usulan peneltian habibi
Post on 29-Nov-2015
103 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
USULAN PENELITIAN
PERTUMBUHAN Sargassum duplicatum YANG DIBUDIDAYA DENGAN MODIFIKASI SISTEM PENANAMAN DAN
PANJANG TALUS BERBEDADI PANTAI CILACAP
Oleh
SAEFULLAH HABIBI Z.AB1J008010
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2013
PERTUMBUHAN Sargassum duplicatum YANG DIBUDIDAYA DENGAN MODIFIKASI SISTEM PENANAMAN DAN
PANJANG TALUS BERBEDADI PANTAI CILACAP
Oleh:SAEFULLAH HABIBI Z.A
B1J008010
Diajukan Sebagai Pedoman Pelaksanaan Penelitian Studi Akhir Pada Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
Disetujui dan Disahkan
Pada tanggal................
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. A. Ilalqinsy Insan, MS. Dra. Dwi Sunu Widyartini, MSi NIP. 19551214 198503 1 001 NIP. 19640523 198903 2 001
MengetahuiPembantu Dekan I
Drs. Agus Hery Susanto, MSNIP. 19590814 198603 1 004
PRAKATA
Usulan penelitian ini disusun sebagai pedoman kerja agar penelitian yang
akan dilakukan dapat berlangsung dengan terarah dan tepat waktu. Penyusunan
usulan penelitian ini telah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di
Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian yang rencananya akan
diberi judul ‘Pertumbuhan Sargassum duplicatum yang dibudidaya dengan
modifikasi sistem penanaman dan panjang talus berbeda di pantai Cilacap ini
termasuk dalam lingkup Fikologi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian
ini penulis akan dibimbing oleh Drs. H. A. Ilalqisny Insan, MS. dan Dra. Dwi Sunu
Widyartini, MSi. Adapun informasi ilmiah yang dihimpun dari sejumlah pustaka
rujukan dan referensi lainnya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan biologi rumput
laut Sargassum duplicatum, metode budidaya rumput laut dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Tim Komisi Tugas
Akhir dan Pembantu Dekan I Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto yang telah
memberi kemudahan dan ijin dalam penyusunan Usul Penelitian ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan Usulan Penelitian ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi penyempurnaannya Usulan Penelitian ini.Semoga usulan
penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoma pelaksanaan penelitian .
Purwokerto, Oktober 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ……………………………………………………………….... iii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. v
INTISARI ………………………………………………………………..... vi
I. PENDAHULUAN …………………………………………………….... 1
II. MATERI DAN METODE PENELITIAN ……………………………. 7
A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………… 7B. Metode Penelitian …………………………………………………. 7C. Metode Analisis ………………………………………………….... 12
III. JADWAL PENELITIAN …………………………………………….. 13
DAFTAR REFERENSI ………………………………………………….... 14
LAMPIRAN .................................................................................................. 16
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman1. Tabulasi Hasil Pengamatan Panjang Talus
S.duplicatum Pada Berbagai Umur ....…………………........... 16
2. Tabulasi Hasil Pengamatan Bobot Talus S.duplicatum Pada Berbagai Umur............................................ 17
3. Tabulasi Hasil Pengukuran Kualitas Air …...………………….. 18
4. Estimasi Sistem Jaring Tabung ……………………………....... 19
5. Estimasi Sistem Jaring Tubeler ……………………………….. 20
6. Estimasi Sistem Tali Tunggal ………………………………. 21
v
INTISARI
Talus merupakan tubuh vegetatif yang belum mengenal diferensiasi akar, batang dan daun sebagaimana tumbuhan tingkat tinggi. Talus rumput laut merupakan keseluruhan tubuh dari rumput laut, dibagi menjadi beberapa bentuk antara lain talus batang, talus bentuk daun dan holdfast. Pertumbuhan talus ditunjukkan oleh pertambahan berat dan panjang talus batang, jumlah talus bentuk daun dan jumlah vesikel dengan menghubungkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas. Pertumbuhan pada budidaya rumput laut dipengaruhi oleh bibit dan teknik budidaya. Penerapan metode budidaya dan sistem penanaman disesuaikan dengan lahan yang digunakan agar pertumbuhan dapat optimal. Pemakaian panjang talus (bibit) yang efisien diharapkan juga lebih meningkatkan pertumbuhan. Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan teknik tali tunggal dan jaring. Sistem jaring dapat dimodifikasi menjadi jaring tabung dan jaring tubuler. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertumbuhan Sargassum duplicatum yang ditanam dengan modifikasi sistem penanaman dan panjang talus berbeda sehingga menghasilkan pertumbuhan optimal di Pantai Cilacap. Penelitian akan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Split Plot dengan ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan-perlakuan yang dicobakan adalah sistem budidaya sebagai main plot yang terdiri dari sistem jaring tabung, sistem jaring tubuler dan sisitem tali tunggal, sebagai subplotnya adalah panjang talus berbeda yaitu panjang talus 15 cm dan panjang talus 30 cm. Variabel yang diamati adalah panjang dan bobot talus. Parameter penujang yang diukur antara lain salinitas air, suhu air, pH, serta kecerahan air. Data pertumbuhan dianalisis dengan menggunakan Uji F dengan taraf kepercayaan 95% dan 99%, untuk mengetahui pengaruh faktor yang dicobakan. Apabila hasilnya menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjut Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan yang dicobakan.
Kata Kunci: Sargassum duplicatum, Sistem Penanaman, Pertumbuhan, Panjang Talus
vi
I. PENDAHULUAN
Sargassum merupakan rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi, tumbuh
sepanjang tahun, tumbuhan ini bersifat perenial atau setiap musim barat maupun
timur dapat dijumpai di berbagai perairan. Rumput laut ini memiliki manfaat yaitu
sebagai sumber penghasil alginat yang digunakan sebagai bahan pembuat cangkang
kapsul, emulsifier dan stabilizer, yang berguna untuk kosmetik, kandungan koloid
alginatnya digunakan sebagai bahan pembuat sabun, shampo dan cat rambut (Kadi,
2005). Rumput laut ini perlu dibudidayakan karena pemanfaatannya masih
mengandalkan wild crop sehingga keberadaannya di alam semakin berkurang.
Sargassum duplicatum memiliki bentuk talus gepeng, banyak percabangan
yang hampir meyerupai pepohonan di daratan, bangun daun melebar lonjong seperti
pedang, memiliki gelembung udara yang soliter, dan holdfast berbentuk cakram. S.
duplicatum tumbuh berumpun dengan untai cabang-cabang, memiliki panjang thalli
utama mencapai 3 meter, panjang talus bentuk daun 1,3 – 4,2 cm dan tiap
percabangan terdapat gelembung udara yang di sebut vesikel yang berukuran kecil,
bulat, berdiameter antara 1,5 – 2 mm, setiap jenis rumput laut Sargassum meiliki
jumlah berbeda disetiap percabangannya dan berguna untuk menopang cabang-
cabang thalli terapung ke arah permukaan untuk mendapatkan intesitas cahaya
matahri yang cukup dalam proses fotosintesis (Kadi, 2005).
Pertumbuhan talus rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain
jenis, galur, talus (bibit) dan umur, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh
antara lain lingkungan atau oseanografi, bobot bibit, jarak tanam dan teknik
penanaman. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh metode budidaya yang
digunakan. Sebaiknya metode disesuaikan dengan kondisi fisik serta perairan yang
diguna kan sebagai lahan budidaya. Berdasarkan posisi penanamannya, metode
budidaya dibagi menjadi tiga yaitu metode dasar (bottom method), metode lepas
dasar (off bottom method) dan metode apung (floating method). Metode apung pada
prinsipnya metode apung ini mirip dengan metode dasar tetapi posisi rumput laut
berada pada permukaan air. Keuntungan yang diperoleh dari metode apung antara
lain : pertumbuhan rumput laut menjadi lebih baik karena proses fotosintesis dapat
berlangsung dengan baik sehingga produksinya akan lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan metode yang lain, dapat digunakan pada semua jenis perairan.
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Sistem penanaman pada metode apung dapat dilakukan secara tali tunggal
apung (Floating monoline) dan jaring apung (Floating net). Sistem tali tunggal,
dapat diterapkan di perairan yang dalam maupun dangkal. Budidaya dengan sistem
tali tunggal memiliki kekurangan apabila pertumbuhannya sudah besar (2-3 minggu
setelah tanam) biasanya talus rumput laut tersebut mudah patah dan hanyut terkena
ombak maupun arus serta mudah rusak akibat adanya predator. Sistem jaring pada
perkembangannya cocok untuk dasar berkarang, pergerakan airnya didominasi oleh
ombak. Sistem jaring dapat dimodifikasi menjadi bentuk tabung (dengan rangka
yang terbuat besi atau kawat) dan jaring tubuler (tanpa rangka). Jaring tabung adalah
sistem jaring yang ditempelkan pada rangka besi atau kawat hingga membentuk
silindris. Sistem jaring tubuler mirip dengan sistem jaring tabung tetapi jaring
tubuler tidak memakai rangka besi. Keuntungan dari sistem jaring pertumbuhan
rumput laut lebih baik, bebas dari serangan bulu babi dan bibit tidak mudah hilang.
Kekurangan dari sistem jaring memerlukan banyak waktu untuk pembuatan jaring
serta biaya yang tinggi (Widyartini dan Insan, 2007).
2
Keberhasilan budidaya selain dipengaruhi oleh sistem budidaya juga dapat
dipengaruhi oleh penggunaan bibit. Bobot awal bibit yang digunakan dalam
budidaya rumput laut akan mempengaruhi pertumbuhannya. Hal tersebut berkaitan
dengan perbedaan jumlah nutrisi yang didapat berdasarkan sedikit banyaknya jumlah
rumpun. Penggunaan bobot bibit rumput laut secara tepat akan menghasilkan
produksi maksimal, sedangkan penanaman rumput laut dengan bobot awal yang
terlalu besar merupakan suatu pemborosan (Suryadi et al., 1993). Secara umum
bobot yang sering digunakan untuk budidaya pada rumput laut berkisar antara 50
gram sampai 100 gram. Bibit yang dipilih harus berusia muda karena
pertumbuhannya lebih cepat dari pada bibit yang berusia tua, sel-sel pertumbuhan
rumput laut yang berusia muda masih berfungsi secara optimal pada lingkungan
yang sesuai (Juneidi, 2004).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi budidaya rumput laut antara lain
faktor fisika, kimia, dan biotik. Beberapa faktor fisika adalah suhu, intensitas cahaya,
kedalaman dan arus. Faktor kimia meliputi salinitas, pH, dan nutrien. Sedangkan
faktor biotik meliputi ikan pemangsa maupun herbivor lainnya serta persaingan antar
talus dalam mendapatkan. Lingkungan yang sesuai untuk budidaya rumput laut S.
duplicatum adalah dasar perairan yang paling baik untuk pertumbuhan yang stabil
terdiri dari patahan karang mati (pecahan karang) dan pasir kasar serta bebas dari
lumpur, dengan gerakan air (arus) yang cukup 20-40 cm/detik. Suhu perairan 27,25 -
29,30 0C dan salinitas 32-33,5 o/o. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan S.
duplicatum adalah antara 2-15 m pada saat surut terendah nutrien (Anggadiredja,
2008).
3
Pantai Cilacap mempunyai pontensi untuk perkembang biakan rumput laut.
Panjang pantainya kurang lebih 105 km. Salah satunya Perairan Tebeng II
Kabupaten Cilacap, sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Keadaan
perairan pantai yang mempunyai gelombang tidak terlalu besar, kedalaman air saat
pasang mencapai 210 cm sedangkan saat surut 100 cm dapat untuk budidaya rumput
laut, salinitas air laut berkisar antara 27 o/o- 35 o/o dengan pH berkisar 7-8 dan
substrat dasar perairan berupa pasir dan pecahan karang sangat mendukung
pertumbuhan rumput laut. Perairan budidaya S. duplicatum dipilih perairan yang
secara alami ditumbuhi oleh komonitas dari berbagai makroalga seperti Ulva,
Caulerpa, Padina, Hypnea dan lain-lain, dimana hal ini merupakan salah satu
indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya S. duplicatum dan
diusahakan jauh dari gangguan hewan air yang bersifat hama terhadap S. duplicatum
(Masyahoro dan Mappiratu, 2010).
Pertumbuhan menunjukkan suatu pertambahan dengan menghubungkan
konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas, seperti pengertian mencapai
ukuran penuh (full size) atau kedewasaan (maturity). Pertumbuhan dapat diukur
melalui parameter seperti pertambahan panjang, lebar atau luas, tetapi dapat pula
diukur berdasarkan pertumbuhan volume, massa atau berat kering (Taiz dan Zeiger,
1998). Pertumbuhan rumput laut dapat dilihat dari pertambahan berat basahnya
volume serta pertambahan jumlah dan panjang talus.
Menurut Winarno (1996) pertumbuhan rumput laut juga sangat tergantung
pada teknologi atau metode penanamannya. Metode yang dipilih hendaknya dapat
memberikan pertumbuhan yang menguntungkan, mudah pelaksanaannya dan
dilakukan dengan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat. Selain itu, metode
4
yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan spesies
rumput laut yang akan dikembangkan.
Penelitian ini akan dilakukan dengan mengukur panjang dan bobot talus yang
dibudidayakan dengan modifikasi sistem penanaman. Hal ini penting karena panjang
talus, bobot talus, sistem dan juga metode budidaya ada hubungannya terhadap
pertumbuhan dan rendemen alginat yang dihasilkan oleh Sargassum duplicatum.
Menurut Zailanie et al., (2001), penghasil alginat tertinggi terdapat pada batang
karena pada batang mempunyai fungsi sebagai penyimpan zat-zat cadangan
makanan.
Berdasarkan uraian di atas maka muncul permasalahan :
1. Bagaimana modifikasi sistem penanaman dan panjang talus yang berbeda
mempengaruhi pertumbuhan talus Sargassum duplicatum di Pantai Cilacap.
2. Modifikasi sistem penanaman apa dan panjang talus berapa yang mampu
memberikan pertumbuhan talus Sargassum duplicatum terbaik di Pantai
Cilacap.
Berdasarkan permasalahan tersebut muncul tujuan untuk :
1. Mengetahui pertumbuhan talus Sargassum duplicatum yang dibudidaya dengan
modifikasi sistem penanaman dan panjang talus berbeda di Pantai Cilacap
2. Menentukan modifikasi sistem penanaman dan panjang talus yang dapat
menghasilkan pertumbuhan talus Sargassum duplicatum terbaik di Pantai
Cilacap.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pertumbuhan Sargassum duplicatum yang ditanam dengan modifikasi sistem
penanaman dan panjang talus berbeda yang dapat menghasilkan pertumbuhan talus
terbaik di Perairan Tebeng II, Cilacap.
5
Hasil penelitian Kurniawati (2003), pada budidaya rumput laut Gracilaria
verrucosa yang ditanam dengan sistem jaring tabung menghasilkan laju
pertumbuhan sebesar 0,514 kg/m2, dengan sistem apung jaring menghasilkan laju
pertumbuhan sebesar 0,449 kg/m2, sedangkan dengan sistem tali tunggal
menghasilkan laju pertumbuhan terkecil sebesar 0,415 kg/m2. Purwanto (2008)
menambahkan bahwa pengamatan terhadap hasil produksi menunjukkan bahwa
produksi basah tertinggi Eucheuma cottonii diperoleh dari perlakuan jaring tabung
dengan metode apung sebesar 261,33 g/m2, sedangkan produksi terendah diperoleh
dari perlakuan jaring tubuler metode dasar sebesar 122 g/m2. Berdasarkan data hasil
penelitian di atas menunjukkan bahwa budidaya rumput laut dengan sistem jaring
tabung dapat menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih baik.
Hasil penelitian Mansyur, dkk (1993) juga diperoleh bahwa metode budidaya apung
menghasilkan pertumbuhan rumput laut jenis G. verrucosa yang lebih baik
dibandingkan dengan metode yang lain. Menurut hasil penelitian Hak dan Tazwir
(2004), diperoleh bahwa rendemen pada Sargassum filipendula yang dibudidayakan
menggunakan sistem rakit dengan panjang talus 10-15 cm, menghasilkan rendemen
lebih baik.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Penggunaan panjang talus dan sistem budidaya yang berbeda akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan talus Sargassum duplicatum berbeda yang ditanam di
Perairan Tebeng II, Cilacap.
2. Sistem jaring tabung dapat menghasilkan pertumbuhan talus terbaik pada
Sargassum duplicatum yang ditanam di Perairan Tebeng II, Cilacap.
6
II. MATERI DAN METODE PENELITIAN
A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Materi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput laut Sargassum
duplicatum. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : jaring
tubuler, jaring tabung, tali tunggal, bambu, pelampung, hand refraktometer, pH
indikator universal, termometer, keping Secchi, gunting, timbangan analitik,
meteran, tali rafia, kantung plastik, kamera, dan alat tulis.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perairan Tebeng II, Cilacap pada bulan
Oktober 2013 sampai dengan bulan November 2013.
B. Metode Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan dasar
Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Split Plot dengan tiga kali ulangan.
Adapun perlakuan-perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut :
a. Main plot adalah panjang talus (A) yaitu :
A1 = Jaring Tabung
A2 = Jaring Tubuler
A3 = Tali tunggal
b. Sub plot adalah sistem budidaya (B) yaitu :
B1 = Panjang Talus 15 cm
B2 = Panjang Talus 30 cm
kombinasi perlakuan yang dicobakan berturut-turut sebagai berikut:A1B1, A1B2,
A2B1, A2B2, A3B1, A3B2.
Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah panjang dan
bobot talus. Sedangkan sebagai parameter penunjang antara lain salinitas air, suhu
air, derajat keasaman (pH) serta kecerahan air.
2. Cara Kerja
2.1. Persiapan
Lahan untuk budidaya terletak di Pantai Tebeng II, Cilacap. Bibit rumput
laut S. duplicatum diambil dari Pantai Goa, Cilacap. Rumput laut diambil yang
segar dan dicuci dengan air laut, bibit kemudian diukur dengan panjang talus awal
15 cm dan 30 cm. Jaring tabung dibuat dengan rangka besi, jaring tubuler yang
digunakan dibuat tanpa rangka dan terbuat dari bahan dasar plastik elastis,
sedangkan tali tunggal terbuat dari tambang. Rakit ukuran 2,5 x 3 m sebanyak 6
buah untuk menempatkan jaring tabung, jaring tubuler maupun tali tunggal,
digunakan dengan metode apung.
2.2. Penanaman
2.2.1. Jaring Tabung (Lampiran 3 )
1. Rakit dengan ukuran 2,5 x 3 m sebanyak 2 buah dan Jaring tabung
sebanyak 30 buah disiapkan
2. Talus rumput laut lalu diukur sepanjang 15 cm, 30 cm dan ditimbang
beratnya, masing-masing sebanyak 15 buah.
3. Tiap jaring tabung kemudian diisi satu ikat rumput laut Sargassum
duplicatum (satu titik tanam), 15 jaring tabung untuk perlakuan A1B1,
15 jaring tabung untuk perlakuan A2B1.
4. Jaring tabung diikatkan pada rakit dengan jarak anatar jaring tabung
dan jaring tabung lainnya 50 cm.
8
2.2.2. Jaring Tubuler (Lampiran 4)
1. Rakit dengan ukuran 2 x 3 m sebanyak 2 buah dan jaring tubuler
sebanyak 30 buah disiapkan
2. Talus rumput laut lalu diukur sepanjang 15 cm, 30 cm dan ditimbang
beratnya, masing-masing sebanyak 15 buah
3. Tiap jaring tubuler kemudian diisi satu ikat rumput laut Sargassum
duplicatum (satu titik tanam), 15 jaring tubuler untuk perlakuan
A1B2, 15 jaring tubuler untuk perlakuan A2B2.
4. Jaring tubuler diikatkan pada rakit dengan jarak antar jaring tubuler
dengan jaring tubuler lainnya yaitu 50 cm.
2.2.3. Tali Tunggal (Lampiran 5)
1. Rakit dengan ukuran 2 x 3 m sebanyak 2 buah dan tali tamabang
sebanyak 6 buah sepanjang 3 m disiapkan
2. Talus rumput laut lalu diukur sepanjang 15 cm, 30 cm dan ditimbang
beratnya, masing-masing sebanyak 15 buah.
3. Tiap 1 tali tambang kemudian diikat beberapa rumput laut Sargassum
duplicatum dengan jarak 50 cm antar titik tanam, 3 tali tunggal untuk
perlakuan A3B1, 3 tali tunggal untuk perlakuan A3B2.
4. Tali tunggal diikatkan pada rakit dengan jarak antar tali 50 cm.
2.3. Pemeliharaan
Dilakukan penyiangan terhadap rumput laut dari tanaman lain atau
kotoran yang menempel pada rumput laut. Pemeliharaan dilakukan dengan
secara berkala setiap empat belas hari sekali.
9
3. Pengamatan
3.1. Variabel Utama
Pengamatan dan pengambilan data pertambahan panjang talus bentuk
batang Sargassum duplicatum dilakukan pada 7 hst, 14 hst, 21 hst, 28 hst (hari
setelah tanam). Diambil sebanyak 3 kali, diukur panjangnya dan ditimbang
bobotnya untuk mengetahui pertumbuhannya. Adapun cara pengamatannya
adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan diamati dengan mengukur pertambahan panjang dan bobot
Sargassum duplicatum. Caranya sampel tanaman diambil untuk masing-masing
perlakuan dan kemudian diukur dan ditimbang. Pengambilan sampel ini diulang
sebanyak 3 kali. Data hasil pengukuran dan penimbangan (Lampiran 1 dan
Lampiran 2) dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut:
a) Rumus Panjang Talus:
G = Wt2-Wt1
keterangan :G = Pertumbuhan (cm/hari)Wt1 = Panjang rumput laut pada Umur t1 (cm)Wt2 = Panjang rumput laut pada Umur t2 ( cm)
(Sumber: Widyartini dan Insan, 2007)
b) Rumus Bobot Talus
G = Wt2-Wt1
keterangan :G = Pertumbuhan (g/hari)Wt1 = Panjang rumput laut pada Umur t1 (g)Wt2 = Panjang rumput laut pada Umur t2 ( g)
(Sumber: Widyartini dan Insan, 2007)
10
3.2. Parameter Pendukung
Pengukuran dilakukan pada 0 hari setelah tanam (hst), 14 hst, 28 hst, 42
dan 56 hst yang mana pengukuran dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada
pukul 09.00, pukul 13.00 dan pukul 17.00 (Lampiran 5).
a. Pengukuran suhu air
Suhu diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam air tambak
selama 5 menit, kemudian suhu yang teramati dicatat.
b. Pengukuran salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer,
dengan cara meneteskan air laut pada kaca refraktometer, kemudian dilihat skala
salinitasnya dan dicatat.
c. Pengukuran derajat keasaman (pH)
Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH
indikator universal ke dalam air, ditunggu sesaat, warna yang timbul dicocokkan
dengan warna pada petunjuk penggunaan yang menunjukkan besarnya pH air.
d. Pengukuran kecerahan
Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan keping Sechi yang
dicelupkan ke dalam air sampai tepat Keping Secchi tidak terlihat lagi, jarak
tersebut dicatat sebagai x meter. Kemudian Keping Secchi ditenggelamkan
sehingga tidak kelihatan kemudian diangkat smapai tepat kelihatan, jarak tersebut
dicatat sebagai y meter, kemudian dihitung dengan rumus
Kecerahan= X+Y2
11
C. Metode Analisis
Data hasil pengamatan dianalisis dengan mengunakan uji F dengan taraf
kepercayaan 95% dan 99% untuk mengetahui pengaruh faktor yang dicobakan.
Apabila hasilnya menunjukkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan Uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
12
III. JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan selama ± 6 bulan. Berikut ini adalah rincian
rencana jadwal penelitian mulai dari penyusunan proposal hingga seminar hasil
penelitian.
No Kegiatan Bulan
8 9 10 11 12 1 2
1 Persiapan penelitian
2 Penelitian
3 Analisis dan Pengolahan data
4 Penyusunan laporan
DAFTAR REFERENSI
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1989. Budaidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Bathara, Jakarta.
Anggadiredja. 2008. Rumput Laut (Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Yang Potensial). Penebar Swadaya, Jakarta.
Aslan, L. M. 2006. Budidaya rumput laut. Kanisius, Yogyakarta
Boney, A. D. 1965. Aspect of the biology of the seaweeds of economic importance. Mar. Bot. (3):205-253.
Hak, N. dan Tazwir . 2004. Pengaruh Umur Panen Rumput Laut Coklat (Sargassum filipendula) Terhadap Mutu Fisiko-Kimia Natrium Alginta Yang Dihasilkan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, VII (1): 80-95.
Juneidi, A. W. 2004. Teknik Budidaya Rumput Laut. Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Kadi, A. 2005. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum Diperairan Indonesia. Oseana, XXX (4) : 19 – 29
Kurniawati, S. 2003. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Grailaria gigas Harv. Pada Berbagai Metode Budidaya di Perairan Tambak Polikultur Gombong. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Mansyur, A., Utojo dan Muharijadi, A. 1993. Pengaruh Perbedaan Metode Penanaman Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut G. verrucosa di Tambak Percobaan Marana, Maros, Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Perikanan dan Budidaya Pantai, Maros.
Masyahoro dan Mappiratu. 2010. Respon Pertumbuhan Pada berbagai Kedalaman Bibit dan Umur Panen Rumput Laut Eucheuma cottonii Di Perairan Teluk Palu.Media Litbang Sulteng III (2) : 104 – 111.
Poncomulyo, T, . 2006. Budi Daya Dan Pengolahan Rumput Laut. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Purwanto, G. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Eucheuma cottonii Doty yang Ditanam Dengan Sistem Jaring dan Kedalaman yang Berbeda di Perairan Selok Cilacap. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Suryadi, G. Setiadharma, H. Hamdani dan Iskandar. 1993. Kecepatan Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma alvarezii) pada Dua Sistem Budidaya yang Berbeda. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant Physiology. Sinauer Associates Inc., New York.
Widyartini, D. S. dan Insan, A. I. 2007. Meningkatkan Produksi Rumput Laut Gracilaria gigas Melalui Modifikasi Sisitem Jaring (Studi Kasus : Di Perairan Nusakambangan, Cilacap). Oseana, XXXII (4) : 13- 20
Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Zailanie, K., Susanto, T., dan Simon B.W. 2001. Ekstraksi Dan Pemurnian Alginat Dari Sargassum filipendula Kajian Dari Bagian Tanaman, Lama Ekstraksi Dan Konsentrasi Isopropanol. Jurnal Teknologi Pertanian, 2, (1): 10-27.
Lampiran 1. Tabulasi Hasil Pengamatan Panjang Talus Sargassum duplicatum Pada Berbagai Umur.
Umur (Hari)
Kombinas Perlakuan
Pertumbuhan (cm/hari)
Sistem Panjang Talus
Ulangan Total Rataan1 2 3
0-7
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
7-14
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
14-21
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
21-28
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
Keterangan:A1 : Sistem Jaring Tabung B1 : Panjang Talus 15 cmA2 : Sistem Jaring Tubuler B2 : Panjang Talus 30 cmA3 : Sistem Tali Tunggal
Lampiran 2. Tabulasi Hasil Pengamatan Bobot Talus Sargassum duplicatum Pada Berbagai Umur.
Umur (Hari)
Kombinas Perlakuan
Pertumbuhan (g/hari)
Sistem Panjang Talus
Ulangan Total Rataan1 2 3
0-7
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
7-14
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
14-21
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
21-28
A1 B1B2
A2 B1B2
A3 B1B2
Keterangan:A1 : Sistem Jaring Tabung B1 : Panjang Talus 15 cmA2 : Sistem Jaring Tubuler B2 : Panjang Talus 30 cmA3 : Sistem Tali Tunggal
Lampiran 2. Tabulasi Data Kualitas Air Pantai Tebeng II, Cilacap
Umur rumput laut
Variabel pendukung Ulangan1 2 3 Kisaran
0-7 hstTemperatur (oC)Salinitas (%)pHKecerahan (cm)
7-14 hstTemperatur (oC)Salinitas (%)pHKecerahan (cm)
14-21 hstTemperatur (oC)Salinitas (%)pHKecerahan (cm)
21-28 hstTemperatur (oC)Salinitas (%)pHKecerahan (cm)
Lampiran 3. Estimasi Penanaman Sistem Jaring Tabung
50 cm Rakit bambu ukuran 2 x 3 m
Rumput laut
30cm
20 cm
3 m
35 cm
2 m
Lampiran 4. Estimasi Penanaman Sistem Jaring Tubuler
50 cm Rakit bambu ukuran 2 x 3 m
30 cmRumput laut
20 cm
3 m
35 cm
2 m
top related