word dhita
Post on 26-Jan-2016
218 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
2.1 Komplikasi
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang
lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura sangat resisten
terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan
granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan
korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat
terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang
berakhir di daerah vaskular subkortek.
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk mengetahui timbulnya
komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik
dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan
berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan
adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda-
tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap
dapat merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan
adanya keluhan mual, muntah proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama
terapi diberikan merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial. Komplikasi OMSK antara
lain :5
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke sel-sel
udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri daerah parietal, temporal, dan
oksipital (n.V), otore persisten. Dikenal dengan sindrom Gradenigo. Keluhan lain
keluarnya nanah yang terus menerus dan nyeri yang menetap paska mastoidektomi.
Pengobatannya operasi (ekspolorasi sel-sel udara os petrosum dan jaringan pathogen)
serta antibiotika.
b. Tromboflebitis Sinus Lateralis
Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini jarang terjadi.
Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu menjadi berat yang disertai
menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas kecuali terjadi abses perisinus. Kultur darah
positif terutama saat demam.
Pengobatan dengan bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang tulang/dinding
sinus yang nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan drainase sinus dan dikeluarkan.
Sebelumnya diligasi vena jugularis interna untuk cegah thrombus ke paru dan tempat
lain.
a. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi
Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu operasi
mastoidektomi.
b. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan tanda
kernig positif.
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural
kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural nanah
keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah syaraf
sebelum mastoidektomi.
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala hebat.
Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun dan protein
meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial
media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau meningitis.
Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau
tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri
kepala, demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada LCS
protein meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi abses
ditentukan dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi komputer. Pengobatan
antibiotika parenteral dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan umum baik,
dilakukan mastoidektomi.
c. Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid gagal
mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat tanpa kelainan
kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa nyeri kepala menetap,
diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.
Penatalaksanaan
Pengobatan mencakup 2 hal yaitu penyembuhan infeksi primer dan komplikasinya.
Seringkali beratnya komplikasi mengharuskan kita menunda mastoidektomi dan untuk
mencegah komplikasi, pemberian antibiotika dimulai sejak dini. Dibutuhkan kerjasama
dengan bedah syaraf untuk mendapatkan hasil yang maksimum.
Pada komplikasi intrakranial pengobatan antibiotika sulit karena dihalangi sawar
darah otak. Untuk mempertinggi konsentrasi antibiotika, dulu diberikan penisilin
intratekal, tetapi ternyata terlalu mengiritasi. Sekarang diberikan derivate penisilin dosis
tinggi secara intravena, dimulai dengan ampisilin 4 × 200-400 mg/kg/hari, kloramfenikol
4 × 500-1000 mg/hari untuk dewasa atau 60-100 mg/kg/hari untuk anak. Pemberian
metronidazol 3 × 400-600 mg/hari dapat dipertimbangkan. Antibiotika disesuaikan
dengan kemajuan klinis dan biakan sekret telinga atau LCS.
Pemeriksaan laboratorium, foto mastoid, tomografi computer kepala untuk melihat
adanya abses otak serta konsultasi bedah syaraf atau syaraf anak. Bila terdapat tanda
ensefalitis atau abses intrakranial maka akan dilakukan bedah otak untuk drainase segera.
Mastoidektomi dapat dilakukan bersama atau kemudian. Mastoidektomi dilakukan
sebelum atau sesudah operasi otak. Bila keadaan umum pasien buruk atau suhu tinggi,
mastoidektomi dilakukan dengan anestesi local. Jika tindakan bedah tidak segera
dilakukan pengobatan dilanjutkan sampai 2 minggu, kemudian konsul lagi ke bedah
syaraf.
Idealnya terapi bedah pada stadium dini komplikasi, tapi prakteknya sulit. Hal yang
menentukan adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respon pasien terhadap antibiotika.
Seringkali drainase empiema subdural atau abses otak mendahului mastoidektomi.
Rangsangan kontinyu kolesteatom di mastoid dapat menyebabkan meningitis berulang
atau progresivitas abses otak.
Tujuan operasi ialah mengeradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid. Untuk itu
diperlukan mastoidektomi modifikasi radikal. Tulang yang melapisi sinus sigmoid harus
ditipiskan dan dibuang. Lempeng dura posterior pada segitiga Trautman harus ditipiskan
dan tegmen mastoid harus dikupas.
top related