analisis fasies fluvial pada formasi kikim anggota … filecekungan sumatra selata telah...

14
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA 765 ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA CAWANG DI JALUR SUNGAI MENGHALUS, SUMATRA SELATAN Hagi Ridho Raras 1* Salahuddin Husein 1 Moch. Indra Novian 1 Rahmadi Hidayat 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia Tel. 0274-513668 *corresponding author: [email protected] ABSTRAK Formasi Lahat atau Formasi Kikim yang merupakan salah satu formasi pengisi di Cekungan Sumatra Selatan, mempunyai peranan yang penting di dalam petroleum system cekungan tersebut. Formasi Kikim sendiri mempunyai Anggota Cawang yang litologinya tersusun secara dominan oleh kandungan kuarsa. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lingkungan pengendapan daerah penelitian melalui analisis fasies. Hal tersebut menarik dilakukan karena terkait dengan potensi reservoir pada formasi tersebut. Analisis fasies dilakukan pada suksesi stratigrafi yang memiliki ketebalan mencapai 500 meter pada jalur pengukuran Sungai Menghalus, Sumatra Selatan. Analisis tersebut mengarah kepada pembagian fasies dengan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) pendekatan secara deskriptif di lapangan dan (2) pembagian fasies yang mengacu pada klasifikasi Miall (1978). Pembagian fasies berdasarkan deskriptif lapangan menghasilkan 11 fasies, yaitu: fasies batupasir kerikilan-batupasir (GSS), fasies batupasir (S), fasies batulanau-batupasir silang siur (SLCBS), fasies batupasir tufan (TS), fasies konglomerat (CM), fasies batulanau-batupasir (SLS), fasies batulanau (SL), fasies batulempung-batupasir flaser (CLFS), fasies batulempung (CL), fasies batulanau-batupasir flaser silang siur (SLFCBS), dan fasies batupasir kerikilan gradasi normal-batupasir (GGSS). Sementara itu, pembagian fasies yang mengacu pada klasifikasi Miall menghasilkan 8 fasies: gravel clast graded (Gcg), gravel matrix graded (Gmg), gravel planar cross-bed (Gp), gravel horizontal (Gh), sandstone low-angle cross-bed (Sl), sandstone horizontal (Sh), fine silt mud (Fsm), dan fine mud (Fm). Asosiasi fasies yang dihasilkan dari observasi fasies terdiri dari: sandy bedform (SB), levee (Lv), crevasse splay (Cs), floodplain (FF), dan gravel bedform (GB). Lingkungan pengendapan pada daerah penelitian adalah lingkungan fluvial sistem sungai braided. Kata kunci : analisis fasies, Anggota Cawang, Miall, lingkungan fluvial 1. Pendahuluan Cekungan Sumatra Selatan, merupakan salah satu cekungan yang paling ekonomis di Indonesia. Banyak rembesan minyak yang telah diketemukan di daerah tersebut. Batuan induk dan reservoir yang menghasilkan hidrokarbon telah banyak dilaporkan (Courteny dkk., 1990; Kasim dan Amstrong, 2015). Kegiatan eksplorasi yang dimulai sejak tahun 1905 (Sarjono & Sardjito, 1989), terus berlangsung hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidrokarbon dalam negeri. Cekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga telah menghasilkan gas yang diperkirakan mencapai lebih dari 6 TCF (Ginger & Fielding, 2005). Formasi Kikim atau yang lebih dikenal dengan Formasi Lahat (Gafoer dkk., 1993) merupakan salah satu Formasi yang mempunyai peranan yang penting di dalam sistem petroleum pada Cekungan Sumatra Selatan. Oleh karenanya, sudah banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan pada formasi tersebut. Namun, penelitian secara detail mengenai analisis fasies, proses sedimentasi dan interpretasi lingkungan pengendapan belum dilakukan. Lebih lanjut, Anggota Cawang yang merupakan bagian dari Formasi Kikim memiliki keunikan

Upload: duongxuyen

Post on 16-Jul-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

765

ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA CAWANG DI

JALUR SUNGAI MENGHALUS, SUMATRA SELATAN

Hagi Ridho Raras 1*

Salahuddin Husein1

Moch. Indra Novian1

Rahmadi Hidayat1

1Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta,

Indonesia Tel. 0274-513668

*corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Formasi Lahat atau Formasi Kikim yang merupakan salah satu formasi pengisi di Cekungan Sumatra

Selatan, mempunyai peranan yang penting di dalam petroleum system cekungan tersebut. Formasi Kikim

sendiri mempunyai Anggota Cawang yang litologinya tersusun secara dominan oleh kandungan kuarsa. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lingkungan pengendapan daerah penelitian melalui analisis

fasies. Hal tersebut menarik dilakukan karena terkait dengan potensi reservoir pada formasi tersebut.

Analisis fasies dilakukan pada suksesi stratigrafi yang memiliki ketebalan mencapai 500 meter pada jalur pengukuran Sungai Menghalus, Sumatra Selatan. Analisis tersebut mengarah kepada pembagian fasies

dengan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) pendekatan secara deskriptif di lapangan dan (2) pembagian

fasies yang mengacu pada klasifikasi Miall (1978). Pembagian fasies berdasarkan deskriptif lapangan

menghasilkan 11 fasies, yaitu: fasies batupasir kerikilan-batupasir (GSS), fasies batupasir (S), fasies batulanau-batupasir silang siur (SLCBS), fasies batupasir tufan (TS), fasies konglomerat (CM), fasies

batulanau-batupasir (SLS), fasies batulanau (SL), fasies batulempung-batupasir flaser (CLFS), fasies

batulempung (CL), fasies batulanau-batupasir flaser silang siur (SLFCBS), dan fasies batupasir kerikilan gradasi normal-batupasir (GGSS). Sementara itu, pembagian fasies yang mengacu pada klasifikasi Miall

menghasilkan 8 fasies: gravel clast graded (Gcg), gravel matrix graded (Gmg), gravel planar cross-bed

(Gp), gravel horizontal (Gh), sandstone low-angle cross-bed (Sl), sandstone horizontal (Sh), fine silt mud

(Fsm), dan fine mud (Fm). Asosiasi fasies yang dihasilkan dari observasi fasies terdiri dari: sandy bedform (SB), levee (Lv), crevasse splay (Cs), floodplain (FF), dan gravel bedform (GB). Lingkungan

pengendapan pada daerah penelitian adalah lingkungan fluvial sistem sungai braided.

Kata kunci : analisis fasies, Anggota Cawang, Miall, lingkungan fluvial

1. Pendahuluan

Cekungan Sumatra Selatan, merupakan salah satu cekungan yang paling ekonomis di

Indonesia. Banyak rembesan minyak yang telah diketemukan di daerah tersebut. Batuan induk

dan reservoir yang menghasilkan hidrokarbon telah banyak dilaporkan (Courteny dkk., 1990;

Kasim dan Amstrong, 2015). Kegiatan eksplorasi yang dimulai sejak tahun 1905 (Sarjono &

Sardjito, 1989), terus berlangsung hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidrokarbon

dalam negeri. Cekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion

Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga telah menghasilkan gas yang diperkirakan

mencapai lebih dari 6 TCF (Ginger & Fielding, 2005).

Formasi Kikim atau yang lebih dikenal dengan Formasi Lahat (Gafoer dkk., 1993)

merupakan salah satu Formasi yang mempunyai peranan yang penting di dalam sistem

petroleum pada Cekungan Sumatra Selatan. Oleh karenanya, sudah banyak penelitian

sebelumnya yang dilakukan pada formasi tersebut. Namun, penelitian secara detail mengenai

analisis fasies, proses sedimentasi dan interpretasi lingkungan pengendapan belum dilakukan.

Lebih lanjut, Anggota Cawang yang merupakan bagian dari Formasi Kikim memiliki keunikan

Page 2: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

766

khusus dengan kandungan komposisi kuarsanya yang sangat dominan. Hal ini menjadi sangat

menarik untuk dilakukan analisis fasies pada satuan batuan tersebut.

Tujuan penelitian ini nantinya untuk mengetahui perubahan fasies dan perubahan proses

sedimentasi yang terjadi pada suatu suksesi stratigrafi di Formasi Kikim Anggota Cawang. Jalur

stratigrafi yang dijadikan objek penelitian adalah Anggota Cawang pada Sungai Menghalus

(Gambar 1), Pegunungan Garba, Sumatra Selatan. Lokasi pengukuran pada jalur ini

menunjukkan susunan stratigrafi yang relatif menerus dan cukup baik digunakan untuk studi

mengenai fasies dan stratigrafi. Nantinya, studi ini bisa digunakan untuk menentukan potensi

dan peresebaran reservoir pada sistem petroleum di Cekungan Sumatra Selatan.

1.1. Tatanan Geologi Daerah Penelitian

Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah satu cekungan back arc yang terkait dengan

proses subduksi antara lempeng Samudera Hindia dengan Lempeng Eurasia. Terbentuknya

cekungan yang berorientasi Utara Barat Daya-Selatan Tenggara ini diduga diakibatkan oleh

adanya gaya tarik regional pada Kapur Akhir hingga Tersier Awal terkait dengan perubahan

fase pergerakan lempeng oleh subduksi (De Coster, 1974). Cekungan tersebut di batasi oleh

Pegunungan Bukit Barisan di bagian barat, Tinggian Tigapuluh di bagian utara, Selat Karimata

di bagian timur, dan Tinggian Lampung di bagian Selatan (De Coster, 1974). Daerah penelitian

sendiri, yang meliputi Sungai Menghalus berada di Sub-cekungan Palembang Selatan (William

dkk., 1995; Suseno dkk., 1992, dan Bishop, 2001). Stratigrafi yang mengisi subcekungan

tersebut terdiri dari dua fase pengendapan, yaitu fase transgresi dan fase regresi (Ginger dan

Fielding, 2005). Fase transgresi ditandai dengan mulai diendapkannya Formasi Lahat/Kikim

pada lingkungan darat di atas basement yang berumur Mesozoik. Setelahnya terendapkan

formasi-formasi pada lingkungan yang semakin mendalam (secara berurutan dari yang paling

tua): Formasi Talang Akar, Formasi Batu Raja, dan diakhiri dengan pengendapan Formasi

Gumai di lingkungan laut dalam. Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Air

Benakat pada lingkungan laut dangkal, Formasi Muara Enim pada lingkungan transisi, dan

diakhiri dengan Formasi Kasai pada lingkungan terestrial (Gambar 2).

Struktur geologi yang berada di Cekungan Sumatra Selatan diinterpretasi terbentuk akibat

tiga episode aktivitas orogenik, yaitu: Orogenik Mesozoik Tengah, Tektonisme Kapur Akhir-

Tersier Awal dan Orogenik Pliosen-Pleistosen (De Coster, 1974). Ketiga episode orogenik

tersebut menghasilkan tiga tren utama struktur pada Cekungan Sumatra Selatan (Pulunggono

dkk., 1992): Tren Lematang yang berorientasi N 300oE (TTg-BBL), tren Utara-Selatan, dan tren

yang berorientasi N 320oE (Gambar 3).

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer berupa data stratigrafi terukur pada jalur Sungai

Menghalus dan ditunjang dengan studi literatur dari beberapa sumber dan peneliti terdahulu

untuk melengkapi kajian mengenai studi regional. Selain itu studi literatur juga digunakan

sebagai bahan acuan untuk menginterpretasi proses-proses sedimentasi yang terjadi dan

penentuan lingkungan pengendapan. Data primer yang berupa kolom stratigrafi terukur dipakai

untuk dilakukan analisis fasies. Analisis tersebut membagi suksesi vertikal stratigrafi di jalur

Sungai Menghalus menjadi beberapa fasies. Fasies sendiri menurut Selley (1985) dapat

dipisahkan satu dan lainnya dengan mengamati parameter litologi, geometri, struktur sedimen,

kandungan fosil dan arah purbanya. Selanjutnya fasies-fasies yang telah dihasilkan akan

diobservasi lebih lanjut untuk ditentukan asosiasi fasiesnya. Dari asosiasi fasies inilah nantinya

akan menghasilkan interpretasi proses sedimentasi dan lingkungan pengendapannya. Adapun

pembagian fasies pada penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu: pendekatan secara

Page 3: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

767

deskriptif dan pendekatan yang mengacu pada Miall (1978). Pendekatan secara deskriptif

kurang lebihnya membedakan fasies yang terlihat pada observasi lapangan dengan mengacu

pada parameter yang dikemukakan oleh Selley (1985). Sedangkan pendekatan yang mengacu

pada Miall (1978) dibagi dan diberi nama berdasarkan perbedaan ukuran butir, hubungan antar

butir, dan struktur sedimen. Pembagian fasies pada penelitian ini juga didukung dengan

observasi data granulometri yang belum dapat dipublikasikan pada publikasi ini.

3. Data

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, pembagian litofasies suksesi stratigrafi pada jalur

Sungai menghalus berdasarkan pendekatan Miall menghasilkan 8 fasies. Di sisi lain, pembagian

litofasies dengan pendekatan deskriptif lapangan menghasilkan fasies sedimen sebanyak 11

fasies.

3.1. Pembagian fasies dengan pendekatan Miall

Pemberian nama fasies dengan pendekatan Miall dilakukan dengan memberikan kode.

Umumnya kode untuk nama fasies tersebut terdiri dari dua haruf. Huruf pertama menyatakan

ukuran butir, huruf kedua menyatakan struktur sedimen. Namun, pada beberapa fasies, diantara

kedua huruf tersebut ditambah satu huruf yang menyatakan hubungan anatar butir fasies

tersebut. Berikut ini adalah pembagian litofasies berdasarkan pendekatan Miall pada stratigrafi

daerah penelitian (Gambar 5):

a. Fasies Gcg (Gravel Clast supported Graded bedding).

Fasies Gcg merupakan fasies yang tersusun atas batupasir kerikilan hingga kerakal dengan

hubungan butir terdukung grain dan mempunyai struktur sedimen berupa gradasi normal.

Fasies ini mempunyai ketebalan 1-3 meter. Fasies ini banyak berkembang di bagian atas

suksesi. Fasies ini diinterpretasikan diendapkan pada aliran debris energi tinggi yang kaya

akan klastika.

b. Fasies Gmg (Gravel Matrix supported Graded bedding).

Fasies Gmg hampir serupa dengan fasies Gcg. Hanya saja pada fasies ini, hubungan antar

butir yang dominan adalah yang terdukung matriks. Tebal fasies ini pada daerah penelitian

kurang lebih mencapai 2 meter. Fasies ini berkembang pada litologi konglomerat yang

berada di bagian tengah suksesi. Fasies ini diinterpretasikan sebagai hasil dari aliran debris

dengan energi rendah yang mempunyai tingkat kekentalan tinggi.

c. Fasies Gp (Gravel Planar cross bed).

Fasies Gp tersusun atas litologi silisiklastik yang berukuran kerikil hingga berangkal

dengan struktur sedimen silang siur planar. Tebal rata-rata fasies ini adalah 1 hingga 1,5

meter. Fasies ini juga berkembang di bagian atas dari suksesi stratigrafi. Fasies ini

diinterpretasikan sebagai hasil dari proses pengisian channel yang bermigrasi.

d. Fasies Gh (Gravel Horizontal).

Fasies Gh merupakan fasies sedimen yang tersusun atas butir sedimen yang berukuran

lebih kasar dari pasir dengan struktur sedimen perlapisan. Tebal fasies ini sekitar 1-2 meter.

Berbeda dengan ketiga fasies sebelumnya, fasies ini cenderung berkembang dominan pada

bagian bawah suksesi. Keberadaannya juga dijumpai pada bagian atas suksesi dengan

jumlah yang minor. Fasies ini diinterpretasikan sebagai lag deposit dan longitudinal

bedforms dari pengendapan pada sistem sungai.

e. Fasies Sl (Sandstone Low angle cross bed).

Page 4: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

768

Fasies ini tersusun atas litologi yang didominasi oleh material silisiklastik berukuran pasir

dengan struktur sedimen silang siur dengan bidang perpotongan kurang dari 15o. Tebal

fasies ini berkisar antara 1 hingga 1,5 meter. Perkembangan fasies Sl pada suksesi daerah

penelitian umum dari bawah hingga bagian tengah. Sedangkan pada bagian atas suksesi,

fasies ini hampir tidak dijumpai. Fasies ini diinterpretasikan sebagai hasil dari proses

pengisian scour dan dune-antidune.

f. Fasies Sh (Sandstone horizontal).

Fasies Sh ciri-cirinya tidak jauh berbeda dengan fasies Gh. Hanya saja butir yang

mendominasi pada fasies ini berukuran pasir. Fasies ini juga mempunyai ketebalan 1-2

meter. Perkembangan fasies pada suksesi jalur Sungai Menghalus tersebar secara merata

dari bagian bawah hingga atas. Fasies ini diinterpretasikan sebagai hasil endapan pada

aliran plane bed critical.

g. Fasies Fsm (Fine Silt Mud).

Fasies Fsm merupakan fasies yang tersusun atas perselingan litologi berukuran halus yaitu

lanau dan lempung dengan struktur yang massif. Tebal lapisan ini dapat mencapai

ketebalan satu meter. Fasies ini dominan berkembang di bagian tengah suksesi. Adapun,

Miall menginterpretasikan endapan ini sebagai hasil dari endapan pada daerah backswamp

atau abandoned channel.

h. Fasies Fm (Fine mud).

Fasies Fm ini tersusun atas litologi lempung yang strukturnya massif atau mudcrack. Tebal

lapisan ini bias mencapai 0,5 meter. Fasies ini juga dominan berkembang di bagian tengah

dari suksesi di daerah penelitian. Fasies Fm diinterpretasikan sebagai hasil dari endapan

overbank atau abandoned channel.

3.2. Pembagian fasies dengan pendekatan deskriptif lapangan

Pembagian fasies dengan pendekatan ini lebih mengutamakan observasi di lapangan yang

selanjutnya membagi fasies berdasarkan parameter yang dikemukakan oleh Selley (1985).

Adapun 11 fasies yang telah ditentukan adalah sebagai berikut (Gambar 5):

a. Fasies batupasir kerikilan – batupasir (GSS)

Fasies batupasir kerikilan – batupasir (GSS) tersusun atas perulangan batupasir kerikilan

dengan batupasir. Fasies ini berada pada interval pertama di jalur Sungai Menghalus.

Ketebalan fasies ini diperkirakan lebih dari 40 meter. Mengacu pada standar litofasies

Miall (1978c) dalam Miall (1996), Fasies GSS bersesuaian dengan fasies Gh dan Sh.

Batupasir kerikilan pada fasies ini berwarna kuning kecokelatan dengan ukuran butir pasir

sedang-kerikil. Litologi ini mempunyai sortasi sedang dan clast supported (Gambar 4A).

Komposisi penyusunnya terdiri dari kuarsa, plagioklas, dan litik batuan. Sedangkan

litologi batupasir memiliki warna kuning kecoklatan dengan ukuran butir pasir sedang-

kasar. Mempunyai sortasi yang baik dan clast supported. Komposisi penyusunnya

dominan terdiri dari plagioklas dan kuarsa.

b. Fasies batupasir (S)

Fasies batupasir (S) tersusun atas perulangan batupasir. Fasies ini berada pada interval

kedua, keempat, dan kedelapan di jalur Sungai Menghalus. Ketebalan fasies S pada

interval kedua mencapai kurang lebih 25 meter. Pada interval keempat dan kedelapan,

fasies ini memiliki tebal mencapai 10 meter dan 20 meter. Mengacu pada standar litofasies

Miall (1978c) dalam Miall (1996), fasies S bersesuaian dengan fasies Sh yang sangat

dominan. Batupasir pada fasies ini berwarna putih kekuningan dan abu-abu dengan ukuran

Page 5: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

769

butir pasir halus-kasar. Batupasir ini mempunyai sortasi baik dan clast supported.

Batupasir ini memiliki tingkat kebolaan high sphericity dan tingkat kebundaran angular –

subrounded. Struktur sedimen fasies tersebut adalah masif (Gambar 4B). Komposisi

penyusunnya terdiri dari kuarsa, plagioklas, litik andesit, dan piroksen.

c. Fasies batulanau – batupasir silang siur (SLCBS)

Fasies batulanau - batupasir silang siur (SLCBS) tersusun atas perselingan batulanau dan

batupasir silangsiur (4C). Fasies ini berada pada interval ketiga dan kesebelas di jalur

Sungai Menghalus. Ketebalan fasies SLCBS pada interval ketiga diperkirakan mencapai

10 meter. Pada interval kesebelas, fasies ini diperkirakan memiliki ketebalan mencapai

lebih dari 10 meter. Mengacu pada standar litofasies Miall (1978c) dalam Miall (1996),

Fasies SLCBS bersesuaian dengan fasies Sl dan Fsm. Batupasir pada fasies ini berwarna

kuning kemerah-merahan dan abu-abu dengan ukuran butir pasir sedang-kasar. Litologi ini

mempunyai sortasi baik dan clast supported. Komposisi penyusunnya terdiri dari kuarsa

(tidak dominan), plagioklas, litik andesit, dan piroksen. Struktur sedimen yang khas pada

fasies ini adalah silang siur. Sedangkan batulanau pada fasies ini memiliki warna abu-abu

kecoklatan dengan ukuran butir lanau. Komposisi material penyusunnya terdiri atas

sedimen berukuran lanau.

d. Fasies konglomerat (CM)

Fasies konglomerat (CM) tersusun atas konglomerat (Gambar 4D) yang bergradasi normal.

Fasies ini berada pada interval keenam di jalur Sungai Menghalus. Ketebalan fasies CM

diduga mencapai 2 meter. Mengacu pada standar litofasies Miall (1978c) dalam Miall

(1996), Fasies CM bersesuaian dengan fasies Gmg. Konglomerat berwarna abu-abu

kecoklatan dengan ukuran butir fragmen kerikil-kerakal, ukuran butir matriksnya pasir

sedang-kasar, mempunyai sortasi buruk dan matrix supported. Komposisi fragmen

penyusunnya terdiri lapili tuf, litik andesit, & kuarsa. Sedangkan, komposisi matriksnya

adalah plagioklas, kuarsa & litik. Struktur sedimen pada fasies konglomerat adalah gradasi

normal.

e. Fasies batupasir tufan (TS)

Fasies batupasir tufan (TS) tersusun atas litologi batupasir tufan (Gambar 4E). Fasies ini

berada pada interval kelima dan ketujuh di jalur Sungai Menghalus. Ketebalan fasies TS

diperkirakan mencapai 1,5 meter. Dikarenakan fasies ini kaya akan produk vulkanisme,

tidak ada litofasies Miall yang sepadan dengannya. Batupasir tufan pada fasies ini

memiliki warna putih abu-abu dengan ukuran butir 1/16 – 2 milimeter. Litologi ini

mempunyai sortasi sedang dan clast supported. Komposisi penyusunnya terdiri atas tuf,

plagioklas, dan sedikit litik andesit. Struktur sedimen pada fasies lapili tuf adalah

perlapisan.

f. Fasies batulanau –batupasir (SLS)

Fasies batulanau - batupasir (SLS) tersusun atas perulangan batulanau dan batupasir

dengan struktur perlapisan (4F). Fasies ini berada pada interval kesembilan di jalur Sungai

Menghalus. Ketebalan fasies SLS diperkirakan mencapai lebih dari 10 meter. Mengacu

pada standar litofasies Miall (1978c) dalam Miall (1996), Fasies SLS bersesuaian dengan

fasies Fsm dan Sh. Batupasir pada fasies ini berwarna kuning kemerah-merahan dan abu-

abu dengan ukuran butir pasir halus-sedang, mempunyai sortasi baik dan clast supported.

Komposisi penyusunnya terdiri dari kuarsa (tidak dominan), plagioklas, dan litik andesit.

Struktur sedimen yang khas pada fasies ini adalah perlapisan. Batulanau fasies ini

berwarna abu-abu kecoklatan dengan ukuran butir lanau. Komposisi material penyusunnya

terdiri atas sedimen berukuran lanau.

Page 6: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

770

g. Fasies batulanau (SL)

Fasies batulanau (SL) tersusun atas litologi perulangan batulanau. Fasies ini berada pada

interval kesepuluh di jalur Sungai Menghalus. Ketebalan fasies SL diperkirakan mencapai

lebih dari 5 meter, dengan tiap lapisan mempunyai ketebalan sekitar 1- 2 meter. Bagian

tengah fasies ini terpotong oleh blank zone setebal 55 meter yang membuat fasies batuan

pada zona kosong tersebut tidak diketahui secara pasti. Pada bagian atas fasies ini mulai

terendapkan batupasir. Mengacu pada standar litofasies Miall (1978c) dalam Miall (1996),

Fasies SL bersesuaian dengan fasies Fsm. Batulanau pada fasies ini memiliki warna abu-

abu kecoklatan (Gambar 4G) dengan ukuran butir lanau. Komposisi material penyusunnya

terdiri dari sedimen berukuran lanau. Batulanau tersebut mempunyai sortasi yang baik.

h. Fasies batulempung – batupasir flaser (CLFS)

Fasies batulempung – batupasir flaser (CLFS) tersusun atas litologi batulempung dan

batupasir dengan struktur flaser. Fasies ini berada pada interval keduabelas di jalur Sungai

Menghalus. Ketebalan fasies CLFS diperkirakan tidak lebih lebih dari 13 meter. Mengacu

pada standar litofasies Miall (1978c) dalam Miall (1996), Fasies CLFS bersesuaian dengan

fasies Fm dan Sh. Batupasir pada fasies ini berwarna kuning kemerah-merahan (Gambar

4H) dan abu-abu dengan ukuran butir pasir halus-sedang, mempunyai sortasi baik dan

clast supported. Komposisi penyusunnya terdiri dari kuarsa (tidak dominan), plagioklas,

dan litik andesit. Struktur sedimen yang khas pada batupasir ini adalah flaser, yaitu

batulempung yang membentuk kenampakan melensa di tengah-tengah litologi batupasir.

Batulempung pada fasies ini memiliki warna abu-abu kecoklatan dengan ukuran butir

lempung. Komposisi material penyusunnya terdiri dari material sedimen berukuran

lempung.

i. Fasies batulempung (CL)

Fasies batulempung (CL) tersusun atas litologi batulempung. Fasies ini berada pada

interval ketigabelas di jalur Sungai Menghalus. Ketebalan fasies CL diperkirakan tidak

lebih dari 2 meter. Mengacu pada standar litofasies Miall (1978c) dalam Miall (1996),

Fasies CL bersesuaian dengan fasies Fm. Batulempung ini memiliki warna abu-abu gelap

(4I) dengan ukuran butir lempung. Komposisi material penyusunnya terdiri dari material

sedimen berukuran lempung yang kaya akan kandungan airnya.

j. Fasies batulanau-batupasir flaser silang siur (SLFCBS)

Fasies batulanau – batupasir flaser silang siur tersusun atas litologi batulanau dan batupasir

dengan struktur flaser dan silang siur. Fasies ini berada pada interval keempatbelas di jalur

Sungai Menghalus. Ketebalan fasies SLFCBS diperkirakan mencapai lebih dari 10 meter.

Akan tetapi, di atas fasies ini terdapat blank zone setebal 113 meter. Mengacu pada standar

litofasies Miall (1978c) dalam Miall (1996), Fasies SLFCBS bersesuaian dengan fasies

Fsm, Sl dan Sh. Batupasir pada fasies ini berwarna kuning merah dan abu-abu dengan

ukuran butir pasir halus-sedang. Litologi ini mempunyai sortasi baik dan clast supported.

Komposisi penyusunnya terdiri dari kuarsa (tidak dominan), plagioklas, dan litik andesit.

Struktur sedimen yang khas pada batupasir ini adalah flaser (4J). Selain itu juga terdapat

struktur silang siur. Batulanau pada fasies ini memiliki warna abu-abu kecoklatan dengan

ukuran butir lempung. Komposisi material penyusunnya terdiri dari material sedimen

berukuran lempung.

k. Fasies batupasir kerikilan gradasi normal-batupasir (GGSS)

Fasies batupasir kerikilan gradasi normal – batupasir (GGSS) tersusun atas perulangan

batupasir kerikilan gradasi normal dengan batupasir dan batupasir halus (Gambar 4K).

Page 7: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

771

Fasies ini berada pada interval terakhir di jalur Sungai Menghalus. Ketebalan fasies ini

diperkirakan mencapai 30 meter. Mengacu pada standar litofasies Miall (1978c) dalam

Miall (1996), Fasies GGSS bersesuaian dengan fasies Gcg, Gh, Gp, dan Sh. Batupasir

kerikilan di fasies ini berwarna kuning kecoklatan dengan ukuran butir pasir sedang-kerikil.

Mempunyai sortasi sedang dan clast supported. Komposisi penyusunnya terdiri dari

kuarsa, plagioklas, dan material vulkanik. Struktur sedimen yang berkembang pada litologi

ini adalah gradasi normal dan silang siur. Batupasir pada fasies ini berwarna kuning

kecoklatan dengan ukuran butir pasir sedang-kasar. Litologi ini mempunyai sortasi yang

baik dan clast supported. Komposisi penyusunnya terdiri dari kuarsa, plagioklas, litik

andesit dan material vulkanik. Struktur sedimen yang terdapat pada litologi ini adalah

perlapisan. Sedangkan batupasir halus pada fasies ini memiliki warna coklat kekuning-

kuningan dengan ukuran butir pasir halus (1/16 – 1/2 milimeter). Litologi ini mempunyai

sortasi yang baik dan clast supported. Komposisi penyusunnya terdiri dari kuarsa,

plagioklas, dan litik. Struktur yang berkembang pada batupasir halus ini adalah perlapisan.

Batupasir ini menyisip di antara batupasir kerikilan.

4. Hasil dan Pembahasan

Asosiasi fasies pada jalur Sungai Menghalus dibuat berdasarkan kemungkinan elemen

arsitektural pada lingkungan pengendapan masa lampau. Pembagian asosiasi fasies ini mengacu

pada klasifikasi yang dikemukakan oleh Miall (1985) dalam Miall (1996). Asosiasi fasies pada

jalur ini terbagi menjadi 5 kelompok (Tabel 13), yaitu: sandy bedforms (SB), levee (LV),

floodplain (FF), crevasse splay (CS), dan gravel bedforms (GB). Pada dasarnya, pembagian

asosiasi fasies berdasarkan elemen arsitektural suatu suksesi batuan perlu melibatkan aspek

geometri eksternal. Namun, aspek tersebut pada penelitian ini kurang signifikan dikarenakan

singkapan yang terbatas akibat proses pelapukan dan faktor vegetasi. Adapun penjelasan

masing-masing asosiasi fasies adalah sebagai berikut:

a. Sandy bedform (SB)

Asosiasi fasies sandy bedform didominasi oleh fasies Sh. Namun, selain itu juga terdapat

beberapa fasies lain seperti Gh, Sh, Sl, Gmg dan Fsm. Ketebalan asosiasiasi fasies SB

mencapai 125 meter. Di bagian bawah didominasi oleh fasies Gh yang memiliki ukuran

butir yang kasar. Semakin ke atas, butir yang terendapkan menjadi berukuran lebih halus.

Hal tersebut menunjukkan adanya pengurangan energi yang dibawa oleh aliran air

sebagai agen transportasinya. Fasies Gh dan Sh ini diinterpretasikn sebagai dune yang

terbentuk akibat perbandingan kecepatan aliran dan gaya gravitasi. Lapisan silang siur di

bagian atas asosiasi fasies SB menunjukkan bahwa dune tersebut mengalami migrasi. Di

samping itu, asosiasi fasies ini juga ditandai dengan keberadaan fasies batupasir tufan

yang merupakan campuran produk vulkanisme. Oleh karenanya, proses pengendapan

asosiasi fasies SB sempat mendapat gangguan adanya peristiwa vulkanisme. Fasies Gmg

yang berada di antara fasies batupasir tufan (TS) diduga diiendapkan melalui aliran

debrish flow dengan energi tinggi akibat suplai sedimen tambahan dari aktivitas

vulkanisme yang terjadi. Pada beberapa tempat, fasies Gmg ini sering mengerosi litologi

yang dilewatinya. Namun, hal tersebut tidak nampak pada rekaman stratigrafi di jalur

Sungai Menghalus. Secara keseluruhan, asosiasi fasies ini menunjukkan pengisian

channel.

b. Levee (Lv)

Asosiasi fasies levee merupakan bagian dari endapan overbank suatu tubuh sungai.

Umumnya fasies levee dicirikan dengan perselingan antara batupasir yang berukuran

Page 8: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

772

halus dengan batulanau. Dalam penelitian ini, asosiasi fasies Lv tersusun atas fasies Sh

dan Fsm. Ketebalan asosiasi fasies ini mencapai 6 meter. Bagian atas dari asosiasi fasies

ini berkembang fasies Sh yang mempunyai struktur perlapisan. Hal tersebut

menunjukkan adanya pengendapan material sebagai bedform. Pada sampel setangan

fasies Sh ditemukan sisa tanaman yang cukup dominan. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa masa batuan ini merupakan tanggul alam (levee) pada endapan sungai.

Interpretasi tersebut didukung dengan adanya perselingan batulanau (Fsm) di antara

fasies Sh.

c. Floodplain (FF)

Asosiasi fasies FF juga merupakan bagian endapan overbank dari suatu tubuh sungai.

Asosiasi fasies floodplain tersusun sepenuhnya atas fasies Fsm. Hal ini menunjukkan

bahwa pengendapan material di daerah tersebut mempunyai energi yang tenang. Asosiasi

fasies yang didominasi oleh material berukuran halus ini mempunyai ketebalan hampir

mencapai 50 meter. Akan tetapi, estimasi angka ketebalan asosiasi fasies ini perlu dikaji

ulang dengan tambahan data yang lebih akurat. Mengingat terdapat banyak blank zone

yang cukup tebal pada asosiasi fasies ini. Fasies yang mempunyai ukuran halus sering

diinterpretasikan sebagai endapan dataran banjir. Dugaan tersebut diperkuat dengan

kandungan material sisa tanaman pada fasies tersebut. Dataran banjir di sekitar sungai

diakibatkan karena adanya ketidakmampuan daya tampung tubuh sungai untuk menahan

debit yang mengalir. Hasilnya, material yang seharusnya tertransportasi melalui sungai

menjadi terhempas di bagian tubuh konduit sungai. Kondisi memungkinkan partikel

halus yang tertransportasi secara suspensi pada aliran sungai terendapkan pada daerah

dataran banjir. Apabila suplai sedimen yang datang memiliki energi yang besar dan

cenderung mengakibatkan adanya loss competence, maka akan terbentuk crevasse splay.

d. Crevasse splay (CS)

Asosiasi fasies CS juga merupakan endapan overbank dari suatu tubuh sungai. Asosiasi

fasies ini mempunyai ciri khas dibandingkan dengan elemen arsitektural yang lainnya

karena mempunyai suksesi vertikal yang cenderung mengkasar ke atas. Asosiasi crevasse

splay pada penelitian ini mempunyai ketebalan mencapai lebih dari 50 meter. Namun,

angka ini juga masih bersifat estimatif karena dijumpai banyaknya zona blank yang

memenuhi asosiasi fasies tersebutr. Asosiasi fasies ini terdiri dari fasies Sh, Sl, Fm, dan

Fsm. Litologi batupasir pada fasies Sl merupakan indikasi yang khas pada crevasse splay.

Hal tersebut diperkuat dengan adanya kehadiran fasies Fm dan Fsm yang bergradasi

mengkasar ke atas. Asosiasi ini terbentuk akibat adanya loss competence pada tubuh

sungai yang berenergi tinggi. Hal tersebut menyebabkan debit/aliran fluida memecah

batas tubuh sungai dan menghempaskan material ke luar. Pada daerah penelitian,

dijumpai kehadiran struktur flaser berupa lensa batulempung di antara batupasir. Struktur

tersebut dapat saja terjadi karena keadaan energi yang fluktuatif karena adanya pengaruh

crevasse splay.

e. Gravel bedform (GB)

Asosiasi fasies gravel bedform (GB) didominasi oleh fasies Gcg. Selain itu, asosiasi

fasies GB juga terdiri dari fasies Gt dan Sh. Ketebalan asosiasiasi fasies SB mencapai 30

meter. Fasies Gcg yang mendominasi interval ini diinterpretasikan diendapkan dengan

aliran debrish flow dengan energi yang rendah. Melihat asosiasi fasies GB yang tersusun

oleh material berukuran butir pasir-kerikil, fasies ini terendapkan melalui mekanisme

bedload. Oleh karenanya, interval ini diinterpretasikan sebagai elemen dune pada aliran

sungai. Hal yang memperkuat dugaan bahwa material ini sebagai elemen dune pada

aliran sungai adalah adanya struktur silang siur yang menunjukkan adanya migrasi dune

Page 9: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

773

atau ripple. Dune pada asosiasi GB ini diinterpretasikan diendapkan pada channel bar.

Hal tersebut dikarenakan sangat jarang dijumpai elemen GB pada point bar. Secara

keseluruhan, asosiasi fasies ini menunjukkan fase pengisian channel (2).

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa pada bagian bawah dari suksesi

didominasi oleh material yang berukuran pasir. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya asosiasi

fasies sandy bedform. Pada bagian bawah ini terdapat sisipan fasies Fsm yang minor dan

berkembang pula struktur silang siur. Ini mengindikasikan adanya migrasi sungai/ channel. Oleh

karenanya, bagian bawah ini dapat diinterpretasikan sebagai fase pengisian channel. Fase

setelahnya, atau pada bagian tengah suksesi, material didominasi oleh partikel sedimen

berukuran halus. Hal tersebut diinterpretasikan bahwa bagian ini merupakan endapan overbank.

Terdapat 3 asosiasi fasies pada bagian ini yang semakin memperkuat dugaan bahwa endapan di

tengah suksesi merupakan endapan overbank. Ketiga asosiasi fasies tersebut adalah tanggul alam

(levee), dataran banjir (floodplain), dan crevasse splay. Jika melihat ukurannya yang halus,

endapan overbank ini diendapkan pada lingkungan dengan energy yang lebih rendah dari

kelompok sebelumnya (fase pengisian channel). Pada bagian tengah suksesi ini juga

berkembang struktur silang siur. Tentunya pada fase ini juga terjadi migrasi sungai. Pada bagian

atas, kondisi litologi sangat berbeda dengan endapan overbank. Di bagian ini, material yang

mendominasi adalah partikel sedimen yang berukuran paling kasar dari dua fase sebelumnya.

Butir sedimen berukuran kerikil hingga berangkal sangat mudah dijumpai pada bagian ini.

Fasies-fasies pada bagian ini berasosiasi membentuk gravel bedform. Dari asosiasi tersebut,

dapat diinterpretasikan bahwa bagian ini merupakan fase pengisian channel kembali. Energi

pengendapannya diduga paling besar di antara fase yang lainnya. Hal tersebut ditunjukkan

dengan material kasar yang sangat dominan. Pada fase pengisian channel 2 ini, struktur sedimen

silang siur berkembang lebih dominan. Sama hal dengan sebelumnya, terjadi migrasi sungai

pada bagian atas dari suksesi Formasi Kikim Anggota Cawang di Sungai Menghalus.

Beberapa uraian di atas, menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan daerah penelitian

adalah pada lingkungan fluvial. Selanjutnya, diduga sistem sungai pada daerah penelitian berupa

sungai teranyam. Hal tersebut ditunjukkan dengan dominasi material berukuran yang cenderung

kasar. Menurut Nichols (1999), material yang didominasi oleh partikel kasar berada lebih dekat

dengan sumber (proksimal). Sistem sungai yang umum berkembang di daerah proksimal adalah

sistem sungai teranyam/braided (Miall, 1985). Interpretasi ini didukung dengan banyaknya

asosiasi fasies SB dan GB yang menunjukkan jumlah bar yang sangat dominan. Hal tersebut

diperkuat lagi dengan banyaknya struktur silang siur yang menjadi ciri khas endapan sungai

teranyam.

5. Kesimpulan

Suksesi stratigrafi pada Formasi Kikim Anggota Cawang di jalur Sungai Menghalus

menunjukkan lingkungan pengendapan fluvial pada sistem sungai teranyam. Pada suksesi

tersebut diperoleh 8 fasies Miall dan 11 fasies deskriptif. Asosiasi fasies yang dihasilkan

berjumlah lima asosiasi: sandy bedform, levee, floodplain, crevasse splay, dan gravel bedform.

Suksesi ini mengalami perubahan energi yang fluktuatif selama proses pengendapannya. Fase

pengendapan yang berkembang di bagian bawah suksesi menunjukkan fase pengisian channel,

fase setelahnya adalah fase pengendapan material overbank, dan diakhiri dengan fase pengisian

channel 2 dengan energy pengendapan yang paling besar.

Acknowledgement

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik UGM yang

telah mendukung sepenuhnya pembuatan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

Page 10: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

774

yang sebesar-besarnya kepada dosen dan asisten yang terlibat kerjasama dengan LKFT UGM

yang turut membantu pembuatan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Bishop, M.G., 2001, South Sumatra Basin Province, Indonesia: The Lahat/Talang Akar-

Cenozoic Total Petroleum System: Colorado, U.S. Geological Survey, 22 h.

Courteny, S., Cocroft, P., Lorentz, R., Miller, R., Ott, H.L., Prijosoesilo, P., Suhendan, A.R., dan

Wright, A.W.R., 1990, Indonesia-Oil and Gas Fields Atlas Volume III: South Sumatra,

Indonesian Petroleum Association Professional Division, p. satu peta.

De Coster, 1974, The Geology of the Central and South Sumatra Basins: Proceedings

Indonesian Petroleum Association Third Annual Convention, h. 77-110.

Gafoer, S., Amin, T.C., dan Pardede, R., 1993, Peta Geologi Lembar Baturaja Sumatera:

Pusatlitbang Geologi, Skala 1: 250.000, 1 lembar.

Ginger, D., dan Fielding, K., 2005, The Petroleum Systems and Future Potential of The South

Sumatra Basin: Proceeding Indonesian Petroleum Association Annual Thirtieth Convention,

h. 67 - 89.

Kasim, S.A. dan Armstrong, J., 2015, Oil-oil correlation of the South Sumatra Basin reservoirs,

Journal of Petroleum and Gas Engineering vol 6(5), pp. 54-61.

Miall, A.D., 1978c, Lithofacies type and vertical profile models in braided river deposits: a

summary. In: Miall AD (ed) Fluvial sedimentology. Canada Society Petroleum Geology

Meoirs 5: 597-604.

Miall, A.D., 1985, Architectural-element analysis: a new method of facies analysis applied to

fluvial deposits. Earth Science Rev 22: 261-308.

Miall, A.D., 1996, The Geology of Fluvial Deposits: Berlin, Springer, 582 h.

Nichols, Garry, 2009, Sedimentology and Stratigraphy Second Edition: United Kingdom,

Willey-Blackwell Publication, 419 h.

Pulunggono, A., Haryo, A., dan Kosuma, C.G., 1992, Pre-tertiary and Tertiary Fault Systems as

a Framework of the South Sumatra Basin; A Study of Sar-Maps: Proceedings Indonesian

Petroleum Association Twenty First Annual Convention, h. 339-360.

Sarjono, Sumuyut, dan Sardjito, 1989, Hydrocarbon Source Rock Identification in The South

Palembang Sub-Basin: Proceedings Indonesian Petroleum Association Eighteenth Annual

Convention, h. 427-467.

Selley, R.C., 1985, Ancient Sedimentary Environments and Their Sub-Surface Diagnosis 3rd

Edition: New York, Cornell University Press, 317 h.

Suseno, P.H., Zakaria, Mujahidin, N., dan Subroto, E.A., 1992, Contribution of Lahat Formation

as Hydrocarbon Source Rock in South Palembang, Area, South Sumatera, Indonesia:

Proceedings Indonesian Petroleum Association Twenty First Annual Convention, h. 325-

332.

William, H.H., Fowler, M., and Eubank, R.T., 1995, Characteristics of selected Palaeogene and

cretaceous lacustrine source basins of Southeast Asia, in Lambiase, J.J., ed., Hyrocarbon

Habitat in Rift Basins: Geological Society Special Publication No. 80, p. 241-282.

Page 11: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

775

Gambar 1. Lokasi penelitian berada pada tiga jalur sungai di Pegunungan Garba: Jalur Sungai Menghalus, Jalur

Sungai Lahat, dan Jalur Sungai Gilas Saka.

Page 12: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

776

Gambar 2. Skema kronostratigrafi Cekungan Sumatra Selatan yang telah disederhanakan (Ginger & Fielding,

2005)

Gambar 3. Struktur regional Cekungan Sumatra Selatan (Pulunggono dkk., 1992).

Page 13: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

777

Gambar 4. Dokumentasi lapangan mengenai lithofasies pada jalur Sungai Menghalus berdasarkan pendekatan

deskriptif: (A). batupasir kerikilan dengan hubungan butir clast supported pada fasies GSS, (B.) fasies batupasir

dengan struktur massif, (C.) perselingan batulanau dengan batupasir silang siur pada fasies SLCBS, (D.) fasies

konglomerat pada jalur Sungai menghalus, (E.) fasies batupasir tufan, (F.) hubungan stratigrafi batupasir dan batulanau pada fasies SLS.

Gambar 4 (Lanj). (G.) batulanau yang berwarna abu-abu kecokelatan pada fasies SL, (H.) sisipan batulempung

pada fasies batulempung-batupasir flaser, (I.) batulempung yang berwarna abu-abu gelap pada fasies batulempung,

(J.) struktur flaser pada fasies batulanau-batupasir flaser silang siur, dan (K.) fasies batupasir kerikilan gradasi

normal-batupasir.

Page 14: ANALISIS FASIES FLUVIAL PADA FORMASI KIKIM ANGGOTA … fileCekungan Sumatra Selata telah menghasilkan minyak mencapai 2 BBO (Billion Barrel Oil). Selain itu, cekungan tersebut juga

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

778

Gambar 5. Pembagian asosiasi fasies pengendapan pada jalur Sungai Menghalus