analisa pembangunan pltu suralaya 1x625 mw dengan clean coal-libre

9
i ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU SURALAYA BARU 1X625 MW UNTUK MENUNJANG BEBAN SISTEM KETENAGA LISTRIKAN JAKARTA-BANTEN DALAM SISTEM INTERKONEKSI JAMALI Fadli Yusral Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111 Telp. (031)5947302, 5994251-54 Pes. 1206, 1239, Fax. (031)5931237 Abstrak Kebutuhan energi listrik pada era teknologi sekarang ini merupakan kebutuhan yang sangat penting di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dengan semakin berkembang dan bertumbuhnya perekonomian Indonesia terutama daerah Banten dan Jakarta tentunya secara otomatis berpengaruh terhadap dituntutnya perkembangan dan pertumbuhan sektor ketenagalistrikan di Banten dan Jakarta yang semakin baik. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan juga cadangan gas alam serta transportasi yang kian mahal, maka salah satu pilihan yang diambil adalah dengan menggunakan batubara sebagai energi primer non bbm. Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik, dimana kebutuhan energi listrik yang terus bertambah menyebabkan perlunya pengembangan sistem ketenagalistrikan yang ada. Oleh sebab itu diperlukan pembangunan suatu pembangkit baru, dalam hal ini PLTU Suralaya Baru 1x625MW, sehingga kebutuhan energi listrik khususnya di Banten dan Jakarta dapat terpenuhi dengan baik. Kata kunci : Kebutuhan Energi Listrik, Beban Puncak, PLTU I. PENDAHULUAN Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik, serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional. Mengingat pentingnya energi listrik bagi kehidupan orang banyak dan bagi pembangunan nasional, maka suatu sistem tenaga listrik harus bisa melayani pelanggan secara baik, dalam arti sistem tenaga listrik tersebut aman dan handal. Aman disini mempunyai pengertian bahwa sistem tenaga listrik ini tidak membahayakan manusia dan lingkungannya dan handal mempunyai arti bahwa sistem tenaga listrik ini dapat melayani pelanggan secara memuaskan misalnya dalam segi kontinyuitas dan kualitasnya. II. TEORI PENUNJANG 2.1 Bahan Bakar Batu Bara Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara. Batu bara terdiri atas berbagai campuran karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa pengotoran lain. Sebagian karbon itu tetap padat bilamana dipanaskan, dan sebagian lagi akan berubah menjadi gas dan keluar bersama-sama unsur-unsur gas lainnya. Bagian gas ini mudah terbakar dan menyala terus- menerus serta agak lebih berasap daripada karbon padat yang membara. Kadar air dan debu yang tidak dapat dibakar yang terkandung dalam batu bara, tidak bermanfaat. Batu bara dibagi dalam berbagai kategori dan sub kategori berdasarkan nilai panas karbonnya, dimulai dengan lignit, yang kadar karbon padatnya terendah, melalui berbagai tingkatan batu bara muda, batu bara sub-bituminus, batu bara bituminus, hingga kepada antrasit. 2.2 Pembangkit Tenaga Listrik Secara umum pembangkitan tenaga listrik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :. Berdasarkan metode pembangkitannya, dapat dibedakan menjadi:

Upload: rendra-wijaya

Post on 26-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

analisa pembangunan pltu suralaya

TRANSCRIPT

  • i

    ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU SURALAYA BARU 1X625 MW UNTUK MENUNJANG BEBAN SISTEM KETENAGA LISTRIKAN JAKARTA-BANTEN DALAM

    SISTEM INTERKONEKSI JAMALI

    Fadli Yusral Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga

    Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

    Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111 Telp. (031)5947302, 5994251-54 Pes. 1206, 1239, Fax. (031)5931237

    Abstrak Kebutuhan energi listrik pada era teknologi sekarang ini merupakan kebutuhan yang sangat penting di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dengan semakin berkembang dan bertumbuhnya perekonomian Indonesia terutama daerah Banten dan Jakarta tentunya secara otomatis berpengaruh terhadap dituntutnya perkembangan dan pertumbuhan sektor ketenagalistrikan di Banten dan Jakarta yang semakin baik. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan juga cadangan gas alam serta transportasi yang kian mahal, maka salah satu pilihan yang diambil adalah dengan menggunakan batubara sebagai energi primer non bbm. Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik, dimana kebutuhan energi listrik yang terus bertambah menyebabkan perlunya pengembangan sistem ketenagalistrikan yang ada. Oleh sebab itu diperlukan pembangunan suatu pembangkit baru, dalam hal ini PLTU Suralaya Baru 1x625MW, sehingga kebutuhan energi listrik khususnya di Banten dan Jakarta dapat terpenuhi dengan baik.

    Kata kunci : Kebutuhan Energi Listrik, Beban Puncak, PLTU

    I. PENDAHULUAN Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan

    akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik, serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional.

    Mengingat pentingnya energi listrik bagi kehidupan orang banyak dan bagi pembangunan nasional, maka suatu sistem tenaga listrik harus bisa melayani pelanggan secara baik, dalam arti sistem tenaga listrik tersebut aman dan handal. Aman disini mempunyai pengertian bahwa sistem tenaga listrik ini tidak membahayakan manusia dan lingkungannya dan handal mempunyai arti bahwa sistem tenaga listrik ini dapat melayani pelanggan secara memuaskan misalnya dalam segi kontinyuitas dan kualitasnya.

    II. TEORI PENUNJANG 2.1 Bahan Bakar Batu Bara

    Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara. Batu bara terdiri atas berbagai campuran karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa pengotoran lain. Sebagian karbon itu tetap padat bilamana dipanaskan, dan sebagian lagi akan berubah menjadi gas dan keluar bersama-sama unsur-unsur gas lainnya. Bagian gas ini mudah terbakar dan menyala terus-menerus serta agak lebih berasap daripada karbon padat yang membara. Kadar air dan debu yang tidak dapat dibakar yang terkandung dalam batu bara, tidak bermanfaat.

    Batu bara dibagi dalam berbagai kategori dan sub kategori berdasarkan nilai panas karbonnya, dimulai dengan lignit, yang kadar karbon padatnya terendah, melalui berbagai tingkatan batu bara muda, batu bara sub-bituminus, batu bara bituminus, hingga kepada antrasit. 2.2 Pembangkit Tenaga Listrik

    Secara umum pembangkitan tenaga listrik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :. Berdasarkan metode pembangkitannya, dapat

    dibedakan menjadi:

  • 2

    a. Metode pembangitan dengan konversi langsung (direct energy conversion), yaitu terbangkitnya energi listrik (dari energi primer) terjadi secara langsung, tanpa keterlibatan bentuk energi lain sebagai antara (medium)

    b. Metode pembangkitan dengan konversi tak langsung (indirect energy conversion), yaitu terbangkitnya energi listrik (dari energi primer) berlangsung dengan cara melibatkan suatu bentuk energi lain. Bila energi lain yang berfungsi sebagai medium ini tidak ada, maka tidak akan terbangkit energi listrik.

    Berdasarkan proses pembangkitannya, dapat dibedakan menjadi :

    a. Pembangkit non thermal, yaitu pembangkit yang dalam pengoperasiannya tanpa melalui proses thermal atau pemanasan.

    b. Pembangkit thermal, yaitu pembangkit yang dalam pengoperasiannya melalui proses thermal atau pembakaran.

    2.3. Sistem Kerja PLTU Batu Bara

    Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama.

    Secara umum, parameter kualitas batubara yang sering digunakan adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan, di samping parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dll), analisis komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion temperature). 2.3.1 Pengolahan batu bara Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah disebut batu bara tertambang run-of mine (ROM). Batu bara tersebut seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu bara dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian, pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara juga disebut pencucian batu bara (coal benification atau coal washing) yang mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu. Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara tertambang mentah dipecahkan dan kemudian

    dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode pemisahan media padatan. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk magnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan. Sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah. 2.3.2 Pengangkutan batu bara

    Cara pengankutan batu bara ke tempat batu bara tersebut akan digunakan tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, umumnya batu bara diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara diangkut menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana batu bara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa. Disamping itu, pengangkutan batu bara juga bisa dilakukan dengan menggunakan kapal laut. 2.3.3 Sistem pembakaran batu bara bersih

    Adapun prinsip kerja PLTU itu adalah batu bara yang akan digunakan/dipakai dibakar di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan NOx yang rendah. Batu bara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras, kemudian dimasukkan ke wadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi dengan bantuan udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa, akibatnya butir batu bara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan butir-butir batu bara yang mengambang. Selain mengambang butir batu bara itu juga bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik sehingga butir itu habis terbakar. 2.3.4 Proses terjadinya energi listrik

    Pembakaran batu bara ini akan menghasilkan uap dan gas buang yang panas. Gas buang itu berfungsi juga untuk memanaskan pipa boiler yang berada di atas lapisan mengambang. Gas buang selanjutnya dialiri ke pembersih yang di dalamnya terdapat alat pengendap abu setelah gas itu bersih lalu dibuang ke udara melalui cerobong. Sedangkan uap dialiri ke turbin yang akan menyebabkan turbin bergerak, tapi karena poros turbin digandeng/dikopel dengan poros generator akibatnya gerakan turbin itu akan menyebabkan pula gerakan generator sehingga dihasilkan energi listrik. Uap itu kemudian dialiri ke kondensor sehingga berubah

  • 3

    menjadi air dan dengan bantuan pompa air itu dialiri ke boiler sebagai air pengisi.

    PLTU ini dilengkapi dengan presipitator elektro static yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel yang akan keluar cerobong dan alat pengolahan abu batu bara. Sedang uap yang sudah dipakai kemudian didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan air yang dialirkan ke dalam boiler. Pada waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya begitu cepat, sehingga mengakibatkan kondensor menjadi panas. Sedang untuk mendinginkan kondensor bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat dengan sumber air yang banyak seperti di tepi sungai atau tepi pantai. 2.4 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk mengetahui akan kebutuhan listrik di tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode regresi dan metode DKL 3. Metode regresi adalah suatu metode dengan menggunakan model matematik. 2.4.1 Metode Regresi Linear berganda

    Dalam Metode Regresi linear berganda diperlukan faktor/parameter yang akan dijadikan acuan dalam perhitungan. Dalam peramalan kebutuhan energi listrik parameter-parameter yang dipakai adalah sebagai berikut :

    1. Pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga (X1) 2. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang usaha (X2) 3. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang publik (X3) 4. Pertumbuhan jumlah pelanggan industri (X4) 5. Pertumbuhan jumlah penduduk (X5) 6. Peningkatan PDRB suatu wilayah (X6) 7. Energi listrik terjual (Y)

    Nilai matriks dicari melalui persamaan 2.1: XYXX 1)'( = ...............................................(2.1)

    Matriks Y akan dapat dihitung dengan memasukkan nilai pada persamaan 2.2. Yi =0 + 1x1i + 2x2i +.....+ kxki ..................................(2.2) 2.5 Energi Produksi Perkiraan energi produksi ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

    EPTt = ( )tt t PSLTETS

    +1 ...............................(2.3) Dimana : EPTt = Energi produksi pada tahun t (GWh) ETSt = Energi terjual PLN total pada tahun t

    (GWh) LTt = Rugi-rugi transmisi dan distribusi pada

    tahun t (%) PSt = Pemakaian sendiri pada tahun t (%) 2.6 Beban Puncak Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik, sehingga dengan diketahui besar beban puncak, maka akan dapat diperhitungkan produksi atau kapasitas terpasang yang harus tersedia.

    Perkiraan beban puncak ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    BPt = t

    t

    xLF

    EPT

    76,8......................................(2.4)

    Dimana : BPt = Beban puncak pada tahun t EPTt = Energi produksi pada tahun t LFt = Faktor beban pada tahun t

    III. KONDISI KETENAGALISTRIKAN DI BANTEN DAN JAKARTA

    3.1 Sistem Ketenagalistrikan Banten Kebutuhan tenaga listrik daerah Banten dilayani dari energi transfer dari sistem interkoneksi Jawa Madura - Bali (JAMALI) sebagai pemasok utama melalui jaringan SUTET (500 kV), dan SUTT (150 dan 70 kV), serta oleh pembangkitan sendiri (PLTU Suralaya), dan pembangkit sewa (PLTD). Tenaga listrik ini disalurkan kepada pelanggan melalui jaringan SUTT, JTM dan JTR. 3.1.1 Kapasitas Pembangkit Listrik di Propinsi Banten

    Hingga saat ini di propinsi Banten terdapat 8 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), 1 PLTUdan 1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). Data-data mengenai pembangkit-pembangkit tersebut diberikan pada Tabel 3.1 berikut.

    Tabel 3.1 Data Pembangkit di Banten Tahun 2008

    JML UNIT

    DAYA ( MW )

    URAIAN

    TERPASANG MAMPU

    - PLTU 8 3400 3200 -PLTU KDL 1 80-100 80

    - PLTG 1 750 570

    TOTAL 10 4250 3850 Sumber: Statistik Kelistrikan Banten Tahun 2008 3.1.1 Konsumsi Energi Listrik

    Konsumsi energi listrik di Banten menunjukkan pemakaian yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap tahunnya dan semakin berkembangnya sektor industri. Sektor rumah tangga merupakan sektor yang paling banyak pelanggannya diikuti dengan sektor komersil, publik dan industri. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 3.1

    Sumber: Statistik Kelistrikan Banten tahun 2008

  • 4

    3.1.2 Daya Tersambung Sampai dengan tahun 2008, daya tersambung di

    APJ Banten sebesar 1.687,60 MVA. Nilai ini didapatkan dari jumlah pelanggan per sektor sebagai berikut: Rumah Tangga 438,57 MVA, bisnis 110,24 MVA, gedung pemerintahan 12,87 MVA,jalan 10,25MVA dan Industri 1093,42MVA. Pada sektor publik, daya yang tersambung masih terbilang kecil. Hal ini disebabkan provinsi Banten adalah wilayah yang baru berdiri tahun 2002. Dan sebagian besar wilayahnya masih pedesaan. Sedangkan untuk sektor industri, daya yang tersambung sudah cukup besar. Ini disebabkan di Banten terdapat wilayah yang memang dikhususkan untuk industri-industri besar dan jumlahnya yang tidak sedikit, yaitu wilayah kota Tangerang. Pertumbuhan daya tersambung pada APJ Banten selama kurun waktu 2000 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.2

    Tabel 3.2

    Sumber: Statistik Kelistrikan Banten taun 2008 3.1.3 Penjualan Tenaga Listrik Penjualan tenaga listrik di APJ Banten terus meningkat. Walaupun jumlah kenaikannya relatif berbeda setiap tahunnya. Ini dapat terlihat pada Tabel 3.3 di bawah ini, dimana pada tahun 2006 penjualan tenaga listrik meningkat 132,47 GWh dari tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2007 terjadi peningkatan penjualan yang sama dari sebelumnya dengan nilai 132,47 GWh dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2008, penjualan tenaga listrik mengalami loncatan peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 324,71 GWh dari tahun 2007.

    Tabel 3.3 Penjualan Tenaga Listrik (GWh) APJ Banten

    Tahun 2000 2008

    Sumber: Statistik Kelistrikan Banten tahun 2008

    3.2 Sistem Ketenagalistrikan Jakarta PT. PLN (Persero) menempatkan kantor

    Distribusi Jakarta & Tangerang sebagai sarana untuk mengatur sistem ketenaga listrikan di wilayah DKI Jakarta. Distribusi Jakarta & Tangerang memiliki 36 area pelayanan pelanggan, 4 area jaringan, dan 1 area pengatur distribusi.

    Tabel 3.4 Kantor-kantor Area Distribusi Jakarta & Tangerang

    Area Pelayanan Distribusi Jakarta & Tangerang Area

    Pelayanan Menteng

    Area Pelayanan Marunda

    Area Pelayanan

    Grogol

    Area Pelayanan Cikokol

    Area Pelayanan Cempaka

    Putih

    Area Pelayanan

    Cengkareng

    Area Pelayanan Bandengan

    Area Pelayanan Serpong

    Area Pelayanan Gunung Sahari

    Area Pelayanan

    Cikupa

    Area Pelayanan

    Kapuk

    Area Pelayanan Sepatan

    Area Pelayanan Bulungan

    Area Pelayanan

    Curug

    Area Pelayanan

    Teluk Naga

    Area Pelayanan

    Cinere

    Area Pelayanan Kalideres

    Area Pelayanan

    Kebun Jeruk

    Area Pelayanan

    Cisoka

    Area Pelayanan Ciledug

    Area Pelayanan

    Condet

    Area Pelayanan Pamulang

    Area Pelayanan Lenteng Agung

    Area Pelayanan

    Ciputat

    Area Pelayanan Ciracas

    Area Pelayanan Mampang

    Area Pelayanan

    Pasar Minggu

    Area Pelayanan Bintaro

    Area Pelayanan

    Pondok Gede

    Area Pelayanan Kampung Melayu

    Area Pelayanan Pondok Kopi

    Area Pelayanan Kalimalang

    Area Pelayanan

    Rawamangun

    Area Pelayanan

    Sunter

    Area Pelayanan Pondok Ungu

    Area Jaringan Gambir

    Area Jaringan Kebayoran

    Area Jaringan

    Tangerang

    Area Jaringan Kramat

    Jati

    Area Pengatur Distribusi

    3.2.1 Konsumsi Energi Listrik

    Provinsi DKI Jakarta memiliki luas wilayah yang lebih kecil daripada provinsi Banten. Namun dari segi kepadatan penduduk, Jakarta memiliki jumlah yang lebih banyak. Selain itu penduduk Jakarta kehidupannya lebih maju dari pada Banten. Ini terlihat dari Tabel 3.5, dimana konsumsi energi listrik jauh lebih banyak dari pada provinsi Banten.

  • 5

    Tabel 3.5 Konsumsi Energi Listrik Kelompok Konsumen

    DKI Jakarta Tahun 2004 2008

    Sumber: Statistik Kelistrikan DKI Jakarta tahun 2008 3.2.2 Daya Tersambumg Statistik nilai daya tersambung daerah DKI Jakarta secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.6.

    Tabel 3.6 Data MVA Tersambung DKI Jakarta Tahun 2002-2008

    Sumber: Statistik Kelistrikan DKI Jakarta tahun 2008

    IV. ANALISA PERTUMBUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI BANTEN DAN JAKARTA DAN PEMBANGUNAN PLTU SURALAYA BARU

    1 X 625 MW 4.1 Kondisi Kelistrikan Propinsi Banten

    Rencana pembangunan ketenagalistrikan di Provinsi Banten sangat berkaitan dengan rencana pembangunan di Provinsi Banten. Pengembangan kawasan industri terpadu di wilayah Tangerang, Cilegon dan Bojonegara merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan kebutuhan listrik. Pertumbuhan PDRB dan jumlah penduduk juga menjadi faktor penting dalam mengantisipasikondisi ketenagalistrikan di Provinsi Banten.

    Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Banten diperkirakan tumbuh dengan laju rata-rata 5,7% pertahun dengan asumsi pertumbuhan disetiap sektor bervariasi antara 5-7,7% per tahun, kebutuhan tenaga listrik sektor usaha (termasuk didalamnya untuk Pelabuhan Bojonegara), maka kebutuhan tenaga listrik netto (pasokan Bruto) pada tahun 2020 mencapai 29,93(* TWh, dengan kata lain seluruh produksi PLTU Suralaya sudah tidak mencukupi lagi.

    Kurva beban puncak Banten dan DKI Jakarta

    4.2 Waktu Pelaksanaan & Lokasi PLTU Suralaya Baru Pekerjaan pembangunan PLTU Suralaya Baru direncanakan akan dimulai Maret 2007 dan diselesaikan dengan target 36 bulan sehingga pada tahun 2010 PLTU Suralaya Baru dapat mulai beroperasi. Lokasi Proyek Proyek PLTU 1 Banten, Suralaya Unit 8, terletak di sebelah timur PLTU Suralaya Unit 1 s/d 7 eksisting, Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Merak, Kotamadya Cilegon, Propinsi Banten. ,

    Peta Lokasi PLTU Suralaya Baru

    Schedule pembangunan PLTU Suralaya Baru 1 x 625MW

    4.3 Lay Out PLTU Suralaya Baru Tata letak komponen PLTU suralaya baru 1x625 MW yaitu :

    a. Jetty merupakan dermaga atau tempat merapat kapal laut pengangkut batubara di PLTU Suralaya Baru. Kedalaman dermaga ini adalah 18 m dari dasar laut, sehingga memungkinkan kapal-kapal besar merapat. Pada Suralaya Unit 1 dan ini ada dua Jetty yaitu jetty A dan Jetty B . Tiap Jetty mempunyai empat buah Doc Mobil Hopper yang fungsinya untuk memindahkan batubara dari kapal ke Belt Conveyor. Doc Mobil Hopper dapat diubah-ubah posissinya sesuai dengan posisi kapal, hal ini dikontrol oleh operator di Coal Unloading

    b. Coal Pile (Tempat Penampungan Batubara) pengiriman batubara ke plant dilakukan dengan menggunakan dua buah kapal laut yang berkapasitas sekitar 43.000 ton, yang kemudian akan ditampung di Coal Pile dengan kapasitas 670.000 ton untuk

  • 6

    selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Sebelum digunakan sebagai bahan bakar, batubara akan melalui beberapa proses yaitu Stacking, Reclaiming dan Processing.

    c. Boiler adalah Dalam power plant, energi secara terus menerus diubah dari satu bentuk ke bentuk lain untuk menghasilkan listrik. Komponen yang mengawali perubahan dan pengaliran energi disebut boiler. Definisi boiler sendiri sebagai suatu komponen pada power plant adalah suatu bejana tertutup yang secara efisien mampu mengubah air menjadi steam dengan bantuan panas dari proses pembakaran batubara. Jika dioperasikan dengan benar, boiler secara efisien dapat mengubah air dalam volume yang besar menjadi steam yang sangat panas dalam volume yang lebih besar lagi. Jenis boiler yang digunakan pada PLTU Suralaya unit 1 adalah Drum Type Boiler, yang memungkinkan terjadinya sirkulasi sebagian air dalam boiler secara terus menerus. Pengoperasian Drum Type Boiler yang efisien dan aman sangat tergantung pada sirkulasi air yang konstan di beberapa komponen steam circuit, diantaranya Economizer, Steam Drum dan Boiler Water Circulaating Pump.

    d. Turbin, konversi energi terjadi pada Turbine Blades, Turbin mempunyai susunan Blade bergerak berselang seling dengan Blade tetap. Steam akan masuk ke Turbin dan dialirkan langsung ke Turbin Blades, Blades bergerak dan bekerja untuk mengubah energi thermal dalam Steam menjadi energi mekanis berotasi, yang menyebabakan rotor Turbin berputar, perputaran rotor ini akan menggerakkkan Generator dan akhirnya energi mekanik menjadi energi listrik. Hubungan peralatan serta prinsip kerja dari Turbin ditunjukkan pada bagian bagian dari Turbin:

    Nozel, berfungsi untuk merubah energi (pipa pancar) potensial menjadi energi kinetik dari steam. Blades,berfungsi untuk merubah tenaga kecepatan menjadi tenaga putar. Disck (roda turbin), berfungsi untuk meneruskan tenaga putar turbin kepada pesawat yang digerakkan. Tenaga yang dihasilkan adalah tenaga makanis steam.

    a. Water Treatment Plant adalah tempat pengolahan air yang akan dipergunakan untuk pengisian air ketel (boiler) harus dijaga mutunya untuk menghindari scalling dan korosi. Setelah air laut ditawarkan menggunakan desalination plant, kemudian dilakukan pengolahan air tawar menjadi air

    ketel dengan menggunakan bahan kimia, diantaranya larutan hydrazine.

    Rencana Letak Komponen PLTU suralaya baru 1x625 MW

    4.3 Analisa Perbandingan Peramalan Konsumsi Energi antara Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01 Adapun analisa ini akan membahas tentang penghitungan perkiraan kebutuhan energi listrik provinsi Banten, sehingga akan didapat hasil perhitungan kebutuhan energi listrik sampai tahun 2034.

    Dari hasil peramalan dengan metode regresi linier berganda diperoleh bahwa laju pertumbuhan rata-rata konsumsi energi dalam kurun waktu 10 tahun sebesar 6,5 % per tahun, sedangkan dengan metode DKL 3.01 laju pertumbuhannya rata-rata sebesar 4.3 % per tahun. Hasil perhitungan konsumsi energi dengan metode regresi lebih tinggi dari metode DKL. Namun pada tahun 2010, Metode DKL mengeluarkan hasil yang lebih tinggi dari metode regresi. Proyeksi konsumsi energi listrik antara regresi berganda dan DKL 3.01 dapat dilihat pada Tabel 4.1

    Tabel 4.1 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara Regresi

    Linier Berganda Dengan DKL 3.01 (GWh)

    Tahun Regresi DKL

    2009 6.348,9 6.154,072010 6.601,6 6.505,882011 6.852,4 6.865,882012 7.105,1 7.248,602013 7.355,9 7.656,352014 7.803,8 8.091,812015 7.861,2 8.558,032016 8.112,1 9.058,522017 8.364,7 9.597,412018 8.615,6 10.179,432019 8.868,2 10.810,162020 9.120,7 11.496,052021 9.358,5 12.244,652022 9.609,3 13.064,872023 9.858,3 13.967,092024 10.109 14.963,562025 10.360 16.068,662026 10.609 17.299,372027 10.860 18.675,682028 11.111 20.221,22

  • 7

    2029 11.360 21.963,922030 11.610 23.936,792031 11.859 26.178,902032 12.110 28.736,542033 12.361 31.664,552034 12.610 35.027,92

    Grafik Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01 (GWh)

    0,005.000,00

    10.000,0015.000,0020.000,0025.000,0030.000,0035.000,0040.000,00

    2009 2013 2017 2021 2025 2029 2033

    Tahun

    Ko

    nsu

    msi

    En

    erg

    i L

    istr

    ik(G

    wh

    )

    Regresi

    DKL

    Grafik Proyeksi Konsumsi energy listrik antara

    Regresi LinearBergandan dengan DKL 3.01

    4.4 Analisa Produksi Energi Listrik Banten dan Jakarta Dari hasil analisa diperoleh hasil perhitungan

    produksi energi listrik di Banten dan Jakarta sampai tahun 2020 sebagai berikut :

    Provinsi Banten Tabel 4.4

    Peramalan Produksi Energi Listrik Provinsi Banten sampai tahun 2020

    Tahun Energi Produksi

    Energi Terjual

    (GWh) (GWh)

    2008 7256 6,458 2009 7514 6,688 2010 7772 6,918 2011 8030 7,148 2012 8288 7,378 2013 8546 7,608 2014 8804 7,838 2015 9062 8,068 2016 9320 8,298 2017 9578 8,528 2018 9836 8,758 2019 10094 8,988 2020 10352 9,218

    Provinsi DKI Jakarta

    Tabel 4.5 Peramalan Produksi Energi Listrik DKI Jakarta Sampai

    Tahun 2020 Tahun Energi

    Produksi Energi Terjual

    (GWh) (GWh) 2008 34998 29714 2009 36970 31388

    2010 38942 33062 2011 40914 34736 2012 42886 36410 2013 44858 38084 2014 46830 39758 2015 48802 41432 2016 50774 43106 2017 52746 44780 2018 54718 46454 2019 56690 48128 2020 58662 49802

    Tabel 4.6

    Peramalan Produksi Energi Listrik Banten dan Jakarta sampai tahun 2020

    Tahun Energi Produksi

    Energi Terjual

    (GWh) (GWh)

    2008 42,255 36,172 2009 44,485 38,076 2010 46,804 40,055 2011 49,064 41,984 2012 51,338 43,926 2013 53,613 45,867 2014 55,887 47,809 2015 58,162 49,750 2016 60,436 51,692 2017 62,711 53,633 2018 64,985 55,575 2019 67,260 57,516 2020 69,534 59,458

    4.5 Analisa Pertumbuhan Beban Puncak Banten

    dan Jakarta Dari hasil analisa maka akan diperoleh hasil

    perhitungan beban puncak di Banten dan Jakarta sampai tahun 2020, dimana beban puncak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

    Provinsi Banten Tabel 4.7

    Peramalan Beban Puncak Provinsi Banten Sampai Tahun 2020

    Tahun Energi Produksi (GWh)

    Beban Puncak (MW)

    2008 7256 1762 2009 7514 1824 2010 7759 1883 2011 7986 1938 2012 8192 1989 2013 8373 2033 2014 8525 2069 2015 8642 2098 2016 8719 2116 2017 8749 2124 2018 8810 2131

  • 8

    2019 8864 2138 2020 8917 2145

    Provinsi DKI Jakarta

    Tabel 4.8 Peramalan Beban Puncak DKI Jakarta

    Sampai Tahun 2017 Tahun Energi

    Produksi (GWh)

    Beban Puncak (MW)

    2008 34998 4,615 2009 36970 5,051 2010 38942 5,487 2011 40914 5,923 2012 42886 6,359 2013 44858 6,795 2014 46830 7,231 2015 48802 7,667 2016 50774 8,103 2017 52746 8,539 2018 54718 8,975 2019 56690 9,411 2020 58662 9,847

    Dari hasil peramalan beban puncak tersebut, maka didapat hasil peramalan beban puncak Banten dan Jakarta sebagai berikut :

    Tabel 4.9 Peramalan Beban Puncak Banten dan Jakarta

    Sampai Tahun 2020 Tahun Energi

    Produksi (GWh)

    Beban Puncak (MW)

    2008 42,255 6376 2009 44,485 6875 2010 46,715 7370 2011 48,945 78612012 51,175 8348 2013 53,405 8828 2014 55,635 9300 2015 57,865 9765 2016 60,095 10219 2017 62,325 10663 2018 64,555 11106 2019 66,785 11549 2020 69,015 11632

    Dari peramalan kebutuhan energi listrik di

    atas dapat disusun neraca daya system Banten dan Jakarta sebagai berikut :

    Tabel 4.10 Neraca Daya Banten dan Jakarta Sampai Tahun 2020

    Tahun Beban Puncak (MW)

    Kapasitas sistem (MW)

    Kapasitas Cadangan

    sistem (%)

    2008 6376 10155.58 37.21 2009 6875 10155.58 32.8

    2010 7370 10155.58 27.42 2011 7861 10155.58 22.59 2012 8348 10155.58 17.695 2013 8828 10155.58 12.7712014 9300 10155.58 7.847 2015 9765 10155.58 2.923 2016 10219 10155.58 -2.001 2017 10663 10155.58 -6.925 2018 11106 10155.58 -11.849 2019 11549 10155.58 -16.773 2020 11632 10155.58 -21.697

    Tabel 4.11

    Neraca Daya Banten dan Jakarta Sampai Tahun 2020 Dengan Penambahan

    PLTU Suralaya Baru 1x625MW Tahun Beban

    Puncak (MW)

    Kapasitas sistem (MW)

    Kapasitas Cadangan

    sistem (%)

    2008 6376 10155.58 37.21 2009 6875 10155.58 32.8 2010 7370 10155.58 27.42 2011 7861 10780.58 27.08 2012 8348 10780.58 22.58 2013 8828 10780.58 18.11 2014 9300 10780.58 13.62 2015 9765 10780.58 9.135 2016 10219 10780.58 4.65 2017 10663 10780.58 0.165 2018 11106 10780.58 -4.32 2019 11549 10780.58 -8.805 2020 11632 10780.58 -13.29 Pada Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa sampai

    tahun 2017 kebutuhan energi listrik di Banten dan Jakarta dari tahun ke tahun mengalami penambahan, sedangkan kapasitas sistem yang ada dari tahun 2008 adalah sebesar 10155,58 MW. Kebutuhan energi listrik pada tahun 2013 mencapai 8828MW dan tahun 2017 sebesar 10663MW, dimana kapasitas cadangan sistem telah mengalami defisit. Artinya pada tahun 2015 tersebut harus sudah diperlukan penambahan pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Banten dan Jakarta.

    Untuk itu, pengoperasian PLTU Suralaya Baru 1 x 625 MW sangat perlu dilakukan untuk mengatasi krisis energi listrik di Banten dan Jakarta sebelum kapasitas sistem cadangan mengalami defisit. Yaitu dimulai pada tahun 2015. Pembangunan PLTU tersebut memakan waktu kurang lebih tiga tahun sehingga sudah dapat dioperasikan pada awal tahun 2011. Pada Tabel 4.24 diperlihatkan neraca daya Banten dan Jakarta setelah adanya pembangunan PLTU Suralaya Baru 1 x 625 MW. Dimana dengan pengoperasian pembangkit tersebut pada tahun 2011, kapasitas cadangan sistem yang semula hanya 22,59 % menjadi 27,08 %. Sehingga kebutuhan energi listrik di Banten

  • 9

    dan Jakarta dapat terpenuhi walaupun hanya dapat memenuhi hingga tahun 2015.

    5.1. Kesimpulan

    Dari hasil pembahasan dan analisa, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

    1. Kebutuhan Energi listrik yang ada di wilayah provinsi Banten dan DKI Jakarta hingga tahun 2008 masih dapat terpenuhi oleh pembangkit-pembangkit sistem interkoneksi JAMALI. Namun setidaknya pada 5 tahun ke depan, yaitu tahun 2015, kebutuhan listrik akan meningkat hingga kapasitas pembangkit sudah tidak mampu lagi menyuplai. Dan hal tersebut akan terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya.

    2. Lokasi pembangunan PLTU yang berada di tepi laut akan memudahkan sistem distribusi bahan bakar batubara yang penyediaannya dilakukan dengan menggunakan transportasi laut, dimana jumlah batubara yang dibutuhkan adalah 78,018 juta ton dalam setahun. Selain itu pembangunan PLTU Banten I Suralaya Baru yang dimulai pada tahun 2007 dan selesai kurang lebih tiga tahun, akan dapat segera memenuhi kebutuhan listrik Banten dan Jakarta sebelum terjadi defisit.

    3. Setelah adanya pembangunan PLTU Banten I suralaya baru pada tahun 2010, maka kebutuhan energi listrik di Banten dan Jakarta yang terus meningkat sampai tahun 2017 dapat dipenuhi.

    DAFTAR PUSTAKA 1. Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

    Energi,Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi, Sosialisasi Undang-Undang Tentang Energi, Surabaya, 14 Oktober 2008

    2. Djiteng Marsudi Ir, 2005, Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga, Jakarta.

    3. Djoko Santoso Ir, 2006, Pembangkitan Tenaga Listrik, Diktat Kuliah, Teknik Elektro ITS, Surabaya

    4. Ferianto Raharjo, 2007, Ekonomi Teknik Analisis Pengambilan Keputusan, ANDI, Yogyakarta.

    5. BPS Propinsi Banten,2009 6. Departemen ESDM, RUKN 2008, Jakarta 2008. 7. Syariffuddin, Mahmudsyah, 2008, Energi

    Batubara, Surabaya. 8. http:/www.bappedabanten/bantendalama

    ngka2008.html 9. http://www.esdm.go.id/renew.html 10. http://202.106.220.3/statistik/tahunan.asp? 11. PT PLN , Revisi RUPTL 2008-2018, Jakarta 2008. Peraturan Menteri ESDM No. 269-12/26/600.3/2008 tentang Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik Propinsi di Indonesia

    BIOGRAFI PENULIS

    Fadli Yusral lahir di Payakumbuh pada tanggal 25 November 1984. Setelah lulus dari SMUN 2 Payakumbuh, penulis melanjutkan studi di Politeknik Negeri Padang dan lulus pada tahun 2006. Setelah lulus D3, penulis melanjutkan studi ke jenjang strata 1 (S1) melalui program lintas jalur di jurusan Teknik Elektro ITS, bidang studi Teknik Sistem Tenaga.