga garam BaSO4 berada dalam bentuk koloid
tersuspensi.
Reagen kondisi terbuat dari campuran HCl 37 %, NaCl, etanol 96 %, gliserol, dan
aquadest. Adanya campuran HCl 37 % dan NaCl menyebabkan reagen kondisi bersifat
sebagai buffer asam. Oleh karena itu, penambahan reagen kondisi ini bertujuan untuk
menjaga pH larutan agar tetap konstan karena jika pH berubah maka sulfat di dalam
sampel pun akan berubah bentuk. Apabila pH > 8, sulfat akan membentuk ion sulfida
(S2-), sedangkan jika pH < 8, sulfat cenderung berada dalam bentuk H2S yang merupakan
suatu gas yang berbau busuk. Selain itu, gliserol dan etanol dalam reagen kondisi
bertujuan untuk menstabilkan suspensi koloid BaSO4 yang terbentuk setelah
ditambahkan BaCl2.2H2O dan menghasilkan larutan yang menjadi agak kental.
Kekentalan ini akan menjaga suspensi koloid stabil dan merata (endapan tidak
mengendap) sehingga kekeruhan dapat diukur pada spektrofotometer.
Namun, sebelum pengukuran absorbansi dilakukan, terlebih dahulu harus
diketahui panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan warna dari suspensi
koloid yang akan diukur. Panjang gelombang optimum adalah panjang gelombang yang
memberikan nilai absorbansi tertinggi. Pengukuran panjang gelombang optimum ini
divariasikan dari 400 nm hingga 450 nm dengan interval 5 nm. Dari pengukuran ini
didapatkan bahwa panjang gelombang optimumnya berada pada 420 nm, yaitu dengan
nilai absorbansi sebesar 0,077. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan panjang
gelombang optimum pada berbagai literatur.
Setelah data panjang gelombang optimum diperoleh, dilakukan pengukuran
waktu kestabilan warna, yaitu waktu ketika suspensi koloid yang terbentuk berada
dalam kondisi stabil. Waktu kestabilan warna ini ditandai dengan nilai absorbansi yang
sama pada range waktu tertentu. Pengukuran waktu kestabilan warna dilakukan pada
menit 5-20 dengan interval 1 menit. Pengukuran ini memperoleh hasil bahwa
kestabilan warna terjadi pada range 9-13 menit dengan nilai absorbansi sebesar 0,093.
Oleh karena itu, pengukuran nilai absorbansi larutan harus dilakukan pada rentang
waktu kestabilan tersebut, yang dalam hal ini kami memilih pengukuran pada menit ke-
10.
Hasil pengukuran panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan warna
kemudian digunakan untuk mengukur absorbansi larutan standar dengan variasi
konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm. Larutan standar 0 ppm merupakan larutan
blanko yang berfungsi sebagai faktor koreksi terhadap pelarut dan reagen yang
digunakan. Oleh karena itu, pada pengukuran blanko ini nilai absorbansi yang diperoleh
harus 0 (nol) karena yang diukur adalah serapan untuk pelarut dan reagennya. Dengan
demikian, diharapkan pada pengukuran larutan standar dan sampel yang diukur adalah
serapan sulfatnya. Data pengukuran ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi larutan standar maka semakin tinggi pula nilai absorbansinya. Hubungan
ini membentuk garis linier dalam grafik yang menunjukan bahwa absorbansi adalah
fungsi dari konsentrasi.
Garis regresi yang diperoleh memiliki persamaan y = 0,009x + 0,009 dengan nilai
R2sebesar 0,980. Nilai ini menunjukan bahwa linearitas dari kurva adalah baik dan
dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi sampel. Nilai absorbansi sampel air
limbah laundryyang diperoleh adalah 0,105 setelah diencerkan sebanyak 20 kali. Hal ini
dilakukan karena nilai absorbansi sampel berada di luar range kurva kalibrasi sehingga
harus dilakukan pengenceran agar nilai absorbansi yang terukur berada pada range
kurva kalibrasi. Setelah melalui perhitungan, diperoleh konsentrasi sulfat dalam sampel
tersebut adalah 213,34 ppm.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar sulfat dalam sampel air
limbah laundry yang diambil masih berada di bawah ambang batas menurut Permenkes
No.416/MENKES/PER/IX/1990, yaitu 400 ppm untuk kualitas air bersih
dan Permenkes No.429/MENKES/PER/IV/2010, yaitu 250 ppm untuk kualitas air
minum. Namun demikian, sampel air limbah ini tetap tidak baik untuk dikonsumsi
karena dari segi fisik telah berwarna keruh sehingga tidak sesuai dengan parameter air
bersih. Selain itu, di dalam sampel tersebut kemungkinan juga mengandung zat-zat
lainnya yang berbahaya jika dikonsumsi. Di sisi lain, ditinjau dari segi kualitas air
bersih, penelitian ini menunjukkan bahwa kadar sulfat ini masih dapat diterima oleh
lingkungan karena daya dukung lingkungan masih sanggup untuk menetralkannya.
Namun, sampel ini tidak hanya mengandung sulfat sehingga belum dapat disimpulkan
apakah sampel ini ikut berkontribusi dalam mencemari lingkungan perairan sekitar
atau tidak.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari laporan praktikum ini adalah sebagai
berikut.
1. Air limbah laundry mengandung ion sulfat yang dapat mencemari lingkungan perairan
jika kadarnya melebihi ambang batas.
2. Pengukuran sulfat dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan prinsip
turbiditas (kekeruhan).
3. Konsentrasi sulfat dalam sampel air limbah laundry yang diambil adalah 213,34 ppm.
4. Konsentrasi sulfat dalam sampel ini masih berada di bawah ambang batas untuk
kualitas air minum, yaitu 250 ppm dan untuk kualitas air bersih, yaitu 400 ppm.
5.2. Saran
Penelitian ini sebaiknya terus dikembangkan, misalnya dengan melakukan
penelitian lanjutan untuk menguji kandungan sulfat dalam air limbah cucian yang
menggunakan detergen dari berbagai jenis. Selain itu, dapat pula dilakukan analisis
untuk mengetahui kandungan parameter lainnya dalam air limbah cucian sehingga
dapat disimpulkan apakah limbah tersebut turut berpartisipasi dalam pencemaran
lingkungan atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Adinata, H. 2012. Penentuan Kandungan Fosfat, Sulfat dan Sulfida Air Sungai Siak dan Sungai
Kampar dari Hasil Penyaringan Konvensional yang Dimodifikasi untuk Mendapatkan Air
Baku Air Minum. FMIPA-UR, Pekanbaru.
Aprianti, M. 2008. Analisis Kandungan Boron, Seng, Mangan dan Sulfat dalam Air Sungai
Mesjid sebagai Air Baku PDAM Dumai. FMIPA-UR, Pekanbaru.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta.
Riskanita, S. 2012. Analisis Kandungan Seng, Sulfat dan Sulfida dalam Air Lindi TPA Muara
Fajar Pekanbaru. FMIPA-UR, Pekanbaru.
http://imasassy.blogspot.com/2013/06/analisis-kandungan-sulfat-dalam-sampel.html
PENENTUAN KADAR SO42- SECARA TURBIDIMETRI DENGAN ALAT SPEKTRONIK – 20
JUDUL: PENENTUAN KADAR SO42- SECARA TURBIDIMETRI DENGAN ALAT SPEKTRONIK – 20
TUJUAN:a. Menetukan SO4
2- berdasarkan proses penghamburan cahaya oleh partikel yang turbid (keruh) dalam suatu larutan.
b. Dapat membuat grafik hubungan antara Turbidansi (S) terhadap konsentrasi ion sulfat (ppm).
c. Dapat menuliskan reaksi yang terjadi dalam percobaan.d. Dpat menghitung nilai turbidansi dan menentukan konsentrasi sampel berdasarkan
grafik.e. Dapat mengetahui prinsip kerja spektronik-20.
TINJAUAN TEORITIS
TURBIDIMETRI
Turbidimetri itu metoda pengukuran konsentrasi partikulat dalam suatu
suspensi yang didasarkan pada hamburan elastis cahaya oleh partikel. Turbidimetri
atau analisa turbidimetri, sedikit berbeda prinsipnya dengan
adsorbansi (spektrofotometri). Turbidimeter mengukur sinar yang dibelokkan sedangk
an spektrofotometri mengukur sinar yang diteruskan. Namun ada pula Turbidimeter
yang mengukur sinar yang diteruskan. Untuk turbidimeter yang pertama satuannya
adalah NTU sedangkan yang kedua adalah FAU. Inilah mengapa alat spektrofotometer
portabel keluaran misalnya Hach tidak bisa memberikan turbidity dalam NTU.
Syarat utama penerapan turbidimetri adalah: terjadinya reaksi sempurna
antara zat yg akan dianalisa dan pereaksinya dan kelarutan zat yang
terbentuk sangat kecil. Analisa turbidimetri yang terkenal antara lain penentuan SO4
terlarut dalam air dengan penambahan BaCl2 dengan pembentukan
BaSO4. Turbidimeter merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan
sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas
cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-
kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam
tiga golongan yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan
terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman
dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium yang keruh. instrumen
pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini
intensitas diukur secara langsung. Sedang pada nefelometer, intensitas cahaya diukur
deagan den-an larutan standar. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang
diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi
turbiditas tergantung. juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio Tyndall
sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap
pangkat empat panjang gelombangnya.
Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter dan
nefelometer. Untuk turhidimeter, absorbsi akibat partikel yang tersuspensi diukur
sedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh suspensilah yang diukur.
Meskipun prcsisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis,
sedangkan akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap
instrumen spektroskopi absorbsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedangkan
nefelometer kurang sering digunakan pada analisis anorganik. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi, absorbsi bervariasi secara Tinier terhadap konsentrasi, sedangkan pada
konsentrasi lebih rendah untuk sistem koloid Te dan SnCl2, tembaga ferosianida dan
sulfida-sulfida logam berat tidak demikian halnya. Kelarutan zat tersuspensi seharusnya
kecil. Suatu gelatin pelindung koloid biasanya digunakan untuk membentuk suatu
dispersi koloid yang seragam dan stabil.
Ø Kalium sulfat
Potasium sulfat (K2SO4) (juga dikenal sebagai garam abu sulfur) merupakan
garam yang terdiri dari kristal putih yang dapat larut dalam air. Tak mudah
terbakar. Bahan kimia ini biasanya digunakan dalam pupuk,
menyediakanpotasium dan sulfur. Potasium sulfat juga merupakan biproduk pada
produksiasam sendawa.
Potasium sulfat, K2SO4, ialah garam yang awalnya dikenal pada abad ke-14, dan
dipelajari oleh Glauber, Boyle dan Tachenius, disebut di abad ke-17 sebagai arcanuni
atau sal duplicatum, dianggap sebagai kombinasi garam asam dengan garam alkalin.
Dihasilkan sebagai biproduk dalam banyak reaksi kimia, dan kemudian
digunakan untuk disuling dari kainit, salah satu mineral Stassfurt, namun proses itu
telah ditinggalkan karena garam dapat dibuat cukup murah dari klorida dengan
membusukkannya dengan asam belerang dan calcining residunya. Untuk memurnikan
produk mentahnya maka dilarutkan dalam air panas dan larutan yang disaring dan bisa
didinginkan, saat bagian terbesar garam yang dilarutkan itu menghablur dengan
promptitule yang khas.
Kristal yang amat bagus memiliki bentuk piramida sisi 6 ganda, namun
sesungguhnya termasuk sistem rhombik. Kristal-kristal itu transparan, amat keras dan
sama sekali permanen di udara. Memiliki ras pahit, asin. Garamnya dapat larut dalam
air, namun tak dapat larut dalam garam abu tajam dari sp. gr. 1,35, dan dalam alkohol
sebenarnya. Melebur pada suhu 1078 °C. Garanm mentah itu biasa digunakan dalam
pengolahan kaca.
Sulfat asam atau bisulfat, KHSO4, siap diproduksi dengan memfusikan 13
bagian garam mormal berbubuk dengan 8 bagian asam belerang. Membentuk piramida
rhombik, yang melebur pada 197. Melebur pada 3 bagian air 0°C. Kelarutannya
menunjukkan reaksi banyak seolah 2 kongenernya, K2SO4 and H2SO4, hadir
berdampingan satu sama lain yang tak tergabung. Kelebihan alkohol, nyatanya, endapan
sulfat normal (dengan sedikit bisulfat) dan asam bebas tetap dalam larutan.
Kemiripannya ialah garam kering yang bergabung pada tekanan merah pudar;
berlaku pada silikat, titanat, dsb., seolah merupakan asam belerang yang ditingkatkan
melebihi titik didih alaminya. Itulah sebabnya penerapannya yang sering dalam analisis
ialah sebagai alat penghancur. Untuk garam dari asam belerang lainnya, lihat sulfur.
ALAT
No
Nama alat Ukuran Jumlah
1234
Spectronis-20Kuvet dan raknyapH meterLabu ukur
---50 ml
1 set1 set1 set5 buah
BAHAN
No Nama bahan Konsentrasi Volume
123
K2SO4
HClBaCl2.2H2O
500 ppm2M-
SecukupnyaSecukupnya200 mg
Ø PROSEDUR KERJAA. Membuat kurva standar1. Sejumlah larutan K2SO4 induk ditambah HCl 2M secukupnya sehingga pH= 12. Buat sejumlah larutan standar pada labu takar 50 ml sehingga setelah diencerkan
dengan air sampai tanda batas konsntrasinya 5-80 ppm.3. Ke dalam labu ukur ditambahkan 200 mg BaCl2.2H2O padat.4. Encerkan dengan air sampai tanda batas.5. Kocok selama 1 menit atau sampai BaCl2 larut dan terbentuk endapan BaSO4
6. Pindahkan kedalam kuvet biarkan selama 5 menit7. Ukur turbidans I pada 480 nm.8. Buat kurva standar antara turbidans (S) terhadap konsentrasi ©
B. Menentukan larutan sampel1. Dari larutan sampel dipipet 10 ml pada labu takar 50 ml setelah larutan tersebut
diasakan dengan HCl sehingga pH=12. Tambah 200 mg BaCl2 padat.3. Encerkan sampai tanda bata dengan air4. Kocok sampai BaCl2 larut dan terbentuk endapan BaSO4.5. Ukur turbidans I pada 480 nm.6. Tentukan konsentrasinya berdasrkan kurva kalibrasi yang diperoleh.
Ø HASIL PERCOBAANSebanyak 25 ml larutan K2SO4 ditambah dengan HCl 2M hingga pH = 1. Ke dalam 5
buah labu ukur dimasukkan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 15 ppm, 30 ppm, 60 ppm, dan 75 ppm. Pada tiap labu ukur ditambahkan BaCl2 . 2H2O padatan bewarna putih sebanyak 0,2 gram, kemudian di encerkan dengan aquades hingga tanda batas membentuk larutan keruh. Larutan di kocok selama 1 menit kemudian dipindahkan ke kuvet dan di ukur turbidans pada lamda ( ) = 480 nm.
K2SO4(ppm) Turbidans (S)
15 0,058
30 0,042
50 0,255
60 0,363
80 0,519
· Pada sampel (air keran ) 10 ml ditambahkan HCl 2M hingga pH= 1 menghasilkan larutan bening .
· Ditambahkan 0,2 gram BaCl2 dan diencerkan dengan aquades hingga tanda batas.· Diukur turbidans pada lamda ( ) = 480 nm.
Turbidans sampel = 0,027
Ø REAKSI-REAKSIK2SO4 + 2 HCl 2KCl + H2SO4
H2SO4 + BaCl BaSO4 + 2HCl Putih
Ø PEMBAHASANPengenceran larutan induk K2SO4 500 ppm
- Untuk 15 ppmDiketahui : M1 (M K2SO4) = 500 ppmM2 (M larutan standar) = 15 ppmV2 (V larutan standar) = 50 mlDitanya : V1 = ......?Jawab : M1.V1 = M2V2
V1 = = = 1,5 ml
- Untuk 30 ppmDik : M1 = 500 ppmM2 = 30 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?
Jb : V1 = = = 3 ml
- Untuk 50 ppmDik : M1 = 500 ppmM2 = 50 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?
Jb : V1 = = = 5 ml
- Untuk 60 ppmDik : M1 = 500 ppmM2 = 60 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?
Jb : V1 = = = 6 ml
- Untuk 80 ppmDik : M1 = 500 ppmM2 = 80 ppmV2 = 50 mLDit : V1 = ….?
Jb : V1 = = = 8 ml
Ø Menentukan Konsentrasi sampel
K2SO4(ppm) Turbidans (S)
15 0,058
30 0,042
50 0,255
60 0,363
80 0,519
Dari data diatas dengan memplot konsentrasi K2SO4 (ppm) sebagai sumbu x dan turbidans (S) sebagai sumbu y, maka diperoleh grafik :
Y = ax + bDimana y = turbidan sanpelx = konsentrasi sampel
Y = 0,007x - 0,1170,027 = 0,007x - 0,1170,144 = 0,007x
x = = 20,57 ppmSampel = 20,57 ppmSampel dalam molaritas
M = = -3
= 2,14 x 10-4 M
Ø KESIMPULAN1. Kadar SO42- dalam suatu larutan sampel adalah 20,57 ppm atau 2,14 x 10-4 M2. Fungsi dari penambahan padatan BaCl2. 2H2O adalah untuk mengendapkan SO4
2-
menjadi BaSO4.
3. Persamaan regresi linier yang digunakan diperoleh dari grafik adalah :y = 0,007x - 0,117R2 = 0,942
4. Dari hasil percobaan yang dilakukan, semakin tinggi konsentrai larutan K2SO4 yang ditambahkan, maka nilai turbiditans semakain tinggi sehingga bentuk kurva linier.
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S.M. 2003. Konsep – Konsep Dasar Analitik. UI- Press : Jakarta.Tim Dosen. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analitik III. Medan: FMIPA UNIMED.www. Wikipedia.Org/ Turbidimetri.Diposkan oleh Don F Limbong di 0http://donflimbong.blogspot.com/2011/03/penentuan-kadar-so42-secara.html