tutorial skenario c blok 17.docx
Post on 07-Dec-2015
275 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO B BLOK 17
Kelompok 9Tutor : dr. Ligeran M.kes
Virdhanitya Vialetha 04011381320045Dwina Yunita Marsya 04011381320051Hendri Fauzik 04011181320021Ha Sakinah Se 04011181320027Anita Pradiastuti 04011281320015Shepty Ira Luthfia 04011281320021Rikka Wijaya 04011281320037Stefanie Angeline 04011381320005Chyntia Tiara Putri 04011181320047Aprilia Kartini 04011181320049Patima Sitompul 04011181320069
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi ………………………………………………………….................... 2
Kata Pengantar .............................................................................................................. 3
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………..... 4
1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………..... 4
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial…………………………………………………….... 5
2.2 Skenario Kasus ………………………………………………....... 6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah. ................……………………………... 7
II. Identifikasi Masalah...........……………………………...... 9
III. Analisis Masalah ...............................……………………..
IV. Sintesis Masalah…...................…………………………...
V. Kerangka Konsep...………………...………………...........
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario C Blok 17” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Legiran M.kes selaku tutor kelompok IX,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.
Palembang, april 2015
Kelompok IX
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Sistem
Digestive yang berada dalam blok 17 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep
dari skenario ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DATA TUTORIAL
Tutor : dr. Ligeran M.kes
Moderator : Anita Pradiastuti
Sekretaris : Rikka Wijaya
Peraturan tutorial :
1. Alat komunikasi dinonaktifkan atau di-silent.
2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan
pendapat dengan mengacungkan tangan terlebih
dahulu dan setelah dipersilahkan oleh moderator.
3. Tidak diperkenankan kepada anggota tutorial untuk
meninggalkan ruangan selama proses tutorial berlangsug
kecuali apabila ingin ke toilet.
2.2 SKENARIO
Sskenario C blok 17 tahun 2015
Amir a boy, 12 month was hospitalized due to diarrhea. four days before admission, the
patient had non projectile vomiting 6 times a day. He vomited what he ate. Three days before
admision the patient got diarrhea 10 times a day around half glass in every defecation, there
was no blood and mucous/pus in it. The frequency of vomiting decreased. Along those 4
days, he drank eagerly and was given pain water. He also got mild fever. Yesterday, he
looked worsening, still had diarrhea but no vomiting. The amount of urination in 8hours ago
was less than usual. Amir’s family livesw in slum area.
Physical Examination
Patient looks severely ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR 38x/m,
HR 144 x/m regular but weak, body temperature 38.7ºC, BW 8,8 kg, BH 75 cm
Head: sunken eye, no tears drop, and dry mouth.
Thorax: similiar movement on both side, retraction (-/-), vesicular breath sound, normal heart
sound.
Abdomen: flat, shuffle, bowel sound increases. Liver is palpable 1 cm below arcus costa and
xiphoid processus. Spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen: very slowly ( longer
than 2 seconds). Redness skin sorrounding anal orifice.
Axtremities: cold hand and feet
Laboratory Examination
Hb 12,8 g/dl, WBC 9.000/mm³, differential count: 0/1/16/48/35/0.
Urine routine
Macroscopic: yellowish colour
Microscopic: WBC (-), RBC (-), protein (-).
Faeces routine
Macroscopic: water more than waste material, blood (-), mucous (-)
WBC: 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF
2.3 I. Klarifikasi Istilah
No. Istilah Pengertian
1. diarrhea Peningkatan frekuensi buang air besar dibandingkan
dengan normal, atau buang air besar lebih mendasari biasa
nya. Penyeebab meliputi infeksi sistem pencernaaan, obat-
obatan seperti antibiotik, malabsorbsi, dan syndrom iritasi
usus besar
2. Non projectile vomiting Muntah yang tidak menyemprot
3. Defecation Pengeluaran zat sisa yang berbentuk padat atau buang air
besar
4. Mucous/pus Cairan daya protein hasil proses peradangan yang
mengandung leukosit, debris seluler dan cairan encer
5. vomiting Pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut
6. Mild fever Suhu tubuh di atas 37,5 ºC - 39 ºC
7. Urination Pengeluaran urin
8. Slum area Area yang kotor
9. lethargic Penurunan tingkat kesadaran ditandai dengan lesu,
mengantuk dan apatis
10. Sunken eye Pengeringan jaringan lunak di belakang mata yang
menyebabkan mata susuk dan tertarik ke dalam
11. Shuffle abdomen Lunak, defans muskular yang negatif
12. Anal orifice Lubang anus
13. WBC: 2-2/HPF Pemeriksaan mikroskopik urin , lapangan pandang kuat .
pemeriksaanya dilakukan dengan lensa objektif 40x untuk
mengindentifikasi sel ( eritrosit, leukosit, epitel), bakteri
I. Identifikasi Masalah
No. Masalah Konsen
1. Amir a boy, 12 month was hospitalized due to
diarrhea and he’s family lives in slum area.
VVVVV
2. four days before admission, the patient had non
projectile vomiting 6 times a day. He vomited
what he ate.
VV
3. Three days before admision the patient got
diarrhea 10 times a day around half glass in every
defecation, there was no blood and mucous/pus
in it. The frequency of vomiting decreased.
Along those 4 days, he drank eagerly and was
given pain water. He also got mild fever.
VV
4. Yesterday, he looked worsening, still had
diarrhea but no vomiting. The amount of
urination in 8hours ago was less than usual.
VV
5. Physical Examination
Patient looks severely ill, compos mentis but
weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR 38x/m,
HR 144 x/m regular but weak, body temperature
38.7ºC, BW 8,8 kg, BH 75 cm
Head: sunken eye, no tears drop, and dry mouth.
Thorax: similiar movement on both side,
retraction (-/-), vesicular breath sound, normal
heart sound.
Abdomen: flat, shuffle, bowel sound increases.
Liver is palpable 1 cm below arcus costa and
xiphoid processus. Spleen unpalpable. Pinch the
skin of the abdomen: very slowly ( longer than 2
seconds). Redness skin sorrounding anal orifice.
Axtremities: cold hand and feet
V
6. Laboratory Examination
Hb 12,8 g/dl, WBC 9.000/mm³, differential
count: 0/1/16/48/35/0.
Urine routine
Macroscopic: yellowish colour
Microscopic: WBC (-), RBC (-), protein (-).
Faeces routine
Macroscopic: water more than waste material,
blood (-), mucous (-)
WBC: 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF
V
II. Analisis Masalah
1. Amir a boy, 12 month was hospitalized due to diarrhea and he’s family lives in slum
area.
1. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dan lingkungan terhadap kasus?
Faktor usia
Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor penyebab
dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak, terutama pada bayi
dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit
infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan tumbuh kembang bayi menurut
Sigmund Freud, bayi berada pada fase oraldimana kepuasan anak ada pada daerah
mulut, sehingga apapun dimasukan kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah
mengalami penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak
toddler, anak berada pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu
anak mulai diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet
ataujamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan
diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya
penularan diare.
Faktor Jenis Kelamin
Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat perbedaan jumlah kasus anak
laki-laki dan perempuan yang menderita diare. Palupi (2009) dalam penelitiannya
tentang status gizi hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare, menjelaskan
bahwa pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan
dengan perbandingan 1,5:1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan
anak perempuan sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Santoso (2005) yang menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2,
walaupun hingga saat ini belum diketahui penyebab pastinya. Kemungkinan
terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-laki lebih aktif dibandingkan
dengan perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare.
2. Apa saja klasifikasi diare?
Jawab :
Berdasarkan waktu
- Diare akut : diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
- Diare persisten : diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
Berdasarkan mekanisme terjadinya
- Diare osmotic : merupakan diare yang disebabkan adanya perbedaan tekanan
osmotic
antara lumen usus dan darah. Hiperosmolaritas lumen usus (biasanya akibat bahan
makanan yang gagal diserap, sehingga menimbulkan lingkungan intralumen yang
hipertonis) akan menyebabkan perpindahan air ke arah lumen. Jumlah air yang
melebihi
kemampuan absorpsi air oleh kolon inilah yang akhirnya akan menimbulkan
hiperperistaltis usus dan berakhir menjadi diare.
- Diare sekretorik : Terjadinya hiperplasi kripta akibat rusaknya sel-sel vili usus.
Rusaknya sel vili usus akan menyebabkan terjadinya hyperplasia kripta. Telah
disebutkan di atas kalau kripta adalah kumpulan sel-sel yang belum terdiferensiasi
dengan baik. Sel kripta yang merupakan cikal bakal sel villi, namun masih belum
terdiferensiasi dengan baik secara fungsional, “dipaksa naik” ke atas menggantikan
sel-sel vili yang sudah rusak. Fungsi sel kripta imatur adalah sekresi air dan ion-ion
penting di dalam tubuh. Sehingga jika banyak sel kripta (hyperplasia) yang naik ke
permukaan, akan banyak pula sekresi air dan ion tubuh ke dalam lumen usus, yang
menyebabkan diare sekretorik. Di samping hyperplasia kripta, toksin dari
mikroorganisme seperti virus dan bakteri, juga dapat mengaktifkan sistem second
messenger yang berada di enterosit usus, yang akan merangsang terbukanya
gerbang-gerbang ion yang akhirnya akan menyebabkan sekresi ion-ion penting dan
air ke dalam lumen usus.
- Diare inflamasi atau diare campuran sekretorik dan osmotic.
Berdasarkan temuan klinis
- Diare akut bercampur air (kolera dkk). Biasanya bersifat non-invasif. Tidak ditemui
darah.
- Diare akut bercampur darah (disentri). Dapat ditemukan lendir dan darah pada tinja.
- Diare dengan malnutrisi berat.
Berdasarkan etiologi
- Infeksi. Dapat disebabkan oleh bakteri (E. coli, Clostridium dificile, Salmonella,
Shigella,
Vibrio cholera dll) oleh virus (Astrovirus, norovirus, rotavirus, Norwalk virus,
coronavirus) parasit (Balantidium coli, Giardia lamblia, Entamoeba histolytica)
- Non-infeksi (defek anatomis, malabsopsi, endokrinopati, keracunan makanan,
neoplasma, obat-obatan, defek sistem imun)
3. Bagaimana indikasi diare yang harus dirawat di rumah sakit?
Jawab :
dehidrasi berat
dehidrasi sedang yang tidak aik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut:
Buang Air besar cair lebih sering
Muntah berulang-ulang
Rasa haus yang nyatak
Makan atau Minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
4. Apa saja penyebab diare?
Jawab :
1. Diare sekresi (secretory diarrhea) disebabkan oleh :
a. Infeksi virus dan bakteri, kuman-kuman patogen dan apatogen
Virus rotavirus, virus norwalk, astovirus, norwalk like virus, calcivirus, dan
adenovirus
Bakteri eschericia coli, salmonella, shigela, vibrio colera staphylococcus
aureus
Parasit entamoeba histolityca, dientamoeba fragilis, giardia lamblia
Cacing strongiloides stercoralis, capillaria philipinensis, trichinella spiralis
Fungi candidiasis, zygomycosis, coccidiodomycosis
b. Hiperperistaltik usus halus yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan pedas, sudah basi, dll), gangguan
syaraf,
hawa dingin, alergi, dsb.
c. Defisiensi imun terutama SigA (secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan bakteri/jamur(overgrowth).
2. Diare Osmotik (osmotic diarrhea), disebabkan oleh :
a. Malabsorbsi makanan
b. KKP (Kekurangan Kalori Protein)
c. BBLR(bayi berat lahir rendah) atau bayi baru lahir
5. Bagaimana tatalaksana diare pada awal masuk rumah sakit?
Jawab :
WHO dalam revisi keempat tahun 2005 mengenai tatalaksana diare akut pada anak
menyebutkan prioritas pengobatan diare pada anak adalah:
1. Pencegahan dehidrasi: bila tidak dijumpai tanda-tanda dehidrasi
2. Pengobatan dehidrasi: bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi
3. Mencegah timbulnya kurang kalori protein:dengan cara memberikan makanan
selama diare berlangsung dan setelah diare berhenti
4. Mengurangi lama dan beratnya diare dan mengurangi kekambuhan diare pada masa -
masa mendatang dengan memberikan zink dengan dosis 10 sampai 20 mg selama 10
sampai 14 hari
6. Apa organ yang terganggu pada kasus?
Jawab :
Organ yang terganggu yaitu Usus dinding usus pada Lower Gastrointestinal
2. four days before admission, the patient had non projectile vomiting 6 times a day. He
vomited what he ate.
1. Apa perbedaan mekanisme, kriteria, penyebab ,muntah projectile dan non projectile?
jawab :
muntah projektil saat isi lambung dalam jumlah kecil didorong keluar dari mulut
mekanismeglotis tertutup dan laring naik untuk membuka spingter esofagus bagian atas. palatum mollenaik untuk menutup nares posterior. diafragma kontraksi ke bawah menyebabkan tekanan negatif pada thoraks dan kontraksi otot-otot dinding perut. ini meransang pembukaan esofagus dan spingter esofagus distal, juga meningkatkan tekanan intragastrik dan terjadilah muntah proyektil.
penyebab umumdistensi lambung akutobstuksi lambung akibat dari konsumsi benda asing
2. Apa akibat dari muntah 6x dalam sehari?
Jawab :
Akibatnya dapat mengalami
Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi
kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat
muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai
akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion
hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium
ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat
ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine.
Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan
kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium
Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake
menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi
kegagalan tumbuh kembang.
Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan
berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi
sebagai konsekuensi GERD.
Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.
Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan
endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah
LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan
hebat perlu dilakukan transfusi darah
Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa
esophagus oleh asam lambung.
3. Apa hubungan muntah dengan diare?
Jawab :
Muntah dapat disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna atas.
Tetapi muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas terkena.
Sedangkan diare terjadi ketika enteropatogen telah menyerang usus yang
menyebabkan perubahan fungsi fisiologis usus tersebut.
Virus masuk sal.pencernaan (lambung dan duodenum) bereplikasi dan merusak
mukosa merangsang respon CTZ muntah virus masuk ke usus halus
merusak vili pengeluaran air dan elektrolit ke lumen usus diare.
3. Three days before admision the patient got diarrhea 10 times a day around half glass
In every defecation, there was no blood and mucous/pus in it. The frequency of
vomiting decreased. Along those 4 days, he drank eagerly and was given pain water.
He also got mild fever.
1. Apa akibat diare 10 kali dalam 1 hari sebanyak ½ gelas setiap defekasi?
Jawab :
Kehilangan air dan elektrolit _ Dehidrasi, Hipokalemia, Asidosis metabolik, Kejang,
Alkalosis metabolik
Gangguan sirkulasi darah _ Syok hipovolemik
Gangguan gizi _Hipoglikemia, Malnutrisi energi protein, Intolerasi laktosa sekunder
2. Bagaimana klasifikasi feses?
Jawab :
3. Apa makna diare tidak terdapat darah,mukus, dan pus?
Jawab :
Karena pada kasus ini, virus yang menginvasi Amir tidak merusak mukosa atau tidak
menyebabkan kerusakan dinding usus seperti nekrosis dan ulserasi namun dia hanya
bereplikasi di enterosit dan akan mengeluarkan toksin NSP4. Bakteri ini mengeluarkan
toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio.
Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid
pada dinding sel usus sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’,5’-siklik monofosfat
(siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen
usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation kalium dan natrium.
Untuk diare akut, patogenesis diare yang disebabkan oleh bakteri dibedakan menjadi
dua: bakteri non invasif, yaitu bakteri yang memproduksi toksin yang nantinya toksin
tersebut hanya melekat pada mukosa usus halus & tidak merusak mukosa. Bakteri non
invasif, memberikan keluhan diare seperti air cucian beras dan disebabkan oleh bakteri
enteroinvasif, yaitu diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis
dan ulserasi, secara klinis berupa diare bercampur lendir dan darah.
4. Mengapa amir banyak minum dan mekanisme nya?
Jawab :
Amir banyak minum sebagai kompensasi dehidrasi yang terjadi akibat diare dan
muntah yang dideritanya. Mekanisme haus merangsang seseorang untuk minum.
Peningkatan osmolalitas plasma 2-3% saja sudah akan merangsang pusat haus di
hipotalamus. Salah satu tanda kekurangan cairan adalah mulut kering yang disebabkan
peningkatan tekanan onkotik plasma sehingga hanya sedikit cairan yang meninggalkan
aliran darah karena kelenjar saliva mengambil air yang dibutuhkannya dari darah
maka hanya sedikit saliva yang diproduksi , timbul keinginan untuk minum. Respon
yang sama dihasilkan oleh penurunan volume atau tekanan darah (10-15%), yang
merupakan stimulus yang kurang poten. Neuron di pusat haus hipotalamus terstimulasi
saat sel osmoreseptornya kehilangan air melalui osmosis ke ECF yang hipertonik, atau
diaktifkan oleh angiotensin II, atau oleh input baroreseptor, atau oleh stimulus lain.
Secara keseluruhan, peristiwa ini menyebabkan sensasi subyektif berupa haus yang
merangsang untuk minum.
5. Bagaimana klasifikasi dehidrasi?
Jawab :
Untuk penelitian ini klasifikasi derajat dehidrasi yang digunakan yaitu
berdasarkan kriteria WHO tahun 2005 yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang,
dan dehidrasi berat.
Untuk menilai derajat dehidrasi dapat digunakan skor WHO dibawah ini:
Yang dinilaiSKOR
1 2 3
Keadaan umum Baik Lesu/haus Gelisah, lemas,
mengantuk hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan < 30 x/menit 30-40 x/menit > 40 x/menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi < 120 x/menit 120-140 x/menit > 140 x/menit
Skor: 6 : tanpa dehidrasi
7 – 12 : dehidrasi ringan-sedang
≥ 13 : dehidrasi berat
6. Bagaimana mekanisme demam ringan pada kasus?
Jawab :
Demam sering dikaitkan dengan dehidrasi. Keluarnya banyak cairan tubuh selama
demam memang dapat menyebabkan tubuh dehidrasi. Walau demam yang normal
seringkali tidak membahayakan, namun kondisit dehidrasi yang diakibatkannya dapat
membahayakan bila tidak diatasi dengan tepat.
4. Yesterday, he looked worsening, still had diarrhea but no vomiting. The amount of
urination in 8 hours ago was less than usual.
1. Bagaimana mekanisme terjadi penurunan frekuensi muntah sementara diare masih
berlangsung?
Jawab :
Hal itu terjadi karena infeksi virus sudah sampai ke ujung distal ileum dan kolon,
dimana disana sudah tidak ada lagi saraf- saraf yang berespon terhadap muntah. Saraf-
saraf yang berespon terhadap muntah terdapat di lambung dan duodenum.
Ada 2 kemungkinan:
a. Keadaan hiponatremi
Banyak kehilangan elektrolit (esp. Na+) dari diare yang dialami serta tidak
adekuatnya suplai cairan pengganti elektrolit yang diberikan (hanya air biasa),
membuat Budi berada dalam keadaan hiponatremia. Keadaan ini menghambat
ransangan terjadinya muntah. Berangsur-angsur keluhan muntah mereda menjadi
berkurang.
b. Proses infeksi
Amir mengalami muntah-muntah karena pada awalnya Rotavirus menginfeksi
mukosa lambung dengan enterotoxin. Enterotoxin itu sendiri adalah salah satu
protein yang di kode Rotavirus, yaitu NSP4. Akibatnya, ujung-ujung saraf yang
menstimulasi muntah terangsang dan terjadilah muntah. Demikian halnya juga
terjadi muntah saat toxin ini mengiritasi mukosa duodenum. Jadi, muntah sebagai
bagian dari pertahanan tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme penginfeksi
untuk keluar dari lambung dan duodenum(GIT atas).
Akan tetapi, hal ini tidak terjadi saat virus dan toxinnya tiba di mukosa GIT di
bawah duodenum. Tidak hanya terjadi iritasi mukosa dengan toxin, tetapi juga
invasi ke sel-sel villi. Iritasi yang terjadi di sini tidak menyebabkan muntah karena
sudah tidak ada lagi saraf- saraf yang berespon terhadap muntah. Saraf- saraf yang
berespon terhadap muntah terdapat di lambung dan duodenum. Saat virus
mencapai ujung distal ileum dan kolon, virus menginvasi vili pada ileum
menyebabkan kerusakan sel enterosit menurunkan kemampuan absorpsi dan
meningkatkan sekresi mucus. Jadi, diare adalah bagian pertahanan tubuh untuk
mengeliminasi mikroorganisme keluar dari usus halus dan colon (GIT bawah).
Pada awalnya ia menginfeksi lambung dan menyebabkan muntah tapi begitu
masuk usus, maka usus akan berusaha untuk mengeluarkan melalui diare. Oleh
karena itulah muntah tidak terjadi lagi.
2. Bagaimana mekanisme penurunan BAK pada kasus?
Jawab :
Pengeluaran urin berkurang pada Amir dikarenakan telah banyaknya air yang
dikeluarkan bersama tinja (akibat diare yang berat yang menyebabkan dehidrasi berat)
akibatnya volume darah yang biasanya diekskresi oleh ginjal sekitar 1 L / hari
berkurang dehidrasi berat volume darah yang melalui filtrasi ginjal ↓ produksi urin ↓.
Pengeluaran urin yang berkurang ini juga diengaruhi oleh adanya kompensasi tubuh
akibat kekurangan cairan dengan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan kerja
ADH mereduksi produksi urin.
3. Mengapa keadaan amir bertambah buruk?
Jawab :
hal ini berkaiatan dengan progesivitas dari infeksi rotavirus, semakin lama pajanan
rotavirus di sekitar sel usus halus menyebabkan semakinn banyak juga sel usus halus
yang mengalami kerusakan ( semakin banyak villi yang atrofi ) sehingga sistem
hemostatis tubuh juga tidak bisa lagi mempertahankan, akibatnya semakin banyak
makanan dan cairan yang tidak bisa diabsorbsi, oleh karena itu diare akan bertambah
berat sehingga banyak kehilangan elektrolit (esp. Na+) dari diare yang dialami serta
tidak adekuat suplai cairan pengganti elektrolit yang diberikan (hanya airbiasa),
membuat Amir berada dalam keadaan hiponatremia.. Sedangkan reflek muntah
berkurang diakibatkan serotonin yang dihasilkan di sel enterocromafin yang letaknya
di epitel usus halus akan tidak dihasilkan lagi, karena EC sudah banyak mengalami
kerusakan bersamaan rusaknya epitel usus. Oleh karena itu, lama kelamaan serotonin
akan berkurang dan pengaruhnya terhadap sistems saraf pusat muntah juga akan tidak
ada lagi. Dan muntah pun seiring waktu akan menghilang
5. Physical Examination
Patient looks severely ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR
38x/m, HR 144 x/m regular but weak, body temperature 38.7ºC, BW 8,8 kg, BH 75
cm
Head: sunken eye, no tears drop, and dry mouth.
Thorax: similiar movement on both side, retraction (-/-), vesicular breath sound,
normal heart sound.
Abdomen: flat, shuffle, bowel sound increases. Liver is palpable 1 cm below arcus
costa and xiphoid processus. Spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen: very
slowly ( longer than 2 seconds). Redness skin sorrounding anal orifice.
Axtremities: cold hand and feet
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada kasus?
Jawab :
No Hasil Pemeriksaan fisik Normal Interpretasi
1. Tampak sakit berat Normal Tampak sakit
parah
2. Compos mentis lemah Compos mentis Kesadaran sedikit
menurun
3. BP 70/50mmHg Neonatus: 80/45
6-12 bln: 90/60
1-5 thn: 95/65
Hipotensi
4. RR 38x/m 1bln-1th: 30-60
1th-2th: 25-50
Normal
5. HR 144x/m regular, lemah 3 bln-2 th: 80-150 Normal
6. Temp. 38,7oC 36,5-37,5oC Febris
7. BB 8,8 kg; TB 75 cm Mengalami
penurunan
8. Mata cekung Tanda dehidrasi
berat
9. Tidak ada air mata Tanda dehidrasi
berat
10. Mulut kering Tanda dehidrasi
berat
11. Thoraks:
- simetris
- retraction (-/-)
- suara nafas vesicular
- suara jantung normal
Normal
12. Abdomen:
- datar
- shuffle
- Peningkatan suara bising usus
Normal
Peningkatan
motilitas usus
13. Hati teraba 1 cm di bawah arcus
aorta dan processus xiphoid
1 – 2 jari dibawah arcus
costa untuk anak-anak
Normal
14. Limpa tidak teraba Tidak teraba Normal
15. Turgor (+) Langsung kembali Tanda dehidrasi
berat
16. Kulit kemerahan di sekitar
orificium analis
Abnormal
17. Ekstremitas
Tangan dan kaki dingin
Abnormal
Mekanisme abnormalitas:
Demam
Diare akut (Infeksi rotavirus ) pelepasan sitokin (Interferon) aktivasi jalur asam
arakidonat sintesis PGE2 set point meningkat demam
Hipotensi : Akibat dehidrasi terjadi penurunan volume darah.
Mata cekung : bila anak menderita dehidrasi, jaringan lunak di belakang mata
mengering dan susut sehingga matanya tertarik ke dalam. Mata seolah-olah kehilangan
sinarnya, kuyu, dan setengah tertutup waktu tidur.
Mulut kering dan tidak ada air mata: anak yang menderita dehidrasi, biasanya mulutnya
tidak sanggup memproduksi ludah dan air mata cukup banyak, sehingga mulut dan
lidahnya kering serta tidak ada air mata.
Bowel sound increase
Keadaan ini terjadi karena makanan dan cairan tidak dapat diabsorbsi dengan baik.
Akibatnya akan terjadi peningkatan tekanan koloid osmotic dalam lumen usus yang
kemudian merangsang hiperperistaltik usus untuk mendorong makanan dan cairan yang
tidak dapat dicerna keluar dari usus. Hal inilah yang menyebabkan terdengar suara
bising usus saat auskultasi.
Turgor > 2 detik
Di bagian bawah kulit terdapat jaringan elastin yang berisi cairan, jika terjadi dehidrasi
maka cairan yang mengisi jaringan elastin tersebut juga ikut berkurang sehingga
timbullah manifestasi klinis turgor (+).
Redness skin surrounding anal orifice
Warna kulit kemerahan di sekitar anus ini terjadi karena adanya iritasi akibat seringnya
defekasi dan perubahan derajat keasaman feses yang menjadi lebih asam karena asam
laktat yang tidak mampu direabsorbsi oleh usus selama diare.
Extremities: cold hand and feet
Diare akut dehidrasi berat cairan ekstraseluler berkurang cardiac output
berkurang perfusi darah ke jaringan berkurang ekstremitas ( tangan dan kaki )
dingin
2. Apa saja klasifikasi dehidrasi berdasarkan turgor?
Jawab :
turgor kulit ( kekenyalan, elastisitas kulit) : dengan cara dicubit didaerah perut
dengan cubitan agak lebar, sekitar 3 cm, dipertahankan selama 30 detik, kemudian
dilepas. Bila kulit kembali normal dalam waktu kurang 1 detik; turgor baik, bila 2-5
detik ; turgor agak kurang, bila 5-10 detik; turgor kurang dan bila lebih 10 detik:
turgor jelek.
Catatan : Hati-hati dalam mengartikan cubitan kulit karena :
Pada penderita yang gizinya buruk , kulitnya mungkin saja kembali dengan lambat
walaupun dia tidak dehidrasi.
Pada penderita yang obesitas (terlalu gemuk) , kulitnya mungkin saja kembali
dengan cepat walaupun penderita mengalami dehidrasi.
6. Laboratory Examination
Hb 12,8 g/dl, WBC 9.000/mm³, differential count: 0/1/16/48/35/0.
Urine routine
Macroscopic: yellowish colour
Microscopic: WBC (-), RBC (-), protein (-).
Faeces routine
Macroscopic: water more than waste material, blood (-), mucous (-)
WBC: 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada kasus?
Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Hb 12,8 g/dl 10,5 -13,5 g/dl Normal
WBC 9.000/mm3 6-18.000 /mm3 Normal
Diff. Count 0/1/16/48/35/0 Basofil : 0 – 1 (%)
Eosinofil : 1 – 4 (%)
Batang : 2 – 5 (%)
Segmen : 50 – 70 (%)
Limfosit : 20 – 40 (%)
Monosit : 0 – 6 (%)
Normal
Normal
Meningkat karena
adanya infeksi
Normal
Normal
Normal
Urine
Macroscopic : yellowish
colour
Microscopic : WBC (-), RBC
(-), protein (-).
Kuning
WBC (-)
RBC (-)
Protein (-)
Normal
Normal
Normal
Normal
Faeces
Macroscopic: water more than
waste material, blood (-),
mucous (-)
WBC: 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF
Agak lunak dan
berbentuk
darah (-)
mucous (-)
WBC : -
RBC : -
Tidak Normal
Normal
Normal
Tidak Normal
Tidak Normal
Perubahan makroskopis tinja terjadi karena kemungkinan adanya infeksi dari Rotavirus.
Pada diare karena infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa
usus oleh toksin Rotavirus. Hal ini disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam
usus halus yang terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di
sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang
mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair.
Adanya sedikit WBC menunjukkan bahwa adanya mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi yang terjadi di saluran cerna.
Adanya sedikit RBC menunjukkan bahwa ada sedikit pendarahan di saluran cerna akibat
dari infeksi yang mungkin merusak mukosa dinding usus sehingga mengakibatkan adanya
ditemukan RBC.
2. apa indikasi pemeriksaan urin pada kasus?
Jawab :
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup,bila memungkinkan.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik. Urinasi yang
berkurang merupakan salah satu tanda dehidrasi dimana terjadi kekurangan dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mengganggu fungsi ginjal sehingga
bisa berakibat terjadinya gagal ginjal akut, itulah mengapa harus diperiksa urin nya juga
karena takut terjadi komplikasi pada dehidrasi nya.
5. Analisis Klinis
1. Bagaimana cara mendiagnosis ?
Jawab :
Untuk mendiagnosis diare, harus dimulai dengan anamnesis, selanjutnya pemeriksaan
fisik, dan jika dibutuhkan perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan beberapa pertanyaan :
1. Karakteristik feses (jumlah, konsistensi, warna, frekuensi)
2. Adanya gejala enterik lain seperti mual, muntah, demam, sakit perut
3. Apakah anak suka dititipkan ke penitipan anak (patogen umum : Rotavirus ,
astrovirus , calicivirus , Campylobacter , Shigella , Giardia , dan spesies
Cryptosporidium)
4. Riwayat konsumsi makanan , seperti makanan mentah, makanan yang
tercemar, ataupun keracunan makanan
5. Paparan air seperti air kolam renang, ataupun lingkungan laut
6. Riwayat camping atau berpergian (patogen umum mempengaruhi daerah-
daerah tertentu , seperti rotavirus dan Shigella , Salmonella , sedangkan
Campylobacter spp merupakan organisme ini umum di seluruh dunia)
7. Paparan hewan ( misalnya , anjing muda / kucing : Campylobacter spp ; kura-
kura : Salmonella spp )
8. Kondisi predisposisi ( misalnya , rawat inap , penggunaan antibiotik ,
immunocompromised )
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
1. Dehidrasi : Kelesuan , kesadaran tertekan , fontanel anterior cekung ,
membran
mukosa kering , mata cekung , kurangnya air mata , turgor kulit buruk ,
perlambatan pengisian kapiler
2. Gagal tumbuh dan kekurangan gizi : Mengurangi massa otot / lemak atau
edema
perifer
3. Nyeri perut / kram
4. Borborygmi
5. Eritema perianal atau eritema natum
c. Laboratorium tinja
1. Pemeriksaan untuk telur dan parasit
2. Jumlah leukosit
3. Tingkat pH : Tingkat pH 5,5 atau kurang atau adanya pengurangan zat
menunjukkan intoleransi karbohidrat , yang biasanya sekunder terhadap
penyakit virus
4. Pemeriksaan eksudat untuk ada / tidaknya leukosit
5. Kultur : kultur harus dialkukan untuk mencari etiologi dari diare untuk
beberapa mikroorganisme, seperti Salmonella , Shigella , dan
Campylobacterspp dan Yenterocolitica , tanda klinis yang dapat ditemukan
adalah kolitis atau adanya leukosit pada feses .
Jika disebabkan oleh Clostridium difficile biasanya ditandai dengan radang
usus besar dan / atau tinja berdarah. Jika disebebkan karena E.Coli, feses juga
terdapat darah dan ada riwayat memakan daging sapi. Jika diare disebabkan
Vibrio dan Plesiomonasspp , pasien memiliki riwayat makan seafood mentah
atau bepergian ke luar negeri
6. Immunoassay enzim untuk rotavirus atau antigen adenovirus
7. Assay aglutinasi lateks untuk rotavirus
d. Laboratorium lain yang dapat ditemukan
1. Tingkat albumin serum karena kehilangan kehilangan enteropathies dari
infeksi
enteroinvasif usus ( misalnya , Salmonellaspp , enteroinvasif Ecoli
2. Tingkat alpha1 – antitrypsin pada tinja : Tinggi pada infeksi usus
enteroinvasif
3. Anion gap untuk menentukan sifat diare (yaitu , osmolar vs sekretori )
4. Biopsi usus : Dapat diindikasikan dengan adanya diare kronis atau berlarut-
larut, serta dalam kasus-kasus di mana pencarian untuk penyebab menjadi
wajib
(misalnya pada pasien dengan acquired immunodeficiencysyndrome [ AIDS ]
atau pasien immunocompromised )
2. Apa Diagnosis Banding pada kasus ini ?
Jawab :
Diare akut akibat virus dengan dehidrasi berat
Diare akut akibat bakteri dengan dehidrasi berat
3. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan ?
Jawab :
Pemeriksaan Laboratorium
Serum elektrolit:
Peningkatan Natrium akibat dehidrasi dan penurunan Kalium karena diare.
Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin:
Meningkat pada dehidrasi.
pH darah:
Asidosis hiperkloremik
Sampel feses:
Adanya darah pada IBD, iskemia usus, dan infeksi bakteri; leukosit fekal pada
diare yang disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, dan Yersinia; dapat
dilakukan kultur bakteri dan sensitivitas untuk Salmonella, Yersinia, Shigella,
dan Campylobacter; ova dan parasit pada infeksi parasit, toksin C. difficile
pada infeksi C. difficile; dapat pula dilakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk
Cryptosporidium.
Pemeriksaan Histopatologi
Pada diare et causa virus:
Perubahan pada morfologi sel usus halus yang meliputi pemendekan villi,
peningkatan jumlah sel kripta, dan peningkatkan selularitas lamina propria.
Pada diare et causa bakteri:
Terdapat invasi bakteri pada dinding kolon meliputi hiperemia mukosal,
edema, dan infiltrasi leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
X-Ray abdomen (flat plate dan atas kanan),diindikasikan pada pasien dengan
nyeri abdominal atau adanya bukti obstruksi untuk menemukan adanya
megakolon toksik dan iskemia usus.
Sigmoidoskopi
Sigmoidoskopi diindikasikan pada pasien dengan diare berdarah atau pasien yang
dicurigai menderita pseudomembranous colitis atau ulcerative colitis.
4. Apa diagnosis pada kasus ?
Jawab :
diare akut yang disebabkan infeksi rotavirus dengan dehidrasi berat
5. Apa definisi diagnosis pada kasus ?
Jawab :
Diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya
tampak sehat, dengan frekwensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja
menjadi cairan dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 14
hari.
6. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Jawab :
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.1 Di dunia sebanyak 6 juta anak meninggal
tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara
berkembang. Jumlah kematian anak di dunia akibat diare sebesar 17 %. Berdasarkan
hasil Rikerdas 20072 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian
bayi terbanyak di Indonesia yaitu 42 %, dibandingkan pneumonia 24%, sementara
untuk golongan usia 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding
pneumonia 15,5%.
Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan, hampir selalu
termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya
adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya.
Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta
kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak
dibawah umur 5 tahun (± 40 juta kematian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami
lebih dari satu kali kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh dalam
dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.3
Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5-2 juta penderita penyakit
diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini adalah
sekitar 10 % dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit,
sedangkan jika ditinjau dari hasil survey rumah tangga (LRKN) 1972 diantara 8
penyakit utama, ternyata persentase penyakit diare yang berobat sangat tinggi, yaitu
72% dibandingkan 56% untuk rata-rata penderita seluruh penyakit yang memperoleh
pengobatan
7. Bagaimana etiologi pada kasus?
Jawab :
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
8. Bagaimana faktor resiko pada kasus?
Keadaan risiko dan kelompok yang berisiko mengalami diare karena infeksi :
1. Seseorang yang berpergian ke negara berkembang , daerah tropis
2. Makanan yang tidak bersih atau tercemar mikroorganisme, baik makanan pinggir
jalan atau restauran yang di masak tidak bersih, ataupun karena tangan kotor
sebelum memakannya.
3. Kebiasaan atau perilaku hidup ibu yang tidak bersih, misalkan seorang ibu yang
memberikan anaknya makanan namun sebelumnya tidak mencuci tangan bisa
menyebabkan diare pada anak.
4. Kurangnya pemberian ASI eksklusif bisa menjadi faktor risiko diare, karena sistem
imun anak tidak sebaik anak yang meminum ASI, sehingga rentan terhadap
infeksi
mikroorganisme.
5. Penggunaan botol susu yang tidak bersih
6. Menggunakan sumber air tercemar
7. Buang air besar disembarang tempat
8. Pencemaran makanan oleh serangga (lalat,kecoa, dan lain-lain), dan oleh tangan
manusia.
9. Masuknya virus penyebab diare seperti rotavirus bukan hanya dari makanan, tetapi
bisa juga dari pernapasan.
Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden tertinggi
pada kelompok 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, kurangnya kekebalan
aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak
Infeksi asimptomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimptomatik dan proporsi asimptomatik ini
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.Pada infeksi
asimptomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
asimptomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enterropatogen terutama
bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Faktor musim
Di daerah tropic termasuk (Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan penignkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan
diare karena bakeri banyak cenderung meningkat pada musim hujan.
9. Bagaimana patofisiologi pada kasus?
Jawab :
Diare viral akut, artinya diarenya disebabkan oleh virus (kemngkinan besar Rotavirus)
dan berlangsung kurang dari 14 hari.Rotavirus, etiologi dari kasus ini, akan
menyebabkan gastroenteritis, peradangan pada lambungdan usus. Karena penularannya
lewat rute fekal-oral, otomatis kita harus memikirkankemungkinan infeksi dan
peradangan dari saluran cerna yang bagian atas dahulu, yaitu lambung.
Peradangan pada lambung akan menyebabkan perangsangan pusat muntah akibat
proses iritasimukosa lambung. Mengingat juga, reseptor muntah dapat ditemukan
dalam jumlah yang besarpada lambung. Rangsangan muntah ini akan dihantarkan oleh
nervus vagus ke medulla oblongata, lalu akhirnya menimbulkan muntah. Hal inilah
yang menyebabkan si pasien anak kita ini mengalami muntah dahulu sebelum diare.
Lanjut, kita turun lagi ke saluran cerna yang lebih bawah, yaitu usus halus.Di usus
halus, tidak lagi banyak saraf-saraf yang bersepon terhadap muntah.Saraf yang
memiliki respon terhadap rangsangan muntah hanya banyak terdapat pada lambung dan
duodenum.Jadilah si anakakhirnya muntahnya berhenti, baru diare.
Diare pada kasus ini bersifat campuran, alias sekretorik dan osmotic. Rotavirus
akanmenghancurkan vili-vili usus normal, sehingga fungsi normal villi, absorbsi sari
makanan, menjadi terganggu. Terjadilah diare osmotic pada kasus ini. Rotavirus juga
akan memproduksi enterotoksin yang menyebabkan perangsangan second messenger
enterosit, yang akan membuka saluran ion-ion pemompa elektrolit ke lumen usus.
Terjadilah diare sekretorik pada kasus ini.Ituaja?Tunggu dulu, jangan lupakan peran si
hyperplasia kripta dalam memperparah diaresekretorik. Rusaknya vili menyebabkan
hyperplasia kripta yang imatur, yang akan mensekresicairan dan elektrolit lebih banyak
lagi.
10. Bagaimana patogenesis pada kasus?
Jawab :
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a) Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika
peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus
halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang biak
di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan toksin. Akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya
ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain. Sebagai akibat
diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi)
yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan
makanan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.
11. Bagaimana gejala klinis pada kasus?
Jawab :
1. Mula-mula bayi atau anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
2. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah.
3. Warna tinja makin lama makin berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur
dengan empedu.
4. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi .
5. Tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang
berasal
dari laktosa yang tidak dapat diabsorpsi usus selama diare.
6. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam – basa
dan
elektrolit.
7. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan, maka gejala dehidrasi akan mulai
tampak.
8. Berat badan turun.
9. Turgor kulit berkurang.
10. Mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung.
11. Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering
12. Bagaimana terapi pada kasus?
Jawab :
Terapi yang diberikan berdasarkan kondisi dehidrasi :
1. Rencana terapi A (untuk diare tanpa dehidrasi)
Tiga cara terapi diare dirumah :
a) Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi.
Gunakan cairan yang dianjurkan , seperti larutan oralit,makanan yang cair
(seperti sup,air tajin ) dan kalau tidak ada air matang .Berikan larutan ini sebanyak
anak mau , berikan jumlah larutan oralit seperti dibawah. Pemberian larutan ini
teruskan hingga diare berhenti.
b) Beri anak makan untuk mencegah kurang gizi
ASI diteruskan.
Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan,
Untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat , dapat
diberikan susu.
bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat berikan bubur bila
mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan. Tmbahkan 1
atau 2 sendok the minyak sayur tiap porsi. Berikan sari buah segar atau pisang
halus untuk menanbahkan kalium. Berikan makanan yang segar masak dan
haluskan atau tumbuk makanan dengan baik. Bujuk anak untuk makan , berikan
makanan sedikitnya 6 kali sehari. Berikan makanan yang sama setelah diare
berhenti, dan diberikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.
c) Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik
Dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :
buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyatak
makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah
2. Rencana terapi B (untuk dehidrasi ringan atau sedang)
Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama ialah 75 ml/kgBB. Jika berat
badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit
sesuai tabel dibawah ini:
Umur < 1 tahun 1 – 4
tah
un
> 5
tahun
Jumlah
oralit
300 ml 600
ml
1200
ml
Selain itu , Oralit bisa diberikan lebih jika anak masih , pemberian ASI diteruskan.
Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat asi berikan juga 100 200 ml air
masak selama masa ini.
Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi
lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2 –3 menit.
Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air masak atau asi
beri Oralit sesuai rencana tetapi a bila pembengkakan telah hilang Setelah 3-4 jam
nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian kemudian pilih rencana terapi a ,
b atau c untuk melanjutkan terapi.
Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi a, bila dehidrasi telah hilang anak
biasanya kemudian mengantuk dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang rencana terap b , tetapi
tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi a.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi c.
3. Rencana terapi C (untuk dehidrasi berat)
Mulai diberi cairan IV segera. Bila penderita bisa minum , berikan oralit sewaktu
cairan I.V dimulai.
Beri 100 ml/kg.catatan Ringer laklat ( atau cairan normal selain bila ringer laktat
tidak tersedia ) dibagi sebagai berikut :
Umur Pemberian
1
Kemudian
Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam
Anak =1 tahun ½ jam – 1
jam
2 ½ jam – 3 jam
Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam .Bila rehidrasi belum tercapai pencepat tetaean
Intravena.
Juga berikan oralit (5ml/kg/jam),bila penderita bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (
bayi)atau 1-2(anak).
Setelah 6jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita mengunakan Tabel
Pernilaian.
Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B atau C ) untuk melanjutkan
terapi.
13. Bagaimana pencegahan pada kasus?
Jawab :
Mencegah penyebaran kuman pathogen penyabab diare.
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umunya disebabkan secara fekal-oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebabdiare perlu difokuskan pada cara berikut ini
Upaya penceghan diare yang terbukti efektif meliputi:
1. Pemberian ASI yang benar
2. Memperbaiki enyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih yang cukup
4. Membudayakan kebiasaan encuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan
5. Pengunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
6. Membuang tinja bayi yang benar
7. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (hsot)
8. Memebri ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
9. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
10. Imunisasi campak.
11. Probotik
Probotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasikan untuk menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik.Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probotik dlam waktu yang panjang terrutama untuk bayi yang tidak minum
ASI.
Kemungkinan mekanisme efek probotik dalam pencegahan diare mwlalui: perubahan
lingkunga mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan antimikroba terhadap
bebrapa pathogen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesikuman pathogen pada
enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus
melalui penyedian nutrient dan imunomodulasi.
12. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapu bahan makanan. Umunya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora
intestinal yang menguntungkan kesehatan.
Oligosacharida yangada didalam ASI dianggap sebagai prototype prebiotik oleh
karena dapat merangsang pertumbuhan lactobacilli dan Bifidobacteria didalam kolon
bayi yang minum ASI.Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada
bayi yang minum ASI.
12. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Jawab :
1. Gangguan elektrolit
a. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara
perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya
oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik
menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan
rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan
tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-
5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada
setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian
diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap
BAB, sampai diare berhenti.1
b. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia (Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.1
c. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.1
d. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut kadar
K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis.
Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia
jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah
diare berhenti1
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umunya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel
usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat
dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi
yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan:
kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.3
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak bisanya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema
otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi
larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral
dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan
ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai
dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit yang cukup
mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai
akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung,
muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per
oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.3
6. Kejang3
a. Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita dalam
keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB,
diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh
hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih
kembali.
b. kejang demam
c. Hipernatremia dan hiponatremia
d. penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare,
seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula
selama diare dapat menyebabkan:3
a. Volume tinja bertambah.
b. Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk.
c. Dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan
menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti makanan
padat, perlu diberikan.
c. Pemberian “yogurt” atau susu yang telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti dengan
susu kedelai.
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan cairan
intravena
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi
sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu cepat.
Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3
menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan
penurunan kesadaran.3
10. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis
sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam setelah
hidrasi cukup
13. Bagaimana prognosis pada kasus?
Jawab :
Dubia et bonam bila dehidrasi ditangani dengan baik. Diare akut dengan dehidrasi
berat dapat menyebabkan kematian.
14. Bagaimana SKDI pada kasus?
Jawab :
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
Hipotesis: amir 12 bulan, menderita diare akut dengan dehidrasi berat dan
kemungkinan disebabkan infeksi rotavirus
III. Sintesis Masalah
Diare ( pediatric)
A. Definisi
Diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3
kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau
lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus
Epidemiologi
Penyakit diare masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
padaanak di negara-negara berkembang. Di Indonesia angka kesakitan mencapai 200–400
kejadian/1000 penduduk tahun, 70-80% adalah anak <5 tahun. Di Indonesia kematian
anakmencapai 240.000 orang per tahun. Kematian anak karena diare 50.400orang. Dari
jumlah itu10.088 anak di antaranya akibat rotavirus. Rotavirus menyebabkan diare berat.Jadi
jika pasien tidak dirawat di sarana kesehatan yang memadai, kemungkinan besar
iameninggal.
Etiologi
Diare akut pada bayi dapat disebabkan oleh beerbagai macam virus yaitu: Rotavirus,
virusNorwalk, Norwalklike virus, Astrovirus, Calcivirus, Adenovirus. Akan tetapi,
penyebabterbanyak diare karena virus adalah Rotavirus. Lebih kurang 85% diare
disebabkanRotavirus, sedangkan sekitar 15% penyebab lainnya seperti bakteri, virus,
parasit,malabsorpsi makanan, alergi makanan,keracunan makanan, imunodefisiensi, dan lain-
lain Rotavirus adalah virus dengan ukuran 100 nanometer yang berbentuk roda yang
termasukdalam family Reoviridae. Virus ini terdiri dari grup A, B, C, D, E dan F. Grup A
adalah tipe ditemukan pada 90% kasus, sementara grup lain terutama D,E , dan F biasanya
hanya menyerang hewan.
JENIS - JENIS DIARE
1. Diare akut : merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotavirus yang
ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14
hari. Diare rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama
sebagai penyebab diare akut pada anak
2. Diare bermasalah: merupakan diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit,
intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal- oral, kontak dari
orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. diare ini umumnya diawali
oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga bar muncul darah, dengan maupun
tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya
nafsu makan dan badan terasa lemah.
3. Diare persisten: merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis
diare persisten adalah kerusakan mukosa usus. penyebab diare persisten sama dengan
diare akut.(Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare edisi ke 3 depkes RI Direktorat
Jenderal PPM& PL tahun 2007)
Berdasarkan waktu:
1. Diare akut: diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya
sehat.
2. Diare kronik: diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat
badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.
Klasifikasi berdasarkan temuan klinis:
1. Diare akut bercampur air (termasuk kolera) yang berlangsung selama beberapa
jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak
diberikan makan/minum
2. Diare akut bercampur darah (disentri): bahaya utama adalah kerusakan usus halus
(intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan
komplikasi lain termasuk dehidrasi.
3. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama): bahaya utama adalah
malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa terjadi.
4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor): bahaya utama adalah
infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi
(kekurangan) vitamin dan mineral.
A. Berdasarkan pathogenesis:
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E.
Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan
psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam
beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi
bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus,
rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah
dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
3. Diare inflamasi (gangguan motilitas usus)
Diare dengan kerusakan dan kematian enterosit disertai peradangan. Feses
berdarah.Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya menimbulkan diare
B. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang
biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak
tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan
asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi
glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.
C. MANIFESTASI KLINIS DIARE
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial
dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora
komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam. (Kusmaul).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan
PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
F. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh
Yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum
Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi/mata
Sehat
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat <120
Gelisah, cengeng
Apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)
Mengigau, koma,
atau syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering & sianosis
Lemas >40
Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinis
Gejala klinisGejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran
Rasa haus
Sirkulasi
Nadi
Respirasi
Pernapasan
Kulit
Uub
Baik (CM)
+
N (120)
Biasa
Agak cekung
Agak cekung
Biasa
Normal
Normal
Gelisah
++
Cepat
Agak cepat
Cekung
Cekung
Agak kurang
Oliguri
Agak kering
Apatis-koma
+++
Cepat sekali
Kusz maull
Cekung sekali
Cekung sekali
Kurang sekali
Anuri
Kering/asidosis
Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono,
Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI (1988), menyatakan
bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun
adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan
Sedang
Berat
50
75
125
100
100
100
25
25
25
175
200
250
Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
PATHWAYS
Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik
Endotoksin Tekanan osmotik ↑ Hiperperistaltik Hipoperistaltik
merusak mukosa
usus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteri
dan elektrolit ke sempat diserap
lumen usus Endotoksin berlebih
Hipersekresi cairan
dan elektrolit
Isi lumen usus ↑
Rangsangan pengeluaran
Hiperperistaltik
Diare
Gangguan keseimbangan cairan Gangguan keseimbangan elektrolit
Kurang volume cairan (dehidrasi) Hiponatremia
Hipokalemia
Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serum
mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit
kurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin, ubun-ubun
cekung, peningkatan suhu tremor
tubuh, penurunan berat badan kejang, peka rangsang, denyut jantung
cepat dan lemah
(Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002
G. PENTALAKSANAAN
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut
dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak
dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60
mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set
berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset
berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml
= 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian
glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak
jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
Anatomi dan fisiologi lower GI ( pediatric)
Diagram sistem pencernaan
15. Kelenjar ludah
16. Parotis
17. Submandibularis (bawah
rahang)
18. Sublingualis (bawah lidah)
19. Rongga mulut
20. Esofagus
21. Pankreas
22. Lambung
23. Saluran pankreas
24. Hati
25. Kantung empedu
26. duodenum
27. Saluran empedu
28. Kolon transversum
29. Kolon ascenden
30. Kolon descenden
31. Ileum
32. Sekum
33. Appendiks
34. Rektum
35. Anus
Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang
saluran pencernaan (bahasa Inggris: gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah
proses penyerapan sari – sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses
pengeluaran sisa – sisa makanan melalui anus.
Saluran gastrointestinal yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus
sampai anus.Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang
panjangnya kira-kira 25 cm (10 inchi) menjadi distensi bila makanan melewatinya. Bagian
sisa dari saluran gastrointestinal terletak di dalam rongga peritoneal. Lambung ditempatkan
dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri.
Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira ±
1500 ml. Lambung dapat dibagi ke dalam empat bagian anatomis, kardia, fundus, korpus dan
pilorus. Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah
panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Untuk sekresi dan absorbsi, usus
halus dibagi dalam 3 bagian yaitu bagian atas disebut duodenum, bagian tengah disebut
yeyunum, bagian bawah disebut ileum. Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak
dibagian bawah kanan duodenum.Ini disebut sekum pada pertemuan ini yaitu katup
ileosekal.Yang berfungsi untuk mengontrol isi usus ke dalam usus besar, dan mencegah
refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis.
Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum
yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri dan segmen desenden pada sisi kiri
abdomen.Yang mana fungsinya mengabsorbsi air dan elektrolit yang sudah hampir lengkap
pada kolon.Bagian ujung dari usus besar terdiri dua bagian. Kolon sigmoid dan rektum kolon
sigmoid berfungsi menampung massa faeces yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung. Kolon mengabsorbsi sekitar 600 ml air perhari sedangkan usus halus
mengabsorbsi sekitar 8000 ml kapasitas absorbsi usus besar adalah 2000 ml perhari. Bila
jumlah ini dilampaui, misalnya adalah karena adanya kiriman yang berlebihan dari ileum
maka akan terjadi diare. Rektum berlanjut pada anus, jalan keluar anal diatur oleh jaringan
otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan eksternal.
Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ),
lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern.
Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
Kolon asendens (kanan)
Kolon transversum
Kolon desendens (kiri)
Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang
kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini
disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau
hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang
lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
FISIOLOGI SISTEM DIGESTIF
Motilitas usus halus hanya sedikit berkembang sebelum umur kehamilan 28 minggu.
Kontraksi gastrik yang belum teratur pertama kali ditemukan pada awal minggu ke 26
kehamilan.
Motilitas gastrointestinal mulai dapat diukur pada usia kehamilan 28 sampai 30
minggu walaupun belum mendapatkan diet enteral. Usus halus menunjukkan pola motilitas
yang tidak teratur antara umur kehamilan 27 dan 30 minggu, dan menjadi pola yang lebih
matang pada kehamilan 33 sampai 34 minggu dimana terdapat kompleks migrasi mioelektrik.
Transit gastroanal berkisar 8 sampai 96 jam pada bayi preterm sedangkan pada orang dewasa
4 sampai 12 jam.
Peningkatan koordinasi dan kekuatan kontraksi gaster dan usus halus mulai didapatkan
pada usia kehamilan 30 minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu pola motilitas saluran cerna
janin mulai menyerupai pola motilitas usus bayi yang telah cukup bulan, saat ini
gerakan menghisap dan menelan telah teratur, janin menelan cairan amnion kira-kira
450 mL/hari pada trimester ketiga.
Motilitas organ saluran cerna diatur oleh input dari miogenik, neural dan
neuroendokrin baik saat puasa atau saat digesti. Berikut berapa faktor yang mempengaruhi
motilitas saluran cerna antara lain aktivitas listrik otot polos gastrointestinal dan ion Kalsium,
kalium dan kontraksi otot, system syaraf dan neurotransmitter dan hormon yang disekresi
oleh neuron-neuron enterik yang berpengaruh terhadap motilitas gastrointestinal.
Rasio kalium intra dan ekstraseluler merupakan faktor penentu potensial listrik di sel
membran. hal ini berperan dalam bangkitan potensial jaringan saraf dan otot.
Padakeadaan hipokalemi dapat terjadi keadaan eksitabilitas neuromuskuler
(hiporefleksia atau paralysis, penurunan peristaltik atau ileus).
Traktus gastrointestinal memiliki system persarafan yang disebut system saraf
enteric,seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus mamanjang sampai ke
anus. Sistem ini terutama mengatur pergerakan dan sekresi gastrointestinal.
NEUROTRANSMITER DAN HORMON YANG BERPERAN PADA MOTILITAS
SALURAN CERNA
Terdapat beberapa zat yang berperan sebagai neurotransmitter berbeda yang
dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari neuron enterik. Beberapa neurotrassmiter yang
sering kita kenal adalah asetilkolin, norepineprin sedangkan yang lain adalah adenosis
trifosfat, serotonin, dopamin, Kolesistokinin, substansi P, vasoactive intestinal polypeptide,
somatostatin, leu-enkephalin, metenkephalin, dan bombesin. Fungsi spesifik dari
neurotransmitter ini kurang dikenal, sehingga pembahasannya terbatas.
Hormon tiroid berpengaruh terhadap motilitas saluran gastrointestinal, pada
keadaan hipotiroid terjadi penurunan aktivitas listrik dan motorik dari esophagus,
lambung, usus halus dan usus besar, sehingga pada keadaan hipotiroid dapat terjadi
keadaan konstipasi. Sedangkan pada keadaan hipertiroid akan terjadi keadaan sebaliknya
yaitu diare.
Hormon motilin adalah suatu suatu hormon polipeptida yang disekresi oleh sel
enterokromatin usus, terbukti dapat membantu meningkatkan motilitas usus sehingga
meningkatkan pula frekuensi defekasi. Motilin pada orang dewasa,diproduksi oleh sel
endokrin yang berada di atas usus halus. Hormon ini berperan pada pemendekan
waktu transit di usus halus. Kadar motilin plasma akan meningkat setelah mendapatkan
diet secara enteral pada bayi kurang bulan.Tingginya kadar motilin dalam darah saat
masa neonatus berhubungan dengan, efisiensi dari fungsi motorik saluran cerna.
Absorbsi air di usus halus disebabkan karena derajad osmolaritas yang terjadi apabila
bahan terlarut ( khususnya natrium) diabsorbsi secara aktif dari lumen usus oleh sel epitel
vili. Ada beberapa mekanisme penyerapan Na di usus halus :
Natrium( Na+) terkait dengan penyerapan ion klorida atau diabsorbsi langsung sebagai ion
Na+ atau ditukar dengan ion hydrogen atau terkait dengan absorbsi bahan organik
seperti glukosa aatu asam amino tertentu untuk dapat masuk sel epitel. Penambahan
glukosa ke larutan elektrolit dapat meningkatkan penyerapan Natrium di usus halus
sebanyak tiga kali. Setelah disbsorbsi, natrium dikeluarkan dari sel epitel melalui pompa ion
yang disebut sebagai Na+ K+ATPase. Pengeluaran Na+ ke cairan ekatraseluler ini
meningkatkan osmolaritasnya dan menyebabkan air dan elektrolit lainnya mengalir secara
pasip dari lumen usus halus melalui saluran interseluler ke dalam cairan ekstraseluler.
Proses ini menjaga keseimbangan osmotik antara cairan intraluminer usus dan cairan
ekstraseluler.
ENZIM PENCERNAAN PADA BAYI
Proses pencernaan kemudian disempurnakan oleh sejumlah enzim dalan getah usus
(sukus enterikus) sehingga zat makanan menjadi bentuk yang siap diserap.
Enzim-enzim ini banyak terdapat diantara vili brush border. Beberapa organ dan
enzim yang berperan dalam proses pencernaan zat makanan (karbohidrat, lemak, dan
protein) pada bayi, belum berfungsi secara optimal. Aktivitas enzim ini akan bertambah
sesuai dengan bertambahnya usia. Aktivitas amilase yang optimal akan tercapai pada
usia 12 bulan, lipase mencapai kadar seperti orang dewasa pada usia 24 bulan,
sedangkan aktivitas tripsin pada bayi baru lahir sudah sama dengan orang dewasa.
Karbohidrat terpenting dalam diet bayi adalah laktosa, sedang pada anak besar
dan dewasa 60% karbohidrat dalam diet adalah pati, sedikit sukrosa dan sedikit sekali
laktosa. Kurang lebih 4,8 % ASI terdiri dari laktosa, yang menyediakan hampir 40%
dari total kalori yang disediakan oleh ASI . Kolustrum mengandung laktosa yang
rendah yaitu sekitar 5,3 gram/100 ml sedangkan pada ASI matur lebih tinggi secara
bermakna yaitu 6,8 gram /100ml.
Laktosa dan disakarida yang lain dicerna oleh enzim yang berada di membran brush
border pada enterosit yang telah matur. Laktase menghidrolisis laktosa menjadi glukosa
dan galaktosa. Aktivitas laktase meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan,
dari 30 % pd kehamilan 26-34 minggu menjadi 70% pada kehamilan 35-38 minggu
dan mencapai 100 % pada usia 2-4 minggu setelah lahir. Setelah itu aktivitas enzim laktase
secara genetik akan menurun dan mencapai kadar terendah pada usia dewasa.
Lima puluh persen kebutuhan kalori pada bayi dicukupi dari lemak dalam ASI
dan susu formula. Lebih dari 98% lemak susu ini dalam bentuk triagliseride, yang
mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh yag diesterasi menjadi gliserol. Asam
lemak jenuh utama dalam ASI adalah asam palmitat yang merupakan 20 – 25 % dari
seluruh asam lemak.dalam ASI, lebih dari 60% asam palmitat diesterasi pada posisi Sn-2
dari rantai trigliserid.
FISIOLOGI DEFEKASI
Proses defekasi diawali dengan adanya mass movementdari usus besar desenden
yang mendorong tinja ke dalam rektum. Mass movementtimbul +/- 15 menit setelah
makan dan hanya terjadi beberapa kali dalam sehari. Adanya tinja dalam tinja dalam
rektum menyebabkan peregangan rektum dan pendorongan tinja kearah sfinkter ani.
Reflek Defekasi
Reflek defekasi timbul saat tinja memasuki rektum , maka peregangan rektum
selanjutnya menimbulkan rangsangan sensoris pada dinding usus dan pelvis, sehingga
menimbulkan gelombang peristaltik pada usus besar desenden, sigmoid dan rektum,
mendorong tinja kearah anus. Distensi rektum menimbulkan impuls pada serat-serat
sensoris asendens yang selanjutnya dibawa ke kortek yang menimbulkan kesadaran
tentang adanya distensi. Sementara itu terjadi kontraksi sementara otot lurik sfingter ani
eksternus, puborectal sling (bagian dari muskulus levator ani). Dengan demikian terjadilah
reflek yang disebut reflek inflasi.
Pengantaran impuls saraf ke arah distal melalui pleksus mienterikus pada bagian
kaudal dinding rektum akan menyebabkan reflek inhibisi otot polos muskulus sfingter
ani internus. Peristiwa ini disebut reflek relaksasi rektosfingter.
Relaksasi sfingter ani internus ini terjadi secara proposional terhadap volume dan
kecepatan distensi rektum. Keadaan ini diikuti oleh penghambatan spingter ani
eksternus, yang melibatkan jalur refleks dan fasilitasi kortikal. Reflek puborektalis akan
mengakibatkan melebarnya sudut anorektal (normal 60 – 105o menjadi 140o) menyebabkan
jalur anus tidak terhalangi. Peningkatan tekanan abdomen dihubungkan dengan
peristaltik pada dinding abdomen, menyebabkan keluarnya tinja sehingga terjadi
pengosongan rektum.
Setelah tinja keluar, maka segera terjadi terjadi reflek penutupan, aktivitas ini
terjadi sangat cepat yaitu kembalinya otot dasar panggul, sudut anorektal dan tonus
spingter ke posisi semula.
Fisiologi Defekasi Pada Bayi
Pada bayi perkembangan fungsi dan struktur anorektal bertambah sesuai umur.
Rektum bertambah panjang disertai dengan tumbuhnya katup rektal dan sudut anorektal.
Terdapat variasi waktu terjadi pada perkembangan reflek inhibitor rektoanal. Pada kontrol
volunter, distensi rektal akan dengan cepat menyebabkan hilangnya aktivitas elektrik dan
tonus dari spinkter ani eksternal.
Defekasi pada bayi baru lahir diawali dengan keluarnya mekoneum. Mekoneum
adalah tinja yang berwarna hitam, kental dan lengket yang merupakan campuran sekresi
kelenjar intestinal dan cairan amnion. Pada keadaan normal, mekoneum akan keluar pada
36-48 jam pertama setelah lahir sebanyak 2 – 3 kali per hari.
Mikroflora usus normal gram positif pada ASI lebih banyak dibandingkan gram
negatif. Pada bayi kurang bulan sering didapatkan tinja yang kerasatau frekuensi defekasi
yang rendah. Pada bayi yang mendapatkan susu formula memiliki tinja yang lebih padat
dibandingkan dengan yang mendapatkan ASI.
Pola Defekasi
Pola defekasi pada anak sangat bervariasi dan sangat bergantung pada fungsi organ,
susunan saraf, jenis diet, serta usia anak. Pada fungsi organ dan sistim saraf yang normal,
maka pola makan sangat berperan.
Dehidrasi ( pediatric)
Definisi
Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif
atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Huang et al, 2009).
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input)
(Suraatmaja, 2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit (Latief, dkk.,
2005).
Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit bibir dan
lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang, anak menjadi apatis,
gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan
nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah menurun, kesadaran
menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, dkk., 2005).
Klasifikasi Dehidrasi
1. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di bawah ini:
2. Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi :
a. Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik
Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar daripada
air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L. Apabila terdapat kadar natrium serum
kurang dari 120 mEq/L, maka akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti
apatis, anoreksia, nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna, dkk.,
2000). Kehilangan natrium dapat dihitung dengan rumus :
S Na bearti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135 adalah nilai normal rendah
natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif
hipotonik terhadap cairan intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke
intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam bentuk dehidrasi ini akan
makin diperberat dengan perpindahan cairan ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil
akhirnya adalah penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi
(Behrman et al, 2000). Dehidrasi hiponatremik dapat disebabkan oleh penggantian kehilangan
cairan dengan cairan rendah solut (Graber, 2003).
b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik
Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama dengan
konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya
dalam kompartemen cairan ekstravaskular maupun intravaskular.
Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-150 mEq/L (Huang et al, 2009). Tidak
ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik (Latief, dkk., 2005).
c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik
Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang mengandung
lebih sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150
mEq/L. Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi,
cairan di ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume
intravaskular (Huang et al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena pemasukan (intake)
elektrolit lebih banyak daripada air (Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral
yang pekat, susu formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar merupakan faktor
resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia (Segeren, dkk., 2005). Terapi cairan
untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan
kerusakan serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas
serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap.
Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan kembalinya natrium
serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi, kandungan natrium sel-sel otak meningkat,
osmol idiogenik intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan cepat osmolalitas
cairan ekstraselular akibat perubahan natrium serum dan kadang-kadang disertai penurunan
konsentrasi subtansi lainnya yang serasa osmotik aktif misalnya glukosa, dapat terjadi
perpindahan berlebihan air ke dalam sel otak selama rehidrasi dan menimbulkan udem serebri.
Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat ireversibel dan bersifat mematikan. Hal ini dapat
tejadi selama koreksi hipernatremia yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan larutan
hidrasi awal yang tidak isotonis. Terapi disesuaikan untuk mengembalikan kadar natrium
serum ke nilai normal tetapi tidak lebih cepat dari 10 mEq/L/24 jam (Behrman et al, 2000).
Rencana A: Mencegah Dehidrasi
Berikanlah kebutuhan minuman sehari-hari, DITAMBAH dengan pengganti cairan tubuh
agar mencegah kehilangan cairan selanjutnya
Rencana B: Mengobati Dehidrasi
Timbang anaknya agar menentukan jumlah Oralit yang diperlukan. Kalau hal ini tidak
mungkin, perkirakan umur anaknya.
Enterotoksin
Merangsang endogen pirogen
Prostaglandin
Thermostat di
hipotalamus
Demam
Masuk ke saluran cerna
Iritasi lambung, duodenum
Muntah
Menyerang enterosit
Vili rusak
Absorbsi
Cairan di lumen usus
Tinja cair
Output cairan
Cardiac output
Perfusi darah ke jar.
Tangan & kaki dingin
Cairan tubuh
Mulut keringMata cekung
Tidak ada airmataLetargis
Cairan jar. elastin
Turgor (cubitan perut >2s)
DIARE AKUT , DEHIDRASI BERAT
Amir, laki-laki, 12 bulan
Faktor resiko
Usia Lingkungan kumuh Laki-laki
Sanitasi buruk
Terinfeksi Rotavirus
V. Kerangka Konsep
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Amir laki-laki 12 bulan mengalami diare akut dengan dehidrasi berat akibat infeksi
rotavirus tanpa komplikasi lain
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. ed : Hartanto, Huriawati, dkk.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harryanto Reksodiputro…[et al]. Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Aru W. Sudoyo…[et al] -ed.5-
Jakarta: Interna Publishing;2009
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 Edisi 15. Jakarta:EGC.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC
Behrman; Kliegman; Arvin. 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.
Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni.
Sylvia Anderson Price. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 6.
Jakarta : EGC.
Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.4. Jakarta : Media Aesculapius.
top related