analisa anomali avo pada data sesimik 2d … · program studi geofisika, jurusan fisika ... tipis...

17
1 ANALISA ANOMALI AVO PADA DATA SESIMIK 2D DAN 3D LAPANGAN EINSTEIN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Oleh : 1) Prof.Dr.rer.nat. Bagus Jaya Santosa,SU, 2) Muhammad Arief Harvityan Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl.Arif Rachman hakim,Sukolilo-Surabaya (60111),Telp/Fax (031)591 4696 1) [email protected], 2) [email protected] ABSTRAK Analisa anomali AVO seperti biasa diterapkan untuk mengidentifikasi bright-spot sebagai indikasi adanya reservoir batu pasir yang mengandung gas. Dengan menggunakan angle plot pada data prekondisi, crossplot atribut intercept dan gradient, ditemukan anomali AVO kelas IIp sesuai dengan klasifikasi AVO Rutherford dan William.Dari inversi AVO didapatkan atribut angle stack, impedansi akustik, Poisson ratio, lambda*rho dan mu*rho yang menunjukkan respon amplitudo yang berbeda pada setiap atribut di lapisan 2000 ms. Untuk angle stack, respon amplitudo semakin meningkat di setiap batasan sudutnya (near, mid, far), pada atribut lain seperti impedansi akustik, rasio Poisson, lambda*rho respon amplitudo melemah, sedangkan pada atribut mu*rho respon amplitudo meningkat. Kata kunci : Anomali AVO, Inversi AVO, Intercept, Gradient, Angle Stack , Impedansi Akustik, Poisson Rati, Lambda*Rho dan Mu*Rho BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan akan gas bumi semakin meningkat setelah Pemerintah melakukan konversi bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke gas maupun sebab lain seperti makin banyaknya produksi mesin berbahan bakar gas dikarenakan menghasilkan emisi yang ramah lingkungan. Apalagi dengan hendak didirikannya desa Gas di beberapa kabupaten provinsi Untuk menaggulangi hal tersebut, PT. Pertamina EP Region Jawa, sebagai salah satu BUMN yang berurusan di bidang distribusi bahan bakar migas, membuka lapangan gas baru, salah satunya lapangan Einstein yang berada di blok Cemara, Provinsi Jawa Barat. Sebagai metode yang paling akurat untuk mendeteksi keberadaan hidrokarbon berupa gas, maka metode AVO (Amplitude Variation with Offset) pun di aplikasikan. Untuk keakuratan interpretasi yang baik maka di pakai data seismik 3D. Selama ini, metode geofisika yang digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon adalah metode seismik refleksi karena dapat memberikan gambaran struktur geologi dan perlapisan batuan bawah permukaan dengan cukup detail dan akurat. Dengan meningkatnya kebutuhan gas bumi untuk perindustrian dan kemajuan yang dicapai dalam teknologi pengolahan gas maka perhatian eksplorasi hidrokarbon yang semula lebih banyak difokuskan kepada minyak bumi, kini juga diarahkan untuk menemukan gas bumi. Gas bumi umumnya menempati batuan berpori dengan nilai porositas yang cukup besar. Dari sudut seismik eksplorasi, kenaikan porositas secara lokal menyebabkan pantulan yang kuat terhadap gelombang seismik, gejala ini disebut bright spot, dan dikenal sejak tahun 1976 sebagai indikasi adanya akumulasi gas dibawah permukaan yang terlihat oleh data seismik. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua bright spot mengandung gas, banyak kondisi-kondisi bawah permukaan yang lain dapat memberikan efek bright spot, misal sisipan tipis batubara, batuan berpori atau rekah- rekah, lapisan garam, konglomerat, turbidit, ataupun efek tuning dari lapisan tipis. Ini

Upload: doanque

Post on 20-Aug-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

ANALISA ANOMALI AVO PADA DATA SESIMIK 2D DAN 3D LAPANGAN EINSTEIN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

Oleh :1)Prof.Dr.rer.nat. Bagus Jaya Santosa,SU, 2) Muhammad Arief Harvityan

Program Studi Geofisika, Jurusan FisikaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamInstitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jl.Arif Rachman hakim,Sukolilo-Surabaya (60111),Telp/Fax (031)591 46961) [email protected], 2) [email protected]

ABSTRAK

Analisa anomali AVO seperti biasa diterapkan untuk mengidentifikasi bright-spot sebagai indikasi adanya reservoir batu pasir yang mengandung gas. Dengan menggunakan angle plot pada data prekondisi, crossplot atribut intercept dan gradient, ditemukan anomali AVO kelas IIp sesuai dengan klasifikasi AVO Rutherford dan William. Dari inversi AVO didapatkan atribut angle stack, impedansi akustik, Poisson ratio, lambda*rho dan mu*rho yang menunjukkan respon amplitudo yang berbeda pada setiap atribut di lapisan 2000 ms. Untuk angle stack, respon amplitudo semakin meningkat di setiap batasan sudutnya (near, mid, far), pada atribut lain seperti impedansi akustik, rasio Poisson, lambda*rho respon amplitudo melemah, sedangkan pada atribut mu*rho respon amplitudo meningkat.

Kata kunci : Anomali AVO, Inversi AVO, Intercept, Gradient, Angle Stack , Impedansi Akustik, Poisson Rati, Lambda*Rho dan Mu*Rho

BAB I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Permintaan akan gas bumi semakin meningkat setelah Pemerintah melakukan konversi bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke gas maupun sebab lain seperti makin banyaknya produksi mesin berbahan bakar gas dikarenakan menghasilkan emisi yang ramah lingkungan. Apalagi dengan hendak didirikannya desa Gas di beberapa kabupaten provinsi

Untuk menaggulangi hal tersebut, PT. Pertamina EP Region Jawa, sebagai salah satu BUMN yang berurusan di bidang distribusi bahan bakar migas, membuka lapangan gas baru, salah satunya lapangan Einstein yang berada di blok Cemara, Provinsi Jawa Barat. Sebagai metode yang paling akurat untuk mendeteksi keberadaan hidrokarbon berupa gas, maka metode AVO (Amplitude Variation with Offset) pun di aplikasikan. Untuk keakuratan interpretasi yang baik maka di pakai data seismik 3D.

Selama ini, metode geofisika yang digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon adalah metode seismik refleksi karena dapat

memberikan gambaran struktur geologi dan perlapisan batuan bawah permukaan dengan cukup detail dan akurat. Dengan meningkatnya kebutuhan gas bumi untuk perindustrian dan kemajuan yang dicapai dalam teknologi pengolahan gas maka perhatian eksplorasi hidrokarbon yang semula lebih banyak difokuskan kepada minyak bumi, kini juga diarahkan untuk menemukan gas bumi. Gas bumi umumnya menempati batuan berpori dengan nilai porositas yang cukup besar. Dari sudut seismik eksplorasi, kenaikan porositas secara lokal menyebabkan pantulan yang kuat terhadap gelombang seismik, gejala ini disebut bright spot, dan dikenal sejak tahun 1976 sebagai indikasi adanya akumulasi gas dibawah permukaan yang terlihat oleh data seismik. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua bright spot mengandung gas, banyak kondisi-kondisi bawah permukaan yang lain dapat memberikan efek bright spot, misal sisipan tipis batubara, batuan berpori atau rekah-rekah, lapisan garam, konglomerat, turbidit, ataupun efek tuning dari lapisan tipis. Ini

2

berarti bahwa konsep bright spot bukanlah merupakan indikator langsung hidrokarbon yang dapat dijadikan jaminan (Munadi,1993).

Metode AVO (Amplitude Variation with Offset) adalah suatu metode yang mengamati variasi amplitudo gelombang P terhadap kenampakan bright spot atau dim spot pada penampang seismik. Metode ini mulai dikembangkan tahun 1982 oleh Ostrander, yang menunjukkan adanya variasi koefisien refleksi pasir gas terhadap bertambahnya sudut datang atau offset.

Secara prinsip konsep AVO berdasar kepada suatu anomali bertambahnya amplitudo sinyal terpantul dengan bertambahnya offset apabila gelombang seismik dipantulkan oleh reservoar gas. Offsetmempunyai batas maksimum yang tidak boleh dilewati yaitu sudut kritis, karena untuk offsetlebih besar dari sudut kritis respon amplitudo sinyal terpantul tidak sesuai dengan konsep AVO.

Deteksi hidrokarbon berdasarkan respon AVO lebih efektif untuk reservoir batupasir karena perubahan Vp/Vs ratio terhadap perubahan kandungan fluida relatif lebih sensitif dibandingkan dengan jenis litologi yang lain seperti batuan karbonat. Inversi AVO adalah tahapan penting pada proses ekstraksi atribut AVO, yaitu mengubah data seismik kedalam reflektifitas–reflektifitas guna memperlihatkan bentuk-bentuk respon amplitudo yang jelas.

1.2 Tujuan PenelitianBerdasarkan latar belakang maka

perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana melakukan inversi AVO dengan menggunakan atribut hasil pendekatan Aki & Richard (1980), pendekatan Shuey (1985) dan Angle Stack serta attribut AVO untuk mendeteksi respon amplitudo pada lapisan yang mengandung hidrocarbon dari data seismic 3-D time migrated CRP gather dan data log sumur.

1.3 Batasan MasalahAdapun batasan masalah dalam

penelitihan tugas akhir ini adalah:

1. Data log yang digunakan adalah data sumur ITS-02, ITS-09, ITS-10, ITS-12, ITS-14.

2. Data penampang seismik 2D dan data PSTM 3D pada lapangan Einstein.

3. Prosesing data seismik digunakan software Probe2D3D dan Geolog 2.7.1.

4. Penyesuaian anomali dilakukan dengan analisa petrofisika perlapisan pada data sumur.

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Cekungan Jawa Barat UtaraSedimentasi Cekungan Jawa Barat

Utara mempunyai kisaran umur dari Kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi Jatibarang yang terendapkan secara tidak selaras diatas Batuan Dasar.

Urutan startigrafi regional dari yang paling tua sampai yang muda adalah Batuan Dasar, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah (Talang Akar, Baturaja), Formasi Cibulakan Atas (Massive, main, Pre-Parigi), Formasi Parigi dan Formasi Cisubuh (Gambar 2.2). Urutan Startigrafi tersebut dari yang paling tua sampai yang termuda adalah sebagai berikut.

Gambar 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Barat Utara. (Pertamina, 2001)

2.2 Teori Fisika Batuan (Rock Physics)Parameter fisis dari suatu batuan dapat

digunakan untuk mendelineasikan kondisi

3

batuan suatu reservoir. Sifat fisis ini nanti akan menentukan bagaimana perilaku penjalaran suatu gelombang didalam batuan. Sifat fisis batuan yang dimaksud diantaranya adalah kecepatan gelombang P (Vp) dan kecepatan gelombang S (Vs) dan densitas ( ) yang besarnya ditentukan oleh tipe matriks, porositas ( ), saturasi (S), elastisitas, modulus young (E), modulus geser ( ), modulus bulk

(k), konstanta lame ( ), rasio poisson’s ( ), dan impedansi akustik (I).

2.2.1 DensitasDensitas ( ) secara sederhana

didefinisikan sebagai massa (kg) dibagi volume (m3), densitas merupakan salah satu parameter fisis yang berubah secara signifikan terhadap perubahan tipe batuan akibat mineral dan porositas yang dimilikinya, serta parameter yang digunakan dalam persamaan kecepatan gelombang P, gelombang S dan Akustik Impedansi. Semuanya itu mempengaruhi respon amplitudo gelombang seismik saat merambat dibawah permukaan bumi.

Densitas bulk dari suatu batuan dipengaruhi oleh komposisi mineral yang berbeda, porositas batuan dan jenis fluida yang mengisi ruang berpori suatu batuan. Densitas bulk batuan didefinisikan sebagai rata – rata densitas dari komponen densitas yang menyusun batuan tersebut. Berdasarkan persamaan Wyllie besarnya densitas bulk adalah :

)1(..)1( wHCwwmb SS ....

..................(2.1)

dengan b adalah bulk densitas batuan,

m adalah densitas. matrik batuan, w adalah

densitas air, HC adalah densitas

hidrokarbon, φ adalah porositas, wS adalah

saturasi air, 1 – wS adalah saturasi

hidrokarbon. Dari persamaan 2.1 dapat dipahami bahwa besarnya densitas pada reservoir yang berisi gas akan turun lebih cepat dibanding dengan densitas pada reservoir yang berisi minyak. Karakter ini menjadi hal yang penting untuk interpretasi seismik pada reservoir tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 wS vs Densitas. Aplikasi

Persamaan Wyllie pada reservoar minyak

dan gas (Russell et all 2001)

2.2.2 Porositas (φ)Porositas suatu batuan adalah

perbandingan volume ruang berpori dalam suatu batuan dengan volume total seluruh batuan. Porositas akan menjadi tinggi bilamana semua butirannya mempunyai ukuran relatif seragam, dan akan bernilai rendah bilamana butiran batuan bervariasi sehingga butiran yang kecil akan mengisi ruang diantara butiran yang besar. Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam persen.

%100.

.)( x

totalvol

poriporivolporositas

Porositas suatu batuan tidak bisa mencapai 100% yang berarti bahwa dalam suatu batuan tidak seluruhnya berupa ruang berongga atau berpori, dikarenakan masih ada butiran – butiran yang merupakan penyusun dari batuan tersebut.

2.2.3 Saturasi (S)Saturasi didefinisikan sebagai

besarnya jenis fluida tertentu secara kuantitas yang mengisi ruang berongga dalam batuan.

Misalnya, Saturasi air wS sebesar 40%, hal ini

berarti ruang berpori dalam suatu batuan terdiri dari 40% air dan 60% adalah hidrokarbon (Shc = 1 – Sw) . Hampir semua besarnya parameter elastik batuan ditentukan dari properti matrik batuan, porositas dan komposisi fluida yang mengisi pori – pori batuan.

2.2.4 ElastisitasProses perambatan gelombang seismik

yang merambat ke bawah permukaan yang terjadi selama akuisisi data, dikontrol oleh

4

sifat elastisitas batuan. Hal ini menentukan bagaimana respon batuan yang terkena gaya yang diakibatkan oleh penjalaran gelombang seismik. Setiap batuan mempunyai sifat keelastisitasan yang berbeda, oleh karena itu batuan yang lebih lunak akan mempunyai respon yang berbeda terhadap strain, begitu juga terhadap respon yang ditimbulkan batuan yang lebih keras. Teori elastisitas berhubungan dengan deformasi yang disebabkan oleh tekanan yang dikenakan pada batuan tertentu. Tekanan atau Stress (σ) adalah gaya per satuan luas sedangkan Strain (e) adalah jumlah deformasi material per satuan luas. Jika stress diterapkan pada batuan maka batuan tersebut akan terdeformasi yang menyebabkan terjadinya strain.

2.2.5 Hukum HookeHukum Hooke menyatakan bahwa

terdapat hubungan linear antara stress dan strain pada batuan (antara gaya yang diterapkan dan besarnya deformasi).

eC. .......................................(2.2)Strain (e) dan Stress (σ) merupakan

besaran tensor, sedangkan C adalah konstanta yang berupa matriks (tensor) yang menentukan sifat dasar elastisitas dari suatu batuan. Pada material isotropik, koefisien – koefisien matriks C tersebut direduksi menjadi dua macam parameter elastik bebas yang mencirikan sifat elastisitas batuan.

Beberapa kombinasi dari beberapa parameter bebas ini disebut Modulus Elastik. Beberapa Modulus Elastik tersebut adalah :

1. Modulus Young (E)Modulus Young didefinisikan sebagai

perubahan panjang (longitudinal strain) dari sebuah material ketika stress longitudinal tersebut mengenai material tersebut.

................................(2.3)

Dimana σl adalah strain longitudinal, E adalah Modulus Young, ΔL/L adalah perubahan panjang relative, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3.

2. Modulus Shear – Rigiditas (μ)Modulus Shear adalah modulus elastik

yang menghubungkan shear strain dengan shear stress

X

Ys

......................................................(2.4)

dengan adalah gaya yang bekerja, adalah

modulus geser, ΔY adalah pergeseran yang terjadi, X adalah jarak antara permukaan, seperti ilustrasi Gambar 2.4.

3. Modulus Bulk (Inkompressibilitas)Modulus Bulk (K) adalah modulus

elastik yang mengukur resistensi suatu material terhadap stress volumetrik (suatu gaya yang bekerja secara seragam ke segala arah / tekanan hidrostatik).

V

VKP

.........................(2.5)

Gambar 2.4 Modulus Shear (Rigidity).(Canning,2000)

Gambar 2.3 Modulus Young. (Canning, 2000)

5

dengan P adalah tekanan hidrostatik, K (N/m2

)

adalah modulus bulk dan V

Vadalah

perubahan volume secara relatif seperti pada Gambar 3.4. Modulus bulk adalah modulus elastis yang sering dipakai dalam analisa AVO.

4. Kostanta Lame (λ)Konstanta Lame merupakan parameter

elastic yang menggambarkan sifat inkompressibilitas suatu batuan. Modulus ini bukan merupakan sifat yang bisa langsung diukur di laboratorium, tetapi bisa ditentukan dari modulus elastic lainnya :K = λ + 2/3 μ ........................................(2.6)

dengan K adalah modulus bulk, μ adalah modulus geser dan λ adalah konstanta lame.

2.3 Hubungan Vp, Vs, dan Densitas2.3.1 Mudrock Line

Dari percobaan fisika batuan ditunjukkan bahwa kebanyakan batupasir memiiliki hubungan linear antara kecepatan gelombang P dengan kecepatan gelombang S untuk saturasi cair. Hubungan ini akan bervariasi untuk jenis batuan dan daerah yang berbeda (Canning, 2000). Untuk merumuskan suatu hubungan antara kecepatan gelombang P dan gelombang S didefinisikan persamaan Mudrock Line sebagai hubungan Vp dan Vs

untuk saturasi cair.

Di Teluk Meksiko, Castagna (1993)merumuskan persamaan Mudrock Line sebagai : Vp = 1.16Vs + 1.36 (km/s), yang secara umum hubungan ini ditulis :

Vp = A . Vs + B..............................(2.7)dengan A dan B adalah konstanta spesifik untuk setiap kasus tertentu, seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.

2.3.2 Relasi GardnerRelasi Gardner adalah relasi antara

kecepatan gelombang P dan densitas yang didefinisikan oleh Gardner (1974) berdasarkan dari data percobaan. Relasi ini diungkapkan dalam skala logaritmik sebagai berikut :

log (ρ) = A . log (Vp) + B.....................(2.8)dengan A dan B adalah konstanta spesifik untuk setiap kasus tertentu. Dan dari percobaannya didapatkan hasil :

log (ρ) = 0.25 . log (Vp) – 0.51.............(2.9)Nilai ini dapat digunakan sebagai parameter dasar jika tidak tersedia data lokal.

2.3.3 Substitusi Fluida GassmannSubstitusi fluida merupakan salah satu

hal yang penting dalam reservoir dan menjadi kajian dalam seismik rock physic. Fluida tertentu yang tersubstitusi oleh fluida yang lain akan mengakibatkan terjadinya perubahan respon seismik. Respon seismik yang berubah mengindikasikan adanya perubahan dalam properti seismik. Didalam substitusi fluida sangat diperlukan untuk mengetahui kecepatan gelombang seismik, karena batuan yang tersaturasi fluida yang berbeda maka akan menghasilkan kecepatan gelombang seismik yang berbeda pula. Dari kecepatan seismik inilah kita bisa mendapatkan parameter elastis yang lain seperti Impedansi Akustik, Poisson’s Ratio, Lambda*Rho dan Mu*Rho

Gambar 2.5 Modulus BulkInkompressibilitas (Canning, 2000)

Gambar 2.6 Mudrock Line. Hubungan antara Vp dan Vs (Castagna, 1993)

6

yang sangat berguna dalam karakterisasi reservoir.

Substitusi fluida merupakan salah satu bagian penting dalam analisa seismik atribut karena substitusi fluida merupakan alat bagi interpreter dalam mengukur dan memodelkan berbagai macam skenario fluida yang mungkin bisa menjelaskan anomali AVO yang teramati. Pemodelan dalam substitusi fluida harus terlebih dahulu menghilangkan pengaruh dari fuida yang pertama.

2.4 Amplitude Variation With Offset (AVO)2.4.1 Prinsip Dasar AVO

AVO pertama kali ditujukan sebagai suatu teknik untuk menganalisa respon amplitudo pada seismik yang berasosiasi dengan kehadiran gas pada reservoir (Ostrander, 1984).

Anomali AVO muncul sebagai akibat penurunan dari koefisien refleksi gelombang seimik secara drastis dari puncak lapisan mengandung gas bila dibandingkan dengan koefisien refleksi dari lapisan – lapisan di sekitarnya.

Analisa AVO mengacu pada perubahan amplitudo sinyal terpantul pada bidang interface terhadap jarak dari sumber gelombang ke geophone penerima. Prinsip dasar AVO adalah berawal dari adanya suatu anomali yaitu bertambahnya amplitudo sinyal refleksi terhadap pertambahan jarak sumber gelombang seismik ke penerima (offset), apabila gelombang seismik dipantulkan oleh lapisan batuan berisi gas (Munadi, 1993). Jarak sumber ke penerima ini (offset)berhubungan dengan sudut datang sinar seismik (angle of incidence) terhadap bidang pemantulan. Semakin besar offset maka semakin besar pula sudut datangnya. Adapun konversinya ada di (Lampiran B).

AVO muncul sebagai akibat dari partisi energi pada bidang batas lapisan. Sebagian energi dipantulkan dan sebagian energi ditransmisikan. Ketika gelombang seismik menuju batas lapisan pada sudut datang tidak sama dengan nol maka konversi gelombang P menjadi gelombang S terjadi.

Amplitudo dari energi yang terefleksikan dan tertransmisikan tergantung pada sifat fisik diantara bidang reflektor. Sebagai konsekuensinya, koefisien refleksi menjadi fungsi dari kecepatan gelombang (Vp), kecepatan gelombang S (Vs), densitas (ρ) dari

setiap lapisan, serta sudut datang (θ1) sinar seismik.

Oleh karena itu terdapat empat kurva yang dapat diturunkan yaitu : amplitudo refleksi gelombang P, amplitudo transmisi gelombang P, amplitudo refleksi gelombang S, dan amplitudo transmisi gelombang S seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7. berikut.

Pada bidang interface tersebut kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S tentulah berbeda. Perbedaan kecepatan pada bidang batas ini akan menyebabkan variasi nilai koefisien refleksi, yang sebagaimana kita tahu bahwa hal inilah yang menjadi dasar dari analisa AVO, seperti ilustrasi pada Gambar 2.8. Sebagai contoh jika terdapat gas maka kecepatan gelombang P akan turun sedangkan kecepatan gelombang S tidak berubah.

Lintasan gelombang pada gambar 3.9tersebut mengikuti hukum snell, yaitu:

pVVVVV ssppp

2

1

1

1

2

2

1

'1

1

1 sinsinsinsinsin

.........(2.10)Keterangan :θ

1 : Sudut datang gelombang P,

θ1

: Sudut refleksi gelombang P,

θ2

: Sudut transmisi gelombang P,

φ1 : Sudut refleksi gelombang S,

φ2 : Sudut transmisi gelombang S,

p : Parameter gelombang, Vp1 : Kecepatan gelombang P pada medium pertama,

Gambar 2.7. Refleksi dan Transmisi energigelombang Seismik. untuk sudut datang lebihdari nol pada bidang batas (Yilmaz, 2001)

7

Vp2 : Kecepatan gelombang P pada medium kedua,Vs1 : Kecepatan gelombang S pada medium pertama,Vs2: Kecepatan gelombang S pada medium kedua.

Zoeppritz (1919) telah menghubungkan parameter-parameter yang berupa amplitudo refleksi dan transmisi sebagai fungsi dari sudut datang, ΔVp, ΔVs, dan Δρ dari fenomena perambatan gelombang untuk sudut datang tidak sama dengan nol menjadi matriks sebagai berikut:

Dengan: R

PP : koefisien refleksi gelombang P

θ’1: sudut refleksi gelombang P R

PS : koefisien refleksi gelombang S

θ2 : sudut transmisi gelombang P

TPP

: koefisien transmisi gelombang P

φ1 : sudut refleksi gelombang S

TPS

: koefisien transmisi gelombang S

φ2

: sudut transmisi gelombang S

Vp : kecepatan gelombang P ρ : densitas Vs : kecepatan gelombang S1,2 : indeks medium lapisan 1 dan 2

Penyelesaian dari persamaan matriks diatas dikenal sebagai persamaan Zoeppritz

(lampiran A) yang menghasilkan koefisien refleksi dan transmisi pada satu bidang batas sebagai fungsi sudut datang bila yang datangadalah gelombang P.

2.4.2 Aproksimasi Persamaan Zoeppritz

2.4.2.1 Aki dan Richard (1980) Perumusan persamaan Zoeppritz

cukup sulit dan kurang praktis. Kerumitannya muncul pada saat perhitungan koefisien refleksi atau transmisi melampaui sudut kritis. Aki dan Richards (1980) menggunakan asumsi persamaan Zoeppritz (2) dengan menambahkan konsep nilai perubahan densitas lapisan, kecepatan gelombang P dan S pada bidang batas, diperoleh hubungan sebagai berikut:

s

s

p

p

V

Vc

V

VbaR

)( .............(2.11)

dengan:

ip

pt

sss

ppp

sssppp

p

s

p

s

V

V

VVV

VVV

VVVVV

V

Vc

b

V

Va

sin.arcsin);(2

1

);(2

1);(

2

1

);(2

1;

;;

;sin.4

);tan1(2

1

cos.2

1

;sin.2

2

1

1

221

2121

2121

2121

22

2

22

22

2

Gambar 2.8. Hubungan antara offset dengan sudut dating dan sinyal datang yang terekam dalam titik reflektor yangsama (Chiburis et.al.,1993)

2.12

1

1

1

1

2

11

222

11

221

1

11

2211

1221

2211

1222

1

1

11

2211

2211

2cos

2sin

cos

sin

2sin2cos2sin2cos

2cos2cos2cos2sin

sincossincos

cossincossin

PS

PP

PS

PP

P

S

P

P

P

S

S

PS

PS

PS

S

P

T

T

R

R

v

v

v

v

v

vv

vv

vv

vv

v

v

8

2.4.2.2 Shuey (1985)Shuey (1985) menyusun kembali

persamaan Aki dan Richard (1980) berdasarkan sudut datang menjadi:

)13.2()sin(tan2

1

sin242

1

2

1)(

22

22

2

2

2

p

p

p

s

s

s

p

s

p

p

P

p

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

VR

Dengan memasukkan perbandingan Vp/Vs

dalam besaran rasio poisson untuk koefisien refleksi pada bidang batas lapisan ke persamaan (3.28) didapatkan pendekatan :

)14.2()sin(tan2

1

sin)1(

.)(

22

2

20

p

p

PP

V

V

HRRR

Dengan :

;2

1

p

pP V

VR

;2

)( 21

12 ;

;

p

p

p

p

V

V

V

V

H

1

21)1(20 HHH

dengan: σ : rata – rata poisson ratioΔσ : perbedaan σ yang melewati bidang

batas 12 Vp : rata – rata kecepatan gelombang

221 pp VV

P

ΔVp : perbedaan Vp yang melewati bidang batas 12 pp VV θ : rata – rata sudut datang dan sudut

transmisi 2

21

ρ : rata – rata densitas formasi =2

21

Δ ρ : perbedaan densitas yang melewati bidang batas 12

Rp adalah koefisien refleksi dengan sudut

datang normal (θ = 00

), suku kedua untuk kisaran sudut menengah dan suku ketiga untuk sudut datang besar. Pada kondisi real

dilapangan, θ tidak pernah lebih besar dari 400

.Untuk sudut yang kecil, dengan pendekatan

pada sudut mencapai 300

, sin2

θ ≈ tan2

θ,sehingga persamaan (3.29) dapat ditulis kembali menjadi:

22 sinsin)( BAGRR p Persamaan (3.30) merupakan

persamaan linier dengan G adalah fungsi dari rasio Poisson dan densitas dari lapisan pemantul, dan dikenal sebagai gradient AVO

atau slope, yaitu G = B = Rp.H0 +

dan Rp = A adalah reflektisitas normal incidence atau dikenal dengan intercept. Jadi terlihat dengan jelas bahwa ada perubahan nilai R(θ) terhadap sudut atau offset.

2.5 Analisa Anomali AVOModel dasar untuk anomali AVO bisa

diilustrasikan memakai suatu lapisan pasirgas diantara dua lapisan shale (Gambar 2.8).Amplitudo gelombang seismik yang dihasilkan pada gather offset adalah refleksi negatif pada offset dekat dan semakin negatif pada offset jauh, yang dimanifestasikan dengan nilai absolut dari kenaikan amplitudo terhadap offset.

2.5.1 Klasifikasi Rutherford dan Williams

Rutherford dan Williams (1989) mempopulerkan klasifikasi anomali AVO yang membagi anomali AVO (berdasarkan kandungan minyak dan gas) menjadi tiga kelas yaitu: kelas I, (high impedance contrast sands); kelas II, (near-zone impedance contrast sands); dan kelas III, (low impedance contrast sands). Tahun 1998 Castagna et al. memperkenalkan sandstone kelas IV setelah ia melakukan crossplot AVO berdasarkan klasifikasi Rutherford dan Williams (gambar 3.9.a).

3.28

3.29

9

2.5.1.1 Kelas I (High Impedance Contrast Sands)

Gas sand kelas I mempunyai nilai impedansi akustik (IA) lebih tinggi dibandingkan lapisan penutupnya (gambar 2.9b). Koefisien refleksi dari normal incidence adalah positif pada top batupasir dan negatif pada base batupasir. Terletak di kuadran IV, dan penurunan amplitudo (dimming effect) dengan kenaikan offset. Perubahan amplitudo terhadap offset dikenal sebagai gradient, pada

umumnya gradient kelas I lebih besar daripada gradient kelas II, dan III.2.5.1.2 Kelas II (Near-Zone Impedance Contrast Sands)

Gas sand kelas II memiliki nilai Akustik impedansi yang hampir sama dengan cap. Koefisien refleksi dari normal incidence bernilai kecil pada top dan base pasirgas, tetapi amplitudonya lebih besar daripada sekitarnya. Tipe pasir jenis ini lebih kompak dan terkonsolidasi. Pasirgas kelas II dibagi menjadi dua yaitu kelas II dan IIp. Kelas II mempunyai koefisien refleksi nol pada offset sama dengan nol, sedangkan kelas IIp mempunyai koefisien refleksi positif pada zero offset dan terjadi pembalikan polaritas di dekat near offset.2.5.1.3 Kelas III (Low Impedance Contrast Sands)

Gas sand kelas III memiliki akustik impedansi lebih rendah dibandingkan cap. Koefisien refleksi dari normal incidence selalu bernilai negatif dan semakin negatif dengan kenaikan offset. Pada data stack seismik, batupasir kelas III mempunyai amplitudo dan koefisien refleksi yang tinggi di keseluruhan offset. Pasir tipe ini biasanya kurang terkompaksi dan terkonsolidasi.2.5.1.4 Kelas IV (Low Impedance Contrast Sands)

Gas sand kelas IV berada di kuadran II, dengan intercept negatif dan gradien positif. Pada data stack seismik berupa bright spot tetapi amplitudo refleksi turun dengan kenaikan offset. Batupasir kelas IV biasanya muncul pada porous sand yang dibatasi oleh litologi dengan kecepatan gelombang seismik tinggi, seperti hard shale (contoh: siliceous atau calcareous), siltstone, tightly cemented sand atau carbonate.

2.5.2 PolaritasSEG mendefinisikan polaritas normal sebagai :

1. Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada hidropon di air atau pergerakan awal keatas pada geopon didarat.

2. Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negatif pada tape, defleksi negatif pada monitor dan trough pada penampang seismic.

Oleh karena itu dengan menggunakan konvensi ini, maka pada penampang seismik

Gambar 2.9.a Klasifikasi anomali AVO menurutRutherford dan William (1989), Castagna (1998) op.cit (Canning, 2000)

Gambar 2.9.b Crossplot antara intercept (A) dan gradient (B), memperlihatkan kelas daripasir-gas yang terbagi menjadi empat kuadran.(Castagna..et. al., 1998)

10

yang menggunakan konvensi SEG akan didapatkan :

1. Pada bidang batas refleksi dimana IA2

> IA1 akan berupa trough.2. Pada bidang batas refleksi dimana IA2

> IA1 akan berupa peak.

2.5.3 Efek Amplitudo Seismik TerhadapJenis Fluida

Pengaruh jenis fluida terhadap karakter seismik akan tergantung pada impedansi akustik relatif dari reservoar dan litologi disekitar reservoar. Kehadiran hidrokarbon yang memiliki densitas dan kecepatan yang lebih rendah daripada air akan mengakibatkan turunnya impedansi akustik batuan reservoar. Berikut ini beberapa karakter seismik yang merupakan penanda dari kehadiran hidrokarbon (gas):

Bright spot ditandai oleh peningkatan amplitudo apabila IA reservoar < IA litologi sekitarnya

Dim spot ditandai oleh penurunan amplitudo apabila IA reservoar > IA litologi sekitarnya

Pembalikan polaritas bila IA reservoir sedikit lebih besar dari dari IA litologi sekitarnya.

Flat-spot akibat water oil/ gas kontak

2.5.4 Bright Spot dan Dim SpotSebelum analisis AVO berkembang,

interpretasi AVO sering menggunakan brightspot pada penampang stack sebagai indikator gas. Brightspot merupakan refleksi amplitudo yang besar pada penampang stack yang mengandung gas.

Brightspot merupakan anomali AVO kelas III, yaitu ketika distack diperoleh

amplitudo tinggi. Anomali AVO kelas I dan kelas II dapat menghasilkan efek yang berlawanan, yaitu dimspot yang dicirikan dengan jika kita men-stack even-even maka amplitudo justru akan hilang. Jika terdapat pembalikan fase sepanjang sumbu offset, maka ketika kita stack pada semua offset, maka offset dekat akan menggagalkan offset jauh dan hasilnya adalah refleksi amplitudo.

2.5.5 Atribut AVOAtribut AVO berguna dalam

peningkatan interpretasi, evaluasi reservoar dan memahami hubungan sifat-sifat fluida dan batuan. Dalam penelitian ini atribut yang digunakan antara lain adalah Intercept (A) dan Gradient (B).2.5.5.1 Intercept (A)

Intercept (A) merupakan nilai koefisien refleksi gelombang seismik pada zero offset atau sumbu sudut datang nol (zero angle axis). Intercept merupakan suku pertama dari pendekatan Shuey terhadap persamaan Zoeppritz,

2

20 sin)1(

.)(

HRRR PP

Dengan A = R0 = Koefisien Refleksi pada zero offset2.5.5.2 Gradient (B)

Gradient (B) merupakan kemiringan garis atau slope yang menggambarkan perubahan amplitudo relatif dengan sudut datang θ. Untuk mengetahui perubahan atau pengurangan amplitudo terhadap offset, atribut ini harus digunakan dengan atribut intercept.2.5.5.3 Intercept*Gradient (A*B)

Atribut ini merupakan perkalian antara intercept dengan gradient dan dapat digunakan sebagai indikator hidrokarbon secara langsung. Apabila nilai hasil perkalian kedua atribut tersebut positif berarti ada suatu pertambahan

Gambar 2.10 Model ideal penentuan polaritas (a) fasa minimum dan (b) fasa nol pada waveletpada batas peningkatan impedansi akustik. (Badley, 1985)

Tabel 2.1. Model Amplitudo Anomali AVO ( Canning,2000)

11

nilai amplitudo mutlak terhadap offset. Dan apabila hasil perkalian bernilai negatif, berarti ada pengurangan amplitudo absolut terhadap offset.BAB III. METODOLOGI1. Alur Penelitian

Mulai

Time migrated PSTM, CRP Gather, model kecepatan, data log pada well (GR,

RhoB, Nphi, MSFL, ILM, ILD, PeF, Litologi)

Uji kelayakan data

Set parameter prekondisi

Inversi atribut AVO 3D

Output Atribut AVO

Crosplot Atribut AVO

Analisa data Log, Petrofisika &

Seismic

Analisa Lengkap & Kesimpulan

Input PSTM

Well Seismic Tie

Selesai

Seismogram Sintetik

Output Petrofisika :+Saturasi Air+Saturasi Hidrocarbon

Analisa Petrofisika

Bright Spot :+Zona sand+Resistivitas formasi tinggi+Cros-over nilai Nphi & RhoB

Analisa Log

Mulai

Input data seismic(CRP Gather + model kecepatan)

Uji Kelayakan & persiapan data AVO

Set parameter prekondisi

Data seismic prekondisi(CRP Gather + angle of incidence)

Inversi AVO

output : angle stack (near, mid, far), intercep, gradien

baik

kurang baik

Analisa

Gambar 3.1 diagram alir penelitihan

12

BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN4.1 Analisa Data Sumur

Analisa Data Sumur diperlukan untuk penentuan zona telitian dan litologi sebagai parameter awal dalam pencarian anomali AVO. Dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1 menunjukkan adanya persilangan pada log RHOB dan NPHI (kolom ke-3) dimana pada kedalaman yang ditandai dengan warna merah pada kolom 2 dan 3. Nilai keduanya saling mengecil dan bersilang ditandai dengan warna kuning pada kolom 5.

Kedalaman dan domain waktunya diperjelas pada tabel 4.1 dimana domain kedalaman 2360 – 2371 m yang ditandai warna merah berada

pada waktu sekitar 2.02459 – 2.02993 ms. Pada domain waktu tersebut terkandung minyak dengan saturasi hidrokarbon antara 0.25 – 0.75 seperti yang terlihat pada tabel 4.2 yang memperlihatkan perhitungan Saturasi Hidrokarbon per-lapisan

Untuk melakukan kontrol daerah terdapatnya anomali dilakukan krosplot log RHOB, NPHI dengan spesifikasi warna gamma ray. Didapatkan krosplot seperti gambar 4.2 . Setelah itu dilakukan uji kelayakan pada data seismik untuk mengetahui stabilitas lapisan daerah tersebut.

4.2 Uji KelayakanFaktor kelayakan dilakukan dengan

spesifikasi penafsiran shuey. Software Probe

Gambar 4.1 kurva log pada zona peneltian

Gambar 4.2 Crossplot log RHOB, NPHI dan GR

Tabel 4.1 Domain Waktu zona penelitian

Tabel 4.2 Analisa Saturasi Hidrokarbonper-lapisan

13

memberikan nilai kelayakan antara 0-2 untuk masing-masing titik. Dari uji kelayakan yang telah dilakukan didapatkan nilai sebesar 0.58 pada kedalaman warna merah.

Dengan begitu pada kedalaman waktu yang berwarna merah (gambar 4.3) terbilang stabil untuk dilakukan proses AVO. Hal ini sesuai dengan domain waktu dan kedalaman daerah penelitian pada data sumur.

4.3 Tes PrekondisiSebelum dilakukan ada baiknya

memperhatikan parameter prekondisi terlebih dahulu. Yaitu dengan pembatasan data pada sudut mulai dari 0-35o.

Hasil prekondisi dapat dilihat pada gambar 4.4a . (tengah). Noise pada data CRP dikurangi sehingga menjadikan data prekondisi lebih halus dan siap untuk menganalisa AVO maupun sebagai input awal inversi atribut AVO.

4.4 Well – Seismic Tie Pada proses ini Wavelet yang

digunakan adalah Bandpass yang diestimasi

dari keadaan asli seismik di sekitar sumur yang akan diikat dengan sesimik. Jadi pada batas kedalaman 2360 – 2371 m dan waktu 2.02 – 2.03 ms reflektornya disejajarkan. Proses ini juga mengutamakan zona di sekitar kedalaman waktu yang stabil sewaktu uji kelayakan data seismik.

Nilai korelasi maksimum pada pengikatan sumur ITS-9 dengan data seimik cukup baik yaitu 0.712 (gambar 4.4c). Yang artinya kesetaraan antara kedalaman dan waktu tempuh cukup baik.

Setelah itu dilakukan pengikatan seismik (well-seismic tie) ,seperti gambar 4.4b, pada sumur ITS-09 dan dibandingkan dengan langkah serupa pada seumur lain dan didapatkan nilai korelasi maksimum dengan hasil yang tidak jauh beda sekitar 0.7 pada tiap sumur yang diikat.

Gambar 4.4c Nilai korelasi maksimumWell- Seismic tie sebesar 0.712

Gambar 4.3 Hasil uji kelayakan

Gambar 4.4b Well-Seismic tie

Gambar 4.4a Well-Seismic tie

14

4.5 Inversi AVO

4.5.1 Regresi Crossplot Vp dan Vs

Regresi didapatkan setelah melakukan crossplot antara data log Vp dan Vs (gambar 4.5a) pada sumur ITS-12 yang memiliki log kecepatan gelombang seismik dan gelombang sesar asli. Untuk selanjutnya konstanta yang didapatkan dapat digunakan untuk penentuan parameter inversi.

Pada penelitian ini, terdapat persamaan regresi Vs = 0.862*Vp – 1171,972. Nilai yang digunakan dalam penentuan parameter adalah konstanta senilai 0.86 dan -1172. Persamaan serupa juga diperoleh sama pada data log kecepatan turunan yang didapatkan pada sumur lain.

4.5.2 Inversi Atribut AVOInversi dilakukan untuk mendapatkan

atribut AVO yang sesuai dengan penafsiran shuey pada uji kelayakan. Ada beberapa atribut yang sesuai dengan pendekatan shuey. Angle Plot, intersep, gradien, lambda-rho, mu-rho, Poisson ratio dipilih untuk melihat adanya anomali AVO.

Pada waktu inversi perlu diperhatikan atribut yang akan dihasilkan berdasarkan uji kelayakan, dalam hal ini berdasarkan pendekatan Shuey. nilai konstanta pada crossplot Vp dan Vs sebelumnya disertakan untuk menghasilkan atribut hasil inversi tersebut.4.5.3 Analisa Data Prekondisi dan perubahan Amplitudo

Pada penampang prekondisi terdapat amplitudo dari pengumpulan tras-tras seismik hasil refleksi dari reflektor yang akan dianalisa anomali AVO.

Pada gambar 4.5b didapatkan pembalikan polaritas pada kedalaman waktu

2420 ms yang mengindikasikan kelas IIp anomali AVO.

Setelah dilakukan analisa kelas dengan angle plot dan hasilnya didapatkan kelas AVO IIp (gambar 4.5c) dikarenakan kurva yang terlihat melintas dari amplitudo positif menujam ke arah amplitudo negatif. Nilai negatif hanya menandakan arah perubahan lembah menjadi puncak, namun amplitudo tetap dianggap meningkat.

4.6 Analisa Atribut AVO4.6.1 Analisa Krosplot Intersep dan Gradien

Gambar 4.6a adalah atribut intersep (kiri) dan gradien yang dihasilkan dari inversi atribut AVO. Kemudian dari itu dilakukan crossplot antara keduanya (gambar 4.6b). Crossplot dilakukan dengan terlebih dahulu membatasi volume intersep dan gradien hanya disekitar daerah telitian (didalam batas garis hitam).

Sedangkan kelas AVO yang telah diketahui adalah IIp, dari situ dilakukan pembatasan pada crossplot (poligon merah). Didalam poligon itu terdapat zona coklat muda

Gambar 4.5a Crossplot Vp dan Vs

Gambar 4.5b Anomali pada prekondisi

Gambar 4.5c Kelas IIp AVO

15

pada penampang intersep dan gradien pada gambar 4.6a.

4.6.2 Analisa Angle Stack Near, Mid, Far

Angle Stack menggambarkan perjalanan gelombang seismik dari sumber sampai sudut yang ditentukan, dimana sudut tersebut menggantikan fungsi jarak. Biasanya batas sudut maksimal adalah 35˚ dan keseluruhannya dibagi menjadi Near, Mid dan Far Angle Stack untuk dapat melihat jenjang perubahan nilai amplitudo secara bertahap.

Pada gambar 5.9a dapat dilihat adanya penguatan amplitudo pada Angle Stack 2D pada inline 1266 dan crossline 4283 (dekat

dengan semua sumur) yang sudah dipisahkan masing-masing menjadi Near Angle Stack, 10˚-25˚ untuk Medium Angle Stack dan 25˚-35˚ untuk Far Angle Stack.

Pada gambar 5.9a ditunjukkan amplitudo pada sudut dekat. Dari situ dapat terlihat besar nilai amplitudo awal di sekitar sumur. Setelah itu dilanjutkan pada gambar 5.9b yang merupakan mid angle stack. Dapat dilihat respon amplitudo setelah melewati lapisan lebih besar ditandai dengan semakin tegasnya warna pada lapisan tersebut. Begitu juga pada gambar 5.9c yang berupa far angle stack.

Dari ketiga gambar diatas dapat dijelaskan struktur lapisan pada kedalaman

Gambar 4.6a Atribut Intersep dan Gradien

Gambar 4.6b Crossplot Intersep dan Gradien

Gambar 4.7 Angle Stack 2-D

Gambar 4.8a Near Angle Stack

Gambar 4.8b Mid Angle Stack

Gambar 4.8c Far Angle Stack

16

waktu 2.02 – 2.03 ms di sekitar daerah penelitian.

Nilai amplitudo semakin bertambah pada far-angle dilapisan yang sama. Ditandai dengan semakin kontasnya warna merah dan hitam. Warna merah menginformasikan peak amplitudo dan hitam menginformasikan trough seperti yang dapat terlihat pada garis biru di data prekondisi.

4.6.3 Analisa Beberapa Atribut AVO4.6.3.1 Analisa Poisson Ratio

Respon amplitudo terhadap poison ratio bernilai negatif yang berarti ada penurunan poisson ratio pada daerah sekitar adanya log setelah pada lapisan sebelumnya bernilai positif. Namun respon amplitudo tetap dianggap naik hanya arahnya saja ke sumbu negatif.

4.6.3.2 Analisa Impedansi Akustik

Sebagaimana telah dijelaskan pada dasar teori bahwa impedansi akustik adalah kemampuan untuk melewatkan gelombang seismik. Dapat terlihat pada gambar 4.9b warna hitam pada lapisan tersebut menunjukkan penurunan amplitudo ke sumbu negatif diakibatkan lapisan yang dilewatkan oleh gelombang seismik memiliki densitas

kecil. Sebagaimana diketahui impedansi akustik adalah produk perkalian densitas dengan kecepatan gelombang P.4.6.3.3 Analisa Lambda*Rho dan Mu*Rho

Lambda*Rho dan Mu*rho dapat mengidentifikasikan zona reservoir secara langsung. Dapat dilihat pada gambar 4.10a dan 4.10b. Lambda*rho menunjukkan respon nilai negatif pada amplitudo yang melewati lapisan. Sedangkan pada Mu*rho mengalami pembalikan dimana respon amplitude lebih cenderung bernilai positif. Hal tersebut menunjukkan zona hidrokarbon.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan.

1. Pada analisa hasil crossplot dan perhitungan Petrofisika pada data logyang dilakukan pada sumur ITS-09telah menunjukkan bahwa litologi adalah reservoir yang berisi Hidrokarbon, minyak dan gas.

Gambar 4.9b Impedansi Akustik

Gambar 4.10a Lambda*Rho

Gambar 4.10b Mu*Rho

Gambar 4.9a Poisson Ratio

17

demikian juga pada sumur ITS-02, ITS-10, ITS-12 dan ITS-14 setelah dilakukan korelasi pada lapisan atribut AVO 3D yang sama. Dari parameter tersebut dilanjutkan dengan analisa AVO.

2. Berdasarkan angle plot kelas anomaliAVO yang terbentuk pada reservoir batugamping ini termasuk kedalam kelas IIp klasifikasi Rutherford and Williams. Anomali AVO terbukti tidak selalu sebagai indikator gas. Dalam penelitian ini ditemukan anomali AVO dalam lapisan yang mengandung minyak. Sesuai dengan respon amplitudo yang besar berbentuk flat spot pada penampang atribut AVO 3D di kedalaman waktu 2000ms.

3. Respon Amplitudo pada masing-masing atribut AVO menunjukkan tren meningkat. Namun pada atribut Lambda*Rho dan Mu*Rho terlihat saling berketebalikan diantaranya. Hal ini mengindikasikan adanya hidrokarbon pada penampang seismik di kedalaman 2000ms

5.2 SaranSangat dianjurkan untuk mempelajari

Petrofisika dan interpretasi sumur untuk lebih mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Hal ini dapat membantu dalam hal karakterisasi reservoir berdasarkan anomali AVO.

DAFTAR PUSTAKAAki A., and Richard P.G., 1980,

Quantitative Seismology: Theory and Methods, W.H.Freeman & Company.

Canning, A., 2000, Introduction to AVO Theory, Paradigm Geophysical.Castagna, J.P., Swan, H.W., and Foster,

D.J., 1998, Framework For AVO Gradient and Intercept Interpretation, Geophysics, 63, 948-956.

Gardner, G.H.F., Gardner, L.W., and Gregory, A.R. 1974, Formation velocity and density – The diagnostic basis for stratigraphic traps. Geophysics 39, 770-780.

Goodway, et.al., 1997, Improved AVO fluid detection and lithology discrimination using Lame petrophysical parameter; ””, ””, and ”” fluid stack, from P and S inversion: CSEG Recorder.

Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Schlumberger Oilfield Service, Edisi ke-8, Jakarta.

Ostrander W.J., 1984, Plane wave reflection coefficients for gas sands at non-normal angles of incidence, Geophysics 49, 1637-1648.

Rutherford, S., and Williams, R., 1989, Amplitude versus offset variation in gas sands, Geophysics 54, 680-688.

Smith, G.C., and Gidlow, P.M., 1987, Weighted stacking for rock property estimation in gas sands, Geophys. Prosp., 35 993-1014.

Shuey, R.T., 1985, A simplification of the Zoeppritz equations, Geophysics 50, 609-614.

Sumirah., 2007, Deteksi Reservoar Gas Menggunakan Analisis AVO dan Inversi λρ & μρ Data Seismik 3D., Skripsi-S1 Geofisika FMIPA UGM, Yogyakarta.

Wyllie, M.R.J., Gregory, A.R., and Gardner, L.W., 1956, Elastic wave velocities in heterogeneous and porous media, Geophysics 21, 41-70.

Yilmaz, Oz, 2001, Seismic Data Analysis: Processing, Interpretation and Inversion, Society of exploration Geophysics.

Zoeppritz, R., 1919. On the reflektion and propagation of seismic waves, Erdbebenwellen VIIIB; Gottinger Nachrichten I, 66-68.