analisis faktor yang mempengaruhi petugas …

63
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETUGAS AMBULANCE TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN LIFE SAVING PADA FASE INTERHOSPITAL 01 RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR AN ANAL YSIS OF THE FACTOR AFFECTING AMBULANCE OFFICER IMPLEMENT UFE SAVING MEASURES IN INTERHOSPITAL PHASE TO THE DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL MAKASSAR ABDULRAKHMAT P 1508210014 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Upload: others

Post on 11-Dec-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETUGAS AMBULANCE TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN LIFE SAVING PADA FASE INTERHOSPITAL 01 RSUP DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO MAKASSAR

AN ANAL YSIS OF THE FACTOR AFFECTING AMBULANCE OFFICER IMPLEMENT UFE SAVING MEASURES IN

INTERHOSPITAL PHASE TO THE DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL

MAKASSAR

ABDULRAKHMAT

P 1508210014

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETUGAS AMBULANCE TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN LIFE SAVING PADA FASE INTERHOSPITAL 01 RSUP DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO MAKASSAR

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

biomedik

Disusun dan Diajukan Oleh

ABDULRAKH

MAT

Kepada

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Abdul Rakhmat

Nomor Mahasiswa : P1508201013

Program Studi

Konsentrasi

: Biomedik : Emergency dan Disaster Manajemen

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Januari 2013

Yang menyatakan

Abdul Rakhmat

KAT A PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas rahmat serta hidayah-Nya lah sehingga tesis ini dapat

terselesaikan. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian

persyaratan untuk mencapai derajat S2 pada program studi IImu Biomedik

Konsentrasi Emergency and Disaster Management Pascasarjana Universitas

Hasanuddin Makassar.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan

kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis dari memulai

penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan. Dengan penuh ketulusan

hati, penulis menyampaikan terima kasih semoga sukses dan bahagia selalu

dalam lindunganNya kepada: Bapak Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D. selaku

Ketua Penasehat dan Dr. dr. Irfan Idris, M. Kes. Selaku Penasehat Anggota

yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan sejak mulai

hingga selesai tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula

kepada:

1. Prof. DR. Dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.BO, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin Makassar.

2. Prof. DR. Ir. Mursalim, Direktur Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Makassar.

III

IV

3. Prof. Dr. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D, Ketua Program Studi Biomedik

Universitas Hasanuddin Makassar.

4. Dr. Syafruddin Gaus, Ph.D, Sp, An,-KMN Ketua Konsentrasi

Emergency and Disaster Management.

5. Pembimbing DR. dr. Nurdin Perdana, M. Kes,. dr. Cahyono Kaelan,

Ph.D. Sp.PA(K). Sp.S, dan Dr. Budu, Ph.D, Sp.M.KVR. Yang telah

bersedia menguji demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen pengajar pada program Studi Biomedik konsentrasi

Emergency and Disaster Manejement yang telah mentransfer dan

membuka wawasan ilmu pengetahuan kepada penyusun.

7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi Biomedik Konsentrasi

Emergency and Disaster Management.

8. Direktur dan segenap Pegawai RSUP. DR.Wahidin Sudirohusodo yang

telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dilingkungan

rumah sakit.

9. Keluarga tercinta yang selalu memberikan cinta, kasih, dan

dukungannya kepada penulis.

10. Rekan-rekan penulis di Program Studi Magister Emergency and

Disaster Management angkatan 2009, atas dukungan yang diberikan

selama pendidikan.

11. Rekan-rekan HIPGABI Sulsel yang selalu memberikan motivasi kepada

penulis untuk merampungkan tesis ini.

IV

v

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan dapat memberi masukan

guna meningkatkan wawasan keilmuan khususnya bagi ternan-ternan

sejawat perawat dalam menciptakan SOM keperawatan yang terampil

sehingga berkinerja yang tinggi. Kiranya Allah SWT yang membalas budi baik

kepada semua orang yang telah memberikan budi baik kepada semua orang

yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Akhirnya

penulis berharap kritik dan masukan dari pembaca, karena masih jauh dari

sempurna baik isi maupun penyajiannya.

Makassar, Januari 2013

Penulis

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .

HALAMAN PER5ETUJUAN......................................................... ii

KATA PENGANTAR iii

AB5TRAK iv

DAFTAR 151.................................................................................. v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BABIPENDAHULUAN

A. Latar Belakang... .. . ... . . . .. . .. . ... . .. . .. .. . . .. . .. . .. . .. .. . .. . . . . .. . .. . .. 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian ... .. . .. . .. . . .. . .. .. . . .. .. . . .. . . . . .. . . . .. . .. . .. 5

BAB II TINJAUAN PUST AKA

A.

Sistem Penanggulangan

Gawat

Darurat

T erpadu 7

B.

Tindakan Life Saving

12

C. Fakor - Faktor yang mempengaruhi Tindakan Life Saving....... 22

D. Kerangka Konseptual 35

E. Hipotesis 35

x

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 37

C. Populasi dan Sampel 37

D. Tehnik Pengumpulan Data 38

E. Definisi Operasional 40

F. Pengolahan dan Analisa Data 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 43

B. Pembahasan...... 50

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................. 57

B. Saran 58

DAFT AR PUST AKA

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel5.1 Distribusi Frekuensi Responden Penelitian (n=60) 44

Tabel5.2

Tabulasi Silang Tindakan Life Saving dan Tingkat

45

Pengetahuan

Tabel5.3

Tabulasi Silang Tindakan Life Saving dan Skill

46

Tabel5.4

Tabulasi Silang Tindakan Life Saving dan Sikap

47

Petugas Ambulance

Tabel5.5

T abulasi Silang Tindakan Life Saving dan Sarana

Ambulance

48

Tabel5.6

Uji Multivariat Variabel Dependen dan Independen

49

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Variabel 8ebas dan Variabel Terikat 36

xiii

DAFT AR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 3 Master Tabel Penelitian

Lampiran 4 Frequensi Table

Lampiran 5 Uji Chi Square

Lampiran 6 Uji Regresi Logistik

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai risiko

terhadap terjadinya pelbagai bencana alam antara lain gempa bumi dan

letusan gunung berapi karena tertetak dalam rangkaian "Ring of Fire"

serta ada empat pusat zona aktif gunung berapi yaitu Zona Sunda,

Minahasa, Halmahera, Banda, sehingga beresiko terjadinya Tsunami,

maupun bencana-bencana jenis lain termasuk Emerging Infectious

Disease. Masalah kesehatan lain yang tak kalah pentingnya adalah

masalah gangguan kesehatan akibat kecelakaan , serta tindak kekerasan.

Gangguan akibat kecelakaan saat ini menjadi salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia karena tingginya angka kejadian dan

kematian akibat kecelakaan dan tindak kekerasan. Oari data yang ada,

perkiraan kematian akibat kecelakaan lalu lintas dan cedera di dunia dari

posisi nO.9 pada tahun 1990 menjadi posisi nO.3 tahun 2002, sedangkan

dari data WHO menyebutkan 5,8 juta orang di seluruh dunia meninggal

akibat kecelakaan pada tahun 2010. Cedera di jalan raya merupakan

penyebab kematian ke-2 pada kelompok umur 15-60 tahun.

Oi Indonesia dengan beban negara menanggung korban

Lakalantas sebesar 180 M tahun 2010. Korban kecelakaan terbanyak di

Indonesia berumur antara 15 sampai 24 tahun, merupakan usia muda dan

2

produktif. Menurut data Mabes Polri tahun 2008 jumlah korban akibat

kecelakaan lalu lintas sebesar 99.350 orang (20%) dengan jumlah

kematian 20.188 orang. Tahun 2009 jumlah korban akibat kecelakaan lalu

lintas sebesar 106.384 orang dengan jumlah kematian 19.979 orang

(19%) (Polri, 2009). Tahun 2010 jumlah korban akibat kecelakaan lalu

lintas 109.878 jiwa (18%) dengan jumlah kematian sebesar 19.873 jiwa.

Hal ini terjadi peningkatan setiap tahunnya. Penyebab Kematian akibat

cedera di Indonesia menempati urutan ke-4 setelah stroke, TB dan

Hipertensi (Riskesdas 2007).

Dari hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan

tahun 2009-2010 tentang jumlah kasus gangguan kecelakaan dan cedera

(gakce) berbasis rumah sakit rawat jalan tercatat 10.509 jiwa pasien rawat

inap yang meliputi puskesmas dan RS. Begitupun halnya dengan

kunjungan pasien IGD di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo yang

merupakan pusat rujukan kawasan Indonesia Timur setiap tahunnya

meningkat yakni pada tahun 2011 mencapai 25.587 jiwa dan kini sampai

bulan April 2012 sudah mencapai 7.894 jiwa.

Sehubungan dengan data-data di atas pentingnya pengembangan

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan

penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai

tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan

lintas program dan multisektoral sangatlah menunjang dalam mencegah

3

angka kematian yang terjadi. Penanggulangan gawat darurat menekankan

respon cepat dan tepat dengan prinsip time saving is life and limb saving.

Unsur kecepatan yang ditunjang oleh "sistem komunikasi dan

transportasi yang handal" sejak ditempat kejadian menuju sarana rujukan

untuk mendapatkan pertolongan spesialistik sesuai kebutuhan. Unsur

ketepatan dalam pertolongan Penderita Gawat Oarurat (PPGO) meliputi

"Basic Ute Support (BLS) dan Advance Lite Support (ALS)" sesuai

dengan permasalahan yang dihadapi. Oengan demikian SPGOT terdiri

dari 2 unsur penting yaitu 1) Pra rumah sakit yakni di tempat kejadian

berupa pertolongan pertama penderita gawat darurat dan 2) Inter rumah

sakit yakni pada saat korban dirujuk dari rumah sakit pertama ke rumah

sakir rujukan yang lebih tinggi 3) Oi rumah sakit sebagai sarana

rujukannya bila membutuhkan pelayanan spesialistik.

Hal di atas ditunjukkan dengan jumlah kematian tahun 2011 (IGO

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo) yang mencapai 461 jiwa dan 25.587

(1,8%) korban jiwa yang meninggal dan angka kematian death on arrive

sebanyak 133 (0,5%) korban jiwa. Ini menggambarkan bahwa masih

perlunya penanganan yang maksimal pada fase pra dan interhospital

dimana hal ini bisa terlaksana bila ditunjang dengan sumber daya

manusia yang handal dan sarana transportasi yang memenuhi

persyaratan untuk rnelakukan tindakan life saving pada saat merujuk.

4

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis merasa tertarik

untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi petugas ambulance

terhadap pelaksanaan tindakan life saving pada fase interhospital di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas,

berikut pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan : "Faktor apa yang

mempengaruhi mempengaruhi petugas ambulance terhadap pelaksanaan

tindakan life saving pada fase interhospital di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar ?"

c. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis faktor yang mempengaruhi petugas ambulance terhadap

pelaksanaan tindakan life saving pad a fase interhospital di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh faktor pengetahuan petugas ambulance

terhadap pelaksanaan tindakan life saving pada fase interhospital

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

5

b. Menganalisis pengaruh faktor sikap petugas ambulance terhadap

pelaksanaan tindakan life saving pada fase interhospital di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

c. Menganalisis pengaruh faktor skill petugas ambulance terhadap

pelaksanaan tindakan life saving pada fase interhospital di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

d. Menganailis pengaruh faktor sarana ambulance terhadap

pelaksanaan tindakan life saving pada fase interhospital di RSUP

Dr . Wahidin Sudirohusodo Makassar.

e. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap

pelaksanaan tindakan life saving pada fase interhospital di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dan pelaksanaan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Diperolehnya gambaran mempengaruhi petugas ambulance terhadap

pelaksanaan tindakan life saving pada fase interhospital di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah kabupaten yang biasa

merujuk pasien ke RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo Msakassar.

6

3. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis

terhadap kajian praktis dalam meningkatkan pelayanan fase inter

hospital dalam rangka menurunkan kematian dan kecacatan.

4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan

referensi perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk

pelaksanaan penelitian yang selanjutnya.

5. Untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang dimiliki oleh peneliti dan

merupakan proses berfikir ilmiah dalam memahami dan menganalisa

serta mengantisipasi masalah yang ada.

7

BABII TINJAUAN

PUSTAKA

A. SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU

Dalam upaya menuju Indonesia Sehat yang merupakan Visi

Departemen Kesehatan dalam melaksanakan pembangunan kesehatan,

maka pengembangan pelayanan kesehatan di Indonesia mulai beralih dan

berorientasi kepada Paradigma Sehat.

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu selanjutnya

disingkat dengan SPGDT dilandasi dengan pengelolaan waktu (time

management) yang merupakan implementasi dari "time saving is a life

and limb saving", mengandung unsur kecepatan atau "quick response"

dan ketepatan berupa pertolongan pertama di tempat kejadian oleh awam

dan awam khusus yang terlatih, dan oleh tenaga kesehatan profesional

kegawatdaruratan ambulance serta dokter sebagai ujung tombak dan bila

perlu rujukan ke rumah sakit .

Unsur kecepatan yang ditunjang oleh "sistem komunikasi dan

transportasi yang handal" sejak ditempat kejadian menuju sarana rujukan

untuk mendapatkan pertolongan spesialistik sesuai kebutuhan. Unsur

ketepatan dalam pertolongan Penderita Gawat Darurat (PPGD) meliputi

Basic life support (BLS) dan Advance Life support (ALS) sesuai dengan

permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian SPGDT terdiri dan 3

unsur penting yaitu :

8

1. Pra rumah sakit

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas

lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit

sudah diberitahukan sebelum penderita mulai diangkut dari tempat

kejadian. Pemberitahuan ini memungkinkan rumah sakit

mempersiapkan Tim Trauma sehingga sudah siap saat penderita

sampai di rumah sakit. Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan

pada penjagaan airway, kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi

penderita dan segera ke rumah sakit terdekat yang fasilitas cocok,

dan sebaiknya ke suatu pusat trauma yang diakui.

Waktu di tempat kejadian (scene time) yang lama harus dihindari.

Untuk petugas paramedik ada kursus PHTLS (Pre-Hospital Trauma

Life Support) yang merupakan hasil kerjasama EMT (Emergency

Medical Technician) dengan perkumpulan ahli bedah di Amerika

Serikat. Yang juga penting adalah mengumpulkan keterangan yang

nanti dibutuhkan di rumah sakit, seperti waktu kejadian, sebab

kejadian, dan riwayat penderita. Mekanisme kejadian dapat

menerangkan jenis dan berat perlukaan.

Unsur pra rumah sakit seyogianya meliputi unsur 1) kesehatan 2)

rescue dan 3) keamanan untuk menjamin kecepatan dan ketepatan

tindakan pertolongan sebelum dirujuk kesarana rujukan yang

memadai bila diperlukan.

9

2. Inter Rumah Sakit

Yakni pada saat korban dirujuk dari rumah sakit pertama ke rumah

sakit rujukan yang lebih tinggi. Pada fase ini kualitas pelayanan

sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: pengetahuan,

sikap, skill petugas ambulance dan sarana ambulance.

3. Fase Rumah Sakit

Harus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba. Sebaiknya ada

ruangan/daerah khusus resusitasi. Untuk pasien trauma.

Perlengkapan airway (Iaringoskop,endotracheal tube dsb) sudah

dipersiapkan, dicoba, dan diletakkan di tempat yang mudah

terianqkau, Cairan kristaloid (misalnya Ringers's Lactate) yang sudah

dihangatkan disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah

dicapai. Perlengkapan monitorinq yang diperlukan sudah

dipersiapkan. Suatu sistem pemanggilan tenaga medik tambahan

sudah harus ada, demikian juga tenaga laboratorium dan radiologi.

Juga dipersiapkan formulir rujukan ke pusat trauma serta proses

rujukannya. Sebaiknya ada pelaporan periodik yang dikaji secara multi

disiplin. Semua tenaga medik yang berhubungan dengan penderita

harus dihindarkan dari kemungkinan penularan penyakit menular,

terutama hepatitis dan Acquired Immune-Deficiency Syndrome

(AIDS). Center for Disease Control (CDC) dan pusat kesehatan lain

sangat menganjurkan pemakaian alat-alat protektif seperti masker

(face mask), proteksi mata (kaca mata), baju kedap air, sepatu dan

10

sarung tangan kedap air, bila ada kontak dengan cairan tubuh

penderita. Untuk pelayanan kesehatan di Amerika Serikat, American

College of sergeons mengharuskan pemakaian semua perlengkapan

di atas. Ini juga merupakan persyaratan dari OSHA (Occupational

Safety and Health Adminisration).

Pelayanan medik adalah bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang terdiri dari a) pelayanan kesehatan masyarakat

(unsur makro) yang berorientasi pada masyarakat secara

keseluruhan dan b) pelayanan perorangan (unsur mikro). Pelayanan

medik merupakan pelayanan perorangan yang menekankan presisi

pelayanan yang mendukung mutu pelayanan. Kontribusi pelayanan

mikro dalam pelayanan makro akan menjamin kesamarataan disatu

sisi dan mutu di sisi lain. Aspek manajemen akan mendorong sinergi

mikro dan makro dalam menciptakan kesamarataan (equity), efisiensi

dan mutu serta kesinambungan pelayanan kesehatan.

Pelayanan medik dalam penanggulangan kegawat-daruratan

dan bencana tidak semata-mata di rumah sakit, tetapi juga meliputi

1) pelayanan medik pra rumah sakit di tempat kejadian (oleh orang

awam/awam khusus), 2) sarana pelayanan oleh tenaga kesehatan (di

ambulance, puskesmas dan sarana medik dasar lainnya).

Pelayanan medik pra rumah sakit dilakukan oleh awam umum

dan awam khusus yang terlatih dalam Basic Life Support (BLS),

selanjutnya oleh ambulance 118 dengan tenaga terlatih dalam Basic

11

Life Support (BLS) atau Pertolongan Penderita Gawat Darurat

(PPGD)/General Emergency Life Support (GELS) untuk life and limb

saving dalam perjalanan menuju sarana rujukan untuk mendapatkan

pelayanan definitif yang spesialistik (Pertolongan Penderita Gawat

Darurat Spesialistik = PPGS).

PPGD meliputi multiaspek kegawatdaruratan (trauma,

persalinan, neonatus, keracunan, penyakit akut infeksi dan penyakit

degeneratif seperti serangan jantung, stroke). Melalui PPGD dan

PPGS maka prinsip time saving is life and limb saving dapat diwujudkan

Kegawatdaruratan adalah suatu keadaan kritis akut yang

mengancam nyawa dan mengakibatkan kecacatan, yang dapat

menimpa seseorang atau kelompok rnasyarakat, yang dapat terjadi

dimana saja, kapan saja dalam skala yang dapat diatasi setempat.

Bencana adalah kegawatdaruratan dalam skala besar berupa

korban manusia, rusaknya prasarana, sarana dan fasiltas umum yang

membutuhkan bantuan dari luar. Bantuan dapat berupa technical

assisstance atau bantuan penuh (tenaga, logistik dan lain-lain)

tergantung dari kemampuan daerah tersebut dalam penanganan

bencana.

Bencana dapat disebabkan karena ulah manusia ( man made

disaster) seperti konflik sosial dan faktor alam (natural disaster) seperti

banjir, tsunami, gempa burni, ,gunung meletus dan lain-lain. SPGDT

adalah suatu sistem penanggulangan gawat darurat yang melibatkan

12

lintas sektor terkait untuk menjamin kecepatan, kecermatan dan

ketepatan untuk meyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan.

SPGDT-S adalah merupakan komponen esensial baik pra-RS

dengan BLS ( Basic Life Support) dan rumah sakit ( rujukan Jainnya )

dengan Advance Life Support (ALS). BLS disebut juga Pertolongan

Penderita Gawat Darurat (PPGD) Dasar sedangkan ALS adalah

Pertolongan Penderita Gawat Darurat Spesialistik di tempat rujukan.

Bila terjadi bencana maka SPGDT-S diekskalasi menjadi SPGDT-B

dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nasional dibawah Wakil Presiden, Badan Penanggulangan Bencanan

Daerah dibawah Gubernur dan Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Kabupaten/Kota di bawah Bupatil Walikota.

DASAR KEBIJAKAN

Pada tanggal 15 November 2000 dalam rangka Hari Kesehatan

Nasional ke 36, Departemen Kesehatan bersama profesi terkait

mencanangkan DEKLARASI MAKASSAR yang mendasari kebijakan ),

seperti tertera dibawah ini :

1. Meningkatkan rasa cinta dan bernegara, demi terjalinnya

kesatuan dan persatuan bangsa dimana rasa sehat dan aman

merupakan perekat keutuhan bangsa.

2. Mengusahakan peningkatan serta pendayagunaan sarana dan

prasarana yang ada guna menjamin rasa sehat dan aman, yang

merupakan hak azasi manusia.

13

3. Memasyarakatkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat

Terpadu Sehari - hari dan Bencana (SPGDT) secara efektif dan

efesien.

4. Meningkatkan peran serta masyarakat, dalam pelaksanaan

SPGDT melalui pendidikan dan pelatihan

5. Membentuk Brigade Gawat darurat (Gadar) yang terdiri dari

komponen lintas sektor balk medik maupun non medik,

berperan dalam pelaksanaan SPGDT dengan rnelibatkan peran

serta masyarakat.

6. Dengan terlaksananya butir - butir diatas, diharapkan tercapai

keterpaduan antara pemerintah dan masyarakat dalam

menciptakan keadaan sehat dan aman bagi bangsa dan negara

(Safe Community) menghadapi gadar sehari - hari maupun

bencana.

Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu memberikan

gambaran kepada semua pihak bahwa pelayanan kesehatan kegawat

daruratan merupakan tanggungjawab bersama dan bukan hanya menjadi

tanggung jawab unsur kesehatan saja, dan harus dikerjakan bersama

baik dengan lintas sektor, profesi maupun masyarakat, oleh karena

itu perlu disadari pentingnya pengembangan SPGDT sebagai bag ian

dalam mewujudkan rasa aman bagi masyarakatnya kelak.

Untuk menunjang operasional penanganan pertama kegawat

daruratan yang merupakan pelayanan pra rumah sakit untuk

14

menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan

mencegah kecacatan (time saving is life and limb saving) sebelum

dirujuk kesarana rujukannya (rumah sakit) sesuai kebutuhan, maka

dibentuk sarana Public Safety Centre (PSC) sebagai ujung tombak

safe community yang merupakan sarana publik yang tediri dari unsur

ambulance 118; kepolisian 110; dan pemadam kebakaran 113.

Untuk memberikan penanganan cepat, tepat dan akurat maka

dilakukan pula pelatihan teori, praktik/skill station Basic Life Support

(BLS) bagi orang awam,awam khusus,Perawat; General Emergency

Ufe Support (GELS)IPPGD; Advance Ufe Support bagi dokter-dokter

IRD rumah sakit dan puskesmas.

B. Tindakan Life saving

1. Pengertian

Menurut Goyton (2008), mengatakan bahwa bantuan hidup

dasar (Basic life support) adalah usaha yang dilakukan untuk

mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan

yang mengancam nyawa. Prinsip BLS sendiri adalah SRABC, yaitu

save, respon, airway, breathing dan circulation. Save dimaksudkan

agar penolong memastikan keamanan diri, lingkungan dan korban,

sebelum melakukan pertolongan. Respon diperlukan untuk

mengetahui tingkat kesadaran korban.

15

2. Indikasi Bantuan Hidup Dasar

a. Henti napas

1) Penyebab : Tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas oleh

benda asing, menghirup asap, keracunan obat, tersengat listrik,

tercekik, trauma, MCI (miocard cardiac infark), dan lain-lain.

2) Tanda-tanda : Tidak ada aliran udara pemapasan dan

pergerakan dada pasien.

b. Henti jantung/cardiac arrest

Pada saat henti jantung, maka sirkulasi dengan cepat

menyebabkan otak dan organ vitallainnya kekurangan oksigen.

3. Tujuan bantuan hidup dasar

a. Menyelamatkan kehidupan.

b. Mencegah keadaan menjadi lebih buruk

c. Mempercepat kesembuhan

4. Langkah-Iangkah bantuan hidup dasar

a. Proteksi diri

Proteksi diri merupakan hal yang harius dilakukan oleh

setiap aggota penyelamat apabila menemukan penderita hal yang

paling utama sebelum melakukan bantuan adalah proteksi diri

mengingat saat ini bagitu banyak penyakit menular yang telah

beredar di masyarakat. Centerst for disease and prevention (CDC)

mencatat 54 kasus rnenular human insufisiensi virus (HIV) di

tempat kerja pad a petugas kesehatan di Amerika Serikat sampai

16

desember 1998, 134 kasus tambahan suspek HIV sudah

disampaikan (Oman, 2008).

b. Periksa kesadaran korban

Cara memeriksa kesadaran yakni dengan memanggil nama

atau dengan cara memberikan tepukan pada bahu korban. Pada

bayi lakukan jentikkan di telapak kaki dan jangan mengguncang­

guncangkannya (Wong, 2004). Sedangkan Haws (2007) juga

mengatakan pemeriksaan kesadaran pada bayi bisa dilakukan

dengan mengulus punggung.

Tingkat kesadaran biasanya dinilai dengan AVPU:

A : Alert (sadar penuh)

V: Verbal (menjawab rangsangan kata-kata)

P : Pain (bereaksi atas rangsangan nyeri)

U : Unresponsive (tidak berespon)

Sambil melakukan pemeriksaan kesadaran, kita memanggil

bantuan/aktifkan 118. Bila anda berada di luar rumah sakit maka

harus segera mengaktifkan sistem gawat daruratlemergency

medical system (EMS) 118.

Cara mengaktifkan Emergency Medical System (EMS) :

1) Bila korban bereaksi atau dalam keadaan luka dan periu

pertolongan medis, segera tinggalkan korban dan can bantuan

medis lalu segera kembali untuk memastikan kondisi korban

2) Jika penolong seorang diri dan korban tidak sadarkan diri :

a) Aktifk.an segera sistem gawat darurat

b) Ambil automated external defibrillator (AEO) bila tersedia

c) Segera kembali ke korban untuk melakukan RJP dan

menggunakan AEO bila diperlukan.

3) Jika jumlah penolong dua atau lebih, salah satu penolong

mengakltifk.an EMS dan mengambil AEO jika tersedia.

Sementara itu, yang lainnya melakukan tindakan RJP.

4) Jika gawat darurat te~adi di dalam gedung/rumah sakitltempat

pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai sistem gawat

darurat sendiri, segera minta bantuan untuk melakukan

pertolongan.

5) Jika korban asfiksia segera lakukan tindakan resusitasi jantung

paru (RJP).

c. Memperbaiki posisi korban dan posisi penolong

1) Posisi korban

a) Supine, permukaan datar dan lurus

b) Memperbaiki posisi korban dengan cara log rolVin line bila

dicurigai cedera spinal

c) Jika pasien tidak bisa telentang, misalnya operasi tulang

belakang lakukan RJP dengan posisi tengkurap

18

2) Posisi penolong

Posisi penolong harus di atur senyaman mung kin dan

memudahkan untuk melakukan pertolongan yakni di samping

atau di atas kepala korban.

d. AiNVay control

Pada orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan

napas harus dilakukan. Satu hal yang penting untuk diingat adalah,

bahwa dengan melihat pergerakan pipi pasien tidaklah menjamin

bahwa pasien tersebut benar-benar bemafas (pertukaran udara),

tetapi secara sederhana pasien itu sedang berusaha untuk

bemafas.

Pengkajian pada aiNVay juga harus melihat tanda-tanda

adanya sumbatan benda asing dalam mulut yakni dengan

menggunakan teknik cross finger, jika terdapat benda asing dalam

mulut maka harus di keluarkan dengan usapan jari atau di kenai

dengan teknik finger swab (AHA, Basic live suport renewal course,

2006)

Teknik yang digunakan dalam membuka jalan napas yakni

dengan chin lift-head tilt dan jika dicurigai terdapat trauma cervikal

dapat menggunakan teknik jaw thrust namun teknik tersebut hanya

bisa dilaksanakan oleh orang yang sudah profesional atau terlatih

(Tabes, 2006).

19

Cara melakukan teknik chin lift-head tilt:

1) Teknik chin Ifft-head tilt

a) Pertama, posisikan pasien dalam keadaan terlentang,

letakkan satu tangan di dahi dan letakkan ujung jari tangan

yang lain di bawah daerah tulang pada bagian tengah

rahang bawah pasien (dagu).

b) Tengadahkan kepala dengan menekan perla han dahi

pasien.

c) Gunakan ujung jari anda untuk mengangkat dagu dan

menyokong rahang bagian bawah. Jangan menekan

jaringan lunak di bawah rahang karena dapat menimbulkan

obstruksi jalan napas.

d) Usahakan mulut untuk tidak menutup. Untuk mendapatkan

pembukaan mulut yang adekuat, Anda dapat menggunakan

ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien

tertarik ke belakang.

2) Teknik Jaw thrust

a) Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan

spinal pasien tetap satu garis.

b) Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar

dengan permukaan pasien berbaring.

c) Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang

bawah pasien, pada sudut rahang di bawah telinga.

20

d) Stabiikan kepala pasien dengan lengan bawah Anda.

e) Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang

bawah pasien ke arah atas dan depan.

f) Anda mungkin membutuhkan mendorong ke depan bibir

bag ian bawah pasien dengan menggunakan ibu jari untuk

mempertahankan mulut tetap terbuka.

g) Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien.

e. Breathing support

Pertukaran gas yang teriadi pada sa at bernapas mutlak

untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dan

tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,

dinding dada, dan diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi

dengan cepat selama 5 detik, paling lama 10 detik dengan cara :

1) Lihat//ook

Lihat lubang hidung apakah terbuka atau dalam keadaan

istirahat, Perhatikan ekspansi dada menandakan ada tidaknya

pernapasan. Carilah retraksi suprasternal, supraklafikular atau

interkostal yang menunjukan adanya obstruksi. Cari gerakan

paradoksal bag ian dada manapun dan cari luka terbuka rongga

thorax, perhatikan juga gerakan abdomen yang menunjukan

diafragma bekeria.

21

2) Dengarllisten

Telinga di dekatkan ke mulut korban untuk memastikan

kembali bahwa ada pergerakan udara yang baik keluar dari

hidung dan mulut. Dengan stetoskop, dengarkan thorax di

anterior dan posterior, berikan perhatian khusus pada bagian

atas dada di kedua sisi.

3) Rasa/feel

Rasakan gerakan udara dari hidung dan mulut.

Penilain antara lain :

a) Apabila pasien bemapas maka tempatkan pada posisi yang

nyaman

b) Apabila pemapasan tidak ada maka lakukan bantuan napas

sebanyak 2 kali, dengan alat 400-600 ml dan tanpa alat 700-

1000 ml. Bantuan napas di lakukan dengan cara :

(1) Mulut ke mulut

Penolong memberikan bantuan napas langsung ke mulut

korban dengan menutup hidung dan meniupkan udara

langsung ke mulut,namun hal ini sangat beresiko untuk di

lakukan apalagi pasien yang tidak di kenai mengingat

bahaya penyakit menular.

(2) Mulut ke hidung

Paling baik dilakukan pada neonaty.

22

(3) Ventilasi mulut ke mask

(4) Ventilasi Mulut ke bag-valve-mask

t. Circulation

1) Kaji Nadi

Bantuan sirkulasi segera dilakukan bila korban

mengalami henti jantung. Langkah ini dilakukan segera setelah

bantuan pernafasan awal diberikan. Untuk mengetahui ada

tidaknya denyut nadi, lakukan perabaan arteri carotis untuk

orang dewasa dan anak serta arteri brachialis atau femoralis

untuk bayi, tindakan ini dilakukan maksimal 10 detik.

2) Kompresi Dada

Indikasi pada korban yang mengalami henti jantung.

Lakukan dengan tehnik yang benar. Awali dengan mencari titik

kompres yakni pada tulang sternum di antara dua papila

mammae pada anak-anak dan laki-Iaki atau dua jari di atas os

xifoideus pada perempuan. Letakkan salah satu telapak tangan

yang lain diatas punggung tangan yang pertama, sehingga

tangan dalam keadaan pararel. Jari-jari tangan saling mengunei.

Untuk mendapatkan posisi yang efektif, beban tekanan dari

bahu, posisi lengan tegak lurus, posisi siku tidak boleh menekuk

posisi lengan tegak lurus dengan badan korban

Tekan sternum 4-5 em untuk korban dewasa, 2-3 em

pada bayi (Drew, 2008), lepaskan tekanan hingga dada kembali

23

ke posisi normal Perbandingan kompresi dan ventilasi mengacu

pada AHA Guidelines far CPR 2005, untuk korban dewasa 30 :

2 dengan 1 atau 2 orang penalong. Pada anak dan bayi 30 : 2

bila penalang 1 orang dan 15 : 2 untuk 2 orang penolong.

Kecepatan kompresi yang dianjurkan adalah 100 kati per menit.

Setelah RJP dilakukan selama 5 siklus atau 2 menit, 2 penolong

harus berganti posisi, ventilator berpindah pada posisi

kompresar dan sebaliknya.

Haws (2007), mengatakan bahwa pad a bayi dengan

heart rate (HR) kurang dari 60 kali permenit harus di lakukan

kompresi dada. Indikasi dihentikannya RJP hingga kini masih

menjadi perdebatan, tidak ada batasan waktu yang tegas

disebutkan oleh para ahli namun beberapa hal yang menjadi

pertimbangan antara lain:

a) Korban telah menunjukan tanda-tanda kematian

b) Sudah ada respons dari korban (napas dan nadi mulai ada)

c) Ada penolong yang lebih berkompeten.

g. Defibrillation

Pada defibrillation pengkajian dengan menggunakan alat

automated external defibrillator (AEO) untuk mengetahui irama nadi

apakah ventrikel takikardi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF) serta

memberikan kejutan listrik sehingga gangguan irama tersebut

dapat kembali normal. Gangguan irama tersebut harus segera

-------.----------- -_----._-

24

diberikan tindakan karena dapat menimbulkan kematian. Satu

energi dosis dilakukan untuk defibrilasi adalah 200 joule pada

bifasik dan 360 joule pada monofasik. Idealnya dilakukan setiap 10

detik (Cayley, 2006).

Pada saat di lakukannya defibrillating penolong tidak bias

menyentuh tubuh korban. Pada anak usia kurang dari 1 tahun tidak

bias di lakukan defibrillation.

C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tindakan Life Saving pada

Fase Interhospital

1. Faktor Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses

sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.

Pengetahuan merupakan objek yang sangat penting untuk terbentuknya

prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan

umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002) menurut Notoadmodjo

(2005), pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seorang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinqa. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif adalah :

- ~--~--..-~-- - - - - -_ .._-_ - --------

25

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk dalam pemgetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahanyang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi di sini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rurnus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen,tetapi masih dalam suatu

stuktur organisasi tersebut, dan rnasih ada kaitannya satu sarna lain.

26

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja,

dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan

pengelompokkan.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian­

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan dalam masyarakat antara lain:

a. Sosial Ekonomi

Lingkungan Sosial akan mendukung tingginya pengetahuan sosial.

Bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka pengetahuan akan

tinggi juga.

b. Kultur (8udaya dan Agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang karena informasi yang baru akan sering sesuai atau tidak

dengan budaya yang ada atau agama yang dianut.

27

C. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal baru

dan akan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut.

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu.

Pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan lebih luas. Sedangkan

semakin tua umur seseorang maka pengala man akan semakin banyak.

Menurut Marnun (2007) pengetahuan lingkungan hidup perlu diberikan

kepada anak-anak dan keluarga sehingga mereka belajar mencintai

alam,contoh menanam pohon dirumah, tidak membuang sampah ke

sungai, tidak tinggal dibantaran sungai karena dapat menimbulkan

permasalahan banjir dan lain-lain.

2. Sikap

Menurut Notoadmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons

tertutup seseorang terhadap simulasi atau objek tertentu, yang sudah

melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju-tidak setuju,baik-tidak baik, dan sebagainya).

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau

objek, baik yang bersifat intem maupun ekstern sehingga manifestasinya

tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu

dari prilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya

kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004)

- ---------

28

Menurut Notoadmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat bersifat

positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan

tindakan adalah mendekati, menyenangi. mengharapkan objek tertentu,

sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Sikap tersebut

mempunyai 3 komponen pokok yaitu: Kepercayaan (keyakinan), ide dan

konsep suatu objek; Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu

objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen terse but

secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, dalam penentuan

sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting. Sikap merupakan reaksi atau respon

seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sedangkan

komponen perilaku sikap adalah maksud untuk berperilaku dalam cara

tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

Sikap menurut (Krech et aI., 1982), (Cambell, 1950), Allpor, 1954),

(Cardno, 1955) dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat

langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku

yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari­

hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi

merupakan presdiposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku

29

yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa merupakan reaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek.

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3 komponen

pokok, yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap

suatu objek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap

suatu objek; (3) kecenderungan untuk bertindak (tred to behave). Ketiga

komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,

keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari

berbagai tingkatan, yakni :

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita

bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di

media serta seminar.

b. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan

suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima

ide tersebut.

----._----

30

C. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dalam berdiskusi

mengenai suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya

seorang petugas yang mengajak petugas atau pihak lain untuk menilai

resiko bencana yang ada didaerah masing-masing serta melakukan

mitigasi terhadap resiko bencana tersebut.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran

sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan

responden terhadap suatu objek.

Menurut Yusuf (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap; (1) faktor pengalaman khusus, (2) faktor komunikasi

dengan orang lain, (3) faktor modal yaitu dengan melalui mengimitasi, (4)

faktor lembaga sosial (Instutional) yaitu sumber yang mempengaruhi.

Perubahan sikap dipengaruhi (1) pendekatan teori belajar, (2) pendekatan

teori persepsi (3) pendekatan teori konsistensi, (4) perdekatan teori fungsi.

3. Pendidikan

Pendidikan adalah sebagai suatu proses atau kegiatan untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat.

Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu nilai

dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk kecerdasan,

31

pengetahuan, dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan

formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah

lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas dan tingkat

akademi/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya

nalar seseorang, yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk

menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam

menanggapi informasi atau setiap masalah yang dihadapi (Syahrial,

2005).

Damelawati (1994) berpendapat bahwa pendidikan formal adalah

pendidikan di sekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat

mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Oleh karena itu, perlu

adanya pendidikan bagi individu. Sedangkan pendidikan non formal dapat

dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya pelatihan untuk para

professional dan pelatih.

4. Skill (keahlian/keterampiJan)

Setiap yang bertugas dalam dunia medis masing-masing memiliki

kompetensinya sesuai dengan bidang yang digelutinya. Kompetensi

seorang tenaga ahli biasanya karena telah mengikuti pelatihan-pelatihan

khusus seperti PPGD, GELS, Emergency Nursing, Basic Life Support, dan

semacamnya.

Menurut Simamora (1997) dalam Kustini (2004) pelatihan adalah

proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan dalam suatu arah

guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional. Menurut Nitisemito

------- ----------

32

(1994) dalam Kustini (2004) pelatihan adalah suatu kegiatan dari

perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan

mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari

para karyawan yang sesuai dengan keininan perusahaan yang

bersangkutan.

Tujuan-tujuan utama pelatihan pada intinya dapat dikelompokkan

ke dalam lima bidang (Simamora, 2002).

a. Memperbaiki kinerja.

b. Memutakhirkan keahlian para petugas medis sejalan dengan

kemajuan teknologi.

c. Mengurangi waktu belajar bagi petugas baru supaya menjadi

kompeten dalam pekerjaan.

d. Membantu memecahkan permasalahanoperasional.

e. Memenuhi kebutuhan-kebutuhanpertumbuhan pribadi.

. 5. Sarana Ambulance

a. Sejarah Ambulance

Ambulance Istilah berasal dari ambulare kata Latin yang berarti

berjalan atau bergerak yang merupakan referensi untuk

perawatan medis awal di mana pasien dipindahkan dengan

mengangkat atau berputar. Ini sejarah ambulance dimulai di

zaman kuno dengan menggunakan gerobak untuk mengangkut

pasien bisa disembuhkan dengan kekerasan. Ambulance

------ ..- -_ ...._--_._-

33

pertama kali digunakan untuk transportasi darurat tahun 1487

oleh Spanyol meskipun istilah yang lebih tepat adalah wagon

ambulance. Ambulance Kata aslinya berarti sebuah rumah sakit

bergerak yang mengikuti tentara dalam gerakannya. Kemudian

istilah ini disebut sebagai rumah sakit lapangan di mana wagon

ambulance disampaikan pasien. Mungkin itu adalah keadaan

menyedihkan urusan manusia bahwa sejarah ambulance

mengikuti sejarah perang. 8anyak kemajuan dalam perawatan

medis terjadi selama perang.

1) Sejarah Ambulance di Awal Tahun

Selama Perang Salib di abad ke-11, Knights of St John

menerima instruksi pertolongan pertama pengobatan dari

dokter Arab dan Yunani. The Knights of St John kemudian

bertindak sebagai pekerja darurat pertama, mengobati tentara

di kedua sisi perang medan perang dan membawa yang

terluka ke tenda terdekat untuk perawatan lebih lanjut. Konsep

layanan ambulance dimulai di Eropa dengan Knights of St

John, pada saat yang sama itu juga menjadi praktik umum

bagi hadiah kecil untuk dibayarkan kepada prajurit yang

membawa tubuh terluka tentara lainnya untuk pengobatan

medis.

2) Sejarah Ambulance di Perang Revolusi Amerika

Pada awal Perang Revolusi Amerika, ada sekitar 3500

"Dokter" di koloni. Ini adalah definisi yang luas untuk "Dokter"

panjang. Hanya sekitar 200 memiliki derajat kesehatan yang

sebenarnya (biasanya dilatih di Eropa) dan sisanya adalah

pembantu atau tukang cukur. Konsep layanan ambulance

tidak ada dan teknologi untuk mengangkut mereka yang

terluka dari medan perang tidak banyak berubah sejak

Knights of St John mulai layanan.

3) Hammond menciptakan beberapa inovasi dalam perawatan

medis militer. Dia juga dianggap sebagai Bapak Layanan

Ambulance modern. Selama masa jabatannya sebagai

Surgeon General Angkatan Darat ia menerapkan prosedur

untuk membersihkan kamp rumah sakit. Konsep infeksi

bakteri tidak akan ditemukan sampai tahun setelah perang,

tetapi ia berpikir bahwa membersihkan rumah sakit akan

mengurangi kematian. Hammond benar dalam asumsi nya.

b. Pengertian

Sarana transportasi untuk mengangkut penderita/korban dari

lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai. Ambulance

khusus untuk penderita gawat darurat, dilengkapi dengan

peralatan medis yang memadai dan petugas terlatih yang dapat

memberi pertolongan medis segera di tempat kejadian, selama

perialanan , sampai tiba di tempat tujuan ..

35

c. Tujuan

Untuk memindahkan penderitaJkorban bencana dengan aman

tanpa memperberat keadaan penderitaJkorban ke sarana

kesehatan yang memadai.

d. Kebijakan

1) Ambulance digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi

bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS lain.

2) Pada setiap ambulance minimal terdiri dari dua orang para

medik dan satu pengemudi (bila memungkinkan ada satu

orang dokter).

e. Landasan Hukum

i. Kepmenkes No. o 152fYanMedJRSKS/1987, tentang

Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik.

Ii. Kepmenkes No 143JMenkes-kesos/SKlII/2001, tentang

Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik. Diperlukan

standarisasi perlengkapan umum dan medik pada kendaraan

ambulance AGDT, khususnya untuk keseragaman dan

peningkatan mutu pelayaan rujukan kegawatdaruratan medik.

Yang diatur dalam Kepmenkes adalah jenis kendaraan :

a) Ambulance Transportasi

i. Tujuan Penggunaan :

Pengangkutan penderita

perawatan khususl

yang tidak memerlukan

tindakan darurat untuk

36

menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan

timbul kegawatan selama dalam perjalanan.

ii. Persyaratan Kendaraan :

Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi

lunak, Warna kendaraan : putih (OKI warna hijau lapis)

Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat daruratl

emergency, disamping kanan dan kiri tertulis :

ambulance dan logo : bintang enam biru dan ular

tongkat. Ruang penderita mudah dicapai dari tempat

pengemudi Tempat duduk bagi petugas dan keluarga

di ruangan penderita Oilengkapi sabuk pengaman

untuk petugas dan penderita Ruangan penderita cukup

luas untuk sekurang-kurangnya satu tandu Ruangan

penderita berhubungan langsung dengan tempat

pengemudi Gantungan infus terletak sekurangnya 90

sm di atas tempat penderita Stop kontak khusus 12 V

DC di ruang penderita, Lampu ruangan

secukupnya/bukan neon, dan lampu sorot yang dapat

digerakan Lemari obat dan peralatan. Penyimpan air

bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah

Sirine, dua nada Lampu rotator warna merah dan biru,

di tengah atas kendaraan Radio komunikasi dan atau

radio genggam di ruang kemudi. Tersedia peta wilayah

37

Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa

Indonesia. Tanda pengenal ambulance transportasi dari

bahan pemantul sinar Kendaraan mudah dibersihkan,

lantai landai dan batas dinding dengan lantai tidak

menyudut Dapat membawa inkubator transport

Persyaratan lain sesuai peraturan perundangan yang

berlaku

iii. Medis

Tabung oksigen dengan peralatannya, Alat penghisap

cairan/lendir 12 Volt DC, Peralatan medis PPGD

(tensimeter dengan manset anak-dewasa, dll) Obat­

obatan sederhana, cairan infus secukupnya

iv. Petugas

1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup

dasar)danberkomunikasi, 1 (satu) perawat dengan

kemampuan PPGD, Tata tertib Sewaktu menuju tempat

penderita boleh menghidupkan sirine dan rotator

Selama mengangkut penderita hanya menggunakan

lampu rotator. Mematuhi semua peraturan lalu Iintas

Kecepatan kendaraan maksimum 40 km di jalan biasa,

80 km di jalan bebas hambatan. Petugas membuatl

mengisi laporan selama perjalanan yang disebut

dengan lembar catatan penderita yang mencakup

38

identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit.

Petugas memakai seragam awak ambulance dengan

identitas yang jeias.

b) Ambulance Gawat Darurat

i. Tujuan Penggunaan :

Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah Sakit

Pengangkutan penderita dawat darurat yang sudah

distabilkan dari lokasi kejadian ke tempat tindakan

definitif atau ke Rumah Sakit Sebagai kendaraan

transport rujukan.

ii. Persyaratan :

Teknis Kendaraan Kendaraan roda empat atau lebih

dengan suspensi lunak Warna kendaraan : kuning

muda

Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat daruratl

emergency, disamping kanan dan kiri tertulis :

Ambulance dan logo : Star of Life, bintang enam biru

dan ular tongkat. Menggunakan pengatur udara AC

dengan pengendali di ruang pengemudi. Pintu

belakang dapat dibuka ke arah atas. Ruang penderita

tidak dipisahkan dari ruang pengemudi, Tempat duduk

petugas di ruang penderita dapat diaturi dilipat,

Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan

39

pasien

Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua

tandu. Tandu dapat dilipat. Ruang penderita cukup

tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk

melakukan tindakan, Gantungan infus tertetak

sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat penderita

Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita Lampu

ruangan secukupnya/ bukan neon dan lampu sorot

yang dapat digerakan, Meja yang dapat dilipat Lemari

obat dan peralatan, Tersedia peta wilayah dan

detailnya, Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan

penampungan air limbah Sirine dua nada, Lampu

rotator wama merah dan biru, Radio komunikasi dan

telepon genggam di ruang kemudi, Buku petunjuk

pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia

Peralatan rescue Lemari obat dan peralatan

Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar, Peta

wilayah setempat - Jabotabek, Persyaratan lain

menurut perundangan yang berlaku Lemari est freezer,

atau kotak pendingin.

iii. Medis

Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang

Peralatan medis PPGD, Alat resusitasi

40

manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anaki bayi,

Suction pump manual dan listrik 12 V DC, Peralatan

monitor jantung dan nafas

Alat monitor dan diagnostik, Peralatan defibrilator untuk

anak dan dewasa Minor surgery set, Obat-obatan

gawat darurat dan cairan infus secukupnya, Entonok

Kantung mayat Sarung tangan disposable Sepatu boot

iv. Petugas

1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan

berkomunikasi, 1(satu) perawat berkemampuan PPGD,

1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

Tata tertib berkendara Saat rnenuju ke tempat

penderita boleh menghidupkan sirine dan lampu

rotator. Selama mengangkut penderita hanya lampu

rotator yang dihidupkan, Mematuhi peraturan lalu lintas

yang berlaku, Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km

di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.

Petugas membuatl mengisi laporan selama perjalanan

yang disebut dengan lembar catatan penderita yang

mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita

setiap 15 menit. Petugas memakai seragam ambulance

dengan identitas yang jelas.

._-_._---------- ------

41

c) Ambulance Rumah Sakit Lapangan

i.Tujuan Penggunaan :

Merupakan gabungan beberapa ambulance gawat

darurat dan ambulance pelayanan medik bergerak.

Sehari-hari berfungsi sebagai ambulance gawat darurat

ii. Persyaratan :

Kendaraan roda em pat atau lebih dengan suspensi lunak

Wama kendaraan : kuning muda, Tanda pengenal

kendaraan : di depan - gawat daruratJ emergency,

disamping kanan dan kiri atas tanda : Ambulance dan

logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.

Kendaraan menggunakan pengatur udara AC dengan

pengendali di ruang pengemudi. Pintu belakang dapat

dibuka ke arah atas. Ruang penderita tidak dipisahkan

dari ruang pengemudi ,Tempat duduk petugas di ruang

penderita dapat diatur/ dilipat .Dilengkapi sabuk

pengaman bagi pengemudi dan pasien

Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua

tandu. Tandu dapat dilipat. Ruang penderita cukup tinggi

sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk melakukan

tindakan, Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya

90 sm di atas tempat penderita, Stop kontak khusus 12 V

DC di ruang penderita, Lampu ruangan secukupnya,

42

bukan neon dan lampu sorot yang dapat digerakan, Meja

yang dapat dilipat, Lemari obat dan peralatan,

Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan

penampungan air limbah Sirine dua nada, Lampu rotator

warna merah dan biru terletak di atap sepertiga depan.

Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang

kemudi, Buku petunjuk pemeliharaan semua alat

berbahasa Indonesia, Peralatan rescue, Lemari obat dan

peralatan, Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar,

Peta wilayah setempat - Jabotabek dan detailnya

Persyaratan lain menu rut perundangan yang berlaku,

Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.

iii. Medis

Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang,

Peralatan medis PPGD :

Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa

dan anakl bayi Suction pump manual dan listrik 12 V DC,

Peralatan monitor jantung dan nafas Alat monitor dan

diagnostik, Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa

Minor surgery set, Obat-obatan gawat darurat dan cairan

infus secukupnya.

iv. Petugas

1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan

---- - ------- ._-----------

43

berkomunikasi, 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD

BTLS/BCLS, 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau

ATLS/ACLS, Tata tertib saat menuju ke tempat penderita

boleh menghidupkan sirine dan lampu rotator Selama

mengangkut penderita hanya lampu rotator yang

dihidupkan Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku

Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa,

80 km di jalan bebas hambatan.

d) Ambulance Pelayanan Medik Bergerak

i. Tujuan Penggunaan :

Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di

lapangan Digunakan sebagai ambulance transport. .

Persyaratan Teknis Kendaraan Kendaraan roda empat

atau lebih dengan suspensi lunak.

Berbentuk kontainer dan berfungsi sebagai poliklinik

Warna kendaraan : kuning muda, Tanda pengenal

kendaraan : di depan - gawat daruratl emergency,

disamping kanan dan kiri atas tanda : Poliklinik dan logo

: Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat. Sirine

satu atau dua nada, Lampu rotator warna merah dan biru

di atap sepetiga depan, Kendaraan berpengatur udara

lAC dengan pengendali di ruang pengemudi. Ruang

kerja cukup luas dan atap tinggi sehingga petugas dapat

44

berdiri untuk melakukan tindakan dan gantungan infus

tinggi sehingga cairan infus dapat menetes dengan

lancar. Meja kerja yang dapat dilipat Tempat duduk

petugas di ruang periksa yang dapat diatur/ dilipat,

Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan

penderita, Tempat tidur atau tandu dapat dilipat

sekurangnya untuk satu pasien. Stop kontak khusus 12

V DC di ruang penderita, Generator 220/240 Volt AC

dengan peralatannya, dan alih tegangan arus lampu

ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang

dapat digerakan Lemari obat dan peralatan, Kapasitas

penyimpanan air bersih 20 liter, wastafel dan

penampungan air limbah, Radio komunikasi dan teJepon

genggam di ruang kemudi, Peralatan rescue dan ,

Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku

Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.

iLMedis

Tabung oksigen dengan peralatan. Peralatan medis

PPGD (terlampir), Alat resusitasi manual/automatic

lengkap bagi dewasa dan anakl bayi

Suction pump manual dan listrik 12 V DC Obat-obatan

gawat darurat dan cairan infus secukupnya.

45

iii. Petugas

1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan

berkomunikasi, Perawat berkemampuan PPGD dengan

jumlah sesuai kebutuhan Paramedis lain sesuai

kebutuhan, Dokter berkemampuan PPGD atau

ATLS/ACLS, Tata tertib berkendara, Bila sangat

dibutuhkan boleh menghidupkan sirine, Selama

berangkat ke tujuan dan pulang, lampu rotator boleh

dihidupkan Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku

Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa,

80 km di jalan bebas hambatan. Petugas membuatl

mengisi laporan catatan penderita. Petugas memakai

seragam ambulance dengan identitas yang jelas.

e) Kereta Jenazah

i. Tujuan Penggunaan :

Merupakan kendaraan yang digunakan khusus untuk

mengangkut jenazah

ii. Persyaratan Kendaraan :

Teknis Kendaraan roda empat atau lebih dengan

suspensi lunak, Wama kendaraan : hitam, di kanan-kiri

bertulis : Kereta Jenazah Dilengkapi sabuk pengaman

bagi penumpang, Radio komunikasi dan telepon

genggam di ruang kemudi lampu ruangan secukupnya,

46

dan lampu sorot yang dapat digerakan, Sirine satu atau

dua nada lampu rotator wama merah dan biru, Dapat

mengangkut sekurangnya satu peti jenazah, dan ada

sabuk pengaman peti jenazah. Ruang jenazah terpisah

dan ruang kemudi. Tempat dudukl duduk lipat bagi

sekurang-kurangnya 4 (empat) orang di samping

jenazah. Penyimpan air bersih 20 liter, wastafeI dan

penampungan air limbah Tanda pengenal kereta jenazah

dari bahan pemantul sinar gantungan karangan bunga di

depan, samping kiri dan kanan.

iii. Petugas

1 (satu) pengemudi yang dapat berkomunikasi, 1 (satu)

pengawal jenazah atau lebih, Tata tertib berkendara,

Sirine hanya digunakan saat bergerak dalam iringan

jenazah dan mematuhi peraturan lalau lintas tentang

konvoi, Bila tidak dalam iringan hanya boleh

menghidupkan rotator, Mematuhi peraturan lalu Iintas

yang berlaku Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di

jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.

f. Syarat-syarat ambulance

1. Kendaraan

i. Cukup untuk mengangkut peralatan medik.

ii. Perlengkapan kendaraan ~ peraturan lain & keselamatan.

47

iii. Tinggi kabin penderita memungkinkan petugas untuk bisa

berdiri bebas.

iv. Penerangan kabin penderita harus cukup.

v. Suspensi harus cukup untuk meredam getaran selama

transport.

2. Komposisi petugas ambulance yang terlatih terdiri dari:

i.1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD (MFR) dan

berkomunikasi.

ii. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD/BTCLSI Emergency

Nursing.

iii. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau A TLS/ACLS.

3. Alat Airway

i. Alat penghisap (suction unit)

ii. OrolNasopharingeal airway

iii. Bite block

iv. Intubasi set

4. Breathing

i. Stetoskop

ii. Oksigen, regulator, manometer

iii. Bag, Valve, Mask

iv. Respirator

48

5. Circulation

I. Tensi meter

II. IV kateter berbagai ukuran

III. Wing needle

IV. Monitor ECG

v. Monitor oxymetry

VI. Cairan : RL, NaCI, 05%

6. Disability

i. Tandu, long spine board (papan penyelamat),scoopstretcher

II. Kasa steril, bebat, bidai

III. Collar brace (bidai leher)

iv. Head immobilizer (bidai kepala)

D. Kerangka Teori

SPGOT SEHARI-HARI

Gambar. 2.1 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

....

49

D. Kerangka Konseptual

Variabel ini ditentukan berdasarkan masalah yang dibahas dalam

penelitian. Variabel bebas adalah variabel yang memper.garuhi variabel

terikat, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang terjadl hasil

pengaruh dari variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

tingkat pengetahuan, sikap, pendidikan kepala keluarga dalam

menghadapi tanah longsor. Sedangkan variabel terikat yang ada pada

penelitian ini adalah kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi

bencana alam tanah longsor. Kedua variabel tersebut dapat digambarkan

seperti di bawah ini:

Variabel Bebas Variabel Terikat

1. Pengetahuan Petugas Ambulance

2. Sikap Petugas Ambulance 3. Skill Petugas Ambulance

4. Sarana Ambulance

5. Faktor karakter petugas ambulance

Tindakan Life Saving

pada fase interhospital

Gambar 2.1. Variabel bebas dan Variabel Terikat

E. Hipotesis

Ada pengaruh pengetahuan, sikap, pendidikan, sarana ambulance

serta faktor internal petugas ambulance terhadap tindakan life saving

pada fase interhospital di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.