analisis gambar.docx
DESCRIPTION
analisis gambarTRANSCRIPT
Gambar 1. Persebaran Masalah Gizi Berdasarkan GDP per kapita Negara Dunia
Sumber: WHO (2006)
Berdasarkan gambar 1, dapat diketahui prevalensi stunting dan obesitas di dunia
berdasarkan GDP (Gross Domestic Product) per kapita. Dari gambar tersebut, terlihat pergerakan
yang daling bertolak belakang, dimana prevalensi stunting bergerak mulai dari kiri atas ke kanan
bawah, sementara untuk prevalensi obesitas bergerak dari kiri bawah ke kanan atas.. pergerakan
tersebut, bukan semata-mata terjadi demikian, namun memiliki hubungan yang erat dengan
pendapatan per kapita negara dunia.
Di masa sekarang, bukan hanya Indonesia yang mengalami permasalahan gizi ganda.
Permasalahan gizi ganda juga menjadi masalah kesehatan dunia. Permasalahan ini tidak terjadi
begitu saja, terdapat akar masalah dari setiap permasalah yang ada. Hal ini sesuai dengan gambar
di bawah ini.
Gambar 2. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi
Sumber: UNICEF 1990 dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (BAPPENAS,
2010)
Dalam kerangka pikir tersebut, ekonomi merupakan akar masalah dari permasalah gizi
yang dihadapai oleh suatu negara. Permasalahan gizi yang dihadapi oleh negara dengan GDP di
atas atau ”negara miskin” berbeda dengan permasalah gizi yang dihadapi oleh negara maju.
Permasalah gizi yang dihadapai oleh negara miskin atau yang memiliki income per kapita salah
satunya adalah stunting, atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan pendek. Stunting pada awal
kehidupan disebabkan oleh asupan zat gizi kurang dan penyakit infeksi. Asupan zat gizi yang
kurang disebabkan oleh kurangnya daya beli masyarakat yang disebabkan oleh kemiskinan yang
ditimbulkan dari ekonomi negara yang tidak adekuat. Berdasarkan gambar 1, semakin meningkat
pendapatan negara, maka grafik prevalensi stunting semakin mengarah ke kanan bawah,
sehingga dapat terlihat hubungan antara stunting dan GDP suatu negara.
Stunting adalah retardasi pertumbuhan linear dapat defisit dalam panjang badan sebesar <-
2 z-score menurut baku rujukan pertumbuhan. Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan dihubungkan dengan penurunan kapasitas fisik
dan psikis, penurunan pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. (The
World bank, 2010;UNICEF dalam Wiyogowati). Satu dari tiga anak di Negara berkembang dan
miskin mengalami stunting, dengan jumlah tertinggi berada di kawasan Afganistan yang
mencapai 59% disusul oleh Negara Yemen sebesar 58%, sedangkan di Negara Indonesia
peringkat ke 47 dari 50 negara sebesar 37 %. Stunting ini disebabkan oleh kurangnya asupan
makanan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dan frekuensi menddrita penyakit infeksi.
Akibat dari stunting ini meliputi perkembangan motoric yang lambat, mengurangi fungsi kognitif
dan menurunkan daya berpikir. (UNICEF,2007 dalam Wiyogowati ).
Lain halnya negara miskin, negara maju mengalami maslaha gizi lebih, yaitu obesitas.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh masyarakat dapat berakibat pada peralihan pola
kehidupan masyarakat dari pola tradisional kepada modern yang banyak mengandung protein,
gula, lemak tapi kurang serat. Hal ini mengakibatkan sebagian masyarakat mengalami kesulitan
dalam penyesuaian diri berkaitan dengan Pola makanan yang tinggi kalori, serba cepat dan
praktis, sehingga pola hidup sehat menjadi terabaikan (Wahyuni 1996 dalam Hadi, dkk, 2005).
Dampaknya perubahan status gizi baik menjadi staius gizi salah. Salah satunya adalah gizi lebih
yang dapat menyebabkan obesitas (Almatsier, 2010). Berdasarkan kerangka pikir yang sama,
namun dalam situasi yang berbeda, negara maju memiliki income per kapita di atas , sehingga
masyarakat memiliki penghasilan yang tinggi yang mengakibatkan pada tingginya daya beli,
namun hal tersebut kurang diikuti dengan kesadaran akan pentingnya gizi seimbang, sehingga
asupannya tinggi kalori namun rendah serat, dan pada akhirnya dapat menjadi sebuah
manifestasi sebagai angka permasalahan gizi lebih.
Obesitas merupakan risiko terjadinya berbagai penyakit dan gangguan pada tubuh.
Seseorang yang mengalami obesitas berisiko tinggi mengalami penyakit jantung, hipertensi, dan
kolesterol darah tinggi. Karena berat badannya yang berlebih, orang obese cenderung untuk
melakukan aktivitas fisik yang ringan, sehingga berat badannya sulit turun dan berkontribusi
terhadapa penyakit degeneratif. Usia orang obese juga memengaruhi terhadap kematian karena
penyakit jantung. Orang dewasa yang mengalami obese sebelum usia 55 tahun berisiko tinggi
terhadapa kematian akibat penyakit jantung dibanding orang yang obese setelah 55 tahun
(Almatsier, 2010).
Kedua permasalah gizi tersebut merupakan maslaha bersama yang harus dicarikan
solusinya bersama, tidak bisa mengahadapinya sendiri-sendiri. Dengan adanya masalah gizi
obesitas yang salah satunya memiliki akar masalah dari pendapatan per kapita yang tinggi tidak
membuat kita harus menurunkan pendapatan per kapita agar mengurangi konsumsi. Justru
sebaliknya, pendapatan per kapita harus bisa ditingkatnkan, agar masyarakat dapat memiliki
daya beli yang tinggi dan bisa mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, sehingga
permasalahan gizi sedikit demi sedikit dapat teratasi. Adapun untuk menanggulangi obesitas
terutama di negara-negara maju, pengetahuan teantang gizi dan pemberdayaan masyarakat di
bidang gizi dan kesehatan harus semakin digencarkan, pasalnya jika permasalahan gizi terus
meningkat, dapat dibayangkan semua orang yang hidup di dunia dalam keadaan obes dan
stunting, betapa terpuruknyakesehatan masyarakat dan akan semakin menurunkan produktifitas
dan umur harapan hidup.