analisis buku kesaksianku tentang g30s

8
Analisis Buku Soebandrio : Kesaksianku Tentang G30S Muh. Miftahul Huda XII IPA 5

Upload: muhammad-miftahul-huda

Post on 23-Jun-2015

263 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Analisis BukuSoebandrio : Kesaksianku Tentang G30S

Muh. Miftahul Huda

XII IPA 5

Tanggapan dari Judul Buku :

Membaca judul dari buku ini, saya jadi lebih ingin mengetahui tentang peristiwa G 30 S yang “katanya” didalangi oleh PKI. Isu mengenai gerakan ini didalangi oleh Soeharto tiba-tiba muncul dipikiran saya, tapi apa yang dilihat dan dipikirkan oleh Soebandrio, yang waktu itu menjabat sebagai menteri luar negeri, mungkin berbeda dari apa yang saya pikirkan dan saya baca dari buku-buku pelajaran sejarah di sekolah

Tanggapan Mengenai Latar Belakang Penulisan Buku

Saat membaca latar belakang penulisan buku ini, saya terkejut karena Soebandrio menyebutkan bahwa Aidit, seorang pelopor G30S, adalah kaki tangan Amerika Serikat. Soebandrio juga menyebutkan bahwa campur tangan Amerika pada peristiwa itu adalah bertujuan untuk menjatuhkan presiden Soekarno. Mungkin dari pikiran itulah muncul dugaan bahwa Soeharto yang mendalangi G30S dengan bantuan CIA.

Identifikasi Permasalahan

Permasalahan yang terjadi di buku ini kebanyakan mengenai sejarah yang “dipelintir”. Artinya, apa yang tertulis pada buku sejarah pada umumnya adalah hasil rekayasa satu atau beberapa oknum. Contohnya adalah penuduhan Soeharto sebagai dalang G30S. Di buku ini juga dibahas tentang bagaimana Soeharto berperan dalam G30S

Permasalahan

Indonesia 1960-an termasuk negara yang tidak disukai oleh blok Barat pimpinan Amerika Serikat (AS). Ini terjadi karena Soekarno termasuk berani dengan menolak bantuan dari AS. Sokarno berpendapat bahwa Indonesia bisa maju dengan kekayaan dan pemuda-pemuda berani milik Indonesia, tanpa bantuan negara barat. Dasar Soekarno itu jelas, bahwa Indonesia kaya dengan berbagai kekayaan alam. Akibatnya, sikap AS juga menjadi jelas: Gulingkan Presiden Soekarno. Sekarang bisa kita pikirkan Apakah G30S adalah hanya pemberontakan DN Aidit?

Ada peristiwa kecil, namun sangat dibesar-besarkan pada saat itu: yaitu sakitnya Bung Karno. Dalam buku ini, Soebandrio menerangkan bahwa Soekarno hanya masuk angin, tapi diberitakan sakit parah. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh PKI yang khawatir kekuasaan akan berpindah ke tangan AD. Kekhawatiran itu dikarenakan tidak baiknya hubungan PKI dengan AD. Dalam hal ini, ada 3 tokoh kunci : Soekarno, Aidit, dan Soeharto. kelompok Soeharto sengaja menciptakan isu yang secara logika membenarkan PKI berontak atau menyebarkan kesan (image) bahwa dengan cerita itu PKI memiliki alasan untuk melakukan kudeta.dan pada bulan Agustus 1965 kelompok bayangan Soeharto jelas kelihatan ingin secepatnya memukul PKI. Permasalahannya sekarang adalah Benarkan Soekarno sakit parah waktu itu dan apakah Soeharto yang memanfaatkan PKI untuk merebut kekuasaan?

Soeharto waktu itu adalah seorang mayjen AD. Bagaimana seorang mayjen dapat merebut kekuasaan tertinggi? Ada 4 tahap yang Soeharto lakukan yaitu

1. menyingkirkan saingan beratnya sesama perwira tertinggi. 2. Menghabisi PKI, partai besar yang akrab dengan Bung Karno 3. Melumpuhkan para menteri pembantu presiden 4. Melumpuhkan Bung Karno.

Berawal dari PKI, berlanjut pada naiknya harga barang yang direkayasa oleh Soeharto, berakhir dengan tuntutan oleh rakyat. Rakyat semakin menunjukkan mosi tak percaya pada Soekarno. Cara Soeharto menjatuhkan Soekarno benar-benar efektif walaupun di mata rakyat saat itu tidak kelihatan. Soebandrio berkesimpulan bahwa Soeharto mengharapkan dengan begitu Soekarno akan menyerah tanpa syarat. Terakhir, muncullah Supersemar yang merupakan puncak perjuangan Soeharto dalam menjatuhkan kekuasaan presiden

Ringkasan Penulisan

BAB 1 : Prolog G-30-S

Konflik Kubu

Indonesia 1960-an termasuk negara yang tidak disukai oleh blok Barat pimpinan Amerika Serikat (AS).Karena pada waktu itu, Partai Komunis Indonesia adalah partai legal di Indonesia. Sebagai pemimpin negara yang relatif baru lahir, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan berani: Berdiri pada kaki sendiri. Akibatnya, sikap AS menjadi jelas: Gulingkan Presiden Soekarno. Itulah yang menyebabkan berbagai peristiwa yang terjadi di RI pada sat itu, mulai dari ketidakstabilan politik, usaha perebutan Irian Barat hingga dimulainya G30S PKI. Dan lagi, ada juga konflik internal dalam AD antara Yani dan Nasution. Yani dekat dengan Soekarno, sedangkan Nasution dekat dengan Soeharto. Soeharto sendiri ditunjuk sebagai pendamai antara kedua belah pihak. Namun, Soeharto malah membentuk kubu sendiri yang kemudian disebut oleh Soebandrio sebagai kelompok bayangan Soeharto

BAB 2 : Gerakan Yang Dipelintir

Ada peristiwa kecil, namun dibesar-besarkan oleh Kelompok Bayangan Soeharto, sehingga kemudian menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia. Peristiwa itu adalah sakitnya Bung Karno pada awal Agustus 1965.

Dalam buku-buku sejarah banyak ditulis bahwa sakitnya Bung Karno pada saat itu adalah sangat berat. Dikabarkan, pimpinan PKI DN Aidit sampai mendatangkan dokter dari RRT. Dokter RRT yang memeriksa Bung Karno menyatakan bahwa Bung Karno sedang kritis. Intinya, jika tidak meninggal dunia, Bung Karno dipastikan bakal lumpuh. Ini menggambarkan bahwa Bung Karno saat itu benar-benar sakit parah. Nyatanya, Soebandrio melihat sendiri bahwa Soekarno waktu itu hanya masuk angin dan Aidit juga tahu hal itu. Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya masuk angin, sehingga tidak masuk akal jika ia memerintahkan anak buahnya, Sjam, untuk menyiapkan suatu gerakan. Ini jika ditinjau dari logika: PKI ingin mendahului merebut kekuasaan sebelum sakitnya Bung Karno semakin parah dan kekuasaan akan direbut oleh AD. Logikanya, Aidit akan tenang-tenang saja, sebab bukankah Bung Karno sudah akrab dengan PKI? Mengapa PKI perlu menyiapkan gerakan di saat mereka disayangi oleh Presiden Soekarno yang segar bugar?

Di sisi lain, Soeharto juga bermain dalam isu Dewan Jenderal. Beberapa waktu sebelum G30S meletus, Yoga diutus oleh Soeharto untuk menemui Mayjen S Parman guna menyampaikan saran agar Parman berhati-hati karena isu bakal adanya penculikan terhadap jenderal-jenderal sudah santer beredar. Namun tidak ada yang tahu siapa yang menyebarkan isu seperti itu. kelompok Soeharto mendapatkan info bahwa kelompok Yani sama sekali belum siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya penculikan. Lebih jauh, rencana Soeharto melakukan gerakan dengan memanfaatkan Kolonel Latief dan memanipulasi kelompok Letkol Untung, belum tercium oleh kelompok lawan: Kelompok Yani.

Apakah AS berperan memlintir isu sakitnya Presiden dan Dewan Jenderal? Sudah jelas AS takut Indonesia dikuasai oleh komunis. Dan karena Bung Karno cenderung kiri, maka proyek mereka ada dua: hancurkan PKI dan gulingkan Bung Karno. Namun mereka kesulitan mengubah sikap Bung Karno yang tegas. Ada upaya AS untuk membujuk Bung Karno agar mengubah sikap politiknya tetapi gagal. Secara politis Bung Karno juga sangat kuat. Di dalam negeri Bung Karno didukung oleh

Angkatan Bersenjata dan PKI. Tak kalah pentingnya, rakyat sungguh kagum dan simpati terhadapnya. Di luar negeri ia mendapat dukungan dari negara-negara Asia Tenggara dengan politik Non-Bloknya.

Drama 1 Oktober 1965 dalam sekali pukul menghasilkan keuntungan bagi Soeharto: 1. Mengubah kenyataan adanya komplotan Dewan Jenderal, di mana Soeharto merupakan salah satu anggotanya, menjadi semacam fiksi belaka. 2. Sebaliknya mengubah fiksi menjadi nyata bahwa yang sungguh-sungguh melakukan kudeta bukanlah Dewan Jenderal, melainkan G30S pimpinan Untung (yang sebenarnya disokong oleh Soeharto). 3. Melikuidasi kelompok Yani sebagai rival potensial Soeharto.

4. Membuka peluang Soeharto tampil sebagai pahlawan yang akhirnya benar-benar terwujud.

Pada tanggal 17 maret 1967 MPRS menyelenggarakan Sidang Istimewa. Intinya: dikeluarkan Tap MPRS yang menurunkan Presiden Soekarno dan secara resmi menyerahkan kepemimpinan nasional kepada Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai terpilih presiden oleh MPRS hasil pemilu yang akan datang. Dengan begitu Soeharto sudah benar-benar menggantikan Soekarno. Saat itulah Soeharto menegaskan bahwa tentara memiliki peran sosial politik yang tidak terbatas (kelak hal ini diterjemahkan menjadi Dwifungsi ABRI) DALAM NEGARA. Saat itu pula ditetapkan bahwa Pancasila sebagai azas tunggal negara. Soeharto saat itu mulai menyusun kekuatan agar kekuasaan berada di satu tangan: tangan dia sendiri. Sebaliknya, terhadap Presiden Soekarno, MPRS mengeluarkan keputusan sebagai berikut: - Presiden Soekarno dinilai tidak dapat memenuhi tanggung-jawab konstitusionalnya - Presiden Soekarno dinilai tidak dapat menjalankan Haluan Negara. Karena itu MPRS memutuskan melarang Presiden Soekarno melakukan kegiatan politik sejak saat itu sampai dengan Pemilu yang akan datang

- Juga menarik mandat MPRS terhadap presiden yang diatur dalam UUD 1945 dan mengangkat pengemban MPRS nr. 9 sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Presiden Soeharto hingga terpilihnya presiden hasil Pemilu. - Pjs Presiden tunduk dan bertanggung-jawab terhadap MPRS. - Persoalan hukum yang menyangkut Presiden Soekarno ditentukan sesuai hukum yang berlaku dan pelaksanaannya diserahkan kepada Pjs Presiden.

Secara garis besar tindakan Soeharto sejak sebelum G30S sampai pembubaran kabinet bentukan Bung Karno disebut pegamat asing sebagai creeping coup (kudeta merangkak). Proses kudetanya tidak langsung menghantam dan musuhnya jatuh, melainkan kudeta yang dilakukan secara mengendap-endap. Kata mereka itu kudeta khas Indonesia. Coba saja, setelah kekuasaan beralih Bung Karno masih berstatus sebagai Presiden RI.

Kesimpulan

Pada buku ini, Soebandrio banyak mengemukakan sejarah yang seolah-olah ditutupi dan berbeda dari buku-buku sejarah yang ada di sekolah. Soebandrio juga banyak menyalahkan Soeharto dan AS atas peristiwa G30S/PKI itu. Soebandrio juga banyak menuturkan sejarah pada masa itu dalam sudut pandangnya sendiri. Misalnya, saat Beliau masih menjabat menteri luar negeri dan masih sering mendampingi Soekarno, hingga saat Beliau di penjara bersama Letkol Untung dikarenakan Beliau dituduh berperan dalam gerakan pemberontakan itu.

Tanggapan isi buku dan kemudian direfleksikan pada kehidupan sendiriKeinginan pada suatu kekuasaan sudah sering kita jumpai saat ini, contohnya adalah saat

pemilihan anggota DPR. Banyak orang ingin jadi anggota legislatif, tapi hanya sedikit yang bisa. Itulah yang menyebabkan orang-orang melakukan cara apapun untuk meraihnya. Sama seperti Soeharto pada saat itu. Beliau juga melakukan banyak cara untuk naik menjadi presiden, hanya saja dengan cara yang salah: yaitu dengan pemberontakan.

Sebenarnya menurut pendapat saya, G30S memiliki sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya adalah dengan G30S, masyarakat semakin diyakinkan bahwa ideologi komunis tidak pantas ada di Indonesia dan hanya Pancasila yang bisa berdiri di Indonesia. Sisi negatifnya adalah peristiwa ini adalah sebuah alat untuk merebut kekuasaan resmi dari presiden sekaligus pembunuhan terhadap para perwira AD.

Pesan yang bisa kita ambil dari peristiwa ini adalah bahwa janganlah kita memakai cara yang salah untuk menggapai tempat yang tinggi, karena segala sesuatu yang kita dapatkan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.