analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kapabilitas anggota dprd
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KAPABILITAS ANGGOTA
DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN
DAERAH (APBD)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro
Disusun Oleh:
INDAH MUSTIKA DEWI
NIM C2C007059
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
2
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun : Indah Mustika Dewi
Nomor Induk Mahasiswa : C2C007059
Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KAPABILITAS
ANGGOTA DPRD DALAM
PENGAWASAN KEUANGAN
DAERAH (APBD)
Dosen Pembimbing : Warsito Kawedar, S.E., Msi., Akt
Semarang, 01 Maret 2011
Dosen Pembimbing,
(Warsito Kawedar, S.E., Msi., Akt)
NIP 19740510 199802 1001
3
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Penyusun : Indah Mustika Dewi
Nomor Induk Mahasiswa : C2C007059
Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KAPABILITAS
ANGGOTA DPRD DALAM
PENGAWASAN KEUANGAN
DAERAH (APBD)
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 25 Maret 2011
Tim Penguji
1. Warsito Kawedar, S.E., MSi., Akt (.........................................)
2. Darsono, S.E., MBA., Akt (.........................................)
3. Drs. Agustinus Santosa Adiwibowo, MSi., Akt (.........................................)
4
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indah Mustika Dewi, menyatakan
bahwa skripsi dengan judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kapabilitas Anggota DPRD dalam Pengawasan Keuangan Daerah (APBD),
adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian
tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau
pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya
sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin,
tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan
penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut
di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi
yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti
bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-
olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan
oleh universitas batal saya terima.
Semarang, 01 Maret 2011
Yang membuat pernyataan,
(Indah Mustika Dewi)
NIM : C2C007059
5
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh personal background,
political background, pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran, dan
pemahaman anggota DPRD terhadap Peraturan, Kebijakan dan Prosedur terhadap
kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa latar belakang individu akan
berpengaruh terhadap perilaku individu terhadap aktivitas politik.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah personal background,
political background, pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran, dan
pemahaman anggota DPRD terhadap Peraturan, Kebijakan dan Prosedur. Variabel
dependennya adalah kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah (APBD). Data dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh
dari kuesioner yang disebarkan langsung kepada responden. Data yang berhasil
dikumpulkan berasal dari 102 responden yang merupakan anggota DPRD
Kabupaten dan Kota se-Eks Karisidenan Semarang. Hipotesis dalam penelitian ini
diuji dengan menggunakan regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa, pertama, personal
background berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kapabilitas anggota
DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD) dengan nilai p = 0,104 dan
koefisien regresi = 0,199. Kedua, political background berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah (APBD) dengan nilai p = 0,349 dan koefisien regresi adalah = -0,084.
Ketiga, pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah (APBD) dengan nilai p = 0,000 dan koefisien regresi = 0,531. Keempat,
pemahaman anggota DPRD terhadap Peraturan, Kebijakan dan Prosedur
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kapabilitas anggota DPRD
dalam pengawasan keuangan daerah (APBD) dengan nilai p = 0,000 dan koefisien
regresi = 0,039.
Kata kunci : Personal background, political background, pengetahuan anggota
DPRD tentang anggaran, pemahaman anggota DPRD terhadap
Peraturan, Kebijakan dan Prosedur, peran DPRD, dan pengawasan
keuangan daerah (APBD).
6
ABSTRACT
This study aims to examine the influence of personal background,
political background, budgeting knowledge members of DPRD and
understanding members of DPRD on Rules, Policies and Procedures towards the
capability members of DPRD on region financial oversight (APBD). This
research is motivated by the fact that individual background will effect to
individual behavior on political activity.
Independent variables in this research are personal background, political
background, budgeting knowledge members of DPRD and understanding
member of DPRD on Rules, Policies and Procedures. Dependent variable are the
capability members of DPRD on region financial oversight (APBD). The data in
this research consist of primary data that taken from questionaires distributed
directly to respondents. The collected are from 102 respondents that members of
DPRD at ex Semarang Residence. Hipothesis of this study are examine by using
Multiple Linear Regression.
The result of this study indicaed that’s, first, personal background
political have positive and not significant influence toward the capability
members of DPRD on regional financial oversight (APBD) with p value = 0,104
and coefficient regression are = 0,199. Second, political background have
negative and not significant influence towards the capability members of DPRD
on region financial oversight (APBD) with p value = 0,349 and coefficien
regression are = -0,084. Third, budgeting knowledge members of DPRD have
positive and significant influence toward the capability members of DPRD on
regional financial oversight (APBD) with p value = 0,000 and coefficient
regression are = 0,531. Fourth, understanding members of DPRD on Rules,
Policies and Procedures have positive and significant influence toward the
capability members of DPRD on regional financial oversight (APBD) with p
value = 0,000 and coefficient regression are = 0,039.
Keywords : Personal background, political background, budgeting knowledge,
understanding members of DPRD on Rules, Policies and
Procedures, the role of DPRD, and region financial oversight
(APBD).
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kapabilitas Anggota DPRD dalam Pengawasan Keuangan
Daerah (APBD)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Semarang. Penulis menyadari sebagai manusia biasa dalam penulisan ini tidak
lepas dari kesalahan dan kekurangan akibat keterbatasan pengetahuan serta
pengalaman. Kepada semua pihak yang memberikan bantuan moril dan materiil
baik secara langsung maupun tidak langsung hingga tersusun skripsi ini, melalui
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Mohamad Nasir, Msi, Akt, Ph. D., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
2. Prof. Dr. Muchamad Syafruddin, M.Si., Akt., selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
3. Bapak Warsito Kawedar, S.E., M.Si., Akt selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
bantuan dan saran sampai terselesainya skripsi ini.
4. Bapak Marsono, S.E., M.Adv. Acc., Akt. selaku dosen wali yang telah
membimbing penulis dari awal sampai akhir dalam belajar di Fakultas
8
Ekonomi Universitas Diponegoro. Terimakasih atas bimbingan dan
nasihatnya.
5. Kedua orang tuaku, ibunda Siti Mustikaroh dan ayahanda Sujino yang
telah membimbing dan membesarkan penulis dengan penuh kasih
sayang dan cintanya, ”terima kasih atas doa, nasihat, semangat,
motivasi dan kesabarannya, tidak ada kata yang pantas kecuali rasa
syukurku memiliki orang tua seperti kalian…Dan ini sedikit kado kecil
yang baru bisa aku berikan untuk kalian”.
6. Adikku tercinta Adi Prasestyo Nugroho yang selalu menemeni dan
memberikan semangat bagi penulis. ”Adik, kau adalah kebanggaanku.
Jangan ragu untuk terus melangkah, jangan pernah merasa lelah dan
putus asa dalam mencapai cita-citamu. Aku tahu kamu pasti bisa!!!
doaku selalu bersamamu”.
7. Seluruh dosen pada Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Akuntansi
Universitas Diponegoro yang telah memberikan pengetahuan kepada
saya selama mengikuti kuliah selama ini.
8. Seluruh staf tata usaha Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
9. Eyangku tercinta, ”doamu adalah segalanya….”.
10. Pakdhe dan Omku tersayang beserta keluarga atas segala
dukungannya.
11. Ibu Tatik dan bapak Soegeng terima kasih atas doa, nasehat,
bimbingan dan motivasinya.
12. Mbak Santi “terima kasih buat dukungan dan motivasinya”.
9
13. Sahabat-sahabatku: Irma dan Yeli “terima kasih sudah ditemenin jadi
bolang”, Jatu, Icha, Yunita, Ririn, dan Andrian terima kasih atas
semangat dan bantuannya selama ini. “Bersama kalian adalah
kenangan yang terindah dan tidak terlupakan....”.
14. Teman-teman Akuntansi 2007 lainnya, terima kasih atas bantuan dan
semangatnya.
15. Seluruh responden (Anggota) DPRD Kabupaten dan Kota Se-Eks
Karisidenan Semarang yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
16. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan mendapat
balasan dan limpahan rahmat dari Allah SWT. Amin. Akhir kata penulis mohon
maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan dan penyajian tesis ini.
Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
Semarang, 01 Maret 2011
Penulis,
Indah Mustika Dewi
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ........................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
ABSTRACT .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 1
1.2 Perumusan Masalah...................................................... 8
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................. 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................... 9
1.3.2 Kegunaan Penelitian ........................................... 10
1.4 Sistematika Penulisan ................................................... 11
BAB II TELAAH PUSTAKA ............................................................. 12
2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu ................. 12
11
2.1.1 Teori Peran .................................................. 12
2.1.2 Fungsi DPRD .............................................. 15
2.1.3 Keuangan Daerah ........................................ 24
2.1.4 Anggaran (APBD) ....................................... 25
2.1.5 Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) ...... 29
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kapabilitas Anggota DPRD dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) ...... 37
2.1.7 Penelitian Terdahulu .................................... 51
2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................... 57
2.3 Hipotesis Penelitian .................................................. 58
2.3.1 Pengaruh Personal Background terhadap
Kapabilitas Anggota DPRD dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) ...... 58
2.3.2 Pengaruh Political Background terhadap
Kapabilitas Anggota DPRD dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) ...... 59
2.3.3 Pengaruh Pengetahuan Anggota DPRD
tentang Anggaran terhadap Kapabilitas
Anggota DPRD dalam Pengawasan
Keuangan Daerah (APBD) .......................... 60
2.3.4 Pengaruh Pemahaman Anggota DPRD
terhadap Peraturan, Prosedur, dan Kebijakan
12
terhadap Kapabilitas Anggota DPRD dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) ...... 62
BAB III METODE PENELITIAN........................................................ 64
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............ 64
3.1.1 Variabel Dependen (Y) ............................... 64
3.1.2 Variabel Independen (X) ............................ 65
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .. 68
3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................. 68
3.4 Data dan Metode Pengumpulan Data ........................ 68
3.5 Metode Analisis Data ............................................... 69
3.5.1 Uji Statistik Deskriptif ............................... 70
3.5.2 Uji Kualitas Data ........................................ 70
3.5.3 Uji Asumsi Klasik....................................... 71
3.5.4 Uji Hipotesis ............................................... 74
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ........................................................ 77
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ....................................... 77
4.1.1 Deskripsi sampel Penelitian ........................ 77
4.1.2 Demografi Responden Penelitian ................ 79
4.2 Analisis Data............................................................ 91
4.2.1 Statistik Deskriptif Penelitian ..................... 91
4.2.2 Uji Kualitas Data ........................................ 94
4.2.3 Uji Asumsi Klasik....................................... 97
4.2.4 Uji Hipotesis ............................................... 103
13
4.3 Interpretasi Hasil ...................................................... 108
4.3.1 Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis
Pertama (H1) ............................................... 108
4.3.2 Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis
Kedua (H2) ................................................. 109
4.3.3 Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis
Ketiga (H3) ................................................. 110
4.3.4 Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis
Keempat (H4) ............................................. 111
BAB V PENUTUP ............................................................................. 113
5.1 Simpulan ...................................................................... 113
5.2 Keterbatasan ................................................................. 114
5.3 Saran ............................................................................ 114
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 115
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 118
14
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Ringkasan Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner
Berdasarkan Wilayah........................................................... 78
Tabel 4.2 Demografi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .............. 79
Tabel 4.3 Demografi Responden Berdasarkan Usia ............................. 80
Tabel 4.4 Demografi Responden Berdasarkan Agama ......................... 81
Tabel 4.5 Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...... 82
Tabel 4.6 Demografi Responden Berdasarkan Latar Belakang
Pendidikan .......................................................................... 82
Tabel 4.7 Demografi Responden Berdasarkan Latar Belakang
Pekerjaan ............................................................................. 83
Tabel 4.8 Demografi Responden Berdasarkan Pengalaman Organisasi 84
Tabel 4.9 Demografi Responden Berdasarkan Pengalaman Politik ...... 85
Tabel 4.10 Demografi Responden Berdasarkan Pengalaman di DPRD .. 86
Tabel 4.11 Demografi Responden Berdasarkan Partai ........................... 86
Tabel 4.12 Demografi Responden Berdasarkan Ideologi Partai ............. 87
Tabel 4.13 Demografi Responden Berdasarkan Komisi ......................... 88
Tabel 4.14 Demografi Responden Berdasarkan Jabatan di Partai........... 89
Tabel 4.15 Demografi Responden Berdasarkan Jabatan di DPRD ......... 89
Tabel 4.16 Demografi Responden Berdasarkan Jumlah Partai yang
Pernah Diikuti ..................................................................... 90
15
Tabel 4.17 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ................................ 91
Tabel 4.18 Rentang Kategori Skor Variabel .......................................... 92
Tabel 4.19 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas .......................................... 95
Tabel 4.20 Ringkasan Hasil Uji Validitas .............................................. 96
Tabel 4.21 Uji Statistik Kolmogorov Smirnov Test ............................... 99
Tabel 4.22 Ringkasan Hasil Uji Multikolonieritas ................................. 100
Tabel 4.23 Hasil Uji Koefisien Korelasi ................................................ 101
Tabel 4.24 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis ................................... 104
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................. 57
Gambar 4.1 Gambar Grafik Histogram..................................................... 98
Gambar 4.2 Gambar Grafik Normal Probability Plot ............................... 98
Gambar 4.3 Gambar Grafik Scatterplot .................................................... 102
17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ............................................................. 118
Lampiran 2 Daftar Responden.................................................................. 129
Lampiran 3 Demografi Responden ........................................................... 157
Lampiran 4 Hasil Analisis Statistik Deskriptif .......................................... 162
Lampiran 5 Hasil Uji Kualitas Data ......................................................... 163
Lampiran 6 Hasil Uji Asumsi Klasik ........................................................ 175
Lampiran 7 Hasil Uji Regresi Linear Berganda ........................................ 178
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian ............................................................... 195
Lampiran 9 Surat Bukti Penelitian ........................................................... 197
18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak dikeluarkannya peraturan tentang otonomi daerah yaitu Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, maka kekuasaan atau tanggung jawab yang dibebankan kepada
pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya secara maksimal menjadi lebih
besar. Hal ini ditujukan supaya distribusi dan pemanfaatan sumber daya alam
nasional dapat merata dan terciptanya keseimbangan keuangan antara pemerintah
daerah dan pemerintah pusat. Manajemen keuangan daerah dikelola secara penuh
oleh pemerintah daerah. Supaya menajemen keuangan daerah dapat
dipertanggungjawabkan secara sosial maka diperlukan komponen pokok yang
harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh pemerintah daerah yaitu pengelolaan
keuangan daerah (APBD) secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
Kedua Undang-Undang tersebut telah merubah akuntabilitas atau
pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dari pertanggungjawaban vertikal
(kepada Pemerintah Pusat) ke pertanggungjawaban horizontal (kepada masyarakat
melalui DPRD), sehingga akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah
menjadi lebih jelas. Berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah serta
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pengawasan Keuangan Daerah tersebut
juga memberikan dampak positif bagi kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD,
19
dimana anggota DPRD atau yang sering disebut dewan akan lebih aktif dalam
menyampaikan aspirasi masyarakat. Selain itu, adanya otonomi daerah merupakan
tuntutan bagi pemerintah daerah dalam menciptakan good governance yaitu
dengan mengutamakan akuntabilitas dan transparansi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah menjelaskan bahwa: 1) pengawasan atas keuangan
daerah dilakukan oleh dewan, 2) serta adanya pemeriksaan terhadap pengelolaan
keuangan daerah oleh eksternal yaitu BPK. Pada umumnya, lembaga legislatif
mempunyai tiga fungsi yaitu: 1) fungsi legislasi (fungsi membuat peraturan
perundang-undangan), 2) fungsi anggaran (fungsi menyusun anggaran), 3) fungsi
pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif).
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa salah satu aspek penting
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah masalah
keuangan dan anggaran daerah (APBD). Oleh karena itu, diperlukan peranan
anggota DPRD yang sangat besar untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah
(APBD) yang ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Namun
demikian, pada kenyataannya tuntutan tersebut juga harus dihadapkan pada
kondisi faktual bahwa sebagian besar anggota DPRD periode ini didominasi oleh
wajah baru, yang dipilih dan diangkat dari partai-partai pemenang pemilu yang
mempunyai latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda sebelum
menjadi anggota DPRD. Sehingga ketika mereka dipilih menjadi anggota dewan,
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman ini akan menjadi kendala dalam
melaksanakan fungsi pengawasan. Hal ini memerlukan waktu yang relatif lebih
20
banyak untuk mendalami dan memahami tugas serta wewenangnya dalam
menjalani peran sebagai wakil rakyat.
Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya permasalahan dan kelemahan
dalam pengelolaan keuangan daerah dari aspek lembaga legislatif yaitu masih
rendahnya peran DPRD dalam keseluruhan proses atau siklus anggaran mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga pengawasan program kerja eksekutif
(Winarna dan Murni, 2007). Akibatnya banyak terjadi sejumlah masalah
penyimpangan anggaran di pemerintah. Salah satu contoh penyelewengan
terhadap APBD yang dilakukan oleh DPRD Kota Semarang yang pada tahap
perencanaan anggaran para pimpinan dan anggota dewan telah memasukkan
sejumlah pos pengeluaran yang tidak sesuai peraturan dan ditujukan untuk
memperkaya diri sendiri sehingga mengakibatkan kerugian terhadap keuangan
daerah. Beberapa hal tersebut merupakan masalah yang menarik dan penting,
karena sangat berdampak bagi kepentingan individu, masyarakat, bangsa dan
negara.
Berdasarkan penjelasan diatas lemahnya fungsi pengawasan legislatif
merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja legislatif terhadap eksekutif.
Pengawasan keuangan daerah (APBD) yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi
oleh sistem dan individu secara pribadi (Sastroatmodjo, 1995 dalam Winarna dan
Murni, 2007). Kelemahan yang terjadi atas peranan legislatif dalam pengawasan
keuangan daerah mungkin terjadi karena kelemahan sistem politiknya ataupun
individu sebagai pelaku politik. Secara aktual kegiatan politik dilakukan oleh
21
individu, sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya berpedoman pada
perilaku individu dengan pola tertentu.
Oleh karena itu, untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga dalam hal ini
DPRD yang perlu ditelaah bukan lembaganya, melainkan latar belakang individu
yang secara aktual mengendalikan lembaga yaitu para anggota dewan. Latar
belakang anggota DPRD terdiri dari personal background, political background,
dan pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran, serta pemahaman anggota
DPRD terhadap peraturan, kebijakan, dan prosedur mengenai pengawasan
keuangan daerah (APBD) yang terdiri dari Undang-Undang, Peraturan
pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, dan lain-lain.
Personal background merupakan latar belakang diri dari yang melekat
pada seorang individu. Latar belakang diri ini meliputi banyak aspek antara lain
seperti nama, jenis kelamin, usia, agama, latar belakang pendidikan dan lain
sebagainya. Personal background berkaitan erat dengan kualitas sumber daya
manusia. Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus
penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan elemen organisasi yang
sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus
dikelola sebaik mungkin dan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal
dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (Winarna, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan Murni dan Witono (2003)
menunjukkan bahwa strata pendidikan dan latar belakang pekerjaan berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah. Sedangkan Witono dan Baswir
(2003) membuktikan bahwa variabel personal background berupa jenis kelamin,
22
tingkat pendidikan dan pendidikan dan pengalaman di bidang politik tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah.
Political background merupakan latar belakang dari pengalaman
seseorang dalam berkecimpung di dunia politik. Berbicara mengenai politik, tentu
saja tidak lepas dari partai politik. Dalam menjalankan tugasnya anggota DPRD
diharuskan mengikuti aturan kerja yang telah ditetapkan sesuai bidang masing-
masing, di sinilah latar belakang politik terkadang menyebabkan perbedaan sudut
pandang bahkan terjadinya perselisihan. Seorang anggota dewan harus
mempunyai latar belakang politik yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai
angota dewan. Menurut La Palombara (1974) dalam Winarna dan Murni (2007)
ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, perilaku, dan peran legislatif yaitu
institusi politik, partai politik, karakteristik personal, pengalaman politik dan sifat
pemilih. Sebagai variabel independen, political culture berpengaruh secara
signifikan tetapi sebagai variabel moderat. Hasil ini menguatkan hubungan antara
variabel personal background dengan peran DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah (Witono dan Baswir, 2003). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Winarna dan Murni (2007) memberikan bukti empiris bahwa political
background secara umum tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peran
DPRD dalam pengawasan keuangan daerah.
Pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran dapat diartikan sebagai
pengetahuan dewan terhadap mekanisme penyusunan anggaran mulai dari tahap
perencanaan sampai pada tahap pertanggungjawaban serta pengetahuan dewan
23
tentang peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan keuangan daerah
(APBD). Pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran ini akan semakin penting
apabila dikaitkan dengan mekanisme penyusunan dan penetapan APBD yang
berlangsung saat ini. Hasil penelitian Werimon (2005) menunjukkan bahwa
pertama, terdapat hubungan yang positif signifikan antara variabel pengetahuan
anggota DPRD tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD).
Hasil ini konsisten dengan penelitian Indriani dan Baswir (2003) mengenai
pengaruh pengetahuan dan RPPs terhadap peranan DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang anggaran
berpengaruh terhadap peranan DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Selain
itu, Yudoyono (2000) juga menyatakan bahwa DPRD akan dapat memainkan
peranannya dengan baik apabila pimpinan dan anggota-anggotanya berada dalam
kualifikasi ideal, dalam arti memahami benar hak, tugas, dan wewenangnya dan
mampu mengaplikasikannya secara baik, dan didukung dengan tingkat pendidikan
dan pengalaman di bidang politik dan pemerintahan yang memadai.
Selain personal background, political background, dan pengetahuan
tentang anggaran terdapat faktor lain yang mempengaruhi kapabilitas anggota
DPRD dalam melakukan pengawasan keuangan daerah yaitu pemahaman anggota
DPRD terhadap peraturan, kebijakan dan prosedur tentang keuangan daerah
(APBD). Peraturan, kebijakan dan prosedur tersebut terdiri dari Undang-Undang,
Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, dan lain-lain.
Peraturan, kebijakan dan prosedur ini berfungsi sebagai pedoman anggota DPRD
dalam melakukan pengawasan keuangan daerah (APBD) agar berjalan secara
24
efektif sehingga memastikan apakah pelaksanaan keuangan daerah (APBD) telah
sesuai dengan tujuan dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan. Oleh
karena itu, setiap anggota DPRD harus memahami peraturan perundang-undangan
tersebut. Semakin tinggi tingkat pemahaman anggota DPRD terhadap peraturan
perundang-undangan tersebut diharapkan semakin tinggi kapabilitasnya dalam
melakukan pengawasan keuangan daerah (APBD).
Namun demikian, menurut Badein dan Zammuto (1991) dalam Indriani
dan Baswir (2003) menyatakan bahwa jumlah peraturan, kebijakan dan prosedur
yang terlalu banyak dapat berpengaruh terhadap disfungsionalisasi individu dan
organisasi, serta membunuh inisiatif individu dan mengurangi kepuasan kerja.
Hasil penelitian Indriani dan Baswir (2003) juga menunjukkan bahwa pemahaman
anggota DPRD terhadap peraturan, kebijakan dan prosedur tentang keuangan
daerah (APBD) tidak memiliki pengaruh terhadap peran DPRD dalam
pengawasan keuangan daerah.
Hasil penelitian sebelumnya yang masih belum konsisten dan masih
terbatasnya penelitian di bidang pemerintahan memotivasi peneliti untuk meneliti
kembali pengaruh personal background, political background, dan pengetahuan
dewan tentang anggaran terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah. Pada dasarnya penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Jaka Winarna dan Sri Murni (2007), hanya saja dalam penelitian
ini ditambahkan satu variabel penelitian yaitu peraturan, prosedur, dan kebijakan.
Adapun fakor-faktor yang akan diuji kembali dalam penelitian ini adalah personal
25
background, political background, pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran,
serta pemahaman anggota DPRD terhadap peraturan, kebijakan dan prosedur.
Dengan latar belakang masalah di atas, penelitian ini diberi judul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapabilitas Anggota DPRD
dalam Pengawasan Keuangan Daerah (APBD).”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya dalam melakukan pengawasan
terhadap keuangan daerah (APBD), serta masih sedikitnya penelitian di Indonesia
yang mengenai peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD) dengan
menggunakan variabel-variabel dari dalam diri anggota dewan (DPRD), seperti
personal background, political background, dan pengetahuan anggota DPRD
tentang anggaran mendorong untuk dilakukan pengujian kembali terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah (APBD). Adapun faktor-faktor yang akan diuji kembali dalam
penelitian ini adalah personal background, political background, pengetahuan
anggota DPRD tentang anggaran, serta pemahaman anggota DPRD terhadap
peraturan, kebijakan dan prosedur tentang keuangan daerah (APBD).
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan diteliti selanjutnya dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah personal background berpengaruh positif terhadap kapabilitas
anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD)?
26
2. Apakah political background berpengaruh positif terhadap kapabilitas
anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD)?
3. Apakah pengetahuan anggota DPRDtentang anggaran berpengaruh
positif terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah (APBD)?
4. Apakah pemahaman anggota DPRD terhadap peraturan, prosedur dan
kebijakan berpengaruh positif terhadap kapabilitas anggota DPRD
dalam pengawasan keuangan daerah (APBD)?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini ditujukan:
1. Untuk mengetahui pengaruh personal background terhadap
kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah
(APBD).
2. Untuk mengetahui pengaruh political background terhadap kapabilitas
anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
3. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan anggota DPRD tentang
anggaran terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah (APBD).
4. Untuk menguji pengaruh pemahaman anggota DPRD terhadap
peraturan, prosedur dan kebijakan terhadap kapabilitas anggota DPRD
dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
27
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Praktisi
a. Bagi DPRD, sebagai masukan dalam mendukung pelaksanaan
otonomi daerah khususnya peran DPRD dalam pengawasan
keuangn daerah dan dalam rangka mewujudkan good governance.
Sehingga DPRD diharapkan dapat membuat program yang
memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas dan
kapabilitasnya.
b. Bagi partai politik, dapat dijadikan sebagai masukan dan
melakukan evaluasi dalam merekrut anggota dewan bagi masing-
masing partai serta pengembangan kader partai.
2. Manfaat Teoritis dan Akademis
Memberikan masukan pada para akademisi untuk memberikan
kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi sektor publik
(ASP) di Indonesia terutama dalam pengembangan sistem manajemen
di sektor publik, dan dapat digunakan sebagai acuhan peneliti
selanjutnya.
3. Manfaat Kebijakan
Bagi pemerintah daerah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dalam melaksanakan otonomi daerah, khususnya dalam
peningkatan kinerja DPRD yang berkaitan dengan pengawasan
28
anggaran (APBD) untuk mewujudkan good government
(pemerintahan yang baik).
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan sistematika untuk masing-masing bab.
Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar belakang
masalah yang mendorong dilakukannya penelitian ini. Selain itu, di dalam bab ini
juga diuraikan perumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Bagian
akhir dari bab ini adalah sistematika penulisan.
Pada bab II berupa tinjauan pustaka. Bab ini menguraikan tentang tinjauan
pustaka yang berkaitan dengan landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian
ini. Dalam bab ini juga diuraikan penelitian terdahulu, dan kerangka pikir
penelitian, serta hipotesis penelitian.
Bab III yaitu metode penelitian. Bab ini menguraikan tentang variabel
penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan
data, dan metode analisis data.
Bab IV adalah hasil dan pembahasan. Bab ini menguraikan tentang
diskriptif obyek penelitian, analisis data dan pembahasannya. Selain itu dalam bab
ini, dijelaskan dan dibandingkan pula hasil yang diperoleh dari penelitian yang
sebelumnya.
Bab V merupakan penutup. Bab ini merupakan Bab ini menguraikan
tentang simpulan atas hasil pembahasan, analisis data penelitian, keterbatasan
penelitian, dan saran-saran yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
29
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Teori Peran
Dasar perlunya peran anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah
yang ditujukan kepada pemerintah daerah dijelaskan dalam lingkup
behavioralisme yaitu teori peran. Definisi peran menurut Ralph Linton (1936)
adalah sebagai aspek dinamis dari suatu status, bahwa setiap status dalam
masyarakat memiliki peran yang melekat dan setiap peran melekat pada status.
Sementara Raplh Linton (1936) mendefinisikan status sebagai kumpulan hak dan
kewajiban, selanjutnya status dilihat sebagai posisi dan peran sebagai
serangkaian hak dan kewajiban yang di harapkan. Sedangkan Siegel dan Helena
(1989) mendefinisikan peran secara sederhana sebagai bagian-bagian yang orang
bermain dalam interaksi mereka dengan orang lain. Peran membedakan perilaku
orang yang menduduki posisi-posisi organisasi tertentu dan berfungsi untuk
menyatukan kelompok dengan menyediakan untuk spesialisasi dan koordinasi
fungsi.
Teori peran fokus pada perspektif perilaku dengan menjelaskan interaksi
sosial sebagai perilaku yang terkait dengan posisi sosial tertentu. Teori peran
menawarkan potensi untuk mempelajari manusia sebagai makhluk hidup,
makhluk rasional, dan untuk mendapatkan kontrol terhadap keberadaan sosial
(Biddle, 1979) dalam (Broderick, 1998). Sedangkan Arfan dan Ishak (2008) teori
30
peran menjelaskan bahwa peran dapat digambarkan secara sederhana sebagai
bagian dari orang-orang yang berinteraksi satu sama lain. Teori peran berasal dari
teori penetrasi sosial (Altman dan Taylor, 1973); pendekatan interaksi sosial
untuk sosiologis pemikiran (Goffman, 1959, 1967; Simmel, 1908/1950) dan
elemen diad teori pertukaran sosial (Homans, 1961; Kelley dan Thibaut, 1978)
menekankan fokusnya pada interaktivitas dalam pola pertukaran sosial
(Broderick, 1998).
Teori peran melihat perilaku individu dalam lingkungan sosial yang
merupakan penentu utama dari batasan pertukaran sosial dan kemungkinan masa
depan. Salah satu asumsi yang dibuat dalam menerapkan peran di lingkungan
sosial yaitu keberhasilan tugas dan kewajiban yang tergantung pada penguasaan
perilaku peran.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peran berfungsi untuk membedakan
perilaku dari orang yang menduduki posisi organisasi tertentu dan berfungsi untuk
mempersatukan kelompok yang ada dalam organisasi dengan melengkapi
spesialisasi dan fungsi koordinasi (Siegel dan Helene, 1989). Setiap peran
berhubungan dengan suatu identitas yang menggambarkan individu dalam hal
bagaimana mereka perlu bertindak dalam situasi khusus. Sejumlah orang
mempunyai peran dan identitas, bergantung pada situasi di mana mereka
menemukan diri mereka (Ikhsan dan Ishak, 2008). Posisi seseorang dalam suatu
organisasi formal atau informal akan mempengaruhi pola perilaku bersama yang
diharapkan. Oleh karena itu, setiap orang harus memahami peran masing-masing
dalam organisasi.
31
Oleh karena itu, anggota dewan harus memahami peran yang melekat pada
dirinya yang merupakan wakil rakyat. Setiap anggota dewan memiliki peran
masing-masing dalam legislatif yaitu baik sebagai anggota komisi yang terdiri
dari komisi A, B, C, dan D maupun sebagai anggota badan kelengkapan DPRD
yang terdiri dari badan musyawarah, badan anggaran, dan badan legislasi daerah.
Selain itu, peran anggota DPRD juga disesuaikan berdasarkan fungsi yang
dilaksanakannya, yaitu fungsi anggaran, fungsi legislasi , dan fungsi pengawasan.
Peran anggota DPRD khususnya dalam pengawasan keuangan daearah
(APBD) ditujukan untuk memastikan apakah pelaksanaan keuangan daerah
(APBD) sudah sesuai dengan peraturan dan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya secara efektif dan efisien. Adanya pengawasan yang efektif dari
DPRD akan bermakna positif untuk meningkatkan kinerja birokasi pemerintahan
itu sendiri, yaitu dalam konteks memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat, sebagaimana masih menjadi harapan publik selama ini. Oleh karena
itu, peran anggota DPRD dalam menjalankan pengawasan keuangan daerah
sangatlah penting, karena dengan adanya pengawasan keuangan daerah yang
secara maksimal diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan yang transparan,
akuntabel, dan efektif. Selain itu, pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan
daerah dan keuangan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
sehingga dapat mendorong terwujudnya good governance dan mencegah adanya
tindakan KKN.
32
2.1.2 Fungsi DPRD
Pada sistem Pemerintahan Daerah terdapat pembagian dua kekuasaan,
yaitu DPRD sebagai Badan Legislatif dan Pemerintah Daerah/Kepala Daerah
sebagai Eksekutif. Untuk mencegah terjadinya konflik antara kedua lembaga
tersebut, perlu diatur suatu mekanisme yang mengatur hubungan saling
mengendalikan dan saling mengimbangi satu sama lain dalam hubungan
kesetaraan melalui prinsip “checks and balance,” dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Dalam
kedudukan seperti ini kedua lembaga itu saling mengawasi dan saling
mengendalikan, dan tidak saling menjatuhkan, melainkan saling memelihara
kerjasama yang baik, kecuali dalam sistem parlementer, di mana pemerintah dapat
membubarkan parlemen, demikian pula parlemen dapat menjatuhkan pemerintah.
DPRD dan Pemerintah Daerah memiliki tanggungjawab yang sama dalam
mewujudkan pemerintahan daerah yang berdayaguna dan berhasil guna, serta
transparan dan akuntabel dalam rangka memberikan pelayanan yang prima kepada
masyarakat guna terjaminnya produktivitas dan kesejahteraan masyarakat di
daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah
Badan Legislatif Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota. DPRD merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
pemerintahan daerah. DPRD adalah lembaga legislatif yang mempunyai hak
budget (hak untuk menetapkan anggaran sekaligus melakukan pengawasan
pelaksanaan APBD).
33
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dapat disimpulkan bahwa fungsi DPRD secara umum ada tiga, yaitu:
1. Fungsi Legislasi
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD pada dasarnya
merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat
kemitraan. Hal ini dapat dicerminkan dalam membuat kebijakan daerah
berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara
Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam
membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai
dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu
membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung
(sinergi) bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam
melaksanakan fungsi masing-masing.
Legislasi atau pembentukan peraturan daerah merupakan proses
perumusan kebijakan publik. Sehingga peraturan daerah yang
dihasilkan dapat pula dilihat sebagai suatu bentuk formal dari suatu
kebijakan publik. Sebagai suatu kebijakan publik, maka substansi dari
peraturan daerah memuat ketentuan yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat yang terkait dengan materi yang diatur.
Dalam hal ini, jelas peran yang dilakukan oleh anggota DPRD adalah
merumuskan kebijakan publik. Melalui kebijakan tersebut, DPRD
telah melakukan salah satu fungsi negara, yaitu mewujudkan
distributive justice. Melalui kewenangan tersebut DPRD
34
mengartikulasikan dan merumuskan berbagai kepentingan kelompok
masyarakat yang menjadi sasaran dari peraturan atau undang-undang
yang dibuat (Laksono, 2009).
Dalam melaksanakan fungsi legislasi, anggota DPRD
diharuskan memiliki pemahaman yang memadai sebagai konsekuensi
dari supremacy of law, ada keyakinan yang kuat bahwa hukum yang
dihasilkan merupakan suatu instrumen yang memberikan kepastian
mengenai arah pembangunan nasional.
Syahrudin dan Taifur (2002) menjelaskan bahwa sebagai patner
pemerintah daerah dan DPRD mempunyai kewenangan dalam
pembuatan kebijakan daerah yang bertujuan untuk mengatur tata cara
pelaksanaan tugas eksekutif dalam menjalankan pemerintahan.
Peranan DPRD sangat besar dalam pengesahan sebuah rancangan
kebijakan daerah yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. Rancangan
kebijakan tersebut dapat menjadi kebijakan daerah apabila DPRD
sudah menyetujuinya. Begitu juga halnya dengan Peraturan
Pemerintah Daerah yang membutuhkan persetujuan DPRD sebelum
dapat diimplementasikan.
Dalam proses pembahasan bersama ini, pihak eksekutif dan
legislatif melakukan fungsi “checks and balances” untuk mencapai
suatu rumusan kepentingan bersama atau publik. Bagi DPRD peran
“checks and balances” dalam pembentukan kebijakan publik
sangatlah penting sebagai bagian dari pelaksanaan tugasnya sebagai
35
wakil rakyat. Oleh karena itu, peran DPRD dalam pembentukan
undang-undang haruslah dilihat sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada konstituen atau rakyat pemilihnya (Laksono, 2009).
2. Fungsi Penganggaran
Penganggaran merupakan proses penyusunan dan penetapan
anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama-sama pemerintah
daerah. Dalam menjalankan fungsi ini, DPRD harus terlibat secara
aktif, proaktif, dan bukan reaktif & sebagai legitimator usulan APBD
yang diajukan pemerintah daerah.
Menurut Laksono (2009), peran DPRD dalam penetapan
APBD sangatlah penting, karena Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah merupakan instrumen kunci kebijakan ekonomi suatu daerah,
yang memerlukan keterlibatan parlemen dalam penetapannya.
Penetapan APBD tidak hanya menyangkut masalah teknis, namun
berhubungan juga dengan aspek kebijakan publik. Oleh karena itu,
Pemerintah Daerah dan DPRD, bahkan partai politik berkepentingan
untuk memperjuangkan aspirasi kebijakan ekonominya dalam APBD.
Peran parlemen dalam penetapan APBD sangatlah penting, hal
ini didasarkan pada beberapa alasan, yaitu (Laksono, 2009):
1. Perlunya mekanisme “checks and balances” dalam
hubungan kerja dan kewenangan antara Pemerintah
36
Daerah dan DPRD (Parlemen) untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih.
2. Aspek keterbukaan atau transparansi. Biasanya
mekanisme perumusan kebijakan Pemerintah daerah lebih
tertutup dibandingkan dengan mekanisme yang
berlangsung di DPRD. Oleh karena itu, peran DPRD
dalam penetapan APBD ditujukan untuk menciptakan
keterbukaan dan transparansi dalam perumusan kebijakan
penting bagi publik. Secara tidak langsung hal tersebut
membuka peluang partisipasi publik atau masyarakat
dalam mengkritisi progam serta kebijakan yang tertuang
dalam APBD.
3. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen
untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan
rencana yang telah ditetapkan serta untuk memastikan bahwa tujuan
dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Pengawasan anggaran secara yuridis telah diatur baik di
tingkat Undang-Undang, peraturan pemerintah dan juga dalam
peraturan daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah. Dalam
konteks pengelolaan keuangan, pengawasan terhadap anggaran
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
37
Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 yang menyatakan bahwa
DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah
tentang APBD.
Pengawasan tersebut bukan berarti pemeriksaan, tapi lebih
mengarah pada pengawasan untuk menjamin pencapaian sasaran yang
telah ditetapkan dalam APBD. Hal ini sesuai juga dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa
untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD
melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD. Ini berarti bahwa
pengawasan yang dilakukan oleh DPRD merupakan pengawasan
eksternal dan ditekankan pada pencapaian sasaran APBD.
Bagi pemerintah daerah, adanya pengawasan yang efektif dari
DPRD akan bermakna positif untuk meningkatkan kinerja birokasi
pemerintahan itu sendiri, yaitu dalam konteks memberikan pelayanan
yang terbaik bagi masyarakat, sebagaimana masih menjadi harapan
publik selama ini. Pengawasan yang dijalankan oleh DPRD melalui
alat-alat kelengkapan dan mekanisme kerja yang dimiliki merupakan
suatu pertanggungjawaban posisi DPRD sebagai lembaga politik
perwakilan rakyat (Laksono, 2009).
Secara umum, pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
bertujuan untuk memelihara akuntabilitas publik, terutama dari
lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan
kebijakan dan program pemerintahan serta pembangunan.
38
Pengawasan juga dapat berlangsung pada berbagai tingkatan ke-
bijakan, program, proyek maupun kasus yang ada sepanjang memiliki
arti penting secara politik strategis.
Menurut Laksono (2009), pengawasan DPRD sangat diperlukan
bagi pelaksanaan good governance. Hal ini didasarkan pada beberapa
argumentasi atau pemikiran, yaitu:
1. Pertama, Parlemen (DPRD) merupakan representasi rakyat
dalam menilai dan mengawasi kinerja pemerintah daerah
dalam mengelola keuangan daerah dan melaksanakan
undang-undang, kebijakan pemerintah, dan berbagai
kebijakan publik lain secara konsisten.
2. Kedua, pengawasan mengaktualisasi pelaksanaan etika tata
pemerintahan yang baik dan demokratis (good governance).
3. Ketiga, pengawasan dapat digunakan untuk meredam
“penyakit” KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di
kalangan pemerintah, termasuk berdampak pada DPR
sendiri.
4. Keempat, pengawasan memungkinkan terbangunnya
hubungan timbal balik (checks and balances) antara
lembaga legislatif, eksekutif dan masyarakat sipil.
Pengawasan DPRD dapat dilakukan melalui beberapa
mekanisme, yaitu rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar
pendapat umum, dan kunjungan kerja. Di samping itu, pengawasan
39
dilakukan melalui penggunaan hak-hak DPRD, antara lain: hak
interpelasi, hak angket, hak mengajukan/menganjurkan, memberikan
persetujuan, memberikan pertimbangan, dan memberikan pendapat.
Menurut Kaho (2001) dalam Indriani dan Baswir (2003)
menyatakan bahwa untuk melaksanakan fungsi kedua yaitu
melakukan pengawasan, DPRD mempunyai hak untuk meminta
laporan pertanggungjawaban dari Gubernur, Wali Kota, dan Bupati,
berhak untuk memperoleh penjelasan dari pemerintah daerah,
melakukan pemeriksaan, memberikan usulan-usulan, dan menanyakan
pertanyaan dari masing-masing anggota.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 40
menyebutkan bahwa pengawasan atas pelaksanaan APBD dilakukan
oleh DPRD. Dalam penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa
pengawasan yang dimaksud dalam Ayat ini adalah bukan pemeriksaan
tetapi pengawasan yang mengarah untuk menjamin pencapaian
sasaran yang telah ditetapkan APBD.
Menurut perkembangan paradigma baru, DPRD memiliki posisi,
tugas, dan fungsi penting dalam pengawasan APBD yang lebih luas.
Dimana anggota DPRD harus melakukan fungsi pengawasan secara
nyata. Indriani dan Baswir (2003) menyatakan bahwa pengawasan
keuangan daerah (APBD) harus dimulai dari proses perencanaan
40
hingga proses pelaporan. Fungsi pengawasan tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Perencanaan
Pada tahap ini DPRD memiliki peran dalam melakukan
kegiatan: a) menampung aspirasi masyarakat, b) menetapkan
petunjuk dan kebijkan publik tentang APBD dan menentuakn
strategi dan prioritas dari APBD tersebut, c) melakukan
klarifikasi dan ratifikasi (diskusi APBD dalam rapat paripurna),
4) mengambil keputusan dan pengesahan.
2. Pelaksanaan
Peran DPRD dapat direalisasikan dengan melakukan evaluasi
terhadap APBD yang dilaporkan secara kuarter dan melakukan
pengawasan lapangan melalui inspeksi dan laporan realisasi
anggaran, termasuk juga evaluasi terhadap revisi atau perubahan
anggaran. Hal tersebut dikarenakan adanya masalah yang sering
timbul pada tahap implementasi yaitu banyaknya revisi dan
perubahan APBD.
3. Pelaporan
Peran dari DPRD dapat diimplementasikan dengan
mengevaluasi laporan realisasi APBD secara keseluruhan
(APBD tahunan) dengan memeriksa laporan APBD dan catatan
APBD dan juga inspeksi lapangan.
41
2.1.3 Keuangan Daerah
Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam ketentuan umum
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah adalah sebagai berikut:
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat
dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut pada prinsipnya keuangan daerah
mengandung beberapa unsur pokok, yaitu hak daerah yang dapat dinilai;
kewajiban daerah dengan uang; dan kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban tersebut. Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak
yang melekat pada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah.
Keuangan daerah dituangkan sepenuhnya kedalam APBD. Menurut
Peraturan Pemerintah RI Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah. Selanjutnya pengelolaan keuangan daerah merupakan
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Dalam
konteks ini lebih difokuskan kepada pengawasan keuangan daerah yang dilakukan
oleh DPRD.
42
2.1.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
2.1.4.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal
1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan
semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk
memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD
menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.
2.1.4.2 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran merupakan suatu pernyataan formal yang dibuat oleh
manajemen berupa rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan
datang dalam suatu periode tertentu, dimana rencana tersebut merupakan suatu
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut (Hanson, 1996
dalam Robinson, 2006). Banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran,
43
baik manajer tingkat atas maupun manajer tingkat bawah dan ini akan berdampak
langsung terhadap perilaku manusia, terutama bagi orang yang langsung
mempunyai hubungan dengan penyusunan anggaran.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (4) Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, fungsi APBN/ APBD terdiri dari :
1. Fungsi Otorisasi, anggaran daerah merupakan dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan, anggaran daerah merupakan pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan, anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi, anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi, anggaran daerah harus mengandung arti/
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi, anggaran daerah harus mengandung arti/harus
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
44
2.1.4.3 Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut Henley et al dalam Indriani dan Baswir (2003) siklus anggaran
diklasifikasikan menjadi empat tahap, yang terdiri dari:
1. Tahap Persiapan
Pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang didasarkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 menyatakan bahwa
pemerintah daerah diwajibkan untuk membuat dokumen tentang
perencanaan daerah yang terdiri dari PROPEDA (RENSTRADA).
2. Tahap Ratifikasi
Tahap ini merupakan proses politik yang sangat kompleks. Pihak
eksekutif tidak hanya diminta untuk mempunyai kemampuan
manajerial tetapi juga harus mempunyai kemampuan di bidang politik,
membangun hubungan kerjasama dan koalisi.
3. Tahap Implementasi
Hal yang paling penting pada tahap ini yaitu untuk disesuaikan dengan
sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang
ada.
4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi
Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran berhubungan
dengan aspek operasional dari anggaran tersebut, dimana tahap
pelaporan dan evaluasi itu sendiri berhubungan dengan aspek
akuntabilitas.
45
2.1.4.4 Prinsip-prinsip Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan anggaran
daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan anggaran negara/daerah sebagaimana
bunyi penjelasan dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu:
1. Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua pendapatan dan belanja
negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu
tahun tertentu.
4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang
disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5. Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran
dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau
menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya
diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima
pada kas.
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani
pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16
46
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambatlambatnya
dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran
berbasis kas.
2.1.5 Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan adalah segala kegiatan dan tindakan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan suatu kegiatan tidak menyimpang dari rencana dan tujuan serta
rencana yang telah ditetapkan (Baswir, 1999) dalam (Indriani dan Baswir, 2003) .
Pengawasan juga diartikan sebagai suatu proses pengamatan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar pelaksanaannya berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan (Sondang, 1998) dalam Robinson (2006).
Sedangkan pengawasan keuangan daerah merupakan semua tindakan
untuk memastikan pengelolaan keuangan daerah agar sesuai dengan peraturan dan
tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan tidak hanya dilaksanakan pada tahap
implementasi dan evaluasi tetapi juga pada tahap perencanaan (Mardiasmo, 2001).
Pengawasan keuangan daerah bukanlah tahap yang terpisah dari siklus anggaran
tetapi merupakan bagian pelengkap pada tahap perencanaan hingga tahap
pelaporan.
Pengawasan keuangan daerah, dalam hal ini adalah pengawasan terhadap
anggaran keuangan daerah/APBD. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 42 menjelaskan bahwa DPRD mempunyai
tugas dan wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan
47
peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan
kerjasama internasional di daerah.. Berdasarkan dari Undang-Undang tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan keuangan daerah dilakukan oleh
DPRD yang berfokus kepada pengawasan terhadap pelaksanaan APBD.
Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD wujudnya adalah dengan
melihat, mendengar, dan mencermati pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh
SKPD, baik secara langsung maupun berdasarkan informasi yang diberikan oleh
konstituen, tanpa masuk ke ranah pengawasan yang bersifat teknis. Apabila ada
dugaan penyimpangan, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Memberitahukan kepada Kepala Daerah untuk ditindaklanjuti oleh
Satuan Pengawas Internal.
2. Membentuk pansus untuk mencari informasi yang lebih akurat.
3. Menyampaikan adanya dugaan penyimpangan kepada instansi
penyidik (Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK) (Fanindita, 2010).
Pengawasan anggaran meliputi seluruh siklus anggaran, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban. Secara sederhana
pengawasan anggaran merupakan proses pengawasan terhadap kesesuaian
perencanaan anggaran dan pelaksanaannya dalam melaksanakan pembangunan
daerah. Pengawasan terhadap pelaksaanaan perlu dilakukan, hal ini bertujuan
untuk memastikan seluruh kebijakan publik yang terkait dengan siklus anggaran
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
48
berorientasi pada prioritas publik. Namun sebelum sampai pada tahap
pelaksanaan, anggota dewan harus mempunyai bekal pengetahuan mengenai
anggaran sehingga nanti ketika melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
anggaran, anggota dewan telah dapat mendeteksi apakah ada terjadi kebocoran
atau penyimpangan alokasi anggaran.
Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2001 (tentang tata cara
pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah) pasal 1 Ayat 6 menyebutkan
bahwa pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya juga
disebutkan bahwa pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri atas
pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat.
Ada empat institusi yang berperan dalam pengawasan pelaksanaan APBD
yaitu: 1) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah, 2) Satuan Pengawasan Internal
(SPI), 3) Pengawasan Eksternal dan 4) Menteri Dalam Negeri (Syahrudin &
Werry, 2002). Berdasarkan pedoman penyusunan APBD 2001, peranan DPRD
yaitu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD, pengawasan yang
dimaksud bukan bersifat pemeriksaan keuangan, tetapi pengawasan yang lebih
mengarah untuk menjamin tercapainya sasaran yang telah ditetapkan.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD (pengawasan legislatif) bisa
dilakukan secara preventif dan represif, serta secara langsung maupun tidak
langsung. Tujuan pengawasan APBD adalah untuk: 1) menjaga agar anggaran
yang disusun benar-benar dapat dijalankan, 2) menjaga agar pelaksanaan APBD
49
sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan, dan 3) menjaga agar hasil
pelaksanaan APBD benar-benar dapat dipertanggungjawabkan (Alamsyah, 1997)
dalam Robinson (2006).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 42 Ayat 1 (h) menyatakan
bahwa DPRD diberi hak untuk meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Mengenai hak
meminta pertanggungjawaban kepala daerah, hal ini merupakan hak yang strategis
bagi DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Dengan demikian, sesuai
dengan paradigma baru yang berkembang saat ini, DPRD mempunyai posisi,
tugas, dan fungsi yang penting dan semakin luas dalam pengawasan pengelolaan
keuangan daerah. Oleh karena itu, sebagai lembaga legislatif DPRD harus benar-
benar melakukan fungsi pengawasan tersebut secara efektif dan efisien.
2.1.5.1 Kapabilitas Anggota DPRD dalam Pengawasan Keuangan Daerah
(APBD)
Kapabilitas DPRD dalam melaksanakan fungsinya sebagai anggota dewan
berpengaruh terhadap kinerjanya. Adapun hal-hal yang mempengaruhi kapabilitas
anggota DPRD dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang individu anggota
dewan yang berada pada DPRD Kabupaten/Kota Semarang, Kabupaten Kendal,
Kabupaten Demak, dan Kabupaten Kudus periode 2009-2014.
Kapabilitas adalah kapasitas individu untuk menggunakan sumber daya
yang dimilikinya yang diintegrasikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan akhir
yang diinginkan. Kapabilitas memampukan individu untuk menciptakan dan
50
mengeksploitasi peluang-peluang eksternal dan mengebangkan keunggulan yang
ada ketika digunakan dengan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting karena akan meningkatkan
kapabilitas anggota DPRD. Apabila tingkat pendidikan dan pengetahuan anggota
DPRD rendah, maka kapabilitasnya juga rendah. Hal ini akan berpengaruh
terhadap rendahnya kemampuan untuk menjalankan fungsi dan peranannya dalam
pengawasan keuangan daerah (APBD).
Sedangkan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja
mengandung dua komponen penting yaitu: kompetisi; berarti individu atau
organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
Produktivitas; kompetisi tersebut dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau
kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja atau outcome
(Wibowo, 2007).
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa kapabilitas DPRD dalam
pengawasan keuangan daerah/APBD adalah kapasitas yang dimiliki oleh anggota
dewan dalam melaksanakan kegiatan atau tindakan pengawasan terhadap
penggunaan APBD dengan kuantitas dan kualitas yang terukur yang didasarkan
atas kompetensi, pendidikan, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki oleh
anggota dewan tersebut.
Mengenai tugas dan fungsi DPRD bahwa tugas utama badan Legislatif
adalah di bidang perundang-undangan, menentukan policy (kebijaksanaan) dan
51
membuat undang-undang, termasuk mengadakan amandemen terhadap
perundang-undangan yang diajukan oleh Pemerintah dan hak budget serta
mengontrol badanbadan eksekutif agar semua tindakannya sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah ditentukan
Fungsi dan tugas DPRD juga dijelaskan didalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyatakan bahwa DPRD sebagai
lembaga legislatif mempunyai tiga fungsi, yaitu: 1) fungsi legislasi, 2) fungsi
anggaran dan 3) fungsi pengawasan. Fungsi legislasi yaitu fungsi DPRD dalam
membuat peraturan perundang-undangan. Fungsi anggaran yaitu fungsi DPRD
dalam menyusun anggaran, dan Fungsi pengawasan yaitu fungsi DPRD untuk
mengawasi kinerja eksekutif dalam pengelolaan keuangan daerah dan
melaksanakan peraturan daerah, kebijakan pemerintah daerah dan berbagai
kebijakan publik lainnya secara konsisten.
Dalam penelitian ini fungsi dewan yang dibahas adalah fungsi pengawasan
yaitu pengawasan dewan terhadap APBD. Hal ini juga diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 293
dan 343 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa DPRD
Provinsi/Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Hal ini merupakan penegasan bahwa
tugas dan wewenang DPRD adalah melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
52
Agar fungsi pengawasan dapat berjalan secara efisien dan efektif, maka
diperlukan adanya pengorganisasian proses yang baik dan terarah. Tahap demi
tahap pengawasan dituangkan dalam suatu rencana kerja disertai dengan
penjadwalan serta keterlibatan berbagai pihak dari dalam maupun dari luar
DPRD. Produk akhir dari proses pengawasan ini adalah rekomendasi yang harus
disikapi oleh eksekutif.
Pengawasan anggaran meliputi seluruh siklus anggaran. Secara sederhana
pengawasan anggaran merupakan proses pengawasan terhadap kesesuaian
perencanaan anggaran dan pelaksanaannya dalam melaksanakan pembangunan.
Adapun dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap keuangan daerah dalam
hal ini pengawasan DPRD terhadap eksekutif dalam melaksanakan APBD, para
anggota dewan yang baru terpilih dapat melakukan beberapa hal berikut
(Nurhayati, 2008):
1. Menghadiri rapat/sidang paripurna DPRD, rapat/sidang kerja komisi-
komisi dengan eksekutif yang diwakili oleh pejabat pengelola keuangan
daerah. Dalam rapat ini, DPRD dapat mengadakan pembahasan mengenai
berbagai hal dengan pemerintah terutama menyangkut kebijakan anggaran
maupun selain itu, DPRD juga dapat membahas hasil dengar pendapat
komisi-komisi dengan masyarakat, LSM dan akademisi. Oleh karena itu
anggota dewan sebisa mungkin harus menghadiri rapat-rapat atau sidang
yang sudah diagendakan untuk membahas masalah yang sedang terjadi di
masyarakat.
53
2. Memahami setiap masalah yang sedang dibahas didalam sidang/rapat yang
sedang diikuti. Anggota dewan harus bisa mencermati dan memahami apa
saja masalah yang sedang dibahas dalam setiap sidang DPRD. Untuk
meningkatkan kinerja di bidang pengawasan APBD, anggota dewan harus
menguasai keseluruhan proses dan struktur anggaran, Hal ini diperlukan
agar anggota dewan dapat memahami dan mengkaji secara teliti
permasalahan anggaran yang sedang dibahas sehingga pengawasan
terhadap proses pelaksanaan anggaran bisa berjalan lancar nantinya.
3. Melakukan kunjungan kerja, kunjungan kerja ini dapat berupa kunjungan
lapangan dan hearing dengan pimpinan unit kerja yang ada di pemerintah
daerah setempat ataupun kunjungan ke Kabupaten/Kota di Provinsi lain
yang bertujuan untuk melakukan studi banding mengenai mekanisme
anggaran yang dilakukan di daerah tersebut apakah sudah sesuai dengan
aturan atau belum. Hasil kunjungan kerja tersebut dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran bagi para anggota dewan dalam melaksanakan
kegiatannya.
Untuk dapat meningkatkan kapabilitasnya di dalam pengawasan keuangan
daerah/APBD, anggota DPRD harus aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
pengawasan keuangan daerah. Selain itu agar kegiatan pengawasan tersebut dapat
berjalan dengan efektif anggota DPRD harus meningkatkan kualitasnya secara
individu baik dari segi personal, pengalaman politik serta pemahaman dan
pengetahuan mengenai anggaran secara keseluruhan sesuai dengan perkembangan
54
termasuk penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.
Banyaknya wajah-wajah baru yang terpilih sebagai anggota DPRD periode 2009-
2014, memerlukan waktu yang relatif lebih banyak untuk mendalami dan
memahami tugas serta wewenangnya dalam menjalani peran sebagai wakil rakyat
di daerah terutama dalam melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan APBD.
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapabilitas Anggota DPRD dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
2.1.6.1 Personal Background
Menurut Sastroatmodjo (1995) dalam Witono dan Baswir (2003) terdapat
dua tingkat orientasi politik yang mempengaruhi perilaku politik, yaitu sistem dan
individu. Lemahnya peran DPRD dalam kesalahan pada keuangan daerah (APBD)
mungkin dikarenakan oleh lemahnya sistem politik atau individu sebagai aktor
politik.
Dalam pendekatan behaviorisme, individulah yang dipandang secara
aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik pada
dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu. Oleh karena itu untuk
menjelaskan perilaku suatu lembaga yang perlu ditelaah bukan lembaganya,
melainkan latar belakang individu yang secara aktual mengendalikan lembaga
(Winarna dan Murni, 2007).
Personal background merupakan latar belakang diri dari yang melekat
pada seorang individu. Latar belakang diri ini meliputi banyak aspek antara lain
seperti nama, jenis kelamin, usia, agama, latar belakang pendidikan dan lain
55
sebagainya. Dalam penelitian ini personal background yang dimaksud adalah
personal background dari anggota DPRD periode 2009-2014 yaitu latar belakang
diri dari anggota dewan yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
bidang pendidikan, pengalaman pekerjaan anggota dewan, dan pegalaman
organisasi. Semakin anggota DPRD memiliki personal background yang tinggi
maka pengawasan keuangan daerah yang dilakukannya juga semakin maksimal.
Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya tingkat pendidikan, serta
pengalaman anggota DPRD tersebut baik pengalaman organisasi maupun
pekerjaan. Semakin besar pengalaman dan keahlian seseorang maka orang
tersebut semakin berkualitas dalam menjalankan tugasnya.
Personal background berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak
roda organisasi dalam usaha mewujudkan elemen organisasi yang sangat penting,
karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik
mungkin dan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi (Winarna dan Murni, 2007).
Adanya personal background yang berbeda diantara para anggota dewan
sedikit banyaknya memberikan pengaruh dalam melaksanakan fungsi dan
tugasnya. Anggota DPRD periode ini yaitu yang dipilih dan diangkat dari partai-
partai pemenang pemilu mempunyai personal background dan pekerjaan yang
berbeda sebelum menjadi anggota DPRD. Personal background tersebut meliputi
beberapa indikator sebagai berikut:
56
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan seks yang berarti pembedaan
antara laki-laki dan perempuan atas dasar ciri-ciri biologis. Anggota
dewan terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jumlah anggota dewan
yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding dengan
perempuan. Anggota dewan dipilih dari partai-partai politik pemenang
pemilu. Keterwakilan perempuan sebagai anggota legislatif diatur
dalam Pasal 52 Ayat (3) dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
yang menyebutkan. Setiap partai politik peserta pemilu dapat
mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan
keterwakilan anggota perempuan sekurang-kurangnya 30%. Undang-
Undang ini juga akan meminimasi kemungkinan praktek diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin dalam menentukan kapabilitas seseorang
untuk menjadi kandidat dalam pemilu.
2. Usia
Anggota DPRD merupakan warga Indonesia yang telah berumur 21
(dua puluh satu) tahun atau lebih. Hal ini sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPD, dan DPRD Pasal 50 Ayat (1) (a).
57
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah
pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan berupa
jenjang pendidikan yang telah baku mulai dari jenjang SD sampai
dengan perguruan tinggi dan pendidikan nonformal. Tingkat pendidikan
anggota dewan sangat penting diperhatikan karena tingkat pendidikan
yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi pola fikir, sikap dan
tingkah laku mereka dalam melakukan suatu aktivitas.
4. Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh anggota dewan terdiri
dari beranekaragam jurusan. Latar belakang pendidikan yang dimiliki
oleh anggota DPRD yang baru saja terpilih terdiri dari bidang
pendidikan ekonomi, hukum, sosial politik, ilmu agama dan jurusan
lainnya. Pendidikan formal yang dimiliki anggota dewan sebagian besar
tidak berasal dari pendidikan yang berhubungan dengan administrasi
pemerintahan, bahkan pendidikan mereka bertolak belakang dengan
situasi pekerjaan sebagai dewan.
5. Latar Belakang Pekerjaan
Pekerjaan terakhir yang dimaksud di sini adalah profesi terakhir yang
digeluti oleh anggota DPRD sebelum terpilih menjadi anggota dewan.
Pekerjaan ini umumnya terdiri dari wiraswasta, karyawan swasta dan
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
58
6. Pengalaman Organisasi
Pekerjaan organisasi yang dimaksud di sini adalah organisasi yang
pernah digeluti oleh anggota DPRD sebelum terpilih menjadi anggota
dewan. Pengalaman organisasi ini umumnya terdiri dari LSM, non-
LSM, organisasi politik, akademisi, organisasi masyarakat, dan lainnya.
2.1.6.2 Political Background
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku lembaga politik dalam hal ini
DPRD adalah budaya politik (Almond dan Verba, 1990 dalam Witono dan
Baswir, 2003). Sebagai sebuah perwujudan dari sikap politik, perilaku politik
tidak dapat dipisahkan dari political background. Political background ini
meliputi beberapa dimensi, yaitu: pengalaman politik, pengalaman di DPRD,
latar belakang partai politik, latar belakang ideologi partai politik dan asal
komisi.
Menurut Sastroatmodjo (1995) dalam Witono dan Baswir (2003), negara
adalah suatu budaya politik atau political background yang berupa sebuah
distribusi dari pola orientasi spesifik menjadi tujuan politik dalam lembaga politik
yang ada di sebuah negara. Hal tersebut merupakan pola dari perilaku individu
yang berhubungan dengan kehidupan politik dalam beberapa sistem politik.
Political background merupakan latar belakang dari pengalaman
seseorang dalam berkecimpung di dunia politik. Berbicara mengenai politik, tentu
saja tidak lepas dari partai politik. Partai politik dan parlemen (legislatif)
merupakan dua aktor utama yang memperoleh mandat dari masyarakat sipil,
59
berperan mengorganisir kekuasaan dan meraih kontrol atas negara untuk
kepentingan masyarakat. Ketika Pemilu dan Pilkada, parpol berperan sebagai
institusi yang menyeleksi, menganalisa dan menentukan pencalonan para
pasangan kepala daerah, capres dan wapres, serta para calon anggota legislatif di
pusat dan daerah, sebelum menghadapi pemilu dan pilkada untuk dipilih oleh
rakyat.
Setiap lembaga (DPRD) memiliki political background seperti individu
yang ada didalamnya. Karakteristik utama dari political background adalah terkait
dengan nilai. Nilai merupakan prinsip dasar yang dijadikan sebagai pedoman
hidup individu, dengan kata lain political background merupakan pedoman bagi
anggota DPRD dalam menjalankan perannya khususnya yaitu pengawasan
keuangan daerah (APBD). Sesuai dengan penelitian Witono dan Baswir (2003)
yang memberikan bukti bahwa political background memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap peran DPRD dalam menjalankan fungsinya yaitu pengawasan
keuangan daerah (APBD).
Dalam menjalankan tugasnya anggota DPRD diharuskan mengikuti aturan
kerja yang telah ditetapkan sesuai bidang masing-masing, di sinilah latar belakang
politik terkadang menyebabkan perbedaan sudut pandang bahkan terjadinya
perselisihan. Seorang anggota dewan harus mempunyai latar belakang politik
yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai angota dewan. Menurut La
Palombara (1974) dalam (Winarna dan Murni, 2007) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi sikap, perilaku, dan peran legislatif yaitu institusi politik,
partai politik, karakteristik personal, pengalaman politik dan sifat pemilih.
60
Dalam penelitian ini faktor pengalaman politik (political background)
yang mempengaruhi perilaku legislatif dalam melaksanakan fungsinya difokuskan
ke dalam beberapa indikator, yaitu:
1. Pengalaman Politik
Merupakan pengalaman anggota dewan di bidang politik atau lama
menjabat di partai politik.
2. Pengalaman di DPRD
Merupakan pengalaman anggota dewan menjadi anggota DPRD. Ada
diantara anggota DPRD yang baru terpilih dalam pemilu sudah pernah
menjadi anggota dewan pada periode sebelumnya dan ada juga muka-
muka baru yang duduk di lembaga legislatif.
3. Asal Partai Politik
Merupakan asal partai dari anggota dewan yang terpilih. Partai politik
yang dimaksud di sini adalah partai politik yang telah memenuhi
persyaratan sebagai peserta pemilu. Partai-partai tersebut memperoleh
suara terbanyak dalam pemilu dan mendapatkan kursi bagi kadernya di
Lembaga DPRD. Di lembaga legislatif daerah, peran partai politik juga
sangat signifikan dan menentukan. Melalui fraksinya yang merupakan
perwakilan partai politik di lembaga legislatif, parpol merupakan
institusi yang mengarahkan, bahkan menetukan pengambilan keputusan
di DPRD. Karena dalam prakteknya, mekanisme pengambilan
keputusan di DPRD menempuh mekanisme kesepakatan fraksi, bukan
mekanisme praktek dan musyawarah (Thaha, 2004) dalam (Sari,
61
2010). Oleh karena itu, kader yang diajukan partai politik sebagai
anggota dewan haruslah memiliki kompetensi dan pengalaman yang
cukup di bidang pemerintahan daerah sehingga nanti ketika terpilih
menjadi anggota dewan dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya
dengan baik dan benar.
4. Latar Belakang Ideologi Partai Politik
Yaitu dasar ideologi dari partai politik tempat anggota dewan berasal.
Setiap partai politik memiliki dasar ideologi yang berbeda-beda. Dasar
ideologi ini disesuaikan dengan visi, misi, serta tujuan dari partai politik
tersebut.
5. Asal Komisi
Yaitu asal komisi anggota dewan di DPRD. Menurut Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 356
(b) menyatakan bahwa DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan
lebih dari 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi.
DPRD beranggotakan 45 (empat puluh lima) orang. Semua DPRD yang
menjadi sampel terdiri dari 4 (empat) komisi yaitu Komisi A, B, C, dan
D.
6. Jabatan di Partai Politik
Merupakan keaktifan anggota dewan dalam partai politik yang dilihat
dari keikutsertaannya sebagai pengurus di dalam partai politik.
62
7. Jabatan di DPRD
Kedudukan anggota dewan dalam DPRD. Kedudukan ini meliputi ketua
dewan, wakil ketua dewan, ketua komisi, wakil ketua komisi, dan
anggota dewan.
8. Jumlah Partai yang Pernah Diikuti
Merupakan jumlah partai yang pernah diikutii oleh anggota DPRD. Ada
diantara anggota DPRD yang pernah berada lebih dari satu partai atau
pernah pindah dari satu partai ke partai yang lain dan ada juga baru
bernaung dalam satu partai politik.
DPRD akan dapat memainkan peranannya dengan baik apabila pimpinan
dan anggota-anggotanya berada dalam kualifikasi ideal dalam arti memahami
benar hak, tugas dan wewenangnya dan mampu mengaplikasikannya secara baik,
dan didukung dengan pengalaman di bidang politik dan pemerintahan yang baik
(Yudoyono, 2000).
2.1.6.3 Pengetahuan Anggota DPRD tentang Anggaran
Pengetahuan merupakan persepsi responden tentang anggaran
(RAPBD/APBD) dan deteksi terhadap pemborosan atau kegagalan, dan
kebocoran anggaran. Sedangkan Nur dan Bambang (1999) dalam Winarna dan
Murni (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil
dari proses melihat, mendengar, merasa dan berpikir yang menjadi dasar manusia
dalam bersikap dan bertindak. Dengan demikian pengetahuan tentang sesuatu
63
merupakan dasar bagi siapa saja dalam melakukan suatu tindakan atau bersikap
terhadap sesuatu tersebut.
Pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran dapat diartikan sebagai
pengetahuan dewan terhadap mekanisme penyusunan anggaran mulai dari tahap
perencanaan sampai pada tahap pertanggungjawaban serta pengetahuan dewan
tentang peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan keuangan
daerah/APBD.
Pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran berkaitan erat dengan
fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh anggota dewan.
Fungsi penganggaran menempatkan anggota DPRD untuk selalu ikut dalam
proses anggaran bersama-sama dengan eksekutif. Fungsi pengawasan DPRD
memberikan kewenangan dalam pengawasan kinerja eksekutif dalam pelaksanaan
APBD. Dalam situasi demikian anggota DPRD dituntut memiliki keterampilan
dalam membaca anggaran serta memiliki kemampuan terlibat dalam proses
anggaran di daerah sehingga DPRD dapat bekerja secara efektif dalam melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran.
Untuk meningkatkan kapabilitas dalam pengawasan keuangan daerah,
DPRD harus menguasai keseluruhan struktur dan proses anggaran. Untuk itu,
pengetahuan dasar tentang ekonomi dan anggaran daerah harus dikuasai oleh
anggota DPRD. Pengetahuan dewan tentang mekanisme anggaran ini berasal dari
kemampuan anggota dewan yang diperoleh dari latar belakang pendidikannya
ataupun dari pelatihan dan seminar tentang keuangan daerah yang diikuti oleh
anggota dewan.
64
Pelatihan/seminar mengenai keuangan daerah yang diikuti oleh anggota
dewan akan meningkatkan pemahaman anggota dewan bahwa proses alokasi
anggaran bukan sekedar proses administrasi, tetapi juga politik. Memastikan
anggaran sesuai prioritas harus dilakukan oleh DPRD sejak penyusunan rencana
jangka menengah daerah hingga proses penentuan Kebijakan Umum APBD
(KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang keuangan daerah Pasal 34 ayat (3 dan
4) yang menyatakan bahwa Kepala Daerah menyampaikan rancangan kebijakan
umum APBD (KUA) kepada DPRD. Rancangan kebijakan umum APBD (KUA)
tersebut selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA).
Berdasarkan kebijakan umum APBD (KUA) yang telah disepakati,
pemerintah daerah dan DPRD membahas prioritas plafon anggaran sementara
(PPAS). Pada tahap inilah peran DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan
harus dioptimalkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi
dengan jelas alokasi dana dalam anggaran pemerintah daerah dengan harapan agar
tidak terjadi penyelewengan pada saat pelaksanaan anggaran. Untuk menghasilkan
kinerja yang baik dalam pengawasan keuangan daerah/APBD, anggota dewan
harus membekali dirinya dengan pengetahuan tentang anggaran secara
keseluruhan serta menambah pengetahuan tentang mekanisme pengawasan
terhadap pelaksanaan keuangan daerah/APBD.
Yudoyono (2000) mengatakan bahwa agar mampu menjalankan tugasnya
dengan baik, DPRD seharusnya tidak hanya mempunyai kemampuan di bidang
politik, tetapi juga pengetahuan yang cukup mengenai mekanisme kerja DPRD,
65
kebijakan publik, konsep dan teknik pemerintahan, teknik pengawasan, dan
sebagainya. Dalam lingkup pengawasan terhadap anggaran maka pengetahuan
yang spesifik tentang anggaran akan mempengaruhi kinerja bagi pihak yang
melakukan pengawasan, yaitu tingkat efektivitas pengawasan dalam menjalankan
fungsi dan wewenangnya tersebut. Semakin luas pengetahuan anggota dewan
tentang anggaran maka semakin besar kapabilitas anggota dewan tersebut dalam
melakukan pengawasan keuangan daerah. Dimana pengetahuan akan memberikan
kontribusi lebih ketika didukung dengan pendidikan dan pengalaman yang cukup
untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota dewan
(Indriani dan Baswir, 2003).
2.1.6.4 Pemahaman Dewan terhadap Peraturan, Prosedur dan Kebijakan
Menurut Badei dan Zammuto (1991) dalam Witono dan Baswir (2003),
peraturan menjelaskan tindakan apa saja yang boleh dilakukan atau tidak.
Prosedur mengindikasikan serangkaian strategi untuk mencapai tujuan.
Sedangkan kebijakan merupakan pernyataan umum sebagai pedoman dalam
pengambilan keputusan. Adanya peraturan, prosedur dan kebijakan tentang
keungan daerah ditujukan untuk membantu anggota dewan dalam melaksanakan
perannya dalam hal ini yaitu melakukan pengawasan keuangan daerah. Peraturan,
prosedur dan kebijakan ini berfungsi sebagai pedoman untuk memastikan apakah
pelaksanaan keuangan daerah (APBD) telah sesuai dengan tujuan dan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan. Adanya undang-undang juga berpengaruh
terhadap perilaku organisasional karena besarnya eksistensi dari organisasi dan
66
hal tersebut berhubungan dengan kegiatan harian dalam kerangka peraturan yang
akan mempengaruhi peraturan pusat dan peraturan daerah.
Namun demikian, jumlah peraturan, prosedur dan kebijakan yang
berlebihan dapat berpengaruh terhadap disfungsionalisasi individu dan organisasi,
serta membunuh inisiatif individu, mengeliminasi perilaku risk-taking,
mengurangi kepuasan kerja serta memicu sisnisme dan persaingan.Fakta juga
menunjukkan bahwa salah satu fungsi anggota DPRD adalah untuk membuat dan
melaksanakan peraturan dan kebijakan daerah itu sendiri, sehingga posisi DPRD
diartikan sebagai posisi politik. Sehingga adanya peraturan, prosedur dan
kebijakan tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap pengawasan keuangan
daerah atau APBD (Witono dan Baswir, 2003).
Selain itu, pemahaman anggota DPRD tentang peraturan, kebijakan dan
prosedur juga berkaitan dengan pemahaman anggota DPRD tentang undang-
undang atau peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan
daerah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 dan 133 yang menyatakan
bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah
tentang APBD. Selanjutnya dalam Pasal 133 menyebutkan bahwa pengawasan
pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Hal ini berarti bahwa dalam melaksanakan pengawasan terhadap APBD,
DPRD harus mengacu kepada peraturan yang berlaku. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa anggota dewan harus mempunyai bekal pemahaman
67
yang cukup mengenai peraturan, kebijakan dan prosedur yang berlaku. Ketika
sedang melaksanakan fungsi pengawasan di bidang anggaran, anggota dewan
sekurang-kurangnya harus mengetahui undang-undang atau peraturan apa saja
yang mengatur mengenai anggaran tersebut. Sehingga anggota dewan tersebut
dapat mengetahui apakah pelaksanaan anggaran telah sesuai dengan peraturan
perundangan yang ditetapkan atau tidak.
Peraturan, kebijakan dan prosedur yang digunakan sebagai untuk
mengetahui tingkat pemahaman dewan dalam pengawasan keuangan daerah
(APBD) terdiri dari:
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
c. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun
68
2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh
anggota DPRD telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Witono dan Baswir (2003) tentang pengaruh personal
background dan political culture terhadap peran DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah. Sampel penelitian terdiri dari 120 anggota DPRD
Kabupaten/Kota se-Provinsi DIY. Alat analisis yang digunakan yaitu regresi
berganda dan Moderated Regression Analysis (MRA). Variabel independen
berupa personal background dan political culture, sedangkan variabel dependen
adalah peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Selain sebagai variabel
independen, political culture juga berperan sebagai variabel moderat. Hasil
penelitian membuktikan bahwa variabel personal background berupa jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan pendidikan dan pengalaman di bidang politik
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peran DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah. Sebagai variabel independen, political culture berpengaruh
secara signifikan tetapi sebagai variabel moderat. Hasil ini menguatkan hubungan
antara variabel personal background dengan peran DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah.
Berdasarkan penelitian Indriani dan Baswir (2003) mengenai pengaruh
pengetahuan dan RPPs terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan
69
daerah. Sampel akhir dari penelitian ini adalah 97 anggota DPRD
Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu. Alat analisisnya berupa regresi berganda.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga variabel, yaitu
pengetahuan tentang anggaran, RPPs terhadap peran DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengetahuan
tentang anggaran berpengaruh terhadap peranan DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah. Sedangkan RPPs tidak memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah.
Sopanah dan Mardiasmo (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh
partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan
antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan APBD. Sampel
penelitian terdiri dari 44 anggota DPRD Kota Malang, Kabupaten Malang dan
Kota Batu di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda. Variabel penelitian ini terdiri dari partisipasi masyarakat dan
transparansi kebijakan publik sebagai variabel moderating, sedangkan
pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan APBD masing-masing
sebagai variabel independen dan dependen. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pengetahuan anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD
yang dilakukan oleh dewan. Disamping itu, interaksi pengetahuan anggaran
dengan partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pengawasan
APBD yang dilakukan oleh dewan. Sedangkan interaksi pengetahuan anggaran
dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengawasan yang dilakukan oleh dewan
70
Sopanah dan Wahyudi (2005) meneliti tentang pengawasan keuangan
daerah. Sampel dalam penelitian ini ada dua yaitu 44 anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) yang berada di wilayah Malang Raya Jawa Timur yang
terdiri dari Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu serta 44 orang
masyarakat yang terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh
masyarakat, organisasi masyarakat, akademisi, mahasiswa dan media masa.
Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan multiple
regression untuk masing-masing sampel, yaitu berdasarkan nilai p value, dan R
square dan menggunakan chow test. Variabel Independen dalam penelitian ini
adalah pengetahuan anggaran. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini
adalah pengawasan keuangan daerah (APBD) pada tahap penyusunan,
pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan akuntabilitas
publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik dijadikan sebagai
variabel moderating.
Hasil dari penelitian ini adalah pertama, pengetahuan anggaran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut
sampel dewan maupun masyarakat. Kedua, interaksi pengetahuan anggaran
dengan akuntabilitas publik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
pengawasan APBD baik menurut sampel dewan maupun sampel masyarakat.
Ketiga, interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD menurut dewan, sedangkan
menurut masyarakat tidak signifikan. Keempat, interaksi pengetahuan anggaran
dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap
71
pengawasan APBD baik menurut dewan maupun masyarakat. Terakhir, terdapat
perbedaan signifikan antara fungsi pengawasan APBD menurut dewan dan
masyarakat.
Robinson (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas anggaran
terhadap efektivitas pengawasan anggaran: pengetahuan tentang anggaran sebagai
variabel moderating. Penelitian ini menggunakan sampel yang terdiri dari 89
anggota DPRD yang juga menjadi anggota panitia anggaran di 8 Kabupaten/Kota
se-Propinsi Bengkulu. Penelitian ini diuji dengan dua alat analisis yaitu regresi
linier dan uji interaksi atau juga disebut dengan moderated regression analysis
(MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas anggaran mempengaruhi
(meningkatkan) efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh anggota DPRD
terhadap anggaran, sedangkan untuk variabel pengetahuan tentang anggaran tidak
berpengaruh atau bukan sebagai variabel moderating dalam hubungan antara
kualitas anggaran terhadap pengawasan anggaran. Walaupun demikian, dari hasil
regresi secara langsung antara variabel pengetahuan tentang anggaran terhadap
variabel pengawasan anggaran hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang
positif dan signifikan.
Roseptalia (2006) juga melakukan penelitian tentang pengaruh
pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan daerah
dengan variabel moderating partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan
publik. Penelitian ini mengambil sampel anggota Komisi C dan anggota panitia
anggaran DPRD Propinsi Jawa Tengah sebanyak 27, dan alat analisis berupa
regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dewan
72
tentang anggaran berpengaruh positif terhadap pengawasan keuangan daerah,
kedua interaksi pengetahuan dewan tentang anggaran dan partisipasi masyarakat
berpengaruh positif terhadap pengawasan keuangan daerah, dan ketiga interaksi
antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan transparansi kebijakan publik
berpengaruh positif terhadap pengawasan keuangan daerah.
Studi yang dilakukan oleh Coryanata (2007) tentang pengawasan
keuangan daerah oleh anggota DPRD di Provinsi Bengkulu. Jumlah sampel akhir
yaitu 30 anggota dewan di Komisi C. Alat analisis yang digunakan adalah analisis
berganda (multiple regression). Variabel independen dalam penelitian ini terdiri
dari: pengetahuan dewan tentang anggaran, partisipasi masyarakat, akuntabilitas,
dan transparansi kebijakan publik. Variabel dependen adalah pengawasan
keuangan daerah (APBD). Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh
pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan publik pada
anggota dewan DPRD di kota Bengkulu yang sangat signifikan. Serta semua
variabel yang peneliti turunkan yaitu partisipasi masyarakat, transparansi
kebijakan publik serta akuntabilitas, yang disebut dengan variabel moderating,
semuanya ikut mempengaruhi hubungan antara pengetahuan dewan tentang
anggaran dengan pengawasan keuangan publik.
Werimon, Ghozali, dan Nazir (2007) menguji pengaruh partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara
pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah
(APBD), yang di moderasi oleh partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan
publik. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan Dewan
73
tentang anggaran dan variable dependennya adalah pengawasan keuangan daerah
(APBD). Sampel dalam penelitian ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) se-Provinsi Papua peroide 1999-2009, dengan jumlah responden
sebanyak 313. Penelitian ini menggunakan alat analisis berupa multiple
regression. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif signifikan antara variabel pengetahuan dengan pengawasan keuangan
daerah (APBD), dan interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan
partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik berpengaruh negatif
signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD).
Winarna dan Murni (2007) menguji pengaruh personal background,
political background dan pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap peran
DPRD dalam pengawasan keuangan daerah sampel penelitian terdiri dari 85
anggota panitia anggaran DPRD se-eks Karisidenan Surakarta yang meliputi 7
Kabupaten yaitu Kabupaten Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Klaten,
Boyolali dan Kota Surakarta dan Kabupaten/Kota se-Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) yang meliputi 5 Kabupaten yaitu: Kabupaten Sleman,
Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kota
Yogyakarta. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Multivariate Analysis of Variance (MANOVA). Variabel dependen yang
digunakan adalah peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah pada tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban sedangkan variabel
independennya terdiri dari personal background, political background, dan
pengetahuan dewan tentang anggaran. Hasil penelitian ini memberikan bukti
74
empiris bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran memiliki pengaruh
signifikan terhadap peran DPRD dalam pengawan keuangan daerah. Sedangkan
personal background dan political background secara umum tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah.
2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh
antara variabel independen yang terdiri dari personal background, political
background, pengetahuan tentang anggaran, serta pemahaman dewan terhadap
peraturan, prosedur dan kebijakan terhadap variabel dependen yang berupa
pengawasan keuangan daerah. Berdasarkan landasan teori di atas dapat disusun
kerangka pemikiran teoritis dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapabilitas Anggota DPRD dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
H4
H1
H2
H3
Variabel Dependen
Variabel Independen
Pengawasan
Keuangan Daerah
(APBD)
Pengetahuan Anggota DPRD
tentang Anggaran
Pemahaman Anggota DPRD
terhadap Peraturan, Kebijakan dan
Prosedur
Personal Background
Political Background
75
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
diduga dapat mempengaruhi kapabilitas DPRD dalam melalukan pengawasan
keuangan daerah (APBD) di antaranya ada empat yaitu personal background,
political background, pengetahuan tentang anggaran, dan pemahaman dewan
terhadap peraturan, prosedur serta kebijakan publik.
2.3.1 Pengaruh Personal Background terhadap Kapabilitas Anggota DPRD
dalam Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
Personal background merupakan latar belakang diri dari yang melekat
pada seorang individu. Latar belakang diri ini meliputi banyak aspek antara lain
seperti nama, jenis kelamin, usia, agama, latar belakang pendidikan dan lain
sebagainya. Dalam penelitian ini personal background yang dimaksud adalah
personal background dari anggota DPRD periode 2009-2014 yaitu latar belakang
diri dari anggota dewan yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
bidang pendidikan, pengalaman pekerjaan anggota dewan, dan pegalaman
organisasi.
Personal background berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang semakin berkualitas akan mampu memberikan
kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (Winarna,
2007). Semakin anggota DPRD memiliki personal background yang tinggi maka
pengawasan keuangan daerah yang dilakukannya juga semakin maksimal. Dengan
demikian dapat dirumuskan bahwa variabel personal background berpengaruh
76
positif terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah
(APBD).
Penelitian yang dilakukan oleh Winarna dan Murni (2007) menemukan
bukti empiris bahwa personal background tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Dari uraian di atas maka
hipotesis yang diajukan adalah:
H1 : Personal background berpengaruh positif terhadap kapabilitas
anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
2.3.2 Pengaruh Political Background terhadap Kapabilitas Anggota DPRD
dalam Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
Political background merupakan latar belakang dari pengalaman
seseorang dalam berkecimpung di dunia politik. Berbicara mengenai politik, tentu
saja tidak lepas dari partai politik. Setiap lembaga (DPRD) memiliki political
background seperti individu yang ada didalamnya. Karakteristik utama dari
political background adalah terkait dengan nilai. Nilai merupakan prinsip dasar
yang dijadikan sebagai pedoman hidup individu.
Dalam menjalankan tugasnya anggota DPRD diharuskan mengikuti aturan
kerja yang telah ditetapkan sesuai bidang masing-masing, di sinilah latar belakang
politik terkadang menyebabkan perbedaan sudut pandang bahkan terjadinya
perselisihan. Seorang anggota dewan harus mempunyai latar belakang politik
yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai angota dewan. Menurut La
Palombara (1974) dalam Winarna dan Murni (2007) terdapat beberapa faktor
77
yang mempengaruhi sikap, perilaku, dan peran legislatif yaitu institusi politik,
partai politik, karakteristik personal, pengalaman politik dan sifat pemilih.
Semakin seorang anggota DPRD memiliki political background yang lebih baik
maka pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan daerah (APBD) akan semakin
berkualitas dan baik. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa personal
background berpengaruh positif terhadap kapabilitas DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah (APBD).
Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Witono dan Baswir
(2003) menyatakan bahwa political background berpengaruh terhadap kapabilitas
anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD). Dari uraian di atas
maka hipotesis yang diajukan adalah:
H2 : Political background berpengaruh positif terhadap kapabilitas
anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
2.3.3 Pengaruh Pengetahuan Anggota DPRD tentang Anggaran terhadap
Kapabilitas Anggota DPRD dalam Pengawasan Keuangan Daerah
(APBD)
Pengetahuan merupakan persepsi responden tentang anggaran
(RAPBD/APBD) dan deteksi terhadap pemborosan atau kegagalan, dan
kebocoran anggaran. Sedangkan Nur dan Bambang (1999) dalam Winarna dan
Murni (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil
dari proses melihat, mendengar, merasa dan berpikir yang menjadi dasar manusia
dalam bersikap dan bertindak. Dengan demikian pengetahuan tentang sesuatu
78
merupakan dasar bagi siapa saja dalam melakukan suatu tindakan atau bersikap
terhadap sesuatu tersebut. Pengalaman dan pengetahuan yang tinggi akan sangat
membantu seseorang dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya sesuai
dengan kedudukan anggota DPRD Sebagai wakil rakyat. Semakin luas
pengetahuan anggota dewan tentang anggaran maka semakin besar kapabilitas
anggota dewan tersebut dalam melakukan pengawasan keuangan daerah.
Sehingga dapat dirumuskan bahwa pengetahuan anggota dewan tentang anggaran
berpengaruh positif terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah (APBD).
Dalam Yudoyono (2000) menyatakan, bahwa DPRD akan mampu
menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya
secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proposional jika setiap
anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis
penyelenggaraan pemerintah, kebijakan publik. Dengan mengetahui tentang
anggaran diharapkan anggota Dewan dapat mendeteksi adanya pemborosan dan
kebocoran anggaran. Pengetahuan DPRD tentang anggaran dapat meningkatkan
kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Dari uraian di
atas maka hipotesis yang diajukan adalah:
H3 : Pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran berpengaruh
positif terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah (APBD).
79
2.3.4 Pengaruh Pemahaman Anggota DPRD terhadap Peraturan, Prosedur,
dan Kebijakan terhadap Kapabilitas Anggota DPRD dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
Peraturan digunakan untuk menjelaskan tindakan apa saja yang boleh
dilakukan atau tidak. Prosedur mengindikasikan serangkaian strategi untuk
menjcapai tujuan. Sedangkan kebijakan merupakan pernyataan umum sebagai
pedoman dalam pengambilan keputusan. Peraturan, kebijakan dan prosedur ini
berfungsi sebagai pedoman anggota DPRD dalam melakukan pengawasan
keuangan daerah (APBD) agar berjalan secara efektif sehingga memastikan
apakah pelaksanaan keuangan daerah (APBD) telah sesuai dengan tujuan dan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan.
Adanya peraturan dan undang-undang juga berpengaruh terhadap perilaku
organisasional karena besarnya eksistensi dari organisasi dan hal tersebut
berhubungan dengan kegiatan harian dalam kerangka peraturan yang akan
mempengaruhi peraturan pusat dan peraturan daerah. Semakin paham anggota
dewan terhadap peraturan, prosedur, dan kebijakan tentang keuangan daerah
(APBD) maka anggota DPRD tersebut akan semakin kapabel dalam melakukan
pengawasan keuangan daerah (APBD). Sehingga dapat dirumuskan bahwa
pemahaman dewan terhadap peraturan, prosedur dan kebijakan yang ada
berpengaruh positif terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan
keuangan daerah (APBD).
Namun demikian, jumlah peraturan, prosedur dan kebijakan yang
berlebihan dapat berpengaruh terhadap disfungsionalisasi individu dan organisasi,
80
serta membunuh inisiatif individu, mengeliminasi perilaku risk-taking,
mengurangi kepuasan kerja serta memicu sisnisme dan persaingan. Fakta juga
menunjukkan bahwa salah satu fungsi anggota DPRD adalah untuk membuat dan
melaksanakan peraturan dan kebijakan daerah itu sendiri, sehingga posisi DPRD
diartikan sebagai posisi politik. Sehingga adanya peraturan, prosedur dan
kebijakan tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap pengawasan keuangan
daerah atau APBD (Witono dan Baswir, 2003).
Indriani dan Baswir (2003) juga membuktikan bahwa peraturan, prosedur
dan kebijakan (RPPs) tidak berpengaruh signifikan terhadap kapabilitas anggota
DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD). Semakin banyak peraturan,
prosedur, dan kebijakan yang ada, maka akan memberikan kecenderungan pada
anggota dewan untuk lebih banyak lagi melanggar peraturan, prosedur, dan
kebijakan tersebut. Dari uraian di atas maka hipotesis yang diajukan adalah:
H4 : Pemahaman anggota DPRD terhadap peraturan, prosedur dan
kebijakan berpengaruh positf terhadap kapabilitas anggota
DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
81
BAB III
METODE PENELITIAN
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen adalah variabel yang menjadi perhatian utama peneliti
(UmaSekaran, 2003). Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan
adalah Pengawasan keuangan daerah (APBD). Pengawasan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pengawasan terhadap anggaran yang mengacu pada tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif dalam hal ini adalah
DPRD, untuk mengawasi anggaran. Fungsi pengawasan hendaknya dilakukan
oleh DPRD pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan APBD.
Pengawasan anggaran diukur dengan menggunakan kuesioner yang
dikembangkan oleh Sopanah (2003). Variabel ini menggunakan 9 item pernyataan
yang menanyakan aktivitas pengawasan yang dilakukan oleh setiap anggota
DPRD pada setiap tahapan APBD.
Variabel ini diukur dengan menggunakan Skala Likert. Skala Likert adalah
metode pengukuran yang berisi beberapa alternatif kategori pendapat yang
memungkinkan bagi responden untuk memberi alternatif penilaian (Indriantoro &
Supomo, 1999) dalam (Winarna dan Murni, 2007) yang sesuai dengan sikap dan
tindakan yang dilakukan atas pernyataan yang diajukan. Pengukuran variabel
dengan skala 1 sampai dengan 5, yaitu: 1= tidak pernah; 2= jarang; 3= kadang-
82
kadang; 4= sering; dan 5= selalu. Jawaban item pernyataan tersebut memiliki nilai
kisaran 9 – 45.
3.1.2 Variabel Independen (X)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen, baik pengaruh positif maupun negatif. Variabel independen (X) yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Personal Background (X1)
Personal background merupakan latar belakang diri dari yang melekat
pada seorang individu. Variabel personal Background meliputi beberapa
dimensi, yaitu: jenis kelamin, usia, agama, tingkat pendidikan, bidang
pendidikan, latar belakang pekerjaan, pengalaman organisasi. Dimensi
tersebut didasarkan pada penelitian yang dikembangkan oleh Winarna dan
Murni (2007). Variabel ini diukur dengan skala nominal.
2. Political Background (X2)
Political background merupakan latar belakang dari pengalaman
seseorang dalam berkecimpung di dunia politik Variabel ini meliputi
beberapa dimensi, yaitu: pengalaman politik, pengalaman di DPRD, latar
belakang partai politik, latar belakang ideologi partai politik, asal komisi,
jabatan di partai politik, jabatan di DPRD, dan jumlah partai politik yang
pernah diikuti. Dimensi tersebut didasarkan pada penelitian yang
dikembangkan oleh Winarna dan Murni (2007). Variabel ini diukur
dengan skala nominal.
83
3. Pengetahuan Anggota DPRD tentang Anggaran (X3)
Pengetahuan angota DPRD tentang anggaran merupakan persepsi
responden tentang anggaran (RAPBD/APBD) dan deteksi terhadap
pemborosan atau kegagalan, dan kebocoran anggaran. Instrumen
pengukuran pengetahuan anggaran dilakukan dengan menanyakan
pengetahuan dan pemahaman anggota DPRD tentang RAPBD/APBD
dalam konteks anggaran yang berbasis kinerja. Variabel ini diukur dengan
menggunakan 10 item pernyataan yang dikembangkan oleh Sopanah
(2003). Variabel ini diukur dengan menggunakan skala likert dengan
rentang nilai antara 1 sampai 5, yaitu: 1= tidak pernah; 2= jarang; 3=
kadang-kadang; 4= sering; dan 5= sangat sering. Jawaban item
pernyataan tersebut memiliki nilai kisaran 10-50.
4. Pemahaman Anggota DPRD terhadap Peraturan, Kebijakan, dan Prosedur
(X4).
Peraturan menjelaskan tindakan apa saja yang boleh dilakukan atau tidak.
Prosedur mengindikasikan serangkaian strategi untuk mencapai tujuan.
Sedangkan kebijakan merupakan pernyataan umum sebagai pedoman
dalam pengambilan keputusan. Variabel ini diukur dengan menanyakan
tingkat pemahaman anggota DPRD tentang peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Pernyataan ini dikembangkan oleh penulis dengan
mengacu pada Peraturan dan Undang-Undang tentang pengawasan, serta
mempertimbangkan fungsi pengawasan pada setiap tahapan APBD yakni
mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap pelaporan.
84
Variabel ini menggunakan 15 item pernyataan yang diukur dengan
menggunakan skala likert dengan rentang nilai antara 1 sampai 5, yaitu: 1=
tidak pernah; 2= jarang; 3= kadang-kadang; 4= sering; dan 5= sangat
sering. Masing-masing item pernyataan terdiri dari lima peraturan dan
Undang-Undang sehingga jawaban item pernyataan tersebut memiliki nilai
kisaran 75-375. Peraturan dan Undang-Undang tersebut terdiri dari:
a. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
c. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun
2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
85
3.7 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anggota DPRD Kabupaten/Kota
Se-Eks Karesidenan Semarang dan Se-Eks Karesidenan Pati. Dengan
menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel secara tidak
acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu
dimana umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Oleh karena
itu, sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh anggota DPRD
periode 2009-2014 di 4 Kabupaten dan Kota Se-Eks Karesidenan Semarang,
meliputi Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kota
Semarang serta 1 Kabupaten Se-Eks Karesidenan Pati yaitu DPRD Kabupaten
Kudus. DPRD Kota/Kabupaten tersebut merupakan DRPD yang berada di
wilayah Karesidenan Semarang dan Karesidenan Pati. Selain itu, seluruh anggota
DPRD tersebut melakukan fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD).
3.8 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara langsung
melalui penyampaian kuesioner kepada responden di lingkungan DPRD yang
terdiri dari DPRD Kota Semarang, DPRD Kabupaten Semarang, DPRD
Kabupaten Kendal, DPRD Kabupaten Demak, dan DPRD Kabupaten Kudus.
3.9 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data primer dari responden dilakukan dengan survei,
yaitu dengan cara mengumpulkan data pokok (data primer) dari suatu sampel
86
dengan menggunakan instrumen kuisioner dengan cara memberikan daftar
pernyataan tertulis kepada responden. Setiap paket kuisioner terdiri dari dua
bagian yang harus dijawab oleh responden dengan mengikuti perintah yang
terdapat didalam setiap bagian. Bagian pertama berisi pernyataan yang
berhubungan dengan personal background dan political background dari
responden yang meliputi jenis kelamin, pendidikan, jabatan, pengalaman politik,
pengalaman di DPRD, latar belakang partai politik, dan lain-lain. Bagian kedua
adalah pernyataan yang berhubungan dengan pengetahuan dewan tentang
anggaran, pemahaman dewan terhadap peraturan, prosedur dan kebijakan, serta
pengawasan keuangan daerah.
Metode penyebaran kuesioner adalah Personally Administered
Questionaires, yaitu penggunaan kuesioner yang disampaikan dan dikumpulkan
oleh peneliti dengan menemui responden secara langsung, sehingga peneliti dapat
memberikan penjelasan seperlunya kepada responden mengenai hal-hal yang
belum dimengerti oleh responden. Selain itu juga, penyebaran kuasioner juga di
tinggal di kantor DPRD. Hal ini disebabkan karena kesibukan anggota DPRD
pada akhir tahun sehingga kurang terdapat kesulitan untuk ditunggu secara
langsung.
3.5 Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diolah kemudian dianalisis
dengan alat statistik sebagai berikut:
87
3.5.5 Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel
dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata (mean), standar
deviasi, maksimum dan minimum. (Ghozali, 2007). Statistik deskriptif
menyajikan ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel.
3.5.6 Uji Kualitas Data
Penelitian yang mengukur variabel dengan menggunakan instrumen dalam
kuesioner harus dilakukan pengujian kualitas terhadap data yang diperoleh dengan
uji validitas dan reliabilitas. Uji reliabilitas dan validitas dilakukan untuk
mengetahui ketepatan alat ukur dalam mengukur objek yang diteliti.
3.5.2.1 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah jawaban responden
terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan memiliki tingkat kestabilan yang
tinggi dari waktu ke waktu atau tidak. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan coefficient cronbach’s alpha. Cronbach’s alpha merupakan teknik
pengujian konsistensi reliabilitas antar item yang paling popular dan menunjukkan
indeks konsistensi reliabilitas yang cukup sempurna, semakin tinggi koefisien
alpha, berarti semakin baik pengukuran suatu instrumen (Sekaran, 2000:206).
Suatu variabel dapat dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha >
0.60 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2007).
88
3.5.2.2 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi bivariate antara
masing-masing skor tiap-tiap item pernyataan dengan skor total seluruh
pernyataan dalam kuesioner (Ghozali, 2007).
3.5.7 Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah Uji Normalitas, Uji
Multikolinearitas, dan Uji Heteroskedastisitas.
3.5.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,
variabel-variabel memiliki distribusi normal. Data yang terdistribusi normal akan
memperkecil kemungkinan terjadinya bias. Salah satu cara termudah untuk
melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi
normal. Namun ada metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal
probability plot yang membandingkan distrbusi kumulatif dari distribusi normal.
Distrbusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data
residual akan dibandingkan dengan garis diagonal, jika distribusi data residual
normal, maka garis yang menggambarkan data yang sesungguhnya akan
mengikuti garis diagonalnya. Jika kondisi di atas tidak terpenuhi maka data yang
89
tersedia untuk analisis regresi linear berganda tidak memenuhi asumsi normalitas
(Ghozali, 2007).
Selain itu, pengujian normalitas dapat dilakukan dengan uji statistik One
Sampel Kolmogorov Smirnov. Dasar pengambilan keputusan dari uji normalitas
dengan uji statistik One Sampel Kolmogorov Smirnov adalah (Ghozali, 2007):
1. Jika hasil One Sampel Kolmogorov Smirnov diatas tingka signifikansi
0,05 menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas, dan
2. Jika hasil One Sampel Kolmogorov Smirnov di bawah tingkat
signifikansi 0,05 tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
3.5.3.2 Uji Multikolonearitas
Uji multikolonearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen, maka uji jenis ini hanya
diperuntukan untuk penelitian yang memiliki variabel independen lebih dari satu.
Multikolonearitas dapat dilihat dengan menganalisis nilai VIF (Variance Inflation
Factor). Suatu model regresi menunjukkan adanya multikolonearitas jika:
1. Tingkat korelasi > 95%,
2. Nilai Tolerance < 0,10, atau
3. Nilai VIF > 10.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi atau tidak terjadi
multikolinearitas antar variabel independen (Ghozali, 2007).
90
3.5.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regesi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang berjenis homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2007).
Uji statistik yang digunakan adalah uji Scatterplot. Uji Scatterplot
digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan
melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID. Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot
antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan
sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized.
Dasar analisisnya adalah (Ghozali, 2007):
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
91
3.5.8 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan secara multivariate dengan menggunakan
regresi berganda. Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh
dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2007).
Regresi berganda digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel
independen personal background (X1), political background (X2), pengetahuan
anggota DPRD tentang anggaran (X3), serta pemahaman anggota DPRD terhadap
peraturan, kebijakan, dan prosedur tentang keuangan daearh (APBD) (X4)
mempengaruhi kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah
(APBD).
Model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai
berikut:
Y = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 + 4 X4 + e
Keterangan :
Y = Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
X1 = Personal Background
X2 = Political Background
X3 = Pengetahuan Anggota DPRD tentang Anggaran
X4 = Pemahaman Anggota DPRD terhadap Peraturan, Kebijakan dan
Prosedur tentang keuangan Daerah (APBD)
= Koefisien regresi
e = error
92
Pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan menggunakan Uji
Goodness of Fit Model. Uji Goodness of Fit Model digunakan untuk mengukur
ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksirkan nilai aktual. Secara statistik,
terdapat dua cara untuk mengukur goodness of fit, yaitu dari nilai koefisien
determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t.
3.5.4.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Semakin nilai R2 mendekati satu
maka variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai R2
semakin
kecil maka kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi dependen
sangat terbatas.
3.5.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen. Uji statistik F merupakan uji model yang
menunjukkan apakah model regresi fit untuk diolah lebih lanjut. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Ketentuan
peneriman atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut :
1. Jika nilai signifikansi f > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien
regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan keempat
93
variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikansi f ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien
regresi signifikan). Ini berarti secara simultan keempat variabel
independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen.
3.5.4.3 Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen (Ghozali, 2007). Pengujian dilakukan dengan menggunakan
significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jika nilai signifikansi t > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien
regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel
independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikansi t ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien
regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen.