analisis harga pokok produksi ball bearing dengan metode activity-based costing di pt skf indonesia

125
i ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA Di ajukan sebagai salah satu persyaratan kelulusan Tugas akhir pada program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Industri Disusun Oleh : Nama : Slamet Widodo NIM : 2011220008 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA JAKARTA2015

Upload: uofaunsada

Post on 07-Jan-2017

592 views

Category:

Data & Analytics


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

i

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT

SKF INDONESIA

Di ajukan sebagai salah satu persyaratan kelulusan Tugas akhir pada

program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Industri

Disusun Oleh :

Nama : Slamet Widodo

NIM : 2011220008

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DARMA PERSADA

JAKARTA2015

Page 2: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

ii

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING

DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT

SKF INDONESIA

Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi di

Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknik

Disusun oleh

Nama : Slamet Widodo

NIM : (2011220008)

Jakarta , 04 September 2015

Mengetahui : Menyetujui,

Ketua Program Studi Teknik Industri Pembimbing

(Ir. JAMALUDDIN PURBA, MT) (Ir. SENTI SIAHAAN, ME)

Ketua Jurusan / Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri :

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2015

Page 3: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Slamet Widodo

Nim : 2011220008

Jurusan : Teknik Industri

Fakultas : Teknik

Universitas : Darma Persada

Menyatakan bahwa Tugas Akhir atau Skiripsi ini saya susun

sendiri berdasarkan hasil peninjauan, penelitian, wawancara dan

bimbingan serta memadukan dengan buku-buku referensi lain

yang terkait dan relevan dengan materi Tugas Akhir atau Skiripsi

ini.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 14 Septemberi 2015

(Slamet Widodo)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2015

Page 4: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

iv

Page 5: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

v

ABSTRAK

PT. Skf Indonesia sebagai pembuat suku cadang otomotif khususnya bearing.Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern dan globalisasi mempengaruhi perkembangan dunia usaha sehingga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Para pelaku usaha diharapkan mampu mengikuti perkembangan tersebut serta mampu menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Persaingan harga, kualitas, dan sebagainya, menjadikan sebagian perusahaan harus membenahi berbagai aspek di dalam perusahaannya agar mampu menghadapi persaingan tersebut, dimana permasalahan dalam perusahaan ini adalah menetukan harga pokok produksi yang sangat komplek.

Dalam perhitungan harga pokok produksi yang tepat, maka harga jual suatu produk dapat diketahui dan ditentukan dengan tepat sehingga produk tidak overcost dan juga tidak undercost. Perusahaan dapat menghitung harga pokok produksi dengan tepat dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing. Dalam penelitian ini penentuan harga pokok masih menggunakan sistem tradisional. Sehingga kurang akurat jika digunakan oleh perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam Penelitian ini adalah biaya yang menjadi fokus dari aktivitas pada produk Ball Bearing untuk menentukan alokasi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produk. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif berdasarkan explanatory research, yaitu penelitian yang tujuannya untuk mengungkapkan atau menjelaskan secara mendalam tentang variabel tertentu dan penelitian ini bersifat deskriptif.

Hasil penelitian adalah harga pokok produksi dengan sistem Activity Based Costing pada Ball bearing sebesar Rp 16.240/unit atau lebih murah Rp 1.359/unit dari sistem tradisional sebesar Rp 17.599/unit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendekatan sistem activity-based costing untuk menentukan harga pokok produksi Ball bearing sudah sesuai karena pengalokasian dan pembagian biaya sudah jelas berdasarkan pemicu biaya dan sumber daya yang dikonsumsi masing- masing produk. Bagi peneliti lain diharapkan lebih komprehensif dalam mengkalkulasi biaya, baik biaya produksi maupun non produksi sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat. Kata kunci, HPP, Metode ABC, Analisis harga pokok produksi ball bearing dengan metode Activity-based costing.

Page 6: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan nikmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan ini

dengan baik dan lancar. Sholawat serta salam selalu tercurah pada junjungan Nabi

Muhammad S.A.W yang kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat kelak.

Laporan Penelitian Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan

tugas akhir pada Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik

Industri di Universitas Darma Persada, dengan judul “Analisis haraga pokok produksi

ball bearing dengan metode Activity-based costing di PT. SKF Indonesia ”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Senti Siahaan, ME. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan

laporan penelitian ini.

2. Bapak Ir. Jamaluddin Purba, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri,

Fakultas Teknik, Universitas Darma Persada atas bimbingan dan petunjuknya

selama ini yang telah diberikan.

3. Seluruh Dosen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Darma Persada

yang bersedia memberikan waktunya dan juga ilmunya untuk diberikan dan

diajarkan kepada penulis sebagi mahasiswa.

4. Bapak I Wayan AB, selaku Dept,Head Demand chain and Procurement dan

Bapak Agus Riyadi selaku section Head yang telah memberikan kesempatan

melakukan penelitian di PT. SKF Indonesia.

5. Seluruh karyawan PT. SKF Indonesia yang telah banyak membantu penulis

selama mengambil data dalam penelitian ini.

Page 7: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

vii

6. Kedua orang tua, istri, dan putriku terkasih serta teman-teman tercinta, yang

telah memberikan banyak dukungan dan kesabaran, baik moril maupun

materil.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan penelitian kerja

praktek ini , oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis terima

guna kemajuan kita bersama. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 04-September-2015

( Slamet Widodo )

Page 8: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

viii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ................................................................................................ i

Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii

Lembar Pernyataan ......................................................................................... iii

Abstrak ............................................................................................................ v

Kata Pengantar ............................................................................................... vi

Daftar Isi .......................................................................................................... viii

Daftar Tabel ..................................................................................................... xi

Daftar Gambar ................................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ........................................................................... 1

1.2 Perumusan masalah ................................................................... 2

1.3 Tujuaan penelitian.......................................................... .............. 3

1.4 Pembatasan masalah .................................................................. 4

1.5 Manfaat penelitian ..................................................................... 5

1.6 Metodologi penelitian .................................................................. 6

1.7 Sistematika penulisan.................................................... ............... 6

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Harga pokok produksi.................................. ................................ 8

2.1.1 Pengertian harga pokok produksi .................................... 8

2.1.2 Manfaat informasi harga pokok produksi ......................... 9

2.1.3 Metode pengumpulan data harga pokok poduksi..... ........ 10

2.1.4 Unsur-unsur harga pokok produksi ................................... 12

2.1.4.1 Biaya bahan baku............................. ....................... 12

Page 9: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

ix

2.1.4.2 Biaya tenaga kerja............................. ...................... 13

2.1.4.3 Biaya overhead pabrik........................... .................. 14

2.1.5 Sistem biaya tradisional .................................................... 18

2.1.6 Sistem biaya activity-based costing .................................. 24

2.2 Menghitung kecukupan, keseragaman dan kenormalan

Data............ ................................................................................ 41

2.3 Pengertian, sejarah, aktivitas, perkembangan, dan peranan

serta tantangan teknik industri ..................................................... 43

2.4 Peneltian Terdahulu .................................................................... 47

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

3.1 Kerangka berpikir / prosedur ....................................................... 48

3.2 Studi lapangan dan stufi pustaka ................................................. 50

3.3 Jenis dan sumber data ................................................................ 51

3.4 Metode pengumpulan data .......................................................... 51

3.5 Pengolahan data ......................................................................... 52

3.6 Analisis dan pembahasan ........................................................... 54

3.7 Kesimpulan dan saran................................................... ............... 54

3.8 Kerangka pemecahan masalah..................................... ............... 54

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan data ...................................................................... 56

4.1.1 Data umum ......................................................................... 56

4.1.1.1 Sejarah perusahaan .............................................. 56

4.1.1.2 Visi dan misi perusahaan ....................................... 59

4.1.1.3 Logo intansi ........................................................... 59

4.1.1.4 Struktur organisasi ................................................ 60

Page 10: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

x

4.1.1.5 Proses Produksi ..................................................... 63

4.1.1.6 Peta proses bearing ............................................... 74

4.1.2 Data khusus ....................................................................... 75

4.2 Pengolahan data ......................................................................... 75

4.2.1 Biaya bahan baku ball bearing ........................................... 81

4.2.2 Biaya tenaga kerja langsung ............................................. 82

4.2.3 Biaya overhead pabrik ....................................................... 83

4.2.4 Biaya harga pokok produksi ball bearing dengan

sistem tradisional…………………………………. ................ 91

4.2.5 Perbandingan harga pokok produksi ball bearing

metode activity -based costing dengan sistem

tradisional…………………………………. ........................... 93

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Analisis ....................................................................................... 94

5.1.1 Analisis perbandingan harga pokok produksi ball bearing ... 94

5.2 Pembahasan ............................................................................... 94

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ................................................................................. 102

6.2 Saran .......................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan metode Activity- Based Costing dengan

metode biaya Tradisional ...................................................... 38

Tabel 4.1 Total biaya bahan penolong .................................................. 77

Tabel 4.2 Data produksi tahun 2014 .................................................... 78

Tabel 4.3 Harga bahan baku tahun 2014 .............................................. 80

Tabel 4.4 Biaya bahan baku ball bearing .............................................. 80

Tabel 4.5 Biaya tenaga kerja langsung ................................................. 83

Tabel 4.6 Biaya overhead pabrik produksi Ball bearing ......................... 84

Tabel 4.7 Rincian biaya overhead pabrik Ball bearing ........................... 86

Tabel 4.8 Alokasi biaya aktivitas heat treatment .................................... 89

Tabel 4.9 Alokasi biaya Aktifitas Face & OD grinding ............................ 89

Tabel 4.10 Alokasi biaya Aktifitas Channel line ....................................... 90

Tabel 4.11 Alokasi biaya Aktifitas pengemasan ...................................... 90

Tabel 4.12 Biaya Overhead yang di alokasikan ....................................... 91

Tabel 4.13 Penentuan Harga Pokok Produksi Ball bearing berdasarkan

Sistem Activity Based Costing ............................................... 91

Tabel 4.14 Penentuan Tarif BOP Sistem Tradisional .............................. 92

Tabel 4.15 Penentuan Tarif HPP Sistem Tradisional ............................... 92

Tabel 4.16 Perbandingan Harga Pokok Produksi ball bearing dari kedua

metode perhitungan ............................................................... 93

Page 12: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka pemecahan masalah ............................................ 55

Gambar 4.1 Logo Intansi ......................................................................... 59

Gambar 4.2 Struktur organisasi PT. SKF Indonesia ................................ 60

Gambar 4.3 Bahan baku bearing .............................................................. 64

Gambar 4.4 Proses produksi bearing................................................... ..... 65

Gambar 4.5 Aliran proses pemanasan normal..... ..................................... 67

Gambar 4.6 Aliran proses pemanasan carbo-nitriding.... .......................... 67

Gambar 4.7 Aliran proses penggerindaan permukaan.... .......................... 68

Gambar 4.8 Aliran proses raceway (alur bola).............................................. 70

Gambar 4.9 Aliran proses perakitan.... ..................................................... 71

Gambar 4.10 Produk jadi (bearing).... ......................................................... 70

Gambar 4.11 Pengemasan untuk OEM.... .................................................. 72

Gambar 4.12 Pengemasan untuk AM.... ..................................................... 72

Gambar 4.13 Peta Proses Operasi.... ......................................................... 74

Gambar 4.14 Grafik batas kontrol data produksi tahun 2014 ...................... 79

Gambar 4.15 Grafik batas kontrol harga outring tahun 2014......................... 80

Gambar 4.16 Grafik batas kontrol harga innerring tahun 2014 ................... 81

Gambar 6.1 Perbandingan metode Activity-based costing dengan

Tradisonal ............................................................................. 98

Gambar 6.2 Diagram proses SR sistem Lama ......................................... 99

Gambar 6.3 Diagram proses sistem Barcode ........................................... 100

Page 13: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Proses manufaktur ................................................................... L-1

Lampiran 2. Jenis-jenis produk .................................................................... L-2

Lampiran 3. Struktur organisasi .................................................................. L-3

Lampiran 4. Diagram flow process .............................................................. L-4

Lampiran 5. Bearing components ............................................................... L-5

Lampiran 6. Data khusus stock ball bearing ................................................. L-6

Lampiran 7. Data khusus bahan penolong ball bearing ................................ L-6

Page 14: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern dan

globalisasi mempengaruhi perkembangan dunia usaha sehingga mengalami

perubahan dari waktu ke waktu. Para pelaku usaha diharapkan mampu mengikuti

perkembangan tersebut serta mampu menghadapi persaingan bisnis yang semakin

ketat agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Persaingan harga,

kualitas, dan sebagainya, menjadikan sebagian perusahaan harus membenahi

berbagai aspek di dalam perusahaannya agar mampu menghadapi persaingan

tersebut.

Perhitungan harga pokok produksi merupakan kegiatan yang sangat penting

dilakukan oleh setiap perusahaan. Dalam perhitungan harga pokok produksi yang

tepat, maka harga jual suatu produk dapat diketahui dan ditentukan dengan tepat

sehingga produk tidak overcost (dibebani biaya lebih dari yang seharusnya) dan juga

tidak undercost (dibebani biaya kurang dari yang seharusnya). Penentuan harga

pokok produksi dapat di hitung dengan dua pendekatan, yaitu dengan menggunakan

full costing dan variable costing (Jhonny Setiawan dan Mulyadi, Akuntansi

Manajemen, Jakarta, Salemba empat, 2001),hal.49. Full Costing merupakan salah

satu metode penentuan cost produk, yang membebankan seluruh biaya produksi

sebagai cost produk, baik biaya produksi yang berperilaku variabel maupun tetap.

Variable costing merupakan salah satu metode penentuan cost produk, di samping

1

Page 15: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

2

full costing, yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel

saja kepada produk. Full costing dan variable costing merupakan metode penentuan

cost produk tradisional, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur

pada masa lalu. Alokasi biaya yang tepat dibutuhkan untuk menentukan harga

pokok produksi yang akurat. Biaya langsung dapat ditelusuri dengan mudah namun

biaya overhead sulit untuk ditelusuri. Maka dibutuhkan suatu metode yang dapat

mengalokasikan biaya overhead secara tepat ke setiap produk. Selama ini

perusahaan menggunakan biaya konvensional yang membebankan biaya secara

tidak tepat ke setiap produk.

Activity-Based Costing (ABC) merupakan sistem pembebanan biaya dengan

cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas dan kemudian ke produk. Dalam sisitem

biaya ABC mempergunakan lebih dari satu pemicu biaya (cost driver) untuk

mengalokasikan biaya overhead pabrik ke masing-masing produk (Ahmad Slamet,

penganggaran, perencanaan dan pengendalian usaha, Semarang, Unnes Press,

2007),hal.103. Sehingga biaya overhead pabrik yang dialokasikan akan menjadi

lebih proposional dan informasi mengenai harga pokok produksinya lebih akurat.

PT.SKF Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufaktur dibidang industri

spare part otomotif dengan produk yang lebih dikenal Bearing (bantalan gelinding).

Penulis dalam hal ini melakukan analisis harga pokok produksi Ball bearing dengan

metode Activity- Based Costing di PT.SKF Indonesia.

Page 16: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

3

1.2 Perumusan masalah

Penentuan harga pokok produksi dengan sistem tradisional yang

menggunakan perkiraan saja, seperti yang diterapkan oleh Perusahaan Bearing

(bantalan gelinding) dianggap kurang akurat memberikan semua informasi biaya

yang terkandung dalam masing-masing produksi. Perusahaan Bearing (bantalan

gelinding) memproduksi tiga jenis produk, yaitu Ball Bearing, Spacer dan HUB

Bearing. Sehingga menyebabkan semua jenis produk bearing mengkonsumsi biaya

overhead dengan proporsi yang sama. Apabila perusahaan salah dalam

menetapkan harga, maka akan banyak kemungkinan yang akan terjadi pada

perusahaan, seperti kerugian.

Sesuai dengan uraian di atas maka akan timbul permasalahan sebagai

berikut :

1. Berapa harga pokok produksi Ball Bearing dengan metode Activity-Based

Costing dan metode tradisional di Perusahaan tersebut.

2. Bagaimana analisis harga pokok produksi Ball Bearing berdasarkan kedua

metode di perusahaan tersebut.

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan identifikasi di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menghitung harga pokok produksi Ball Bearing dengan metode Activity-

Based Costing dan metode Tradisional di perusahaan tersebut.

2. Menganalisis harga pokok produksi Ball Bearing dari kedua metode, dan

menentukan metode apa yang terbaik untuk perusahaan tersebut.

Page 17: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

4

1.4 Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini penulis perlu untuk melakukan pembatasan masalah.

Berdasarkan judul skripsi, yaitu “analisis harga pokok produksi Ball Bearing dengan

metode Activity-Based Costing di PT.SKF Indonesia”, maka pembatasan masalah

yang penulis bahas adalah menganalisis perhitungan Harga Pokok Produksi dengan

menggunakan metode Tradisional dan Activity-Based Costing di PT.SKF Indonesia

pada tahun 2014. Agar penelitian dapat lebih fokus dan terarah maka perlu ada

batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data yang digunakan adalah data yang di dapat dalam proses produksi Ball

bearing, Spacer dan HUB bearing pada periode bulan Januari 2014 sampai

Desember 2014.

2. Metode yang di gunakan adalah analisis penentuan harga pokok produksi

Bearing dengan metode Activity-Based Costing dan metode biaya Tradisional

dengan data yang di dapat dari PT. SKF Indonesia.

3. Mesin-mesin dan fasilitas produksi yang digunakan di asumsikan tidak

mengalami perubahan dan dianggap berada dalam kondisi layak untuk

melakukan aktivitas produksi.

1.5 Manfaat penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda, yaitu

manfaat akademis, maupun praktisnya. Guna teoritis pada perspektif akademis,

penelitian ini akan berguna untuk: memberikan sumbangan konseptual bagi

Page 18: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

5

perkembangan kajian ilmu manajemen, khususnya mengenai penerapan teori

perhitungan harga pokok produksi berdasarkan sistem activity -based costing.

Sedangkan kepetingan praktis hasil penelitian ini diharapkan bisa berguna :

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak lain

yang berkepentingan dalam rangka penentuan Harga Pokok Produksi Ball

Bearing di PT.SKF Indonesia.

b. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen

terutama yang terkait dengan penentuan Harga Pokok Produksi dengan

metode Activity-Based Costing.

2. Secara Praktis

a. Bagi Perusahaan

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT.SKF

Indonesia dalam menentukan Harga Pokok Produksi.

2. Membantu perusahaan dalam menentukan Harga Pokok Produksi dengan

metode Activity-Based Costing System.

b. Bagi Peneliti

1. Membandingkan teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan praktek

yang ada di perusahaan.

2. Memperoleh pengetahuan dalam bidang akuntansi biaya serta

memperkaya khasanah disiplin teknik industri dalam menentukan harga

pokok produksi perusahaan.

Page 19: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

6

1.6 Metodologi penelitian

Dalam memecahkan dan menganalisa masalah, penulis menggunakan dua

metode yaitu :

1. Studi Pustaka

Kegiatan ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari literatur buku

yang berhubungan dengan topik pokok pembahasan.

2. Studi Lapangan

Merupakan pengamatan secara langsung diperusahaan dengan cara

mengamati proses atau sistem yang berjalan, mencatat data-data yang diperlukan,

melakuakn diskusi kepada karyawan atau pekerja perusahaan sesuai dengan topik

permasalahan.

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dibagi menjadi 6 bab sebai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, tujuan, perumusan

masalah, pembatasan masalah, pemecahan masalah dan sistematika

penulisan laporan penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berisikan beberapa uraian tentang teori-teori yang relevan

dengan masalah yang ada, yang kemudian dipergunakan sebagai

landasan teori dalam pemecahan masalah.

BAB III: KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

Page 20: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

7

Bab ini berisikan uraian mengenai langkah-langkah pemecahan

masalah yang digambarkan secara skematis melalui flow chart.

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini mengungkapkan data yang telah diperoleh atau dikumpulkan.

Serta pengolahan data berdasarkan teori yang telah dipelajari.

BAB V : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan analisis dan pembahasan berdasarkan hasil

pengolahan data yang telah diperoleh.

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini kembali dikupas dalam hal-hal yang penting untuk

dianalisa yang akhirnya dibuat kesimpulan dan disertakan saran-

saran yang akan bermanfaat bagi pihak perusahaan dimana penulis

melakukan penelitian.

Page 21: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Harga Pokok Produksi

2.1.1 Pengertian harga pokok produksi

Harga pokok produksi adalah harga pokok produk yang sudah selesai dan

ditransfer ke produk dalam proses pada periode berjalan (Blocher dkk, manajemen

biaya dengan tekanan strategik, Jakarta salemba empat, 2000), hal,90. Sedangkan

menurut (Hansen dan Mowen, Akuntansi manajerial, Jakarta, Salemba empat,

2009), hal.60. Menyatakan harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang

yang diselesaikan selama periode berjalan. Harga pokok produksi juga disebut biaya

produksi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku

menjadi produk jadi. Seperti yang telah dikemukakan oleh Simamora (Henry

simamora, akuntansi manajemen, salemba empat, 2000),hal,547. yang

mendefinisikan biaya produksi adalah biaya yang digunakan untuk membeli bahan

baku yang dipakai dalam membuat produk serta biaya yang dikeluarkan dalam

mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang harga pokok produksi di atas maka

dapat dikemukan bahwa harga pokok produksi adalah total biaya yang dikeluarkan

untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi.

8

Page 22: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

9

2.1.2 Manfaat informasi harga pokok produksi

a. Menentukan harga jual produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya

produksi per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan, di

samping data biaya lain serta data non biaya.

b. Memantau realisasi biaya produksi.

Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk

dilakukan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang

sesungguhnya dikeluarkan dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut.

Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan

informasi biaya produksi, yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu

untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya

produksi sesuai dengan yang dipertimbangkan sebelumnya.

c. Menghitung laba atau rugi periode tertentu.

Manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan

untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau

rugi bruto periodik, diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam

menutup biaya non produksi dan menghasilkan laba atau rugi.

d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam

proses yang disajikan dalam neraca.

Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban

keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan

berupa neraca dan laporan rugi laba. Di dalam neraca manajemen harus

menyajikan harga pokok persediaan produk jadi, dan harga pokok produk

Page 23: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

10

yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut,

manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi setiap

periode.

2.1.3 Metode pengumpulan data harga pokok produksi

Metode pengumpulan harga pokok produksi pada dasarnya ada dua macam

sistem penentuan biaya produk yang digunakan dalam jenis industri yang berbeda

yaitu sistem penentuan biaya berdasarkan pesanan (job costing) dan sistem

penentuan biaya berdasarkan proses ( process costing).

a. Penentuan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Costing).

Merupakan sistem penentuan biaya produk yang mengakumulasikan dan

membebankan biaya ke pesanan tertentu. Harga pokok pesanan dikumpulkan untuk

setiap pesanan sesuai dengan biaya yang dinikmati oleh setiap pesanan, jumlah

biaya produksi setiap pesanan akan dihitung pada saat pesanan selesai. Untuk

menghitung biaya satuan, jumlah biaya produksi pesanan tertentu dibagi jumlah

produksi pesanan yang bersangkutan.

Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan metode penentuan

biaya berdasarkan pesanan menurut Mulyadi (Mulyadi, akutansi manajerial, salemba

empat,19990),hal,42. yaitu:

1. Proses pengelohan produk terjadi secara terputus-putus.

2. Produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan.

Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan.

Manfaat harga pokok produksi berdasarkan pesanan adalah :

Page 24: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

11

1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.

2. Memepertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan.

3. Memantau realisasi biaya produksi.

4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan.

5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang

disajikan dalam neraca.

b. Penentuan Biaya Berdasarkan Proses (Process Costing).

Mengakumulasikan biaya produk atau jasa berdasarkan proses atau

departemen dan kemudian membebankan biaya tersebut ke sejumlah besar produk

yang hampir identik.

Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan sistem penentuan biaya

berdasarkan proses yaitu:

1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.

2. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama

3. Kegiatan produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka

waktu tertentu.

Manfaat harga pokok produksi berdasarkan proses adalah:

1. Menentukan harga jual produk.

2. Memantau realisasi biaya produksi.

3. Menghitung laba atau rugi periodik.

4. Menetukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses

dijadikan dalam neraca.

Page 25: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

12

2.1.4 Unsur-unsur harga pokok produksi

Dalam memproduksi suatu produk, akan diperlukan beberapa biaya untuk

mengolah bahan mentah menjadi produk jadi. Biaya produksi dapat digolongkan

kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.

2.1.4.1 Biaya bahan baku

Biaya bahan baku adalah biaya yang digunakan untuk memperoleh bahan

baku yang akan diolah menjadi produk jadi. Biaya bahan baku dapat juga di artikan

sebagai bahan yang menjadi komponen utama yang membentuk suatu kesatuan

yang tidak terpisahkan dari produk jadi.

Dari beberapa pengertian tentang biaya bahan baku di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa biaya bahan baku bahwa biaya bahan baku adalah total biaya

yang dikorbankan untuk pengolahan bahan utama produk yang diproduksi menjadi

produk selesai.

Bahan baku meliputi bahan-bahan yang dipergunakan untuk memperlancar

proses produksi atau disebut bahan baku penolong dan bahan baku pembantu.

Bahan baku dibedakan menjadi bahan baku langsung dan bahan baku tidak

langsung. Bahan baku langsung disebut dengan biaya bahan baku, sedangkan

bahan baku tidak langsung disebut biaya overhead pabrik.

Dalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan

biaya sejumlah harga beli saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian,

pergudangan, dan biaya perolehan lainnya. Harga bahan baku terdiri dari harga beli

ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

Page 26: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

13

menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah. Biaya bahan baku

langsung adalah semua biaya bahan yang membentuk bagian integral dari barang

jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk.

Bahan baku yang dihitung dalam satuan (unit) uang disebut anggaran biaya

bahan baku. Anggaran bahan baku adalah kuantitas standar bahan baku dipakai

dikalikan harga standar bahan baku per unit.

2.1.4.2 Biaya tenaga kerja

Biaya tenaga kerja digolongkan menjadi dua kelompok yaitu biaya tenaga

kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung

adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat

diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan

perusahaan. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah balas jasa yang

diberikan kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat

diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan

perusahaan. Biaya tenaga kerja langsung menurut Simamora (Henry Simamora,

akutansi manajemen, jakrata, salemba empat, 2000),hal.547. adalah upah

karyawan-karyawan pabrik yang dapat secara fisik mudah ditelusuri dalam

pengorbanan bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan menurut Mulyadi

(Mulyadi, akutansi biaya, edisi lima, Yogyakarta, Aditya medika, 2000),hal,343.

adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia. Sehingga

biaya tenaga kerja adalah biaya yang timbul akibat penggunaan tenaga kerja

manusia untuk pengolahan produk.

Page 27: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

14

Dari beberapa pengertian tentang biaya tenaga kerja di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa biaya tenaga kerja adalah sejumlah balas jasa yang diberikan

kepada para tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam pengolahan proses

produksi.

Biaya tenaga kerja yang digunakan adalah jumlah biaya yang dibayarkan

kepada setiap karyawan yang terlibat lansung dalam proses produksi. Dimana

sistem pembayaran yang digunakan adalah sistem pembayaran upah karyawan.

Untuk menghitung tenaga kerja langsung terlebih dahulu ditetapkan biaya

tenaga kerja langsung standar per unit produk. Biaya tenaga kerja langsung standar

per unit produk terdiri dari:

a. Jam tenaga kerja langsung

Jam standar tenaga kerja langsung adalah taksiran sejumlah jam tenaga

kerja langsung yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk tertentu.

b. Tarif upah standar tenaga kerja langsung

Tarif upah standar tenaga kerja langsung adalah taksiran tarif upah per jam

tenaga kerja langsung. Tarif ini dapat ditentukan atas dasar: perjanjian dengan

organisasi karyawan, dari upah masa lalu yang dihitung secara rata-rata, dan

perhitungan tarif upah dalam operasional normal.

2.1.4.3 Biaya overhead pabrik

Biaya over head pabrik adalah biaya-biaya yang secara tidak langsung

berkaitan dengan pengolahan produk jadi. Biaya overhead pabrik meliputi: biaya

bahan baku penolong, tenaga kerja tidak langsung, penyusutan pabrik dan mesin,

Page 28: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

15

asuransi, pajak, dan biaya pemeliharaan fasilitas pabrik. Sedangkan biaya

manufaktur tidak langsung menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan

Maryanne M. Mowen, Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat,

2006),hal,51. mengemukakan bahwa biaya overhead pabrik adalah semua biaya

produksi selain dari bahan langsung dan tenaga kerja langsung dikelompokkan ke

dalam satu kategori yang di sebut ongkos overhead.

Biaya overhead merupakan suatu biaya yang keseluruhan biayanya

berhubungan dengan proses produksi pada suatu perusahaan, akan tetapi tidak

mempunyai hubungan langsung dengan hasil produksinya. Secara umum yang

termasuk biaya overhead pabrik antara lain: bahan tidak langsung, energi dan listrik,

pajak bumi dan bangunan, asuransi pabrik, dan biaya lainnya yang bertujuan untuk

mengoperasikan pabrik.

Dari beberapa pengertian tentang biaya overhead pabrik maka dapat

disimpulkan bahwa biaya overhead pabrik adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan

untuk memproduksi barang atau jasa, selain biaya yang termasuk dalam biaya

bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.

Metode pengalokasian biaya overhead pada perhitungan biaya pokok

produksi menurut Blocher dkk (Blocher, Manajemen biaya dengan tekanan strategik,

jakarta, salemba empat, 2007),hal.151-153 ada dua cara, yaitu sistem perhitungan

biaya konvensional dan sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-

based costing).

Sistem perhitungan biaya konvensional mengalokasikan biaya overhead

pada produk menggunakan penggerak biaya (cost driver) berdasarkan volume,

Page 29: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

16

seperti jumlah unit yang diproduksi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap

produk menggunakan biaya overhead dalam jumlah yang sama, karena setiap

produk dibebankan jumlah yang sama. Biaya overhead pabrik dalam tiap pabrik

seharusnya proporsional terhadap jam tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk

memproduksi unit produk tersebut.

Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-based costing)

mengalokasikan biaya overhead pabrik pada produk menggunakan kriteria sebab

akibat dengan banyak penggerak biaya. Sistem activity based costing menggunakan

penggerak biaya berdasarkan volume maupun non volume agar lebih akurat dalam

mengalokasikan biaya overhead pabrik pada produk berdasarkan konsumsi sumber

daya selama berbagai aktivitas berlangsung.

Pengaruh harga pokok berdasarkan Activity-Based Costing menurut Hariadi

(Bambang Hariadi, akutansi manajemen suatu sudut pandang, yogyakarta, BPFE,

2002),hal,84-86. memerlukan dua tahap yaitu:

a. Tahap pertama

Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan yaitu:

1. Mengidentifikasikan aktivitas

2. Menentukan biaya yang terkait dengan masing-masing aktivitas

3. Mengelompokkan aktivitas yang seragam menjadi satu.

4. Menggabungkan biaya dari aktivitas- aktivitas yang dikelompokkan

5. Menghitung tarif per kelompok aktivitas

b. Tahap kedua

Page 30: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

17

Biaya over head masing-masing kelompok aktivitas dibedakan ke masing-

masing aktivitas dibedakan ke masing-masing produk untuk menentukan harga

pokok per unit produk. Langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan tarif

yang dihitung pada tahap pertama dan mengukur berapa jumlah komsumsi masing-

masing produk. Untuk menentukan jumlah pembebanan adalah sebagai berikut :

Overhead yang dibebankan = tarif kelompok χ jumlah konsumsi setiap produk

Sedangkan menurut Slamet (Achmad Slamet, Penganggaran, Perencanaan

dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,104. untuk

menetapkan activity based costing (ABC) dibagi dalam dua tahap yaitu:

a. Tahap pertama

Tahap pertama pada sistem ABC pada dasarnya terdiri dari :

1. Mengidentifikasi aktivitas

2. Membebankan biaya ke aktivitas

3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis

4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan

kelompok biaya sejenis

5. Menghitung kelompok tarif overhead

b. Tahap kedua

Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk,

dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan overhead

dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Over head yang dibebankan = tarif kelompok X unit driver yang dikonsumsi

Page 31: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

18

2.1.5 Sistem biaya tradisional

A. Pengertian Sistem Biaya Tradisional

Penentuan harga pokok produksi konvensional terdiri dari full costing dan

variable costing. Perhitungan harga pokok produksi menurut Slamet ((Achmad

Slamet, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES

Press, 2007),hal,98. hanya membebankan biaya produksi pada produk. Biaya

produk biasanya dimonitor dari tiga komponen biaya yaitu: bahan baku, tenaga kerja

langsung, dan over head pabrik.

Pada sistem biaya tradisional, pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga

kerja langsung pada produk tidak memiliki tantangan khusus. Biaya-biaya

ditekankan pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung, atau

penelusuran pendorong yang sangat akurat, dan sebagian besar sistem tradisional

didesain untuk memastikan bahwa penelusuran ini dilakukan. Sedangkan

pembebanan biaya over head pabrik akan menimbulkan masalah dalam

pembebanan biaya ke produk, karena hubungan antara masukan dan keluaran tidak

dapat diobservasi secara fisik. Penggerak tingkat unit yang diproduksi, jam tenaga

kerja langsung, upah tenaga kerja langsung, jam mesin, dan bahan langsung.

Sistem biaya tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat

diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel dengan

memperhatikan perubahan-perubahan dalam unit atau volume produksi. Jika unit

produk atau penyebab lain yang sangat berkaitan dengan unit yang diproduksi,

seperti jam kerja langsung atau jam mesin dianggap sebagai cost driver yang

penting. Cost driver berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk menetapkan

Page 32: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

19

biaya produksi kepada produk. Sistem ini dianggap lebih akurat untuk menentukan

harga pokok produksi. Padahal metode ini juga masih tidak mempertimbangkan

biaya yang berubah karena aktivitas atau proses yang berbeda dalam tiap aktivitas.

B. Keterbatasan sistem biaya tradisional

Sistem penentuan harga pokok tradisional, yang mendasarkan pada volume

sangat bermanfaat jika :

1. Tenaga kerja langsung dan bahan merupakan faktor yang dominan dalam

produksi,

2. Teknologi stabil

3. Ada keterbatasan produk

Dalam beberapa situasi biaya produk yang diperoleh dengan cara tarif

tradisional akan menimbulkan distorsi, karena produk tidak mengkonsumsi sebagian

besar sumber daya pendukung dalam proposisi yang sesuai dengan volume

produksi yang dihasilkan.

Keterbatasan utama yang ada dalam penentuan harga pokok tradisional

adalah penggunaan tarif tunggal atau tarif departemental yang mendasar pada

volume. Tarif ini menghasilkan biaya produk yang tidak akurat jika sebagian besar

biaya over head pabrik tidak berhubungan dengan volume, dan jika perusahaan

menghasilkan komposisi produk yang bermacam-macam dengan volume, ukuran,

dan kompleksitas yang berbeda-beda. Informasi biaya yang tidak akurat dapat

membawa dampak pada strategi-strategi yang dilakukan perusahaan seperti:

kekeliruan dalam pengambilan keputusan tentang line produk, penentuan harga jual

yang tidak realistis, dan alokasi sumber daya yang tidak realistis.

Page 33: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

20

C. Kelemahan sistem biaya tradisional

Sistem biaya tradisional dapat dikatakan sebagai sistem biaya yang

ketinggalan jaman atau telah usang. Gejala-gejala dari sistem biaya yang

ketinggalan jaman menurut Slamet (2007:103) adalah :

1. Hasil dari penawaran sulit dijelaskan.

2. Harga pesaing Nampak lebih rendah sehingga kelihatan tidak masuk akal.

3. Produk-produk yang sulit diproduksi menunjukkan laba yang tinggi

4. Manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan

menguntungkan.

5. Marjin laba sulit dijelaskan

6. Pelanggan tidak mengeluh atas naiknya harga

7. Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberi data

biaya bagi proyek khusus, dan

8. Biaya produk berubah karena perubahan peraturan pelaporan.

Hal ini tidak berbeda jauh dengan yang diungkapkan oleh Hansen dan

Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting:

Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,170), bahwa gejala-gejala

dari sistem biaya konvensional adalah:

a. Hasil dari penawaran sulit dijelaskan

b. Harga pesaing tampak tidak wajar rendahnya

c. Produk-produk yang sulit di produksi menunjukkan laba yang tinggi

d. Manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan

menguntungkan

Page 34: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

21

e. Marjin laba sulit dijelaskan

f. Perusahaan memiliki niche yang menghasilkan keuntungan yang tinggi

g. Pelanggan tidak mengeluh keanikan harga

h. Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberikan data

biaya bagi proyek-proyek khusus

i. Beberapa departemen menggunakan sistem akuntansi biayanya sendiri

j. Biaya produk berubah karena perubahan dalam pelaporan keuntungan

D. Tanda-tanda sistem biaya tradisional

Sistem biaya konvensional dapat dikatakan sebagai biaya yang ketinggalan

jaman atau telah usang. Gejala-gejala dari sistem biaya yang ketinggalan jaman

menurut Slamet (Slamet achmad, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian

Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,103 diantaranya yaitu: hasil dari

penawaran sulit dijelaskan, harga pesaing nampak lebih rendah sehingga kelihatan

tidak masuk akal, produk- produk yang sulit diproduksi menunjukkan laba yang

tinggi, manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan

menguntungkan, margin laba sulit dijelaskan, pelanggan tidak mengeluh atas

naiknya harga, departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberi

data biaya bagi proyek khusus, biaya produk berubah karena perubahan pelaporan.

E. Distorsi sistem biaya tradisional

Dari sudut pandang konseptual bahwa masalah distorsi sistem biaya

tradisional dapat dibagi dalam tiga sumber utama :

Page 35: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

22

a. Sumber distorsi karena kurangnya potensi data yaitu ketidak pastian yang

melekat dalam desain, distorsi tak terelakkan, dan penilaian mempengaruhi

apa yang dinilai.

b. Masalah keandalan selama pelaksanaan yaitu faktor situasional

mempengaruhi model, metode ini tidak di terapkan dengan benar.

c. Defisiensi tentang metode karena kurangnya data dan metode tidak mampu

menangani masalah.

Terdapat 5 faktor sumber distorsi dalam sistem biaya tradisional menurut

Sulastiningsih (Sulastiningsih, Akuntansi Biaya, Yogyakarta: UPP AMP YKP,.

1999),hal,19, yaitu:

a. Beberapa biaya dialokasikan ke produk, padahal sebenarnya tidak

mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan. Distorsi ini timbul

khususnya menyangkut perlakuan terhadap revenue verse capital

expenditure contro versy.

b. Biaya yang sebenarnya mempunyai hubungan dengan produk yang

dihasilkan atau dengan pelayanan kepada pelanggan diabaikan. Distorsi ini

ditimbulkan karena dalam akuntansi keuangan, yang termasuk biaya produk

hanya menyangkut manufacturing cost, dan sebagai akibat dari unrecorder

opportunity cost.

c. Penetapan biaya produk terbatas pada suatu sub himpunan output

perusahaan, sementara itu perusahaan menghasilkan multi produk, maka

alokasi ini menimbulkan distorsi yaitu distorsi yang sangat material.

Page 36: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

23

d. Pembebanan biaya secara tidak cermat ke produk, dapat menimbulkan dua

bentuk distorsi yaitu distorsi harga dan distorsi kuantitas.

e. Usaha mengalokasikan biaya bersama dan biaya bergabung ke produk yang

dihasilkan.

Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M.

Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat

2009),hal,:169. faktor-faktor yang menyebabkan distorsi sistem biaya tradisional ada

dua yaitu:

a. Proporsi biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit terhadap total

biaya overhead adalah besar, dan

b. Tingkat keaneka ragaman produknya besar.

F. Dampak sistem biaya tradisional

Dampak sistem biaya tradisional adalah tarif keseluruhan pabrik dan tarif

departemen dalam beberapa situasi, tidak berfungsi baik dan dapat menimbulkan

distorsi biaya produk yang besar. Faktor yang menyebabkan ketidakmampuan tarif

pabrik menyeluruh dan tarif departemen berdasarkan unit, untuk membebankan

biaya overhead secara tepat adalah proporsi biaya overhead pabrik yang berkaitan

dengan unit terhadap total biaya overhead, adalah besar dan tingkat keragaman

produk yang besar. Penggunaan tarif keseluruhan pabrik dan departemen memiliki

asumsi bahwa pemakaian sumber daya overhead berkaitan erat dengan unit yang

diproduksi.

Keanekaragaman produk berarti bahwa produk mengkonsumsi aktivitas

overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Biaya produk akan terdistorsi, apabila

Page 37: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

24

jumlah overhead berdasarkan unit yang dikonsumsi oleh overhead bukan unit.

Seringkali organisasi mengalami gejala tertentu yang menunjukkan bahwa sistem

akuntansi biaya mereka ketinggalan jaman.

Menurut Sulastiningsih (Sulastiningsih, Akuntansi Biaya, Yogyakarta, UPP

AMP YKPN, 1999),hal,21. informasi biaya yang terdistorsi akan berdampak pada

prilaku anggota organisasi antara lain:

a. Para manajer pusat cenderung untuk membeli dari luar dari pada

memproduksi sendiri. Hal ini dimaksudkan agar alokasi overhead atas dasar

jam atau upah langsung tidak terlalu besar.

b. Terlalu banyak waktu yang dikorbankan untuk mengukur jam kerja langsung.

c. Pengolahan data pada pusat yang padat karya lebih mahal daripada pusat

biaya yang padat modal.

d. Tidak ada insentif bagi para manajer produk untuk mempengaruhi atau

mengendalikan pertumbuhan yang cepat dari tenaga personalia penunjang,

e. Ruangan bersih yang mahal tidak digunakan secara efisien sebagai akibat

dari alokasi biaya menurut luas lantai

f. Jam kerja karyawan yang diukur dengan sangat detail karena alokasi tarif

upah hanya dibebankan menurut jam kerja aktual, sedang jam kerja pada

waktu tidak kerja, pergantian pekerjaan dan kerusakan serta reparasi mesin

dibebankan kepada kategori overhead.

2.1.6 Sistem biaya activity-based costing

A. Pengertian sistem activity-bBasedcCosting

Page 38: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

25

Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity-Based Costing / ABC)

menurut Blocher dkk (Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W,

Manajemen Biaya: Dengan Tekanan Strategik, Jakarta: Salemba Empat,

2007),hal,222. adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya

sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan

aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan

perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil

dari aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya

biaya.

Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas menurut Mulyadi (Mulyadi,

Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2003),hal,53. adalah sistem

informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam

melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengolahan aktivitas.

Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa

perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan

sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sistem perhitungan biaya

berdasarkan aktivitas (activity based costing) merupakan sistem pembebanan biaya

dengan cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas kemudian ke produk. Dari

beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa activity based costing

adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dan

terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau

jasa dengan tujuan menyajikan informasi mengenai harga pokok produksi yang

akurat, yang nantinya akan digunakan oleh manajer dalam mengambil keputusan.

Page 39: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

26

B. Konsep dasar sistem activity –based costing

Ada dua keyakinan dasar yang melandasi sistem activity-based costing

menurut Mulyadi (2003:52) yaitu:

a. Cost in caused. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah

aktivitas. Dengan demikian pemahaman yang mendalam tentang aktivitas

yang menjadi penyebab timbuknya biaya akan menempatkan personel

perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi biaya. ABC system berangkat

dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyedeiakn kemampuan untuk

melaksanakan aktivitas, bukan sekedar penybab timbulnya biaya yang harus

dialokasikan

b. The causes of cost can be managed. Penyebab terjadinya biaya (yaitu

aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi

penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya.

Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang

aktivitas.

Pendapat lain menyebutkan konsep yang mendasari sistem Activity-Based

Costing menurut Morse dkk (2003:184-185) dalam Kumar dan Zander

(2007:2) adalah:

a. Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi kebutuhan pelanggan mengkonsumsi

sumber daya yaitu biaya.

b. Biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas harus diserahkan biaya

atas dasar unit kegiatan yang dikonsumsi oleh tujuan biaya. Tujuan biaya

biasanya suatu produk atau layanan yang diberikan kepada pelanggan.

Page 40: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

27

C. Kondisi penyebab perlunya sistem activity-based costing

Beberapa tanda yang membuat activity- based costing sebaiknya diterapkan

menurut Hongren dkk (2005:184) adalah:

a. Jumlah biaya tidak langsung yang signifikan dialokasikan menggunakan satu

atau dua kelompok biaya saja

b. Semua atau kebanyakan biaya tidak langsung merupakan biaya pada tingkat

unit produksi (yakni hanya sedikit biaya tidak langsung yang berada pada

tingkatan biaya kelompok produksi, biaya pendukung produk, atau biaya

pendukung fasilitas)

c. Terdapat perbedaan akan permintaan sumber daya oleh masing-masing

produk akibat adanya perbedaan volume produksi, tahap-tahap

pemprosesan, ukuran kelompok produksi, atau kompleksitas.

d. Produk yang dibuat dan dipasarkan perusahaan menunjukkan keuntungan

yang rendah sementara produk yang kurang sesuai untuk dibuat dan

dipasarkan perusahaan justru memiliki keuntungan yang tinggi.

e. Staf bagian operasional memiliki perbedaan pendapat yang signifikan

dengan staf akuntansi mengenai biaya manufaktur dan biaya pemasaran

barang dan jasa.

Kondisi-kondisi yang mendasari penerapan sistem Activity- Based Costing

adalah sebagai berikut :

a. Perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk

Perusahaan yang hanya menghasilkan satu jenis produk tidak memerlukan

sistem activity based costing karena tidak timbul masalah keakuratan

Page 41: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

28

pembebanan biaya. Jika perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk

dengan menggunakan fasilitas yang sama (common products) maka biaya

overhead pabrik merupakan biaya bersama untuk seluruh produk yang

dihasilkan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem

activity based costing karena sistem Activity- Based Costing menentukan

driver-driver biaya untuk mengidentifikasikan biaya over head pabrik yang

dikonsumsi oleh masing-masing produk.

b. Biaya Overhead Pabrik berlevel non unit jumlahnya besar

Biaya berbasis non unit harus merupakan presentase signifikan dari biaya

overhead pabrik. Jika biaya-biaya berbasis non unit jumlahnya kecil, maka

sistem activity based costing belum diperlukan sehingga perusahaan masih

dapat menggunakan sistem biaya full costing.

c. Diversitas Produk

Diversitas produk mengakibatkan rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-

aktivitas berbasis unit dan non unit berbeda-beda. Jika dalam suatu

perusahaan mempunyai diversitas produk maka diperlukan penerapan

sistem Activity- Based Costing. Namun jika berbagai jenis produk

menggunakan aktivitas-aktivitas berbasis unit dan bukan unit dengan rasio

relatif sama, berarti diversitas produk relatif rendah sehingga tidak ada

masalah jika digunakan sistem biaya full costing.

D. Identifikasi aktifitas pada sistem activity-based costing

Konsep dasar sistem activity based costing menyatakan bahwa biaya ada

penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Karena itu, aktivitas merupakan

Page 42: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

29

fokus utama sistem Activity- Based Costing, dan identifikasi merupakan langkah

penting dalam perancangan sistem Activity- Based Costing. Aktivitas menurut

Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial

Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,154.

merupakan tindakan-tindakan yang diambil atau pekerjaan-pekerjaan yang

dilakukan dalam perusahaan. Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne

M. Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat

2009),hal,154-155. mengungkapkan aktivitas-aktivitas yang telah diidentifikasi dapat

diklasifikasikan menjadi salah satu dari empat kategori umum aktivitas yaitu :

a. Aktivitas tingkat unit (unit level activities)

Aktivitas tingkat unit merupakan aktivitas yang dilakukan setiap suatu unit

produksi diproduksi. Biaya aktivitas unit level bersifat proporsional dengan jumlah

unit produksi. Sebagai contoh pemesanan dan perakitan adalah aktivitas yang

dikerjakan tiap kali suatu unit dikerjakan.

b. Aktivitas tingkat batch (batch level activities)

Aktivitas tingkat batch merupakan aktivitas yang dilakukan setiap batch

barang diproduksi, dimana batch adalah sekelompok produk/jasa yang diproduksi

dalam satu kali proses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada dalam batch

tersebut. Biaya pada batch level lebih tergantung pada jumlah batch yang diproses

dan bukannya pada jumlah unit produksi, jumlah unit yang dijual, atau ukuran

volume yang lain. Biaya aktivitas tingkat batch bervariasi dengan jumlah batch tetapi

tetap terhadap unit pada setiap batch. Contoh aktivitas tingkat batch adalah

penyetelan, pengawasan, jadwal produksi, dan penanganan bahan. Basis

Page 43: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

30

pembebanan biaya aktivitas ke produk yang menggunakan jumlah batch disebut

batch related activity driver.

c. Aktivitas tingkat produk (product level activity)

Aktivitas tingkat produk merupakan aktivitas yang dilakukan karena

diperlukan untuk mendukung berbagai produksi yang diproduksi oleh perusahaan.

Contoh biaya aktivitas tingkat produk adalah perubahan teknik, pengembangan

prosedur, pengujian produk, pemasaran produk, rekayasa teknik produk,

pengiriman, dan lain-lain.

d. Aktivitas tingkat fasilitas (facility level activity)

Aktivitas tingkat fasilitas merupakan aktivitas yang menopang proses

manufaktur secara umum, yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau

kapasitas pabrik untuk memproduksi, dimana fasilitas adalah sekelompok sarana

dan prasarana yang dimanfaatkan untuk proes pembuatan produk atau penyerahan

jasa. Biaya aktivitas ini tidak berhubungan dengan unit, batch, atau bauran produksi

yang diproduksi. Contoh aktivitas tingkat aktivitas adalah manajemen pabrik, tata

letak, pendukung program komunitas, keamanan, pajak kekayaan dan penyusutan

di pabrik.

E. Analisis penggerak pada sistem activity-based costing

Aktivitas (activity) adalah perbuatan, tindakan, atau pekerjaan spesifik yang

dilakukan. Suatu pekerjaan dapat berupa suatu tindakan atau kumpulan dari

beberapa tindakan.

Penggerak atau penggerak biaya adalah masalah faktor yang menyebabkan

atau menghubungkan perubahan biaya dari aktivitas. Karena penggerak biaya

Page 44: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

31

menyebabkan atau berhubungan dengan perubahan biaya, jumlah penggerak biaya

terukur atau terhitung adalah dasar yang sangat baik untuk membebankan biaya

sumber daya pada aktivitas dan biaya satu atau lebih aktivitas pada aktivitas atau

objek biaya lainnya. Penggerak biaya ada dua yaitu :

a. Penggerak biaya konsumsi sumber daya (resource comsumption cost driver)

adalah ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh semua aktivitas.

Penggerak biaya ini digunakan untuk membebankan biaya sumber daya

yang dikonsumsi oleh atau terkait dengan suatu aktivitas ke aktivitas atau

tempat penampungan biaya tertentu.

b. Penggerak biaya konsumsi (activity consumption cost driver) mengukur

jumlah aktivitas yang dilakukan untuk suatu objek biaya. Penggerak biaya ini

digunakan untuk membebankan biaya-biaya aktivitas dari tempat

penampungan biaya ke objek biaya.

Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih penggerak biaya

dalam sistem biaya activity-based costing yaitu:

a. Tersedianya data yang berhubungan dengan cost driver

Adanya data yang rapi dan rinci mengenai suatu aktivitas merupakan syarat

mutlak dapat diselenggarakannya sistem Activity- Based Costing.

b. Adanya korelasi antara cost driver dengan input biaya

Harus ada korelasi yang erat antara cost driver dengan konsumsi sumber

daya sebab jika tidak maka harga pokok yang dihitung tidak akan akurat.

c. Pengaruh penentuan cost driver terhadap prestasi

Page 45: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

32

Cost driver dapat mempengaruhi tingkah laku manajemen jika cost driver

tersebut dijadikan salah satu pertimbangan dalam mengevaluasi kinerja

manajemen.

F. Manfaat Sistem Activity- Based Costing

Activity- Based Costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh

alokasi biaya konvensional. Activity- Based Costing juga memberikan pandangan

yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa dan aktivitas

perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka

panjang.

Manfaat utama Activity-Based Costing menurut Blocher dkk (Blocher,

Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W, Manajemen Biaya: Dengan Tekanan

Strategik, Jakarta, Salemba Empat, 2000),hal,127. adalah:

a. Activity-Based Costing menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan

informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran profitabilitas produk yang

lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran

profitabilitas produk yang lebih akurat dan kepada keputusan stratejik yang

lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar, dan pengeluaran

modal.

b. Activity-Based Costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang

biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen

untuk meningkatkan product value dan dengan membuat keputusan yang

lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan

membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan value.

Page 46: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

33

c. Activity-Based Costing memudahkan manajer memberikan informasi tentang

biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis.

Manfaat sistem Activity-Based Costing (ABC) menurut Supriono (Supriono,

Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Untuk Tekhnologi Maju dan Globalisasi,

edisi II, Yogyakarta, BPFE, 2007),hal,280. yaitu:

a. Menentukan biaya produk secara lebih akurat

b. Meningkatkan mutu pembuatan keputusan

c. Menyempurnakan perencanaan strategis

Meningkatkan kemampuan yang lebih baik untuk mengelola aktivitas-

aktivitas melalui penyempurnaan berkesinambungan.

Sedangkan manfaat sistem Activity-Based Costing (ABC) menurut Mulyadi

(Mulyadi., Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2003),hal,94. antara

lain:

a. Menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas yang digunakan oleh

perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer.

b. Menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan cepat anggaran berbasis

aktivitas (activity based budget).

c. Menyediakan informasi biaya untuk memantau implementasi rencana

pengurangan biaya.

d. Menyediakan secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang

dihasilkan oleh perusahaan.

G. Keterbatasan Sistem Activity-Based Costing

Page 47: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

34

Keterbatasan penggunaan sistem Activity-Based Costing menurut Blocher

dkk (Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W, Manajemen Biaya: Dengan

Tekanan Strategik, Jakarta, Salemba Empat, 2000),hal,127. adalah:

a. Alokasi

Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan

alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume arbitrer yang

secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan

biaya tersebut. Contoh beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas,

seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi.

b. Mengabaikan biaya

Keterbatasan lain dari activity based costing adalah beberapa biaya yang

diidentifikasikan pada produk tertentu diabaikan dari analisis. Aktivitas yang

biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset, dan

pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Tambahan biaya

secara sederhana ditambahkan ke biaya produksi untuk menentukan biaya

produk total. Secara konvensional biaya pemasaran dan administrasi tidak

dimasukkan ke dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan

yang dikeluarkan oleh GAAP mengharuskan memasukkan ke dalam biaya

periode.

c. Pengeluaran waktu yang dikonsumsi

Sistem Activity-Based Costing sangat mahal untuk dikembangkan dan

diimplementasikan. Di samping itu juga membutuhkan waktu yang banyak.

Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif,

Page 48: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

35

biasanya diperlukan waktu lebih dari satu untuk mengembangkan dan

mengimplementasikan Activity-Based Costing dengan sukses.

H. Kelebihan Sistem Activity-Based Costing

Sistem Activity-Based Costing memiliki beberapa kelebihan menurut Hansen

dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting:

Akuntansi Manajerial, Jakarta, Salemba Empat, 2011),hal,36. antara lain:

a. Sistem Activity-Based Costing dapat memperbaiki distorsi yang melekat dalam

informasi biaya konvensional berdasarkan alokasi yang hanya menggunakan

penggerak yang dilakukan oleh volume.

b. Sistem Activity-Based Costing lebih jauh mengakui hubungan sebab akibat

antara penggerak biaya dengan kegiatan.

c. Sistem Activity-Based Costing menghasilkan banyak informasi mengenai

kegiatan dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan

tersebut.

d. Sistem Activity-Based Costing menawarkan bantuan dalam memperbaiki

proses kinerja yang menyediakan informasi yang lebih baik untuk

mengidentifikasikan kegiatan yang banyak pekerjaan.

e. Sistem Activity-Based Costing menyediakan data yang relevan hanya jika

biaya setiap kegiatan adalah sejenis dan benar-benar proposional.

I. Kekurangan Sistem Activity-Based Costing

Kekurangan sistem Activity-Based Costing menurut Hansen dan Mowen

(Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Akuntansi Manajemen, Jakarta,

Salemba Empat, 2006),hal,192. adalah :

Page 49: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

36

a. Dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing manajer dapat

mengasumsikan penghapusan produk bervolume rendah. Menggantinya

dengan produk baru yang lebih matang dan memiliki margin lebih tinggi,

yang akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun strategi

pemotongan biaya akan meningkatkan margin jangka pendek manajer

mungkin memerlukan penggunaan waktu dan anggaran lebih banyak untuk

tujuan pengembangan serta perbaikan mutu produk barunya.

b. Sistem Activity-Based Costing dapat mengakibatkan kesalahan konsepsi

mengenai penurunan biaya penanganan pesanan penjualan dengan

mengeliminasi pesanan kecil yang menghasilkan margin lebih rendah.

Sementara strategi ini mengurangi jumlah pesanan penjualan, pelanggan

mungkin lebih sering menginginkan pengiriman dalam jumlah kecil bila

dibandingkan dengan interval pemesanannya. Jika terdapat perusahaan

pesaing yang mau memenuhi kebutuhan mereka, sebaliknya jika pelanggan

lebih menyukai dalam jumlah kecil, manajer harus mempelajari kegiatan

yang terlibat untuk dapat mengetahui jika terdapat kegiatan yang tidak

bernilai.

c. Sistem Activity-Based Costing secara khusus tidak menyesuaikan diri secara

khusus dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum. Activity-Based

Costing mendorong biaya non produk, oleh karena itu banyak perusahaan

menggunakan Activity-Based Costing untuk analisis internal dan terus

menggunakan sistem konvensional untuk pelaporan eksternal.

Page 50: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

37

d. Penekanan informasi Activity-Based Costing dapat juga menyebabkan

manajer secara konstan mendorong pengurangan biaya.

e. Activity-Based Costing tidak mendorong identifikasi dan penghapusan kendala

yang menyebabkan keterlambatan dan kelebihan.

J. Keuntungan Sistem Activity-Based Costing

Beberapa keuntungan dari penggunaan sistem Activity-Based Costing dalam

penentuan harga pokok produksi adalah sebagai berikut:

a. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur

teknologi tinggi dimana biaya over head adalah merupakan proporsi yang

signifikan dari total biaya.

b. Semakin banyak over head yang dapat ditelusuri ke produk. Analisis sistem

Activity-Based Costing itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas

sehingga biaya aktivitas yang dapat ditelusuri.

c. Sistem Activity-Based Costing mengakui bahwa aktivitaslah yang

menyebabkan biaya (activity cause cost) bukanlah produk, dan produklah

yang mengkonsumsi aktivitas.

d. Sistem activity based costing mengakui kompleksitas dari diversitas produksi

yang modern dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple cost

driver), banyak dari cost driver tersebut adalah berbasis transaksi

(transaction based) dari pada berbasis volume produk.

K. Perbandingan Sistem Biaya Tradisional dan Sistem Activity-Based Costing

Perbedaan antara sistem biaya Tradisional dan Activity-Based Costing itu

seperti siang dan malam, namun sumber perbedaan ini terletak pada dasar asumsi :

Page 51: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

38

1) Sistem biaya Tradisional, yaitu produk mengkonsumsi sumber daya, dan biaya

yang dialokasikan dengan menggunakan dasar alokasi tingkat unit.

2) Activity-Based Costing, yaitu produk mengkonsumsi aktivitas, mereka tidak

langsung menggunakan sumber daya. Biaya yang dilacak menggunakan driver

bertingkat.

Activity-Based Costing merupakan suatu alternatif dari penentuan harga

pokok produksi konvensional. Dimana penentuan harga pokok produksi Tradisional

adalah full costing dan variable costing, yang dirancang berdasarkan kondisi

teknologi manufaktur pada masa lalu dengan menggunakan teknologi informasi

dalam proses pengolahan produk dan dalam mengolah informasi keuangan.

Perbedaan antara kedua metode ini dapat dilihat di tabel.

Tabel 2.1 Perbandingan metode Activity-Based Costing dengan metode biaya Tradisional

Sistem activity based costing Sistem biaya Tradisional

Menggunakan penggerak

berdasarkan Aktivitas

Menggunakan penggerak biaya

berdasarkan volume

Membebankan biaya overhead

pertama ke biaya aktivitas baru

kemudian ke produk

Membebankan biaya overhead

pertama ke departemen dan kedua ke

produk

Fokus pada pengelolaan proses dan

aktivitas

Fokus pada pengelolaan biaya

departemen fungsional

Beberapa perbandingan antara sistem konvensional dan sistem Activity-

Based Costing adalah sebagai berikut :

a. Sistem Activity-Based Costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu

biaya (cost driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi overhead dari setiap

Page 52: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

39

produk. Sedangkan sistem konvensional mengalokasikan biaya overhead secara

arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif.

b. Sistem Activity-Based Costing memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu.

Sistem konvensional terfokus pada performansi keuangan jangka pendek seperti

laba. Apabila sistem konvensional digunakan untuk penentuan harga dan

profitabilitas produk yang produknya lebih dari satu angka-angkanya tidak dapat

diandalkan.

c. Sistem Activity-Based Costing memerlukan masukan dari seluruh departemen

persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan

suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi.

d. Sistem Activity-Based Costing mempunyai kebutuhan yang jauh lebih keciluntuk

analisis varian dari pada sistem konvensional, karena kelompok biaya (cost pool)

dan pemicu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu Activity-Based

Costing dapat menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk

menghitung biaya aktual apabila kebutuhan muncul.

L. Penerapan Sistem Activity-Based Costing

Pengaruh harga pokok berdasarkan Activity-Based Costing menurut Hariadi

(Hariadi, Bambang, Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang, Yogyakarta,

BPFE, 2002),hal,84-86. memerlukan dua tahap yaitu:

a. Tahap pertama

Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan yaitu:

1. Mengidentifikasikan aktivitas

2. Menentukan biaya yang terkait dengan masing-masing aktivitas

Page 53: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

40

3. Mengelompokkan aktivitas yang seragam menjadi satu.

4. Menggabungkan biaya dari aktivitas-aktivitas yang di kelompokkan.

5. Menghitung tarif per kelompok aktivitas

b. Tahap kedua

Biaya over head masing-masing kelompok aktivitas dibedakan ke masing-masing

aktivitas dibedakan ke masing-masing produk untuk menentukan harga pokok per

unit produk. Langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan tarif yang

dihitung pada tahap pertama dan mengukur berapa jumlah komsumsi masing-

masing produk. Untuk menentukan jumlah pembebanan adalah sebagai berikut:

Overhead yang dibebankan = tarif kelompok X jumlah konsumsi setiap produk

Sedangkan menurut Slamet (Achmad Slamet, Penganggaran, Perencanaan dan

Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,104. untuk menetapkan

Activity-Based Costing dibagi dalam dua tahap yaitu:

a. Tahap pertama

Tahap pertama pada sistem Activity-Based Costing pada dasarnya terdiri dari:

1. Mengidentifikasi aktivitas.

2. Membebankan biaya ke aktivitas.

3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis.

4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan

kelompok biaya sejenis.

5. Menghitung kelompok tarif overhead.

b. Tahap kedua

Page 54: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

41

Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk,

dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan overhead

dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Overhead dibebankan = tarif kelompok X unit driver yang dikonsumsi

2.2 Menghitung kecukupan, keseragaman, dan kenormalan data

Uji keseragaman data bertujuan untuk menguji keseragaman dari data yang

yang sudah didapat. Langkah-langkah untuk melakukan uji keseragaman data :

1. Menghitung data rata-rata

Data Rata-Rata = ∑ xi / N

Ket :

∑ xi : Jumlah total data per bulan

N : Jumlah pengamatan

2. Menghitung Standard Deviasi

σ = √ ∑ Xi−X Rata−rataN−

Ket :

Xi : Rata-rata data

N : Jumlah Pengamatan

3. Menghitung Kontrol Atas (BKA)

BKA = P + (2 x σ)

Ket :

P : Faktor Penyesuaian

Page 55: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

42

σ : Standar Deviasi

4. Menghitung Kontrol Bawah (BKB)

BKA = P - (2 x σ)

Ket :

P : Faktor Penyesuaian

σ : Standar Deviasi

Kecukupan data merupakan salah satu pengujian data - data yang telah

didapatkan sebelumnya. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah

data pengamatan yang sebaiknya digunakan dan bertujuan untuk menguji apakah

data pengamatan yang telah dikumpulkan sebelumnya sudah memenuhi jumlah

yang sebaiknya digunakan.

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimal hasil penghukuran

dari waktu sebenarnya dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. Sedangkan

tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang

diperoleh memenuhi syarat ketelitian dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen.

Dalam aktifitas pengukuran kerja biasanya akan diambil tingkat ketelitian 10

% dan tingkat keyakinan 90 % atinya adalah bahwa pengukur membolehkan rata -

rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10 % dari rata-rata sebenarnya dan

kemungkinan berhasil mendapatkan adalah 90 %. Jika jumlah pengukuran yang

seharusnya dilakukan lebih besar dari jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N’ >

N), maka dilakukan pengukuran ulang dengan N lebih besar. Jika N > N’ berarti

bahwa jumlah pengamatan yang telah dilakukan memenuhi syarat tingkat ketelitian

Page 56: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

43

dan tingkat keyakinan . Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung berapa

jumlah data yang harus didapatkan :

N’ = [�∶ � √� ∑ Xi kuadrat – ∑ Xi ]2 2 ∑ Xi ] Ket :

N’ : Jumlah data pengamatan yang harus dikumpulkan.

K : Tingkat keyakinan (confidence level)

S : Derajat ketelitian

N : Jumlah data pengamatan yang telah dikumpulkan sebelumnya.

∑ xi : Jumlah total data

2.3 Pengertian, sejarah, aktivitas, perkembangan, dan peranan serta

tantangan teknik industri

Definisi teknik industri adalah aplikasisi stematis dari kombinasi sumber daya

fisika dan alam dengan suatu cara tertentu untuk menciptakan, mengembangkan,

memproduksi dan mendukung suatu produk atau suatu proses dimana secara

ekonomis mencakup beberapa bentuk kegunaan bagi manusia. Sedangkan Menurut

Institute of Industrial Engineering (IIE) teknik industri adalah disiplin ilmu teknik /

engineering yang menangani pekerjaan-pekerjaan perancangan (design), perbaikan

(improvement), penginstalasian (installation), dan menangani masalah manusia,

peralatan, bahan/material, informasi, energisecara efektif dan efisien.

Aktivitas2 yang dapat di lakukan disiplin teknik industri menurut American

Institute of Industrial Engineering (AIIE)

a. Perencanaan dan pemilihan metode kerja dalam prosesproduksi.

Page 57: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

44

b. Pemilihan dan perancangan perkakas kerja serta peralatan yang di

butuhkan dalam proses produksi.

c. Desain fasilitas pabrik, termasuk perencanaan tataletak fasilitas

produksi, peralatan pemindahan material.

d. Desain dan perbaikan sistem perencanaan dan pengendalian untuk

distribusi barang / jasa, pengendalian persediaan, pengendalian

kualitas.

e. Pengembangan sistem pengendalian ongkos produksi (pengendalian

budget, analisa biaya standar produksi, dll).

f. Perancangan dan pengembangan produk.

g. Desain dan pengembangan sistem pengukuran performans serta

standar kerja.

h. Pengembangan dan penerapan sistem pengupahan dan pemberian

insentif.

i. Perencanaan dan pengembangan organisasi, prosedur kerja.

j. Analisa lokasi dengan mempertimbangkan pemasaran, bahan baku,

suplai tenaga kerja.

k. Aktivitas penyelidikan operasional dengan analisa matematik,

simulasi, program linier, teori pengambilan keputusan dan lain lain.

Perkembangan dan organisasi yang mendukung berdirinya disiplin Teknik

Industri sebagai berikut :

a. American Society of Mechanical Engineering (ASME) adalah

Organisasi ini pertama kali mendiskusikan konsep-konsep teknik

Page 58: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

45

industri dan merupakan persemaian dari timbulnya konsep teknik

industri.

b. Pada tahun 1912 berdiri organisasi bernama The Efficiency Society

danThe Society to Promote the Science of Management yang

kemudian pada tahun 1915 keduanya bergabung menjadi The Taylor

Society. Organisasi ini bertujuan mengembangkan konsep-konsep

manajemen umum yang diperkenalkan oleh Frederick Winslow

Taylor.

c. Tahun 1917 berdiri Society of Industrial Engineering (SIE) yang

mewadahi para spesialis produksi maupun para manajer sebagai

pembanding terhadap filosofi manajemen umum yang telah

dikembangkan oleh Taylor.

d. Tahun 1932 berdiri The Society of Manufacturing Engineer (SME)

untuk mengembangkan pengetahuan dibidang manufaktur.

e. Tahun 1936 The Taylor Society dan The Society of Industrial

Engineering bergabung menjadi The Society for Advancement

Management (SAM).

f. Program studi Teknik Industri pertama kali dibuka pada tahun 1908 di

Pennsylvania State University.

g. Tahun 1948 berdiri The American Society of Industrial Engineering

dengan didukung sekitar 70 negara, American Institute of Industrial

Engineering (AIIE) berkembang menjadi organisasi internasional

dengan nama Institute of Industrial Engineering (IIE).

Page 59: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

46

h. Pendidikan Teknik Industri di Indonesia di perkenalkan oleh Bapak

Matthias Aroef pada tahun 1958 setelah menyelesaikan studi di

Cornell University.

i. Tahun 1960 membuka sub jurusan teknik produksi di jurusan teknik

mesin, sebagai embrio berdirinya teknik industri.

j. Tahun 1971 berdiri jurusan teknik industri yang terpisah dengan

Teknik Mesinyang kemudian mengawali pendidikan Teknik Industri di

Indonesia.

k. Pada saat ini telah berkembang pendidikan Teknik Industri baik di

Perguruan Tinggi Negri maupun Perguruan Tinggi Swasta.

Peranan teknik industri dalam kehidupan

a. Dapat memecahkan masalah-masalah baik di sektor industri maupun

non-industri serta persoalan yang dapat di pandang sebagai suatu

sistem yang integral

b. Pendekatan Teknik Industri dapat di terapkan untuk pengambilan

keputusan dalam analisa manajemen dengan melihat suatu masalah

sebagai bagian dari sistem yang integral

c. Salah satu pemanfaatan Teknik Industri yaitu produksi masal yang

sedikit banyak membutuhkan sumber daya manusia untuk

memperbaiki efisiensi, efektifitas dan peningkatan produktifitas kerja.

Tantangan masa depan teknik industri

a. Bagaimana mendesain sistem & proses yang sesuai dengan

lingkungan.

Page 60: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

47

b. Bagaimana mendesain produk yang aman dan handal sesuai

peraturan.

c. Bagaimana mendesain sistem yang mengoptimalkan penggunaan

sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2.4 Penelltian terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan penentuan harga pokok produksi

berdasarkan sistem Activity-Based Costing telah dilakukan beberapa peneliti. Harga

pokok produksi dengan sistem activity based costing dilakukan pada perusahaan

tahu. Untuk cost pool tahu putih harga pokok produksi sebesar Rp. 97.576,26/tong

dengan harga jual sebesar Rp. 115.000,00/tong memperoleh keuntungan sebesar

Rp. 17.423,74 atau sebesar 17,88%, sedangkan untuk cost pool tahu goreng harga

pokok produksi sebesar Rp. 103.534,49/tong dengan harga jual Rp. 150.000,00/tong

memperoleh keuntungan sebesar Rp. 46.465,51 atau sebesar 44,88%.(Betty Br

Sembiring:2011).

Penelitian juga dilakukan untuk penentuan harga pokok produksi

menggunakan sistem activity based costing pada Batik Agus Sukoharjo. Harga

pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing (ABC) pada

cost poll kemeja batik sebesar Rp. 86.649,30 dengan keuntungan sebesar Rp

18.350,71, pada cost poll jarik batik sebesar Rp 66.649,00 dengan keuntungan

sebesar Rp 13.351,01, pada cost poll sarung batik sebesar Rp 67.755,35 dengan

keuntungan sebesar Rp 14.836,67. (Bayu Rahmad Setyawan:2011).

Page 61: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

48

BAB III

KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

3.1 Kerangka berpikir / prosedur

Sistem biaya tradsional tidak mampu untuk membebankan biaya overhead

kepada masing-masing produk secara tepat ke masing-masing produksi. Faktor

utama yang merupakan penyebab utama ketidak mampuan sistem konvensional

untuk membebankan biaya overhead secara tepat adalah proporsi biaya overhead

yang tidak berkaitan dengan unit terhadap total biaya overhead dan tingkat

keragaman produksi.

Sistem tradisional mengasumsikan bahwa pemakaian sumber daya berkaitan

erat dengan unit yang diproduksi. Apabila biaya overhead didominasi oleh biaya

berlevel unit, maka tidak akan timbul masalah. Sebaliknya apabila biaya overhead

didominasi oleh biaya overhead berlevel non unit, maka penggerak aktivitas

berdasarkan unit tidak mampu membebankan biaya overhead tersebut secara

akurat ke produksi. Distorsi biaya akan terjadi pada perusahaan yang menghasilkan

bermacam-macam produk jika masih menggunakan sistem tradisional. Produk yang

berbeda dalam dalam ukuran dan kompleksitas akan mengkonsumsi sumber daya

dalam jumlah yang berbeda pula. Sejalan dengan peningkatan diversitas produk,

kuantitas sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani transaksi dan mendukung

aktivitas meningkat, sehingga semakin tinggi pula distorsi yang dihasilkan dari biaya

produk yang dilaporkan dengan sistem tradisional.

Penerapan sistem Activity-Based Costing adalah salah satu solusi tepat

untuk dapat menentukan harga pokok produk dengan akurat. Penerapan ini

48

Page 62: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

49

dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas yang ada pada PT. SKF Indonesia yaitu

Ball bearing, Spacer dan HUB bearing. Dengan mengklasifikasikan aktivitas ke

dalam level yang sejenis. Masing-masing kelompok aktivitas memiliki aktivitas

sendiri-sendiri dalam menghasilkan produk, setelah dilakukan penelitian awal dapat

disimpulkan bahwa aktivitas yang memicu dari kelompok aktivitas tersebut adalah

aktivitas Heat treatment, Face & OD grinding, channel line, dan pengemasan.

PT. SKF Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri

spare part otomotif yang memproduksi beberapa macam Bearing. Produk tersebut

meliputi Ball bearing, Spacer dan HUB bearing. Bahan baku utama dalam

pembuatan Bearing ini yaitu Outer rings, Inner rings, bahan penolongnya utamanya

adalah Cages, Balls, Seals dan Shields. Tenaga kerja yang membantu dalam proses

produksi pada PT. SKF Indonesia ada beberapa pekerja. Biaya overhead pabrik

yang dibebankan pada produksi Bearing antara lain biaya bahan penolong, biaya

listrik, biaya air minum, biaya tenaga kerja pengiriman, biaya BBM, biaya telepon.

Dalam mengidentifikasi biaya overhead berbeda dengan pengidentifikasian biaya

bahan baku dan biaya tenaga kerja. Biaya overhead pabrik tidak dapat dibebankan

secara merata atau sama pada semua produk yang dihasilkan karena setiap produk

mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas

produksinya.

Penerapan sistem Activity-Based Costing dilakukan dengan mengi-

dentifikasikan aktivitas yang ada pada PT. SKF Indonesia yaitu pada produksi Ball

bearing, Spacer dan HUB bearing, dilanjutkan dengan mengidentifikasikan aktivitas

ke dalam level yang sejenis. Aktivitas ini diklasifikasikan ke dalam empat kelompok

Page 63: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

50

umum yaitu aktivitas tingkat unit, tingkat produk, tingkat batch dan tingkat fasilitas.

Masing-masing tingkat kelompok tersebut memiliki aktivitas-aktivitas sendiri-sendiri

dalam menghasilkan produk, namun setelah dilakukan penelitian awal disimpulkan

bahwa aktivitas yang memicu (cost driver) dari kelompok aktivitas tersebut adalah

aktivitas kegiatan Heat treatment, Face & OD grinding, Channel line, dan

Pengemasan.

Masing-masing pemicu memiliki aktivitas yang menimbulkan biaya untuk

melakukan aktivitas tersebut diantaranya adalah kegiatan Heat treatment, Face &

OD grinding, channel line, dan pengemasan. Kegiatan berikutnya adalah

menentukan tarif kelompok (pool rate) yaitu mengalokasikan biaya-biaya yang terjadi

ke produksi dengan pembagiannya adalah cost driver.

3.2 Studi lapangan dan studi pustaka

Dalam studi lapangan penulis melakukan pengamatan secara langsung ke

perusahaan untuk mendapatkan data-data umum dan data khusus untuk penelitian

yang dibutuhkan. Diharapakan dengan studi lapangan ini lebih mengakuratkan data-

data yang ada sehingga menghindari tidak jelasnya penyelesaian. Sedangkan studi

pustaka dilakukan dengan membaca literatur-literatur yang mendukung untuk

memecahkan permasalahan yang ada.

Page 64: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

51

3.3 Jenis dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data umum yang

merupakan data yang diperoleh dari PT. SKF Indonesia yang menjadi tempat

penelitian. Sumber data secara keseluruhan diperoleh dari dalam institusi yang

menjadi tempat penelitian. Data yang bersifat kuantitatif diperoleh dari dokumen/

arsip bagian produksi dan bagian personalia. Sedangkan data yang bersifat kualitatif

diperoleh dari wawancara dan pengamatan secara langsung di perusahaan.

3.4 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan melakukan pengamatan langsung di perusahaan yang menjadi objek

penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Wawancara (interview)

Merupakan suatu cara untuk mendapatkan data atau informasi dengan tanya

jawab secara langsung pada orang yang mengetahui tentang objek yang diteliti.

Dalam hal ini adalah dengan pihak pimpinan, pekerja atau operator PT XXX yaitu

data mengenai jenis-jenis produk, proses produksi serta bahan baku yang

digunakan.

2. Obsevasi

Yaitu pengamatan atau peninjauan secara langsung di tempat penelitian

yaitu di PT XXX dengan mengamati sistem atau cara kerja yang ada.

3. Dokumentasi

Page 65: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

52

Yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang berupa

laporan kegiatan produksi, laporan jumlah produksi dan harga bahan baku produk,

serta dokumen kepegawaian dan data-data yang diperlukan dalam peneltian ini.

3.5 Pengolahan data

Pengolahan data dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif

dengan menggunakan sistem Activity -Based Costing. Bahan baku yang dihitung

menurut Nafarin (M. Nafarin, Penganggaran Perusahaan, Jakarta, Salemba Empat,

2007),hal,203. dalam satuan (unit) uang disebut anggaran biaya bahan baku.

Perhitungan bahan baku adalah kuantitas standar bahan baku dipakai dikalikan

harga standar bahan baku per unit. Untuk menghitung biaya tenaga kerja langsung

menurut Nafarin (M. Nafarin, Penganggaran Perusahaan, Jakarta, Salemba Empat,

2007),hal,225 terlebih dahulu ditetapkan biaya tenaga kerja langsung standar per

unit produk.

Untuk perhitungan biaya overhead pabrik dengan sistem Activity-Based

Costing dihitung menggunakan pendekatan yang terdiri dari dua tahap yaitu :

a) Prosedur Tahap Pertama

Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan dalam metode

activity-based costing yaitu :

1. Mengidentifikasi aktifitas.

Aktivitas yang dilakukan dalam pembuatan tas adalah: Heat treatment, Face

& OD grinding, channel line, dan pengemasan.

Page 66: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

53

2. Membebankan biaya ke aktivitas

Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi antara lain: biaya bahan

penolong, biaya air minum, biaya listrik, biaya pengemasan, biaya

pengiriman, dan biaya telepon.

3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis

Mengelompokkan aktivitas yang saling berkaitan untuk membentuk

kumpulan yang sejenis (homogen).

4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan

kelompok biaya sejenis

Mengelompokkan biaya aktivitas yang telah dikelompokkan untuk

mendefinisikan kelompok biaya sejenis (homogeneous cost pool).

5. Menghitung kelompok tarif overhead

b) Prosedur Tahap Kedua

Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk,

dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan

overhead dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x unit driver yang dikonsumsi

Selanjutnya, harga pokok produksi dapat dihitung dengan menjumlahkan

seluruh biaya yang digunakan, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja, dan biaya overhead pabrik dibagi per unit produk yang dihasilkan oleh

perusahaan.

BOP Kelompok aktivitas tertentu

Driver biayaTarif pool=

Page 67: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

54

3.6 Analisis dan Pembahasan

Setelah melakukan pengolahan data maka selanjutnya penulis melakukan

anakisis dan pembahasan terhadap hasil pengolahan data mengenai harga pokok

produksi dengan metode sistem biaya Activity-Based Costing.

3.7 Kesimpulan dan Saran

Pada langkah ini penulis memberikan kesimpulan-kesimpulan yang berhasil

diperoleh dan juga memberikan saran-saran kepada perusahaan berdasarkan hasil

analisa dari pengolahan data yang telah di peroleh dalam penelitian ini.

Page 68: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

55

3.8 Kerangka pemecahan masalah

Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah Penelitian

Studi Pustaka Studi LapanganMulai

Selesai

Perumusan masalah dan tujuan

Pengumpulan data

Biaya Overhead Pabrik

Biaya Bahan Bakulangsung

Biaya Tenaga Kerjalangsung

Penetapan Tarip Kelompok (Pool Rate)

Pengalokasian Biaya ke Cost Driver

Biaya Face dan OD

Biaya HeatTreatmen

Biaya Pengemas

Biaya Cannel line

Tarip Overhead

Biaya Overhead yang dibebankan

Harga Pokok Produksi dengan metode Activity Based Costing

Kesimpulan dan saran

Menganalisis perbandingan metodeActivity-Based Costing dengan

metode Tradisional

Biaya Tenaga Kerja tak langsung dan Biaya

bahan penolong

Page 69: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

56

BAB IV

PENGGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan data

Pada langkah ini penulis melakukan pengumpulan data yang dikelompokkan

menjadi 2 macam, yaitu pengumpulan data umum dan pengumpulan data khusus

dari penelitian.

4.1.1 Data umum

Adapun data-data umum yang dikumpulkan terdiri dari sejarah perusahaan,

visi dan misi perusahaan, logo intansi, struktur organisasi, dan proses produksi

bearing (Bantalan Gelinding).

4.1.1.1 Sejarah perusahaan

Usia 31 Tahun bagi sebuah perusahaan bearing merupakan suatu prestasi

yang membanggakan, betapa tidak semenjak di dirikan pabrik bearing pada tahun

1984 ini oleh seorang yang bernama Bapak Wirontono, sampai sekarang masih

dapat memenuhi permintaan para konsumen, meskipun telah melewati masa krisis

moneter yang terjadi pada tahun 1998.

Pada mulanya perusahaan ini bernama PT Logam Sari Bearindo, dan

perusahaan ini memulai produksi komersial pada Januari 1986 dan mempunyai

merek pasaran yaitu BI (Bearing Indonesia) pada tahun 1988 PT Logam Sari

Bearindo mengikat perjanjian dengan SKF Swedia yang merupakan produsen

bearing terbesar di dunia. Perjanjian tersebut berupa kerja sama teknik yang

56

Page 70: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

57

berguna untuk meningkatkan mutu produksi, sehingga BI dapat bersaing dengan

produk-produk import.

Pada September 1988, perusahaan Astra Internasional melalui PT Federal

Motor menjadi salah satu pemegang saham PT Logam Sari Bearindo. Hal itu agar

memperkuat struktur permodalan dan pemasaran dan juga menjadikan struktur

manajemen menjadi lebih baik. Pada tahun 1992 perusahaan ini mendapat izin

usaha tetap dari Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Lisensi SKF

diberikan untuk semua tipe bearing yang di produksi. Pada akhir tahun 1992 merek

FMB (Federal Motor Bearing ) di perkenalkan dan menggantikan merek BI.

Setelah sekian tahun semenjak produksi pertamanya, perusahaan ini

mendapatkan sertifikasi ISO 9002 dari lembaga sertifikasi Llyod’s Register Quality

Assurance ( LRQA ) pada Januari 1996. Hal ini membuktikan dedikasi pihak

manajemen terhadap kualitas manajemen perusahaan yang sudah di akui oleh

internasional.

Pada September 1997, PT Logam Sari Bearindo sudah resmi menjadi bagian

dari SKF Group, kemudian berganti nama menjadi PT SKF Indonesia. Tentunya hal

ini menjadikan produk – produk yang di produksi memiliki standar dengan SKF

Swedia, dan juga tentunya kualitas dan specifikasi produk akan sama dengan

produk yang berasal dari PT SKF di seluruh negara. Kemudian demi memenuhi

standar manajemen lingkungan maka perusahaan mendapatkan sertifikat ISO

14001 pada Desember 1999, dan juga pada bulan yang sama mendapatkan

sertifikat ISO 9000. Pada Januari tahun 2000, di perkenalkan sebuah merek dagang

baru yaitu SKF Enduro dan SKF Genio. Pada Desember tahun 2000, AHM sebagai

Page 71: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

58

salah satu customer utama memberikan penghargaan sebagai produk bearing yang

memiliki kualitas terbaik. Dengan memiliki beberapa sertifikasi, produk PT SKF

Indonesia mampu memasuki pasar internasional, yang dimulai pada Oktober 2000

dengan mengekspor produknya ke Malaysia. Pada Maret 2004 PT SKF Indonesia

mendapatkan serftikasi ISO/TS 16949. Dari tahun ketahun perkembangan

perusahaan ini semakin meningkat, hal itu di tunjukan dengan memperluas area

pabrik dalam rangka memenuhi banyak nya permintaan pelanggan yang datang baik

dari lokal maupun internasional. Saat ini PT SKF Indonesia memiliki luas tanah

53.000 m2 dan luas pabrik 11.000 m2 dengan memiliki 15 jalur produksi.

Adapun manajemen PT SKF Indonesia memegang teguh kebijakan kualitas

SKF yaitu :

1. SKF hanya akan memasarkan produk layanan dan solusi yang akan

menjamin kepuasan pelanggan.

2. Menjalankan proses bisnis yang kompeten, dapat di andalkan dan efisien.

3. Menerapkan perbaikan berkelanjutan di seluruh organisasi demi mencapai

kualitas tanpa cacat ( Zero Defect).

Selain kebijakan kualitas, PT SKF Indonesia dalam aktivitas nya juga

menerapkan kebijakan lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hal tersebut

diupayakan agar meraih keuntungan yang dapat bertahan dalam jangka panjang,

Adapun tugas utama untuk mencapai tujuan tersebut dengan mengembangkan,

membuat dan memasarkan produk dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan

pelanggan secara aman dalam penggunaannya untuk menjalankan energi yang

Page 72: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

59

digunakan harus efisien, tidak mencemari lingkungan dan dapat di daur ulang atau

di buang secara aman.

4.1.1.2 Visi dan Misi perusahaan

Visi dari perusahaan PT SKF Indonesia adalah “Melengkapi dunia dengan

pengetahuan SKF” .

Misi PT SKF Indonesia adalah : Menjadi Perusahaan Pilihan

1. Untuk pelanggan, distributor dan pemasok dengan memberikan industri

terkemuka, produk bernilai tinggi, layanan dan solusi rekayasa pengetahuan.

2. Untuk karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja yang dapat memuaskan di

mana upaya diakui, ide dihargai dan hak-hak individu dihormati.

3. Untuk para pemegang saham dengan memberikan nilai pemegang saham

melalui pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan.

4.1.1.3 Logo intansi

Gambar 4.1 Logo SKF

Page 73: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

60

4.1.1.4 Struktur organisasi

Struktur organisasi dalam suatu perusahaan memiliki arti yang sangat

penting sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu mengatur tugas,

tanggung jawab, dan wewenang pada setiap bagian dalam perusahaan sehingga

perusahaan dapat berjalan dengan baik. Struktur organisasi dan job description

pada PT SKF Indonesia disusun berdasarkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan di

dalam perusahaan.

Struktur organisasi pada PT SKF Indonesia dapat dilihat dibawah ini,

Gambar 4.2 Struktur organisasi PT. SKF Indonesia

Guna membagi seluruh pekerjaan dengan tepat, maka PT SKF Indosesia

memiliki struktur organisasi yang memiliki pekerjaan masing masing di setiap

jabatannya. Berikut ini adalah tugas dari setiap jabatan.

1. President Direktur

Page 74: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

61

Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas semua kepentingan

perusahaan.

2. Marketing & Sales Director

Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas penjualan dan serta

pemasukan perusahaan.

3. Manufacturing Director

Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas proses produksi dalam

perusahaan.

4. Six Sigma

Adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap kebijakan six sigma yang di

gunakan dalam perusahaan.

5. Manufacturing Excellence Facilitator

Merupakan bagian yang memfasilitasi semua urusan produksi pada

perusahaan.

6. Production Rings

Adalah kepala bagian yang bertugas mengatur operasional produksi di dalam

perusahaan, bagian ini membawahi langsung heat treatment, Face and Outerside

Diameter Grinding.

7. Production Bearings

Adalah bertugas menjalankan sistem produksi bearing, yaitu pada proses

grinding, honing dan assembling.

8. Enginerring

Page 75: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

62

Bagian yang mengatur persiapan peralatan dan memperbaiki mesin – mesin

dan perkakas yang mengalami kerusakan.

9. Maintenance

Bertanggung jawab dalam hal perawatan mesin yang digunakan dalam

proses produksi. berkewajiban menyediakan tenaga ahli dalam hal persiapan dan

pengecekan instalasi mesin yang di butuh kan agar mesin dapat berjalan dengan

baik dan lancar.

10. Procurement and Material Flow

Bertugas mengatur sirkulasi material dalam proses produksi. Departemen ini

di sebut juga sebagai bagian gudang, karena mengatur keluar masuk semua

perlengkapan dan meterial yang di butuhkan. Bagian ini bertanggung jawab atas

penyimpanan material, perkakas, perlengkapan kerja, pakaian pengamanan dan

perlengkapan pengamanan yang merupakan cadangan persediaan serta menerima

pengiriman barang dari luar yang berhubungan dengan proses produksi.

11. Business Controller Director

Pemimpin yang mengontrol sistem perdagangan yang terjadi di dalam

perusahaan.

12. Accounting and IS

Bagian yang mengatur keuangan dalam perusahaan dan informasi sistem.

13. Quality Assurance

Bagian yang bertanggung jawab atas kualitas produk yang di buat oleh

perusahaan.

14. AM and Sales administrasi

Page 76: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

63

Bagian yang bertugas menawarkan produk yang dihasilkan kepada

konsumen pada golongan After Market ( AM ).

15. OEM and Business Development

Bagian yang bertugas menawarkan produk yang dihasilkan kepada

konsumen pada golongan Original Engine Manufacturing ( OEM ).

16. Human Resource and General Affair

Bagian yang mengatur pengurangan dan penerimaan karyawan dalam

perusahaan.

17. Susntainability and Environmental, Health and Safety

Merupakan departemen keselamatan kerja, yang berkewajiban memberikan

pengarahan dan peningkatan kepada para buruh agar terhindar dari kecelakaan

kerja. Departement ini juga bertugas memberikan training kepada buruh baru

maupun lama tentang kesehatan dan keselamatan kerja, juga penggunaan alat

pengamanan , cara penanggulangan kecelakaan kerja.

4.1.1.5 Proses produksi bearing (bantalan gelinding)

Sebelum mengetahui proses produksi bearing, sebaiknya terlebih dahulu

mengenal apa itu bearing (bantalan) dan fungsi dari bearing. Bearing adalah elemen

mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerak bolak-balik

dapat bekerja dengan aman, halus, dan panjang umur. Bantalan harus kokoh untuk

memungkinkan poros atau elemen mesin lainnya dapat bekerja dengan baik. Jika

bearing tidak dapat bekerja dengan baik, maka prestasi kerja seluruh sistem akan

menurun atau tidak dapat bekerja pada semestinya. Adapun fungsi dari bearing

Page 77: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

64

yaitu mengurangi gesekan dan menahan beban radial, axial, dan kombinasi. Berikut

gambar bahan baku bearing yang sebagian besar didatangkan dari luar negeri

dalam bentuk barang setengah jadi,

Gambar 4.3 Bahan baku bearing.

Setelah semua bahan yang sampai di gudang ini baru akan terjadi proses

manufaktur bearing dengan tahapan proses sebagai berikut:

A. Proses Heat treatment (Pengerasan).

B. Proses production ring / face dan OD ( Proses penggerindaan permukaan )

C. Proses production bearing / Channel line (Penghalusan dan Assembly)

D. Proses pengemasan (Packaging)

Untuk lebih memperjelas proses tersebut akan diuraikan satu persatu proses

tersebut dan berikut ini aliran proses produksi bearing di PT. SKF Indonesia.

Component Parts of a Ball Bearing

Seal Rolling elements Inner ring

Outer ring Cage Seal

Electrical Business Unit

Page 78: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

65

Gambar 4.4 Proses produksi ball bearing

A. Proses heat treatment

Pada proses ini bahan baku yang sudah ada dan sudah dipersiapkan oleh

pihak receiving (gudang) diambil pihak terkait untuk diproses perlakuan panas

digunakan untuk meningkatkan daya tahan dan meningkatkan kehidupan potongan

cut logam.

Pada umumnya, perlakuan panas dilakukan untuk meningkatkan kekuatan

material serta mempertinggi sifat mampu manufaktur material, seperti mampu

mesin, mampu bentuk serta pengembalian keuletan pada material yang telah

dikenakan pengerjaan dingin.

Dalam proses pembuatan outer ring dan innering ini, dilakukan juga proses

perlakuan panas. Berdasarkan standar pada ASM Handbook yaitu ISO 683-17/ SAE

52100. Proses perlakuan panas yang dikenakan pada outer ring adalah proses

quenching dan tempering.

Material ini dipanaskan sampai pada temperatur austenisasi (830-870oC),

sehingga seluruhnya akan berubah menjadi fasa austenit. Dari temperatur

austenisasi, dilakukan penahanan sampai selang waktu tertentu kemudian dilakukan

Page 79: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

66

proses pendinginan secara cepat menggunakan medium cair. Dalam pemrosesan

ring digunakan medium cair berupa oli. Hasil dari quenching memberikan perubahan

fasa dari austenit menjadi martensit dan austenit sisa γ → M + γs.

Baja paduan hasil dari quenching akan memiliki kekerasan yang tinggi, dan

bersifat getas. Untuk mengurangi kegetasan pada martensit dilakukan proses

pemanasan yang disebut dengan proses tempering. Temperatur pemanasan untuk

proses temper sangat dipengaruhi oleh kekerasan akhir yang diinginkan. Secara

umum, temperatur temper dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1.) Temperatur Temper Tahap 1 (TTT 1): 80-150oC

2.) Temperatur Temper Tahap 2 (TTT 2): 200-400oC

3.) Temperatur Temper Tahap 3 (TTT 3): > 400oC

Di SKF Indonesia ada dua perlakukan panas yaitu Through Hardening

Process dan Carbo-Nitriding Process.

Page 80: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

67

Gambar 4.5 Aliran proses pemanasan normal

Gambar 4.6 Aliran proses pemanasan carbo-nitriding

Page 81: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

68

B. Proses Face dan OD Grinding

Pada proses pembentukan penghalusan outer ring dan inner ring dengan

cara penggerindaan halus menggunakan mesin centrelees grinding, outer ring

sendiri atau inner ring luar dari sebuah bearing secara umum berasal dari material

padat atau disebut juga dengan raw material yang sebelumnya sudah heat

treatment. Secara rule process, material yang sudah terbentuk dari hasil bubutan

pada proses machining tersebut akan digerinda dulu bagian Surfacenya, dengan 2

tahapan yaitu rough surface (gerinda permukaan kasar) dan finish surface (gerinda

permukaan halus). Setelah selesai proses surface grinding, barulah outer ring ini

masuk pada proses penggerindaan outside diameter.

Pada proses inilah mesin centreeles grinding itu bertugas, outer ring yang

tentunya sudah diketahui outside diameternya ini akan diproses haluskan bagian

luarnya, melalui dua kali proses yang juga sama seperti pada proses penggrindaan

side face ringnya.

Gambar 4.7 Proses penggerindaan permukaan

Page 82: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

69

Work piece atau Outer ring masuk melalui infeed dengan dorongan feed

roller kedalam GW (grinding wheel) yang di topang oleh Support Blade dan di

jalankan oleh RW (regulating wheel). Tentunya proses penggerindaan ROUGH

outside diameter akan berbeda dengan FINISHnya, dalam beberapa hal perbedaan

mendasar itu adalah sebagai berikut:

a) Jika rough itu menghasilkan gerindaan kasar dan sizenya masih relatif besar

maka tidak dengan finish, proses finish mengahasilkan gerindaan halus dan

sizenya relatif sesuai dengan target masing-masing tipe bearing.

b) Jika pada proses rough sudut Regulator wheel adalah berkisar antara 40

derajat sampai 60 derajat, maka pada proses finish sudut regulator wheel

adalah berkisar antara 20 derajat sampai 30 derajat.

c) Pemakanan Grinding wheel pada proses rough adalah 3/4 dari panjang GW

d) Pemakanan Grinding wheel pada proses finish adalah 2/4 dari panjang GW

e) Pada proses rough tingkat kehalusan grinda atau wheel relatif kasar yaitu

dengan kecepatan pemakanan diamond dresser sebesar 5-8rpm

f) Pada proses finish tingkat kehalusan grinda atau wheel relatif halus yaitu

dengan kecepatan pemakanan diamond dresser sebesar 1-2rpm

C. Proses channel line (prod Assembling)

Setelah proses diatas selesai maka proses selanjutnya adalah masuk line

channel dimana masing channel dari channel 1 sampai 13 mempunyai proses yang

hampir sama dengan mesin yang sama. Dalam hal ini terdiri dari beberapa proses

yaitu:

Page 83: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

70

1-Proses pengasahan OR raceway dan pengasahan IR Bore serta raceway. Pada

proses ini setiap item masuk kemesin dengan transfer handling didalam mesin

sebuah batu gerinda digunakan untuk menggiling permukaan bagian untuk akurasi

dimensi yang diperlukan dan sangat presisi. Dimensi seperti diameter luar dan

dalam dan lebar raceway untuk micrometer (seperseribu milimeter) presisi, seperti

alur, struktur internal yang utama terbentuk antara bagian dalam dan luar cincin di

mana bola berjalan. Alur antara cincin luar dan dalam di mana bola berjalan ini

diasah untuk nanometer (seperseribu mikrometer) presisi

Gambar 4.8 Proses penggerindaan raceway (alur bola)

Untuk hal ini OR raceway dan IR raceway harus pada ukuran yang sejalan

agar bola dimasukan sesuai dengan clearance yang di inginkan.

2-Proses pemasukan bola dan perakitan.

Page 84: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

71

Gambar 4.9 Perakitan bearing

Pada bagian ini OR dan IR masuk kemesin Ball filling untuk dimasukan bola

sesuai ukuran bola yang di inginkan, setelah itu masuk ke mesin press untuk

dipasang cages (kandang) pengikat bola.

Setelah ini jadilah bearing yang sesuai standar dan aplikasinya dimasukkan

ke mesin washing untuk dicuci agar bersih dari serbuk logam sehabis pengasahan

dan masuk kemesin demagtinizing (penghilang magnit) lalu masuk ke camera

pokayoke untuk pengukuran kualitas.

Sesuai aplikasi yang di inginkan maka dapat ditambahkan pelumas (grease)

dan juga penutup baik dari karet atau metal (Rubber seals dan metal shields) yang

diterapkan berdasarkan kebutuhan aplikasi bearing, Lihat gambar dibawah tentang

produk bearing dengan penutup metal shield, tanpa penutup, dan penutup rubber

seals.

Page 85: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

72

Gambar 4.10 Produk jadi ( bearing )

D. Proses Pengemasan

Setelah Proses production bearing / Channel line (Penghalusan dan

Assembly) maka proses selanjutnya adalah proses pengemasan dimana dalam

porses ini dibagi menjadi dua proses pengemasan yaitu :

a- Pengemasan untuk OEM (Original Engine Manufacturing)

Adalah pengemasan untuk dikirim langsung ke perusahaan perakitan sepeda

motor atau mobil seperti Honda motor, Honda mobil, Suzuki motor, Suzuki

mobil, Daihatsu, Yamaha dan lainnya, Dapat di lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.11 Pengemasan untuk OEM

b- Pengemasan untuk AM (After Market)

Page 86: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

73

Adalah pengemasan untuk dikirim langsung ke distributor spare part motor atau

mobil dan SKF Indonesia mempunyai after market sendiri dengan menjual

produk seperti Enduro, Genio, dan Fitgo untuk bearing berbagai jenis sepeda

motor, Dapat di lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.12 Pengemasan untuk AM

Page 87: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

74

4.1.1.6 Peta proses ball bearing

Untuk mempermudah mengetahui proses produksi disini penulis

membuat peta proses operasi terlampir:

Gambar 4.13 Peta Proses Operasi

Nama objek = Porses produksi Ball bearing

Nomor peta = PPO-01

Dipetakan = Slamet w idodo

Tanggal dipetakan =

Proses Heatreatment Proses Heatreatment

21.600 w ashing, oil quenching

,hardening & tempering

(Dow a machine)

21.600 w ashing, oil quenching ,

hardening & tempering

(Dow a machine)

60 Diperiksa kekerasan,

dimensi & struktur

(rockw ell, stuer, vicker)

60 Diperiksa kekerasan,

dimensi & struktur

(rockw ell, stuer, vicker)

Proses Face & OD Grinding Proses Face & OD Grinding

30 Penggerindaan permukaan

dan w ith (RCM, RDM.&SLDP

machine)

20 Penggerindaan permukaan

dan w ith (RCM, RDM.&SLDP

machine)

20 Diperiksa dimensi dan

ukuran (rockw ell, stuer,

gauge spin )

10 Diperiksa dimensi dan

ukuran (rockw ell, stuer,

gauge spin )

Proses Channel line

180

10 Diperiksa dimensi dan

ukuran, Clearence

(pokayoke, anderon, mvm &

gauge spin )

Proses Pengemasan

20 Diroll dengan plastik lalu

diisolasi dan dimasukkan

kebox pengiriman.

120 Diperiksa jumlah setipa roll

dan dihitung sesuai

pengiriman (manual)

Penggerindaan alur bola,

ball pilling, press cages dan

perakitan (Rabbit,Izumi, HIT

20 Februari 2015

PETA PROSES OPERASI

Cages Steel BallSeals/shields Inner ringsOuter ring

0-1

0-2

0-3

0-4

0-5

0-6

1-6

1-5

1-4

1-3

1-2

1-1

Logo Kegiatan Jumlah Waktu (Detik)

Operasi 6 43.450

Pemeriksaan 6 280

Gudang 1

Jumlah 3 13 43.730

Keterangan

Page 88: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

75

4.1.2 Data khusus

Data khusus yang diambil dalam penelitian ini adalah data tentang biaya-

biaya yang menjadi fokus aktivitas dalam produksi antara lain biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Data di dapat dengan bertanya

langsung dengan pihak terkait dan meminta data yang berupa dokumen yang

diperlukan dalam penelitian ini, selanjut data diolah sebagai bahan untuk membuat

laporan tugas akhir untuk dianalisis dan memberi kesimpulan serta membuat saran

untuk pihak perusahaan.

4.2 Pengolahan Data

Analisis penentuan harga pokok produksi yang lebih akurat dapat dilakukan

dengan menggunakan sistem activity based costing. Penentuan harga pokok

produksi bearing pada perusahaan ini dibagi tiga cost pool. Cost pool tersebut yaitu

Ball Bearing, Spacer, dan HUB Bearing. Aktivitas yang terjadi dalam pembuatan

bearing dikelompokkan dalam empat cost driver yaitu Heat treatment, Face & OD

grinding, Channel line, dan Pengemasan.

Sebelum mengetahui jenis pengeluaran pada masing-masing cost driver,

biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan ini selama proses produksi pada bulan

Januari - Desember 2014 diketahui terlebih dahulu. Proses klasifikasi biaya dapat

dimulai dengan suatu pengelompokkan yang sederhana dari semua biaya dalam

dua golongan, yaitu harga pokok produksi (manufacturing cost) dan biaya-biaya

komersil (commercial cost). Harga pokok produksi dibagi menurut tiga unsur utama

Page 89: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

76

dari biaya yaitu biaya bahan baku (BBB), biaya tenaga kerja (BTK), dan biaya

overhead pabrik (BOP), Sedangkan biaya komersil yaitu biaya-biaya pemasaran.

Pengolahan data ini untuk dalam hal pengemasan hanya di dapat data untuk

pengemasan OEM (Original Engine Manufacturing) karena tidak ada biaya

pengiriman, di mana pelanggan mengambil langsung barang yang telah selesai dan

siap untuk di ambil pelanggan sesuai dengan kesepakatan.

Data yang didapat dari berbagai sumber dalam mendukung untuk dapat

diolah dan di laporkan oleh penulis sebagai berikut :

a. Data produksi selama tahun 2014 Ball bearing sebanyak 1.200.000

pcs/tahun, Spacer sebanyak 78.000 pcs/tahun, dan Hub bearing

sebanyak 48.000 pcs/tahun.

b. Data biaya harga bahan baku selama tahun 2014 sebagai berikut :

1. Data biaya pembelian Outring selama tahun 2014 dalam

membantu proses produksi selama Rp 5.762.400.000,-

2. Data pembelian Innerring selama tahun 2014 dalam proses

produksi sebesar Rp 3.842.400.000,-

3. Data pembelian Steel Ball selama tahun 2014 dalam

membantu proses produksi sebesar Rp 932.400.000,-

4. Data pembelian Cages selama tahun 2014 dalam membantu

proses produksi sebesar Rp 806.400.000,-

5. Data pembelian Seals selama tahun 2014 dalam membantu

proses produksi adalah Rp 294.000.000,-

Page 90: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

77

6. Data biaya pembelian Shields selama tahun 2014 dalam

membantu proses produksi adalah Rp 124.800.000,-

c. Data biaya tenaga kerja dan jumlah pekerja dalam aktivitas proses

produksi Ball bearing, Spacer, dan Hub bearing dengan total biaya

keseluruhan sebesar Rp 1.747.440.000 selama tahun 2014, data

biaya setiap aktivitas sebagai berikut :

1. Biaya aktivitas Heat treatment jumlah 9 pekerja dengan

penghasilan selama tahun 2014 adalah Rp.466.650.000,-

2. Biaya aktivitas Face & OD grinding jumlah 9 pekerja dengan

penghasilan selam tahun 2014 adalah Rp.427.680.000,-

3. Biaya aktivitas Channel line jumlah 12 pekerja dengan

penghasilan selama tahun 2014 adalah Rp.590.400.000,-

4. Biaya aktivitas Pengemasan jumlah 6 pekerja dengan

penghasilan selama tahun 2014 adalah Rp.262.800.000,-

d. Data biaya bahan penolong dalam aktivitas proses produksi Ball

bearing, Spacer, dan Hub bearing selama tahun 2014, data biaya

bahan penolong dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Total biaya bahan penolong

No Bahan PenolongJumlah biaya bahan

penolong

1 Biaya gerinda 1.124.320.000Rp

2 Biaya Air 886.970.000Rp

3 Biaya Listrik 1.868.524.000Rp

4 Biaya oli 1.945.789.000Rp

5 Biaya Gas 1.039.867.000Rp

6 Biaya Telepon 164.500.000Rp

7 Biaya Email dan Internet 145.789.000Rp

8 Biaya alat-alat kantor 116.820.000Rp

9 Biaya plastik 189.856.800Rp

10 Biaya Isolasi 126.987.500Rp

7.609.423.300Rp

Sumber: data perusahaan Januari - Desember 2014

Jumlah

Page 91: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

78

Berikut tabel produksi Ball bearing selama tahun 2014 Sebelum data diolah

dengan metode Activity-based costing dan Tradisional,

Tabel 4.2 Data produksi tahun 2014

1. Sebelumnya data terlebih dahulu diuji keseragaman data dan kecukupan

data, apakah data cukup, seragam dan tidak keluar dari batas kontrol,

berikut perhitungannnya.

Bulan

(N)

Produksi Ball

bearing /bulan

1 90.000

2 110.000

3 90.000

4 96.000

5 110.000

6 95.000

7 110.000

8 110.000

9 90.000

10 110.000

11 95.000

12 94.000

Total 1.200.000

1.200.000

12

902.000.000

11

BKA = = 100.000 + ( 2 x 9.055 ) = 118.111

BKB = = 100.000 - ( 2 x 9.055 ) = 81.889

= = = 100.000,0

= = = 9.055 82.000.000 =

X∑xn

σ √ ∑( Xi - X ) ²

n-1√

X - 2σx

X + 2σx

Page 92: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

79

Gambar 4.14 Grafik batas kontrol data produksi tahun 2014

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa data tersebut tidak keluar dari

batas bawah dan batas atas dan dianggap data masih batas normal, sedangkan

untuk kecukupan data di peroleh bahwa data yang di ambil sudah lebih dari cukup.

2. Setelah itu menghitung kecukupan dan keseragaman data harga bahan baku

ball bearing yaitu outring dan innerring apakah data tidak keluar batas

kontrol, berikut tabel harga kedua bahan baku ball bearing selama tahun

2014.

80,000

90,000

100,000

110,000

120,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Data produksi ball bearing Tahun2014

BKA

Qty

BKB

N'

20 12 . 120.902.000.000 - 1.200.000 ² ²

1.200.000

N' =

N' = 3,01

1,73

N' =

= 20√ ²n.∑ Xi² - ( ∑ Xi ) ²

∑ Xi

( )

( )²

( )

Page 93: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

80

Tabel 4.3 Harga bahan baku tahun 2014

Gambar 4.15 Grafik batas kontrol harga outring tahun 2014

57.624

12

574

11

BKA = = 4.802 + ( 2 x 7 ) = 4.816

BKB = = 4.802 - ( 2 x 7 ) = 4.788

= 52 = 7

= = = 4.802

= =

X∑xn

σ √ ∑( Xi - X ) ²

n-1√

X - 2σx

X + 2σx

N'

20 12 . 276.711.022 - 57.624 ² ²

57.624

N' =

N' =

0,03

0,001

N' =

= 20√ ²n.∑ Xi² - ( ∑ Xi ) ²

∑ Xi

( )

( )²

( )

4,780

4,800

4,820

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Data harga Outring

BKA

HARGA

BKB

Page 94: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

81

Gambar 4.16 Grafik batas kontrol harga inerring tahun 2014

4.2.1 Biaya bahan baku ball bearing

Unsur utama dari biaya yang pertama adalah biaya bahan baku, dimana

biaya bahan baku yang digunakan dalam pembuatan Ball Bearing yaitu cincin dalam

(Innerring) dan cincin luar (outring) di perusahaan PT.SKF Indonesia.

38.424

12

604

11

BKA = = 3.202 + ( 2 x 7 ) = 3.217

BKB = = 3.202 - ( 2 x 7 ) = 3.187

= 55 = 7

= = = 3.202

= =

X∑xn

σ √ ∑( Xi - X ) ²

n-1√

X - 2σx

X + 2σx

N'

20 12 . 123.034.252 - 38.424 ² ²

38.424

N' =

N' =

0,04

0,002

N' =

= 20√ ²n.∑ Xi² - ( ∑ Xi ) ²

∑ Xi

( )

( )²

( )

3,184

3,194

3,204

3,214

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Data harga innerring

BKA

Qty

BKB

Page 95: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

82

Tabel 4.4 Biaya bahan baku ball bearing

Jumlah pemakaian bahan baku selama tahuni 2014 PT. SKF Indonesia

adalah sebesar 3.600.000Pcs. Sehingga total biaya bahan baku yang dikeluarkan

sebesar Rp 11.762.400.000. Perhitungan biaya bahan baku sudah bersih karena

data yang didapat sudah termasuk biaya PPN, Bea masuk, dan Frieght cost sampai

di gudang bahan baku PT.SKF Indonesia.

4.2.2 Biaya tenaga kerja langsung

Unsur utama biaya yang kedua adalah biaya tenaga kerja, upah tenaga kerja

langsung yang ada pada PT.SKF Indonesia. Dapat di lihat pada tabel berikut:

No Bahan Baku

Jumlah per tahun

(Pcs)

Harga Bahan

Baku

Jumlah Biaya Bahan

Baku

1 Outring 1.200.000 4.802Rp 5.762.880.000Rp

2 Innering 1.200.000 3.202Rp 3.841.920.000Rp

3 Balls 1.200.000 777Rp 932.400.000Rp

4 Cages 1.200.000 672Rp 806.400.000Rp

5 Rubber Seals 1.200.000 245Rp 294.000.000Rp

6 Metal seals 1.200.000 104Rp 124.800.000Rp

3.600.000 11.762.400.000Rp

Sumber: data perusahaan Januari - Desember 2014

Jumlah

Page 96: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

83

Tabel 4.5 Biaya tenaga kerja langsung

Biaya tenaga kerja pada tabel 4.5 adalah biaya tenaga kerja langsung dalam

proses aktivitas produksi Ball Bearing di PT.SKF Indonesia. Total biaya tenaga kerja

pada perusahaan ini sebesar Rp 1.581.393.665. untuk 36 orang tenaga kerja.

4.2.3 Biaya overhead pabrik

Unsur utama dari biaya yang ketiga adalah biaya overhead pabrik, Biaya

yang termasuk dalam biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang tidak langsung

berpengaruh dalam penentuan harga pokok produksi. Biaya-biaya ini terjadi karena

adanya ativitas-aktivitas yang dilakukan dalam memproduksi mulai dari mengolah

bahan mentah menjadi produk jadi. Penentuan harga pokok produksi Ball Bearing,

Spacer, dan HUB Bearing di perusahaan PT.SKF Indonesia dengan sistem activity

based costing menurut Slamet (2007:104) dilakukan dengan dua tahap yaitu:

A. Tahap Pertama

1. Analisis aktivitas

Aktivitas yang terjadi dalam proses produksi Ball Bearing, Spacer, dan HUB

Bearing di perusahaan PT.SKF Indonesia adalah sebagai berikut :

No Proses aktifitasJumlah Tenaga

KerjaUpah / tahun

Jumlah Biaya

Tenaga Kerja

1 Heat treatment 9 46.914.027Rp 422.226.244Rp

2 Face & OD Grinding 9 43.004.525Rp 387.040.724Rp

3 Channel Line 12 44.524.887Rp 534.298.643Rp

4 Pengemasan 6 39.638.009Rp 237.828.054Rp

36 1.581.393.665Rp

Sumber: data perusahaan Januari - Desember 2014

Jumlah

Page 97: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

84

a. Aktivitas Heat treatment

b. Aktivitas Face & OD grinding

c. Aktivitas Channel line

d. Aktivitas pengemasan

2. Membebankan biaya ke aktivitas

Setelah mengetahui aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses produksi,

langkah selanjutnya adalah membebankan biaya ke aktivitas, sebelum itu tabel 4.6

merupakan rincian biaya bahan penolong yang di gunakan perusahaan.Total biaya

bahan penolong adalah Rp 7.609.423.000. Sehingga biaya overhead pabrik pada

perusahaan dalam proses aktivitas produksi Ball Bearing selama tahun 2014 dapat

dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Biaya overhead pabrik produksi Ball bearing

3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis

No Bahan PenolongJumlah biaya bahan

penolong

1 Biaya gerinda 1.017.484.163Rp

2 Biaya Air 802.687.783Rp

3 Biaya Listrik 1.690.971.946Rp

4 Biaya oli 1.760.895.023Rp

5 Biaya Gas 941.056.109Rp

6 Biaya Telepon 148.868.778Rp

7 Biaya Email dan Internet 131.935.747Rp

8 Biaya alat-alat kantor 105.719.457Rp

9 Biaya plastik 171.816.109Rp

10 Biaya Isolasi 114.920.814Rp

6.886.355.928Rp

Sumber: data perusahaan Januari - Desember 2014

Jumlah

Page 98: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

85

Aktivitas untuk kelompok sejenis dalam pembuatan Ball Bearing, Spacer, dan HUB

Bearing selama tahun 2014 adalah sebagai berikut:

a. Kelompok Aktivitas Heat treatment: biaya Listrik, biaya air, biaya gas, biaya oli,

biaya alat-alat kantor, biaya bahan penolong dan biaya telepon serta biaya email.

b. Kelompok Aktifitas Face & OD grinding: biaya Listrik, biaya air, biaya gerinda,

biaya oli, biaya, biaya alat-alat kantor dan biaya telepon serta biaya email.

c. Kelompok Aktivitas Channel line: biaya Listrik, biaya air, biaya gerinda, biaya oli,

biaya alat-alat kantor dan biaya telepon serta biaya email.

d. Kelompok aktivitas pengemasan: biaya plastik, biaya isolasi, biaya alat-alat kantor

dan biaya telepon serta biaya email.

4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan

kelompok biaya sejenis.

Page 99: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

86

Tabel 4.7 Rincian Biaya overhead pabrik ball bearing

5. Menghitung kelompok tarif overhead

Penentuan tarif kelompok overhead untuk penentuan harga pokok produksi ball

bearing adalah sebagai berikut :

a. Aktivitas Heat treatment

No Kelompok Aktivitas Jenis Biaya Jumlah

1 Heat treatment Biaya Air 321.075.113Rp

Biaya Listrik 676.388.778Rp

Biaya oli 704.358.009Rp

Biaya Gas 941.056.109Rp

Biaya Telepon 37.217.195Rp

Biaya Email dan Internet 32.983.937Rp

Biaya alat-alat kantor 26.429.864Rp

2.739.509.005Rp

2 Face & OD Grinding Biaya Air 200.671.946Rp

Biaya Listrik 240.806.335Rp

Biaya oli 528.268.507Rp

Biaya Gerinda 406.993.665Rp

Biaya Telepon 37.217.195Rp

Biaya Email dan Internet 32.983.937Rp

Biaya alat-alat kantor 26.429.864Rp

1.473.371.448Rp

3 Channel Line Biaya Air 280.940.724Rp

Biaya Listrik 240.806.335Rp

Biaya oli 528.268.507Rp

Biaya Gerinda 401.343.891Rp

Biaya Telepon 37.217.195Rp

Biaya Email dan Internet 32.983.937Rp

Biaya alat-alat kantor 26.429.864Rp

1.547.990.452Rp

4 Pengemasan Biaya Plastik 171.816.109Rp

Biaya Isolasi 114.920.814Rp

Biaya Telepon 37.217.195Rp

Biaya Email dan Internet 32.983.937Rp

Biaya alat-alat kantor 26.429.864Rp

383.367.919Rp

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Page 100: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

87

Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya Heat treatment adalah biaya

listrik, biaya air, biaya gas, biaya oli, biaya alat-alat kantor, biaya bahan penolong

dan biaya telepon serta biaya email. Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah

bahan baku yang dipesan selama tahun 2014. Jumlah bahan baku yang digunakan

sebesar 1.200.000 Pcs.

Kelompok biaya Heat treatment =

b. Aktifitas Face & OD grinding

Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya face & OD grinding adalah biaya

Listrik, biaya air, biaya oli, biaya gerinda, biaya alat-alat kantor, dan biaya telepon

serta biaya email. Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku yang

dipesan selama tahun 2014. Jumlah bahan baku yang digunakan sebesar 1.200.000

Pcs.

Kelompok biaya Face & OD grinding =

c. Aktivitas Channel line

Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya face & OD grinding adalah biaya

Listrik, biaya air, biaya oli, biaya gerinda, biaya alat-alat kantor, dan biaya telepon

serta biaya email. Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku yang

dipesan selama tahun 2014. Jumlah bahan baku yang digunakan sebesar 1.200.000

Pcs.

Kelompok biaya Channel line=

2.739.509.005Rp

1.200.000 Rp2.282,92 /Pcs=

1.473.371.448Rp

1.200.000= Rp1.227,81 /Pcs

Page 101: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

88

d. Aktivitas Pengemasan

Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya Pengemasan adalah biaya

plastik, biaya isolasi, biaya alat-alat kantor, dan biaya telepon serta biaya email.

Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku yang dipesan selama

tahun 2014. Jumlah bahan baku yang digunakan sebesar 1.200.000 Pcs.

Kelompok biaya Pengemasan=

B. Tahap Kedua

Biaya overhead pabrik (BOP) setiap kelompok aktivitas dilacak ke berbagai jenis

produk dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi setiap produk.

Pembebanan BOP produk dihitung dengan rumus:

Over head yang dibebankan = tarif kelompok X unit driver yang dikonsumsi

a. Aktivitas Heat treatment

Aktivitas Heat treatment adalah aktivitas yang berhubungan dengan Heat

treatment bahan baku serta bahan penolong. Biaya yang termasuk dalam kelompok

biaya ini adalah biaya listrik, biaya air, biaya gas, biaya oli, biaya alat-alat kantor,

biaya bahan penolong dan biaya telepon serta biaya email. Pengalokasian biaya ke

cost driver berdasarkan jumlah pemakaian bahan baku sebesar 1.200.000 Pcs,

karena pemakaian bahan baku adalah pemicu terjadinya biaya tersebut. Biaya yang

digunakan dalam aktivitas heat treatment selama tahun 2014 adalah sebesar

Rp2.739.509.005. Adapun alokasinya disajikan pada tabel 4.8

1.547.990.452Rp

1.200.000= Rp1.289,99 /Pcs

383.367.919Rp

1.200.000= Rp 319,47 /Pcs

Page 102: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

89

Tabel 4.8 Alokasi biaya aktivitas heat treatment

b. Aktifitas Face & OD grinding

Aktifitas Face & OD grinding adalah aktivitas yang berhubungan dengan

pengerindaan permukaan bahan baku yang sudah diproses heat treatment, yang

termasuk dalam kelompok biaya ini adalah biaya listrik, biaya air, biaya gerinda,

biaya oli, biaya alat-alat kantor, biaya bahan penolong dan biaya telepon serta biaya

email. Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan jumlah pemakaian bahan

baku sebesar 1.200.000 Pcs, karena pemakaian bahan baku adalah pemicu

terjadinya biaya tersebut. Biaya yang digunakan dalam aktivitas Face & OD griding

selama tahun 2014 adalah sebesar Rp 1.473.371.448. Adapun alokasinya disajikan

pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Alokasi biaya Aktifitas Face & OD grinding

c. Aktifitas Channel line

Aktifitas channel line adalah aktivitas yang berhubungan dengan

pengerindaan alur bola bahan baku dan perakitan bahan penolong, yang termasuk

dalam kelompok biaya ini adalah biaya listrik, biaya air, biaya gerinda, biaya oli,

biaya alat-alat kantor, biaya bahan penolong dan biaya telepon serta biaya email.

Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan jumlah pemakaian bahan baku

sebesar 1.200.000 Pcs, karena pemakaian bahan baku adalah pemicu terjadinya

biaya tersebut. Biaya yang digunakan dalam aktivitas channel line selama tahun

Produk Tarif kelompok Unit driver Jumlah

Ball Bearing 2.282,92Rp 1.200.000 2.739.509.005Rp

Produk Tarif kelompok Unit driver Jumlah

Ball Bearing 1.227,81Rp 1.200.000 1.473.371.448Rp

Page 103: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

90

2014 adalah sebesar Rp 1.547.990.452. Adapun alokasinya disajikan pada tabel

4.10.

Tabel 4.10 Alokasi biaya Aktifitas Channel line

d. Aktifitas pengemasan

Aktifitas pengemasan adalah aktivitas yang berhubungan dengan barang

yang sudah jadi (finish goods) setelah hasil dari perakitan channel line kelompok

biaya ini adalah biaya plastik, biaya isolasi, biaya alat-alat kantor, dan biaya telepon

serta biaya email. Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan jumlah

pemakaian bahan baku sebesar 1.200.000 Pcs, karena pemakaian bahan baku

adalah pemicu terjadinya biaya tersebut. Biaya yang di gunakan dalam aktivitas

pengemasan selama tahun 2014 adalah sebesar Rp 383.367.919. Adapun

alokasinya disajikan pada tabel 4.11

Tabel 4.11 Alokasi biaya Aktifitas pengemasan

Jumlah biaya overhead yang dialokasikan menggunakan sistem activity-

based costing dapat di lihat pada tabel 4.12 sebagai berikut:

Produk Tarif kelompok Unit driver Jumlah

Ball Bearing 1.289,99Rp 1.200.000 1.547.990.452Rp

Produk Tarif kelompok Unit driver Jumlah

Ball Bearing 319,47Rp 1.200.000 383.367.919Rp

Page 104: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

91

Tabel 4.12 Biaya Overhead yang di alokasikan

Jumlah biaya overhead pabrik yang dialokasikan dengan sistem activity

based costing adalah sebesar Rp 6.144.238.824.

Selanjutnya dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan sistem activity

based costing adalah sebagai berikut :

Tabel 4.13 Penentuan Harga Pokok Produksi Ball bearing berdasarkan

metode Activity-Based Costing

Pada tabel 4.13 menyajikan penentuan harga pokok produksi ball bearing

dengan sistem activity based costing. Harga pokok produksi ball bearing sebesar

Rp19.488.032.489. diperoleh dari penjumlahan tiga unsur biaya yaitu biaya bahan

baku sebesar Rp 11.762.400.000. (60%), biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp

1.581.393.665. (8%), dan biaya overhead pabrik sebesar Rp 6.144.238.824 (32%).

4.2.4 Biaya harga pokok produksi ball bearing dengan sistem tradsional

Penentuan harga pokok produksi ball bearing dengan sistem tradisional

terutama dalam perhitungan biaya overhead pabrik tidak dihitung secara detail

No Kelompok Biaya Jumlah

1 Heat treatment 2.739.509.005Rp

2 Face & OD Grinding 1.473.371.448Rp

3 Channel Line 1.547.990.452Rp

4 Pengemasan 383.367.919Rp

6.144.238.824Rp Jumlah total

Sumber data khusus yang diolah

HPP HPP/unit

Rp % Rp % Rp % Rp Rp

1.200.000 11.762.400.000 60 1.581.393.665 8 6.144.238.824 32 19.488.032.489 16.240

BOPBBBUnit

BTKL

Page 105: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

92

berdasarkan atas pemicu biaya dan sumber daya yang dikonsumsi oleh produk ball

bearing, karena harga pokok produksi dihitung dengan cara menjumlahkan biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

Perusahaan ini menentukan harga pokok produksi masih menggunakan sistem

tradisional, berikut ini adalah penentuan harga pokok produksi berdasarkan sistem

tradisional:

Penentuan tarif overhead tas dengan sistem tradisional pada Perusahaan ini

diilustrasikan pada tabel berikut :

Tabel 4.14 Penentuan tarif BOP sistem tradisional

Setelah biaya overhead diketahui sebesar Rp 7.609.423.300 maka

penentuan harga pokok produksi dengan sistem tradisional dapat dilakukan.

Penentuan harga pokok produksi ball bearing sistem tradisional disajikan pada tabel

4.15 dibawah ini.

Tabel 4.15 Penentuan Tarif HPP Sistem Tradisional

= 6.341Rp /pcs

BOP=

=

Biaya Over head pabrik yang dianggarkan

Jumlah prroduksi

7.609.423.300Rp

1.200.000

Unit Biaya Overhead Jumlah BOP

1.200.000 6.341Rp 7.609.423.300Rp

HPP HPP/unit

Rp % Rp % Rp % Rp Rp

1.200.000 11.762.400.000 56 1.747.440.000 8 7.609.423.300 36 21.119.263.300 17.599

Sumber: data perusahaan Januari - Desember 2014

UnitBBB BTKL BOP

Page 106: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

93

Tabel 4.15 menyajikan penentuan harga pokok produksi Ball bearing

berdasarkan sistem tradisional. Harga pokok produksi Ball bearing sebesar

Rp21.119.263.300. diperoleh dari penjumlahan tiga unsur biaya yaitu biaya bahan

baku sebesar Rp 11.762.400.000. (56%), biaya tenaga kerja langsung sebesar

Rp1.747.440.000. (8%), dan biaya overhead pabrik sebesar Rp7.609.423.300

(25%).

4.2.5 Perbandingan harga pokok produksi ball bearing metode activity-based

costing dengan sistem tradisional

Penentuan harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan

adalah menggunakan sistem tradisional, yaitu menjumlahkan biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Dalam sistem activity based costing

(ABC), harga pokok produksi diperoleh dari penjumlahan konsumsi aktivitas-aktivitas

yang terjadi dalam proses produksi untuk menghasilkan Ball bearing..

Penentuan harga pokok produksi dan biaya overhead pabrik dengan sistem

ABC dan Tradisional terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut disajikan pada tabel

4.16.

Tabel 4.16 Perbandingan Harga Pokok Produksi ball bearing dari kedua

metode

No Metode Biaya BBB (Rp) BTKL (Rp) BOP (Rp) HPP (Rp) HPP/unit

1 Activity-Based Costing 11.762.400.000 1.581.393.665 6.144.238.824 19.488.032.489 16.240

2 Tradisional 11.762.400.000 1.747.440.000 7.609.423.300 21.119.263.300 17.599

Page 107: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

94

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 ANALISIS

5.1.1 Analisis perbandingan harga pokok produksi ball bearing

Berdasarkan tabel 4.16 menunjukkan bahwa harga pokok produksi Ball

bearing dengan sistem tradisional menghasilkan harga pokok produksi lebih besar

(overcost) dibandingkan dengan harga pokok produksi menggunakan sistem activity-

based costing. Perbedaan yang terjadi antara harga pokok produksi menggunakan

sistem tradisional dan sistem activity-based costing disebabkan karena pembebanan

biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik pada masing-masing

produk. Pada metode tradisional biaya tenaga kerja langsung biaya overhead

produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja. Sedangkan pada sistem

activity-based costing, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan

pada banyak cost driver sesuai aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam prose

produksi ball bearing. Sehingga dalam metode activity-based costing mampu

mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap produk lebih akurat berdasarkan konsumsi

masing-masing aktivitas.

5.2 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa hasil perhitungan harga pokok

produksi dengan sistem activity-based costing memiliki keunggulan dibandingkan

sistem tradisional. Meskipun sistem tradisional lebih mudah diaplikasikan karena

94

Page 108: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

95

hanya menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead

pabrik, tetapi perhitungan tersebut kurang tepat untuk menghitung harga pokok

produksi lebih dari satu jenis produk karena tidak mencerminkan konsumsi sumber

daya secara lengkap dan akurat dalam proses produksinya. Pembahasan dalam

menganalisa pengolahan data diatas terdiri dari beberapa pembahsan:

1. Menguji keseragaman, kecukupan dan kenormalan data.

Dari pengolahan data maka didapat bahwa data produksi ball bearing

tahun 2014 sudah seragam yaitu data rata-rata setiap bulan sebanyak

100.000 pcs dan data sudah cukup yaitu dari 12 data per bulan selama tahun

2014 yang diperlukan hanya 3 data, serta data dalam batas normal dari data

per bulan selama atahun 2014 tidak keluar dari batas kontrol atas

118.111pcs dan batas kontrol bawah 81.889pcs , ini merupakan salah satu

pengujian data-data yang telah didapatkan sebelumnya. Pengujian ini

dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah data pengamatan yang

sebaiknya digunakan dan bertujuan untuk menguji apakah data pengamatan

yang telah dikumpulkan sebelumnya sudah memenuhi jumlah yang

sebaiknya digunakan.

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimal hasil

pengukuran dari data sebenarnya dan biasanya dinyatakan dalam bentuk

persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan

pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian dan

biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. Dalam aktifitas pengukuran

biasanya akan diambil tingkat ketelitian 10 % dan tingkat keyakinan 90 %

Page 109: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

96

atinya adalah bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya

menyimpang sejauh 10 % dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan

berhasil mendapatkan adalah 90 %. Jika jumlah pengukuran yang

seharusnya dilakukan lebih besar dari jumlah pengukuran yang telah

dilakukan (N’ > N), maka dilakukan pengukuran ulang dengan N lebih besar.

Jika N > N’ berarti bahwa jumlah pengamatan yang telah dilakukan

memenuhi syarat tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan.

2. Menentukan harga pokok produksi metode activity-based costing dan

tradisional.

Penentuan Harga Pokok Produksi berdasar activity-based costing

terdiri dari dua tahap yaitu prosedur tahap pertama dan prosedur tahap

kedua. activity-based costing menggunakan Cost Driver yang lebih banyak,

oleh karena itu activity-based costing mampu menentukan hasil yang lebih

akurat dan tidak menimbulkan distorsi biaya. Selain itu activity-based costing

dapat meningkatkan mutu pengambilan keputusan sehingga dapat

membantu pihak manajemen memperbaiki perencanaan strategisnya. Dalam

hal ini metode activity-based costing lebih akurat dalam memperhitungkan

biaya overhead pabrik dimana segala macam aktivitas dalam proses

produksi secara teliti dan terperinci masuk ke setiap biaya yang membuat

faktor aktivitas masing-masing proses produksinya.

Dalam menghitung harga pokok produksi dengan metode activity-

based costing dapat diketahui dan ditelusuri biaya overhead pabrik mana

saja yang tidak perlu dan harus dihilangkan seperti biaya internet pada

Page 110: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

97

aktivitas heat treatment, face & od grinding, serta channel line perlu

ditiadakan karena operator hanya bekerja untuk mengoperasikan mesin dan

bekerja dilapangan tapi untuk pengemasan tidak perlu dihilangkan karena

untuk komunikasi ke pelanggan bahwa barang siap untuk diambil, dan

kekurangan pengiriman. Pembahasan bagaimana menentukannya harga

pokok produksi dengan metode activity-based costing dengan rincian

sebagai berikut:

a. Untuk biaya bahan baku metode activity-based costing sama

dengan metode tradisional tidak dapat ditelusuri lebih dalam lagi dimana

biaya bahan baku sebsesar Rp 11.762.400.000.

b. Untuk biaya tenaga kerja langsung dapat ditelusuri setiap

aktivitas dalam proses produksi hanya ball bearing dalam metode

activity-based costing sedangkan dalam metode tradisional tenaga kerja

dihitung secara umum (digabung dengan proses produksi lainnya)

seperti spacer dan hub bearing, yang membuat perbedaan biaya

tersebut dimana metode activity-based costing sebanyak

Rp1.581.393.665 sedangakan metode tradisional sebanyak Rp

1.747.440.000, terdapat selisih sebanayak Rp 166.046.335 (9,5%).

c. Untuk biaya overhead pabrik dalam proses produksi ball

bearing dengan metode activity-based costing lebih akurat dalam

memperhitungkan biaya overhead pabrik dimana segala macam aktivitas

dalam proses produksi secara teliti dan terperinci masuk ke setiap biaya

yang membuat faktor aktivitas masing-masing proses produksinya,

Page 111: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

98

sedangkan metode tradisional tidak terperinci dan teliti yang membuat

perbedaan perhitungan biaya overhead pabriknya. Dalam hal ini metode

activity-based costing biaya overhead pabriknya sebanyak

Rp.144.238.824. sedangkan biaya dengan metode tradisional sebanyak

Rp.609.423.300 . terdapat selisih Sebanyak Rp 1.465.184.476 (19,2%).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar grafik dibawah ini.

Gambar 6.1 Perbandingan metode Activity-based costing dengan Tradisonal

3. Penerapan disiplin teknik industri dalam metode activity-based coasting.

Dilihat dari gambar 6.1 bahwa metode Activity-based costing lebih

baik, Akan tetapi untuk menerapkannya tidak mudah dan perlu biaya yang cukup

besar dimana permasalahannya adalah mengganti dari sistem pergudangan

yang lama dengan sistem pergudangan yang baru menggunakan kode batang,

setiap barang datang dan barang keluar discan menggunakan Personal Data

Terminal (PDT) yang terhubung langsung dengan data yang ada didalam sistem

pergudangan diperusahan. Untuk melihat bagaimana sistem tersebut berikut

BBB (Rp) BTKL (Rp) BOP (Rp)

1 Activity-Based Costing 11,762,400,000 1,581,393,665 6,144,238,824

2 Tradisional 11,762,400,000 1,747,440,000 7,609,423,300

1,000,000,000

4,000,000,000

7,000,000,000

10,000,000,000

13,000,000,000

D

a

l

a

m

R

u

p

i

a

h

Perbandingan kedua metode

Page 112: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

99

diagram Store Request (pengambilan barang / SR) antara sistem lama dengan

sistem baru memakai Barcode.

Gambar 6.2 Diagram proses SR sistem Lama

Flow Chart Store Request (SR) :

User mengambil kartu SR digudang

User mengisi kartu SR sesuai barang yang mau diambil

dan SR ditantangani oleh

pengawas

Petugas gudang memberikan

barang sesuai SR yang sudah diisi

oleh user

User menanda tangani SR yang sudah diberikan

barang yang sudah diberikan

Jenis barang

Petugas Memberikan

salinan SR keuser

setelah ditanda tangani petugas

Petugas mengentri data SR kekomputer

yang sudah ada di sistem dan

menandatangani

SR bahwa data sudah dientri

Tidak

Ya

Page 113: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

100

Gambar 6.3 Diagram proses sistem Barcode

Dibalik biaya yang cukup besar untuk diinvestasikan untuk sistem Barcode

ternyata ada keuntungan yang sangat besar yang bisa diperoleh dengan

menerapkan teknologi Barcode, Adapun keuntungan dari penerapan Barcode

adalah sebagai berikut:

Flow Chart Store Request (SR) :

Kartu ID

User Receiving menscan barcode ID SIIS di kartu ID

User Receiving menscan

departemen beban

Departemen beban

User Receiving menscan barcode IPD, lokasi & Qty

Fisik Shop Supplies

Jenis barang > 1

User Receiving mencetak Form

SR

User peminta barang

menandatangani

Form SR

Form SR

Tidak

Ya

Sunar s o

Sunarso

Page 114: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

101

a. Proses Input Data lebih Cepat, Tepat, dan Akurat

i. Cepat : Barcode Scanner dapat membaca / merekam data lebih cepat

dibandingkan dengan melakukan proses input data secara manual

ii. Tepat : Teknologi Barcode mempunyai ketepatan yang tinggi dalam

pencarian data.

iii. Akurat : Teknologi Barcode mempunyai akurasi dan ketelitian yang

sangat tingi.

b. Mengurangi Biaya

iv. Mengindari kerugian dari kesalahan pencatatan data.

v. Mengurangi pekerjaan yang dilakukan secara manual secara berulang-

ulang.

c. Peningkatan Kinerja Manajemen

vi. Dengan data yang lebih cepat, tepat dan akurat maka pengambilan

keputusan oleh manajemen akan jauh lebih baik dan lebih tepat, yang

nantinya akan sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan

perusahaan.

vii. Kemampuan bersaing dengan perusahaan saingan / kompetitor akan

lebih terjaga.

Sistem barcode sangat berguna sekali bagi perusahaan yang memiliki

aktivitas yang sangat sibuk dengan produksi berbagai macam produk dengan

membebankan pengambilan barang ke setiap aktivitas masing-masing

depatemen.

Page 115: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

102

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis di

PT. SKF Indonesia, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perhitungan Harga Pokok Produksi pada PT. SKF Indonersia dengan

Activity-Based Costing diperoleh hasil sebesar Rp 19.488.032.489.

Sedangkan Perhitungan Harga Pokok Produksi pada PT. SKF Indonesia

menggunakan Sistem Tradisional diperoleh hasil sebesar Rp

21.119.263.300. Dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja dan biaya overhead pabrik.

2. Perbandingan Harga Pokok Produksi pada PT. SKF Indonesia dengan

menggunakan Sistem Tradisional dan Activity-Based Costing System adalah

sebagai berikut:

a. Perhitungan Harga Pokok Produksi menggunakan Activity-Based Costing

sistem memberikan hasil yang lebih murah dan hasil lebih kecil dengan

sistem tradisional pada Ball bearing dan selisih dengan sistem tradisional

sebesar Rp 1.636.230.811 (7,72%) atau selisih Rp 1.359/unit.

b. Perbedaan yang terjadi antara Harga Pokok Produksi dengan

menggunakan sistem tradisional dengan activity-based costing Sistem

disebabkan karena pembebanan biaya tenaga kerja dan biaya Overhead

pabrik pada masing-masing produk. Pada sistem tradisional biaya pada

masing-masing produk hanya dibebankan pada satu Cost Driver saja.

102

Page 116: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

103

Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya tenaga kerja

dan biaya overhead pabrik.

6.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka terdapat

beberapa saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan

kebijakan, saran tersebut antara lain:

1. PT. SKF Indonesia dapat menggunakan sistem Tradisional jika Harga Pokok

Produksinya tidak melebihi harga dari perusahaan lain, sehingga dapat

bersaing dengan harga di pasaran. Apabila perusahaan menghasilkan

produk yang semakin bervariasi sebaiknya perusahaan menggunakan

activity-based costing sistem, tetapi harus benar-benar dapat membantu

pihak manajemen dalam mengambil keputusan karena penetapan activity-

based costing membutuhkan biaya yang cukup besar.

2. Pihak manajemen sebaiknya mulai mempertimbangkan perhitungan Harga

Pokok Produksi dengan menggunakan activity-based costing dengan tetap

mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang lain seperti harga pesaing

dan kemampuan masyarakat. Harga Pokok Produksi dengan activity-based

costing lebih kecil dan menampakkan hasil yang relatif lebih besar dari pada

Harga Pokok Produksi dengan metode Tradisional, namun sebaiknya PT.

SKF Indonesia mengevaluasi kembali sistem pembebanan biayanya dalam

menentukan Harga Pokok Produksi karena Harga Pokok Produksi akan

mempengaruhi posisi produk di pasar.

Page 117: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W. 2000. Manajemen Biaya Dengan Tekanan

Strategik. Jakarta: Salemba Empat.

---------- 2007. Cost Management: Manajemen Biaya Penekanan Strategis. Jakarta: Salemba

Empat.

Cokins, Gary. 2001. Activity Based Cost Management : An Executive’s Guide. New York:

John Wiley & Sons, Inc.

Emblemsvag, Jan. 2003. Life Cycle Costing : Using Activity-Based Costing and Monte Carlo

Methods to Manage Future Costs and Risks. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Gaspersz, V. 2002. Production Planning and Inventory Control. PT. Gramedia

Pustaka Umum, Jakarta.

Handoko, T. H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE,

Yogyakarta.

Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen 2006. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba

Empat .

Herjanto, E. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Kedua. PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Mariadi, Bambang. 2002. Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang. Yogyakarta: BPFE.

Horngren, Charles T., Dastar., Srikant M. Foster, dan George. 2005. Akuntansi Biaya

Penekanan Manajerial. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Media.

Kumar, Sameer dan Matthew. 2007. Supply Chain Cost Control Using Activity-Based

Management. New York: Auerbach Publications.

Mulyadi. 1999. Akuntansi Manajerial. Yogyakarta: Aditya Medika.

Mulyadi, dan Setiawan Jhonny. 2001. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat .

Nafarin, M. 2007. Penganggaran Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Siti, Laeni Setyaningsih. 2011. “Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Sistem

Activity Based Costing (ABC) Pada Pabrik Roti Sumber Rejeki Gunungpati”. Skripsi.

Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

Simamora, Henry. 2000. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat

Page 118: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

Slamet, Achmad. 2007. Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha. Semarang:

UNNES Press

Sulastiningsih. 1999. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Supriono. 2007. Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Untuk Tekhnologi Maju dan

Globalisasi edisi II. Yogyakarta: BPFE

http://jualbarcode.blogspot.sg/2008/06/penggunaan-barcode-keuntungan-arcode.html

Page 119: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

L1

Page 120: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

L2

Page 121: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

L3

Page 122: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

L4

Page 123: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

L5

Page 124: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

L6

Page 125: ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

L7