analisa teks dan konteks le revelateur
DESCRIPTION
Analisa unsur-unsur form seperti suara, editing, sinematografi, struktur naratif, dan makna dari film Le RevelateurTRANSCRIPT
Bima Pringgokusumo 15 September 2014
1120550028
Analisa Film
ANALISA TEKS DAN KONTEKS
FILM LE RÉVÉLATEUR
Le Révélateur adalah sebuah film produksi Perancis tahun 1968. Film ini disutradarai oleh
Philippe Garrel. Film ini adalah film hitam putih, berdurasi sekitar 62 menit, dan merupakan
film bisu.
Dalam menganalisa film ini, saya menggunakan pendekatan analisa teks dan konteks. Analisa
teks adalah analisa film melalui unsur-unsur formnya, seperti suara, editing, sinematografi,
dan struktur naratif. Sementara analisa konteks adalah analisa dari isi film tersebut, seperti
pesan atau makna apa yang ada di dalamnya.
Analisa Teks
Film ini termasuk film bisu, tapi film ini berbeda dengan film bisu pada umumnya, seperti
film bisu yang biasa ditemui pada masa early cinema. Kalau film bisu pada masa early
cinema diputar dengan diiringi musik, film Le Révélateur sama sekali tidak memiliki unsur
suara. Tidak adanya unsur suara sama sekali dalam film ini bagi saya adalah salah satu hal
yang paling mengejutkan. Hal ini memaksa saya untuk terus menyaksikan layar, karena
semua informasi dalam film ini hanya disampaikan kepada penonton melalui media visual.
Selain itu tidak adanya suara sama sekali dalam film ini membuat saya merasakan efek yang
tidak biasa saya temui ketika menonton film dengan suara. Tidak adanya suara membuat
saya mengalami disorientasi ruang dan waktu karena berkurangnya salah satu unsur film
yang dapat membantu penonton menentukan kontinuitas dari satu shot ke shot yang lain.
Di sisi lain, tak adanya suara yang bisa menjadi patokan untuk menentukan kontinuitas justru
seperti membuang batasan antara shot yang satu dengan shot berikutnya. Sebagai penonton
saya menjadi bebas untuk menginterpretasi apakah ada kontinuitas ruang dan waktu atau
tidak antara shot yang satu dengan shot yang berikutnya.
Dari segi editing, film ini memiliki tempo editing yang lambat. Shot-shot yang ada dalam
dalam film ini memiliki durasi yang panjang Gaya editing film ini menggunakan gaya cutting
2
to continuity. Editing hanya digunakan untuk menyambung atau melanjutkan film tanpa
bertujuan untuk memberi intensitas dramatik atau penekanan emosional seperti pada gaya
classical editing.
Pada beberapa bagian ketika terjadi potongan juga sulit dibedakan apakah potongan tersebut
merupakan kelanjutan dari shot sebelumnya, atau merupakan awal dari sebuah adegan baru.
Film ini ditampilkan dalam hitam putih, Menurut saya hal ini adalah pilihan yang disengaja
oleh pembuat filmnya karean pada tahun 1968, penggunaan film berwarna sudah sangat
umum, sehingga sepertinya digunakannya film hitam putih pada film ini merupakan pilihan
artistik dari Phillipe Garrel.
Phillipe Garrell menurut saya berhasil menggunakan media film hitam putih secara maksimal
dengan menciptakan bidang gelap terang dengan memainkan pencahayaan dan bayangan
untuk menciptakan gambar-gambar yang “berbicara”. Misalnya dalam sebuah shot, di bagian
awal ditampilkan suasana luar ruangan di siang hari yang terang, tapi dalam shot yang sama
kamera melakukan panning dan menampilkan gambar yang gelap, yang sama sekali berbeda
suasananya dengan gambar yang ada di awal shot.
Beberapa shot film ini berlokasi di luar ruangan pada saat malam hari dan hanya
menggunakan pencahayaan yang minimal. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
keterbatasan produksi, tapi di sebuah shot justru menghasilkan efek yang menarik. Pada shot
ketika tiga karakter berjalan ke arah kamera, kamera bergerak mundur, dan sumber cahaya
berada dari belakang kamera. Hal ini membuat bayangan ketiga tokoh ini menjadi jatuh di
belakang mereka dan tidak terlihat kamera, sehingga seakan-akan ketiga tokoh ini tidak
memiliki bayangan.
Secara naratif, struktur film ini juga sangat bebas. Beberapa bagian film ini seperti tidak
memiliki plot. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di suatu bagian seperti tak memiliki
hubungan sebab akibat dengan bagian lain. Tapi memasuki sekitar bagian pertengahan film,
mulai tampak seperti ada hubungan sebab akibat. Meskipun begitu, hubungan tersebut tidak
tergambarkan dengan jelas dan sangat tergantung dari interpretasi tiap-tiap penonton.
Struktur naratif yang sangat bebas dan interpretatif ini membuat film ini sulit ditentukan
apakah film ini termasuk film naratif atau bukan. Menurut pemahaman saya pribadi film ini
bukan merupakan film naratif karena yang saya dapatkan setelah menonton film ini bukanlah
cerita dari filmnya, tapi lebih ke apa yang saya rasakan setelah menonton film ini.
3
Analisa Konteks
Film ini mengingatkan saya pada lukisan abstrak, atau mungkin lebih tepatnya sebuah pola
rorscach. Pola rorscach adalah sebuah pola abstrak yang digunakan dalam psikologi sebagai
instrumen untuk mengetahui sifat seseorang. Tak ada makna yang sesungguhnya dari sebuah
pola rorschach, setiap orang yang melihatnya mempunyai interpretasi yang berbeda-beda dari
pola tersebut. Interpretasi itulah yang merupakan gambaran dari kejiwaan orang tersebut.
Begitu juga halnya dengan film ini.
Menurut interpretasi saya, film ini merupakan seorang anak, atau masa kanak-kanak
seseorang. Film ini berusaha menggambarkan pemahaman seorang anak mengenai keadaan
keluarganya, terutama hubungan di antara kedua orang tuanya. Dari sudut pandang orang
dewasa, hubungan antara suami istri, meskipun rumit, sedikit banyak masih bisa diterima
oleh akal sehat. Tapi dari sudut pandang anak-anak, hal tersebut mungkin terlihat sebagai
sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal.
Ada beberapa hal yang membuat saya mengambil kesimpulan kalau cerita ini merupakan
cerita yang dilihat dari sudut pandang anak-anak. Di shot pertama misalnya, si anak
ditempatkan di posisi yang tinggi, di atas lemari, mengawasi perilaku kedua orang tuanya. Si
anak di sini ditampilkan seakan sebagai seorang pengamat.
Selain itu ada pula shot ketika si anak ditempatkan sebagai seorang penonton sementara
kedua orang tuanya berada di atas panggung sandiwara. Menurut saya hal ini jelas sekali
menunjukkan kalau ini menggambarkan bahwa si anak menempatkan diri sebagai seorang
penonton yang menyaksikan “pertunjukan” yang ditampilkan oleh kedua orang tuanya.
Satu hal lagi yang menunjukkan kalau film ini merupakan cerita dari anak tersebut adalah
pada shot ketika ayah, ibu, dan anak, satu demi satu merangkak maju di rerumputan. Dalam
shot ini, si anak menembus “tembok keempat” dan memberi aba-aba kepada kamera untuk
ikut maju mengikuti mereka. Dalam shot ini seakan-akan si anak menunjukkan kalau dia
berkomunikasi langsung kepada penonton dalam menceritakan kisahnya.
Meskipun tidak ada struktur naratif yang jelas dalam film ini, kira-kira ada sebuah cerita yang
bisa saya tangkap dari film ini. Dalam film ini ada tiga karakter, Ayah, Ibu, dan Anak. Tokoh
utama film ini menurut saya adalah Anak dan film ini mengambil sudut pandang Anak dalam
menceritakan kehidupan di keluarganya.
4
Di film ini pada awalnya digambarkan kondisi hubungan antara ketiga anggota keluarga
tersebut. Anak dan Ibu mempunyai hubungan yang dekat. Terasa ada jarak pada hubungan
antara Anak dengan Ayah. Sedangkan hubungan antara Ayah dan Ibu terasa ada ketegangan.
Ketegangan hubungan antara Ayah dan Ibu membuat mereka semakin mengabaikan Anak.
Keluarga itu juga mengalami berbagai masalah yang membuat kehidupan mereka menjadi
penuh kesusahan. Di tengah kesusahan itu, si Anak akhirnya menemukan sesuatu yang bisa
membawanya tidak lagi merasakan masalah yang dilihatnya sehari-hari, meskipun hal itu
akhirnya menjauhkannya dari kedua orang tuanya.