analisis faktor-faktor yang berpengaruh...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA
RANDY HAZEMI
H34070130
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting
Indonesia
Nama : Randy Hazemi
NIM : H34070130
Disetujui,
Pembimbing
Dr.Ir. Dwi Rachmina, M.Si
NIP. 19631227 199003 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting Indonesia” adalah karya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Randy Hazemi
H34070130
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sapporo pada tanggal 13 November 1988. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Jimmy Hariantono dan
Ibu Hanny Wijaya.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Regina Pacis Bogor pada
tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP
Regina Pacis Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Regina Pacis Bogor
diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis
tercatat sebagai pengurus International Association of Students in Agriculture and
Related Sciences (IAAS) pada Divisi Exchange Program periode 2007-2008 dan
Pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada Divisi
Sosial dan Lingkungan periode 2009-2010. Penulis juga tercatat sebagai ketua UKM
Bola Basket IPB periode 2008-2009. Pada tahun 2010, penulis menerima beasiswa
unggulan dari Badan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional dan
mengilkuti program Hokkaido University Short Term Exchange Program periode
2010-2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting Indonesia”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor kepiting Indonesia ke beberapa negara tujuan utamanya serta menilai potensi
pasar di negara-negara yang selama ini menjadi tujuan utama ekspor komoditas
tersebut.
Skripsi ini hanya sebuah sarana bagi para pembaca untuk mengetahui
gambaran kegiatan ekspor kepiting Indonesia. Penulis berharap penelitian ini dapat
mendorong studi-studi terkait sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi semakin
komprehensif dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2013
Randy Hazemi
H34070130
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada:
1. Ir. Lusi Fausia, MSc sebagai pembimbing akademik dan pembimbing skripsi
atas seluruh bantuan, nasihat, dan perhatiannya selama masa studi penulis.
2. Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, waktu,
dan kesabaran yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Amzul Rifin, SP. MA dan Eva Yolynda, SP. MM atas kesediaannya
menjadi dosen penguji dan segala masukan untuk perbaikan skripsi ini serta.
4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dorongan, doa, dan dukungan
yang telah diberikan.
5. Dosen dan staf Departemen Agribisnis serta keluarga besar Agribisnis 44 dan
45 yang telah menjadi tempat bernaung selama masa studi penulis di Institut
Pertanian Bogor.
6. Tim Gladi Karya Desa Kedawung-Tegal atas dukungan dan segala
pengorbanannya selama dan setelah masa Gladi Karya.
7. Kepada mereka yang telah datang, tinggal, dan pergi yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan inspirasi yang telah
diberikan.
Bogor, Februari 2013
Randy Hazemi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penduduk diatas 15 Tahun yang Bekerja menurut Lapangan
Kerja Utama ................................................................................ 1
2. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut
Lapangan Usaha .......................................................................... 2
3. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor
Pertanian Menurut Lapangan Usaha tahun 2006-2010 ............... 3
4. Produksi Kepiting di Indonesia Berdasarkan Jenis Penangkapan
Tahun 2008-2010 ......................................................................... 4
5. Volume dan Nilai FOB Ekspor Kepiting Segar (HS 030624000)
Indonesia tahun 2001-2010 ........................................................ 5
6. Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007 ..... 6
7. Jenis, Simbol, dan Sumber Data Penelitian .................................. 31
8. Kerangka Identifikasi Autokorelasi .............................................. 40
9. Luas Lahan Berpotensi untuk Budidaya Tambak di Indonesia
Tahun 1997-2010 ........................................................................ 46
10. Delapan Propinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap
di Indonesia Tahun 2008-2010 .................................................... 47
11. Volume dan Nilai Ekspor Kepiting Segar Dunia Tahun
2008-2010 .................................................................................... 49
12. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia (FOB) di Pasar
Domestik dan Pasar Ekspor Tahun 2002-2008 ........................... 50
13. Perkembangan Harga Ekspor Kepiting (FOB) Thailand dan
Filipina Tahun 2008-2010 ........................................................... 51
14. Perkembangan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2001-2010 ..... 52
15. Jumlah Kasus Penolakan Terhadap Produk Komoditas Perairan
Indonesia ...................................................................................... 53
16. Statistik Deskriptif Volume Ekspor Kepiting Indonesia .............. 59
17. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Ekspor Kepiting
Indonesia dengan Metode Fixed Effect ........................................ 59
18. Perkembangan GDP dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia
Tahun 2001-2010 ......................................................................... 61
19. Statistik Deskriptif Jarak Negara Tujuan Ekspor Kepiting
Indonesia ....................................................................................... 64
20. Perkembangan Nilai Tukar dan Volume Ekspor Kepiting
Indonesia Tahun 2001-2010 .......................................................... 67
21. Perkembangan Harga dan Volume ekspor Kepiting Indonesia
Pada Tahun 2001-2010 ................................................................. 70
22. Potensi Perdagangan Bilateral Kepiting Indonesia ...................... 71
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional ....................... 18
2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 29
3. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor Kepiting
Indonesia Tahun 2001-2010 ......................................................... 62
4. Perkembangan Nilai Tukar Negara Tujuan Ekspor Kepiting
Indonesia Terhadap Rupiah Tahun 2001-2010 ............................ 66
5. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan
Tahun 2000-2010 .......................................................................... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Statistik Deskriptif Data Aliran Perdagangan Kepiting
Indonesia ..................................................................................... 77
2. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode
Fixed Effect ................................................................................. 78
3. Histogram – Normality Test ........................................................ 79
4. Actual, Fitted, Residual Table ...................................................... 79
5. Korelasi Antar Variabel ............................................................... 80
6. Uji Autokorelasi ............................................................................ 80
7. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode
Pooled Least Square ................................................................... 81
8. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode
Random Effect ............................................................................. 82
9. Output Correlated Random Effect / Hausman Test ...................... 83
10. Redundant Fixed Effect Test / Likelihood Ratio .......................... 83
11. Actual, Fitted, Residual Table ..................................................... 85
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xii
I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................. 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................. 8
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 10
2.1. Kajian Empiris Mengenai Permintaan Ekspor Kepiting
Indonesia ............................................................................. 10
2.2. Kajian Empiris Mengenai Aliran Perdagangan ................... 11
2.3. Kajian Empiris Mengenai Gravity Model ........................... 13
2.4. Kajian Empiris Mengenai Nilai Potensi Perdagangan ......... 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 15
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................. 15
3.1.1. Teori Perdagangan Internasional .............................. 15
3.1.2. Analisis Keseimbangan Parsial ................................ 17
3.1.3. Gravity Model .......................................................... 18
3.1.4. Model Regresi Panel Data ........................................ 23
3.1.5 Nilai Potensial Perdagangan ..................................... 25
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 26
IV METODE PENELITIAN .......................................................... 30
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 30
4.2. Metode Pengumpulan Data ................................................ 30
4.3. Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 31
4.4. Perumusan Model .............................................................. 32
4.5. Pengujian Kesesuaian Model ............................................. 33
4.5.1. Chow Test ................................................................ 33
4.5.2. Hausman Test ........................................................... 34
4.5.3. LM Test .................................................................... 34
4.6. Pengujian Statistik .............................................................. 35
4.6.1. Uji-t .......................................................................... 35
4.6.2. Uji-F ......................................................................... 36
4.6.3. Koefisien Determinasi (R2) ...................................... 37
4.7. Pengujian Asumsi .............................................................. 38
4.7.1. Uji Normalitas .......................................................... 38
4.7.2. Uji Multikolinearitas ................................................ 39
4.7.3. Uji Autokorelasi ....................................................... 40
4.7.4. Uji Heteroskedastisitas ............................................. 40
4.8. Nilai Potensial Perdagangan .............................................. 41
4.9. Definisi Operasional ........................................................... 42
V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING ................ 43
5.1. Karatkteristik Kepiting ....................................................... 43
5.2. Kandungan dan Manfaat Kepiting ..................................... 43
5.3. Jenis-Jenis Kepiting Komersial di Indonesia ..................... 44
5.4. Perkembangan Luas Areal Budidaya Tambak .................... 45
5.5. Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia ..................... 47
5.6. Negara Pesaing Indonesia dalam Ekspor Kepiting ............. 48
5.7. Harga Kepiting .................................................................... 50
5.7.1 Harga Kepiting Indonesia .......................................... 50
5.7.2 Harga Kepiting Negara Pesaing ................................. 51
5.8. Gambaran Ekspor Kepiting Indonesia ................................ 51
5.8.1 Kasus Penolakan Terhadap Ekspor Komoditas
Perikanan Indonesia ................................................... 52
5.8.2 Regulasi dan Standard Internasional untuk Ekspor
Produk Perikanan ...................................................... 54
VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA ................... 57
6.1. Pengujian Asumsi ................................................................ 57
6.2. Pengaruh-Pengaruh Variabel Ekonomi dan Non Ekonomi
Terhadap Ekspor Kepiting Indonesia .................................. 59
6.2.1. GDP Indonesia (Yi) ................................................... 60
6.2.2. GDP Negara Tujuan (Yj) .......................................... 61
6.2.3. Jarak Negara Indonesia dengan Negara
Tujuan (Dij) .............................................................. 63
6.2.4. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan
Terhadap Rupiah (ERij) ............................................ 66
6.2.5. Harga Kepiting Indonesia di Negara
Tujuan (Tij) ............................................................... 68
6.3. Potensi Perdangan Kepiting Indonesia di Negara-Negara
Tujuan Ekspor ..................................................................... 71
VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 73
7.1. Kesimpulan ......................................................................... 73
7.2. Saran .................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 74
LAMPIRAN ........................................................................................... 77
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap bangsa.
Kelalaian dalam mengelola sektor ini dapat berdampak pada bencana kemanusiaan
hingga terancamnya kedaulatan suatu negara. Bagi bangsa Indonesia, sektor pertanian
memiliki peranan yang belum dapat tergantikan oleh sektor lainnya. Hingga kini,
sektor tersebut masih merupakan sektor yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar
di Indonesia. Pada Tabel 1, terlihat bahwa sektor pertanian pada tahun 2010 mampu
menyerap 42.825.807 tenaga kerja atau sebesar 39,87% dari keseluruhan jumlah
tenaga kerja di Indonesia. Kontribusi tersebut masih yang tertinggi dan sulit untuk
dapat diimbangi oleh sektor lainnya.
Tabel 1. Penduduk di atas 15 Tahun yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan
Utama
No. Lapangan Pekerjaan Utama 2008 (Feb) 2009 (Feb) 2010 (Feb) Laju
(%/tahun)
1 Pertanian, Kehutanan,
Perburuan dan Perikanan
42.689.635 43.029.493 42.825.807 0,16
2 Perdagangan Besar, Eceran,
Rumah Makan, dan Hotel
20.684.041 21.836.768 22.212.885 3,65
3 Jasa Kemasyarakatan, Sosial
dan Perorangan
12.778.154 13.611.841 15.615.114 10,42
4 Industri Pengolahan 12.440.141 12.615.440 13.052.521 2,44
5 Angkutan, Pergudangan dan
Komunikasi
6.013.947 5.947.673 5.817.680 -1,65
6 Bangunan 4.733.679 4.610.695 4.844.689 1,24
7 Keuangan, Asuransi, Usaha
Persewaan Bangunan, Tanah,
dan Jasa Perusahaan
1.440.042 1.484.598 1.639.748 6,77
8 Pertambangan dan Penggalian 1.062.309 1.139.495 1.188.634 5,79
9 Listrik, Gas, dan Air 207.909 209.441 208.494 0,15
Total 102.049.857 104.485.444 107.405.572 2,59
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
Sektor pertanian juga menjadi salah satu sektor penyumbang Produk
Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) tertinggi bagi Indonesia. Hal ini
terlihat pada Tabel 2, sektor pertanian menempati posisi tertinggi ketiga untuk
kontribusi GDP tahun 2008-2010 di bawah sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran. Kedua fakta tersebut menunjukkan betapa besarnya
kontribusi sektor pertanian dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengingat
vitalnya sektor pertanian bagi Indonesia, maka pengembangan sektor ini akan
menjadi langkah yang sangat tepat dan strategis dalam menciptakan pertumbuhan dan
pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 2. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan
Usaha
No. Lapangan Usaha PDB/GDP (Miliar Rupiah) Laju
(%/tahun) 2008 2009 2010*
1 Industri Pengolahan 557.764,4 570.102,5 597.134,9 3,48
2 Perdagangan, Hotel & Restoran 363.818,2 368.463,0 400.474,9 4,98
3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan
dan Perikanan
284.619,1 295.883,8 304.736,7 3,47
4 Keuangan, Real Estate & Jasa
Perusahaan
198.799,6 209.163,0 221.024,2 5,44
5 Jasa-jasa 193.049,0 205.434,2 217.782,4 6,21
6 Pengangkutan dan Komunikasi 165.905,5 192.198,8 217.977,4 14,63
7 Pertambangan dan Penggalian 172.496,3 180.200,5 186.634,9 4,02
8 Konstruksi 131.009,6 140.267,8 150.022,4 7,01
9 Listrik, Gas & Air Bersih 14.994,4 17.136,8 18.050,2 9,81
Jumlah 2.082,456.1 2.178.850,4 2.313.838,0 5,41
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
*. Angka sementara
Sektor pertanian Indonesia pada dasarnya telah dikaruniai berbagai
keunggulan berupa kemudahan mengakses sumberdaya alam, kondisi geografis yang
mendukung, lahan yang produktif, serta tersedianya jumlah tenaga kerja yang
memadai. Keunggulan tersebut terlihat jelas salah satunya pada subsektor perikanan.
Garis pantai sepanjang 104.000 km serta jumlah luas perairan laut termasuk zona
ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencapai 5,8 juta km2 merupakan potensi
yang sangat besar bagi subsektor ini untuk terus berproduksi dan bersaing dengan
negara-negara lainnya.
Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan
salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki
potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini
didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan
yang besar baik ditinjau dari segi kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di
sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, industri
perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national
resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan
(comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan
dari potensi sumber daya yang ada.
Berdasarkan laporan FAO Statistical Yearbook 2009, Produksi perikanan
tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia. Di
samping itu, Indonesia juga merupakan salah satu produsen terbesar perikanan
budidaya dunia. Pada tahun 2007, posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di
dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi per tahun sejak
tahun 2003 mencapai 8,79%. Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia memiliki
kesempatan dan kemampuan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar di
dunia, seiring dengan terus meningkatnya produksi perikanan Indonesia di dunia pada
periode 2004-2009.
Tabel 3. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian
menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010
Sektor Usaha Kontribusi Terhadap GDP (Milyar Rupiah) Laju
(%/tahun) 2006 2007 2008 2009 2010
Tanaman Pangan 129.549 133.889 142.000 149.058 151.750 14,83
Perikanan 41.419 43.653 45.866 47.775 50.578 16,09
Perkebunan 41.318 43.199 44.784 45.608 46.751 10,69
Peternakan 33.430 34.221 35.425 36.649 38.135 10,35
Kehutanan 16.687 16.548 16.543 16.844 17.193 1,47
Total 262.403 271.509 284.619 295.934 304.406 12,99
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
Subsektor perikanan juga merupakan salah satu penyumbang terbesar
terhadap GDP di sektor pertanian. Berdasarkan Tabel 3, kontribusi subsektor
perikanan terhadap GDP sektor pertanian menempati posisi kedua di bawah subsektor
tanaman pangan dan terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Selain
itu, subsektor perikanan juga mempunyai peluang yang cukup besar untuk menguasai
pasar internasional. Hal ini disebabkan oleh sifat sebagian besar komoditasnya yang
merupakan komoditas ekspor unggulan dan banyak diminati di pasar internasional.
Salah satu komoditas ekspor perikanan yang cukup potensial dan bernilai komersial
tinggi adalah kepiting.
Kepiting merupakan salah satu dari sepuluh komoditas utama dan unggulan
yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kepiting bakau (Scylla
serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus) adalah dua jenis kepiting yang umum
diproduksi di Indonesia. Cita rasa serta kandungan gizi yang tinggi pada daging
kepiting merupakan salah satu alasan tingginya minat konsumsi terhadap komoditas
tersebut.
Produksi kepiting di Indonesia menurut jenis penangkapannya digolongkan ke
dalam produksi hasil tangkap dan budidaya. Tabel 4 menunjukkan masih tingginya
proporsi hasil produksi komoditas kepiting melalui proses penangkapan. Hal ini tentu
mengakibatkan besarnya kemungkinan fluktuasi jumlah produksi karena tingginya
ketergantungan proses produksi komoditas hasil tangkap terhadap kondisi alam.
Selain itu, proses produksi budidaya kepiting di Indonesia belum dapat diandalkan
sepenuhnya karena rendahnya ketersediaan bibit yang memadai. Meskipun kepiting
sudah berhasil dibenihkan secara buatan, berbagai keterbatasan membuat sebagian
besar peternak pembesaran kepiting di Indonesia masih mengandalkan pasokan
bibitnya dari hasil penangkapan.
Tabel 4. Produksi Kepiting Berdasarkan Jenis Penangkapan Tahun 2008-2010
Tahun
Produksi Kepiting (Ton)
Hasil Tangkap (%) Budidaya (%) Total
Produksi (%)
2008 65.466 89,32% 7.829 10,68% 73.295 100,00%
2009 63.832 89,34% 7.617 10,66% 71.449 100,00%
2010 73.603 88,15% 9.893 11,85% 83.496 100,00%
Laju (%/tahun) 12,81
27,17
14,34
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011
Dari segi pemasaran, komoditas ini dapat dipasarkan di dalam maupun luar
negeri. Harga kepiting di tingkat pedagang pengumpul lokal biasanya adalah sekitar
Rp 40.000,- per kg untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur, ukuran > 200 g/ekor)
dan Rp 30.000,- per kg untuk LB (jantan besar berisi, ukuran > 500 g-1.000 g/ekor).
Harga yang lebih tinggi ditawarkan oleh pasar ekspor. Untuk kepiting grade CB,
harga yang ditawarkan dapat mencapai 8,40-9,70 US$ dan grade LB dihargai sebesar
6,10-9,00 US$.
Tabel 5. Volume dan Nilai FOB Ekspor Kepiting Segar (HS 030624000) Indonesia
tahun 2001-2010
Tahun Volume (Kg) Nilai (US$) Harga (US$/Kg)
2001 7.267.042 63.657.003 8,76
2002 8.056.297 74.403.889 9,24
2003 7.600.851 72.361.560 9,52
2004 9.018.865 76.599.829 8,49
2005 12.645.717 84.849.089 6,71
2006 11.543.145 81.737.430 7,08
2007 10.539.397 72.332.860 6,86
2008 8.676.013 91.139.446 10,5
2009 7.743.459 54.281.371 7,01
2010 9.346.589 78.048.881 8,35
Laju (%/tahun) 1,42 -0,75 -27,58
Sumber : United Nations Commodity Trade, 2012
Komoditas kepiting yang diekspor dapat berupa kepiting segar, beku, ataupun
olahan. Selama periode tahun 2001-2010, kepiting Indonesia yang diekspor sebagian
besar masih dalam bentuk segar. Permintaan kepiting segar di pasar dunia yang cukup
tinggi khususnya berasal dari Amerika Serikat yang memang merupakan negara
tujuan utama ekspor produk-produk kepiting Indonesia. Singapura, Malaysia, dan
RRC juga tercatat sebagai negara dengan jumlah transaksi impor terbesar untuk
komoditas kepiting dari Indonesia dalam kurun sepuluh tahun terakhir.
Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa volume ekspor kepiting dari Indonesia
terus berfluktuasi sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada tahun 2005 volume
ekspor mencapai 12,6 ribu ton namun kemudian terus mengalami penurunan pada
tahun-tahun berikutnya hingga hanya sebesar 7,7 ribu ton pada tahun 2009. Bahkan
pada tahun 2008, penurunan terbesar laju volume ekspor terjadi ketika laju harga
kepiting di tahun tersebut tengah meningkat secara signifikan. Volume ekspor
kepiting Indonesia baru kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 yakni
sebesar 9,3 ribu ton.
Perkembangan ekspor maupun perkembangan produksi kepiting, keduanya
masih menunjukan fluktuasi. Meskipun dalam hal produksi terdapat kecenderungan
untuk meningkat, hal tersebut tidak diimbangi oleh volume ekspornya yang
cenderung menurun sejak tahun 2006. Hal ini tentu saja ironis karena berdasarkan
Tabel 6, laju konsumsi kepiting dunia cenderung meningkat setiap tahunnya namun
ekspor kepiting Indonesia justru mengalami penurunan. Untuk menanggapi hal ini,
perlu adanya upaya perbaikan serta peningkatan dari seluruh pihak terkait secara
menyeluruh dan tepat sasaran. Hal ini bertujuan agar upaya serta kebijakan yang
ditempuh dapat berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan ekspor komoditas
kepiting Indonesia. Salah satu langkahnya adalah dengan terlebih dahulu mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia.
Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007
Tahun
Total Konsumsi
(Kg/Kapita/Tahun) Tahun
Total Konsumsi
(Kg/Kapita/Tahun)
1990 0,92 1999 1,34
1991 1,00 2000 1,40
1992 1,02 2001 1,43
1993 1,06 2002 1,49
1994 1,13 2003 1,46
1995 1,20 2004 1,52
1996 1,25 2005 1,53
1997 1,27 2006 1,55
1998 1,32 2007 1,62
Laju (%/tahun) 3,41
Sumber : Food and Agriculture Organization, 2009
1.2 Perumusan Masalah
Saat ini, produksi perikanan tangkap Indonesia berada di peringkat ketiga
dunia setelah RRC, dan Peru, sedangkan perikanan budidaya Indonesia berada di
peringkat keempat setelah RRC, India, dan Vietnam (KKP, 2011). Bahkan pada pasar
ekspor komoditas kepiting, Indonesia berhasil menempati peringkat kedua setelah
Kanada. Meskipun demikian, dominasi ekspor kepiting Indonesia terus menghadapi
berbagai tantangan dari negara-negara pesaingnya. Kesalahan dalam menyusun
strategi pemasaran produk perikanan di pasar internasional sering kali luput dari
perhatian para stakeholder kita. Kebijakan pemasaran yang dilakukan sering kali
berorientasi pada keuntungan jangka pendek dan cenderung tidak responsif terhadap
keadaan pasar tujuannya. Akibatnya, daya saing komoditas perikanan Indonesia terus
mengalami penurunan terhadap negara pesaingnya. Hal ini dibuktikan oleh jumlah
volume ekspor komoditas kepiting Indonesia yang terus berfluktuasi bahkan
cenderung turun.
Berdasarkan data United Nations Commodity Trade, ekspor komoditas
kepiting Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 2001 hingga 2010
terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 dan 2009 volume ekspor kepiting
mengalami penurunan yang cukup drastis secara berturut-turut menjadi 8.676 dan
7.743 ton dari sebesar 10.539 ton pada tahun 2007. Di sisi lain, negara pesaing utama
Indonesia seperti RRC dan Filipina justru mencatatkan peningkatan pada ekspor
kepiting segarnya. Bahkan Filipina mengalami kenaikan volume ekspor pada tahun
2009 menjadi sebesar 4.145 ton dari tahun 2008 yang hanya sebesar 2.207 ton.
Mengingat sumberdaya perikanan di kedua negara tersebut yang hampir serupa
dengan Indonesia, maka keberhasilan di pasar ekspor kepiting segar tersebut akan
banyak ditentukan oleh efisiensi perdagangannya.
Dengan ketersediaan sumberdaya yang melimpah serta belum optimalnya
pemanfaatan potensi pasar ekspor kepiting Indonesia maka diperlukan adanya suatu
upaya agar ekspor komoditas kepiting Indonesia kembali meningkat seiring dengan
usaha pemulihan ekonomi global. Beberapa jenis kepiting Indonesia seperti kepiting
bakau dan rajungan memang telah berhasil dipasarkan ke luar negeri, akan tetapi
aliran perdagangan (permintaan ekspor) dari komoditas tersebut memiliki
kecenderungan yang berfluktuasi. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
fluktuasi tersebut baik dari faktor internal maupun eksternal. Dalam permasalahan
kali ini faktor-faktor yang diperkirakan menjadi penyebab berfluktuasinya volume
ekspor kepiting Indonesia antara lain Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia, GDP
negara tujuan ekspor, nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap rupiah, harga kepiting
Indonesia di negara tujuan, dan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan
ekspor.
Agar dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia secara
optimal serta mengantisipasi permintaan ekspor yang terus berfluktuasi, maka
diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan ekspor
kepiting dari negara Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor yang tentu memiliki
karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Melalui kajian ini, kita juga akan
melihat nilai potensial perdagangan dengan negara-negara yang selama ini menjadi
importir komoditas kepiting Indonesia yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam
penyusunan strategi perdagangan yang lebih efisien.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dikaji dan
dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting Indonesia
dan faktor apa yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume
ekspor ke negara-negara tujuan?
2. Bagaimana nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di
masing-masing negara tujuan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting
Indonesia dan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan
volume ekspor ke negara tujuan utama.
2. Mengetahui nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di
masing-masing negara tujuan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi pengambil keputusan terutama pemerintah dan eksportir kepiting,
dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan baik dalam
perencanaan maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ekspor
kepiting Indonesia.
2. Bagi pembaca yaitu sebagai sumber informasi dan perbandingan serta masukan
bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Bagi penulis yaitu meningkatkan kemampuan menganalisis suatu permasalahan
dengan mengimplementasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Jenis kepiting yang dianalisis adalah
kepiting segar dengan kode HS tahun 2007 (Harmonized System) 030624000. Dalam
penelitian ini digunakan lima variabel bebas, yaitu GDP Indonesia, GDP negara
tujuan ekspor, jarak antara negara tujuan dengan Indonesia, kurs mata uang negara
tujuan ekspor terhadap rupiah, dan harga kepiting Indonesia di negara tujuan. Gravity
model yang disusun merupakan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi
panel data dari tahun 2001-2010 pada tujuh negara tujuan ekspor terbesar kepiting
Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, RRC, Jepang, Belanda, dan
Korea.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Empiris Mengenai Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia
Beberapa penelitian mengenai ekspor kepiting sebelumnya sudah pernah
dilaksanakan, salah satunya oleh Meistika (2009) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia di pasar internasional.
Penelitian tersebut menggunakan teknik Principal Component Regression (PCR)
sebagai alat analisisnya. Teknik PCR dipilih karena teknik tersebut mampu
menghilangkan multikolinearitas yang terjadi antara variabel-variabel bebas yang
digunakan. Variabel-variabel bebas yang digunakan pada penelitian tersebut adalah
produksi kepiting Indonesia, nilai tukar (Rupiah/US$), harga ekspor kepiting
Indonesia, GDP perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga
ekspor kepiting Kanada, dan dummy krisis ekonomi. Hasil analisis yang diperoleh
menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model
berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia dan mampu
menjelaskan sebesar 84,8% keragaman pada model tersebut. Lebih jauh lagi,
penelitian tersebut juga menunjukkan tingkt keelastisitasan permintaan ekspor
kepiting Indonesia terhadap variabel-variabel tersebut. Dalam hal elastisitas
permintaannya, ekspor kepiting Indonesia hanya elastis terhadap perubahan
(meningkat atau menurun) dua variabel bebas saja yakni GDP perkapita dan jumlah
penduduk Amerika Serikat. Permintaan ekspor kepiting Indonesia cenderung tidak
terlalu responsif (inelastis) terhadap perubahan pada variabel bebas lainnya yang
terdapat di dalam model tersebut. Lubis dan Rahmawati (2010) melakukan studi
mengenai dampak China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) terhadap
perdagangan di sektor perikanan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari
masa Early Harvest Program (2006) hingga tahun 2010 tidak terjadi adanya
perubahan yang berarti pada struktur perdagangan perikanan antara Indonesia dengan
RRC, namun terjadi penurunan daya saing komoditas perikanan Indonesia terhadap
produk dari RRC. Hal tersebut diakibatkan oleh lebih siapnya RRC dalam
menyongsong perdagangan bebas dengan meningkatkan kualitas dan efisiensi
produksinya melalui perbaikan infrastruktur, teknologi produksi, serta efisiensi
tenaga kerja yang tinggi.
2.2 Kajian Empiris Mengenai Aliran Perdagangan
Hasil dari beberapa studi empiris mengenai aliran perdagangan menunjukkan
bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aliran perdagangan suatu
komoditi. Studi-studi empiris tersebut juga menunjukkan bahwa setiap komoditi
memiliki faktor-faktor yang berbeda dalam mempengaruhi aliran perdagangan suatu
negara.
Studi empiris terdahulu menunjukkan bahwa Gross Domestic Product (GDP)
atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara berpengaruh positif terhadap ekspor
(Setyo (2009) dan Kartikasari (2008)). GDP menggambarkan keadaan perekonomian
suatu negara. GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara yang menggambarkan
kemampuan suatu negara di dalam memproduksi suatu barang atau jasa pada periode
ekonomi tertentu. Selain itu GDP juga menggambarkan jumlah pendapatan
masyarakat suatu negara yang secara tidak langsung mencerminkan kemampuan daya
beli masyarakat di negara tersebut terhadap suatu barang konsumsi. Apabila suatu
negara memiliki tingkat GDP yang tinggi, maka negara tersebut akan memiliki
kemampuan yang semakin besar dalam menyerap barang-barang yang
diperdagangkan di pasar Internasional. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya
GDP suatu negara akan meningkatkan volume ekspor ke negara tersebut.
Populasi negara tujuan ekspor berpengaruh positif dan nyata terhadap
besarnya ekspor dan Kartikasari (2008)). Semakin besar populasi negara tujuan maka
akan menyebabkan besarnya permintaan domestik akan suatu produk di negara
tujuan, dengan demikian apabila kebutuhan dalam negeri tidak terpenuhi maka negara
tersebut harus mengimpor kekurangan permintaan domestiknya dari negara lain yang
menjadi mitra dagangnya. Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk suatu negara
diharapkan dapat meningkatkan permintaan komoditi ekspor, maka jumlah komoditi
yang diperdagangkan di antara dua atau beberapa negara semakin besar. Sedangkan
menurut hasil studi Setyo (2009), bertambahnya populasi negara tujuan berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap permintaan ekspor. Hal tersebut disebabkan
oleh sifat komoditas manggis yang memiliki banyak produk substitusi dan tidak
dikonsumsi oleh hampir seluruh individu suatu populasi layaknya panganan pokok.
Harga komoditi di negara tujuan berpengaruh negatif dan nyata terhadap
besarnya ekspor (Hadianto (2010) dan Kartikasari (2008)). Semakin tingginya harga
komoditi di negara tujuan akan menurunkan besarnya ekspor komoditi ke negara
tujuan. Kenaikan harga komoditi pengekspor di negara tujuan merupakan kenaikan
harga impor bagi negara tujuan. Hal ini dapat mengakibabtkan berkurangnya
konsumsi dari negara importir akan komoditas tersebut. Meningkatnya harga
komoditas di Negara tujuan juga dapat mengakibatkan beralihnya permintaan negara
pengimpor kepada negara lain yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada
produsen lain yang memiliki harga ekspor sama namun dengan kualitas yang lebih
baik.
Jarak suatu negara terhadap negara tujuan ekspor berpengaruh negatif dan
nyata terhadap besarnya ekspor (Setyo (2009) dan Hadianto (2010)). Semakin besar
jarak antar kedua negara maka akan mengurangi besarnya volume ekspor ke Negara
tujuan. Pengaruh jarak pada volume ekspor perdagangan digambarkan oleh besar
kecilnya biaya transportasi. Semakin jauh jarak antar negara, maka semakin besar
pula biaya transportasi yang harus dikeluarkan sehingga volume ekspor produk
menjadi semakin rendah.
Nilai tukar mata uang negara terhadap negara tujuan berpengaruh positif
terhadap besarnya ekspor (Kartikasari (2008)). Terdepresiasinya mata uang negara
pengekspor akan mengakibatkan terapresiasinya mata uang negara tujuan. Akibatnya,
harga ekspor di pasar internasional menjadi relatif lebih murah sehingga negara
tujuan akan lebih banyak melakukan impor.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari temuan studi-studi
yang telah dilakukan, aliran perdagangan komoditi antara dua negara atau lebih dapat
digambarkan oleh gravity model. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi besarnya ekspor suatu komoditi ke negara-negara tujuan
ekspor. Lingkup penelitian kali ini akan difokuskan pada komoditas kepiting pada
sembilan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap aliran perdagangan ekspor
suatu komoditi secara umum adalah Gross Domestic Product (GDP) negara asal
ekspor, Gross Domestic Product (GDP) negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan,
jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, harga komoditi Indonesia di
negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap mata uang negara
pengekspor. Pengolahan kuantitatif untuk data panel dengan menggunakan analisis
regresi panel data dengan menggunakan gravity model dengan persamaan kuadrat
terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).
2.3 Kajian Empiris Mengenai Gravity Model
Gravity model merupakan model yang menjelaskan hubungan antara jumlah
volume produk yang diperdagangkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Gravity model sering digunakan dalam berbagai penelitian tentang analisis aliran
perdagangan karena relatif sederhana dan mampu menyajikan analisis perdagangan
yang lebih empiris. Penelitian dengan menggunakan model regresi berganda dengan
metode gravity model dilakukan oleh Yuliandar (2011) yang meneliti tentang analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh hitam Indonesia. Data yang digunakan
adalah data panel yang merupakan gabungan data cross section dan data time series.
Variabel-variabel bebas yang digunakan adalah GDP Indonesia, GDP negara tujuan
ekspor, populasi negara tujuan ekspor, harga komoditas di negara tujuan ekspor, jarak
antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang
negara tujuan terhadap rupiah.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara bersama-sama
variabelvariabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.
Dengan kata lain, semua variabel bebas dapat menjelaskan variasi perubahan volume
ekspor teh hitam Indonesia ke negara-negara tujuan. Variabel bebas yang
berpengaruh positif terhadap ekspor teh hitam Indonesia adalah GDP negara tujuan
ekspor, populasi negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap
rupiah. Variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor teh hitam Indonesia
adalah GDP Indonesia, harga teh hitam Indonesia di negara tujuan, dan jarak
Indonesia dengan negara tujuan. GDP negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan,
harga teh hitam Indonesia di negara tujuan, jarak Indonesia dengan negara tujuan dan
nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah signifikan dengan pengujian
statistik-t pada taraf nyata satu persen.
2.4 Kajian Empiris Mengenai Nilai Potensial Perdagangan
Nilai potensial perdagangan merupakan rasio antara nilai perdagangan aktual
dengan nilai prediksi perdagangannya. Yuniarti (2008) dalam penelitiannya tentang
potensi perdagangan Indonesia menyatakan bahwa nilai potensial perdagangan
berguna untuk menganalisis tujuan perdagangan di masa yang akan datang. Penelitian
yang menggunakan gravity model dengan teknik OLS tersebut menunjukkan bahwa
variabel bebas yang berpengaruh adalah pendapatan total, jarak, kesamaan ukuran
perekonomian, dummy keanggotaan APEC, dummy koloni mitra dagang. Sedangkan
populasi, dummy perbedaan faktor endowment, keanggotaan dalam AFTA, dummy
bahasa, dan dummy batas negara tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral
dengan Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa negara-
negara seperti Kongo, Uzbekistan, dan Turkmenistan memiliki potensi terbesar dari
32 negara yang diteliti dengan potensi perdagangan lebih dari dua puluh kali
perdagangan aktualnya. Selain itu, dari 11 negara mitra dagang utama, hanya Jepang
dan RRC yang masih menunjukkan kemungkinan penambahan perdagangan karena
nilai potensial perdagangannya yang masih kurang dari satu. Hal tersebut
menunjukkan bahwa telah terjadi kejenuhan pasar akibat kelebihan perdagangan
(overtrade) pada negara-negara mitra dagang utama dan perlu adanya pengalihan
ataupun ekspansi ke negara-negara lain yang masih kekurangan perdagangan
(undertrade).
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses
yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditas antar negara. Menurut Lindert
dan Kindleberger (1995) perdagangaan internasional terjadi karena adanya interaksi
antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan
penawaran (supply) yang terjadi merupakan hasil interaksi dari kemungkinan
produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang
dapat dihasilkan secara lebih efisien dan mengimpor komoditas yang lebih mahal
dalam penggunaan sumber daya.
Lahirnya teori perdagangan internasional dimulai dengan munculnya tulisan-
tulisan mengenai perdagangan internasional di beberapa negara seperti Inggris,
Perancis, Spanyol, Portugal, dan Belanda. Pada abad ke-17 hingga abad ke-18,
sekelompok orang (para pedagang, bankir, pegawai pemerintah, bahkan fislsuf) telah
menulis esai dan pamflet yang kemudian menjadi dasar dari doktrin merkantilisme.
Secara singkat, paham ini berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara
untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan menghasilkan surplus ekspor sebesar-
besarnya (melakukan sebanyak mungkin ekspor dan melakukan impor sesedikit
mungkin). Namun, karena setiap negara tidak secara simultan mampu menghasilkan
surplus ekspor, maka keuntungan perdagangan bagi penganut paham merkantilisme
hanya dapat diperoleh dengan mengorbankan negara lain (zero sum game). Pada
akhir abad ke-18, pandangan tersebut digantikan oleh beberapa teori-teori yang
cenderung mendukung perdagangan bebas seperti teori Adam Smith tentang
(Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparatif) dan Haberler (Biaya
Oportunitas) yang menyatakan bahwa kepentingan suatu bangsa dan kepentingan
dunia akan lebih baik bila dilayani apabila setiap individu dibiarkan melakukan
perdagangan seperti yang mereka inginkan. (Salvatore, 1997).
Teori Adam Smith tentang keunggulan absolut merupakan suatu teori yang
mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal
dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti
bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai
suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan
semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).
Kelebihan dari asumsi teori keunggulan absolut ini adalah terjadinya
perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang
berbeda akan menyebabkan terjadinya interaksi ekspor dan impor yang akan
meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara
yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi
karena tidak ada keuntungan.
Pada tahun 1817, David Ricardo memperkenalkan teori keunggulan
komparatif (comparative advantage) yang hingga kini merupakan salah satu teori
yang paling penting dalam hukum perdagangan internasional dan merupakan hukum
ekonomi yang belum mendapat tantangan dari berbagai aplikasi dan prakteknya.
Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut
dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara
lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi selama
harga komparatif di kedua negara berbeda walaupun salah satu negara tidak
mempunyai keunggulan absolut. Ricardo berpendapat bahwa setiap negara lebih baik
berspesialisasi dalam komoditi-komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan
mengimpor komoditi-komoditi lainnya yang tidak memiliki keunggulan tersebut.
Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional tetap dapat saling
menguntungkan meskipun salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas
suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki
keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu
dengan yang lainnya relatif berbeda.
Teori keunggulan komparatif milik David Ricardo yang berdasarkan pada
teori nilai tenaga kerja kemudian disempurnakan oleh Habeler dengan teori biaya
oportunitas. Teori nilai tenaga kerja ini dinilai terlalu menyederhanakan sebab teori
ini beranggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen dan merupakan satu-
satunya faktor produksi. Padahal dalam kenyataannya, tenaga kerja sifatnya tidak
homogen, faktor produksi juga tidak hanya satu, serta mobilitas tenaga kerja tidak
bebas. Teori biaya oportunitas oleh Habeler tidak mengasumsikan bahwa tenaga kerja
adalah satu-satunya faktor produksi dan homogen. Keunggulan komparatif pada teori
ini diterangkan dengan jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk
memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi tambahan satu unit
komoditi pertama.
Teori selanjutnya adalah teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O. Teori
ini menyatakan bahwa Faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan
internasional pada dasarnya adalah manfaat yang diperoleh karena perbedaan biaya
produksi. Perbedaan ini terjadi karena adanya endowment faktor (faktor bawaan
alam) sehingga mendorong masing-masing negara menjadi spesialis dari proporsi
penggunaan faktor-faktor produksi dari hadiah alam tersebut. Heckser-Ohlin dalam
teori yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional menyatakan bahwa
sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap
faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu
yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya
memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore,
1997).
3.1.2 Analisis Keseimbangan Parsial
Analisis keseimbangan parsial adalah analisis yang menggunakan kurva
permintaan dan kurva penawaran untuk satu komoditas tertentu sedangkan analisis
keseimbangan umum merupakan analisis yang melibatkan dua atau lebih komoditas
dan menggunakan kurva tawar-menawar (offer curves) untuk analisis dua komoditas.
Gambar 1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya keseimbangan dalam perdagangan
internasional. Pada kondisi autarki (tidak ada pengaruh dari negara lain), kurva 1
menunjukkan keseimbangan negara I berada di titik A dengan harga keseimbangan
tersebut sebesar P1 dan pada kurva negara II, titik keseimbangan terjadi di titik A’
dengan tingkat harga P3. kondisi ini terjadi dengan asumsi bahwa harga domestik di
negara I lebih rendah dibanding dengan harga di negara II (PA < PA’). Pada kondisi
harga di atas PA, di negara I mengalami peningkatan penawaran dan berada di atas
tingkat permintaan negara tersebut, sehingga menyebabkan kelebihan penawaran
suatu komoditas (excess supply) di negara I. Sementara, bila harga berada di bawah
PA’ maka negara II akan mengalami kenaikan tingkat permintaan karena konsumen
akan meminta lebih banyak pada tingkat harga yang relatif lebih rendah. Hal tersebut
mengakibatkan permintaan melebihi tingkat penawaran (excess demand) di negara II.
3.1.3 Gravity Model
Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
ekonomi yang mempengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang dibentuk
berdasarkan kinerja hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk menganalisis
terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam aliran perdagangan,
model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti transportasi dan
perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah sukses secara
empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar negara. Menurut model
ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-
masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antar negara
(Bergstrand, 1985).
Pertama kali gravity model digunakan dalam analisis perdagangan
internasioanal oleh Tinbergen (1962) dan Ponyohen (1963) untuk menganalisis aliran
perdagangan antara negara-negara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) menerapkan
persamaan gravitasi dari perkembangan model perdagangan dunia. Tidak hanya
digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, gravity model juga
diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas.
Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola
perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk
dasarnya, menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi
antar negara dalam ukuran ekonominya seperti Produk Domestik Bruto (GDP).
Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu ”interaksi
antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan
jarak masing-masing”.
Dengan F adalah volume ekspor, M adalah ukuran ekonomi untuk kedua
negara, D adalah jarak antara kedua negara, dan G adalah konstanta. Dengan
menggunakan logaritma, persamaan di atas diubah ke dalam bentuk linier untuk
analisis ekonometrik menjadi:
Log (Aliran perdagangan bilateral) = a + ß1 Log (GDP negara 1) + ß2 Log (GDP
negara 2) + ß3 Log (Jarak) + e
(Konstanta G menjadi bagian dari a)
Secara umum persamaan gravity model adalah sebagai berikut:
Log Xij = ß0 + ß1 log Yi + ß2 log Yj + ß3 log Dij + eij
Keterangan :
Xij = Volume komoditi yang diperdagangkan dari negara i ke negara j
Yi = GDP/PDB negara i
Yj = GDP/PDB negara j
Dij = Jarak antara negara i dengan negara j
eij = Random error
β0 = Konstanta (intersep)
β0 = Parameter yang diduga, n = 1, 2 ,..., 5
Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka variabel yang akan
digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan
ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan ekspor adalah GDP (per kapita) negara
asal ekspor, GDP (per kapita) negara tujuan ekspor yang mewakili pendapatan dan
jumlah industri, jarak antar negara Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting
Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap
nilai tukar negara asal ekspor.
Dengan demikian persamaan gravity model aliran perdagangan ekspor
kepiting Indonesia dapat dinyatakan sebagai berikut :
Xij = β0Yi β1
Yj β2
Nj β3
Pj β4
Dij β5
ERij β6
εij
Keterangan :
Xij = Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan (kg)
GDPi = GDP/PDB per kapita negara Indonesia (US$)
GDPj = GDP/PDB per kapita negara tujuan ekspor (US$)
Pj = Harga kepiting Indonesia di negara tujuan (US$/kg)
Dij = Jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km)
ERij = Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar
negara asal ekspor (domestik/Rp)
εij = Random error
β0 = Konstanta (intersep)
βn = Parameter yang diduga, n = 1, 2 ,..., 6
Pada penerapannya dalam perdagangan antar negara, bentuk model ini
disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk
aliran perdagangan bilateral yaitu:
1. Variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (Yi dan Yj)
2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor (Xij).
3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan (Dij dan
Pj).
Berdasarkan hasil studi tinjauan terdahulu dari beberapa penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan, maka variabel-variabel yang akan digunakan
dalam gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia adalah Produk Domestik
Bruto (GDP) per kapita Indonesia, Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita negara
tujuan, harga komoditas kepiting di negara tujuan, jarak antara negara Indonesia
dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap
nilai tukar rupiah.
A. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) sering dianggap
sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu negara. GDP menyatakan
pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa
(Mankiw, 2003). Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama
dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan
perekonomian suatu negara.
GDP per kapita merupakan nilai total GDP yang telah dibagi dengan jumlah
penduduk. Nilai GDP per kapita umumnya digunakan untuk menilai penghasilan dan
daya beli rata-rata dari penduduk di negara tersebut. GDP per kapita suatu negara
juga mengindikasikan kapasitas rata-rata penduduk untuk memproduksi komoditi
ekspor negara tersebut. Oleh sebab itu, GDP per kapita negara produsen dan GDP per
kapita negara tujuan ekspor akan mempengaruhi volume perdagangan. Bagi negara
pengimpor, peningkatan GDP dapat dilihat sebagai peningkatan daya beli rata-rata
masyarakatnya. Semakin besar daya beli tentunya akan meningkatkan jumlah
permintaan di negara tersebut yang akan mendorongnya untuk melakukan impor.
Sedangkan bagi negara pengekspor, peningkatan GDP per kapita di negara
tersebut justru akan mengurangi volume ekspornya. Seperti yang kita ketahui
sebekumnya, semakin meningkatnya GDP per kapita di suatu negara
mengindikasikan adanya kenaikan daya beli masyarakatnya dan berimplikasi pada
meningkatnya permintaan di negara tersebut sehingga mengurangi volume komoditas
yang akan diekspor.
B. Harga Komoditas
Harga komoditas merupakan salah satu faktor penentu bagi sebuah negara
sebelum melakukan perdagangan. Harga merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh kedua negara dan menjadi dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Semakin besar selisih
antara harga di pasar domestik dengan harga di pasar internasional akan mendorong
negara pengekspor untuk melakukan ekspor. Sebaliknya bagi negara pengimpor,
harga komoditas memiliki korelasi negatif dengan jumlah komoditas yang akan
diimpor olehnya. Semakin tinggi harga suatu komoditas maka akan semakin sedikit
pula permintaan komoditasnya dan sebaliknya, semakin rendah harga suatu
komoditas maka akan semakin banyak pula komoditas yang akan diminta.
C. Jarak antara Indonesia dengan Negara Tujuan
Variabel jarak merupakan salah satu variabel utama di dalam analisis aliran
perdagangan gravity model yang merupakan variabel asli dari persamaan gravitasi
Newton. Variabel jarak merupakan indikasi adanya biaya transportasi di dalam
melakukan suatu perdagangan. Jarak dari titik produksi ke titik konsumsi atau dari
negara pengekspor ke negara pengimpor cenderung sama atau konstan dari waktu ke
waktu, namun yang membedakannya adalah biaya transportasi. Oleh sebab itu, dalam
penelitian kali ini, variabel jarak sebagai proksi dari biaya transportasi merupakan
hasil dari pengalian jumlah jarak dengan harga minyak dunia pada tahun tersebut. Hal
ini bertujuan agar variabel jarak menjadi dinamis terhadap perubahan waktu. Adanya
biaya transportasi akan dibebankan langsung kepada produk yang diperdagangkan
melalui kenaikan ataupun peningkatan harga pada negara importir. Semakin besar
biaya transportasi yang dikeluarkan maka akan berdampak pada penurunan dalam
produksi yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan volume perdagangan.
D. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan terhadap Rupiah
Nilai tukar perdagangan suatu negara merupakan rasio antara harga komoditi
ekspor suatu negara terhadap harga komoditi impornya. Kurs (exchange rate) antara
dua negara adalah harga dimana kedua negara saling melakukan perdagangan.
Kondisi penawaran dan permintaan pada keseimbangan parsial aliran perdagangan
juga turut mempengaruhi nilai tukar perdagangan dan volume perdagangan. Ketika
permintaan dan penawaran pada keseimbangan parsial mengalami perubahan maka
kurva keseimbangan parsial akan mengalami pergeseran dan pergeseran kurva
tersebut dapat merubah nilai tukar dan volume perdagangan negara bersangkutan.
Nilai tukar perdagangan mengacu pada nilai tukar perdagangan komoditi
(commodity term of trade). Peningkatan ataupun perbaikan nilai tukar perdagangan
yang dilakukan oleh negara bersangkutan akan menguntungkan bagi negara itu
sendiri. Hal ini disebabkan oleh harga yang diperoleh dari harga ekspornya akan lebih
tinggi dan meningkat secara relatif terhadap harga barang ataupun komoditi yang
harus dibayarkan untuk mendapatkan produk atau komoditi impor. Nilai tukar juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan internasional.
Tinggi rendahnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain akan
mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara.
Dari sisi permintaan, kondisi dimana terapresiasinya mata uang domestik
negara tujuan ekspor terhadap mata uang negara asal ekspor mengakibatkan harga
suatu komoditi di luar negeri atau di pasar internasional relatif lebih murah
dibandingkan harga komoditi domestik yang relatif lebih mahal. Sehingga hal ini
membawa implikasi terdorongnya penduduk domestik untuk membeli produk impor.
Tentunya hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara
tujuan ekspor. Sementara untuk sisi penawaran, kondisi dimana terdepresiasinya mata
uang domestik negara pengekspor, dalam hal ini Indonesia yaitu rupiah terhadap mata
uang negara importir akan menyebabkan harga komoditi di pasar internasional
menjadi lebih murah dan mendorong terjadinya peningkatan jumlah penawaran
ekspor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai tukar (depresiasi)
menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor sedangkan kenaikan nilai tukar
(apresiasi) akan menyebabkan penurunan ekspor.
3.1.4 Model Regresi Panel Data
Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series,
jumlah pengamatan yang diamati menjadi banyak sehingga model yang
menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Oleh karena
itu diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatasi model yang menggunakan data
panel (Nachrowi dan Usman, 2006).
1) Model Pooled Least Square
Menurut Nachrowi dan Usman (2006), teknik yang dapat digunakan untuk
mengestimasi parameter model dengan data panel adalah Pooled Least Square.
Model ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data
panel. Model pooled didapatkan dengan cara mengkombinasikan atau mengumpulkan
semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan
metode OLS (Ordinary Least Square). Misalkan terdapat persamaan seperti di bawah
ini :
Yit = α + βXit + εit
Dimana :
Yit = variabel terikat
Xit = variabel bebas
α = intersep
β = slope
i = individu ke-i
t = periode waktu ke-t
ε = error
2) Model Efek Tetap (Fixed Effect)
Asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik
antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan
data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model
kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model
efek tetap (fixed effect).
Model fixed effect adalah model yang dapat digunakan dengan
mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan
perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk
memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel
dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary
Least Square) yaitu:
Yit = αi + βjXit + εit
Dimana :
Yit = variabel terikat
Xit = variabel bebas
αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i
βj = parameter untuk variabel ke-j
i = individu ke-i
t = periode waktu ke-t
ε = error
3) Model Efek Acak (Random Effect)
Pada model efek tetap perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan
pada intercept. Lain halnya dengan model efek acak, perbedaan tersebut dicerminkan
dengan error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mempunyai
kemungkinan berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Bentuk model efek
acak ini yaitu :
Yit = α1t + αi + βjXjit + εit
Dimana :
Yit = variabel terikat
Xit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
α1t = α1 + εit , dengan nilai intersep yang akan beredar antar individu
cross section i akibat random error (εit) antar individu tersebut
βj = parameter untuk variabel ke-j
i = individu ke-i
t = periode waktu ke-t
ε = error
3.1.5 Nilai Potensial Perdagangan
Pada dasarnya setiap negara tujuan ekspor memiliki kemampuan menyerap
produk yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran pasar
di masing-masing negara tersebut. Nilai potensial perdagangan (PP) merupakan nilai
yang menggambarkan kecenderungan bilateral suatu negara dalam melakukan
perdagangan suatu komoditas dengan negara mitra dagangnya. Penghitungan nilai
potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
PP
Dimana :
PP : Nilai Potensial Perdagangan
A : Nilai Aktual Perdagangan
P : Nilai Potensial Perdagangan
Apabila nilai potensial perdagangan yang diperoleh lebih besar daripada 1,
maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antara negara pengimpor dan
pengekspor tersebut telah melebihi potensi pasarnya (over trade). Terjadinya Over
trade menandakan bahwa pasar di negara tersebut telah jenuh dan akan
mengakibatkan kecenderungan negara pengimpor untuk mengurangi volume
perdagangan dengan negara pengekspor tersebut. Sebaliknya apabila nilai potensial
perdagangannya kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar
negara pengimpor dan pengekspor tersebut masih kurang dari potensi pasarnya
(under trade) dan negara pengimpor akan cenderung untuk menambah volume
perdagangannya dengan negara mitra dagangnya tersebut.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kepiting merupakan salah satu komoditas yang berpotensi menjadi komoditas
unggulan nasional sektor perikanan selain udang dan tuna di pasar ekspor. Potensi
Indonesia sebagai salah satu negara produsen kepiting terbesar serta terus
meningkatnya konsumsi per kapita dunia mendorong pemerintah untuk terus
mengembangkan produksi komoditas ini. Total produksi kepiting nasional yang
berasal dari hasil tangkap dan budidaya juga terus menunjukkan peningkatan. Namun
perkembangan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ditimbulkan oleh negara
Indonesia sebagai pengekspor maupun oleh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia.
Negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia pada dasarnya memiliki
karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini
dapat dilihat dari faktor ekonomi dan faktor non ekonominya. Faktor ekonomi terdiri
dari GDP per kapita negara tujuan GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara.
Hal ini dapat terlihat baik dari negara pengekspor maupun pengimpor. Perubahan
pada pendapatan masyarakat akan berpengaruh pada permintaan suatu komoditi. Jika
GDP naik, maka permintaan terhadap suatu komoditi akan bertambah (Lipsey et al.
1995).
Faktor non ekonomi diwakili oleh jarak antara negara Indonesia dengan
negara tujuan. Jarak sebagai suatu variabel aliran perdagangan bilateral, bertindak
sebagai suatu wakil untuk biaya transportasi. Jarak antar negara yang semakin jauh
akan meningkatkan biaya-biaya transportasi dan mengurangi volume perdagangan.
Variabel jarak adalah suatu faktor perlawanan perdagangan yang menghadirkan
penghalang perdagangan seperti biaya pengangkutan dan waktu. Jarak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jarak antara negara Indonesia dengan negara
tujuan ekspor kepiting yang merupakan cerminan dari biaya transportasi.
Untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi ekspor kepiting
Indonesia, maka perlu dilakukan analisis terhadap variabel yang diduga
mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Pendugaan dilakukan dengan
menggunakan persamaan regresi data panel (cross section dan time series) yang
menyertakan faktor gravity dalam bentuk persamaan logritma natural. Hasil estimasi
yang dipilih adalah persamaan regresi yang memiliki R2 tertinggi dan memenuhi
pengujian asumsi model dan uji hipotesis.
Penelitian ini juga akan menilai potensi perdagangan kepiting Indonesia di
negara-negara tujuan ekspornya. Hal tersebut dapat diketahui dengan menghitung
nilai potensial perdagangan komoditas kepiting antara Indonesia dengan negara-
negara tujuan ekspornya. Nilai potensial perdagangan diperoleh dari rasio antara
nilai potensial dengan nilai aktual perdagangan yang merupakan hasil dari
pengolahan data dengan gravity model yang sebelumnya telah dilakukan.
Secara umum, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor (variabel) yang
mempengaruhi ekspor kepiting ke berbagai negara tujuan ekspor serta potensi
perdagangan kepiting Indonesia dengan negara tujuan ekspornya. hasil pengamatan
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya
meningkatkan volume dan pangsa pasar kepiting Indonesia. Bagan kerangka
pemikiran operasional aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dilihat
pada Gambar 2.
Dalam penelitian ini digunakan tujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia
sebagai pembentuk model regresi dengan data cross section pada tahun 2001-2010
yang selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang secara
signifikan mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia ke tujuh negara tujuan utama
yaitu Singapura, Malaysia, RRC, Amerika Serikat, Belanda, Jepang dan Korea
Selatan. Ketujuh negara tersebut dipilih karena volume ekspor ke negara-negara
tersebut merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 2001 hingga 2010. Hasil yang
diperoleh melalui analisis kuantitatif tersebut diharapkan dapat digunakan untuk
menganalisis potensi ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuannya.
Nilai potensi perdagangan kepiting antara
Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor
Peluang pertumbuhan pasar ekspor dengan adanya peningkatan
pada jumlah produksi domestik dan konsumsi kepiting dunia
produksi domestic kepiting
Fluktuasi volume ekspor kepiting
Indonesia ke negara tujuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting
Indonesia :
1. GDP per kapita Indonesia
2. GDP per kapita negara tujuan ekspor
3. Harga kepiting Indonesia di negara tujuan
4. Jarak Indonesia ke negara tujuan
5. Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap
rupiah
Nilai prediksi perdagangan
dari estimasi gravity model
Nilai aktual perdagangan dari
estimasi gravity model
Indonesia sebagai salah satu produsen
utama komoditas kepiting
Gravity Model
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan
masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis
data, interpretasi data, dan penarikan kesimpulan. Kegiatan pengumpulan data
dilakukan di BPS pusat dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berlokasi di
Jakarta. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama empat bulan yaitu dimulai dari
November 2011 sampai dengan Februari 2012. Data yang digunakan pada penelitian
ini adalah data sekunder dengan ruang lingkup nasional dan internasional. Data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data panel, yaitu
data gabungan antara data deret waktu (time series) dan data satu waktu (cross
section).
Data deret waktu meliputi data time series selama sepuluh tahun (2001-2010).
Data satu waktu atau data cross section adalah pengamatan yang dilakukan pada satu
titik waktu atau periode waktu yang sama. Pengamatan data untuk data cross section
dilakukan pada tujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia, yaitu Amerika Serikat,
Singapura, Malaysia, Jepang, RRC, Belanda, dan Korea Selatan. Baik data time
series ataupun data cross section yang diambil meliputi variabel-variabel yang
digunakan pada penelitian ini yaitu, variabel GDP per capita Indonesia, GDP per
capita negara tujuan, jumlah penduduk negara tujuan, jarak Indonesia dengan negara
tujuan, harga kepiting Indonesia di negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara
tujuan terhadap rupiah.
4.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data ekspor kepiting segar atau unfrozen
crabs dengan kode Harmonized System tahun 2007 (HS2007) 030624000. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data pooled (panel) lima variabel bebas dari
tujuh negara pengimpor kepiting Indonesia sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2010.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa instansi
terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Biro Pusat Statistik
(BPS) Pusat serta melalui penelusuran internet (Uncomtrade, Indexmundi, Oanda,
dan Searates). Adapun data-data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia tercantum dalam Tabel
7.
Tabel 7. Jenis, Simbol, dan Sumber Data Penelitian
Variabel Satuan Simbol Sumber
Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara
tujuan Kg Xij BPS, Uncomtrade
Gross Domestic Product (GDP) per kapita
Indonesia US$ Yi Indexmundi
Gross Domestic Product (GDP) per kapita
negara tujuan US$ Yj Indexmundi
Harga ekspor kepiting Indonesia US$/kg Pj BPS, Uncomtrade
Jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor
(Biaya Transportasi) US$ Dij Searates
Nilai tukar (exchange rate) Domestic
Currency/Rp Erij Oanda
4.3 Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum agribisnis
kepiting Indonesia serta menginterpretasikan hasil output pada pengolahan
kuantitatif, sehingga diketahui maksud dan hasil dari pengolahan data secara
kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi data panel
dengan menggunakan gravity model dengan persamaan tunggal digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia.
Selanjutnya nilai potensial perdagangan dapat diperoleh dengan membagi nilai aktual
perdagangan dengan nilai potensial yang diperoleh dari hasil pengolahan data panel
untuk mengetahui potensi perdagangan yang berlangsung antara Indonesia dengan
negara mitra dagangnya.
Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel
2007 dan program Eviews 7, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.
Pemilihan alat pengolahan dilakukan atas dasar kemudahan dan kemampuannya
dalam mengolah data. Karena mengkombinasikan data cross section dan time series
maka panel data memiliki beberapa keunggulan, antara lain (Gujarati, 2004) :
1) Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat
diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni.
2) Mampu mengontrol heterogenitas individu.
3) Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta
meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien.
4) Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjustment karena
terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang.
5) Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks.
4.4 Perumusan Model
Perumusan model merupakan langkah pertama dan yang paling penting harus
dilakukan dalam mempelajari hubungan antara variabel-variabel. Model digunakan
untuk memilih hubungan variabel-variabel dalam bentuk matematika dimana suatu
perumusan ekonomi dipenuhi secara empirik. Aliran perdagangan komoditi pada
penelitian ini dijelaskan dengan menggunakan gravity model. Faktor-faktor yang
digunakan untuk menganalisis ekspor kepiting Indonesia adalah GDP per capita
Indonesia, GDP per capita negara tujuan ekspor, harga kepiting Indonesia di negara
tujuan ekspor, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai
tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah.
Analisis yang digunakan adalah regresi panel data dengan model logaritma
natural. Transformasi model dalam bentuk log dapat mengurangi masalah
heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memampatkan skala
untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat
menjadi perbedaan dua kali lipat (Gujarati 1997). Dugaan persamaan aliran
perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut :
LnXijt = β0 + β1 lnYit +β2 lnYjt + β3 lnPijt + β4 lnDijt + β5 lnERijt + εijt
Dimana :
Xijt = Volume ekspor komoditas ke negara tujuan (ton)
Yit = GDP per capita Indonesia (milyar US$)
Yjt = GDP per capita negara tujuan ekspor (milyar US$)
Pijt = Harga komoditas di negara tujuan ekspor (US$/kg)
Dijt = Jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (Km)
ERijt = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah (domestik/Rp)
εijt = random error
β0 = konstanta (intercept)
βn = parameter yang diduga (n = 1,2, ... ,6)
4.5. Pengujian Kesesuaian Model
Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam
pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square),
Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect), dan Pendekatan Efek Acak (Random Effect).
Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai
pilihan model maka kita perlu menganalisis dugaan model yang kita gunakan
berdasarkan pertimbangan statistik. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan
dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk kita pilih,
diantaranya :
4.5.1. Chow test
Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistik merupakan pengujian statistik
yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji
ini yaitu :
H0 : Model Pooled OLS
H1 : Model Fixed Effect
Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan
Fstatistik seperti yang dirumuskan :
CHOW
Dimana :
RRSS : Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS)
URRS : Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed)
N : Jumlah data Cross Section
T : Jumlah data Time Series
K : Jumlah variabel penjelas
Dimana pengujian ini menggunakan distribusi Fstatistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika
nilai CHOW Statistic (Fstatistik) hasil pengujian lebih besar dari Ftabel, maka cukup
bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang
digunakan adalah model Fixed Effect, begitu juga sebaliknya jika nilai CHOW
Statistic (Fstatistik) lebih kecil dari Ftabel maka model yang digunakan adalah model
Pooled Least Square.
4.5.2. Hausman Test
Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan
menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu
:
H0 : Model random effect
H1 : Model fixed effect
Nilai statistik hausman akan dibandingkan dengan nilai Chi square sebagai
dasar dalam menolak H0. Jika nilai χ2–statistik hasil pengujian lebih besar dari χ
2-
tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga
pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya.
4.5.3. LM Test
LM test (The Breusch – Pagan LM Test) digunakan sebagai dasar
pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect dan Pooled Least
Square. Hipotesis dari uji ini yaitu :
H0 : Model Pooled effect
H1 : Model Random effects
Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistik
LM dengan nilai Chi-square. Apabila nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ2-
tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model
yang akan digunakan adalah random effect dan sebaliknya.
Dalam melakukan pengujian estimasi model ada beberapa hal yang perlu
diingat agar dalam pemilihan model dapat dilakukan secara cepat, yaitu dengan
menguji :
a. Random Effect vs Fixed Effect (Hausmann Test)
b. Pooled Least Square vs Fixed Effect (Chow Test)
Strategi yang dilakukan dalam mengambil keputusan dalam memilih sebuah
model yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
1. Jika (b) tidak signifikan maka menggunakan Pooled Least Square.
2. Jika (b signifikan namun (a) tidak signifikan maka menggunakan Random Effect
Model.
3. Jika keduanya signifikan maka menggunakan Fixed Effect Model.
4.6 Pengujian Statistik
Pengujian statistik berfungsi untuk mengetahui model dalam penelitian yang
digunakan apakah sudah cukup baik atau belum dalam menjelaskan keragaman yang
terdapat pada suatu permasalahan, terdapat beberapa kriteria pengujian statistik yaitu
uji t, uji F, dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq adj).
4.6.1 Uji t
Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah
koefisien regresi signifikan atau tidak pada suatu taraf tertentu (taraf yang digunakan
peneliti). Uji t dilakukan untuk melihat apakah variabel penjelas atau variabel bebas
secara individu mempunyai pengaruh yang nyata (signifikan) atau tidak berpengaruh
nyata (tidak signifikan) terhadap variabel tak bebas yang terdapat pada suatu model.
Hipotesis
H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
Uji Statistik
thitung =
ttabel = tα(n-k)
dimana :
Sd(βi) = Standar deviasi parameter untuk βi
βi = koefisien ke-i yang diduga
n = jumlah pengamatan
k = jumlah parameter
Kriteria Uji
Apabila : thitung > ttabel, maka tolak H0
thitung < ttabel, maka terima H0
Kesimpulan
Jika tolak hipotesis H0 berarti variabel bebas yang diuji pada model tersebut
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Sebaliknya apabila terima H0
berarti variabel bebas yang diuji pada model tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel tak bebasnya.
4.6.2 Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel penjelas secara
bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas (Nachrowi dan Usman, 2006).
Hipotesis
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0
H1 : minimal ada satu slope yang tidak sama dengan nol
Uji Statistik
Fhitung =
dimana :
e2 = jumlah kuadrat regresi
(1-e2) = jumlah kuadrat sisa
n = jumlah sampel
k = jumlah parameter
Kriteria Uji
Apabila : Fhitung > Ftabel, maka tolak H0
Fhitung < Ftabel, maka terima H0
Kesimpulan
Jika tolak hipotesis H0 berarti terdapat minimal satu slope yang nilainya tidak
sama dengan 0. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diuji pada
model tersebut secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.
Sebaliknya apabila terima H0 berarti seluruh slope bernilai 0 sehingga variabel bebas
yang diuji pada model secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang nyata
terhadap variabel tak bebasnya.
4.6.3 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) adalah suatu ukuran yang menunjukkan
keragaman pada variabel tak bebas (dependen) yang dapat diterangkan pada variasi
model regresi atau menunjukkan besarnya sumbangan dari variabel penjelas terhadap
variabel respon, nilai koefisien determinasi berkisar antara nol hingga satu (0<R2<1)
dimana semakin besar nilai koefisiennya atau mendekati satu maka model yang
dibentuk dapat menjelaskan keragaman dari variabel dependen (model semakin baik),
begitu pula sebaliknya jika nilai koefisien determinasi rendah atau mendekati nol
maka model tersebut kurang dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak
bebasnya. Adapun rumus untuk koefisien determinasi (R2) dapat dilihat di bawah ini :
R2 =
Dimana :
RSS : Jumlah kuadrat regresi (Residual Sum Square)
TSS : Jumlah Kuadrat Total (Total Sum Square)
Selain itu ada pengukuran R2 yang lain yaitu R
2 adjusted yang merupakan
nilai R2 yang telah disesuaikan terhadap banyaknya variabel bebas dan banyaknya
observasi. Rumus R2-adjusted adalah :
R2-adj =1-
Dimana :
R2-adj : koefisien determinasi yang telah disesuaikan
k : jumlah variabel bebas
n : jumlah observasi
4.7 Pengujian Asumsi
Pengujian asumsi dilakukan agar model yang dihasilkan merupakan model
yang efisien, konsisten, serta tidak dilakukan pelanggaran terhadap asumsi-asumsi
mendasar seperti normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
Jika terjadi pelanggaran terhadap asumsi-asumsi tersebut maka model menjadi tidak
valid.
4.7.1 Uji Normalitas
Salah satu pengujian yang dilakukan dalam persamaan regresi untuk menguji
apakah nilai-nilai dari Y berdistribusi normal pada tiap nilai dari X adalah uji
normalitas. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan metode yang digunakan
untuk menguji kenormalan data adalah metode Kolmogorov Smirnov.
Hipotesis :
H0 : Sebaran Normal
H1 : Sebaran Tidak Normal
Uji Statistik
Dn = max (Fe – F0)
Dimana :
Dn = Nilai Kolmogorov Smirnov hitung
Fe = Frekuensi harapan
F0 = Frekuensi observasi
Kriteria uji
KShitung > KStabel atau Pvalue < 5%, maka tolak H0
KShitung < KStabel atau Pvalue > 5%, maka tolak H1
4.7.2 Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah hubungan linier antara variabel-variabel bebas
(independen) penyusun model dalam persamaan regresi berganda. Beberapa indikasi
suatu model persamaan regresi mengandung multikolinieritas dapat dilihat pada hasil
estimasi output pada eviews dimana dari nilai R2 yang didapat tinggi (antara 0,7 dan
1) tetapi dalam output tersebut tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan
yang nyata pada taraf uji tertentu dan tanda koefisien dari regresi dugaan banyak yang
tidak sesuai teori. Adapun beberapa cara untuk menghilangkan masalah kolinieritas
dalam suatu model, diantaranya :
1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya
2. Mengkombinasikan data cross section dengan data time series
3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi
4. Mentransformasikan data
5. Mendapat tambahan atau data baru
4.7.3 Uji Autokorelasi
Autokorelasi mencerminkan adanya hubungan yang terjadi antara error masa
lalu dengan error saat ini yang dapat menyebabkan parameter menjadi bias sehingga
pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada tidaknya
autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang
dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Berikut merupakan kerangka identifikasi
dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi.
Tabel 8. Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai Durbin Watson Keterangan
4 – dl < DW < 4 Tolak H0, korelasi serial negatif
4 – du < DW < 4 – dl Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4 – du Terima H0, tidak ada korelasi serial
du < DW < 2 Terima H0 tidak ada korelasi serial
dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < dl Tolak H0, korelasi serial positif
Sumber : Gujarati (2004)
Korelasi serial terjadi apabila error dari periode waktu yang berbeda saling
berkorelasi. Untuk mendeteksi hal ini yaitu dengan melihat pola random error dari
hasil regresi. Dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas
dari masalah autokorelasi sehinga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan.
4.7.4 Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dari model persamaan regresi adalah bahwa ragam sisaan
(εt) sama atau homogen, asumsi ini disebut homoskedastisitas. Sedangkan jika ragam
sisaan tidak konstan atau berubah-ubah maka hal tersebut dinamakan
heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas dalam hasil olahan data panel dapat
dilakukan dengan melihat grafik plot residual. Apabila titik-titik pada grafik tersebut
tersebar di atas dan di bawah 0 serta tidak menunjukkan adanya pola tertentu maka
dapat disimpulkan bahwa model tersebut terbebas dari adanya heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai sum square residual nya
apabila model menggunakan metode Generalize Least Square dan pembobotan.
Apabila nilai sum square residual pada weighted statistic lebih kecil daripada nilai
sum square residual pada unweighted statistic nya maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat heteroskedastisitas pada model tersebut.
4.8 Nilai Potensial Perdagangan
Nilai potensial perdagangan (PP) pada penelitian kali ini merupakan rasio
antara nilai aktual perdagangan dengan nilai prediksi dari perdagangan komoditas
kepiting antara Indonesia dengan ketujuh mitra dagangnya. Penghitungan nilai
potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
PP
Dimana :
PP : Nilai Potensial Perdagangan
A : Nilai Aktual Perdagangan
P : Nilai Prediksi Perdagangan
Adapun nilai A dan P pada persamaan di atas diperoleh dari hasil pengolahan
gravity model. Pada software eviews 7, nilai A dan P diperoleh dengan melihat
actual, fitted, residual table (Lampiran 11). Nilai A merupakan nilai actual per
negara pada akhir periode time series (tahun 2010) pada tabel tersebut, sedangkan
Nilai P adalah nilai fitted tahun 2010 per negara/cross section pada tabel tersebut.
Setelah dimasukkan ke dalam persamaan di atas, maka dapat dilakukan
interpretasi sesuai dengan keterangan berikut :
PP > 1 telah terjadi kelebihan perdagangan atau over trade dengan negara
tersebut
PP < 1 masih terdapat kekurangan perdagangan atau under trade dengan
negara tersebut
Apabila nilai potensial perdagangan yang diperoleh lebih besar daripada 1,
maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antara negara pengimpor dan
pengekspor tersebut telah melebihi potensi pasarnya (over trade). Terjadinya Over
trade menandakan bahwa pasar di negara tersebut telah jenuh dan akan
mengakibatkan kecenderungan negara pengimpor untuk mengurangi volume
perdagangan dengan negara pengekspor tersebut. Sebaliknya apabila nilai potensial
perdagangannya kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar
negara pengimpor dan pengekspor tersebut masih kurang dari potensi pasarnya
(under trade) dan negara pengimpor akan cenderung untuk menambah volume
perdagangannya dengan negara mitra dagangnya tersebut.
4.9 Definisi Operasional
1. Volume permintaan ekspor kepiting Indonesia di negara tujuan ekspor yang
menjadi variabel tak bebas dalam model merupakan total permintaan ekspor
kepiting Indonesia di negara tujuan ekspor yang dinyatakan dalam satuan kilogram
(Kg).
2. Gross Domestic Product (GDP) Negara asal ekspor yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan GDP per kapita dari Negara Indonesia yang dinyatakan
dalam satuan Dollar Amerika (US$).
3. Gross Domestic Product (GDP) Negara tujuan yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan GDP per kapita masing-masing negara tujuan ekspor kepiting
Indonesia yang dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika (US$).
4. Harga ekspor merupakan harga yang digunakan dalam transaksi perdagangan
internasional. Harga ekspor dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika per kilogram
(US$/kg).
5. Jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia
didefinisikan sebagai jarak antara pelabuhan terbesar di negara Indonesia dengan
pelabuhan terbesar di negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam satuan kilometer
(Km). Jarak merupakan proksi bagi biaya transportasi.
6. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar negara tujuan tujuan ekspor terhadap
negara asal ekspor yang dinyatakan dalam satuan Importer’s Currency/Rupiah.
V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING
5.1 Karakteristik Kepiting
Berdasarkan taksonomi, kepiting tergolong ke dalam kelas crustacea karena
tubuhnya yang dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras, tersusun dari kitin,
dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Hewan berkaki sepuluh dari infraordo
Brachyura ini memiliki perut (abdomen) yang sama sekali tersembunyi di bawah
dada (thorax). Brachyura sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya mempunyai
“ekor” yang sangat “pendek” (brachy = pendek, ura = ekor). Brachyura mencakup
kepiting, ketam, dan rajungan. Beragam jenis kepiting tersebar di semua samudera
dunia. Ada pula beberapa jenis kepiting air tawar dan darat, khususnya di wilayah-
wilayah tropis. Kepiting beraneka ragam ukurannya dari ketam kacang, yang
lebarnya hanya beberapa millimeter hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan
rentangan kaki hingga 4 m.
5.2 Kandungan dan Manfaat Kepiting
Kepiting mengandung nutrisi yang penting bagi kesehatan tubuh. Daging
kepiting rendah kandungan lemak jenuh serta merupakan sumber niacin, folate,
pottassium, sumber protein, vitamin B12, phosphorous, zinc, copper, dan selenium
yang sangat baik untuk tubuh. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker,
perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan
bakteri (Kasry, 1996).
Fisheries Research and Development Corporation di Australia berpendapat,
bahwa dalam 100 gram daging kepiting bakau terkandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58
mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan kecerdasan anak. Kandungan asam lemak yang lebih besar dimiliki
oleh rajungan, yaitu sebesar 137 mg Omega-3 (EPA), 90 mg Omega-3 (DHA), dan
86 mg Omega-6 (AA) untuk setiap 100 gram dagingnya.
Selain dagingnya, kulit kepiting juga memiliki nilai komersial. Kulit kepiting
umumnya diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan
karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat,
kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memiliki peran sebagai anti
virus, anti bakteri, dan digunakan sebagai obat untuk meringankan serta mengobati
luka bakar. Selain itu, bahan tersebut dapat juga digunakan untuk bahan pengawet
makanan yang murah dan aman.
5.3 Jenis-Jenis Kepiting Komersial di Indonesia
Moosa (1980) menyebutkan bahwa di Indo Pasifik Barat, jenis kepiting dan
rajungan diperkirakan ada 234 jenis, sedangkan di Indonesia terdapat sekitar 124
jenis. Tidak semua jenis kepiting dan rajungan merupakan jenis yang dapat dimakan
(edible crab) karena ukuran tubuhnya yang tidak cukup besar ataupun menimbulkan
keracunan. Di Indonesia, kepiting bakau dan rajungan merupakan jenis kepiting
konsumsi yang mendominasi ekspor komoditas kepiting Indonesia. Kepiting banyak
terdapat di area pesisir dimana terdapat mangrove dan air payau. Habitat kepiting
bakau terdapat di perairan yang memiliki hutan mangrove. Hutan mangrove menjadi
habitat berbagai jenis organisme yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap
perubahan ekosistem. Kepiting bakau ditemukan di daerah estuari dan kebanyakan
ditangkap di daerah pesisir seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Papua (Sulistiono et al., 1994).
Kepiting bakau dapat dibagi dalam 4 golongan (tiga spesies dan satu
subspesies) yaitu S. serrata, S. oceanica, S. tranquberica dan S. serrata var.
paramamosain. Kepiting bakau hijau (Scylla serrata) dikenal sebagai “giant mud
crab”, karena ukurannya yang dapat mencapai 2-3 kg per ekor. Scylla serrata dapat
dibedakan dengan dua jenis lainnya berdasarkan morfologi terutama bentuk duri baik
pada carapace maupun pada bagian capitnya serta warna dominan pada tubuhnya.
Scylla serrata memiliki duri yang relatif pendek dibanding dua species lainnya.
Warna kemerahan hingga oranye terutama pada capit dan kakinya, sedangkan pada
jenis lain dominan warna ungu pucat atau kehitaman. Ciri lain yaitu pada Scylla
oceanic berwarna kehijauan dan terdapat garis-garis biru coklat hampir pada bagian
seluruh tubuhnya kecuali bagian perut. Scylla transquebarica berwarna kehijauan
sampai kehitaman dengan sedikit garis-garis berwarna kecoklatan pada kaki
renangnya. Secara umum Scylla oceanica, dan Scylla transquebarica memiliki
ukuran lebih besar daripada S. serrata untuk umur yang sama. Kepiting jantan
dicirikan oleh bagian abdomen yang berbentuk agak lancip menyerupai segitiga sama
kaki, sedangkan pada kepiting betina dewasa agak membundar dan melebar. Pada
kepiting dewasa, yang jantan memiliki ukuran capit lebih besar dibandingkan dengan
betina untuk umur yang sama demikian pula halnya dengan ukuran tubuhnya.
Selain kepiting bakau, jenis lain yang memiliki nilai ekspor adalah rajungan
atau dikenal dengan nama “swimming crab.” Kepiting bakau cukup mudah dibedakan
dengan famili lainnya, khususnya rajungan. Perbedaan kepiting bakau dengan
rajungan (Portunus pelagicus) dapat terlihat cukup dengan melihat warna karapas dan
jumlah duri-duri pada karapasnya. Rajungan memiliki warna yang menarik pada
karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas rajungan relatif lebih panjang dan
lebih runcing dari duri akhir pada kepiting bakau. Rajungan bila tidak berada di
lingkungan air laut hanya tahan hidup beberapa jam saja (Kasry, 1996). Jenis
rajungan yang umum dimakan (edible crab) ialah jenis-jenis yang termasuk cukup
besar yaitu sub famili Portuninae dan Podopthalminae. Jenis-jenis lainnya walaupun
dapat dimakan, tetapi berukuran kecil dan tidak memiliki daging yang berarti. Jenis-
jenis rajungan yang umum terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah Portunus
pelagicus. Jenis yang kurang umum tetapi masih sering dijumpai di pasar adalah
rajungan bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan angin (Podopthalamus vigil),
rajungan karang (Charybdis feriatus). Jenis-jenis lainnya yang berukuran cukup besar
dan biasa dimakan, tetapi jarang dijumpai dipasar-pasar adalah Charybdis callanassa,
Charybdis lucifera, Charybdis natatas, Charybdis tunicata, Thalamita crenata,
Thalamita danae, Thalamita puguna, dan Thalamita spimmata.
Rajungan jantan memiliki abdomen yang sempit, berbentuk T pada sisi
abdomen dan capit berwarna biru. Sedangkan rajungan betina yang belum matang
memiliki bentuk abdomen “V” atau rajungan dewasa memiliki bentuk abdomen “U”.
Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan yang mencolok antara jantan dan betina.
Jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang
dibandingkan dengan rajungan betina.
5.4 Perkembangan Luas Areal Budidaya Tambak
Wilayah perairan Indonesia memiliki hutan bakau yang sangat banyak dan
tersebar. Keadaan laut Indonesia penuh kekayaan alam menciptakan habitat untuk
kepiting bisa bertahan hidup. Produksi kepiting di Indonesia sebagian besar masih
berasal dari hasil tangkap laut dan hanya sebagian kecil saja yang dihasilkan dari
budidaya tambak. Permintaan kepiting yang terus meningkat setiap tahunnya,
menyebabkan sistem produksi yang berbasi pada penangkapan menjadi tidak lagi
sustainable. Menurunnya kualitas dan ukuran kepiting hasil tangkap setiap tahunnya
menjadi pertanda telah terjadi penangkapan berlebih. Kondisi ini menyebabkan
beberapa tahun Indonesia mengalami penurunan produksi pada sektor penangkapan
kepiting di laut. Cara budidaya tambak diharapkan dapat memberi solusi untuk
mengatasi masalah ini, sehingga total produksi kepiting Indonesia setiap tahunnya
dapat kembali meningkat.
Tabel 9 menunjukkan luas lahan yang digunakan untuk budidaya tambak di
Indonesia. Lahan tersebut tiap tahunnya terus meningkat, namun sebagian besar lahan
tersebut masih digunakan untuk budidaya tambak udang dan bandeng. Hal ini
disebabkan teknik pembudidayaan kepiting yang masih tergolong baru dan belum
dikenal secara luas oleh masyarakat seperti halnya budidaya tambak udang ataupun
bandeng.
Tabel 9. Luas Lahan Berpotensi untuk Budidaya Tambak Tahun 1997-2010
Tahun Luas Lahan (Ha) Tahun Luas Lahan (Ha)
1997 390.182 2004 489.811
1998 357.331 2005 512.524
1999 393.196 2006 612.530
2000 390.182 2007 611.889
2001 438.010 2008 613.175
2002 458.107 2009 -
2003 480.762 2010 682.857
Laju (%/tahun) 4,63
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2007 telah
mengembangkan klaster industri perikanan khusus komoditi kepiting di beberapa
kabupaten diseluruh Indonesia guna mengangkat komoditas perikanan unggulan di
wilayah tersebut. Pengembangan klaster industri perikanan sebenarnya sudah
diterapkan pula di negara lain seperti Jepang dan Vietnam yang menggunakan sistem
satu desa satu komoditas. Beberapa daerah yang mengembangkan sistem klaster
industri kepiting dan rajungan antara lain di Medan (Sumatera Utara), Sambas
(Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Pemalang (Jawa Tengah), dan
Gresik (Jawa Timur).
5.5 Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia
Perkembangan produksi subsektor perikanan Indonesia selama ini dapat
dikatakan dalam kondisi baik. Permintaan hasil perikanan Indonesia tiap tahunnya
meningkat setelah Indonesia melakukan pemasaran ke pasar dunia. Aneka macam
komoditi hasil laut dikirim ke negara lain sesuai kebutuhan tiap negara. Konsumsi
akan sumber daya laut masyarakat global mengalami peningkatan disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu: Pertama, meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatnya apresiasi terhadap
makanan sehat (healthy good) sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red
meat ke white meat. Terakhir, karena berjangkitnya penyakit pada hewan yang
menjadi sumber protein hewani lainnya selain ikan dan sumberdaya laut sehingga
sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik.
Produksi kepiting dari hasil tangkap laut sejauh ini tersebar di provinsi
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Pada Tabel 10
terlihat lokasi produksi kepiting tangkap di Indonesia yang dihasilkan tidak tersebar
secara merata dari seluruh provinsi yang ada. Hanya terdapat beberapa provinsi yang
berpotensi menghasilkan komoditi kepiting tangkap yaitu provinsi yang memiliki
perairan dengan hutan mangrove.
Tabel 10. Delapan Provinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di
Indonesia Tahun 2008-2010
Nama Provinsi 2008 2009 2010 Laju (%/tahun)
Jawa Timur 5.649 8.832 10.886 39,80
Bangka Belitung 6.363 6.209 7.547 9,56
Jawa Barat 8.666 4.077 6.718 5,91
Sulawesi Tenggara 6.483 6.658 6.410 -0,51
Kalimantan Timur 3.935 4.080 5.053 13,77
Sumatera Utara 4.309 4.564 4.809 5,64
Kalimantan Selatan 5.549 2.635 2.160 -35,27
Sumatera Barat 1.788 1.486 901 -28,13
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011
Produksi kepiting di Indonesia awalnya lebih dari 70% berasal dari hasil
tangkap kekayaan laut, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah diberlakukan usaha
budidaya kepiting di Indonesia. Pada tahun 1994 dan 1998, terjadi penurunan
produksi kepiting karena terdapat beberapa permasalahan seperti penurunan hasil
tangkapan nelayan karena keadaan laut yang tidak terurus serta adanya keterbatasan
dalam hal teknologi maupun dalam hal pengelolaan penangkapan. Oleh sebab itu,
budidaya tambak kepiting masih merupakan solusi terbaik untuk permasalahan
produksi tersebut. Usaha untuk menggalakan budidaya tambak kepiting ini
sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an, namun perluasan wilayah tangkap masih
lebih banyak dipiih oleh para pelaku bisnis ini pada masa itu karena dinilai relatif
lebih mudah, murah, dan cepat menghasilkan.
Kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya kepiting antara lain kurangnya
minat para investor menanamkan modal karena biaya operasionalnya yang tinggi,
risiko kerugian dianggap besar, serta ketersediaan teknologi yang belum mendukung.
Namun usaha budidaya ini sangatlah potensial dan menguntungkan mengingat terus
menurunnya kualitas dan jumlah kepiting hasil tangkap. Hal ini dibuktikan dengan
semakin pesatnya pertumbuhan usaha budidaya tambak kepiting pada beberapa tahun
terakhir seperti di daerah pantai utara (Pantura) Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, serta
Cilacap.
5.6 Negara Pesaing Indonesia dalam Ekspor Kepiting
Filipina, Vietnam, dan Thailand merupakan beberapa negara pengekspor
produk perikanan di kawasan Asia Tenggara. Letak geografis yang berdekatan serta
sumberdaya alam yang hampir sama dengan Indonesia menjadikan kedua negara
tersebut sebagai pesaing utama dalam hal ekspor komoditas perikanan. Kedua negara
tersebut juga banyak mengekspor komoditas perikanan seperti ikan bandeng, udang,
dan kepiting yang selama ini menjadi komoditas unggulan Indonesia. Dalam hal
ekspor komoditas kepiting, Filipina merupakan ancaman terbesar bagi Indonesia
karena mengekspor jenis komoditas yang sama yakni rajungan dan kepiting bakau
dalam jumlah yang cukup besar.
Berdasarkan data FAO, pada tahun 2009, Filipina menyumbang sekitar 20%
dari total 28 ribu ton produksi kepiting rajungan di dunia. Jumlah tersebut
menempatkan Filipina sebagai produsen kepiting rajungan terbesar di dunia di atas
Indonesia (16%). Sedangkan untuk komoditas kepiting bakau, Indonesia pada tahun
2007 menjadi produsen tangkap terbesar yakni sebesar 25.640 ton, jauh di atas
Thailand dan Filipina yang hanya sebesar 3.340 ton dan 1.800 ton. Namun sebaliknya
dalam hal budidaya kepiting bakau, Indonesia hanya mampu menghasilkan 6.630 ton
dan berada di bawah Filipina yang mampu menghasilkan 9.300 ton per tahun.
Tabel 11. Volume dan Nilai Ekspor Kepiting Segar Dunia Tahun 2008-2010
2008 2009 2010
Negara Volume
(Ton) Nilai
(1000 $) Negara
Volume (Ton)
Nilai (1000 $)
Negara
Volume (Ton)
Nilai (1000 $)
Indonesia 8.676 91.139 Indonesia 7.743 54.281 Indonesia 9.347 78.049
Inggris 11.222 51.986 Kanada 6.292 50.099 Kanada 7.859 67.987
Kanada 8.340 50.785 Inggris 12.242 46.469 Inggris 11.922 49.777
India 4.737 26.493 India 6.198 31.644 USA 7.755 39.610
USA 5.836 24.681 USA 5.941 26.049 RRC 3.583 23.208
Irlandia 3.654 19.174 RRC 3.590 19.157 Filipina 4.533 22.088
RRC 3.535 16.404 Filipina 4.145 18.222 India 3.545 20.827
Perancis 2.602 15.045 Irlandia 3.163 14.356 Irlandia 3.212 15.809
Vietnam 2.002 12.193 Perancis 2.258 12.872 Hongkong 3.057 15.634
Korea 1.081 10.446 Hongkong 2.360 11.871 Pakistan 6.361 13.769
Jerman 1.202 10.145 Vietnam 1.597 10.808 Perancis 2.052 11.791
Filipina 2.207 9.834 Korea 549 9.032 Korea 495 11.701
Australia 560 7.477 Australia 616 7.742 Jepang 808 10.470
Thailand 3.227 7.224 Pakistan 4.042 7.020 Australia 506 7.813
Sumber: United Nations Commodity Trade, 2012
Produksi kepiting Indonesia memang sejauh ini mampu mendominasi para
pesaing tersebut. Berdasarkan Tabel 11, nilai ekspor Indonesia menjadi yang terbesar
di dunia selama beberapa tahun terakhir. Filipina dan Thailand hanya mampu
menempati peringkat ke 13 dan 15 pada tahun 2008. Namun ekspor dari Filipina terus
meningkat secara signifikan hingga pada tahun 2010, menempati peringkat ke 6
dalam hal ekspor kepiting segar. Melihat fakta tersebut, Indonesia harus segera
berbenah terutama dalam hal kesinambungan produksi maupun efisiensi
pemasarannya agar tetap mampu bersaing dan mempertahankan dominasinya. Pada
Tabel 11 juga terdapat beberapa negara yang menjadi tujuan utama ekspor kepiting
Indonesia seperti Amerika Serikat, RRC, dan Korea Selatan. Hal tersebut disebabkan
oleh perbedaan jenis spesies yang diekspor dan diimpor oleh mereka dari Indonesia
(mud crabs dan blue swimming crabs). Ekspor kepiting RRC didominasi oleh mitten
crabs sedangkan Amerika Serikat banyak mengekspor jenis king crabs, stone crabs,
dan dungeness crabs.
5.7 Harga Kepiting
5.7.1 Harga Kepiting Indonesia
Indonesia memiliki kualitas kepiting yang baik untuk diekspor ke pasar
internasional. Harga kepiting di dalam negeri (domestik) tergolong salah satu
komoditi perikanan dengan harga jual yang tinggi. Di pasar internasional, harga
kepiting Indonesia merupaka salah satu yang paling tinggi. Pada Tabel 12 terlihat
perbedaan harga kepiting di pasar domestik dan di pasar dunia. Hal ini disebabkan
komoditas kepiting yang diekspor merupakan komoditas dengan grade yang lebih
baik dari yang ada di pasar domestik sehingga harganya pun menjadi lebih mahal.
Selain itu, kepiting yang diekspor tentunya memiliki berbagai tambahan biaya yang
dibebankan pada produk tersebut seperti biaya administrasi sebelum akhirnya bisa
dikirim sampai ke konsumen.
Tabel 12. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia (FOB) di Pasar Domestik dan
Pasar Ekspor Tahun 2002-2008
Tahun Harga Domestik
(Rp/Kg)
Harga Domestik
(US$/Kg)
Harga Ekspor
(US$/kg)
2002 9.674,06 1,035 8,05
2003 10.767,52 1,253 7,63
2004 21.623,70 2,417 6,43
2005 15.782,71 1,623 7,04
2006 16.694,56 1,818 7,53
2007 19.880,21 2,175 8,36
2008 19.585,53 2,022 10,35
2009 - - 7,01
2010 - - 8,35
Laju (%/tahun) 18.08 17.62 3.79
Sumber: Kementerian Kelautan Perikanan, 2009 dan United Nations Commodity Trade, 2012
Harga ekspor kepiting Indonesia di pasar dunia juga terus berfluktuasi dari
tahun 2002 hingga 2008. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga ekspor mencapai
10,35 US$/ton yang disebabkan oleh kenaikan harga kepiting di pasar dunia (KKP,
2009). Harga ekspor kepiting tidak bisa dikendalikan secara langsung oleh
pemerintah karena harga yang terbentuk merupakan hasil dari permintaan dan
penawaran kepiting di pasar dunia.
5.7.2 Harga Kepiting Negara Pesaing
Thailand dan Filipina merupakan dua pesaing utama Indonesia dalam ekspor
kepiting. Hal ini disebabkan oleh kesamaan pada jenis komoditas kepiting yang
diekspor serta letak geografisnya yang cukup dekat dengan Indonesia. Selain itu,
keduanya juga memiliki mitra dagang yang hampir sama dengan Indonesia. Harga
kepiting di kedua negara pesaing tersebut ternyata jauh lebih murah bila
dibandingkan dengan Indonesia. Pada Tabel 13 terlihat perkembangan harga kepiting
di negara tersebut. Secara kasat mata, harga kepiting Indonesia bisa mencapai dua
hingga empat kali lipat harga kepiting yang ditawarkan oleh negara tersebut.
Meskipun demikian, jumlah ekspor Indonesia masih jauh mengungguli kedua negara
tersebut. Hal ini ternyata disebabkan oleh kualitas kepiting Indonesia yang dinilai
tinggi sehingga lebih sering dipergunakan untuk bahan baku masakan restoran di
negara tujuan ekspornya, khususnya Amerika Serikat.
Tabel 13. Perkembangan Harga Ekspor Kepiting (FOB) Thailand dan Filipina
Tahun 2008-2010
Tahun Harga Ekspor Kepiting
Thailand (US$/kg) Tahun
Harga Ekspor Kepiting
Filipina (US$/kg)
2008 1,59 2008 4,45
2009 2,40 2009 4,40
2010 3,35 2010 4,87
Laju (%/tahun) 45,26
4,78
Sumber: United Nations Commodity Trade, 2012
5.8 Gambaran Ekspor Kepiting Indonesia
Kepiting yang diproduksi dipasarkan ke pasar domestik dan dunia. Pasar
produk kepiting Indonesia telah memasuki beberapa negara yaitu Amerika Serikat,
RRC, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan beberapa negara Eropa seperti Belanda
dan Inggris. Sejauh ini, Amerika Serikat masih merupakan pasar utama tujuan ekspor
kepiting Indonesia. Komoditas kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar, beku,
kering, maupun dalam kemasan. Beberapa perusahaan importir dari Amerika Serikat
seperti Philips Foods bahkan sengaja mendirikan perusahaan eksportir di Indonesia
untuk menjamin kelancaran pasokan kepitingnya. Philips Foods, perusahaan di
Amerika Serikat yang paling banyak mengimpor kepiting dari Indonesia mendirikan
perusahaan Philips Seafoods Indonesia yang juga merupakan eksportir kepiting
terbesar ke Amerika Serikat (Urner Barry Foreign Trade Data). Philips Seafoods pada
tahun 2008 mengekspor sebesar 23% dari total ekspor kepiting Indonesia diikuti oleh
Tongga Tiur Putra (19,43%), Windika Utama (7,09%), dan Kelola Mina Laut
(6,40%).
Tabel 14. Perkembangan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2001-2010
Year Volume Ekspor Kepiting Indonesia (kg) Nilai (US$)
2001 7.267.042 63.657.003
2002 8.056.297 74.403.889
2003 7.600.851 72.361.560
2004 9.018.865 76.599.829
2005 12.645.717 84.849.089
2006 11543.145 81.737.430
2007 10.539.397 72.332.860
2008 8.676.013 91.139.446
2009 7.743.459 54.281.371
2010 9.346.589 78.048.881
Laju (%/tahun) 4.33 4.99
Sumber: United Nations Commodity Trade, 2012
Berdasarkan Tabel 14, perkembangan ekspor kepiting Indonesia selama
periode tahun 2001-2010, mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, baik dalam hal
nilai maupun volume ekspornya. Pada tahun 2005, volume ekspor kepiting Indonesia
adalah sebesar 12.645 ton dengan nilai sebesar US$ 84.849.089, kemudian terus
mengalami penurunan hingga tahun 2009 volume ekspornya hanya sebesar 7.743 ton
dan nilai perdagangan terendah sebesar US$ 54.281.371. Hal ini tidak terlepas dari
adanya dampak dari krisis global yang bermula di Amerika Serikat dan Eropa
sehingga menyebabkan kondisi perdagangan dunia menjadi tidak stabil dan
cenderung menurun.
5.8.1 Kasus Penolakan terhadap Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia
Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan utama Indonesia dalam
mengekspor kepiting. Sebesar 60% komoditi kepiting yang diekspor Indonesia
dikirim ke Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan restoran seafood di Amerika Serikat
menggunakan kepiting asal Indonesia (KKP, 2011). Selain Amerika Serikat, negara
lainnya seperti Singapura, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan Belanda juga
merupakan negara-negara yang selama 10 tahun terakhir menjadi pengimpor utama
produk kepiting Indonesia.
Seperti usaha ekspor produk perikanan lainnya, ekspor kepiting Indonesia juga
tidak terlepas dari adanya risiko penolakan dari negara tujuan. Indonesia sebagai
negara eksportir utama produk perikanan juga mengalami berbagai kasus penolakan.
Berdasarkan data yang dilansir oleh Uni Eropa melalui Rapid Alert System for Food
and Feed (RASSF), sejak tahun 2003 sampai 2008, sering kali ditemukan kasus
detention/penahanan terhadap produk perikanan yang diekspor ke uni eropa,
meskipun kecenderungannya mulai menurun.
Tabel 15. Jumlah Kasus Penolakan terhadap Produk Komoditas Perairan Indonesia
Negara 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Uni Eropa 127 152 174 429 252 332 259
Jepang 0 181 0 0 0 246 29
Amerika Serikat 0 0 667 1.927 1.505 2.282 1.644
Kanada 170 121 125 174 459 445 404
Sumber: Ababouch (2006)
Kecenderungan notifikasi yang menunjukkan peningkatan selama periode
2003-2005 mengakibatkan ditetapkannya CD 235 tahun 2006 yang mewajibkan
seluruh produk perikanan Indonesia yang masuk ke Uni Eropa harus diuji terlebih
dahulu sehingga meningkatkan biaya ekspor. Terdapat 4 penyebab utama penolakan
produk perikanan Indonesia, yaitu penggunaan bahan kimia seperti antibiotic,
nitrofuran, maupun chloraphenicol melebihi ambang batas yang diperbolehkan,
kandungan mikrobiologi (salmonella) yang tinggi, histamin, serta kandungan logam
berat.
Selain dari Uni Eropa, penolakan produk perikanan Indonesia juga dilakukan
oleh Amerika Serikat dan Jepang. Berbeda dengan jenis kasus penolakan dari Uni
Eropa yang dominan disebabkan oleh kondisi bahan baku, maka di Amerika Serikat
penahanan produk oleh USFDA lebih disebabkan oleh kondisi pengolahan produk
yang terkontaminasi secara fisik (filthy). Amerika Serikat dengan sistem automatic
detention yang dikendalikan oleh USFDA membuka fakta bahwa sejak tahun 2003
sampai tahun 2008 ditemukan lebih dari 100 kasus penahanan setiap tahunnya,
puncaknya pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 442 kasus. Positifnya sejak tahun
2005 baik di Uni Eropa, Amerika Serikat, maupun Jepang terdapat kecenderungan
kasus penolakan produk perikanan yang menurun.
5.8.2 Regulasi dan Standar Internasional untuk Ekspor Produk Perikanan
Peno lakan yang dilakukan oleh beberapa negara importir tersebut dilakukan
guna memproteksi konsumennya dari produk-produk impor yang tercemar. Dalam
konteks perdagangan Internasional, konsep proteksi ini dikenal dengan istilah
Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement dan Sanitary and Phytosanitary (SPS)
Agreement. Dalam impelementasi TBT dan SPS, terdapat mekanisme untuk menolak
bahkan memusnahkan produk-produk yang tidak sesuai dengan standar kualifikasi
yang telah ditentukan oleh masing-masing negara. Standar tersebut diwujudkan
dalam bentuk regulasi teknis sebagai berikut:
1. Uni Eropa
• EC No.178/2002 tentang persyaratan utama undang-undang pangan serta
prosedur keamanan pangan
• EC No.882/2004 tentang pengawasan oleh pemerintah
• EC No.852/2004 tentang keamanan bahan pangan
• EC No.853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan
baku
• EC No.854/2004 tentang badan pengawas keamanan asal bahan pangan
• EC No.446/2001 tentang batas maksimum kontaminasi dalam bahan pangan
• EC No.2073/2005 tentang ktiteria mikrobiologi bagi bahan pangan
2. Amerika Serikat
• Federal Food, Drug and Cosmetic Act (FDA)
• Code of Federal Regilation (CFR) 123
• Bioterorism Act (TBA)
3. Kanada
• Food and Drug Act
• Canadian Food Inspection Agency Act
• Fish Inspection Act
• Consumer and Labelling Act
• Fish Inspection Regulation
4. Jepang
• Food Sanitation law
5. China (RRC)
• Food Hygine of the People’s Republic of China
Secara garis besar, poin penting yang tertera dari masing-masing regulasi
teknis adalah bagaimana eksportir membuktikan bahwa produk yang dipasarkan telah
memenuhi persyaratan standar yang dibutuhkan. Biasanya masing-masing negara
mengembangkan prosedur monitoring, pengujian maupun pemeriksaaan yang dapat
menjamin bahwa produk sesuai standar yang diinginkan. Umumnya pembuktian
terhadap kesesuaian standar diwujudkan dalam bentuk sertifikasi.
Selain persyaratan yang bersifat wajib (regulasi teknis), beberapa negara
terkadang juga memiliki persyaratan pasar yang bersifat sukarela (voluntary).
Beberapa persyaratan standar yang sifatnya sukarela adalah:
1. Marine Stewardship Council (MSC), fokus pada isu lingkungan seperti chain of
custody produk perikanan dan fisheries management. Dipersyaratkan oleh
beberapa importir dari Amerika Serikat, Jepang maupun Australia.
2. Aquaculture Certification Council (ACC), fokus pada isu praktek-praktek
budidaya perikanan yang baik mencakup aspek teknis, lingkungan dan sosial.
Importir dari Amerika Serikat merupakan pendukung utama standar ini.
3. International Standardisation Organisation (ISO), fokus pada isu kemanan
pangan (ISO 22000), lingkungan (ISO 14001) serta kualitas (ISO 9001). Standar
yang ditetapkan oleh skema ISO umumnya dipersyaratkan oleh masing-masing
importir di banyak negara.
4. British Retail Consortium (BRC), fokus pada keamanan pangan produk,
pengemasan sampai penyimpanan dan distribusi. Dipersyaratkan terutama oleh
importir Uni Eropa.
Meskipun bersifat sukarela, meningkatnya kepedulian konsumen di negara-
negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa terhadap konservasi habitat
kepiting sering kali secara halus memaksa eksportir untuk memiliki berbagai
sertifikasi tersebut. Sebagian besar konsumen tidak mau membeli kepiting Indonesia
jika cara penangkapannya merusak lingkungan. Bahkan terdapat wacana mulai tahun
2012, produk kepiting Indonesia baru diperbolehkan masuk ke pasar Amerika Serikat
jika eksportir memiliki sertifikat Marine Stewardship Council (MSC).
Saat ini komoditi kepiting Indonesia yang diekspor sudah merupakan hasil
produksi yang tempat penangkapannya (laut) sudah diterapkan konservasi habitatnya
(KKP, 2011). Pemerintah melakukan konservasi untuk mengatasi permasalahan
penurunan produksi kepiting di laut. Pemberian label pada produk kepiting yang
berasal dari pengelolaan ramah lingkungan akan menyebabkan kepiting yang
diperoleh sesuai standar internasional yang diminta negara importir utama.
Kondisi penerapan ecolabeling nantinya akan menguntungkan para nelayan
dan pembudidaya ikan, karena pendapatan nelayan akan meningkat. Hal ini
disebabkan para nelayan akan menjual kepiting dengan ukuran yang besar saja.
Nelayan dapat menjaga volume kepiting yang akan diproduksi dalam jangka waktu
yang panjang.
VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA
6.1 Pengujian Asumsi
Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang
disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi yang
disyaratkan, yakni uji asumsi normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan
autokorelasi. Terpenuhinya uji asumsi-asumsi tersebut akan membuat penaksir
kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linier tak bias menghasilkan variabel penduga
terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).
Sebaliknya, jika ada setidaknya satu asumsi dalam model regresi yang tidak dapat
dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu
atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan itu akan diragukan.
Secara umum, gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia yang
disusun dalam penelitian ini telah memenuhi uji asumsi normalitas. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil pengujian Jarque Bera (Lampiran 3). Pada taraf nyata sepuluh
persen diperoleh p-value sebesar 0,448810. Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar
dari taraf nyata sepuluh persen atau 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi
normalitas sudah terpenuhi.
Pengujian asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah uji
heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas ini dapat
dilihat melalui gambar standardized residual graph (Lampiran 4). Berdasarkan grafik
plot tersebut diketahui bahwa data tersebar di bawah dan di atas titik nol serta tidak
menggambarkan pola tertentu. Selain itu, hasil output pada lampiran 2 menunjukkan
bahwa nilai sum square residual pada weighted statistic (66,3769) lebih besar
daripada pada unweighted statistic (59,12537) nya sehingga dapat disimpulkan bahwa
data tersebut terbebas dari heteroskedastisitas.
Berikutnya adalah pengujian asumsi multikolinearitas. Untuk mengetahui ada
tidaknya multikolinieritas yang sempurna antar variabel independen pada model
dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel independen pada model yang dibangun.
Berdasarkan Lampiran 5 (Uji Klein), model dapat dinyatakan terbebas dari
multikolinearitas karena seluruh koefisien korelasi antar variabel tidak ada yang
melebihi koefisien determinasi (R-square) 0,968194. Hal ini juga didukung oleh uji
statistik t, F, dan p-value yang signifikan. Berdasarkan uji statistik-t dengan taraf
sepuluh persen, terdapat empat variabel bebas pada model tersebut yang dinyatakan
memiliki pengaruh signifikan yaitu variabel GDP per kapita negara tujuan ekspor,
harga kepiting Indonesia di negara tujuan, jarak Indonesia terhadap negara tujuan,
dan nilai tukar negara tujuan terhadap mata uang negara asal ekspor. Dengan
demikian, secara umum seluruh variabel yang digunakan di dalam model regresi
tersebut sudah memenuhi asumsi multikolinieritas.
Uji asumsi yang terakhir adalah uji yang mensyaratkan model terbebas dari
adanya autokorelasi. Untuk mendeteksi apakah model yang dibangun steril dari
masalah autokorelasi dapat diketahui dengan melakukan uji Durbin-Watson
(Lampiran 6).Setelah diuji dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson
diperoleh nilai DW sebesar 1,962349. Nilai tersebut terletak di antara nilai DU
(1,7683) dan 2 yang artinya masih berada di luar selang autokorelasi positif. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada model
tersebut.
Berdasarkan pengujian dari asumsi-asumsi yang telah dijelaskan di atas
tersebut maka regresi gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia sudah
memenuhi asumsi-asumsi dan dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan antara
aliran perdagangan kepiting Indonesia dengan GDP per kapita Indonesia (Yi), GDP
per kapita negara tujuan (Yj), jarak antara Indonesia dengan negara tujuan (Dij),
harga kepiting Indonesia di negara tujuan (Pij), dan nilai tukar mata uang negara
tujuan terhadap rupiah (ERij).
Berdasarkan Tabel 16 Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor
kepiting Indonesia yang (mean) rata-rata jumlah volume ekspornya tertinggi.
Sedangkan, Malaysia menjadi negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang memiliki
jumlah volume ekspor yang relatif paling stabil. Hal ini terlihat dari nilai standar
deviasi yang cukup kecil serta nilai mean, median maximum, dan minimumnya yang
tidak terlalu berfluktuasi dibandingkan ketujuh negara lainnya.
Tabel 16. Statistik Deskriptif Volume Ekspor Kepiting Indonesia
Negara Volume Ekspor (kg)
Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum
Amerika Serikat 918.071 4.487.609 4.705.189 5.910.090 2.746.089
Singapura 921.127 1.814.898 2.017.791 3.149.530 719.348
Malaysia 328.291 1.422.022 1.424.489 1.840.712 1.015.151
RRC 546.003 1.065.088 1.034.423 2.033.325 240.199
Jepang 175.293 173.088 112.533 579.899 11.856
Belanda 71.718 99.557 105.396 204.152 208
Korea 17.763 15.122 10.293 60.729 300
6.2 Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi dan Non Ekonomi terhadap
Ekspor Kepiting Indonesia
Aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia pada penelitian ini dijelaskan
dengan menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis
pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia ke negara-
negara tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui model yang dibangun dapat
diketahui variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting
Indonesia ke negara-negara tujuan. Hasil analisis pengaruh variabel-variabel ekonomi
dan non ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia dengan metode fixed effect
secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2, dengan persamaan yang dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Ekspor Kepiting Indonesia
dengan Metode Fixed Effect
Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas
C -2,142126 -0,604037 0,5482
GDP per kapita Indonesia -0,317891 -0,440381 0,6613
GDP per kapita Negara Tujuan 0,421746 1,857473 0,0683
Nilai Tukar 0,970685 2,299674 0,0251
Harga Komoditas -1,107208 -7,632948 0,0000
Jarak 0,628985 3,918343 0,0002
R-squared 0,968194 F-statistik 160,5062
Adjusted R-squared 0,962162 Prob (F-statistik) 0,000000
Berdasarkan Tabel 17, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
96,82 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 96,82 persen keragaman aliran
perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan dapat dijelaskan oleh
variasi variabel-variabel bebas dalam model. Sedangkan sebesar 3,18 persen sisa
keragaman aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat diterangkan oleh
faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model atau error.
Berdasarkan uji statistik-t pada taraf nyata sebesar sepuluh persen, terdapat
empat variabel bebas di dalam model tersebut yang berpengaruh nyata terhadap besar
kecilnya ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya. Keempat
variabel tersebut adalah GDP per kapita negara tujuan (GDPj), harga kepiting
Indonesia di negara tujuan (Pj), Jarak antara Indonesia terhadap negara tujuan (Dij),
dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah (ERij). Sedangkan variabel
GDP per kapita negara Indonesia dan GDP per kapita negara tujuan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor kepiting Indonesia.
Berdasarkan pengujian statistik-F model, nilai probability (F-statistik) pada
model ini juga lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen yang digunakan. Hal ini
mengindikasikan bahwa model dianggap mampu merepresentasikan permintaan
ekspor kepiting Indonesia di negara tujuan. Regresi yang dihasilkan menunjukkan
bahwa secara bersama-sama seluruh variabel bebas dalam model dapat menjelaskan
variasi perubahan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya.
Analisis pengaruh variabel bebas pada hasil regresi gravity model terhadap ekspor
kepiting Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:
6.2.1 GDP per kapita Indonesia (Yi)
GDP atau produk domestik bruto merupakan pendapatan total dan
pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP menyatakan berapa
banyak uang yang mengalir mengelilingi aliran sirkuler perekonomian suatu negara
per unit waktu atau juga nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi
dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP menggambarkan keadaan
perekonomian suatu negara. GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian
pemerintah dan ekspor bersih. Sedangkan GDP per kapita menggambarkan tingkat
kesejahteraan serta kemampuan ekonomi rata-rata setiap penduduk di negara tersebut.
Apabila suatu negara memiliki tingkat GDP per kapita yang semakin besar, maka
kemampuan rata-rata penduduk negara tersebut dalam memproduksi barang dan
jasanya juga semakin besar. Selain itu, GDP per kapita juga menggambarkan
kemampuan (daya beli) rata-rata penduduk dalam menyerap barang-barang dari
dalam negeri maupun yang diperdagangkan di pasar internasional.
Pada penelitian kali ini, nilai probabilitas variabel GDP per kapita Indonesia
yang lebih besar dari taraf nyata sebesar sepuluh persen menunjukkan bahwa
parameter GDP per kapita Indonesia memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap aliran perdagangan kepiting Indonesia. Variabel GDP per kapita Indonesia
juga memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspor kepiting Indonesia terlihat dari
nilai koefisien parameter yang besarnya -0,317891. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila terjadi peningkatan GDP per kapita Indonesia sebesar satu persen maka akan
terjadi penurunan besarnya volume ekspor kepiting Indonesia sebesar 0,317891
persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus.
Pertumbuhan GDP per kapita Indonesia (pengekspor) merupakan salah satu
indikator bagi ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan. Meningkatnya GDP per
kapita Indonesia dapat diartikan sebagai peningkatan daya beli rata-rata masyarakat
Indonesia yang serta merta akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap barang
dan jasa dalam negeri termasuk permintaan komoditas kepiting Indonesia.
Peningkatan konsumsi domestik akan mengurangi jumlah ekspor kepiting karena
pada dasarnya ekspor dilakukan ketika terjadi kelebihan produksi di tingkat domestik.
Produk kepiting Indonesia yang biasanya diperdagangkan ke luar negeri merupakan
produk dengan grade yang lebih tinggi dari yang umum diperdagangkan di pasar
domestik. Namun dengan meningkatnya daya beli masyarakat domestik, komoditas
kepiting dengan grade tinggi tersebut menjadi lebih terjangkau oleh konsumen lokal
sehingga permintaannya pun akan meningkat.
6.2.2 GDP per kapita Negara Tujuan (Yj)
GDP merupakan salah satu indikator ekonomi yang mampu menggambarkan
skala atau ukuran ekonomi suatu negara. Dalam hal perdagangan antar negara, ukuran
ekonomi negara importir akan menentukan besarnya jumlah komoditi ekspor yang
dapat dijual oleh negara eksportir. Variabel GDP per kapita negara tujuan mewakili
ukuran ekonomi serta daya beli masyarakat di negara tersebut. Semakin besar daya
beli dan ukuran ekonomi suatu negara tentu semakin besar pula permintaan pasar di
negara tersebut.
Gambar 3. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor Kepiting
Indonesia Tahun 2001-2010
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa negara-negara tujuan ekspor kepiting
Indonesia cenderung mengalami peningkatan GDP per kapita setiap tahunnya. GDP
per kapita negara tujuan ekspor kepiting berpengaruh secara nyata dalam
mempengaruhi besar kecilnya volume ekspor kepiting Indonesia. Koefisien slope
pada variabel GDP per kapita negara tujuan yang bertanda positif, mengindikasikan
bahwa semakin meningkatnya GDP per kapita negara tujuan akan cenderung
memiliki jumlah impor kepiting yang semakin banyak. Sebaliknya, negara dengan
GDP per kapita yang lebih rendah memiliki jumlah impor kepiting yang lebih sedikit.
Nilai koefisien variabel GDP per kapita negara tujuan dari hasil analisis
regresi gravity model ekspor kepiting Indonesia adalah sebesar 0,421746. Hal ini
menunjukkan bahwa, jika secara kolektif GDP per kapita ketujuh negara tujuan
ekspor kepiting Indonesia meningkat sebesar satu persen maka ekspor kepiting
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
37068.3894
Singapura
Malaysia
China
Japan
Belanda
Korea
Indonesia ke negara-negara tujuan akan meningkat sebesar 0,42 persen dari jumlah
sebelumnya, ceteris paribus. Hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwa nilai
probabilitas variabel GDP per kapita negara tujuan masih lebih rendah dari taraf
nyata sebesar sepuluh persen sehingga faktor tersebut dapat dinyatakan sebagai faktor
yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting Indonesia.
Tabel 18. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan dan Volume Ekspor
Kepiting Indonesia Tahun 2001-2010
Negara
GDP Negara Tujuan (US$) Laju GDP per
kapita
(%/tahun)
Laju
Volume
Ekspor
(%/tahun)
Standar
Deviasi Mean Median Max Min
Amerika
Serikat 4.258 42.280 42.810 47.254 36.258 0,28 -0,12
Singapura 14.836 37.722 30.007 62.092 23.581 0,98 0,60
Malaysia 2.654 12.116 12.424 15.205 8.997 0,58 0,47
RRC 1.265 5.912 5.792 7.739 4.005 0,66 0,72
Jepang 2.838 31.080 32.119 34.009 26.425 0,27 -2,68
Belanda 5.897 33.230 31.214 40.371 25.729 0,48 9,27
Korea 4.542 23.124 23.611 29.998 17.697 0,59 4,23
Sumber : *www.indexmundi.com, **www.uncomtrade.com (diolah)
Berdasarkan Tabel 18, telihat bahwa pertumbuhan volume ekspor cenderung
meningkat ke negara-negara tujuan ekspor yang memiliki pertumbuhan GDP per
kapita yang relatif besar. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa dua negara yang
memiliki pertumbuhan GDP per kapita terendah yakni Amerika Serikat dan Jepang
memiliki pertumbuhan volume ekspor yang negatif. Hal ini sesuai dengan Lipsey et
al. (1995) yang menyatakan bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan pula
permintaan terhadap suatu barang atau jasa dan sebaliknya. Hal ini juga konsisten
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2009) dan Widianingsih (2009) dalam
penelitiannya berturut-turut mengenai aliran perdagangan komoditas pisang dan biji
kakao. Pada studi yang dilakukan oleh keduanya variabel GDP memiliki pengaruh
positif terhadap volume ekspor komoditas tersebut. Kondisi demikian membuat
Indonesia sebagai negara pengekspor kepiting harus lebih giat memasarkan produk
kepiting Indonesia di negara yang memiliki pendapatan per kapita yang besar untuk
dijadikan negara tujuan ekspornya. Selain itu, Indonesia juga perlu melihat tren
pertumbuhan GDP per kapita pada negara-negara tujuannya karena tidak semua
negara tujuan memiliki kecenderungan GDP per kapita yang meningkat setiap
tahunnya.
6.2.3 Jarak Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij)
Jarak akan mempengaruhi perdagangan bilateral antar dua negara atau
beberapa negara dalam bentuk penurunan perdagangan. Semakin jauh jarak yang
harus ditempuh akan semakin memperbesar biaya transportasi yang harus dikeluarkan
sehingga semakin rendah volume ekspor produknya (semakin rendah aliran
perdagangan). Pada dasarnya jarak antar negara relatif konstan sehingga pada
penelitian ini kedinamisan pengaruh variabel jarak akan diwakilkan oleh biaya
transportasi. Sebagai bentuk penyederhanaan, biaya transportasi yang dipergunakan
merupakan hasil dari perkalian antara jarak pelabuhan terbesar antar negara dengan
harga minyak dunia pada tahun tersebut.
Keberadaan biaya pengangkutan tidak merubah prinsip-prinsip dasar
keunggulan komparatif atau keunggulan perdagangan. Pada kondisi riil, biaya
transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi
asuransi, serta berbagai pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu
disimpan di suatu tempat sementara (transit). Selain itu, risiko penyusutan ataupun
rusaknya barang akan meningkat seiring dengan semakin jauhnya jarak yang harus
ditempuh. Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjelaskan mengapa sebagian besar
barang dan jasa yang ada di masing-masing negara tidak diperdagangkan secara
internasional (diekspor atau diimpor). Akan tetapi dewasa ini biaya dan teknologi
transportasi telah banyak berkembang berkat adanya berbagai metode pengangkutan
massal yang relatif murah seperti truk berukuran besar, fasilitas kontainer dan kapal-
kapal raksasa, serta pesawat berbadan lebar yang mampu menekan waktu dan biaya
transportasi. Perkembangan ini pula yang menyebabkan banyak komoditi yang
awalnya tidak dapat diperdagangkan secara internasional kini menjadi komoditi
perdagangan antar negara yang lazim.
Tabel 19. Statistik Deskriptif Jarak (Biaya Transportasi) Negara Tujuan Ekspor
Kepiting Indonesia
Negara Biaya Transportasi (US$)
Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum
Amerika Serikat 364540 795969 844567 1423653 356971
Singapura 26597 58075 61620 103871 26045
Malaysia 34604 75558 80171 135141 33886
RRC 112970 246668 261728 441185 110624
Jepang 146377 319613 339128 571654 143338
Belanda 393070 858264 910666 1535072 384908
Korea 128201 279925 297016 500669 125539
Sumber : www.searates.com, www.uncomtrade.com (diolah)
Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan ekspor
kepiting Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien variabel jarak antara Indonesia
dengan negara tujuan justru memiliki slope yang positif. Dengan demikian, apabila
jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor semakin jauh, maka volume
ekspor kepiting yang diperdagangkan akan semakin besar, ceteris paribus.
Nilai koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan adalah
sebesar 0,628985. Hal ini menunjukkan bahwa, jika jarak antara Indonesia dengan
salah satu negara tujuan ekspor kepiting Indonesia bertambah sebesar satu persen
maka ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan akan bertambah sebesar
0,628985 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus.
Variabel jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting
Indonesia signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik-t
dengan taraf sepuluh persen. Temuan ini inkonsisten baik dengan hipotesis maupun
studi yang dilakukan oleh Hadi (2009) dalam penelitiannya mengenai aliran
perdagangan mangga, Setyo (2009) dalam penelitiannya mengenai aliran
perdagangan komoditas pisang, dan Hadianto (2010) mengenai komoditi hasil hutan
bukan kayu. Ketiga penelitian tersebut menyatakan bahwa pertambahan jarak antara
Indonesia dengan negara tujuan akan cenderung mengurangi volume
perdagangannya. Perbedaan pada hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh fakta
bahwa sejauh ini negara-negara yang mengimpor kepiting Indonesia dalam jumlah
besar adalah negara yang terletak jauh dari Indonesia. Mengingat bahwa komoditas
yang diperdagangkan adalah komoditas segar, maka semakin segar produk tersebut
akan semakin diminati pula oleh para konsumen. Untuk memperoleh kesegaran yang
tinggi, produk harus dikirimkan secara cepat dan tentunya akan meningkatkan biaya
pengirimannya. Selain itu, kedekatan secara geografis suatu negara dengan Indonesia
juga dapat mengakibatkan jenis komoditas kepiting yang dapat diproduksi oleh
negara tersebut relatif sama dengan Indonesia. Akibatnya, alih-alih mengimpor
kepiting dari Indonesia, negara tersebut justru dapat menjadi pesaing Indonesia di
pasar ekspornya
6.2.4 Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Rupiah (ERij)
Kurs mata uang adalah nilai tukar atau harga dari mata uang suatu negara
dalam satuan mata uang negara lainnya. Dalam hal ini, kurs yang dimaksud adalah
nilai tukar dari mata uang negara-negara tujuan ekspor kepiting terhadap mata uang
domestik Indonesia yakni rupiah. Pada umumnya, kurs ditentukan oleh besar kecilnya
permintaan dan penawaran pasar dari mata uang tersebut. Keadaan perekonomian
Indonesia pada saat krisis moneter menyebabkan rupiah mengalami depresiasi
terhadap dollar AS yang sangat besar dan mengakibatkan anjloknya nilai mata uang
rupiah. Meskipun demikian, depresiasi rupiah tersebut justru memberikan keuntungan
bagi perkembangan volume ekspor Indonesia khususnya produk-produk pertanian.
Depresiasi menyebabkan harga produk yang dihasilkan dari dalam negeri menjadi
relatif lebih murah. Hal ini tentu saja mendorong negara-negara importir untuk
mengkonsumsi lebih banyak barang dari Indonesia, tak terkecuali kepiting, sehingga
volume ekspor kepiting akan cenderung meningkat.
Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia
Terhadap Rupiah Tahun 2001-2010
Analisis regresi gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia
menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar mata uang bernilai positif. Sesuai dengan
hipotesis yakni terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Amerika Serikat
Singapura
Malaysia
China
Jepang
Belanda
Korea Selatan
mengakibatkan harga ekspor kepiting di pasar internasional menjadi relatif lebih
murah, sehingga penduduk negara tujuan akan lebih banyak membeli kepiting dari
Indonesia. Variabel ini mempengaruhi besarnya volume ekspor kepiting Indonesia ke
negara-negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar 0,970685. Nilai ini berarti bahwa
apabila terjadi pelemahan (depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara
tujuan sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan ekspor kepiting
Indonesia ke negara tujuan sebesar 0,97 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris
paribus. Variabel nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah menjadi faktor
penting yang sangat mempengaruhi besarnya ekspor kepiting Indonesia karena
variabel ini memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen,
sehingga variabel nilai tukar negara tujuan ekspor kepiting terhadap rupiah tersebut
signifikan dan berbeda nyata dengan nol. Temuan ini konsisten dengan studi yang
dilakukan oleh Widianingsih (2009) dan Kartikasari (2008) masing masing mengenai
aliran perdagangan komoditi biji kakao dan anggrek.
Besarnya koefisien variabel nilai tukar merupakan gambaran bahwa pengaruh
dari nilai tukar sebagai faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia sangat
besar. Semakin menguatnya nilai tukar negara tujuan terhadap rupiah semakin besar
pula potensi negara tersebut dalam meningkatkan volume ekspor kepiting Indonesia.
Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa mata uang negara-negara tujuan ekspor
kepiting Indonesia cenderung mengalami apresiasi terhadap rupiah.
Tabel 20. Perkembangan Nilai Tukar dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun
2001-2010
Negara
Nilai Tukar (Importer’s Currency/Rp) Laju Nilai
Tukar
(%/tahun)
Laju
Volume
Ekspor
(%/tahun)
Standar
Deviasi Mean Median Max Min
Amerika
Serikat 584,3 9.446,3 9.266,9 10.428,8 8.592,8 -0,14 -0,12
Singapura 738,5 5.957,8 5.811,5 7.162,7 4.932,6 0,20 0,60
Malaysia 235,4 2.625,8 2.618,4 2.964,6 2.262,7 0,07 0,47
RRC 152,0 1.231,7 1.195,9 1.528,8 1.039,3 0,02 0,72
Jepang 12,6 87,1 83,7 111,4 74,2 -0,54 -2,68
Belanda 1.929,8 11.581,6 11.814,1 14.486,9 8.820,8 0,33 9,27
Korea 0,9 8,4 8,1 9,9 7,2 0,03 4,23
Sumber : www.oanda.com, www.uncomtrade.com (diolah)
Tabel 20 menunjukan bahwa negara yang memiliki rata-rata apresiasi
terhadap rupiah tertinggi selama tahun 2001 hingga tahun 2010 adalah Belanda yaitu
sebesar 0,33 persen dengan persentase pertumbuhan volume ekspornya yang juga
tertinggi di antara yang lainnya yakni mencapai 9,27% per tahun. Penurunan
pertumbuhan volume ekspor Amerika Serikat juga dapat dijelaskan pada variabel ini.
Depresiasi nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah menjadikan nilai riil
komoditas kepiting Indonesia lebih tinggi di Amerika Serikat sehingga mengurangi
pertumbuhan jumlah impor di negara tersebut. Tanda positif pada variabel nilai tukar
rupiah terhadap mata uang negara tujuan, mengindikasikan bahwa negara dengan
nilai tukar mata uang terhadap rupiah yang tinggi memiliki volume ekspor yang lebih
besar dibandingkan dengan negara-negara yang nilai tukar terhadap rupiahnya lebih
rendah.
6.2.5 Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan (Pij)
Perdagangan internasional pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan
harga yang terbentuk pada masing-masing negara. Perbedaan harga ini disebabkan
salah satu negara lebih efisien dibandingkan negara lain dalam menghasilkan suatu
komoditi tertentu, sedangkan negara lain lebih efisien dalam menghasilkan komoditi
lainnya. Dengan demikian, masing-masing negara akan melakukan spesialisasi
terhadap salah satu komoditi yang mengandung keunggulan komparatif dan
mengekspor sebagian outputnya ke negara lain.
Perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antar dua negara pada
dasarnya mencerminkan keunggulan komparatif bagi masing-masing. Harga juga
yang menjadi pijakan setiap negara dalam melangsungkan hubungan dagang yang
saling menguntungkan. Harga relatif ekuilibrium setelah perdagangan berlangsung,
merupakan harga relatif bersama yang berlaku di negara pengekspor dan negara
pengimpor. Harga ini pula yang sekaligus akan menyeimbangkan hubungan dagang
di antara kedua negara tersebut. Tinggi rendahnya harga kepiting di pasar
internasional sangat dipengaruhi kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan
negara-negara yang melakukan perdagangan.
Teori permintaan ekspor menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat harga
yang terjadi pada transaksi perdagangan maka jumlah permintaan komoditi suatu
barang akan semakin menurun. Dari hasil estimasi model diketahui bahwa koefisien
dari variabel Px bernilai negatif sebesar -1,107208. Artinya, jika harga ekspor
kepiting meningkat sebesar satu persen akan menurunkan permintaan kepiting
Indonesia sebesar 1,11 persen, ceteris paribus.
Variabel harga kepiting Indonesia di negara tujuan signifikan dan berbeda
nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf nyata sepuluh
persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga berpengaruh signifikan terhadap
besar kecilnya volume ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan. Temuan
ini konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Hadi (2009) dalam penelitiannya
mengenai aliran perdagangan komoditi pisang dan mangga.
Gambar 5. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan Tahun 2001-
2010
Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa perkembangan harga kepiting
Indonesia di negara-negara tujuan ekspor cenderung mengalami fluktuasi dengan
trend meningkat. Variabel harga kepiting Indonesia di negara tujuan memberikan
0
5
10
15
20
25
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Amerika Serikat
Singapura
Malaysia
China
Jepang
Belanda
Korea Selatan
pengaruh yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel tersebut menjadi
pertimbangan bagi negara pengimpor dalam menentukan volume kepiting yang akan
diimpor dari Indonesia. Jika harga kepiting Indonesia di negara tujuan tinggi, maka
volume kepiting yang diperdagangkan ke negara tersebut akan semakin kecil.
Harga kepiting Indonesia ditentukan oleh situasi penawaran dan permintaan di
pasar internasional. Harga menjadi murah pada saat persediaan besar dan mahal pada
saat persediaan rendah atau sedikit. Sesuai dengan hukum permintaan bahwa
konsumen cenderung menginginkan harga yang relatif lebih murah. Kenaikan harga
kepiting Indonesia merupakan kenaikan harga impor bagi negara tujuan ekspor. Hal
ini dapat menyebabkan berpalingnya negara pengimpor kepada produsen atau negara
lainnya yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada produsen lain yang
memiliki harga ekspor yang sama, namun dengan kualitas kepiting yang lebih baik.
Harga merupakan cerminan dari tingkat efisiensi suatu produk. Agar harga
kepiting Indonesia tetap stabil tentunya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Harga yang terbentuk dipengaruhi oleh biaya-biaya yang dibebankan pada suatu
komoditi, seperti biaya produksi dan biaya pemasaran. Penekanan pada biaya
produksi dan biaya pemasaran diharapkan mampu menjaga harga kepiting untuk tetap
stabil sehingga tidak akan berdampak pada penurunan volume ekspor kepiting
Indonesia.
Tabel 21. Perkembangan Harga dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia pada Tahun
2001-2010
Negara
Harga di Negara Tujuan (US$/kg)
Laju Harga
(%/tahun)
Laju
Volume
Ekspor
(%/tahun)
Standar
Deviasi Mean Median Max Min
Amerika
Serikat 2,32 14,60 13,90 19,62 12,14 1,19 -0,12
Singapura 0,33 1,91 1,96 2,40 1,35 9,68 0,60
Malaysia 0,24 1,26 1,29 1,80 0,87 -33,98 0,47
RRC 1,52 1,55 1,44 5,30 0,23 6,98 0,72
Jepang 3,09 3,96 3,12 10,57 1,16 123,12 -2,68
Belanda 1,57 8,04 8,12 11,44 5,73 1,24 9,27
Korea 3,80 6,40 6,31 12,83 1,51 68,38 4,23
Sumber : www.uncomtrade.com (diolah)
Tabel 21 menunjukkan bahwa negara yang memiliki tingkat pertumbuhan
harga kepiting terendah dari tahun 2001 sampai tahun 2010 adalah Malaysia dengan
penurunan harga sebesar 33,98 persen setiap tahunnya. Pada variabel ini juga dapat
dijelaskan anjloknya rata-rata pertumbuhan ekspor kepiting ke negara Jepang. Seperti
terlihat pada Tabel 21, di antara ketujuh negara di atas, Jepang memiliki persentase
pertumbuhan harga yang paling tinggi dan sangat signifikan yakni mencapai 123,12
persen sehingga tingkat permintaannya terhadap komoditas kepiting Indonesia pun
berkurang secara drastis.
6.3 Potensi Perdagangan Kepiting Indonesia di Negara-negara Tujuan Ekspor
Untuk mempertajam analisis mengenai aliran perdagangan kepiting Indonesia,
langkah berikutnya adalah melakukan analisis potensi perdagangan. Dengan
membagi nilai prediksi perdagangan (P) dengan nilai aktual perdagangan (A) dari
estimasi gravity model dapat diketahui potensi perdagangan kepiting Indonesia di
negara-negara tujuannya. Apabila rasio antara nilai aktual perdagangan dengan nilai
prediksi perdagangannya lebih kecil dari 1 (A/P < 1), maka perdagangan yang
dilakukan dengan mitra dagang tersebut masih lebih kecil daripada potensi yang ada
di negara tersebut (undertrade). Sebaliknya jika rasio antara nilai aktual perdagangan
dengan nilai prediksi perdagangannya lebih besar dari 1 (A/P > 1), maka perdagangan
yang dilakukan dengan mitra dagang tersebut sudah melebihi potensi yang ada di
negara tersebut (overtrade).
Tabel 22. Potensi Perdagangan Bilateral Kepiting Indonesia
Negara Mitra
Dagang
Nilai
Aktual (A)
Nilai
Prediksi (P)
Potensi
Perdagangan
(PP)
Keterangan Implikasi
Amerika Serikat 15,0712 15,3470 0,98202906 Undertrade Potensial
Singapura 14,4869 14,6147 0,99125538 Undertrade Potensial
Malaysia 14,4257 14,5041 0,99459463 Overtrade
RRC 14,3550 13,6539 1,05134797 Overtrade
Jepang 9,3806 10,6825 0,87812684 Undertrade Potensial
Belanda 9,2794 11,0500 0,83976471 Undertrade Potensial
Korea Selatan 11,0144 9,7256 1,13249685 Overtrade
Berdasarkan hasil perhitungan nilai potensial perdagangan, maka implikasi
terhadap mitra dagang kepiting Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu mitra
dagang yang pasarnya berpotensi untuk dikembangkan di masa mendatang dan mitra
dagang yang telah melebihi potensi perdagangannya. Amerika Serikat, Singapura,
Jepang, dan Belanda merupakan negara mitra dagang komoditas kepiting Indonesia
yang masih berpotensi untuk ditambah volume ekspornya. Hal ini terlihat pada nilai
potensial perdagangan serta implikasinya pada tabel 22. Berdasarkan tabel tersebut,
Belanda adalah negara mitra dagang dengan potensi tertinggi karena memiliki nilai
potensial perdagangan terendah yakni sebesar 0,83976. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa perdagangan komoditas kepiting dari Indonesia ke Belanda masih sebesar
83,98% dari keseluruhan potensi perdagangan. Sehingga masih terdapat 16,02%
peluang ekspor kepiting Indonesia ke Belanda yang dapat dioptimalkan oleh
Indonesia.
Meskipun terdapat empat negara yang masih potensial untuk ditingkatkan
ekspornya, nilai potensi perdagangan di keempat negara tersebut sudah mendekati
nilai impas (PP=1). Hal ini menyiratkan bahwa perdagangan di pasar komoditas
kepiting negara-negara tersebut sudah mendekati kejenuhan sehingga Indonesia perlu
mempersiapkan alternatif pasar yang baru. Sebagai salah satu negara produsen
kepiting segar terbesar, Indonesia harus segera melakukan penetrasi pasar ke negara-
negara lainnya. Investasi perlu dilakukan dalam bentuk promosi atau kampanye
mengenai berbagai kelebihan serta pentingnya mengkonsumsi produk kepiting
khususnya kepiting Indonesia di negara-negara yang konsumsi kepitingnya tergolong
rendah. Melalui kampanye tersebut diharapkan akan terbentuk suatu kebutuhan untuk
mengkonsumsi kepiting di benak para konsumen yang pada akhirnya meningkatkan
permintaan kepiting di negara-negara tersebut.
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1) Faktor-faktor yang dipilih dalam model penelitian kali ini mampu menjelaskan
aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuannya sebesar
96,82 persen. Sisanya sebesar 3,18 persen dijelaskan oleh faktor lainnya yang
tidak terdapat dalam model atau error. Melalui pendekatan model fixed effect
diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata ekspor kepiting
Indonesia ke negara tujuan terdiri dari: GDP per kapita negara tujuan ekspor,
jarak antara Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting Indonesia di negara
tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah.
2) Amerika Serikat, Singapura, Jepang, dan Belanda merupakan negara tujuan utama
yang masih memiliki pasar yang potensial untuk penambahan volume ekspor
kepiting dari Indonesia.
7.2 Saran
1) Indonesia dalam menyusun strategi ekspor komoditas kepitingnya perlu
mempertimbangkan faktor jarak antara Indonesia dengan negara tujuan, GDP per
kapita negara tujuan ekspor, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan nilai
tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah.
2) Perlu adanya peningkatan ekspor ke negara-negara tujuan utama yang belum
termaksimalkan potensi perdagangannya seperti Amerika Serikat, Singapura,
Jepang, Belanda dan sebaliknya mengurangi ekspor komoditas kepiting ke
negara-negara seperti RRC, Korea Selatan, dan Malaysia yang telah mengalami
kelebihan perdagangan dengan Indonesia.
3) Indonesia perlu melakukan ekspansi pasar komoditas kepiting ke negara-negara
lain. Hal ini dapat dimulai dengan promosi dan kampanye yang gencar mengenai
berbagai kelebihan serta pentingnya mengkonsumsi kepiting sehingga tercipta
demand baru di negara-negara yang belum banyak mengkonsumsi kepiting.
DAFTAR PUSTAKA
Ababouch L. 2006. Detention and Rejections of Fish and Seafood at Borders of
Major Importing Countries. Italy: Food and Agriculture Organization.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Batra A. 2004. India’s Global Trade Potential: The Gravity Model Approach.
http://www.icrier.org/wp.15. [12 Februari 2012]
Bergstrand JH. 1985. The Gravity Equation in International Trade: Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidence. Review of Economics
and Statistics 67(3): 474-481. A second attempt to provide theoretical
foundations to the gravity model.
Christie E. 2005. Potential Trade in South East Europe: A Gravity Model Approach.
http://www.wiiw.ac.at.balkan. [12 Februari 2012]
CSG Network. 2012. Kilometer, Nautical and Statute Mile Converter.
http://www.csgnetwork.com/nsmilekmconverter.html. [23 Januari 2012]
Daryanto A. 2007. Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan.
Buletin Craby & Starky, Edisi Januari 2007.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2009. FAO Statistical Yearbook 2009.
Rome: Food and Agriculture Organization.
Gujarati D. 1997. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno, penerjemah. Jakarta:
Erlangga.
Hadi I. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Pisang
dan Mangga Indonesia ke Negara Tujuan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi
dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Hadianto. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan
Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Indexmundi. 2011. Country Profile. http://www.indexmundi.com. [23 Januari 2012]
Kalbasi H. 2001. The Gravity Model and Global Trade Flows.
http://www.ecomod.net/conferences/ecomod2001/papers-w/KALBASI.pdf.
[12 Februari 2012]
Kartikasari MA. 2008. Analisis Daya Saing Komoditi Tanaman Hias dan Aliran
Perdagangan Anggrek Indonesia Di Pasar Internasional [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kasry A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Jakarta: Bhatara.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam
Angka 2009. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Info Komoditas Utama 2011.
Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Lambaga A. 2009. Akselerasi Ekspor Produk Perikanan Indonesia Melalui Penerapan
Standar. Di dalam Prosiding PPI Standardisasi; Makassar, 3 Juni 2009.
Lindert PH, Kinderleberger CP. 1995. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga.
Lipsey RG, Steiner PO, Purvis D. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid kesatu. Edisi
Kesepuluh. Jakarta: Binarupa Aksara.
Lubis AD, Rahmawati I. 2010. Dampak Pelaksanaan FTA China-ASEAN Untuk
Produk Perikanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan.
Mankiw NG. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Meistika R. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor
Kepiting Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Institut Pertanian Bogor.
Moosa MK. 1980. Systematical and zoogeographical observation the Indo-West
Pasific Portunidae. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI.
Nachrowi DN, Usman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk
Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Naila FM. 2010. Keragaan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Perairan
Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Oanda. 2012. Average Exchange Rates. http://www.oanda.com/currency/average. [23
Januari 2012].
Ramadhan A. 2011. Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Beberapa Negara
Importir Utama dan Dunia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Ridwan. 2009. Dampak Integrasi Ekonomi terhadap Investasi di Kawasan ASEAN:
Analisis model gravitasi. Jurnal Organisasi dan Manajemen Vol V No.2
(September): 95-107
Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid I. Edisi Kelima. Haris Munandar
[Penerjemah]. Jakarta: Erlangga.
Searates. 2012. Port to Port Distances.
http://www.searates.com/reference/portdistance/?country1=131&fcity1=8517
&country2=172&fcity2=11175&speed=14. [23 Januari 2012].
Setyo AF. 2009. Analisis Aliran Perdagangan Manggis Indonesia [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Sulistiono S, Watanabe S, Tsuchida. 1994. Biology and fisheries of crabs in Segara
Anakan Lagoon. p. 65-76. In: Ecological assessment for management
planning in Segara Anakan Lagoon, Cilacap, Central Java. JSPS-DGHE
Program. NODAI Center for International Program: Tokyo University of
Agriculture, Japan.
[SFP] Sustainable Fisheries Partnership. 2009. Market Analysis: Indonesia Blue
Swimming Crab. Honolulu: Sustainable Fisheries Partnership.
[SFP] Sustainable Fisheries Partnership. 2009. Scooping Out: Indonesia Blue
Swimming Crab Fisheries. Honolulu: Sustainable Fisheries Partnership.
United Nation Commodity Trade Statistics Database. Berbagai Terbitan.
www.un.comtrade.org [Januari-Maret 2012].
Widianingsih Y. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran
Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
World Consumptions Database. Berbagai Terbitan. http://faostat.fao.org [Januari-
Maret 2012].
World Shipping Council. 2012. Top 50 World Container Ports.
http://www.worldshipping.org/about-the-industry/global-trade/top-50-world-
container-ports. [23 Januari 2012].
Yuliandar D. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh Hitam
Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor.
Yuniarti D. 2008. Potensi Perdagangan Global Indonesia Indonesia: Pendekatan
Gravity Model. Jurnal Ekonomi Vol XIII No.2 (Juli): 119-130
Lampiran 1. Statistik Deskriptif Data Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia
Xij GDPi GDPj ERij Pj Dij
Mean 12.6617 8.33981 10.3406 7.0788 1.46154 12.4658
Median 13.6216 8.18869 10.3581 7.95745 1.62792 12.7486
Maximum 15.5922 9.44145 11.399 9.58101 2.97635 14.2441
Minimum 5.33754 8.00637 9.10467 1.97926 -0.1387 10.1676
Std. Dev. 2.40579 0.40232 0.54403 2.54664 0.90596 1.12653
Skewness -1.0484 1.81482 -0.3625 -1.0013 -0.1379 -0.4002
Kurtosis 3.57926 4.85243 2.90016 2.45321 1.58865 2.09365
Jarque-Bera 13.8011 48.4337 1.56229 12.5698 6.03155 4.26449
Probability 0.00101 0 0.45788 0.00186 0.04901 0.11857
Sum 886.317 583.787 723.838 495.516 102.308 872.606
Sum Sq. Dev. 399.359 11.1685 20.4222 447.489 56.633 87.566
Lampiran 2. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Fixed
Effect
Dependent Variable: XIJ
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 01/23/13 Time: 13:50
Sample: 2001 2010
Periods included: 10
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 70
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -2.142126 3.546346 -0.604037 0.5482
GDPI -0.317891 0.721855 -0.440381 0.6613
GDPJ 0.421746 0.227053 1.857473 0.0683
ERIJ 0.970685 0.422097 2.299674 0.0251
DIJ 0.628985 0.160523 3.918343 0.0002
PJ -1.107208 0.145056 -7.632948 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.968194 Mean dependent var 33.62047
Adjusted R-squared 0.962162 S.D. dependent var 30.60589
S.E. of regression 1.069940 Sum squared resid 66.39676
F-statistic 160.5062 Durbin-Watson stat 1.962349
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.851949 Mean dependent var 12.66167
Sum squared resid 59.12537 Durbin-Watson stat 1.097755
Negara Koefisien Dummy Cross Section
USA 1.142514
SIN 0.038473
MAL 0.535511
CHN 0.200634
JPN 0.968669
NLD -4.237657
KOR 1.351855
Lampiran 3. Histogram – Normality Test
Lampiran 4. Standardized Residual Graph
0
2
4
6
8
10
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Series: Standardized Residuals
Sample 2001 2010
Observations 70
Mean -6.92e-17
Median 0.032139
Maximum 1.879454
Minimum -2.520551
Std. Dev. 0.980955
Skewness -0.213960
Kurtosis 2.394816
Jarque-Bera 1.602311
Probability 0.448810
-3
-2
-1
0
1
2
1 -
01
1 -
03
1 -
05
1 -
07
1 -
09
2 -
01
2 -
03
2 -
05
2 -
07
2 -
09
3 -
01
3 -
03
3 -
05
3 -
07
3 -
09
4 -
01
4 -
03
4 -
05
4 -
07
4 -
09
5 -
01
5 -
03
5 -
05
5 -
07
5 -
09
6 -
01
6 -
03
6 -
05
6 -
07
6 -
09
7 -
01
7 -
03
7 -
05
7 -
07
7 -
09
Standardized Residuals
Lampiran 5. Coefficent Covariance Matrix / Korelasi Antar Variabel (Uji Klein)
C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ
C 12.5766 -1.9466 0.1589 -0.0451 0.1608 0.2626
GDPI -1.9466 0.5211 -0.0456 -0.1511 -0.0654 -0.0317
GDPJ 0.1588 -0.0456 0.0516 -0.0272 -0.0100 0.0048
ERIJ -0.0451 -0.1511 -0.0272 0.1782 0.0251 0.0046
DIJ 0.1608 -0.0654 -0.0100 0.0251 0.0258 -0.0088
PJ 0.2625 -0.0317 0.0048 0.0046 -0.0088 0.0210
Lampiran 6. Uji Autokorelasi
k = 5 ; n = 70
Model dL 4-dL dU 4-dU DW
1.4637 2.5363 1.7683 2.2317 1.962349
Sumber : Data Primer (2012)
Gambar. Daerah Uji Autokorelasi
Sumber: Rangkuti (2005)
Lampiran 7. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Pooled
Least Square
Dependent Variable: XIJ
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 01/23/13 Time: 13:48
Sample: 2001 2010
Periods included: 10
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 70
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.811726 1.212706 0.669351 0.5057
GDPI 0.406307 0.136974 2.966306 0.0042
GDPJ 0.805069 0.140520 5.729217 0.0000
ERIJ 0.632772 0.052094 12.14670 0.0000
DIJ -0.276218 0.110670 -2.495878 0.0152
PJ -0.586575 0.084669 -6.927878 0.0000
Weighted Statistics
R-squared 0.939871 Mean dependent var 45.56234
Adjusted R-squared 0.935173 S.D. dependent var 35.95232
S.E. of regression 1.029870 Sum squared resid 67.88040
F-statistic 200.0753 Durbin-Watson stat 1.577479
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.511478 Mean dependent var 12.66167
Sum squared resid 195.0955 Durbin-Watson stat 0.363558
Lampiran 8. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode
Random Effect
Dependent Variable: XIJ
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/23/13 Time: 14:09
Sample: 2001 2010
Periods included: 10
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 70
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -5.860053 8.592426 -0.682002 0.4977
GDPI 0.157562 1.434588 0.109831 0.9129
GDPJ 0.804713 0.543828 1.479719 0.1439
ERIJ 0.693518 0.435010 1.594256 0.1158
DIJ 0.451510 0.262350 1.721018 0.0901
PJ -1.129760 0.221115 -5.109365 0.0000
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 3.241393 0.9119
Idiosyncratic random 1.007541 0.0881
Weighted Statistics
R-squared 0.266546 Mean dependent var 1.238608
Adjusted R-squared 0.209245 S.D. dependent var 1.095456
S.E. of regression 0.974127 Sum squared resid 60.73115
F-statistic 4.651681 Durbin-Watson stat 1.069922
Prob(F-statistic) 0.001103
Unweighted Statistics
R-squared 0.455197 Mean dependent var 12.66167
Sum squared resid 217.5719 Durbin-Watson stat 0.298649
Lampiran 9. Output Correlated Random Effect / Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: EQ01
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 0.000000 5 1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
** WARNING: robust standard errors may not be consistent with
assumptions of Hausman test variance calculation.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
GDPI -0.277450 0.157562 0.240878 0.3754
GDPJ 0.640279 0.804713 0.152067 0.6733
ERIJ 1.478021 0.693518 2.874182 0.6436
DIJ 0.516498 0.451510 0.003038 0.2383
PJ -1.141122 -1.129760 0.010783 0.9129
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: XIJ
Method: Panel Least Squares
Date: 01/23/13 Time: 14:12
Sample: 2001 2010
Periods included: 10
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 70
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -6.878669 14.09988 -0.487853 0.6275
GDPI -0.277450 1.516219 -0.182988 0.8554
GDPJ 0.640279 0.669191 0.956796 0.3426
ERIJ 1.478021 1.750262 0.844457 0.4019
DIJ 0.516498 0.268077 1.926677 0.0589
PJ -1.141122 0.244285 -4.671263 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.852569 Mean dependent var 12.66167
Adjusted R-squared 0.824608 S.D. dependent var 2.405787
S.E. of regression 1.007541 Akaike info criterion 3.007707
Sum squared resid 58.87802 Schwarz criterion 3.393163
Log likelihood -93.26974 Hannan-Quinn criter. 3.160815
F-statistic 30.49124 Durbin-Watson stat 1.108785
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 10. Redundant Fixed Effect Test / Likelihood Ratio
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: EQ01
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 22.091227 (6,58) 0.0000
Cross-section Chi-square 83.262044 6 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: XIJ
Method: Panel Least Squares
Date: 01/23/13 Time: 14:15
Sample: 2001 2010
Periods included: 10
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 70
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.563434 2.467955 -0.228300 0.8201
GDPI 0.492181 0.359434 1.369321 0.1757
GDPJ 1.010667 0.285636 3.538307 0.0008
ERIJ 0.583041 0.061736 9.444167 0.0000
DIJ -0.368475 0.199400 -1.847919 0.0692
PJ -0.591389 0.296927 -1.991703 0.0507
R-squared 0.515644 Mean dependent var 12.66167
Adjusted R-squared 0.477804 S.D. dependent var 2.405787
S.E. of regression 1.738498 Akaike info criterion 4.025736
Sum squared resid 193.4319 Schwarz criterion 4.218464
Log likelihood -134.9008 Hannan-Quinn criter. 4.102290
F-statistic 13.62685 Durbin-Watson stat 0.368489
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 11. Actual, Fitted, Residual Table
obs Actual Fitted Residual Residual Plot
1 - 01 15.25 14.97 0.27 | .* |
1 - 02 15.42 14.91 0.52 | .* |
1 - 03 15.35 14.86 0.49 | .* |
1 - 04 15.45 15.15 0.30 | .* |
1 - 05 15.59 15.57 0.02 | * |
1 - 06 15.44 15.50 -0.06 | * |
1 - 07 15.38 15.70 -0.32 | *. |
1 - 08 15.18 15.43 -0.26 | *. |
1 - 09 14.83 15.51 -0.69 | * . |
1 - 10 15.07 15.35 -0.28 | *. |
2 - 01 13.77 13.68 0.09 | * |
2 - 02 13.49 13.53 -0.05 | * |
2 - 03 13.53 13.62 -0.09 | * |
2 - 04 13.76 13.86 -0.10 | * |
2 - 05 14.68 14.18 0.50 | .* |
2 - 06 14.96 14.69 0.27 | .* |
2 - 07 14.92 15.05 -0.12 | * |
2 - 08 14.60 15.00 -0.39 | *. |
2 - 09 14.55 14.53 0.02 | * |
2 - 10 14.49 14.61 -0.13 | * |
3 - 01 13.85 14.08 -0.23 | *. |
3 - 02 14.08 13.20 0.89 | . * |
3 - 03 14.22 13.65 0.57 | .* |
3 - 04 14.41 13.68 0.73 | . * |
3 - 05 14.42 14.14 0.28 | .* |
3 - 06 14.15 14.26 -0.11 | * |
3 - 07 13.86 14.60 -0.73 | * . |
3 - 08 13.83 14.71 -0.88 | * . |
3 - 09 14.19 14.62 -0.43 | *. |
3 - 10 14.43 14.50 -0.08 | * |
4 - 01 13.60 13.52 0.07 | * |
4 - 02 12.94 14.09 -1.15 | * . |
4 - 03 12.39 13.48 -1.09 | * . |
4 - 04 13.65 13.83 -0.18 | *. |
4 - 05 14.53 14.04 0.49 | .* |
4 - 06 14.12 13.66 0.46 | .* |
4 - 07 13.97 13.56 0.41 | .* |
4 - 08 13.90 13.63 0.27 | .* |
obs Actual Fitted Residual Residual Plot
13.79 13.77 0.02 | * | 4 - 09
4 - 10 14.36 13.65 0.70 | . * |
5 - 01 12.47 10.73 1.74 | . * |
5 - 02 13.27 11.84 1.43 | . * |
5 - 03 12.75 12.17 0.58 | .* |
5 - 04 11.13 11.01 0.13 | * |
5 - 05 11.29 12.66 -1.37 | * . |
5 - 06 11.73 11.95 -0.22 | *. |
5 - 07 11.65 11.92 -0.27 | *. |
5 - 08 10.51 11.05 -0.54 | *. |
5 - 09 11.61 11.78 -0.17 | * |
5 - 10 9.38 10.68 -1.30 | * . |
6 - 01 5.34 10.07 -4.73 |* . |
6 - 02 10.02 9.59 0.43 | .* |
6 - 03 11.34 10.38 0.97 | . * |
6 - 04 11.44 10.68 0.76 | . * |
6 - 05 11.74 11.14 0.60 | . * |
6 - 06 12.15 10.86 1.29 | . * |
6 - 07 12.23 11.01 1.22 | . * |
6 - 08 11.90 11.28 0.63 | . * |
6 - 09 11.68 11.07 0.61 | . * |
6 - 10 9.28 11.05 -1.77 | * . |
7 - 01 9.83 9.57 0.26 | .* |
7 - 02 5.70 8.02 -2.32 | * . |
7 - 03 7.63 8.27 -0.64 | * . |
7 - 04 8.97 8.72 0.24 | .* |
7 - 05 10.12 10.45 -0.33 | *. |
7 - 06 7.74 8.23 -0.49 | *. |
7 - 07 9.56 8.82 0.74 | . * |
7 - 08 9.25 8.59 0.66 | . * |
7 - 09 9.23 8.63 0.59 | . * |
7 - 10 11.01 9.73 1.29 | . * |
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA
SKRIPSI
RANDY HAZEMI
H34070130
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA
SKRIPSI
RANDY HAZEMI
H34070130
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013