universitas lampung - proses sosialisasi dan ...digilib.unila.ac.id/55056/3/skripsi tanpa bab...
Post on 29-Jul-2020
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROSES SOSIALISASI DAN PENDIDIKAN POLITIK PADA
PEMILIHAN BUPATI DAN PEMILIHAN GUBERNUR LAMPUNG
TAHUN 2018
(Studi di Kecamatan Pardasuka dan KPUD Pringsewu)
(Skripsi)
Oleh :
MUCHAMAD NURCHOLIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PROSES SOSIALISASI DAN PENDIDIKAN POLITIK PADA
PEMILIHAN BUPATI DAN PEMILIHAN GUBERNUR LAMPUNG 2018
(Studi di Kecamatan Pardasuka dan KPUD Pringsewu)
Oleh
MUCHAMAD NURCHOLIS
Pada Pemilihan Bupati Kabupaten Pringsewu Tahun 2017 Kecamatan
Pardasuka menempati partisipasi pemilih terendah se Kabupaten
Pringsewu. Jumlah partisipasi di Kecamatan Pardasuka pada Pemilihan
Bupati Pringsewu sebanyak 18.508 hak suara, terjadi peningkatan pada
Pemilihan Gubernur Lampung menjadi 25.781 hak suara. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat upaya KPUD Kabupaten Pringsewu dalam
melakukan Sosialisasi dan Pendidikan Politik di Kecamatan yang
partisipasinya paling rendah. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan
data yang dilakukan penelitian ini adalah dengan cara wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
KPUD Pringsewu sudah melakukan sosialisasi dan pendidikan politk di
Kecamatan Pardasuka: 1. Upaya sosialisasi dan pendidikan politik yang
dilakukan oleh KPUD Pringsewu yang dikhususkan kepada Pemilih
Pemula. 2. Telah terjadi peningkatan jumlah hak suara pada Pemilihan
Bupati ke Pemilihan Gubernur Lampung. 3. KPUD Pringsewu
berkerjasama dengan Aparatur Desa dan Partai Politik untuk
meningkatkan angka partisipasi masyarakat Kecamatan Pardasuka.
Kata Kunci : Sosialisasi Politik, Pendidikan Politik, Kinerja KPUD
ABSTRACT
SOCIALIZATION PROCESS AND POLITICAL EDUCATION
AT THE ELECTION OF REGENCY AND LAMPUNG GOVERNOR 2018
(Study in Pardasuka District and Pringsewu Election Commission)
by
MUCHAMAD NURCHOLIS
The Election of Pringsewu Regency Regent in Pardasuka Subdistrict 2017 ranks
as low as 18,508 and there is an increase in the election of Lampung Governor
Election 2018 totaling 25,781. The aim of this research was to find out how
Pringsewu Election Commission conducted socialization and political education
in the Subdistrict with the lowest number of voting rights. Pringsewu Election
Commission has succeeded in increasing voting rights in Pardasuka District by
carrying out political education to the Pardasuka community and providing
socialization and political education to beginner voters assisted by the teachers.
The researcher used Rush and Althoff Theory which consists of three indicators,
namely: Imitation, Instruction, and Motivation. The method used in this research
is a qualitative method; data collecting technique is done by means of interviews,
observations and documentation. The result of the research showed that
Pringsewu Election Commission has succeeded in conducting socialization and
political education in Pardasuka Subdistrict: 1. Socialization and political
education efforts conducted by the Pringsewu Election Commission are devoted
to beginner voters. 2. There has been an increase of the voting rights number in
distric heads to guvernors elections. 3. Pringsewu Election Commission has
collaborated with Village officials and Political Parties to increase the community
participation rate in Pardasuka District.
Keywords: Political Socialization, Political Education, KPUD Performance
PROSES SOSIALISASI DAN PENDIDIKAN POLITIK PADA
PEMILIHAN BUPATI DAN PEMILIHAN GUBERNUR LAMPUNG
TAHUN 2018
(Studi di Kecamatan Pardasuka dan KPUD Pringsewu)
Oleh :
MUCHAMAD NURCHOLIS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Muchamad Nurcholis beragama Islam lahir
di Bandar Lampung pada tanggal 9 April 1995. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan
bapak Imam Dofir dan Ibu Sy. Umi Kalsum. Penulis
mengenyam pendidikan di taman kanak-kanak Pertiwi
Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2001. Pada Tahun 2007 penulis
menyelesaikan pendidikan pada Sekolah dasar Negeri (SDN) 02 Palapa Bandar
Lampung dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Muhammadiyah 2 Sidoarjo Jawa Timur yang diselesaikan pada tahun 2010,
setelah itu menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas (SMAN) 02
Bandar Lampung pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis menjadi mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Penulis Mengambil
Jurusan Ilmu Pemerintahan Program Studi Sarjana (SI).
MOTO
“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan “
(QS. Al-Insyiraah: 94)
“ None but ourselves can free our mind “
(Bob Marley)
“ Is does not matter how slowly you go as long as you do not stop “
(Confucius)
“ Happiness is not something ready made, it comes from your own action”
(Dalai Lama)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Syukur kepada Allah Swt dan
dengan niat tulus ikhlas, kupersembahkan
karya sederhana ini sebagai ungkaran bakti
dan setiaku kepada
Kedua orangtuaku tercinta Ibu dan Ayah,
yang dengan kesabaran dan kasih sayangnya
selalu menerangi hidupku dan senentiasa
Mendoakanku dalam setiap seujudnya
Mendoakan keberhasilan, kesuksesan, dan
Keberkahan ku dimasa depan
Almamaterku tercinta
Universitas Lampung
SANWACANA
Segala puji hanyalah bagi Allah SWT atas nikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat
menyusun skripsi yang berjudul “Proses Sosialisasi dan Pendidikan Politik Pada
Pemilihan Bupati dan Pemilihan Gubernur Lampung 2018“ sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna sebagai akibat dari keterbatasan yang ada pada diri penulis.
Pada kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telas banyak
membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain, yaitu:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Lampung.
2. Bapak Drs.R. Sigit Krisbintoro, M.IP. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Politik Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
3. Bapak Drs.R. Sigit Krisbintoro dan bapak Darmawan Purba, S.IP.,M.IP selaku
pembimbing yang telah sabar membimbing dan memberikan saran demi terciptanya
skripsi ini. Terima kasih semangat dan motivasi sehingga penulis mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Budi Harjo, S.Sos.M.IP. selaku pembahas dosen yang telah memberikan kritik,
saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staff Ilmu Pemerintahan FISIP Unila, terima kasih atas ilmu dan
waktu yang telah di berian kepada penulis selama di jurusan Ilmu Pemerintahan.
6. Orang-orang yang selalu memberikan perhatian, semangat dan dukungan moral
maupun material kedua orang tua Ayah dan Ibu serta Adek dan Kakak, dan Vaulia
Nabila Artra terima kasih banyak atas semua yang telah diberikan kepada saya.
7. Teman –teman seperjuanganku Rangga, Riki, Rosa, Yones, Ika,
Novrizal,Iqbal,Selviana,Aditya Dwi,Tanti terima kasih telah membantu serta
memberikan semangat untuk saya dalam mengerjakan sekripsi ini.
Teman-teman ILUSIONIS Abdi, Alam,Adit Yura, Saydina, Aldo, Ridwan, Bimo,
Akew, Dani,Fadel,Fahmi,Warek,Nendro,Rendy,Riko,Toto, terima kasih karna telah
memberikan dukungan yang tidak henti-hentinya semoga kita semua mendapat masa
depan yang cerah AMIN.
8. Teman-teman angkatan 2013 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu, semoga
kita bertemu dalam kesuksesan AMIN.
9. Sahabat-Sahabat SMA Cecep,Saka,Reza,Obi , terimakasih sudah mau disibukan
dengan urusan skripsi saya, semoga kita sukses selalu.
10. Teman Sekelompok KKN Desa Mataram Jaya, Lampung Tengah Selama 40 hari
(nuraida, rani, syofia,rio,josh), semoga KKN kita menjadi cerita yang indah dimasa
tua AMIN.
Semoga Allah SWT membalas amal baik kita semua dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Bandar Lampung,
Muchamad Nurcholis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 12
1. Secara Teoritis ................................................................................... 12
2. Secara Praktis ..................................................................................... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Sosialisasi Politik .................................................................... 14
B. Tinjauan Tentang Pendidikan Politik ..................................................... 17
C. Fungsi Dan Tujuan Pendidikan PolitiK .................................................. 21
D. Tinjauan Tentang Pilkada ....................................................................... 22
E. Penyebab Tidak Memilih Pada Pilkada .................................................. 26
F. Kerangka Pikir ........................................................................................ 34
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ........................................................................................ 35
B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 36
C. Fokus Penelitian...................................................................................... 37
D. Informan Penelitian ................................................................................ 38
E. Jenis Data ................................................................................................ 40
1. Data Primer ........................................................................................ 40
2. Data Sekunder .................................................................................... 41
3. Tehnik Pengumpulan Data ................................................................. 41
F. Tehnik Keabsahan Data .......................................................................... 43
G. Tehnik Pengolahan Data ......................................................................... 45
H. Tehnik Analisis Data .............................................................................. 46
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian .................................................................................... 48
B. Situasi dan Kondisi Desa ........................................................................ 50
V. HASIL PEMBAHASAN
A. Hasil Pembahasan ................................................................................... 56
B. Analisis Penelitian .................................................................................. 62
VI. SIMULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 73
B. Saran ....................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1. Pasangan Calon dan Partai Pengusung Calon Kepala
Daerah Kabupaten Pringsewu ....................................................... 3
Tabel 1.2 Jumlah Daftar Oemilih Tetap Per Kecamatan Pada
Pilkada Kabupaten Pringsewu Tahun 2017 ..................................... 4
Tabel 1.3 Perolehan suara Masing-masing Calon Pada Pilkada
Kabupaten Pringsewu Tahun 2017 ................................................ 5
Tabel 1.4.Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilkada 2014 di
Kabupaten Pringsewu .................................................................... 6
Tabel 1.5 Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilkada Pringsewu 2017
Kabupaten Pringsewu .................................................................... 7
Tabel 1.6 Jumlah Suara Tidak Sah Dalam Pilkada Pringsewu 2017 ............. 8
Tabel 2.1 Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Tidak Memilih .............. 27
Tabel 3.1 Nama-nama Kepala Daerah Pardasuka ......................................... 51
Tabel 3.2 Orbitas dari Pekon ke Daerah lain Pengalokasi lahan .................. 53
Table 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ........................... 53
Tebel 3.5 Triangulasi Data ............................................................................ 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka Pikir ....................................................................... 34
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia menganut asas bernegara secara demokrasi. Terbukti
dengan telah dilakukan beberapa kali pemilihan umum secara langsung, baik
dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil
Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, serta Bupati dan Wakil Bupati.
Pemilihan Umum di selenggarakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15
tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pemilihan Umum
diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati
dan walikota menyebutkan bahwa warga yang memiliki hak memilih pada
pasal 56 adalah warga yang sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah, dan
harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Bagi warga yang tidak
terdaftar dapat menggunakan KTP sebagai daftar pemilih tambahan (DPTb).
Berdasarkan ketentuan tersebut, menunjukkan bahwa partisipasi memilih
merupakan hak bukan suatu kewajiban. Pemilihan kepala daerah (pilkada)
secara langsung dinilai sebagai sarana dan cermin perwujudan kembali hak
dasar kedaulatan rakyat dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam
melaksanakan rekruitmen pimpinan daerah untuk mewujudkan demokrasi
sampai pada tingkat lokal. Secara sederhana, pilkada adalah cara individu
2
warga negara yang mendiami suatu daerah tertentu melakukan kontrak politik
dengan orang atau partai politik yang diberi mandat menjalankan sebagian
hak kewarganegaraan pemilih. Dengan ikut serta berperan dalam pilkada
secara tidak langsung berperan dalam membangun pemerintahan yang
demokratis.
Secara umumnya tujuan utama dari pemilihan secara langsung adalah
terbentuk sebuah struktur politik lokal dan nasional yang demokratis serta
system pemerintahan yang mampu berjalan secara efekif. Pemilu yang
berkualitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dilihat dari sisi
prosesnya apabila pemilu itu berlangsung secara demokratis; aman, tertib, dan
lancar sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia jujur dan adil.
Sedangkan apabila di lihat dari sisi hasil, pemilu itu harus dapat
mensejahterakan rakyat, di samping dapat juga mengangkat harkat dan
martabat bangsa di mata dunia Internasional (Abdullah, 2009).
Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Kabupaten yang melaksanakan
pilkada pada 15 februari 2017. Kabupaten ini dikenal sebagai kabupaten yang
memiliki mayoritas penduduk pendatang termasuk yang paling banyak
beretnis Jawa. Pringsewu saat ini telah melaksanakan pilkada yang kedua
kalinya, dimana pilk ada pertama dilaksanakan pada tahun 2011, dalam
pilkada tersebut diikuti oleh 3 pasangan calon yang didikung dari gabungan
partai poiltik, sebagaimana yang tertuang pada tabel berikut:
3
Tabel 1.1 Pasangan Calon dan Partai Pengusung Calon Kepala Daerah
Kabupaten Pringsewu.
Pasangan Calon Kepala Partai Pesngusung Calon
Ardian Saputra - Dewi Arimbi PDIP, PPP
Sujadi Saddat – Fauzi Gerindra, Demokrat, PKS
Siti Rahma - Edi Agus Yanto Nadem, PAN (Sumber: KPUD Kabupaten Pringsewu)
Ketiga pasangan calon kepala daerah ini memiliki latar belakang yang
berbeda, dimana calon bupati nomor urut 1 merupakan putra dari mantan
bupati lampung utara, Zainal Abidin. Calon bupati nomor urut 2 merupakan
calon petahana. Sedangkan calon nomor 3 merupakan calon perempuan satu-
satunya pada Pilkada Pringsewu tahun 2017. Pemilihan kepala daerah
tentunya tidak bisa dipisahkan dari partisipasi pemilih, dimana partisipasi
tersebut terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Partisipasi pemilih
menjadi salah satu syarat suksesnya pemilihan dengan seberapa besar keikut
sertaan calon pemilih untuk menggunakan hak suaranya pada hari
pencoblosan. Daftar pemilih tetap (DPT) kabupaten Pringsewu sebesar
315.046, seperti yang tertuang dalam tabel berikut:
4
Tabel 1.2 Jumlah Daftar Pemilih Tetap Per Kecamatan Pada Pilkada
Kabupaten Pringsewu Tahun 2017.
(Sumber: KPUD Kabupaten Pringsewu)
Beradasarkan tabel diatas menunjukan jumlah DPT pada Pilkada Kabupaten
Pringsewu tahun 2017 adalah sebanyak 286.225 pemilih, dengan jumlah
pemilih laki-laki adalah 145.899 pemilih dan pemilih perempuan sebanyak
140.326 pemilih. Jumlah DPT tersebut tersebar pada 9 Kecamatan yang
terdiri dari 131 desa dan 819 TPS. Tabel diatas menunjukan Kecamatan
dengan jumlah desa (pekon), sekaligus DPT terbanyak yaitu Kecamatan
Pringsewu dengan 15 pekon, terbagi dalam 174 TPS, dengan jumlah DPT
mencapai 62.516 DPT, yang terbagi atas 31.6296 DPT berjenis kelamin laki-
laki dan 30.887 DPT berjenis kelamin perempuan.
5
Tabel 1.3 Perolehan Suara Masing-masing Calon Pada Pilkada
Kabupaten Pringsewu Tahun 2017
(Sumber: KPUD Kabupaten Pringsewu)
Berdasarkan perolehan suara dan persentase di atas menunjukan bahwa
kemenangan diraih oleh pasangan calon nomor urut 2 (dua) yaitu Sujadi
Saddat-Fauzi yang diusung oleh Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS dan PKB
mendapatkan jumlah suara sebanyak 88.162 dengan besaran persentase
mencapai 45%. Diposisi kedua ditempati oleh pasangan calon nomor urut
satu yaitu Ardian Saputra-Dewi Arimbi PDIP dan PPP meraih suara sebanyak
68.643 dengan jumlah persentasi yaitu 35,60%. Sedangkan posisi terakhir
ditempati oleh pasangan calon nomor urut 3 (tiga) yaitu Siti Rahma Edi Agus
Yanto yang diusung oleh Nasdem, PAN memperoleh suara sebanyak 35.831
dengan persentase mencapai 18,60%.
Berdasarkan data hasil pemilu 2014, menunjukan adanya keberhasilan
penyelenggaraan pemilu dari sisi penguatan partisipasi masyarakat. Sebagai
contoh di Kabupaten Pringsewu menunjukan tingkat partisipasi masyarakat
sebesar 72,07%. Seperti tersaji pada tabel 4 menunjukan tingkat partisipasi
masyarakat di Pringsewu berada dibawah tingkat partisipasi nasional sebesar
75,10%. Dari 9 kecamatan di Kabupaten Pringsewu, hanya Kecamatan
Ambawara (75,23%) dan Gading Rejo (78,06) yang memiliki partisipasi di
6
atas rata-rata partisipasi nasional, sedangkan partisipasi terendah berada di
Kecamatan Pardasuka sebesar (64,60%).
Tabel 1.4 Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilkada 2014 di Kabupaten
Pringsewu.
No. Kecamatan Data
Pemilih
Pengguna
Hak Pilih
Pengguna Hak
Pilih (%)
1 Adiluwih 26.875 19.839 73,82
2 Ambarawa 26.374 19.842 75,23
3 Banyumas 16.158 11.474 71,01
4 Gading Rejo 57.831 45.141 78,06
5 Pageralan 41.090 28.961 70,48
6 Pageralan Utara 11.347 78.82 69,46
7 Pardasuka 30.723 19.848 64,60
8 Pringsewu 62.752 45.187 72,01
9 Sukoharjo 37.955 26.028 68,58
Total 311.105 224.202 72,07 (Sumber: KPUD Kabupaten Pringsewu)
Data pada tabel 4 menujukan bahwa masih terdapat 72,07% partisipasi
masyarakat Pringsewu yang tidak mengikuti pemilihan umum. Meskipun
partisipasi di Kabupaten Pringsewu tidak terpaut jauh dengan rata-rata
nasional menunjukan angka non voting tergolong tinggi. Sejumlah
kemungkinan dapat dijadikan penyebab masih tingginya pemilih yang tidak
menggunakan pilihannya. Kondisi internal pemilih, misalnya; sibuk bekerja,
sedang berpergian, atau sedang sakit atau tidak terdaftar sebagai pemilih
sehingga tidak dapat menggunakan hak pilihnya saat pemilu. Dapat juga
disebabkan oleh factor eksternal, seperti kecewa dengan elit politik, tidak
percaya dengan proses pemilihan, atau tidak adanya calon yang dianggap
layak.
7
Pada Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Pringsewu 2017 jumlah
pengguna hak pilih menurun dari tahun sebelumnya. Dapat dilihat dari Tabel
5 dibawah. Jumlah pengguna hak pilih di Kecamatan Pardasuka menurun.
Pada pemilu 2014 jumlah pengguna hak pilih sebanyak 19.848, sedangkan
pada Pilkada 2017 pengguna hak pilih menjadi 18,500.
Tabel 1.5 Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilkada Pringsewu 2017
Kabupaten Pringsewu.
No Kecamatan Data
Pemilih
Pengguna
Hak Pilih
Pengguna Hak
Pilih (%)
1 Adiluwih 27.306 19.333 70.80 %
2 Ambarawa 27.241 19.445 71.38 %
3 Banyumas 16.059 11.487 71.52 %
4 Gadingrejo 61.523 43.242 70.28 %
5 Pagelaran 40.379 29.038 71.91 %
6 Pagelaran Utara 11.285 7.021 62.21 %
7 Pardasuka 31.507 18.500 58.71 %
8 Pringsewu 60.877 43.463 71.39 %
9 Sukoharjo 38.869 25.695 66.10 %
Total 31.5046 217.224 68,94 %
(Sumber: KPUD Kabupaten Pringsewu)
Terkait dengan angka partisipasi pemilih yang lalu, hal lain yang menarik
untuk dicermati adalah tingginya jumlah suara yang rusak. Tercatat sebanyak
2.910 jumlah suara yang tidak sah. Kacamatan Pringsewu sendiri menjadi
Kecamatan yang jumlah suara tidak sah paling tinggi, padahal Kecamatan
Pringsewu merupakan Kecamatan yang berada di pusat Kabupaten.
8
Tabel 1.6 Jumlah Suara Tidak Sah Dalam Pilkada Pringsewu 2017.
No
Nama
Kecamatan
Jumlah
Suara Sah
Jumlah
Suara
Tidak Sah
Jumlah
Total
Suara
% Suara
Tidak Sah
1. Adiluwih 19.089 244 19.333 1,1 %
2. Ambarawa 19.142 303 19.445 1,5 %
3. Banyumas 11.353 134 11.487 1,1 %
4. Gading Rejo 29.222 471 29.463 1,5 %
5. Pagelaran 22.890 281 23.171 1,2 %
6. Pagelaran Utara 7727 94 7721 1,2 %
7. Pardasuka 18.176 324 18.500 1,7 %
8. Pringsewu 42.731 732 43.643 1,6 %
9. Sukoharjo 22.306 327 22.623 1,4 %
Total 2.910 195.368 1,4 % (Sumber: KPUD Kabupaten Pringsewu)
Selain persoalan tingkat partisipasi pada tabel 4 yang masih memperlihatkan
tingginya angka non participation, data pada tabel 6 semakin menunjukkan
adanya masalah dalam partisipasi pemilih. Kondisi demikian dapat
disebabkan oleh masih terbatasnya proses sosialisasi dan pendidikan politik di
masyarakat, sehingga berimplikasi pada kesadaran dan kemampuan
masyarakat untuk turut serta secara prosedural pemilihan umum.
Namun, banyak kekurangan dan masalah yang terjadi pada pemilu, baik
masalah internal maupun eksternal, salah satunya masalah pada
penyelenggraan Pemilu maupun Pilkada ialah partisipasi masyarakat itu
sendiri. Berdasarkan data pada tabel 5 di atas terlihat bahwa persentase
terendah berada di Kecamatan Pardasuka dengan total pengguna hak pilih
hanya sebesar 58,71%. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil
sampel dari penelitian ini ialah Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Pringsewu.
9
Fenomena tersebut menjadi alasan penulis untuk melihat bagaimanakah
penggunaan hak pilih masyarakat antara dua daerah yang mempunyai
karakteristik berbeda dan memiliki hak suara terendah, dimana kelurahan
yang seharusnya mampu memberikan dampak signifikan pada peningkatan
hak suara, melalui pola pikir dan segala penunjang yang lebih maju dari pada
desa/pekon.
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam keikutsertaan di Pemilihan Kepala
Daerah terjadi akibat menurunnya kesadaran masyarakat akan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara untuk ikut berperan dalam menyalurkan
aspirasinya melalui Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini terkait dengan
minimnya informasi yang diterima masyarakat mengenai Pemilihan Kepala
Daerah. Informasi tersebut cenderung hanya sebagian orang yang tahu
karena sosialisasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota
dengan penyelenggara ditingkat bawah seperti Panitia Pemilih Kecamatan
(PPK) hingga Panitia Pemungut Suara (PPS) ditingkat desa belum maksimal.
Secara umum yang menjadi hambatan penggunaan hak pilih masyarakat
diantaranya; (1) kejenuhan terhadap pemilu, terlalu banyak pemilihan seperti
pemilihan presiden, pemilihan gubernur, pemilihan legislatif, pemilihan
bupati, sampai pada pemilihan kepala desa; (2) telah memudar tentang
harapan, telah luntur harapan konkrit mengenai pelaksanaan pemilihan,
masyarakat merasa pemilu tidak membawa perubahan apapun dalam
kehidupan mereka; (3) hilangnya kepercayaan terhadap politisi; (4)
kurangnya pengetahuan tentang sistem pemilu; (5) serta sistem pemilu yang
ruwet dan berbelit-belit menyebabkan masyarakat enggan untuk memilih.
10
Selain kelima faktor yang dikemukakan di atas, masih terdapat sejumlah
faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya prilaku tidak memilih tersebut.
Kecamatan Pardasuka menjadi kecamatan dengan tingkat partisipasi terendah
pada Pilkada Pringsewu 2017. Penulis ingin melihat bagaimana peran KPUD
Pringsewu dalam meningkatkan partisipasi pemilih masyarakat Kecamatan
Pardasuka pada Pilgub Lampung 2018 mendatang. Karena bisa saja dengan
adanya peran KPUD dalam melakukan pendidikan politik dapat
meningkatkan partisipasi. Maka, dari latar belakang di atas penulis ingin
melakukan penelitian mengenai peran KPUD Kabupaten Pringsewu dalam
melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di Kecamatan yang jumlah
suaranya berada di bawah rata-rata nasional dan yang sudah sesuai dengan
starndart Nasional, agar pada saat Pemilihan Gubernur Provinsi Lampung
2018 mendatang jumlah sura pada kecamatan yang tingkat suarnya terendah
agar dapat meningkat.
Penelitian ini, penulis juga menggunakan penelitian terdahulu sebagai salah
satu referensi, dapat dilihat pada uraian dibawah ini:
1. Ardi Yanto. “Analisis Penggunaan Hak Pilih Masyarakat Pada Pemilihan
Kepala Daerah Di Kabupaten Pringsewu Tahun 2017, (Studi Di
Kelurahan Pringsewu Timur dan Pekon Pardasuka). Tujuan Penelitian ini
yaitu untuk melihat Bagaimana Faktor-Faktor Hambatan Penggunaan
Hak Pilih Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten
Pringsewu Tahun 2017 khususnya di Kelurahan Pringsewu Timur dan
Pekon Pardasuka, karena jumlah hak suara di Pekon Pardasuka paling
11
rendah diantara Kecamtan lainnya yaitu sebesar 2.530 dari DPT, jika
dipresentasekan hanya mencapai 58%.
2. Jurnal Research & Consuling. “Tingkat Melek Politik Warga (Politic
Literacy) dalam Pemilu 2014 di Kabupaten Pringsewu, ( Studi Kasus
Desa Pringsewu Barat Kecamatan Pringsewu dan Desa Giri Tunggal
Kecamatan Pagelaran Utara). Tujuan Penelitian ini yaitu masih tingginya
kendala teknis dalam penggunaan suara yang ditandai masih tinggi suara
yang rusak. Kedua hal diatas sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan
kemampuan masyarakat dalam mengikuti pemilihan umum, yang
tentunya didapat dari proses sosialisasi dan pendidikan politik.
3. Nabillah Ayu Damita. “Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam
Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2013 di Kabupaten Lumajang”. Tujuan
Penenlitian ini yaitu untuk menjelaskan tingkat partisipasi politik,
mengidentifikasi faktor apa saja yang menjadi rendahnya partisipasi
politik, upaya apa saja yang dilakukan oleh KPU, dan mengidentifikasi
kendala yang dihadapi KPU. Hasil penelitian ini meliputi partisipasi
masyarakat tergolong tinggi sebesar 70,87%. Faktor yang mempengaruhi
yaitu perangsang politik melalui media massa, karakteristik pribadi,
sosialpolitik. Upayang yang dilakukan KPU yaitu sosialisasi, mendatangi
pihak pencetak surat suara, membentuk relawan demokrasi dan
melaksanakan pendidikan politik. Kendala KPU yaitu konflik partai,
keadaan geografis dan pola pikir masyarakat.
12
4. Hasil penelitian nabillah ayu damita partisipasi masyarakat tergolong
tinggi karena adanya faktor perangsang politik melalui media, faktor
karakteristik pribadi, sosial dan politik. Sedangkan dalam penelitian ini
penulis memfokuskan pada faktor rendahnya tingkat partisipasi
masyarakat dalam pilkada khususnya pada Kelurahan Pringsewu Timur
dan Pekon Pardasuka Kabupaten Pringsewu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis jelaskan, maka
rumusan masalah pada penelitian ini ialah Apakah KPUD Pringsewu
melakukan sosialisasi dan pendidikan politik pada Kecamatan yang jumlah
hak suaranya paling rendah.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui upaya KPUD Pringsewu dalam
melakukan sosialisasi dan pendidikan politik pada Pilkada Kabupaten
Pringsewu tahun 2017 dan Pilgub Provinsi Lampung 2018 ?
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran,
informasi, dan menjadi bahan referensi dalam ilmu pemerintahan
khususnya tentang kajian Sosialisasi dan Pendidikan Politik pada
13
Pemilihan Kepala Daerah khususnya Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Pringsewu tahun 2017 dan Pemilihan Gubernur Lampung 2018.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahan masukan terhadap
Komisi Pemilihan Umum beserta jajarannya, serta para pelaku Politik
selaku pemeran utama pada Pemilihan Kepala Daerah.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik, menurut Rush (1992) sebagaimana disitir oleh Miriam
Budiardjo, adalah: “proses yang melaluinya orang dalam masyarakat tertentu
belajar mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak menentukan
persepsi dan reaksi mereka terhadap fenomena politik (Political socialization
may be defined is the process by which individual in a given society become
acquainted) (Budiardjo, 2010:407) Selanjutnya, Budiardjo, menekankan
pentingnya sosialisai politik yang diperankan oleh partai politik sebagai
berikut:
“Ada lagi yang lebih tinggi nilainya apabila partai politik dapat
menjalankan fungsi sosialisasi yang satu ini, yakni mendidik
anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung
jawabnya sebagai warga Negara dan menempatkan kepentingan
sendiri di bawah kepentingan nasional. Secara khusus perlu
disebutkan disini bahwa di Negara-negara yang baru
merdeka,partai-partai politik juga dituntut berperan memupuk
identitas nasional dan integrasi, yang bagi Negara berkembang
sangat penting.” (Ibid:408)
Dengan demikian, peran partai politik melalui anggota dan kadernya, adalah
memberikan pendidikan politik kepada warga Negara. Pendidikan politik
dalam arti memberi penyadaran dan pemberdayaan agar masyarakat mampu
memahami perannya sebagai warga negara, mampu menempatkan
kepentingan nasional diatas kepentingan diri dan kelompoknya. Warga
15
Negara yang tetap setia kepada NKRI dan tetap membangun dan
mempertahankan integrasi nasional bangsanya.
Menurut Rush dan Althoff sosialisasi Politik adalah proses oleh pengaruh di
mana seorang individu atau kelompok individu bisa mengenali sistem politik
yang kemudian menentukan persepsi serta reaksiinya terhadap gejala-gejala
politik. fungsi Sosialisasi politik menurut Rush dan Althoff adalah sebagai
berikut:
1. Melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di
dalam sebuah sistem politik, dimana undividu di latih dalam menganut
ideology Negara sehingga sehingga memungkinkan individu bisa
menerima atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah,
mematuhi hukum, melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam
pemilu. Memelihara sistem politik dan pemerintahan yang resmi,
menanamkan suatu pengetahuan untuk mengetahui seperti apa sistem
yang dibangun dalam pemerintahan di Negara ataupun pemerintah yang
tengah memerintah, sehingga dari sekian banyak batasan atau definisi
tampak mempunyai banyak kesamaan dalam mengetengahkan beberapa
segi penting sosialisasi politik sebagai berikut:
Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar,
belajar dari pengaaman atau pola-pola aksi.
Memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan
kelompok dalam batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi,
16
berkenaan pengetahuan atau informasi,motif-motif (nilai-nilai), dan
sikap-sikap.
Sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja
saja (walaupun periode ini paling penting), tetapi sosialisasi
berlangsung sepanjang hidup.
Sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas
sosial baik secara implicit maupun eksplisit memberikan penjelasan
mengenai tingkah laku sosial.
Dalam melakukan kegiatan sosialisasi politik, Rush dan Althoff
mengatakan terdapat 3 cara yang dilakukan, sebagai berikut:
1. Imitasi adalah merupakan peniruan (copy) terhadap tingkah laku
individu - individu lain, dan merupakan hal yang sangat penting
dalam sosialisasi pada masa anak - anak seperti apa yang
diasumsikan oleh Robert Le Vine bahwa imitasi dan kedua
mekanisme yang lainnya merupakan mekanisme sosialisasi politik
pada masa kanak – kanak walaupun sebenarnya tidak dibatasi pada
tingkah-laku kanak-kanak saja. Namun demikian imitasi murni lebih
banyak terdapat di kalangan kanak-kanak pada masa remaja dan
pada orang dewasa, imitasi lebih banyak bercampur dengan kedua
mekanisme lainnya, sehingga derajat peniruannya terdapat pula baik
pada instruksi maupun pada motivasi.
17
2. Instruksi adalah cara melakukan sosialisasi politik yang kedua
adalah instruksi. Gaya ini banyak berkembang di lingkungan militer
ataupun organisasi lain yang terstruktur secara rapi melalui rantai
komando. Melalui instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang
lain mengenai posisinya di dalam sistem politik, apa yang harus
mereka lakukan, bagaimana, dan untuk apa. Cara instruksi ini juga
terjadi di sekolah-sekolah, dalam mana guru mengajarkan siswa
tentang sistem politik dan budaya politik yang ada di negara mereka.
3. Motivasi Berbeda dengan dua mekanisme sebelumnya. Menurut
Rush & Althoff, mekanisme ketiga yaitu motivasi, lebih banyak
diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya. Motivasi
seperti yang disebutkan oleh Le Vine adalah bentuk “tingkah laku
yang tepat-cocok” yang dipelajari melalui proses coba-coba dan
gagal (trial & error): individu yang bersangkutan secara langsung
belajar dari pengalaman mengenai tindakan-tindakan sama-cocok
dengan sikap-sikap dan pendapat-pendapat sendiri.
B. Tinjauan Tentang Pendidikan Politik
Pendidikan politik jelas berbeda dengan indoktrinasi politik, yang merupakan
belajar politik yang bersifat monolog bukan dialog, lebih mengutamakan
pembangkitan emosi, dan lebih merupakan pengarahan politik untuk
dukungan kekuatan politik (mobilisasi politik) dari pada meningkatkan
partisipasi politik. Indoktrinasi politik ini pada umumnya dilakukan oleh
18
rezim otoriter atau totaliter untuk mempertahankan status, partai politik juga
pada umumnya lebih banyak menggunakan indoktrinasi politik dari pada
pendidikan politik (Cholisin, 2000: 6).
Pendidikan politik pada hakekatnya merupakan bagian dari pendidikan orang
dewasa sebagai upaya edukatif yang intensional, disengaja dan sistematis
untuk membentuk individu sadar politik dan mampu menjadi pelaku politik
yang bertanggung jawab secara etis/moril dalam mencapai tujuan-tujuan
politik (Kartini K, 2009: 64). Pendidikan politik merupakan aktivitas
pendidikan diri (mendidik dengan sengaja diri sendiri) yang terus menerus
berproses di dalam person, sehingga orang yang bersangkutan lebih mampu
memahami dirinya sendiri dan situasi-kondisi lingkungan sekitarnya (Kartini
K, 2009: 65).
Dapat diartikan bahwa pada dasarnya pendidikan politik memiliki tujuan
mendidik dan mengatur diri sendiri untuk dapat berproses menjadi manusia
dewasa dalam mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu demi
mencapai tujuan-tujuan politik dan telah memikirkan resiko yang akan
didapat dari apa yang telah dilakukan.
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan politik maupun politik
pendidikan itu sendiri, maka kedudukan pendidikan politik sangatlah
strategis. (Affandi, 1996:25) menyatakan pendidikan politik ”political
education‟ sering kali menggunakan berbagai peristilahan lain seperti
“political socialization dan “citizenship training‟. (Rusadi Kantaprawira,
19
1988:54) memandang pendidikan politik sebagai salah satu fungsi struktur
politik dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan
agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.
Dalam perspektif ini, pendidikan politik merupakan metode untuk melibatkan
rakyat dalam sistem politik melalui partisipasinya dalam menyalurkan
tuntutan dan dukungannya.
(Affandi, 1996:27) menyatakan bahwa pendidikan politik dianggap penting
oleh hampir semua masyarakat dan dianggap sebagai penentu perilaku politik
seseorang. Penilaian ini didasarkan pada maksud pendidikan politik sebagai
alat untuk mempertahankan sikap dan norma politik dan meneruskannya dari
satu generasi ke generasi berikutnya, baik melalui akulturasi informal
maupun melalui pendidikan politik yang direncanakan untuk menunjang
stabilitas sistem politik. Brownhill dan Smart (1989), menarik sebuah
proposisi bahwa pendidikan politik adalah proses pendidikan untuk membina
siswa agar mampu memahami, menilai, dan mengambil keputusan tentang
berbagai permasalahan dengan cara-cara yang tepat dan rasional, termasuk
dalam menghadapi masalah yang bias maupun isu yang controversial.
Pendidikan politik berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian
kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Ini berrati
bahwa pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang
nilai-nilai yang etis normatif yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonsesia serta
20
dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi
dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara (Sumantri, 2003: 3).
Proses pencapaian tujuan pendidikan politik tersebut tidak dapat dilihat secara
langsung namun memerlukan waktu yang cukup lama, hal ini disebabkan
karena pendidikan politik berhubungan dengan aspek sikap dan perilaku
seseorang.
Tahapan pertama, merupakan tahapan yang paling rendah dan lebih mudah
untuk dicapai, yaitu dengan memiliki sejumlah pengetahuan, dalam hal ini
pengetahuan yang berhubungan dengan kesadaran politik. Dalam istilah lain
sering dinamakan cognitif morallity. Tahap kedua, berhubungan dengan
maslah sikap (afektif). Pada tahap ini memerlukan lebih banyak usaha dan
pematangan. Sedangkan tahap terakhir berhubungan dengan masalah perilaku
atau tindakan yang dilakukan setelah orang tersebut mendapatkan pendidikan
politik.
Tujuan pendidikan politik sebenarnya secara alamiah telah berjalan dan terus
berlangsung melalui berbagai interaksi sosial dalam masyarakat yang dikenal
sebagai transformasi nilai. Melalui proses transformasi tersebut, manusia
akan dapat menilai bahwa sesuatu dianggap baik atau buruk. Namun
demikian, walaupun proses penghayatan nilai berlangsung secara alamiah,
dalam kenyataannya, akan lebih berhasil apabila dilakukan secara sadar dan
berencana melalui proses pendidikan (Sumantri, 2003: 3).
21
Dengan demikian, pendidikan politik bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan untuk bertanggung jawab
sebagai warga negara. Selain itu, memberikan pemahaman mengenai
pengetahuan politik sehingga warga negara berpartisipasi dalam sistem
politik yang sedang berjalan. Pelaksanaan pendidikan politik harus
dilaksanakan secara sistematis untuk menumbuhkan iklim demokratis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Politik
Pendidikan politik memilih fungsi dan tujuan yang krusial, dimana
pendidikan politik akan memperngaruhi tingkat pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang proses politik sehingga tercapainya kesadaran politik
secara maksimal dalam suatu system politik. Berdasarkan beberapa uraian
pendapat pakar sub bab sebelumnya, maka pendidikan politik mempunyai
dua tujuan utama, yaitu (1) Fungsi pendidikan politik adalah untuk mengubah
dan membentuk tata prilaku seseorang agar sesuai dengan tujuan politik yang
dapat menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik yang bertanggung
jawab , dan (2) Fungsi pendidikan politik dalam arti yang lebih luas untuj
membentuk suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan tuntunan politik
yang ingin di terpakan.
22
Esensi pendidikan politik adalah mengenai bagaimana masyarakat mendapat
sosialisasi politik. Sosialisasi politik secara fungsi akan mendorong
masyarakat mengerti akan peranan dalam system politik. Selain itu, melalui
sosialisasi politik masyarakat memiliki orientasi terhadap system politik yang
sedang berjalan. Secara subtansi fungsi pendidikan politik diharapkan mampu
mengubah tatan masyarkat menjadi lebih baik dan mendorong tercapainya
proses demokrasi.
D. Tinjauan Tentang Pilkada
(Menurut Gaffar, 2012: 70) dari sisi pelaksanaan, pada saat ini masyarakat
memiliki empat momentum pemilu, yaitu pemilu legislatif (DPR, DPD, dan
DPRD), Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Gubernur, serta Pemilu
Bupati/Walikota. Di beberapa daerah, pelaksanaan Pemilu Gubernur dan
Pemilu Bupati/Walikota telah ada yang dilakukan secara serentak, karena
akhir masa jabatan mereka hampir bersamaan. Banyak keuntungan dari
dilaksanakannya pilkada serentak ini.
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada) secara
langsung merupakan penjabaran ketentuan dalam Undang-Undang Dasar
1945 hasil amandemen keempat yang menyatakan bahwa Gubernur Bupati,
dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan Provinsi,
Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis. Cara demokratis itu
diterjemahkan dengan pemberian ruang gerak kepada rakyat pemilih untuk
23
menjadi penentu kandidat yang bakal memimpin daerahnya, Kepala Daerah
mesti dipilih langsung dengan rakyatlah yang menjadi pemegang dan pemberi
mandate (Rozali Abdullah dalam Hoesein 2015: 148).
Tujuan dilaksanakannya pemilihan kepala daerah serentak supaya tercipta
efektivitas dan efisiensi anggaran. Penghematan anggaran muncul pada saat
KPU membiayai honor petugas TPS. Jika pemilihan Gubernur yang
berbarengan dengan pemilihan Bupati atau Walikota, pembiayaan atas
petugas TPS hanya perlu dibayarkan satu kali termasuk biaya bimbingan
teknis, biaya sosialisasi, dan biaya-biaya lain untuk pembiayaan satu kali
pemilihan.
Perlu mendapat perhatian, mengingat jadwal tahapan pemilihan yang
dilaksanakan melewati tahun anggaran berjalan, perlu dijamin
kesinambungan pendanaan kegiatan pemilihan yang dilaksanakan pada tahun
anggaran berikutnya. Karena dalam undang-undang disebutkan apabila
tahapan selesai tahun 2016 maka anggaran pun juga harus disiapkan di 2015
dan 2016 (http://www.kpu.go.id/ di unduh 14 Desember 2016).
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung membutuhkan biaya
yang sangat besar baik dari sisi penyelenggara ataupun dari sisi pasangan
calon. Jika berbicara tentang efektivitas pemilihan kepala daerah secara
langsung, tentunya akan sulit bagi kita untuk menjawab bahwa sistem
pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan sistem rekrutmen kepala
24
daerah paling efektif. Fakta di lapangan menunjukan bahwa pilkada langsung
membutuhkan biaya yang sangat besar yang membebani anggaran negara dan
pasangan calon. ongkos politik yang dikeluarkan oleh pasangan kepala daerah
diyakini berkolerasi positif dengan maraknya kasus yang melilit kepala
daerah hingga di antara mereka ada yang menjadi tersangka bahkan tidak
sedikit yang sudah berkekuatan hukum yang tetap.
Menurut Hollyson dan Sri Sundari (Hollyson 2015: 131) pada prinsipnya
kedua sistem pemilihan kepala daerah, baik pemilihan langsung ataupun
pemilihan melalui DPRD merupakan wujud dari penerapan demokrasi. Jika
kita merujuk kapada sila ke-4 Pancasila ini tidak ada yang salah dengan
penerapan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Demikian juga dengan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung. Jika kita tinjau dari
aturan yang berlaku, tentu juga tidak ada yang salah dengan penerapan sistem
pemilihan langsung. Karena yang masih jadi pertanyaan adalag sistem mana
yang paling tepat dilaksanakan untuk kondisi bangsa kita saat ini.
Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Secara Langsung sudah terjadi di ratusan
tempat diseluruh Indonesia. Namun, ada gejala mencolok yang cukup
mengkhawatirkan yang terjadi dalam masyarakat. Antusiasime publik dan
tingkat partsipasi masyarakat luas dalam pilkada itu cukup rendah. Ukuran
paling mencolok dari rendahnya keterlibatan publik itu adalah rendahnya
tingkat Voter Turnout (partisipasi pemilih yang mencoblos di TPS pada hari
pemilihan).
25
Pemilihan Kepala Daerah serentak yang diselenggarakan pada 9 Desember
2015 adalah tahap pertama dari rangkaian Pilkada serentak yang akan
dilakukan hingga tahun 2023, sebelum dapat diselenggarakan Pilkada
serentak secara nasional dilakukan pada satu waktu untuk seluruh daerah
pada tahun 2027. Sebelum mengenal pemilihan kepada daerah secara
langsung, yang untuk pertama sekali dilaksanakan pada bulan Juni 2005 (UU
Nomor 32 Tahun 2004).
Wacana Pilkada dilakukan serentak secara nasional mengemuka akibat
mahalnya pembiayaan (anggaran) maupun waktu yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan pemilihan jika dilakukan dalam waktu yang berbeda-beda di
setiap daerah. Pasal 3 ayat 1 Perppu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang telah diperkuat menjadi undang-undang (UU
Nomor 1 Tahun 2015) juga telah menyatakan pemilihan dilaksanakan setiap 5
(lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Meskipun demikian, perbedaan-perbedan waktu Pilkada yang telah
berlangsung di seluruh Indonesia sejak 2005 membuat Pilkada serentak
secara nasional (dilaksanakan bersamaan di seluruh wilayah NKRI) tidak
mungkin dilaksanakan pada waktu dekat. Pelaksanaan Pilkada serentak harus
dilakukan secara bertahap. Ada lima tahap Pilkada serentak yang telah
diagendakan oleh KPU untuk menuju pelaksanaan Pilkada serentak secara
26
nasional. Tahap pertama terdiri dari 3 gelombang yang akan diselenggarakan
pada Desember 2015, Februari 2017, dan Juni 2018.
Tahap Kedua akan diselenggarakan pada tahun 2020, Tahap Ketiga pada
tahun 2022, dan Tahap Keempat pada tahun 2023. Baru pada tahun 2027
diperkirakan dapat dilaksanakan Pilkada serentak yang dilakukan di seluruh
wilayah NKRI. Pada saat ini masyarakat memiliki empat momentum pemilu,
yaitu pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu gubernur,
serta pemilu Bupati/Walikota. Di beberapa daerah, pelaksanaan pemilu
Gubernur dan pemilu Bupati/Walikota telah ada yang dilakukan secara
serentak, karena akhir masa jabatan mereka hampir bersamaan (Gaffar, 2012:
70).
E. Penyebab Tidak Memilih Pada Pilkada
Secara umum faktor yang menyebabkan masyarakat untuk tidak
menggunakan hak pilihnya secara sederhana dapat diklasifikasikan kedalam
dua kelompok besar yaitu faktor dari internal pemilih dan faktor ekternal.
Faktor internal yang penulis maksud adalah alasan pemilih untuk tidak
menggunakan hak pilih dalam pemilu bersumber dari dirinya sendiri,
sedangkan ekternal alasan tersebut datang dari luar dirinya. Secara terperinci
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
27
Tabel 2.1 Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Tidak Memilih
(Sumber : Eep Saefulloh Fatah dalam Arbi Sanit (2011:60)
a. Faktor Internal
Tabel di atas menunjukkan tiga alasan yang datang dari individu pemilih
yang mengakibatkan mereka tidak menggunakan hak pilih Diantaranya
alasan teknis dan pekerjaan pemilih.
1. Teknis
Faktor teknis yang penulis maksud adalah adanya kendala yang
bersifat teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginya
untuk menggunakan hak pilih. Seperti pada saat hari pencoblosan
pemilih sedang sakit, pemilih sedang ada kegiatan yang lain serta
berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih.
Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke
TPS untuk menggunakan hak pilihnya.
Faktor teknis ini dalam pemahaman dapat di klasifikasikan ke dalam
dua hal yaitu teknis mutlak dan teknis yang bisa di tolerir. Teknis
mutlak adalah kendala yang serta merta membuat pemilih tidak bisa
hadir ke TPS seperti sakit yang membuat pemilih tidak bisa keluar
rumah, Sedang berada di luar kota, kondisi yang seperti yang penulis
maksud teknis mutlak. Teknis yang dapat di tolerir adalah
28
permasalahan yang sifatnya sederhana yang melakat pada pribadi
pemilih yang mengakibat tidak datang ke TPS, Seperti ada keperluan
keluarga, merencanakan liburan pada saat hari pemilihan.
2. Pekerjaan
Faktor pekerjaan pemilih memiliki kontribusi terhadap jumlah orang
yang tidak memilih. Faktor pekerjaaan di sektor informal, dimana
penghasilanya sangat terkait dengan intensitasnya bekerja, banyak
dari sektor informal yang baru mendapatkan penghasilan ketika
mereka bekerja, tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan. Seperti
tukang ojek, buruh harian, nelayan, petani harian, kemudian ada
pekerjaan masyarakat yang mengharuskan mereka untuk meninggal
tempat tinggalnya seperti para pelaut, penggali tambang. Kondisi
seperti membuat mereka harus tidak memilih, karena faktor lokasi
mereka bekerja yang jauh dari TPS.
Maka dalam pemahaman penulis faktor pekerjaan cukup singifikan
pada faktor internal membuat pemilih untuk tidak memilih. Pemilih
dalam kondisi seperti ini dihadapkan pada dua pilihan menggunakan
hak pilih yang akan mengancam berkurang yang penghasilannya
atau pergi bekerja dan tidak memilih.
29
b. Faktor Eksternal
Faktor ekstenal faktor yang berasal dari luar yang mengakibatkan pemilih
tidak menggukan hak pilihnya dalam pemilu. Ada tiga yang masuk pada
kategori ini menurut pemilih yaitu aspek administratif, sosialisasi dan
politik.
1. Administratif
Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek
adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan
hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak
mendapatkan kartu pemilihan tidak memiliki identitas kependudukan
(KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang membuat pemilih
tidak bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan bisa
menggunakan hak pilih jika tidak terdaftar sebagai pemilih. Kasus
pemilu Pilkada di DKI Jakarta pada tahun 2017 adalah buktinya
banyaknya masyarakat Jakarta yang tidak bisa ikut dalam pemilu
karena tidak terdaftar sebagai pemilih. Jika kondisi yang seperti ini
terjadi maka secara otomatis masyarakat akan tergabung kedalam
kategori golput.
Faktor berikut yang menjadi penghalang dari aspek administrasi
adalah permasalahan kartu identitas. Masih ada masyarakat tidak
memilki KTP, jika masyarakat tidak memiliki KTP maka tidak akan
terdaftar di DPT (Daftar Pemimilih Tetap) karena secara administrtif
KTP yang menjadi rujukkan dalam mendata dan membuat DPT.
30
Maka masyarakat baru bisa terdaftar sebagai pemilih menimal sudah
tinggal 6 bulan di satu tempat. Golput yang diakibat oleh faktor
administratif ini bisa diminimalisir jika para petugas pendata pemilih
melakukan pendataan secara benar dan maksimal untuk mendatangi
rumahrumah pemilih. Selain itu dituntut inisiatif masyarakat untuk
mendatangi petugas pendataan untuk mendaftarkan diri sebagai
pemilih.
Langkah berikutnya DPS (Daftar Pemilih Sementara) harus tempel
di tempat-tempat strategis agar bisa dibaca oleh masyarakat.
Masyarakat juga harus berinisiatif melacak namanya di DPS, jika
belum terdaftar segara melopor ke pengrus RT atau petugas
pendataan. Langkah berikut untuk menimalisir terjadi golput, karena
aspek adminitrasi adalah dengan memanfaatkan data kependudukan
berbasis IT upaya elektoronik Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) yang
dilakukan pemerintahan sekarang dalam pandangan penulis sangat
efektif dalam menimalisir golput administratif.
2. Sosialisasi
Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan pemilu di Indonesia
sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir golput. Hal
ini di sebabkan intensitas pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai
dari memilih kepala desa, bupati/walikota, gubernur, pemilu
legislatif dan pemilu presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan
31
yang lebih kecil seperti RT/ RW. Kondisi lain yang mendorong
sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik
masyarakat adalah dalam setiap pemilu terutama pemilu di era
reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta pemilu yang berbeda.
Pentingnya sosialisasi dalam rangka menyukseskan pelaksanaan
pemilu dan memenimalisir angka golput dalam setiap pemilu.
Terlepas dari itu semua penduduk di Indonesia sebagai besar berada
di pedesaan maka menyebar luaskan informasi pemilu dinilai
pentingi, apalagi bagi masyarakat yang jauh dari akses transportasi
dan informasi, maka sosiliasi dari mulut ke mulut menjadi faktor
kunci mengurangi angka golput.
3. Politik
Faktor Politik erat kaitannya dengan ideologi partai politik, ketidak
sepahaman dengan sebuah ideologi dapat memjadi salah satu
pengaruh pemilih untuk tidak menyalurkan suaranya dalam pilkada.
Ideologi merupakan landasan yang mendasari sebuah partai politik
dalam menjalankan fungsinya. Tanpa ideologi yang jelas tidak
mungkin sebuah organisasi seperti partai politik mampu
menjalankan fungsinya bahkan tidak mungkin berdiri.
32
F. Kerangka Pikir
Menurut Rush dan Althoff sosialisasi Politik adalah proses oleh pengaruh
di mana seorang individu atau kelompok individu bisa mengenali sistem
politik yang kemudian menentukan persepsi serta reaksinya terhadap
gejala-gejala politik. fungsi Sosialisasi politik menurut Rush dan Althoff
adalah sebagai berikut:
1. Melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di
dalam sebuah sistem politik, dimana undividu di latih dalam menganut
ideology Negara sehingga sehingga memungkinkan individu bisa
menerima atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah,
mematuhi hukum, melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam
pemilu. Memelihara sistem politik dan pemerintahan yang resmi,
menanamkan suatu pengetahuan untuk mengetahui seperti apa sistem
yang dibangun dalam pemerintahan di Negara ataupun pemerintah yang
tengah memerintah, sehingga dari sekian banyak batasan atau definisi
tampak mempunyai banyak kesamaan dalam mengetengahkan beberapa
segi penting sosialisasi politik.
Proses pencapaian tujuan pendidikan politik tersebut tidak dapat dilihat
secara langsung namun memerlukan waktu yang cukup lama, hal ini
disebabkan karena pendidikan politik berhubungan dengan aspek sikap
dan perilaku seseorang.
33
Tahapan pertama, merupakan tahapan yang paling rendah dan lebih
mudah untuk dicapai, yaitu dengan memiliki sejumlah pengetahuan,
dalam hal ini pengetahuan yang berhubungan dengan kesadaran politik.
Dalam istilah lain sering dinamakan cognitif morallity. Tahap kedua,
berhubungan dengan maslah sikap (afektif). Pada tahap ini memerlukan
lebih banyak usaha dan pematangan. Sedangkan tahap terakhir
berhubungan dengan masalah perilaku atau tindakan yang dilakukan
setelah orang tersebut mendapatkan pendidikan politik.
Dengan demikian, pendidikan politik bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan untuk bertanggung jawab
sebagai warga negara. Selain itu,memberikan pemahaman mengenai
pengetahuan politik sehingga warga negara berpartisipasi dalam sistem
politik yang sedang berjalan. Pelaksanaan pendidikan politik harus
dilaksanakan secara sistematis untuk menumbuhkan iklim demokratis
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
34
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Sosialisasi dan Pendidikan Politik KPUD Kabupaten
Priingsewu 2018
Patispasi
Meningkat
Partipasi
Menurun
IMITASI
INSTRUKSI
MOTIVASI
35
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui Kinerja KPUD dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat Kecamatan Pardasuka Kabupaten
Pringsewu pada Pilgub 2018. Menurut Moleong (2012;5-6), penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka
untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku
individu atausekelompok orang.
Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka
yang diteliti yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan
rumit. Penelitian kualitatif merupakan prosedur analisis yangtidak
menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi (perhitungan)
lainnya. Alasan penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif adalah
pembahasan dan analisis dengan menggunakan tipe penelitian ini akan
bersifat lebih mendalam dan terperinci (lengkap) dibandingkan dengan tipe
penelitian kuantitatif, sebab peneliti dapat mengumpulkan dan menggali
informasi dari para informan dengan sebanyak-banyaknya melalui
36
wawancara. Sementara itu penelitian kuantitatif hanya memperoleh data yang
terbatas yang melalui kuisioner yang diajukan kepada para sumber informasi.
Menurut Moleong (2012;9), alat pengumpul data atau instrumen penelitian
dalam metode kualitatif ialah peneliti itu sendiri, sehingga peneliti harusterjun
sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering
digunakan yaitu observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi. Data
yang diperoleh dari penelitian adalah berupa data yang disajikan dalam
bentuk kata verbal, bukan dalam angka. Data muncul dalam kata yang
berbeda dengan maksud yang sama. Data kata verbal yang beragam perlu
diolah agar menjadi ringkas sistematis. Olahan tersebut mulai dari
menuliskan hasil observasi, wawancara, atau merekam, mengedit,
mengklasifikasi, dan mereduksi.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan lokasi yang dipilih sesuai dengan tujuan
penelitian untuk mengetahui Kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah
Pringsewu dalam meningkatkan Hak Suara di Pemilihan Gubernur Provinsi
Lampung pada Juni 2018. Penulis memilih lokasi diwilayah kerja Komisi
Pemilihan Umum Daerah Pringsewu, masyarakat Pardasuka dan juga Kantor
Kecamatan Pardasuka karena penulis ingin melihat apakah sosiaslisasi dan
pendidikan politik sudah dilakukan KPUD Pringsewu.
37
C. Fokus Penelitian
Menurut Rush dan Althof masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada
suatu fokus penelitian. Fokus dalam penelitian ini adalah Kinerja Komisi
Pemilihan Umum Daerah Pringsewu dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat Kecamatan Pardasuka di Pilgub 2018. Fokus dari penelitian
meliputi:
1. Imitasi adalah merupakan peniruan (copy) terhadap tingkah laku individu
- individu lain, dan merupakan hal yang sangat penting dalam sosialisasi
pada masa anak - anak seperti apa yang diasumsikan oleh Robert Le Vine
bahwa imitasi dan kedua mekanisme yang lainnya merupakan
mekanisme sosialisasi politik pada masa kanak – kanak walaupun
sebenarnya tidak dibatasi pada tingkah-laku kanak-kanak saja. Namun
demikian imitasi murni lebih banyak terdapat di kalangan kanak-kanak
pada masa remaja dan pada orang dewasa, imitasi lebih banyak
bercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga derajat
peniruannya terdapat pula baik pada instruksi maupun pada motivasi
2. Instruksi adalah cara melakukan sosialisasi politik yang kedua adalah
instruksi. Gaya ini banyak berkembang di lingkungan militer ataupun
organisasi lain yang terstruktur secara rapi melalui rantai komando.
Melalui instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang lain mengenai
posisinya di dalam sistem politik, apa yang harus mereka lakukan,
bagaimana, dan untuk apa. Cara instruksi ini juga terjadi di sekolah-
38
sekolah, dalam mana guru mengajarkan siswa tentang sistem politik dan
budaya politik yang ada di negara mereka.
3. Motivasi adalah cara melakukan sosialisasi politik yang terakhir adalah
motivasi. Melalui cara ini, individu langsung belajar dari pengalaman,
membandingkan pendapat dan tingkah sendiri dengan tingkah orang lain.
Dapat saja seorang individu yang besar dari keluarga yang beragama
secara puritan, ketika besar ia bergabung dengan kelompok-kelompok
politik yang lebih bercorak sekular. Misalnya ini terjadi di dalam tokoh
Tan Malaka. Tokoh politik Indonesia asal Minangkabau ini ketika kecil
dibesarkan di dalam lingkungan Islam pesantren, tetapi ketika besar ia
merantau dan menimba aneka ilmu dan akhirnya bergabung dengan
komintern. Meskipun menjadi anggota dari organisasi komunis
internasional, yang tentu saja bercorak sekular, ia tetap tidak setuju
dengan pendapat komintern yang menilai gerapak pan islamisme sebagai
musuh. Namun, tetap saja tokoh Tan Malaka ini menempuh cara
sosialisasi politik yang bercorak motivasi.
D. Informan Penelitian
Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih
kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya.Unit analisis dalam
penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi
yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan
dimintai informasinya. Pada penelitian ini informan peneliti dengan teknik
39
snowball, yaitu Suatu pendekatan untuk menemukan informan-informan
kunci yang memiliki banyak informasi. Dengan menggunakan pendekatan ini
beberapa responden yang potensial dihubungi dan ditanya apakah mereka
mengetahui orang lain dengan karakteristik seperti yang dimaksud untuk
keperluan penelitian. Adapun kriterianya yaitu:
1. Informan merupakan subyek yang telah lama dan intensif menyatu
dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau
perhatian peneliti dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan
memberikan informasi mengenai suatu yang ditanya peneliti.
2. Informan merupakan subyek yang masih terikat secara penuh akan pada
lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran dan perhatianpeneliti
3. Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak
cendrung diolah atau dikemas terlebih dahulu. Berdasarkan ketentuan
tersebut maka peneliti menetapkan beberapa kelompok informan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Sekertaris KPU Kabupaten Pringsewu
b. Masyarakat Kecamatan Pardasuka
NO Nama Jabatan
1. Ismail Sekretaris KPUD Pringsewu
2. Budiono Masyarakat
3. Drs. Sujarto, M.Pd. Masyarakat
4. Rosalina Ekawati Masyarakat
Sumber : Olahan Peneliti 2018
40
E. Jenis Data
Sumber data utama alam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan,dan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sejurus
sumber data di atas, oleh Sugiyono (2011:225) dikelompokkan menjadi dua,
yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan
sumber daya sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau
lewat dokumen. Berdasarkan sumber data di atas, maka klasifikasi sumber-
sumber data tersebut ke dalam jenis-jenis data, yaitu:
1. Data Primer
Penulis menggunakan data primer yang berasal dari hasil wawancara,
baik terstruktur ataupun mendalam (in depth interview), serta observasi
langsung oleh peniliti. Saat menetapkan informan, penulis menggunakan
teknik stratified sampling dengan proses wawancara snowball. Data-data
primer ini merupakan unit analisis utama yang digunakan dalam kegiatan
analisis data. Data primer diperoleh peneliti sebagai hasil dari proses
pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam
dan observasi mengenai kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah
Pringsewu dalam Pilgub Lampung 2018.
41
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapatditemukan
dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumberdata sekunder
adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan
dengan penelitian yang dilakukan. Selain data primer, sumber data yang
dipakai peneliti adalah sumber data sekunder, data sekunder didapat
melalui berbagai sumber yaitu literatur artikel, serta situs di internet yang
berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan penelitian yaitu gambaran umum
mengenai sosialisasi dan pendidikan politik yang dilakukan oleh KPUD
Pringsewu dalam Pilgub Lampung 2018.
F. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting
(kondisi alamiah). Sehingga pada penelitian ini, penulis menggunakan
sejumlah teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan yang lansung direncanakan antara
pewawancara dan yang diwawancarai untuk memberikan atau menerima
informasi tertentu. Wawancara adalah kegiatan percakapan dengan
42
maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu
pewawancara dan yang diwawancarai. Wawancara yaitu pertanyaan yang
dilakukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat
memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu.
(Moleong 2009; 148). Peneliti akan melakukan wawancara kepada
ketua/wakil KPUD Pringsewu.
2. Dokumentasi
Melalui studi dokumentasi penulis mengumpulkan data melalui dokumen
baik yang bentuk tulisan, laporan, hasil rapat, atau karya lainnya.
Menurut Czarniawska (2004), studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih dapat
dipercaya jika memiliki dokumentasi seperti tulisan dan gambar.
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa data tertulis yang
dikeluarkan oleh KPUD Pringsewu.
3. Observasi
Observasi menjadi teknik pengumpulan data yang penulis gunakan,
selain wawancara dan dokumentasi. Menurut Fathoni (2011:104),
observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu
pengamatan, dengan disertai dengan beberapa pencatatan-pencatatan
terhadap perilaku objek sasaran. Observasi adalah cara pengumpulan data
yang menggunakan salah satu panca inderanya yaitu indra pengelihatan.
43
Instrumen observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak
diambil berupa kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja
informan dalam situasi alami. Observasi dalam penelitian ini dilakukan
di lokasi wawancara dari masing-masing informan, yaitu kantor KPUD
Pardasuka di Desa Pardasuka. Dalam penelitian ini peneliti mengamati
bagaimana dan apa saja yang telah di lakukan KPUD Pringsewu, untuk
meningkatkan jumlah suara pada pilgub provinsi lampung 2018 di
Kecamatan Pardasuka.
G. Tehnik Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2014:267) Validitas merupakan derajat ketepatan antara
data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan
oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak
berbeda antar data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Uji keabsahan data dalam
penelitian kualitatif meliputi :
1. Uji Kredibilitas (Credibility)
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejahwat dan analisis kasus negatif.
44
Agar hasil data dapat dipercaya, peneliti melakukan triangulasi, yaitu
berusaha untuk meninjau kebenaran data tertentu dan membandingkan
dengan data yang diperoleh dari sumber lain dengan menggunakan
metode yang berlainan dan pada waktu yang berlainan. Untuk memeriksa
keabsahan data, peneliti melakukan peninjauan dalam berbagai sumber
yaitu dengan mewawancarai lebih dari satu informan yang berasal dari
elemen yang berbeda. Selain itu peneliti melakukan pendalaman dengan
teknik pengumpulan data melalui observasi dan dokumentasi.
2. Uji keteralihan (Transferability)
Dalam membuat laporannya, peneliti memberikan uraian yang rinci,jelas,
dan sisitematis dan dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca
menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut. Bila pembaca laporan
penelitian memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya, semacam
apa suatu hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability), maka
laporan tersebut memenuhi standar transferabilitas.
3. Uji Kebergantungan atau Reliabilitas (Dependability)
Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Jika proses
penelitian tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian tersebut
tidak reliabel atau dependable. Jika peneliti tak mempunyai dan tak dapat
menunjukkan jejak aktivitas lapangannya, maka depenabilitas
penelitiannya patut diragukan.
45
H. Tehnik Pengolahan Data
Setelah data yang diperoleh dari lapangan terkumpul, tahap selanjutnya yang
perlu dilakukan adalah mengolah data tersebut. Adapun kegiatan pengolahan
data dalam penelitian ini menurut Singarimbun dan (Sofyan Efendi,
2006:278) adalah sebagai berikut:
1. Editing Data
Editing data yakni proses dimana penulis melakukan keterbacaa,
konsisten data yang sudah terkumpul. Proses keterbacaan berkaitan
dengan apakah data yang sudah terkumpul secara logis dapat digunakan
sebagai justifikasi pernafsiran terhadap hasil analisi. Sedangkan
konsistensi mencakup keajegan jenis data berkaitan dengan skala
pengukuran yang akan digunakan, sehingga kelengkapan yang mengacu
pada terkumpulnya data secara lengkap dapat digunakan untuk menjawab
masalah yang sudah dirumuskan dalam penelitian.
2. Interprestasi Data
Interprestasi data, yaitu data yang telah dideskripsikan melalui table
maupun narasi yang diinterprestasikan untuk kemudian dilakukan
penarikan kesimpula sebagai hasil dari penelitian.
46
I. Tehnik Analisis Data
Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknis
analisis kualitatif. Artinya, data yang diperoleh diolah secara sistemastis,
dengan cara mengumpulkan data dan fakta tentang kajian penelitian untuk
kemudian digambarkan dalam bentuk penafsiran pada data yang diperoleh,
dalam penelitian kualitatif yang diberi nama analisis model interaktif dengan
tiga prosedur yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data atau proses
transformasi ini berlanjut terus setelah penelitian lapangan sampai
laporan akhir secara lengkap dan tersusun.
2. Penyajian
Penyajian data atau display data dimaksudkan sebagai sekumpulan
informasi tersusun yang dapat memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian penyajian
data bias dipahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus kita
lakukan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti melihat gambaran
secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian,
sehingga dari data tersebut dapat kita tarik kesimpulan. Penyajian data
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan table, bagan
dan kumpulan kalimat.
47
3. Verifikasi atau Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh
selama penelitian berlangsung. Sedangkan verifikasi adalah kegiatan
pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran penganalisis selama
peneliti mencatat, atau suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan
lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran diantara teman
untuk mengembangkan kesempatan inter subjektif, dengan kata lain
makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya
dan kecocokannya. (Moleong, 2009:15-20)
48
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Lampung dan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus,
dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tanggal 26
November 2008 dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri
Dalam Negeri. Secara geografis Kabupaten Pringsewu terletak diantara
104045’25” – 10508’42” Bujur Timur (BT) dan 508’10”- 5034’27” Lintang
Selatan (LS), dengan luas wilayah dimiliki sekitar 625 km2 atau 62.500 Ha.
Secara administratif Kabupaten Pringsewu berbatasan dengan 4 wilayah
kabupaten sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sendang Agung dan
Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah.
b. Sebelah Timur berbatasan Kecamatan Negeri Katon, Kecamatan
Gedongtataan, Kecamatan Waylima dan Kecamatan Kedondong,
Kabupaten Pesawaran.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bulok dan Kecamatan
Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus.
49
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pugung dan Kecamatan Air
Naningan, Kabupaten Tanggamus.
Kabupaten Pringsewu terdiri dari 9 (sembilan) wilayah kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Pardasuka, 2. Kecamatan Ambarawa, 3. Kecamatan Pagelaran,
4. Kecamatan Pagelaran Utara, 5. Kecamatan Pringsewu, 6. Kecamatan
Gading Rejo, 7. Kecamatan Sukoharjo, 8. Kecamatan Banyumas, dan 9.
Kecamatan Adiluwih. Sekitar 41,79% wilayah Kabupaten Pringsewu
merupakan areal datar (0-8%) yang tersebar di Kecamatan Pringsewu,
Ambarawa, Gadingrejo dan Sukoharjo. Untuk lereng berombak (8-15%)
memiliki sebaran luasan sekitar 19,09% yang dominan terdapat di Kecamatan
Adiluwih. Sementara kelerengan yang terjal (>25%) memiliki sebaran luasan
sekitar 21,49% terdapat di Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Pardasuka.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Pringsewu berada pada ketinggian 100–
200 meter di atas permukaan laut, hal itu dapat dilihat dari porsi luasan
yang merupakan luasan terbesar yaitu 40.555,25 Ha atau sebesar 64,88% dari
total wilayah Kabupaten Pringsewu. Wilayah dengan ketinggian 100–200
meter sebagian besar tersebar di wilayah Kecamatan Pagelaran. Sedangkan
kelas ketinggian lahan tertinggi > 400 meter di atas permukaan laut dengan
porsi luasan terkecil atau sebesar 5,99% terdapat di Kecamatan Pardasuka
dengan luasan sebesar 2.640,40 Ha atau 27,86% dari total luas wilayahnya
dan Kecamatan Pagelaran dengan luasan sebesar 1.106,72 Ha atau 6,40% dari
total luas wilayahnya.
50
B. Kecamatan Pardasuka
1. Sejarah
Pardasuka adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pringsewu, Lampung,
Indonesia. Kecamatan Pardasuka beribukota di Kota Pardasuka.
Kecamatan Pardasuka merupakan Kecamatan yang berada di bagian
selatan Kabupaten Pringsewu. Kota Pardasuka masuk dalam klasifikasi
Kota Kecil dengan jumlah penduduk sebesar 34.107 jiwa.
Pardasuka merupakan Pekon Tuha dibelahan Selatan Kabupaten
Pringsewu dimana, Pardasuka menurut penelusuran sejarah pardasuka
berdiri pada tahun 1887 yang merupakan rumpun keturunan yang bersala
dari Putih Pampangan Kebandakhan dan dimana datang salah satu
keturunanya membuka pemukiman tepatnya Pakhdasuka ( Pakhda =
Sama-Sama/ Suka = Senang ) yang saat ini disebut Pekon Pardasuka
yang pemekonannya dialiri sungai Way Mincang. Pemekonan ini berdiri
dan merupakan kumpulan adat Sai Batin Marga Way Lima.
Kehadatan dipimpin seorang Kepala adat Batin Sekanda sekaligus
sebagai kepala Pemerintahan pertama yang dikala itu disebut Pesikhah.
Pada saat ini masih dalam lingkup Desa Kedondong Kecamatan
Kedondong Kabupaten Pesawaran dan pada tahun 1971 Pemekaran
Kecamatan Pardasuka Kabupaten Lampung Selatan dan dengan ibu kota
Kecamatan Pekon Pardasuka dan pada tahun 1997. Pemekaran
51
Kabupaten Tanggamus dan pada tanggal 02 April 2008 Kecamatan
Pardasuka menajadi bagian Kabupaten Pringsewu.
Tabel 3.1 Nama-nama Kepala Daerah Pardasuka
sumber: diolah dari profil pekon Pardasuka tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa pekon pardasuka telah
beberapa kali berganti kepala pekon yaitu 13 kali terhitung sejak tahun
1887 sampai dengan sekarang. Kondisi masyarakat yang plural dan
hidup secara berdampingan memberikan semua masyarakat kesempatan
untuk menjadi pemimpin wilayah pekon Pardasuka atau yang sering
disebut dengan Kepala Pekon. Sampai saat ini kepemimpinan di Pekon
pardasuka di ampu oleh Yurhamuni Hi Bahri sesuai dengan ketetapan
yang telah berlaku.
52
2. Kondisi Georafis
Pekon Pardasuka memiliki luas wilayah 588 Ha, terletat di dataran
lereng/puncak dengan ketinggian tanah yaitu 1500 Mdpl. Pekon
pardasuka memiliki curah hujan sedang dan keadaan itu dimanfaatkan
oleh sebagian masyarakatnya untuk bertani dan bercocok tanam termasuk
diantaranya adalah persawahan dan perkebunan. Masyarakat Pekon
Pardasuka berjumlah 5.459 jiwa yang tediri dari 2.646 berjenis kelamin
laki-laki, 2.813 berjenis kelamin perempuan, dan tedapat 1.334 Kepala
Keluarga (kk). Berikut merupakan batas-batas wilayah pekon pardasuka :
a. Batas Wilayah Pekon Pardasuka
b. Sebelah Utara Berbatasan dengan Pekon Wargo mulyo
c. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Pekon Pardasuka Selatan
d. Sebelah Barat Berbatasan dengan Pekon Tanjung rusia,
e. Sebelah Timur Berbatasan dengan Pekon Pardasuka timur.
Orbitrasi Pekon Pardasuka sebagai berikut :
Tabel 3.2 Orbitas dari Pekon ke Daerah Lain
sumber: diolah dari profil pekon pardasuka tahun 2016
53
Kabupaten secara tidak langsug waktu tempuh yang diperlukan juga
cukup lama.
Tabel 3.3 Pengalokasi lahan
sumber: diolah dari profil Kelurahan Pringsewu Tahun 2016
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa luas lahan pertanian di
Pekon Pardasuka cukup dominan yaitu dengan luas 290 ha. Jika mengacu
pada luas lahan pertanian tersebut menunjukan bahwa secara umum
masyarakat Pekon Pardasuka banyak memanfaatkan lahan pertanian
sebagai mata pencarian atau berprofesi sebagai petani. Jumlah luas lahan
pertamian tersebut juga hampir mencapai setengah luas lahan secara
keseluruhan di Pekon Pardasuka dengan 612 ha.
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
sumber: diolah dari profil Pekon Pardasuka Tahun 2016`
54
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa rata-rata masyarakat di Pekon
Pardasuka berada pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan
jumlah mencapai 417. Selain itu masih terdapat masyarakat yang putus
sekolah dan buta huruf yang mencapai masing-masing yaitu 26 dan 11.
Adapun jumlah keseluruhan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan
yaitu 880.
73
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Sosialisasi dan
Pendidikan Politik dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sosialisasi dan Pendidikan dilakukan secara Imitasi, KPUD Pringsewu
sudah melakukan sosialisasi dan pendidikan politik kepada perwakilan
orang tua, dengan harapan para orang tua dapat memberi contoh pada
anak-anak mereka tentang calon pemilih.
2. Sosialisasi dilakukan Secara Instruksi KPUD Pringsewu sudah
melakukan pendidikan dan sosialisai politik kepada warga Pardasuka
terutama kepada pemilih pemula, yaitu dengan cara datang kesekolah dan
kampus agar pemilih pemula lebih memahami tentang pendidikan politik
secara mendalam supaya mereka mempunyai rasa tanggung jawab untuk
memilih dan tidak acuh pada Pemilihan Umum untuk menentukan nasib
Provinsi Lampung 5 tahun kedepan.
Kecamatan Pardasuka mengalami peningkatan partisipasi pemilih, pada
Pemilihan Bupati Kecamatan Pardasuka memiliki jumlah hak suara
sebanyak 18.508, dan pada Pemilihan Gubernur Lampung 2018
berjumlah 25.781 hak suara.
74
3. Sosialisasi dilakukan Secara Motivasi KPUD Pringsewu dibantu
dengan kelompok dan individu yang sudah berpengalaman, seperti
Partai Politik, Aparatur Desa, dan Guru-guru bersama-sama melakukan
sosialisasi dan pendidikan politik.
B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah :
1. KPUD Pringsewu, Partai Politik dan aparatur Desa agar lebih berkerja
sama dalam memberikan pendidikan dan sosialisai politik kepada
masyarakat Kabupaten Pringsewu khusunya Kecamatan Pardasuka,
karena melihat dari letak geografisnya Kecamatan Pardasuka terletak
paling jauh dari Kabupaten Pringsewu, jadi mereka harus lebih
diperhatikan juga, untuk menunjang angka suara pada saat Pemilihan
mendatang.
2. KPU sebagai penyelenggara pemilu dan partai politik sebagai salah satu
peserta pemilu untuk meningkatkan pendidikan politik progresif kepada
masyarakat dengan tujuan menambah pemahaman kepada masyarakat
bahwa politik tidak hanya menjadi kepentingan elit melainkan
kepentingan rakyat secara umum.
3. Masyarakat sebagai pemilih jika berhalangan tetap atau berpindah
domisili sebaiknya segera melapor pada KPU dan atau dinas
kependudukan setempat, agar DPT bisa segera diperbaharui dan lebih
akurat, sehingga tidak memunculkan penyalahgunaan DPT.
75
4. Indikator yang sangat berpengaruh didalam penelitian ini adalah
indicator Motivasi, dimana KPUD Pringsewu dibantu oleh Partai Politik,
Aparatur Desa sudah bersama-sama melakukan sosialisasi dan
pendidikan politik kepada masyarakat, dan juga KPUD Pringsewu
mempunyai solusi untuk menambah Tampat Pemilihan Suara (TPS), agar
warga yang rumahnya jauh dari TPS tidak malas untuk datang dan
memberikan hak suaranya, dan dapat meningkatkan jumlah hak suara di
Kecamatan Pardasuka.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdullah, Rozali. 2009. Mewujudkan pemilu yang lebih berkualitas: pemilu
legislatif. Jakarta:Rajawali PerS
Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka
Cipta
Arikunto, S. 1998. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya Edisi 2.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Budiardjo, Miriam. 2000.Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka
Utama
Budiardjo, Miriam. 2008. Demokrasi. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama
Budiardjo, Miriam. 1998.Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama
Budiardjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik Sebuah Bunga Rampai.
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
Cholisin. 2000. Pengembangan Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education) Dalam Praktik Pembelajaran Kurikulum Berbasis
Kompetensi.Yogyakarta:UGM
Huntington, Samuel P. Dan Nelson, John. 2001. Partisipasi Politik di Negara
Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta
Kartini, Kartono. 2009. Pendidikan Politik. Bandung: Mandar Maju
Masyhuri dan Zainudin. 2008. Metode Penelitian Praktis dan Aplikatif. Bandung:
PT Refika Aditama
Michael Rush dan Phillip Althof. 2002. Pengantar Sosiologi dan Politik.
Jakarta:PT Rineka Cipta
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Kantaprawira, Rusadi. 2004. Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar.
Bandung:Sinar Baru Algensindo
Prasetyo, Bambang. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 2006. Metode Peneltian Survey. Jakarta:
PT Pustaka
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung:Alfabeta
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Poltitik.Jakarta:PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Suryabrata, Sumadi. 2010. Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Umar, Husein. 2014. Metode Penelitian Untuk Skripsi & Tesis Bisnis Edisi ke 2.
Jakarta:Rajawali Pers
Universitas Lampung. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandar
Lampung: Universitas Lampung
Jurnal
Amin, Muhammad. 2013. “Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan
Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012”. Jurnal Ilmu Politik,
vol.1.No.1
Arif, Afrosin. 2012. “Membangun Model Penyelenggaraan Pemilihan Umum:
Format Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Gabungan”. Jurnal Jurisprudence,vol 1.No.1
Komisi Pemilihan Umum. 2015. “Tingkat Melek Politik Warga (Politic Literacy)
dalam Pemilu 2014 di Kabupaten Pringsewu”
Skripsi
Ardi, Yanto 2017, Analisis Pengguna Hak Pilih Masyarakat Pada Pemilihan
Kepala Daerah Di Kabupaten Pringsewu Tahun 2017, (Studi Di Kelurahan
Pringsewu Timur dan Pekon Pardasuka)
Nabila, Ayu, Damita 2013, Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam
Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2013 di Kabupaten Lumajang
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelengaraan Pemilihan Umum
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Jakarta:Sekretaris Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Artikel dan Harian
https://www.merdeka.com/politik/ini-tingkat-partisipasi-pemilih-dari-pemilu-
1955-2014.html diakses tanggal 12 Desember 2017
data.kpud.go.id/dpt.php diakses pada 14 Desember 2017
data KPUD Pringsewu DPT Pilgub 2018 Kabupaten Pringsewu
top related