analisis dampak perubahan iklim mikro terhadap...
TRANSCRIPT
-
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO TERHADAP PERMINTAAN WISATA
DI KAWASAN PUNCAK BOGOR
LORISA NDELA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
-
RINGKASAN LORISA NDELA. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor. Dibimbing Oleh ACENG HIDAYAT dan RIZAL BAHTIAR.
Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Adanya perubahan iklim dapat mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir di Puncak, 2) menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di Puncak, 3) mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim, dan 4) mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di Puncak dalam menghadapi perubahan iklim.
Karakteristik iklim mikro di Puncak selama sepuluh tahun terakhir telah mengalami perubahan, ditandai dengan adanya peningkatan suhu udara rata-rata, peningkatan jumlah curah hujan, peningkatan jumlah hari hujan, dan penurunan kecepatan angin. Hari hujan yang semakin panjang pada bulan kering (Juni, Juli, Agustus) mengakibatkan menurunnya permintaan wisata kebun teh di Puncak pada bulan tersebut selama empat tahun terakhir. Berdasarkan hasil estimasi pada model regresi linear berganda diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat permintaan wisata di Puncak dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan adalah biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, pendapatan, dan jarak tempuh. Sementara variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kunjungan wisatawan adalah umur dan pendidikan terakhir.
Berdasarkan hasil estimasi analisis perubahan pendapatan, diperoleh bahwa wisata paralayang mengalami kerugian ekonomi terbesar yaitu sejumlah Rp 6.600.000 saat kondisi angin tidak mendukung kegiatan wisata. Wisata flying fox TWM mengalami kerugian terbesar saat kondisi angin sedang tidak mendukung yaitu sebesar Rp 3.705.000. Wisata arung jeram SOAR juga mengalami kerugian terbesar yaitu sebesar Rp 32.100.000 saat angin terlalu kencang dan wisata kebun teh Gunung Mas mengalami kerugian terbesar jika turun hujan sebesar Rp 12.078.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp 2.220.000 pada tahun 2009. Kerugian ini akan terus meningkat apabila tidak ada usaha yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah dan adaptasi yang dilakukan pengelola wisata, seperti: 1) sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan informasi mengenai fenomena perubahan iklim mikro kepada pihak pengelola wisata di Puncak agar dapat menyiasati fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi, 2) memberikan diskon atau potongan harga tiket obyek wisata, 3) memperbaiki infrastruktur, 4) menciptakan suatu kegiatan wisata yang sesuai dengan kondisi lingkungan atau cuaca di Puncak sekarang, 5) meningkatkan pelayanan, dan 6) meningkatkan promosi wisata Puncak.
Kata kunci : perubahan iklim mikro, permintaan wisata, adaptasi pengelola
wisata, kerugian ekonomi
-
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO TERHADAP PERMINTAAN WISATA
DI KAWASAN PUNCAK BOGOR
LORISA NDELA
H44070044
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
-
Judul Skripsi : Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor
Nama : Lorisa Ndela NIM : H44070044
Disetujui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si. Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
-
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Perubahan Iklim
Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Lorisa Ndela H44070044
-
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu baik moril maupun materil untuk menyelesaikan
skripsi ini, yaitu kepada :
1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi ini.
2. Ayahanda (Syafrul SU), Ibunda (Nurlaila), dan ketiga saudaraku (Firstri,
Dirga dan Bara) tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus
serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini.
3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing pertama yang
telah memberikan bimbingan, saran, dorongan dan pengarahan yang sangat
berarti kepada penulis selama penelitian.
4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan semangat, perhatian, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan
kepada penulis dengan penuh kesabaran.
5. Ibu Meti Ekayani S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Ibu Pini
Wijayanti, SP, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.
6. Danang Adi P. dan sahabat-sahabat terbaikku (Dessy Christiarini, Citra
Anggun, Ririe Ramdasari, Junita Naditia), teman-teman 1 PS (Moko, Mia,
Awi, Erin, Putri), dan seluruh mahasiswa/i ESL 44 yang selalu membantu,
mendoakan, dan memberi semangat/dukungan kepada penulis hingga saat ini.
7. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
8. Kang Iman, Nursedi, Pak Kus, dan seluruh pihak pengelola wisata Puncak
yang telah membantu dalam pengambilan data selama penelitian.
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
berkat, rahmat, dan hidayah-Nya. Salawat serta salam penulis kirimkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro
terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor disusun sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak
baik secara moril maupun materil. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk
memperoleh kesempurnaan dalam penulisan berikutnya. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya serta pihak-pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Penulis
-
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
2.1. Cuaca dan Iklim ........................................................................... 8 2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim ..................................... 9
2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum .......................... 11 2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia ............................. 13
2.3. Pariwisata .................................................................................... 14 2.4. Permintaan Wisata ....................................................................... 15 2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata ................ 17 2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim ......................................... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... 20
IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 23
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 23 4.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 23 4.3. Metode Pengambilan Contoh ...................................................... 24 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 24
4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak Bogor .................................................................... 25
4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata ............................................................ 26
4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro ............................ 29
4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim .................... 30
4.5. Pengujian Parameter .................................................................... 30 4.5.1. Uji Statistika ...................................................................... 30
4.5.1.1. Koefisien Determinasi ......................................... 30 4.5.1.2. Uji Statistik t ........................................................ 31
-
ix
4.5.1.3. Uji Statistik F ....................................................... 31 4.5.2. Uji Ekonometrika .............................................................. 32
4.5.2.1. Uji Multikolinear ................................................. 33 4.5.2.2. Uji Heteroskedastisitas ........................................ 33
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ............................................... 35
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 35 5.1.1. Kondisi Geografis ............................................................. 35 5.1.2. Kondisis Topografis .......................................................... 36 5.1.3. Demografi ......................................................................... 37 5.1.4. Kondisi Iklim .................................................................... 38 5.1.5. Daya Tarik Wisata ............................................................ 39 5.1.6. Aksesibilitas ...................................................................... 42 5.1.7. Pengelolaan ....................................................................... 43
5.2. Gambaran Umum Responden Penelitian ..................................... 44 5.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi ........................................... 44 5.2.2. Daerah Asal ....................................................................... 46 5.2.3. Motivasi Kunjungan .......................................................... 47 5.2.4. Frekuensi Kunjungan ........................................................ 48 5.2.5. Cara Kedatangan ............................................................... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 50
6.1. Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Wisata Puncak Bogor ........ 50 6.1.1. Curah Hujan ...................................................................... 50 6.1.2. Jumlah Hari Hujan ............................................................ 52 6.1.3. Kecepatan Angin ............................................................... 54 6.1.4. Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Perubahan
Iklim Mikro ....................................................................... 57 6.2. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata . 60
6.2.1. Persepsi Wisatawan terhadap Perubahan Iklim Mikro di Puncak ............................................................................... 61
6.2.2. Model Fungsi Permintaan Wisata Kawasan Puncak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi ................................... 65
6.2.3. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Permintaan Wisata ............................................................................... 78 6.2.4. Pengaruh Curah Hujan terhadap Permintaan Wisata ........ 81 6.2.5. Pengaruh Hari Hujan terhadap Permintaan Wisata .......... 84 6.2.6. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan
Wisata di Puncak pada Bulan Kering ............................... 87 6.3. Analisis Kerugian Ekonomi Beberapa Obyek Wisata di Puncak
Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro ...................................... 88 6.4. Implikasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Wisata Puncak
terhadap Perubahan Iklim Mikro ................................................. 93
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 95
7.1. Kesimpulan .................................................................................. 95 7.2. Saran ............................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 97
-
x
LAMPIRAN ................................................................................................. 100
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 113
-
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2010 ............................................................ 4
2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data ............ 25
3. Persentase Pekerja Sektor Informal Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupatan Bogor Tahun 2009 ............................................ 38
4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010 ......... 42
5. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Wisatawan ........................ 46
6. Perkembangan Curah Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 ................. 50
7. Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 ....... 53
8. Perkembangan Kecepatan Angin di Puncak Tahun 2001-2010 .......... 55
9. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata di kawasan Puncak ........... 66
10. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Wisata ...... 70
11. Hasil Estimasi Uji ANOVA Model Permintaan Wisata di Puncak .... 71
12. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata .... 73
13. Hasil Estimasi Uji Park ....................................................................... 74
14. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas di kawasan Puncak .............................................................................. 75
15. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas ..................................................................... 77
16. Hasil Estimasi Uji Park dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas ........................................................................................ 77
17. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata Akibat Dampak Perubahan Iklim .................................................................................. 89
xi
-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 22
2. Sebaran Daerah Asal Wisatawan Kawasan Puncak ............................ 47
3. Sebaran Motivasi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak .......... 48
4. Sebaran Frekuensi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak ........ 48
5. Sebaran Cara Kedatangan Responden ................................................ 49
6. Perkembangan Jumlah Curah Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 ................................................................................ 51
7. Volume Curah Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 ............. 51
8. Perkembangan Jumlah Hari Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 ................................................................................ 54
9. Jumlah Hari Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 ................. 54
10. Perkembangan Rata-rata Kecepatan Angin Bulanan di Puncak Tahun 2006-2010 ................................................................................ 56
11. Kecepatan Angin Rata-rata Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 .... 56
12. Data Historis Kenaikan Konsentrasi CO2 Global ............................... 57
13. Perkembangan Suhu Rata-rata di Bumi Tahun 1950-2007 ................ 58
14. Data Historis Kenaikan Rata-rata Temperatur Tahunan di Indonesia Tahun 1950-2000 ........................................................... 59
15. Suhu Udara Rata-rata di kawasan Puncak Bogor Tahun 2001-2010 ........................................................................................... 60
16. Persentase Perubahan Suhu Udara yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ........................................ 61
17. Persentase Perubahan Curah Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ........................................ 62
18. Persentase Perubahan Jumlah Hari Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ..................... 63
19. Persentase Perubahan Kecepatan Angin yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ..................... 63
20. Persentase Jumlah Responden yang Dipengaruhi dan Tidak Dipengaruhi Kondisi Cuaca dalam Mengambil Keputusan Berwisata ............................................................................................. 64
21. Grafik Scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED) .............................. 73
xii
-
xiii
22. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 April 2011 ................................. 78
23. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 .................. 79
24. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008.................................... 79
25. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009.................................... 80
26. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ............... 80
27. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 April 2011 ................................. 81
28. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ..................................... 82
29. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ......................... 82
30. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008 ....................................................... 83
31. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009 ....................................................... 83
32. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 - April 2011 ................................. 84
33. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 .................. 85
34. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ............... 85
35. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008.................................... 86
36. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009.................................... 86
37. Tren Perkembangan Curah Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ........................................ 87
38. Tren Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ............................ 87
39. Tren Jumlah Pengunjung Wisata Kebun Teh Gunung Mas Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ................. 88
40. Jumlah Pengunjung atau Tamu Menginap di Hotel Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ......................................................... 92
-
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Hotel/ Villa di Kawasan Puncak Bogor ...................................... 100
2. Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda dengan Program SPSS 13.0 for Windows ....................................................................... 101
3. Gambar Sebaran Titik Normal dan Titik Minimum Jumlah Pengunjung Beberapa Obyek Wisata Akibat Perubahan Iklim .......... 105
4. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata .............................................. 110
5. Gambar Obyek Wisata Lokasi Penelitian ........................................... 111
6. Peta Wisata Kawasan Puncak ............................................................. 112
xiv
-
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat
ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara
global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate
Change) dipastikan dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah
kaca di atmosfer yang menimbulkan pemanasan global bumi (KLH, 2009).
Salah satu fenomena perubahan iklim adalah meningkatnya curah hujan.
Menurut Harmoni (2005), distribusi curah hujan telah membawa dampak yang
luas dalam banyak segi kehidupan manusia dan diperkirakan akan terus
memburuk jika emisi gas rumah kaca (GRK) tidak dapat dikurangi dan
distabilkan.
Sepanjang tahun 2007 yang lalu hingga awal tahun 2008, bencana banjir,
kekeringan, angin topan, dan tingginya gelombang laut silih berganti menimpa
sebagian besar daerah di Indonesia sebagai akibat berubahnya iklim. Berdasarkan
data yang dihimpun oleh Bappenas, selama periode tahun 2003 hingga 2005 telah
terjadi 1429 kejadian bencana, dimana banjir adalah bencana yang paling sering
terjadi diikuti oleh tanah longsor (KLH, 2007).
Beberapa dekade ini, iklim dunia mengalami perubahan yang tidak
menentu. Flannery (2005) menyatakan bahwa kegiatan manusia merupakan
kontribusi terbesar terjadinya perubahan iklim global. Perubahan iklim menunjuk
pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun
tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global.
Kegiatan manusia dari berbagai kegiatan industri, di lapangan (seperti deforestasi)
-
atau yang berkaitan dengan transportasi atau rumah tangga menghasilkan gas
rumah kaca yang jumlahnya terus meningkat, terutama gas karbondioksida, yang
diemisikan ke atmosfer. Hal ini menyebabkan bertambah panasnya permukaan
bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim global. Pesatnya perkembangan
industri di dunia mengakibatkan semakin cepatnya perubahan yang terjadi pada
iklim.
Perubahan iklim yang merupakan isu utama dunia mempunyai keterkaitan
terhadap sektor pariwisata. Meunurut Rosyidie (2004), perubahan iklim akan
memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kepariwisataan, baik itu
terhadap preferensi wisatawan akan daerah tujuan wisatanya maupun berubahnya
daya tarik wisata yang berakibat juga pada perubahan pengelolaan destinasi
pariwisata.
Dampak perubahan iklim global terjadi juga di Indonesia yang sangat
mengandalkan potensi sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan budayanya
dalam mengembangkan kepariwisataan. Perubahan iklim di Indonesia
diperkirakan mempengaruhi karakteristik dan pola kunjungan wisatawan. Produk
pariwisata khususnya daya tarik wisata, baik alam maupun budaya, akan
terpengaruh oleh fenomena perubahan iklim tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
antisipasi dampak perubahan iklim terhadap pariwisata dan berbagai kebijakan
terkait sehingga diharapkan dapat memperkecil dampak yang mungkin
ditimbulkan.
Pariwisata adalah salah satu sektor yang berperan besar dalam
meningkatkan perekonomian di Indonesia. Pariwisata perlu diberdayakan karena
2
-
3
selain sebagai sumber penerimaan, serta pengembangan dan pelestarian seni
budaya, juga membangkitkan sektor perekonomian.
Salah satu tujuan wisata di Indonesia yang banyak diminati para
wisatawan, baik domestik maupun mancanegara adalah Kabupaten Bogor.
Kabupaten Bogor memiliki banyak obyek wisata yang menarik perhatian
pengunjung. Pengembangan kepariwisataan Kabupaten Bogor perlu terus
dilakukan dengan meningkatkan seluruh potensi pariwisata, peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, peningkatan lama
tinggal wisatawan, penyerapan angkatan kerja secara maksimal, peningkatan
kontribusi pada PAD dan kesejahteraan masyarakat1.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata, beberapa obyek
wisata yang terdapat di Kabupaten Bogor antara lain Taman Safari Indonesia,
Talaga Warna, Wisata Agro Gunung Mas, Curug Cilember, Taman Wisata
Matahari, Taman Wisata Mekarsari, Air Panas GSE, Sirkuit Sentul, Wana Wisata
Bodogol, Taman Rekreasi Lido, Pemandian Air Panas Tirta Sanita, Wana Wisata
Buper Gunung Bunder, Curug Nangka, Warso Farm, Curug Panjang, Taman
Merlimba, dan sebagainya. Beberapa obyek wisata tersebut merupakan obyek
wisata unggulan di Kabupaten Bogor, hal ini terlihat dari banyaknya wisatawan
baik wisatawan mancanegara maupun nusantara yang berkunjung pada tahun
2010, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
1http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3232&Itemid=694. 2007. Profil Investasi Bidang Pariwisata Kota Bogor. Diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3232&Itemid=694http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3232&Itemid=694
-
4
Tabel 1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2010
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor (2010)
No Nama Obyek Wisata Lokasi Kunjungan Wisatawan
Wisatawan Nusantara
Wisatawan Mancanegara
Jumlah
1 Taman Safari Indonesia
Cisarua 691.948 8.413 700.362
2 Taman Wisata Mekarsari
Cileungsi 331.436 4.284 335.720
3 Wisata Agro Gunung Mas
Cisarua 325.135 2.351 327.486
4 Curug Cilember Cisarua 204.894 4.706 209.6005 Taman Wisata
Matahari Cisarua 124.575 0 124.575
6 Warso Farm Cijeruk 84.722 0 84.7227 Wana Wisata
Buper Gunung Bunder
Pamijahan 84.585 0 84.585
8 Pemandian Air Panas Tirta Sanita
Ciseeng 77.444 1.205 78.649
9 Sirkuit Sentul Citeureup 73.496 1.605 75.10010 Curug Nangka Tamansari 70.583 27 70.61111 Taman Merlimba Cisarua 66.546 11 66.55712 Curug Panjang Megamendung 18.650 0 18.65013 Air Panas GSE Pamijahan 18.245 36 18.28114 Talaga Warna Cisarua 15.882 569 16.45115 Wana Wisata
Bodogol Cigombong 8.779 105 8.884
16 Taman Rekreasi Lido
Cigombong 6.132 0 6.132
Salah satu tempat wisata utama di Kabupaten Bogor adalah kawasan
Puncak. Kawasan ini dikenal sebagai tempat yang segar dengan wilayah
pegunungan yang alami. Selain suasana yang nyaman, kawasan ini memiliki
banyak obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi, seperti Wisata Agro
Gunung Mas, Taman Safari Indonesia, Curug Cilember, Talaga Warna, Taman
Wisata Matahari, Curug Panjang, Taman Merlimba, dan sebagainya. Tidak hanya
obyek wisata yang menarik wisatawan untuk datang ke Puncak, melainkan
banyaknya tempat persinggahan seperti hotel dan villa bagi wisatawan yang ingin
menginap. Seiring berjalannya waktu dan berubahnya iklim mikro di kawasan
-
5
Puncak Bogor, jumlah wisatawan yang datang mengalami perubahan tiap
tahunnya.
Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di
kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan iklim yang terjadi
di kawasan Puncak Bogor adalah meningkatnya suhu udara. Saat ini, udara di
kawasan Puncak Bogor tidak sedingin dulu karena adanya peningkatan gas CO2
akibat kendaraan bermotor dan banyaknya lahan pertanian di kawasan Puncak
yang beralih fungsi menjadi perumahan, hotel, ataupun villa (Wahyuni et al.,
2006).
Adanya perubahan iklim diduga dapat mempengaruhi tingkat permintaan
wisata di Puncak. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis dampak
perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor.
1.2. Perumusan Masalah
Perubahan iklim global yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap kondisi
iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan
iklim di kawasan Puncak Bogor adalah berubahnya suhu udara rata-rata sepanjang
tahun. Udara di Puncak saat ini tidak sedingin dulu dan kondisi cuaca semakin
tidak menentu.
Kajian mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat permintaan
wisata penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor
terhadap jumlah permintaannya. Penelitian ini juga memberikan informasi
mengenai rekomendasi kebijakan adaptasi yang dapat dilakukan pihak pengelola
wisata dalam menghadapi perubahan iklim.
-
6
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh
tahun terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor?
2. Bagaimana dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di
kawasan Puncak Bogor?
3. Berapa besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh
perubahan iklim?
4. Bagaimana strategi adaptasi yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata di
kawasan Puncak Bogor terhadap perubahan iklim?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama periode sepuluh tahun
terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor.
2. Menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di
kawasan Puncak Bogor.
3. Mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya
pengaruh perubahan iklim.
4. Mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor
dalam menghadapi perubahan iklim.
-
7
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan
ilmu pengetahuan.
2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam
mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sektor pariwisata dalam lingkup
yang lebih luas.
3. Bagi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor diharapkan dapat
menjadi masukan dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi dampak
perubahan iklim khususnya dampak terhadap permintaan wisata.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji dampak perubahan iklim terhadap tingkat
permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. Analisis karakteristik perubahan
iklim diantaranya kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan. Analisis dampak
perubahan iklim terhadap permintaan wisata dengan menggunakan model regresi
linear berganda dilakukan pada dua cakupan wilayah, yaitu analisis dampak
perubahan iklim terhadap permintaan wisata di kebun teh Gunung Mas dan
analisis dampak perubahan iklim yang dirasakan pengunjung Puncak terhadap
permintaan wisata di Puncak (wisata kebun teh, wisata paralayang, wisata
outbound, dan juga di beberapa hotel/villa). Perubahan permintaan wisata akibat
adanya pengaruh iklim berdampak pada obyek wisata sehingga strategi adaptasi
yang dilakukan pihak pengelola obyek wisata tersebut penting sebagai kebijakan
dalam mengurangi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh perubahan iklim.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cuaca dan Iklim
Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari proses-
proses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan
udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka
waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dimana jangka
waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja (pagi hari, siang hari atau sore hari),
dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya.
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan
meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya:
a. Rotasi dan revolusi bumi, sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari
dan tahunan.
b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan
timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya
terhadap kehidupan di bumi.
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu
daerah atau wilayah, yaitu:
a. Suhu atau temperatur udara
Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam
atmosfer.
b. Tekanan udara
Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya berat dari lapisan
udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu saat berubah-ubah.
-
9
Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan
udaranya. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya udara yang
menekan.
c. Angin
Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke
daerah bertekanan udara rendah.
d. Kelembaban udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa
udara pada saat dan tempat tertentu.
e. Curah hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam
waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.
2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Menurut Susanta dan Sutjahjo (2008), pemanasan global merupakan
kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan
atmosfer, air laut, dan daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati
dan dirasakan oleh siapapun. Hal tersebut ditandai dengan adanya pergantian
musim yang tidak dapat diprediksi, hujan badai disertai angin puting beliung yang
sering terjadi dimana-mana, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang
bersamaan, penyakit yang mewabah di banyak tempat, serta terumbu karang yang
memutih.
Pemanasan global disebabkan oleh semakin tingginya jumlah emisi gas
rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer
yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang
-
10
dilepaskan oleh permukaan bumi. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung
pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan
lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global.
Salah satu akibat peningkatan atau penurunan suhu global adalah
perubahan iklim. Menurut Murdiyarso dalam Subandono et al. (2009), perubahan
iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50
sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan
emisi gas rumah kaca (GRK). GRK paling penting yang menangkap panas di
dalam atmosfer adalah uap air dan karbondioksida (CO2). Gas lain yang terdapat
secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu, ada juga gas
buatan yang mempunyai efek rumah kaca amat kuat, yakni klorofluorokarbon
(CFC).
Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu
perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman,
tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus,
aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik
dalam skala global maupun skala lokal. Kegiatan manusia merupakan kontribusi
terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna
lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke
atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan
persampahan (KLH, 2009).
Pemanasan global menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai
dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju),
perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi
-
11
berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis (KLH, 2009). Menurut
Konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nation Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Trenberth et al. (1995),
perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi
langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi
atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang
cukup panjang.
Menurut Subandono et al. (2009), salah satu unsur iklim yang berfungsi
sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara. Perubahan iklim dicirikan oleh
berubahnya nila rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila
dalam periode waktu yang panjang ada kecenderungan data suhu naik dari waktu
ke waktu dan atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian
anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka
dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi.
2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum
Potensi dampak dari perubahan iklim adalah peningkatan permukaan air
laut, peningkatan temperatur bumi, perubahan pola hujan, penurunan
produktivitas pertanian dan perikanan, perubahan tata guna dan fungsi hutan,
pengurangan kuantitas dan kualitas air. Ryutaro (2000) menyatakan dampak
perubahan iklim terhadap manusia merupakan konsekuensi dari peristiwa
hidrologi. Air merupakan isu paling menonjol terhadap perubahan iklim yaitu
dengan adanya kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan
global. Penduduk daerah pantai secara langsung terancam oleh naiknya
permukaan laut, dan ratusan orang beresiko terkena banjir akibat badai hujan.
-
12
Berdasarkan laporan IPCC ke-4 tahun 2007, dari dua belas tahun-tahun
terpanas sejak 1850, sebelas tahunnya terjadi dalam rentang tahun 1995 hingga
2005. Peningkatan suhu ini juga meningkatkan suhu permukaan laut global hingga
kedalaman 3000 m, yang menyebabkan pengembangan air laut yang berkontribusi
terhadap naiknya muka air laut rata-rata global. Kenaikan muka air laut ini juga
disebabkan karena penurunan tutupan salju dan es di daerah kutub. Laju rata-rata
naiknya muka air laut selama rentang waktu 1961 hingga 2003 adalah 1,8 mm per
tahun. Laju ini lebih cepat selama rentang waktu 1993 hingga 2003, yaitu sekitar
3,1 mm per tahun (KLH, 2009).
Perubahan iklim membawa pengaruh pada intensitas dampak dan sangat
tergantung pada tingkat penyimpangannya. Secara umum dampak penyimpangan
iklim terhadap aspek-aspek penataan ruang, meliputi pemanfaatan lahan budidaya
berupa penurunan atau bahkan kegagalan berproduksi usaha pertanian,
penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi sehingga memicu
terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam
seperti banjir dan tanah longsor, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang
sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara menyebabkan terjadinya
kekeringan sehingga berdampak pada penurunan ketersediaan air dan juga
kebakaran hutan (Ditjen, 2002).
Dampak lainnya yaitu kenaikan temperatur yang mempercepat siklus
hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air,
sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi,
terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat
proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air
-
13
adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola
angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin
meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan
kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat
(Subandono et al., 2009).
2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia
Perubahan-perubahan pada pola iklim di Indonesia terjadi sejak beberapa
tahun terakhir. Bagi Indonesia, pemanasan global merupakan suatu kenyataan.
Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di
dunia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Misalnya saja,
meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia tentu saja menjadi ancaman
serius bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
pesisir. Daerah-daerah pantai serta pulau-pulau kecil di Nusantara yang jumlahnya
mencapai ribuan tentu saja terancam tenggelam dan hilang (KLH, 2009).
Perubahan iklim juga memberikan dampak pada sektor kehutanan di
Indonesia, dimana meningkatnya suhu dapat memicu terjadi kebakaran hutan
secara alami akibat meningkatnya kekeringan. Keanekaragaman hayati Indonesia
yang sebagian besar berada di daerah hutan terancam dengan terjadinya kebakaran
hutan.
Terkait dengan ketersediaan pangan, berdasarkan hasil pemantauan
kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun 1993-2002 yang dilakukan
oleh Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang
terkena kekeringan mencapai lebih dari 200 ribu ha dengan lahan puso (gagal
panen) mencapai sekitar 43 ribu ha atau setara dengan kehilangan 190 ribu ton
-
14
gabah kering giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir
mencapai luas 158 ribu ha dengan puso sekitar 39 ribu ha (setara dengan 174 ribu
ton GKG). Selain itu, dengan meningkatnya intensitas curah hujan maka banjir
lebih sering terjadi dan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kulit
dan diare serta tercemarnya sumber air (KLH, 2009).
2.3. Pariwisata
Pengertian pariwisata menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (2004)
adalah kegiatan perjalanan seseorang atau serombongan orang dari tempat tinggal
asalnya menuju tempat lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat
bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, keinginan keagamaan, serta
silaturahmi.
Definisi pariwisata berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990
tentang kepariwisataan bab I pasal 1 yaitu:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan dengan sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek
dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di dalamnya.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di
bidang tersebut.
4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata.
-
15
2.4. Permintaan Wisata
Menurut Wahab (1992), permintaan umumnya diartikan sebagai sejumlah
barang atau jasa yang ingin dibeli oleh pelanggan dan mampu untuk dibeli dengan
harga tertentu pada waktu tertentu. Wahab (1992) juga menyebutkan bahwa dalam
pariwisata, hubungan fungsional yang terjadi pada permintaan tidaklah sederhana.
Banyak faktor yang turut mempengaruhi wisatawan untuk melakukan perjalanan
ke suatu daerah tujuan wisata tertentu atau menunda berwisata.
Faktor penentu permintaan wisata menjelaskan mengapa populasi dari
beberapa negara-negara mempunyai suatu kecenderungan yang tinggi untuk
berwisata sedang negara yang lain rendah. Faktor penentu ini harus dibedakan
dari sisi tujuan dan perilaku pembeli. Middleton (1991) dalam Vanhove (2005)
menyimpulkan sembilan kategori faktor penentu permintaan wisata, yaitu:
1. Faktor ekonomi: pendapatan, waktu, dan harga
2. Harga komparatif
3. Faktor demografi
4. Faktor geografi
5. Perilaku sosial budaya wisata
6. Mobilitas
7. Peraturan pemerintah
8. Media komunikasi
9. Teknologi informasi dan komunikasi
Damanik dan Weber (2006) menguraikan beberapa pertimbangan penting
yang dilakukan seseorang sebelum mengambil keputusan untuk berwisata, yaitu :
-
16
1. Biaya
Hal yang paling sentral dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
berwisata adalah biaya. Biaya akan menentukan bentuk, tujuan, bentuk dan
waktu berwisata, tipe penginapan, moda angkutan serta jasa lain yang
digunakan.
2. Daerah tujuan wisata
Pilihan daerah destinasi wisata termasuk unsur sentral dalam keputusan
berwisata. Pesatnya pertambahan jumlah daerah tujuan wisata lama maupun
baru membuat orang menjadi semakin tidak mudah untuk melakukan pilihan.
Ketersediaan informasi yang mutakhir tentang produk wisata di suatu daerah
akan memudahkan orang untuk melakukan pilihan.
3. Bentuk perjalanan
Terdapat tiga bentuk perjalanan yang dapat dilakukan, yaitu berkelompok
dalam jumlah besar dan diorganisasi oleh biro perjalanan, individual atau
kelompok kecil yang diatur sendiri oleh wisatawan yang bersangkutan, dan
gabungan keduanya.
4. Waktu dan lama berwisata
Keputusan berwisata tidak dilakukan secara tiba-tiba. Orang akan mencari
informasi yang lebih lengkap tentang kemungkinan berwisata. Jika berhasil
atau memuaskan baginya, maka barulah orang itu mengambil keputusan untuk
berwisata. Lama berwisata juga menjadi pertimbangan tersendiri. Dalam hal
ini faktor ketersediaan waktu luang dan uang kembali memainkan peran
penting.
-
17
5. Penginapan yang digunakan
Jenis penginapan sangat tergantung pada perkembangan industri pariwisata.
Seleksi fasilitas akomodasi perlu dilakukan secara matang karena selain
menyangkut biaya juga terkait dengan kenyamanan dan kepraktisan.
6. Moda transportasi
Terkait dengan moda angkutan wisata yang tersedia dan akan digunakan, juga
faktor kenyamanan dari daerah asal ke dan selama di daerah tujuan wisata.
7. Jasa-jasa lainnya
Termasuk dalam hal ini adalah layanan lain yang sangat dibutuhkan dalam
kegiatan wisata, seperti pemandu, souvenir, fotografi, perawatan kesehatan,
hiburan, dan sebagainya.
2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata
Matzarakis (2006) menyatakan bahwa iklim dan cuaca adalah faktor yang
mempengaruhi permintaan wisata, seperti dalam hal pilihan tujuan atau jenis
kegiatan yang akan dilakukan wisatawan. Wisata di daerah pegunungan sangat
tergantung pada alam dan budaya. Kondisis lingkungan, terutama iklim
mempengaruhi pariwisata pembangunan di daerah pegunungan karena daerah ini
merupakan ekosistem yang paling terancam akibat adanya perubahan iklim.
Dampak negatif yang dihasilkan oleh perubahan iklim pada sektor pertanian,
kehutanan, perikanan, dan infrastruktur secara langsung maupun tidak langsung
akan mempengaruhi sektor pariwisata (Surugiu et al., 2011).
Faktor cuaca dan iklim berpengaruh terhadap bidang pariwisata. Cuaca
cerah, banyaknya cahaya matahari, kecepatan angin, udara sejuk, kering, panas,
dan sebagainya mempengaruhi terhadap pelaksanaan wisata, baik wisata darat
-
18
maupun laut. Menurut Damanik dan Weber (2006), kebutuhan untuk berwisata
sangat terkait dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup di tempat
tinggal. Iklim yang khas dapat menjadi daya tarik utama bagi suatu destinasi
pariwisata. Iklim merupakan faktor penarik bagi wisatawan yang ingin berelaksasi
pada tempat yang memiliki iklim yang lebih nyaman daripada tempat tinggalnya.
Biasanya mereka yang tinggal di daerah yang cenderung dingin dimana jarang
mendapatkan sinar matahari, kemungkinan besar akan berwisata ke tempat-tempat
yang memiliki iklim tropis yang kaya akan sinar matahari. Sebaliknya, mereka
yang tinggal di iklim cenderung panas atau di kawasan yang tingkat polusi tanah,
air, udara, dan suara sangat tinggi, akan mencari tempat yang beriklim sejuk dan
tingkat pencemaran lingkungan yang minimal untuk tujuan berwisatanya.
Perubahan iklim juga mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sumber
daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik utama kepariwisataan Indonesia.
Kenaikan muka air laut dan temperatur akan mengancam keberlanjutan kegiatan
wisata dan keanekaragaman hayati laut pada destinasi pariwisata pantai, laut, dan
pulau-pulau kecil. World Monuments Fund (WMF) melaporkan pemanasan global
sebagai salah satu faktor penyebab rusaknya kelestarian monumen karya budaya
umat manusia (Rosyidie, 2004).
2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim
Menurut KLH (2009), adaptasi terhadap perubahan iklim berarti
meminimalkan kerusakan-kerusakan yang diproyeksikan dapat terjadi pada aspek
sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik pada iklim.
Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berupa adaptasi secara otomatis, dan
adaptasi terencana.
-
19
Adaptasi otomatis biasanya dilakukan langsung oleh alam, sedangkan
adaptasi terencana contohnya adalah kegiatan adaptasi yang dilakukan melalui
perbaikan sistem pada sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui
penggunaan teknologi yang dapat mencegah atau mengurangi dampak dan/atau
resiko yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi biaya yang diperlukan
dibandingkan dengan apabila tidak dilakukan kegiatan adaptasi. Umumnya
pilihan-pilihan yang banyak dilakukan adalah adaptasi melalui penggunaan
teknologi. Walaupun demikian, usaha adaptasi dapat pula dilakukan secara
individu atau masyarakat dengan cara yang mudah, murah dan sederhana.
Adaptasi merupakan hal yang penting dalam perubahan iklim. Adaptasi
merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi perubahan iklim yang tak
terelakkan. Adaptasi juga memberikan peluang untuk menyesuaikan kegiatan
ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan
berkelanjutan. Adaptasi yang dilakukan oleh pengelola suatu obyek wisata dengan
obyek wisata lainnya akan berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan dampak
perubahan iklim yang dirasakan obyek wisata akan berbeda-beda.
-
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi obyek wisata alam yang
indah. Topografinya berupa dataran tinggi sehingga memiliki udara yang sejuk
dan sangat berpotensi untuk industri wisata alam. Kawasan obyek wisata
unggulan yang menarik perhatian di Bogor adalah kawasan Puncak. Daya tarik
dari kawasan wisata Puncak Bogor adalah suasananya yang segar, nyaman, indah,
banyak terdapat jenis wisata yang menarik seperti wisata kebun teh, paralayang,
outbound, dan juga terdapat banyak villa atau hotel sebagai tempat beristirahatnya
pengunjung.
Industri pariwisata di kawasan Puncak Bogor sangat berpotensi karena
lokasinya yang strategis, dekat dengan kota-kota besar, khususnya di wilayah
Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Besarnya tingkat
permintaan wisata di Puncak dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Hal ini dikarenakan
sebagian besar jenis wisata yang terdapat di Puncak seperti wisata kebun teh,
paralayang, outbound, dan jenis wisata lainnya membutuhkan kondisi cuaca yang
sesuai dalam pelaksanaan kegiatannya.
Perubahan iklim global memberikan pengaruh pada kondisi iklim mikro di
kawasan wisata Puncak Bogor. Perubahan iklim mikro dilihat dari adanya
perubahan pada kecepatan angin, curah hujan, dan jumlah hari hujan. Fenomena
perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor berpotensi
mempengaruhi permintaan wisata sehingga diperlukan upaya untuk mengatasinya.
Potensi perubahan iklim mikro akibat adanya perubahan iklim global
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu penelitian mengenai karakteristik
perubahan iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor dan bagaimana
-
21
pengaruhnya terhadap permintaan wisata dan strategi adaptasi yang dilakukan
oleh pihak pengelola obyek wisata akibat adanya perubahan iklim. Dalam
penelitian ini, digunakan analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui perubahan
iklim mikro yang terjadi di Puncak dan strategi adaptasi yang dapat dilakukan
pihak pengelola wisata. Analisis dengan model regresi digunakan untuk
mengetahui pengaruh perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di
kawasan Puncak Bogor. Sedangkan analisis perubahan pendapatan digunakan
untuk mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi
pihak pengelola wisata kawasan Puncak dalam mengatasi dampak yang
ditimbulkan dari perubahan iklim, khususnya terhadap tingkat permintaan wisata.
Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
-
22
Perubahan Iklim Global
Fenomena Perubahan Iklim Mikro
Potensi Dampak Perubahan Iklim
terhadap Sektor Pariwisata di Kawasan Puncak Bogor
Outbound Hotel/ Villa Paralayang Kebun Teh Parameter Perubahan Iklim Perubahan Curah
Hujan Perubahan Jumlah
Hari Hujan Perubahan
Kecepatan Angin
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap
Permintaan Wisata
Identifikasi Fenomena Perubahan Iklim Mikro
Strategi Adaptasi Pengelola Obyek
Wisata
Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Permintaan
Wisata
Kerugian Ekonomi Obyek Wisata
Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis dengan Model Regresi
Linear
Analisis Perubahan Pendapatan
Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Obyek Wisata
-
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Kawasan wisata ini meliputi wisata outbound (yang berada di Lembah
Pertiwi, Alfa Resort, Taman Wisata Matahari, Eagle Hill, dan Pasadena Village),
hotel/villa (Hotel Permata Alam, Hotel Puri Avia, Hotel Megamendung Permai,
Hotel Safari Garden dan Villa Alfa Resort), wisata kebun teh (Agrowisata
Gunung Mas), dan wisata paralayang Puncak. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa di
kawasan Puncak terdapat banyak obyek wisata dengan tingkat kunjungan yang
tinggi dan terjadinya perubahan iklim yang relatif ekstrim.
Kegiatan penelitian meliputi perumusan masalah, pengumpulan data,
pengolahan data, intepretasi data, dan penarikan kesimpulan hingga perbaikan.
Rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara
langsung dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti,
sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
beberapa instansi terkait dengan obyek penelitian seperti Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Bogor, tim pengelola wisata, dan internet.
-
4.3. Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode non-
probability sampling yaitu teknik purposive sampling. Teknik tersebut merupakan
teknik pengambilan contoh dimana peneliti secara sengaja memilih subyek-
subyek yang menjadi anggota kelompok tertentu (Wahyuni dan Pudji, 2009).
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah wisatawan yang
berkunjung ke obyek wisata di kawasan Puncak Bogor. Jumlah responden yang
diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Dalam penelitian sosial,
jumlah responden sebanyak 60 orang ini dinilai sudah mewakili keseluruhan
populasi wisatawan di Puncak dan hasil estimasi pada model regresi linear
berganda juga menunjukkan bahwa data sudah menyebar normal.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan komputer
dengan program Microsoft Office Excell 2007 dan program SPSS 13.0 for
Windows. Tabel 2 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data,
dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.
24
-
25
Tabel 2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis
Data 1 Menganalisis fenomena perubahan
iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir
Data sekunder Analisis Deskriptif Kualitatif
2 Menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata
Data primer (wawancara) dan data sekunder
Analisis dengan Model Regresi Linear Berganda
3 Mengestimasi besarnya kerugian obyek wisata akibat adanya perubahan iklim
Data sekunder Analisis Perubahan Pendapatan
4 Mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata dalam menghadapi perubahan iklim
Data primer (wawancara)
Analisis Deskriptif Kualitatif
4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak
Bogor
Fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh tahun
terakhir di kawasan Puncak Bogor dianalisis menggunakan analisis deskriptif
kualitatif. Analisis deskriptif adalah jenis analisis data yang dimaksudkan untuk
mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel untuk masing-masing
variabel penelitian secara tunggal (Wahyuni dan Pudji, 2009). Analisis ini
dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif seperti tabel frekuensi,
grafik atau tabulasi yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematik sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah
dipahami oleh semua pihak.
Dalam penelitian ini, data yang akan dianalisis secara deskriptif adalah
parameter perubahan iklim mikro, meliputi kecepatan angin, curah hujan, dan
jumlah hari hujan. Selanjutnya dianalisis keterkaitan perubahan iklim global
dengan fenomena perubahan iklim mikro.
-
26
4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata
Dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata dilihat dari
tren perkembangan parameter iklim dengan tren perkembangan jumlah
pengunjung wisata, selain itu dianalisis juga dengan menggunakan model regresi
linear berganda. Model regresi merupakan alat statistika untuk mengevaluasi
hubungan antara satu peubah dengan satu peubah lainnya, atau satu peubah
dengan beberapa peubah lainnya (Gujarati, 2003). Penelitian ini akan
menganalisis pengaruh hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah
lainnya, sehingga analisis yang digunakan adalah model regresi linear dengan dua
atau lebih peubah penjelas (regresi linear berganda). Model regresi tersebut yaitu:
inn +++++= 22110
Dimana:
Y = Nilai rata-rata dugaan
0 = Intersep
1 = Parameter yang mempengaruhi nilai rataan
X1 = Variabel yang mempengaruhi nilai rataan
n = Parameter ke n
Xn = Variabel ke n
i = Galat atau error
Berdasarkan model regresi di atas, maka hubungan antara tingkat
permintaan wisata dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dirumuskan sebagai
berikut:
it +++++++++= 88776655443322110
-
27
Estimasi parameter dugaan: 1, 2, 3, 4, 7 < 0 5, 6, 8 > 0
Dimana:
Yt = Jumlah kunjungan ke kawasan wisata (jumlah kunjungan per tahun)
0 = Intersep
i = Koefisien regresi untuk faktor Xi, dimana i = 1,2,...,8
X1 = Biaya Perjalanan (Rp)
X2 = Kecepatan angin (bernilai 1 jika menurun, bernilai 2 jika tetap, bernilai
3 jika meningkat)
X3 = Curah hujan (bernilai 1 jika menurun, bernilai 2 jika tetap, bernilai 3
jika meningkat)
X4 = Hari hujan (bernilai 1 jika menurun, bernilai 2 jika tetap, bernilai 3 jika
meningkat)
X5 = Pendapatan responden (Rp)
X6 = Tingkat pendidikan responden
X7 = Jarak tempuh (km)
X8 = Umur responden (tahun)
i = Galat atau error
Besarnya jumlah kunjungan ke lokasi wisata akan mencerminkan besarnya
permintaan pada wisata tersebut. Jumlah kunjungan dipengaruhi oleh faktor-
faktor sebagai berikut: biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan,
pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, jarak tempuh, dan umur
responden. Variabel-variabel tersebut diduga mempengaruhi besarnya jumlah
kunjungan wisatawan ke Puncak.
-
28
Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai positif yaitu
pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, dan umur responden.
Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendapatan responden maka diduga akan
mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak.
Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendidikan akhir yang ditempuh responden
maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah
kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi umur responden
maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah
kunjungannya ke Puncak.
Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai negatif yaitu biaya
perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, dan jarak yang dibutuhkan
untuk mengunjungi obyek wisata. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi biaya
perjalanan maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah
kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar kecepatan angin
yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam
mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin
besar curah hujan yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi
responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan
bahwa semakin besar jumlah hari hujan yang dirasakan responden maka diduga
akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke
Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin jauh jarak responden untuk mengunjungi
lokasi wisata Puncak maka diduga mempengaruhi responden dalam mengurangi
jumlah kunjungannya ke Puncak.
-
29
4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro
Nilai kerugian ekonomi akibat adanya pengaruh iklim dianalisis dengan
mengestimasi perubahan pendapatan obyek wisata, dimana pendapatan minimum
saat dipengaruhi oleh iklim dikurangi dengan pendapatan pada keadaan normal.
Pendapatan minimum diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung
minimum saat dipengaruhi iklim dengan harga tiket, sedangkan pendapatan
normal diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung pada keadaan normal
dengan harga tiket. Berdasarkan penghitungan tersebut, diperoleh rumus sebagai
berikut:
I = I2 - I1
Dimana:
I = Perubahan pendapatan obyek wisata akibat pengaruh iklim (Rp)
I1 = Pendapatan pada keadaan normal (Rp)
I2 = Pendapatan minimum akibat pengaruh iklim (Rp)
Sementara itu, untuk memperoleh hasil pendapatan suatu obyek wisata
dilakukan dengan cara mengalikan jumlah pengunjung dengan hargat tiket.
Rumus yang digunakan untuk memperoleh pendapatan adalah sebagai berikut:
I = n x P
Dimana:
I = Pendapatan obyek wisata (Rp)
n = Jumlah pengunjung (orang)
P = Harga tiket obyek wisata (Rp)
-
30
4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Rekomendasi kebijakan adaptasi pihak pengelola obyek wisata dalam
menghadapi perubahan iklim dijabarkan secara deskriptif kualitatif. Rekomendasi
kebijakan ini untuk melihat apa saja yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata
dalam beradaptasi menyikapi perubahan iklim yang terjadi di kawasan Puncak
Bogor agar tingkat kunjungan wisatawan ke Puncak tetap tinggi.
4.5. Pengujian Parameter
Dalam melakukan analisis menggunakan model regresi linier berganda,
asumsi-asumsi dasar harus terpenuhi. Jika hal ini tidak terpenuhi akan berakibat
pengujian yang dilakukan menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang didapat
menjadi bias, sehingga perlu dilakukan pengujian parameter agar sesuai dengan
kriteria statistika dan kriteria ekonometrika.
4.5.1. Uji statistika
Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
kriteria statistika. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari koefisien
determinasi (R2), uji t, dan uji F.
4.5.1.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi merupakan besaran yang paling lazim digunakan
untuk mengukur kebaikan-suai (goodness offit) garis regresi. Secara verbal, R2
mengukur proporsi (bagian) atau persentase total variasi dalam Y yang dijelaskan
oleh model regresi. Menurut Firdaus (2004), koefisisen determinasi merupakan
suatu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengukur ketepatan atau
kecocokan suatu garis regresi dan dapat pula digunakan untuk mengetahui
-
31
besarnya kontribusi variabel bebas (X) terhadap variasi variabel (Y) dari suatu
persamaan regresi. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Jika
nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu, berarti semakin besar
keragaman hasil permintaan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
4.5.1.2 Uji Statistik t
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing
variabel bebas (Xi) berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Prosedur
pengujian yang dikemukakan Ramanathan (1997) adalah sebagai berikut:
H0 : i = 0 atau variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebasnya (Yi)
H0 : i 0 atau variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebasnya (Yi)
i
iknhit s
t
0)(
=
Jika > , maka diterima, artinya variabel (Xi) tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Namun, jika < , maka
ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya
(Yi).
)( knhitt 2t 0H
)( knhitt 2t 0H
4.5.1.3 Uji Statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (Xi)
secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Menurut Ramanathan
(1997), prosedur pengujiannya antara lain :
-
32
0H = 1 = 2 = 3 = ... = = 0
Variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebasnya (Yi)
1H = 1 = 2 = 3 = ... = 0
Variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebasnya (Yi)
hitF )1(/)1/(
=nkJKG
kJKK
Dimana:
JKK = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG = Jumlah kuadrat galat
n = Jumlah sampel
k = Jumlah peubah
Jika < , maka diterima yang berarti variabel (Xi) secara serentak
tidak berpengaruh nyata terhadap (Yi). Tetapi, jika > , maka ditolak
yang berarti variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Yi).
hitF tabelF 0H
hitF tabelF 0H
4.5.2. Uji Ekonometrika
Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
pula kriteria ekonometrika. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus
sesuai dengan asumsi klasik, yaitu terbebas dari gejala multikolinearitas dan
heteroskedastisitas.
-
33
4.5.2.1 Uji Multikolinear
Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi
multicollinearity, yaitu terjadinya kolerasi yang kuat antar variabel-variabel
bebasnya. Multicollinearity dalam sebuah model dapat dideteksi dengan
membandingkan besarnya koefisien determinasi (R2) dengan koefisien
determinasi parsial antar dua variabel bebas (r2). Hal ini dapat dibuat suatu
matriks koefisien determinasi parsial antar variabel bebasnya (Ramanathan,
1997).
Multicollinearity dapat dianggap bukan suatu masalah apabila koefisien
determinasi parsial antar dua variabel bebas tidak melebihi nilai koefisien
determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan.
Namun, multicollinearity dianggap sebagai masalah apabila koefisien determinasi
parsial antar dua variabel bebas melebihi atau sama dengan nilai koefisien
determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan.
Secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut :
r2xj, xj > R2 , , ... , 1x 2x kx
Masalah multicollinearity dapat dilihat langsung melalui output regresi berganda,
dengan melihat nilai VIF, dimana jika nilai VIF > 10 maka terdapat masalah
multicollinearity.
4.5.2.2 Uji Heteroskedastisistas
Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas asumsi homoskedastisitas adalah timbulnya masalah heteroskedastisitas.
Gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat plot grafik hubungan
-
34
antar residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan
tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model
tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Menurut Gujarati (2003), gejala
heteroskedastisitas dapat dideteksi menggunakan uji Park dengan ketentuan
sebagai berikut:
Regresi Ln(Residual2) = f(Xi), Ln U2i = b0 + b1 X1 + + b8 X8
Apabila hasil output memberikan koefisien parameter untuk variabel bebas (X)
tidak ada yang berpengaruh nyata, maka dapat disimpulkan bahwa pada model
regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.
-
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran umum terdiri dari beberapa hal penting terkait lokasi penelitian.
Adapun gambaran umum yang dibahas antara lain kondisi geografis, kondisi
topografis, demografi, kondisi iklim, daya tarik wisata, aksesibilitas, dan
pengelolaan.
5.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa
Barat. Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 60 19 - 60 47 Lintang
Selatan dan 1060 1 - 1070 103 Bujur Timur. Berdasarkan Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2008, Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah administratif
terluas (ke-6) di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah
sebesar 2.237,09 km2 yang terbagi menjadi 40 kecamatan dan 428 desa atau
kelurahan. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki batas administrasi sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan
Kabupaten Bekasi.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Banten), dan
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten
Sukabumi.
Puncak adalah kawasan wisata yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Kawasan ini merupakan bagian sebelah Selatan dari Kabupaten Bogor.
Kawasan Puncak bermula dari pertigaan Ciawi di Kabupaten Bogor hingga
-
Cimacan di Kabupaten Cianjur. Secara administrasi kawasan Puncak terdiri dari
tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan
Kecamatan Cisarua. Kecamatan Ciawi memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 13
desa, sedangkan Kecamatan Megamendung terdiri dari 11 desa dan Kecamatan
Cisarua sebanyak 10 desa.
5.1.2. Kondisi Topografis
Ketinggian tempat di Kabupaten Bogor berkisar dari 15 meter di atas
permukaan laut (dpl) pada dataran di bagian utara hingga 2.500 meter dpl pada
puncak-puncak gunung di bagian selatan. Kawasan Puncak merupakan daerah
dataran tinggi dengan kelerengan yang tergolong cukup terjal. Wilayah Kabupaten
Bogor merupakan wilayah hulu bagi wilayah-wilayah di sebelah Utara
(Tangerang, Depok, Jakarta, dan Bekasi) dimana sungai-sungai mengalir dari
bagian selatan ke arah utara yang meliputi enam Daerah Aliran Sungai yaitu: DAS
Cidurian, Cimanceuri, Cisadane, Ciliwung, Bekasi dan Citarum (khususnya DAS
Cipamingkis dan Cibeet).
Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut mempunyai fungsi yang
sangat strategis yaitu sebagai sumber air irigasi pertanian, perikanan, rumah
tangga dan industri serta drainase utama wilayah. Selain itu, terdapat situ-situ
yang berfungsi dalam peresapan air dan dapat juga dimanfaatkan dalam usaha
perikanan, penampungan air dan rekreasi.
Hutan yang tersisa di Puncak semakin berkurang akibat pembangunan
villa dan perluasan pemukiman warga tanpa izin. Menurut data Dinas Tata
Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor (2010), dari 59.486 bangunan di
Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, baru 12.844 bangunan yang
36
-
37
memiliki izin mendirikan bangunan atau sekitar seperlimanya. Pengerasan tanah
akibat pendirian gedung-gedung perkantoran, kompeks perumahan, lapangan
parkir, dan sebagainya di bekas daerah hutan pegunungan tersebut memberikan
andil besar atas terjadinya banjir di kawasan Jabotabek.
Berdasarkan data P4W IPB pada tahun 2008, ada 216,85 hektar hutan
konservasi yang dimanfaatkan sebagai perkebunan, permukiman, villa, dan semak
terbuka. Inkonsistensi tata ruang terburuk terjadi di Kecamatan Cisarua. Dari
7.406,3 hektar luas kawasannya, sebanyak 1.742,58 hektar lahan melanggar
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025.
5.1.3. Demografi
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 Provinsi Jawa Barat,
jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 4.771.932 jiwa dengan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.452.562 jiwa atau 51% dan perempuan
sebanyak 2.319.370 jiwa atau 49% (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010).
Pekerja sektor informal di Kabupaten Bogor berdasarkan survei Angkatan Kerja
Nasional tahun 2009 sebanyak 884.112 penduduk.
Tabel 3 menggambarkan pekerja sektor informal menurut lapangan usaha
pada pekerjaan utama. Terlihat bahwa pekerja sektor informal terserap paling
banyak di dua lapangan usaha utama, yaitu: perdagangan, rumah makan dan jasa
akomodasi sebesar 35,99%, pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan
perikanan sebesar 30,09%, sedangkan lapangan usaha yang sama sekali tidak
menyerap sektor informal adalah sektor listrik, gas dan air minum. Lapangan
usaha yang sedikit menyerap pekerja sektor informal adalah sektor pertambangan
-
38
dan penggalian (0,25%) dan lembaga keuangan, usaha persewaan dan jasa
perusahaan (0,41%).
Tabel 3. Persentase Pekerja Sektor Informal menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Bogor Tahun 2009
Lapangan Usaha Persentase (%) Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 30,09Pertambangan dan Penggalian 0,25Industri 8,44Listrik, Gas dan Air Minum 0,00Konstruksi 4,48Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 35,99Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 13,04Lembaga Keuangan, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan 00,41Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 7,30
Persentase Total 100,00Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2009)
5.1.4. Kondisi Iklim
Iklim di Kabupaten Bogor termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di
bagian selatan dan tipe B (Basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara
20C sampai 30C. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000
mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta,
Tangerang dan Bekasi yang curah hujannya kurang dari 2.500 mm/tahun.
Kawasan Puncak yang merupakan bagian Kabupaten Bogor sebelah selatan
memiliki jumlah curah hujan yang sangat tinggi mencapai 2.500 mm atau lebih
per tahunnya. Biasanya hujan turun pada waktu siang hari sampai sore hari, mulai
dari pukul 11.00 sampai 16.00.
Selama 10 tahun terakhir ini, terjadi perubahan iklim di kawasan Puncak
Bogor. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu udara rata-rata, curah
hujan, dan jumlah hari hujan tiap tahunnya. Selain itu, terjadi perubahan
kecepatan angin yang semakin menurun di Puncak.
-
39
5.1.5. Daya Tarik Wisata
Puncak merupakan kawasan wisata yang memiliki banyak daya tarik serta
didukung dengan fasilitas-fasilitas yang memadai. Selain suasana yang nyaman,
kawasan Puncak juga memiliki obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Banyak para wisatawan yang rela menunggu arus lalu lintas lancar demi bisa
menikmati suasana di kawasan Puncak. Beberapa aktifitas wisata yang sudah
sangat populer dan banyak diminati oleh wisatawan di kawasan Puncak antara
lain:
1. Wisata Kebun Teh
Wisata ini merupakan salah satu wisata utama yang berada di kawasan
Puncak, Bogor dan sudah terkenal sejak lama. Wisata ini ramai dikunjungi oleh
pengunjung yang ingin melihat dan menikmati keindahan panorama alam Puncak.
Aktivitas berjalan kaki mengelilingi kebun teh ini merupakan pengalaman yang
menyenangkan dan dapat merelaksasi suasana hati yang tegang dengan kesibukan
sehari-hari. Kita juga dapat melihat proses produksi teh dari pemetikan teh hingga
menjadi daun teh kering siap konsumsi. Salah satu tempat wisata kebun teh di
kawasan Puncak adalah wisata kebun teh Gunung Mas.
2. Wisata Paralayang
Paralayang adalah jenis wisata olahraga yang menggunakan parasut dan
biasanya dilakukan di bukit gunung sebagai landasan pacu. Wisata ini adalah jenis
wisata yang agak menantang dimana pengunjung dapat bertualang dengan ikut
serta terbang layang, sejenak bebas lepas melayang di langit gunung yang indah.
Kegiatan wisata ini sangat tergantung pada faktor alam seperti cuaca, kecepatan
angin, dan sebagainya. Faktor pendukung alam seperti angin dan cuaca ini sangat
-
40
menentukan bagi pilot tandem untuk memutuskan kita bisa terjun atau tidak.
Biasanya kisaran waktu jam 11 siang hingga jam 3 sore adalah saat yang tepat
untuk mencobanya.
3. Wisata Outbound
Jenis wisata outbound sangat popular di kawasan Puncak saat ini. Wisata
ini bisa dinikmati oleh semua kalangan dari anak-anak hingga orang tua sehingga
banyak wisatawan yang tertarik pada jenis wisata ini. Beberapa kegiatan wisata
ini seperti games, flying fox, kid station, rapelling, rescue, paint ball, arung jeram
dan masih banyak kegiatan lainnya. Terdapat banyak tempat wisata outbound
yang populer di Puncak antara lain: Eagle Hill Camp Outbound, Passadena
Village, dan beragam outbound lainnya yang terdapat di Taman Wisata Matahari
(seperti flying fox Children Adventure Park, flying fox Extreme Adventure, dan
arung jeram SOAR).
4. Wisata Satwa
Kawasan Puncak Bogor juga terkenal dengan wisata satwanya. Wisata
satwa adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan satwa sebagai obyek
kegiatannya. Salah satu wisata satwa yang berada di kawasan Puncak adalah
Taman Safari Indonesia. Wisata ini mengkoleksi beragam jenis binatang dan
banyak obyek menarik yang disediakan seperti: safari park, taman burung, animal
education show, elephant trail, safari sky lift, dan sebagainya. Selain itu wisata
lainnya adalah taman kupu-kupu dan pertunjukkan satwa di Taman Wisata
Matahari, Wisata berkuda di Gunung Mas, dan Talaga Warna yang didalamnya
terdapat berbagai jenis hewan seperti: Elang Jawa, Elang Brontok, Kera, Owa
Jawa, dan sebagainya.
-
41
5. Wisata Air Terjun
Daerahnya yang berupa pegunungan, menyebabkan kawasan Puncak ini
memiliki banyak curug atau air terjun alami yang dijadikan sebagai tempat wisata.
Wisata ini sangat menarik dan ramai dikunjungi wisatawan karena menyuguhkan
pemandangan yang indah dan alami ditambah dengan suara gemericik air
menambah sejuknya suasana. Beberapa obyek wisata curug andalan yang ada di
kawasan Puncak adalah Curug Cilember, Curug Panjang, Curug Tujuh, dan Curug
Kembar.
Tidak hanya tempat wisatanya yang menarik untuk dikunjungi, di kawasan
wisata Puncak ini juga terdapat sebuah masjid yang indah dengan arsitektur yang
khas yaitu Masjid Atta'awun yang berada di kawasan Puncak Pass, Kecamatan
Cisarua. Masjid ini ramai disinggahi oleh wisatawan yang ingin melaksanakan
ibadah ataupun untuk beristirahat sejenak, dari mesjid ini kita bisa menyaksikan
pemandangan kawasan Puncak yang indah, karena dindingnya terbuat dari kaca
dan letaknya berada di ketinggian. Selain itu, di sekitar area parkir mesjid ini
terdapat banyak pedagang makanan dan souvenir khas Puncak.
Kabupaten Bogor memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi
untuk obyek-obyek wisatanya terutama di kawasan wisata Puncak. Banyaknya
jenis wisata yang menarik di Puncak menjadikan kawasan ini ramai dikunjungi
oleh wisatawan. Selain itu, wisatawan bisa dengan mudah menemukan hotel/villa
di sepanjang jalan mulai dari bumi perkemahan sampai hotel berbintang sebagai
tempat penginapan atau beristirahat. Tabel 4 menunjukkan banyaknya jumlah
wisatawan yang mengunjungi obyek wisata dan penginapan di Kabupaten Bogor
tahun 2010.
-
42
Tabel 4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010 No Jenis Data Wisman Wisnus Total 1 ODTW 24.207 2.573.178 2.597.3852 Hotel Bintang 12.061 345.006 357.0673 Hotel Melati 7.114 551.175 629.4614 Penginapan Remaja 515 535 1.0505 Pondok Wisata 1.946 44.536 66.1886 Bumi Perkemahan 0 1.584 1.584
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor Tahun 2010
5.1.6. Aksesibilitas
Kabupaten Bogor dapat ditempuh dari Jakarta melalui jalan bebas
hambatan Jagorawi dalam waktu 30 menit. Sedangkan dari Bandung, Kabupaten
Bogor dapat ditempuh dengan kendaraan beroda empat dalam waktu kurang dari
tiga jam. Kawasan wisata Puncak memiliki akses yang dekat dan mudah untuk
ditempuh khususnya bagi daerah yang berada di wilayah Jabodetabek. Kawasan
wisata Puncak Bogor dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum
maupun kendaran pribadi yaitu kendaraan roda dua, roda empat, ataupun bus.
Akses menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalur Ciawi dan Cisarua.
Setiap akhir pekan, kawasan Puncak selalu ramai dikunjungi wisatawan.
Kawasan Puncak terletak sekitar 25 kilometer dari Kota Bogor. Kawasan Puncak
dapat dicapai dalam waktu 45 menit dari Kota Bogor pada hari biasa. Namun,
kondisi itu berubah pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional yang dapat
menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencapai kawasan Puncak karena
padatnya lalu lintas yang mengakibatkan kemacetan. Kepadatan lalu lintas
biasanya terjadi di titik-titik lokasi obyek wisata.
Kepadatan lalu lintas terjadi karena wisatawan banyak yang menggunakan
kendaraan pribadi. Mobil yang melintas di jalur Puncak sejak 29 Desember 2010
sampai 2 Januari 2011 lebih dari 50.000 unit per hari. Puncaknya terjadi pada 30
-
43
Desember 2010 yaitu mencapai 64.000 unit ditambah jumlah sepeda motor yang
melintas per hari diperkirakan dua sampai tiga kali lipat jumlah mobil2.
Sementara itu, lebar badan jalan rata-rata 8 meter dengan kiri-kanannya