analisis hubungan proporsi pengeluaran dan ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdff. tri...

92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Oleh : AGNES YUDANINGRUM W H 0307029 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: others

Post on 21-Mar-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN

KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Oleh :

AGNES YUDANINGRUM W

H 0307029

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN

KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

yang dipersiapkan dan disusun oleh

Agnes Yudaningrum Widyareni H 0307029

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 4 Juli 2011

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Surakarta, Juli 2011

Mengetahui, Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.

NIP. 19560225 198601 1 001

Ketua

Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. NIP. 19590709 198303 2 001

Anggota II

Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P. NIP. 19780708 200312 2 002

Anggota I

Umi Barokah, S.P., M.P. NIP. 19730129 200604 2 001

Page 3: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PANGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kehidupan, kesempatan, kekuatan, berkat, kasih, dan anugerah-Nya, sehingga

Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Proporsi

Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Rumah Tangga Petani di

Kabupaten Kulon Progo” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi

persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari

semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial

Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan selaku Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan

bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi Penulis.

3. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P., selaku Pembimbing Pendamping dan

Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan

dalam penulisan skripsi ini dan selalu memberikan pengarahan, nasehat dan

petunjuk kepada Penulis selama proses belajar di Fakultas Petanian.

4. Ibu Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P., selaku Dosen Penguji, terima kasih atas

saran, nasehat dan arahannya.

5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P., selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Mbak Ira, Bapak Syamsuri dan Bapak Mandimin yang dengan sabar

membantu menyelesaikan segala urusan administrasi berkenaan dengan studi

dan skripsi Penulis.

Page 4: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan bantuan.

9. Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo beserta Staf,

terima kasih telah memberikan ijin untuk penelitian.

10. Kepala Kantor BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

11. Kepala Kantor BPS Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

12. Kepala Kantor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo

beserta Staf.

13. Kepala Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan

Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

14. Kepala Kantor Kecamatan Nanggulan, Kepala Badan Penyuluhan Pertanian

Kecamatan Nanggulan, Kepala Desa Donomulyo, Kepala Desa Wijimulyo

dan Kepala Desa Kembang serta masyarakat yang telah membantu Penulis

dalam penelitiannya.

15. Kedua orang tua sekaligus teladanku, Bapak Drs. Y. Budihartono dan Ibu

F. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan,

perhatian, nasehat, semangat dan doa yang tiada pernah putus yang telah

diberikan selama ini, ijinkan aku membanggakan kalian.

16. Kakakku tercinta, Gracia Andhika, S.T., terima kasih atas segala cinta, kasih,

dukungan, semangat, semua saran dan doanya.

17. Teman terkasihku, Arri Dwi Prasetyo, A. Md., terima kasih atas hubungan ini,

atas kasih, doa, dukungan, perhatian, pengertian, semangat, motivasi dan

kesabaran yang luar biasa disela kesibukan dan kelelahanmu.

18. Keluarga besarku, terima kasih atas bantuan, dukungan serta doa restunya.

19. My sista Nian Tunjung, Eni Lukluyati, Serafina SN, Elisabet EO, Annisa P,

Dian Indraswari, Fahmi Iqlima, Dini Kurnia dan Widy Retno, jika senyum

adalah ibadah maka sahabat sejati adalah anugerah. Terima kasih atas

persahabatan yang sangat berharga, doa yang sangat bermakna, semangat yang

tak ternilai serta genggaman tangan dan senyum kalian yang menguatkan dan

selalu memberi motivasi.

20. Teman-temanku, Dina Nur, Alya, Rochmad, Diki, Sendi, Pepi, Reni, Echa,

Desi, Linda, Devi, Sukma, Monika dan seluruh member HIBITU yang sudah

Page 5: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

kuanggap sebagai “keluarga” selama Penulis belajar di Solo. Terima kasih atas

kebersamaan, kerjasama dan persahabatan yang indah, aku sangat mengasihi

kalian.

21. Kakak-kakak tingkatku, Mbak Roro, Mbak Vika, Mbak Melinda, Mbak Sita,

Mbak Amel terimakasih sudah menjadi teman berbagi cerita dan memberi

banyak informasi.

22. Teman SMAku, Lusia Elly, terima kasih atas semangat dan bantuannya

selama penelitian, semoga aku bisa segera menyusul jejak kariermu.

23. My twin, Wahyu Puji Astuti, terima kasih atas doa, kebersamaan, semangat,

keceriaan, masukan dan perhatiannya (pasti sangat merindukanmu) serta

seluruh penghuni kos Az-zahra, Nia, Charuli, Irfana, Oki, Vita, Maya dan

Mega terima kasih atas doa, semangat, kebersamaan dan persaudaraannya

(lanjutkan perjuangan kalian). Alumnus kos Az-zahra Mbak Desyanti Kartika

Asri, terima kasih atas dukungan, doa dan semangatnya.

24. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai

acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

Page 6: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi

RINGKASAN ...................................................................................................... xii

SUMMARY ........................................................................................................ xiii

I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7 D. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 7

II. LANDASAN TEORI..................................................................................... 8 A. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 8 B. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10

1. Konsumsi Pangan ................................................................................. 10 2. Pengeluaran untuk Konsumsi .............................................................. 10 3. Ketahanan Pangan ................................................................................ 14

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ....................................................... 15 D. Pembatasan Masalah ................................................................................. 18 E. Asumsi ...................................................................................................... 18 F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ........................................ 18

III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 21 A. Metode Dasar Penelitian ........................................................................... 21 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ................................................... 21 C. Metode Pengambilan Sampel.................................................................... 23 D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 25

1. Jenis Data .............................................................................................. 25 2. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 26

E. Metode Analisis Data ................................................................................ 26 1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga ....................................... 27 2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total

Rumah Tangga...................................................................................... 27 3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani............................................. 28 4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan

Konsumsi Energi .................................................................................. 31

Page 7: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

5. Ketahanan Pangan ................................................................................ 32

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .......................................... 33 A. Keadaan Alam ........................................................................................... 33

1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ........................................ 33 2. Topografi Daerah.................................................................................. 33 3. Jenis Tanah ........................................................................................... 34 4. Keadaan Iklim ...................................................................................... 35

B. Keadaan Penduduk .................................................................................... 35 1. Perkembangan Penduduk ..................................................................... 35 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin .......................... 36 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ................................................ 38 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ..................................... 40

C. Keadaan Pertanian ..................................................................................... 41 1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan .................................................. 41 2. Produksi Tanaman Bahan Makanan ..................................................... 42

D. Keadaan Perekonomian ............................................................................. 43 E. Kondisi Ketahanan Pangan ....................................................................... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 47 A. .Karakteristik Rumah Tangga Responden .................................................. 47 B. Pendapatan Rumah Tangga Responden .................................................... 50 C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ................................................... 53 D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total

Rumah Tangga ......................................................................................... 64 E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga .......................................... 65 F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi ......... 72 G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ........................................................... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 78 A. Kesimpulan ............................................................................................... 78 B. Saran .......................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009......................................................... 3

2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009...................................................................................... 22

3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009........................................................................................ 23

4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009............ 24 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-masing

Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo....... 24 6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka

Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Menurut WNPKG 2004........................................... 30

7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga.................................................................................... 32

8. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005-2009........................................................................................ 35

9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..................................... 37

10. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009.......................................................... 39

11. Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..... 40

12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009................................................................... 41

13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009.... 43

14. Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009........................................................................................ 44

15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009........................................................ 44

16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009................................. 45

17. Keadaan Produksi Beras dan Produksi Setara Beras di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..................................... 46

18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo............................................................................ 47

19. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Page 9: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Kulon Progo............................................................................ 49 20. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... 50 21. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... 54 22. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... 59 23. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Kulon Progo............................................................................ 62 24. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah

Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo...................... 63 25. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Kulon Progo......................................................... 64 26. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat

Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......................................................... 66

27. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo..................................................... 68

28. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......... 69

29. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo....................................................................................... 71

30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......................................................... 74

Page 10: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah.......................... 17

Page 11: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Identitas Responden.............................................................. 83 2. Pendapatan Rumah Tangga Responden................................ 84 3. Pengeluaran Pangan............................................................... 86 4. Pengeluaran Non Pangan....................................................... 87 5. Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran

Total....................................................................................... 88 6. AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga dan TKG Rumah

Tangga Responden................................................................ 89 7. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Suami................................. 90 8. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Istri..................................... 91 9. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Laki-laki................... 92 10. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Perempuan................ 93 11. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain

Laki-laki................................................................................ 94 12. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain

Perempuan............................................................................. 95 13. Konsumsi Nasi dan Beras...................................................... 96 14. Ketahanan Pangan................................................................. 97 15. Sebaran Kategori Ketahanan Pangan.................................... 98 16. Hubungan Konsumsi Energi dengan Proporsi Pengeluaran

Pangan................................................................................... 99 17. Kuisioner............................................................................... 100 18. Peta Kabupaten Kulon Progo................................................ 101 19. Foto Penelitian....................................................................... 102 20. Surat Ijin Penelitian............................................................... 103

Page 12: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

RINGKASAN

Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. dan Umi Barokah, S.P., M.P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi rumah tangga petani dan kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo. Metode pengambilan daerah penelitian secara purposive sampling yaitu di Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, pencatatan dan recall method. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan ketahanan pangan rumah tangga petani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp 746.847,22 dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp 846.666,67. Pengeluaran rumah tangga petani sebesar Rp 1.289.601,91 dan besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 60,00%, artinya pengeluaran pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17% dan termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 94,41% dan termasuk dalam kategori sedang. Proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif, yaitu -0,426 menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan, artinya jika proporsi pengeluaran pangan tinggi, maka konsumsi energi rendah. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo terdiri atas kategori rentan pangan sebesar 43,33%, tahan pangan 30,00%, rawan pangan 16,67% dan kurang pangan 10,00%.

Page 13: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

SUMMARY

Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analysis the Relation

between Proportion of Expenditure and Food Consumption with Food Security of Farmer Household in Kulon Progo Regency. Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret Surakarta. The supervisors are Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. and Umi Barokah, S.P., M.P.

The aims of this research are to discern the earnings and expenditure quantity of farmer household house necessity, the proportion of food expenditure to the total of farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security in Kulon Progo by indicating the proportion of food expenditure and the level of energy consumption.

The basic method in this research is descriptive analysis. This research is taken place in Kulon Progo Regency. The method of choosing the area is done by purposive sampling i.e. in Donomulyo Village, Wijimulyo Village and Kembang Village Nanggulan Subdistrict. The data are primary and secondary one. Collecting data is done by using observation, interview, noting, and recall methods. The analysis of data involves the earnings and expenditure of farmer household, proportion of food expenditure to the total expenditure farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security.

The result of this research shows that the average of farmer household earnings quantity in Kulon Progo Regency is Rp 1.593.513,89, which consists of earnings from the work as farmers Rp 746.847,22 and earnings outside the work as farmers Rp 846.666,67. The expenditure of farmer household is Rp 1.289.601,91 and this amount is measured by proportion of food expenditure to the total expenditure is 60,00%, it means that the food consumption still takes a big part of total expenditure farmer household in Kulon Progo Regency. The average of Energy Consumption Level Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17%, it is concluded as mid level. He average of Protein Consumption Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 94,41%, it is in a mid level. Proportion of food expenditure with energy consumption has significant relation. The number of correlation co-efficience is negative, i.e. -0,426 shows that the relation beween proportion of food expenditure with energy consumption is contradictory, meaning if proportion of food expenditure is high, energy consumption will be low. Condition of food security of the farmer household in Kulon Progo consists of vulnerable food category is 43,33%, food security 30,00%, food insecurity 16,67% and less food 10,00%.

Page 14: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan

untuk rumah tangga. Sektor pertanian terdiri dari lima subsektor pertanian.

Kelima subsektor tersebut antara lain subsektor tanaman bahan makanan,

subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan

subsektor perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan

subsektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor

pertanian, karena subsektor tanaman bahan makanan merupakan penyedia

pangan dan kebutuhan masyarakat. Subsektor tanaman bahan makanan terdiri

dari komoditi padi, palawija, sayuran dan buah-buahan.

Pangan merupakan sumber energi dan protein yang berguna

meningkatkan kualitas manusia. Pangan juga merupakan kebutuhan pokok

dan komoditi strategis dalam kehidupan manusia untuk menjaga

kelangsungan hidupnya secara sehat dan produktif. Namun dalam

kenyataannya, tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan pangannya

karena beberapa alasan sehingga mengalami kelaparan dan menghadapi

kondisi rawan pangan, tetapi beberapa orang berlebihan dalam konsumsi

pangannya (Marwanti, 2000).

Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah

dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman

dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari

sepanjang waktu. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan masyarakat

dalam rangka revitalisasi pertanian diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan nasional dalam penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan bagi

seluruh penduduk secara berkelanjutan dengan jumlah yang cukup, mutu

yang layak, aman dan juga halal. Peningkatan ketahanan pangan merupakan

prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan

yang paling dasar bagi manusia sehingga pangan sangat berperan dalam

pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian ketahanan pangan

Page 15: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

mencakup tingkat rumah tangga dan tingkat nasional

(Anonimous dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta yang menurut Rahman (2003), pada tahun

1999, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari lima

provinsi di Indonesia yang mempunyai rumah tangga rawan pangan tertinggi.

Kondisi rawan pangan bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya akibat

bencana alam, banjir, kekeringan, gempa bumi, adanya sumbatan distribusi,

serangan hama penyakit dan gagal produksi. Padi merupakan tanaman

penghasil beras yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia.

Meskipun padi dapat digantikan oleh tanaman pangan lainnya, namun padi

memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat yang biasa makan nasi dan tidak

dapat dengan mudah digantikan oleh bahan pangan yang lain seperti jagung

dan umbi-umbian. Petani padi selain berperan sebagai produsen, juga

berperan sebagai konsumen. Terkait dengan ketahanan pangan, bagaimana

ketahanan pangan rumah tangga produsen bahan pangan pokok. Ketahanan

pangan tidak hanya persediaan dan konsumsi pangan, tetapi juga mencakup

distribusi dan daya jangkau masyarakat untuk memperolehnya. Selain itu,

keamanan dan kualitas juga merupakan bagian dari ketahanan pangan.

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu penghasil padi di Daerah

Istimewa Yogyakarta. Produksi padi sendiri terkait dengan masalah

ketersediaan beras sebagai makanan pokok. Luas panen, produksi dan rata-

rata produksi padi sawah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat

dilihat pada Tabel 1.

Page 16: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009

Kabupaten Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)

Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

19.023 28.258 14.133 44.037

160

122.729,00 182.843,00 87.694,05

268.075,00 1.028,05

64,52 64,70 62,05 60,87 63,46

Provinsi DIY 2009 105.611 662.369,10 62,72

Sumber : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2010

Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam angka tahun 2010, memiliki produksi padi sebesar

122.729,00 ton dan menjadi urutan ketiga setelah Kabupaten Sleman dan

Kabupaten Bantul. Dibandingkan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten

Bantul yang terdapat tiga kali musim tanam padi, di Kabupaten Kulon Progo

hanya terdapat dua kali musim tanam padi. Bupati Kulon Progo

mengeluarkan peraturan tentang tata tanam tahunan untuk mengatur pola

tanam di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi-padi-palawija. Pemerintah

menerapkan pola tanam ini dengan tujuan untuk memotong siklus hidup

hama, mengatur ketersediaan air dan menjaga kesuburan tanah. Secara tidak

langsung, kondisi ini akan mempengaruhi ketersediaan pangan, konsumsi dan

pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

Beras merupakan bahan pangan pokok dan sumber utama gizi (kalori

dan protein) bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Posisi beras dalam

pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga masih menonjol, terutama pada

keluarga yang berpendapatan rendah. Keluarga yang berpendapatan rendah

umumnya akan memanfaatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya, yaitu pangan (Marwanti, 2002).

Konsumsi merupakan salah satu indikator tercapainya ketahanan

pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004

menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-

masing adalah 2.000 kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari. Konsumsi

Page 17: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

energi di Kabupaten Kulon Progo sebesar 1992,2 kkal/kapita/hari. Konsumsi

energi tersebut masih dibawah angka kecukupan energi yang dianjurkan

sebesar 2.000 kkal/kapita/hari. Konsumsi protein di Kabupaten Kulon Progo

sebesar 65,5 gram/kapita/hari, angka ini telah memenuhi syarat kecukupan

protein yang ditetapkan oleh WKNPG (Kantor Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2010).

Ketahanan pangan yang tinggi salah satunya tercermin oleh

ketersediaan energi dan protein di atas angka kecukupan gizi. Tingginya

ketersediaan pangan tingkat nasional belum menjamin ketersediaan pangan

tingkat rumah tangga. Banyaknya kasus gizi buruk yang bermunculan

merupakan salah satu bukti adanya kesenjangan antara akses pangan dan

ketersediaan pangan. Hal tersebut terkait dengan faktor-faktor yang

menentukan tingkat konsumsi dan ragam jenis pangan yang dikonsumsi suatu

rumah tangga, antara lain kurangnya daya beli, ketidaktahuan pengelolaan

pangan dan gizi sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang gizi maupun

memang terbatas dalam aksesnya terhadap pangan karena penghasilan yang

tidak memadai untuk membeli bahan pangan yang mengandung cukup gizi.

Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

pola konsumsi rumah tangga. Pendapatan yang semakin tinggi menunjukkan

daya beli yang semakin meningkat, dan semakin meningkat pula aksesibilitas

terhadap pangan yang berkualitas lebih baik. Faktor lain yang sangat penting

adalah ketersediaan dan distribusi yang baik dari berbagai jenis bahan

pangan, dan pengetahuan yang baik tentang masalah gizi dan kesehatan.

Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan pola konsumsi adalah

kebiasaan (sosio budaya) dan selera. Kesemua faktor tersebut sangat

menentukan kualitas pangan yang dikonsumsi rumah tangga, yang pada

akhirnya akan menentukan kualitas gizi dan kesehatan anggota rumah tangga

tersebut (Ariningsih, 2009).

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Kemampuan daya

beli masyarakat yang menurun akan mempengaruhi pola konsumsi rumah

Page 18: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

tangga di Kabupaten Kulon Progo. Menurut data Indikator Kesejahteraan

Rakyat Kabupaten Kulon Progo, selama lima tahun terakhir persentase

pengeluaran untuk makanan selalu lebih besar daripada persentase

pengeluaran bukan makanan. Pada tahun 2009, perbandingan pengeluaran

makanan dan bukan makanan adalah 53,80% berbanding 46,20%. Keadaan

ini tidak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya bahwa proporsi

pengeluaran makanan masih di atas 50% bila dibandingkan dengan

pengeluaran bukan makanan. Konsumsi pangan di Kabupaten Kulon Progo

masih didominasi oleh besarnya konsumsi padi-padian terutama beras.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kulon Progo

masih mempunyai pendapatan yang rendah, sebagian besar pendapatan yang

diterima oleh masyarakat masih banyak digunakan untuk mencukupi

kebutuhan makanan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo.

B. Rumusan Masalah

Ketahanan pangan dibedakan dalam empat tingkatan, yaitu

ketahanan pangan nasional, regional, ketahanan pangan rumah tangga atau

keluarga, serta ketahanan pangan individu. Meskipun secara nasional

mempunyai ketahanan pangan yang baik, namun hal tersebut tidak menjamin

ketahanan pangan tingkat regional, bahkan rumah tangga atau individu. Hal

ini terjadi karena rumah tangga memiliki ketersediaan dan akses pangan yang

berbeda-beda. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan

kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan secara cukup untuk

memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya.

Peningkatan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga bukan perkara

yang mudah. Masalah gizi tidak terlepas dari masalah pangan karena masalah

gizi timbul dari akibat kelebihan atau kekurangan kandungan zat gizi dalam

makanan. Sulitnya menanggulangi masalah pangan mengakibatkan kasus

rawan pangan dalam bentuk kekurangan energi dan protein bahkan menjadi

Page 19: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

salah satu masalah utama peningkatan kualitas sumber daya manusia dari

aspek gizi.

Luas lahan sawah di Kulon Progo sebesar 10.878,512 ha atau 18,56%

dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.627,512 ha. Dari hasil Sensus

Pertanian 2003, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas masih berusaha

pada sektor pertanian, karena dari 103.450 rumah tangga, 80.685 atau 77,99%

merupakan rumah tangga pertanian dan sebanyak 45.239 atau 56,07% rumah

tangga pertanian mengusahakan tanaman padi. Kabupaten Kulon Progo

merupakan kabupaten yang masih menerapkan sistem panen tebasan pada

usahataninya terutama usahatani padi. Sistem tebasan ini memungkinkan

hasil produksi padi di Kabupaten Kulon Progo dikirim ke luar wilayah Kulon

Progo. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan pangan dan pendapatan

petani di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan

mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Kulon Progo.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Berapa besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo?

2. Berapa besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total

rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?

3. Bagaimana konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo?

4. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan

konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?

5. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah petani di Kabupaten Kulon

Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat

konsumsi energi?

Page 20: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini,

yaitu :

1. Mengetahui pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo.

2. Mengetahui proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total

rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

3. Mengetahui konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo.

4. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan

konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

5. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten

Kulon Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan

tingkat konsumsi energi.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penilitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

informasi, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam

menyusun suatu kebijakan yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan

pangan.

2. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau

penelitian-penelitian sejenis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan

pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Page 21: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Marwanti (2002), dalam penelitiannya yang berjudul Pola

Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan dan Gizi Penduduk Indonesia (Analisis

Data Susenas 1999) bahwa pengeluaran untuk konsumsi pangan dan gizi

penduduk Indonesia lebih besar dari pengeluaran konsumsi bukan pangan.

Pada tingkat pengeluaran rendah, peningkatan pengeluaran masih

meningkatkan konsumsi beras dengan proporsi yang semakin menurun, tetapi

pada tingkat pengeluaran tinggi terjadi penurunan konsumsi beras dengan

proporsi yang semakin meningkat. Pola konsumsi beras ini memberi petunjuk

bahwa diversifikasi konsumsi pangan pokok sumber gizi lebih diarahkan

kepada golongan penduduk berpendapatan menengah dan tinggi. Bagi

penduduk berpendapatan rendah, beras masih menjadi prioritas sumber gizi.

Djiwandi (2002) dalam penelitiannya tentang Sumber Pendapatan dan

Proporsi Pengeluaran Keluarga Petani untuk Konsumsi, Tabungan dan

Investasi Studi Kasus Petani di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten,

menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga petani menghabiskan 59,89%

atau hampir 60% dari pendapatannya. Untuk tabungan rata-rata keluarga

petani mengalokasikan 23,97 atau hampir 24% dari pendapatan dan 16,14%

untuk diinvestasikan.

Penelitian Rachman dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di

Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, menyatakan

bahwa apabila hanya memperhatikan indikator pangsa pengeluaran pangan

sebagai proksi indikator ekonomi, maka rumah tangga berpendapatan rendah

adalah rumah tangga yang termasuk kategori rentan pangan dan rawan

pangan. Proporsi rumah tangga kedua kategori tersebut di desa mencapai

89%, sedangkan di kota sebesar 61%. Hal ini membuktikan bahwa aspek

pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor

penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Secara agregat,

rumah tangga yang tergolong tahan pangan di Indonesia pada tahun 1999

Page 22: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

hanya 12,2%. Sebaliknya rumah tangga yang rawan pangan mencapai lebih

dari 30%. Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan

tertinggi (43,33-33,26%) berturut-turut adalah Jawa Timur, NTT, Jawa

Tengah, Jambi dan DI. Yogyakarta.

Suhartini dkk (2005) dalam penelitiannya tentang Pola Pendapatan dan

Pengeluaran Rumah Tangga Kaitannya dengan Ketahanan Pangan Rumah

Tangga (Kasus di Desa Sambelia, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok

Timur), menunjukkan bahwa secara umum sektor pertanian masih tetap

merupakan sumber pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah

tangga di Desa Sambelia dari berbagai aktivitas usaha di bidang on farm, off

farm dan non farm. Sumber pendapatan utama petani kaya diperoleh dari

usaha on farm. Sebaliknya petani dengan lahan garapan sempit dan rumah

tangga yang tidak mempunyai lahan, usaha off farm dan non farm memegang

peranan penting sebagai sumber pendapatan. Pendapatan rumah tangga yang

diperoleh dari ketiga bidang tersebut, prioritas pertama adalah pengeluaran

untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan pangsa pengeluaran

pangan mencapai diatas 50 persen. Dari pangsa pengeluaran pangan tersebut

diketahui bahwa ketahanan pangan rumah tangga di Desa Sambelia relatif

rendah.

Nuryani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan

Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan

Rumah Tangga Petani di Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan bahwa proporsi

pengeluaran untuk pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo lebih

besar dibanding bukan pangan yaitu sebesar 57,13% konsumsi energi dan

protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo mempunyai tingkat

kecukupan gizi sebesar 137,95% untuk energi dan 182,71% untuk protein.

Semakin rendah proporsi pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin

tinggi kecukupan konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di

Kabupaten Sukoharjo. Ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten

Sukoharjo sebagian besar termasuk tahan pangan.

Page 23: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam

mengenai besarnya proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan rumah

tangga petani di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu

kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada penelitian

Rachman dkk (2003) mempunyai rumah tangga rawan pangan cukup tinggi.

Pendapatan yang rendah akan menuntut rumah tangga untuk mendahulukan

pengeluaran untuk pangan khususnya pangan pokok. Berdasarkan penelitian-

penelitian di atas, pengeluaran pangan merupakan pengeluaran terbesar dalam

rumah tangga. Analisis proporsi pengeluaran pangan dalam rumah tangga

petani penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu indikator

ketahanan pangan rumah tangga petani disamping analisis kecukupan

konsumsi energi.

B. Tinjauan Pustaka

1. Konsumsi Pangan

Menurut Suhardjo dalam Aritonang (2000), konsumsi pangan

merupakan salah satu komponen dalam sistem pangan dan gizi. Oleh

karena itu konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sangat

ditentukan oleh produksi dan distribusi pangan serta faktor lainnya.

Konsumsi pangan penting diperhatikan karena secara langsung akan

menentukan status gizi.

Konsumsi pangan berpengaruh pada status gizi seseorang. Makanan

sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang

dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak

dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi

esensial tertentu (Almatsier, 2002).

Bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan

pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Bahan pangan nabati adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari

tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan, daun, bunga, buah atau

beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan

makanan yang diolah dari bahan dasar dari tanaman. Bahan pangan

Page 24: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

hewani merupakan bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau

olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Kedua bahan pangan ini

memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan

dan pengolahan yang berbeda pula (Suharyanto, 2009).

Keragaan konsumsi pangan merupakan suatu aspek yang sangat

penting dalam sistem pangan dan gizi masyarakat. Istilah keragaan

konsumsi pangan meliputi pola konsumsi pangan baik secara kuantitatif

maupun kualitatif serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Secara

lebih rinci, yang dimaksud dengan keragaan konsumsi secara kuantitatif

meliputi jumlah pangan yang dikonsumsi serta tingkat kemampuan

penduduk untuk menjangkau pangan. Keragaan konsumsi pangan secara

kualitatif meliputi jenis dan sumber pangan, kebiasaan makan, cara

menyediakan dan memperoleh pangan guna menjamin kecukupan pangan

penduduk (Syarief, 1992).

Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang

dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.

Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan

sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang

dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi

pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan

bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma

atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat

lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008).

M. K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan

mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi

pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada

tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap

pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari

hidrat arang, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat, pola

Page 25: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi

peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan

pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan

peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000).

2. Pengeluaran untuk Konsumsi

Pengeluaran masyarakat terdiri dari pengeluaran pangan dan bukan

pangan. Pengeluaran pangan merupakan salah satu variabel yang dapat

digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan

melihat pangsanya terhadap pengeluaran total. Semakin rendah pangsa

pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik

(Ariani, 2004).

Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan,

daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,

minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya,

makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih.

Sedangkan, pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan

jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup

kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan

upacara (BPS, 2009).

Makanan merupakan kebutuhan manusia untuk tetap hidup, sehingga

sebesar apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha untuk

mendapatkan makanan yang memadai. Seseorang atau suatu rumah tangga

akan terus menambah konsumsi makanannya sejalan dengan

bertambahnya pendapatan, namun sampai batas tertentu penambahan

pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang

dikonsumsi, karena kebutuhan manusia akan makanan pada dasarnya

memiliki titik jenuh. Bila secara kuantitas kebutuhan seseorang sudah

terpenuhi, maka lazimnya ia akan mementingkan kualitas atau beralih

pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian ada

kecenderungan semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang

persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan. Oleh karena itu

Page 26: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai

tingkat kesejaheraan ekonomi penduduk, dengan asumsi bahwa penurunan

persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran

merupakan gambaran membaiknya tingkat perekonomian penduduk

(Aritonang, 2000).

Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan

pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan

penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil

atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah

tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan

lauk-pauk sekedarnya. Sedangkan petani bertanah luas, karena

pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi

pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang

kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat

transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung

atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal

tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha

sektor pertanian (Djiwandi, 2002).

Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat

menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya

kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas. Dalam

kondisi yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan

kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan dibelanjakan untuk

konsumsi makanan (Marwanti, 2002).

Menurut Badan Pusat Statistik, berdasarkan data pengeluaran

keluarga dapat diungkapkan tentang pola konsumsi keluarga dengan

menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan non

pangan. Semakin tinggi pendapatan, maka porsi pengeluaran akan

bergeser dari pengeluaran pangan ke pengeluaran non pangan. Pada

umumnya keluarga akan mengalokasikan setiap pendapatannya untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yakni berupa pangan.

Page 27: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Apabila kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan

mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan

(Rahmawati dkk, 1999).

Tingkat konsumsi pangan kaitanya dengan pendapatan dapat dibagi

menjadi 3 yaitu:

a. Initial stage dari pada tingkat konsumsi pangan. Makanan yang dibeli

semata-mata hanya untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang

dikonsumsi hanya kalori, dan biasanya hanya berupa bahan-bahan

karbohidrat saja. Dalam hal ini kualitas pangan hampir tidak

terpikirkan. Karakteristik tingkat ini, ada korelasi erat antara

pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika pendapatan naik, maka

tingkat konsumsi pangan akan naik.

b. Marginal stage daripada konsumsi pangan. Pada tingkat ini korelasi

antara tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi pangan tidak linear,

artinya kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi yang proporsional

terhadap tingkat konsumsi pangan.

c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan. Pada tingkat ini

kenaikan pendapatan tidak memberikan respon terhadap kenaikan

konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi

pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan gizi

(Handajani, 1994).

Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan

dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya

peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya

untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila

pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin

meningkat (Soekirman, 2000).

3. Ketahanan Pangan

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,

pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam

Page 28: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian

tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional

harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi-kondisi berikut :

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan

pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang

berasal dari tamanan, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang bermanfaat bagi

pertumbuhan dan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, dengan pengertian

bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta

aman menurut kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dengan pengertian

bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan setiap

saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa

pangan mdah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

(Soetrisno, 2005).

Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Bonar (2008) ketahanan pangan

rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) tingkat

kerusakan tanaman, ternak dan perikanan. (2) penurunan produksi pangan,

(3) tingkat persediaan pangan dirumah tangga, (4) proporsi pengeluaran

pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang

umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial, seperti

migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan

berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8) status

gizi.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber

pendapatan, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan

luar usahatani yaitu industri, perdagangan, jasa dan angkutan, PNS/TNI-

Page 29: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

POLRI/pensiunan/karyawan. Pendapatan rumah tangga petani akan

mempengaruhi daya beli dan pola konsumsinya. Pendapatan digunakan untuk

membayar semua pengeluaran rumah tangga. Selisih pendapatan dan

pengeluaran merupakan tabungan.

Pengeluaran dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan

pengeluaran non pangan. Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu

indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

penduduk. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar

untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang

berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga,

makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh

pengeluaran rumah tangga atau akan bergeser ke pengeluaran bukan

makanan/ditabung. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah

tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk

makanan lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk non makanan

(BPS, 2010).

Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa, jumlah dan

komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi

pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang

dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan

(DKBM). Penilaian jumlah zat gizi adalah:

Keterangan:

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j

BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j)

Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan (j) atau makanan

yang dimakan

Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari

pemenuhan kebutuhan energi dan protein. Widyakarya Nasional Pangan dan

Page 30: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein

penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan

52 gram/kapita/hari.

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari

cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga

untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan

pangan tingkat rumah tangga, digunakan klasifikasi silang dua indikator

ketahanan pangan, yaitu pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan

konsumsi energi (kkal) (Jonsson and Toole dalam Rachman dan Ariani,

2002).

Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Non Pangan

Konsumsi Energi

Konsumsi Pangan

Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total

Pangan

Konsumsi Protein

Pendapatan Rumah Tangga

Tabungan

Usahatani

Luar usahatani

Pengeluaran

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Page 31: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

D. Pembatasan Masalah

1. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang

lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan setahun yang lalu,

selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata

perbulan.

2. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga

yang berlaku saat penelitian berlangsung.

3. Konsumsi pangan yang dihitung merupakan konsumsi yang dimakan oleh

petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah.

4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein.

5. Rumah tangga petani dalam penelitian ini adalah petani padi sawah dengan

sistem pengairan irigasi teknis.

E. Asumsi

1. Penganekaragaman konsumsi pangan juga akan menyebabkan

terpenuhinya zat gizi selain energi dan protein.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Rumah tangga petani padi terdiri dari rumah tangga petani pemilik

penggarap, rumah tangga petani penyewa dan rumah tangga petani

penyakap yang menanam padi dengan tujuan hasilnya untuk dikonsumsi

sendiri maupun dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya

dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko

usaha.

2. Pendapatan rumah tangga petani padi merupakan sejumlah uang yang

didapat oleh masing-masing rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan

dalam satu bulan yang dihitung dari pendapatan dari usahatani dan luar

usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

3. Pengeluaran rata-rata sebulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan

untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan yang

dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Page 32: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

4. Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang

dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi

kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan

protein.

5. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per

orang per hari yang dinyatakan dalam kkal per orang per hari.

6. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang

dinyatakan dalam gram per orang per hari.

7. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah

konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi

(AKE) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)

yang dinyatakan dalam %.

8. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah

konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein

(AKP) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)

yang dinyatakan dalam %.

9. Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,

telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak

dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya,

makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih yang

dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).

10. Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya

pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang

tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara yang

dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).

11. Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara jumlah

pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total

pengeluaran yang dinyatakan dalam %.

12. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan merupakan banyaknya

masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan.

Dalam penelitian ini, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan

Page 33: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

umur dan jenis kelamin menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

VIII Tahun 2004.

13. Daftar komposisi bahan makanan adalah daftar yang menyajikan

komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi dari

bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah

tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996).

Ketahanan pangan dalam penelitian ini dilihat dari proporsi pengeluaran

untuk pangan dan tingkat konsumsi energi rumah tangga.

Page 34: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah suatu metode yang

memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa

sekarang, pada masalah yang aktual, dimana data yang dikumpulkan mula-

mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau

sekelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan

antara dua gejala atau lebih.

Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa

sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik).

Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian

survei adalah pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari suatu

populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan kuesioner

sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode pengambilan daerah penelitian dalam penelitian ini dilakukan

secara purposive sampling, yaitu dengan mempertimbangkan alasan yang

diketahui berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbun dan Efendi, 1995).

Pemilihan daerah penelitian adalah secara purposive sampling berdasarkan

pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan produksi

padi tertinggi di Kabupaten Kulon Progo, dengan populasi sasaran adalah

rumah tangga petani padi. Data luas panen, produksi dan rata-rata produksi

padi sawah di Kabupaten Kulon Progo di berbagai kecamatan pada tahun

2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 35: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

Kecamatan Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)

Temon Wates Panjatan Galur Lendah Sentolo Pengasih Kokap Girimulyo Nanggulan Kalibawang Samigaluh

1.998 1.362 2.114 2.288 1.244 2.026 1.079

134 720

3.573 1.419 1.057

13.049,00 8.866,00

13.612,00 14.670,00 8.013,00

13.226,00 7.084,00

782,00 4.300,00

23.292,00 9.179,00 6.656,00

65,31 65,10 64,39 64,12 64,41 65,28 65,66 58,34 58,98 65,10 64,68 62,97

Kulon Progo 2009 19.023 122.729,00 64,52

Sumber : Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2010

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kecamatan yang

mempunyai produksi padi terbesar di Kabupaten Kulon Progo adalah

Kecamatan Nanggulan dengan produksi padi sawah sebesar 23.292,00 ton.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Kecamatan Nanggulan

sebagai daerah sampel penelitian.

Penentuan desa dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu

dengan pertimbangan desa sampel merupakan desa yang memiliki produksi

padi terbesar dan berdasarkan sebaran geografisnya yang menyebar sehingga

lebih dapat mencerminkan keadaan daerah penelitian. Berikut merupakan data

luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah menurut desa di

Kecamatan Nanggulan pada tahun 2009:

Page 36: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009

Kabupaten Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)

Kembang Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo

504 497 653 543 308

1.068

3.595,76 3.470,00 4.677,58 3.248,36 1.835,76 6.464,54

71,34 69,82 71,63 59,82 59,60 60,53

Jumlah 3.573 23.292,00 65,19

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai

produksi padi sawah terbesar di Kecamatan Nanggulan adalah Desa

Donomulyo dengan produksi sebesar 6.464,54 ton diikuti Desa Wijimulyo

dan Desa Kembang masing-masing sebesar 4.677,58 ton dan 3.595,76 ton.

Dipilihnya desa dengan produksi terbesar adalah untuk mengindari kebiasan

data, misalnya karena gagal panen sehingga digunakan hasil yang paling

optimal di Kecamatan Nanggulan, karena dengan produksi padi yang tinggi

belum mencerminkan ketersediaan pangan yang cukup pada rumah tangga.

Selain itu, rata-rata produksi di Desa Donomulyo masih di bawah angka rata-

rata produksi di Kecamatan Nanggulan, sedangkan Desa Wijimulyo dan Desa

Kembang di atas angka rata-rata. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka

dipilih Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang. Pemilihan

tiga desa di Kecamatan Nanggulan juga supaya lebih dapat menggambarkan

keadaan di Kabupaten Kulon Progo.

C. Metode Pengambilan Sampel

Singarimbun dan Efendi (1995) menyatakan bahwa bila data dianalisis

dengan statistik parametik, maka jumlah sampel harus besar sehingga dapat

mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya

normal adalah sampel yang jumlahnya ≥ 30. Berdasarkan pertimbangan

tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang petani yang

mengusahakan padi baik sebagai pemilik penggarap, penyewa atau penyakap.

Page 37: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Tabel 4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009

No. Desa Jumlah Petani

(orang) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kembang Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo

980 1.170 1.062 1.053

880 1163

Jumlah 6.308

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010

Penentuan jumlah sampel petani dilakukan secara proporsional, yaitu

penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah populasinya dengan

menggunakan rumus:

Ni = N

Nk x 30

Dimana :

Ni : Jumlah petani sampel yang mengusahakan padi sawah

Nk: Jumlah petani yang mengusahakan padi sawah di tiap-tiap desa

N : Jumlah seluruh petani yang mengusahakan padi di seluruh desa

Dengan menggunakan rumus diatas, maka jumlah petani sampel dari tiap

desa terpilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-Masing Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo

No. Desa Jumlah Petani

(orang) Jumlah Sampel

(orang) 1. Donomulyo 1163 11 2. Wijimulyo 1062 10 3. Kembang 980 9 Jumlah 3.025 30

Berdasarkan Tabel 5, maka jumlah responden dari Desa Donomulyo

sebanyak 11 orang, dari Desa Wijimulyo sebanyak 10 orang dan Desa

Kembang sebanyak 9 orang sehingga jumlah seluruh sampel petani untuk

penelitian ini sebanyak 30 orang.

Pengambilan petani sampel dari desa terpilih tersebut dilakukan dengan

metode Systematic Sampling yang merupakan cara pemilihan sampel dimana

Page 38: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

anggota dari populasi dipilih satu persatu dengan memakai interval tertentu.

Pemilihan petani sampel ditentukan dengan cara sistematis. Cara sistematis

yaitu sampel yang ditarik dengan memasukkan anggota-anggota populasi

terlebih dahulu di dalam suatu daftar atau bentuk deretan lain. Sesudah

menentukan darimana dimulai, maka anggota-anggota sampel itu dipilih

dengan menggunakan interval tertentu (Sevilla et al, 1993).

Pada penelitian ini, jumlah populasi petani padi sawah di lokasi Desa

Donomulyo adalah 1163 orang dan besar sampel yang akan diambil adalah

11 orang. Interval adalah hasil bagi antara jumlah populasi dan jumlah sampel

sehingga didapatkan nilai 105. Sampel pertama dipilih adalah responden yang

memiliki nomor urut 105. Sampel berikutnya ditentukan dengan

menambahkan nilai 105 pada nomor urut sampel pertama, demikian

seterusnya hingga didapatkan sampel ke-11. Pada Desa Wijimulyo jumlah

populasi petani padi sawah adalah sebesar 1062 orang dan besar sampel yang

akan diambil adalah 10 orang dengan interval 106. Pada Desa Kembang

populasi petani sebesar 980 orang dan sampel yang akan diambil adalah 9

orang dengan interval 108 sehingga didapatkan responden di Kecamatan

Nanggulan sebanyak 30 orang.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari

responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan

instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer

meliputi data mengenai karakteristik responden, pendapatan rumah

tangga petani, pengeluaran rumah tangga petani dan banyaknya

makanan yang dikonsumsi 24 jam yang lalu.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara

mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau

Page 39: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya

Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo,

Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan

Kehutanan Kabupaten Kulon Progo dan Kantor Kecamatan Nanggulan.

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data mengenai kondisi

umum Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari keadaan alam, keadaan

penduduk, keadaan pertanian, keadaan perekonomian dan kondisi

ketahanan pangan wilayah.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung

objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.

b. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui

tanya jawab langsung kepada responden (petani) dengan bantuan daftar

pertanyaan dan catatan sebagai alat bantu.

c. Pencatatan

Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data

dari responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau

lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.

d. Recall Method (Metode Pengingatan)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat jenis

dan jumlah satuan pangan yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir

dihitung sejak saat wawancara dilakukan (Syarief, 1992).

E. Metode Analisis Data

1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang

diterima/ dihasilkan yang dalam penelitian ini, pendapatan rumah tangga

petani merupakan penjumlahan dari pendapatan usahatani (on farm) dan

luar usahatani (off farm) yang diusahakan oleh rumah tangga petani

terpilih, sehingga dapat dituliskan :

Page 40: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Pd = Pdon + Pdoff

Dimana :

Pd : Pendapatan rumah tangga petani (Rupiah)

Pdon : Pendapatan dari usahatani (Rupiah)

Pdoff : Pendapatan dari luar usahatani (Rupiah)

Total pengeluaran rumah tangga petani dapat diketahui dengan

menghitung pengeluaran pangan dan non pangan. Rumus yang digunakan

adalah:

TP = Pp + Pn

Dimana :

TP = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rupiah)

Pp = Pengeluaran pangan (Rupiah)

Pn = Pengeluaran non pangan (Rupiah)

Pengeluaran rumah tangga petani dianalisis dengan:

a. Angka rata-rata, digunakan untuk mengetahui taksiran secara kasar

untuk melihat gambaran dalam garis besar dari suatu karakteristik yang

ada.

b. Analisis persentase, dilakukan dengan membagi data ke dalam beberapa

kelompok yang dinyatakan atau diukur dalam persentase.

2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga

Petani.

Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah

tangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

PF = %100xTP

pp

Dimana :

PF = proporsi pengeluaran pangan (%)

pp = pengeluaran pangan (Rupiah)

TP = total pengeluaran (Rupiah)

(Ilham dan Bonar, 2008).

Page 41: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani.

Konsumsi pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari kuantitas

dan kualitas konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat

gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan,

sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu

bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur

kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.

Menurut Hadinsyah dan Martianto (1992) jumlah dan komposisi

gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi

pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang

dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan

(DKBM). Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi

dihitung sebagai berikut :

Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung

sebagai berikut :

Gij = xKGijBddj

xBPj

100100

Dimana:

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j

BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100

gram pangan atau makanan j)

Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan j atau

makanan yang dikonsumsi

Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah

konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Gej = xKGejBddj

xBPj

100100

Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.

Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus :

Page 42: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Gpj = xKGpjBddj

xBPj

100100

Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.

Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang

dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.

Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter

Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).

TKE = %100dianjurkan yang AKE

energi konsumsixå

TKP = %100 dianjurkan yang AKP

protein konsumsixå

Dimana :

TKE : Tingkat konsumsi energi (%)

TKP : Tingkat konsumsi potein (%)

Σ Konsumsi Energi : Jumlah konsumsi energi (kkal/kapita/hari)

Σ Konsumsi Protein : Jumlah konsumsi protein (gram/kapita/hari)

Angka kecukupan gizi (AKG) yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan AKG berdasarkan umur dan jenis kelamin sesuai Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Berikut ini

merupakan daftar AKE dan AKP berdasarkan umur dan jenis kelamin:

Page 43: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Tabel 6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2004

No. Umur AKE(kkal) AKP(gram) 1. Anak

0-6 bl 7-11 bl 1-3 th 4-6 th 7-9 th

550 650

1000 1550 1800

10 16 25 39 45

2. Pria 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th

2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050

50 60 65 60 60 60 60

3. Wanita 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th

2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600

50 57 55 50 50 50 45

4. Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3

+180 +300 +300

+17 +17 +17

5. Menyusui 6 bl pertama 6 bl kedua

+ 500 + 550

+17 +17

Sumber: WKNPG VIII, 2004

Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan

gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat konsumsi gizi (TKG). TKG

diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam kecukupan gizi yang

dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes (1990) dalam

Supariasa (2002), yaitu :

a. Baik : TKG ≥ 100 % AKG

b. Sedang : TKG 80 – 99 % AKG

Page 44: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

c. Kurang : TKG 70 – 80 % AKG

d. Defisit : TKG < 70% AKG

4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan

terhadap kecukupan energi yang disediakan oleh setiap rumah tangga

petani. Konsumsi energi akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang

berbeda. Untuk mengetahui hubungan proporsi pengeluaran pangan

dengan konsumsi energi, dapat diketahui dengan analisis korelasi

menggunakan SPSS.

Keeratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya

disebut dengan koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi (r) dapat

diketahui dengan program SPSS 16. Nilai koefisien korelasi (r) berkisar

antara -1 hingga +1, nilai semakin mendekati -1 atau +1 berarti hubungan

antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti

hubungan dua variabel semakin melemah. Nilai positif (+) menunjukkan

hubungan yang searah (jika satu variabel naik maka variabel lain juga

naik) dan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan (jika

satu variabel naik akan diikuti penurunan variabel yang lain)

(Priyanto, 2008).

Besarnya nilai koefisien korelasi (r) menurut Alhusin, 2003 dibagi

menjadi lima kategori sebagai berikut :

c. 0 – 0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan)

d. 0,21 – 0,40 = rendah

e. 0,41 – 0,60 = sedang

f. 0,61 – 0,80 = cukup tinggi

g. 0,81 – 1 = tinggi

Untuk menguji probabilitas (tingkat signifikasi) dari hasil koefisien

korelasi menggunakan kriteria sebagai berikut :

a. Jika probabilitas r > 0,05, berarti Ho diterima (tidak terdapat korelasi)

b. Jika probabilitas r < 0,05, berarti Ho ditolak (terdapat korelasi)

Page 45: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

5. Ketahanan Pangan.

Penelitian Jonsson dan Toole (1991), menggunakan indikator-

indikator proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan konsumsi energi

untuk mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga. Pengelompokan

rumah tangga dengan menggunakan kedua indikator tersebut dapat dilihat

pada Tabel 7. Terdapat empat tingkatan ketahanan pangan, yaitu : (1)

rumah tangga tahan pangan, (2) rumah tangga rentan pangan, (3) rumah

tangga kurang pangan dan (4) rumah tangga rawan pangan.

Tabel 7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga

Tingkat Konsumsi Energi

Proporsi pengeluaran pangan

Rendah (<60% pengeluaran total)

Tinggi (≥60% pengeluaran total)

Cukup (>80% kecukupan energi)

1. Tahan Pangan 2. Rentan Pangan

Kurang (≤80% kecukupan energi)

3. Kurang Pangan 4. Rawan Pangan

Sumber : Rachman dkk, 2003

Page 46: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima

kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

yang terletak paling barat. Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo yaitu

586,38 km2. Secara geografis Kabupaten Kulon Progo terletak antara

110o1’37” sampai 110o16’26” Bujur Timur (BT) dan 7o38’42” sampai

7o48’33” Lintang Selatan (LS).

Secara administratif Kabupaten Kulon Progo terbagi dalam 12

kecamatan dengan 88 desa dan 930 pedukuhan. Adapun batas wilayah

Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah

Sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul

2. Topografi Daerah

Secara umum gambaran dari hamparan wilayah Kabupaten Kulon

Progo adalah daerah datar yang dikelilingi oleh pegunungan yang sebagian

besar terletak di wilayah utara. Hamparan wilayah tersebut menurut

ketinggian tanahnya adalah 17,58 % berada pada ketinggian <7 m diatas

permukaan air laut (dpal), 15,20 % berada pada ketinggian 8 – 25 m dpal,

22,84 % berada pada ketinggian 26-100 m dpal, 33 % berada pada

ketinggian 101-500 m dpal dan 11,37 % berada pada ketinggian >500 m

dpal.

Apabila dilihat bentang alamnya, wilayah Kabupaten Kulon Progo

terdiri dari daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 m dpal yang

terletak pada bagian selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates,

Panjatan, Galur dan Lendah, daerah perbukitan dengan ketinggian antara

100 - 500 m dpal yang terletak di bagian tengah yang meliputi Kecamatan

Page 47: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Sentolo, Pengasih dan Kokap, serta daerah dataran tinggi/perbukitan

Menoreh dengan ketinggian antara 500 - 1000 m dpal di bagian utara yang

meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh.

3. Jenis Tanah

Wilayah Kabupaten Kulon Progo mempunyai enam jenis tanah yaitu

tanah alluvial, litosol, regosol, grumosol, mediteran dan lathosol. Jenis

tanah lathosol merupakan jenis tanah yang dominan di wilayah Kabupaten

Kulon Progo. Jenis tanah ini berasal dari batuan induk breksi, tersebar di

Kecamatan Temon, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Kalibawang dan

Samigaluh seluas 24.400 Ha (41,62%).

Urutan terluas kedua yaitu seluas 12.899 Ha (22%) adalah tanah

grumosol, berasal dari batuan induk batu gamping berlapis, napal dan tuff.

Tanah jenis ini tersebar di Kecamatan Wates, Panjatan, Galur, Lendah,

Sentolo, Pengasih dan Nanggulan.

Tanah litosol berasal dari batuan induk batu gamping, batupasir dan

breksi/konglomerat, tersebar di Kecamatan Panjtan, Lendah, Sentolo,

Pengasih dan Nanggulan dengan total luasan 3.512 Ha (5,99%).

Sedangkan jenis tanah alluvial terdapat di Temon, Wates, Panjatan, Galur,

Lendah, Pengasih dan Kokap dengan total luasan 7.880 Ha (13,44%).

Jenis tanah dengan luasan terkecil adalah tanah mediteran seluas

1.300 Ha (2,22%). Tanah ini berasal dari batugamping karang, batu

gamping berlapis dan batupasir, tersebar di Kecamatan Sentolo,

Girimulyo, Nanggulan dan Samigaluh.

Sedangkan jenis tanah regosol ditemui di seluruh Kecamatan kecuali

di Kecamatan Lendah dan Kalibawang dengan total luasan 8.636 Ha

(14,73%). Tanah regosol ini adalah tanah yang berasal dari material

gunung berapi, bertekstur (mempunyai butiran) kasar bercampur dengan

pasir, dengan solum tebal dan memiliki tingkat kesuburan rendah.

Page 48: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

4. Keadaan Iklim

Iklim merupakan faktor penting dalam pengelolaan usahatani.

Keadaan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan,

suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. Keadaan iklim

Kabupaten Kulon Progo termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan

kemarau silih berganti sepanjang tahun. Musim kemarau di Kabupaten

Kulon Progo biasanya pada bulan Mei sampai Oktober sedangkan musim

hujan terjadi bulan November sampai April. Di Kabupaten Kulon Progo

rata-rata curah hujan per bulan adalah 117 mm dan hari hujan 7 hh

perbulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 263 mm

dan terendah pada bulan Agustus yaitu 0 mm.

B. Keadaan Penduduk

1. Perkembangan Penduduk

Perkembangan penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh adanya

kelahiran, kematian dan migrasi. Pertumbuhan penduduk Kulon Progo

pada tahun 2009 sebesar 0,98 %, dengan jumlah penduduk sebanyak

488.071 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 240.096 orang dan

perempuan sebanyak 247.975 orang.

Keadaan kependudukan di Kabupaten Kulon Progo selama 5 (lima)

tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk, dan Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005 - 2009

No. Tahun Penduduk Jumlah

Kepala Keluarga

Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa) Jumlah Pertumbuhan

1. 2. 3. 4. 5.

2005 2006 2007 2008 2009

222.567 224.779 225.993 234.364 240.096

233.122 235.316 236.425 242.023 247.975

455.689 460.095 463.343 476.387 488.071

0,64% 0,97% 0,70% 2,81% 0,98%

98.523 99.365 100.750 130.407 137.720

Sumber : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun selalu meningkat.

Peningkatan jumlah penduduk disebabkan karena jumlah penduduk yang

Page 49: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

lahir atau masuk dan menetap lebih besar dari pada jumlah penduduk yang

mati atau pindah keluar dari Kabupaten Kulon Progo. Dengan adanya

peningkatan jumlah penduduk tersebut maka diperlukan peningkatan

ketersediaan pangan wilayah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi

penduduk, sehingga setiap penduduk dapat mengakses pangan dengan

baik, yang nantinya akan menciptakan ketahanan pangan rumah tangga

maupun wilayah.

2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk kelompok umur adalah jumlah penduduk

berdasarkan kelompok umur pada suatu daerah setiap kilometer persegi.

Jumlah penduduk kelompok umur menunjukkan penyebaran penduduk

berdasarkan kelompok umur dan tingkat kepadatannya di suatu daerah.

Jumlah penduduk di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2009 yang

tersebar di setiap kecamatan adalah 488.071 jiwa.

Penduduk usia belum produktif adalah penduduk yang berusia 0 - 14

tahun, sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk dengan usia

15 - 64 tahun, dan penduduk tidak produktif adalah penduduk yang

memiliki usia lebih dari atau sama dengan 65 tahun. Keadaan penduduk

pada tahun 2009 berdasarkan umur didominasi kelompok usia produktif

dengan usia 15 - 64 tahun yakni sebesar 336.243 orang atau 68,89%,

sedangkan usia belum produktif 0 - 14 tahun sebanyak 96.599 orang

(19,79%) dan yang minoritas adalah kelompok usia tidak produktif 64

tahun keatas sebanyak 55.229 orang (11,32%). Komposisi penduduk yang

didominasi oleh kelompok usia produktif menunjukkan efektifitas

penduduk yang tinggi. Hal tersebut dilihat pada Tabel 9.

Page 50: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. 0 – 4 30.102 6,17 2. 5 – 9 32.622 6,68 3. 10 – 14 33.875 6,94 4. 15 – 19 33.274 6.82 5. 20 – 24 34.485 7,07 6. 25 – 29 43.095 8,83 7. 30 – 34 43.390 8,89 8. 35 – 39 39.732 8,14 9. 40 – 44 40.248 8,25

10. 45 – 49 33.497 6,86 11. 50 – 54 28.301 5,80 12. 55 – 59 22.028 4,51 13. 60 – 64 18.193 3,73 14. 65 – 69 18.127 3,71 15. 70 – 74 15.505 3,18 16. >75 21.597 4,42

Jumlah 488.071 100

Sumber : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010

Berdasarkan Tabel 9, keadaan kependudukan di Kabupaten Kulon

Progo didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif (68,89 %).

Jumlah penduduk usia produktif yaitu umur 15 - 64 tahun. Penduduk

dengan usia produktif juga mempunyai lebih banyak peluang untuk

bekerja, yang nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga,

sehingga akhirnya akan berakibat pada terpenuhinya kebutuhan rumah

tangga penduduk, baik kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan.

Selain itu, pada usia produktif manusia membutuhkan lebih banyak energi

dibandingkan dengan usia non produktif, karena penduduk pada usia

tersebut lebih banyak melakukan aktivitas atau kegiatan fisik.

Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat

digunakan perumusan sebagai berikut:

=ABT %100Produktif siaPenduduk UJumlah

ProduktifNon siaPenduduk UJumlah X

Page 51: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

=ABT %100336.243151.828

X

= 45,15 %

Berdasarkan perhitungan nilai ABT di Kabupaten Kulon Progo

diketahui bahwa nilai ABT di Kabupaten Kulon Progo sebesar 45,15 %,

artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung 45 orang usia non

produktif. Berdasarkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat

diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun

2009 berjumlah 488.071 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 240.096

orang dan perempuan sebanyak 247.975 orang. Untuk mengetahui

besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki

dengan jumlah penduduk perempuan digunakan perumusan sebagai

berikut:

=SexRatio %100PerempuanPenduduk Jumlah

Laki-LakiPenduduk Jumlah X

=SexRatio %100247.975240.096

X

= 96,82 %

Berdasarkan perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya

nilai sex ratio di Kabupaten Kulon Progo adalah 96,82 %, artinya dalam

100 orang penduduk perempuan terdapat 97 orang penduduk laki-laki.

Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih

banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.

3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya

peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian pemerintah pada bidang

pendidikan diwujudkan melalui penyediaan sarana/prasarana pendidikan

dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Pendidikan merupakan hal yang

berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah untuk kemajuan

dalam suatu masyarakat, selain itu tingginya tingkat pendidikan

mempengaruhi pengetahuan gizi, sehingga berpengaruh terhadap

Page 52: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

pemilihan bahan konsumsi pangan dan gizi keluarga. Keadaan penduduk

menurut pendidikan di Kabupaten Kulon Progo ditunjukkan pada Tabel 10

di bawah ini.

Tabel 10. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1. Tidak/belum sekolah 85.138 17,44 2. Tidak tamat SD/Sederajat 46.236 9,47 3. SD/Sederajat 126.252 25,87 4. SLTP/Sederajat 75.837 15,54 5. SLTA/Sederajat 127.863 26,20 6. Diploma I/II 3.161 0,65 7. Diploma III 6.054 1,24 8. Strata I 16.910 3,46 9. Strata II 575 0,12 10. Strata III 45 0,01

Jumlah Total 488.071 100

Sumber data : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010

Berdasarkan Tabel 10, jumlah penduduk paling banyak

berpendidikan dasar (SD dan SMP) yakni sebesar 202.189 orang

kemudian disusul SLTA sebesar 127.863 orang dan yang terkecil

berpendidikan pasca sarjana yakni sebesar 575 orang. Sedangkan yang

belum sekolah 85.138 orang, tidak tamat SD sebesar 46.236 orang, dan

berpendidikan Diploma sebesar 9.215 orang.

Semakin tinggi tingkat pendidikan, peluang untuk mendapatkan

pekerjaan akan semakin besar, sehingga kesempatan untuk menperoleh

pendapatan yang layak juga semakin besar, di samping itu semakin tinggi

tingkat pendidikan maka pengetahuan tentang gizi akan semakin

meningkat, sehingga suatu rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang

tinggi akan memperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk

mencukupi kebutuhannya, serta dapat memilih/menyediakan pangan yang

berkualitas dan bergizi bagi kehidupan anggota keluarganya.

Page 53: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh

sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan

yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan modal yang

ada. Keadaan penduduk menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten

Kulon Progo ditunjukkan Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan Jasa

97.981 4.311

25.582 144

13.586 40.438 5.415 2.993

22.513

46,01 2,02

12,01 0,07 6,38

18,99 2,54 1,41

10,57 Jumlah 212.963 100

Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010

Berdasarkan Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

penduduk Kabupaten Kulon Progo mempunyai mata pencaharian di sektor

pertanian yaitu sebanyak 97.981 jiwa (46,01%), sedangkan sektor

perdagangan menempati urutan kedua sebagai lapangan pekerjaan utama

penduduk Kabupaten Kulon Progo yaitu sebanyak 40.438 jiwa (18,99%).

Sektor industri menempati urutan ketiga sebagai lapangan pekerjaan utama

penduduk Kabupaten Kulon Progo yaitu sebanyak 25.582 jiwa (12,01%).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kabupaten Kulon Progo

merupakan daerah dengan potensi lahan yang cukup baik sebagai daerah

pertanian dan tata guna lahan yang cukup besar untuk daerah

persawahan/pertanian, sehingga menjadikan sebagian besar penduduknya

bekerja di sektor pertanian. Secara tidak langsung, banyaknya penduduk

yang bermata pencaharian sebagai petani dapat mendukung ketersediaan

pangan wilayah yang akan bermuara pada ketahanan pangan wilayah.

Page 54: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

C. Keadaan Pertanian

1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan

Kabupaten Kulon Progo mempunyai luas wilayah sebesar

58.627,512 ha yang terbagi dalam 12 kecamatan dan 88 desa atau

kelurahan. Berdasarkan luas wilayah tersebut sebesar 17,53% (10.280 ha)

wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan lahan sawah dan sisanya

merupakan lahan bukan sawah. Secara terperinci penggunaan lahan di

Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)

Persentase (%)

A. B. C.

Lahan Sawah 1. Irigasi Teknis 2. Irigasi ½ Teknis 3. Irigasi Sederhana 4. Tadah Hujan 5. Non PU Lahan Bukan Sawah 1. Tegal/ Kebun 2. Ladang 3. Perkebunan 4. Lahan yang Ditanami

Pohon dan Hutan Rakyat 5. Tambak 6. Kolam/ Tebat/ Empang 7. Sementara tidak diusahakan 8. Lainnya Lahan Bukan Pertanian 1. Hutan Negara 2. Bangunan dan Pekarangan 3. Lain-lain

10.280 7.382

802 711

1.030 355

35.060 15.753

0 595

5.599

44 41

544 12.484 13.287 1.037 6.133 6.117

17,53 12,59 1,37 1,21 1,76 0,60

59,81 26,88 0,00 1,01

9,55 0,08 0,07 0,93

21,29 22,66 1,77

10,46 10,43

Jumlah total 58.627 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010

Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan

lahan di Kabupaten Kulon Progo meliputi 10.280 ha lahan sawah, 35.060

ha lahan bukan sawah dan 13.827 ha lahan bukan pertanian. Hal tersebut

menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo lebih

besar digunakan sebagai lahan bukan sawah yaitu sebesar 35.060 ha.

Page 55: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Penggunaan lahan bukan sawah paling besar dimanfaatkan untuk tegal/

kebun yaitu sebesar 15.753 ha. Penggunaan lahan bukan pertanian

sebagian besar digunakan untuk bangunan dan pekarangan yaitu sebesar

6.133 ha. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah

penduduk dan pertambahan rumah tangga baru yang menetap di

Kabupaten Kulon Progo, dengan demikian tidak menutup kemungkinan

terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah menjadi bangunan.

Penggunaan lahan pertanian untuk keperluan lainnya secara berlebihan

akan berdampak pada semakin berkurangnya lahan sawah, sehingga secara

tak langsung akan berakibat pada kurangnya produksi pangan, yang

berdampak pada semakin rendahnya ketersediaan pangan wilayah.

Penggunaan lahan untuk sawah di Kabupaten Kulon Progo hanya

sebesar 10.280 ha. Sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah yang

memiliki luas terbesar di Kabupaten Kulon Progo (7.382 ha) dan sawah

tadah hujan merupakan sawah terluas kedua setelah sawah irigasi teknis

dengan luas 1.030 ha. Lahan sawah yang hanya 17,53% dari luas

Kabupaten Kulon Progo akan mempengaruhi ketersediaan pangan pokok

di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi

ketahanan pangan rumah tangga petani.

2. Produksi Tanaman Bahan Makanan

Jenis tanaman yang diusahakan di suatu daerah dipengaruhi oleh

faktor alam seperti keadaan tanah, iklim, dan ketinggian tempat, sehingga

jenis tanaman yang diusahakan oleh suatu daerah berbeda-beda dengan

daerah lainnya. Luas panen, produksi dan produktivitas dari tanaman

pangan Kabupaten Kulon Progo dapat diketahui pada Tabel 13 di bawah

ini.

Page 56: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Tabel 13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No Jenis Tanaman Luas Panen (ha)

Rata-rata Produksi (ton/ha)

Produksi (ton)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Padi Sawah Padi Gogo Jagung Kedelai Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kacang Hijau

19.023 113

5.174 3.058 3.471

38 1.451

142

6,45 3,17 6,41 1,41

16,47 10,16 0,97 0,61

122.729 358

33.169 4.305

57.182 386

1.402 87

Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010

Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis bahan makanan utama

yang dibudidayakan petani di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi sawah,

padi gogo, jagung, kedelai, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan

kacang hijau. Produksi padi sawah merupakan produksi tanaman pangan

terbesar, dengan rata-rata produksi per ha sebesar 6,45 ton dan luas panen

19.023 ha.

Besarnya produksi padi sawah disebabkan oleh masih dijadikannya

beras sebagai makanan pokok hampir seluruh penduduk. Potensi pertanian

di Kabupaten Kulon Progo yang mampu menghasilkan tanaman pangan

lainnya, hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam penerapan

diversifikasi pangan pokok, sehingga ketergantungan akan beras dapat

dikurangi dan beras sebagai sumber karbohidrat dapat diganti

dengan pangan lokal (kaya karbohidrat) seperti jagung dan ketela.

D. Keadaan Perekonomian

Keadaan perekonomian akan berkembang apabila ditunjang oleh

beberapa aspek, diantaranya sarana perekonomian, sarana perhubungan dan

transportasi. Pada Tabel 14 dapat dilihat sarana perekonomian yang ada di

Kabupaten Kulon Progo.

Page 57: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Tabel 14. Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No. Jenis Sarana Perekonomian Jumlah 1. 2. 3. 5.

Pasar Kios Los Koperasi

68 323 910 310

Sumber : Bapeda Kabupaten Kulon Progo, 2010

Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa sarana perekonomian yang terdapat

di Kabupaten Kulon Progo sudah memadai sehingga masyarakat dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mudah. Hal ini terlihat dengan adanya

pasar sebanyak 68 buah dan di setiap kecamatan pasti mempunyai pasar

sebagai sarana perekonomian. Dengan adanya pasar di Kabupaten Kulon

Progo maka kegiatan jual beli dapat dengan mudah dilakukan. Dimana

produsen dapat bertemu dengan konsumen untuk melakukan transaksi,

sehingga produsen dapat menjual produksinya dan kebutuhan konsumen dapat

terpenuhi. Koperasi yang masih bertahan dan terus berkembang juga terhitung

masih banyak. Koperasi merupakan sarana perekonomian yang non profit dan

sebuah lembaga yang bertujuan menyejahterakan anggotanya. Selain kelima

sarana perekonomian di atas, terdapat juga sarana perhubungan sebagai

penunjang dalam kegiatan perekonomian. Berikut ini merupakan sarana

perhubungan kendaraan bermotor di Kabupaten Kulon Progo:

Tabel 15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No. Jenis Sarana Perhubungan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5.

Sepeda Motor Mobil Penumpang Umum Bus Umum Truk Mobil Barang Umum

78.567 78

259 989 45

Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010

Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa jenis sarana perhubungan yang

terbanyak di Kabupaten Kulon Progo adalah sepeda motor yaitu sebanyak

78.567 buah. Dengan banyaknya kendaraan yang terdapat di Kabupaten Kulon

Progo maka masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan mobilitas.

Dimana mobilitas penduduk tidak hanya dilakukan dengan kendaraan pribadi

Page 58: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

tetapi juga dengan kendaraan umum yang ada. Dengan banyaknya kendaraaan

umum yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo, berarti masyarakat tidak akan

mengalami kesulitan dalam melakukan mobilitas untuk melakukan kegiatan

perekonomian. Selain itu, untuk mempermudah mobilitas maka diperlukan

adanya sarana yang lain, yaitu tersedianya jalan. Pada Tabel 16 menunjukkan

panjang jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Kulon Progo.

Tabel 16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No. Jenis Sarana Perhubungan Panjang Jalan (km)

Persentase (%)

1. 2.

Jenis Permukaan Aspal Kerikil Tanah Tidak Dirinci

Jumlah Kondisi Jalan

Baik Sedang Rusak Rusak Berat

Jumlah

716.638 281.093 114.642

0 1.112.373

551.065 423.551 111.175 26.622

1.112.413

64,42 25,27 10,31 0,00

100,00

49,54 38,08 9,99 2,39

100,00

Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa sarana perhubungan di Kabupaten

Kulon Progo dapat dikatakan baik, dilihat dari jenis permukaan jalan yang

sebagian besar sudah berupa aspal menunjukkan bahwa sarana perhubungan di

Kabupaten Kulon Progo semakin lancar. Begitu pula dengan kondisi jalan

yang sebagian besar sudah dapat dikatakan baik. Sehingga dengan makin

lancarnya sarana perhubungan di Kabupaten Kulon Progo maka masyarakat

akan lebih mudah melakukan mobilitas dalam melakukan kegiatan

perekonomian.

Keadaan sarana perekonomian yang memadai akan berpengaruh

terhadap lancarnya distribusi pangan dan ketersediaan pangan di setiap

wilayah. Apabila pangan dapat terdistribusi dengan baik, maka rumah tangga

sebagai konsumen akan mampu mengakses pangan dengan mudah sehingga

Page 59: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

ketersediaan pangan rumah tangga akan terjamin dan terciptalah ketahanan

pangan.

E. Kondisi Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan

seseorang akan pangannya. Ketersediaan pangan suatu wilayah dapat menjadi

indikator dalam mengetahui ketahanan pangan wilayah tersebut. Keadaan

pangan di wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 17 :

Tabel 17. Keadaaan Produksi Beras dan Produksi Pangan Setara Beras di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

No. Jenis/Macam Tahun Perubahan

tahun 2008 - 2009 (%) 2008 2009

1. Produksi Beras (kg) 76.342.000 78.818.000 3,24

2. Kebutuhan Beras (kg) 39.467.000 40.554.000 2,75

3. Produksi Pangan Setara Beras (kg)

331.218.000 332.112.490 0,27

4. Produksi Pangan Setara Beras (kg/kapita/tahun)

697 680 -2,40

5. Surplus Beras (kg) 36.876.000 39.219.000 6,35

6. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan (kkal/kapita/hari)

3.721 3.677 -1,20

7. Konsumsi Energi (kkal/kapita/hari)

1.990,6 1.992,2 0,08

8. Jumlah Jiwa 474.981 488.071 2,70

9. Kebutuhan Beras (kg/kapita/tahun)

83,091 83,091 0

10. AKE Nasional (kkal/kapita/hari) 2.000 2.000 0

Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Kulon Progo, 2010

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa ketersediaan beras

mengalami surplus. Tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup menjadi

faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sehingga ketahanan

pangan dapat terpenuhi. Kekurangan ketersediaan pangan dapat diatasi dengan

impor atau membeli dari luar daerah. Konsumsi energi di Kabupaten Kulon

Progo masih di bawah Angka Kecukupan Energi (AKE), padahal stok pangan

di Kabupaten Kulon Progo berada di atas AKE, hal ini dapat disebabkan

karena kurangnya akses ekonomi penduduk Kulon Progo, yaitu pendapatan.

Page 60: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Rumah Tangga Responden

Karakteristik rumah tangga petani sampel merupakan gambaran secara

umum tentang keadaan dan latar belakang rumah tangga petani sampel yang

berkaitan sekaligus berpengaruh terhadap kegiatannya dalam usahatani padi.

Petani sampel merupakan petani pemilik penggarap yang mengerjakan sawah

dengan sistem pengairan irigasi teknis. Karakteristik yang dikaji merupakan

data-data identitas responden dan anggota keluarganya, yang meliputi umur,

pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Responden pada penelitian ini

berjumlah 30 orang, yang merupakan penduduk dari Desa Donomulyo, Desa

Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon

Progo. Karakteristik rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 18

berikut.

Tabel 18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

No. Uraian Rata-rata 1. Umur (tahun)

a. suami b. istri

55 50

2. Pendidikan a. Suami

- Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA - S1

b. Istri - Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA - S1

6 15 2 4 2

6 18 1 3 2

3. Jumlah anggota keluarga (orang) a. laki-laki b. perempuan

2 2

Sumber: Analisis Data Primer

Page 61: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Berdasarkan Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa umur rata-rata

suami adalah 55 tahun dan istri 50 tahun. Umur berpengaruh terhadap

produktivitas. Semakin bertambahnya umur, produktivitas seseorang akan

meningkat, namun akan mengalami penurunan setelah melewati umur

produktif. Umur rata-rata petani adalah 55 tahun. Umur tersebut masih

dikelompokkan dalam masa produktif, yang berarti petani masih bisa

mengerjakan pekerjaan bertaninya dengan maksimal untuk menghasilkan

pendapatan guna mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Usia juga

berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecukupan pangannya.

Pendidikan formal berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan

seseorang. Tingkat pendidikan kepala keluarga yang paling banyak adalah

tamat SD. Demikian halnya dengan istri, dimana 18 orang tamat SD. Ini berarti

tingkat pendidikan petani masih rendah. Rendahnya pendidikan petani dapat

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keterbatasan biaya, lingkungan dan

belum adanya sarana yang memadai pada waktu seharusnya mereka

bersekolah. Rumah tangga petani umumnya adalah keluarga dengan

pendapatan yang terbatas, sehingga mereka terkadang lebih memilih

menyelesaikan pendidikan dasar, untuk kemudian bekerja memenuhi

kebutuhan hidupnya. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola pikir

responden. Pendidikan formal yang telah ditempuh akan mempengaruhi

pengambilan keputusan dalam mengelola usahataninya dan mencukupi

kebutuhan rumah tangga baik pangan maupun nonpangan. Namun, seiring

berkembangnya jaman, keluarga petani sudah mulai menyekolahkan anak-

anaknya dengan harapan anaknya lebih sukses daripada mereka. Hal ini

didukung dengan program pemerintah wajib belajar sembilan tahun dengan

memberikan biaya gratis untuk sekolah setingkat SD dan SMP.

Terkait dengan ketahanan pangan, pendidikan dan pengetahuan ibu

rumah tangga berpengaruh terhadap konsumsi anggota rumah tangga. Ibu

rumah tangga berperan penting dalam pengambilan keputusan dalam konsumsi

pangan, karena umumnya merekalah yang mengurusi masalah dapur dan

menyiapkan makanan bagi seluruh anggota rumah tangganya. Apabila

Page 62: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

pengetahuan ibu rumah tangga tentang konsumsi pangan dan gizi baik, maka

ketercukupan gizi anggota rumah tangganya akan diperhatikan, sehingga dapat

memilih bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi rumah tangganya.

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui tingkatan pendidikan formal ibu

rumah tangga responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu rumah tangga

akan mempengaruhi juga tingkat pengetahuan pangan dan gizinya, sehingga

semakin tinggi pendidikannya maka semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk

mengambil keputusan dalam konsumsi rumah tangganya. Rata-rata pendidikan

ibu rumah tangga adalah 7 tahun atau setingkat 1 SMP. 18 orang responden

ibu rumah tangga atau sebesar 60,00% mengenyam pendidikan setingkat SD, 2

orang responden atau sebesar 6,67% mengenyam pendidikan hingga tingkat

perguruan tinggi dan hanya 6 orang responden atau sebesar 20,00% tidak

menempuh pendidikan. Banyaknya ibu rumah tangga yang menempuh

pendidikan maka kemampuan ibu rumah tangga dalam mengambil keputusan

dalam konsumsi rumah tangganya sudah baik.

Anggota rumah tangga terdiri dari kepala rumah tangga, istri, anak dan

anggota keluarga lain yang makan dalam satu dapur. Jumlah anggota rumah

tangga berpengaruh terhadap pengeluaran dan konsumsi pangan rumah tangga,

semakin banyak anggota rumah tangga maka pengeluaran dan konsumsi

pangannya juga lebih banyak. Distribusi jumlah anggota keluarga rumah

tangga pada 30 responden dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah Persentase (%) 1 - 2 5 16,67 3 - 4 17 56,67 5 - 6 8 26,67

Total 30 100,00

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa jumlah anggota rumah

tangga responden terbanyak adalah 3 - 4 orang yaitu sebesar 56,67%. Anggota

keluarga petani responden terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak serta

beberapa keluarga petani yang tinggal dengan anggota keluarga lain seperti

Page 63: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

ayah, ibu, kakak, menantu dan cucu yang makan dalam satu dapur.

Kebanyakan anak-anak petani yang telah dewasa tidak tinggal bersama dengan

orang tuanya. Mereka biasanya bekerja di luar kota ataupun telah menikah.

Banyaknya jumlah anggota rumah tangga akan berpengaruh terhadap besarnya

pendapatan rumah tangga. Semakin banyak anggota rumah tangga yang

bekerja, maka semakin besar pendapatan rumah tangganya. Besarnya jumlah

anggota rumah tangga juga akan berpengaruh terhadap pengeluaran dan

kebutuhan pangan rumah tangga. Semakin banyak anggota rumah tangga,

maka pengeluaran dan kebutuhan pangannya juga semakin banyak.

B. Pendapatan Rumah Tangga Responden

Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang diperoleh

dari masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan

dalam satu bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber

pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari usahatani dan luar usahatani.

Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diperoleh dari sawah, tegal dan

pekarangan. Pendapatan luar usahatani diperoleh dari pekerjaan anggota rumah

tangga sebagai PNS, karyawan swasta, buruh pabrik, buruh bangunan, sopir,

tukang parkir dan berdagang di pasar maupun di warung. Pada Tabel 20 dapat

dilihat besarnya rata-rata pendapatan responden.

Tabel 20. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

No. Sumber pendapatan Pendapatan Pendapatan (Rp/bulan)

(%)

1. Pendapatan usahatani a. Sawah MT I (Rp/MT) b. Sawah MT II (Rp/MT) c. Sawah MT III(Rp/MT) d. Pekarangan (Rp/th) Total (Rp/th) Pendapatan (Rp/bln)

4.231.500,00 3.509.166,67

861.666,67 359.833,33

8.962.166,67

746.847,22

46,87 2. Pendapatan luar usahatani 846.666,67 53,13

Jumlah 1.593.513,89 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Page 64: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor penentu kualitas dan

kuantitas konsumsi pangan. Keluarga yang mempunyai pendapatan tinggi akan

lebih mementingkan kualitas makanan dibandingkan dengan keluarga

berpendapatan rendah. Rumah tangga dengan penghasilan yang terbatas, dalam

pemilihan konsumsi pangan masih didominasi oleh bagaimana memperoleh

pangan secara cukup secara kuantitas dan belum mementingkan gizi yang

terkandung di dalamnya.

Pada penelitian ini responden adalah petani pemilik penggarap, ini

berarti petani mendapatkan penghasilan dari kepemilikan sawah, pengolahan

sawah dan produksi dari sawah. Petani pemilik penggarap ada yang

mengerjakan sawahnya sendiri. Namun juga ada yang membayar orang sebagai

buruh tani untuk menggarap sawah, misalnya seperti saat musim tanam dan

musim panen. Petani pemilik penggarap cenderung memiliki pendapatan yang

lebih tinggi daripada petani penyewa dan petani penyakap, hal ini dikarenakan

petani pemilik penggarap tidak perlu mengeluarkan biaya sewa lahan yang

digunakan usahataninya sehingga dapat mengurangi biaya usahatani dan dapat

meningkatkan pendapatan usahataninya.

Pendapatan usahatani pada penelitian ini berasal usahatani sawah dan

pekarangan, yaitu sebesar Rp 746.847,22 per bulan. Usahatani sawah petani

responden terdiri dari usaha tani padi-padi-palawija. Musim tanam I adalah

bulan Oktober-Januari, musim tanam II bulan Februari-Mei dan musim tanam

III atau palawaija adalah bulan Juni-September. Palawija yang ditanam, dari 30

responden, 29 responden menanam kedelai, sedangkan 1 responden menanam

kacang hijau karena pada musim tanam tahun lalu saat menanam kedelai tidak

memberikan penghasilan sehingga lebih memilih menanam kacang hijau

daripada kedelai.

Petani lebih memilih menanam kedelai daripada jagung karena tanaman

jagung boros pupuk yang menyebabkan tanah menjadi kering karena

banyaknya pupuk kimia yang diberikan saat menanam jagung yang pada

akhirnya akan merusak kesuburan tanah. Pendapatan dari usahatani palawija

lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan dari usahatani padi, hal ini

Page 65: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

disebabkan produksi kedelai yang rendah karena tingginya curah hujan. Curah

hujan yang tinggi menyebabkan banyak bunga tanaman kedelai yang gugur,

sehingga tidak terjadi penyerbukan dan pembuahan pada tanaman kedelai yang

menyebabkan sedikitnya hasil tanaman kedelai. Dari pekarangan petani

responden mendapatkan penghasilannya dari bertanam ketela pohon, kelapa,

pepaya dan pisang. Tanaman ketela pohon tidak begitu memberi pemasukan

karena hanya cukup dikonsumsi sendiri dan harga di pasar sangat murah yaitu

Rp 1.000,00 per kilogram.

Pada penelitian ini, karakteristik pada setiap desa berbeda. Desa

Donomulyo tidak menganut sistem panen tebasan, namun di Desa Wijimulyo

dan Desa Kembang masih menganut sistem panen tebasan. Hal ini dikarenakan

hasil produksi padi di Desa Donomulyo memiliki kebernasan yang rendah.

Postur tanaman padi baik, namun kulit gabah tebal dan isinya kecil. Masih

banyaknya pohon-pohon besar seperti jati dan mahoni yang menghalangi sinar

matahari pada tanaman padi. Berbeda dengan Desa Wijimulyo dan Desa

Kembang, masih ada petani responden yang menganut sistem panen tebasan,

biasanya pada rumah tangga petani yang bertanah luas. Hasil produksi padi

sebagian dijual, namun sebagian disimpan untuk dikonsumsi sendiri.

Pendapatan dari luar usahatani adalah pendapatan dari anggota rumah

tangga yang diperoleh dari pekerjaannya di luar usahatani seperti PNS,

karyawan swasta, buruh pabrik, buruh bangunan, sopir, tukang parkir dan

berdagang di pasar maupun di warung. Dalam penelitian ini, pendapatan dari

lainnya adalah berupa kiriman dari anak yang tidak tinggal dalam satu rumah/

bekerja diluar daerah. Pada Tabel 21 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata

pendapatan luar usahatani pada penelitian ini adalah sebesar Rp 846.666,67 per

bulan.

Persentase pendapatan usahatani sebesar 46,87% dan persentase

pendapatan luar usahatani sebesar 53,13%. Pendapatan dari luar usahatani

lebih dapat diandalkan karena mendatangkan penghasilan yang lebih tinggi

untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Jika petani hanya

mengandalkan pendapatannya dari usahatani, maka petani tidak akan dapat

Page 66: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Suatu kenyataan bahwa petani pada

umumnya hanya menguasai tanah pertanian kurang dari 0,50 ha. Pada

penelitian ini, lahan yang dimiliki petani responden sebesar 0,35 ha. Semakin

sempit lahan yang mereka miliki, pendapatan yang diperoleh dari usahatani

akan rendah, selain itu semakin mahalnya kebutuhan rumah tangga baik

pangan maupun non pangan menuntut petani untuk mencari tambahan

penghasilan dari luar usahatani. Pendapatan dari luar usahatani sangat

membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga,

karena jika hanya mengandalkan pendapatan dari usahatani tidaklah cukup.

C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan untuk

konsumsi semua anggota rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga

digolongkan menjadi 2 yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Menurut

BPS Kabupaten Kulon Progo, ada 15 jenis kelompok pangan yang terdiri dari

padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-

kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, minuman, bumbu-bumbuan,

konsumsi lain, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol serta tembakau

dan sirih. Pengeluaran untuk konsumsi pangan dihitung selama seminggu yang

lalu, selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata

per bulan.

Page 67: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Tabel 21. Rata-Rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

No. Pengeluaran Pangan Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. 14. 15.

Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lain Makanan dan minuman jadi Minuman alkohol Tembakau dan sirih

186.514,17 9.480,83

15.336,67 38.556,67 64.398,33 73.049,58 33.391,17 34.518,33 49.450,00 54.310,00 82.417,92 42.845,25 29.390,67

0,00 59.232,50

24,11 1,23 1,98 4,98 8,34 9,49 4,32 4,46 6,39 7,03

10,67 5,55 3,80 0,00 7,66

Jumlah 773.743,58 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Tabel 21 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran pangan per bulan

rumah tangga responden. Pengeluaran untuk padi-padian merupakan

pengeluaran terbesar yaitu 24,11 % dari seluruh pengeluaran untuk konsumsi

pangan. Kelompok pangan padi-padian meliputi beras, jagung, tepung beras,

tepung jagung, tepung terigu dan jenis produk dari padi-padian. Besarnya

pengeluaran untuk padi-padian karena padi/beras merupakan makanan pokok

bagi setiap rumah tangga responden, hal ini juga mempengaruhi pola pangan

masyarakat untuk mencukupi kebutuhan beras sebagai kebutuhan yang utama,

sehingga beras menempati urutan yang paling besar diantara kelompok pangan

lainnya. Beras yang dikonsumsi petani adalah beras yang mereka dapat dari

hasil usahatani padi. Besarnya pengeluaran untuk beras juga dipengaruhi oleh

harga beras di tingkat produsen. Saat penelitian harga beras sebesar

Rp 5.000,00 – Rp 5.500,00. Rata-rata beras yang dikonsumsi oleh rumah

tangga responden per minggu adalah sebesar 7,3 kg. Selain beras sebagai

pengeluaran terbanyak dalam kelompok padi-padian, tepung terigu juga salah

satu konsumsi pangan dari kelompok padi-padian yang dapat digunakan untuk

bahan-bahan pembuat lauk-pauk atau makanan ringan.

Page 68: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Pengeluaran pangan terbesar kedua adalah untuk konsumsi bumbu-

bumbuan sebesar 10,67%. Golongan bumbu-bumbuan antara lain garam,

merica, ketumbar, terasi, vetsin, penyedap rasa, kecap, bawang merah, bawang

putih, cabai, gula jawa dan lain-lain. Pengeluaran untuk bawang merah dan

bawang putih adalah yang terbanyak. Hal ini dikarenakan kedua jenis ini

diperlukan hampir disetiap masakan dan dalam jumlah yang lebih banyak

dibanding bumbu-bumbu yang lain seperti garam, penyedap rasa, merica dan

ketumbar. Harga bawang merah dan bawang putih yang mahal, yaitu

Rp 23.000,00 untuk bawang merah dan Rp 25.000,00 untuk bawang putih.

Bawang merah dan bawang putih diperlukan dalam jumlah yang banyak di

setiap masakan menjadikan pengeluaran untuk konsumsi bumbu-bumbuan

tinggi. Harga garam, penyedap rasa dan ketumbar cukup murah, sedangkan

merica walaupun harganya mahal tetapi hanya dibutuhkan dalam jumlah yang

sedikit.

Pengeluaran untuk sayur-sayuran mencapai 9,49%. Golongan sayuran

antara lain adalah bayam, kangkung, kubis, kacang panjang, buncis, tomat,

terong, wortel, jipang, kecambah, daun bawang dan lain-lain. Untuk

mendapatkan sayuran, petani membeli di pasar, warung ataupun penjual

keliling. Kecamatan Nanggulan mempunyai empat pasar yaitu Pasar Kenteng,

Pasar Nanggulan, Pasar Mudal dan Pasar Krambilan yang masing-masing pasar

mempunyai hari pasaran yang berbeda-beda. Pasar Kenteng hanya buka pada

hari pasaran Wage dan Legi, Pasar Nanggulan pada hari pasaran Pahing, Pasar

Mudal buka pada hari pasaran Pon dan Kliwon dan di Pasar Krambilan buka

pada hari pasaran Legi, sehingga untuk untuk mendapatkan sayuran selain hari

pasaran mereka belanja di warung-warung terdekat karena tidak semua pasar di

Kecamatan Nanggulan dapat dijangkau oleh penduduk. Selain itu, sayuran

seperti lembayung, mereka dapatkan dari sawah yang tumbuh di pematang

sawah, juga daun singkong dan daun pepaya yang mereka dapat dari

pekarangan.

Pengeluaran untuk telur dan susu 8,34% dari pengeluaran pangan.

Rumah tangga responden yang mengkonsumsi susu adalah rumah tangga yang

Page 69: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

mempunyai anak balita atau anak usia sekolah. Telur merupakan bahan pangan

sumber protein hewani yang murah dibandingkan dengan daging dan lainnya,

sehingga menjadi pilihan rumah tangga untuk mengkonsumsinya. Selain itu

telur juga dapat menjadi lauk yang praktis karena mudah dalam menyajikan,

biasanya disajikan dalam bentuk mata sapi atau dadar.

Pengeluaran untuk konsumsi tembakau dan sirih yang mencapai 7,66%.

Tidak semua rumah tangga responden mengkonsumsi tembakau dan sirih

karena alasan untuk kesehatan dan responden lebih memilih untuk mencukupi

kebutuhan pangan lainnya daripada untuk merokok. Golongan pangan yang

termasuk dalam tembakau dan sirih antara lain: rokok kretek, rokok putih,

cerutu, sirih, tembakau, dan inang. Pengeluaran terbesar pada rokok kretek.

Alasan memilih rokok kretek adalah harganya yang lebih murah dibanding

rokok putih dan lebih praktis dibanding meracik sendiri (tingwe).

Pengeluaran untuk minuman mencapai 7,03% dari pengeluaran pangan.

Pengeluaran untuk minuman meliputi gula, teh, kopi dan lainnya. Pengeluaran

terbesar adalah untuk gula, karena gula digunakan untuk melengkapi teh

maupun kopi, selain itu juga gula dapat digunakan untuk pelengkap bumbu

dalam masakan. Gula, teh dan kopi merupakan pengeluaran sehari-hari yang

rutin karena dikonsumsi setiap harinya.

Pengeluaran untuk minyak dan lemak adalah 6,39% dari pengeluaran

pangan. Pengeluaran untuk minyak dan lemak meliputi minyak goreng,

mentega, kelapa dan lainnya. Pengeluaran untuk minyak goreng merupakan

pengeluaran terbesar, karena semua rumah tangga menggunakan minyak

goreng untuk menumis bumbu dan menggoreng lauk. Tidak semua rumah

tangga mengkonsumsi kelapa, kelapa hanya digunakan untuk membuat sayur

lodeh, sedangkan untuk mentega semua rumah tangga tidak mengkonsumsi.

Rumah tangga responden tidak mengkonsumsi roti tawar sehingga tidak

menggunakan mentega dan untuk menumis bumbu-bumbuan menggunakan

minyak goreng, tidak menggunakan mentega.

Konsumsi lain mencapai 5,55% dari pengeluaran pangan. Golongan

konsumsi lain antara lain kerupuk, mie, bihun dan lain-lainnya. Konsumsi

Page 70: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

untuk mie merupakan pengeluaran terbesar pada golongan ini. Hampir semua

rumah tangga mengkonsumsi mie. Mie menjadi alternatif bagi pemenuhan

kebutuhan selain nasi dibandingkan dengan golongan makanan lainnya.

Dengan perkembangan yang serba cepat dan praktis turut pula menjadi alasan

mengapa banyak orang memilihnya. Banyak produk mie yang dengan cepat

diolah, disajikan dan dikonsumsi dengan kemasan yang bagus dan dengan

variasi harga yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan pilihan-

pilihan produk mie sesuai dengan kemampuannya. Selain itu mie juga dengan

mudah dijumpai di berbagai tempat, tidak hanya di swalayan tetapi juga di

pasar tradisional atau warung kecil di pedesaan. Promosi beragam jenis mie

juga dilakukan secara gencar melalui berbagai media seperti media elektronik,

cetak dan kegiatan sosial. Mie yang terbuat dari terigu mengandung

karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin dan

mineralnya hanya sedikit. Namun, sifat karbohidrat dalam mie berbeda dengan

sifat yang terkandung di dalam nasi. Sebagian karbohidrat dalam nasi

merupakan karbohidrat kompleks yang memberi efek rasa kenyang lebih lama.

Sedangkan karbohidrat dalam mie instan sifatnya lebih sederhana sehingga

mudah diserap. Akibatnya, mie instan memberi efek lapar yang lebih cepat

dibanding nasi. Kerupuk juga dikonsumsi hampir setiap rumah tangga, karena

kerupuk merupakan makanan sampingan yang hampir tiap hari pasti ada di

rumah, hal itu disebabkan harga kerupuk yang murah dan mudah didapatkan.

Pengeluaran untuk daging 4,98% dari pengeluaran pangan. Golongan

daging meliputi sapi, ayam, kambing dan lainnya. Rumah tangga petani

umumnya hanya mengkonsumsi daging ayam, hal ini karena harga daging

ayam yaitu sebesar Rp 20.000,00 per kg, lebih murah jika dibandingkan

dengan harga daging sapi yaitu Rp 60.000,00 per kg. Konsumsi daging

diutamakan hanya untuk anak-anak saja.

Pengeluaran untuk buah-buahan sebesar 4,46% dari pengeluaran

pangan. Buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah

pepaya dan pisang, sedangkang jeruk dan apel dikonsumsi sesekali saja. Buah

pepaya dan pisang adalah buah yang diperoleh dari pekarangan mereka sendiri,

Page 71: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

sehingga selain dapat dijual, sebagian hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. Buah

jeruk dan apel dikonsumsi karena merupakan buah yang digemari oleh anak-

anak responden dan dikonsumsi jika ada salah seorang anggota rumah tangga

ingin mengkonsumsi atau sedang sakit.

Pengeluaran untuk kacang-kacangan adalah sebesar 4,32%, yang

meliputi pengeluaran untuk kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, tahu,

tempe dan lainnya. Tidak semua rumah tangga mengkonsumsi kacang tanah

dan kacang hijau. Kacang tanah biasanya direbus untuk makanan ringan atau

sebagai bumbu pecel, kacang hijau digunakan jika untuk memasak bubur atau

direbus dan airnya diminum. Pengeluaran rumah tangga petani untuk golongan

kacang-kacangan yang paling besar untuk tempe dan tahu. Tempe dan tahu

merupakan lauk sumber protein nabati yang murah dan tersedia terus-menerus

di pasar, alasan inilah yang membuat responden memilih untuk

mengkonsumsinya.

Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi 3,80% dari pengeluaran

pangan. Golongan makanan dan minuman jadi antara lain roti, biskuit, bakso,

mie ayam dan lainnya. Rendahnya persentase makanan dan minuman jadi

adalah karena rumah tangga petani merupakan rumah tangga dengan

penghasilan yang rendah, sehingga mereka lebih memilih untuk mencukupi

kebutuhan makanan pokok saja dan memilih untuk memasak sendiri makanan

mereka karena dapat lebih menghemat dan disesuaikan dengan besarnya

pendapatan mereka.

Pengeluaran untuk ikan adalah 1,98% dari pengeluaran untuk pangan.

Golongan ikan meliputi ikan segar, ikan awetan dan lainnya. Ikan yang

dikonsumsi oleh petani responden adalah ikan awetan dan ikan segar. Ikan

awetan ini antara lain gereh dan teri. Harga ikan awetan yang lebih murah dari

ikan segar menjadi alasan utama rumah tangga memilihnya. Ikan segar yang

dikonsumsi adalah lele. Lele lebih dipilih untuk dikonsumsi karena dibanding

ikan segar lainnya, lele memiliki harga yang lebih murah dan mudah

didapatkan di pasar.

Page 72: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Pengeluaran umbi-umbian sebesar 1,23% dari pengeluaran pangan.

Golongan umbi-umbian meliputi ketela pohon, ketela rambat, gaplek, kentang,

talas dan lainnya. Jenis umbi yang sering dikonsumsi rumah tangga petani

adalah ketela pohon dan ketela rambat. Sebagian besar mereka memperoleh

bukan dari membeli melainkan dari hasil pekarangan rumahnya. Umbi-umbian

dikonsumsi untuk makanan sampingan, misalnya direbus, dikukus atau

digoreng. Untuk kentang, rumah tangga petani responden tidak semua

mengkonsumsi, biasanya kentang hanya digunakan untuk tambahan pada sayur

sop, bukan untuk konsumsi kentang secara langsung, misalnya kentang goreng,

kentang rebus atau lainnya.

Kelompok yang tidak mengambil proporsinya dari pengeluaran adalah

minuman alkohol. Ini artinya dari seluruh rumah tangga petani responden tidak

ada yang mengkonsumsi minuman keras. Sebagai umat yang taat beragama

dan sebagai masyarakat desa yang masih memegang adat istiadat, meminum

minuman beralkohol diharamkan.

Menurut BPS Kabupaten Kulon Progo, ada 8 jenis kelompok non

pangan yang terdiri dari perumahan, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan,

biaya kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak dan asuransi dan keperluan

sosial. Berikut ini merupakan besarnya pengeluaran non pangan rumah tangga

responden.

Tabel 22. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

No. Pengeluaran Non Pangan Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Perumahan Aneka barang dan jasa Biaya pendidikan Biaya kesehatan Sandang Barang tahan lama Pajak dan asuransi Keperluan sosial

76.966,67 160.200,00 139.200,00 22.466,67 22.094,44 0,00 18.597,21 76.333,33

14,92 31,06 26,98 4,36 4,28 0,00 3,16

14,80 Jumlah 515.858,32 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Page 73: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Tabel 22 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran non pangan

perbulan rumah tangga responden. Pengeluaran non pangan terbesar adalah

untuk aneka barang dan jasa yaitu sebesar Rp 160.200,00 atau 31,06% dari

pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa meliputi

sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, ongkos transportasi,

bensin, perawatan kendaraan, pembuatan KTP, komunikasi dan lainnya.

Pengeluaran pada golongan ini tinggi karena meliputi barang yang dibutuhkan

dan dipergunakan setiap hari oleh seluruh anggota rumah tangga seperti sabun

mandi, sabun cuci, pasta gigi dan shampoo. Sebagian besar rumah tangga

mempunyai kendaraan untuk transportasi. Kendaraan tersebut memudahkan

dan mempercepat keluarga responden dalam melakukan aktivitasnya sehingga

membutuhkan bensin untuk bahan bakarnya, selain itu 66,67% rumah tangga

responden juga memiliki alat komunikasi berupa handphone yang juga

menambah pengeluaran pada golongan aneka barang dan jasa untuk membeli

pulsa.

Pengeluaran untuk biaya pendidikan mencapai 26,98% dari

pengeluaran non pangan. Biaya pendidikan meliputi biaya untuk uang pangkal,

SPP, pramuka, prakarya, buku, alat tulis dan lainnya. Pengeluaran untuk

lainnya misalnya adalah pengeluaran untuk uang saku sekolah. Uang pangkal

dan SPP hanya berlaku bagi pelajar SMA dan setingkat serta perguruan tinggi,

sedangkan untuk SD dan SMP telah membebaskan muridnya dari biaya

tersebut melalui dana BOS. Tingginya persentase biaya pendidikan karena

sebagian besar anak atau cucu rumah tangga responden masih bersekolah.

Sebagian anak dari rumah tangga responden sudah menyelesaikan pendidikan

SMA dan tetap melanjutkan ke Perguruan Tinggi dengan harapan masa depan

anak menjadi lebih baik dari orang tuanya meskipun dengan keterbatasan

biaya.

Pengeluaran perumahan 14,92% dari pengeluaran non pangan.

Pengeluaran untuk perumahan meliputi sewa/kontrak, listrik, minyak tanah,

kayu bakar, LPG dan lainnya. Tempat tinggal responden adalah rumah milik

sendiri, sehingga tidak mengeluarkan biaya untuk sewa/kontrak. Pengeluaran

Page 74: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

untuk golongan ini adalah untuk listrik, minyak tanah, kayu bakar dan LPG.

Listrik digunakan setiap harinya untuk sarana penerangan. Minyak tanah, kayu

bakar dan LPG digunakan untuk sarana memasak. Meskipun telah

diberlakukannya konversi minyak tanah ke LPG, namun masih ada rumah

tangga yang masih menggunakan minyak tanah dan kayu untuk bahan bakar.

Pengeluaran untuk keperluan sosial sebesar 14,80% dari pengeluaran

non pangan. Pengeluaran untuk keperluan sosial meliputi sumbangan untuk

perkawinan, kematian, khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan lainnya.

Kehidupan bermasyarakat di perdesaan bagi rumah tangga responden masih

sangat diutamakan. Responden beranggapan bahwa sumbangan yang diberikan

adalah tabungan yang suatu saat nanti pasti akan kembali ketika responden

punya kerja atau hajatan. Pada penelitian ini, pengeluaran untuk keperluan

sosial meliputi sumbangan untuk perkawinan, kematian, khitanan dan saat

musim panen, petani juga bersedekah ke masjid sebagai rasa syukur atas hasil

panennya. Besarnya pengeluaran per bulan untuk keperluan sosial bagi setiap

rumah tangga responden tidaklah sama, tergantung berapa banyaknya

undangan dari orang yang punya kerja. Pengeluaran terbanyak adalah untuk

sumbangan perkawinan, umumnya responden mengeluarkan uang sebesar

Rp 20.000,00 per orang untuk menyumbang.

Pengeluaran untuk biaya kesehatan adalah sebesar 4,36% dari

pengeluaran non pangan. Biaya kesehatan yang rendah pada rumah tangga

responden disebabkan mereka lebih memilih untuk berobat ke Puskesmas atau

membeli obat di toko. Apabila penyakit sudah parah, baru mereka datang ke

Dokter Praktek atau Dokter Spesialis.

Pengeluaran untuk sandang mencapai 4,28% dari pengeluaran non

pangan. Pengeluaran sandang meliputi pengeluaran untuk pakaian, alas kaki,

tutup kepala, dan lainnya. Seluruh rumah tangga responden hanya membeli

pakaian pada saat lebaran atau setahun sekali dan diutamakan untuk anak-anak.

Hal ini dilakukan karena mereka lebih mementingkan untuk keperluan

konsumsi lainnya yang lebih penting daripada untuk membeli pakaian.

Page 75: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Keperluan pajak dan asuransi adalah sebesar 3,16% dari pengeluaran

non pangan. Pengeluaran untuk golongan ini meliputi pengeluaran untuk PBB,

dan lainnya. PBB dikeluarkan untuk pajak tanah yang mereka punya dan juga

bangunan yang mereka tempati (rumah). Biaya lainnya adalah biaya untuk

pajak kendaraan bermotor. Pajak PBB maupun pajak kendaraan bermotor

dikeluarkan setahun sekali, sehingga jika dirata-rata perbulan, pengeluaran

untuk pajak menjadi sedikit.

Pengeluaran non pangan lainnya adalah barang tahan lama. Barang

tahan lama meliputi alat rumah tangga, alat dapur, alat hiburan dan lainnya.

Pada penelitian ini tidak ada pengeluaran untuk barang tahan lama, hal ini

karena rumah tangga responden tidak membeli peralatan tahan lama dalam

jangka waktu yang pendek. Peralatan tahan lama dibeli jika peralatan tersebut

sudah benar-benar rusak.

Dari data di atas dapat diketahui besarnya pengeluaran yang

dikeluarkan oleh rumah tangga responden baik pengeluaran pangan maupun

pengeluaran non pangan. Besarnya pengeluaran total rumah tangga responden

dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Pengeluaran Jumlah (Rp/bulan) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan

773.743,58 515.858,32

Pengeluaran Total 1.289.601,91

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 23 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya

pengeluaran total adalah Rp 1.289.601,91 per bulan yang terdiri dari

pengeluaran pangan sebesar Rp 773.743,58 per bulan dan pengeluaran non

pangan sebesar Rp 515.858,32 per bulan. Pengeluaran pangan mempunyai nilai

pengeluaran yang lebih besar daripada pengeluaran non pangan, artinya rumah

tangga responden masih menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yaitu kebutuhan pangannya

daripada kebutuhan non pangan. Rumah tangga responden yang memiliki tanah

Page 76: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

sempit, karena pendapatannya yang relatif kecil, maka pendapatannya

digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kebutuhan pangan.

Kebutuhan pangan yang lebih dahulu dibeli adalah kebutuhan pokok, misalnya

beras dan lauk pauk sekedarnya seperti tempe dan tahu. Sedangkan petani yang

bertanah luas, karena pendapatannya yang lebih besar di samping mampu

membeli barang-barang konsumsi pokok rumah tangga, juga mampu membeli

barang-barang kebutuhan non pangan dengan jumlah yang lebih besar. Bagi

rumah tangga responden yang memiliki pendapatan besar dan jumlah anggota

kecil akan lebih leluasa menyusun anggaran belanja keluarga dan mungkin

masih sempat menabung, namun bagi rumah tangga responden yang memiliki

pendapatan kecil dan jumlah anggota keluarganya relatif besar akan terbatas

dalam menyusun anggaran belanja rumah tangganya. Bagi rumah tangga

tersebut pendapatannya hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

dasar rumah tangga, yaitu kebutuhan pangan.

Selisih antara pendapatan dan pengeluaran merupakan tabungan.

Besarnya rata-rata tabungan rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel

24.

Tabel 24. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Jumlah (Rp/bulan) Pendapatan Pengeluaran Total

1.593.513,89 1.289.601,91

Tabungan 303.911,98

Sumber: Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 24 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya tabungan

adalah Rp 303.911,98. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa

pengeluaran masih mengambil sebagian besar bagian dari pendapatan.

Tabungan merupakan proporsi terkecil. Pada penelitian ini, tabungan

merupakan selisih antara pendapatan rumah tangga dan pengeluaran. Tabungan

pada penelitian ini berupa gabah kering yang belum digunakan untuk

konsumsi. Tidak semua hasil produksi usahatani padi rumah tangga responden

dijual, sebagian hasilnya digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Hasil panen

Page 77: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

yang masih disimpan dan belum digunakan untuk konsumsi merupakan

tabungan.

D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total

Rumah Tangga

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan merupakan persentase

banyaknya pengeluaran pangan dibanding besarnya pengeluaran total. Berikut

ini merupakan proporsi pengeluaran rumah tangga responden.

Tabel 25. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Pengeluaran Jumlah (Rp/bulan) Proporsi (%) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan

773.743,58 515.858,32

60,00 40,00

Pengeluaran Total 1.289.601,91 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Pengeluaran total merupakan pengeluaran untuk konsumsi pangan

ditambah pengeluaran untuk non pangan. Besarnya rata-rata pengeluaran total

pada penelitian ini adalah Rp 1.289.601,91. Berdasarkan tabel diatas, dapat

diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 773.743,58 atau

mencapai 60,00% dari pengeluaran total dan untuk pengeluaran non pangan

sebesar Rp 515.858,32 atau 40,00%.

Menurut Ariani dan Purwantini, 2005, pengeluaran total

dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu pengeluaran untuk pangan dan

barang-barang bukan pangan. Proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan

pangan juga digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat

kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran

pangan dapat diungkapkan bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan

berarti tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga semakin

rendah atau rentan. Berdasarkan data di atas pengeluaran pangan lebih besar

daripada pengeluaran non pangan, ini berarti tingkat kesejahteraan rumah

tangga responden masih rendah. Rumah tangga responden lebih

mengutamakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih

dahulu, yakni berupa pangan, apabila kebutuhan dasar tersebut sudah

Page 78: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

terpenuhi, maka keluarga akan mengalokasikan pendapatannya untuk

kebutuhan non pangan.

Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan dapat

menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk. Kesejahteraan

penduduk sangat berpengaruh terhadap akses ekonomi rumah tangga terhadap

pangan sehingga juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas makanan yang

dikonsumsi. Semakin menurunnya tingkat kesejahteraan rumah tangga, maka

rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan

pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan

kurang diperhatikan. Sebaliknya, rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan

tinggi, akan mampu mencukupi kebutuhannya tidak hanya untuk pangan,

namun juga untuk non pangan. Hal ini seperti apa yang berlaku pada hukum

Engel, bahwa proporsi dari total pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan

akan berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Selain itu, dengan

bertambahnya pendapatan, rumah tangga dapat membeli pangan yang baik,

sehingga tidak hanya berfungsi untuk mengatasi rasa lapar, namun juga untuk

memenuhi kebutuhan gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan rumah tangga

yang diperoleh dari usahatani dan luar usahatani tersebut, prioritas pertamanya

adalah pengeluaran untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan proporsi

pengeluaran pangan mencapai 60%.

E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga

Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang

dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan

fisiknya. Konsumsi pangan dihitung dari makanan/minuman yang dimakan

setiap anggota rumah tangga tanpa mempertimbangkan asal makanan tersebut

(masak sendiri ataupun membeli). Konsumsi pangan yang dinilai adalah

konsumsi energi dan konsumsi protein. Konsumsi energi adalah sejumlah

energi pangan yang dikonsumsi per orang per hari yang dinyatakan dalam

kkal/orang/hari dan konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang

dikonsumsi yang dinyatakan dalam gram/orang/hari.

Page 79: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Konsumsi gizi rumah tangga diketahui dengan menghitung konsumsi

rumah tangga 24 jam yang lalu dengan pedoman Daftar Komposisi Bahan

Makanan (DKBM). Selanjutnya, konsumsi gizi ini dibandingkan dengan

Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mengetahui nilai Tingkat konsumsi Gizi

(TKG). Besarnya AKG berbeda-beda untuk setiap individu karena AKG

ditentukan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rata-rata angka kecukupan

gizi, baik energi dan protein rumah tangga responden diperoleh dengan

menjumlahkan AKG setiap anggota keluarga menurut golongan umur dan jenis

kelamin, kemudian dibagi dengan jumlah total anggota keluarga.

Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah

tangga responden dan tingkat konsumsi gizinya.

Tabel 26. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Keterangan Energi (kkal) Protein (gram)

Rumah Tangga

Per orang per hari

Rumah Tangga

Per orang per hari

Konsumsi 6.229,06 1.698,70 184,22 50,26 AKG dianjurkan 7.306,67 1.994,58 193,90 53,24 TKG (%) 85,17 85,17 94,41 94,41

Sumber: Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata

konsumsi energi rumah tangga responden adalah 1.698,70 kkal/orang/hari dan

konsumsi protein sebesar 50,26 gram/orang/hari. Besarnya rata-rata konsumsi

energi masih kurang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang

dianjurkan yaitu sebesar 1.994,58 kkal/orang/hari, demikian juga dengan rata-

rata konsumsi protein yang masih kurang dibandingkan dengan AKG yang

dianjurkan yaitu sebesar 53,24 gram/orang/hari.

Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga

responden adalah 85,17% dan bila dilihat dari tingkat konsumsi gizinya dapat

disimpulkan bahwa secara keseluruhan untuk TKE termasuk dalam kategori

sedang. Beras merupakan satu-satunya pangan pokok sekaligus sumber energi

utama yang dikonsumsi rumah tangga responden. Akan tetapi, jumlah yang

dikonsumsi masih kurang dan belum mencapai angka kecukupan energi. Pada

Page 80: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

penelitian ini rata-rata konsumsi beras 7,30 kg per minggu, sedangkan

konsumsi nasi sebesar 12,95 kg per minggu. Bila konsumsi beras

dikonversikan ke konsumsi nasi, maka konsumsi nasi rata-rata 14,60 kg per

minggu. Konsumsi nasi yang lebih rendah daripada konsumsi beras disebabkan

karena beberapa hal seperti saat penelitian sesudah masa tanam, sehingga

pekerjaan petani tidak begitu berat. Selain itu juga mengkonsumsi makanan

jadi seperti bakso atau mie ayam dam makanan lain seperti mie instan. Nasi

yang sisa biasanya dijemur untuk dijadikan nasi aking atau untuk makan ayam.

Rumah tangga responden masih menanak nasi masih menggunakan kendil

bukan magicjar, apabila api terlalu besar atau memasak terlalu lama

menyebabkan nasi yang dimasak mengeras atau menjadi intip.

Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga

responden adalah 94,41% yang termasuk dalam kategori sedang. Konsumsi

protein diperoleh dari konsumsi protein nabati dan hewani. Seperti halnya

konsumsi energi, apabila dilihat dari nilai TKP-nya, konsumsi protein rumah

tangga responden juga belum mencapai angka kecukupan. Faktor daya beli

merupakan alasan utama kurangnya konsumsi protein dalam rumah tangga.

Keterbatasan pendapatan rumah tangga membuat mereka enggan membeli

pangan sumber protein hewani yang mahal seperti daging sapi atau ikan segar.

Berdasar pola konsumsi pangan, jenis protein hewani yang sering dikonsumsi

oleh rumah tangga petani adalah telur yang harganya relatif terjangkau.

Sedangkan untuk jenis protein nabati, rumah tangga mengkonsumsi lauk pauk

berupa tahu dan tempe.

Baik TKE dan TKP belum mencapai angka kecukupan yang

dianjurkan. Namun demikian, konsumsi protein sudah tinggi dan hampir

mencapai AKP yang dianjurkan, yaitu sebesar 53,24 gram/orang/hari. Lebih

tingginya nilai TKP dibandingkan TKE disebabkan karena kecenderungan

penduduk mengkonsumsi pangan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe

setiap hari dalam jumlah yang cukup. Tahu dan tempe merupakan makanan

yang murah dan mudah untuk didapatkan, sehingga rumah tangga responden

hampir mengkonsumsinya setiap hari.

Page 81: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Anggota rumah tangga terdiri dari suami, istri, anak dan anggota

keluarga lain yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, seperti

umur dan jenis kelamin. Perbedaan umur dan jenis kelamin, berarti juga

terdapat perbedaan dalam pemenuhan konsumsi gizinya. Rata-rata konsumsi

energi dan protein anggota rumah tangga dan tingkat konsumsi gizi anggota

rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

AKG Konsumsi TKG (%) Energi Protein Energi Protein Energi Protein

Suami Istri Anak Laki-laki Anak Perempuan AKL Laki-laki AKL Perempuan

2.243,10 1.771,67 2.059,09 1.947,37 2.060,00 2.100,00

60,00 50,23 50,73 49,42 57,00 57,50

1.968,43 1.464,61 1.836,76 1.697,77 1.584,48 1.634,23

57,02 45,88 52,75 48,24 51,62 53,07

87,75 82,67 89,20 87,18 76,92 77,82

95,03 91,34

104,00 97,61 90,56 92,29

Sumber : Analisis Data Primer

Dari Tabel 27 dapat diketahui perbedaan antara angka kecukupan gizi

yang dianjurkan pada setiap anggota keluarga dengan konsumsinya. Rata-rata

konsumsi energi anggota rumah tangga masih berada di bawah angka

kecukupan, sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein hanya anak laki-laki

saja yang sudah mencukupi konsumsi proteinnya. Tingkat konsumsi energi

suami, istri, anak laki-laki dan anak perempuan sudah 80% di atas angka

kecukupan energi dan termasuk pada kategori sedang, sedangkan konsumsi

anggota keluarga lain laki-laki dan anggota keluarga lain perempuan masih

berada di bawah 80% angka kecukupan energi dan termasuk pada kategori

kurang. Tingkat konsumsi protein anggota rumah tangga responden semuanya

sudah berada di atas 80% angka kecukupan protein dan anak laki-laki sudah

memenuhi angka kecukupan protein dan termasuk dalam kategori baik.

Perbedaan umur dan jenis kelamin juga menuntut kebutuhan gizi yang

berbeda pula. Pada usia pertumbuhan dan usia produktif, anggota keluarga

lebih banyak membutuhkan konsumsi gizi baik energi dan protein. Anggota

keluarga yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak membutuhkan konsumsi

gizi yang lebih banyak dibanding dengan anggota keluarga perempuan. Pada

Page 82: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

perempuan hamil dan menyusui juga membutuhkan asupan gizi yang lebih

banyak. Pada penelitian ini hanya ada satu ibu rumah tangga yang menyusui.

Anggota keluarga lain dalam penelitian ini adalah ayah atau ibu responden,

menantu atau cucu yang rata-rata masih kurang pangan dan dapat disebabkan

karena usia yang sudah tua sehingga konsumsinya sedikit atau karena rumah

tangga tersebut merupakan rumah tangga rawan pangan, sehingga bila dilihat

dari konsumsinya masih kurang. Pangan pokok yang juga sebagai sumber

energi pada penelitian ini adalah beras. Ketergantungan yang tinggi pada beras

sebagai sumber energi merupakan penyebab konsumsi energi yang belum

mencukupi angka kecukupan energi. Masih rendahnya konsumsi pangan

hewani yang sangat penting peranannya dalam upaya peningkatan kualitas

sumberdaya manusia juga merupakan penyebab belum tercapainya angka

kecukupan protein.

Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga

responden dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Kategori Tingkat Konsumsi Gizi

Energi (kkal/orang/hari)

Protein (gram/orang/hari)

Jumlah RT

% Jumlah RT

%

Baik TKG ≥100% AKG 2 6,67 9 30,00 Sedang TKG 80–99% AKG 20 66,67 21 70,00 Kurang TKG 70–80% AKG 7 23,33 0 0,00 Defisit TKG <70% AKG 1 3,33 0 0,00

Jumlah 30 100,00 30 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui sebaran rumah tangga responden

berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein. Sebaran kategori tingkat

konsumsi energi dan protein rumah tangga menunjukkan bahwa status gizi tiap

rumah tangga berbeda. Sebagian besar rumah tangga termasuk dalam kategori

sedang. 20 rumah tangga responden berdasarkan tingkat konsumsi energi

termasuk dalam kategori sedang dan 21 rumah tangga responden berdasarkan

tingkat konsumsi protein termasuk dalam kategori sedang, artinya sebagian

Page 83: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

besar responden sudah memenuhi kecukupan gizinya 80% dari kecukupan gizi

yang dianjurkan. Secara keseluruhan tingkat konsumsi protein rumah tangga

responden lebih baik daripada tingkat konsumsi energinya. Hal ini terkait

dengan pola konsumsi beras sebagai pangan pokok tunggal dan belum adanya

pola konsumsi sumber energi lain seperti umbi-umbian. Apabila konsumsi

beras sebagai sumber energi utama kurang, maka akan berakibat pada

rendahnya tingkat konsumsi energi. Perbedaan kategori tiap rumah tangga

disebabkan perbedaan makanan yang dikonsumsi tiap rumah tangga.

Setiap bahan pangan memiliki sumbangan energi dan protein yang

berbeda. Beras sebagai pangan pokok merupakan penyumbang energi terbesar.

Sedangkan penyumbang protein adalah bahan makanan sumber protein nabati

dan hewani. Pada penelitian ini, pengeluaran pangan terbesar adalah untuk

padi-padian, sehingga dari sisi konsumsi padi-padian juga memiliki sumbangan

energi dan protein terbesar. Di samping itu, umbi-umbian seperti ketela pohon

dan ketela rambat hanya dikonsumsi sesekali saja sebagai makanan selingan.

Padahal umbi-umbian mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi sebagai

sumber tenaga/energi untuk meningkatkan nilai TKE. Gula juga memiliki

energi yang tinggi dan semua rumah tangga responden mengkonsumsi gula

sebagai pemanis minuman.

Protein didapatkan dari sayuran dan lauk pauk yang dikonsumsi

keluarga yang terdiri dari protein nabati dan hewani. Sumber pangan nabati

yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga petani berasal dari kacang-kacangan

dan hasil olahannya, antara lain tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan

sumber protein dengan harga murah dan mudah didapatkan di pasar atau di

warung, mudah diolah dan rasanya yang enak sehingga menjadi pilihan rumah

tangga responden untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk protein hewani berasal

dari telur, ikan dan daging ayam. Kurang beragamnya makanan yang

dikonsumsi dan jumlahnya yang terbatas, menyebabkan kurang tercukupinya

gizi rumah tangga responden.

Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga

responden dapat dilihat pada Tabel 29 :

Page 84: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Tabel 29. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Jumlah Rumah Tangga

Jenis Kelamin

Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi Protein Baik Sedang Kurang Defisit Baik Sedang Kurang Defisit

Suami Istri Anak Anak AKL AKL

L P L P L P

4 3 5 4 0 0

20 15 15 11 2 2

4 9 2 4 3 3

1 3 0 0 0 0

9 7

11 7 1 1

17 17 10 11 1 4

3 5 1 0 3 0

0 1 0 1 0 0

Jumlah 16 65 25 4 36 60 12 2

Sumber : Analisis Data Primer

Dari Tabel 29 dapat diketahui sebaran anggota rumah tangga responden

berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein. Sebagian besar anggota

rumah tangga termasuk dalam kategori sedang, artinya anggota rumah tangga

responden telah mampu mencukupi kebutuhan energi dan proteinnya. Namun,

masih ada pula beberapa anggota rumah tangga responden yang konsumsi

gizinya masih kurang. Pada data di atas masih ada anggota rumah tangga yang

konsumsi energinya masih kurang. Ada 5 orang suami atau sebesar 17,42%,

12 orang istri atau 40%, 2 orang anak laki-laki atau 9,09% dan 4 orang anak

perempuan yang masih kurang konsumsi energinya. Sedangkan anggota

keluarga lain laki-laki ada 3 orang atau 60% dan anggota keluarga lain

perempuan ada 3 orang atau 60% yang masih kurang konsumsi energinya.

Kurangnya konsumsi gizi dapat disebabkan karena beberapa faktor,

yaitu suami sebagai tulang punggung keluarga dan memiliki pekerjaan yang

lebih berat dibanding anggota rumah tangga lainnya sehingga konsumsi

gizinya, baik konsumsi energi dan protein lebih banyak. Anak-anak yang

mempunyai aktivitas yang tinggi dan ada pula yang dalam masa pertumbuhan

sehingga konsumsinya juga tinggi. Pola sosial budaya dalam penelitian ini juga

mempunyai pengaruh pada konsumsi anggota rumah tangga.

Secara tradisional suami mempunyai prioritas utama atas jumlah dan

jenis makanan dalam keluarga. Setelah suami kemudian anak-anak yang

menjadi prioritas dalam konsumsi makanan baik jumlah dan jenis makanan,

kemudian baru istri yang hanya memperoleh pangan yang disisakan oleh

anggota rumah tangganya. Hal ini yang menyebabkan 40% istri rumah tangga

Page 85: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

responden masih kurang pangan. Anggota keluarga lain juga masih banyak

yang kurang pangan, anggota keluarga lain adalah orang tua, kakak dan cucu.

60% anggota keluarga lain masih kurang pangan yang juga disebabkan usia

yang sudah tua sehingga konsumsinya sedikit atau karena rumah tangga

tersebut rawan pangan, sehingga bila dilihat dari konsumsinya masih kurang

dan terbatasnya pendapatan menyebabkan dalam memenuhi kebutuhan

pangannya hanya untuk mengatasi rasa lapar dan kualitas pangan kurang

diperhatikan.

F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan terhadap

konsumsi energi rumah tangga. Konsumsi energi akan berbeda pada proporsi

pengeluaran yang berbeda pula. Dari hasil analisis hubungan korelasi dengan

menggunakan program SPSS 16 antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan

dengan konsumsi energi rumah tangga responden dapat diketahui nilai

probabilitasnya adalah 0,019. Nilai probabilitas antara proporsi pengeluaran

konsumsi pangan dengan konsumsi energi adalah kurang dari 0,05. Apabila

nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 maka Ho ditolak, artinya antara proporsi

pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan

yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil analisis korelasi antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan

dengan konsumsi energi menunjukkan bahwa koefisien korelasinya sebesar

– 0,426. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi

mempunyai nilai koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan yang sedang.

Nilai koefisien korelasi pada hasil analisis tersebut bernilai negatif yang artinya

antara variabel tersebut mempunyai hubungan yang berlawanan, apabila

proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi maka konsumsi energi rendah,

begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan penelitian Nyak Ilham dan Bonar

M. Sinaga (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Pangsa

Pengeluaran Sebagai Indikator Komposit Ketahanan Pangan, disebutkan bahwa

semua persamaan memiliki nilai elastisitas sebesar negatif satu. Dari hasil

elastisitas yang negatif dapat dikatakan bahwa hubungan antara kedua variabel

Page 86: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

yaitu pangsa pengeluaran pangan berlawanan arah dengan konsumsi energi

setiap penduduk.

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang tinggi menunjukkan

kesejahteraan rumah tangga yang rendah dan dapat dikatakan mempunyai

pendapatan yang rendah pula, dengan pendapatan yang rendah rumah tangga

akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang

berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan kurang

diperhatikan yang berakibat pada rendahnya konsumsi energi. Sebaliknya,

rumah tangga dengan proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang rendah,

yang mencerminkan pendapatannya yang tinggi dan tingkat kesejahteraan

tinggi, akan mampu mencukupi kebutuhannya tidak hanya untuk pangan,

namun juga untuk non pangan. Selain itu, dengan bertambahnya pendapatan,

rumah tangga dapat membeli pangan yang baik, sehingga tidak hanya

berfungsi untuk mengatasi rasa lapar, namun juga untuk memenuhi kebutuhan

gizi anggota rumah tangganya.

Hal ini sesuai dengan hukum Bennet, bahwa peningkatan pendapatan

akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi

pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Keterkaitan

pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum Engel.

Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan,

konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi

yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang

dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat.

G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Ketahanan pangan dapat diketahui dari ketersediaan, distribusi dan

konsumsi masyarakat terhadap pangan. Pada penelitian ini ketahanan pangan

dilihat dari sisi konsumsi dan hubungannya dengan proporsi pengeluaran

pangan. Proporsi pengeluaran pangan dan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

merupakan komponen untuk menentukan ketahanan pangan rumah tangga.

Sebaran ketahanan pangan rumah tangga responden dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Page 87: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Tabel 30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo

Kategori Ketahanan Pangan

Pendapatan Rumah Tangga

(Rp/bulan)

Proporsi Pengeluaran Pangan (%)

Tingkat Konsumsi Energi (%)

Jumlah RT

%

Tahan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

2.503.055,52 56,43 95,78 9 30,00

Rentan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

1.280.192,31 68,66 83,29 13 43,33

Kurang Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

1.153.416,66 46,04 78,29 3 10,00

Rawan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

1.034.583,33 68,11 74,02 5 16,67

Jumlah 30 100,00

Sumber : Analisis Data Primer

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup

tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk

mencapai gizi baik dan hidup sehat. Ketahanan pangan rumah tangga dapat

diukur dengan menggunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan, yaitu

proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Berdasarkan Tabel

30 dapat diketahui status ketahanan pangan rumah tangga responden. Rumah

tangga dengan status rentan pangan memiliki sebaran terbesar dengan

persentase 43,33% dari seluruh responden. Rumah tangga dengan status tahan

pangan menempati urutan kedua dengan persentase 30,00%, rumah tangga

rawan pangan memiliki persentase sebesar 16,67% dan rumah tangga kurang

pangan dengan persentase sebesar 10,00%.

Rumah tangga petani umumnya adalah rumah tangga yang memiliki

pendapatan relatif rendah, sehingga tingkat kesejahteraannya masih rendah.

Page 88: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Sehingga dalam memenuhi kebutuhannya, rumah tangga petani masih

mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk keperluan pangannya, dan masih

belum memprioritaskan terpenuhinya kecukupan gizi anggota rumah

tangganya.

Pada penelitian ini terdapat 13 rumah tangga responden atau sebesar

43,33% dengan status rentan pangan, ini berarti rumah tangga memiliki

proporsi pengeluaran pangan yang tinggi, namun konsumsi energinya sudah

cukup. Status ketahanan pangan rumah tangga responden terbesar adalah

rentan pangan, hal ini berarti sebagian besar rumah tangga responden harus

mengeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak untuk memperoleh pangan

yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Rumah tangga yang rentan pangan

dari sisi ekonomi kurang baik yang diindikasikan oleh proporsi pengeluaran

pangannya yang tinggi yaitu sebesar 68,66%. Pendapatan rumah tangga yang

rendah yaitu sebesar Rp 1.280.192,31 per bulan, menjadikan proporsi

pengeluaran pangan mereka tinggi karena sebagian besar pendapatannya

digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dari kenyataan ini dapat

disarankan pada rumah tangga rentan pangan untuk meningkatkan pendapatan

rumah tangga sehingga dapat meningkatkan status rumah tangganya dari

kategori rentan pangan ke tahan pangan. Jika dilihat dari aspek gizi, Tingkat

Konsumsi Energi rumah tangga rentan pangan sudah cukup yaitu sebesar

83,29%. Jenis pangan yang dikonsumsi rumah tangga rentan pangan sebagian

besar berasal dari jenis pangan sumber energi, sehingga kebutuhan energi

rumah tangga responden telah melebihi 80% dari angka kecukupan yang

dianjurkan.

Rumah tangga dengan status tahan pangan sebanyak 9 rumah tangga

atau sebesar 30% dari seluruh responden. Status tahan pangan berarti proporsi

pengeluaran pangan rumah tangga responden rendah dan konsumsi energinya

sudah cukup. Petani di Kabupaten Kulon Progo tidak hanya mengandalkan

pekerjaannya sebagai petani, tetapi juga mempunyai pekerjaan lain di luar

usahatani yang memungkinkan petani untuk dapat meningkatkan

pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sehingga

Page 89: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

kebutuhan gizinya dapat tercukupi dengan TKE sebesar 95,78%. Rata-rata

pendapatan rumah tangga responden yang tahan pangan adalah sebesar

Rp 2.503.055,52 per bulan dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar

56,43%.

Status rumah tangga rawan pangan sebanyak 5 rumah tangga atau

sebesar 16,67% dari seluruh responden, hal ini karena proporsi pengeluaran

pangan yang tinggi dan konsumsi energinya masih kurang. Tingginya proporsi

pengeluaran pangan yaitu sebesar 68,11% mengindikasikan bahwa rumah

tangga responden mempunyai tingkat kesejahteraannya pun masih rendah.

Responden masih mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk konsumsi

pangan. Keadaan ini terjadi karena pendapatan yang terbatas yaitu sebesar

Rp 1.034.583,33 per bulan, serta kurangnya pengetahuan tentang gizi, sehingga

yang terpenting adalah bagaimana perut kenyang sedangkan pemenuhan

kebutuhan gizi masih kurang diperhatikan. Tingkat Konsumsi Energi rumah

tangga responden rawan pangan adalah sebesar 74,02%. Dengan keadaan yang

demikian, rumah tangga dengan status rawan pangan yang kesejahteraannya

masih rendah disarankan untuk meningkatkan pendapatan agar dapat

meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan dapat mengkonsumsi pangan

yang lebih memiliki kualitas yang baik sehingga kecukupan gizi rumah tangga

dapat terpenuhi. Peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi juga

diperlukan agar responden lebih menganekaragamkan jenis makanan dan

meningkatkan mutu pangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Sebanyak 3 rumah tangga responden atau 10,00% dari seluruh

responden termasuk kategori kurang pangan yang memiliki proporsi

pengeluaran pangan rendah dan konsumsi energinya masih kurang. Rata-rata

pendapatan rumah tangga kurang pangan yaitu sebesar Rp 1.153.416,66 per

bulan, dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 46,04%. Proporsi

pengeluaran pangan yang rendah bukan disebabkan karena pendapatannya

yang cukup, namun karena besarnya pengeluaran non pangan. Pengeluaran non

pangan yang besar disebabkan karena tingginya biaya pendidikan bagi anak-

anak yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat Perguruan Tinggi. TKE

Page 90: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

rumah tangga responden kurang pangan yaitu sebesar 78,29% sehingga dapat

dikatakan bahwa rumah tangga responden kurang pangan belum bisa

mencukupi konsumsi energinya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan

gizi dan kurang diperhatikannya susunan menu yang dikonsumsi, sehingga

pemilihan menu kurang dapat mencukupi kebutuhan energi. Untuk itu bagi

rumah tangga dengan kategori kurang pangan perlu adanya upaya untuk

meningkatkan pengetahuan tentang pangan dan gizi.

Jika terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman padi akan

berdampak pada kategori ketahanan pangan rumah tangga. Serangan hama dan

penyakit menyebabkan turunnya produksi padi yang akan berdampak pada

rendahnya pendapatan yang diperoleh petani padi. Pendapatan yang semakin

menurun akan mengakibatkan naiknya proporsi pengeluaran pangan.

Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan menjadi indikator

menurunnya kesejahteraan rumah tangga. Semakin menurunya kesejahteraan

rumah tangga, maka rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk

memenuhi kebutuhan pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar,

sehingga kualitas pangan kurang diperhatikan.

Berkaitan dengan penelitian di atas, jika terjadi serangan hama dan

penyakit di Kabupaten Kulon Progo dengan tingkat konsumsi energi yang tetap

maka rumah tangga dengan kategori kurang pangan cenderung akan berubah

menjadi rumah tangga dengan kategori rawan pangan. Hal ini dikarenakan

turunnya pendapatan akan menyebabkan naiknya proporsi pengeluaran pangan.

Dengan peningkatan proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi energi yang

rendah, maka rumah tangga tersebut tergolong rumah tangga rawan pangan.

Rumah tangga rawan pangan itu sendiri adalah rumah tangga dengan proporsi

pengeluaran pangan yang tinggi dan konsumsi energi yang kurang.

Page 91: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis hubungan proporsi

pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga

petani di Kabupaten Kulon Progo, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo

sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani

sebesar Rp 746.847,22 (46,87%) dan pendapatan dari luar usahatani

sebesar Rp 846.666,67 (53,13%). Besarnya pengeluaran untuk pangan

adalah Rp 773.743,58 per bulan dan pengeluaran non pangan sebesar

Rp 515.858,32 per bulan.

2. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total

adalah 60,00%, yang artinya pengeluaran konsumsi pangan masih

mengambil sebagian besar bagian dari pengeluaran rumah tangga petani.

3. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten

Kulon Progo adalah 1.698,70 kkal/orang/hari dan 50,26 gram/orang/hari.

Rata-rata tingkat konsumsi energinya sebesar 85,17% dan tingkat

konsumsi proteinnya sebesar 94,41% sehingga keduanya termasuk dalam

kategori sedang.

4. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi

mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi untuk

proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah – 0,426 yang

menunjukkan hubungan sedang. Nilai koefisen korelasi bernilai negatif

menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi

pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan.

5. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani berdasarkan tingkatannya

adalah tahan pangan sebesar 30,00%, rentan pangan 43,33%, 10,00%

rumah tangga kurang pangan, dan 16,67% termasuk dalam kondisi rawan

pangan.

Page 92: ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis

hubungan proporsi pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan

pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo, maka saran yang

dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Rata-rata TKE dan TKP responden yang masih di bawah angka kecukupan

energi dan protein hendaknya perlu diperbaiki, misalnya dengan

penganekaragaman pangan seperti umbi-umbian. Komoditas seperti ketela

pohon di Kabupaten Kulon Progo cukup berpotensi sebagai pangan

sumber energi di samping beras.

2. Jika dilihat dari konsumsi pangan setiap anggota rumah tangga responden,

masih banyak ibu rumah tangga yang kurang pangan. Hal ini dapat diatasi

dengan memberikan informasi dan penyuluhan mengenai kecukupan gizi

serta pengaruhnya terhadap kesehatan, sehingga diharapkan dapat

melakukan evaluasi terhadap pola makan yang pada akhirnya masing-

masing anggota rumah tangga mendapat porsi makan yang cukup dan

seimbang baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu penyuluhan juga

untuk meningkatkan pengetahuan rumah tangga tentang gizi sehingga

dapat mencegah terjadinya kurang pangan dan rawan pangan.