unsoed gas shale material aug 28_2
Post on 27-Oct-2015
97 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Materi Kuliah Umum:
Dasar‐dasar Explorasi dan Exploitasi Gas Shale
Anggoro S. Dradjat MSc.
Narasumber IAGI 2013 untuk Gas Shale Reservoir
Teknik Geologi, FakultasTeknik Universitas Jendral Sudirman
Purwokerto 2013
Daftar Isi
1. Latar Belakang dan Tujuan.
2. Layering Shale
3. Terbentuknya Gas Pada Shale dan Besar Cadangan
4. Geomekanika Batuan Shale
5. Satuan Beban Pada Perekahan Shale
6. Mekanika Mineralogi Shale Reservoir
7. Pengaruh Kandungan Kwarsa dan Carbonate
8. Fraksi Volume Kerogen Terhadap sifat Mekanika Shale
9. Modulus Young dan Poisson Rasio Dari Shale
10. Lithologi Anisotropi Batuan Shale
11. Respon Seismik Amplitude Versus Offset (AVO) Dari Shale
12. Anisotropi Gas Shale Reservoir dan Amplituda Seismik
13. Petrofisika Gas Shale Reservoir
14. Perekahan, Tektonik dan Permeabilitas
15. Shale Fracturing
16. Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Latar Belakang dan Tujuan.
Tulisan yang kami buat ini adalah merupakan bahan‐bahan diskusi yang kami lakukan
didalam milis IAGI 2013, tujuan kami adalah untuk memecahkan permasalahan secara
bersama untuk dapat mengembangkan sumber energi gas shale di Indonesia.
Gas shale adalah merupakan salah satu sumber energi “unconventional “ yang harus
dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan sumber daya energi di masa depan, salah
satu usaha adalah meningkatkan sumberdaya nasional untuk dapat memaksimumkan
potensi nasional baik dibidang penyiapan sumber daya manusia, memajukan lembaga
penelitian ataupun lembaga‐lembaga industri.
Untuk dapat mengembangkan industri gas shale maka penulis berpendapat perlu
dikembangkan dan dipasarkanya ilmu pengetahuan dasar dibidang geologi, geofisika
dan petrofisika sehingga dapat meningkatkan explorasi di Indonesia.
Penulis merasa berkewajiban untuk turut mengembangkan dalam bentuk diskusi‐
diskusi baik dengan perguruan tinggi maupun industri; karena penulis kurang lebih 30
tahun di industri perminyakan dan lebih dari dua puluh tahun membantu secara paruh
waktu di universitas
Gambar 1. menunjukan skema sumber daya gas shale di Indonesia dan Amerika.
Hal‐hal yang penting untuk dipelajari didalam explorasi gas shale adalah dalam
uruitan:
1. Kandungan TOC dan tingkat kematangan hydrocarbon
2. Mineralogi shale, komposisi mineral dan fraksi kerogen.
3. Sifat mekanika dari shale: modulus Young, Poisson ratio, rock strength.
4. Zona sweet spot dari shale.
5. Zona‐zona fracable shale (anisotropi)
6. Gas shale fracturing (perkahan buatan)
Dengan menggunakan data core, well log dan data seismik; data pengukuran
laboratorium maka yang perlu dipelajari:
1. Geokimia: jenis kerogen, TOC dan kematangan hydrocarbon
2. Geomekanika : Fracable tidaknya shale dan beban yang diperlukan untuk perekahan;
pengukuran sifat mekanika static dan dynamic.
3. Petrofisika: Menentukan zona‐zona potensial
4. Geofisika: pemetaan dan penentuan zona2 fracable shale berbasis respon amplituda
dari gather data seismik
Judul awal dari material yang akan kami sampaikan adalah: Konsep Dasar Geologi,
Geofisika dan Petrofisika Gas Shale kemudian pada presentasi ini kami ubah menjadi
dasar‐dasar explorasi dan exploitasi gas shale. Dengan mengetahui kerangka dasar dari
ketiga bidang keilmuan ini maka diharapkan akan dapat mempercepat keberhasilan
didalam explorasi gas shale.
Ide‐ide dasar dari penelitian kami adalah mengembangkan konsep metodologi geologi
geofisika, sehingga kami selalu mengambil bahan2 yang selalu menjadi bidang antara
kedua bidang keilmuan ini. Kami berpendapat geofisika pada awalnya adalah bahagian
dari bidang keilmuan geologi, di Indonesia semakin lama sparasi semakin besar dan
penelitian keilmuan dasar yang mencakup pada kedua bidang ini semakin sedikit.
sedangkan untuk applikasi praktis di industri tidaklah sedemikian halnya.
2. Layering Shale.
Untuk membangun jembatan atara pola berfikir yang menghubungkan antara sifat
mekanika, mineralogy dan potensi suatu gas shale maka digunkan konsep anisotropi,
kami memulai penelitian kami dimulai dengan keterbatasan data dan oleh sebab itu
kami menggunakan data‐data dari publish paper, adapun pada awalnya penelitan kami
adalah
berjudul: “Modeling VTI Anisotropy Amplitude and Mechanical Properties of Kerogen
In Shale Usaing Publish Papers Data as an Analogue Example” yang pada awalnya akan
kami presentasikan pada AAPG GTW Bali 2013.
Isotropi artinya serba sama, pada batuan shale layering maka mineralogy dan sifat
fisikanaya berbeda secara vertikal dan horizontal, sifat anisotropi pada shale terbentuk
karena adanya proses pengendapan pada shale secara laminasi, semakin banyak
laminasi maka akan semakain anisotropi bersifat anisotropy.
Shale diendapkan pada lingkungan energi rendah, faktor‐faktor yang mempengaruhi
terbentuknya edapan shale adalah: 1. sedimen supply 2. naik turunya muka air 3.
subsidence atau uplift.
Ketika proses sedimentasi dalam kondisi dimana rate sedimentasi dan rate akomodasi
dalam keadaan stabil dan mineralogy sediment supply tidak mengalami perubahan
maka terbentuklah isotropic shale.
Sedangkan anisotropi shale terbentuk jika lingkungan pengendapan banyak mengalami
perubahan, dimana terjadi perubahan energy pengendapan dan perubahan sedimen
supply yang juga bervariasi, mineralogi yang diendapkan juga bervariasai paling tidak
meliputi mineral clay, mineral organic dan kwarsa atau carbonate.
Karena shale diendapkan secara layering maka sifat mekanikanya juga berbeda secara
vertikal dan horizontal dan sifat ini kita sebut dengan VTI ( vertical transfer isotropic)
Sifat mekanika dari masing masing lapisan bergantung kepada: mineralogi, porositas
dan kandungan zat organik.
Response seismic dari shale akan dipengaruhi oleh oleh sifat anisotropinya yang
menggambarkan dinamika dari sedimentasi.
gambar 1. Sekema dari sumber daya gas alam di Indonesia dan di Amerika
3. Terbentuknya Gas Pada Shale & Cadangan Gas Pada Shale
Keberadaan gas didalam shale adalah dalam bentuk fre‐gas dan adsorbed gas. Gas
terbentuk melaui berbagai tahap proses kimia terhadap zat organik yang terpendam
dibawah permukaan bumi disebabkan karena temperatur dan tekanan, pertama‐tama
zat organik akan membentuk kerogen, kemudian kerogen akan berubah menjadi
bitumen, pada pematangan selanjutnya menjadi minyak dan kemudian gas.
Didalam proses pembentukannya hidrocarbon maka tidak semua zat organik akan
berubah menjadi gas, akan tetapi hanya beberapa persen saja yang menjadi
hydrokarbon dan sebahagian besar dari zat organik masih dalam bentuk kerogen.
terlapir gambar SEM dari Barnet shale (gambar 2), pada gambar ini terlihat adanya
rongga‐rongga didalam kerogen sehingga kerogen ataupun zat organik yang ada akan
mempunyai permukan yang luas sehingga dapat mengadsorb gas.
Gas yang terbetuk dari kerogen setelah melalui pembentukan bitumen ini kemudian
akan di adsorbsi oleh kerogen, dan sebahagian gas akan mengisi rongga yang yang
kosong baik dalam pori ataupun rekahan didalam shale dalam bentuk ”free gas”, dan
gas ini tetap terperangkap dan berada didalam shale itu sendiri.
Gambar 2. Porous soft Kerogen
Gas pada shale tersimpan dalam bentuk “free gas” dan dalam bentuk “absorbsi”
hal‐hal lain yang mempengaruhi besar cadangan selain volume dari shale (luas
A dan ketebalan h) adalah densitas dari shale dan kapasitas absorbsi dari shale.
Besarnya cadangan yang dapat diperoleh dari “free gas” adalah sebanding
dengan: porositas, gas saturasi dan berbanding terbalik dengan gas volume
factor. Perhitungan besarnya cadangan gas pada gas shale dapat dhitung dengan
perumusan seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Perhitungan cadangan pada gas shale
4. Mekanika Batuan Shale
Untuk mendapatkan data mekanis riel dari shale yang ada di Indonesia sampai saat ini
belumlah memungkinkan oleh sebab itu kami mengumpulkan data ʺpublish paperʺ
yang menghubungkan antara mineralogi shale dengan sifat mekanisnya.
Gambar 4. Sifat mekanika pada batuan shale
Untuk membicarakan sistem mekanika pada shale fracture reservoir maka akan
meliputi dua aspek yaitu sifat mekanik shale itu sendiri dan gaya luar tektonik yang
bekerja.
sifat mekanik dari shale dapat diperoleh dari pengukuran static dari core data
dipermukaan ataupun diperoleh melalui pengukuran dinamik dari sonic log sumur
pemboran.
Untuk membicarakan sifat mekanik dari material shale maka digunakan system
koordinat kartesian x, y, z atau 1, 2,3 sedangkan untuk tektonik dan pengukuran
destruktif test maka digunakan sistem SH min, SH max dan SV
Pada gambar 4. menunjukan hasil uji triaxial test SV dari arah vertikal, SH min dan SH
max dari arah mendatar, gambar (a) menunjukan adanya spliting tensile crack dimana
garis tegas menunjukan rekahan menerus dan garis putus putus menunjukan adanya
rekahan yang tidak terkoneksi, pada shale rekahan yang terbentuk adalah rekahan
secara tidak terkoneksi. Gambar (b) menunjukan shear failure yang terjadi pada batuan
yang bersifat elastik seperti pada batuan karbonat. Gambar (c) adalah model pada
batuan yang bersifat elastik plastik dimana pada awalnya terbentuk tensile crack seperti
pada gambar (a). yang yang kemudian diikuti dengan sifat plastik sehingga arah
rekahan yang tadinya vertikal menjadi tidak beraturan, model ini juga menunjukan
bahwa pada batuan shale juga terdapat rekahan‐rekahan hanya saja arah rekahan yang
tidak beraturan dan rekahan tidak terkoneksi maka pada batuan shale tidak mempunyai
sifat permeable walaupun mempunyai porositas yang tinggi.
Gambar (e) adalah tensile failure, suatu mekanisme yang berguna perekahan batuan.
Ketika core batuan dibawa kepermukaan maka yang terjadi adalah tidak mendapat
tekanan secara horizontal baik SH min maupun SH max sama dengan null dan jika
diberikan tekanan secara vertikal maka beban yang diberikan untuk merekahkan batuan
disebut Rock Strength atau UCS unconfine stress.
Shale yang berlapis‐lapis seperti papan kita katakan sebagai shale dengan bidang z atau
bidang 1 maka kalau ada gaya vertikal yang mengenai bidang shale tersebut akan kita
sebut sebagai gaya Fzz atau F11 atau gaya yang mengenai bidang z dangan arah gaya z
disebut gaya normal, kalau bidang z dari shale dikenai gaya pada arah x maka kita
sebut sebagai gaya geser dalam arah Fzx. Jadi kalau kita membicarakan gaya maka kita
bicarakan bidang dan arah.
Dengan diberikanya gaya pada shale maka akan terbentuk regangan, jika terbentuk
pada pada bidang z dan berarah z maka disebut regangan ezz atau regangan normal;
kalau regangan berarah x maka disebut regangan geser ezx
Kalau kita melakukan pemboran sumur secara vertikal maka sifat modulus yang kita
dapatkan adalah:
Modulus Young E yang merupakan pembagian antara Fzz dan ezz
Poisso rasio yang merupakan perbandingan atara exx dengan ezz
Sistem koordinat tektonik adalah system koordinat kartesian akan tetapi dirotasikan
sehingga koordinatnya merupakan sumbu maximum, minimum dan intermediate dari
system gaya pada lubang sumur, shale dibawah permukaan terkena gaya tektonik yang
berupa beban vertikal SV, Sh max dan Sh min.
Data mekanis dari shale dapat diperoleh melaui dua cara yaitu melalui pengukuran dari
core data dipermukaan dan pengukuran yang diperoleh dari data sonic log.
Rock strength adalah tekanan (gaya/ persatuan luas) yang akan mengakibatkan
terbentuknya rekahan jika suatu batuan ditekan didalam dua arah pada permukaan
bumi.
Pengukuran rock strength secara static dilakukan dengan melakukan pengukuran
triaxial test dimana core data diberikan tekanan 3 arah S max dan SH min= Sh
intermediate. Ketika shale diberikan tekanan didalam satu arah dimana kedua sumbu
yang lain nol maka kita sebut dengan uniaxial stress pada kondisi ini besarnya tekanan
yang mengakibatkan rekahan kita sebut dengan rock strength.
Perhitungan rock strength secara dinamik dapat diperoleh melalui perhitungan dari
sonic log dengan menggunakan formulasi semisal persamaan Horsrud, untuk menjaga
keakuran dari hasil perhitungan ini maka harus dikalibrasikan dengan data core paling
tidak dua titik kedalam. Untuk mngkalibrasi rock strength dari sonic ini maka
persamaan Horsrud harus dimodifikasikan nilai pangkat dan perkaliannya.
UCS=0.77(304.8/DT)**2.93 harus diubah menjadi 0.77(a/DT)**b dimana nilai a dan b
didapat dari pengukuran core di lab.
Untuk mengetahui berapa PSI (Pound persequare inc) yang diperlukan untuk
merekahkan batuan dibawah permukaan diperlukan informasi berapa besar nilai
horizontal minimum stress (SH min), secara sederhana perhitungan SHmin dapat
diperoleh dengan menggunakan data pore pressure dari pemboran dan beban vertikal
SV yang dapat dihitung dengan menggunakan data log densitas.
Hubungan antara SHmin dengan Pp dan SV adalah sbb: Shmin=Pp+0.5(SV‐Pp)
Dengan melakukan ploting dengan menggunakan hypotesa Mohr maka akan dapat
dihitung berapa Psi batuan akan dapat direkahkan dibawah permukaan.
Berapa Psi agar batuan terekahkan kita sebut dengan critical stress.
Pada gambar 5. menunjukan sifat mekanika shale dipermukaan dan berapa Psi
dibawah permukaan yang diperlukan agar dapat merekahkan batuan shale.
Gambar 5 Sifat mekanika dari shale dipermukaan bumi dan beban yang diperlukan untuk
fracturing.
5 Satuan Beban Pada Perekahan Shale
Beberapa satuan yang sangat penting didalam mempelajari sifat mekanika dari shale
dalam kaitannya denga pemboran sumur adalah dalam satuan psi.
Data sonic lapangan biasanya didalam satuan micro second per feet, saat dikonversi
menjadi rock strength satuannya dalam Psi (Pound square per inc), Pengukuran
geoteknik dalam satuan mega pascal dan pemboran menggunakan satuan ppg (pound
per galon).
1 Mega pascal= 145 psi
1 ppg= 0,0519 psi/feet
Untuk mengukur berapa Psi minimum suatu shale dapat direkahkan maka akan
dipengaruhi ole kedalaman, berapa ppg berat lumpur pemboran, besarnya beban
minimum dipermukaan dapat dihitung dengan:
Beban dipermukaan (psi) = critcal Stress (psi) ‐ kedalam x berat lumpur x 0.0519 psi/feet
cara menghitung critical stress sudah disampaikan didalam point 4.
Shale adalah batuan yang mempunyai rock strength yang paling bervariasai dengan
range antara 10 MPa (1450 Psi) sampai dengan 200 MPa (29000 Psi), untuk melakuan
fracturing perlu tau berapa psi rock strengnya.
Dari data P sonic saja tidak dapat digunakan untuk mengetahui brittle tidaknya suatu
shale, untuk itu perlu diketahui sifat mekanika mineralogy dari shale dan kandungan
mineral lain didalamnya.
Gambar 6. Hubungan antara rock strenth Shale dengan porositas dan modulus Young, semakin
besar porositas maka rock strength akan menurun, semakin besar modulus Young maka rock
strntghnya juga akan meningkat.
A lot of water could bound to smectite clay because of clay surface can be very large,
bound water could change mechanical properties from elastic plastic to become viscous‐
elastic‐plastic
Gambar 7. Menunjukan bahwa mineral smectite mempunyai permukaan yang luas sehingga
dapat menyerap air dalam jumlah yang jauh lebih besar dari mineral clay yang lain .
Pada gambar 7 menunjukan SEM dari Kaolinite, Illite, Chlorite dan Smectite; gambar ini
menunjukan permukaan yang luas pada smectite sehingga dapat menyerap air dengan
banyak sebagai akibatnya sifat mekanika dari smectite akan berubah dari elastic plastic
menjadi viscous elastic plastic, perubahan sifat mekanis ini akan menyebabkan
permasalahan didalam fracturing shale.
Illite terbentuk dari smectite melalui proses transformasi diagenesa, pada awal
diagenesa mineral smectite bereaksi dengan Kalium dan akan membentuk Illite, silika
dan air. Proses diagenesa ini terbentuk sebagai akibat pengaruh dari tekanan,
temperatur dan waktu. Selain mengakibatkan perubahan mineralogi clay maka proses
diagenesa ini akan mengakibatkan perubahan densitas yang rendah dari smectite
menjadi mineral illite dengan densitas yang lebih tinggi (gambar 8. cross plot antara
densitas dengan sonic velocity untuk mineral smectite dan illite)
Gambar 8 Cross plot antara densitas shale dengan dengan sonic velocity yang didapat
dari laporan studi ITB tentang Pore Pressure (Agus Ramdhan PHD) dari lapangan
CITIC, gambar atas menunjukan adanya shale yang telah mengalami diagenesa akhir
(illitic) dan pada gambar bawah menunjukan adanya shale dalam fasa diagenesa awal
(smectite).
6. Mekanika Mineralogi Shale Reservoir
Shale diendapkan dalam lapisan‐lapisan tipis diibaratkan seperti papan‐papan tipis
dengan masing‐masing papan tipis mempunyai sifat mekanis yang berbeda, jika berada
pada permukaan bumi maka sifat mekanisnya akan bergantung kepada: porositas,
kandungan mineralogy dan kandungan kerogen seperti gambar 5.
Jika cepat rambat gelombang Primer VP yang melalui batuan shale melambat maka
rock strengnya juga akan menurun atau transit time sonic log nya membesar.
Bandyopadhyay didalam salah satu penelitiannya melakukan pengukuran berbagai‐
bagai mineralogy shale seperti gambar 9, mengukur cepat rambat gelombang P secara
vertikal dalam cartesian koordinat arah zz dan arah horizontal arah xx, hasilnya
menunjukan untuk masing‐masing mineral mempunyai Vp vertikal yang lebih lambat
jika dibangdingkan dengan Vp horizontal.
Perbedaan sifat mekanika secara horizontal dan vertikal yang paling besar terjadinya
adalah pada mineral Ilite dan Chlorite.
Pada mineral Mt sifat mekanisnya sangat dipengaruhi oleh porositas.
Untuk membahas sifat mekanika selanjutnya gelombang Vp vertikal adalah gelombang
yang arah penjalaranya pada arah z dan simpangannya pada titik di bidang shale z.
Gambar 9. Cepat rambat gelombang primer Vp untuk berbagai–bagai clay mineral sebagai fungsi
dari porositas, cepat rambat gelombang Vp vertikal lebih rendah dari pada Vp horizontal.
Rock strength batuan shale akan menurun dengan meningkatnya porositas.
7. Pengaruh Kandungan Kwarsa dan Carbonate terhadap sifat mekanika
Sifat mekanika dari shale dipermukaan juga dipengaruhi oleh kandungan mineral dan
porositas. Sebagai salah satu contoh adalah pada gambar 10 yang merupakan data dari
log sumur pemboran, data kandungan dari mineral karbonat dan silika yang kami
dapatkan dari salah satu tulisan di search and discovery aapg 2012, data ini kemudian
di digitized secara manual kemudian dimasukan kedalam excell spread sheet dan
kemudian didapatkan kurva yang menggambarkan hubungan antara fraksi karbonat+
silika didalam shale dengan rock strength. Dari kurva pada gambar 11 terlihat bahwa
bertambahnya fraksi karbonat+silika akan akan menurunkan rock strength.
Didalam excell spread sheet lerlampir pada gambar 10 terdapat kolom c33 dan rock
strength, rock strength didapatkan dari data sonic log yang diukur secara vertikal, rock
strength ini sudah berada didalam dimensi tektonik (SHmin, SHmax, Sv) sementara c33
adalah stiffness alias sifat mekanik dalam koordinat kartesian (bidang 3 dengan arah3).
Gambar 10. Data log sumur beserta fraksi lithologi batuan shale.
Gambar 11. Rock strength batuan akan menurun dengan meningkatnya fraksi batuan karbonat
dan kwarsa.
8. Fraksi Volume Kerogen Terhadap Sifat Mekanika Shale.
Rock strength dari batuan shale dipermukaan juga dipengaruhi oleh fraksi organik
didalam batuan, semakin besar fraksi volume organik didalam shale maka rock
stregthnya akan semakin kecil seperti pada gambar 12.
Pada umumnya fraksi kerogen didalam shale kurang lebih dua kali lebih besar dari
persent berat TOC, sifat mekanik lebih ditentukan oleh distribusi mekanis didalam
volume oleh sebab itu untuk mempelajari sifat mekanik untuk kegunaan fracturing
digunakan satuan fraksi volume.
Rock strength batuan shale dapat dipergunakan untuk menghitung berapa Psi beban
yang diperlukan pada proses fracturing akan tetapi rock strength belum
menggambarkan fracable tidaknya suatu shale.
Fracable tidaknya suatu shale bergantung kepada sifat mekanika secara vertikal dan
horizontal dari kandungan mineraloginya.
Gambar 12. Rock strength batuan shale akan menurun dengan menurunnya fraksi kerogen
didalam shale.
Tiga sifat mekanik yang berpengaruh terhadap fracable tidaknya suatu shale yaitu rock
strength, modulus Young dan Poison ratio.
Dari pembhasan sebelumnya maka disimpulkan bahwa rock strength akan berkurang
jika terdapat:
1. pemambahan fraksi kwarsa dan karbonate
2. bertambahnya porositaspada shale
3. bertambahnya fraksi kandungan organik
Dua modulus lainya secara significant dipengaruhi oleh sifat mekanika secara
horizontal, yaitu modulus geser, dimana modulus geser adalah perbadingan antara
tegangan dibagi dengan regangan geser.
Kalau regangan geser semakin besar maka modulus gesernya semakin kecil dan cepat
rambat gelombang gesernya akan kecil.
regangan geser pada shale digambarkan sebagai bidang‐bidang papan dengan dengan
regangan pada bidang z berarah x atau y
Pada gambar 13 pada kolom 2 terlampir adalah nilai modulus geser mu dimana
kerogen mempunyai nilai terendah dan kalsit mempunyai nilai tertinggi kemudian
diikuti dengan komponent ʺstiffʺ mineral dan baru kemudian kwarsa.
Meningkatnya fraksi kwarsa dan karbonate didalam shale akan mengakibatkan
berkurangnya regangan geser secara horizontal sementara itu dengan meningkatnya
kandunga fraksi organik akan meningkatkan regangan gesernya; meningkatnya
regangan secara horizontal pada shale akan menurunkan modulus gesernya sehingga
cepat rambat gelombang Snya juga menurun.
Meningkatnya fraksi kwarsa dan karbonate akan meningkatkan Vs dan meningkatnya
kandungan fraksi organik akan menurunkan cepat rambat gelombang Vs. Kandungan
fraksi organik yang memberikan response yang berbeda dengan mineral lainnya inilah
yang akan digunakan untuk menentukan distribusi keberadaanya.
Dari gambar terlampir juga terlihat bahwa mineral Chlorite dan Illite adalah mineral
yang paling kecil modulus gesernya.
Gambar 13. Modulus elastic dari mineralogi batuan shale.
9. Modulus Young dan Poisson Rasio Dari Shale
Tiga parameter dasar mekanika yang dipergunakan untuk mengukur dan menghitung
sifat mekanik adalah Rock Strength, Modulus Young dan Poisson ratio.
Sifat mekanis yang berkaitan dengan fracable tidaknya suatu batuan adalah modulus
Young dan Poisson rasio.
Shale diendapkan secara horizontal seperti tumpukan tumpukan papan, masing‐masing
papan memiliki kandungan mineral, kandungan TOC dan porositas yang berbeda‐beda,
dengan melakuan pengukuran cepat rambat Vp dan Vs pada lubang bor ataupun
pengukuran sonic dari core data maka akan didapatkan sifat mekanik secara vertikal.
Kandungan kerogen didalam suatu lapisan shale yang berlapis seperti papan akan
menyebabkan lapisan tersebut mudah meregang secara horizontal jika dibandingkan
dengan lapisan dengan mineralogi yang sama akan tetapi tidak berisi kerogen. Bidang
papan z dengan regangan horizontal bisa kita sebut regangan geser ezx, sedangkan gaya
geser yang menyebabkan regangan kita sebut dengan Pzx dan yang disebut dengan
modulus geser adalah Pzx dibagi dengan ezx
Gelombang P sonic menjalar didalam lubang sumur pemboran vertikal melalui sumber
dan diteruskan menuju receiver receiver menjalar dengan muka gelombang pada
bisdang z berarah z maka regangan yang terjadi di anotasikan dengan ezz.
Yang disebut dengan Poisson ratio adalah perbandingan antara regangan horizontal exx
dibagi denga regangan vertikal ezz ( Poisson rasio v=‐exx/ezz), pada gambar 14
menunjukan semakin besar fraksi kerogen didalam shale maka nilai Poison ratio akan
akan semakin kecil; jadi kita harus cari shale dengan poisson ratio yang rendah.
Modulus Young adalah perbandingan antara antara Tegangan vertikal Pzz dibagi
dengan regangan arah vertikal ezz ( Modulus Young (E)=Pzz/ezz), semakin besar
regangan vertikal maka modulus Young akan semakin kecil, kalau shale mengandung
silika atau carbonat maka regangan akan menjadi lebih kecil sehingga modulus Young
akan menjadi lebih besar, oleh sebab itu kita haurus mencari shale dengan modulus
Young yang besar.
Modulus‐modulus elatik dari shale dapat dihitung dengan menggunakan data‐data logs
yang meliputi: data densitas RHOB, data Vs sonic DTS dan data Vp sonic DTCO.
Rumus perhitungan modulus elasic adalah seperti gambar 14.
Gambar 14 Poisson ratio dan modulus elastik dari batuan dapat dihitung dari log pemboran.
Dengan meningkatnya fraksi kerogen didalam shale maka akan menyebabkan
penurunan Modulus Young dan penurunan Poisson rasio ( gambar 15) oleh sebab itu
untuk supaya menjadi fracable shale maka harus mempunyai kandungan mineral stiff
sepert karbonat atau kwarsa.
Gambar 15 Dengan bertambahnya kandungan kerogen maka akan menurunkan nilai dari
modulus Young dan Poisson rasio.
Untuk mendapatkan fracable shale maka harus dicari shale dengan modulus Young
yang tinggi dan dengan Poisson ratio yang rendah. Jika dilihat dari kurva antara
hubungan Modulus Young dan Poisson rasio pada gambar 16 maka fracable shale akan
membentuk kurva dimana Modulus Young meningkat dan Poisson rasio menurun.
Gambar 16. Fracable shale adalah shale shale yang mempunyai Poisson rasio yang rendah dan
modulus Young yang tinggi.
10. Lithologi Anisotropi Batuan Shale
Ketika batuan carbonate diendapkan dan kemudian mengalami proses tektonik semisal
tarikan maka akan terbentuk rekahan‐rekahan akibat dari gaya tarikan sebagai contoh
seperti yang terjadi di laut utara, rekahan‐rekahan yang terbentuk membentuk sudut
yang lebar terhadap bidang datar permukaan atau dengan kata lain rekahan mendekati
tegak).
Batuan basement fresh granite yang menjadi suatu reservoir di lepas pantai Vietnam
juga terbentuk karena rekahan‐rekahan pada fresh granite yang terjadi diakibatkan oleh
tarikan yang menyebabkan terbentuknya rekahan rekahan yang mendekati tegak
dengan sudut sekitar 70 deradjat.
Sifat mekanika batuan akan berbeda pada arah sejajar rekahan dan sifat mekanika tegak
lurus rekahan pada batuan; perbedaan sifat mekanika keduanya cukup besar.
Perbedan sifat mekanika tersebut akan tercermin pada perbedan cepat rambat
gelombang P dan S pada kedua arah tersebut, perbedaan cepat rambat gelombang yang
mengikuti pola arah rekahan dapat teramati dari perubahan amplituda seismik karena
amplituda seismik menggambarkan energi gelombang yang menjalar pada rekahan dan
energi gelombang menjalar tegak lurus rekahan. Perubahan amplituda seismik yang
diakibatkan oleh adanya rekahan ini akan dapat terekam didalam perekaman data
seismik asalakan dilakukan dengan akusisi seismik yang juga mempertimbangkan
pengaruh azimuthal.
Rekahan‐rekahan tegak pada batuan carbonate dan granite pada kedua lapangan
tersebut dikatan sebagai batuan anisotropi secara horizontal (HTI, lihat gambar 17)
Pada batuan shale perbedaan mineralagi, porositas dan kandungan zat organik akan
terbentuk secara lateral dengan sifat mekanik yang berbeda secara vertikal dan
horizontal, anisotropi yang terbentuk pada batuan shale ini disebut dengan anisotropi
secara vertikal (VTI) lihat gambar 17.
Gambar 17. Perbedan anisotropi pada shale dan vertikal fracture reservoir adalah pada batuan
shale membentuk anisotropi secara vertikal (VTI) dan batuan pada fracture reservoir membentuk
anisotropi secara horizontal(HTI).
Didalam explorasi shale maka yang dicari adalah shale yang banyak mengandung
perselang‐selingan antara clay, carbonate/kwarsa dan kandungan organik. Semakin
banyak perselang selingan maka sifat mekanika akan semakin berbeda secara horizontal
dan vertikal.
Vernik melakukan pengukuran sifat mekanika pada data core dari shale pada formasi
Bakken di Amerika utara dengan mengukur cepat rambat gelombang VP dan VS
dengan arah sejajar dan tegak lurus pada bidang perlapisan, kemudian melakukan
ploting antara fraksi volume kerogen terhadap cepat rambat gelombang P dan S.
Hasil pengukuran pada gelombang Vp menunjukan bahwa cepat rambat arah vertikal
c33 adalah lebih lambat dari kecepatan rambat arah horizontal c11, perbedaan cepat
rambat arah vertikal c33 dan c11 ini terjadi dikarenakan oleh adanya perubahan fraksi
kerogen didalam shale.
Omar Hamdan salah seorang mahasiswa s2 geofisika reservoir UI lulus tahun 2013 ini
didalam thesisnya melakukan pemodelan dengan cara extrapolasi dimana dimodelkan
pada kondisi shale tanpa kandungan kerogen akan mempunyai cepat rambat
gelombang P vertikal yang sama dengan horizontal.
Pada beberapa tulisan sebelumnya, telah ditunjukan bahwa dengan bertambahnya
kandungan organik akan menurunkan cepat rambat gelombang Vs dan dengan
bertambahnya kandungan kwarsa maka akan meningkatkan cepat rambat Vs.
Perbedaan cepat rambat Vp dan Vs secara vertikal dan horizontal (gambar 18) ini
disebabkan oleh perbedaan sifat mekanika secara horizontal dan vertikal inilah yang
akan menyebabkan response amplituda seismik yang berbeda terhadap kandungan
kerogen didalam shale.
Fatrial Bahesti anggauta milis IAGI menyelesaikan pendidikan S2 di ITB pada tahun
2013 dibawah bimbingan Prof Eddy Subroto, membahas shale, pada salah satu gambar
didalamnya menunjukan bahwa shale‐shale yang prospektif adalah shale yang bersifat
anisotropy, berlapis‐lapis seperti tumpukan papan, sedangkan shale yang tidak
prospektif adalah yang relative homogen dengan sedikit perlapisan.
Didalam suatu shale tebal dengan sisipan‐sisipan organik dan kwarsa/karbonate maka
zona sisipan tersebut dikatakan sebagai zona anisotropi yang secara teoritis akan dapat
memberikan anomaly seismic. Secara teoritis jikalau kandungan fraksi volume kerogen
cukup besar dan data seismiknya cukup baik maka akan dapat memberikan respon
aomali yang cukup besar.
Seismik CDP gather sweet spot response dari shale adalah merukan response dari sifat
anisotropi yang terdapat batuan shale, respon ini juga disebut dengan amplitude versus
offset (AVO) dari shale.
Gambar 18. Perbedaan cepat rambat pada gelombang VP dan VS untuk arah vertikal dan
horizontal pada batuan shale ini disebut dengan anisotropi.
11. Respon Seismik Amplitude Versus Offset (AVO) Dari Shale
Pada halaman sebelumnya kita sudah membahas krieria fracable tidaknya suatu shale
dan juga berapa PSI besar minimum beban yang harus diberikan dipermukaan agar
suatu shale dapat direkahkan, maka sekarang kita akan mulai membahas response
seismic dari shale, didalam pembahasan ini kita akan membicarakan respon seismik
pada bidang batas antara shale tanpa dan shale dengan kerogen.
Untuk mendapatkan model response seismik dari bidang batas antara shale dan
kerogen shale kami menggunakan data dari Bakken field yang yang berupa: densitas,
cepat rambat VP dan Poisson ratio (gambar 19)
Data‐data ini adalah merupakan data olahan yang dilakukan oleh saudara Omar
Hamdan sebagai bahan didalam thesis S2 nya pada Prodi S2 Geofisika reservoir UI yang
juga bimbingan DR Abdul Haris dan saya.
Data‐data permodelan tersebut meliputi perubahan sifat mekanis sebagai fungsi dari
bertambahnya fraksi kerogen, dengan mengetahui response dari fraksi kerogen
terhadap 3 sifat mekanis yang mempengaruhinya yaitu: densitas, cepat rambat
gelombang dan Poisson ratio.
Dengan mengetahui densitas, cepat rambat gelombang dan Poisson ratio maka akan
didapat response seismik model shale dengan menggunakan persamaan Rugers 2010.
Response seismik pada bidang batas secara konseptual dapat dilihat pada gambar 20
Jikalau kita mempunyai data seismik cukup baik maka respon dari shale dapat dilihat
pada amplituda sebagai fungsi offset ( seismik gather data)
Response dari shale adalahʺ Amplituda negative dan amplituda menurun terhadap
offsetʺ
Model response amplitude adalah menggunakan persamaan Shuey, perumusannya
sebagai terlampir pada gambar 20, dimana: R(<)=R(0)+(9/4 Delta Poisson ratio‐R(0))sin
kwadrat(<)
dimana respon zero offset R(0)= ( Rho2xV2‐Rho1xV1)/(Rho2xV2+Rho1xV1)
Dengan menggunakan data masukan pada gambar 19 dan dengan menggunakan
perumusan pada gambar 20 maka akan didapakan bahwa response seismik dari shale
adalah amplituda negative dan dengan amplituda negatif melemah terhadap offset.
Gambar 19. Data densitas, cepat rambat gelombang Vp dan Poison rasio sebagai fungsi
dari kerogen.
Gambar 20. Amplitude versus Offset dengan menggunakan persamaan Shuey.
Sifat mekanika shale sebagai suatu batuan reservoir dipengaruhi oleh fraksi mineralogi,
fraksi zat organik, porositas , kandungan fluida.
Sifat mekanika dari mineral, zat organik dan fluida dipengaruhi oleh sifat
kompresibelitasnya dan kemudahan meregang secara horizontal.
Yang disebut dengan kompresibelitas mineral adalah kemampuan suatu mineral untuk
mengalami perubahan volume jika diberikan tekanan didalam arah 3 dimenesi.
misalnya kwarsa ditaruh didalam gelas kemudian gelas diisi oleh air maka kwarsa
tersebut akan mengalami perubahan volume sebagai akibat dari tekanan air.
Kompresibelitas pada mineral didalam shale reservoir akan menguat kurang lebih
dengan urutan sebagai berikut:
1. kwarsa , 2.mineral clay, 3.zat organik, 4.kerogen, 5.air, 6.minyak dan 7.gas
Kompresibelitas batuan secara fisik lebih mudah teramati dan dapat dilakukan dengan
pengukuran, dan akan lebih mudah dibayangkan secara kwalitatif jika kita melihat
secara langsung pada contoh batuan.
Kompressibelitas adalah kebalikan dari Modulus Bulk, modukus bulk berati
kemampuan suatau batuan/mineral/fluida bertahan terhadap perubahan volume jika
diberikan tekanan dalam 3 dimensi dalam ruang.
Cepat rambat gelombang P didalam suatu mineral dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan Vp=Akar2 (moduls Bulk+4/3 modulus geser)/ densitas
Cepat rambat gelombang pada suatu mineral akan meningkat jika modulus bulknya
meningkat atau kompressibelitasnya menurun dikarenakan besarnya modulus bulk
adalah berkebalikan terhadap kompressibelitas.
Cepat rambat batuan akan menurun pada urutan sebagai berikut:
1.kwarsa, 2 .mineral clay, 3.zat organik, 4.kerogen, 5.air, 6.minyak dan 7.gas
Moduluis geser suatu mineral, secara sederhana digambarkan sebagai kemampuan
suatu mineral untuk meregang secara horizontal, kemampuan meregang dari mineral
adalah adalah dalam urutan sebahgai berikut:
1. kerogen 2.clay mineral, 3. Kwarsa.
Cepat rambat gelombang shear VS akan menguat dalam urutan sbagai berikut:
1. kerogen 2.clay mineral, 3. Kwarsa
Jika kita membandingkan gas sand reservoir dan shale reservoir maka pada gas sand
reservoir akan mengandung fraksi kwarsa dalam jumlah yang lebih besar besar,
porositas terkoneksi yang besar , porositas terisi gas; fraksi clay kecil mungkin hanya
sebagai frame saja sehingga Vp rendah,VS menguat , Poisson ratio menguat jika
dibandingkan dennga shale penutupnya.
Pad gas shale reservoir fraksi clay dalam jumlah besar, mempunyai porositas yang besar
akan tetapi tidak mempunyai permeabelitas, mengandung fluida minyak ataupun gas
sbagai ubahan dari kerogen, mengandung kerogen, fraksi kwarsa dalam jumlah kecil
sebagai akibatnya akan mempunyai VP yang rendah, VS melemah, Poisson ratio juga
akan melemah jika dibandingkan dengan shale non reservoir.
Berdasarkan perbedaan sifat mekanika pada gas sand reservoir dan gas shale reservoir
maka keduanya akan dapat dibedakan dari seismik responnya:
1. Pada bidang batas shale ke gas sand reservoir akan mempunyai koefisien refleksi
negative dan dengan amplituda menguat terhadap offset.
2. Pada bidang batas Shale ke Gas shale reservoir maka response seissmik refleksinya
negative dan amplituda melemah terhadap offset.
Perbedaan2 refleksi pada data seismik ini perlu dicermati untuk menentukan traget
fracturing pada gas shale.
12. Anisotropi Gas Shale Reservoir dan Penguatan Amplituda Seismik
Pada petrofisika gas sand reservoir sifat mekanikanya diasumsikan sebagai material
isotropic dimana distribusi mineral, kandungan fluida, porositas, matrix, frame batuan
dan butirnya tersebar merata sehingga sifat fisik dan mekaniknya sama secara
horizontal dan vertikal.
Berbeda dengan sand reservoir maka pada batuan shale reservoir bersifat anisotropi
karena sifat mekanikanya yang berbeda secara vertikal dan horizontal, perbedaan‐
perbedaan pada layering shale memberikan sifat fisika dan mekanika yang berbeda
disebabkan perubahan vertikal oleh:
1. komposisi fraksi mineralogi: clay, kwarsa, carbonate, mineral stiff, mineral soft
2. porositas dari shale
3. fraksi dari kerogen
4. saturasi gas didalamnya
Untuk mengetahuai sifat mekanika karena adanya sifat anisotropi maka hanya bisa
dilakukan dengan pengukuran dari core data.
Untuk data core yang diambil dipermukaan suatu outcrop misalnya maka data diambil
secara tegak lurus lapisan, sejajar lapisan dan satu lagi yang membentuk sudut 45
derajat terhadap perlapisan shale (gambar 21). coring perlu dilakukan untuk
memastikan bahwa sampel data fresh dari pelapukan.
Shale core data kemudian dibawa kelaboratorium untuk dilakukan studi geokimia dan
geomekanika. untuk studi mekanikanya maka yang dilakukan adalah melakukan
pengukuran VP dan VS pada masing‐masing dari ketiga core, sehingga didapatkan data
pengukuran berbagai‐bagai arah dan kecepatanya
C33 adalah stiffness untuk VP tegak lurus lapisan, c11 adalah stifness dari VP sejajar
perlapisan dan c13 adalah VP yang membentuk sudut 45 derajat terhadap perlapisan.
Sementara itu c66 adalah VS tegak lurus perlapisan dan c44 adalah VS sejajar perlapisan.
Hasil pengukuran dari laboratorium ini kemudian akan digunakan untuk menghitung
parameter anisotropi dari shale.
Gambar 21. Pengukuran anisotropi dari shale
Hasil pengukuran dari laboratorium ini kemudian akan digunakan untuk menghitung
parameter anisotropi dari shale.
parameter anisotropi dihitung dengan perumusan yang terlampir pada gambar 22.
Hasil dari parameter anisotropi ini (Thomsen parameter) akan dapat dipergunakan
untuk pemodelan response perubahan amplitude seismic yang akan dipergunakan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh fraksi kerogen terhadap offset data seismik
Data anisotropi ini juga dipergunakan dalam pertimbangan fracturing.
Gambar 22. Parameter anisotropy dari shale dan perhityungannya, semakin besar fraksi kerogen
maka akan meningkan sifat anisotropinya.
Pada gambar 23 dibawah menunjukan bahwa semakain besar fraksi kerogen maka
respon seismik pada gather data menunjukan semakin besar negative amplituenya dan
amplitude semakin melemah terhadap offset.
Gambar 23. Semakin besar fraksi kerogen didalam shale akan menyebabkan zero offset seismic
seismic response akan semakin negative dan amplitude akan melemah dengan kenaikan offset.
Shale respons pada penampang zero offset seismic stack dan migration section pada
umumnya sulit menunjukan response anomaly keberadaan kerogen. Akan tetapi shale
dapat menunjukan AVO response yang berbeda dengan respon pada jenis konvensional
reservoir yang lain. Contoh ideal dari response amplitude seismic amplitude versus
offset pada shale dan reservoir klastik lainya dapat kita lihat pada gambar 24.
Perbedaan respon pada shale yang banyak mengandung kerogen ini dapat merupakan
salah satu cara untuk membedakan keberadaan zona‐zona potensi pada gas shale.
Perbedaan ideal AVO response dari gas shale dengan reservoir klastik lainnya pada
bidang atas perbatasan reservoir adalah:
1. Amplitude zero offset respon memberikan bernilai positive dan amplitude
melemah terhadap offset, srespon ini dapat terjadi pada batas antara shale dan
tight sandstone reservoir ataupun shale ke basement.
2. Amplitude zero offset respon dengan nilai positif atau negatif lemah dan
amplitude negative menguat terhadap offset adalah merupakan respon dari low
porosity shaly gas sand stone reservoir.
3. Amplitude response zero offset respon negative kuat dan amplituda negative
menguat terhadap offset adalah merupakan contoh klasik porous gas sand
reservoir dan dikenal dengan nama bright spot.
4. Amplitude responsezero offset dari bidang batas Shale ke Kerogen shale
dicirikan dengan amplitude negative dan melemah terhadap offset
Gambar 24. Type section ideal dari AVO response dari klastik reservoir dan gas shale
reservoir.
13. Petrofisika Gas Shale Reservoir
Trimakasih Pak Bandono atas pertanyaan yang bagus dan juga tanggapan dari Prof.
Eddy Subroto, sehingga kita mengetahui bahwa komposisi zat organik yang dapat
berada pada reservoir adalah: zat organik, kerogen, bitumen, minyak dan gas bumi.
Secara umum batuan terdiri dari sement, grain, matrik, pori, organik, minyak dan gas
masing‐masing mempunyai sifat fisik seperti mekanik dan tahanan jenis yang berbeda‐
beda.
Sifat mekanik yang berbeda‐beda semisal cepat rambat gelombang S yang tidak dapat
melalui fluida akan tetapi karena mineral dalam batuan tersusun membentuk frame,
grain dan pori maka suatu batuan akan memiliki sifat fisik yang merupakan kombinasi
dari sifat‐sifat fisik dari frame, pori dan fluida. Sebagai contoh minyak bumi didalam
batuan tidak dapat menghasilkan gelombang S, akan tetapi frame dari batuan akan
dapat dilalui oleh gelombang S.
Pada batu pasir framenya adalah yang mengikat butir‐butir dan antar butir membentuk
pori dan air, minyak atau gas yang berasal dari luar akan dapat mengisi rongga‐rongga
tersebut. Pada batuan shale yang menjadi frame adalah mineral clay, grain bisa berupa
kwarsa sedangkan rongga‐ronganya berisi kerogen, bitumen dan gas.
Setelah dengan panjang lebar kita membicarakan sifat mekanik dan sifat dasar lainnya
maka yang perlu kita pelajari dengan tujuan exploitasi gas shale ini adalah sifat
kelistrikan.
Sifat kelistrikan pada batu pasir dan shale ini bergantung kepada porositas dan faktor
sementasi dari batuan dan fluida yang mengisinya.
Sifat kelistrikan dari batuan dikenal dengan faktor formasi F=(1/porositas )**m dimana
m adalah faktor sementasi, semakin kuat frame mengikat maka nilai m semakin kecil.
Sifat kelistrikan batuan shale berbeda dengan batu pasir karena keberadaan
hydrocarbon pada shale adalah terikat pada batuan itu sendiri.
Pada batu pasir respon resistifitas kalau terisi 100% air formasi maka respon
resistifitasnya adalah merupakan respon dari air formasi dan batuan. Tahanan jenis
pada batu pasir tersaturasi 100% air dituliskan sebagi Ro dimana Ro=(1/porositas)**m X
Rw dimana Rw adalah tahan jenis air formasi.
Jikalau saturasi air yang semula 100% kemudian ditambahkan minyak maka saturasi air
akan berkurang karena Sw +So=1, dimana Sw saturasi air dan So saturasi minyak.
Saturasi air SW untuk clean sand reservoir SW=((1/porosity)**m x Rw/Rt)**0.5
Pada batuan shale tidak ada tidak ada hydrocarbon dari luar yang dapat mengisi pori
didalam shale, karena hydrocarbon berada pada kerogen didalam shale itu sendiri
sehingga So (saturasi oil=0 dan SW=1) sehingga untuk shale konsekwensinya persamaan
diatas menjadi RT=RW x (1/porositas)**m
Cepat rambat pada batuan berpori secara sederhana dapat dipengruhi oleh dua hal
yaitu cepat rambat pada matrik batuan dan cepat rambat pada fluida, adapun porositas
dapat dihitung dengan menggunakan persamaa Porosity=(sonic pengukuran ‐ sonic
matrik shale) / (sonic kerogen ‐ sonic matrik batuan shale)
Hubungan antara resistivitas pada batuan shale dengan sonic pengukuran adalah
melalui hubungan Log RT= Log RW ‐ m Log ((sonic pengukuran ‐ sonic matrik batuan) /
(sonic fluida ‐ sonic matrik batuan))
Passey menggunakan persaman diatas yang menghubungkan antara data sonic dan
resistivity untuk menentukan zona‐zona yang kaya akan zat organik, keberadaan
kerogen akan menurunkan kecepatan rambat gelombang P sebagai halnya keberadan
kwarsa, akan tetapi karena keberadaan zat organik akan secara significant
meningkatkan tahanan jenis pada shale; sehingga dengan membandingkan perubahan
kecepatan dengan perubahan resistivitas pada shale dengan perumusan Passey SlogR =
log (RESD / RESDbase) + 0.02 * (DTC – DTCbase)
akan didapat zona‐zona yang mengandung zat organik pada shale.
DTC base dan RESD base adalah base resistivity dan base sonic untuk zona tanpa zat
organik, menyebabkan slogR dan DTC berimpit, sedangkan untuk zona yang
mengandung zat organik maka akan terjadi pemisahan antara slogR dan DTC seperti
terlihat pada gambar 25.
Gambar 25. Zona‐zona yang mengandung zat organic ditunjukan dengan adanya
pemisahan antara DlogR dan DTC.
14. Perekahan, Tektonik Stress dan Permebilitas
Seperti kita ketahui shale mempunyai porositas yang tinggi, akan tetapi shale
mempunyai permeabelitas yang rendah, untuk meningkatkan permeabilitasnya agar
gas dapat keluar maka perlu dilakukan perekahan agar gas dapat mengalir.
Perekahan pada batuan shale dapat terjadi melalui dua kejadian yang berbeda yaitu:
1. Tensile crack
2. Shear failure
Tensile crack terbentuk jika rekahan yang terjadi dalam arah tegak lurus SH min dimana
rekahan ini terjadi jika beban yang diberikan sebesar antara Shmin dan kritical stress
Shmin<beban<Critical stress
Shear failure terbentuk jika beban yang diberikan melebihi critical stress, sedangkan
bore hole break terjadi ketika beban yang diberikan pada saat pemboran lebih kecil dari
pada SH min.
Untuk dapat mengetahui peristiwa apakah yang akan terjadi pada shale jika diberikan
beban maka perlu dipelajari sifat mekaniknya dari core , log dan dari data‐data
pemboran yang pernah dilakukan didaerah tersebut, dari data FMI akan didapatkan
data rekahan ataupun potensi rekah dari batuan shale.
Besarnya permeabilitas sebagai akibat dari perekahan tensile crack akan bergantung
kepada effective stress.
Es( effective stress) = Cp( confining pressure) – Pp( tekanan pori)
semakin besar effektif stress maka permeabilitasnya akan menurun, ketika gas shale
diproduksi maka tekanan pori akan menurun sebahagai akibatnya Effective stress nya
bertambah sehingga permeabilitas juga akan menurun dengan menurunnya produksi.
Rekahan dengan arah sejajar dengan SH max akan lebih lama mengalami penunuran
pemeabilitas karena effective stress nya lebih kecil, bidang‐bdang sejajar SHmax akan
mendapat tekanan dari arah SH min dengan effective sebesar Shmin‐Pp.
Didalam exploitasi gas shale membutuhkan sumur‐sumur yang rapat dan
membutuhkan aktivitas pemboran yang tinggi, dikarenakan sumur akan berproduksi
dalam jangka waktu yang relative singkat dan dengan declining yang tinggi seperti
contoh pada gambar 26.
Gambar 26. kurva produksi dari sumur gas menunjukan penurunan produksi yang cepat.
15. Shale Fracturing
Shale Fracturing dilakukan dengan pemboran secara horizontal seperti terlihat
pada gambar 27.
Dari halaman‐ halaman sebelumnya maka hal‐hal yang penting untuk dipelajari
didalam explorasi gas shale adalah dalam urutan seperti dibawah ini:
1. Kandungan TOC dan tingkat kematangan hydrocarbon
2. Mineralogi shale, komposisi mineral dan fraksi kerogen.
3. Sifat mekanika dari shale: modulus Young, Poisson ratio, rock strength.
4. Zona sweet spot dari shale.
5. Zona‐zona fracable shale (anisotropi)
Dengan menggunakan data core, well log dan data seismik; data pengukuran
laboratorium maka dapat dipelajari:
1. Geokimia: jenis kerogen, TOC dan kematangan hydrocarbon
2. Geomekanika : Fracable tidaknya shale dan beban yang diperlukan untuk perekahan
dari zona shale diatas dan dibawah permukaan ; pengukuran sifat mekanika static dan
dynamic.
3. Petrofisika: Menentukan zona‐zona potensial
4. Geofisika: pemetaan dan penentuan zona2 fracable shale berbasis respon amplituda
dari gather data seismik.
Setelah didapatkan zona‐zona fraksi kerogen didalam shale dan banyaknya gas yang
dapat ter absorbsi dan fre gas didalam rekahan pada shale maka sampailah pada tahap
perekahan.
Yang menjadi dasar dari fracturing adalah meningkatkan permeabilitas pada batuan
shale sehingga gas yang terabsorbsi, dan fre gas didalamnya akan dapat mengalir.
Perlu dipelajari dari TOC yang ada pada shale berapakah fraksi volume dari kerogen,
kemudian dari kerogen yang ada berapa banyaknya gas yang terbentuk , baik yang
terabsorbsi maupun free gas didalam rekahan.Semakin besar TOC maka fraksi volume
kerogen akan semakin besar dan bitumen ataupun gas yang terbentuk juga semakin
banyak. sehingga gas yang akan mengalir juga akan lebih besar.
Didalam fracturing yang menjadi konsern adalah berapa luas permukaan yang dapat
terekahkan, berapa volume dari dari zona shale yang dapat terekahkan. seberapa lama
suatu rekahan akan tetap terbuka.
Agar lebih lama suatu rekahan tetap terbuka maka perlu diberikan pengganjal (propan)
yang berupa pasir.
Ketika batuan terekahkan maka gas akan mengalir dan dengan demikian tekanan
berkurang sehingga stres effective meningkat dan mengakibatkan permeabilitas batuan
akan menurun seiring berkurangnya gas yang berada pada kerogen didalam shale;
dengan adanya propane yang mengganjal pada bidang rekahan sehingga gas akan
dapat tetap mengalir.
Hal yang menjadi critikal point didalam shale fracturing adalah fraksi volume mature
kerogen didalam shale dan fracable tidaknya shale.
Untuk melakukan fracturing terhadap suatu volume shale maka idealnya adalah
dilakukan pemboran vertikal kemudian diikuti dengan pemboran horizontal yang
mencakup, suatu areal luas. Sebagai contoh pada gambar 28. menunjukan horizontal
driling well 5 sumur yang mencakup luas 3000 x 2000 feet yang diambil dari contoh
lapangan pada Barnett shale.
Gambar 28. Lima sumur horizontal yang diperlukan untuk merekahkan shale seluas
2000 x 3000 feet.
Fracturing akan diawali dengan perforasi dan fracturing dapat dilakukan secara
konvensional, secara simultan ataupun dengan cara zigzag; dengan tujuan untuk
mendapatkan rehakan yang maximum sehingga gas mudah mengalir.
Pada gambar 29. menunjukan alur dari fracturing baik secara zigzag maupun simultan,
sebelum fracturing terlebih dahulu akan dilakukan perforasi yaitu pelobangan pada
casing sumur dengan bahan peledak sehingga gas dapat mengalir dari reservoir (tempat
gas berada) kedalam lubang sumur.
Gambar 29. Fracturing diawali dengan perforasi .
Fracturing dapat dilakukan dengan injeksi air dan menggunakan pasir sebagai propan
pengganjal, pada gambar tersebut menunjukan lama waktu perekahan, besarnya beban
dipermukan, beban pada bottom hole, proppane dipermukaan dan propane di bottom
hole dan pumping rate (lihat gambar 30).
Selain menggunakan air sebagai media unuk merekahkan shale didawah permukaan
fracturing juga dapat dilakukan menggunakan gas semisal CO2. keuntungan dengan
menggunakan CO2 adalah karena tidak bereaksi dengan mineral smectite, oleh sebab
itu jika kandungan smectitenya cukup besar maka fracturing hanya dapat dilakukan
dengan gas.
Gambar 30. Disain sumur, zigzag perforasi dan fracturing dengan air dan propan pasir.
Fracturing dari shale yang berada dibawah permukaaan dilakukan dengan memberikan
tekanan dipermukan dengan memompakan air, tekanan ini akan diteruskan melalui
lumpur pemboran. gambar 31. menunjukan water hammer response sebagai akibat dari
diberikannya pumping rate, ketika batuan rekah maka tekanan menjadi turun.
Gambar 31. ”Response water hammer” pada perekahan shale.
Gambar 32. Gempa‐gempa mikro yang terbentuk selama proses “fracturing”
Gempa‐gempa mikro yang terjadi sengaja direkam untuk mengetahui keberhasilan dari
proses perekahan yang terbentuk seperti terlihat pada gambar 32. Perkahan yang
terbentuk melalui dua mekanisme proses yaitu tensile crack dan reakatifasi rekahan
lama melaui mekanisme shear failure.
16. Kesimpulan
1. Gas tersimpan didalam shale dalam benrtuk fre gas dan gas yang terabsorbsi, gas
terabsorbsi kedalam kerogen; selain itu gas tersimpan didalam rongga‐rongga pori dan
rekahan batuan dalam bentuk free gas.
2. Gas didalam shale tidak dapat mengalir dikarenakan shale tidak mempunyai
permeabilitas, agar gas dapat mengalir maka perlu dilakukan perekahan.
3. Dapat tidaknya suatu shale direkahkan adalah bergantung kepada sifat mekanika
dari shale itu sendiri, jika berada pada permukaan bumi maka sifat mekanika dari shale
bergantung kepada: 1. Mineralogy 2. Porositas 3. Kandungan kerogen.
4. Sedangkan untuk mengetahui apakah shale dapat direkahkan dan berapa beban yang
diperlukan dapat diketahui dengan menghitung rock strength, modulus Young dan
Poisson rasio.
5. Untuk menghiyung berapa beban yang diperlukan untuk merekahkan batuan
dibawah permukaan maka diperlukan data2 dari pemboran, pengukuran log dan hasil
uji laboratorium.
6. Bertambahnya kandungan fraksi kwarsa atau karbonat pada batuan shale akan
meningkatkan modulus Young, batuan dengan rock strength yang rendah dengan
modulus young yang tinggi akan lebih mudah direkahkan. Bertambahnya fraksi
kerogen yang terkandung pada batuan shale akan menurunkan Poison rasio: zona shale
yang menjadi target perekahan adalah zona shale yang mempunyai modulus Young
yang tinggi dan poisson rasio yang rendah.
7. Sifat mekanika pada batuan akan berbeda secara vertical dan horizontal, suate shale
dikatakan bersifat anisotropi dikarenakan sifat mekanikanya berbeda secara horizontal
dan vertical, sifat anisotropi ini terbentuk karena karena perbedaan distribusi mineral,
porositas dan kandungan kerogen. Perbedaan sifat mekanis ini tercermin dari
perbedaan cepat rambat gelombang VP ( gelombang primer) dan gelombang VS (shear)
secara vertical dan horizontal pada batuan shale inilah yang memungkinkan terjadinya
perbedaan respon seismic.
8. Didalam perekahan gas shale maka hal yang perlu diperhitungkan guna
mengoptimasikan gas yang akan dapat diproduksi adalah meliputi arah pemboran dari
sumur horizontal (tegak lurus SHmax), besarnya Shmin dan ada tidaknya rekahan alami
pada shale.
9. Untuk menghindari penurunan produksi secara cepat adalah dengan cara
mempertahankan permeabilitasnya selama mungkin yaitu dengan cara menggunakan
material pengganjal pada rekahan yang terbentuk agar rekahan tetap terbuka.
10. Gas yang diproduksi dari sumur gas shale akan cepat mengalami penurunan, oleh
sebab itu didalam exploitas gas shale akan banyak membutuhkan sumur pemboran
untuk menjaga kontinuitas produksinya.
11. Unconventional energi gas shale sampai saat ini masih belum dikembangkan di Indonesia, saat ini masih belum banyak yang melakukan penelitian. Untuk mengembangkannya diperlukan ilmu multi disipliner yang meliputi geologi, geofisika dan perminyakan. Peranan geologist adalah sentral karena itu dihimbau agar dilakukan pemahaman yang mendalam pada dasar-dasar sedimentologi, geokimia, geoteknik, hydrologi kwantitatif, geologi geofisika dan geologi kwantitatif. Perlu mengantisipasi dengan mempersiapkan tenaga dengan keahlian interdisipliner gas shale untuk satu decade kedepan.
Daftar Pustaka
Bandyopadhyay, K., 2009. Seismic Anisotropy: Geological Causes and Its Implications to
Reservoir Geophysics, PHD Thesis Stanford University.
Bahesti, F., 2013. Studi Geokimia dan Geomekanika Serpih Formasi Baong Bagian
Bawah, Cekungan Sumatra Utara, Penilaian Awal Potensi Gas Serpih, Thesis S2 ITB.
Fuadi, F., 2013. Geomekanika dan Petrofisika Kandungan TOC Dari “Tight Shally Sand
Reservoir” Pada Lapangan “X”, Thesis S2 Geofisika Reservoir FMIPA UI.
Hamdan, O., 2013. Sifat Mekanis dan Anisotropi Dari Bakken Shale Reservoir
Berdasarkan Data Vernik, Thesis S2 Geofisika Reservoir FMIPA UI.
Passay, Q. R., Creaney, S., Kulla, J.B., Moretti, F.J., Stroud J. D., 1990. A Practical Model
for Organic Riches from Porosity and Resistivity Logs, AAPB Bulletin V.24, No:12, 1990
Ramdhan, A., 2013. Lofin‐1 Pore Pressure, CITIC Seram Energy Internal Report, LAPI
ITB.
Sone, H., 2012. Mechanical Properties of Shale Gas Reservoir Rocks and Its Relation to
the In‐situ Stress Variation Observed in Shale Gas Reservoirs, PHD Thesis Stanford
University.
Vermylen, J.P., 2011. Geotechnical Studies of the Barnett Shale, Texas, USA, PHD Thesis
Stanford University.
top related