analisis amae dalam permasalahan hubungan keluarga pada...

14
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET AGUSTUS 2017 : 186 - 199 186 Analisis Amae dalam Permasalahan Hubungan Keluarga pada Film Tokyo Sonata Ari Yudha Satria Putri Elsy Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286 Email: [email protected] Email: [email protected] Abstrak Tokyo Sonata adalah film Jepang karya Kiyoshi Kurosawa yang dirilis pada tahun 2008. Film ini telah memenangkan festival film Cannes dalam katergori Un Certain Regard Jury Prize. Menceritakan tentang sebuah permasalahan perilaku dalam keluarga. Perilaku ini menyebabkan konflik di dalam hubungan keluarga mereka. Perilaku berhubungan dengan kepribadian. Kepribadian mewakili karakteristik individu yang memberikan pola makna dan koheransi pemikiran mereka, emosi dan perilaku. Kepribadian orang Jepang, dapat dijelaskan dengan konsep amae Takeo Doi. Amae dapat diterjemahkan secara kasar sebagai menggantungkan pada kebaikan. Amae adalah suatu emosi untuk mendapatkan kebaikan orang lain yang diekspresikan melalui perilaku. Dengan memakai konsep amae Takeo Doi, penelitian ini mencari arti dari tanda melalui kata dan gambar yang memperlihatkan hubungan amae dengan perilaku dalam permasalahan hubungan keluarga yang direpresentasikan pada film. Analisa menunjukan perilaku dalam permasalahan hubungan keluarga tersebut dipengaruhi oleh amae. Kata kunci: Tokyo Sonata, Perilaku, Amae Abstract Tokyo Sonata is a Japanese movie by Kiyoshi Kurosawa, it was released in 2008. It won Cannes film festival for Un Certain Regard Jury Prize. The story is about a Family who has the behaviour problem. This behaviour makes problem in their family relationship. Behaviour-related with a personality. Personality represents a characteristic of individuals that give patterning, meaning and coherence to their thinking, emotions, and behaviour. Japanese personality can be described as Takeo Doi’s amae concept. Amae can be roughly translated as depending on the benevolence. Amae is emotion to get another kindness, that is expressed in behaviour. With use the Takeo Doi’s amae concept, this research looking at the meaning in the form of signs through words and images that show the relation of amae with the behaviour in family relation problem represented by the movie. The analysis of research shows behaviour on that family-related problems is influenced by amae. Keywords: Tokyo sonata, Behaviour, Amae 1. Pendahuluan Dalam pembentukan struktur sosial kemasyarakatan, keluarga mempunyai peran yang cukup sentral dan penting. Struktur sosial kemasyarakatan pada hakekatnya adalah kumpulan dari sekian banyak keluarga yang membentuk

Upload: lamque

Post on 08-Apr-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

186

Analisis Amae dalam Permasalahan Hubungan Keluarga pada Film Tokyo Sonata

Ari Yudha Satria

Putri Elsy

Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286

Email: [email protected]

Email: [email protected]

Abstrak

Tokyo Sonata adalah film Jepang karya Kiyoshi Kurosawa yang dirilis pada tahun 2008. Film ini

telah memenangkan festival film Cannes dalam katergori Un Certain Regard –Jury Prize.

Menceritakan tentang sebuah permasalahan perilaku dalam keluarga. Perilaku ini menyebabkan

konflik di dalam hubungan keluarga mereka. Perilaku berhubungan dengan kepribadian.

Kepribadian mewakili karakteristik individu yang memberikan pola makna dan koheransi

pemikiran mereka, emosi dan perilaku. Kepribadian orang Jepang, dapat dijelaskan dengan konsep

amae Takeo Doi. Amae dapat diterjemahkan secara kasar sebagai menggantungkan pada kebaikan.

Amae adalah suatu emosi untuk mendapatkan kebaikan orang lain yang diekspresikan melalui

perilaku. Dengan memakai konsep amae Takeo Doi, penelitian ini mencari arti dari tanda melalui

kata dan gambar yang memperlihatkan hubungan amae dengan perilaku dalam permasalahan

hubungan keluarga yang direpresentasikan pada film. Analisa menunjukan perilaku dalam

permasalahan hubungan keluarga tersebut dipengaruhi oleh amae.

Kata kunci: Tokyo Sonata, Perilaku, Amae

Abstract

Tokyo Sonata is a Japanese movie by Kiyoshi Kurosawa, it was released in 2008. It won Cannes

film festival for Un Certain Regard –Jury Prize. The story is about a Family who has the behaviour

problem. This behaviour makes problem in their family relationship. Behaviour-related with a

personality. Personality represents a characteristic of individuals that give patterning, meaning and

coherence to their thinking, emotions, and behaviour. Japanese personality can be described as

Takeo Doi’s amae concept. Amae can be roughly translated as depending on the benevolence.

Amae is emotion to get another kindness, that is expressed in behaviour. With use the Takeo Doi’s

amae concept, this research looking at the meaning in the form of signs through words and images

that show the relation of amae with the behaviour in family relation problem represented by the

movie. The analysis of research shows behaviour on that family-related problems is influenced by

amae.

Keywords: Tokyo sonata, Behaviour, Amae

1. Pendahuluan

Dalam pembentukan struktur sosial kemasyarakatan, keluarga mempunyai

peran yang cukup sentral dan penting. Struktur sosial kemasyarakatan pada

hakekatnya adalah kumpulan dari sekian banyak keluarga yang membentuk

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

187

hubungan sosial dalam lingkup wilayah tertentu. Khairuddin dalam bukunya

Sosiologi Keluarga (2008:2) menyatakan bahwa konsekuensi logis dari hubungan

keluarga dan masyarakat menimbulkan anggapan bahwa masalah-masalah sosial

yang muncul dalam masyarakat pada dasarnya merupakan masalah-masalah yang

ada dan bermula dari keluarga.

Di dalam industri hiburan, tema permasalahan dalam keluarga telah banyak

diangkat kedalam sebuah film. Industri hiburan Jepang juga telah melahirkan

beberapa karya film yang mengangkat tema permasalahan hubungan keluarga.

Salah satunya adalah film ”Tokyo Sonata”. Film ini berhasil memenangkan

sebuah festival film bergengsi Cannes ke 61 pada tahun 2008 dalam kategori ”Un

Certain Regard –Jury Prize. Tokyo Sonata bercerita mengenai permasalahan

keluarga yang diakibatkan oleh perilaku-perilaku para anggota keluarganya.

Perilaku tidak jujur antara suami dengan istrinya dan buruknya komunikasi yang

dilakukan orang tua pada anaknya, merupakan fokus permasalahan yang diangkat

dalam film ini.

Perilaku yang dilakukan oleh para anggota dalam keluarga ini dapat ditinjau

dari ilmu psikologi yang melatarbelakanginya. Dalam ilmu psikologi, segala

perilaku yang dilakukan seseorang, mempunyai hubungan dengan kepribadian

yang dimilikinya. Gordon Allport (dalam Koeswara, 1991:11) merumuskan

kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang

membimbing dan memberi arah pada seluruh perilaku individu yang bersangkutan.

Tepatnya rumusan Allport mengenai kepribadian adalah: ”kepribadian merupakan

suatu organisasi yang dinamis dari jiwa dan raga yang menentukan tingkah laku

dan pemikiran individu secara khas”. Pervin (dalam Frederick Rhodewalt and

Benjamin Peterson, 2008:60) menjelaskan bahwa kepribadian mewakili

karakteristik individu yang memberikan pola, makna, dan koherensi pemikiran

mereka, emosi, dan perilaku.

Setiap individu memang memiliki kepribadian yang berbeda-beda, namun

terdapat sebuah karakteristik yang dapat mendeskripsikan kepribadian tersebut

melalui perilaku yang biasa dilakukan. Untuk memahami kepribadian khas Jepang,

digunakan konsep amae yang diperkenalkan oleh Takeo Doi. Takeo Doi

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

188

memperkenalkan konsep ini sebagai hasil dari penelitian melalui pengamatan

perilaku yang dilakukan pada orang Jepang. Perilaku khas orang Jepang ini dapat

diekspresikan dalam bahasa Jepang dengan sebuah istilah yaitu “Amae”.

Amae dalam kamus bahasa Jepang-Indonesia Matsuura, diterjemahkan

sebagai “kemanjaan”. Takeo Doi menjelaskan, perilaku ini dapat secara jelas

terlihat dalam perilaku bayi kepada ibunya. John Bester (dalam Doi, 1992:7)

menjelaskan bahwa amae merupakan sebuah emosi yang mendasari segala

tingkah laku sang bayi dalam usahanya untuk mendekatkan diri pada ibunya. Pada

perkembangannya, perasaan ketergantungan ini tetap tertinggal hingga dewasa

dan memegang peranan pembentukan sikap terhadap orang lain maupun terhadap

“kenyataan”. Dalam penjelasan tersebut, amae didefinisikan sebagai sebuah

emosi atau perasaan yang melatarbelakangi sebuah perilaku “manja” untuk

mendapat sebuah kebaikan dari orang lain. Hal ini juga dijelaskan oleh Kumagai

(1986:307) bahwa “amae” dapat didefinisikan sebagai sebuah perasaan akan cinta,

yang diekspresikan melalui sebuah perilaku. Perilaku amae dalam bahasa Jepang

disebut dengan amaeru.

Melalui konsep ini, Takeo Doi juga menjelaskan berbagai sikap seperti

amanzuru (sikap puas), Futekusareru (sikap dongkol), Hinekureru (sikap tidak

perduli), Kigane (sikap membatasi diri terhadap orang lain ) sebagai reaksi atau

respon yang diambil saat ketidakmampuan seseorang untuk memperoleh kebaikan

orang lain.

Dalam film Tokyo Sonata, ketidak-terbukaan dalam hubungan suami-istri

dan pertengkaran yang terjadi dalam hubungan orang tua dan anak,

direpresentasikan melalui perilaku-perilaku para tokohnya. Oleh sebab itu,

peneliti menggunakan konsep amae untuk menganalisi bagaimana kepribadian

mempengaruhi terjadinya permasalahan hubungan keluarga pada film “Tokyo

Sonata”.

2. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer berupa film, untuk itu penulis

memakai metode kualitatif sebagai metode penelitian.. Data dalam penelitian

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

189

kualitatif bersifat empiris, terdiri dari dokumentasi ragam peristiwa, rekaman

setiap ucapan, kata dan gestures dari objek kajian, tingkah laku yang spesifik,

dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai imaji visual yang ada dalam sebuah

fenomena sosial (Neuman dalam Sugiyono, 2007: 32).

Sebagai data primer adalah film “Tokyo Sonata”. Untuk menunjang data

primer tersebut, peneliti juga menggunakan data sekunder yang dikumpulkan

melalui studi pustaka atau studi dokumen. Data berupa teks dari buku, jurnal

ilmiah, penelitian, artikel dan data-data lain dari internet yang terkait dengan

konsep amae. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah

dengan mengamati keseluruhan isi film Tokyo Sonata. Kemudian

mendokumentasi adegan-adegan dalam bentuk gambar yang merupakan tingkah

laku yang spesifik dan sesuai dengan tema. Dokumentasi adegan akan disertai

dengan rekaman ucapan ke dalam bentuk tulisan untuk memperkuat analisa yang

digunakan. Adegan-adegan tersebut, kemudian dijadikan data untuk dikaji

melalui konsep amae Takeo Doi yang didapat dari studi pustaka.

3. Hasil dan Pembahasan

Dalam hubungan sosial, orang Jepang membagi hubungannya menjadi 3

berdasarkan kedekatan hubungan tersebut. Hubungan pertama adalah dunia luar

atau tanin. Dalam hubungan ini tidak terdapat amae. Hubungan kedua adalah

hubungan lingkaran luar atau soto. Merupakan hubungan dengan orang yang tidak

begitu akrab. Amae dalam hubungan ini kecil, karena terdapat batasan-batasan

yang menekan seseorang untuk mengharapkan lebih dari kebaikan orang lain.

Hubungan yang terakhir adalah hubungan lingkaran dalam.

Hubungan lingkaran dalam ini merupakan hubungan yang paling dekat. Amae

dalam hubungan dalam ini besar dan tidak terdapat batasan-batasan untuk

mengharapkan lebih pada kebaikan orang lain. Seseorang dalam hubungan ini

mmungkinkan untuk mendapatkan keinginannya lebih besar, karena permintaan-

permintaan yang dirasa berlebihan dalam hubungan lingkaran luar, dapat

ditoleransi dalam hubungan dalam ini. Maynard (dalam Yoshitaka, 2003:95)

menjelaskan, konflik sehari-hari, kebanyakan terjadi pada hubungan dalam.

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

190

Konfrontasi, blak-blakan banyak terjadi antara teman dekat, di mana terdapat

amae yang berjalan dengan baik. Di sini emosi yang sesungguhnya dan kesebalan

yang dapat menyebabkan konfrontasi, konflik selalu dapat diperbaiki. Hubungan

lingkaran dalam atau uchi dapat dilihat dari hubungan keluarga, teman dekat,

hubungan kekasih dan lain-lain.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan

keluarga terdapat amae yang besar. Berdasarkan keberadaan amae yang

melatarbelakangi tindakan atau perilaku yang terjadi dalam hubungan keluarga,

berikut ini adalah analisis amae pada film Tokyo Sonata yang mempengaruhi

masalah dalam hubungan keluarga.

Amae mempengaruhi ketidak-terbukaan dalam keluarga

Konflik keluarga yang disajikan oleh Sutradara dalam film Tokyo Sonata

dimulai dengan peristiwa pemecatan yang dialami oleh tokoh Ryuhei Sasaki.

Ryuhei, diceritakan merupakan seorang pekerja kantoran. Pada awal adegan,

diceritakan Ryuhei dipecat dari kantornya. Pemecatan ini tidak dia ceritakan pada

istri dan anaknya. Ryuhei memilih untuk berpura-pura tetap pergi ke kantor setiap

hari. Hal ini merupakan perilaku tidak terbuka yang dilakukan suami pada istrinya.

Adegan ketidak-terbukaan Ryuhei pada pada istrinya terlihat dalam gambar

berikut ini:

Gambar 1: Ryuhei berpamitan pada Megumi untuk berangkat ke kantor

waktu adegan: 00.08.36

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

191

Dialog yang terjadi :

Megumi: 今日も帰り早いの?(Kyou mo kaerihayai no?)

Ryuhei : いや、今日はやることはいっぱいあるからな。(Iya, kyou wa yaru

koto wa ippai arukara na.)

Terjemahan

Megumi: Hari ini juga pulang cepat?

Ryuhei :Tidak, karena hari ini banyak kerjaan

Gambar 1 menunjukkan bahwa Sasaki berusaha menutupi kejadian

pemecatannya dengan berpura-pura bersikap biasa dan meyakinkan istrinya

bahwa tidak terjadi apa-apa pada pekerjaannya. Ketika ditanya oleh sang istri

“ Kyou mo kaerihayai no?” ( Hari ini juga pulang cepat? ), Ryuhei menjawabnya

dengan mengatakan “Iya, kyou wa yaru koto wa ippai arukara na.” ( Tidak,

karena hari ini banyak kerjaan ) dapat dijelaskan merupakan sebuah amaeru yang

dilatarbelakangi oleh keinginannya menjaga hubungan baik dengan istrinya.

Menurut Kumagai, (1986:307) “amaeru” adalah sebuah tingkah laku untuk

meminta cinta pasif. Cinta pasif dijelaskan sebagai menggantungkan diri akan

kebaikan orang lain. Kebohongan yang dilakukan Ryuhei, merupakan tingkah

laku yang dilakukan untuk tetap dapat menggantungkan diri pada kebaikan atau

tetap mendapatkan cinta pasif dari istrinya. Jika Ryuhei berbicara jujur, maka

tidak terdapat kepastian untuk mendapat penerimaan dan kebaikan sang istri,

dengan kata lain hubungan keluarga yang terjalin dapat terganggu.

Perilaku Ryuhei juga dapat terlihat dalam perilaku temannya, Kurosu yang

juga mempunyai masalah yang sama. Kurosu diceritakan telah dipecat 3 bulan

lebih awal dari Ryuhei. Mereka secara tak sengaja bertemu ketika sedang

menghabiskan waktu di tempat pembagian makanan untuk tuna wisma. Kurosu

diceritakan juga melakukan tindakan yang tidak-terbuka dalam hubungannya

dengan sang istri. Hal ini terlihat saat Kurosu mengundang Ryuhei untuk makan

malam di rumahnya. Kurosu dan Ryuhei dalam acara makan malam tersebut,

berpura pura menjadi teman sekantor. Dalam perbincangan yang dikatakan

Kurosu kepada Ryuhei, Kurosu mendesain percakapannya seolah-olah

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

192

membicarakan mengenai masalah pekerjaan. Tujuan Kurosu untuk mengundang

Ryuhei kerumahnya ini merupakan usahanya untuk menekan perasaan curiga dan

memberikan bukti bahwa pekerjaannya baik-baik saja dengan sandiwara yang

mereka buat.

Adegan Kurosu mengundang makan malam Ryuhei terlihat dalam gambar

berikut ini:

Gambar 2: Kurosu mengundang makan malam Ryuhei

waktu adegan: 00.34.06

Dialog yang terjadi :

Kurosu : 社長から...れいの...ほら、見積もりの件で。あれ...作成したの

は佐々木君だったよな。(Sachou kara, rei no hora, mitsumori

no ken de. Are, sakuseishita no wa sasaki kun datta yo na)

Ryuhei : はい。(Hai.)

Kurosu : 甘いよつめは。 まあ、今回は俺の方から社長に言い包めると

かやるからさ、気をつけてね。(Amaiyotsume wa. Maa,

konkai boku no hou kara sachou ni ii kurumeru toka yaru kara sa,

ki o tsukete)

Kurosu : Bos menelepon, soal itu loh, penawaran yang tadi dibicarakan. Oh

iya, kalau tidak salah yang membuat dokumen itu Sasaki-kun, ya?

Ryuhei : Iya.

Kurosu :Kamu masih kurang teliti. Kali ini aku akan menutupi kesalahanmu

di depan bos, berikutnya hati-hati ya.

Perilaku Kurosu ini juga merupakan sebuah amaeru yang digunakan untuk

menjaga hubungan baik dengan istrinya. Sebuah permintaan untuk tetap dicintai

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

193

oleh istrinya yang diekpresikan melalui perilaku yang tidak terbuka. Doi

(1992:76) menjelaskan bahwa amae merupakan hasrat kuat untuk mengikat suatu

hubungan yang erat. Berdasarkan penjelasan tersebut, ketidak-terbukaan Kurosu

ini dapat disimpulkan timbul dari hasrat untuk mengikat hubungannya dengan

istrinya atau timbul dari amae nya kepada istrinya.

Dalam hubungan amae, Kumagai (1986:307) menjelaskan terdapat pola

saling bergantian antara memberi dan meminta, memanjakan dan ingin dimanja.

Perilaku memanjakan dalam hubungan amae, dapat terlihat dari adegan Megumi

yang secara tidak sengaja mengetahui suaminya pengangguran.

Diceritakan Megumi tidak sengaja melihat suaminya berada di tempat

pembagian makanan tuna wisma pada jam kerja. Megumi pun menduga bahwa

suaminya saat ini pengangguran. Namun Megumi meresponnya dengan tetap

diam dan tidak membicarakannya pada suaminya. Perilaku Megumi ini dapat

dijelaskan sebagai sebuah bentuk penerimaan amaeru dari suaminya dengan kata

lain sebagai bentuk memanjakan suaminya. Namun bentuk penerimaan ini

menjadi sebuah perilaku ketidak-terbukaan kepada suaminya .Adegan Megumi

yang tak sengaja melihat suaminya berada ditempat pembagian makan pada jam

kerja dapat dilihat dari gambar berikut ini:

Gambar 3: Megumi melihat suaminya berada di tempat pembagian makanan tuna wisma

saat jam kerja

Waktu adegan: 00.44.14

Kegagalan amae mempengaruhi terjadinya pertengkaran dalam keluarga

Sven Wahlroos (1974:3) menjelaskan bahwa masalah hubungan keluarga

sebagian besar ditimbulkan oleh komunikasi. Hal ini terjadi karena penggunaan

komunikasi yang buruk. Pada umumnya setiap anggota keluarga mempunyai

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

194

itikad yang baik. Tidak seorang pun kecuali orang yang sadis dan ingin berlaku

jahat, secara sadar menghendaki pertengkaran dalam keluarga. Namun ketika

itikad baik tersebut dilakukan menggunakan komunikasi buruk seperti mengomel,

menjengkelkan orang lain, maka hasilnya akan terjadi pertengkaran.

Sebuah perilaku yang digunakan untuk meminta kebaikan orang lain atau

amaeru tak semuanya dapat terpenuhi. Takeo Doi (1992:23-24) menjelaskan

bahwa terdapat sekelompok istilah dalam bahasa Jepang yang mempunyai

hubungan dengan bermacam keadaan jiwa seseorang yang tidak dapat memenuhi

hasratnya untuk amaeru. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Amanzuru: sikap seseorang yang membiarkan dirinya merasa puas walaupun

sebenarnya kenyataan tidak membenarkan perilaku tersebut

Futekusareru: Sikap dongkol yang timbul karena amaeru yang dilakukan

tidak mendapat penerimaan dari individu yang bersangkutan

Hinekureru: memperlihatkan sikap yang sebenar-benarnya bertentangan

dengan hasrat sendiri, mencakup sikap pura-pura seakan-akan tidak

mempunyai hasrat apapun untuk ber-amaeru.

Kigane: suatu keadaan batin yang tertekan ketika menghadapi sesuatu yang

tidak dimungkinkan untuk amaeru walaupun dia ingin sekali

melakukannya. (Doi, 1992:111)

Wagamama: sebuah perilaku dalam upaya yang tidak saja untuk

mengandalkan diri pada orang lain, tapi juga untuk mendominasi yang

bersangkutan. Disebut juga sebagai amaeru yang berlebihan atau tidak

wajar yang timbul karena kegagalan seseorang untuk ber-amaeru secara

normal. (Doi, 1992:106)

Pertengkaran keluarga dalam film ini, dapat diamati pada hubungan Ryuhei

dengan anak pertamanya, Takashi. Takashi diceritakan sebagai pemuda yang

bekerja paruh waktu membagikan iklan tissu kepada pejalan kaki. Sulitnya

mencari pekerjaan yang lebih layak ditengah kehidupan kota Tokyo, membuat

Takashi memutuskan mengikuti program wajib militer untuk bergabung dengan

pasukan Amerika dan mengharuskannya untuk meninggalkan Jepang.

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

195

Ketika harus meminta kedua orang tuanya untuk menandatangani formulir

pendaftaran, keputusan Takashi untuk mengikuti program wajib militer ini

ditentang oleh ayahnya dan terjadilah pertengkaran. Buruknya perilaku

komunikasi yang dilakukan dalam pertengkaran Ryuhei dengan Takashi dapat

dilihat pada potongan gambar adegan berikut ini :

Gambar 4: Takashi meminta Ryuhei untuk menanda tangani surat pendaftaran

Waktu adegan: 00.52.57

Waktu adegan: 00.51.39 – 00.52.57

Ryuhei :絶対にゆるさない。(Zettai ni yurusanai)

Takashi :どうして?(Doushite?)

Ryuhei :お前の幸せの人生を送ってもらうために育てきた。これはその事

から完全に外れてる。(Omae no shiawase no jinsei wo okutte murau

tameni sodatekita. Kore wa sonokoto kara kanzen ni hazureteru )

Takashi : 軍隊の入ったら、平和のために働けるんだよ。(Guntai no haittara,

heiwa no tameni hatarakerun da yo)

Ryuhei : それは屁理屈だろう(Sore wa herikutsu darou ?)

Takashi : だってそうなんだよ。俺だけ幸せなくていいの?世界幸せしたほ

うがいいに決まってじゃん。(Datte sounanda. Ore dake shiawase

nakute ii no?. Sekai shiawase shita houga ii ni kimattenjan)

Ryuhei : 世界?なんだそれ?そうなもの どうだっていいんだよ。俺は世

界なんくるない。お前の事心配なんだ。 (Sekai ? nanda sore?

souna mono dou datte iinda yo. Ore wa sekai nankurunai. Omae no

koto shinpainanda)

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

196

Takashi : ああ。だから日本ってダメなんっていうな。(Aa, dakara nihon tte

dame nantte iu na )

Ryuhei : なに?(Nani?)

Terjemahan

Ryuhei :Tentu tidak ku izinkan

Takashi: Kenapa?

Ryuhei : Aku membesarkan mu agar kau hidup bahagia. Ini sangat jauh dari itu.

Takashi: Jika masuk militer, aku bekerja untuk perdamaian

Ryuhei : Itu hanya argumen mu kan?

Takashi: Kalau benar kenapa, kenapa hanya aku sendiri yang hidup bahagia?

Lebih baik memilih untuk membuat bahagia dunia kan?

Ryuhei : Dunia? Apa itu? Persoalan itu bukan masalah buat ku. aku tidak perduli

dengan dunia. Aku khawatir dengan mu

Takashi: Karena itulah jangan bilang kalau Jepang tidak ada harapan

Ryuhei: Apa?

Takashi:Aku tidak butuh perlindungan orangtua

Ryuhei :Ye , pergi keluar, pergi keluar!!!

Berdasarkan dialog di atas, perilaku ngotot Takashi terhadap ayahnya dapat

digolongkan sebagai sebuah keegoisan atau wagamama. Wagamama merupakan

amaeru dalam bentuk yang tidak wajar yang timbul dari ketidak mampuan untuk

ber-amaeru secara wajar (Doi 1992:106). Wagamama Takashi dapat dijelaskan

timbul dari kegagalan amaeru secara wajar kepada ayahnya. Hal ini terlihat dari

dialog “Guntai no haittara, heiwa no tameni hatarakerun da yo” (jika masuk

militer, aku bekerja untuk perdamaian). Dalam dialog tersebut, Takashi berusaha

menunjukan terdapat suatu kebanggaan jika masuk militer, yaitu bekerja untuk

perdamaian. Alasan ini dikatakan dengan maksud untuk mendapat penerimaan

dari sang ayah. Namun ketika Ryuhei membantahnya, amaeru Takashi berubah

menjadi tidak wajar. Ia berusaha untuk mendominasi hasrat ayahnya sehingga

terjadi adu mulut antara keduanya hingga terjadilah pertengkaran diantara mereka.

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

197

Selain dapat menimbulkan sikap wagamama, kegagalan untuk ber-amaeru

juga dapat menimbulkan sikap dongkol yang menyebabkan pertengkaran. Sikap

dongkol ini dapat dilihat dari perilaku anak kedua Ryuhei, Kenji, ketika keinginan

untuk sekolah piano ditolak. Ryuhei mengetahui bahwa Kenji masuk kursus piano

secara diam-diam. Dalam dialog yang terjadi, Ryuhei ingin meminta penjelasan

dari Kenji atas perbuatannya tersebut. Kenji mengatakan “Chanto hanaseba kiite

kure nante, uso da. Ikurahanasetato otousan, jibun no iken, zettai ni tarinai

janai” (Kau bohong akan mendengarkan jika aku bicara dengan baik. Pendapatku

tidak akan cukupkan?) sebagai alasan dari perbuatannya tersebut. Hal ini

membuat Ryuhei marah sehingga terjadi pertengkaran dan memukul Kenji. Dapat

dilihat dari potongan adegan berikut:

Gambar 5: Kenji dipukul oleh ayahnya

Waktu adegan : 01.08.31

Dialog :

Waktu adegan : 01.08.10 – 01.08.46

Kenji : もうピアノをやらない。だからほっといて(Mou piano wo yaranai.

Dakara hottoite)

Ryuhei : お前がちゃんと話さないから、困るんだ(Omae chanto hanasanai

kara, komarunda)

Kenji : お父さん嘘ばかり(Otousan uso bakari)

Ryuhei : なに? (Nani?)

Kenji :ちゃんと話せば聞いてくれなんって 嘘だ。いくら話せたとお父さ

ん、自分の意見,絶対に足りないじゃない。(Chanto hanaseba kiite

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

198

kure nante, uso da. Ikurahanasetato otousan, jibun no iken, zettai ni

tarinai janai )

Megumi: 辞めて。大丈夫?いいから二階へ行ってなさい(Yamete. Daijoubu?

Iikara, nikai e ittenasai)

Terjemahan

Kenji : Aku tak akan bermain piano lagi, jadi jangan ganggu aku

Ryuhei: Kau tak bisa bicara dengan baik-baik, itu masalahmu

Kenji : Kau bohong

Ryuhei: Apa?

Kenji :Kau bohong akan mendengarkan jika aku bicara dengan baik.

pendapatku tidak akan cukupkan?

Megumi:Hentikan. Kamu tak apa-apa? Tak apa, segera naik kelantai dua

Perilaku Kenji tersebut merupakan perwujudan sikap dongkol karena

kegagalan dari hasratnya untuk menggantungkan diri pada kebaikan atau

amaerunya pada Ryuhei. Keadaan jiwa yang terjadi, dapat dijelaskan dalam

istilah bahasa Jepang sebagai Futekusareru. Sebuah sikap menantang dan kurang

bertanggung-jawab dari kegagalannya dalam perilaku untuk mendapat kebaikan

dari orang lain.

4. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, kepribadian orang Jepang dalam konsep amae

digambarkan selalu berkeinginan untuk mendapatkan kebaikan dan penerimaan

dari orang lain melalui hubungan yang terjalin. Ketika hubungan yang baik telah

terjalin, perasaan untuk terus mengikat dan menjaganya, terkadang hingga harus

melakukan dengan cara yang tidak baik seperti perilaku berbohong. Keinginan

untuk mendapat kebaikan dan penerimaan orang lain ini, ketika tidak terpenuhi,

juga dapat menimbulkan perilaku yang dapat mengakibatkan permasalahan dalam

hubungan keluarga.

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199

199

Daftar Pustaka

Buku :

Doi, Takeo. 1992. Anatomi Dependensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

_________. 1973. The anatomy of dependence. New York : Kodansha

International Ltd

Koeswara.E. 1991. Teori-Teori Kepribadian : psikoanalisis, Behaviorisme,

Humanistik. Bandung : PT. Eresco

Khairuddin. 2008. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta : Liberty

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta.

Jurnal/ Penelitian :

Doi, Takeo. 2004. “Amae and the Western concept of love”. dalam “The Japan

Psychoanalitic Society, Halaman 132-152 (online)

(http://www.jpas.jp/JCTP2004.pdf, diakses pada 20 juni 2016)

Kumagai, Hisa A. 1986. “I” in Amae : ”Passive Love” and Japanese Social

Perception. Dalam Ethos. Vol 14, halaman 305-320. New York : BlackWell

Publishing (online) (http://theholeinfaraswall2.nethouse.ru/static/

doc/0000/0000/0232/232351.513drrkiyo.pdf, diakses pada 30 Juli 2016)

Rhodewalt, Frederick. 2008. “The Fragile Self and Interpersonal Self-Regulation”

dalam Personality and Social Behavior, halaman 49. London: Psychology

Press (online)

(http://www.imd.inder.cu/adjuntos/article/511/Personality%20and%20Social

%20Behavior.pdf, diakses pada 20 juni 2016)

Artikel :

Rottentomatoes, 2009. Tokyo Sonata (online)

(http://www.rottentomatoes.com/m/tokyo_Sonata/, diakses pada 4 oktober

2015)