analisa kinerja keuangan terhadap indeks...

9
ANALISA KINERJA KEUANGAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KOTA DI SUMATERA BAGIAN TENGAH Desi Handayani 1) , Fera Sriyunianti 2) 1,2) Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Padang, Padang Kampus Limau Manis Padang mail : [email protected] 1) , [email protected] 2) Abstrak Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perataan distribusi pendapatan serta penciptaan kesejahteraan masyarakat haruslah diimbangi dengan pemerataan di setiap daerah. Pengelolaan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien dan efektif serta mampu memenuhi value for money,partisipatif, transparan, akuntabilitas dan adil mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan indeks pembangunan manusianya serta memakmurkan daerahnya. Perkembangan ekonomi dan kependudukan yang terjadi di Sumatera bagian tengah berpengaruh terhadap konstelasi perekonomian nasional. Namun jumlah penduduk miskin masih memenuhi persentase yang banyak. Pertumbuhan yang tinggi terpusat di perkotaan seperti Kota Batam, Kota Pekanbaru, Kota Padang dan Kota Jambi. Kota-kota tersebut merupakan pusat aktivitas ekonomi di Wilayah Sumatera Bagian Tengah dengan kontribusi sebesar 50 persen terhadap total ekonomi Wilayah Sumatera Bagian Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja keuangan daerah yang diukur dari rasio keuangan (Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efekivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kabupaten/kota pada 3 Provinsi di Sumatera Bagian Tengah tahun 2011-2013. Yaitu Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Dari rasio dilakukan pemeringkatan kinerja keuangan pemerintah kabupaten kota di wilayah Sumatera bagian tengah. Analisis terhadap kinerja keuangan dapat digunakan untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya meningkatkan IPM dan memakmurkan daerah. IPM digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam hal penyediaan layanan publik. Data diperoleh dari BPS dan Laporan Keuangan Pemda. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Rasio Derajat Desentralisasi berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan tiga variabel independen lain lain tidak berpengaruh terhadap IPM. Penelitian ini memiliki keterbatasan data pada pemerintahan daerah kabupaten kota. Kata Kunci: Kinerja Keuangan Daerah, IPM, layanan publik, rasio keuangan. 1. Pendahuluan Pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal dan kewenangan daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Khusaini, 2006). Unsur penting dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai instrumen kebijakan, APBD mendukung posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Kinerja anggaran pemerintah daerah selalu dikaitkan dengan bagaimana unit kerja pemerintah daerah dapat mencapai tujuan kerja dengan alokasi anggaran yang tersedia (Ekawarna, Sam. dan Rahayu., 2009). Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD (Halim dan Kusufi, 2012). Untuk menjalankan pemerintahan yang diemban langsung oleh daerah, tentunya akan sangat bertopang dengan pendapatan daerah itu sendiri. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, daerah akan mampu memenuhi dan membiayai keperluan yang diharapkan oleh masyarakat (Christy dan Adi, 2009). Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah hendaknya mampu mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif seperti melakukan 71 National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

Upload: others

Post on 29-Jan-2020

27 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

ANALISA KINERJA KEUANGAN TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KOTA

DI SUMATERA BAGIAN TENGAH

Desi Handayani1)

, Fera Sriyunianti 2)

1,2)

Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Padang, Padang

Kampus Limau Manis – Padang

mail : [email protected])

, [email protected])

Abstrak Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perataan distribusi pendapatan serta penciptaan kesejahteraan

masyarakat haruslah diimbangi dengan pemerataan di setiap daerah. Pengelolaan daerah yang dilakukan secara

ekonomis, efisien dan efektif serta mampu memenuhi value for money,partisipatif, transparan, akuntabilitas dan

adil mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan indeks pembangunan manusianya serta

memakmurkan daerahnya. Perkembangan ekonomi dan kependudukan yang terjadi di Sumatera bagian tengah

berpengaruh terhadap konstelasi perekonomian nasional. Namun jumlah penduduk miskin masih memenuhi

persentase yang banyak. Pertumbuhan yang tinggi terpusat di perkotaan seperti Kota Batam, Kota Pekanbaru,

Kota Padang dan Kota Jambi. Kota-kota tersebut merupakan pusat aktivitas ekonomi di Wilayah Sumatera

Bagian Tengah dengan kontribusi sebesar 50 persen terhadap total ekonomi Wilayah Sumatera Bagian Tengah.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja keuangan daerah yang diukur dari rasio

keuangan (Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian

Keuangan Daerah, Rasio Efekivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) di kabupaten/kota pada 3 Provinsi di Sumatera Bagian Tengah tahun 2011-2013. Yaitu Sumatera Barat,

Riau, dan Jambi. Dari rasio dilakukan pemeringkatan kinerja keuangan pemerintah kabupaten kota di wilayah

Sumatera bagian tengah. Analisis terhadap kinerja keuangan dapat digunakan untuk mendorong dan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya meningkatkan IPM dan memakmurkan daerah. IPM

digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam hal penyediaan layanan publik.

Data diperoleh dari BPS dan Laporan Keuangan Pemda.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Rasio Derajat Desentralisasi berpengaruh terhadap

Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan tiga variabel independen lain lain tidak berpengaruh terhadap

IPM. Penelitian ini memiliki keterbatasan data pada pemerintahan daerah kabupaten kota.

Kata Kunci: Kinerja Keuangan Daerah, IPM, layanan publik, rasio keuangan.

1. Pendahuluan

Pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal dan kewenangan daerah diharapkan dapat memberikan

keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat (Khusaini, 2006). Unsur penting dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah

adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai instrumen kebijakan, APBD mendukung

posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Kinerja anggaran

pemerintah daerah selalu dikaitkan dengan bagaimana unit kerja pemerintah daerah dapat mencapai tujuan kerja

dengan alokasi anggaran yang tersedia (Ekawarna, Sam. dan Rahayu., 2009). Salah satu alat untuk menganalisis

kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio

keuangan terhadap APBD (Halim dan Kusufi, 2012).

Untuk menjalankan pemerintahan yang diemban langsung oleh daerah, tentunya akan sangat bertopang dengan

pendapatan daerah itu sendiri. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, daerah akan mampu

memenuhi dan membiayai keperluan yang diharapkan oleh masyarakat (Christy dan Adi, 2009). Untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah hendaknya mampu

mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif seperti melakukan

71

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan program-program kepentingan publik. Adanya program-program

untuk kepentingan publik diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik yang akhirnya

berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat (Setyowati dan Suparwati (2012). Untuk meningkatkan

IPM tidak semata-mata hanya pada pertumbuhan ekonomi, namun pembangunan dari segala aspek (Ardiansyah

dan Widiyaningsih,2014). Agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pembangunan manusia, maka perlu disertai

dengan pembangunan yang merata sehingga adanya jaminan bahwa semua masyarakat merasakan hasil

pembangunan.

Terdapat tiga indikator terpenting yang dijadikan tolak ukur untuk menyusun Indeks Pembangunan

Manusia. Pertama, usia panjang yang diukur dengan rata- rata lama hidup penduduk atau angka harapan hidup di

suatu negara. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang bisa

membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga). Ketiga, penghasilan

yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara.

Besaran PAD dapat dijadikan tolak ukur seberapa besar kemandirian suatu daerah dalam membiayai

pembangunan daerahnya. Penerimaan daerah yang bersumber dari PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi

belanja modal pemerintah daerah selain untuk mendanai belanja rutin, sehingga kualitas pelayanan publik

semakin baik.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan pemerintah daerah terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) pemerintah daerah kabupaten kota di sumatera bagian tengah. Objek penelitian ini

menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPS dan DJKP dengan cakupan pemerintah kabupaten kota di

Sumatera Bagian Tengah. Pemilihan objek penelitian karena pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antara

wilayah kabupaten dengan wilayah kota di Sumatera Bagian Tengah dibandingkan wilayah lain di Sumatera.

2. Tinjauan Pustaka Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dibuat dalam setiap periodenya akan memuat anggaran yang

direncanakan dan akan memuat realisasi dari anggaran tersebut. Dari anggaran yang ditetapkan diperbandingkan

dengan realisasi akan tampak bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangannya.

Kinerja keuangan merupakan keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang dicapai sesuai dengan

anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur (Ronald dan Sarmiyatiningsih, 2010). Untuk mengetahui

kinerja keuangan pemerintah daerah, digunakan analisis rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan

dalam penelitian ini, untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai berikut:

Rasio Derajat Desentralisasi Derajat Desentralisasi adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli

daerah guna membiayai pembangunan. Derajat desentralisasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat

kemandirian fiksal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Mahmudi, 2007).

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio ketergantungan keuangan daerah menunjukkan tentang seberapa besar ketergantungan suatu pemerintah

provinsi terhadap pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Pada umumnya, kontribusi terbesar pendapatan

transfer terdapat pada dana perimbangan seperti dana alokasi umum, yaitu dana yang digunakan untuk

pemerataan kemampuan keuangan daerah. Rasio ini adalah perbandingan antara total realisasi pendapatan transfer

dengan total realisasi pendapatan daerah (Mahmudi, 2007)

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan ketergantungan keuangan daerah terhadap sumber pendanaan

yang berasal dari eksternal. Semakin tinggi angka rasio kemandirian keuangan daerah berarti ketergantungan

pemerintah provinsi terhadap pemerintah pusat semakin rendah, dan begitu pula sebaliknya (Mahmudi, 2007).

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan

pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai

sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah

dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pihak ekstern) antara lain: Bagi hasil

pajak, Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Dana

Darurat dan Dana Pinjaman (Widodo, 2001).

72

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

Tabel 1

Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah

Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian Daerah (%) Pola Hubungan

Rendah Sekali 0-25 Instruktif

Rendah >25-50 Konsultatif

Sedang >50-75 Partisipatif

Tinggi >75-100 Delegatif

Sumber: Mahmudi, 2007

Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Efektivitas penerimaan PAD menggambarkan kemampuan pemerintah dalam merealisasikan pendapatan asli

daerah dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah ( Halim dan Kusufi, 2012)

yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Semakin besar rasio yang diperoleh maka semakin besar efektivitas pemerintah dalam memungut PAD, namun

jika rasio yang diperoleh main kecil berarti pemerintah tidak efektif dalam memungut PAD, namun jika rasio

semakin kecil berarti pemerintah semakin tidak efektif dalam memungut PAD.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pembangunan manusia didefinisikan sebagai “a process of enlarging people’s choices” atau suatu proses yang

meningkatkan aspek kehidupan masyarakat. Aspek terpenting kehidupan ini dilihat dari usia yang panjang

dan hidup sehat, tingkat pendidikan yang memadai serta standar hidup layak. Secara spesifik, UNDP

menetapkan empat elemen utama dalam pembangunan manusia, yaitu produktivitas (productivity), pemerataan

(equity), kesinambungan (sustainability) dan pemberdayaan (empowerment).

Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan pembangunan lebih berhasil sehingga salah satu indikator

pembangunan, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dihipotesiskan akan meningkat pula (Rondinelli

dan Cheema, 1983; Davoodi dan Zou 1999; Fisman dan Gatti, 2002; Devas dan Grant, 2003; Anand dan Sen,

2000).

IPM adalah ukuran angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup yang disusun sebagai

composite index dari beberapa indikator yang relevan dan diberlakukanbagi negara-negara di seluruh dunia.

Pengukuran indeks pembangunan manusia melalui empat faktor yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf,

angka partisipasi kasar dan keseimbangan kemampuan belanja. IPM digunakan sebagai variabel dependen dalam

penelitian ini.

Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Rasio Derajat Desentralisasi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Semakin tinggi PAD yang diperoleh maka semakin tinggi pula dana yang dapat digunakan pemerintah dalam

membangun layanan publik bagi masyarakat. Jika layanan publik dapat terpenuhi dengan baik diharapkan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga dapat meningkat. Penelitian sebelumnya dikemukaan hasil bahwa

PAD berpengaruh signifikan terhadap IPM. PAD merupakan salah satu komponen dalam menghitung rasio

derajat desentralisasi (Setyowati dan Suparwati ,2012).

H1: Rasio derajat desentralisasi berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia

(IPM)

2. Pengaruh Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Ardiansyah dan Widyaningsih, 2014 melakukan penelitian dengan menguji apakah Dana Alokasi Umum (DAU)

berpengaruh terhadap IPM, dimana DAU merupakan salah satu komponen dari pendapatan transfer. Ditemukan

hasil bahwa DAU berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap IPM. Apabila pemerintah daerah memiliki

ketergantungan yang rendah terhadap pemeritah pusat maka dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah memiliki

kondisi keuangan yang baik, sehingga pelaksanaan penyediaan layanan publik dapat terpenuhi dengan baik dan

dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

H2: Rasio ketergantungan keuangan daerah berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan

Manusia (IPM)

3. Pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Semakin tinggi rasio tersebut maka pemerintah daerah semakin berpotensi menyediakan layanan publik

yang baik sehingga peningkatan IPM dapat tercapai. Rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh

%100Daerah riil PotensiBerdasar Ditetapkan yang PADTarget

PAD Penerimaan Realisasi EKD Rasio x

73

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Amalia dan Purbadharmaja ,2014, Dewi dan

Sutrisna , 2014).

H3: Rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan

Manusia (IPM)

4. Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Indeks Pembangunan

Manusia (IPM)

Pemerintah daerah yang memiliki pendapatan yang tinggi belum tentu dapat melaksanakan tugas penyediaan

layanan publiknya secara baik jika pendapatan yang diterima tidak dikelola dengan baik. Tingkat keberhasilan

pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasya tidak hanya bergantung pada nominal pendapatannya, namun

juga tata cara pengelolaannya. Rasio efektivitas PAD menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam

memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Pemerintah daerah yang mengelola PAD

secara efektif diharapkan memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan tugasnya dalam hal

penyediaan layanan publik. Sehingga dengan layanan publik yang baik akan tercapai IPM yang tinggi.

PAD berpengaruh positif signifikan terhadap IPM (Setyowati dan Suparwati, 2012.: Ardiansyah dan

Widyaningsih, 2014)

H4: Rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (IPM)

3. Metode Penelitian Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten kota di sumatera bagian tengah pada tahun

2011-2013. Sampel yang dipilih adalah seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat,

Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi yang terlihat dalam Laporan Target dan Realisasi APBD Pemerintah

Kabupaten dan Kota di Provinsi masing-masing selama tahun 2011-2013 yang dipublikasikan oleh Direktorat

Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Indonesia. Dan Pemerintah daerah kabupaten kota di sumatera

bagian tengah pada tahun 2011-2013 yang mempunyai nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang

dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.

Sedangkan angka IPM bersumber dari data yang diterbitkan oleh BPS. Sumber data yang digunakan adalah angka dan informasi yang tersedia secara publikasi maupun non publikasi.

Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Variabel

Independen dalam penelitian ini terdiri dari 4 rasio keuangan, yaitu Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio

Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, dan Rasio Efektivitas Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

4. Hasil dan Pembahasan

1. Rasio Kemandirian

Tabel 2.

Rasio Tingkat kemandirian Keuangan Daerah

Kabupaten dan Kota Sumatera Bagian Tengah

Kabupaten / Kota

Rasio Kemandirian

Kriteria

Kabupaten / Kota

Rasio Kemandirian

Kriteria 2011 2012 2013 Rata

2011 2012 2013 Rata

Kab. Agam 0.23 0.05 0.05 0.11 Instruktif

Kab. Bengkalis 0.33 0.39 0.35 0.36 Konsultatif

Kab. Dharmasraya 0.07 0.08 0.06 0.07 Instruktif

Kab. Indragiri Hilir 0.07 0.04 0.08 0.06 Instruktif

Kab. Kep. Mentawai 0.09 0.07 0.05 0.07 Instruktif

Kab. Indragiri Hulu 0.07 0.04 0.04 0.05 Instruktif

Kab. Lima Puluh Kota 0.19 0.03 0.04 0.09 Instruktif

Kab. Kampar 0.12 0.12 0.13 0.12 Instruktif

Kab. Padang Pariaman 0.04 0.04 0.05 0.04 Instruktif

Kab. Kuantan Singgigi 0.02 0.05 0.04 0.04 Instruktif

Kab. Pasaman 0.05 0.06 0.07 0.06 Instruktif

Kab. Palalawan 0.08 0.04 0.06 0.06 Instruktif

Kab. Pasaman Barat 0.05 0.05 0.05 0.05 Instruktif

Kab. Rokan Hilir 0.12 0.10 0.04 0.09 Instruktif

Kab. Pesisir Selatan 0.04 0.05 0.05 0.05 Instruktif

Kab. Rokan Hulu 0.06 0.08 0.07 0.07 Instruktif

Kab. Sijunjung 0.04 0.06 0.06 0.05 Instruktif

Kab. Siak 0.53 0.63 0.18 0.45 Konsultatif

Kab. Solok 0.05 0.04 0.04 0.04 Instruktif

Kab. Kep. Meranti 0.06 0.07 0.04 0.06 Instruktif

Kab. Solok Selatan 0.03 0.05 0.05 0.04 Instruktif

Kota Dumai 0.22 0.19 0.30 0.24 Instruktif

Kab. Tanah Datar 0.08 0.08 0.08 0.08 Instruktif

Kota Pekanbaru 0.30 0.29 0.30 0.30 Konsultatif

74

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

Kota Bukittinggi 0.14 0.11 0.12 0.12 Instruktif

Kab. Batanghari 0.06 0.05 0.06 0.06 Instruktif

Kota Padang 0.14 0.16 0.16 0.15 Instruktif

Kab. Bungo 0.10 0.10 0.10 0.10 Instruktif

Kota Padang Panjang 0.06 0.07 0.11 0.08 Instruktif

Kab. Kerinci 0.06 0.05 0.05 0.05 Instruktif

Kota Pariaman 0.02 0.05 0.02 0.03 Instruktif

Kab. Merangin 0.07 0.04 0.06 0.06 Instruktif

Kota Payakumbuh 0.04 0.12 0.11 0.09 Instruktif

Kab. Muaro Jambi 0.05 0.05 0.06 0.05 Instruktif

Kota Sawahlunto 0.14 0.11 0.08 0.11 Instruktif

Kab. Sarolangun 0.06 0.04 0.04 0.05 Instruktif

Kota Solok 0.07 0.06 0.06 0.06 Instruktif

Kab. Tanjung Jabung Barat 0.09 0.09 0.04 0.07 Instruktif

Sumber : DJKP (data diolah)

Kab. Tanjung Jabung Timur 0.05 0.05 0.02 0.04 Instruktif

Kab. Tebo 0.04 0.05 0.36 0.15 Instruktif

Kota Jambi 0.14 0.13 0.10 0.12 Instruktif

Kota Sungai Penuh 0.04 0.05 0.05 0.05 Instruktif

Tabel 2.di atas memperlihatkan hasil analisis rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kota

Di Sumatera Bagian Tengah tahun 2011-2013 untuk 42 kabupaten kota di Sumatera Barat, Riau Dan Jambi.

Berdasarkan perhitungan rasio kemandirian keuangan diatas terlihat bahwa kemampuan pemerintah daerah

kabupaten/kota di Sumatera Barat dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan kepada masyarakat pada tahun 2011-2013 masih berada dalam kriteria instruktif, artinya

pemerintah daerah belum bisa melaksanakan otonomi daerah secara finasial. Pemerintah daerah kabupaten

dan kota di Sumatera Barat masih sangat bergantung pada peran pemerintah pusat. Dapat dilihat dari rata-

rata tingkat kemandirian kabupaten/kota yang hanya sebesar 8% , kurang dari 10%. Tingkat kemandirian

daerah kota masih sangat kurang dengan rata-rata persentase tingkat kemandirian sebesar 9%.

Untuk tingkat kemandirian daerah kabupaten kota di Riaumenunjukkan pola hubungan instruktif yang

berarti daerah kabupaten dan kota provinsi Riau belum mampu sepenuhnya dalam terlepas dari peran

dominan pemerintah pusat dan belum bisa mandiri di bidang finansial sepenuhnya, Namun 3 daerah di

Provinsi Riau sudah memiliki tingkat kemandirian yang cukup tinggi dibandingkan daerah kabupaten yaitu

Kabupaten Bengkalis(36%), Kabupaten Siak(45%), dan Kota Pekanbaru(30%)Dapat diartikan bahwa daerah

perkotaan di Provinsi Riau sudah sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah dibandingkan daerah

tingkat kabupaten yang masih memiliki pola hubungan instruktif dengan tingkat kemandirian sebesar 14%.

Terdapat tiga daerah di Provinsi Riau yang secara berkelanjutan memiliki tingkat kemandirian yang

cukup tinggi dengan pola hubungan konsultatif selama periode 2011-2013, yaitu Kabupaten Bengkalis(36%),

Kabupaten Siak(45%), dan Kota Pekanbaru(30%). Tiga daerah ini menggambarkan tingkat campur tangan

pemerintah sudah mulai berkurang dan peran pemerintah pusat lebih kepada pemberian konsultasi saja.

Daerah tersebut memang lebih maju danmandiri di bandingkan wilayah lain di kabupaten Riau.Daerah

dengan tingkat kemandirian terendah di Provinsi Riau selama periode 2011-2013 adalah Kabupaten Kuantan

Singgigi yang hal ini belum mampu melaksanakan otonomi di daerahnya secara finansial sehingga

membutuhkan banyak campur tangan dari pemerintah pusat.

Dapat dilihat dari tabel di atas rata-rata tingkat kemandirian daerah kabupaten dan kota Provinsi Jambi

tahun 2011-2013 masih terbilang rendah, dengan nilai rata-rata 8% dan pola hubungan instruktif. Ini

menunjukkan bahwa daerah kabupaten dan kota provinsi Jambi masih belum mampu secara finansial berdiri

sendiri dan membutuhkan peran pemerintah ousat yang cukup signifikan. Pada tahun 2011, Kota Jambi

memiliki tingkat kemandirian tertinggi dengan 14%, namun mengalami penurunan secara terus menerus

hingga 10 % di tahun 2013. Kabupaten Tebo mengalami peningkatan yang signifikan di tahun 2013, yaitu

dari 5% menjadi 36% di tahun 2013. Ini menjadikan Kabupaten Tebo sebagai daerah dengan tingkat

kemandirian terbesar pada tahun 2013.Dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur menjadi daerah dengan

tingkat kemandirian terendah dengan 2%.

Tabel 3

IPM kabupaten Kota

Sumatera Bagian Tengah

Kab/Kota IPM

Kab/Kota

IPM

2011 2012 2013

2011 2012 2013

Kepulauan Mentawai 55.90 56.10 56.33

Kuantan Sengingi 65.72 66.31 66.65

Pesisir Selatan 65.80 66.49 67.31

Indragiri Hulu 65.93 66.50 66.68

Solok 65.28 65.62 66.15

Indragiri Hilir 62.82 63.04 63.44

Sawah Lunto/Sijunjung 62.92 63.70 64.48

Pelalawan 66.58 67.25 68.29

75

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

Tanah Datar 66.92 67.29 68.12

Siak 70.20 70.45 70.84

Padang Pariaman 65.89 66.20 67.15

Kampar 69.64 70.08 70.46

Agam 66.94 67.95 68.73

Rokan Hulu 64.20 64.99 66.07

Limapuluh Koto 65.20 65.87 66.30

Bengkalis 69.72 70.26 70.60

Pasaman 61.57 62.26 62.91

Rokan Hilir 64.76 65.09 65.46

Solok Selatan 64.81 65.12 65.86

Kepulauan Meranti 60.38 61.49 62.53

Dharmas Raya 67.40 67.76 68.71

Kota Pekan Baru 77.71 77.94 78.16

Pasaman Barat 62.55 63.33 63.92

Kota Dumai 70.43 71.07 71.59

Kota Padang 78.68 79.00 79.23

Kerinci 65.85 66.71 67.49

Kota Solok 74.68 75.02 75.54

Merangin 64.40 65.31 65.82

Kota Sawah Lunto 67.97 68.59 69.07

Sarolangun 65.20 66.16 67.13

Kota Padang Panjang 73.76 74.22 74.54

Batanghari 66.32 66.97 67.24

Kota Bukit Tinggi 76.30 76.92 77.67

Muara Jambi 63.39 64.17 65.14

Kota Payakumbuh 75.39 75.89 76.34

Tanjung Jabung Timur 57.77 58.63 59.41

Kota Pariaman 73.07 73.47 74.51

Tanjung Jabung Barat 61.98 62.86 63.54

sumber : BPS, data diolah 2016

Tebo 64.45 65.23 65.91

Bungo 66.70 67.20 67.54

Kota Jambi 72.96 73.78 74.21

Kota Sungai Penuh 70.55 71.23 72.09

Hasil statistik deskriptif menunjukan bahwa sampel (N) pada penelitian ini adalah 126 buah. Dari

tabel dapat diketahui nilai minimum variabel IPM adalah 55,90 yaitu IPM kabupaten Mentawai 2011 dan

nilai maksimum 79,23 IPM kota Padang 2013. Nilai rata-rata IPM kabupaten Kota 2011- 2013 adalah

67,71

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Diketahui bahwa pengujian normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai

signifikansi sebesar 0,971. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) menunjukan bahwa angka tersebut lebih dari

tingkat signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini

telah terdistribusi normal.

Uji Multikolinieritas Untuk semua variabel menunjukan angka yang lebih kecil dari 10. Dari hasil pengujian multikolinieritas

dapat diketahui bahwa model-model regresi yang digunakan tidak terjadi gejala multikolinieritas.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dengan melihat asymp sig (2-tailed). Dengan melihat tabel di atas, dapat diketahui bahwa

nilai asymp. sig (2-tailed) dari Runs Test adalah 0,072 (>0,05). Nilai 0,072 (>0,05) menunjukan bahwa

data dalam penelitian ini tidak mengandung gejala autokorelasi.

Uji Heterokedastisitas

Ada tidaknya heterokedastisitas dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansinya terhadap α 5%.

Untuk semua variabel lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti menunjukan model-model regresi yang

digunakan dalam penelitian tersebut tidak mengalami gejala heterokedastisitas.

Uji Model Regresi (Goodness of Fit)

a. Uji Koefisien Determinasi R square Dari uji dapat dilihat bahwa nilai R Square dari hasil uji model regresi sebesar 0,179. Ini berarti

bahwa variabel independen yang terdapat dalam penelitian tersebut mampu menggambarkan 18% dari

variabel dependennya. Sementara sisanya, yaitu sebesar 82% digambarkan oleh variabel independen yang

tidak diteliti dalam penelitian ini.

b. Uji Statistik F Nilai signifikan dari uji statistik F adalah 0,011. Nilai signifikan dari uji statistik F tersebut menunjukan

angka <0,05. Hasil ini menunjukan bahwa data secara keseluruhan layak untuk diteliti. Dapat dikatakan

pula bahwa model regresi fit untuk diteliti.

76

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

Uji Koefisien Regresi Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa Rasio Derajat Desentralisasi memiliki signifikansi sebesar 0,008

(<0,01) dengan nilai t positif 2,709. Dari hasli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Rasio Derajat

Desentralisasi berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)

berpengaruh terhadap IPM (yang dilakukan oleh Setyowati dan Suparwati (2012). Sesuai dengan hasil

penelitian yang menunjukan bahwa Rasio Derajat Desentralisasi yang dihitung dari hasil pembagian

antara PAD dengan Total Pendapatan Daerah berpengaruh terhadap IPM. Rasio Derajat Desentralisasi

yang semakin tinggi menunjukan bahwa PAD yang dimiliki Kabupaten Kota juga semakin tinggi.

Dengan PAD yang tinggi pemerintah kabupaten Kota memiliki sumber daya pendanaan yang semakin

tinggi, sehingga memungkinkan untuk melaksanakan pengadaan layanan publik yang semakin baik bagi

masyarakat. Layanan publik yang baik dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM. Nilai

signifikansi yang diperoleh adalah 0,607 (>0,1), membuktikan bahwa variabel independen yang berupa

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah berpengaruh tidak signifikan. Dengan PAD yang rendah, maka

PAD tidak dapat digunakan untuk menutup kebutuhan yang terdapat pada pos belanja operasi. Akibatnya,

pendapatan transfer yang diperoleh digunakan untuk menutup kekurangan dana pada pos belanja operasi.

Dengan demikian tidak terdapat alokasi yang cukup untuk pos belanja modal, yaitu pos belanja yang

berhubungan dengan pengadaan layanan publik.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerahmenunjukan nilai signifikansi 0,056 (<0,1). Dari hasil

tersebut diketahui bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap

IPM. Hasil tersebut berbeda dengan yang telah dihipotesiskan sebelumnya. Dalam hipotesis disebutkan

bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh positif signifikan.

Rasio Kemandirian Keuangan yang baik dapat menurunkan kualitas layanan publik dikarenakan

anggaran yang dimilki terserap untuk pos belanja operasi. Padahal layanan publik juga membutuhkan

dana bukan hanya untuk menambah fasilitas, namun juga mempertahankan kualitas layanan publik agar

tidak menurun. Apabila anggaran untuk pemeliharaan layanan publik tidak terpenuhi maka akan

menurunkan IPM sebagai gambaran dari baik atau buruknya layanan publik. Rasio Kemandirian Keuangan

Daerah memiliki signifikansi kurang dari 0,1, namun arah yang berbeda dengan yang terdapat dalam

hipotesis.

Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan variabel yang tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependennya. Dalam hasil uji koefisien regresi Rasio Efektivitas

Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,236 (>0,1). PAD tidak mampu

digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang terdapat dalam pos belanja operasi. Jika sebagian besar atau

seluruh PAD digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang terdapat dalam pos belanja operasi, maka

PAD tidak mampu digunakan untuk memenuhi aktivitas dalam pos belanja modal. Dimana pos belanja

modal tersebut merupakan pos pengeluaran yang berkaitan dengan pengadaan layanan publik. PAD

pemerintah kabupaten kota yang melebihi target penerimaan tidak mempengaruhi pengadaan layanan

publik bagi masyarakat. Dengan demikian, IPM sebagai gambaran keberhasilan pemerintah dalam

pengadaan layanan publik juga tidak akan terpengaruh.

5. Kesimpulan dan Saran Pelayanan publik merupakan salah satu tugas utama dari pemerintah daerah untuk dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat

akan meningkatkan IPM sebagai salah satu gambaran dari keberhasilan penyediaan layanan publik.

Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Rasio Derajat Desentraliasi dan Rasio

Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh terhadap IPM. Namun Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

memiliki arah yang berbeda. Sedangkan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas

PAD tidak berpengaruh terhadap IPM.

Keterbatasan, Saran, dan Implikasi

Penelitian ini hanya menggunakan populasi penelitian pemerintah kabupaten kota di sumatera

bagian Tengah dikarenakan keterbatasan data dilevel kabupaten/kota. Hal ini mengakibatkan

kemungkinan hasil penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan untuk semua tingkat pemerintah daerah.

Penelitian ini menggunakan data IPM yang merupakan data jadi dari BPS dihitung dengan menggunakan

rumus perhitungan BPS. Keterbatasan penelitian lainnya adalah aspek penting lainnya yang seharusnya

dilibatkan dalam mengukur indeks pembangunan manusia seperti aspek kebijakan publik, aspek

manajemen keuangan dan aspek psikologis personalitas pembuat keputusan di pemerintah daerah.

77

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

Implikasi atas keterbatasan tersebut untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan variabel

non keuangan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa variabel non keuangan seperti kebijakan pemerintah

daerah dapat menjelaskan dengan baik seberapa besar tingkat alokasi belanja modal APBD agar mampu

mendorong laju indeks pembangunan manusia sebagai salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat.

Demikian juga periode waktu penelitian yang hanya 3 tahun sehingga tidak bisa melihat secara

menyeluruh kinerja keuangan dalam mempengaruhi IPM.

Daftar Pustaka [1] Amalia, F.R. dan Ida Bagus Putu Purbadharmaja. 2014. Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah Dan

Keserasian Alokasi Belanja Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. E- Jurnal Ekonomi Pembangunan

Universitas Udayana Vol. 3, No. 6 [2] Anand, Sudhir dan Amartya Sen. 2000. The Income Component oh the Human Development Index. Journal

of Human Development, Vol. 1, No. 1.

[3] Ardiansyah, Vitalis Ari dan Widiyaningsih. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Dearah, Dana Alokasi Umum dan

Dana Alokasi Khusus Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Simposium Nasional Akunstansi 17. Lombok: SNA 17 Mataram, Lombok. Universitas Mataram.

www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id. Di unduh tanggal 30 Oktober 2014.

[4] Batafor, G. G. 2011. Evaluasi Kinerja Keuangan Dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten

Lembata – Provinsi NTT. Tesis, Universitas Udayana Denpasar. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/ unud-434-976970535-tesis.pdf accessed Oct 29, 2012.

[5] Badan Pusat Statistik. Katalog BPS: 4102002. Indeks Pembangunan Manusia. BPS Jakarta- Indonesia

[6] Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan

Kualitas Pembangunan Manusia. The 3rd National Conference UKWMS, Surabaya. [7] Davoodi, H. dan Zou, H.F. 1998. Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross- Country Study.

Journal of Urban Economics, 43: 244-257.

[8] Devas, N. dan Grant, U. 2003. Local Government Decision-Making-Citizen Participation and Local Accountability: Some Evidence from Kenya and Uganda. Public Administration and Development, 23.

[9] Dewi, P.A.K dan I Ketut Sutrisna. 2014. Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Bali. E- Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas

Udayana Vol. 4, No. 1. [10] Ekawarna. S. U, Sam. I dan Rahayu. S. 2009. Pengukuran Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Cakrawala Akuntansi, Vol.1 No.1, hal

49-66.

[11] Fisman, R. dan Gatti, R. 2002. Decentralization and Corruption: Evidence across Countries.Journal of Public Economics, 83: 325–345.

[12] Halim, Abdul dan Kusufi, M.S. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat.

Jakarta.

[13] Khusaini, Muhammad Dr. 2006. Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah, BPFE Unibraw.

[14] Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: Panduan Bagi Eksekutif, DPRD, dan

Masyarakat dalam Pemngambilan Keputusan Ekonomi, Sosial dan Poliik. Yogyakarta: Unit Penerbitdan

Percetakan YKPN. [15] Peraturan Presiden Nomor 6 tahun 2011 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Propinsi dan

Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011.

[16] Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah. [17] Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuagan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

[18] Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah. [19] Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

[20] Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah. [21] Ronald, A dan Sarmiyatiningsih, D. 2010. Analisis Kinerja Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum

Dan Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah Di Kabupaten Kulon Progo. EFEKTIF Jurnal Bisnis dan

Ekonomi, Vol. 1 No.1, Juni 2010, 31-42.

[22] Rondinelli, D.A. dan Cheema, G.S. 1983. Implementing Decentralization Policies: An Introduction, in Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries, edited by G.S. Cheema &

Rondinelli, D.A., Beverly Hills, California, Sage.

[23] Sasana,Hadi.2009.Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi,Kesenjangan antar Daerah, dan Tenaga Kerja

Terserap Terhadap Kesejahteraan di Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah dalam Era Desentralisasi.Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol 16 No.1412- 3126.Semarang:FE UNDIP.

78

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x

[24] Setyowati, Lilis dan Yohana Kus Suparwati. 2012. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD

dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai Variabel Intervening (Studi Empiri pada Pemerintah

Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah). Jurnal Prestasi Vol. 9 No. 1.

[25] Widodo, Adi. Waridin. dan Maria, Johanna. 2001. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Pembangunan Manusia di

Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan.

Biodata Penulis Desi Handayani, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, lulus tahun 2004. Tahun 2016 sedang melanjutkan studi Magister Pendidikan Ekonomi (M.PdE) dari Program

Magister Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Padang. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan/Prodi Akuntansi Politeknik

Negeri Padang.

Fera Sriyunianti, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Bung Hatta, lulus tahun 2002. Tahun 2007 menyelesaikan studi Magister dari Program Magister Universitas Gajah

Mada. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan/Prodi Akuntansi Politeknik Negeri Padang.

79

National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x