welding metalurgy
Post on 21-Oct-2015
206 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IKonsep Dasar Metalurgi
1.1. Mengenal Metalurgi Las
Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat logam, terdiri dari 1) metalurgi fisik antara
lain heat treatment (perlakuan panas), mechanical testing, metallography dan penomeran sesuai
standar, 2) proses metalugi yaitu reproduksi bijih besi, ekstrasi bijih logam dan logam paduan melalui
dapur (ingat modul sebelumnya), proses pengecoran logam serta proses pengelasan. Sedangkan
metalurgi pengelasan adalah ilmu yang mepelajari sifat dan teknologi penyatuan logam pada proses
pengelasan. Metalurgi pengelasan ini akan membahas fenomena yang berhubungan dengan peleburan,
solidifikasi, siklus panas, pengaruh elemen-elemen paduan dan perubahan metalurgi dari logam yang
dilas baik dalam keadaan cair (liquid) maupun keadaan padat (solid). Pengetahuan tentang metalurgi
pengelasan merupakan hal penting untuk memperoleh sambungan las yang memenuhi syarat dan ini
akan menentukan keberhasilan proses pengelasan.
Daerah lasan bisa diasumsikan sebagai daerah pada proses pengecoran dalam sekala kecil, bedanya
pada proses pengelasan, proses solidifikasi diawali dari bentuk butiran-butiran (grains) yang sudah
terbentuk pada fusion line (garis las) dan tumbuh secara teratur menuju pusat lasan selama proses
pengelasan.
Gambar 1.1 Siklus thermal
Pada proses pengelasan, kecepatan sumber panas lebih besar dari pada kecepatan aliran panas
dan kecepatan aliran panas searah dengan gerak busur listrik lebih kecil dibandingkan dengan
kecepatan pada arah tegak lurus gerak busur listrik. Dengan demikian daerah disekitar las mengalami
siklus termal berupa pemanasan (heating) sampai suhu maksimum tercapai kemudian diikuti dengan
pendinginan (cooling) seperti terlihat pada Gambar 1.1. Bagian yang terpenting pada siklus thermal
adalah pendinginan, karena sangat mempengaruhi transformasi fasa yang berarti berpengaruh pada
struktur mikro di logam las dan daerah pengaruh panas (heat affected zone/HAZ).
1.2. Mengenal Diagram Fasa Ferrous dan Non Ferrous Metal
Sebelum mengenal dan mendalami tentang metalurgi las (welding metallurgy), kita harus
mengingat kembali tentang diagram fasa logam besi (ferrous) dan logam non besi (non ferrous) yang
pernah didapat pada pelajaran (modul) sebelumnya, alasannya adalah pada proses pengelasan fusi (las
busur) seperti : las listrik (SMAW), las TIG, las MIG dan lain-lain, temperatur proses berada pada fasa
cair (liquid) seperti pada proses pengecoran (casting). Dengan memahami tentang diagram fasa dari
masing masing material kita akan mengetahui temperatur proses pengelasan serta akan bisa
memprediksi struktur mikro pada hasil pengelasan. Bentuk dan jenis struktur mikro merupakan
cerminan dari sifat-sifat mekanik bahan, seperti akan dibahas fokus pada modul metalurgi las ini.
Diagram fasa adalah diagram yang menghubungkan antara komposisi, temperatur dan fasa. Adapu
kegunaan diagram fasa antara lain :
A. Untuk mengetahui jenis fasa pada logam dan paduannya
B. Untuk meramalkan atau memprediksi paduan
C. Untuk memprediksi struktur mikro
1.2.1. Paduan
Paduan adalah campuran dua unsur atau lebih sehingga diperoleh sifat-sifat yang lebih baik
Contoh paduan antara lain :
A. Logam + logam (Cu+Al), disebut paduan Cu-Al
B. Logam + non logam (Fe + C), disebut baja
Parameter paduan antara lain :
Komposisi dalam %
A. Temperatur (T) dalam satuan derajat celsius (°C) atau farenhet (°F)
B. Fasa tertentu liquid (L) dan solid (S) atau berada diantara keduanya (L & S)
Contoh diagram fasa yang terbentuk oleh dua unsur yang dipadukan (diagram fasa biner) yaitu :
A. Diagram fasa yang menunjukan larut sempurna dalam keadaan cair maupun padat artinya
A+B=C
B. Diagram fasa yang menunjukan kelarutan yang sempurna dalam keadaan cair tetapi larut
sebagian dalam keadaan padat atau A+B=A’(α)+B’(β)
C. Diagram fasa yang menunjukan kelarutannya sempurna dalam keadaan cair tetapi dalam
keadaan padat tidak larut satu sama lainnya atau dengan kata lain A+B = A+B
Gambar 1.2 Fasa diagram dua unsur paduan
Gambar 1.3 Fasa diagram Fe-C
Paduan Fe-C, yang diperlihatkan peda diagram fasa terdiri dari baja karbon (carbon steel)
dengan maksimum 2,14 % C dan besi cor (cast iron).
Ket . Gambar 0-1L = fasa cairS = fasa padatTCA = temperature cair komponen ATCB = temperature cair komponen BLiquidus = L/(S+L)Solidus = S/ (s+L)A dan b = fasa sama (fasa padat) meskipun komposisi beda
Pada diagram fasa Fe-C terdiri dari
A. Larut padat (solid solution)
B. Senyawa (compound)
C. Hasil rekayasa fasa (modification)
Dalam kondisi larut padat terdiri dari:
A. Baja alpha (α) = Ferit
Baja ferit antara lain larutan padat C dalam Fe bcc (bentuk butiran bcc), terdiri dari:
Bentuk stabil Fe (iron) pada temperatur kamar
Kelarutan (solunility) maksimum C dalam Fe bcc = 0,022 wt%
Akan berubah fasa menjadi austenit pada temperatur 912oC
B. Baja gamma (γ) = austenit
Baja austenit antara lain larut padat C dalam Fe fcc (bentuk fcc) terdiri dari:
Tidak setabil dibawah temperature eutektik (727oC) kecuali didinginkan cepat
Kelarutan maksimum C dalam Fe fcc 2,14 wt%
Akan berubah fasa menjadi fasa δ (delta) pada temperature 1395oC
C. Baja delta (δ) = delta
Sedangkan baja delta antara lain larut padat C dalam Fe bcc (bentuk bcc) terdiri dari:
Stabil hanya pada teperatur tinggi (di atas 1395oC)
Strukturnya sama seperti ferit (α)
Mencair pada temperature 1538oC
Suatu bukti bahwa diagram fasa bisa membedakan bentuk struktur mikro pada jenis paduan
logam seperti cotoh Gambar 1.4. Gambar tesbut mengambil contoh paduan Fe-C ferit (α) adalah baja
satu fasa dengan kandungan C (carbon) relatif lebih rendah dibandingkan dengan perlit (α +Fe3C)
sehingga terlihat carbon larut sempuna,hanya batas butir (garis tak beraturan) dan titik hitam yanga
terlihat, sedangkan pada perlit terlihat dua dominasi yaitu putih (α) dan garis hitam adalah (Fe 3C), dan
disebut dua fasa.
Gambar 1.4 Perbedaan struktur mikro ferit dan perlit
Gambar 1.5 Stuktur mikro pada daerah las vs fasa diagram steel 0,2%C
Baja karbon medium(Medium carbon steel)
Baja karbon rendah(Low carbon steel)
Baja paduan tinggi(High alloy steel)
Baja karbon tinggi(High carbon steel)
Baja paduan rendah(Low alloy steel)
Baja karbon(Cabon steel)
Baja(steel)
Baja paduan(Alloy steel)
1.3. Klasifikasi Baja
1.3.1 Baja Karbon:
A. Baja karbon rendah :
Kandungan karbon <0,25%C
Tidak responsif terhadap perlakuan panas
Metode penguatannya dengan “cold working”
Struktur mikronya terdiri dari ferit dan perlit
Relatif lunak dan lemah
Ulet dan tangguh
Mampu mesin dan mampu las yang baik
Aplkasi :
Bodi mobil, bentu struktur (frofil I, L, C, H), Pipa saluran
Gambar 1.6 Bagan klasifikasi baja
B. Baja karbon medium :
Kandungan karbonnya: 0,25-0,6%C
Dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas, austenitizing, quenching,
dan tempering.
Yang banyak digunakan baja jenis ini hasil tempering (struktur mikro martensit).
Lebih kuat dari baja karbon rendah
Aplikasi:
Poros, roda gigi, crankshaft
C. Baja karbon tinggi :
Kandungan karbonnya:0,6<%C ≤2,14
Dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas, austenitizing, quenching,
dan tempering.
Banyak digunakan hasil proses tempering
Paling keras, paling kuat, paling getas di antara baja karbon lainnya
Tahan aus
Aplikasi:
Pegas, pisau cukur, kawat kekuatan tinggi, rel kereta api, perkakas potong, dies
1.3.2 Baja Paduan
Baja selain terdiri Fe dan C juga mengandung unsur-unsur paduan lain, untuk tujuan
mendapatkan sifat yang lebih baik sesuai yang diinginkan, unsur paduan yang dimaksud antara lain:
Mn, Cr, Mo, Ni, dll.
Baja paduan terdiri dari baja paduan rendah dan baja paduan tinggi,
A. Baja paduan rendah:
Jumlah unsur paduan < 10 %
Memiliki kadar karbon sama seperti baja karbon, tetapi ada sedikit unsur paduan
Dengan penambahan unsur paduan, kekuatan dapat ditingkatkan tanpa mengurangi
keuletan, kekuatan tarik, kekuatan fatik bahkan akan meningkatkan daya tahan terhadap
korosi, aus dan tahan panas lebih baik tergantung dari unsur paduannya,
Aplikasi:
Kapal, jembatan, roda kereta api, ketel uap, tangki gas.
Klasifikasi baja paduan rendah berdasarkan sifat antara lain:
Baja kuat
Baja tahan suhu rendah
Baja tahan panas
Baja kuat:
o Kekuatan tariknya 50-100 kg/mm2
o Sifat mapu lasnya baik (weldability) (%C rendah)
o Tangguh dan sifat mekaniknya sangat baik
Aplikasinya: baja pegas
Baja tahan suhu rendah:
o Kekuatan impaknya tinggi
o Suhu transisi ketangguhan yang rendah
Alikasinya: tangki penyimpan gas cair
Baja tahan panas:
o Selain tahan terhadap suhu tinggi juga tahan terhadap asam dan mulur
Contoh: baja paduan Cr-Mo (tahan terhadap suhu 600oC)
D. Baja paduan tinggi:
Jumlah unsur paduannya >10%, terdiri dari:
o Baja tahan karat (stainless steel)
o Baja perkakas (tool steel)
o Baja mangan (hadfield steel)
1.3.3 Klasifikasi Baja Tahan Karat:
Baja tahan karat feritik (ferritic stainless steel)
Baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steel)
Baja tahan karat matensitik (martensitic stainless steel))
Baja tahan karat duplek
A. Baja tahan karat feritik:
Unsur paduan utama; Fe, Cr
Struktur mkro terdiri fasa ferit (α), bcc
Non heat treatable (tidak mampu diperlakukan panas)
Dapat ditingkatkan kekuatannya dengan cara cold working
Bersifat magnetik
Aplikasi: cetakan gelas, valve pada suhu tinggi, garpu, ruang pembakaran
Contoh: AISI 409 dan AISI 446
B. Baja tahan karat austenitik:
Unsur paduan utama, Fe, Cr, Ni (Cr>16%. Ni >3,5%, ada Mn)
Struktur mikro terdiri fasa autenit
Tidak mampu diperlakukan panas (non heat treatable)
Dapat diperkeras dan diperkuat dengan cold werking
Tidak bersifat magnetik
Ketahanan korosinya paling baik
Paling banyak diproduksi
Aplikasinya: bejana cryogenic, peralatan proses industri makana dan kimia
Contoh: AISI 304 dan AISI 316L
C. Baja tahan karat matensitik:
Unsur paduan utama; Fe, Cr
Struktur mikro terdiri fasa martensit
Dapat ditingatakan kekerasan dan kekuatannya dengan perlakuan panas (heat
treatable)
Bersifat magnetik
Aplikasi: bearing, surgical tools
Contoh: AISI 410 dan AISI 440A
D. Baja tahan karat duplex:
Disebut juga precifitation hardenable steel
Unsur paduan utama: Fe, Cr, Ni, Al, Mn
Struktur mikro terdiri fasa campuran (ferit + martensit atau ferit + austenit)
Bertambah keras karena terjadi transportasi fasa dari austenit menjadi fasa kedua
Aplikasi: baja pegas, bejana tekan
Contoh: AISI 17-7PH
1.3.4. Baja Perkakas (tool steel):
Tool steel tipe W: baja perkakas yang dikeraskan dengan pencelupan dalam air
Tool steel tipe To: baja perkakas yang dikeraskan dengan pencelupan dalam oli
Tool steel tipe A: baja perkakas yang dikeraskan dalam pendinginan udara bebas
Aplikasi: cutting tools, dies
Contoh, high speed steel
1.3.5. Baja mangan:
≥13%Mn, ≥ 1%C
Pada suhu kamar struktur mikronya austenit (ү)
Sangat keras, jika dideformasi semakin bertambah keras (austenit→martensit)
Aplikasi: makuk pengeruk pada alat berat, teralis penjara, frog rel keteta api
1.3.6. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Baja
A. Canbon (C)
Meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik
Menurunkan kekuatan impak dan keuletan
B. Mangan(Mn)
Meningkatkan kekuatan dan kekerasan
Meningkatkan ketahanan terhadap abrasi
Memperbaiki kualitas permukaan karena Mn dapat mengikat sulfur (S)
C. Silikon (Si)
Menaikan kekerasan dan elastisitas
Menurunkan kekuatan tarik dan keuletan Si dan Mn unsur yang selalu ada pada baja
D. Chrom (Cr)
Membentuk karbida khrom-keras dan kuat
Meningkatkan ketahanan terhadapkorosi
Meningkatkan kekerasan, kekuatan tarik, ketangguhan, dan ketahanan abrasi
E. Nikel (Ni)
Meningkatkan kekuatan dan ketangguhan
Menurunkan temperatur
Eutektoid baja bahkan sampai ketemperatur yang efektif untuk proses quench
Memperbaiki ketahana korosi
Tidak membentuk karbida dan tidak berpengaruh terhadap kekerasan
F. Molybdenum (Mo)
Meningkatkan kekerasan
Meningkatkan ketangguhan dan ketahanan mulur
Meningkatkan ketahana baja pada temperatur tinggi
Menurunkan kerentanan terhadap temper pada baja
G. Wolfram (W)
Membentuk karbida
Meningkatkan kekerasan, ketahanan abrasi, kekuatan meskipun pada temperatur tinggi
H. Vanadium (V)
Pembentuk karbida kuat dan stabil
Dengan penambahan 0,04-0,05% V mampu keras karbon medium naik
Pada baja perkakas, V menaikan kekuatan tarik dan batas mulur
1.3.6 Standar Penamaan Baja:
A. Standar Amerika
SAE (Society of Automotive Engineers)
AISI (American Iron and Steel Institute)
SAE → XXXX
AISI
X : Jenis baja
XXX : Paduan utam
B. Standar Jerman (DIN)
St-37 : baja dengan kekuatan tarik minimum 37 kg/mm2
C45: baja dengan 0,45%C
C. Standar jepang (JIS)
S45C: baja dengan 0,45%C
BAB IIProses Metalurgi Las
2.1. Prosedur Proses Las
Perencanaan untuk pelaksanaan pengelasan meliputi cara pembuatan konstruksi las (welding
design) yang sesuai dengan rencana dan spesifikasinya dengan menentukan semua hal yang diperlukan
dalam pelaksanaan proses pengelasan. Perencanaan proses pengelasan meliputi antara lain :
A. Jadwal pekerjaan, proses pembuatan, alat-yang diperlukan, bahan, urutan pengelasan,
pengaturan pekerjaan dan perlakuan setelah pengelasan
B. Pemilihan proses pengelasan didasarkan pada proses yang paling sesuai untuk setiap
sambungan las yang ada pada konstruksi dengan memperhatikan efisiensi, biaya, tenaga keraja
dan energi
C. Setelah proses pengelasan dipilih, tahap berikutnya adalah menentukan syarat-syarat
pengelasan, urutan pengelasan dan persiapan pengelasan
D. Menentukan cara-cara untuk menghilangkan atau mengurang deformasi dan perlakuan panas
2.1.1. Hal-hal Umum Yang Perlu Diperhatikan Dalam Persiapan Pengelasan yaitu :
A. Mutu sambungan las tergantung pada persiapan sebelum pengelasan.
B. Pemilihan jenis proses las yang akan dilakukan, (sesuaikan dengan bahan las, pemilihan bahan
tambah dan jenis mesin las yang tersedia).
C. Juru las (welder) harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kualifikasi.
D. Disamping mesin las, alat-alat lain yang diperlukan (alat-alat penunjang).
2.1.2 Hal-hal Khusus Pada Persiapan Proses Pengelasan :
A. Persiapan benda las
Setelah proses pengelasan dipilih, langkah selanjutnya adalah menentukan geometri
sambungan dengan memperhatikan teknik dari bagian pembuatan, sifat kemampuan
pengerjaan dan kemungkinan penghematan berdasarkan bentuk alur las.
Pembuatan alur las dapat dlakukan dengan alat pemotong gas (oxy-acetilyne cutting)
atau pemotong mesin gerinda tangan atau dengan kikir seperti pada Gambar 2.1
dibawah.
Gambar 2.1 Geometri alur las
B. Posisi pengelasan dan alat bantu
Posisi terbaik adalah datar (flat) ditinjau dari kualitas dan efisiensi las
Dianjurkan menggunakan alat pengikat atau alat bantu dengan tujuan:
Agar pengelasan posisi datar dapat dilakukan
Menahan dan mengurangi distorsi
Meningkatkan efisiensi
C. Las ikat (tack weld) dan perakitan
Las ikat biasanya digunakan untuk mengikat sementara saat penyetelan bagian-bagian
yang akan disambung
Las ikat biasanya menggunakan elektroda yang sama dengan yang akan dipakai pada
pengelasan sesungguhnya
Jarak dan panjang las ikat diupayakan tidak mengganggu proses pengelasan (seminim
mungkin tetapi kuat)
Alat bantu untuk penyetelan dan pengikatan.
Gambar 2.2 Alat bantu pengikat
2.2. Sumber Panas
Panas dibutuhkan pada proses pengelasan. Pada las busur (arc welding) panas berfungsi untuk
mencairkan logam induk (base metal) serta elektroda atau logam pengisi (filler) sehingga membentuk
sambungan, sedangkan pada las friksi sambungan las terjadi karena pengaruh panas hingga logam
menjadi lunak tetapi tidak sampai meleleh dan proses penyambungan dilakukan dengan pemberian
tekanan. Adanya panas terjadi siklus termal las yang berupa pemanan sangat cepat sampai tercapai
suhu maksimum, yaitu sekitar 3000oC pada pengelasan baja, kemudian diikuti pendinginan relatif lebih
lambat sampai suhu kamar. Struktur mikro dan sifat-sifat mekanik di daerah las dan daerah terpengaruh
panas (heat affected zone) sangat dipengaruhi oleh laju pemanasan dan pendinginan. Selain itu panas
yang terjadi pada proses pengelasan sangat mempengaruhi distribusi suhu, tegangan sisa (residual
stress) dan perubaha dimensi atau distorsi.
Pada proses pengelasan dua jenis energi yang dibutuhkan adalah :
A. Energi termal atau panas
B. Energi mekanik seperti pada las gesek (friction welding)
Sumber panas dapat berasal dari energi kimia misal pembakaran gas dengan oksigen atau energi
listrik (misal pada las busur listrik) dan sinar intensitas tinggi seperti plasma.
2.2.1. Sumber Panas Dengan Proses Kimia (oksi-asetilen)
Pada las oksi-asetilen, panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran di daerah reduksi antara gas
asetilen C2H2 dan oksigen O2 yang menghasilkan gas CO dan H2 sebagai berikut:
C2H2 + O2 = 2CO + H2 + 0,021 J/mm3
Dilanjutkan dengan pembakaran sempurna gas CO dengan udara dan menghasilkan gas CO2
2CO + H2 + 1,5 O2 = 2CO2 + H2O + 0,027 J/mm3
Total energi panas yang dihasilkan oleh kedua reaksi diatas sebesar 0,048 J/mm3 (48 kJ/liter),
sehingga energi panas tiap satuan waktu q (dalam J/s) tergantung pada konsumsi gas asetilen dan
dinyatakan dengan persamaan: q = (48 kJ/liter asetilen) x Vasetilen x (l/3600s)
Dimana:
Vasetilen = debit aluran gas asetilen (liter/jam), panas pembakaran asetilen = 48 kJ/liter pada 1 atm
dan 25oC dan h: waktu dalam jam
2.2.2. Sumber Panas Dengan Listrik:
Pada las busur listrik, panas dihasilkan dari muatan listrik pada anoda dan katoda, dimana besar
energi panas) dinyatakan dengan rumus :
q = ExI
Dimana :
q = sumber panas (Watt) untuk proses pengelasan
E = potensial listrik (Volt)
I = arus listrik (Amper)
2.2.3 Sumber Panas Dengan Energi Mekanik:
Sumber energi atau panas proses FSW didapat dari gesekan antara shoulder (penekan) dengan
permukaan benda las dan besarnya:
Dimana :
Q₀ = Sumber energi atau panas yang ditimbulkan
μ = Koefisien gesek
P = Tekanan shoulder terhadap permukaan
N = Putaran shoulder
R = Radius shoulder
2.3. Masukan Panas (heat input)
Masukan panas atau heat input (qw) adalah besarnya energi panas tiap satuan panjang las ketika
sumber panas (berupa nyala api, busur listrik, plasma atau sinar energi tinggi) bergerak sepanjang garis
las. Masukan panas dinyatakan dengan persamaan :
Qw = q/v = EI/v
Dimana :
qw = masukan panas (J/mm)
qw = sumber panas (Watt)
v = kecepatan pengelasan (mm/s)
E = tegangan listrik (volt)
I = arus listrik (Amper)
Pada kenyataannya, perpindahan panas dari sumber panas ke benda kerja berjalan tak sempurna
ditandai dengan adanya panas yang hilang ke lingkungan. Besar panas yang hilang ini menentukan
efisiensi perpindahan panas sehingga persamaan diatas menjadi :
Qw = q/v = μEI/v
Dimana μ adalah efisiensi perpindahan panas yang nilainya dibawah 1 atau antara 0,25 s/d 0,95
Contoh :
Pada proses pengelasan menggunakan las TIG dengan amper dan voltage konstan dengan
ketentuan masing-masing adalah 150 A dan 22 Volt, kecepatan pengelasan 120 (mm/menit) serta
efisiensi 75% hitung masukan panas yang terjadi !
Penyelesaian :
120 (mm/menit) = (120 : 60) = 2 (mm/detik)
Dengan persamaan Qw = μEI/v, maka :
Qw = (0,75x22x150)/2
= 1.238 (J/mm) atau 1,238 (kJ/mm)
Efek masukan panas (heat input) terhadap laju pendinginan (cooling rate) atau jika
dibandingkan antara masukan panas dengan laju pendinginan pada proses pengelasan akan diperoleh
bahwa jika masukan panas besar maka laju pendinginan semakin lambat, ditunjukan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Efek heat input terhadap cooling rate
2.4. Aliran Panas pada Proses Las
Perlu diketahui bawa efek panas pada proses pengelasan akan mengkibatkan perubahan struktur
mikro, sifat-sifat mekanik, tegangan sisa dan distorsi. Efek panas akan dipengaruhi oleh antara lain:
bentuk kampuh las, proses solidifikasi, temperatur puncak pada HAZ, luasan HAZ dan cooling rate
pada daerah las. Perpindahan panas pada daerah las sebagaian besar terjadi secara konduksi dan
sebagaian kecil berupa konveksi dan radiasi sehingga pada kasus-kasus tertentu kedua bentuk
perpindahan panas ini dapat diabaikan. Heat flow pada daerah las akan dipengaruhi oleh antara lain:
tebal benda las, konstruksi las, konduktivitas termal, dan lingkungan sekitar.
Secara teori aliran panas yang terjadi pada proses pengelasan dibagi menjadi dua yaitu:terjadi
dua arah untuk pengelasan pelat tipis (Gambar 2.4 a) dan tiga arah untuk pelat tebal (Gambar 2.4 b).
Untuk menentukan apakah pelat yang akan dilas tipis atau tebal dari sumber menyebutkan bahwa pelat
tipis jika (ketebalan pelat h ≤ 6 mm), dimana h = tebal pelat dalam mm
Secara teori rambatan panas pada proses pengelasan ditunjukan pada Gambar 2.5 (b) di bawah:
Gambar 2.5 a) Thermal cycles, b) isotherrms in welding process of steel
Gambar 2.4 Arah aliran panas pada proses pengelasan
Gambar 2.6 Thermal cykles pada preses pengengelasan yang berbeda
Gambar 2.7 Memilih jenis mikro struktur melalui CCT diagram
2.4.1. Perpindahan Panas Konduksi
Proses pengelasan akan menyebabkan terjadinya aliran panas secara konduksi, Jika diasumsikan
bahwa material bersifat homogen, isotropis, sifat-sifat termal material tidak tergantung pada suhu dan
tidak terjadi pembangkitan atau pembebasan energi. Untuk konstruksi pengelasan selain pelat arah
aliran panas akan merambat kebagian logam yang terkait atau tersambung yaitu perpindahan panas
konduksi, seperti terlihat pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 Arah aliran panas sesuai dengan konstruksi bahan yang dilas
2.5. Daerah Las
Proses pengelasan pada las cair (fusion welding) memerlukan panas untuk mencairkan logam
las dan logam induk sehingga membentuk sambungan. Panas yang terjadi juga mempengaruhi struktur
mikro di daerah sekitar sambungan las yang selanjutnya terdapat hubungan antara daerah las sepetri
dijelaskan pada Gambar 2.9 (a dan b).
2.5.1. Daerah Logam Las Cair (fusion zone/FZ)
FZ adalah daerah dimana logam las mencair dan suhunya di atas titik cair (untuk logam murni)
atau di atas garis cair (liquidus) untuk logam paduan.
2.5.2. Daerah Cair Sebagian (partially melted zone/PMZ)
Daerah ini biasanya terdapat pada logam paduan di mana suhunya di antara garis cair (liquidus)
dan garis padat (solidus). Daerah PMZ dipengaruhi suhu maksimum (Tmax) ketika siklus termal
berlangsung, semakin tinggi Tmax semakin banyak jumlah logam cair di daerah ini.
2.5.3. Daerah Terpengaruh Panas (heat affected zone/HAZ)
Gambar 2.9 a) Daerah las pada baja karbon, b) fasa diagram
Dearah logam induk yang dipengaruhi panas akan tetapi panas yang terjadi tidak sampai
mencairkan logam tersebut. Daerah HAZ melebar dari daerah dekat PMZ di mana suhunya berada pada
garis solidus sampai suhunya sedikit diatas suhu transformasi padat. Struktur mikro pada daerah HAZ
akan terjadi perubahan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10 dibawah.
Gambar 2.10 Struktur mikro pada HAZ
Gambar 2.11 Skema perubahan struktur pada HAZ
2.5.4. Garis Batas Logam Las Cair dan HAZ (fusion line atau fusion boundary)
Garis ini terlihat pada logam murni akan tetapi definisi fusion lane tidak berlaku pada logam
paduan,
2.5.5. Logam Induk Tak Terpengaruh Panas (unaffected base metal)
Di daerah ini, panas yang terjadi cukup rendah (dibawah suhu rekristalisasi), sehingga tidak
menyebabkan perubahan struktur mikro.
Pada kenyataannya, proses pengelasan tidak berlangsung pada kondisi kesetimbangan (non
equilibrium condition) karena kecepatan pendinginan las sangat cepat sehingga berakibat:
A. Struktur mikro yang terjadi tidak selalu seperti pada diagram fasa
B. Mekanisme perubahan struktur mikro dan sifat-sifat mekanis menjadi sangat kompleks
dibandingkan dengan proses kesetimbangan
BAB IIIEfek Panas pada Proses Las
1.1. Solidifikasi Pada Proses Las
Pemberian panas pada proses pengelasan benda kerja akan menyebabkan terjadinya suatu fusi
diikuti dengan proses solidifikasi. Bagai mana terjadinya solidifikasi dari suatu lasan akan sangat
menetukan sifat mekanis dan metalurgis dari lasan tersebut. Solidifikasi dari lasan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya material yang dilas, persiapan pengelasan, parameter las, kondisi
lingkungan dan lain-lain. Pengaruh-pengaruh tersebut diatas akan mengakibatkan terjadinya perubahan
struktur mikro pada daerah yang terkena panas sehingga akan menentukan mutu dari hasil lasan.
Solidifikasi terjadi secara cepat serta pada setiap saat gradien panas berubah sesuai dengan pergerakan
dari sumber panas disepanjang garis lasan (fusion line).
Proses pengelasan pada las cair (fusion welding) memerlukan panas untuk mencairkan bahan
pengisi dan logam induk sehingga membentuk sambungan. Panas yang terjadi juga mempengaruhi
stuktur mikro didaerah sekitar sambungan las yang selanjutnya terdapat hubungan antara daerah
tersebut dengan diagram fasa seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Hubungan antara fasa diagram dan temperature proses las
Proses solidifikasi pada daerah lasan atau perubahan dari cair ke solid/padat, diawali dengan
proses pengintian (nucleus), pembesaran inti, perubahan bentuk inti dari bulat menjadi cabang ini
disebabkan oleh laju pendinginan yang tidak merata, kemudian terbentuk dendrit (equiaxed dendrite)
sampai temperatur konstan, sedangkan dikedua sisinya berbentuk laminer atau memanjang ini terjadi
karena laju pendinginan yang cepat akibat perbedaan temperatur antara logam cair dan benda alas
(weld metal) proses ini terjadi selama proses pengelasan disepanjang lintasan atau garis las seperti
diperlihatkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Proses pengintian sampai terbentuknya denrit pada proses pengelasan
Seperti telah disinggung diatas bahwa parameter pengelasan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pengelasan. Pada Gambar 3.3 diperlihatkan perbandingan antara kecepat
pengelasan dan masukan panas (heat inpit) pada proses pengelasan terhadap pembentukan struktur
mikro pada proses solidifikasi di sepanjang garis pengelasan. Hasilnya terlihat bahwa pada kecepatan
pengelasan dan panas masuk yang besar terlihat proses pembentukan mikrostruktur yang cepat pula, ini
jelas diperlukan pengkajian dan pembelajaran untuk mendapatkan parameter yang tepat guna
mendapatkan hasil proses pelasan yang diharapkan karena, tentu saja kecepatan pengelasan yang
lambat dan panas masuk terlalu kecil juga bisa beakibat ikatan pada sambungan las kurang baik (leak of
bonding).
Gambar 3.3 Efek kecepatan las terhadap pembentukan struktur mikro pada hasil lasan
Efek parameter pengelasan terhadap proses solidifikasi terhadap mikrostruktur pada logam las
(weld metal) juga diperlihatkan pada Tabel 3.1 Perbandingan antara kecepatan pengelasan (travel
speed) dengan variasi amper pada proses pengelasan TIG (tungsten inert welding). Dari table dapat
dijelaskan bahwa pada kecepatan pengelasan (0,85 mm/s) mikrostruktur pada logam las berubah dari
bentuk cellular menjadi celluar denritic dan coarse cellular denritic dengan menambah amper dari 150
A, 300 A dan 450 A, begitu seterusnya sampai kekecepatan 6,77 mm/s dari bentuk cellular yang sangat
halus pada amper 150 A dan terjadi undercut pada amper 450 A.
Tabel 3.1 Efek kecepatan las dan amper terhadap bentuk mikrostruktur
Proses pengelasan sangat erat hubungannya dengan fasa yang dapat ditinjukan atau
dihubungkan dengan diagram fasa, dimana pada temperatur kurang lebih 800oC dengan kandungan
karbon (C) sekitar 0,25% struktur mikro terdapat dua fasa yaitu α + γ, lihat titik 2 pada Gmbar 3.4
dibawah, sedangkan pada titik 1 dan 3 pada temperatur rendah terbentuk pearlit (α+P). Sifat mekanik
didaerah HAZ atau efek preses pengelasan diperlihatkan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.4 Hubungan antara struktur mikro dengan fasa diagram
Gambar 3.5 Kondisi material akibat proses pengelasan temperatur dan kekerasan
Gambar 3.6 Mikro struktur pada daerh HAZ untuk baja karbon rendah (1018 steel)
Gambar 3.6 dan 3.7 membedakan bentuk mikro struktur pada daerah HAZ antara baja karbon
rendah dan baja karbon tinggi. Perbedaan kedua gambar diatas tampak jelas, yang mana untuk bentuk
mikro struktur pada baja karbon tinggi (Gambar 3.7 D) tidak nampak batas butir ini dikarenakan baja
kandungan karbon tinggi sensitif terhadap panas dan akan cenderung mengeras bahkan akan
membentuk Fe3C (martensit), getas dan ketangguhan akan menurun.
3.2. Tegangan Sisa Pada Hasil Las
Panas pada pengelasan bersifat lokal yaitu ditandai dengan distribusi temperatur yang tidak
merata.saat pengelasan, logam las dan logam induk disekitar las mengalami siklus termal berupa
pemanasan sampai tercapai nilai maksimum kemudian diikuti pendingnan. Adanya perbedaan laju
pemanasan dan pendinginan serta perbedaan temperatur di daerh las dan sekutarnya ini dapat
menyebabkan terjadinya tegangan sisa dan perubahan dimensi atau dikenal dengan istilah distorsi.
Secara umum, tegangan sisa didefinisikan sebagai tegangan yang bekerja pada suatu bahan
setelah tegangan luar yang bekerja pada bahan tersebut dihilangkan. Pada kasus pengelasan, tegangan
luar ini berupa tegangan termal akibat pemuaian saat pemanasan dan penyusutan saat pendinginan atau
perbedaan temperatur. Tegangan sisa mengikuti kaidah kesetimbangan statis dimana besar tegangan
sisa tarik pada struktur las sama dengan tegangan sisa tekan sehingga resultan tegangan = 0. Tegangan
sisa tarik bisa menyebabkan penggetasan berkurangnya ketahanan lelah, menurunnya kekuatan las dan
ketahanan korosi
Note:
Tegangan thermal dibedakan menjadi dua yaitu tegangan termal elastis dan tegangan termal
plastis. Tegangan termal menyebabkan terjadinya distorsi dan jika distorsi ini terhalang dapat
menghasilkan tegangan sisa.
Gambar 3.7 Mikro struktur pada daerh HAZ untuk baja karbon tinggi (1040 steel)
Gambar 3.8 Distribusi tegangan sisa arah a) longitudinal (σx), b) transverse (σy)
Gambar 3.8 menunjukan arah tegangan sisa pada hasil las yang begitu jelas, tetapi pada kenyataan tidak akan terlihat secara visual, distribusi tegangan yang terjadi hanya bisa ditunjukan melalui hasil pengukuran. Efek tegangan sisa pada proses pengelasan sangat besar dan hanya bisa dilihat dari perubahan bentuk dan dimensi atau disebut distorsi.
Sifat-sifat tegangan sisa pada las
Berikut ini adalah ringkasan tentang beberapa sifat tegangan sisa yang terjadi pada pengelasan:
A. Tegangan sisa yang sangat tinggi biasanya terjadi didaerah las dan daerah terpengaruh panas
(heat affected zone/HAZ).
B. Tegangan sisa maksimum biasanya hanya sampai tegangan luluh (yielde stress). Meskipun
demikian, mungkin saja terjadi tegangan sisa maksimum melebihi tegangan luluh seperti
pada kasus terjadinya pengerasan logam karena penumpukan dislokasi (strain hardening)
C. Pada bahan yang mengalami transformasi fasa misalnya baja karbon rendah, tegangan sisa
mingkin bervariasi pada permukaan dan bagian dalam dari logam las dan logam induk
Pengaruh tegangan sisa
Beberapa pengaruh tegangan sisa dapat diringkas sebagai berikut:
A. Tegangan sisa yang disebabkan oleh proses pengelasan dapat mempengaruhi sifat-sifat
mekanik struktur las seperti patah getas (brittele fracture), kelelahan (fatigue) dan retak
karena kombinasi tegangan dan korosi (stress corrosion and craking).
B. Pengaruh tegangan sisa menurun jika tegangan yang bekerja pada bahan meningkat
C. Pengaruh tegangan sisa pada struktur las bisa diabaikan jika tegangan yang bekerja pada
struktur tersebut melebihi tegangan luluh
D. Pengaruh tegangan sisa menurun setelah pembebanan berulang
3.3. Distorsi
Perubahan dimensi dan bentuk (distorsi) pada struktur las bisa erjadi karena adanya pemuaian
dan penyusutan las dan sekitarnya karena pemanasan dan pendinginan selama siklus las berlangsung.
Tiga jenis perubahan ukuran dan bentuk pada proses pengelasan seperti terlihat pada Gambar 3.9 antara
lain:
A. Penyusutan tegak lurus garis las (transverse shrinkage)
B. Penyusutan searah dengan garis las (longitudinal shrinkage)
C. Perubahan sudut berupa rotasi terhadap garis las (angular distorsion)
Gambar 3.9 Perubahan dimensi dan bentuk pada hasil las
Besar arah penyusutan/distorsi tergantaung banyak faktor di antaranya distribusi massa di
sekitar garis las (momen inersia), medan gaya dan adanya logam las lain. Penyusutan tegak lurus garis
las pada sambungan tumpul merata (uniform) sepanjang garis las tetapi bervariasi sepanjang ketebalan
pelat. Penyusutan tegak lurus ini dipengaruhi oleh ukuran logam las, jenis pengelasan, masukan panas,
bentuk sambungan dan jenis bahan/logam induk. Penyusutan searah garis las pada sambungan tumpul
biasanya lebih kecil dibanding dengan penyusutan pada arah tegak lurus. Distorsi sudut (angular
distorsion) biasanya disebabkan karena penyusutan tegak lurus sepanjang tebal pelat tidak merata,.
Ketidak merataan ini tergantung pada bentuk sambungan dan penampang lintang logam las.
Gambar 3.10 Distorsi pada sambunga T
Distorsi sudut biasanya terjadi pada sambungan tumpul (butt joint), tumpang (lap joint), T
joint, atau sudut (corner joint). Besarnya distorsi sudut tergantung pada lebar dan kedalaman las relatif
terhadap ketebalan pelat, jenis sambungan, urutan pengelasan, sifat thermal logam dan variabel
pengelasan seperti masukan panas dan distribusi rapat energi.
Distorsi pada pelat tipis
Suatu struktur berupa pelat tipis (ketebalan pelat h ≤ 6 mm) yang di las kemungkinan akan
kehilangan kesetabilan plastis karena tegangan sisa tekan yang dihasilkan saat pengelasan. Sebagai
akibatnya akan terjadi lekukan (perubahan bentuk atau distorsi) pada pelat tipis yang di las.
Usah-usaha untuk mengurang terjadinya tegangan sisa dan distorsi
Pada dasarnya ada dua metode untuk mengurangi tegangan sisa yaitu (1) pengurangan tegangan
sisa sebelum dan selama pengelasan dan (2) pembebasan tegangan sisa setelah pengelasan. Usaha
pengurangan tegangan sisa sebelum dan selama proses pengelasan ditempuh dengan
mempertimbangkan:
A. Ketelitian ukuran
Ukuran bagian yang akan dilas harus teliti sehingga tidak memerlukan pengerjaan lagi pada
proses fabrikasi, yang berarti mengurangi tegangan sisa.
B. Alur (groove)
Pada sambungan tumput (butt joint), lebar alur dibuat sesempit mingkin untuk mencegah
terjadiny masukan panas yang terjadi. Dengan demikian lebar daerah yang terkena panas tidak meluas
sehingga mengurangi terjadinya tegangan sisa.
Gambar 3.11 Mengurang distorsi dengan mempersempit alur las
C. Lapisan banyak (multi layer welding)
Jika pelat yang dilas cucup tebal, maka pengelasan dilakukan berulang-ulang. Ini mengurangi
tegangan sisa tarik pada arah tebal pelat.
D. Urutan pengelasan
Tegangan sisa bisa dikurangi dengan memperhatikan urutan pengelasan yang tepat, misalnya
untuk pengelasan bejana silinder (cylindrical vssel), pengelasan pertama dilakukan pada arah
longitudinal kemudian diikuti pada arah melingkar. Pengelasan arah mundur (back step welding) dapat
mengurang distorsi karena dapat mencegah kecenderungan alur untuk membuka pada akhir pengelasan.
E. Design posisi pengelasan
Gambar 3.12 Multi layer welding
Sedapat mungkin merancang sambungan las dengan mempertimbangkan faktor tegangan yang
akan terjadi pada saat pengalasan sehingga dapat mengurangi distorsi.
Gambar 3.13 Memilih posisi pengelasan yang tepat
Usaha pengurangan tegangan sisa setelah proses pengelasan biasanya menggunakan cara
annealing. Disamping mengurangi tegangan sisa, proses annealing juga memperbaiki struktur mikro
dan menghindari terjadinya distorsi dan retak. Proses annealing dilakukan dengan cara memanaskan
bahan pada suhu rekristalisasi biasanya sekitar 0,5 Tm (Tm = suhu cair logam).
Pada baja karbon rendah, suhu rekristalisasi sekitar 450 <T<700oC dan waktu annealing sekitar
1 sampai 3 jam. Kecepatan pemanasan tergantung tebal pelat dan biasanya 5 oC/menit untuk ketebalan
10 mm dan 1oC/menit untuk ketebalan 50 mm sedangkan kecepatan pendinginannya separo dari nilai-
nilai tersebut. Untuk baja tahan karat (stainlessteel) membutuhkan suhu annealing yang lebih tinggi
kira-kira 1050oC dengan waktu annealing yang cepat sedangkan logam paduan yang mengalami
“precipation hardening” misalnya paduan aluminium (Al-Mg-Si), annealing dilakukan pada suhu
500oC kemudian dilanjutkan proses penuaan (aging) pada suhu 150oC
3.4. Retak Pada Daerah Las
Retak merupakan masalah serius pada pengelasan. Pada dasarnya retak las dapat dikelompokan
menjadi dua yaitu:
A. Retak yang terjadi pada sat pengelasan, retak ini disebabkan oleh proses pengelasan
B. Retak yang terjadi selama pemakaian, retak atau perpatahan ini disebabkan karena gaya-
gaya eksternal seperti pengaruh getaran, korosi atau panas,
Retak Saat Pengelasan:
Beberapa jenis retak selama proses pengelasan antara lain:
Retak karena gas hidrogen (pada logam las)
Retak karena porositas (pada logam las)
Retak pada saat pembekuan atau silidfication cracking (pada logam las)
Retak panas atau hot crecking (pada logam las)
Retak lamelar atau lamellar cracking (pada daerah HAZ)
Retak dingin atau cold cracking (pada HAZ)
Reaheat (pada logam las dan HAZ)
Solidifcation cracking
Retak ini terjadi didaerah garis las atau diantara butir-butir kolumnar (columnar grains) di
logam las. Retak ini terjadi pada suhu sekitar 200 – 300oC dibawah titik cair (Tm = melting point).
Solidification cracking tergantung pada faktor-faktor seperti:
A. Tingkat kekasaran struktur mikro
B. Pemisahan (segregation)
C. Bentuk konstruksi las
Struktur pembekuan (solidification structure)
Pengelasan dengan energi tinggi menyebabkan butir-butir didaerah HAZ menjadi kasar dan
selanjutnya menyebabkan struktur mikro pada logam las menjadi kasar. Struktur kristal saat
pembekuan juga dipengaruhi oleh kecepatan las dimana kecepatan las yang tinggi menyebabkan
Gambar 3.15 Retak solidifikasi pada sambungan T baja karbon , dan Sambungan tumpul pada paduan aluminium 6061
terbentuknya kristal kolumnar yang tumbuh sejajar dengn garis las ditunjukan pada Gambar 3.16,
akibatnya, kemungkinan retak akan mudah terjadi saat pendinginan.
Gambar 3.16 Mikro struktur pada baja karbon rendah logam las:a) kecepatan 2,5 mm/s,
b) 3,3 mm/s
Pemisahan
Saat pendinginan, unsur-unsur paduan pada logam paduan akan mengalami pemisahan
(segregation). Pemisahan ini tegantung pada koefisien partisi (patitioning coeffecient), k yang besarnya
dinyatakan dengan persamaan berikut:
k = Xs/ Xl
Dimana Xs dan Xl masing-masing adalah fraksi mol fasa cair dan padat pada suatu temperatur.
Unsur-unsur paduan yang berbeda akan menghasilkan nilai k yang berbeda seperti pada Tabel 3.2
dibawah:
Tabel 3.2 Nilai fraksi mol pada unsur paduan logam
Unsur kAl
0,92
B
0,05
C
0,13
Cr
0,95
Co
0,90
Cu
0,56
H
0,32
Mn
0,84
Mo
0,80
Unsur kNi
0,80
N
0,28
O
0,2
P
0,13
Si
0,66
S
0,02
Ti
0,14
W
0,95
V
0,90
Pada tabel di atas terlihat bahwa unsur-unsur pada baja yang cenderung melakukan pemisahan
adalah S, O, B, P, C, Ti, N, dan H. Dari unsur-unsur ini, S yang paling berbahaya karena dapat
membentuk senyawa kompleks dengan titik cair rendah (Mn, Fe) S pada batas butir (grain boundary).
Mekanisme retak saat pembekuan
Ketika logam cair mendingin, proses pemisahan (segregation) berlangsung dimana terjadi
perpindahan unsur-unsur dari butir kolumnar ke batas butir (grain boundary). Unsur-unsur ini akan
membentuk lapisan (film) yang lemah sehingga saat terjadi kontraksi akan mengalami retak seprti pada
Gambar 3.17 di bawah.
Gambar 3.17 Mekanisme retak saat pembekuan
Unsur-unsur penyebab terjadinya retak beku biasanya bersifat:
A. Koefisien partisi (k) rendah
B. Mudah bereaksi dengan unsur logam dan membentuk senyawa dengan titik cair rendah
C. Mempunyai kemampuan untuk menyebar sepanjang batas butir
Retak lamellar
Retak lamellar terjadi karena pengaruh daerah HAZ dan biasanya ditemukan pada sambungan
bentuk T atau siku (L), ditunjukan pada Gambar 3.18 dan 3.19 dibawah.
Gambar 3.18 Retak lamelar pada sambungan T
Gambar 3.19 Retak lamelar gambar (a) pada profil L
Retak laemellar biasanya disebabkan oleh:
A. Rendahnya keuleten pelat logam induk
B. Adanya cacat logam seperti adanya inklusi
C. Konstruksi las yang menyebabkan tegangan sisa tarik (+)
D. Penggunaan pelat tebal
Letak lamellar biasanya juga terjadi pada logam yang di rol di mana sifat-sifat mekanik pada
arah tegak lurrus rol kurang baik. Untuk kasus sambungan T, penyusutan terjadi pada arah tebal pelat
di bagian dasar ketika logam las mendingin.Selanjutnya akan terjadi retak miko pada interface (batas)
inklusi dengan logam matrik dan menyebabkan retak pada arah pengerolan.
Retak dingin
Retak dingin disebabkan oleh hidrogen sehingga dinamakan juga retak hidrogen (hydrogen
crecking). Hidrogen ini berasal dari atmosfir, senyawa hidro karbon pada pelat atau elektroda yang
lembab. Contoh retak katena hidrogen yang berlebihan seperti terlihat pada gambar 3.21.
Faktor- faktor yang
menyebabkan
retak dingin antara lain:
A. Adanya hidrogen yang masuk ke logam las saat proses pengelasan
Gambar 3.21 Retak dingin karena hidrogen yang berlebihan
Gambar 3.20 Jenis-jenis retak panas
B. Tegangan sisa
C. Struktur mikro yang peka terhadap retak, misal martensite (baja karbon tinggi)
Waktu yang diperlukan untuk terjadinya retak dingin dinamakan waktu inkubasi (incubation
time). Selanjutnya retak ini akan merambat dengan lambat.
Mekanisme terjadinya retak dingin
Retak karena hidrogen ini disebabkan karena adanya atom-atom H yang mengumpul di ujung
retak (crack tip). Ini menyebabkan penurunan energi permukaan (surface energy) patah sampai pada
nilai kritisnya sehingga terjadi perambatan retak.
Retak karena panas yang berulang-ulang (reheat cracking)
Pemanasan ulang terjadi pada logam las lapis banyak (multi layer welding) di mana logam las
ke-1 dikenai panas oleh las ke-2, logam las ke-2 dikenai panas oleh las ke-3 dan seterusnya. Juga bisa
terjadi peda proses perbaikan (welding repair), Selain itu, las tunggal kadang-kadang diberi pemanasan
ulang dalam bentuk perlakuan panas (heat treatmaent) untuk menghilangkan tegangan sisa. Perlakuan
panas ini biasanya dilakuakan dengan memanaskan logam las sapai suhu sekitar 500-650oC.
Pemanasan ulang ini dapat menyebabkan retak yang dinamakan reheat craking.
Reheat cracking berhubungan dengan fenomena creep repture. Struktur mikro di daerah zona
pertumbuhan butir (grain growth zone) relatif keras terutama pada baja paduan dengan carbon
equivalent (Cequivalent) tinggi. Selama pemanasan ulang karbida akan terbentuk dan menyebabkan
kenaikan nilai kekerasan. Selain itu, deformasi karena creep terjadi di batas butir dan menyebabkan
terjadinya pergeseran batas buti (grain boundary sliding).Retak terjadi sepanjang batas butir (inter
granular crack). Retak ini tidak hanya terjadi pada baja yang mengalami transformasi tetapi juga pada
baja tahan karat dan paduan nikel.
Retak las yang terjadi saat konstruksi las beroprasi
Gambar 3.22 Jenis retak dingin
Retak ini biasanya disebabkan oleh adanya gaya-gaya yang berulang sehingga mengakibatkan
terjadinya kelelahan (fatigue) pada bahan las.
Kelelahan (fatigue)
Terjadinya kelelahan pada las disebabkan oleh pertama, adanya faktor konsentrasi tegangan
(strees concentration factor) yang tinggi dan lainnya karena retak panas (hot crack) yang terbentuk di
sekitar garis batas las dan logam induk (fusion line). Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue strength)
tergantung pada arah pembebanan terhadap arah las. Untuk keperluan perancangan jembatan dari baja,
konstruksi las dibagi menjadi beberapa katagori berdasarkan arah tegangan.
Ketika beban berulang bekerja pada konstruksi las, logam induk akan mengalami tegangan
tarik (+) dan tekanan (-) secara berulang. Disekitar logam las terjadi tegangan sisa sebesar tegangan
luluhnya. Ketika tegangan tekan (-) bekerja saat siklus pembebanan berlangsung, tegangan sisa di
daerah ini akan berkurang dan sebaliknya kegagalan (perpatahan) biasanya terjadi saat siklus
penbebanan pada kondisi tegangan tarik (+).
Note
Tabel 3.3 Pemilihan filler untuk mrnghindari retak pada logam las pada aluminium paduan
BAB IVMengatasi Cacat Akibat Proses Las
4.1. Perlakuan Sebelum dan Selama Proses Las
Urutan Deposit dan Urutan Pengelasan
A. Urutan deposit
Dalam pengelasan lapis tunggal, urutan utama adalah urutan deposit dengan cara urutan
lurus, urutan balik, urutan simetri dan urutan loncat yang semuanya didasarkan pada arah
gerak maju las
Pada las lapis banyak (multi run weld deposits), urutan yang penting adalah urutan
pengisisan, urutan bertingkat, urutan petak dll, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1.
B. Urutan pengelasan
Urutan pengelasan bertujuan menghindari terjadinya deformasi dan tegangan sisa
Beberapa dasar pelaksanaan urutan sbb. :
Bila dalam satu bidang terdapat banyak sambungan diusahakan agar penyusutan pada
bidang tersebut tidak terhalang
Gambar 4.1 Urutan pengisian pada multipass supaya terhindar retak panas
Sambungan dengan penyusutan terbesar dilas terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan penyusutan terkecil
Pengelasan dilakukan sedemikian sehingga mempunyai urutan yang simetri terhadap
konstruksi netral dari konstruksi agar gaya-gaya kontraksi seimbang seperti
diperlihatkan pada Gambar 4.2.
Proses pengelasan pada busur listrik
A. Pergerakan Elektroda
Berbagai variasi gerakan elektroda bertujuan untuk mendapatkan deposit las
dengan permukaan rata, halus dan menghindari terjadinya takikan serta retak.
Sudut elektroda dan kecepatan gerak elektroda diusahakan tetap.
Pada las tumpul, besar sudut antara elektroda dan posisi pengelasan perlu
diperhatikan sedangkan sudut antara elektroda dan pelat induk pada arah
melintang terhadap garis las harus seimbang ( 90o).
Ujung elektroda harus digerakkan sehingga terjadi bentuk rigi-rigi atau lipatan
manik las dan dalam hal ini lebar gerakan tidak melebihi 3x diameter elektroda.
B, Penyalaan dan pemadaman busur listrik
Penyalaan busur listrik dilakukan dengan menghubungkan singkat ujung
elektroda dengan logam induk.
Pemadaman busur dilakukan dengan mengurangi panjang busur dahulu
kemudian elektroda diangkat pada arah miring.
Gambar 4.2 Urutan pengelasan
Pemadaman busur listrik sebaiknya tidak dilakukan di tengah kawah las tetapi
agak berputar sedikit.
Penyalaan busur listrik pada pengelasan lanjutan sebaiknya diarahkan ke depan
dan pengelasan harus dimulai dari sebelum kawah las awal.
Pemilihan Parameter Las
A. Tegangan busur las
Tegangan menentukan panjang busur akan tetapi besar tegangan tidak
berpengaruh terhadap kecepatan pencairan sehingga tegangan tinggi hanya
membuang-buang energi
Panjang busur yang baik kira-kira sama dengan diameter elektroda sehingga
untuk diameter elektroda 3-6 mm besar tegangan sekitar 20-30 volt.
B. Arus las
Besar arus tergantung pada : bahan dan ukuran lasan, geometri sambungan,
posisi pengelasan, jenis dan diameter inti elektroda.
Pada logam dengan kapasitas panas tinggi diperlukan arus las yang besar dan
pemanasan tambahan (preheat)
Pada pengelasan logam paduan biasanya digunakan arus yang kecil untuk
menghindari terbakarnya unsur-unsur paduan
C. Kecepatan Pengelasan
Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, diameter inti elektroda,
bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan, dll.
Kecepatan las tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding
lurus dengan arus las sehingga pengelasan yang cepat memerlukan arus yang
tinggi
Bila tegangan dan arus las tetap sedangkan kecepatan pengelasan dinaikkan
maka jumlah deposit las per satuan panjang menurun
Jika kecepatan pengelasan dinaikkan maka masukan panas turun sehingga
pendinginan akan berjalan cepat dan terjadi pengerasan di daerah HAZ
D. Polaritas Listrik
Pemilihan polaritas tergantung pada bahan pembungkus elektroda, konduksi
termal logam induk, kapasitas panas las, dll.
Jika titik leleh logam induk tinggi dan kapasitas panas besar sebaiknya
digunakan polaritas lurus dengan elektroda dihubungkan pada kutub negatif (-)
sebaliknya untuk kapasitas panas kecil seperti pelat tipis maka digunakan
polaritas balik dengan elektroda dihubungkan pada kutub positif (+) catu daya.
Busur stabil pada arus DC dari pada arus AC
E. Besar Penetrasi dan welding deposite
Kekuatan sambungan las tinggi diperlukan penetrasi dan penambahan bahan
tambah yang cukup
Penetrasi tergantung pada fluks, polaritas, arus, kecepatan las dan tegangan.
Gambar 4.3 Perbandingan kedalaman dan lebar welding deposite; a) berlebihan, b) cukup
Pemeriksaan dan perbaikan alur las ikat
Pemeriksaan terhadap ketelitian bentuk dan ukuran alur las harus dilakukan sebelum
pengelasan karena menentukan kualitas hasil lasan
Perbaikan celah las dan root face pada sambungan tumpul (butt joint) jika terjadi
ketidak telitian harus dilakukan
Perbaikan celah pada las sudut jika diperlukan
Pembersihan alur las
Kotoran seperti karat, oli/minyak/gemuk, debu, air dan lain-lain harus
dibersihkan karena dapat menyebabkan cacat las seperti retak, lubang halus
dan inklusi yang membahayakan konstruksi
Pembersihan dapat dilakukan dengan :
Mekanik seperti kawat baja, penyemprotan pasir (sand blasting) dan lain-
lain
Kimia : pemakaian aseton, soda api dan lain-lain
Perlakuan panas awal (preheating), untuk material tertentu
Gambar 4.4 Frofil pengaruh preheat; a) tanpa preheat, b) dengan preheat (250oC) pada baja karbon tinggi (1040 steel)
Pada gambar terlihat tanpa preheat lebih keras dibanding dengan perlakuan (preheat), efek ini
akan diperoleh sifat mekanik yang berbeda. Tanpa preheat akan lebih getas, ketangguahan menurun,
tegangan sisa dan distorsi akan lebih besar.
1.1. Perlakuan Setelah Proses Las
Evaluas setelah proses pengelasan dilakukan antara lain:
A. Visual test
B. Dilakukan uji NDT seperti: cairan penetran, megnetik partekel, radiografi dan ultrasonik
C. Memperbaiki carat rongga dengan cara membuang bagian yang cacat melalui pemotongan
menggunakan (cutting gas) atau udara kemudian dilakukan pengelasan kembali
D. Cacat takik pada Gambar 4.5 (b) dapat diperbaiki dengan mengelas tambahan menggunakan
elektroda yang lebih kecil
E. Cacat lipatan harus dibuang dengan pahat kemudian dilas kembali Gambar 4.5 ( c)
F. Cacat berupa retak las dapat diperbaiki dengan membuat lobang penahan dekat ujung
retakan Gambar 4.5 (d) atau memotong dengan membentuk alur pada retakan dan pada
lasan di sekitarnya 4.5 Gambar (e) kemudian pengelasan kembali Gambar 4.5 (f)
Gambar 4.5 Perbaikan bagian lasan yang cacat
1.2. Memperkecil Cacat Las
Usaha-usaha untuk memperkecil terjadinya cacat pada hasil las dimasing-masing pembahasan telah
disinggung, termasuk dari persiapan pengelasan (welding repare), sampai cara mengatasi tegangan sisa
dan distorsi yang terjadi. Pada section ini akan dirangkum dalam bentuk tabel supaya mudah untuk di
implementasikan di lapangan.
Tabel 4.1 Mengatasi atau memperkecil terjadinya cacat las
Jenis cacat Penyebab Pencegahan1. Arus las terlalu besar2. Busur terlalu panjang
3. Sudut atau gerakan elektroda yang kurang tepat
1. Kurang arus2. Usahakan panjang busur
sama dengan diameter kawat las
3. Pertahankan sudut yang sesuai dan kurangi kecepatan
1. Arus terlalu kecil2. Sudut atau gerakan
elektroda yang kurang tepat
1. Besarkan arus2. Pertahankan sudut yang
sesuai atau kurang kecepatan
1. Diameter kawat/elektroda terlalu besar
2. Arus terlalu kecil 3. Kecepatan terlalu tinggi4. Sudut ketirusan terlalu
kecil
5. Leher yang terlalu dalam
6. Pemotongan yang kurang sempurna
1. Ganti kawat/elektroda yang sesuai
2. Besarkan arus3. Kurangi kecepatan4. Perlebar sudut ketirusan
atau pakai kawat/elektroda yang lebih kecil
5. Usahakan dalamnya leher sesuai dengan penetrasi
6. Potong sampai cacat habis
Kampuh las tidak simetris
1. Sudut elektroda yang kurang tepat
1. Pertahankan sudut yang tepat
1. Gerakan elektroda yang tidak stabil
1. Gerakan elektroda yang tidak stabil
2. Arus terlalu besar3. Sudut elektroda yang
tidak tepat
1. Arus terlalu kecil2. Gerakan elektroda terlalu
lambat
1. Arus terlalu besar2. Gerakan elektroda terlalu
cepat
1. Usahakan kecepatan elektroda yang tetap
1. Usahakan kecepatan yang tetap
2. Kurangi arus3. Pertahankan sudut yang
tetap
1. Besarkan arus2. Naikan kecepatan
gerakan elektroda
1. Kurang arus2. Kurang kecepatan
elektroda
1. Kecepatan gerakan elektroda yang tidak tepat
2. Sudut elektroda yang tidak tepat
3. Sudut ketirusan terlalu kecil
4. Arus terlalu kecil5. Busur terlalu panjang
6. Pembersihan lapisan sebelumnya yang kurang baik
1. Naikan kecepatan sehingga terak tidak mengalir ke akar
2. Usahakan sudut yang tepat pada arah lasan
3. Perbaiki sudut ketirusan atau gunakan elektroda yang lebih kecil
4. Perbesar arus5. Kurang panjang busur
sehingga cukup untuk peleburan dan pengapungan terak
6. Bersihkan terak dari lapis sebelumnya dengan baik
1. Arus terlalu kecil 2. Gerakan elektroda tidak
tepat
1. Besarkan arus2. Perpendek panjang busur
sehingga terjadi peleburan yang baik
Porositi
1. Banyak oksigen atau hidrogen dalam busur
2. Terdapat minyak, karat, cat dan lain-lain
3. Terdapat uap air pada elektroda
4. Arus terlalu besar5. Gerakan elektroda yang
kurang tepat
6. Pendinginan terlalu cepat7. Logam induk
mengandung terlalu banyak belerang
1. Pilih elektroda yang tepat
2. Bersihkan daerah lasan
3. Keringkan kembali elektroda
4. Kecilkan arus5. Kecilkan lebar anyunan
dan kurang kecepatan elektroda
6. Lakukan preheat
7. Gunakan elektroda hidrogen rendah (low hydrogen)
Percikan yang berlebih
1. Arus terlalu besar2. Burur terlalu panjang3. Elektroda menyerap uap
1. Turunkan arus2. Sesuaikan panjang busur3. Keringkan kembali
elektroda
Retak pada logam las
1. Masukan panas terlalu besar
2. Elektroda menyerap uap
3. Terlalu banyak unsur paduan dalam logam induk
4. Pendinginan terlalu cepat5. Terlalu banyak belerang
dalam logam induk6. Terdapat oksigen dan
hidrogen7. Terdapat pasir atau debu
pada daerah logam
1. Ganti urutan pengelasan
2. Keringkan kembali elektroda
3. Gunakan elektroda Hidrogen rendah
4. Lakukan preheat5. Gunakan elektroda
Hidrogen rendah6. Gunakan elektroda
Hidrogen rendah7. Bersihkan daerah lasan
Rerak pada logam induk
1. Terlalu banyak hidrogen dalam busur
2. Logam induk mempunyai sifat mampu keras yang tinggi
3. Terlalu banyak unsur C, Mn atau Cr dalam logam induk
1. Pakai elektroda hidrogen rendah
2. Lakukan pemanasan mula dan akhir (preheat and post heat)
3. Ganti logam induk
Refrensi
1. Callister (2007) Callister, Jr., & William, D., 2007, “Materials Science and Engineering an Introduction”, 7 ed., John Wiley & Sons, Inc., New York.
2.Gourd, L.M., 1995 “Principles of welding technology” 3th edition, Edward Amold, ISBN 0 340 61399 8
3. Kou, S., 2003, “Welding Metallurgy”, 2 ed., John Wiley & Sons, Inc., Canada.
4. Mandal., 2005, “Aluminium welding”, 2 ed., Kharagpur, India.
5. Wilhelmsen,W. 2005, “The Handbook for Maritime Welders” 10, ed. America.
top related